anemia, defisiensi g6pd, hemofilia
Post on 23-Jun-2015
2.253 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1) Anemia
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah SDM,
kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml
darah. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen
dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Anemia bukan merupakan diagnosa
akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari sesuatu
penyakit dasar.
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi yaitu :
1. Anemia normositik normokrom, di mana ukuran dan bentuk sel-sel
darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah normal
(MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita
anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut,
hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal, kegagalan sumsum dan penyakit-penyakit infiltratif
metastatik pada sumsum tulang.
2. Anemia makrositik normokrom, ukuran sel-sel darah merah lebih besar
dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal
(MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan
atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada
defisiensi B12 dan atau asam folat.
3. Anemia mikrositik hipokrom, Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV
rendah; MCHC rendah). Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi
sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan
sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin,
seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal congenital).
Klasifikasi anemia berdasarkan etiologinya adalah :
1. Anemia pasca perdarahan, akibat perdarahan massif seperti kecelakaan,
luka operasi persalinan dan sebagainya.
MUTASI GEN G6PD
PENURUNAN AKTIVITAS G6PD
PENURUNAN KADAR NADPH
PENURUNAN REGENERASI GSH DARI GSSG OLEH GLUTATION REDUKTASE
OKSIDASI, PERUBAHAN STRUKTUR MEMBRAN
HEMOLISIS
2. Anemia hemolitik, akibat penghancuran eritrosit yang berlebihan.
Dibedakan menjadi 2 faktor :
1) Faktor intrasel, Misal talassemia, hemoglobinopatia (talassemia
HbE, sickle cell anemia), sferositos congenital, defisiensi enzim
eritrosit (G-6PD, piruvat kinase, glutation reduktase).
2) Faktor ekstrasel, misal intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis
(inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi
darah).
3. Anemia defisiensi, karena kekurangan faktor pematangan eritrosit (besi,
asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin, eritropoetin, dan sebagainya).
4. Anemia aplastik, disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh
sumsum tulang.
Pada pembahasan ini, akan diperjelas mengenai anemia yang disebabkan oleh
defisiensi enzim eritrosit G6PD.
Defisiensi G6PD
Enzim G6PD terdapat dalam sitoplasma, tersebar di seluruh sel dengan kadar
yang berbeda. Kadar enzim G6PD di dalam eritrosit relatif rendah bila dibandingkan
dengan kadar enzim G6PD pada sel tubuh yang lain. Enzim G6PD merupakan satu-
satunya enzim dalam sel eritrosit yang berfungsi memproduksi NADPH untuk
mereduksi GSSG menjadi GSH yang meredam H2O2, sehingga GSH berfungsi
mencegah kerusakan eritrosit dari kerusakan akibat oksidasi. Untuk mempertahankan
kadar GSH selalu cukup, diperlukan mekanisme pembentukan GSH dari GSSG
dengan bantuan enzim glutation reduktase (GSSGR) dan NADPH yang tergantung
aktivitas G6PD. Semakin tua usia eritrosit, aktifitas enzim G6PD juga semakin
berkurang.
Defisiensi G6PD adalah suatu penyakit dimana enzim G6PD hilang dari selaput
sel darah merah. Defisiensi enzim G6PD adalah kelainan genetik yang bersifat X
linked recessive. Gen penyandi G6PD terletak pada regio telomerik rantai panjang
kromosom X (band Xq28), sekitar 400 kb centromerik dari gen Faktor VIII. Panjang
gen G6PD 18.5 kb, terdiri dari 13 exon (exon pertama bersifat non coding) dan 12
intron. Exon koding ukurannya bervariasi antara 38 bp sampai 236 bp. Ukuran intron
kurang dari 1 kb, kecuali intron kedua mencapai panjang 11 kb.
Enzim G6PD ini membantu mengolah glukosa dan membantu menghasilkan
glutation untuk mencegah pecahnya sel. Hal yang bisa memicu penghancuran sel
darah merah adalah :
1) Demam
2) Infeksi virus atau bakteri
3) Krisis diabetes
4) Bahan tertentu (aspirin, kacang merah, vitamin K)
Klasifikasi defisiensi G6PD :
1. Varian G6PD yang defisiensi enzimnya sangat berat (aktivitas enzim
kurang dari 10% dari normal) dengan anemia hemolitik akut.
2. Klas II: varian G6PD yang defisiensi enzimnya cukup berat (aktivitas
enzim kurang dari 10% dari normal) namun tidak ada anemia hemolitik
kronis.
3. Klas III: varian G6PD dengan aktivitas enzimnya antara 10%-60% dari
normal dan anemi hemolitik terjadi bila terpapar bahan oksidan atau
infeksi.
4. Klas IV: varian G6PD yang tidak memberikan anemia hemolitik atau
penurunan aktivitas enzim G6PD
5. Klas V: varian G6PD yang aktivitas enzimnya meningkat.
Varian klas IV dan klas V secara biologis, genetik dan antropologis tidak
didapat gejala klinik.
Manifestasi klinis pada defisiensi G6PD
1. Anemia Hemolitik
1) Anemia hemolitik akut akibat induksi obat
Sebagian besar manifestasi varian mutan gen G6PD yang
mengakibatkan defisiensi enzim G6PD kurang dari 60% dari normal,
terjadi setelah paparan obat atau bahan kimia yang memicu terjadi anemia
hemolitik akut.
2) Anemia hemolitik akut akibat infeksi
Infeksi bakteri dan virus seperti Hepatitis, Salmonella, Escherchia coli,
Streptoccus β hemolitikus dan Rickettsia, dapat menyebabkan anemia
hemolitik pada penderita defisiensi G6PD dan mekanisme terjadinya
hemolisis belum jelas. Salah satu sebab yang dapat menjelaskan hubungan
infeksi dengan hemolisis adalah akibat proses fagositosis.
3) Anemia hemolisis akut akibat induksi keto asidosis diabetic
Keto asidosis diabetik juga dapat memicu anemia hemolitik pada
penderita defisiensi G6PD. Aktivitas G6PD lebih rendah 30% pada pasien
diabetes ketosis daripada kelompok control atau bahkan kelompok
diabetes tipe 2. Mekanisme hemolisis ini diduga diakibatkan oleh
perubahan pH, glukosa, dan piruvat dalam darah . Adanya infeksi
tersembunyi seringkali menjadi pemicu hemolisis akut dan asidosis
diabetik
4) Anemia Hemolitik akut karena Favism
Manifestasi klinik defisiensi enzim G6PD lainnya yang dapat
menyebabkan anemia hemolitik adalah anemia hemolitik yang disebabkan
konsumsi fava bean, Vicia faba. Penderita favisme selalu defisiensi enzim
G6PD namun tidak semua penderita defisiensi G6PD bisa menderita
favisme.
