analisis daur hidup produk (product life cycle) bihun ...digilib.unila.ac.id/54604/3/skripsi tanpa...
Post on 29-Apr-2019
239 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS DAUR HIDUP PRODUK (PRODUCT LIFE CYCLE)
BIHUN TAPIOKA DI PROVINSI LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
RIZKY FITRIANINGSIH D
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
ANALISIS DAUR HIDUP PRODUK (PRODUCT LIFE CYCLE)
BIHUN TAPIOKA DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
Rizky Fitrianingsih D
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi produk bihun tapioka di Provinsi
Lampung dalam daur hidup produk (Product Life Cycle), mengetahui persepsi
produsen terhadap pengembangan usaha bihun tapioka dan motif konsumen dalam
pembelian bihun tapioka. Metode penelitian yang digunakan adalah sensus pada
agroindustri bihun tapioka. Responden penelitian adalah pemilik atau pengelola
agroindustri dan konsumen bihun tapioka. Pengumpulan data pada bulan Februari
sampai April 2018. Metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif
dan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Agroindustri Sinar
Jaya, Agroindustri Monas Lancar, dan Agroindustri Moro Seneng berada pada Tahap
Pertumbuhan, sedangkan Agroindustri Sinar Harapan dan Agroindustri Bintang Obor
berada pada Tahap Kedewasaan. Pengembangan usaha dipersepsikan sebagai hal
yang penting oleh produsen, namun sulit untuk dilakukan karena strategi pemasaran
yang belum tepat. Motif konsumen dalam pembelian bihun tapioka adalah karena
keterjangkauan harga dan kemudahan mengolah.
Kata kunci : bihun tapioka, motif, persepsi, plc.
ABSTRACT
THE PRODUCT LIFE CYCLE ANALYSIS OF TAPIOCA VERMICELLI
IN LAMPUNG PROVINCE
By
Rizky Fitrianingsih D
This research aimed to analyze tapioca vermicelli position in Lampung Province in
the product life cycle (PLC), producer’s perception of the tapioca vermicelli business
development and consumer’s motives in buying tapioca vermicelli. This research
used a census method on tapioca vermicelli agroindustry. Respondents were the
owner of agroindustry and the consumers of tapioca vermicelli. Data were collected
in February until April 2018. Data were analyzed by descriptive statistical and
qualitative descriptive analysis. The results showed that the tapioca vermicelli
position in the product life cycle in Sinar Jaya Agroindustry, Monas Lancar
Agroindustry, and Moro Seneng Agroindustry were in the Growth Stage, while Sinar
Harapan Agroindustry and Bintang Obor Agroindustry were in the Maturity Stage.
Business development perceived as an important matter by producers, but it is
difficult to do because the marketing strategy is not right. Consumer’s motives in
buying tapioca vermicelli are due to affordability of prices and ease of processing.
Key words: motive, perception, PLC, tapioca vermicelli.
ANALISIS DAUR HIDUP PRODUK (PRODUCT LIFE CYCLE)
BIHUN TAPIOKA DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
RIZKY FITRIANINGSIH D
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 28 Februari 1996 dari
pasangan Bapak Samsuddin Dalimunthe, S.Pd. dan Ibu Netti
Hetrawati Harahap. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara. Studi tingkat Taman Kanak-Kanak (TK)
diselesaikan di TK PKK Yosodadi pada tahun 2002, tingkat
Sekolah Dasar (SD) di SDN 4 Metro Timur pada tahun 2008, Madrasah
Tsanawiyah (MTs) di MTs Muhammadiyah Metro pada tahun 2011, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) di SMAN 5 Metro pada tahun 2014. Penulis diterima di
Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2014
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bumi Nabung Ilir
Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari pada bulan
Januari hingga Maret 2017. Selanjutnya, pada Juli 2017 penulis melaksanakan
Praktik Umum (PU) di Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Lampung pada bidang
Ketersediaan dan Kerawanan Pangan selama 40 hari kerja efektif. Selama masa
perkuliahan penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah
Pembangunan Pertanian pada Semester Ganjil tahun 2017-2018.
Kegiatan eksternal penulis selama masa perkuliahan adalah pernah menjadi
surveyor dalam kegiatan survai konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia
periode Juli- Desember 2018, serta aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu
menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himaseperta)
Universitas Lampung di bidang IV yaitu bidang kewirausahaan pada periode
tahun 2014 hingga tahun 2018.
SANWACANA
Bismillahirahmannirrahim,
Alhamdulillahi Rabbil ’Alamin, segala puji bagi Allah SWT atas berkat, rahmat,
hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan dan suri teladan Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang seperti saat ini. Semoga kita semua mendapatkan
syafaatnya pada yaumil akhir kelak.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis
Daur Hidup Produk (Product Life Cycle) Bihun Tapioka di Provinsi
Lampung” tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan, bantuan,
nasihat, saran dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., sebagai Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis,
atas arahan, bantuan, dan nasihat yang telah diberikan.
3. Ibu Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S., sebagai Dosen Pembimbing
Pertama sekaligus Pembimbing Akademik atas keikhlasan hati, kesabaran,
nasihat, arahan, motivasi, ilmu yan bermanfaat dan perhatian yang telah
diberikan kepada penulis dari awal hingga akhir perkuliahan dan selama
proses penyelesaian skripsi.
4. Ibu Ani Suryani., S.P., M.Sc., sebagai Dosen Pembimbing Kedua atas
ketulusan hati yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat, kesabaran,
bimbingan, motivasi, arahan, dan saran kepada penulis selama proses
penyelesaian skripsi.
5. Bapak Dr. Ir. Raden Hanung Ismono, M.P., selaku Dosen Pembahas atas
masukan, arahan, nasihat, dan motivasi yang telah diberikan untuk
penyempurnaan skripsi ini.
6. Keluargaku tercinta, Bapak Samsuddin Dalimunthe, S.Pd., dan Mamah Netti
Hetrawati Harahap, serta Abangku Ahmad Suwandi Dalimunthe dan
Kakakku Rahmadani Dalimunthe yang telah memberikan yang terbaik, yang
tanpa kenal lelah untuk selalu memberikan cinta dan kasih sayang,
pengorbanan, dukungan baik moril dan materil yang tiada henti serta do’a
yang tidak terputus untuk tercapainya gelas Sarjana Pertanian ini.
7. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Agribisnis (Mba Ayi, Kak Tunjung,
Mba Iin, Mas Boim, dan Mas Bukhari) atas semua bantuan yang telah
diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.
8. Sahabat terbaik, Rosi Triafni Nurhayati yang telah memberikan saran,
semangat berjuang, bantuan dan dukungan kepada penulis selama ini.
9. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2014, Kelas D, Yances, Syen,
Yohana,, Oci, Kiki Marliani, Cindi, Dwi, Ara, Novia, Yols, Vidya, Yudi,
Matski, Hafia, Intan, Devira, Ine, Inggit, Kayesh, Gesti, Shelma, Uuk, Sintia,
Selvi, Vanda,, Alvita, Ayu, Deta, Sita, Rosita Septi, Siska, Yani, Othi, Cece,
Adek, Aurora, Faakhira, Surveyor BI dan teman-teman lain yang tidak bisa
disebutkan satu per satu, terimakasih atas waktu, bantuan, dan kebersamaan
yang diberikan kepada penulis selama ini.
10. Atu dan kiyai Agribisnis 2011, 2012, 2013 serta adinda Agribisnis 2015 atas
dukungan dan bantuan kepada penulis.
11. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian atas segala yang telah diberikan
kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan,
akan tetapi semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
banyak pihak di masa yang akan datang.
Bandar Lampung, Oktober 2018
Penulis,
Rizky Fitrianingsih D
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ....................... A. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 8
1. Agroindustri ............................................................................................ 8
2. Bihun Tapioka ...................................................................................... 11
3. Daur Hidup Produk (Product Life Cycle) ............................................. 13
1) Tahap Perkenalan ............................................................................. 18
2) Tahap Pertumbuhan ......................................................................... 20
3) Tahap Kedewasaan .......................................................................... 22
4) Tahap Penurunan ............................................................................. 24
4. Persepsi ................................................................................................. 25
5. Pengembangan Usaha .......................................................................... 27
6. Motif Pembelian Konsumen ................................................................ 28
7. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 31
B. Kerangka Pemikiran .................................................................................. 35
III. METODE PENELITIAN .................................................................
A. Metode, Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 38
B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional .................................................. 39
C. Responden, Jenis dan Metode Pengumpulan Data .................................. 43
D. Metode Analisis Data ............................................................................... 43
1. Analisis Daur Hidup Produk Bihun Tapioka ........................................ 43
2. Persepsi produsen terhadap pengembangan usaha ............................... 46
3. Motif konsumen dalam pembelian bihun tapioka ................................ 47
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................
A. Keadaan Umum Kota Metro .......................................................... 48
B. Keadaan Umum Kecamatan Metro Utara ....................................... 50
C. Keadaan Kecamatan Metro Timur .................................................. 50
D. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Timur ................................. 51
E. Keadaan Umum Kecamatan Sekampung ........................................ 51
F. Keadaan umum Kecamatan Rumbia ............................................... 52
G. Gambaran Umum Agroindustri Bihun Tapioka di Kota Metro dan
Kabupaten Lampung Timur ............................................................ 52
H. Gambaran Umum Konsumen Bihun ............................................... 61
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
A. Karakteristik Responden ................................................................ 63
1. Karakteristik Responden Produsen Bihun Tapioka................... 63
2. Karakteristik Responden Konsumen Bihun Tapioka ................ 65
B. Posisi Produk Bihun Tapioka di Provinsi Lampung dalam
Daur Hidup Produk (Product Life Cycle) ....................................... 69
1. Metode Polli and Cook ............................................................ 69
C. Persepsi Produsen terhadap Pengembangan Usaha Agroindustri
Bihun Tapioka ................................................................................. 75
1. Pentingnya pengembangan usaha .............................................. 78
2. Jumlah produk ........................................................................... 78
3. Pengembangan pasar ................................................................. 79
4. Omzet usaha .............................................................................. 79
5. Kelangsungan usaha .................................................................. 80
6. Persepsi produsen terhadap pengembangan usaha agroindustri
bihun tapioka ............................................................................. 80
D. Motif Konsumen dalam Pembelian Produk Bihun Tapioka ........... 81
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
A. Kesimpulan ...................................................................................... 85
B. Saran ................................................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... ........ 87
LAMPIRAN .............................................................................................. ........ 90
i
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah agroindustri ubi kayu di Provinsi Lampung ........................... 2
2. Lokasi agroindustri bihun tapioka di Kota Metro ............................... 4
3. Karakteristik Daur Hidup Produk (Product Life Cycle) ..................... 17
4. Penelitian terdahulu ............................................................................ 32
5. Klasifikasi penilaian persepsi.............................................................. 47
6. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut
Kecamatan di Kota Metro tahun 2016 ................................................ 49
7. Karakteristik agroindustri bihun tapioka. ........................................... 53
8. Pembagian jam kerja tenaga kerja agroindustri bihun tapioka ........... 58
9. Karakteristik responden produsen bihun tapioka ................................ 63
10. Distribusi responden bihun tapioka menurut umur ............................. 65
11. Distribusi responden bihun tapioka menurut tempat tinggal .............. 66
12. Distribusi responden bihun tapioka menurut pendidikan terakhir ...... 67
13. Distribusi responden bihun tapioka menurut pekerjaan ...................... 67
14. Distribusi responden bihun tapioka menurut jumlah anggota
keluarga .............................................................................................. 68
15. Hasil perhitungan dengan rumus Polli and Cook Agroindustri Bihun
Tapioka .............................................................................................. 69
16. Persepsi produsen terhadap pengembangan usaha agroindustri
bihun tapioka dengan skala likert........................................................ 76
17. Klasifikasi kelas persepsi produsen terhadap pengembangan usaha
agroindustri bihun tapioka .................................................................. 77
18. Hasil analisis persentase mengenai motif konsumen dalam
pembelian bihun tapioka ..................................................................... 82
19. Identitas produsen bihun tapioka ........................................................ 91
20. Data penjualan produk bihun tapioka dalam kurun waktu 5 tahun (kg) 92
21. Perhitungan daur hidup produk bihun tapioka menggunakan rumus
Polli and Cook Agroindustri Sinar Jaya .............................................. 92
22. Perhitungan daur hidup produk bihun tapioka menggunakan rumus
Polli and Cook Agroindustri Sinar Harapan ....................................... 93
23. Perhitungan daur hidup produk bihun tapioka menggunakan rumus
Polli and Cook Agroindustri Monas Lancar ....................................... 94
24. Perhitungan daur hidup produk bihun tapioka menggunakan rumus
Polli and Cook Agroindustri Bintang Obor ........................................ 95
25. Perhitungan daur hidup produk bihun tapioka menggunakan rumus
Polli and Cook Agroindustri Moro Seneng......................................... 96
26. Persepsi produsen terhadap pengembangan usaha agroindustri
bihun tapioka dengan skala likert........................................................ 97
27. Identitas konsumen bihun tapioka di Kota Metro, Sekampung, Rumbia 98
28. Motif konsumen dalam pembelian produk bihun tapioka .................. 101
29. Perbandingan antara bihun tapioka dengan bihun yang lain............... 111
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram alir pembuatan bihun tapioka di Kota Metro ...................... . 12
2. Tahap daur hidup produk (product life cycle) .................................... . 13
3. Alternatif pola daur hidup produk ...................................................... . 15
4. Kerangka pemikiran analisis analisis daur hidup produk (product
life cycle) bihun tapioka di Provinsi Lampung .................................. . 37
5. Struktur Organisasi Agroindustri Sinar Jaya ..................................... . 55
6. Struktur Organisasi Agroindustri Sinar Harapan ............................... . 55
7. Struktur Organisasi Agroindustri Monas Lancar ............................... . 55
8. Struktur Organisasi Agroindustri Bintang Obor ................................ . 56
9. Struktur Organisasi Agroindustri Moro Seneng ................................ . 56
10. Tempat penyimpanan tepung tapioka ................................................ . 57
11. Tempat untuk mengaduk tepung tapioka ........................................... . 57
12. Tempat untuk mengepres tepung tapioka .......................................... . 58
13. Tempat memadatkan tepung aci ........................................................ . 58
14. Tempat pengukusan ........................................................................... . 58
15. Tempat pengepinan bihun tapioka ..................................................... . 59
16. Tempat penjemuran bihun tapioka ..................................................... . 59
17. Tempat pengemasan bihun tapioka .................................................... . 60
18. Tempat penyimpanan bihun tapioka .................................................. . 60
19. Kurva posisi produk bihun tapioka pada Agroindustri Sinar Jaya..... . 71
20. Kurva posisi produk bihun tapioka pada Agroindustri Sinar Harapan 72
21. Kurva posisi produk bihun tapioka pada Agroindustri Monas Lancar 73
22. Kurva posisi produk bihun tapioka pada Agroindustri Bintang Obor . 74
23. Kurva posisi produk bihun tapioka pada Agroindustri Moro Seneng . 75
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Ketergantungan pada beras seperti yang terjadi saat ini, sangat tidak
menguntungkan bagi kelangsungan ketahanan pangan nasional karena jumlah
penduduk Indonesia sangat besar dengan cakupan geografis yang luas dan
tersebar. Kebutuhan beras yang tinggi membuat Indonesia melakukan impor
beras dari negara lain. Oleh karena itu, pemerintah dalam mewujudkan
ketahanan pangan nasional perlu melakukan program diversifikasi pangan
sumber karbohidrat selain beras.
