bab i pendahuluan - institutional repository | satya...
Post on 28-Apr-2018
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Media massa merupakan sebuah instrument penting di tengah-tengah
masyarakat yang sekarang hidup di era globalisasi, apalagi bagi mereka yang
butuh pertukaran informasi yang cepat, guna memuaskan hasrat kebutuhan
mereka. Infomasi sudah tak mengenal ruang dan waktu lagi, sehingga membuat
dunia terlipat dengan sendirinya, membuat segala sesuatu menjadi dekat ataupun
bahkan tak berjarak lagi. Dimana hampir setiap orang bisa mengakses berbagai
macam bentuk informasi yang berbeda beda sesuai selera masing-masing, dan
apabila dilihat bentuknya, mulai dari informasi berbentuk cetak hingga ke
informasi lebih mutakhir berbasis elektronik ataupun internet dengan stimulus
khusus yang sangat beragam dalam menyajikan bentuk beritanya dengan kemasan
yang mungkin lebih menarik sesuai dengan segmentasi yang digolongkan oleh
media itu sendiri (Pilliang 2011:59).
Tak lepas dari hal diatas, bahwa media massa sarat dengan proses
komunikasi guna menyebarkan atau memasarkan pesan akan sebuah hal yang
dianggap penting baginya, proses tersebut dikenal dengan komunikasi massa,
Serta media massa mampu merepresentasikan diri sebagai ruang publik yang
utama dan turut menentukan dinamika sosial, politik, budaya, di tingkat lokal
maupun global. Wilbur Schramm menyatakan, komunikasi massa berfungsi
sebagai decoder, interpreter dan encoder. Komunikasi massa men-decode
lingkungan sekitar dimana sebuah masyarakat berada, mengawasi kemungkinan
timbulnya suatu hal tertentu, seperti mengawasi efek yang ditimbulkan dari pesan
yang diterpakan. Komunikasi massa menginterpretasikan hal yang di-decode
sehingga dapat mengambil kebijakan terhadapnya, menjaga berlangsungnya
interaksi serta membantu anggota-anggota masyarakat menikmati kehidupan.
Komunikasi massa juga meng-encode pesan yang memelihara hubungan suatu
masyarakat tertentu dengan masyarakat yang lain serta menyampaikan
2
kebudayaan baru ke dalam anggota-anggota masyarakat. Peristiwa-peristiwa
tersebut menjadi sebuah fakta yang tak bisa dipisahkan akan sebuah media karena
komunikasi massa mempunyai kemampuan memperluas pandangan, pendengaran
dalam jarak yang hampir tidak terbatas, dan dapat melipatgandakan suara-suara
dan ataupun kata-kata secara luas (Wiryanto:2005:13-20).
Mengenai pesan media massa, pesan media menjadi salah satu unsur yang
penting dalam sebuah proses komunikasi massa, setelah itu apabila merujuk
kepada sebuah konsep yang jauh lebih sederhana mengenai signifikansi pesan,
dimana letak sebuah pesan yang di dalamnya terkandung ide ataupun gagasan
tertentu yang diwujudkan dalam bentuk informasi dengan posisi dibarisan
terdepan diantara sumber (komunikator) dan penerima (komunikan) dikarenakan
tanpa ada pesan yang berwujud informasi tersebut sebuah proses komunikasi tidak
akan terjadi antara komunikator dan komunikan (McLuhan (1999) dalam Bungin
(2008: 50). Dan terlebih lagi jika menilik terhadap pentingnya pesan dilihat dari
efek atau dampak yang bisa diakibatkan olehnya dalam ranah komunikasi massa,
pesan media massa pun memiliki dampak tersendiri/khusus, baik dampak
sederajat kognitif saja ataupun hingga ke derajat perubahan perilaku. Sehingga,
seperti layaknya yang dinyatakan oleh David barlo mengenai dampak (efek) isi
media adalah perubahan yang terjadi pada diri penerima pesan komunikasi massa.
