tb paru methodist-2

52

Upload: miraaiaa

Post on 21-Dec-2015

232 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tuberkulosis

TRANSCRIPT

Koch Pulmonum

Mycobacterium tuberculose komplex spp

Suatu kuman ditemukan oleh Robert Koch 1882 yang bersifat : - BTA

- Gram +

- Aerob

Cara Penularan

Aerogen : ( Batuk, bersin, debu )

Sumber PenularanSumber Penularan

Keluarga terdekat

Pekerja rumah tanggaSupir, teman sekamar/bermain

Sputum ditemukan kuman BTA

DIAGNOSIS TB PARU

Ditegakkan berdasarkan :

• Gejala klinik/Pemeriksaan fisik

• Radiologi

• Pemeriksaan laboratorium/BTA

GEJALA

• Gejala Respiratorik/Lokal Batuk ≥ 3 minggu Batuk darah Sesak napas Nyeri dada• Gejala Sistemik Demam, malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

PEMERIKSAAN FISIK

• Kelainan dijumpai sangat tergantung dengan luas dan kelainan struktural paru.

• Umumnya di daerah lobus superior apex dan posterior dan apex lobus inferior.

• Ditemukan suara napas bronkial, amforik, ronki basah, suara napas melemah, penarikan diafragma dan mediastinum.

KELAINAN RADIOLOGI

Gambaran TB aktif :

• Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular.

• Gambaran Infiltrat

• Bercak milier

• Efusi pleura unilateral

Gambaran TB inaktif :• Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior

lobus atas• Kalsifikasi atau fibrotik• Fibrothorak dan atau penebalan

pleura/Schwarte

Gambaran destroyed lung :• Sulit menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya

berdasarkan gambaran radiologik yang kerusakan jaringan parunya berat.

• Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik.

Lesi minimal

• Bila mengenai sebagian dari satu atau dua paru. Dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebrata torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V.

Lesi Luas

• Bila lebih luas dari lesi minimal.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

A. Pemeriksaan bakteriologik• Mikroskopik biasa : Pewarnaan Ziehl-Nielsen

dan Kinyoun Gabbett.• Mikroskopik fluoresens : Pewarnaan auramin-

rhodamin.• Pengambilan sputum 3x.

1. Spot (sputum saat kunjungan)

2. Sputum pagi (keesokan harinya)

3. Spot (saat mengantarkan sputum pagi).

Interpretasi hasil 3x pemeriksaan :• 3x positif atau 2x positif, 1x negatif → BTA positif

• 1x positif, 2x negatif → ulang BTA 3x, kemudian bila • 1x positif, 2x negatif → BTA positif• bila 3x negatif → BTA negatif

Interpretasi skala IUATLD (rekomendasi WHO)

• Tidak ditemukan BTA dlm 100 lap. pandang → negatif

• Ditemukan 1-9 BTA → ditulis jumlah kuman• Ditemukan 10-99 BTA → +(1+)• Ditemukan 1-10 BTA dlm 1 lap. pandang → ++(2+)• Ditemukan >10 BTA dlm 1 lap. pandang → +++(3+)

Pemeriksaan biakan kuman

• Metode konvensional• Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)

• Agar base media : Middle brook

• Metode radiometrik (BANTEC)

Pemeriksaan serologi• ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay)

• Mycodot• Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)• ICT (Immunochromatographic Tuberkulosis)• IgG TB

Polymerase chain reaction (PCR) :• Teknologi canggih yg dpt mendeteksi DNA, termasuk

DNA Mycobacterium Tuberkulosis. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai luas, kendati masih memerlukan ketelitian dlm pelaksanaannya.

• RFLP (Restrictive Fragment Length Polymorphysms)• Light producing mycobacteriophage

B. Pemeriksaan darah

C. Pemeriksaan Hitopatologi Jaringan

D. Uji Tuberkulin

E. Analisa cairan pleura

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

TB Paru BTA positif yaitu :• Dengan atau tanpa gejala • BTA positif : Mikroskopik ++• Mikroskopik + biakan +• Mikroskopik + radiologik +• Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru

TB paru BTA negatif• Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru

aktif

• Bakteriologi (sputum BTA) negatif, jika belum ada hasil ditulis belum diperiksa

• Mikroskopik -, biakan -, klinik & radiologi +

Bekas TB Paru• Bakteriologik negatif• Gejala klinik tdk ada, atau ada gejala sisa akibat

kelainan paru yg ditinggalkan• Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif,

terlebih menunjukkan gambaran serial foto toraks yg sama/tdk berubah

• Riwayat pengobatan OAT yg adekuat, akan lebih mendukung.