Diversifikasi pangan merupakan upaya untuk menganekaragamkan pola
konsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu gizi makanan
yang dikonsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi
penduduk (Almatsier, 2001). Program diversifikasi pangan ini salah satu
upaya pemerintah yang sangat strategis yang dapat mengurangi
ketergantungan terhadap beras. Pengganti beras tersebut harus bersumber
dari komoditas lokal bernutrisi dan aman untuk dikonsumsi. Salah satu bahan
2
pangan yang dapat menggantikan beras adalah kelompok umbi-umbian yaitu
ubi kayu (Kementerian Pertanian, 2016).
Ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan pengganti beras yang cukup
penting peranannya dalam menopang ketahanan pangan suatu wilayah.
Provinsi Lampung sebagai sentra penghasil ubi kayu dengan rata-rata
produksi mencapai 7,74 juta ton di urutan pertama (Badan Pusat Statistik,
2017). Banyaknya ubi kayu yang ada di Provinsi Lampung memunculkan
berbagai macam jenis agroindustri yang berbahan dasar ubi kayu. Jumlah
agroindustri ubi kayu di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah agroindustri ubi kayu di Provinsi Lampung.
No. Kabupaten/Kota
Jumlah
agroindustri ubi
kayu (unit)
Jumlah
agroindustri
ubi kayu (%)
1 Lampung Barat 0 0,00
2 Tanggamus 0 0,00
3 Lampung Selatan 1 0,81
4 Lampung Timur 70 56,91
5 Lampung Tengah 6 4,88
6 Lampung Utara 0 0,00
7 Way Kanan 11 8,94
8 Tulang Bawang 21 17,07
9 Pesawaran 2 1,63
10 Pringsewu 0 0,00
11 Mesuji 0 0,00
12 Tulang Bawang Barat 0 0,00
13 Pesisir Barat 0 0,00
14 Bandar Lampung 0 0,00
15 Metro 12 9,76
Lampung 123 100,00
Sumber : Dinas Perindustrian Provinsi Lampung, 2017.
Agroindustri adalah salah satu konsep pendekatan pembangunan pertanian
yang merupakan bagian dari 6 (enam) subsistem agribisnis yang disepakati
selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan,
3
usahatani, pengolahan hasil pertanian, sarana pembiayaan dan pemasaran
(Soekartawi, 2000). Agroindustri ubi kayu berperan penting dalam
mewujudkan program diversifikasi pangan.
Data pada Tabel 1 menunjukkan jumlah agroindustri (pengolahan hasil
pertanian) ubi kayu di Provinsi Lampung sebanyak 123 unit. Ubi kayu dapat
dijadikan berbagai macam olahan makanan, salah satu olahan ubi kayu adalah
bihun tapioka. Bihun tapioka merupakan bihun atau mi yang terbuat dari
bahan dasar ubi kayu. Olahan ubi kayu banyak dikenal oleh masyarakat,
sehingga menjadikan olahan tersebut sebagai pilihan keberagaman pangan
yang belum terlihat keberhasilannya. Salah satu daerah di Provinsi Lampung
yang terdapat produsen pengolahan tepung tapioka menjadi bihun tapioka
adalah Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur.
Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur merupakan daerah di Provinsi
Lampung yang terdapat agroindustri ubi kayu yang diolah menjadi bihun
tapioka. Kota Metro terdapat dua kecamatan yang mempunyai produsen
bihun tapioka, yaitu Kecamatan Metro Timur dan Kecamatan Metro Utara.
Lokasi agroindustri bihun tapioka di Kota Metro dapat dilihat pada Tabel 2.
Kabupaten Lampung Timur yang terdapat produsen bihun tapioka yaitu
daerah di Kecamatan Pekalongan.
Agroindustri bihun tapioka di Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur
sudah berdiri sejak lama, namun permintaan bihun tapioka oleh konsumen
tidak mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan
produsen tentang pentingnya bihun tapioka sebagai salah satu upaya
4
diversifikasi pangan. Jadi, bihun tapioka hanya dikenal di daerah-daerah
terbatas saja seperti di Kabupaten Lampung Timur dan di Kabupaten
Lampung Tengah (Bazai, 2017).
Tabel 2. Lokasi agroindustri bihun tapioka di Kota Metro
No Nama
Agroindustri Tahun Merek produk Lokasi agroindustri
1 Monas Jaya 1988 Cap Monas
Lancar
Jalan Abri 34, Iring Mulyo
Metro Timur
2 Sinar Jaya 1984 Cap Bulan Banjar Sari, Metro Utara
3 Bintang Obor 1976 Cap Motor Jalan Bedeng, Karang
Rejo, Metro Utara
4 Sinar Harapan 1985 Cap Dua
Jangkar
Jalan Dewi Sartika, Banjar
Sari, Metro Utara
Sumber : Rahmatullah, 2015.
Berdasarkan hasil penelitian Sayekti, Prasmatiwi, dan Adawiyah (2007)
produsen bihun tapioka di Kota Metro masih pasif dalam melakukan strategi
pemasaran. Produsen bihun tapioka hanya memperhatikan pada masalah
produksi sedangkan aspek pasar belum diperhatikan. Jumlah produksi bihun
tapioka tergantung dari permintaan distributor sehingga pemasaran bihun
tapioka lebih banyak dilakukan oleh distributor. Hasil penelitian ini selaras
dengan hasil penelitian Bazai (2017) yaitu pada proses pendistribusian bihun
tapioka di Kota Metro kepada konsumen hanya dilakukan oleh distributor,
sedangkan produsen bihun tapioka hanya menjual bihun tapioka di pabrik
saja.
Hasil penelitian Sayekti et al. (2007) rata-rata jumlah konsumsi bihun tapioka
di Kota Metro oleh konsumen rumah tangga adalah sebanyak 733,87 gram
per rumah tangga per bulan dengan frekuensi pembelian 1-2 kali per bulan.
5
Berdasarkan hasil penelitian Vidyaningrum, Sayekti, dan Adawiyah (2016)
rata-rata konsumsi bihun tapioka oleh rumah tangga di Kecamatan
Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur yaitu sebanyak 1.300 gram per
rumah tangga per bulan dengan frekuensi pembelian 2 kali per bulan. Data
tersebut menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi bihun tapioka mengalami
peningkatan walaupun peningkatan konsumsi tersebut hanya terdapat pada
daerah yang memiliki agroindustri bihun tapioka.
Permasalahan pada agroindustri bihun tapioka adalah produsen bihun tapioka
yang tidak melakukan pengembangan ide, inovasi dan kreativitas pada
produk bihun tapioka yang diproduksinya. Selain itu, produsen kurang
mampu untuk membuat suatu strategi pemasaran yang sesuai untuk produk
bihun tapioka. Oleh karena itu, bihun tapioka hanya dikenal oleh masyarakat
di daerah-daerah tertentu saja.
Produsen bihun tapioka di Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur perlu
memperhatikan langkah-langkah strategi pemasaran sesuai tahapan produk
bihun tapioka agar tujuan agroindustri tercapai. Pencapaian laba meningkat,
serta mempertahankan kelangsungan hidup agroindustri bihun tapioka,
sehingga volume penjualan produk bihun tapioka dapat berkembang ke luar
daerah Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur.
Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur dipilih sebagai tempat penelitian
karena pada daerah tersebut terdapat usaha pengolahan (agroindustri) ubi
kayu menjadi bihun tapioka. Produsen bihun tapioka yang pasif dalam
melakukan pemasaran produk, perlu mengetahui posisi produk bihun tapioka
6
dalam mengembangkan produk bihun tapioka. Hal ini dilakukan agar
agroindustri bihun tapioka dapat dikembangkan dan dikenal oleh masyarakat
luas. Kotler (2000) menyatakan bahwa setiap tahap siklus hidup produk
(Product Life Cycle) memerlukan strategi pemasaran yang berbeda. Pada
daur hidup produk (Product Life Cycle) terdapat 4 (empat) tahapan yaitu
tahapan pengenalan, tahapan pengembangan, tahapan kedewasaan dan
tahapan penurunan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai
“Analisis Daur Hidup Produk (Product Life Cycle) Bihun Tapioka di Provinsi
Lampung”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, beberapa permasalahan yang
ingin dikaji dalam penelitian ini :
(1) Bagaimana posisi produk bihun tapioka di Provinsi Lampung dalam daur
hidup produk (Product Life Cycle)?
(2) Bagaimana persepsi produsen terhadap pengembangan usaha agroindustri
bihun tapioka di Provinsi Lampung?
(3) Bagaimana motif konsumen dalam pembelian produk bihun tapioka ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah :
(1) Mengetahui posisi produk bihun tapioka di Provinsi Lampung dalam daur
hidup produk (Product Life Cycle).
7
(2) Mengetahui persepsi produsen terhadap pengembangan usaha agroindustri
bihun tapioka di Provinsi Lampung.
(3) Mengetahui motif konsumen dalam pembelian produk bihun tapioka.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
(1) Bagi produsen, penelitian ini sebagai informasi bagi pelaku agroindustri
bihun tapioka dalam menjalankan kegiatan usahanya.
(2) Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
membuat kebijakan mengenai program penganekaragaman pangan.
(3) Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk melakukan
penelitian sejenis.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Agroindustri
Soekartawi (2000) menyatakan bahwa agroindustri adalah bagian atau
subsistem dari sistem agribisnis yang memproses atau mengolah dan
mentransformasikan produk mentah hasil pertanian menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi, yang dapat langsung dikonsumsi atau digunakan dalam
proses produksi. Agroindustri merupakan industri bahan baku dari produk
pertanian.
Agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu pertama, agroindustri merupakan
industri yang usaha utamanya dari produk pertanian. Studi agroindustri pada
konteks ini adalah menekankan pada food processing management dalam
suatu perusahaan produk olahan yang bahan bakunya adalah produk
pertanian. Kedua, agroindustri merupakan suatu tahapan pembangunan
sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan
pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri (Soekartawi,
2000).
9
Menurut Zakaria (2007) agroindustri adalah suatu kegiatan atau usaha yang
mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman atau hewan melalui proses
transformasi dengan perlakuan fisik dan kimia, penyimpanan, serta distribusi.