David Berlo mengklasifikasikan dampak atau perubahan ini ke dalam tiga
kategori, yaitu (lihatWiryanto, 2005):
1) dampak bersifat kognitif (berkaitan pengetahuan dan opini);
2) dampak bersifat afektif (berkaitan dengan perasaan dan sikap);
3) dampak atas perilaku.
Hal tersebut merupakan akibat ketika beberapa fungsi dari media
diterapkan, dimana media massa dengan pesannya yang beragam memiliki fungsi
mendasar untuk menghibur/to entertain, menginformasi/to inform, mendidik/to
educatedan untuk mempengaruhi/to persuade (Effendy 2004:14). Mengenai
pembentukan pesan oleh media massa itu sendiri biasanya belandaskan pada
agendanya, yang dimana agenda tersebut sering menjadi rujukan akan ideologi
yang bekerja di dalam sebuah media. Dikarenakan agenda tersebut yang lebih
3
dikenal dengan agenda setting ialah sebuah keadaan, dimana media menentukan
apa yang perlu dan yang penting untuk dipikirkan pembaca atau masyarakat yang
menggunakan media massa tersebut. Jadi media massa lekat dengan pembentukan
citra tentang sesuatu dalam masyarakat, media massa mengubah persepsi
masyarakat tentang sesuatu. Sehingga media di dalam praktek-prakteknya banyak
mengandung sifat persuasif yang kuat namun sangat halus mengenai isu-isu
tertentu guna menggiring atau mengarahkan opini publik secara sadar atau tidak
sadar, yang membuat publik mengesahkan yang telah dianggap penting oleh
media berdasarkan ideologinya berkaitan dengan kelas dominan (Rakhmat, 2005:
200). Hampir senada dengan apa yang diutrakan oleh Gramsci tentang hegemoni
yang adalah sebuah pandangan hidup dan cara berpikir yang dominan, yang di
dalamnya sebuah konsep tentang kenyataan disebarluaskan dalam masyarakat
baik secara institusional maupun perorangan, (ideologi) mendiktekan seluruh cita
rasa, kebiasaan moral, prinsip-prinsip religius dan politik, serta seluruh hubungan-
hubungan sosial, khususnya dalam makna intelektual dan moral .
Belakangan ini, muncul kembali di media Tanah Air mengenai kasus
sengketa lahan di Telukjambe, Karawang. Lalu supaya memperjelas duduk
perkara untuk fenomena tersebut, apabila menilik dari sejarahnya ialah mengenai
klaim tanah tersebut dan mengenai pendapat sejumlah pihak yang menyebutkan
tanah tersebut sebagai tanah adat.Sekitar tahun 1974, PT Dasa Bagja telah
membebaskan tanah yang luasnya sekitar 581 hektar dari garapan masyarakat
untuk membuka lahan perkebunan tanamam kapuk (randu). Tanah tersebut
merupakan bekas partikelir Tegal Waroe Landen yang terletak pada beberapa
desa, diantaranya merupakan Wanakerta, Wanasari, Margamulya, Sirnabaya, dan
Sukaluyu, Kecamatan Teluk Jambe, Kabupaten Karawang. Setelah dibebaskan,
lahan tersebut akan dijadikan area perkebunan randu. Namun usaha tersebut gagal
dan tanah sekitar 581 hektar itu milik PT Dasa Bagja haknya dioper kepada PT
Makmur Jaya Utama.
Lalu pada kurun waktu 1990-an, tanah tersebut oleh PT Makmur Jaya
Utama kembali dioperalihkan haknya kepada PT SAMP melalui akta No. 576 dan
No. 577/Notaris Muljani Sjafei SH.Yang kemudian diterbitkan SK Gubenur No.
