analisis risiko produksi bihun jagung di pt. subafood

204
ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD PANGAN JAYA, CIKUPA, TANGERANG SKRIPSI DEANNISA INDRIANI 11140920000074 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1440 H

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

PANGAN JAYA, CIKUPA, TANGERANG

SKRIPSI

DEANNISA INDRIANI

11140920000074

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1440 H

Page 2: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

PANGAN JAYA, CIKUPA, TANGERANG

Oleh:

DEANNISA INDRIANI

11140920000074

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M / 1440 H

Page 3: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD
Page 4: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, November 2018

Deannisa Indriani

11140920000074

Page 5: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

iii

RIWAYAT HIDUP

Nama : Deannisa Indriani

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 13 Desember 1995

Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Perum. Bukit Cikasungka Blok BF 12 No. 2, RT 02/RW

010, Kec. Solear – Kab. Tangerang, 15730

No. Hp : 085890583852

E-mail : [email protected]

2000 – 2002 : TK Sekar Pertiwi

2002 – 2008 : SDS Dian Pertiwi

2008 – 2011 : SMPN 1 Balaraja

2011 – 2014 : SMAN 1 Kabupaten Tangerang

2014 – 2018 : S-1 Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

IDENTITAS DIRI

RIWAYAT PENDIDIKAN

Page 6: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

iv

2007 : Anggota Ekskul DrumBand SDS Dian Pertiwi

2009 : Anggota Ekskul Club Matematika SMPN 1 Balaraja

2010 : Anggota Ekskul DrumBand SMPN 1 Balaraja

2012 – 2013 : Anggota Ekskul Kreativitas Seni Pelajar (Vokal)

2014 – 2016 : Anggota Divisi Manajemen OPK Dapur Seni,

Fakultas Sains dan Tenologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2017 : Penerima Beasiswa Peningkatan Akademik UIN Jakarta

2018 : Penerima Beasiswa Peningkatan Akademik UIN Jakarta

2017 : Praktik Kerja Lapang di PT. Subafood Pangan Jaya, Cikupa-

Tangerang

2018 : Asisten Laboratorium Ilmu Tanaman

PENGALAMAN ORGANISASI

PRESTASI YANG TELAH

DICAPAI

PENGALAMAN KERJA

Page 7: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

v

RINGKASAN

Deannisa Indriani, Analisis Risiko Produksi Bihun Jagung di PT. Subafood

Pangan Jaya, Cikupa-Tangerang. Dibawah bimbingan Junaidi dan Rizki Adi

Puspita Sari.

PT. Subafood Pangan Jaya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak

pada industri pengolahan pangan dengan produk utamanya adalah bihun berbahan

baku pati jagung. Munculnya risiko-risiko pada produksi bihun jagung akan

berdampak negatif terhadap perusahaan. Maka, perlu dilakukan tindakan

pencegahan risiko untuk dapat mengurangi dampak dari risiko yang ditimbulkan.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi risiko yang timbul pada saat

proses produksi bihun jagung pada PT. Subafood Pangan Jaya. (2) Mengukur

seberapa besar risiko produksi bihun jagung pada PT. Subafood Pangan Jaya. (3)

Memetakan risiko produksi bihun jagung pada PT. Subafood Pangan Jaya. (4)

Mengetahui strategi penanganan risiko produksi bihun jagung pada PT. Subafood

Pangan Jaya.

Data pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer

didapat dari pengamatan pelaksanaan aktivitas produksi serta informasi terkait

untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh perusahaan. Data sekunder didapat

melalui penelusuran berbagai dokumen tertulis pada perusahaan dan beberapa

penelitian terdahulu yang menjadi bahan rujukan bagi penelitian ini. Analisis

digunakan dengan menggunakan diagram tulang ikan, house of risk 1 (HOR 1),

diagram pareto, dan house of risk 2 (HOR 2). Serta dibantu dengan pengolahan

data menggunakan software Excel 2010.

Hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat 2 kejadian risiko pada tahap

mixing, 2 kejadian risiko pada tahap steaming mixer, 1 kejadian risiko pada tahap

ekstrussing, 1 kejadian risiko pada tahap steamingbox, 4 kejadian risiko pada

tahap cutting, 3 kejadian risiko pada tahap drying, 1 kejadian risiko pada tahap

cooling serta 3 kejadian risiko pada tahap packaging, dan teridentifikasi 48 agen

atau penyebab risiko secara keseluruhan. Berdasarkan tabel HOR Fase 1

diketahui agen atau penyebab risiko dengan nilai tertinggi yaitu 2 penyebab risiko

pada tahap mixing, 3 penyebab risiko pada tahap steaming mixer, 4 penyebab

risiko pada tahap ekstrussing, 3 penyebab risiko pada tahap steamingbox, 5

penyebab risiko pada tahap cutting, 4 penyebab risiko pada tahap drying, 2

penyebab risiko pada tahap cooling serta 4 penyebab risiko pada tahap packaging.