Ciri penting dari agroindustri adalah kegiatannya tidak tergantung musim,
membutuhkan manajemen usaha yang moderen, pencapaian skala usaha yang
optimal dan efisien, serta mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.
Agroindustri diharapkan dapat meningkatkan daya saing di bidang industri
terutama pada produk-produk yang menjadi komoditas unggulan. Hal ini
disebabkan oleh karakteristik dari agroindustri yang memiliki kelebihan
dibandingkan dengan industri lainnya, antara lain: (a) memiliki keterkaitan
yang kuat baik dari industri hulunya sampai ke industri hilirnya, (b)
menggunakan sumberdaya alam yang ada (lokal) dan dapat diperbaharui, (c)
mampu memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, baik di pasar
internasional maupun di pasar domestik, (d) dapat menampung tenaga kerja
dalam jumlah besar, (e) produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup
elastis sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdampak
semakin luasnya pasar khususnya pasar domestik (Bantacut, 2002).
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan
menjadi :
a) Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja
kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat
terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan produsen atau
pemilik industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota
10
keluarganya. Misalnya industri anyaman, industri kerajinan, industri
tempe atau tahu, dan industri makanan ringan.
b) Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5
sampai 19 orang. Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif
kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau massih ada
hubungan saudara. Misalnya industri genteng, industri batu bata, dan
industri rotan.
c) Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20
sampai 99 orang. Ciri industri sedang memiliki modal yang cukup besar,
tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan
memiliki kemampuan manajerial tertentu. Misalnya industri konveksi,
industri bordir, industri makanan, dan industri keramik.
d) Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100
orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun
secara kolektif dalam bentuk pemilihan saham, tenaga kerja harus
memiliki keterampilan khusus. Misalnya industri tekstil, industri mobil,
industri besi baja, dan industri pesawat terbang (Bank Indonesia, 2010).
Agroindustri bihun tapioka merupakan salah satu agroindustri skala kecil
dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit dan berasal dari lingkungan sekitar
serta jumlah modal yang relatif terbatas. Tidak hanya itu, peralatan yang
digunakan pada agroindustri bihun tapioka ini masih terbilang tradisional dan
standar, hanya beberapa peralatan pada agroindustri tertentu yang sudah
terbilang moderen. Agroindustri bihun tapioka terdapat tiga kegiatan utama
yaitu kegiatan pengadaan bahan baku, kegiatan pengolahan, dan kegiatan
11
pemasaran. Ketiga kegiatan tersebut akan menjadi lebih efektif bila adanya
peran jasa layanan pendukung.
2. Bihun Tapioka
Menurut Astawan (2008) bihun berasal dari bahasa Cina, yang artinya tepung
beras (bie = beras, hun = tepung). Bihun tidak hanya dikenal di Indonesia,
tetapi juga di negara-negara lain yang dikenal dengan berbagai sebutan
seperti bihon, bijon, bifun, mehon, dan vermicelli. Bihun merupakan salah
satu jenis makanan yang termasuk dalam jenis mi. Bahan baku umum dalam
pembuatan bihun yang digunakan adalah tepung terigu, tepung tapioka, air,
garam, soda abu dan minyak goreng.
Bihun sebagai makanan alternatif pengganti beras meskipun tidak selaku mi,
bihun masih termasuk diminati. Selama ini pemanfaatan bihun masih terbatas
pada makanan jajanan, seperti bakso, soto, ketoprak, gado-gado, bihun
goreng, serta sebagai bahan pengisi pada lumpia, buras, tahu isi, dan lain-
lainnya.
Proses pembuatan bihun dapat dilakukan secara sederhana dan tidak sulit.
Proses yang dilaksanakan dari tepung hingga menjadi bihun melalui tahap
pembersihan dengan cara pembersihan tepung, pengadukan tepung menjadi
bubur, pengepresan, pemasakan tahap pertama, pencetakkan bihun,
pemasakan tahap kedua, penjemuran, dan pengemasan. Bahan yang
digunakan adalah tepung tapioka atau dapat diganti beras dan jagung, air, dan
sodium bisulfit. Peralatan yang digunakan adalah penggiling pengayak atau
12
penyaring tepung, wadah perendam, filter press, screw extruder, pengukus
(dandang), pengering (Astawan, 2008).
Bihun tapioka merupakan salah satu olahan dari ubi kayu. Menurut
Rahmatullah (2015) tahap pembuatan singkong menjadi bihun tapioka
dijelaskan pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan bihun tapioka di Kota Metro.
Ubi Kayu
Tepung Tapioka
Penggilingan 1
Pengukusan 1 (±3 jam)
Penggilingan 2
Pengepresan/cetak
Pengukusan 2 (± 2 jam)
Persiapan jemur
Penjemuran (±6 jam)
Pengemasan
13
3. Daur Hidup Produk (Product Life Cycle)
Daur hidup produk (Product Life Cycle) merupakan perjalanan dari penjualan
dan keuntungan produk selama masa hidupnya (Kotler, 2000). Setiap produk
yang diciptakan dan dipasarkan pasti akan mengalami tahap daur hidup dan
selalu memiliki masa hidup yang berbeda-beda. Masa hidup suatu produk
mulai saat dikeluarkan oleh agroindustri ke masyarakat luar sampai dengan
menjadi tidak disenanginya produk tersebut merupakan daur kehidupan
produk. Daur hidup produk (Product Life Cycle) atau PLC untuk selanjutnya
ketiga istilah itu digunakan secara bergantian. Gambar daur hidup produk
(product life cycle) disajikan pada Gambar 2.
Unit Penjualan
dan Laba
Penjualan
(+)
Laba
0
(-)
Waktu
Perkenalan Pertumbuhan Kedewasaan Penurunan
Gambar 2. Tahap daur hidup produk (product life cycle)
Sumber : Tjiptono, 2015.
14
Konsep daur hidup produk cenderung lebih berguna untuk perencanaan
strategik dan aktivitas-aktivitas pengendalian dibandingkan peyusunan
ramalan/proyeksi jangka pendek dan program pemasaran. Konsep daur hidup
produk sangat baik digunakan untuk menginterpretasikan dinamika produk
dan pasar. Konsep daur hidup produk dipandang sulit diterapkan. Hal ini
disebabkan dengan ketidakmampuan para pemasar untuk memastikan secara
akurat dalam tahap mana persisnya sebuah produk berada pada periode
tertentu. Kelemahan lainnya, yaitu kurang dapat digunakan sebagai alat
prediksi karena sejarah penjualan menunjukkan pola yang beragam, dan
tahap-tahapnya itu berbeda durasinya. Selain itu, agroindustri juga menemui
kesulitan untuk mengetahui ditahap apa suatu produk sedang berkembang.
Masalah lainnya disebabkan oleh pola daur hidup yang bervariasi yaitu ada
sekitar 11 pola daur hidup yang disajikan pada Gambar 3 (Tjiptono, 2015).
Umur suatu produk tergantung dari strategi yang dijalankan oleh agroindustri.
Walaupun umur produk ada yang sangat singkat dan tidak sedikit juga produk
yang memiliki umur yang relatif panjang. Kehidupan suatu produk biasanya
di ukur dari tingkat penjualan dan laba yang diraih oleh produk tersebut.
Maka, melalui identifikasi posisi agroindustri dalam daur hidup produk,
berbagai sasaran pokok, keputusan, masalah dan transisi organisasional yang
dibutuhkan untuk masa depan dapat di antisipasi. Dengan demikian,
produsen dapat merencanakan setiap perubahan yang dipandang perlu (dan
tidak bersikap pasif) untuk merespon kondisi-kondisi yang telah dapat
diprediksi sebelumnya.
15
Unit Unit Unit
Penjualan Penjualan Penjualan
C
A B
D
Waktu Waktu Waktu
Unit Unit Unit
Penjualan Penjualan Penjualan
E G
F H
Waktu Waktu Waktu
Unit Unit Unit
Penjualan Penjualan Penjualan
J
I K
Waktu Waktu Waktu
Keterangan : A = Cycle-recycle
B = Cycle-half cycle
C = Increasing sales
D = Decreasing sales
E = High plateau
F = Low pleteau
G = Stable maturity
H = Growth maturity
I = Innovative maturity
J = Growth-decline-pleteau
K = Rapid penetration
Gambar 3. Alternatif pola daur hidup produk.
Sumber : Tjiptono, 2015.
16
Daur hidup produk sebagai usaha untuk mengetahui tahap-tahap khusus
tertentu selama masa hidup suatu produk. Pada tahap-tahap tersebut
terkandung peluang-peluang dan juga persoalan khusus sehubungan dengan
strategi pemasaran serta keuntungan yang ingin diperoleh. Agroindustri atau
produsen dapat menentukan rencana pemasaran yang lebih baik dengan
mengetahui dimana produk sedang berada atau kemana produk sedang
mengarah. Strategi penetapan posisi dan diferensiasi agroindustri harus
berubah karena produk, pasar, dan pesaing berubah sepanjang daur hidup
produk. Menurut Kotler (2000), produk memiliki siklus hidup berarti
menegaskan empat hal :
(1) Produk memiliki umur yang terbatas.
(2) Penjualan produk melalui berbagai tahap yang berbeda dan setiap tahap
memberi tantangan yang berbeda kepada produsen.
(3) Laba naik dan turun pada berbagai tahap yang berbeda selama daur hidup
produk.
(4) Produk memerlukan strategi pemasaran, keuangan, produksi, personalia
maupun pembelian pada setiap tahap dalam daur hidup produk.
Tahap daur hidup produk memiliki strategi pemasaran yang berbeda, agar
tujuan dan sasaran agroindustri di bidang pemasaran dapat dicapai. Strategi
pemasaran suatu produk seharusnya disesuaikan dengan kondisi masing-
masing tahap daur hidup produk. Daur hidup produk (Product Life Cycle)
memiliki 4 (empat) tahap yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda
yang disajikan pada Tabel 3.
17
Tabel 3. Karakteristik Daur Hidup Produk (Product Life Cycle).
Karakteristik Tahap Perkenalan Tahap Pertumbuhan Tahap Kedewasaan Tahap Penurunan
Penjualan Penjualan rendah Penjualan meningkat
dengan cepat
Puncak penjualan Penjualan menurun
Biaya Biaya per pelanggan yang
tinggi
Biaya rata-rata per
pelanggan
Biaya per pelanggan yang
rendah
Biaya per pelanggan yang
rendah
Laba Negatif Laba meningkat Laba tinggi Laba menurun
Pelanggan Inovator Pemakai awal Mayoritas tengah Pemakai terlambat
Tujuan Pemasaran Menciptakan kesadaran dan
keinginan mencoba produk
Memaksimumkan pangsa
pasar
Memaksimumkan laba
sambil mempertahankan
pangsa pasar
Mengurangi pengeluaran dan
melakukan pemerataan merk
Strategi Produk Menawarkan produk dasar Menawarkan perluasan
produk, pelayanan,
jaminan
Diversifikasi produk dan
model
Melepaskan jenis produk yang
lemah
Strategi Harga Memberikan biaya tambahan Harga untuk menembus
pasar
Harga yang sama atau lebih
baik dari pesaing
Menurunkan harga
Strategi Distribusi Membangun distribusi yang
selektif
Membangun distribusi
yang intensif
Membangun lebih banyak
distribusi yang intensif
Bersikap selektif, melepas
toko yang tidak
menguntungkan
Strategi Pengiklanan Membangun kesadaran
produk diantara pemakai
awal dan penyalur
Membangun kesadaran
dan minat di pasar masal
Menekankan perbedaan dan
manfaat merk
Mengurangi produk sampai
tingkat yang diperlukan untuk
mempertahankan pemakai
setia
Strategi Promosi
Penjualan
Menggunakan banyak
promosi penjualan untuk
menarik konsumen
Mengurangi pengambilan
keuntungan dari besarnya
permintaan konsumen
Meningkatkan untuk
mendorong peralihan merk
Mengurangi sampai tingkat
minimum
Sumber : Kotler, 2000.
17
18
1) Tahap Perkenalan
Tahap pertama dalam daur hidup produk adalah tahap perkenalan. Ciri-
ciri umum dalam tahap ini adalah produk belum dikenal oleh konsumen
sehingga membutuhkan biaya besar untuk perancangan, pengujian,
produksi, dan peluncurannya. Penjualan yang masih rendah, persaingan
yang masih relatif kecil, tingkat kegagalan relatif tinggi (Tjiptono, 2015).
Kebanyakan pasar sasaran belum mengetahui dan belum familiar dengan
produk baru yang bersangkutan. Ketersediaan produk masih sangat
terbatas lingkupnya, volume penjualan biasanya rendah dan
pertumbuhannya lambat serta biaya promosi dan pemasaran sangat tinggi.
