2.c tb mdr
TRANSCRIPT
Indonesia ISTC 2008
TB Resisten Obat: Definisi
Mono-resistant: Resisten terhadap satu obat Poly-resistant: Resisten terhadap lebih dari
satu obat, tapi bukan terhadap kombinasi isoniazid dan rifampisin
Multidrug-resistant (MDR): Resisten terhadap paling sedikit isoniazid dan rifampisin
Extensively drug-resistant (XDR): MDR ditambah resistensi terhadap fluoroquinolon dan sedikitnya 1 dari 3 obat suntik (amikasin, kanamisin, kapreomisin)
Indonesia ISTC 2008
TB Resisten Obat: Definisi
Resistensi primer: “Kasus Baru”Resistensi obat pada pasien yang belum pernah mendapat OAT atau pernah mendapatkan OAT kurang dari satu bulan
Resistensi sekunder/diperoleh (acquired): “Kasus yang Pernah Diobati”
Resistensi obat pada pasien yang sudah pernah menjalani pengobatan OAT selama paling sedikit satu bulan
Indonesia ISTC 2008
Distribusi MDR: Tanpa Riwayat Pengobatan OAT
Zignol M, et al. JID 2006; 194: 479-85
Penyebaran MDR kasus baru (yang belum pernah mendapat pengobatan OAT)
Indonesia ISTC 2008
Zignol M, et al. JID 2006; 194: 479-85
Distribusi MDR: Riwayat Pengobatan OAT
Penyebaran MDR pada kasus dengan riwayat pengobatan
Indonesia ISTC 2008
WHO Anti-tuberculosis drug resistance in the world, Fourth global report, 2008
Perkiraan insidens global dan proporsiMDR pada kasus TB, 2006
Perkiraan Kasus MDR Global
2006 Kasus TB Kasus MDR %
Kasus baru* 9.123.922 285.718 3,8
Kasus dgn riwayat pengobatan*
1.052.145 203.230 19,3
Total ** 10.192.986 489.139 4,8
*data dari 175 negara; **data dari 185 negara*data dari 175 negara; **data dari 185 negara
WHO Anti-tuberculosis drug resistance in the world, Fourth global report, 2008
Perkiraan Kasus MDR Global
Perkiraan prevalensi MDR global (kasus aktif diasumsi selama 2-3 tahun): 1.000.000 –1.500.000 kasus
Diperkirakan 42% dari kasus MDR global mempunyai riwayat pengobatan
50% kasus MDR global ada di China dan India, 7% berikutnya ada di Rusia
Indonesia ISTC 2008
Pola Resistensi Primer OAT RS Persahabatan, Jakarta Jan-Jun 2007
(Jumlah Biakan Positif=486)
MDR=MDR= 5 5,,14%14%
Resistensi Primer: Jakarta 2007
Indonesia ISTC 2008
Pola Resistensi Sekunder OAT RS Persahabatan, Jakarta Jan-Jun 2007
(Jumlah Biakan Positif=260)
MDR=37,69%MDR=37,69%
Resistensi Sekunder: Jakarta 2007
Indonesia ISTC 2008
INH = 1 dalam 106
RIF = 1 dalam 108
EMB = 1 dalam 106
Strep = 1 dalam106
INH + RIF = 1 dalam
1014
Frekuensi Mutasi Resisten
Indonesia ISTC 2008
Terjadinya Resistensi Obat
1 2
3
Multiple Drugs vs. Monoterapi
I = resisten thd INH, R = resisten thd RIF, P = resisten thd PZA, E = resisten thd EMB
INH
IR
EP
RIFPZAEMB
INH II
I I
I
I
Indonesia ISTC 2008
Terjadinya Resistensi Obat
I = resisten thd INH, R = resisten thd RIF, P = resisten thd PZA
Resistensi didapat lebih lanjut setelah penambahan satu obat
II
I I
I
I
IR IRIR
IRIR
IR
IR
IR
IRIR IR
IRIR
IRP
III
I
II
I
II
I II
IIP
IRI
INHRIFINH
Indonesia ISTC 2008
Populasi campuran (sensitif dan resisten)
Basil resisten thd INH
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
Terjadinya strain resisten thd INH karena pengobatan tidak efektif (INH monoterapi)
Pengobatan multi-drug yang efektif
Terjadinya Resistensi Obat
Minggu
Indonesia ISTC 2008
Resistensi Obat: Faktor Pendukung
Lima Faktor: Putus berobat atau terapi tidak adekuat
sehingga menimbulkan mutan M.tb yang resisten
Terlambat didiagnosis MDR dan tidak mendapat pengobatan efektif sehingga menjadi sumber penularan pada individu yang rentan
Pasien dengan TB resisten obat yg diobati dgn short course chemotherapy tidak sembuh sumber penularan
Indonesia ISTC 2008
Resistensi Obat: Faktor Pendukung
Lima Faktor (lanjutan): Pasien dengan TB resisten terpajan dgn
short course chemotherapy bisa mengembangkan resistensi
sekunder (efek penggandaan) Ko-infeksi HIV infeksi TB menjadi
penyakit TB, masa penularan lebih lama
(resistensi primer ataupun sekunder )
Indonesia ISTC 2008
DOTS vs MDR
Program DOTS yg efektif: kepatuhan pengobatan , pengobatan efektif angka kesembuhan Mencegah MDR
Tapi jika MDR TB endemis, DOTS saja tidak cukup: Berbahaya !!!!!