Secara ekprimental populasi M. tuberculosis di dlm lesi dpt dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu :

• Populasi A, yg terdiri atas kuman yg secara aktif berkembang biak dng cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dlm lesi yg PHnya netral.

• Populasi B, terdiri atas kuman yg tumbuhnya sangat lamban dan berada dlm lingkungan PH yg rendah.

Lingkungan asam inilah yg melindunginya terhadap obat anti- tuberkulosis tertentu.

• Populasi C, yg terdiri atas kuman tuberkulosis yg berada dlm keadaan dormant hampir sepanjang waktu, hanya kadang-kadang saja kuman ini mengadakan metabolisme secara aktif dlm waktu yg singkat, kuman jenis ini banyak terdapat dlm dinding kavitas.

• Populasi D, terdiri dari kuman-kuman yg sepenuhnya bersifat dormant sehingga sama sekali tdk bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti-tuberkulosis. Jumlah populasi ini tdk jelas dan hanya dpt dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh manusia itu sendiri.

KOMPLIKASI

• BATUK DARAH• PLEURISY TB/PLEURAL EFUSI• EMPIEMA• PNEUMOTORAKS• BRONKIEKTASIS

KLASIFIKASI/PENGOBATAN TUBERKULOSIS

Kategori TB

Pasien TB Alternatif panduan pengobatan TB

Fase Awal Fase Lanjutan

I • Kasus baru TB paru BTA (+)

• Kasus baru TB paru BTA (-) dng kerusakan parenkim yg luas.

• Kasus baru dng kerusakan yg berat pd TB ekstra pulmoner.

2 RHZE

4 R3 H3

4 RH

6 HE

II • TB paru BTA (+) dng riwayat pengobatan sebelumnya :

- Kambuh

- Kegagalan pengobatan

- Pengobatan tdk selesai

2 RHZES

+ 1 RHZE

5 R3 H3 E3

5 RHE

III • Kasus baru TB paru dng BTA (-) (diluar kategori I).• Kasus baru yg ringan dng TB ekstra pulmoner

2 RHZ

4 R3 H3

4 HR

6 HEIV • TB-MDR Rujuk ke dokter

spesialis paru

Keterangan :R : RifampisinH : INHZ : PirazinamidE : EtambutolS : Streptomisin

TATALAKSANA PASIEN YANG BEROBAT TIDAK TERATUR

Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan (4 minggu) Diskusikan dengan pasien untuk mencari

masalah kenapa berobat tidak teratur Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis

selesai

Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1 – 2 bulan Diskusikan dan cari masalah Periksa sputum 3x (SPS) dan lanjutkan

pengobatan,sambil menunggu hasil Tindakan I : Bila hasil BTA neg atau TB ekstra paru

II: Lanjutkan pengobatan sampai selesai Tindakan I : Bila satu atau lebih hasil BTA positif

II : Pengobatan < 5 bulan lanjutkan pengobatan sampai selesai….

II : Pengobatan > 5 bulan Kategori 1→ mulai kategori 2,Kategori 2→ Rujuk,Mungkin Kronis/MDR

Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan Diskusikan dan cari masalah Periksa sputum 3x (SPS),hentikan

pengobatan sambil menunggu hasil Tindakan I : Bila BTA neg atau TB ekstraparuII : Pengobatan dihentikan,pasien

diobservasi,bila klinis memburuk dilakukan kembali pemeriksaan SPS dan Biakan ,foto toraks

Tindakan I : Bila satu atau lebih BTA pos II:Kategori 1,mulai kat 2→ Kat 2,Rujuk, Mungkin kronis/MDR

PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS

1. TB Milier• Rawat• Paduan obat : 2 RHZE/4 RH• Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik,

radiologik dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dpt diperpanjang sampai dng 7 bulan : 2 RHZE 7 RH

• Pemberian kortikosteroid tdk rutin, hanya diberikan pd keadaan : - Tanda/gejala meningitis - Sesak nafas

- Tanda/gejala toksik- Demam tinggi

• Kortikosteroid : prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg setiap 5-7 hari, lama pemberian 4-6 minggu.