Permintaan dalam tahap perkenalan datang dari core market, yaitu
konsumen yang mempunyai dana berlebih dan mencari produk yang
benar-benar di inginkannya. Laba masih sangat rendah bahkan merugi
dikarenakan besarnya biaya pemasaran terutama promosi sementara
penjualan masih rendah. Biaya promosi menjadi tinggi dikarenakan
untuk menginformasikan konsumen akhir tentang keberadaan produk
serta untuk menarik minat distributor.
Menurut Kotler (2000), strategi pemasaran yang umum pada tahap
perkenalan adalah mengkombinasikan penetapan harga dan kegiatan
promosi, strategi ini ada empat bentuk antara lain :
(a) Strategi Peluncuran Cepat (Rapid-Skimming-Strategy)
Peluncuran produk dilakukan dengan menetapkan harga tinggi dan
level promosi yang tinggi. Penetapan harga yang tinggi artinya agar
19
bisa diperoleh laba kotor yang tinggi per unit produk. Promosi yang
tinggi artinya untuk menyakinkan konsumen tentang nilai produk
meskipun harga produk itu sendiri juga tinggi. Promosi ini untuk
mempercepat laju penetrasi pasar. Syarat-syarat keberhasilan strategi
ini yaitu sebagian besar pasar potensial belum menyadari kehadiran
produk ini, mereka yang hendak membeli mampu membayar dengan
harga berapapun, dan agroindustri menghadapi pesaing potensial dan
ingin membangun preferensi atas mereknya.
(b) Strategi Peluncuran Lambat (Slow-Skimming-Strategy)
Peluncuran produk baru dengan penetapan strategi harga tinggi dan
sedikit promosi. Strategi harga tinggi agar diperoleh laba kotor yang
tinggi, sedangkan promosi yang sedikit dilakukan agar biaya
pemasaran tidak terlalu besar. Strategi ini berhasil apabila luas pasar
terbatas, sebagian besar pasar menyadari kehadiran produk ini,
pembeli bersedia membeli harga yang tinggi serta persaingan
potensial tidak tampak.
(c) Strategi Penetrasi Cepat (Rapid-Penetration-Strategy)
Strategi penetrasi dilakukan dengan menetapkan harga yang rendah
dan promosi yang besar-besaran. Strategi ini ditujukan agar
menghasilkan penetrasi atau penerobosan pasar yang cepat. Strategi
ini dapat berhasil apabila ukuran pasar sangat luas, pasar tidak
menyadari kehadiran produk, kebanyakan pembeli sangat peka
terhadap harga, ada indikasi persaingan yang hebat di pasar, dan harga
20
pokok produksi cenderung menurun mengikuti peningkatan skala
produksi.
(d) Strategi Penetrasi Lambat (Slow-Penetration-Strategy)
Peluncuran produk dilakukan dengan penentuan harga rendah dan
promosi rendah. Strategi ini dilakukan dengan analisis yang
mendasari keyakinan bahwa harga sangat peka bagi konsumen
sedangkan promosi kurang berpengaruh dalam merubah situasi pasar.
Strategi ini dapat berhasil apabila pasar sangat luas, pasar sangat
menyadari kehadian produk, pasar sangat peka terhadap harga, serta
hanya sedikit persaingan potensial.
2) Tahap Pertumbuhan
Dalam tahap pertumbuhan, produk mulai dikenal konsumen. Produk
tersebut telah dicoba dan masalah-masalah yang muncul pada tahap
perkenalan sudah diatasi (Kotler, 2000). Permintaan dalam tahap ini
sudah sangat meningkat dan masyarakat sudah mengenal barang yang
bersangkutan, maka promosi yang dilakukan oleh agroindustri tidak
seperti dalam tahap perkenalan. Konsumen mulai menyadari manfaat dan
menyukai produk sehingga volume penjualan mulai meningkat pesat dan
para pesaing mulai memasuki pasar yang sama.
Agroindustri menetapkan strategi perluasan pasaran maka dimungkinkan
akan semakin kuat posisinya dalam persaingan, namun agroindustri harus
mengeluarkan biaya yang cukup besar. Pada tahap pertumbuhan
agroindustri sedang berada dalam posisi trade off yaitu harus memilih
21
apakah ingin memperoleh bagian pasar yang tinggi atau keuntungan yang
besar.
Menurut Tjiptono (2015) tahap pertumbuhan dalam daur hidup produk
biasanya berlangsung relatif singkat. Perubahan teknologi dan
fragmentasi pasar bahkan berkontribusi pada semakin singkatnya tahap
pertumbuhan pada sejumlah agroindustri. Tujuan strategik agroindustri
dalam pasar berkembang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori.
Pertama, tujuan strategik bagi pemimpin pasar (biasanya pionir pasar
dalam tahap awal pasar berkembang) adalah mempertahankan pangsa
pasar. Fokusnya adalah mempertahankan pembelian ulang dari konsumen
saat ini, serta berusaha meraih porsi penjualan dalam jumlah besar dari
para pelanggan baru yang membeli produk pertama kali. Kedua, tujuan
strategik bagi penantang pasar (mereka yang masuk belakangan) adalah
menumbuhkan pangsa pasar, baik dengan merebut pelanggan pemimpin
pasar, meraih pangsa pasar pelanggan baru lebih besar dibandingkan
pasar, maupun kedua cara tersebut.
Strategi pemasaran pada tahap pertumbuhan antara lain :
(a) Agroindustri meningkatkan kualitas produk serta menambahkan
keistimewaan produk baru dan gaya yang lebih baik.
(b) Agroindustri menambahkan model-model baru dan produk-produk
penyerta (yaitu, produk-produk dengan berbagai ukuran, rasa dan
sebagainya yang melindungi produk utama).
(c) Agroindustri memasuki segmen pasar baru.
22
(d) Agroindustri meningkatkan cakupan distribusinya dan memasuki
saluran distribusi baru.
(e) Agroindustri beralih dari iklan yang membuat orang menyadari
produk ke iklan yang membuat orang memilih produk.
(f) Agroindustri menurunkan harga untuk menarik pembeli yang sensitif
terhadap harga di lapisan berikutnya.
3) Tahap Kedewasaan
Pada tahap kedewasaan penjualan mencapai titik tertinggi atau puncak,
pertumbuhan pasar mulai melambat dan cenderung menurun serta
persaingan di pasar juga meningkat (Tjiptono, 2015). Jadi, banyaknya
jumlah pesaing dalam agroindustri menyebabkan persaingan harga tak
terkalahkan dan sat per satu para pesaing yang lemah mulai tersingkir.
Menurut Kotler (2000) tahap kedewasaan dibagi dalam tiga fase. Fase
pertama yaitu kedewasaan tumbuh, tingkat pertumbuhan penjualan mulai
turun, tidak ada saluran distribusi baru yang dapat diisi, dan beberapa
pembeli yang terlambat masih memasuki pasar. Fase kedua yaitu
kedewasaan stabil, penjualan menjadi datar dalam basis per kapita karena
kejenuhan pasar, sebagian besar konsumen potensial telah mencoba
produk itu, dan penjualan masa depan ditentukan oleh pertumbuhan
populasi dan permintaan pengganti. Fase ketiga yaitu kedewasaan
menurun, tingkat penjualan absolut mulai menurun, pelanggan mulai
beralih ke produk itu, dan pelanggan beralih ke produk substitusinya.
23
Strategi pemasaran pada tahap kedewaasaan yang dapat dilakukan antara
lain :
(a) Modifikasi pasar, dimana agroindustri dapat mencoba memperluas
pasar untuk mereknya yang mapan dengan mengatur dua faktor yang
membentuk volume penjualan, yaitu jumlah pemakai merek dan
tingkat pemakaian per pemakai. Agroindustri dapat mencoba
memperluas jumlah pemakai merek dengan tiga cara yaitu :
1) Mengubah orang yang bukan pemakai
2) Memasuki segmen pasar baru
3) Memenangkan pelanggan pesaing
Volume pemakaian dapat juga ditingkatkan dengan menyakinkan
pemakai merek sekarang untuk meningkatkan pemakaian tahunan
merek tersebut.
(b) Modifikasi produk, dimana agroindustri dapat mendorong penjualan
dengan memodifikasi karakteristik produk antara lain melalui :
1) Peningkatan kualitas, yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja
fungsional produk seperti daya tahan, keandalan, kecepatan, rasa,
dan lain-lain.
2) Peningkatan keistimewaan, yang bertujuan untuk menambah
keistimewaan baru seperti ukuran, berat, bahan tambahan,
aksesoris, keanekaragaman, keamanan atau kenyamanan produk
akan semakin meluas.
3) Peningkatan gaya, yang bertujuan meningkatkan daya tarik estetis
suatu produk agar lebih menarik perhatian konsumen.
24
(c) Modifikasi bauran pemasaran, dimana agroindustri dapat mencoba
mendorong penjualan dengan memodifikasi berbagai elemen bauran
pemasaran yaitu memberikan potongan harga, membuka saluran
distribusi yang lebih luas, menambah pengeluaran untuk iklan,
meningkatkan promosi penjualan, serta meningkatkan pelayanan.
4) Tahap Penurunan
Dalam tahap penurunan penjualan mengalami penurunan karena produk
tersebut sampai pada titik kejenuhan. Penurunan volume penjualan
disebabkan dari perubahan selera konsumen, produk substitusi mulai
diterima konsumen, atau perubahan teknologi (Tjiptono, 2015).
Penurunan penjualan bisa berangsur-angsur menurun, bisa pula sangat
cepat. Hal ini terjadi karena masuknya produk baru yang menggantikan
produk lama. Persaingan harga dari produk yang hampir mati semakin
lebih ketat, akan tetapi agroindustri yang memiliki merek yang kuat dapat
tetap mempertahankan perolehan labanya sampai benar-benar produk
tersebut keluar dari pasar. Agroindustri ini berarti telah berhasil
membedakan produknya dengan produk sejenis yang dihasilkan
agroindustri lain.
Pada tahap ini konsumen akan meninggalkan dan tidak lagi mau
menggunakan produk tersebut. Kondisi pengusaha harus sudah
mengantisipasi dan menyiapkan produk pengganti yang diharapkan akan
menggantikan posisi produk yang sudah akan mati. Produk atau
25
agroindustri yang tidak sanggup bertahan akan keluar dari area
persaingan.
Strategi pemasaran yang dilakukan agroindustri antara lain :
(a) Mengidentifikasi produk lemah.
(b) Menentukan strategi pemasaran yang harus segera dilakukan.
(c) Keputusan penghentian.
4. Persepsi
Persepsi merupakan proses diterimanya rangsangan melalui pancaindra yang
didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan,
dan mengahayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun
dalam diri individu (Sunaryo, 2004). Dengan demikian, persepsi sebagai
proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indra
mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungannya.
Menurut Kotler (2000) persepsi adalah proses di mana kita memilih,
mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk gambaran dunia yang
berarti. Persepsi berkaitan dengan cara pandang seseorang, dimana setiap
orang memandang suatu hal dari rangsangan yang sama tetapi dapat
membentuk persepsi yang berbeda serta proses yang dirasakan seseorang
dalam memilih.
Rakhmat (2001) mengungkapkan bahwa persepsi adalah pengalaman belajar
tentang objek peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga bentuk
26
komunikasi interpersonal yaitu komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang.
Oleh karena itu, persepsi akan mempengaruhi seseorang dalam berpikir,
bertidak dan berkomunikasi dengan pihak lain.
Persepsi terdapat dua faktor yang mempengaruhi proses pembentukan
persepsi yaitu faktor struktural dan faktor fungsional. Faktor struktural
berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada
sistem syaraf individu. Faktor fungsional umumnya obyek-obyek yang
memenuhi tujuan individu dan berasal dari kebutuhan, pengalaman masa,
lalu, kesiapan mental, suasana emosional, latar belakang budaya dan lain
sebagainya (karakteristik individu). Karakteristik seseorang yang
memberikan respons pada sebuah stimuli menentukan persepsi. Persepsi ini
sifatnya subyektif, karena tergantung individu yang melakukan persepsi.
Persepsi setiap individu dengan individu lainnya berbeda terhadap suatu
obyek yang sama.
Persepsi produsen terhadap pengembangan usaha merupakan pendapat
produsen tentang pengembangan usaha bihun tapioka. Hal tersebut meliputi
seberapa penting pengembangan produk tersebut dilakukan, serta bagaimana
pendapat produsen mengenai keuntungan dan kerugian apabila
pengembangan produk ini diberlakukan. Selain itu, bagaimana harapan dari
produsen terhadap pengembangan produk bihun tapioka.
27
5. Pengembangan Usaha
Menurut Anoraga (2007) pengembangan usaha merupakan tanggung jawab
dari setiap produsen atau pengusaha yang membutuhkan pandangan kedepan,
motivasi, dan kreativitas. Jika hal tersebut dapat dilakukan oleh produsen
atau pengusaha, maka bersarlah harapan untuk dapat menjadikan usaha yang
semula kecil menjadi skala menengah bahkan menjadi sebuah skala besar.
