bab 2 landasan teori 2.1 persediaan -...
Post on 03-Mar-2019
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Persediaan
Yang dinamakan persediaan adalah semua produk dan material yang digunakan di
dalam proses produksi dan distribusi, seperti bahan mentah, komponen produk setengah
jadi dan produk jadi yang belum menjadi pendapatan.
Persediaan menyebabkan tertahannya modal, menggunakan ruang penyimpanan,
membutuhkan penanganan, mengalami deteriorisasi, menjadi usang atau kadarluarsa,
menimbukan pajak, membutuhkan asuransi, dapat dicuri dan terkadang hilang. Lebih
jauh lagi, persediaan seringkali harus menanggung akibat dari manajemen yang tidak
efisien dan berantakan termasuk peramalan yang buruk. Penjadwalan yang tidak
terencana dan perhatian yang tidak cukup terhadap proses setup dan order. Pada kasus
seperti itu persediaan akan menyebabkan bertambahnya biaya dan produktivitas tanpa
menambah pendapatan bersih. Ini merupakan suatu kewajiban ( utang ) terlepas apakah
ia disertakan atau tidak dalam neraca keuangan.
Tidak tersedianya persediaan dalam jumlah yang cukup, dapat menghentikan proses
produksi. Kurangnya komponen part akan menghentikan proses perakitan. Suatu alat
yang mahal bisa saja terhenti karena ketiadaaan komponen pengganti yang sama sekali
tidak mahal. Ketersediaan item yang tepat pada waktu yang tepat dan di tempat yang
tepat akan mendukung tujuan organisasi dalam pelayanan konsumen, produktivitas,
keuntungan dan tingkat pengembalian investasi. Hal ini benar dalam bidang manufaktur,
wholesale, retail, perawatan kesehatan dan organisasi pendidikan. Ukuran performansi
7
dan produktivitas mungkin berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lain, akan
tetapi pada dasarnya mereka semua membutuhkan manajemen persediaan yang baik.
Menurut Sipper, Daniel, Bulfin ( 1997 , p206 ) persediaan adalah kuantitas dari
komoditas yang di kontrol oleh perusahaan. Disimpan sewaktu – waktu agar dapat
memenuhi permintaan masa depan
Menurut Roger G Schoeder ( 2000, p304 ) Persediaan adalah stok dari suatu material
yang digunakan untuk memudahkan produksi dan memenuhi persediaan pelanggan.
2.2 Tujuan Persediaan
Persediaan muncul dikarenakan permintaan dan pasokan bahan baku sulit untuk
disamakan. Dan untuk menyamakan pasokan serta permintaan membutuhkan waktu
yang cukup lama karena banyak faktor – faktor yang mempengaruhi penyamaan ini.
Faktor – faktor tersebut seperti waktu, ekonomi, sesuatu yang tak terduga seperti force
majure serta banyak lagi. Richard B Chase memamparkan bahwa tujuan dari persediaan
adalah sebagai berikut
1. Variasi dalam permintaan produk
Apabila persediaan suatu produk dapat diketahui dangan pasti akan
dimungkinkan untuk memproduksi sesuai dengan jumlah permintaan. Tetapi
biasanya permintaan tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karenanya
persediaan pengaman / persediaan cadangan dibutuhkan untuk dapat
memenuhi variasi permintaan.
2. Fleksibilitas dalam penjadwalan produksi.
Stok dalam persediaan mengurangi tekanan terhadap sistem produksi untuk
mengeluarkan barang secepat mungkin. Ini menyebabkan waktu tenggat yang
8
lebih lama, yang akan memperbolehkan perencanaan produksi untuk
merencanakan produksi dengan aliran yang lebih baik
3. Untuk menyediakan persediaan pengaman untuk mengantisipasi adanya
variasi tenggat waktu pengiriman bahan mentah.
4. Memberikan keuntungan Untuk dapat mengetahui jumlah pembelian yang
ekonomis.
2.3 Fungsi persediaan
Persediaan berfungsi untuk :
1. Working stock ( Lot size stock ) merupakan persediaan yang dibutuhkan
dan diadakan dalam mendukung kebutuhan terhadap barang sehingga
pemesanan dapat dilakukan dalam bentuk lot size dibandingkan dengan
ukuran dasar yang dibutuhkan. Lot Size mempunyai manfaat untuk
mengurangi atau meminimalisaikan biaya pemesanan dan simpan,
mendapatkan diskon pemesanan kuantitas dan biaya pengiriman
2. Stok Pengaman ( Fluctuation Stock ) merupakan persediaan yang
diadakan dalam mengantisipasi ketidakpastian penyediaan dan
permintaan. Stock pengaman pada umumnya dipakai selama waktu
kedatangan barang yang telah dipesan sehingga tidak terjadi kekurangan
barang
3. Anticipation Stock ( Stabilization Stock ) merupakan persediaan yang
diadakan sehubungan dengan permintaan yang bersifat musiman, tidak
menentu atau kurangnya kapasitas produksi.
9
4. Pipeline stock ( work in process ) merupakan persediaan yang ada dalam
perjalanan yang membutuhkan waktu dari penerimaan barang pada saat
masuk, pengiriman bahan dalam proses produksi, pengiriman barang
sampai ke outputnya. Secara external pipeline stock dapat digambarkan
persediaan dalam perjalanan di truk, kapal atau alat angkut lainnya.