4
593/SK.III-BKPMD/1991 bahwa lokasi tanah yang telah dibebaskan PT SAMP
itu, sebagai kawasan industri atas nama PT SAMP. Tanah seluas 581 hektar itu
terletak di dua lokasi, yakni lokasi pertama seluas 231 hektar dan lokasi kedua
seluas 350 hektar. Setelah itu PT. SAMP pada sekitar era 1991-1992 menghadap
pemerintah kabupaten dan kantor pertanahan Karawang untuk memberitahu
tentang rencana pembangunan berizin industri serta HGB dan HGU (Hak Guna
Usaha), namun pihak bersangkutan menolak dikarenakan lahan tersebut
merupakan tanah adat (menurut Kantor Pertanahan dan menurut warga) dan selain
itu masih banyaknya tempat/kawasan yang masih di garap petani di dalam lingkup
350 hektar lahan yang di miliki oleh PT. SAMP. Lalu Karena yakin dan memiliki
bukti bahwa tanah itu merupakan tanah negara, PT SAMP pun menjawab
tantangan Pihak Pertanahan Karawang dan hingga putusan Mahkamah Agung
menyatakan sebagai tanah negara, dan Kantor Pertanahan Karawang segera
menerbitkan sertifikat HGB itu.
Selain dasar di atas, masyarakat menolak dan melawan terhadap klaim PT.
SAMP, dikarenakan, masyarakat sekitar merasa tidak pernah membebaskan
tanahnya kepada siapapun, masyarakat menempati, menggarap, dan membayar
pajak atas tanah tersebut serta terlebih lagi dengan hanya ganti rugi yang hanya
Rp.4000 per meter. Menurut siaran pers Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA),
warga telah memanfaatkan lahan 350 hektar tersebut sejak tahun 1958. Hak warga
atas tanah semakin dipertegas dengan lahirnya UUPA No. 5 Tahun 1960.
Memang masyarakat mengakui, pernah menyewakan tanah mereka kepada PT.
Dasa Bagja selama tiga tahun, yaitu sejak 1974 sampai tahun 1977. Namun,
karena masa sewa habis dan HGU yang diajukan oleh PT. Dasa Bagja kepada
Menteri Dalam Negeri tidak dikabulkan, maka tanah tersebut ditinggalkan dan
masyarakat kembali menggarap tanah-tanah mereka, termasuk membayar
pajaknya sesuai dengan yang tertera dalam girik, SPPT, dan pembukuan desa.
Dampak dari penolakan masyarakat atas PT. SAMP berbuntut panjang, saling
gugat pun terjadi, mulai dari perdata, pidana, sampai Tata Usaha Negara. Dengan
hasil beberapa persidangan, terdapat putusan yang cukup kontradiksi, bahkan
5
saling tumpang tindih. Mulai keputusan yang memenangkan pihak masyarakat,
hingga putusan yang lain memenangkan PT. SAMP.
Sehingga memunculkan dugaan-dugaan keterlibatan berbagai pihak baik
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, maupun BPN pun muncul karena ketidak
konsistenan putusan hukum pada setiap proses peradilan atas sengketa tanah
tersebut.Selain itu Serikat Petani Karawang mendesak Komisi Pemberantasan
Korupsi untuk mengusut sengketa lahan di wilayah Telukjambe, Kabupaten
Karawang, yang melibatkan PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP). Serikat petani
menduga ada indikasi suap-menyuap di balik putusan pengadilan yang
memenangkan PT SAMP dalam sengketa tersebut.Para petani ini mengaku
sebagai korban eksekusi lahan di kawasan Telukjambe. Eksekusi dilakukan atas
dasar putusan pengadilan yang memenangkan PT SAMP tersebut. Lahan seluas
350 hektar yang sebelumnya milik petani Karawang dinyatakan oleh PN
Karawang statusnya menjadi milik PT SAMP yang telah diakuisisi oleh PT
Agung Podomoro Land.Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan mengatakan
bahwa, kasus sengketa lahan di wilayah Telukjambe itu telah dimenangkan PT
SAMP sejak 2007 dan memiliki kekuatan hukum yang tetap. Lalu setelah itu
pengadilan mengabulkan eksekusi tersebut dengan terlebih dahulu melakukan
teguran kepada warga, delapan hari sebelum eksekusi .