Berdasarkan prioritas penyebab risiko tersebut, maka diketahui terdapat 10

strategi preventif yang dapat direalisasikan untuk mereduksi penyebab risiko

tersebut.

Kata Kunci : Risiko, Bihun Jagung, Diagram pareto, House of Risk, Fishbone.

Page 8: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Puji dan Syukur atas Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan Pencipta

Alam karena atas Rahmat-Nyalah Skripsi yang berjudul “Analisis Risiko

Produksi Bihun Jagung di PT. Subafood Pangan Jaya, Cikupa, Tangerang”

ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan Salam penulis panjatkan

kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Shallallah’Alayhi wa Sallam yang telah

membimbing umatnya dari zaman kejahiliahan hingga ke zaman terang benderang

seperti saat ini.

Adapun tujuan dari penyusunan Skripsi ini adalah sebagai syarat untuk

menyelesaikan program studi Strata-1 di Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis

pun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu baik berupa materil dan moral yang sangat berarti dalam penyusunan

skripsi ini, diantaranya kepada:

1. Keluarga atas semua cinta dan kasih sayang, do’a yang tak pernah henti

dipanjatkan, dan dukungan yang tiada henti diberikan, sehingga semua

menjadi lebih mudah dan lancar.

2. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Bapak Dr. Ir. Iwan Aminuddin, M.Si

selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang

Page 9: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

vii

telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Junaidi, M.Si dan Ibu Rizki Adi Puspita Sari, SP, MM selaku dosen

pembimbing I dan II yang telah membimbing penulis dengan baik dan

banyak membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Bapak Ir. Mudatsir Najamuddin, MM dan Bapak Dr. Iwan Aminuddin, M.Si

selaku dosen penguji I dan II yang telah memberikan saran, dukungan dan

motivasi dalam perbaikan skripsi ini.

5. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik penulis yang

dengan sabar memberikan saran, motivasi dan dukungan kepada penulis.

6. Seluruh dosen dan staff Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu,

pelajaran serta pengalaman selama penulis menjalani perkuliahan.

7. Pihak PT. Subafood Pangan Jaya yang telah menjadi fasilitator penulis untuk

melakukan penelitian.

8. Bapak Asep, selaku Manajer Produksi, Bapak Taufik selaku supervisor

produksi, Ibu Galuh Muhniyati selaku Manajer Quality Control, Bapak Dwi

Paskah selaku Manajer Teknik PT. Subafood Pangan Jaya yang telah

memberikan arahan, bimbingan serta bantuannya kepada penulis selama

melakukan penelitian.

9. Bapak Syahroni, Ibu Febriyanthi, Ibu Iis , Ibu Nurul, Bapak Iing, Bapak

Didi.S, dan Bapak Bayu, selaku karyawan Departemen Teknik Industri,

Page 10: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

viii

Teknik Mesin, Produksi, HRD, dan Logistik yang setiap harinya telah banyak

membantu penulis selama kegiatan penelitian berlangsung.

10. Vivi Ataini, Tia Septiyani, Humairra Avicienna, Ninda Amillia Putri, Lulu

Hana Salsabila, Ulfa Fitriana, Oktaria Dwita Permata, Fergy Dyah, Lussyana

dan Sahrul Maulidian untuk indahnya persahabatan dan persaudaraan yang

telah terjalin, serta atas kerjasama, dukungan, semangat dan motivasi, dan

sebagai tempat bertukar pikiran dari awal perencanaan penelitian hingga

selesai.

11. Novela Fransisca, Ria Aulia dan Bersita Hasugian yang telah menjadi obat

dikala penulis merasa jenuh dan senang sejak Sekolah Dasar, sebagai tempat

bertukar fikiran serta memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

12. Teman-teman, kakak-kakak senior Agribisnis UIN Jakarta, khususnya

angkatan 2014 sekeluarga yang telah memberikan dukungan dan bantuan

kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini pun tidak luput dari kesalahan, maka

dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran pada skripsi ini, agar kelak skripsi

ini dapat menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat serta dapat menambah

wawasan bagi penulis dan pada umumnya bagi pembaca, Amin.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatu

Jakarta, November 2018

Penulis

Page 11: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i

PERNYATAAN ............................................................................................... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... iv

RINGKASAN .................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 7