Sedangkan secara internal, merupakan proses menuggu diproses dan
dipindahkan
5. Decoupling stock, merupakan persediaan yang memungkinkan
perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada
supplier
6. Physics stock, merupakan persediaan barang yang diadakan dalam bentuk
pajangan untuk mendorong pembelian dan stock ini bersifat sebagai
seorang sales yang berdiam diri
2.4 Model persediaan
Berdasarkan sifat permintaan, maka model permintaan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Model persediaan statis deterministik, yaitu model persediaan yang
komponen permintaannya bersifat deterministik ( jumlah permintaan
pada horizon waktu pengamatan diketahui ) dan independen terhadap
waktu.
2. Model persediaan dinamis deterministik, yaitu model persediaan yang
komponen permintaannya bersifat deterministik tetapi dependen terhadap
waktu.
10
3. Model persediaan statis probabilistik, yaitu model persediaan yang
komponen permintaannya merupakan variable acak dengan suatu
distribusi tetapi independen terhadap waktu.
4. Model persediaan dinamis probabilistik, yaitu model persediaan yang
komponen permintaannya merupakan variabel acak dengan suatu
distribusi dan dependen terhadap waktu.
Pada praktek dalam dunia nyata model persediaan yang bersifat statis derministik
sangat sulit untuk di implementasikan. Karena tingkat permintaan selalu pasti selalu
tidak tepat. Dan bila tingkat permintaan di ketahui secara pasti maka peramalan yang
dilakukan pasti akan 100 % benar.
2.5 Biaya persediaan
Biaya adalah hal yang krusisal dalam manajemen keputusan persediaan pada
semua level meskipun memang masih ada hal – hal lain yang juga sering menjadi
kriteria pengambilan keputusan dalam permasalahan persediaan. Menurut Siagian
(1987, p17) biaya persediaan dibagi menjadi empat kategori. kategori itu adalah:
1. Biaya pembelian ( ordering cost ) adalah biaya yang dikeluarkan
berkenaan dengan pembelian bahan baku. Biaya yang terjadi dapat
sepertik biaya untuk mempersiapkan pembelian, biaya pemilihan vendor,
biaya penulisan pesanan, biaya untuk menghitung kuantitas pemesanan,
biaya untuk perawatan sistem komputerisasi yang digunakan, dan biaya –
biaya lainya yang berhubungan dengan biaya pemesanan
2. Biaya Pemesanan, biaya ini berhubungan dengan biaya yang diperlukan
untuk membuat produk yang berbeda – beda. Produk yang berbeda –
11
beda membutuhkan meterial yang berbeda, setup dan penggunaan
peralatan yang berbeda.
3. Biaya penyimpanan ( Holding cost ), biaya yang termasuk dalam kategori
ini adalah biaya untuk fasilitas penyimpanan, penangan meterial,
asuransi, pencurian, kerusakan, keusangan, deprisiasi, pajak, biaya modal
( opportunity cost of capital yaitu alternatif pendapatan atas dana yang di
investasikan dalam persediaan )
4. Biaya kehabisan / kekurangan bahan ( shortage cost ), dari semua biaya –
biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya kekurangan
bahan adalah yang paling sulit untuk diperkirakan. Biaya ini timbul
bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya –
biaya yang termasuk ketegori biaya ini adalah kehilangan penjualan,
kehilangan langganan, biaya ekspedisi, selisih harga, terganggunya
operasi, tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya
Dari biaya – biaya diatas bisa didapatkan total biaya dimana ditunjukan pada
gambar 2.1 dibawah ini
12
Gambar 2.1. Grafik total biaya
Sumber:Bernard W Taylor III, Introduction to management Science (2002,p711)
2.6 Persediaan multi – item
Banyak perusahaan melakukan pemesanan terhadap beberapa item secara
bersamaan, tidak secara individual. Hal ini disebabkan pada kondisi tertentu pemesanan
yang dilakukan secara bersama – sama akan memberi banyak keuntungan. Seperti
pemesanan cukup dilakukan sekali dalam suatu periode waktu tertentu untuk semua
barang yang dibutuhkan. Dengan mengoptimalkan periode waktu pemesanan tersebut
maka akan didapatkan frekuensi pemesanan sedikit mungkin sehingga diperoleh biaya
total pemesanan serendah mungkin. Dengan periode pemesanan yang optimal seperti itu,
pemesanan menjadi tidak bertele-tele sehingga proses penanganan, pemeriksaan,
dokumentasi, administrasi menjadi lebih sederhana dan menghemat sumber daya. Juga,
dengan melakukan pemesanan secara bersama – sama ada kemungkinan untuk
Shortage Cost
Order Cost
Carrying cost
Q
Biaya total
Biaya
Biaya minimum
Qopt 0
13
menghemat biaya pengiriman, karena sesuatu yang umum bahwa akan lebih murah
untuk mengirim satu lot besar dari pada beberapa lot kecil.
Pada permasalahan persediaan multi item, hal yang harus diputuskan
adalah kapan pemesanan dilakukan, barang – barang apa saja yang dilibatkan di dalam
pemesanan tersebut, dan dengan jumlah berapa barang – barang tersebut dipesan.