5) Anemia hemolitik nonsferositik kongenital (Congenital
Nonspherocytic Hemolytic Anemia)
Anemia hemolitik nonsferositik congenital pada defisiensi G6PD
bersifat sporadic tanpa predileksi etnis tertentu. Biasanya terjadi
pembesaran limpa yang dapat menyebabkan hipersplenisme yang
membutuhkan splenektomi. Jarang terjadi hemoglobinuria karena
hemolisis yang terjadi berupa extravaskuler.
2. Hiperbilirubinemia neonatorum
Beberapa varian G6PD yang menyebabkan hemolisis akut pada masa
neonatus sering menimbulkan hiperbilirubinemia. Ikterus pada neonatus
mungkin muncul setelah 48 jam setelah lahir, sebagian mungkin mencapai
30-45 mg/dl. Sementara itu, penyebab pasti hiperbilirubinemia masih
belum diketahui.Beberapa penulis membuktikan bahwa pembentukan
glukoronat dalam hati berkurang pada bayi yang menderita defisiensi
G6PD dibanding dengan bayi normal. Gilman (1974) membuktikan bahwa
ikterus neonatorum pada defisiensi G6PD dapat disebabkan oleh karena
fungsi hati yang terganggu, maupun hemolisis akibat infeksi, atau terpapar
bahan oksidan sebagai pencetusnya.
3. Menifestasi non hematology
Manifestasinya berupa juvenile cataract pada lensa mata, bahkan bilateral
cataract ditemukan pada anak dengan defisiensi G6PD. Penyakit ini juga
dapat menyebabkan kejang otot, kelelahan pada otot, gangguan
kehamilan, katarak dan infeksi berulang. Defisiensi aktivitas G6PD pada
leukosit dan neutrofil dapat menyebabkan defek system imun yang
menyebabkan infeksi berulang dan terbentuk granuloma pada beberapa
kasus.
Keterkaitan dengan skenario :
Mrs. X menderita defisiensi G6PD yang kemungkinan merupakan jenis defisiensi
dengan aktifitas enzim antara 10-60% dari normal dan anemia hemolitik terjadinya
karena klasifikasi kedua, bahwa yg normal .
II. Ikterus
Ikterus atau jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane
mukosa, sclera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di
dalam darah.
1. Ikterus dibagi menjadi 2 yaitu ikterus fisiologis dan ikterus patologis.
Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats
(2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
Timbul pada hari kedua – ketiga
Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
Tidak mempunyai dasar patologis
2. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia
Suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang
kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai
berikut :
a. Menurut Surasmi (2003) bila :
• Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
• Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
• Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 %
pada neonatus cukup bulan
• Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan
sepsis)
• Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas
darah.
b. Menurut tarigan (2003), adalah :
Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan
15 mg %.
Sedangkan kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya
ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20
mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak
bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis
Berdasarkan penyebabnya, dapat digolongkan tiga jenis ikterus, yaitu:
Ikterus pre-hepatik
Terjadi penyimpangan pada tahap 1 sampai 3. Ikterus ini terjadi karena adanya
kerusakan sel darah merah atau intravaskuler hemolisis. Bilirubin yang tidak
terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin
dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen.
Ikterus hepatik
Terjadi penyimpangan pada tahap 4 dan 5. Terjadi di dalam hati karena
penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk
bilirubin terkonjugasi. Disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau
kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel
hati. Gangguan konjugais bilirubin dapat pula disebabkan karena defisiensi enzim
glukuronil transferase sebagai katalisator.
Ikterus post-hepatik
Terjadi pada 4 tahap terakhir. Mekanismenya ialah terjadi penurunan sekresi
bilirubin terkonjugasi sehingga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Bilirubin trekonjugasi yang larut dalam air akan diekskresikan ke dalam urin
(bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna
feses menjadi pucat. Faktor penyebabnya antara lain : faktor fungsional maupun
obstruksi duktus choledocus, migrasi larva cacing melewati hati, dan lain sebagainya.
Hiperbilirubin
Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu
bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan
komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa
melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin
larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
Etiologi hiperbilirubin antara lain :
6. Peningkatan produksi
Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus
dan ABO.
Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic
yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)
Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta), diol (steroid)
Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin
indirek meningkat misalnya pada BBLR
Kelainan congenital
7. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
sulfadiazine.
8. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.
9. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.
10. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.
Patofisiologi Defisiensi G6PD
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel
hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam
air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis
pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak disebut Kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada
syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari
20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak
apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis
serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
displasia dentalis).
Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik)
pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar
bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan anemia
2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi
3. Meningkatkan badan serum albumin
4. Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse
albumin dan therapi obat.
a. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti
untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas
yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum)
akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin
dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua
isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan
albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di
ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi
oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat
dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan
anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl.
Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi
dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk
memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan
berat badan lahir rendah.
b. Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi pengganti digunkan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum ilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan
bilirubin
Pada Rh Inkomptabil itas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang
dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen
A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil
c. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan
karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.
Keterkaitan dengan skenario :
Pada kasus ini, bayi laki-laki Mrs. X bukan hanya mengalami ikterus fisiologis,
melainkan sudah termasuk patologis karena ikterus tidak hilang pada 10 hari pertama
dengan sendirinya melainkan bayi harus mendapat transfusi tukar dan bayi memiliki
dasar patologis yaitu anemia hemolitik akibat adanya penyakit defisiensi G6PD. Bayi
mengalami hiperbilirubin hingga menimbulkan kern ikterus yang berarti kadar
bilirubin sudah mencapai lebih dari 20 mg/dl sehingga bilirubin indirek bisa
melengketkan diri di otak.
III. Exchanged Transfusion
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang
dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982).
Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati
bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. juga membantu
mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis
lebih lanjut dan memperbaiki anemia.
Sakit kuning sering terjadi pada bayi yang baru lahir karena ketidakmampuan
untuk membersihkan bilirubin pada hati bayi dan kerusakan produk sel darah merah.