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 7

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 8

1.5 Ruang Lingkup ............................................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 10

2.1 Definisi Agribisnis ..................................................................... 10

2.2 Gambaran Umum dan Karakteristik Bihun ............................... 12

2.3 Definisi Produksi ....................................................................... 14

2.4 Risiko ......................................................................................... 17

2.4.1 Konsep Risiko Agribisnis .................................................. 18

2.4.2 Jenis Risiko ....................................................................... 19

2.5 Manajemen Risiko ..................................................................... 21

2.6 Diagram Tulang Ikan .................................................................. 32

2.7 Diagram Pareto ........................................................................... 35

Page 12: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

x

2.8 House of Risk (HOR) ............................................................... 36

2.8.1 HOR Fase 1 ..................................................................... 38

2.8.2 HOR Fase2 ...................................................................... 41

2.9 Penelitian Terdahulu .................................................................. 44

2.10 Kerangka Pemikiran ................................................................ 47

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 50

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 50

3.2 Sumber dan Jenis Data ............................................................... 50

3.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 51

3.4 Metode Analisis Data ................................................................. 55

3.4.1 HOR (House of Risk) Fase 1 ............................................ 55

3.4.1.1 Agregate Risk Potential (ARPj) ............................ 56

3.4.1.2 Diagram Pareto....................................................... 56

3.4.2 HOR (House of Risk) Fase 2 ............................................ 58

3.4.2.1 Total Effectiviness (TEk)........................................ 60

3.4.2.2 Effectiveness To Difficulty Ratio (ETDk) ............. 60

3.5 Definisi Operasional .................................................................. 61

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ...................................... 63

4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ..................................... 63

4.2 Lokasi dan Tata Letak Perusahaan ............................................ 66

4.3 Visi dan Misi Perusahaan .......................................................... 66

4.4 Struktur Organisasi .................................................................... 67

4.4.1 Tenaga Kerja .................................................................... 70

4.4.2 Kesejahteraan Karyawan ................................................. 72

4.5 Aktivitas Produksi Bihun Jagung .............................................. 74

4.5.1 Mesin dan Alat Produksi Bihun Jagung .......................... 74

4.5.2 Bahan Baku Bihun Jagung ............................................... 77

4.5.3 Proses Produksi Bihun Jagung .......................................... 77

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 84

5.1 Identifikasi Risiko Produksi Bihun Jagung ............................... 84

Page 13: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

xi

5.1.1 Identifikasi Kejadian Risiko ............................................. 87

5.1.2 Identifiksi Penyebab Risiko .............................................. 92

5.1.2.1 Tahap Mixing ........................................................ 92

5.1.2.2 Tahap Steaming mixer ........................................... 94

5.1.2.3 Tahap Ekstrussing .................................................. 97

5.1.2.4 Tahap Steamingbox .............................................. 100

5.1.2.5 Tahap Cutting ...................................................... 101

5.1.2.6 Tahap Drying ...................................................... 104

5.1.2.7 Tahap Cooling ..................................................... 107

5.1.2.8 Tahap Packaging ................................................. 108

5.2 Pengukuran Risiko ................................................................... 110

5.2.1 Penilaian Dampak Risiko (Saverity) .............................. 110

5.2.2 Penilaian Probabilitas Risiko (Occurrence) .................. 113

5.2.2.1 Tahap Mixing ...................................................... 113

5.2.2.2 Tahap Steaming mixer ......................................... 114

5.2.3.3 Tahap Ekstrussing ................................................ 115

5.2.2.4 Tahap Steamingbox ............................................. 116

5.2.2.5 Tahap Cutting ...................................................... 117

5.2.2.6 Tahap Drying ...................................................... 118

5.2.2.7 Tahap Cooling ..................................................... 119

5.2.2.8 Tahap Packaging ................................................. 120

5.2.3 Penilaian Tingkat Korelasi Antara Penyebab Risiko

dengan Kejadian Risiko ................................................ 121

5.3 Pemetaan Risiko ...................................................................... 122

5.3.1 Pemetaan Risiko Tahap Mixing ..................................... 122

5.3.2 Pemetaan Risiko Tahap Steaming mixer ....................... 123

5.3.3 Pemetaan Risiko Tahap Ekstrussing ............................... 124

5.3.4 Pemetaan Risiko Tahap Steamingbox ............................ 125

5.3.5 Pemetaan Risiko Tahap Cutting .................................... 126

5.3.6 Pemetaan Risiko Tahap Drying ..................................... 127

5.3.7 Pemetaan Risiko Tahap Cooling .................................... 128

5.3.8 Pemetaan Risiko Tahap Packaging ............................... 129

5.4 Penentuan Tindakan Penanganan Risiko ................................. 130

5.4.1 Penilaian Tingkat Kesulitan Tindakan Penanganan

Risiko ............................................................................ 131