Konsep prinsip dasar di belakang keputusan tersebut adalah apakah biaya marjinal
untuk memasukan suatu barang pada suatu pemesanan lebih kecil dari biaya marjinal
jika barang tersebut dipesan belakangan secara individual. Persediaan multi item
membutuhkan keputusan yang fokus pada :
1. Nilai agregat pemesanan
2. Jumlah pemesanan untuk tiap item
3. Interval pemesanan untuk masing – masing barang dalam setiap
kelompok
4. Waktu pemesanan barang ( order release )
Ada 2 jenis permasalahan pemesanan multi item yaitu, permasalahan ( P ) yaitu
permasalahan ( P ) yang mengalami penyesuaian pada faktor koreksi ∆(k) dan
permasalahan ( Pc ) yaitu permasalahan persediaan multi item dimana kriteria
keputusannya adalah total ongkos rata – rata yang minimal. Total ongkos rata – rata itu
sendiri merupakan penjumlahan rata – rata ongkos individu dengan rata – rata ongkos
mayor. Asumsi – asumsi yang digunakan pada kedua permasalahan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Permintaan untuk setiap item diketahui dan konstan
2. Tidak ada shortage.
3. Tingkat pemesanan item tidak terbatas ( infinite )
14
4. Adanya horizon yang tidak waktu yang terbatas.
Variabel – variabel yang dilibatkan dalam pengembalian keputusan pada kedua
masalah persediaan multi item tersebut dinotasikan sebagai berikut :
S : Biaya pemesanan Mayor,
si : Biaya pemesanan minor item i,
n : Banyaknya barang,
Di : Permintaan untuk barang i tiap satu satuan waktu,
hi : Biaya simpan per unit barang per satuan waktu,
T : Siklus waktu dasar,
ki : Frekuensi pemesanan untuk barang i.
V(FP) : Biaya rata – rata pemesanan kembali.
T(R) : waktu rata – rata pemesanan kembali.
2.6.1 Permasalahan ( Pc )
Menurut R.E Wildeman, J. B. G Frenk dan R. Dekker dalam jurnalnya yang
berjudul An Efficient Optimal Solution Method for the Joint Replenishment Problem
(1996, p434), permasalahan Pc adalah salah satu bentuk permasalahan persediaan multi
item dimana kriteria keputusannya adalah total ongkos rata – rata yang minimal. Total
ongkos rata – rata itu sendiri merupakan penjumlahan rata – rata ongkos individu dengan
rata – rata ongkos mayor. Rata – rata ongkos individu terdiri dari rata – rata ongkos
pesan minor barang i dan rata – rata ongkos simpan barang i. Ongkos pesan minor
didefinisikan sebagai ongkos yang dikenakan untuk setiap item yang dilibatkan dalam
suatu pemesanan. Jika diketahui bahwa si menotasikan ongkos pesan minor, Di
menotasikan permintaan terhadap item i tiap satu satuan waktu, hi menotasikan ongkos
15
simpan i tiap satuan waktu, ki monotasikan frekuensi pemesanan item i, dan T
menotasikan siklus waktu dasar dan фi( kiT ) merupakan notasi biaya rata – rata
individual barang i pada pemesanan yang dilakukan setiap ki.T ( merupakan siklus
pemesanan item i ) satuan waktu maka diperoleh persamaan sebagai berikut :
фi( kiT ) = Tk
s
i
i +2
ii Dh kiT (1)
Permasalahan Pc mencoba memperhitungkan apa yang disebut sebagai empty
replenishment yang dideskripsikan sebagai suatu keadaan dimana dalam waktu – waktu
tertentu sama sekali tidak terjadi pemesanan. Hal ini terjadi jika frekuensi terkecil ki
lebih besar dari 1. Sebagai contoh, jika ada 2 barang, dimana k1 = 2 dan k2 = 3,
pemesanan akan terjadi pada 2T, 4T, 6T, 9T, dan seterusnya, sedangkan pada T,5T,7T
dan seterusnya tidak terjadi pemesanan. Akibatnya persamaan (1) menjadi tidak akurat.
Oleh karenanya perlu dilakukan penyesuaian terhadap formulasi biaya rata individual
фi(kiT)). Faktor penyesuaian ini dinotasikan dengan ∆(k) dan dirumuskan oleh J. S
Dagpunar dalam jurnalnya yang berjudul Formulation of a Multi Item Single Supplier
Inventory Problem (1982, p285 - 286) sebagai berikut :
∑∑=⊂
−
=
+−=Δ}||},,...,1{:{
11
1
1 ),...,()1()(in
i
n
i
i kklcmkααα
αα ( 2 )
Dimana lcm(kα1, ..., kαi) menyatakan kelipatan persekutuan terkecil dari bilangan
bulat kα1, ..., kαi.
Sehingga, permasalahan pemesanan multi item dengan suatu faktor koreksi (
permasalahan Pc ) dirumuskan oleh :
( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
>∈Φ+Δ ∑
=
n
iiii TNkTk
TkSPc
1
0,:)(inf
16
2.6.2 Permasalahan ( P )
Permasalahan ( Pc ) merupakan permasalahan ( P ) yang mengalami penyesuaian
pada faktor koreksi ∆(k). S. K Goyal dalam jurnalnya yang berjudul A Note On
Formulation of the Multi-item Single Supplier Inventory Problem (1982, p 287 - 288)
mengkritisi formulasi ∆(k) yang dinyatakan oleh J.S Dagpunar (1982) dan mengajukan
pengesetan faktor koreksi sama dengan 1. Sehingga permasalahan pemesanan multi item
tanpa faktor kereksi ( permasalahan ( P )) sehingga dirumuskan sebagai berikut :
( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
>∈Φ+∑=
n
iiii TNkTk
TSP
10,:)(inf
2.6.3 Analisis Permasalahan (P)
Menurut R.E Wildeman, J. B. G Frenk dan R. Dekker dalam jurnalnya yang
berjudul An Efficient Optimal Solution Method for the Joint Replenishment Problem
(1996, p435), permasalahan (P) dapat dituliskan sebagai berikut
{ }⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
∈Φ+∑=>
n
iiii
TNkTk
TS
10:)(infinf (3)
Dan jika fungsi gi(.) adalah sebagai berikut
( ) { }Nktktg iiii ∈Φ= :)(inf: (4)
Maka permasalahan (P) dapat dituliskan sebagai berikut
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+∑=
n
ii Tg
TSP
1)(inf)(
Nilai obyektif optimal permasalahan (P) dinyatakan dengan v(P) dan nilai optimal
T dinyatakan dengan T(P).