Kemudian Metro Tv juga menayangkan mengenai kasus Karawang dalam
program acara Metro Realitas, Senin (07/07/2014), dengan tema 'Dilema Petani di
Tanah Sengketa'. Tanah yang tak bertuan yang telah digarap turun temurun secara
komunal bisa berpindah tangan atas nama hukum dalam sekejap, belum lagi tanah
bersurat sah tiba-tiba bisa diakui pihak lain karena juga memiliki surat sah . Di
Karawang, para petani, warga dan buruh yang bersolidaritas melakukan blokade
jalan di tiga titik, yakni di Tol Karawang Barat, Tol Karawang Timur dan Pasar
Kosambi untuk mencegah masuknya ribuan aparat yang mengawal eksekusi
Pengadilan Negeri (PN) Karawang). yang juga di unggah di situs Metro news
dalam acara Metro Realitas, dengan bentuk penyajian video berupa dokumenter ,
dengan menampilkan gambar mengenai realitas yang terjadi disana beserta narasi
6
yang di bumbui oleh pendapat dan opini pihak-pihak terkait dengan durasi kurang
lebih selama dua puluh menit.
Metro Realitas merupakan sebuah program acara berita yang menyajikan
investigasi secara mendalam terhadap berbagai kasus kejahatan dan kriminal yang
terjadi di Indonesia. Hasil investigasi disuguhkan dalam sebuah liputan
dokumenter yang dikemas secara apik dan menarik. Metro Realitas merupakan
salah satu acara yang akan memberikan informasi yang lebih aktual dan faktual
tentang suatu kejadian, secara nyata . Kemudian berkaitan dengan relevansi
penelitian ini Metro Tv sendiri dikepalai oleh Surya Paloh yang juga menjadi
ketua umum partai Nasional Demokrat (NASDEM) yang mengusung ideologi
restorasi yaitu gerakan memulihkan, mengembalikan, serta memajukan fungsi
pemerintahan Indonesia kepada cita-cita Proklamasi 1945 yang memiliki
manifesto yang berkaitan sistem kenegaraan untuk menjalankan mandat yang
tertuang dalam konstitusi Undang Undang Dasar 1945. Mandat untuk menjadikan
manusia Indonesa yang adil, makmur, dan sejahtera, merdeka sebagai negara,
merdeka sebagai rakyat. Merdeka yang kami maksud berarti kebutuhan rakyat
terpenuhi dan menolak negara yang meninggalkan perannya dalam pemenuhan
hak warga negara .
Serta pada PILPRES 2014 partai ini berdiri di kubu JOKOWI-JK yang
sangat berbeda dengan partai oposisinya. Sehingga pemberitaan yang disiarkan
mengandung tendensi-tendensi tertentu terhadap partai oposisi, Dan hal tersebut
memunculkan petisi-petisi ataupun himbauan dari Peneliti Masyarakat Peduli
Media untuk tidak menoton siaran Metro Tv karena berita provokatif dan tak
sesuai dengan kaidah jurnalistik yang disiarkan stasiun televisi itu telah melanggar
Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, yang memuat aturan
perundang-undangan penyiaran yang disahkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) .
Dan juga dari pihak oposisi yang memiliki tokoh Prabowo secara tidak langsung
didukung oleh ketua umum partai Demokrat Bpk. Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) dikarenakan di Rapimnas Demokrat dua puluh persen lebih Prabowo,
Jokowi tidak ada sama sekali.Serta kemudian wakil dari Prabowo pada saat
7
Pemilu, ialah Hattarajasa, memiliki hubungan kekeluargaan yang dekat dengan
SBY .
Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa wacana yang akan disebarkan oleh
Metro tv dari segi objektifitasnya mungkin akan berkurang dan mungkin condong
untuk berseberangan dengan pemerintah. Selain itu memungkinkan juga untuk
Metro tv membangun citra dari Prabowo dengan halus, tidak langsung, atau
secara garis besar berusaha menggambarkan kembalinya era Soeharto yang
mengedepankan agresi militer guna menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan kenegaraan apabila Prabowo berhasil memenangkan Pemilu 2014. Sebab,
apabila kembali menilik berita dari Metro Realitas, yang juga menampilkan
bagaimana pihak pengadilan yang diwakili oleh BRIMOB (Brigade Mobil)
melakukan eksekusi lahan dengan memaksa para warga yang menghadang mereka
untuk menyingkir dengan didorong dan menggunakan water canon.
Lalu tentang wacana mengenai warga tiga desa di Karawang yang
mengalami tindak kekerasan, dan apabila dilihat mengenai kekerasan itu sendiri,
kekerasan (violence) diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa
terhadap orang atau benda. Sedangkan kekerasan sosial adalah kekerasan yang
dilakukan terhadap orang dan barang, oleh karena orang dan barang tersebut
termasuk dalam kategori sosial tertentuyang lebih spesifik (Soekanto 2002:158).
Kekerasan identik dengan tindakan agresi atau penyerangan, Erich
Frommmenguraikan agresi dengan pendekatan psikoanalisis. Merupakan sebuah
teori tentang upaya non nurani, resistensi, pemalsuan realita menurut kebutuhan
subjektif, harapan, karakter dan konflik antara upaya-upaya berhasrat yang
terkandung di dalam ciri pembawaan dengan tuntutan pemertahanan diri.
Sehingga sejauh mana seseorang dapat menekan hasratnya bukan hanya
tergantung pada faktor internal diri seseorang, melainkan juga pada situasi.
Dengan demikian agresi sama sekali bukan satu-satunya bentuk reaksi terhadap
ancaman, meski pada umumnya semua kondisi yang memicu timbulnya perilaku
agresif merupakan ancaman terhadap kepentingan hayati. Serta akar kekerasan
manusia bersumber dari dalam diri manusia itu sendiri, yang sering disebut
sebagai watak manusia, yang merupakan percampuran antara agresi bawaan
8
manusia yang berlatar belakang adaptif-biologis, dengan destruktivitas dan
kekejaman manusia.
Dan tindakan kekerasan dipengaruhi oleh kedua faktor, berasal dari dalam
diri manusia yang kemudian bercampur dengan kondisi eksternal (sosial-
ekonomi-politk) yang menyebabkan terjadinya rangsangan untuk melakukan
tindakan kekerasan yang berakibat kepada fisik maupun psikis. Fenomena
kekerasan dalam berbagai motifnya telah menjajah semua ruang, baik ruang
publik, maupun ruang domestik, bahkan telah menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari. Maraknya tindakan kekerasan dan kebrutalan telah menjadi hal yang
lazim. Ada suatu kecenderungan bahwa kekerasan bukan lagi dianggap sesuatu
yang memprihatinkan karena bertentangan dengan kemanusiaan manusia sendiri.
Kekerasan dan kebrutalan telah menjadi suatu kesenangan dan ekstasi
penghancuran , merupakan istilah yang digunakan Erich Froom untuk menjelaskan
proses penghancuran baik fisik maupun psikis yang diiringi dengan perasaan
ketidakacuhan, kegembiraan, bahkan kepuasaan puncak. Penghancuran yang
menyenangkanitu muncul ketika manusia telah kehilangan hal yang penting
dalam menjaga eksistensinya, yaitu akal sehat, pengendalian diri,dan cinta yang
kemudian menyebabkan manusia melepaskan energi penghancuran. Akibatnya,
jika jatuh korban fisik ataupun psikis, korban hanya sebagai produk kekerasan
yang menjadi sesuatu yang remeh atau banal (Erich Fromm, 2010:117–253).