Yang paling sering digunakan untuk mengatasi penyakit ini adalah fluorescent light
(lampu neon) exposure, dimana bayi berada dibawah lampu selama beberapa jam
setiap hari. Lampu biru memecah bilirubin menjadi bentuk yang bisa diproses.
Jika setelah dilakukan terapi sinar tetapi keadaan bilirubin si bayi tetap tinggi,
maka diberi transfusi tukar darah jika kadar bilirubinnya sudah mencapai 20 mg/dl
pada hari kedua setelah bayi menguning, atau 25 mg/dl pada hari ketiga setelah
kuning. Tukar darah dilakukan agar darah yang teracuni dapat dibuang dan
diganti dengan darah lain sebelum racun di dalam darah menimbulkan
kerusakan pada sel saraf otak. Prosesnya tukar darah dilakukan secara bertahap, dan
bila sekali tukar darah sudah dapat menurunkan kadar bilirubinnya maka transfusi bisa
dihentikan. Tetapi bila masih tinggi maka proses transfusi perlu dilanjutkan.
Panduan untuk transfusi pertukaran meliputi:
Penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir (penyakit Rh)
Infeksi yang mengancam hidup
gangguan parah pada kimia tubuh
pengaruh obat-obatan
Polisitemia
Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar
1. Darah yang digunakan golongan O.
2. Gunakan darah baru. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah
adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi
tukar.
3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus
golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan
setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.
4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau
rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan
bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya
menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan
bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi
antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched
terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.
7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ----
160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.
Teknik Transfusi Tukar
a. SIMPLE DOUBLE VOLUME. Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang
melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan
dimasukkan bergantian.
b. ISOVOLUMETRIC. Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui
arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang
sama.
c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian, dilakukan
biasanya pada bayi dengan polisitemia.
Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan
golongan darah O rhesus positif.
Tabel 2. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum
UsiaBayi Cukup Bulan
SehatDengan Faktor Risiko
Hari mg/dL mg/dL
Hari ke-1 15 13
Hari ke-2 25 15
Hari ke-3 30 20
Hari ke-4 dan
seterusnya
30 20
Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau bayi bisa
dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin bayi telah
mencapai kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.
Tabel 3. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Berat Badan
(g)
Kadar
Bilirubin (mg/dl)
<> 10 - 12
1000 – 1500 12 - 15
1500 – 2000 15 - 18
2000 – 2500 18 - 20
Pada penyakit hemolitik segera dilakukan transfusi tukar apabila ada
indikasi:
a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL
b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan
terapi sinar
c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13
gr/dL
d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol
secara adekuat dengan terapi sinar.
Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis
Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
Perforasi pembuluh darah
Komplikasi tranfusi tukar :
Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia
Keterkaitan dengan skenario :
Anak laki-laki Mrs. X memang membutuhkan transfusi tukar untuk memperbaiki
kondisinya (memperbaiki anemia dan mencegah hemolisis lebih lanjut) karena salah satu
alasan seorang bayi memerlukan transfusi tukar adalah karena penyakit hemolitik setelah
lahir. Hal ini sesuai dengan kondisi bayi laki-laki Mrs. X yang menderita defisiensi
G6PD yang memunculkan anemia hemolitik.
IV.Obat
1. Hydralazine
Hydralazine adalah vasodilator perifer yang dipakai dalam bentuk garam
hidroklorida sebagai obat anti hipertensi. Hydralazine merelaksasi secara
langsung otot polos arterioral dengan mekanisme yang belum dapat dipastikan.
Salah satu kerjanya sama dengan kerja nitra organic dan natrium nitroprusid, yaitu
dengan melepaskan nitrogen oksida (NO) dan mengaktifkan guanilat siklase
dengan hasil aktif sefosforilisasi berbagai protein kontraktil dalam selotot polos.
Hydralazin diabsorpsi dengan baik dan dengan cepat di metabolisme dihati
selama first-pass, sehingga ketersediaan hayati hidralazin rendah (rata-rata 25%)
dan bervariasi diantara penderita.
Hydralazine dapat menyebabkan retensi natrium dan air bila tidak diberikan
bersama diuretic, sakit kepala, takikardia, iskemia miokard pada penderita PJK
(biladiberikan bersama β bloker bdan diuretic), meningkatkan kecepatan ejeksi
ventrikel kiri (kontraindikasi pada penderita aneurisma aorta discending),
gangguan saluran cerna, kulit, bahkan dapat menyebakan sindrom lupus.
Dosis biasanya berkisar dari 40-200 mg/hari. Dosis yang lebih tinggi dipilih
dimana terdapat kemungkinan kecil perkembangan sindrom lupus erithematosus .
Walaupun dosis ini memberikan vasodilatasi yang kuat dan diberikan bila
diperlukan. Pemberian dosis 2 atau 3 kali sehari menghasilkan kontrol tekanan
yang baik.
2. Aspilat
Aspilat dan aspirin mempunyai bahan aktif yang sama yaitu acetol atau asam
asetil-salisilat yang merupakan obat bersifat oksidan. Yang membedakan
keduanya yakni dosis. Aspirin 500 mg, sedangkan aspilat 100mg. Asam asetil-
salisilat adalah penghambat kerja dari enzim siklo-oksigenase. Dalam platelet
darah, penghabatan enzim tersebut mencegah terbentuknya tromboksan A2, yakni
senyawa yang berfungsi sebagai vasokonstriktor yang menyebabkan penimbunan
platelet dan kemungkinan besar menyebabkan pembekuan darah. Indikasinya
sebagai pengobatan dan pencegahan proses pembekuan dalam pembuluh darah
(agregasi platelet) seperti pada infark miokard akut dan paska stroke.
Efek sampingnya, iritasi lambung, mual, muntah. Pemakaian jangka panjang
dapt menyebabkan pendarahan lambung, tukak lambung.
Dosisnya, Setiap tablet mengandung 80 mg. 1-2 tablet/hari.
3. Simvastatin
Simvastatin adalah senyawa antilipermic derivat asam mevinat yang
mempunyai mekanisme kerja menghambat 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim A
(HMG-CoA) reduktase yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam
pembentukan kolesterol.
HMG-CoA reduktase bertanggung jawab terhadap perubahan HMG-CoA
menjadi asam mevalonat. Penghambatan terhadap HMG- CoA reduktase
menyebabkan penurunan sintesa kolesterol dan meningkatkan jumlah reseptor
Low density Lipoprotein (LDL) yang terdapat dalam membran sel hati dan
jaringan ekstrahepatik sehingga menyebabkan banyak LDL yang hilang dalam
plasma. Simvastatin cenderung mengurangi jumlah trigliserida dan meningkatkan
High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol.