17
Fungsi )(ktt iΦ→ pada ( )∞,0 untuk setiap { }ni ,...,1∈ dan Nk ∈ memiliki
karakteristik berikut :
1. )(ktt iΦ→ berbentuk konvex
2. )(ktt iΦ→ memiliki nilai minimum untuk kxt i
*
= yang mana *ix itu
sendiri adalah :
*ix =
ii
i
Dhs2
(5)
3. )(ktt iΦ→ merupakan fungsi menurun pada ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛k
xi*
,0 dan fungsi
menaik pada ( )∞,* kxi .
Dari gambar 2.2, dapat dengan mudah ditunjukan bahwa titik perpotongan fungsi
( )ktiΦ dengan ( )( )tki 1+Φ diberikan oleh ( )( ) 21
12 +kkDhs iii . Untuk k= 0,1,..., dan
)(kiT didefenisikan sebagai T dimana k bernilai = k, nilai )(k
iT diberikan oleh
( )⎪⎩
⎪⎨
⎧
∞
+= 12
)( kkDhs
T ii
ik
i
Jika k = 1, 2,...
Jika k = 0
(6)
18
Gambar 2.2 : Fungsi ( ).ig dengan nilai k yang berbeda – beda
Sumber:http://www.sciencedirect.com/
Oleh karenanya tiap Nk ∈ akan berada pada suatu interval [ ))1()()( ,: −= ki
ki
ki TTI .
Jelas sekali dari nomor 4 dan 5 bahwa setiap Nk ∈ , nilai kxi* berada di dalam interval
)(kiI sehingga dapat dibuktikan bahwa solusi optimal ( ){ }Nktk iii ∈Φ :,inf oleh k terjadi
bila t berada dalam interval )(kiI . Dengan ini dapat di turunkan suatu formula yang akan
ditampilkan pada lemma dibawah ini untuk mendapatkan solusi optimal ( )tki sebagai
fungsi t.
Lemma 1,
Nilai optimal ( ) Ntki ∈ untuk t > 0 diberikan oleh persamaan berikut
( ) ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡++−= 2
8121
21
tDhstk
ii
ii ( 7 )
19
Bukti : Seperti yang dapat diamati, untuk t > 0, suatu nilai optimal Nk ∈ adalah untuk
( )1)( −≤≤ ki
ki TtT . Oleh karenanya, secara ekivalen dengan menggunakan (6), nilai k
harus memenuhi :
( ) tkkDh
s
ii
i ≤+1
2 ( 8 )
Dan
( )kkDhs
tii
i
12
−< ( 9 )
Pertidaksamaan (8) ekivalen dengan
02
22 ≥−+
tDhs
kkii
i
Dan oleh karena k harus positif, dengan menggunakan rumus akar pada persamaan
kuadrat dapat diperoleh
2
81
21
21
tDhs
kii
i++−≥ ( 10 )
Dengan cara yang sama, dari (9) diperoleh bahwa
2
81
21
210
tDhs
kii
i++−<< ( 11 )
Dan dengan mengkombinasikan (10) dan (11) dapat dinyatakan
22
81
21
218
121
21
tDhs
ktDh
s
ii
i
ii
i ++<≤++− ( 12 )
Oleh karena akar kuadrat di kedua pertidaksamaan ini adalah sama, maka kedua
ekspresi akan tepat berselisih 1 antara yang satu dengan yang lain. Ini menandakan
20
bahwa terdapat suatu nilai integer di antara mereka atau justru keduanya yang bernilai
integer. Pada kedua kasus tersebut, dengan mengambil bilangan hasil pembulatan ke atas
dari ekspresi disebelah kiri, akan memberikan nilai k integer yang memuaskan. Oleh
karenanya untuk nilai t yang diberikan, nilai ( )tki optimal yang bersesuaian diberikan
oleh (7), dan terbuktilah lemma 1.
Oleh lemma 1, selanjutnya fungsi ( )⋅ig yang didefinisikan di (4) diberikan oleh
( ) ( )( )ttktg iii Φ=: ( 13 )
Konsekuensinya permasalahan optimasi (P) tereduksi menjadi
( )( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
Φ+∑=
≥
n
tiiiT
TTkTS
0inf
Pada beberapa nilai T, tidak terjadi empty replenishments, pada kasus dimana
faktor koreksi sama dengan 1. Pada lemma berikutnya akan ditunjukan bahwa fungsi
obyektif (P) dan (Pc) adalah sama jika nilai ( )
⎪⎭
⎪⎬
⎫
⎪⎩
⎪⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +≥
21
minii
ii Dh
sST yang berarti untuk
nilai T tersebut ( )( ) 1=Δ Tk .