5.4.2 Penilaian Keefektifan Tindakan Penanganan Risiko ...... 132

5.4.3 Penilaian Tingkat Korelasi Tindakan Penanganan Risiko

dengan Penyebab Risiko ................................................ 132

5.4.4 Prioritas Tindakan Penanganan Risiko ........................... 132

Page 14: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

xii

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 153

6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 153

6.2 Saran .................................................................................................. 155

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 157

LAMPIRAN ................................................................................................ 169

Page 15: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

xiii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Standar Kualitas Bihun .............................................................................. 3

2. Data Kerusakan Produk Bihun Jagung Tahun 2017 ................................... 4

3. Model HOR Fase 1 .................................................................................. 39

4. Model HOR Fase 2 .................................................................................. 43

5. Matriks Penelitian Terdahulu .................................................................... 47

6. Daftar Kuesioner Penelitian ...................................................................... 53

7. Contoh Model HOR Fase 2 Penelitian: Proses mixing ............................. 59

8. Jumlah Karyawan PT. Subafood Pangan Jaya ......................................... 72

9. Daftar Kejadian Risiko (Risk Event) ........................................................ 88

10. Identifikasi Penyebab Risiko Tahap Mixing ............................................ 93

11. Identifikasi Penyebab Risiko Tahap Steaming mixer ............................... 95

12. Identifikasi Penyebab Risiko Tahap Ekstrussing ..................................... 97

13. Identifikasi Penyebab Risiko Tahap Steamingbox ................................. 100

14. Identifikasi Penyebab Risiko Tahap Cutting .......................................... 102

15. Identifikasi Penyebab Risiko Tahap Drying ........................................... 104

16. Identifikasi Penyebab Risiko Tahap Cooling .......................................... 107

17. Identifikasi Penyebab Risiko Tahap Packaging ..................................... 108

18. Penilaian Tingkat Dampak Kejadian Risiko (Severity) .......................... 112

19. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko Tahap Mixing ............ 114

20. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko Tahap Steamingmixer 115

21. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko Tahap Ekstrussing .... 116

Page 16: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

xiv

22. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko Tahap Steamingbox ... 117

23. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko Tahap Cutting ........... 118

24. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko Tahap Drying ............ 119

25. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko Tahap Cooling .......... 120

26. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko Tahap Packaging ...... 120

27. Penilaian Tingkat Kesulitan (Dk) Tindakan Penanganan Risiko ............ 131

Page 17: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

xv

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Data Target dan Hasil Produksi Bihun Jagung Tahun 2017 ....................... 5

2. Konsep Sistem dan Usaha Agribisnis ....................................................... 11

3. Skema Sistem Produksi ............................................................................ 15

4. Proses Manajemen Risiko ........................................................................ 24

5. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone) Tipe Rangkuman Sebab- Akibat ....... 33

6. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone) Tipe Klasifikasi Proses Produksi ...... 34

7. Struktur Diagram Pareto .......................................................................... 36

8. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................. 49

9. Model Diagram Pareto Penelitian ............................................................ 57

10. Produk PT. Subafood Pangan Jaya .......................................................... 65

11. Alur Proses Produksi Bihun Jagung .......................................................... 83

12. Diagram Tulang Ikan Produksi Bihun Jagung ......................................... 86

13. Pemetaan Risiko Tahap Mixing ................................................................... 122

14. Pemetaan Risiko Tahap Steaming mixer ...................................................... 123

15. Pemetaan Risiko Tahap Ekstrussing ........................................................... 124

16. Pemetaan Risiko Tahap Steamingbox ......................................................... 125

17. Pemetaan Risiko Tahap Cutting .................................................................. 126

18. Pemetaan Risiko Tahap Drying .................................................................... 127

19. Pemetaan Risiko Tahap Cooling .................................................................. 128

20. Pemetaan Risiko Tahap Packaging ............................................................. 129

21. HOR Fase 2 Tahap Mixing............................................................................ 134

Page 18: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

xvi

22. HOR Fase 2 Tahap Steaming mixer ............................................................. 137

23. HOR Fase 2 Tahap Ekstrussing .................................................................... 139

24. HOR Fase 2 Tahap Steamingbox.................................................................. 142

25. HOR Fase 2 Tahap Cutting ........................................................................... 145

26. HOR Fase 2 Tahap Drying............................................................................ 148

27. HOR Fase 2 Tahap Cooling .......................................................................... 150

28. HOR Fase 2 Tahap Packaging ..................................................................... 152

Page 19: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Struktur Organisasi PT. Subafood Pangan Jaya ....................................... 159