2. Pleuritis eksudativa TB (efusi pleura TB)

Paduan obat : 2 RHZ/4RH

Evakuasi cairan, dan dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan penderita. Ulangan evaluasi cairan bila diperlukan dan diberikan kortikosteroid.

- Dosis steroid : prednison 30-40 mg/hari, diturunkan 5-10 mg setiap 5-7 hari, pemberian selama 3-4 minggu.

Hati-hati pemberian kortikosteroid pd TB dng lesi luas, DM.

3. TB di luar paru

Paduan obat 2 RHZE/10 RH

Prinsip pengobatan sama dng TB paru, menurut ATS pengobatan untuk TB di luar paru mis: Tb tulang, TB sendi dan TB kelenjar, meningitis pada bayi dan anak lama pengobatan 12 bulan. Pada TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan untuk :

• Mendapatkan bahan/spesimen untuk pemeriksaan/diagnosis.

4. TB paru dng diabetes melitus (DM)• Paduan obat : 2 RHZ (E-S)/4 RH dng regulasi baik/gula darah

terkontrol• Bila perlu fase lanjutan 7 bulan : 2 RHZ (E-S)/7 RH pada yg tak

terkontrol• DM harus dikontrol• Hati-hati dng penggunaan etambutol, karena efek samping

etambutol ke mata, sedangkan penderita DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata.

• Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin akan mengurangi efektivitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan.

• Perlu kontrol/pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol/mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan.

5. TB paru dengan HIV/AIDS• Paduan obat yg diberikan berdasarkan rekomendasi ATS yaitu :• 2RHZE/RH diberikan spi 6-9 bulan setelah konversi sputum,

menurut WHO paduan obat dan lama pengobatan sama dng TB tanpa HIV/AIDS.

• Jangan berikan Thiacetazon karena dpt menimbulkan toksik pada kulit yg hebat.

• Obat suntik kalau dpt dihindari kecuali jika sterilisasinya terjamin.• Jangan lakukan desensitisasi OAT pd penderita HIV/AIDS (mis:

INH, rifampisin) karena mengakibatkan toksik yg serius pd hati.• Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi.

6. Tb paru pada kehamilan dan menyusui• Tdk ada indikasi pengguguran pd penderita TB dng kehamilan.• OAT tetap dpt diberikan kecuali streptomisin karena efek samping

streptomisin kepada gangguan pendengaran janin.• Pada penderita TB dng menyusui , ASI tetap dpt diberikan,

walaupun beberapa OAT dpt masuk ke dlm ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan tak menyebabkan toksik pada bayii.

• Wanita menyusui yg mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat pengobatan OAT dianjurkan tdk menyusui bayinya, agar bayi tdk mendapat dosis berlebihan.

• Pada wanita usia produktif yg mendapat pengobatan TB dng rifampisin dianjurkan utk tdk memakai kontrasepsi hormonal, karena adanya interaksi obat yg menyebabkan efektivitas obat kontrasepsi hormonal berkurang.

7. TB paru dan gagal ginjal• Jangan menggunakan streptomisin, kanamisin dan capreomycin.• Sebaiknya hindari penggunaan etambutol karena waktu paruhnya

memanjang dan terjadi akumulasi etambutol. Dlm keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan dng pengawasan kreatinin.

• Sedapat mungkin dosis disesuaikan dng faal ginjal (CCT. Ureum, Kreatinin).

• Isoniazid,Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan dgn dosis standard.

8. TB paru dengan kelainan hati• Bila ada kecurigaan gangguan funsi hati, dianjurkan pemeriksaan

faal hati sebelum pengobatan.• Pada kelainan hati, pirazinamid tdk boleh digunakan • Paduan obat yg dianjurkan/rekomendasi WHO : 2 SHRE/6 RH• 2 SHE/10 HE

• Pada penderitaan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitisnya akutnya mengalami penyembuhan. Pd keadaan sangat diperlukan dpt diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dng 6 RH.