Simvastatin dapat menurukan kadar kolesterol total dan LDL pada penderita
hiperkolesterolemia primer, serta meningkatkan kadar HDL.
Penderita harus melakukan diet pengurangan kolesterol baku sebelum dan
selama memulai pengobatan dengan simvastatin. Dosis awal 10 mg/hari pada
malam hari. Pada pasien dengan hiperkolesterolemia ringan sampai sedang 5
mg/hari. Pengaturan dosis dilakukan dengan interval tidak kurang dari 4 minggu
sampai maksimal 40 mg/hari.
Efek sampingnya Sakit kepala, konstipasi, nausea, flatulen, diare, dispepsia,
sakit perut, fatigue, nyeri dada dan angina. Astenia, miopathy, ruam kulit,
rhabdomyolisis, hepatitis, angioneurotik edema terisolasi.
Keterkaitan dengan scenario :
Dokter memberikan obat tersebut kepada Mrs. X karena kolestrolnya tinggi yang
dapat berakibat pada arterosklerosis. Hydaralazine berguna sebagai vasodilator pembuluh
darah sehingga tidak tersumbat akibat hipertensi. Aspilet digunakan sebagai antiplatelet
yang berfungsi mencegah terbentuknya thrombus pada pembuluh darah yang diakibatkan
oleh kolesterol yang tinggi. Simvastatin juga berfungsi untuk menurunkan kadar
kolesterol yang buruk. Aspilet yang bersifat oksidan dapat memicu munculnya
manifestasi berupa anemia hemolitik pada defisiensi G6PD.
V. Interpretasi Hasil Laboratorium
Hal yang Diuji Nilai Normal Hasil Keterangan
HemoglobinPerempuan:
12-16 g/dl7 g/dl
Anemia (bermacam tipe)
Perdarahan
Defisiensi eritopoietin
Lead poisoning
Malnutrisi
Defisiensi nutrisi besi, folat, vitamin
B12, vitamin B6
Overhydration
Destruksi eritrosit
Total Cholesterol200–239 mg/dl
315 mg/dl
Biliary cirrhosis
Hiperlipidemia
Diet tinggi-lemak
Hipotiroidisme
Sindrom nefrotik
Diabetes tak terkontrol
Fasting Blood
Sugar70–115 mg/dl 120 mg/dl
Diabetes mellitus
Infark miokardiak
Aterosklerosis
Hiperkolesterolemia
Hiperlipidemia
Total Bilirubin Dewasa: 3,5 mg/dl Crigler-Najjar syndrome
0,3-1,9 mg/dl
Bayi:
11-12 mg/dl
15 dan 20
mg/dl
Erythroblastosis fetalis
Gilbert's disease
Healing of a large hematoma
(bruise or bleeding under the skin)
Hemolytic anemia
Hemolytic disease of the newborn
Hepatitis
Physiological jaundice (normal in
newborns)
Sickle cell anemia
Transfusion reaction
Pernicious anemia
Indirect Bilirubin 0,2-0,7 mg/dl 3 mg/dl
Direct Bilirubin 0,1-0.4 mg/dl 5 mg/dl
Jika terjadi peningkatan maka:
Bile duct obstruction
Cirrhosis
Dubin-Johnson syndrome (very
rare)
Hepatitis
Intrahepatic cholestasis (buildup of
bile in the liver) due to any cause
Urine
Urobilinogen< 2 mg/dl 10 mg/dl
Urobilinogen meninggi dijumpai pada :
destruksi hemoglobin berlebihan
(ikterik hemolitika atau anemia
hemolitik oleh sebab apapun)
kerusakan parenkim hepar (toksik
hepar
hepatitis infeksiosa
sirosis hepar(keganasan hepar)
penyakit jantung dengan bendungan
kronik
obstruksi usus
mononukleosis infeksiosa
anemia sel sabit.
Berdasarkan hasil uji laboratorium, didapatkan hasil :
1. Hemoglobin Mrs. X rendah mencirikan adanya anemia yang kemungkinan
disebabkan destruksi eritrosit.
2. Total kolesterol Mrs. X tinggi ditambahkan dengan hipertensi yang tinggi
mencirikan adanya kesempatan bagi Mrs. X untuk yang nantinya dapat menjadi
penderita PJK.Oleh karena itu diberikan obat simvastatin untuk mereduksi
3. Fasting Blood Sugar Mrs. rendah. Hal ini dapat menandakan akan adanya diabetes
mellitus, atau aterosklerosis. Menurut kadar kolesterol total dan LDL pada
penderita hiperkolesterolemia primer, serta meningkatkan kadar HDL.
4. Total Bilirubin keduanya (Mrs. X dan anak laki-lakinya) lebih tinggi dari pada nilai
normal mencirikan adanya anemia hemolitik.
5. Urin urobilinogen lebih tinggi dibandingkan nilai normal yang mencirikan
destruksi hemoglobin berlebihan atau anemia hemolitik dengan sebab apapun.
1. Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit yang diturunkan secara X-linked recessive dan
bersifat herediter dimana terjadi kelainan darah yang disebabkan kelainan
koagulasi (pembekuan darah) karena defisiensi atau tidak adanya faktor
pembekuan plasma sehingga darah sukar membeku.
Klasifikasi
Klasifikasi Hemofilia berdasarkan penyebabnya, yaitu:
a. Hemofilia A atau hemofilia klasik (80%), yang ditemukan adanya
defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor antihemofilia VIII.
b. Hemofilia B atau penyakit Christmas (20%), yang ditemukan adanya
defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX.
Sedangkan klasifikasi hemofilia berdasarkan kadar faktor pembekuan di
dalam tubuh, yaitu:
a. Berat, dengan kadar aktivitas faktor kurang dari 1%.
b. Sedang, dengan kadar aktivitas faktor di antara 1-5%.
c. Ringan, dengan kadar aktivitas faktor 5% atau lebih.
Etiologi
Etiologi hemofilia dibedakan berdasarkan jenis hemofilia. Hemofilia A
disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII/ invers gen 28q kromosom X dan
hemofilia B disebabkan oleh mutasi gen faktor IX pada gen 27 kromosom X.
