atresia ani

Post on 02-Aug-2015

97 Views

Category:

Documents

4 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

ATRESIA ANI ATRESIA ANI atau atau ANUS ANUS

IMPERFORATAIMPERFORATA

Daniel Arwan Iljas, Eko Setijanto

BAGIAN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIFF.K. UNS/RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTASEPTEMBER 2012

DefinisiDefinisi

kelainan kongenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.

EtiologiEtiologiBelum pastiKelainan bawaan anus disebabkan

oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik

Gen carrier orangtua sebanyak 25% diturunkan

30% anak penderita penyakit ini menderita sindrom genetik

Faktor PredisposisiFaktor Predisposisi

1. Sindroma vactrel (abnormalitas vertebra, jantung, trakhea, esofagus, ginjal dan kel. limfe)

2. Kelainan sistem pencernaan3. Kelainan sistem kemih4. Kelainan tulang belakang

KlasifikasiKlasifikasi

Fungsional:1.Tanpa anus tetapi dengan fistula

(mis: fistula rektovagina)2.Tanpa anus dan tanpa fistulaAnatomis:1.Anomali letak rendah2.Anomali letak intermediate3.Anomali letak tinggi

Patofisiologi Patofisiologi Anus dan rektum berkembang dari

embriogenik bagian belakang.Ujung ekor bagian belakang

berkembang menjadi kloaka yang terbagi menjadi bakal traktus genitourinarius dan anorektal

Antara 7-10 minggu tidak ada kelengkapan migrasi struktur kolon (-)

Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina

Manifestasi Klinis Manifestasi Klinis Kegagalan lewatnya mekonium setelah lahirTidak ada atau sempitnya kanalis rektalisAdanya membran anal dan fistula eksternal

pada perineumTidak dapat BAB dalam 24 jam pertamaGangguan intestinalPembesaran abdomenPenonjolan pembuluh darah di kulit abdomenMuntah-muntah pada usia 24-48 jam pertamaCairan muntahan hijau karena cairan empeduHitam kehijauan karena cairan mekonium

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologis2. Ultrasound terhadap abdomen3. CT-scan4. Pyelografi intravena5. Pemeriksaan fisik rektum6. Roentgenogram pelvis dan

abdomen

Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan Medis

1. Diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital

2. Kolostomi sementara

IDENTITASIDENTITAS

Nama:

Bayi Ny. P

Umur :

6 hari

Dx:

Atresia Ani

Pro:

Transversa Colostomi

Anamnesa :

Pasien tidak bisa BAB sejak lahir. Pasien muntah setiap kali diberi ASI. Setelah 5 hari dirawat di rumah, perut pasien makin kembung dan membesar. Kemudian pasien dibawa ke bidan. Oleh bidan dirujuk ke RSDM.

Bayi lahir spontan, dengan BBL 2800 gr, menangis kuat

ANAMNESAANAMNESA

RPDRiw. sesak (-)Riw. Alergi (-) Batuk (-)Pilek (-)Demam (-)Biru (-)

Makan terakhir : 13.00Minum terakhir : 13.00

PEMERIKSAAN FISIKPEMERIKSAAN FISIK Ku : Sakit berat, tampak

merintih N : 164 x/mnt,lemah RR : 65 x/mnt, retraksi + S : 36,3oC BB : 1900 gr

Mata: Konj Anemis (-/-) Sklera Icteric (-/-)pupil isokor 3mm/3mm

Hidung: sekret (-) Mulut: Terpasang OGT no 5

pediatrik

Leher: gerak leher bebas Paru : SDB +/+ lemah ST -/- Cor : BJ I-II intensitas N

reguler,bising(–)Abdomen: Distensi (+) BU

menurun Eks: akral dingin -

Edema Superior -/-

Inferior -/-

Lab Lab tgl tgl 17 Agustus17 Agustus 2012 2012 Pre-Operasi Pre-Operasi

• Hb 12,4 Na 133 • Ht 37 K

4,2 • AL 11,7 Cl 103 • AT 38 PT

29,7 • AE 3,38 APTT 37,9• Gol Drh B Alb 2,5• HBsAg (-) • Ur 142 • Cr 1,3

STATUS HIDRASISTATUS HIDRASI

Mukosa basah, mata tidak cekung, turgor kulit normal T : - N : 160x/mnt RR : 65 x/mnt S : 36,7oC

