anti diabetik oral
Post on 11-Aug-2015
144 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Anti Diabetik Oral
1. golongan sulfonylurea
a) terdapat 2 generasi yaitu, generasi 1 (tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan
klorpropamid) dan genereasi 2 (glibenklamid, glipizid, gliklazid dan glimepirid) yang
potensi hipoglikemiknya lebih besar.
b) Mekanisme kerja :
golongan obat ini sering disebut insulin secretagogeus, kerjanya merangsang
sekresi insulin dari granul sel-sel ß langeerhans pancreas. Pada penggunaan
jangka panjang atau dengan dosis yang besar, akan menyebabkan hipoglikemia.
Interaksi dengan ATP-sensitive K channelPada membrane sel-sel ß
↓Depolarisasi membrane
↓Membuka kanal Ca
↓Ion Ca++ masuk ke sel-ß
↓Merangsang granula berisi insulin
↓Terjadi sekresi insulin
c) Farmakokinetik :
sulfonylurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila diminum 30
menit sebelum makan.
Masa paruh dan metabolism sulfonylurea generasi 1 bervariasi:
1) Klorpropamid : dalam darah terikat dengan albumin, masa
paruhnya panjang 24-48 jam, efeknya masih terlihat setelah
pemakaian dihentikan. Metabolismenya dihepar tidak lengkap,
20% diekskresi utuh diurin.
2) Tolbutamid : mula kerjanya cepat, masa paruhnya sekitar 4-7
jam. Terikat protein plasma didarah sekitar 91-96% dan dihepar
diubah menjadi karboksitolbutamid dan ekskresinya melalui
ginjal.
3) Tolazamid : absorpsinya lebih lambat dari pada yang lain. Masa
paruhnya sekitar 7 jam, dihepar diubah menjadi p-
karboksitolazamid, 4-hidroksimetiltolazamid dan senyawa
lainnya yang memiliki sifat hipoglikemik cukup kuat.
Sulfonylurea generasi 2 umumnya berpotensi hipoglikemiknya 100x lebih besar
dari pada generasi 1. Meski masa paruhnya pendek (3-5 jam) tetapi efek
hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam oleh karena itu sering diberikan cukup
1x sehari, alas an ini belum diketahui.
1) Glipizid : absorpsinya lengkap, masa paruhnya 3-4 jam. Didalam
darh 98% terikat dengan protein plasma. Metabolismenya
dihepar menjadi metabolit yang tidak aktif, sekitar 10%
diekskresi melalui ginjal dalam keadaan utuh. Potensinya 100x
lebih kuat dibandingkan dengan tolbutamid.
2) Gliburid (glibenklamid) : potensinya 200x lebih kuat
dibandingkan tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam,
metabolismenya dihepar.
Karena semua sulfonylurea dimetabolisme dihepar dan diekskresi melalui ginjal,
sediaan ini tidak boleh diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan
fungsi hepar atau ginjal yang berat.
d) Efek samping :
insiden efek samping generasi 1 sekitar 4%.
Hipoglikemia bahkan sampai koma dapat terjadi pada pasien yang usia lanjut
dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal.
Efek samping lain adalah reaksi alergi, mual, muntah, diare, gejala hematologic,
system syaraf pusat, mata, dsb.
Gangguan saluran ceran dapat berkurang dengan mengurangi dosis.
Gejala gangguan system syaraf pusat berupa vertigo, bingung, ataksia, dsb.
Efek samping lain gejala hipotiroidisme yaitu ikterus, obstruktuf yang bersifat
sementara dan lebih sering timbul akibat tolbutamid dan klorpropamid.
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak
makan cukup atau ada gangguan fungsi hepar atau ginjal. Pada orang tua dapat
menimbulkan disfungsi otak sampai koma.
e) Indikasi :
memilih sulfonylurea yang tepat untuk pasien tertentu dan sangat penting
untuk suksesnya terapi.
Yang menentukan bukanlah umur pasien sewaktu terapi dimulai tetapi usia
pasien sewaktu DM mulai timbul.
Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai
timbul pada usia 40 tahun.
Kegagalan terapi salah satu derivate sulfonylurea mungkin juga disebabkan oleh
perubahan farmakokinetik obat, misalnya penghancuran yang terlalu cepat.
f) Peringatan :
sulfonylurea tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM
juvenile, pasien yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, pasien yang DM berat,
pasien DM dengan kehamilan dan keadaan gawat.
Penggunaan ini harus berhati-hati pada alkoholisme akut serta pasien yang
mendapat diuretiktiazid.
g) Interaksi :
obat yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia sewaktu menggunakan
sulfonylurea adalah insulin, alcohol, fenformin, sulfonamide, salisilat dosis
besar, fenilbutazon, probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO,
guanetidin, anabolic steroid, fenfluramin dan klofibrat.