Pengembangan usaha menuntut perencanaan yang matang serta tidak ada
sesuatu yang instan yang dapat membuat ide cemerlang pasti akan sukses
dipasarkan. Kemudian, tidak adanya jaminan bahwa usaha pasti akan sukses
dari beberapa usaha sebelumnya. Sebagian besar usaha mengalami
kegagalan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a. Target pasar yang dituju terlampau kecil, sehingga penjualan tidak dapat
menutupi biaya riset dan pengembangan, biaya produksi, dan biaya
pemasaran.
b. Kualitas produk tidak memadai dan bahkan tidak lebih bagus
dibandingkan produk-produk yang sudah ada.
c. Agroindustri tidak memiliki akses ke distributor dan pasar. Contohnya
kalah bersaing dalam mendapatkan tempat dalam rak-rak pajangan pasar
swalayan atau toko pengecer lainnya.
d. Timing tidak tepat, dimana produk baru diluncurkan terlalu cepat, terlalu
lambat, atau bahkan pada saat selera konsumen telah berubah secara
drastis.
28
6. Motif Pembelian Konsumen
Setiap keputusan pembelian memiliki motif dibaliknya. Motif pembelian
dapat dilihat sebagai kebutuhan yang timbul, rangsangan atau gairah. Motif
sebagai kekuatan yang merangsang tingkah laku yang ditujukan untuk
memuaskan kebutuhan yang timbul. Beberapa keputusan pembelian
dipengaruhi oleh lebih dari satu motif.
Kebutuhan berubah menjadi motif ketika kebutuhan tersebut meningkat
sampai tingkat intensitas yang cukup sehingga mendorong kita bertindak.
Motivasi mempunyai dua arah, kita menentukan satu tujuan di atas tujuan
lainnya, dan intesitas energi yang kita gunakan untuk mengejar tujuan
(Kotler, 2009).
Menurut Kotler (2000) motif merupakan kebutuhan yang cukup untuk
menggerakkan seseorang untuk bertindak. Motif timbul dalam diri seseorang
dalam rangka mencapai suatu tujuan. Motif seorang konsumen dalam
melakukan pembelian suatu produk adalah untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginannya yang dapat dibedakan menjadi motif pembelian primer dan
selektif serta motif rasional dan irasional.
Menurut Loudon (2004) motif adalah pernyataan dalam diri yang
menggerakkan kekuatan jasmani dan mengarahkan terhadap tujuan yang
biasanya terletak dilingkungan ekternal. Motif memiliki beberapa penggerak
antara lain :
29
a. Kondisi Fisiologis (Physiological Condition)
Salah satu sumber penggerak untuk bertindak adalah untuk memenuhi
kebutuhan biologis atau kebutuhan pendukung hidup lainnya. Kebutuhan
yang tidak terpenuhi akan menimbulkan ketegangan, sehingga dorongan
akan terjadi dan menimbulkan energi untuk memuaskan kebutuhan.
b. Aktivitas Kognitif
Aktivitas kognitif yaitu aktifitas manusia berpikir dan bernalar. Berpikir
dan bernalar yaitu berfantasi atau berkhayal sebagai pemicu motif. Hal ini
dapat terjadi apabila konsumen menyadari akan kebutuhan yang belum
terpuaskan.
c. Kondisi Situasional (Situasional Condition)
Kondisi situasional adalah situasi khusus yang dihadapi konsumen yang
dapat memicu dorongan. Hal ini dapat terjadi ketika situasi menarik
perhatian terhadap kondisi psikologis yang ada. Kondisi yang
menggambarkan perhatian terhadap kondisi psikologis yang terjadi seperti
ketika melihat iklan minuman, tiba-tiba membuat seseorang sadar akan
rasa haus.
d. Sifat Rangsangan
Rangsangan yang memiliki cukup sifat akan memiliki potensi untuk
menarik perhatian kepada diri mereka sendiri dengan membangkitkan
keingintahuan seseorang.
Menurut Alma (2007) konsumen memiliki motif-motif pembelian yang
mendorong konsumen untuk melakukan pembelian. Motif pembelian dibagi
menjadi 3 yaitu antara lain :
30
a. Primary Buying Motive, yaitu motif untuk membeli yang sebenarnya.
b. Selective Buying Motive, yaitu pemilihan terhadap barang berdasarkan
Rational Buying Motive dan Emotional Buying Motive.
a) Motif Rasional atau Motif Kognitif
Pembelian berdasarkan pada motif pembelian rasional umumnya
merupakan hasil dari evaluasi yang obyektif dari informasi yang
tersedia. Konsumen secara seksama memeriksa informasi produk atau
jasa dengan sikap yang secara relatif bebas dari emosi. Konsumen
profesional biasanya termotivasi oleh motif pembelian rasional,
dimana pengiriman tepat waktu, laba finansial, pemasangan yang
kompeten, penghematan waktu, peningkatan laba, dan durabilitas
Kecenderungan motif rasional menunjukkan delapan pengaruh utama
pada perilaku konsumen, yaitu ketepatan, sifat, pengelompokkan,
obyektivitas, otonomi, pencarian, kesesuain dan manfaat (Manning
dan Reece, 2006).
b) Motif Emosional atau Motif Afektif
Motif emosional merupakan motif pembelian konsumen yang
berkaitan dengan kriteria pribadi dan emosi. Konsumen memilih
tujuan menurut kriteria subyektif individu seperti pengungkapan rasa
cinta, kebanggaan, status, preferensi dan keamanan. Kecenderungan
motif emosional menunjukkan delapan pengaruh utama pada perilaku
konsumen, yaitu pengurangan ketegangan, ekspresi diri, pertahanan
diri, menguatkan, penegasan, keanggotaan, pembentukan identitas,
dan model.
31
c. Patronage Buying Motive (Motif Langganan), yaitu salah satu yang
menyebabkan calon konsumen membeli produk dari satu bisnis tertentu.
Calon konsumen sebelumnya telah mempunyai prioritas kontak langsung
atau tidak langsung dengan bisnis tersebut dan telah menilai kontak
tersebut bermanfaat. Motif langganan sering menjadi latar belakang
pembelian konsumen. Konsumen lebih mengutamakan untuk membeli
pada produsen tertentu. Motif langganan merupakan motif atau
pertimbangan yang menyebabkan konsumen membeli barang-barang pada
suatu toko atau outlet yang dipengaruhi oleh lokasi agroindustri yang
strategis, superior service atau pelayanan yang sangat baik, seleksi harga,
competence of sales representative atau kompetensi dari produsen
(Manning dan Reece, 2006).
7. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu pada hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan
penelitian ini. Kajian penelitian terdahulu diperlukan sebagai bahan referensi
bagi penelitian untuk menjadi pembanding dengan penelitian yang dilakukan
dengan penelitian sebelumnya, untuk mempermudah dalam pengumpulan
data dan metode analisis data yang digunakan dalam pengolahan data.
Kebaruan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu yaitu
menganalisis posisi produk bihun tapioka dalam PLC, persepsi produsen
dalam pengembangan usaha agroindustri, dan motif konsumen dalam
pembelian bihun tapioka. Ringkasan beberapa hasil penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
32
Tabel 4. Penelitian terdahulu mengenai yang berkaitan dengan analisis daur hidup produk dan bihun tapioka.
No. Nama Peneliti dan
Tahun Judul Penelitian Metode Analisis Data Hasil Penelitian
1. Bazai (2017). Penerapan strategi pemasaran
dan aksesibilitas rumah
tangga terhadap bihun
tapioka di Kota Metro.
Analisis statistik
deskriptif dan analisis
deskriptif kualitatif.
1. Produsen bihun tapioka di Kota Metro cukup paham
terhadap pemasaran, namun penerapannya tidak sesuai
dengan pemahaman yang dimilikinya.
2. Pelaksanaan strategi pemasaran oleh produsen bihun
tapioka di Kota Metro adalah lebih kepada strategi
product dan tidak melakukan strategi promotion.
3. Aksesibilitas konsumen dalam memperoleh bihun tapioka
termasuk dalam kategori “mudah”.
2. Maulani, Dwiastuti
dan Andriani
(2017)
Analisis Penetapan Harga
Produk Obat Herbal Olahan
Jamur Dewa (Agaricus blazei
murril) Pada Cv. Asimas.
1. Metode harga pokok
produksi.
2. Metode Polli and
Cook.
1. Harga Pokok Produksi (HPP) yang digunakan pada CV.
ASIMAS yaitu menggunakan metode variable costing.
2. Berdasarkan analisis siklus hidup produk berdasarkan
perhitungan Polli and Cook, produk Agaric Tea dan
Agaric Pure berada pada tahap perkenalan pada tahun
2010, tahap pertumbuhan pada tahun 2011, dan tahap
penurunan pada tahun 2012.
3. Strategi penetapan harga untuk produk Agaric Tea dan
Agaric Pure berdasarkan siklus hidup produk antara lain:
a. Pada tahap awal, strategi yang digunakan yaitu
Penetration Pricing.
b. Pada produk mapan, strategi yang digunakan yaitu
dengan mempertahankan harga atau menurunkan
harga.
c. Penetapan harga dengan penyesuaian khusus, yaitu
dengan memberikan diskon kuantitas.
32
33
Lanjutan Tabel 4.
3. Vidyaningrum,
Sayekti, dan
Adawiyah (2016).
Preferensi, pola permintaan dan
faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan
konsumen rumah tangga
terhadap bihun tapioka di
Kecamatan Purbolinggo
Kabupaten Lampung Timur.
Analisis deskriptif
kuantitatif dan analisis
regresi linier berganda.
1. Preferensi konsumen rumah tangga di Kecamatan
Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur terhadap
bihun tapioka berada pada kategori suka. Atribut-
atribut yang diinginkan konsumen bihun tapioka di
Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur
adalah harga murah, rasa enak, aroma tidak apek,
warna putih, tekstur kenyal, dan dapat selalu mudah
untuk diperoleh dipasaran.
2. Rata-rata pembelian bihun tapioka sebanyak 1,36
kg/bulan/rumah tangga dengan frekuensi pembelian
bihun tapioka adalah sebanyak 2 kalo dalam satu
bulan.
3. Permintaan bihun tapioka oleh konsumen rumah
tangga di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten
lampung Timur dipengaruhi oleh harga bihun
tapioka, harga mi, pendapatan, jumlah anggota
keluarga, suku, pendidikan SD dan pendidikan SMA.
4. Putriasih, Sayekti
dan Adawiyah
(2015).
Pola Permintaan dan Loyalitas
Pedagang Soto Terhadap Bihun
Tapioka di kecamatan
Purbolinggo Kabupaten
Lampung Timur.
Analisis deskriptif statistic
dan analisis dekriptif
dengan piramida loyalitas.
1. Pola permintaan bihun tapioka oleh pedagang di
Kecamatan Lampung Timur memiliki frekuensi
pembelian 30 kali dalam waktu sebulan dengan
jumlah pembelian bihun tapioka sebanyak 16-30 kg
per bulan.
2. Tingkat loyalitas pedagang terhadap bihun tapioka
oleh pedagang di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten
Lampung Timur berada pada tingkatan liking the
brand sebanyak 97,92 persen.
33
34
Lanjutan Tabel 4.
5. Rahmatulloh
(2015).
Analisis kinerja dan lingkungan
agroindustri bihun tapioka di
Kota Metro.
1. Metode analisis
kuantitatif dengan
menggunakan
produktivitas, kapasitas,
dan pendapatan
agroindustri.
2. Metode deskriptif
kualitatif.
1. Kinerja agroindustri bihun tapioka di Kota Metro
secara keseluruhan sudah baik.
2. Identifikasi lingkungan internal dan eksternal
agroindustri bihun tapioka di Kota Metro diperoleh
bahwa :
a. Kekuatan yang dimiliki adalah kebutuhan input
produksi mudah diperoleh, mutu baik, pembagian
tugas organisasi perusahaan jelas, lokasi usaha
strategis, dan system pemasaran yang tertata.
b. Kelemahan yang dimiliki adalah teknologi sulit
ditambah dan pendidikan yang dimiliki tenaga
kerja rendah.
c. Peluang yang dimiliki adalah bihun tapioka
diterima masyarakat khususnya Provinsi
Lampung, adanya teknologi untuk meningkatkan
produktivitas agroindustri, permintaan bihun
tapioka tidak terpengaruh musim dan cuaca.
6. Sayekti et al
(2007).
Kajian Pemasaran Bihun
Tapioka Dalam Rangka
Pengembangannya Sebagai
Pangan Alternatif.
Analisis deskriptif
kualitatif.
1. Pemasaran bihun tapioka belum efisien.
2. Ketersediaan bihun untuk Kota Bandar Lampung dan
Kota Metro baik. Namun, di Kota Bandar Lampung
hanya tersedia bihun berbahan baku beras dan
jagung.
