bab 1 gbs

Post on 18-Feb-2016

7 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

lp

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Guillan Barre Syndrome atau Sindrom Guillan Barre (GBS atau SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Pada pasien yang mengalami miastenia gravis akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: kegagalan jantung, kegagalan pernapasan, infeksi dan sepsis, trombosis vena, serta emboli paru, oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

1. DEFINISI

Guillan Barre Syndrome atau Sindrom Guillan Barre (GBS atau SGB) adalah proses peradangan akut dengan karakteristik kelemahan motorik dan paralisis yang disebabkan karena demylin pada sarat perifer. Sindrom penyakit ini berupa paralisis flaccid asenden simetris yang berkembang secara cepat, biasanya mengikuti infeksi virus. Pada kondisi ini peran perawat adalah memberikan perawatan proses rehabilitasim mencegah komplikasi, memenuhi kebutuhan ADL dan support emosional.

2. ETIOLOGI

Paling banyak pasien-pasien dengan sindroma ini ditimbulkan oleh adanya infeksi, 1 sampai 4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologik. Pada beberapa keadaan. Dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedaha. Ini juga dapat terjadi dapat diakibatkan oleh infeksi virus primer, reaksi imun, cedera medula spinalis dan beberapa proses lain atau sebuah kombinasi proses.

Penyakit ini timbul dari pembengkakan syaraf peripheral, sehingga mengakibatkan tidak adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan yang dapat diterima oleh otot yang terserang

Karena banyak syaraf yang terserang termasuk syaraf immune sistem maka sistem kekebalan tubuh kita pun akan kacau. Dengan tidak diperintahakan dia akan menngeluarkan cairan sistem kekebalan tubuh ditempat-tempat yang tidak diinginkan.

3. PATOFISIOLOGIPada umumnya penyakit ini didahului oleh infeksi influenza saluran pernapasan.

Pada saat inilah kita merasa nafas tersumbat seperti orang Flu. Setelah nafas tersumbat di dalam tubuh terjadi reaksi autoimun, yakni sistem kekebalan tubuh sendiri yang menyerang bagian dari ujung ujung saraf. Pada saat inilah terjadi kesemutan. Karena kesemutan atau Parestesia itu timbul bila terjadi gangguan Pada serabut saraf.

Pada penderita GBS yang akut, kesemutan tidak hanya pada tangan tetapi bisa menjalar ke kaki hingga ke perut. Itulah sebabnya penyakit GBS ini bisa menyebabkan kelumpuhan, bahkan bisa juga menyebabkan kematian apabila Perusakan saraf pernafasan sudah mencapai akar saraf di leher sehingga pasien kesulitasn bernafas dan menyebabkan kematian mendadak.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi olehrespon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya yang paling sering infeksi virus.

4. FASE DALAM GBS

Fase Sindroma Guillain Barre.

1) Fase ProgresifFase ini dimulai dari terjangkit penyakit. Selama fase ini kelumpuhan bertambah berat sampai mencapai maksimal, belangsung beberapa hari sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu.

2) Fase PlateauFase ini telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini biasanya hanya 2 hari samapi 3 minggu.

3) FaseRekonvalesen(perbaikan)Fase ini ditandai dengan terjadi perbaikan kelumpuhan ekstremitas yang berlangsung selama beberapa bulan. Seluruh perjalan penyakit Sindroma Guillain Barre ini biasanya berlangsung dalam kurun 6 bulan.

5. MANIFESTASI KLINIS

1) Kelumpuhan Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot eksremitas tipe lower motor newron. Pada sebagian besar kellumphan di mulai dari kedua eksremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan anggota gerak atas dan saraf kranialis kadang-kadang juga bisa ke empat anggota di kenai secara anggota kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.