Bila angka kesembuhan rendah kinerja DOTS
Contoh: resisten yang didapat lebih lanjut :Di Rusia kepatuhan DOTS 99.2%, tapi angka
kesembuhan 54%
Jumlah kasus TB yang tinggi atau memburuk karena MDR
Indonesia ISTC 2008
Standard 14: TB Resisten Obat Penilaian kemungkinan resistensi obat,
berdasarkan:• riwayat pengobatan terdahulu,• paparan dengan sumber yang mungkin
resisten obat, • dan prevalensi resistensi obat dalam
masyarakat, seharusnya dilakukan pada semua pasien.
Pasien gagal pengobatan dan kasus kronik seharusnya selalu dipantau kemungkinannya akan resistensi obat, biakan dan uji kepekaan obat terhadap isoniazid, rifampisin dan etambutol seharusnya dilakukan segera.
Indonesia ISTC 2008
Jika Tidak Tersedia Uji Kepekaan
Standard 14, menganjurkan pemeriksaan uji kepekaan obat (DST), tetapi jika tidak tersedia maka:• Pada pasien yang mengalami kegagalan
pengobatan, harus tetap menyadari ada faktor risiko untuk terjadi resistensi
• Pada keadaan tersebut, disarankan untuk merujuk kasus kepada pakar untuk konsultasi dan uji kepekaan
Indonesia ISTC 2008
Diagnosis MDR-TB
Diagnosis dan pengobatan yg cepat dan tepat untuk MDR-TB didukung oleh:
Pengenalan faktor risiko untuk MDR-TBPengenalan kegagalan obat secara dini Uji kepekaan obat (jika tersedia)
Indonesia ISTC 2008
Mengenali faktor-faktor risiko: Riwayat pengobatan (faktor utama) Riwayat tidak patuh (non-adherence) atau putus
berobat (default) Penduduk dari daerah endemis MDR Pajanan dgn kasus atau orang yg diduga
menderita MDR-TB (TB yg “tidak bisa sembuh” atau yang memerlukan pengobatan berulang)
Infeksi HIV (di daerah tertentu)
Suspek Klinis MDR-TB
Indonesia ISTC 2008
Pengenalan kegagalan pengobatan
secara dini:
Batuk tidak membaik yang seharusnya membaik dalam waktu dua minggu pertama setelah pengobatan
Tanda kegagalan: sputum tidak konversi, batuk masih ada atau berulang, demam masih berlanjut, keringat malam hari dan tidak ada kenaikan berat badan
Suspek Klinis MDR-TB
Indonesia ISTC 2008
Penyebab Umum Intervensi
Tidak patuh, putus berobat
DOT yang berpihak pada pasien, penyuluhan, dukungan, insentif
Kesalahan penatalaksanaan, kurang keahlian
Konsultasi dengan pakar, pemantauan pasien guna mewaspadai terhadap kegagalan pengobatan, latihan untuk provider
Pengobatan tidak adekuat terhadap adanya resistensi obat
Memperbaiki akses terhadap obat dan melakukan uji kepekaan obat
Strategi Pencegahan MDR
Indonesia ISTC 2008
Diagnosis Laboratorium MDR
Uji kepekaan obat, jika tersedia,seharusnya dilakukan bila: Terdapat faktor risiko MDR Terdapat tanda gagal pengobatan
Hasil uji kepekaan obat dapat: Mengkonfirmasi diagnosis resistensi Menjadi acuan pilihan regimen
pengobatan
Indonesia ISTC 2008
Uji kepekaan di Indonesia
Uji Kepekaan
Indonesia: Tiga laboratorium rujukan (Jakarta, Surabaya & Makassar)
Identifikasi MDR bisa memakan waktu beberapa minggu
Jika dugaan resistensi obat sangat kuat, kirimkan sampel ke laboratorium rujukan dan konsultasi dengan pakar
Indonesia ISTC 2008