• Sebaiknya rujuk ke ahli paru.

Hepatitis imbas paru• Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat

hepatotosik (drug induced hapatitis).• Penatalaksanaan :

- bila klinis + (ikterik +, gejala/mual, muntah +) OAT Stop

- bila klinis -, laboratorium terdapat kelainan :

- bilirirubun > 2 : OAT stop

- SGOT, SGPT = 5x OAT stop

- SGOT, SGPT = 3x, gejala + → OAT Stop

-SGOT, SGPT = 3x, gejala - → teruskan pengobatan, dng pengawasan.

User

Paduan OAT yang dianjurkan :• Stop OAT yg bersifat hepatotoksik (RHZ)• Setelah itu, monitor klinis dan laboratorium. Bila klinis dan

laboratorium normal kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dng dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh, bila klinis dan laboratorium normal, tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai dng dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES.

DOTS“DIRECTLY OBSERVED TREATMENT

SHORT COURSE”Lima Komponen mayor dari DOTS1.Komitmen politik pemerintah terhadap program

tuberkulosis,termasuk dukungan dana.2. Mikroskopik : Pendeteksian penyakit melalui

pemeriksaan dengan pengecatan sputum di bawah mikroskop.

3. Kemoterapi cara singkat yang sudah di standarisasikan (“Short Course Chemoterapy / SCC) yg diberikan dengan cara mengobservasi penderita secara langsung ± 2 bulan,oleh Pengawas Makan Obat (PMO)

4. Penyediaan obat anti TB secara terus-menerus dan adekuat.

5. Pencatatan dan pelaporan, utk supervisi dan evaluasi program.

Kespesifikan DOTS1. DOTS menyelamatkan kehidupan2. DOTS dpt memutuskan rantai transmisi3. DOTS mencegah gagal pengobatan4. DOTS mengurangi rata-rata kekambuhan5. DOTS mencegah timbulnya TB - MDR6. DOTS menyelamatkan uang pembayaran

pajak dan kehidupan.

Indonesia menerapkan strategi DOTS.

1. Pemantapan strategi DOTS pd setiap program P2TB.

2. Desentralisasi Diklat petugas kesehatan dan kader kesehatan.

3. Pemantapan penyuluhan kesehatan masyarakat mengenai TB baik oleh puskesmas maupun rumah sakit.

4. Memantapkan Kabupaten/Kota sbg titik berat manajemen dan sistim pengendalian.

5. Pemanfaatan kemitraan P2TB melalui pendekatan manajemen kasus dan manajemen kesehatan masyarakat.

6. Penggerakan dan pembentukan GERDUNAS TB di kabupaten/kota sesuai SK Menkes No 203 thun 1999.

DOTS PLUSStrategi pengelolaan secara meluas dng mengembangkan lima prinsip

strategi DOTS dan menggunakan obat pilihan kedua (second line drugs) utk obat anti tuberkulosis.

DOTS PLUS :1. Komitmen politis pemerintah yg berkesinambungan. 2. Diagnosis dan pemeriksaan bakteriologis secara kultur dahak dan

resistensi obat.3. Pengawasan menelan obat secara langsung menggunakan obat

anti TB lini kedua.4. Ketersediaan obat anti TB lini kedua secara berkesinambungan.5. Memonitor dan mengevaluasi program.

TB RESISTAN OAT

• Apa arti TB resistan OAT?Situasi dimana kuman penyebab TB, M.tuberculosis (M.TB) sudah resisten/ tidak peka lagi thd OAT yang digunakan.

• Mengapa dapat terjadi TB resistanOAT?Pengobatan TB tidak adekuat: paduan OAT, dosis OAT, lama & keteraturan pengobatan.