2) Gangguan sensibilitas Parastesia biasanya lebih jelas pada bagian distal eksremitas, muka juga bisa di kenai dengan distribusi sirkumolar. Defesit sensori objektif biasanya minimal. Rasa nyeri otot sering di temui seperti rasa nyeri setelah suatu aktivitas fisik

3) Saraf kranialis Yang paling sering di kenal adalah N.VI. kelumpuhan otot sering di mulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral sehingga bisa di temukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa di kenai kecuali N.I dan N.VIII. diplopia bisa terjadi akibat terkena N.IV atau N.III. bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan gangguan sukar menelan disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkab pernapasan karena paralis dan laringeus

4) Gangguan fungsi otonom Gangguan fungsi otonom di jumpai pada 25% penderita GBS. Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah ( facial flushing ), hipertensi atau hipotensi yang berfluktusi, hilangnya keringat atau episodik profuse diphoresis. Retensi atau inkontenensia urin jarang di jumpai. Gangguan otonom ini jarang menetap lebih dari satu atau dua minnggu.

5) Kegagalan pernapasan Kegagalan pernapasan merupakan koomplikasi utam yang dapat berakibat fatal bila tidak di tangani dengan baik. Kegagalan pernapasan ini di sebabkan paralisis pernapasan dan kelumpuhan otot-otot pernapasan, yang di jumpai pada 10-33% penderita

6) Papiledema Kadang-kadang di jumpai papiledem, penyebabnya belum di ketahui dengan pasti di duga karena penindian kadar protein dalam otot yang menyebabkan penyumbatan arachcoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Pungsi   lumbal berurutan : Memperlihatkan fenomena klasik dari tekanan normal dan jumlah sel darah putih yang normal, dengan peningkatan protein nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya peningkatan protein tersebut tidak akan tampak pada 4-5 hari pertama, mungkin diperlukan pemeriksaan seri pungsi lumbal (perlu diulang untuk dalam beberapa hari).

2) Elektromiografi : Hasilnya tergantung pada tahat dan perkembangan sinrdom yang timbul. Kecepatan konduksi saraf diperlambat pelan. Fibrilasi (getaran yang berulang dari unit motorik yang sama) umumnya terjadi pada fase akhir.

3) Darah lengkap : Terlihat adanya leukositosis pada fase awal.

4) Fotorontgen : Dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda dari gangguan pernapasan, seperti atelektasis, pneumonia.

5) Pemeriksaan fungis paru : Dapat menunjukan adanya penurunan kapasitas vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.

7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan yang dilakukan pada pasien dengan kasus guillan barre syndrom, yaitu:1) Perawatan pernapasan seperti antispasi kegagalan pernapasan, persiapan ventilator

dan pemeriksaan AGD2) Monitoring hemodinamik dan kardiovaskuler3) Management bowel dan bladder4) Support nutrisi5) Perawatan immobilisasi6) Plasmapheresis seperti penggantian plasma untuk meningkatkan kemampuan motorik7) Pengobatan dengan pemberian kortikosteroid, immunosuppressive dan antikoagulan8) Pembedahan tracheostomy dan indikasi kegagalan pernapasan

8. TERAPI

Sampai saat ini belum ada pengotan spesifik untuk GBS, pengobatan terutama secara simtomatis, tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang baik dan memperbaiki prognosisnya.

a. Perawatan umum dan fisioterapi

Perawatan yang baik sangat penting dan terutama di tujukan pada perawatan sulit, kandung kemih. Saluran pencernaan, mulut,faring dan trakea.infeksi paru dan saluaran kencing harus segera di obati.

Respirasi di awasi secara ketat, terhadap perubahan kapasitas dan gas darah yang menunjukan permulaan kegagalan pernapasan. Setiap ada tanda kegagalan pernapasan maka penderita harus segera di bantu dengan pernapasan buatan. Jika pernapasan buatan di perlukan untuk waktu yang lama maka trakeotomi harus di kerjakan fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki lumpuh mencegah deep voin trombosis spientmungkin di perlukan untuk mempertahankan posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi di cegah dengan gerakan pasif. Segera setelah penyembuhan mulai fase rekonfaselen maka fisioterapi aktif di mulai untuk melati dan meningkatkan kekuatan otot.

b. pertukaran plasma

Pertukaran plasma ( plasma excange) bermanfaat bila di kerjakan dalam waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang di keluarkan per excange adalah 40-50 ml/kg. dalam waktu 7-14 hari x excahange

c. kortikostiroid

Walaupun telah melewati 4 dekade pemakaian kortikostiroid pada GBS masih di ragukan manfaatnya. Namun demikian bahwa pemakaian kortikostiroid pada vase dini penyakit mungkin bermanfaat

9. KOMPLIKASI

Kemungkinan komplikasi yang muncul pada pasien dengan guillan barre syndrom, yaitu:1.  Kegagalan jantung2.  Kegagalan pernapasan3.  Infeksi dan sepsis4.  Trombosis vena5.  Emboli paru6.  Syndrome of Inappropriate Secretion of Antidiuretik Hormon (SIADH).