Strategi Pengobatan MDR/XDR : WHO
Tiga pendekatan pengobatan: Regimen standard Regimen empirik Regimen perorangan disesuaikan masing-
masing pasien (Ideal, tapi tergantung fasilitas)
Pilihan regimen berdasarkan: Ketersediaan OAT lini kedua (second-line) Pola resistensi setempat dan riwayat
penggunaan OAT lini kedua Uji kepekaan obat lini pertama dan kedua
Indonesia ISTC 2008
Obat dalam kurung = kesediaannya terbatas
Kategori OAT: WHO
Grup 1 - OAT lini pertama: isoniasid, rifampisin, etambutol, pirazinamid
Grup 2 - Obat suntik: streptomisin, kanamisin, amikasin, kapreomisin, (viomisin)
Grup 3 - Fluoroquinolon: ciprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin, moxifloksasin, (gatifloksasin)
Grup 4 - Obat bakteriostatik oral: etionamid, sikloserin, para-aminosalicylic acid (prothionamid, thioacetazon, terizadon)
Grup 5 - Obat belum terbukti: klofasamin, amoxicillin/klavulanat, klaritromisin, linezolid
Indonesia ISTC 2008
Penentuan Regimen Pengobatan MDR/XDR
Prinsip Umum dari WHO Penggunaan paling sedikit 4 OAT yang sangat
mungkin akan efektif. Jangan menggunakan obat dengan resistensi
silang (cross-resistance). Gunakan obat yang aman untuk pasien. Gunakan obat secara hirarki dari 1 sampai 5. Mampu melakukan pencegahan, memantau dan
menanggulangi efek samping obat yg dipilih.
Indonesia ISTC 2008
Herarki dari OAT untuk penatalaksanaan MDR TB
Obat lini ke 1 : (HR)ZE
Suntikan : S, Km, Cm, Am
Fluorokuiolon : Cfx, Ofx, Mfx, Lfx, Gfx.
Obat lini ke 2 lainnya : Cs, PAS, Pto/Eto, Trd
Obat belum jeas : Cla, CoA, Clofa
Sebagian besar manjur dan toleransi baik
Bakteriosid
Bakteriosid tinggi
Kurang manjur & Toleransi kurang
Anti TB khasiatnya kurang
Indonesia ISTC 2008
Tambahan Pertimbangan Pengobatan
Gunakan PMO untuk mengawasi pengobatan Pemberian OAT setiap hari, tidak boleh
intermitten Lama pengobatan minimum 18 bulan setelah
kultur konversi Obat suntik minimal 6 bulan atau 4 bulan
setelah konversi Tidak dianjurkan siprofroksasin
Indonesia ISTC 2008
Pastikan tersedianya layanan jasa laboratorium utk hematologi, biokimia dan audiometri.
Dapatkan data dasar klinis dan laboratorium sebelum memulai pengobatan.
Memulai pengobatan secara bertahap jika menggunakan obat yg mengakibatkan intoleransi gastrointestinal
Menjamin ketersediaan obat-obatan lain yg diperlukan utk menanggulangi efek samping.
Memulai Pengobatan: WHO
Indonesia ISTC 2008
Memulai pengobatan MDR-TB dengan pengawasan yang ketat dengan penyuluhan, pemantauan dan mengobati toksisisiti obat.
Sesuaikan pemantauan efek samping dengan obat yang digunakan.
Pertimbangkan masalah kontrol infeksi
Cari konsultasi dengan pakar segera setelah resistensi obat diketahui.
MDR/XDR-TB: Prinsip Penatalaksanaan
Indonesia ISTC 2008
Gunakan DOT dengan cara yang berpihak kepada pasien selama masa pengobatan.
Catat obat yang diberikan, hasil bakteriologis, foto toraks, dan kejadian efek samping obat.
Optimalkan penatalaksanaan penyakit yang mendasari dan status nutrisi.