Hal tersebut telah mewarnai realitas masyarakat Indonesia, dengan sebab
mendasar didominasi oleh faktor persaingan kepentingan dari sektor politik
(kekuasaan) dan ekonomi (lihat Camara, 2000:30). Serta Camara juga
menegaskan, kekerasan di masyarakat bersifat akumulatif, kekerasan melahirkan
kekerasan. Inilah spiral kekerasan , Yang biasanya di akhiri dengan tindakan
represi pemerintah(Camara : 2000: 30-38). Tindak represi atau penekanan dari
pihak pemerintah yang mengisyaratkan kekerasan yang menggunakan lembaga
kenegaraan, seperti agresi/kekuatan militer menjadi sebuah instrumen/bagian yang
tak dapat terpisahkan dari praktek kekerasan negara. Galtung juga mengemukakan
konflik kekerasan dipahami menjadi tiga konsep yaitu kekerasan kultural,
kekerasan struktural, dan kekerasan langsung. Ketiga konsep tersebut memiliki
9
keterkaitan untuk menjelaskan penyebab konflik kekerasan, konflik kekerasan
yaitu dari kekerasan kultural melalui kekerasan struktural ke kekerasan langsung
(Galtung 2003:439).
Pada ranah ini mungkin dapat memahami gagasan Thomas Hobbes (1588-
1679) yang menganjurkan negara harus tampil sebagai kekuatan raksasa yang
bersikap keras terhadap warganya. Negara Hobbesian menjelmakan diri sebagai
Sang Leviathan yang menakutkan. Hanya dengan pengerahan teknik teror yang
sistematis, negara bisa menundukkan warganya. Weber juga menyatakan negara
adalah komunitas manusia yang (sukses) memonopoli penggunaan kekerasan fisik
yang sah dalam wilayah tertentu (Hobber dan Weber dalam Windhu, 1992: 31-
32).
Mengenai berita Metro Realitas tentangkekerasan terhadap penduduk tiga
desa di Karawang menarik untuk dikaji melalui pendekatan analisis wacana kritis.
Analisis wacana kritis (AWK) merupakan bagian dari paradigma kritis. Dalam
paradigma kritis, setiap wacana yang muncul (teks, percakapan, atau apa pun)
tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral, tetapi merupakan
bentuk pertarungan kekuasaan (Sobur 2009: 75). Wacana-wacana yang digerakan
oleh suatu kekuasaan tertentu berpeluang membentuk ketidaksetaraan atau
ketidakadilan sosial. Dengan demikian, setiap analisis wacana selalu dikaitkan
dengan dimensi-dimensi kuasa. Tugas analisis ini adalah mengkritisi kekuasaan
yang tersembunyi dibalik wacana tertentu. Studi analisis wacana kritis (AWK)
bukan saja mendalami isi teks yangmenjadi obyek kajian, dan sukar dijadikan
wadah informasi yang bebas dari kepentingan ekonomi, politik, melainkan lebih
dalam juga mengkaji konstruksi apa yang dibangun dalam isi teks dalam media
(Hamad, 2004: 38).
Dalam pandangan VanDijk,mengenalkan istilah kognisi sosial, pendekatan
semacam ini tidak dapat dilepaskan dari karakteristik analisis wacana model Van
Dijk.Proses pendekatan dan produksi ini melibatkan suatu yang disebut kognisi
sosial, serta wacana oleh Van Dijk digambarkan mempuyai tiga dimensi,
diantaranya : teks, kognisi sosial, dan kontek sosial (analisis sosial), (dalam
Eriyanto 2001 : 221-225).