BAB 3KONSEP KEPERAWATAN

1. DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN

1) Aktifitas dan istirahatGejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris, yang biasanya dimulaipada ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya berkembang dengan cepat kearah atas.Hilangnya kontrol motorik halus tanganTanda : kelemahan otot, paralisis flaksit (simetris), Cara berjalan tidak mantap

2) SirkulasiTanda : perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)Distrimia, takikardia/bradikardiaWajah kemerahan, diaforesis

3) Integritras agoGejala : perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang dihadapiTanda : tampak takut dan bingung

4) EliminasiGejala : adanya perubahan pola eliminasiTanda : kelemahan pada otot-otot abdomenHilangnya sensasi anal (anus) atau berkemih dan refleks sfingter

5) Makanan/cairanGejala : kesilitan dalam mengunyah dan menelanTanda : gangguan pada refleks menelan

6) NeurosensoriGejala : kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan selanjutnya terius naik (distribusi stoking atau sarung tangan)Perubahan rasa terhadap posisi tubuh, fibrasi, sensasi nyeri, sensasi suhu.Tanda : hilangnya atau menurunnya refleks tendon dalam, Hilangnya tonus otot, adanya masalah dengan keseimbangan, Adanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi ptosis kelopak mata (keterlibatan saraf kranial),kehilangan kemampuan untuk berbicara

7) Nyeri/kenyamananGejala : nyeri tekan otot, seperti terbakar, sakit, nyeri (terutama pada bahu, pelvis, pinggang, punggung dan bokong). Hipersensitif terhadap sentuhan.

8) PernapasanGejala : kesulitan dalam bernapas, napas pendek.

Tanda : pernapasan perut, menggunakan otot bantu napas, apnea. Penurunan atau hilangnya bunyi napas, Menurunnya kapasitas vital paru, Pucat/sianosis, Gangguan refleks menelan/batuk

9) KeamananGejala : infeksi virus nonspesifik (seperti infeksi saluran pernapasan atas) kira-kira dua minggu sebelum munculnya tanda seranganAdanya riwayat terkena herpezoster, sitomegalo virusTanda : suhu tubuh yang berfluktuasi (sangat tergantung pada suhu lingkungan)Penurunan kekuatan/tonus otot paralisis atau parestesia

10) Interaksi sosialTanda : kehilangan kemampuan untk berbicara atau komunikasi

11) Penyuluhan pembelajaranGejala : penyakit sebelumnya (infeksi saluran napas atas, gastroentritis) vaksinasi ( campak. Polio); keadaan kronis ( lupus erotematosus ), penyakit hodgkin/proses keganasan. Pembedahan/anestesia umum, trauma

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan atau paralisis otot pernapasan

2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi dan transmisi

3) perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan disfungsi sistem saraf autonomik yang menyebabkan penumpukan vaskuler dengan penurunan aliran balik vena

4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler

5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler yang mempenagaruhi reflek menelan dan fungsi GI

6) Nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler (parestesia, disestesia)

7) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat, keterbatasan kognitif

3. INTERVENSI KEPERAWATAN DX 1 :Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan atau paralisis otot pernapasan

Tujuan/kriteria hasil :

Mendemonstrasikan ventilasi adekuat dengan tidak ada tanda distress pernapasan, dan pola napas efektif