2. Matriks Penelitian ................................................................................... 160

3. Matriks Instrumen Penelitian .................................................................. 161

4. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone) .......................................................... 164

5. Kuesioner Penelitian HOR 1 .................................................................... 166

6. Kuesioner Penelitian HOR 2 .................................................................... 173

7a. Tabel HOR 1 Tahap Mixing .................................................................... 178

7b. Tabel HOR 1 Tahap Steaming mixer ....................................................... 178

7c. Tabel HOR 1 Tahap Ekstrussing ............................................................. 179

7d. Tabel HOR 1 Tahap Steamingbox ........................................................... 179

7e. Tabel HOR 1 Tahap Cutting ................................................................... 180

7f. Tabel HOR 1 Tahap Drying...................................................................... 181

7g. Tabel HOR 1 Tahap Cooling .................................................................. 181

7h. Tabel HOR 1 Tahap Packaging .............................................................. 182

8. Daftar Penyebab Risiko (Risk Agent), pada PT. Subafood Pangan Jaya 183

Page 20: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terdapat berbagai aneka jenis mie yang ditemukan di pasaran. Secara

sederhana, berbagai jenis mie tersebut dapat dibedakan berdasarkan bahan baku

yang digunakannya. Teknik pembuatan mie berdasarkan bahan baku dapat

dibedakan menjadi mie berbahan baku tepung terigu dan non terigu. Bihun

merupakan salah satu produk mie berbahan baku non terigu. Bihun merupakan

jenis mie dari beras yang paling banyak dikenal. Bihun yang terbuat dari beras

sering dikeluhkan karena berbau apek dan sangat mudah hancur apabila dilakukan

proses pengolahan lebih lanjut. Kelemahan dari bihun beras inilah yang

menyebabkan semakin berkembangnya bihun jagung di Indonesia (Munarso,

2012: 179).

Bihun jagung adalah produk makanan yang terbuat dari pati jagung dengan

atau tanpa penambahan bahan pangan lain yang diizinkan dan berbentuk benang-

benang khas bihun. Bihun biasanya terbuat dari beras melalui proses ekstrusi

sehingga memperoleh bentuk seperti benang. Beras pera dengan kadar amilosa

tinggi paling cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan bihun. Beras yang

rendah kadar amilosanya akan menghasilkan bihun yang lembek (Munarso, 2012:

179).

Beras memiliki kandungan amilosa yang tinggi sama dengan kandungan

amilosa jagung. Amilosa yang tinggi mudah mengalami retrogadasi dan memiliki

penampakan pasta yang lebih kompak. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan

Page 21: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

2

pembuatan bihun dari bahan baku pati jagung dapat meningkatkan nilai guna dari

jagung, meningkatkan nilai ekonomisnya dan menciptakan bahan pangan dengan

cita rasa dan warna baru karena bihun yang biasa kita kenal adalah bihun dari

beras yang memiliki warna putih, sedangkan bihun yang terbuat dari pati jagung

memiliki warna kuning pucat (Astawan, 2008: 45).

PT. Subafood Pangan Jaya merupakan salah satu perusahaan yang

bergerak dibidang pengolahan pangan. Hasil produksi PT. Subafood Pangan Jaya

adalah bihun dengan menggunakan corn starch atau pati jagung sebagai bahan

baku utamanya. Beberapa produk bihun jagung yang telah diproduksi PT.

Subafood Pangan Jaya adalah bihun jagung cap Tanam Jagung, cap Pilihan Bunda

dan cap Panen Jagung.

Sama halnya dengan perusahaan pada umumnya, PT. Subafood Pangan

Jaya memiliki standar kualitas pada produk bihun jagung yang dihasilkan seperti

warna bihun kuning pucat, kadar air sebesar 12%. Standar kualitas untuk

persyaratan mutu bihun berdasarkan pada SNI 7621; 2011 dapat dilihat pada

Tabel 1.

Page 22: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

3

Tabel 1. Standar Kualitas Bihun No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

Bau - Normal

Warna - Putih hingga putih

kekuningan

Rasa - Normal

2 Benda asing - Tidak ada

3 Keutuhan % Min 90

4 Kadar air (bb) % Maks. 12

5 Abu (bb) Maks. 0.4

6 Cemaran logam

Cadmium (Cd) mg/kg Maks. 0.1

Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0.3

Timah (Sn) mg/kg Maks. 40

Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0.05

7 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0.5

8 Cemaran Mikroba

Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1 x 10³

(35°c , 48 Jam)