Lemma 2,
Bila ( )
⎪⎭
⎪⎬
⎫
⎪⎩
⎪⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +≥
21
minii
ii Dh
sST maka fungsi obyektif dari (Pc) dan (P) adalah sama, yaitu
( ) ( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
∈Φ+=⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
∈Φ+Δ ∑∑
==
n
iiii
n
iiii NTkTk
TSNkTk
TkS
11
:inf:inf
21
Bukti : Katakanlah ( )⋅chp dan hp(.) secara berturut – turu adalah fungsi objektif
permasalahan (Pc) dan (P).Yaitu,
( ) ( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
∈Φ+Δ
= ∑=
n
iiiic NkTk
TkSThp
1
:inf ,
Dan
( ) ( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
∈Φ+=⋅ ∑=
n
iiii NkTk
TShp
1
:inf
Selanjutnya didefenisikan fungsi ( ) ( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
∈Φ+= ∑=
n
iiii
ii
NkTkTk
STh1
:min
inf
Oleh karena ( ) ( ) 1min 1 ≤Δ≤− kTkii , maka adalah benar bahwa
( ) ( ) ( )ThpThpTh c ≤≤ (14)
Sekarang katakan *i menyatakan nilai i dimana ( ) 2
1
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +
ii
i
DhsS
adalah minimal, yaitu
( )⎪⎭
⎪⎬
⎫
⎪⎩
⎪⎨
⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +=
21
* minarg:ii
ii Dh
sSi , amati bahwa
( ) ( )⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
∈Φ+≥ ∑=
n
iiii
i
NkTkTk
STh1
:inf*
( ) ( ){ }∑∑===
∈Φ+⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
∈Φ+=n
iiiiii
n
iiii
i
NkTkNkTkTk
S*
***
* ,11:inf:inf
22
Oleh karena menurut lemma 1 bahwa untuk ( ) 2
1
**
*min
⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧ +
≥ii
i
DhsS
T nilai optimal
( )Tki* sama dengan 1, sehingga dapat diperoleh bahwa
( ) ( ) ( ){ } ( )ThpNkTkTTSTh
n
iiiiii
n
ii
≥∈Φ+Φ+≥ ∑∑≠== *
*
,11:inf
Untuk setiap ( ) 2
1
**
*min
⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧ +
≥ii
ii Dh
sST . Dengan mengabungkan dengan persamaan 14
diperoleh bahwa ( ) ( ) ( )ThpThpTh c == untuk ( ) 2
1
**
*min
⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧ +
≥ii
ii Dh
sST , dan terbuktilah
lemma 2.
2.6.4 Penyelesaian Permasalahan (P)
Menurut R.E Wildeman, J. B. G Frenk dan R. Dekker dalam jurnalnya yang
berjudul An Efficient Optimal Solution Method for the Joint Replenishment Problem
(1996, p438). Relaksasi Permasalahan (P) dengan merelaksasi konstrain Nki ∈ menjadi
1≥ik didapatkan relaksasi (R) dari masalah (P) dan dituliskan sebagai berikut
( ) ( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
>≥Φ+∑=
n
iiii TkTk
TSR
10,1:inf
Nilai objektif optimal (R) dinyatakan dengan ( )Rv dan T optimal dinyatakan
dengan ( )RT . Oleh karena ( )R merupakan relaksasi ( )P maka ( ) ( )RvPv ≥ . Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
23
Dengan konstrain Nki ∈ pada ( )P maka nilai k pada ( )P harus merupakan
bilangan integer, sehingga nilai k tersebut akan mengalami pembulatan yang
menyebabkannya tidak selalu optimal. Sedangkan pada ( )R konstrain tersebut
direlaksasi menjadi 1≥ik , sehingga memungkinkan nilai k bergerak ke titik optimal.
Oleh karena fungsi ( )ktk iΦ→ memiliki karakteristik yang sama dengan fungsi
( )ktt iΦ→ (seperti yang disebutkan diatas), maka nilai k optimal juga dapat dicari
dengan cara yang sama dengan t optimal sehingga didapatkan persamaan berikut :
⎪⎩
⎪⎨
⎧=
1
*
Tx
ki
(7.1)
Untuk memudahkan analisis (R) untuk mendapatkan solusi optimal T(R) pada
(R), terlebih dahulu (R) disederhanakan menjadi :
( ) ( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
+∑=
>Tg
TS n
i
RiT 10
inf
Dimana ( ) ( ) ( ){ }1:inf ≥Φ= iiiR
i ktktg .
Oleh karena turunan ( ) ( )⋅Rig non-negatif, kontinu dan menaik pada ( )∞,0 , maka
( ) ( )⋅Rig adalah konvex, menaik, dan dapat diturunkan secara kontinu pada ( )∞,0 . Dan
oleh karena konvex dan dapat diturunkan secara kontinu pada fungsi tSt → pada
( )∞,0 , maka fungsi objektif ( )⋅h dari (R), dimana ( ) ( ) ( )TgtSth
n
i
Ri∑
=
+=1
, adalah konvex
dan dapat diturunkan secara kontinu pada ( )∞,0 . Karena ( ) ∞=∞↑ thtlim dan
( ) ∞=↓ thi 0lim , maka dapat disimpulkan ada suatu solusi optimal unik ( ) ( )∞∈ ,0RT dan
nilai ini adalah soulusi unik dari persamaan ( ) ( ) 0:, == dttdhth .
jika *ixT ≤
jika *ixT >
24
Untuk menurunkan ( )RT secara analitik, dengan mengasumsikan
**2
* ... ni xxx ≤≤≤ , maka turunan ( )⋅'h dari fungsi ( )⋅h diberikan oleh
( )
⎪⎪⎪⎪⎪
⎩
⎪⎪⎪⎪⎪
⎨
⎧
+−
+−
−
=
∑∑
∑∑
=
=
−
=
n
i
n
ii
ii
l
i
l
li
ii
t
sSDh
t
sSDh
tS
th
12
1
12
1
2
2
2'
Dari persamaan di atas diperoleh bahwa ( ) ( ) 0'2**
1 <−= ixSxh dan maka
( ){ }0':1max: *1
* <≤≤= xhnii ada. Jika ni ≥* maka didapatkan nilai ( )RT yang
optimal untuk permasalahan (P).