Patofisiologi
Patofisiologi hemofilia dimulai dari mutasi gen faktor VIII atau gen faktor
IX pada kromosom X. Mutasi menyebabkan terjadi defisiensi atau tidak adanya
faktor pembekuan plasma dalam tubuh seseorang, akibatnya ketika penderita
mengalami luka, proses pembekuan darah tidak dapat berlangsung secara normal
dan sempurna yang menyebabkan keadaan darah yang sukar membeku.
Gejala
Gejala hemofilia antara lain,:
a. bercak merah di kulit, disebabkan adanya perdarahan di bawah kulit.
Permukaan kulit yang tipis membuat titik-titik darah dari perdarahan
tersebut tampak sebagai bercak-bercak berwarna merah di kulit.
b. Hematuria, urine mengandung darah.
c. bengkak pada persendian, disebabkan adanya akumulasi perdarahan
pada bagian sendi yang timbul karena adanya trauma pada daerah
tersebut.
d. Memar, disebabkan adanya kelainan perdarahan di bawah kulit. Darah
yang terus keluar dari pembuluh darah yang terluka berkumpul pada
jaringan subkutan, tidak mengalir, dan kekurangan oksigen sehingga
berwarna biru.
e. perdarahan pada gigi, mulut dan jaringan lunak
f. perdarahan tidak berhenti setelah ½ jam
g. pada keadaan tertentu terdapat perdarahan intracranial.
Diagnosis
Diagnosis hemofilia meliputi 3 tahap, yaitu:
a. Anamnesis, ditanyakan daftar riwayat kesehatan keluarga yang
berkaitan dengan hemofilia, riwayat kehamilan dan riwayat kematian
neonatal dini.
b. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan CT (masa pembekuan yang
memanjang), masa protrombin yang normal dan masa tromboplastin
yang memanjang (APTT), masa pembekuan troboplastin abnormal,
perdarahan yang sukar berhenti (hemarthrosis) dan pemeriksaan
subkutan/intramiucular untuk mengetahui adanya hematom.
c. Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan kadar faktor pembekuan yaitu
faktor VIII dan faktor IX, diagnosis molekuler dengan memeriksa
petanda gen hemofilia pada kromosom yang dapat juga digunakan
untuk pemeriksaan prenatal, pemeriksaan intracranial karena penyebab
utama kematian, analisis gen dengan DNA probe yaitu dengan mencari
lokus poliformik pada kromosom X.
Pola Penurunan Hemofilia
Pola penurunan hemofilia ini memperlihatkan keadaan jika seorang laki-
laki hemofilia memiliki seorang anak dari seorang wanita normal. Kemungkinan
Pria Hemofilia x Wanita normal (XhY) (XX)
Anak laki-laki normal Anak perempuan carrier(XY) (XXh)
yang terjadi, semua anak perempuan akan menjadi carrier hemofilia karena
membawa sifat hemofilia dari ayah(Xh) dan semua anak laki-laki tidak akan
terkena hemofilia karena mendapat kromosom Y dari ayah dan X dari ibu.
atau
Pola penurunan hemofilia ini memperlihatkan keadaan jika seorang laki-
laki normal memiliki seorang anak dari seorang wanita carrier. Kemungkinan
yang terjadi, 25% anak perempuan akan menjadi carrier jika mendapat
kromosom Xh dari ibu dan 25% anak perempuan akan normal karena mendapat
kromosom X dari ibu dan ayah. Pada anak laki-laki, 25% anak laki-laki akan
hemofilia karena membawa sifat hemofilia dari ibu (Xh) dan 25% anak laki-laki
akan normal karena mendapat kromosom Y dari ayah dan X dari ibu.
Pada kondisi tertentu sebanyak 30% seorang anak hemofilia akan lahir
dari pada sebuah keluarga tanpa adanya garis keturunan hemofilia. Hal ini
disebabkan adanya mutasi gen baru saat terjadinya pembuahan pada sang ibu.
Selain adanya mutasi sel telur ibu, dapat pula disebabkan oleh perubahan
struktur sel sperma ayah.
Pria normal x Wanita carrier (XY) (XXh)
Anak Anak Anak Anak laki-laki laki-laki perempuan perempuannormal hemofilia normal carrier(XY) (XhY) (XX) (XXh)
Diagnosis Banding
Diagnosis banding terdekat antara hemofilia A dan hemofilia B adalah
penyakit von Willebrand. Penyakit von Willebrand adalah penyakit darah
menurun akibat jumlah atau fungsi faktor von Willebrand (vWF) yang
abnormal. Fungsi utama dari faktor von Willebrand adalah sebagai perekat
antara platelet dan pembuluh darah yang luka. Selain itu vWF juga berfungsi
sebagai pembawa faktor VIII dan pencegah terjadinya proteolisis pada faktor
VIII. Apabila tidak terdapat vWF, maka hanya 10% faktor VIII yang tersisa.
Perbandingan Hemofilia A, Hemofilia B dan Penyakit von Willebrand.
Perbandingan Hemofilia A Hemofilia B Penyakit von
Willebrand
Pewarisan X-linked X-linked Autosomal dominan
Defisiensi faktor VIII IX FvW dan VIII : AHF
Lokasi utama Otot, sendi Otot, sendi Mokokutaneus,
perdarahan pasca
trauma
Hitung trombosit Normal Normal Normal
Waktu perdarahan Normal Normal Memanjang
PT Normal Normal Normal
APTT Memanjang Memanjang Memanjang
Faktor VIII : C Rendah Normal Rendah
FvW Normal Normal Rendah
Faktor IX Normal Rendah Normal
Tes Ristosetin Normal Normal Negatif
Pengobatan, Prognosis dan Komplikasi
Pengobatan hemofilia dilakukan dengan memberikan rekombinan faktor
VIII dan faktor IX, transfusi plasma beku segar dan pemberian obat (DDAVP)
secara intravena. Prognosis hemofilia, dengan memberikan rekombinan maka
pasien akan dapat hidup sampai berumur 11 tahun. Komplikasi hemofilia adalah
hemartrosis (perdarahan sendi) pada jaringan lunak, otot dan sendi, hematoma
subkutan, epitaksis, hematuria, dan shock hipovolemik.