Escherichia coli APM/g Mak. 10

Staphylococcous aureus Koloni/g Maks. 1 x 10³

Bacillus Cereus Koloni/g Maks. 1 x 10³

Kapang Koloni/g Maks. 1 x 104

Sumber: SNI 7621; 2011

Dalam perusahaan pengolahan makanan, kualitas produk merupakan hal

yang sangat penting dalam menjaga mutu produk yang dihasilkan di mata

konsumen. Pengendalian mutu akan menentukan apakah produk tersebut benar-

benar layak untuk dipasarkan atau tidak. Namun, di dalam penentuan mutu produk

tentunya terdapat hal yang ditemukan dalam proses produksi sebelum produk

tersebut diuji kualitas mutunya. Pada PT. Subafood Pangan Jaya terdapat hal yang

ditemui tentang adanya produk yang rusak seperti warna bihun yang tidak sesuai

dengan standar yang disebabkan karena terkontaminasi dengan mesin produksi,

hingga ketidaksesuaian ukuran gelombang pada bihun yang dihasilkan. Batas nilai

Page 23: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

4

toleransi kerusakan produk yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu sebesar

2% dari total produk yang dihasilkan. Proses produksi bihun jagung dalam satu

hari dilakukan sebanyak tiga shift. Menurut data perusahaan PT. Subafood Pangan

Jaya, dapat dilihat bahwa masih banyak terdapat produk rusak selama satu tahun

(Januari 2017 – Desember 2017). Data kerusakan produk tersebut dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Kerusakan Produk Bihun Jagung Tahun 2017

Bulan

Total

produksi

(Kg)

Jenis Produk Riject

Total

riject

(kg)

% Bihun

Basah

(kg)

Ex

Cutting

(kg)

HP A

(kg)

HP B

(kg)

HH

(kg)

HK

(kg)

Januari 1.139.85

0

197 1.230 2.650 29 34 3.760 7.000 1,8

Februari 857.124 122 0 8.400 36 13 6.200 14.77

1

5,1

Maret 1.097.91

9

144 0 1.210 101 16 6.190 7.661 1,9

April 1.094.88

4

82 0 3.300 45 6 3.500 6.933 1,8

Mei 1.188.08

1

108 0 1.530 43 4 6.220 7.905 1,9

Juni 915.861 102 4 5.870 48 56 3.264 9.344 3,0

Juli 1.137.58

3

1.009 3 3.135 106 70 5.610 9.933 2,6

Agustus 1.320.93

1

55 12 4.990 15 13 4.660 9.745 2,2

September 1.139.23

4

192 1.767 2.924 782 10 5.565 11.24

0

2,9

Oktober 1.317.12

3

153 0 0 67 22 4.590 4.832 0,1

November 1.046.00

5

101 0 1.500 39 6 6.200 6.846 1,9

Desember 1.079.45

1

124 0 4.410 51 5 5.300 9.890 2,8

Sumber: PT. Subafood Pangan Jaya, 2018

Berdasarkan Tabel 2 dapat terlihat selama tahun 2017 masih terdapat

banyak kerusakan, seperti Bihun Basah yaitu bihun yang tidak mencapai

kekeringan standar, Hancur Patah A yaitu bihun yang memiliki bentuk fisik yang

Page 24: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

5

tidak sempurna (patah), sedangkan Hancur Patah B merupakan bihun yang tidak

sesuai standar karena terdapat benda lain yang dihasilkan oleh sisa adonan yang

terdapat pada mesin screw atau steambox. Selain itu ditemukan produk reject

lainnya yang masuk kategori Hancur Halus, yaitu bihun yang tidak sesuai standar

pada saat proses sebelum packing berbentuk remahan dan masih dalam kondisi

bersih, dan Hancur Kotor yaitu bihun yang tidak sesuai standar karena bentuk

dimensi dan kotor karena kotoran debu atau terjatuh dilantai, Ex. Cutting atau

produk bihun yang tidak sesuai standar pada saat proses cutting. Produk reject

tersebut terjadi pada tahapan mixing, steaming mixer, ekstrussing, steamingbox,

cutting, cooling sampai dengan packaging tetapi masih bisa dirework kembali

atau dijual kepada pengolah pakan ternak apabila produk tekontaminasi dengan

benda asing dan terjatuh ke lantai. Produk reject yang melebihi batas toleransi

perusahaan terjadi pada bulan Februari, Juni, Juli, Agustus, September dan

Desember 2017. Produk reject tersebut sangat berpengaruh terhadap pencapaian

target dan hasil produksi bihun jagung yang diperoleh oleh perusahaan. Dapat

dilihat pencapaian target produksi bihun jagung pada bulan Januari-Desember

2017 terlihat fluktuatif, seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Data Target dan Hasil Produksi Bihun Jagung Tahun 2017 Sumber: PT. Subafood Pangan Jaya, 2018