10
Selanjutnya untuk mendukung penelitian ini, akan disajikan tabel
tentangpenelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti lain sehingga dapat
membedakan keoriginalitasan penelitian ini, apabila di ulas secara singkat,
peneliti membanding dengan tiga penelitian yang hampir serupa. Mulai dari milik
Yulianto kajian gender dengan judul ‘Analisis Wacana Kritis Pemberitaan
Berbasis Gender Di Surat Kabar Suara Merdeka’, serta milik Anwari tentang
‘Media Massa Dalam bingkai Kekuasaan’, dan milik Tia Agnes tentang ’AWK
Van Djik Terhadap Berita “Sebuah Kegeliaan Disamping Kraft” dalam Majalah
Pantau (terlampir pada tabel 1.1 mengenai hasil penelitian terdahulu). Lalu dalam
penelitian ini, berusaha untuk mengkaji berita dari Metro Realitas mengenai
‘Dilema Petani Di tanah Sengketa’ dengan teori analisis wacana krisis model Van
Dijk yang dikaitkan dengan teori agresi Erich Fromm dan tipologi Johan Galtung
tentang kekerasan, sehingga dapat menjelaskan wacana yang muncul dalam
pemberitaan tersebut terkait dengan kekerasan negara.
TABEL 1.1.1
HASIL PENELITIAN TERDAHULU
No. Peneliti Judul
Penelitian
Hasil
Penelitian
Perbedaan
1. Yuliyanto
Budi
Setiawan
Analisis
Wacana Kritis
Pemberitaan
Berbasis
Gender Di
Surat Kabar
Suara Merdeka
Berita bertema
kekerasan
berbasis
gender di
Suara Merdeka
banyak
menampilkan
dominasi
budaya
patriarki, dan
menjadikannya
sebagai dasar
dari suatu
Teori yang
digunakan
AWK Norman
Fairclough, unit
analisa dan
amatan.
11
realita. Di
karenakan
telah tertanam
pada benak
para jurnalis
dan konsumen,
sehingga
mempengaruhi
carapandang
mereka yang
lebih fokus
pada selera
pria, ketika
mereka
memproduksi
maupun
ketika
mengkonsumsi
teks berita
bertema
gender.
2. Anwari MEDIA
MASSA
DALAM
BINGKAI
KEKUASAAN
(Analisis
Wacana Berita
Munas Golkar
di Metrotv dan
tvOne)
Dengan ini,
wartawan tidak
mungkin
objektif seratus
persen,
idealitas
wartawan akan
dibenturkan
oleh ideologi
perusahaan
media, mau
tidak mau
Tema pokok
mengedepankan
perbandingan
dua media, Unit
amatan dan
analisa berbeda.
12
wartawan
harus taat
dengan
peraturan
perusahaan
media sebagai
tempat kerja
wartawan yang
menjadi
wartawan
berfikir
subjektif
terhadap fakta
dengan
memilih mana
fakta yang
layak
diberitakan
dan mana yang
tidak.
3. Tia
Agnes
AWK Van
Djik Terhadap
Berita “Sebuah
Kegeliaan
Disamping
Kraft” dalam
Majalah Pantau
Teks mampu
memaparkan
segi semantik
dan makna
secara baik.
Dalam
leksikon
penulis
menggunakan
kata dengan
konotasi
negatif
terhadap
Tema Pokok
mengedepankan
Jurnalisme
satra, Unit
amatan dan
analisa berbeda.
13
militer. Secara
keseluruhan
penulis
menampilkan
teks jurnalisme
satra Tom
Wolfe dengan
baik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang diteliti adalah :
1.2.1. Wacana apa yang muncul dalam pemberitaan Metro Realitas tentang
‘Dilema Petani Di Tanah Sengketa’ berkaitan dengan kekerasan
negara?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1.3.1 Menggambarkan dan menjelaskan wacana kritis yang muncul dalam
Metro Realitas tentang ‘Dilema Petani Di Tanah Sengketa’ berkaitan
dengan kekerasan negara.
1.4 Manfaat Penelitan
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya/memperbanyak konsep
atau teori komunikasi khususnya yang berkaitan dengan teori wacana
kritis.
1.4.2 Manfaat Praktis
14
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan
pengetahuan/wawasan bagi para pembaca dalam melihat wacana di
balik media tertentu berkaitan dengan kekerasan negara.
top related