3. Permasalahan dalam pemasaran bihun tapioka adalah
produsen pasif dalam memperluas pasar dan kualitas
produk yang kurang baik.
34
35
B. Kerangka Pemikiran
Diversifikasi pangan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah
ketergantungan pada beras. Diversifikasi pangan sebagai upaya untuk
menyediakan dan mengkonsumsi pangan dengan menu yang beraneka-ragam
dan bervariasi dengan prinsip gizi seimbang yang mengalihkan ke makanan
yang berasal dari non beras (seperti ubi kayu). Diversifikasi pangan saat ini
difokuskan pada pemanfaatan sumberdaya lokal sebagai sumber pangan.
Salah satu upaya dalam usaha proses percepatan program diversifikasi pangan
adalah agroindustri. Agroindustri bihun tapioka di Provinsi Lampung adalah
agroindustri rumah tangga yang mengolah tepung tapioka menjadi bihun
tapioka. Penelitian ini akan fokus dalam membahas dimana posisi produk
bihun tapioka yang ada, persepsi produsen terhadap pengembangan usaha
agroindustri bihun tapioka, dan motif konsumen dalam pembelian bihun
tapioka.
Posisi produk bihun tapioka dilihat dari analisis daur hidup produk (product
life cycle). Analisis daur hidup produk dibagi menjadi empat tahap yang
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pertama tahap pengenalan,
dimana produk belum dikenal, penjualan yang masih rendah, dan
membutuhkan biaya yang besar. Kedua tahap pertumbuhan, dimana produk
sudah dikenal, peningkatan laba yang besar. Ketiga tahap kedewasaan,
puncak penjualan, persaingan meningkat. Keempat tahap penurunan,
penjualan produk mengalami penurunan dalam tahap ini. Apabila sudah
36
diketahui posisi produk bihun tapioka melalui analisis daur hidup produk,
selanjutnya akan dianalisis bagaimana persepsi produsen terhadap
pengembangan usaha agroindustri bihun tapioka dan apakah motif konsumen
dalam pembelian bihun tapioka.
Permasalahan dalam produk bihun tapioka di Provinsi Lampung adalah
produsen bihun tapioka yang masih pasif dalam melakukan pemasaran
produk bihun tapioka. Hal ini menyebabkan bihun tapioka hanya dikenal
oleh masyarakat di daerah-daerah tertentu saja. Oleh karena itu, perlu
dianalisis posisi produk bihun tapioka dalam daur hidup produk agar dapat
mengembangkan usaha agroindustri bihun tapioka tersebut. Kerangka
berpikir daur hidup produk (product life cycle) bihun tapioka di Provinsi
Lampung dapat dilihat pada Gambar 4.
37
Gambar 4. Kerangka pemikiran analisis daur hidup produk (product life cycle)
bihun tapioka di Provinsi Lampung.
Diversifikasi Pangan
Lokal
Agroindustri Bihun Tapioka
di Provinsi Lampung
Pengadaan
bahan baku
Kegiatan Pengolahan Kegiatan Pemasaran
Analisis Daur Hidup Produk
(Product Life Cycle)
Posisi Produk Bihun
Tapioka
Tahap Pengenalan Tahap Pertumbuhan Tahap Kedewasaan Tahap Penurunan
Periode
pertumbuhan
penjualan
yang lambat.
Periode
penerimaan pasar yang cepat dan
peningkatan laba
yang besar.
Periode
penurunan
pertumbuhan
penjualan atau
puncak
penjualan.
Periode saat
penjualan
menunjukkan
penurunan
dan laba yang
menipis.
Persepsi produsen terhadap pengembangan
usaha agroindustri bihun tapioka.
Jasa Layanan Pendukung
Konsumen
Motif
Pembelian
38
III. METODE PENELITIAN
A. Metode, Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode sensus pada agroindustri
bihun tapioka di Provinsi Lampung. Metode sensus merupakan teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel
(Sugiyono, 2008).
Penelitian dilakukan di agroindustri bihun tapioka yang berada di daerah
Provinsi Lampung yaitu di Kota Metro, Kecamatan Metro Timur dan Metro
Utara dan agroindustri bihun tapioka yang berada di Kabupaten Lampung
Timur, Kecamatan Pekalongan, sehingga ada 5 agroindustri bihun tapioka.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur merupakan
sentra penghasil bihun tapioka. Waktu pengumpulan data dilakukan pada
bulan Februari sampai April 2018.
39
B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian dan
petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh data yang
akan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian dan yang berhubungan dengan
penelitian.
Diversifikasi pangan merupakan program pemerintah untuk mendukung
tercapainya ketahanan pangan dengan penganekaragaman jenis pangan
dengan mengutamakan sumberdaya lokal daerah setempat, salah satu upaya
dalam usaha proses percepatan program diversifikasi pangan adalah
agroindustri pangan lokal seperti agroindustri bihun tapioka.
Agroindustri merupakan bagian dari sistem agribisnis yang memanfaatkan
dan mempunyai kaitan langsung dengan produksi pertanian yang akan diubah
atau ditransformasikan secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga
menjadi barang jadi atau setengah jadi yang memiliki nilai tambah lebih
tinggi. Agroindustri bihun tapioka merupakan usaha pengolahan yang
menggunakan ubi kayu sebagai bahan bakunya untuk menghasilkan bihun
tapioka.
Bihun tapioka merupakan bahan makanan sejenis mi yang berbahan dasar
pati ubi kayu atau tepung tapioka.
Daur hidup produk merupakan umur atau masa hidup suatu produk mulai saat
dikeluarkan oleh agroindustri ke masyarakat luar sampai dengan menjadi
40
tidak disenanginya produk tersebut. Daur hidup produk terdiri dari tahap
perkenalan, tahap pertumbuhan, tahap kedewasaan, dan tahap penurunan.
Diukur dengan metode Polli and Cook.
Penjualan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk
memperoleh keuntungan atau laba dari produk bihun tapioka.
Biaya merupakan jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh konsumen dalam
memperoleh bihun tapioka. Variabel ini diukur dalam rupiah/kg (Rp/kg).
Laba merupakan keuntungan yang diperoleh dari selisih lebih antara harga
penjualan bihun tapioka yang lebih besar dan harga pembelian atau biaya
produksi bihun tapioka.
Pelanggan merupakan orang yang membeli atau menggunakan produk bihun
tapioka.
Tujuan pemasaran merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan
produksi agroindustri bihun tapioka untuk mencapai tujuan meningkatkan
pendapatan.
Strategi produk merupakan cara yang dilakukan oleh produsen dalam
menghasilkan bihun tapioka yang akan ditawarkan kepada konsumen untuk
mendapatkan perhatian, permintaan, atau konsumsi yang dapat memenuhi
keinginan atau kebutuhan konsumen.
41
Strategi harga merupakan cara yang dilakukan produsen dalam menetapkan
harga serta seberapa besar harga yang ditawarkan oleh pihak agroindustri
bihun tapioka.
Strategi distribusi merupakan cara yang dilakukan produsen dalam kegiatan
penyaluran hasil produksi bihun tapioka dari produsen ke konsumen.
Strategi pengiklanan merupakan cara yang dilakukan oleh produsen dalam
menarik konsumen untuk membeli produk bihun tapioka dengan
menggunakan media massa.
Strategi promosi penjualan merupakan cara yang dilakukan oleh produsen
dalam menarik konsumen untuk membeli produk bihun tapioka dengan cara
memberi tawaran-tawaran yang diminati oleh konsumen.
Persepsi merupakan proses pemahaman ataupun pemberian tanggapan makna
atas suatu informasi.
Persepsi produsen terhadap pengembangan usaha agroindustri bihun tapioka
merupakan pendapat atau pandangan produsen mengenai pentingnya
pengembangan usaha, rencana pengembangan, dan pengetahuan tentang
pengembangan usaha produk bihun tapioka yang diukur berdasarkan skala
ordinal.
Pentingnya pengembangan merupakan penilaian produsen bihun tapioka
dalam menjamin kesinambungan usaha agroindustri bihun tapioka serta dapat
menambah omzet dan kelangsungan usaha. Variabel ini akan diukur dengan
42
menggunakan skala likert dengan skor 1 untuk “sangat tidak penting”, skor 2
“tidak penting”, skor 3 “netral”, skor 4 “penting”, dan skor 5 “sangat
penting”.
Rencana pengembangan merupakan suatu hal yang akan dilakukan atau
keinginan produsen dalam mengembangkan usahanya dalam waktu
mendatang. Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala likert
dengan skor 1 untuk “sangat tidak sesuai”, skor 2 “tidak sesuai”, skor 3
“netral”, skor 4 “sesuai”, dan skor 5 “sangat sesuai”.
Pengetahuan tentang pengembangan usaha merupakan pemahaman produsen
tentang cara untuk menambah omzet dan kelangsungan usaha
agroindustrinya. Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala likert
dengan skor 1 untuk “sangat tidak tahu”, skor 2 “tidak tahu”, skor 3 “netral”,
skor 4 “tahu”, dan skor 5 “sangat tahu”.
Motif pembelian konsumen merupakan suatu kebutuhan dan alasan
konsumen yang mengarah pasa suatu tindakan untuk memperoleh atau
membeli produk bihun tapioka. Motif diukur menggunakan variabel motif
rasional (motif yang berdasarkan alasan atau penilaian dari proses berpikir),
motif emosional (motif yang bedasarkan pada perasaan dan hasrat), dan motif
langganan.
43
C. Responden, Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Responden pada penelitian yaitu pemilik atau pengelola agroindustri bihun
tapioka serta konsumen yang membeli bihun tapioka. Data yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari dua data yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara langsung
menggunakan kuesioner dengan pihak agroindustri bihun tapioka terkait
posisi produk bihun tapioka dalam daur hidup produk, persepsi produsen
terhadap pengembangan usaha agroindustri, dan wawancara langsung dengan
konsumen yang membeli bihun dipasar terkait motif pembelian. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh berdasarkan literature-literatur yang
berhubungan dengan penelitian dan data dari instansi terkait seperti Badan
Pusat Statistik, Dinas Perindustrian, dan Dinas Ketahanan Pangan.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Analisis daur hidup produk bihun tapioka
Analisis daur hidup produk ini digunakan untuk menentukan posisi produk
bihun tapioka berada. Analisis daur hidup produk dianalisis menggunakan
metode Polli and Cook dan analisis karakteristrik daur hidup produk
(Product Life Cycle) (Kotler, 2000). Namun, metode dalam penelitian ini
menggunakan metode Polli and Cook.
44
Data yang digunakan dalam metode Polli and Cook yaitu berupa data
penjualan dan data harga per produk per tahun. Daur hidup produk bihun
tapioka dapat diidentifikasi dengan menggunakan metode Polli and Cook,
yaitu dengan menetapkan persentase perubahan penjualan sebagai sebuah
distribusi normal dengan rata-rata nol. Metode Polli and Cook
menggunakan suatu rumusan untuk menentukan daur hidup produk yang
berdasarkan penjualan riil. Langkah-langkah perhitungan menurut Polli
and Cook yaitu sebagai berikut :
(1) Mengurutkan besarnya penjualan pertahun.
(2) Menghitung persentase perubahan setiap tahun kemudian hitung
total dari persentase penjualan yang merupakan nilai harapan
(expected value) untuk χ, χ adalah persentase perubahan penjualan
pertahun. Untuk melihat persentase tingkat pertumbuhan penjualan
dari tahun ke tahun (χ) digunakan perhitungan sebagai berikut :
(3) Menghitung total rata-rata persentase perubahan penjualan atau χ
sehingga diperoleh besarnya nilai µ. Kemudian nilai χ dikurangkan
dengan µ setiap periode pengamatan. Perhitungan statistik yang
sederhana untuk mencari nilai rata-rata (µ) dari persentase
kenaikan penjualan.
µ ∑ χ
45
Keterangan :
µ = rata-rata dari persentase perubahan penjualan
χ = persentase perubahan penjualan per tahun
n = banyaknya tahun yang diteliti
(4) Perhitungan pada langkah ke-3 dikuadratkan dan dihitung nilai
totalnya setelah itu dapat dilihat standar deviasinya (σ²).
² χ ²
σ²
∑ χ ²
√∑ χ ²
(5) Mencari nilai µ + 0,5 σ sehingga didapatkan untuk z dan µ - 0,5 σ
untuk mendapatkan titik y.