0500,000

1,000,0001,500,000

Jan

uar

i

Feb

ruar

i

Mar

et

Ap

ril

Mei

Jun

i

Juli

Agu

stu

s

Sep

tem

ber

Okt

ob

er

No

vem

ber

Des

emb

er

Data Target dan Realisasi (Kg) Tahun 2017

Target Relisasi

Page 25: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

6

Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa target pada bulan Februari,

Juni, Juli, Agustus, September dan Desember 2017 tidak tercapai. Kejadian

tersebut mengindikasikan bahwa dalam menjalankan usahanya, PT. Subafood

Pangan Jaya tidak terlepas dari risiko produksi. Produk riject sebagai bukti nyata

risiko produksi bihun jagung ini dapat mengurangi keuntungan perusahaan,

menambah biaya variabel, bahkan menimbulkan kerugian.

Kendala yang terjadi apabila dibiarkan secara terus-menerus dampaknya

secara tidak langsung berpengaruh terhadap keberlanjutan usaha perusahaan

tersebut, sehingga perlu diidentifikasi risiko yang terdapat pada kegiatan produksi

di perusahaan PT. Subafood Pangan Jaya. Identifikasi risiko produksi dalam

perusahaan dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi seluruh jenis risiko

yang berpotensi mempengaruhi penurunan kualitas dalam kegiatan proses

produksi serta melakukan evaluasi dari bahaya-bahaya yang terkait dengan

produk. Oleh karena itu, penanganan risiko produksi harus dilakukan dengan

sebaik-baiknya agar tidak menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Risiko

produksi dapat dikurangi dengan mengidentifikasi dan menganalisis risiko

produksi melalui diagram alir proses produksi. Dengan demikian, keputusan

untuk menghindari atau mengurangi risiko dapat dilakukan secara tepat.

Sebagai perusahaan yang besar, PT. Subafood Pangan Jaya telah

melakukan preventive action yaitu dengan mengadakan kegiatan pelatihan atau

training terhadap karyawan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

agar dapat mengurangi kendala yang terjadi yaitu masih banyaknya produk reject,

namun pada kenyataannya masih banyak terdapat produk reject yang melebihi

Page 26: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

7

batas toleransi yang telah ditentukan oleh perusahaan, sehingga keputusan untuk

menghindari atau mengurangi risiko belum efektif.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka perumusan masalah

yang dapat ditetapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja risiko yang teridentifikasi pada proses produksi bihun jagung di

PT. Subafood Pangan Jaya?

2. Bagaimana pengukuran risiko produksi bihun jagung pada PT. Subafood

Pangan Jaya?

3. Bagaimana pemetaan risiko produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan

Jaya?

4. Apa saja strategi preventif yang tepat untuk menghindari risiko yang dapat

dilakukan pada produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi risiko produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan

Jaya.

2. Mengukur seberapa besar risiko produksi bihun jagung di PT. Subafood

Pangan Jaya.

3. Memetakan risiko produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya.

Page 27: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

8

4. Mengetahui strategi preventif yang tepat untuk menghindari risiko pada

produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

terkait dengan risiko produksi yang dihadapi perusahaan serta sebagai bahan

evaluasi dan bahan pertimbangan pihak PT. Subafood Pangan Jaya dalam

menangani risiko produksi bihun jagung.

2. Bagi akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

kepentingan edukasi sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya, dan sumber

informasi bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.

3. Bagi penulis, penelitian ini memberikan kesempatan belajar dan sebagai

salah satu sarana penerapan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama

perkuliahan serta dapat memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Sarjana

Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan berguna dalam memberikan

informasi terkait bidang agribisnis yang berhubungan dengan risiko

produksi.

Page 28: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

9

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini berfokus pada risiko yang terjadi pada serangkaian proses

produksi bihun jagung yang dimulai dari tahap mixing, steaming mixer,

extrussing, steamingbox, cutting, drying, cooling, dan packaging. Penelitian ini

diawali dengan mengamati proses-proses produksi bihun jagung berdasarkan SOP

produksi bihun jagung yang ada di PT. Subafood Pangan Jaya untuk dapat

mengidentifikasi risiko yang terjadi pada setiap prosesnya. Alat analisis yang

digunakan untuk mengidentifikasi risiko yang terjadi adalah dengan menggunakan

diagram tulang ikan. Setelah itu dilakukan pengukuran risiko dengan bantuan

skala likert 1-5 dan skala korelasi yaitu 0,1,3,9 yang kemudian akan dianalisis

dengan menggunakan alat analisis HOR (House Of Risk) fase 1, serta untuk

pemetaan risiko dengan menggunakan diagram pareto. Kemudian dilakukan

pengukuran korelasi antara strategi preventif dengan penyebab risiko berdasarkan

derajat kesulitan, tingkat keefektifan, rasio tingkat keefektifan dan kesulitan

strategi preventif dengan menggunakan alat analisis HOR fase 2.

