bab 2 tb pkm sumberjambe
Post on 26-Sep-2015
7 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
4
18
19
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif (Daniel, 1999).
Penyakit tuberkulosis diklasifikasikan berdasarkan organ tubuh yang diserang kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya, pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain (Depkes RI, 2006).
2.2 Kuman tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 m (Brooks et all, 2004).
Gambar 2.1 Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam
Gambar di atas adalah Mycobacterium tuberculosis yang dilihat dengan pewarnaan tahan asam dan berwarna merah. Sebagian besar bakteri ini terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yang menyebabkan kuman mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA) (Daniel, 1999).
Di dalam jaringan Mycobacterium tuberculosis hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain bakteri ini adalah aerob, sehingga bagian apikal merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis (Bahar, 2007).
2.3 Cara penularan
Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+). Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2006).
2.4 Risiko penularan
Risiko penularan tiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% mempunyai arti bahwa pada tiap tahunnya diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi tidak akan menderita tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita tuberkulosis (Depkes RI, 2006).
2.5 Patogenesis tuberkulosis
2.5.1 Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman tuberkulosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru yang mengakibatkan radang dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut kompleks primer. Waktu terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu (Depkes RI, 2006).
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadi perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya respon daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun demikian, ada beberapa kuman menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman. Akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi pasien tuberkulosis. Masa inkubasi mulai dari seseorang terinfeksi sampai menjadi sakit, membutuhkan waktu sekitar 6 bulan (Depkes RI, 2006).
2.5.2 Tuberkulosis pasca primer (post primary tuberculosis)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2006).
2.6 Diagnosis tuberkulosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis.
2.6.1 Diagnosis klinis
Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama adalah batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan (Depkes RI, 2006).
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga paru yang sakit akan terlihat tertinggal dalam pernapasan, perkusi memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif (Bahar, 2007).
2.6.3 Pemeriksaan radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih memberikan keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan TB milier yang pada pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif. Lokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut tuberkuloma (Depkes RI, 2006).
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas dengan penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberkulosa milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan emfisema (Bahar, 2007).
Gambar 2.2 Tuberkulosis yang Sudah lanjut pada foto rontgen dada
2.6.4 Pemeriksaan bakteriologis
a. Sputum
Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.
1). Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya, Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA positif.
2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif, sedangkan bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB (Depkes RI, 2006)
Diagnosis TB paru sesuai alur yang dibuat oleh Depkes RI (2006), sebagaimana bisa dilihat di bawah ini :
b. Darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) di dapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah juga didapatkan: anemia ringan gambaran normokrom normositer, gama globulin meningkat, dan kadar natrium darah menurun (Depkes RI, 2006).
c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Sedangkan pada dewasa tes tuberkulin hanya untuk menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium patogen lainnya (Depkes RI, 2006).
Gambar 2.4 Penyuntikan tes tuberkulin
2.7 Klasifikasi penyakit tuberkulosis dan tipe pasien
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1). Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2). Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain (Depkes RI, 2008).
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik, yaitu pada TB paru:
1). Tuberkulosis paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+)
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan biakan kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (Depkes RI,2008).
2). Tuberkulosis paru BTA (-)
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA (+). Kriteria diagnostik TB paru BTA (-) harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-).
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan (Depkes RI, 2008).
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit:
1). TB paru BTA (-) foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
2). Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
3). TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjat limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin (Depkes RI, 2008).
d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
1) Kasus baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2). Kambuh (relaps)
Kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA (+) (apusan atau kultur).
3). Pengobatan setelah putus berobat (default)
Default adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA (+).
4). Gagal (failure)
Gagal adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5). Pindahan (transfer in)
Pindahan (transfer in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatan.
6). Lain-lain
Lain-lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok itu termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2008).
2.8 Pengobatan tuberkulosis paru
2.8.1 Jenis, sifat, dan dosis OAT
Tabel 2.1 Jenis, sifat dan dosis OAT
Jenis OAT
Sifat
Dosis
Isoniazid (H)
Bakterisid
terkuat
harian : 5mg/kg BB
intermiten : 10 mg/kg BB 3x seminggu
Rifampisin (R)
bakterisid
harian = intermiten : 10 mg/kgBB
Pirazinamid (Z)
bakterisid
harian : 25mg/kg BB
intermiten : 35 mg/kg BB 3x seminggu
Streptomisin (S)
bakterisid
harian = intermiten : 15 mg/kgBB
usia sampai 60 th : 0,75 gr/hari
usia > 60 th : 0,50 gr/hari
Etambutol (E)
bakteriostatik
harian : 15mg/kg BB
intermiten : 30 mg/kg BB 3x seminggu
2.8.2 Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis harus dilakuan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung DOT oleh seorang pengawas menelan obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
1). Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasein TB BTA (+) menjadi BTA (-) atau konversi dalam 2 bulan.
2). Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat yang lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2008).
2.8.3 Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu:
1). Kategori 1:
2HRZE/ 4H3R3
2HRZE/ 4HR
2HRZE/ 6HE
2). Kategori 2:
2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3
2HRZES/ HRZE/ 5HRE
2) Kategori 3:
2HRZ/ 4H3R3
2HRZ/ 4HR
2HRZ/ 6HE
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia adalah kategori 1 dengan obat 2HRZE/ 4(HR)3 dan kategori 2 dengan obat 2HRZES/ (HRZE)/ 5(HR)3E3. Diamping kedua kategori ini disediakan paduan OAT sisipan dengan obat HRZE dan OAT anak dengan obat 2HRZ/ 4HR (Depkes RI, 2008).
Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket satu pasien (Depkes RI, 2008).
Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan (Depkes R1, 2008).
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien (Depkes RI, 2008).
2.8.4 Paduan OAT dan peruntukannya
a. Kategori 1:
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
1). Pasien baru TB paru BTA (+)
2). Pasien Tb paru BTA (-) foto toraks positif
3). Pasien TB ekstra paru
Tabel 2.2 Dosis paduan OAT KDT kategori I : 2(RHZE)/ 4(RH)3
Berat Badan
Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3x seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
30 37 kg
2 tablet 4KDT
2 tablet 4KDT
38 54 kg
3 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
55 70 kg
4 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
> 71 kg
5 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT
b. Kategori 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA (+) yang telah diobati sebelumnya:
1). Pasien kambuh
2). Pasien gagal
3). Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default).
Tabel 2.3 Dosis paduan OAT KDT kategori II
Berat
Badan
Tahap Intensif
tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan
3x seminggu
RH (150/150) + E (400)
Selama 58 hari
Selama 28 hari
Selama 2 Minggu
30 37 kg
2 tab 4KDT + 500mg
Streptomisin inj
2 tab 4KDT
2 tab 2KDT + 2 tab Etambutol
38 54 kg
3 tab 4KDT + 750mg
Streptomisin inj
3 tab 4KDT
3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol
55 70 kg
4 tab 4KDT + 1000mg
Streptomisin inj
4 tab 4KDT
4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol
> 71 kg
5 tab 4KDT + 1000mg
Streptomisin inj
5 tab 4KDT
5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol
c. OAT sisipan (HRZE)
Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA (+) yang pada akhir pengobatan intensif masih tetap BTA positif. Paket KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) (Depkes RI, 2008).
Tabel 2.4 Dosis OAT untuk sisipan
Berat Badan
Tahap Intensif
tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275)
30 37 kg
2 tablet 4KDT
38 54 kg
3 tablet 4KDT
55 70 kg
4 tablet 4KDT
71 kg
5 tablet 4KDT
2.8.5 Hasil Pengobatan Pasien TB BTA (+)
a. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada akhir pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan (follow-up) sebelumnya negatif.
b. Pengobatan lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
c. Meninggal
Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
d. Pindah
Pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
e. Default (putus berobat)
Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
f. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan (Depkes RI, 2008).
2.9 Komplikasi tuberkulosis
Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus Poncets arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, dan sindrom gagal napas (sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB) (Bahar, 2007).
Tersangka Penderita TB (suspek TB)
Periksa Dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)
Bukan TBC, Penyakit Lain
Ada Perbaikan
TB BTA Negatif Rontgen Positif
Hasil Mendukung TB
Periksa Rontgen Dada
Hasil BTA
- - -
Hasil BTA
+ + +
+ + -
Penderita Tuberkulosis BTA Positif
Ulangi Periksa Dahak SPS
Hasil Tidak Mendukung TB
Hasil Mendukung TB
Periksa Rontgen Dada
Tidak Ada Perbaikan
Beri Antibiotik Spektrum Luas
Hasil BTA
- - -
Hasil BTA
+ - -
Hasil BTA
+ + +
+ + -
Hasil Rontgen Negatif
Gambar 2.3 Alur diagnosis TB paru
4
top related