Propanolol dan penghambat adrenoreseptor ß lainnya menghambat reaksi
takikardi, berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab
sehingga keadaan hipoglikemi tidak menunjukkan tnada-tnada dan tidak mudah
diketahui.
2. Golongan meglitinid
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan dari meglitinid.
Mekanisme kerjanya sama dengan sulfonylurea tetapi strukturnya yang
berbeda.
Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-
independent di sel ß pancreas.
Pada pemebrian oral, absorpsinya cepat dan kadar puncak dicapai dalam waktu
1 jam.
Masa paruhnya 1 jam dan diberikan beberapa kalai sehari sebelum makan.
Metabolism utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif.
10% dimetabolisme di ginjal.
Efek samping utamanya adalah hipogikemia dan gangguan saluran cerna dan
juga reaksi alergi.
3. Golongan biguanid
a) Sebenarnya terdapat 3 jenis yaitu : fenformin, bunformin dan metformin tetapi yang
banyak digunakan adalah metformin karena yang lainnya memiliki efek samping asidosis
laktat.
b) Mekanisme kerja :
Biguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu antihiperglikemik
yang tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak
menyebabkan hipoglikemia.
Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan
sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin.
Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi
lemak.
Biguanid dapat menurunkan berat badan pada pasien diabetes yang gemuk
dengan mekanisme yang belum jelas pula.
Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestine, dalam darah tidak terikat
oleh protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa
paruhnya sekitar 2 jam.
Pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonylurea dapat diatasi
dengan metformin, atau dapat pula diberikan sebagai terapi kombinasi dengan
insulin atau sulfonylurea.
c) Efek samping :
Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual, muntah, diare serta
kecap logam tetapi dengan menurunkan dosis, keluhan-keluhan tersebut akan
hilang.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau system kardiovaskuler,
pemberian biguanid dapat menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam
darah sehingga dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.
d) Indikasi :
Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen dan dapat
digunakan pada terapi diabetes dewasa.
Dari berbagai derivate biguanid, dara fenformin paling banyak menimbulkan
asidosis laktat dan karena itu fenformin diganti dengan metformin yang
kerjanya serupa dengan fenformin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan
asidosis laktat.
Dosis metformin adalah 1-3g sehari dibagi dalam 2 atau 3 kali pemberian.
e) Kontraindikasi:
Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien dengan penyakit hepar
berat, penyakit ginjal dengan uremia, penyakit jantung kongestif dan penyakit
paru dengan hipoksia kronik.
4. Golongan tiazolidinedion
Tiazolinidinedion merupakan agonis potent dan selektif PPARγ membentuk
kompleks PPARγ-RXR dan terbentuknya GLUT baru.
Glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam lemak
bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose.
Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HBA1c (1-1,5%) dan
berkecendrungan menaikkan HDL sedangkan berefek pada trigliserida dan LDL
sangat bervariasi.
Pada pemberian oral, absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan dan berlangsung
sekitar 2 jam. Metabolismenya di hepar. Ekskresinya melalui ginjal.
Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi respon dengan diet
dan latihan fisik.
Dosis awal rosiglitazon 4mg, bila dalam 3-4 minggu control dan gliserida belum
adekuat, maka dosis dinaikkan menjadi 8mg/hari.
Dosis awal pioglitazon adalah 15-30mg, bila belum adekuat, dapat ditingkatkan
sampai 45mg.
Efek sampingnya antara lain: peningkatan berat badan, edema, menambah
volume plasma darah dengan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema
dapat terjadi jika pemakaiannya bersamaan dengan insulin, kecuali penyakit
hepar, dan tidak dianjurkan kepada pasien gagal jantung.
5. Penghambat enzim α-glikosidase
Dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin dan disakarida di intestine.
Dapat menghambat kerja enzim α-glikosidase di brush border intestine dan
dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien
DM.
Tidak menyebabkan efek samping hipoglikemia.
Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM
yang glukosa PPnya sangat tinggi.
Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan dan absorpsinya buruk.
Acarbose dan miglitol secara kompetitif juga menghambat glukoaminase dan
sukrase tetapi efeknya pada α-amilase pancreas lemah. Keduanya dapat
menurunkan glukosa plasma PP pada DM tipe 1 dan 2, dan pada DM tipe 2
dengan hiperglisemia yang hebat, dapat menurunkan HBA1C secara bermakna.
Efek samping yang bersifat dose-dependent, malabsorpsi, flatulen, diare, dan
abdominal bloating. Intuk mengurangi efek, sebaiknya dosis dititrasi.
Mulai dosis awal 25mg pada saat mulai makan untuk selama 4-8 minggu.
Acarbose paling efektif bila diberikan bersamaan dengan makanan berserat.
Bila acarbose diberikan bersama insulin atau dengan golongan sulfonylurea,
dapat menyebabkan hipoglikemia.
top related