Lemma 3,
Dengan asusmsi bahwa **2
*1 ... nxxx ≤≤≤ , jika ( ){ }0':1max: ** <≤≤= ixhnii , maka
solusi optimal ( )RT diberikan oleh
( )∑
∑
=
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
= *
*
1
12
i
iii
i
ii
Dh
sSRT (16)
Lemma 4 ( ) ( ) ( )RvPcvPv ≥≥
Bukti : Oleh karena untuk setiap vektor ( ) nn Nkkk ∈= ,...,1 mempunyai ( ) 1≤Δ k ,
pertidaksamaan yang pertama ( ) ( )( )PcvPv ≥ secara otomatis terbukti. Untuk
jika *ixt ≤
jika 11,*
1* −≤≤≤≤ + nlxtx ll
jika *
nxt ≥
(15)
25
membuktikan pertidaksamaan yang kedua, amati bahwa untuk setiap 0∈> , ada sebuah
vektor ( ) ( )( )∈∈∈ TkTkT n,...,, 1 yang memenuhi
( ) ( )( ) ( )( ) ∈−Φ+Δ
≥ ∑=
∈∈∈
∈n
iii TTk
TTkSPcv
1
( )( ) ( ) ( )( )( )
( )( ) ∈−⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ΔΔ
Φ+Δ
= ∑= ∈
∈∈∈
∈
∈n
i
ii Tk
TTkTkT
TkS1
Menggunakan ( )( ) ( ){ }( ) 1min −∈∈ ≥Δ TkTk ii , diperoleh bahwa ( ) ( )( ) 1≥∈Δ∈ TkTki ,
untuk setiap i, dan konsekuensinya
( ) ( )( )( )( ) ∈−
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
≥⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛Δ
Φ+Δ
≥ ∑= ∈
∈
∈
∈n
ii
iic k
TkTk
TTkSPv
1
1:inf
( ){ } ∈−⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
≥Φ+≥ ∑=
>
n
iiiiT
kTkTS
101:infinf
( ) ∈−= Rv
Oleh karena 0∈> , berarti pertidaksamaan kedua dapat dibuktikan.
Lemma 5,
Jika untuk nilai optimal ( )RT dari permasalahan ( )R diperoleh ( ) *nxRT ≥ , maka
( )( )1,...,1,RT adalah solusi optimal untuk (P) dan (Pc)
Bukti : Oleh karena ( ) *nxRT ≥ adalah solusi optimal dari permasalahan (R) dan
menurut (15) bahwa skalar niki ,...,1, = yang bersesuaian bernilai sama dengan 1
sehingga ( )( )1,...,1,RT adalah juga solusi feasible untuk permasalahan (Pc) dan (P). Oleh
karena telah diperoleh bahwa ( ) ( ) ( )PvPcvRv == , menunjukan bahwa ( )( )1,...,1,RT
adalah juga sebuah solusi optimal untuk (Pc) dan (P).
26
2.6.5 Solusi yang mungkin untuk Permasalahan (P) dan (Pc)
Seperti dinyatakan diatas, untuk ( ) nRT < , maka ( )RT tersebut bisa jadi tidak
optimal untuk permasalahan (P) dan (Pc). Oleh karena nilai ik optimal untuk T(R) tidak
selalu integer, oleh karenanya ik optimal pada (R) tidak dapat diterapkan pada
permasalahan (P) dan (Pc). Akan tetapi nilai ( )( ) niRTki ,...,1, = yang didapatkan dengan
persamaan (7) merupakan solusi yang feasible untuk (P) dan (Pc). Jika nilai fungsi
obyektif (P) yang dievaluasi menurut solusi feasible tersebut dinyatakan dengan ( )FPv ,
maka kita memperoleh
( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )∑=
≥≥≥+=n
ii RvPcvPvRTg
RTSFPv
1
)( (17)
Jika ( )FPv cukup dekat dengan ( )Rv maka kita sudah menemukan solusi feasible
yang cukup baik untuk (P) dan (Pc). Jika ternyata tidak cukup dekat, maka akan
diterapkan prosedur optimasi global pada (P).
2.6.6 Lipschitz Optimisation
Menurut R.E Wildeman, J. B. G Frenk dan R. Dekker dalam jurnalnya yang
berjudul An Efficient Optimal Solution Method for the Joint Replenishment Problem
(1996, p440) menyatakan Lipschitz optimisation adalah metode optimisasi global yang
akan digunakan untuk permasalahan (P) dan akan efektif jika (P) adalah fungsi obyektif
yang Lipschitz. Suatu fungsi univariat dikatakan Lipschitz pada interval [ ]21 , xx dengan
konstanta Lipschitz L, jika semua [ ]12 ,, xxyx ∈ memenuhi ( ) ( ) 1212 xxLxfxf −≤− .