MDR/XDR-TB: Prinsip Penatalaksanaan
Indonesia ISTC 2008
Rekomendasi (guideline MDR TB WHO, emergency update 2008)
Merancang regimen pengobatan berdasarkan hirarki 5 grup OAT
Mendiagnosis sesegera mungkin TB MDR dan segera memberikan terapi yang sesuai
Sedikitnya menggunakan 4 macam obat yang pasti atau hampir pasti keefektifannya
Uji kepekaan obat digunakan sebagai paduan pengobatan, tetapi jangan menggunakan uji kepekaan individual terhadap E dan Z
Indonesia ISTC 2008
Jangan menggunakan ciprofloksasin sebagai OAT Merancang strategi program pengobatan
berdasarkan uji kepekaan obat yang berkualitas, rerata TB resisten obat, prevalens HIV, kemampuan tehnik dan finansial
Lama pengobatan minimal 18 bulan setelah kultur konversi
Memberikan terapi tambahan seperti tambahan nutrisi dan dukungan sosial
Segera mengobati TB XDR Segera mengobat efek samping yang terjadi dengan
adekuat
Indonesia ISTC 2008
Standard 15: Penatalaksanaan TB Resisten Obat
Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua.
Paling tidak harus digunakan empat obat yg masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan.
Cara-cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR-TB harus dilakukan.
Indonesia ISTC 2008
Prinsip: Pengendalian Infeksi Prinsip: Pengendalian Infeksi (MDR)TB (MDR)TB
Administratif• Batasi tingkat infeksi dari pejamu• Tegakkan diagnosis dan obati kasus TB secara tepat
dan efektif • Pisahkan pasien TB; singkatkan masa tunggu di
poliklinik, di tempat tunggu yang terbuka • Pisahkan pasien HIV dan TB• Jangan menugaskan petugas kesehatan dengan sistem
kekebalan tubuh yg tertekan (immunocompromised) untuk merawat pasien TB
• Hindari bayi/anak bercampur dengan pasien TB• Obati secara rawat jalan jika memungkinkan
Lingkungan• Rekayasa pengontrolan (biaya sangat mahal)• Maksimalkan ventilasi dan sinar matahari
Proteksi pribadi• Paling tidak efektif, sering tidak tepat
Indonesia ISTC 2008
Unsur Penting MDR-TB
Pencegahan !!! Obati TB dengan tepat sesuai rekomendasi
(berdasarkan ISTC dan strategi DOTS) Jangan memakai obat lini kedua untuk kasus
baru karena efikasi lebih rendah dari obat lini pertama
Pemantauan dengan uji mikrobiologi guna penanggulangan TB secara optimal
Lakukan uji kepakaan pada pasien yang mempunyai risiko untuk resistensi obat
Jangan menambah satu obat pada regimen yang gagal
Indonesia ISTC 2008
Kecurigaan dini, diagnosis dan pengobatan tepat adalah unsur kritis untuk mencegah perkembangan lebih lanjut dan penularan penyakit resisten obat
Riwayat pengobatan adalah faktor paling penting untuk menduga resistensi obat, tapi faktor-2 lain juga harus diketahui
Ringkasan
Indonesia ISTC 2008
Kenali tanda-tanda bila pengobatan standar mulai gagal
Lakukan uji kepekaan obat lini pertama, jika mungkin, untuk semua pasien terduga MDR
Lakukan konsultasi dengan pakar jika mungkin, untuk semua pasien terduga MDR- atau XDR-TB
Ringkasan (lanjutan)
Indonesia ISTC 2008
• Diagnosis MDR & XDR TB secara awal dan berkualitas tinggi untuk mencegah meningkatnya MDR TB
• Menyediakan pengobatan yang aman dan adekuat sesuai dengan panduan internasional
• Mencegah penularan MDR TB
• Menyediakan evidence-base untuk pengembangan kebijakan pemerintah di masa yg akan datang
Tujuan Program MDR TB
Indonesia ISTC 2008
RS pusat rujukan MDR TB Diagnosis & pengobatan
Laboratorium (EQA) Diagnosis & monitoring pengobatan
Pelayanan kesehatan (untuk penemuan kasus MDR TB) di area RS Rujukan
Puskesmas (yg sdh ditunjuk) untuk rawat jalan pasien MDR TB
Aktivitas program TB MDR
Indonesia ISTC 2008
Suspek MDR TB
Pasien MDR TB
Spesimen
obat
Pengobatan
Monitoring dan evaluasi
RS rujukan
Puskesmas
Selesai
Komponen program
Puskesmas rujukan
Laboratorium
Indonesia ISTC 2008
Sumber Daya Manusia
Diagnosis, monitoring & pengobatan Dokter Spesialis paru dan spesialis lainnya Tim DOTS atauTim MDR RS ?