Apabila hasil perhitungan yang berdasarkan rumus di atas, maka dapat
ditemukan tahap daur hidup produk berdasarkan batasan-batasan
sebagai berikut :
(1) Tahap pertumbuhan ditandai apabila jumlah nilai persentase
perubahan penjualan lebih besar dari µ + 0,5 σ
(2) Tahap kedewasaan ditandai apabila jumlah nilai persentase
perubahan penjualan diantara µ - 0,5 σ atau µ + 0,5 σ
(3) Tahap penurunan ditandai apabila jumlah nilai persentase
perubahan penjualan kurang dari µ - 0,5 σ
46
2. Persepsi produsen terhadap pengembangan usaha
Tujuan kedua dalam penelitian ini adalah mengetahui persepsi produsen
terhadap pengembangan usaha agroindustri bihun tapioka. Analisis data
yang digunakan yaitu analisis statistik deskriptif. Pengukuran persepsi
menggunakan skala ordinal dengan berpedoman pada Likert’s Summated
Rating Scale (LSRS) dimana setiap pilihan jawaban diberi skor. Persepsi
produsen terhadap pengembangan usaha agroindustri bihun tapioka diukur
dengan menggunakan aspek atau variabel yaitu rencana pengembangan,
pentingnya pengembangan, dan pengetahuan tertang pengembangan usaha.
Persepsi produsen terhadap pengembangan usaha agroindustri bihun
tapioka dapat disimpulkan dengan kategorisasi dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Skala penilaian berkisar 1-5. Rentang skala pada penelitian ini dihitung
sebagai berikut :
Sehingga, diperoleh rentang kelas terhadap persepsi produsen terhadap
pengembangan usaha agroindustri bihun tapioka sebagai berikut :
47
Tabel 5. Klasifikasi penilaian persepsi
No. Kategori Skala Skor
1 Sangat Rendah (SR) 1 1,00 – 1,80
2 Rendah (R) 2 1,81 – 2,61
3 Sedang ( S) 3 2,62 – 3,42
4 Tinggi (T) 4 3,43 – 4,23
5 Sangat Tinggi (ST) 5 4,24 – 5,04
3. Motif konsumen dalam pembelian produk bihun tapioka.
Tujuan ketiga dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui motif
konsumen dalam pembelian produk bihun tapioka. Analisis data yang
digunakan untuk menjawab tujuan ketiga yaitu analisis deskriptif yang
diukur dengan menggunakan analisis persentase yang didapat dari
kuesioner bagian II mengenai pendapat atau alasan konsumen membeli
dan memilih bihun tapioka.
48
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan Umum Kota Metro
Kota Metro merupakan tempat penelitian, yaitu di agroindustri bihun tapioka
di Kecamatan Metro Utara dan Kecamatan Metro Timur serta di pasar
tradisional di Kota Metro. Kota Metro merupakan kota yang terletak pada
bagian tengah Provinsi Lampung. Kota Metro memiliki luas wilayah seluas
61,79 km². Ibu Kota dari Kota Metro adalah Metro Pusat. Kota Metro secara
astronomis terletak diantara 5˚5’ - 5˚10’ Lintang Selatan dan 105˚15’ -
105˚20’ Bujur Timur. Berdasarkan Badan Pusat Statistika Kota Metro
(2017), luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut
kecamatan di Kota Metro dapat dilihat pada Tabel 6.
Secara posisi geografis, Kota Metro berbatasan dengan :
a) Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur di sebelah
utara.
b) Kabupaten Lampung Tengah di sebelah barat.
c) Kabupaten Lampung Timur di sebelah timur.
d) Kabupaten Lampung Timur di sebelah selatan (BPS Kota Metro, 2017).
49
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Pemekaran Kelurahan dan Kecamatan di Kota Metro, wilayah administrasi
pemerintahan Kota Metro dimekarkan menjadi 5 kecamatan dan terbagi
menjadi 22 kelurahan.
Tabel 6. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut
kecamatan di Kota Metro tahun 2016
Kecamatan Luas Wilayah
Jumlah Penduduk
(jiwa) Kepadatan
Penduduk
(jiwa/km²) km² % Jumlah %
Metro Selatan 14,33 21,00 14.970 9,00 1.045
Metro Barat 11,28 16,00 27.537 17,00 2.441
Metro Timur 11,78 17,00 38.662 24,00 3.282
Metro Pusat 11,71 17,00 50.120 32,00 4.280
Metro Utara 19,64 29,00 26.179 17,00 1.360
Jumlah 68,74 100,00 158.008 100,00 2.272
Sumber : Badan Pusat Statistika Kota Metro , 2017
Pada Tabel 6 terlihat Kecamatan Metro Utara berada di urutan pertama
dengan cakupan wilayah paling luas yaitu 19,64 km². Kepadatan penduduk
di Kota Metro tahun 2016 mencapai 2.338 jiwa/ km², rata-rata jumlah
penduduk perrumah tangga 4 orang. Kepadatan penduduk di 5 (lima)
kecamatan di Kota Metro cukup beragam dengan posisi tertinggi terletak di
Kecamatan Metro Pusat dengan kepadatan sebesar 4.340 jiwa/ km² dan posisi
terendah di Kecamatan Metro Selatan sebesar 1.054 jiwa/ km².
Kota Metro merupakan salah satu daerah di Provinsi Lampung yang terdapat
agroindustri bihun tapioka. Lokasi usaha bihun tapioka di Kota Metro
terdapat di Kecamatan Metro Timur dan Kecamatan Metro Utara.
50
B. Keadaan Umum Kecamatan Metro Utara
Kecamatan Metro Utara merupakan salah satu lokasi penelitian yaitu pada
dua agroindustri bihun tapioka di Kelurahan Banjarsari dan satu agroindustri
bihun tapioka di Kelurahan Karangrejo. Kecamatan Metro Utara merupakan
pemekaran Kecamatan Bantul berdasarkan Perda Kota Metro No. 25 Tahun
2000 tentang pemekaran kelurahan dan kecamatan di Kota Metro menjadi 5
kecamatan yang meliputi 22 kelurahan. Luas wilayah Kecamatan Metro
Utara adalah 19.64 km². Jumlah penduduk Kecamatan Metro Utara sebesar
27.514 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 13.908 jiwa adalah penduduk
laki-laki dan selebihnya, yaitu 13.606 jiwa adalah penduduk perempuan.
Dengan demikian sex ratio untuk Kecamatan Metro Utara adalah sebesar
102,22. Hal ini berarti, penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan penduduk perempuan.
C. Keadaan Kecamatan Metro Timur
Kecamatan Metro Timur merupakan salah satu lokasi penelitian yaitu di
agroindustri bihun tapioka di Kelurahan Iringmulyo. Kecamatan Metro
Timur merupakan pemekaran Kecamatan Metro Raya berdasarkan Perda
Kota Metro No. 25 Tahun 2000 tentang pemekaran kelurahan dan kecamatan
di Kota Metro menjadi 5 kecamatan yang meliputi 22 kelurahan. Luas
wilayah Kecamatan Metro Timur adalah 11,78 km². Kecamatan Metro Timur
terdiri dari 5 kelurahan yaitu Kelurahan Tejosari (3,76 km²), Kelurahan
Tejoagung (1,55 km²), Kelurahan Iringmulyo (1,89 km²), Kelurahan Yosorejo
(1,22 km²), dan Kelurahan Yosodadi (3,36 km²) (BPS Kota Metro, 2017).
51
D. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Timur
Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu tempat penelitian yang
dilakukan pada agroindustri bihun tapioka di Kecamatan Pekalongan serta di
pasar tradisional di Kecamatan Sekampung. Kabupaten Lampung Timur
merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 50 meter di atas
permukaan laut.
Berdasarkan data BMKG Masgar Lampung, curah hujan tertinggi di
Kabupaten Lampung Timur terjadi di bulan Maret 2016 yaitu mencapai rata-
rata 316,1 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan September
2016 dengan rata-rata 78,1 mm. Kabupaten Lampung Timur terdiri dari
24 wilayah kecamatan dan 264 desa. Pada tahun 2016, jumlah dusun dan
Rukun Tetangga (RT) masing-masing 1.645 dusun dan 6.331 RT (BPS
Kabupaten Lampung Timur, 2017).
E. Keadaan Umum Kecamatan Sekampung
Kecamatan Sekampung merupakan salah satu lokasi penelitian untuk
konsumen pembelian bihun tapioka yaitu di pasar tradisional di Kecamatan
Sekampung. Kecamatan Sekampung merupakan dataran dengan ketinggian
rata-rata 50 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Sekampung pada tahun
2016 memiliki 776 sarana perdagangan. Sarana perdagangan tersebut terdiri
dari tiga pasar, satu kelompok pertokoan, satu minimarket, 606 toko/ warung
kelontong, 19 restoran/ rumah makan, 146 warung/ kedai makan.
52
F. Keadaan Umum Kecamatan Rumbia
Kecamatan Rumbia merupakan salah satu kecamatan yang dipilih sebagai
lokasi penelitian untuk konsumen pembelian bihun tapioka yaitu di pasar
tradisional di Kecamatan Rumbia. Kecamatan Rumbia terdiri dari 12
desa/kelurahan dengan luas wilayah 58,30 km². Kecamatan Rumbia memiliki
dari satu Pasar Tradisional Daerah Rumbia (BPS Kecamatan Rumbia, 2017).
G. Gambaran Umum Agroindustri Bihun Tapioka di Kota Metro dan
Kabupaten Lampung Timur
Agroindustri bihun tapioka yang dipilih merupakan lima agroindustri bihun
tapioka yang masih aktif melakukan proses produksi. Produk bihun tapioka
pada kelima agroindustri ini cukup diminati oleh masyarakat umum yang
dilihat dari jumlah permintaan pasarnya. Kelima agroindustri bihun tapioka
ini mempunyai beberapa perbedaan dan persamaan karakteristik yang dapat
dilihat pada Tabel 7.
53
Tabel 7. Karakteristik agroindustri bihun tapioka
No. Uraian Agroindustri Bihun Tapioka
Moro Seneng Sinar Jaya Monas Lancar Sinar Harapan Bintang Obor
1 Tahun berdiri 1979 1984 1988 1993 1994
2 Latar belakang pendirian Adanya aspek yang
bagus dalam usaha
bihun tapioka yang
berasal dari
singkong.
Adanya peluang
bagi usaha bihun
tapioka dilihat dari
produksi singkong
yang berlimpah
serta menjadi
motivasi dua
pengusaha untuk
join dengan
berkontribusi
sebesar 50 persen
per orang.
Adanya peluang
dari pengolahan
tapioka menjadi
bihun tapioka.
Pemilik membangun
usaha ini karena
melihat teman yang
sudah terlebih dahulu
membangun usaha
bihun yang memiliki
penghasilan yang
bagus.
Karena banyak yang
mendirikan pabrik
bihun tapioka.
3 Jumlah modal awal Rp 15.000.000,00 Rp 35.000.000,00 Rp 20.000.000,00 Rp 10.000.000,00 Rp 45.000.000,00
4 Sumber modal awal Milik pribadi Milik pribadi Milik pribadi Milik pribadi Milik pribadi
5 Struktur organisasi Lini Lini Lini Lini Lini
6 Pemakaian alat Tradisional Tradisional Tradisional Tradisional Tradisional
7 Jumlah tenaga kerja 12 25 16 12 14
53
54
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa agroindustri bihun tapioka didirikan
sudah sejak lama, namun latar belakang pendirian kelima agroindustri terdapat
persamaan yaitu merupakan usaha keluarga. Latar belakang Agroindustri Sinar
Jaya, Sinar Harapan, Monas Lancar, Bintang Obor dan Moro Seneng sama yaitu
dikarenakan peluang potensi singkong yang baik terlihat dari jumlah produksinya
yang banyak, sehingga pemilik membangun usaha pengolahan singkong menjadi
produk bihun tapioka karena cara produksi bihun yang cukup mudah serta
memiliki pangsa pasar yang bagus.
Modal awal kelima agroindustri bihun tapioka merupakan milik pribadi sekitar
Rp 10.000.000,00 – Rp 45.000.000,00, dengan rata-rata pendapatan sekitar
Rp 300.000,00 – Rp 1.400.000,00 perbulan. Sumber modal agroindustri saat ini
didapat dengan meminjam di bank, seluruh agroindustri memanfaatkan jasa bank
untuk permodalan.
Struktur organisasi digunakan oleh kelima agroindustri bihun tapioka agar
pembagian kerja dan tanggung jawab para tenaga kerja lebih jelas dan teratur pada
saat melakukan kegiatan produksi. Dilihat dari struktur organisasinya, struktur
organisasi kelima agroindustri bihun tapioka ini termasuk struktur organisasi lini
dikarenakan sesuai dengan ciri struktur organisasi lini menurut (Hasibuan, 1994).
Ciri struktur organisasi lini tersebut yaitu organisasi relatif kecil, jumlah karyawan
relatif sedikit dan saling mengenal, hubungan atasan dan bawahan masih bersifat
langsung melalui garis wewenang terpendek, serta tingkat spesialisasinya belum
begitu tinggi dan alat-alatnya tidak beraneka ragam. Struktur organisasi pada
Agroindustri Sinar Jaya, Sinar Harapan, Monas Lancar, Bintang Obor dan Moro
55
Seneng dapat dilihat pada Gambar 5-10.