Intervensi

Mandiria. Pantau frekuensi, kedalaman daln kesimetrisan pernapasan. Catat peningkatan

kerja napas dan observasi warna kulit dan membran mukosa.R/ : peningkatan distres pernapasan menandakan adanya kelelahan pada otot pernapasan dan/atau paralisis yang mungkin memerlukan sokongan dari ventilasi mekanik

b. Kaji adanya perubahan sensasi terutama adanya penurunan responR/ : penurunan sensasi sering kali (walau tidak selalu ) mengarah pada kelemahan motorik

c. Catat adanya kelelahan pernapasan selama berbicara kalau pasien masih dapat berbicara.R/ : merupakan inikator yang baik terhadap gangguan fungsi pernapasan /menurunnya kapasitas paru

d. Auskultasi bunyi napas, cata tidak adanya bunyi atau suara tambahan seperti ronchiR/ : peningkatan resistensi jalan napas dan atau akumulasi sekret akan megganggu proses difusi gas dan akan mengarah pada komplikasi pernapasan (seperti pneumonia)

e. Tinggikan kepala tempat tidur atau letakan pasien pada posisi duduk bersandarR/ : meningkatkan ekspansi paru dan usaha batuk, menurunkan kerja pernapasan dan membatasi terjadinya resiko aspirasi sekret

Kolaborasif. Lakukan pemantaan terhadap analisa gas darah, oksimetri nadi secara teratur

R/ : menentukan keefektifan dari ventilasi sekarang dan kebutuhan untuk/keefektifan dari intervensi

g. Lakukan tinjau ulang terhadap foto rontgenR/ : adanya perubahan merupakan indikasi dari kongesti paru dan atau atelektasis

h. Berikan obat ata bantu dengan tindakan pembersihan pernapasan, seperti latihan pernapasan, perkusi dada, fibrasi, dan drainase posturalR/ : memperbaiki ventilasi dan menurunkan atelektasis dengan memobilisai sekret dan meningkatkan ekspansi alveoili paru.

DX 2 : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi dan transmisi

Tujuan/kriteria hasil :

Mengungkapkan kesadaran tentang defisit sensori, mempertahankan mental atau orentasi umumdan mengidentifikasi intervensi meminimalkan kerusakan/ komlikasi sensori.

Intervensi

Mandiria. Pantau status neurologis secara periodik seperti kemampuan berespon terhadap

perintah yang sederhana dan berspon terhadap stimulasi nyeriR/ : perkembangan dan munculnya kembali tanda dan gejala mungkin sangat bervariasi. Perkembangan tersebut seringcukup cepat dan mungkin memuncak dalam beberapa hari/minggu.proses penyembuhan di mulai 2-4 minggu setelah proses perkembangan penyakit dan berakhir dan kebanyakan secara perlahan.

b. berikan lingkungan yang aman( penghalang tempat tidur proteksi terhadap trauma termal)R/ : kehilangan sensasi dan kontrol motorik menjadikan pasien perhatian utama dari pemberi asuhan yang harus mempertahankan lingkungan terapeutik dan mencegah trauma.

c. berikan kesempatan untuk istrahat pada daerah yang tidak mengalami gangguan dan berikan aktivitas lain yang sesuai pada batas kemampuan pasien.R/ : menurunkan stimulus berlebihan dan dapat meningkatkan kecemasan besar dan meminimalkan kemampuan koping

d. orientasikan kembali pasien pada lingkungan sesuai kebutuhanR/ : membantu menurunkan kecemasan dan terutama sangat bermanfaat jika terjadi gangguan penglihatan.

e. berikan stimulasi sensori yang sesuai, meliputi suara musik yang lembut, televisi( berita atau pertunjukan )R/ : pasien (biasanya sadar ) merasa terisolasi total karena terjadi paralisis dan selama fase penyembuhan

f. sarankan orang terdekat untuk berbicara dan memberikan sentuhan pada pasien dan untuk memelihara keterikatandengan apa yang terjadi pada keluarga

R/ : membantu orang terdekat, merasakan mask di dalam hidup pasien ( menurunkan perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan) dan menurunkan kecemasan pasien mengenai keluarga selama perpisahan tersebut

kolaborasig. rujuk keberbagai sumber untuk membantu terapi wicara

R/ : meningkatkan proses penyembuhan/meminimalkan gejala sisa penurunan neurologis

h. bantu melakukan plasmaferesis sesuai kebutuhanR/ : penanganan ini membuang imunoglobulin, komplemen, vibrinogen dan protein fase akut yang menimbulkan serangan penyakit dan depresi pernapasan pada pasien

i. berikan obat sesuai kebutuhan, seperti : gammma globin dosis tinggi melalui intra vena.R/ : hal ini dapat meningkatkan respon antibodi dalam keadaan penyakit yang berat

DX 3 : Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan disfungsi sistem saraf autonomik yang menyebabkan penumpukan vaskuler dengan penurunan aliran balik vena

Tujuan/kriteria hasil :

mempertahankan perfusi dengan tanda vital stabil, distritmia jantung terkontrol atau tidak ada.