Hubungan dengan Skenario :
Berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh Rizky, ia dapat didiagnosis
menderita kelainan koagulasi. Rizky berulang kali mengalami memar, bengkak-
bengkak pada pergelangan tangan dan bercak-bercak merah dikarenakan
benturan ringan. Terakhir ia jatuh dan darah tidak berhenti setelah keesokan
harinya. Gejala-gejala ini menandakan adanya kelainan darah yang disebabkan
kelainan koagulasi pada tubuh Rizky. Dugaan bahwa Rizky menderita hemofilia
sebagai penyakit keturunan, diperkuat dengan kondisi pamannya yang
meninggal dalam usia sangat muda (4 tahun) yang dikarenakan darah yang tidak
berhenti. Hal ini menandakan hanya anak laki-laki dari keluarga Mariana yang
terkena kelainan koagulasi. Ini berarti bahwa penyakit ini diturunkan secara X–
linked(anak perempuan menjadi carrier dan anak laki-laki terkena penyakit) dan
bukan autosomal dominan pada penyakit von Willebrand (anak laki-laki dan
perempuan bisa menderita penyakit).
2. Darah
Struktur dan fungsi darah
Fungsi darah antara lain adalah :
a. Transportasi, seperti gas (O2 dan CO2), produk sisa metabolisme,
hormon, enzim, nutrien, protein plasma (berhubungan dengan antibodi
dan hemostasis), dan sel-sel darah.
b. Menjaga suhu tubuh
c. Mengontrol pH antara 6,8 sampai 7,4 agar tidak merusak sel.
d. Menghilangkan racun dari tubuh
e. Regulasi cairan elektrolit tubuh.
Darah tersusun atas plasma (55%) dan sel darah (45%) yang terdiri atas 99%
eritrosit, dan 1% leukosit dan trombosit.
Komponen Struktur FungsiPlasma Terdiri atas 90-92 air,
berwarna kekuning-kuningan, terdiri atas :- Zat larutan termasuk
elektrolit- Protein plasma darah
(albumin, globulin, fibrinogen)
- Hormon
- Medium tempat sel darah bertransportasi ke seluruh tubuh
- Menjaga suhu tubuh optimum
- Mengontrol pH darah dan jaringan tubuh
- Menjaga keseimbangan ideal elektrolit di darah dan jaringan tubuh
Eritrosit - Eritrosit muda masih memiliki nukleus tetapi eritrosit matang tidak memiliki nukleus lagi.
- Mengandung hemoglobin yang dapat bergabung dengan oksigen membentuk oksihemoglobin
- Eritrosit dipecah oleh limpa menjadi bilinubin,
Membawa oksigen
biliviridin dan zat besi. Zat besi ditransportasikan oleh darah menuju hati untuk pembentukan eritrosit kembali dan dua komponen lain membentuk empedu.
- Daur hidup 120 hari- Terdapat 4,5-5,8 juta
eritrosit/mikroliter darah sehat.
Leukosit Dibentuk di red bone marrow, jaringan limfatik, limpa, nodus limfa dan timus.Ada beberapa tipe:- Granular seperti, neutrofil,
eosinofil, dan basofil- Agranular seperti, monosit
dan limfosit.
Bagian utama dari sistem imun
Trombosit Trombosit adalah keping darah yang berbentuk piringan, dibentuk di sumsum tulang, berdiameter 2-4 mikrometer, mempunyai banyak granula tetapi tidak mempunyai nukleus, daur hidup 5-9 hari dan terdapat sekitar 150.000-400.000 trombosit/mikroliter darah
Untuk memfasilitasi pembekuan darah yang bertujuan untuk mencegah kehilangan cairan tubuh.
Klasifikasi golongan darah
Tipe darah adalah klasifikasi darah berdasarkanada tidaknya zat antigen
yang diturunkan pada permukaan sel darah merah. Antigen ini dapat berupa
protein, karbohidrat glikoprotein atau glikolipid, tergantung pada sistem
golongan darah.
Ada 2 jenis klasifikasi golongan darah yang penting dalam transfusi darah
manusia:
a. Sistem Klasifikasi ABO
Dua antigen, tipe A dan B, terdapat pada permukaan sel darah pada
sejumlah besar manusia. Antigen ini juga disebut aglutinogen karena
seringkali menyebabkan aglutinasi sel darah.
Fenotif Genotif Aglutinogen Aglutinin
A IAIA atau IAIO A Anti-B
B IBIB atau IBIO B Anti-A
AB IAIB A danB -
O IOIO - Anti A dan Anti-B
b. Sistem Klasifikasi Rhesus
Terdapat enam tipe antigen Rh yang umum, setiap tipe disebut faktor
Rh. Tipe- tipe ini ditandai dengan C, D, E, c, d, dan e. Orang yang
memiliki antigen C, tidak memiliki antigen c, begitu pula sebaliknya.
Sedangkan tipe antigen D lebih antigenik dari yang lainnya dan lebih
sering dijumpai. Orang yang memiliki antigen D berarti Rh positif dan
yang tidak memilikinya disebut Rh negatif.
Hubungan dengan skenario :
Berdasarkan golongan darah yang dimiliki oleh Sudiro (AB), Mariana (O),
Rizky (A) dan Taufik (A) maka kemungkinan penurunan golongan darah Rizky
adalah sebagai berikut :
Sudiro x MarianaIAIB IOIO
IAIO IBIO
Rizky
Jika Taufik bergolongan darah A homozigot.
Jika Taufik bergolongan darah A heterozigot.
Dari kemungkinan-kemungkinan ini, maka penentuan ayah kandung
Rizky belum bisa tepat, karena baik Sudiro maupun Taufik memiliki peluang
untuk menjadi ayah kandung Rizky. Untuk lebih akurat, maka sebaiknya
dilakukan tes DNA.
Taufik x MarianaIAIA IOIO
IAIO Rizky
Taufik x MarianaIAIO IOIO
IAIO IOIO
Rizky
Mekanisme pembekuan darah (koagulasi)
Perdarahan
adalah keluarnya
darah dari salurannya
yang normal
(arteri, vena atau
kapiler) ke dalam
ruangan
ekstravaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah.
Mekanisme pembekuan darah secara umum adalah:
a. Sebagai respon atas rupturnya pembuluh darah atau rusaknya sel darah
itu sendiri, rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam
darah yang melibatkan lebih dari selusin faktor pembekuan darah, hasil
akhirnya adalah terbentuk suatu kompleks substansi teraktivasi yang
secara kolektif disebut aktivator protrombin.
b. Aktivator protrombin mengatalisis perubahan protrombin menjadi
trombin.
c. Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi
benang fibrin yang merangkai trombosit, sel darah dan plasma untuk
membentuk bekuan.