Gambar 5. Struktur organisasi Agroindustri Sinar Jaya
Gambar 6. Struktur organisasi Agroindustri Sinar Harapan
Gambar 7. Struktur organisasi Agroindustri Monas Lancar
Pemilik
Erike Levani R
Pengelola
Simking
Tenaga kerja
18 laki-laki
Tenaga kerja
7 perempuan
Pemilik
Ajen
Tenaga kerja
7 perempuan
Tenaga kerja
5 laki-laki
Pemilik
Sartik
Tenaga kerja
10 perempuan
Tenaga kerja
6 laki-laki
56
Gambar 8. Struktur organisasi Agroindustri Bintang Obor
Gambar 9. Struktur organisasi Agroindustri Moro Seneng
Pemilik
Hermanjuntak
Tenaga kerja
12 perempuan
Tenaga kerja
6 laki-laki
Pemilik
Hi Darmawaan
Pengelola
Yudi
Tenaga kerja
4 laki-laki
Tenaga kerja
8 perempuan
57
Proses produksi bihun tapioka pada kelima agroindustri yang dilakukan sebagai
berikut :
Proses produksi bihun tapioka yaitu sebagai berikut :
1) Tepung tapioka dibersihkan dengan cara diayak agar tepung terpisah dari
kotoran yang terbawa, serta agar tepung yang masih tergumpal menjadi halus.
Gambar 10. Tempat penyimpanan tepung tapioka
2) Tepung tapioka dicampur dengan air dan diaduk agar menjadi seperti bubur,
kemudian bubur tersebut dipress agar kandungan air kurang lebih dari 40
yang disebut cake. Lama pencampuran air dan pengepresan kurang lebih
dari 1 jam.
Gambar 11. Tempat untuk mengaduk tepung tapioka
58
Gambar 12. Tempat untuk mengepres tepung tapioka
3) Cake hasil pengepresan diaduk-aduk menjadi lebih halus menggunakan mesin
screw extruder sehingga menjadi pelet.
Gambar 13. Tempat memadatkan tepung aci
4) Pellet dikukus dengan menggunakan suhu 100˚C selama kurang lebih satu
jam sehingga menjadi pelet masak.
Gambar 14. Tempat pengukusan
59
5) Pelet yang telah masak tersebut digiling lagi dengan screw extruder. Lubang
pengeluaran pada extruder terdiri dari lubang-lubang kecil dimana bahan
keluar dari extruder yaitu berupa benang yang disebut bihun basah.
6) Bihun basah dipotong dalam ukuran tertentu, selanjutnya akan dikukus
kembali dalam suhu diatas 100˚C selama 45 menit.
Gambar 15. Tempat pengepinan bihun tapioka
7) Setelah pengukusan kedua selesai, maka bihun dikeringkan dengan oven
pengering atau dengan cara dijemur selama 7-8 jam.
Gambar 16. Tempat penjemuran bihun tapioka
60
8) Bihun tapioka yang sudah kering siap untuk dikemas.
Gambar 17. Pengemasan bihun tapioka
Gambar 18. Tempat penyimpanan bihun tapioka
61
Pembagian tugas tenaga kerja kelima agroindustri sa ma yaitu dibagi sesuai jenis
kelamin. Jam kerja tenaga kerja pada kelima agroindustri antara tenaga kerja laki-
laki dan perempuan berbeda-beda disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pembagian jam kerja tenaga kerja agroindustri bihun tapioka
Waktu Jenis Pekerjaan Keterangan
L P
03.30 - 05.30 WIB Pengucekan √
06.30 - 08.00 WIB Mengaduk tepung aci √
08.15 - 09.15 WIB Memadatkan tepung aci √
09.15 - 10.30 WIB Membentuk tepung aci menjadi bihun
tapioka √
10.35 - 11.40 WIB Memotong-motong bihun tapioka √
11.45 - 15.30 WIB Mengoven dan menjemur bihun tapioka √
07.30 - 11.45 WIB Pengemasan bihun tapioka √
13.00 - 17.45 WIB Pengemasan bihun tapioka √
19.45 - 21.45 WIB Pengepinan √
Tenaga kerja laki-laki mempunyai tugas mengaduk tepung aci, memadatkan
tepung aci, membentuk tepung aci menjadi bihun tapioka, memotong-motong
bihun tapioka, mengoven, dan menjemur bihun tapioka, sedangkan tenaga kerja
perempuan bertugas dalam pengucekan, pengepinan, dan pengemasan. Proses
produksi bihun tapioka pada kelima agroindustri ini dilakukan setiap hari.
Pembayaran upah tenaga kerja dilakukan secara borongan.
Bangunan pabrik yang dipakai untuk proses produksi bihun tapioka kelima
agroindustri merupakan bangunan milik pribadi. Setiap agroindustri mempunyai
tempat penyimpanan bihun tapioka.
H. Gambaran Umum Konsumen Bihun
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama pengumpulan data
konsumen diketahui bahwa konsumen berjenis kelamin perempuan lebih
62
besar daripada laki-laki. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar yang
melakukan aktivitas ataupun kegiatan belanja bihun tapioka adalah
perempuan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa konsumen bihun adalah ibu
rumah tangga, pedagang atau penjual bakso, gorengan, soto dan catering.
Hasil pengamatan yang telah dilakukan mendapatkan bahwa tidak semua
orang yang datang ke toko yang menjual bihun tapioka di pasar membeli
bihun. Berdasarkan pengamatan diperkirakan dari sepuluh orang yang
mengunjungi toko hanya satu atau dua yang membeli bihun. Hal tersebut
menunjukkan bahwa konsumen bihun masih dalam jumlah yang kecil
dibandingkan dengan pengunjung toko. Kenyataan tersebut mengindikasikan
bahwa pasar bihun tapioka masih terbuka.
85
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Posisi produk bihun tapioka dalam daur hidup produk (Product Life
Cycle) pada Agroindustri Sinar Jaya, Agroindustri Monas Lancar, dan
Agroindustri Moro Seneng berada pada Tahap Pertumbuhan, sedangkan
Agroindustri Sinar Harapan dan Agroindustri Bintang Obor berada pada
Tahap Kedewasaan.
2) Produsen memiliki persepsi bahwa pengembangan usaha agroindustri itu
penting namun sulit dilakukan karena belum membuat strategi pemasaran
yang tepat.
3) Motif konsumen dalam pembelian bihun tapioka adalah karena
keterjangkauan harga dan kemudahan mengolah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan :
1) Agroindustri yang berada pada tahap pertumbuhan sebaiknya melakukan
perluasan produk agar dapat mempertahankan penjualan dan agroindustri
yang berada pada tahap kedewasaan sebaiknya mempertahankan strategi
yang telah dilakukan dan memperluas wilayah pemasaran.
86
2) Pemerintah sebaiknya memberikan perhatian terhadap agroindustri bihun
tapioka sepert modal, mengadakan kegiatan pangan lokal agar produsen
dapat memperluas produk bihun tapioka dimana produk bihun tapioka
belum terdapat secara menyeluruh di Provinsi Lampung.
3) Bagi peneliti lain, disarankan untuk melakukan penelitian sejenis
menggunakan alat ukut yang berbeda yaitu analisis karakteristik Daur
Hidup Produk (Product Life Cycle) menurut Teori Kotler (2000).
87
DAFTAR PUSTAKA
Alma, B. 2007. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Edisi Revisi. CV
Alfabeta. Bandung.
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Anoraga, P. 2007. Pengantar Bisnis Pengelolaan Bisnis dalam Era Globalisasi.
PT Rineka Cipta. Jakarta.
Astawan, M. 2008. Pembuatan Mie Bihun. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Assauri, S. 2015. Manajemen Pemasaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Bazai, F.I. 2017. Penerapan strategi pemasaran dan aksesibilitas rumah tangga
terhadap bihun tapioka di Kota Metro. Skripsi. Agribisnis. Fakultas
Petanian. Universitas Lampung.
Bank Indonesia. 2010. Kajian Akademik Pemeringkat Kredit bagi Usaha Mikro
Kecil dan Menengah di Indonesia. http;//www.bi.go.id/. Diakses pada
tanggal 23 Januari 2018.
Bantacut, T. 2002. Laporan Akhir Studi Kelayakan Penetapan, Perancangan
dan Pendidikan serta Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan
Kabupaten Ngada. Kerjasama Tim Agroindustri Fakultas Teknologi
Industri Pertanian IPB Bogor dan Disperindag Kabupaten Ngada NTT.
Bogor.
Hasibuan, M. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia, Dasar dan Kunci
Keberhasilan. CV Haji Masagung. Jakarta.
BPS Kota Metro. 2017. Kota Metro dalam Angkat Tahun 2017. BPS Kota
Metro. Indonesia.
BPS Kabupaten Lampung Timur. 2017. Lampung Timur dalam Angka Tahun
2017. BPS Kabupaten Lampung Timur. Indonesia
BPS Kecamatan Rumbia. 2017. Rumbia dalam Angka Tahun 2017. BPS
Kecamatan Rumbia. Indonesia.
88
BPS Provinsi Lampung. 2017. Lampung dalam Angka Tahun 2017. BPS
Provinsi Lampung. Indonesia.
Cindy dan Devie. 2013. Analisis hubungan antara size, product life cycle, dan
market position dengan penggunaan balanced scorecard pada sektor
industri manufaktur. Business Accounting Review. Vol. 1. Hlm 1-10.
Dinas Perindustrian Provinsi Lampung. 2017. Jumlah agroindustri ubi kayu di
Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Dwiyana, Putra. 2016. Analisis perbandingan strategi bauran pemasaran
smartphone blackberry berdasarkan siklus hidup produk. E-Proceeding of
Management. Vol. 3 No. 1 April 2016 No. ISSN 2355-9357. Hlm 563-
570.
Kementerian Pertanian. 2016. Outlook Komoditas Petanian Tanaman Pangan..
http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/publikasi /outlook. Diakses pada
tanggal 23 Oktober 2017.
Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium 1. PT Ikrar
Mandiriabadi. Jakarta.
Kotler, P. 2009. Manajemen Pemasaran Edisi 13. Erlangga. Jakarta.
Lindaan, M.P., V.V. Rantung., M.Y. Memah. 2016. Persepsi Masyarakat
terhadap Pengembangan Industri Rumah Panggung di Desa Tombasian
Kecamatan Kawangkoan Barat Kabupaten Minahasa. Agri-Sosio Ekonomi
Unstrat. Vol. 12 No. 2A Agustus 2016 ISSN 1907 - 4298. Hlm 349-362.
Maulani, R., R. Dwiastuti., D. R. Andriani. 2017. Analisis Penetapan Harga
Produk Obat Herbal Olahan Jamur Dewa (Agaricus blazei Murril) pada
CV. Asimas. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA). Vol. 1
No. 2 Desember 2017 ISSN 2598-8174. Hlm 94-107.
Polli, Rolando dan Victor Cook. 1996. Validity of the Product Live Cycle. The
Journal of Business. The University of Chicago Press. Vol. 42 No. 4.
Hlm. 385-400.
Putriasih, N.W., W.D. Sayekti., R. Adawiyah. 2015. Pola permintaan dan
loyalitas pedagang soto terhadap bihun tapioka di Kecamatan Purbolinggo
Kabupaten Lampung Timur. JIIA. Agribisnis. Fakultas Pertanian.
Universitas Lampung. Vol 3 No. 4.
Rahmatulloh, A. 2015. Analisis kinerja dan lingkungan agroindustri bihun
tapioka di Kota Metro. Skripsi. Agribisnis. Fakultas Petanian.
Universitas Lampung.
Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Rosdakarya Group. Bandung.
89
Sayekti, W.D., F.E. Prasmatiwi., dan R. Adawiyah. 2007. Kajian pemasaran
bihun tapioka dalam rangka pengembangannya sebagai pangan alternatif.
Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung
Hari Pangan Sedunia 2007. Bandar Lampung, 25-26 Oktober 2007. Hlm
356-368.
Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan. Kedokteran EGC. Jakarta.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Tjiptono, F. 2015. Strategi Pemasaran Edisi Keempat. CV Andi Offset.
Yogyakarta.
Umar, Z.A. 2010. Analisis Daur Hidup (Product Life Cycle) Produk Ikan Tuna
Olahan. Jurnal Inovasi. Vol. 7 No. 3 September 2010 ISSN 1693-9034.
Hlm 1-8.
Vidyaningrum, A., W.D. Sayekti., R. Adawiyah. 2016. Referensi dan permintaan
konsumen rumah tangga terhadap bihun tapioka di Kecamatan
Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur. JIIA. Agribisnis. Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung. Vol. 4 No. 2.
Zakaria, W.A. 2007. Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Finansial
Agroindustri Tahu dan Tempe di Kota Metro. Jurnal Sosio Ekonometrika.
Vol. 13 No. 1 Juni 2007. Bandar Lampung.
top related