DIAGNOSA ANESTESIOLOGIDIAGNOSA ANESTESIOLOGI

Bayi, 6 hari dengan diagnosa Atresia Ani pro Transversa colostomi

plan GA intubasi oral dengan status fisik ASA IV–E

Potensial ProblemPotensial Problem

Shock Kematian

Pre Operasi

KU : Lemah, tampak sakit berat, merintih +

N : 160 x/menit, RR : 65 x/mnt, retraksi + S : 36,7oC BB : 1900 gr

Balance Cairan Durante Balance Cairan Durante OperasiOperasi

EBV= 90 cc/kg x 1,9 kg = 171 cc ABL = 20% x 171 cc = 34,2 cc Puasa = (tercukupi) Maintenance = 4x1,9 = 7,6 cc Stres Operasi = 6x1,9= 11,4 cc/jam Kebutuhan jam I : 19 cc Kebutuhan jam II : 19 cc Kebutuhan jam III : 19 cc

KRONOLOGIKRONOLOGI

17.30 Pasien datang ke IGD RSDM, dan dialihkan ke bagian bedah oleh dokter jaga IGD

22.00 Pasien dikonsulkan ke bagian anestesi, ditindak lanjuti dengan dilakukan pemeriksaan terhadap bayi tersebut

22.30 Tim jaga anestesi mengkonsulkan pasien tersebut ke staf jaga anestesi (dr Fitri, SpAn) advis: konsul ke bagian pediatri dan pendampingan oleh residen jaga senior dari ICU (dr Sigit)

KRONOLOGIKRONOLOGI

23.00 pre operasi ulang23.15 Bagian pediatri memberi jawaban

konsul: setuju dilakukan operasi dengan resiko tinggi dikarenakan sifat kegawatdaruratan dari kasus tersebut. Saran: sedia TC 1 kolf untuk persiapan durante operasi

23.45 Lapor ke dr Fitri SpAn tentang jawaban dari bagian pediatri. Jawaban dr Fitri SpAn: setuju penatalaksanaan anestesi dengan GA dengan status fisik ASA IV-E resiko tinggi dan pembiusan didampingi oleh residen senior jaga ICU

KRONOLOGIKRONOLOGI02.55 Pasien masuk ke area OK IGD03.04 Pasien dipersiapkan utk operasi (HR: 180

kpm, SpO2: 77%), abdomen distended.Pasien sudah terpasang OGT. Kemudian pasien diberikan bantuan O2 dengan sungkup dan diberikan assist dengan tekanan positif minimal

03.10 HR: 170 kpm, SpO2: 100%, diputuskan utk dimulai pembiusan dengan didampingi dr SK. Pasien diberikan premed SA 0,125 mg + midazolam 0.15 mg

03.13 Dilakukan intubasi dengan teknik sleep without apnoe. Intubasi gagal karena pasien masih belum rileks (HR:174 kpm, SpO2: 86%). Langsung diputuskan untuk dilakukan RSI

KRONOLOGIKRONOLOGI03.15 pasien diberikan ketamin 1,5 mg dan

rocuronium 1,5 mg. Kemudian pasien disungkup dengan O2 6 lpm dan diberikan assist minimal.

03.17 HR: 168 kpm, SpO2: 100%. Dilakukan reintubasi dengan menggunakan ET 2,5.

KRONOLOGIKRONOLOGI03.18 intubasi berhasil dengan HR: 170 kpm,

SpO2: 45%. Dilakukan pemeriksaan auskultasi di kedua lapang paru, terdengar suara bronkial minimal dengan

suara di lapang paru sebelah kanan lebih besar. ET diposisikan agar suara bronkial di kedua lapang paru sama besar namun karena SpO2 hanya naik menjadi

50% dan malah menurun dipikirkan mungkin ETT terlepas dari posisi trakea (HR: 90 kpm, SpO2 sampai 20%). Pasien diberikan pemberian SA 0,125 mg dan RJPO. Pasien lalu dilakukan penyungkupan

dengan O2 6 lpm + assist minimal (HR 155 kpm SpO2 55%)

KRONOLOGIKRONOLOGI03.29 HR: 140 kpm, SpO2: 56%. Kemudian

diputuskan dilakukan intubasi ulang oleh dr SK dengan menggunakan ET ukuran 2,5.