Pembekuan darah dalam jalur ekstrinsik dan jalur intrisik ini melibatkan berbagai
faktor pembekuan, antara lain:
Faktor SinonimI Fibrinogen:prekursor fibrin(protein terpolimerasi)II Protrombin:prekursor enzim proteolitik trombin dan mungkin
akselator lain pada konversi protrombin III Tromboplastin,aktivatr lipoprotein jaringan pada protrombinIV Kalsium:diperlukan untuk aktidfasi protrombin dan
pembekuan fibrinV Akselerator plasma globulin:suatu faktor plasma yang
mempercepat konversi protrombin menjadi trombinVII Akselerator konversi protrombin serum:suatu faktor serum
yang mempercepat konversi protrombin VIII Globulin antihemolitik serum:suatu faktor plasma yang
berkaiatan dengan faktor III trombosit dan faktor christmas (IX);mengaktivasi protrombin
IX Faktor chriastmas:faktor serum yang berkaitan dengan faktor trombosit III dan VIII AHG:mengaktifasi protrombin
X Faktor stuart-power;suatu faktor plasma dan serum,akselrator konversi protrombin
XI Pendahulu tromboplastin plasma(PTA):suatu faktor plasma yang diaktivasi oleh faktor XII akselerator pembentukan trombin
XII Faktor hageman:suatu faktor plasma;mengaktivasi PTAXIII Faktor penstabil fibrin:faktor plasma:menghasilkan bekuan
fibrin yang lebih kuat yang tidak larut dalam ureaFaktor fletcher(prakalikrein):faktor pengaktivasi –kontakFaktor fitzgerald(kininogen berat molekul tinggi):faktor pengaktifasi kontakTrombosit
Aktifator protrombin dapat dibentuk melalui dua cara yaitu jalur ekstrinsik
(dimulai dari trauma pada dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya) dan
jalur intrinsik (berawal di dalam darah sendiri).
a. Jalur ekstrinsik
Dimulai dari trauma dinding pembuluh darah atau jaringan
ekstravaskular sehingga kontak dengan darah, menimbulkan langkah-
langkah berikut.
1) Pelepasan faktor jaringan/ tromboplastin jaringan yang terdiri
dari fosfolipid ditambah kompleks lipoprotein sebagai enzim
proteolitik.
2) Aktivasi Faktor X-peranan faktor jaringan dan Faktor VIII,
kompleks lipoprotein dari faktor jaringan bersatu dengan
Faktor VII ditambah dengan ion Ca, faktor ini bekerja sebagai
enzim terhadap faktor X untuk membentuk faktor X
teraktivasi.
3) Efek dari Faktor X yang teraktivasi (Xa) dalam membentuk
aktivator protrombin-peranan faktor V. Faktor X teraktivasi
akan berikatan dengn fosfolipid jaringan dari faktor jaringan
atau dengan fosfolipid tambahan dari trombosit, juga dengan
faktor V untuk membentuk senyawa aktivator protrombin,
dengan adanya ion Ca, ia memecah protrombin menjadi
trombin.
b. Jalur intrinsik
1) Pengaktifan Faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit
oleh darah yang terkena trauma
2) Pengaktifan Faktor XI oleh Faktor XII yang teraktivasi.
3) Pengaktifan Faktor IX oleh Faktor XI yang teraktivasi.
4) Pengaktifan Faktor X-peranan faktor VIII
5) Kerja Faktor X teraktivasi dalam pembentukan aktivator
protrombin-peranan faktor V.
3. Hukum Mendel
Menurut Mendel, prinsip-prinsip penurunan genetik adalah:
a. Hukum Segregasi (Law of Segregation)
Masing-masing dari dua faktor yang diturunkan (alel) oleh orang tua
akan memisah dan menjadi gamet yang terpisah, dari diploid menjadi
haploid selama proses meiosis.
b. Hukum Penggabungan Bebas (Law of Independent Assortment)
Selama proses pembentukan gamet, alel-alel berbeda yang telah
bersegregasi dengan bebas akan bergabung secara bebas membentuk
genotif dengan kombinasi-kombinasi alel yang berbeda.
Tahap-tahap pembelahan sel meiotik
Terdiri dari dua proses yaitu meiosis 1, pemisahan kromosom homolog
dan meiosis II, pemisahan kromatid saudara.
a. Meiosis I
Terdiri dari 5 tahapan yaitu :
1) Interfase I, setiap kromosom bereplikasi, setiap kromosom
hasilnya adalah dua kromatid saudara yang identik dan melekat
pada sentomernya.
2) Profase I, lebih komplek dibandingkan dengan cara mitosis.
Kromosom mulai memadat. Dalam proses sinaps, kromosom
homolog muncul secara bersamaan sebagai suatu pasangan.
Kromatid kromosom homolog saling silang menyilang membantu
kromosom tetap terikat dinamakan kiasmata. Sementara itu
komponen seluler mempersiapkan pembelahan nukleus dengan
cara mirip pada mitosis., sentrosom bergerak menjauh dan
gelendong mikrotubula terbentuk, selubung nukleus dan nukleoli
menyebar. Akhirnya gelendong mikrotubula menangkap
kinetokor yang terbentuk pada kromosom dan kromosom mulai
bergerak ke pelat metafase.
3) Metafase I, kromosom tersusun pada pelat metafase, masih dalam
pasanagn homolog.
4) Anafase I, alat gelendong menggerakkan kromosom ke arah
kutub, tetapi kromatid saudara tetap pada sentromernya dan
bergerak bersama menuju kutub yang sama. Kromosom homolog
bergerak ke arah kutub yang berlawanan.
Meiosis II
1) Telofase I dan Sitokinesis
Aparatus gelendong terus memisahkan pasangan kromosom
sampai mencapai kutub sel. Kini tiap kutub memiliki satu set
kromosom haploid tetapi setiap kromosom tetap memiliki
kromatid saudara. dengan 2 kromatid Sitokinesis terjadi secara
simultan dengan telofase I, membentuk dua sel anak.
2) Profase II
Aparatus gelendong terbentuk dan kromosom berkembang ke arah
pelat metafase II.
3) Metafase II
Kromosom ditempatkan pada pelat metafase dengan kinetokor
kromatid saudara dari masing-masing kromosom menunjuk ke
arah-arah yang berlawanan.
4) Anafase II
Sentromer kromatid saudara akhirnya berpisah dan kromatid
saudara dari masing-masing pasangan, kini merupakan kromosom
individual.