DEFINISI RESISTENSI OAT• Resistensi Ganda (MDR):

In vitro: isolat M.TB resistan terhadap paling sedikit INH dan Rifampisin secara bersama H+R/ H+R+Z/ H+R+E/ H+R+Z+E+S

• Mono Resisten:In vitro: isolat M.TB resistan terhadap 1 macam OAT H/ R/ S/ E

• Poli resisten:In vitro: isolat M.TB resistan thd beberapa macam OAT tetapi INH & Rifampisin tidak bersamaan H+S+E/ S+E/ H+E/R+E+S

• Extensive Drug Resistance (XDR):In vitro: isolat M.TB MDR disertai resistan thd gol.fluoroquinolon dan OAT lini 2 suntikan (kanamisin/ amikasin/ kapreomisin) MDR+Ciprofloxacin+K/ MDR+Ciprofloxacin+ Cn

DEFINISI RESISTANSI:

• Resistansi primer~ Resistansi pada pasien TB yang belum pernah mendapat OAT (newly diagnosed TB cases).

• Resistansi didapat (acquired)~ Resistansi pada pasien TB yang sudah pernah mendapat OAT (previously treated TB case).

• FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA RESISTENSI TERHADAP OAT

Yang utama adalah ulah manusia sebagai akibat tatalaksana pengobatan pasien TB yang tidak dilaksanakan dengan baik,yaitu :

1.Pemberi jasa/petugas kesehatan :

- Diagnosis tidak tepat

- Pengobatan tidak menggunakan paduan yang tepat

- Dosis,jenis,jumlah obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat

- Penyuluhan kepada pasien yang tidak adekuat

2. Pasien , karena :

- Tidak mematuhi anjuran dokter/petugas kesehatan

- Tidak teratur menelan paduan obat

- Menghentikan pengobatan secara sepihak (sendiri) sebelum waktunya

- Gangguan penyerapan obat

3. Program Penanggulangan TB :

- Persediaan OAT yang kurang

- Kualitas OAT yang disediakan rendah

• Kasus Suspek TB MDR :

1.Pasien TB pengobatan kategori 2 yang gagal (kasus kronik)

2.Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi

3.Pasien TB yang pernah diobati dengan pengobatan TB Non DOTS

4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1

5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian sisipan

6. Pasien TB kambuh

7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default

8. Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB MDR

9.ODHA dengan gejala TB/koinfeksi TB

Semua kasus diatas dilakukan pemeriksaan apusan dahak secara mikroskopis,biakan dan uji kepekaan di Laboratorium rujukan PMDT (lab. Tersertifikasi international)

PADUAN PENGOBATAN TB MDR

• STANDAR

Km= Kanamisin(Inj) Eto= Etionamid(tab)

Lfx= Levofloksasin(tab) Cs= Sikloserin(tab)

Z= Pirazinamid(tab)

1. Paduan diberikan bila sudah terkonfirmasi TB MDR secara laboratoris

2. Paduan diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan minimal 6 bulan atau 4 bulan setelah konversi biakan

3. Etambutol tidak diberikan jika terbukti sudah resisten

4. Penentuan perpindahan ke tahap lanjutan ditentukan oleh Tim Ahli Klinis (TAK)

Tahap lanjutan paduan obat TB MDR tanpa suntikan,minimal 12 bulan

Dosis OAT TB MDR berdasarkan kelompok berat badan pasien :

OAT Berat Badan

< 33 kg 33-50 kg 51-70 kg >70 kg

Pirazinamid(Tablet, 500 mg)

30-40 mg/kg/hari

1000-1750 mg 1750-2000 mg 2000-2500 mg

Etambutol(Tablet, 400 mg)

25 mg/kg/hari 800-1200 mg 1200-1600 mg 1600-2000 mg

Kanamisin(Vial, 1000 mg)

15-20 mg/kg/hari

500-750 mg 1000 mg 1000 mg

Kapreomisin(Vial, 1000 mg)

15-20 mg/kg/hari

500-750 mg 1000 mg 1000 mg

Levofloksasin(Kaplet, 250 mg)

750 mg per hari

750 mg 750 mg 750-1000 mg

Sikloserin(Kapsul, 250 mg)

15-20 mg/kg/hari

500 mg 750 mg 750-1000 mg

Etionamid(Tablet, 250 mg)

15-20 mg/kg/hari

500 mg 750 mg 750-1000 mg

PAS(Granula, 4 gr)

150 mg/kg/hari 8 g 8 g 8 gr

dr. Parluhutan Siagian,M.Ked(Paru),Sp.P