03.30 intubasi berhasil setelah sebelumnya OGT dicabut karena menghalangi lapang pandang, dengan HR: 90 kpm, SpO2: 25%. Diberikan SA 0,125 mg. Kemudian dilakukan pemeriksaan auskultasi di kedua lapang paru. Didapatkan suara bronkial sangat lemah di

kedua lapang paru, dengan suara di paru kanan lebih dominan. Dilakukan perbaikan posisi ET (HR: 110 kpm, SpO2: 17%).

KRONOLOGIKRONOLOGI03.35 Tanda-tanda vital semakin melemah

(HR: 60 kpm, SpO2: 8%). Diberikan SA 0,125 mg dan dilakukan RJPO + adrenalin 0,06 mg intravena dan diputuskan

untuk reintubasi dengan menggunakan ET 2,5

03.40 Dari tim bedah operasi disarankan untuk ditunda, tetapi ditolak oleh tim anestesi dengan pertimbangan pasien beresiko meninggal lebih besar karena sudah masuk proses pembiusan dan tetap

harus dipasang ETT.

KRONOLOGIKRONOLOGI03.45 Intubasi berhasil dengan HR: 30 kpm, SpO2:

0%. Suara bronkhial (+) sangat lemah di kedua lapang paru dan abdomen sangat distended. RJPO masih tetap diteruskan

03.46 HR: 0 kpm, SpO2: 0%. Dilakukan RJPO dan kondisi pasien dilaporkan ke dr Fitri SpAn, saran: informed consent ulang keluarga.

03.49 HR: 0 kpm, SpO2: 0%. Masih dilakukan RJPO dengan adrenalin 0,06 mg. Respon buruk.

03.54 HR: 0 kpm, SpO2: 0%. Masih dilakukan RJPO dengan adrenalin 0,06 mg. Respon buruk.

04.10 Setelah dilakukan informed consent ke keluarga, pasien dinyatakan meninggal dunia.

Pembahasan Pembahasan Pasien dikonsultasikan dari bagian

bedah untuk dilakukan operasi segeraDari anamnesis: lahir spontan,

menangis kuat, tdp penurunan BB bermakna sebesar 900 gr

Dari pemeriksaan fisik: KU sangat lemah, merintih nadi 164 x/mnt, RR 65 x/mnt, PCH (+), retraksi otot napas tambahan (+), perut sangat kembung

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan trombositopenia (38.000/ul), hipolabuminemia (2,5 g/dl) peningkatan ureum (142 mg/dl)

Pembahasan Pembahasan

Indikasi pembedahan segera: memberi akses saluran cerna

bagian bawahMengurangi tekanan intra

abdomen terhadap diafragma meningkatkan komplians paru

Pemulihan segera keadaan umum

Pembahasan (Do’s and Pembahasan (Do’s and don’ts)don’ts)

Do’s:Pemberian O2

dengan napas spontan

Dilakukan intubasi awake atau dgn pelumpuh otot

Akses dari gaster ke luar (OGT/NGT) menurunkan tekanan intra abdomen

Don’ts:Pemberian O2

dengan tekanan positif

Pemberian sedasi saja untuk intubasi

Tidak dilakukan penanganan penurunan tekanan intra abdomen

Daftar PustakaDaftar Pustaka1. Bready, Lois L. Noorily, Susan H. (Susan Helene),

Dawn Dillman, Decision Making in Anesthesiology : an algorithmic approach, 4th edition, 2007, Mosby Elsevier, hal 56-57

2. Sjamsuhidayat R (2000), Anorektum, Buku Ajar Bedah, Edisi revisi, EGC, Jakarta, hal 901-908

3. Moritz M.Z. (2003), Operative Pediatric Surgery, Mc. Graw Hill Professional, United State.

4. Lawrence W. (2003), Anorectal Anomalies, Current Diagnosis & Treatment, edisi 11, Mc. Graw Hill Professional, United States, hal 1324-1327

5. Reksoprodjo S, Malformasi Anorektal, Kumpulan Ilmu Bedah, FKUI, Jakarta, hal 134-139

6. Ilmubedah.blogspot.com/2010/atresia-ani-atauanus-imperforata.html?m=1\

7. Herrysetyayudha.wordpress.com/2012/01/20/atresia-ani/

Terima Terima KasihKasih

top related