Pencatatan & pelaporan dokter dan perawat yang sudah dilatih
Pelatihan dokter dan perawat Training of trainer (dalam dan luar negeri)
Indonesia ISTC 2008
Tim ahli klinisTugas: Konsultasi & penatalaksanaan kasus MDR
o Kriteria inklusi
o Regimen pengobatan
o Monitoring respons pasien thd pengobatan
o Mengubah regimen bila terjadi efek samping atau resistensi
o Interpretasi hasil laboratorium
o Menghentikan obat injeksi
Indonesia ISTC 2008
Anggota:Dokter Spesialis Paru dan spesialis
terkaitLaboratorium: Patologi Klinik dan
MikrobiologiPerawat terlatihTim Nosokomial RSHospital DOTS linkage Technical officerWasor
Indonesia ISTC 2008
Sarana & Fasilitas
Poliklinik khusus MDR (+ infeksi kontrol)
Ruang rawat inap khusus MDR (+ infeksi kontrol)
Laboratorium EQA Seketariat MDR TB (+ 1 orang tata
usaha) Penyimpanan obat kelembapan &
suhu
Indonesia ISTC 2008
Pengendalian Infeksi
Administrasi, lingkungan dan personal Standard & additional precautions Edukasi & training petugas kesehatan Melindungi petugas kesehatan Identifikasi risiko Surveilans Incident monitoring
Indonesia ISTC 2008
Identifikasi suspek pasien MDR TB (pemeriksaan sputum kultur & resistansi)
Mengisi formulir permintaan, melengkapi pot sputum dengan identitas (awal & monitoring)
Informed consent tiap pasien Memastikan diagnosis MDR Memastikan pasien melakukan pemeriksaan
laboartorium Edukasi intensif kpd pasien & keluarga Pengobatan sesuai dengan guideline MDR TB Monitoring dan evaluasi secara ketat Kerjasama (dalam hal pelatihan) dengan stake holder Melakukan infeksi kontrol di ruang rawat inap,
poliklinik, laboratorium dan tempat lainnya Pencatatan & pelaporan
Tugas RS Pusat Rujukan MDR TB
Indonesia ISTC 2008
Kriteria Suspek MDR:
Kasus Kronik Pengobatan Ulang ( kategori 2 ) Pasien dgn riwayat pengobatan sebelumnya
termasuk OAT lini 2 quinolones and kanamycin Pasien yang gagal kategori 1 Pasien yang gagal kategori 2 Pasien yang masih positf BTA pada bulan ke 3
( tidak terjadi konversi) Pasien yang kembali setelah DO Kontak erat dengan pasien MDR ( baik keluarga
maupun petugas)
Indonesia ISTC 2008
Treatment regimens (GLC approved)
6 Z-Eto-Lfx-K-Cs/18 Z-Eto-Lfx-Cs Resistance to Kanamycin:
• Replace with Capreomycin Resistance to quinolone:
• Add PAS
• High dose Lfx Resistance to Kanamycin and quinolone:
• Replace with Capreomycin
• Add PAS
• High dose Lfx
Indonesia ISTC 2008
Prothionamide
Pto 250 mg tablet Taken per oral Stored at room
temperature Cheapest oral SLD
Indonesia ISTC 2008
Cycloserine
Cs 250 mg capsule Taken per orem Stored at room
temperature, away from moisture
Indonesia ISTC 2008
PASER
Taken with acidic media
Examples: Orange juice, apple juice, yogurt
Exceptions: iced tea, coconut juice, flavored drinks, softdrinks
Indonesia ISTC 2008
Fase intensif (6 bulan) Rawat inap 2-4 mingguRawan jalan : Puskesmas rujukan (sub-
centre) injeksi 6 bulanMonitoring & evaluasi: Klinik MDR RSP
(2-4 minggu/x)
Fase Lanjutan (18-24 bulan) Monitoring & evaluasi (4 minggu/x)
Indonesia ISTC 2008
Monitoring Recommended frequency
Months of treatment
0 1 2 3 4 5 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Clinical evaluation
(+ weight)
DOT Each encounter
Sputum smear
Sputum culture
Drug Sensitivity Testing*
Chest X-ray
Liver function test
Renal Function Test (ureum, Creatinin, Uric acid)
Complete blood count
Electrolytes (Na, K, Cl, Mg)
V V V V V V V V V V V V
TSH
HIV screening
Pregnancy test