27
Secara umum cara kerja metode ini adalah dengan melakukan iterasi pada variabel
T, dari T sama dengan T1 sampai dengan Tu dengan besar setiap penambahan sama
dengan Lε2 . Dengan proses iterasi tersebut, nilai fungsi obyektif yang didapatkan
tidak akan berbeda lebih dari ε terhadap nilai global minimum pada [ ]ba, .
Adapun konstanta Lipschitz diberikan oleh
∑=
+=n
iiLLoL
1 (18)
Untuk fungsi yang dapat diturunkan, konstanta Lipschitz pada sutau interval
diberikan oleh nilai turunan absolut maksimum pada interval tersebu. Oleh karena
turunan TS adalah 2TS− dan untuk interval [ ]ul TT , nilai maksimal 2TS−
diberikan pada lT , kita memperoleh
2lTSLo = (19)
Dengan prinsip yang sama diperoleh fungsi iL yang didapatkan dari nilai turunan
absolut maksimum fungsi ( ).ig yaitu
niDh
L iii ,...,1,
2== (20)
Dengan mengkombinasikan (19) dan (20) diperoleh
∑=
+=n
lii
l
DhTSL
12 2
1 (21)
2.6.7 Batas Atas dan Bawah
Menurut S.K Goyal pada jurnalnya yang berjudul Determination of Optimum
Packaging Frequency of Item Jointly Replenished (1974, p436-443) menyatakan bahwa
28
nilai optimal T(P) berada dalam interval ( )[ ]1,min * PTxii , dimana T(P1) adalah solusi
optimal dari permasalahan optimasi (P1) berikut :
( )1P ( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
Φ+∑=
>
n
iiT
TTS
10inf
Dapat diamati bahwa T(P1) adalah nilai optimal T ketika semua item dipesan
secara bersamaan. Sehingga dengan mudah diketahui bahwa T(P1) diberikan oleh
( )∑
∑
=
=
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛+
= n
iii
n
ii
Dh
sSPT
1
12
1
Akan tetapi M. J. G. Van Eijs dalam jurnalnya yang berjudul A Note On The Joint
Replenishment Problem Under Constant Demand (1993, p185 – 191), menyatakan
bahwa batas bawah *min ii x tidaklah tepat untuk T(P) yang optimal. Berikut ini akan
ditunjukan bahwa memecahkan (R) akan sekaligus mendapatkan batas bawah dan batas
atas untuk T(P). Batas atas yang diperoleh seringkali lebih baik dari T(P1).
Jika ( )FPv adalah nilai fungsi objektif (P) pada T(R), maka batas atas dan batas
bawah T(P) diberikan oleh nilai T dimana fungsi objektif (R) sama dengan ( )FPv . Hal
ini dipertegas oleh lemma berikut :
Lemma 6,
Jika lowT adalah nilai terkecil dan upT adalah nilai terbesar T dimana fungsi
objektif (R) dengan ( )FPv maka ( ) uplow TPTT ≤≤ .
29
Bukti : Karena fungsi objektif (R) konvex, dengan jelas didapatkan bahwa
( ) uplow TPTT ≤≤ . Konsekuensinya untuk nilai lowTT < fungsi objektif (R) lebih besar
dari ( )FPv . Karena (R) adalah relaksasi dari (P), fungsi objektif (P) juga lebih besar dari
( )FPv untuk nilai lowTT < , dengan begitu lowT adalah batas bawah T(P). Dengan cara
yang sama juga dibuktikan bahwa upTT < dengan begitu upT adalah batas atas T(P).
Perhatikan bahwa batas bawah lowT dapat ditemukan dengan membagi dua interval
( )( )RT,0 . Dengan tetap memperhatikan batas atas upT , dengan mudah dapat dicek
apakah upT lebih baik dari T(P1). Pengecekan dapat dilakukan dengan mengevaluasi
fungsi objektif (R) pada T(P1) apakah nilainya lebih kecil atau sama dengan ( )FPv . Jika
benar berarti T(P1) setidaknya sama baiknya dengan upT . Jika tidak berarti upT lebih
baik. upT dengan mudah ditemukan dengan pembagian dua pada interval ( ) ( )[ ]1, PTRT .
Biarkan lowl TT = dan ( ){ }1,min PTTT upu = , kemudian kita mempunyai
( ) [ ]ul TTPT ,∈ . Hal ini cukup menerapkan teknik optimisasi global pada interval [ ]ul TT ,
untuk mendapatkan nilai T(P).
Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa :
Batas bawah T diberikan oleh
( )( )RTTT lowl 21
== (22)
30
Batas atas T diberikan oleh
( ){ }1,min PTTT upu =
( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −+= 1,
21,1minmin PTRTPTRTPT (23)
2.7 Dasar Perancangan Perangkat Lunak
Menurut Pressman (2001, p6): perangkat lunak adalah
1. Perintah (program komputer) yang bila dieksekusi akan memberikan fungsi
dan unjuk kerja seperti yang diinginkan.
2. Struktur data yang memungkinkan program memanipulasi informasi secara
proposional
3. Dokumen yang menggambarkan operasi dan kegunaan program.
Salah satu cara perancangan perangkat lunak adalah dengan menggunakan model
air terjun (waterfall model) menurut Sommerville (1996,p9). Tahap-tahap utama dalam
model air terjun dapat digambarkan dalam aktivitas dasar pengembangan seperti berikut
ini.