Intervensi

Mandiria. ukur tekanan darah, catat adanya fluktuasi.

R/ : perubahan pada tekanan darah ( hipertensi berat/hipotensi) teerjadi sebagai akibat kehilangan alur dasri saraf simpati untuk mempertahankan tonus vaskuler perifer.

b. pantau frekuensi jantung dan iramanyaR/ : sinus takikardi/bradikardi dapat berkembang sebagai akibat dari gangguan saraf otonom simpatis autonom atau tidak ada hambatasn terhadap refleks yang menyebabkab henti jantung.

c. pantau suhu tubuh.R/; perubahan pola tonus vasomotor menimbulkan kesulitan pada regulasi suhu ( seperti ketidakmampuan berkeringat).

d. ubah posisi pasien secara teraturR/ perubahan sirkulasi/pengumpulan vaskuler yang meningkatkan resiko iskemia

Kolaborasie. berikan pengobatan :

- cairan IV dengan hati-hati sesuai indikasiR/ mungkin di perlukan untuk mengoreksi/mencegah hipovolemia/hipertensi,tetapi harus di gunakan secara berhati-hati karena pasien dengan gangguan tonus vaskuler mungkin sensitif pada adanya peningkatan kecil dalam volume sirkulasi.

f. - beri obat seperti antihipertensi dengan kerja pendekR/: kadang-kadang di gunakan untuk menghilangkan hipertensi yang menetap atau gangguan mediasi outo

g. - heparingR/: di gunakan untuk menurunkan resiko tromboflebilitis.

DX 4 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler

Tujuan/kriteria hasil :

Mempertahankan fungsi tubuh dengan tidak ada komplikasi ( kontraktur, dekubitus)

Intervensi

Mandiria. kaji kekuatan motorik/kemampuan secara fungsional dengan menggunakan

skala 0-5R/ : menentukan perkembangan/ munculnya kembali tanda yang menghambat tercapainya tujuan/harapan pasien

b. berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyamanR/ : menurunkan kelelahan, meningkatkan relaksasi, menurunkan resiko terjadinya iskemia/ kerusakan pada kulit.

c. sokong eksremitas dan persendian dengan bantalR/ : mempertahankan eksremitas dalam posisi fisilogis, mencegah kontraktur dan kehilangan fungsi sendi

d. lakukan latihan rentang gerak pasifR/ : menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan mobilisasi sendi.

Kolaborasie. konfirmasikan dengan/ rujuk ke bagian terapi fisik/ terapi okupasi

DX 5 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler yang mempenagaruhi reflek menelan dan fungsi GI

Tujuan/kriteria hasil :

Mendomensterasikan berat badan stabil, normalisasi nilai- nilai laboratorium dan tidak tanda malnutrisi

Intervensi

Mandiria. kaji kemampuan untuk mengunyah, menelan, batuk pada keadaan teratur

R/ : kelemahan otot dan refleks yang hiperaktif/ hipoaktif dapat mengindikasikan kebutuhan akan metode makan alternatif, seperti melalui selang NG dan sebagainya

b. auskultasi bising usus, e4valuasi adanya distensi abdomenR/ : perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagai akibat dari paralisis/imobilisasi

c. catat masukan kalori setiap hariR/ : mengidentifikasi kekurangan makanan dan keutuhannya

d. catat makanan yang di sukai/ tidak disukai oleh pasien dan termasuk dalam pilihan diet yang di kehendakinya. Berikan makanan setengah padat/cairR/ :meningkatkan rasa kontrol dan mungkin juga dapat meningkatkan usaha untuk makan. Makanan lunak/ setengah padat mkmenurunkan resiko terjadinya aspirasi

e. anjurkan untuk makan sendiri jika memunkinkanR/ : derajat hilangnya kontrol motorik mempengaruhi kemampuan untuk makan sendiri

f. timbang berat badan setiap hariR/ : mengkaji keefektifan aturan diet

Kolaborasig. berikan diet tinggi kalori atau protein nabati

R/ : makanan suplementasi dapat meningkatkan pemasukan nutrisi.

h. pasang /pertahankan selang NG.