5) Telofase II dan sitokinesis
Nuklei terbentuk pada kutub sel yang berlawanan dan sitokinesis
terjadi. Pada akhirnya, terdapat 4 sel anak, masing-masing dengan
jumlah haploid dari kromosom yang tidak direplikasi.
Penyakit keturunan adalah kelainan herediter dalam kromosom atau gen
dari salah satu atau kedua orang tua.
Jenis penyakit keturunan adalah :
a. Kelainan autosom, kelainan yang disebabkan oleh ekspresi dari
beberapa gen dalam kromosom somatik.
1) Kelainan autosom dominan, alel dominan akan menentukan
kelainan jika alel dominan homozigot ataupun heterozigot.
Contoh :
Achondroplasia (D), kerdil
Polydactyly (P), jari lebih
Brachidactyly (B), jari pendek
Piebald Spotting, bercak melanin
Thalasemia, kelainan darah, mayor-minor, normal
Katarak (K), selaput putih di kornea
Retinal Aplasia (Ra), buta
2) Kelainan autosom resesif, alel resesif akan menentukan kelainan
jika alel resesif homozigot.
Contoh :
Albinisme (aa), terkait dengan produksi melanin yang
sangat sedikit atau tidak ada sama sekali sehingga penderita
memiliki rambut yang putih dan kulit pucat.
PKU (Phenylkhetonuria) (pp), kelainan yang disebabkan
mutasi gen yang mengkode phenyl alanin hidroksilase yang
mengkonversi asam amino menjadi tirosin. Penderita
biasanya mengalami mental retardasi dan kekurangan
pigmen kulit dan rambut.
Anemia Sel Sabit, sel darah merah berbentuk sel sabit
sehingga hemoglobin tidak sempurna mengangkut oksigen
yang mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke organ2
vital dalam tubuh.
b. Kelainan genosom, kelainan yang disebabkan ekspresi beberapa gen
pada kromosom sex.
1) Kelainan genosom X-linked, kelainan yang tertaut pada kromosom
X
a) Dominan, alel dominan yang menentukan timbulnya
kelainan jika dalam bentuk homozigot ataupun heterozigot.
Contoh : penyakit cry-du-cat
b) Resesif, alel resesif yang menentukan timbulnya kelainan
jika dalam bentuk homozigot.
Contoh : buta warna, muscular distrophy, dan
hemofilia
2) Kelainan genosom Y-linked, kelainan yang tertaut pada kromosom
Y
Contoh : telinga berambut.
4. Pemeriksaan DNA
Tes Maternitas adalah tes DNA untuk menentukan apakah seorang wanita
adalah ibu biologis dari seorang anak. Tes ini membandingkan pola DNA anak
dengan terduga ibu untuk menentukan kecocokan DNA anak yang diwariskan
dari terduga ibu. Identifikasi DNA dilakukan dengan membandingkan DNA
mitokondria ibu dengan anak. Karena DNA mitokondria hanya diwariskan
secara maternal pada anaknya, bila polanya sama maka keduanya memiliki garis
maternal yang sama. Jika tidak sama maka 100% bukan berasal dari satu garis
keturunan ibu.
Tes paternitas adalah tes DNA untuk menentukan apakah seorang pria
adalah ayah biologis dari seorang anak. Tes paternitas membandingkan pola
DNA anak dengan terduga ayah untuk memeriksa bukti pewarisan DNA yang
menunjukan kepastian adanya hubungan biologis. Tes ini dilakukan dengan
menggunakan marka STR (Short Tandem Repeat) yaitu lokus DNA yang
tersusun atas pengulangan 2-6 basa. DNA diambil dari kromosom somatik.
Dalam inti sel, terdapat area yang disebut STR (Short Tandem Repeat) yang
tidak mengkode untuk melakukan sesuatu tetapi memiliki sifat yang unik karena
berbeda pada setiap orang.
Seseorang dapat dikatakan memiliki hubungan darah jika terdapat 16
pasang STR yang sama dengan keluarganya. Bagian tubuh yang dapat diambil
untuk melakukan tes ini adalah rambut, air liur, sperma, cairan vagina, darah dan
jaringan tubuh lainnya.
Hubungan dengan skenario :
Untuk menentukan kepastian ayah kandung Rizky, maka sebaiknya
menggunakan tes DNA jenis tes paternitas. Melalui tes ini, dapat dilihat
hubungn Ryzky dengan Sudiro atau Taufik. Hasilnya sangat bagus.
5. Konsultasi Genetik
Konsultasi Genetik adalah memberikan nasehat atau konsultasi genetis
kepada seorang pasien atau keluarganya, berdasarkan hasil observasi atau
pemeriksaan silsilah keluarganya (pedigree), laboratoris dan klinis.
Tujuan :
a. Agar sesorang yang akan menikah mendapatkan keturunan yang
diharapkan tidak cacat atau memiliki penyakit keturunan.
b. Jika sudah terlanjur memiliki anak cacat atau penyakit keturunan,
dinasehatkan untuk bersiap-siap menghadapi kemungkinan itu lagi
atau dilarang untuk punya anak lagi.
c. Mencegah atau mengobati suatu penyakit keturunan yang diterima dari
leluhur.
d. Terhadap janin atau bayi yang baru lahir kemudian diperiksa mengidap
cacat bawaan atau penyakit keturunan, memberikan nasehat bagaimana
cara menghadapi kelahirannya atau mengasuhnya kelak.
e. Mencari jalan keluar perselisihan keluarga atau warisan yang
berhubungan denagn sifat genetis.
f. Penderita Hemofilia mendapat jaminan untuk mendapatkan perawatan.
Penderita harus tergabung dalam anggota dokter keluarga. Jika
penderita berasal dari keluarga kurang mampu maka sebaiknya
mengambil Askeskin dan jika penderita berasal dari keluarga mampu
maka sebaiknya mengambil Askes komersil. Hal ini dimaksudkan agar
penderita selalu terjamin dalam masa perawatannya karena perawatan
untuk penderita Hemofilia relatif mahal dan terbatas.
Hubungan dengan skenario :
Rizky terlahir dalam keadaan mengidap penyakit hemofilia. Oleh karena
itu, orang tua harus berkomitmen untuk menjaga dan merawatnya. Demikian
juga dalam hal pengobatan, Rizky harus didukung penuh dalam masa
perawatannya.
top related