1. Analisis dan penentuan kebutuhan
Tugas, kendala dan tujuan sistem ditentukan melalui konsultasi dengan
pengguna sistem, kemudian ditentukan cara yang dapat dipahami baik oleh
pengguna maupun staf pengembang.
31
2. Desain sistem dan perangkat lunak
Proses desain sistem terbagi dalam kebutuhan perangkat keras dan perangkat
lunak. Hal ini menentukan arsitektur perangkat lunak secara keseluruhan.
Desain perangkat lunak mewakili fungsi sistem perangkat lunak dalam suatu
bentuk yang dapat ditranformasikan ke dalam satu atau lebih program yang
dapat dieksekusi.
3. Implementasi dan pengujian unit
Dalam tahap ini, desain perangkat lunak direalisasikan dalam suatu
himpunan program atau unit-unit program pengujian, mencakup kegiatan
verifikasi terhadap setiap unit sehingga memenuhi syarat spesifikasinya.
4. Integrasi dan Pengujian Sistem
Unit program secara individual diintegrasikan dan diuji sebagai satu sistem
yang lengkap untuk memastikan bahwa kebutuhan perangkat lunak telah
terpenuhi. Setelah pengujian, sistem perangkat lunak disampaikan kepada
pengguna.
5. Pengoperasian dan pemeliharaan
Secara normal, walaupun tidak perlu, tahap ini merupakan fase siklus hidup
yang terpanjang. Sistem telah terpasang dan sedang dalam penggunaan.
Pemeliharaan mencakup perbaikan kesalahan yang tidak ditemukan dalam
tahap-tahap ini sebelumnya, meningkatkan implementasi unit-unit sistem dan
mempertinggi pelayanan sistem sebagai kebutuhan baru yang ditemukan.
32
Gambar 2.3. Perancangan Perangkat Lunak Model Air Terjun
Sumber: Sommer Ville (1996,p9)
2.8 Sistem Basis Data
Dalam pengertian umum database diartikan gabungan dari elemen – elemen
data yang berhubungan dan terorganisir. Database dibagi dalam berberapa
kategori umum yaitu :
1. Paper based, merupakan database paling sederhana yang disimpan
dalam bentuk kumpulan kertas dokumen yang terorganisasi
2. Legacy Mainframe, biasa dikenal dengan database VSAM (
Virtual Storage Access Method ). Legacy Mainframe
menggunakan kapasitas mainframe untuk melakukan proses
penyimpanan dan pengaksesan data
33
3. Dbase, mengandung ISAM ( Index Sequential Access Method )
yang merupakan metode pengaksesan data secara berurutan yang
memiliki index. Pada umumnya menggunakan file terpisah untuk
setiap tabelnya.
4. RDBMS ( Relational Database Management System ) merupakan
sistem database untuk jumlah user yang besar dengan integritas
data yang lebih baik. RDMS memiliki kemampuan untuk menjaga
integritas data. Struktur perintahnya disebut dengan SQL (
Structured Language Query ).
5. Object oriented Database, menggunakan sistem objek dalam
penyimpanan data. Data disimpan bukan dalam bentuk tabel
melainkan dalam bentuk objek – objek yang terpisah.
2.9 Diagram Alir ( Flowchart )
Diagram alir adalah sebuah skema yang merepresentasikan sebuah algoritma atau
sebuah proses (http://en.wikipedia.org/wiki/Flowchart).
Adapun simbol-simbol dari diagram alir yang digunakan dalam ilmu komputer
seperti pada gambar 2.4.
34
Gambar 2.4 Simbol-simbol Diagram Alir
(http://en.wikipedia.org/wiki/Flowchart)
2.10 State Transition Diagram (STD)
State Transition Diagram mengindikasikan bagaimana sistem berjalan. STD
merepresentasikan berbagai mode dari reaksi sistem dan darimana transisi dilakukan
dari satu state ke state lain (Pressman, 2001, p429-430).
State Transition Diagram merepresentasikan reaksi dari sebuah sistem dengan
menggambarkan states tersebut dan event yang menyebabkan sistem merubah state.
Simbol untuk mulai dan selesai Simbol untuk menentukan aliran data yang dilakukan Simbol untuk langkah proses Simbol untuk input ataupun output Simbol untuk merepresentasikan sebuah kondisi atau keputusan. Biasanya berisi pertanyaan ya/tidak atau test benar/salah
35
Komponen-komponen utama dalam STD adalah :
Gambar 2.5 Komponen State Transition Diagram (Booch, 1994, p199-201)
1. State dari sebuah objek merepresentasikan hasil dari tindakan yang
dilakukan. Setiap state membutuhkan sebuah nama dan harus unik. State
berkerjasama dengan sistem secara keseluruhan. Semua state yang
mempunyai nama yang sama akan dianggap menunjuk state yang sama
(Booch, 1994, p200).
2. State Transition adalah sebuah tindakan yang memungkinkan state dalam
sebuah sistem berubah. Setiap state transition menghubungkan dua buah
state. Sebuah state bisa memiliki sebuah state transition yang menunjuk
kepada dirinya sendiri, dan sudah biasa untuk memiliki berbagai state
transition dari sebuah state yang sama, walaupun setiap transisi haruslah
unik. Hal ini dilakukan agar tidak ada keadaan yang akan memicu lebih
dari satu state transition dari sebuah state yang sama (Booch, 1994,
p201).
State
State Transition
top related