R/ dapat di berikan jika pasien tidak mampu untuk menelan( jika refleks menelan mengalami gangguan untuk pemasukan makanan, kalori , elektrolit dan mineral.

DX 6 : ansietas berhubungan dengan krisis situasional

Tujuan/kriteria hasil :

Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat di atasi

Intervensi

Mandiria. tempatkan pasien dekat ruang perawat, periksa pasien secara teratur.

R/ : memberikan keyakianan bahwa bantuan segera dapat di lakukan jika pasien secara tiba-tiba menjadi tidak memiliki kemampuan.

b. berikan perawatan primer/ hubunagan perwat yang konsistenR/ : meningkatkan saling percaya pasien dan membantu untuk menurunkan kecemasan

c. berikan bentuk komunikasi alternatef jika di perlukanR/ : menurunkan perasaan tidak berdaya dan perasaan terisolasi

d. Diskusikan adanya perubahan citra diri, ketakutan akan kehilangan kemampuan yang menetap, kehilanagn fungsi, kematian, masalah mengenai kebutuhan penyebuhan /perbaikan

Kolaborasie. berikan penjelasan singkat mengenai perawatan, rencana perawatan dengan

pasien termasuk orang terdekatR./ : pemahaman yang baik dapat meningkatkan kerjasama pasien dalam kebutuhan akan melakkan aktivitas dan perlibatan pasien dan juga orang terdekat dalam perencenaan asuhan akan dapat mempertahankan beberapa perasaan kontrol terhadap didri atas kehidupannya yang selanjutnya akan meningkatkan harga diri.

DX 7 : nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler (parestesia, disestesia)

Tujuan/kriteria hasil :

Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol

Intervensi

Mandiria. evaluasi derajat nyeri/rasa tidak nyaman denagan menggunakan skala 0-10

R/ : meenganjurkan pasien untuk “ melakolisasi/ mengetahui kuantitas” nyeri yang menunjukan adanya perubahan

b. anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan mengenai nyeri yang di rasakanR/ : menurunkan perasaan terisolasi, marah dan cemas yang dapat meningkatkan nyeri tersebut

c. lakukan perubahan posisi secara teraturR/ : membantu menghilangkan kelelahan dan ketegangan otot

d. berikan latihan rentang gerak secara pasifR/ : menurunkan kekuan pada sendi

e. anjurkan untuk menggunakan tehnik relaksasi, seperti visualisasi( menonton), latiahan relaksasi yang berkembang dan bimbingan imajinasiR/ : memfokskan kemali secara langsung dari perhatian/ persepsi dan meningkatkan koping yang dapat membantu menghilangkan rasa nyeri.

Kolaborasif. berikan obat analgetik sesuai kebutuhan. Hindari penggunaan narkotik

R/ : untuk menghilangkan rasa nyeri ketika metode lain yang telah di coba tidak memberikan hasil yang memuaskan. Narkotik( kecuali kodein yang memiliki efek yang lebih keci) harus di hindari jika masih mungkin karena obat-obat tersebut dapat menekan pernapasan dan mempunyai efek samping terhadap saluran pencernaan

DX 8 : kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat, keterbatasan kognitif

Tujuan/kriteria hasil :

Pasien tidak bertanya-tanya tentang penyakitnya

Intervensi

Mandiria. tentukan pengetahuan pasien dan kemampuan untuk berperan serta dalam

proses rehabilitasiR/ : mempengaruhi pilihan terhadp intervensi yang akan di lakukan

b. tinjau kemmali pengetahuan pasien tentang penyakit dan prognosisnyaR/ : pengetahuan dasar merupakan suatu hal yang penting untuk membuat pilihan informasi dan berpatisipasi dalam upya rehabilitasi

c. anjurka untuk mengungkapkan apa yang di alami, bersosialisasi dan meningkatkan kemandiriannyaR/ : meningkatkan kembali pada perasaan normal dan perkembangan hidupnya pada situasi yang ada

d. identifikasi tindakan yang aman untuk menemukan defeswit sensori-motorik secara individualR/ : menurunkan resiko terjadinya trauma/ menurukan resiko komplikasi yang sebenarnya masih dapat di cegah

top related