Page 29: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Agribisnis

Menurut Wastra (2015:8) istilah “agribisnis” berasal dari bahasa inggris

(agribusiness) yang berasal dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis).

Agribisnis adalah keseluruhan dari serangkaian operasi yang terlibat dalam

produksi dan distribusi masukan pertanian, operasi produksi di lahan pertanian,

penyimpanan, pengolahan dan distribusi komoditas pertanian lainnya. Menurut

Arsyad dkk (1985) dalam Soekartawi (2003:9) agribisnis adalah satu kegiatan

usaha yang meliputi satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan

hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian. Agribisnis sebagai

suatu sistem yang terpadu dan berkesinambungan dari hulu hingga hilir.

Menurut Suparta (2005: 22) konsep sistem agribisnis yaitu keseluruhan

aktivitas bisnis dibidang pertanian yang saling terkait dan tergantung satu sama

lain, mulai dari subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, subsistem

usahatani, subsistem pengolahan dan penyimpanan hasil (agroindustri), subsistem

pemasaran dan subsistem jasa penunjang, seperti pada Gambar 2. Hubungan

antara satu subsistem dengan subsistem yang lain sangat erat dan saling

tergantung, sehingga gangguan pada satu subsistem dapat menyebabkan

terganggunya keseluruhan subsistem.

Page 30: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

11

Gambar 2. Konsep Sistem dan Usaha Agribisnis Sumber: Suparta (2005: )

Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi berfungsi untuk

menghasilkan dan menyediakan sarana produksi pertanian terbaik agar mampu

mengasilkan produk usaha tani yang berkualitas (Suparta, 2005: 25). Subsistem

pengadaan dan penyaluran sarana produksi juga disebut sebagai agribisnis hulu

(upstream agribusiness) diartikan sebagai kegiatan yang menginovasi,

memproduksi dan mendistribusikan sarana produksi pertanian, baik industri alat

mesin pertanian, pupuk, benih serta obat pengendalian hama dan penyakit

(Saragih, 2001: 18). Subsistem pasca panen dan pengolahan lanjutan dapat

berfungsi untuk mengadakan pengolahan lanjut baik tingkat primer, sekunder dan

tersier untuk mengurangi susut nilai atau meningkatkan mutu produk agar dapat

Subsistem

perusahaan

pengadaan

dan

penyaluran

sarana

produksi :

a. Bibit

b. Pupuk

c. Pakan

Subsistem

perusahaan

produksi

usahatani :

a. Pangan

b. Hortikultura

c. ternak

Subsistem

perusahaan

pengolahan

hasil

(Agroindustri) :

a. Penanganan

pasca panen

b. Pengolahan

lanjutan

Subsistem

perusahaan

pemasaran

hasil :

a. Perdagangan

domestik

b. Perdagangan

ekspor

Subsistem jasa penunjang :

Pengaturan, penelitian, penyuluhan, informasi, kredit

modal, transportasi, asuransi agribisnis dan pasar.

Page 31: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

12

memenuhi kebutuhan dan selera konsumen, serta berfungsi memperlancar

pemasaran hasil melalui perencanaan sistem pemasaran yang baik (Suparta, 2005:

28). Saragih (2001: 22) mengemukakan agribisnis hilir (downstream

agribusiness) merupakan aktivitas penanganan pasca panen dan pengolahan

berbagai hasil usahatani menjadi berbagai produk olahan dan produk turunan

(agroindustri).

Subsistem pemasaran mencakup hasil-hasil usahatani dan agroindustri

baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah

pemantauan dan pengembangan informasi pasar domestik maupun luar negeri.

Subsistem jasa penunjang yang meliputi, penyuluhan, penelitian, informasi

agribisnis, pengaturan, kredit modal dan, transportasi secara aktif maupun pasif

berfungsi untuk menyediakan layanan bagi kebutuhan pelaku sistem agribisnis

untuk melancarkan aktifitas perusahaan dan sistem agribisnis (Suparta, 2005: 33).

2.2 Gambaran Umum dan Karakteristik Bihun

Bihun merupakan salah satu jenis mie berbahan dasar tepung beras, tepung

atau pati jagung yang paling banyak dikenal dan digemari, bahkan sudah menjadi

bagian makana pokok. Produk ini biasa dibuat dari beras yang sifat nasinya pera

atau kadar amilosanya mencapai 27% atau lebih. Produk bihun yang terbuat dari

beras dan melibatkan proses ekstrusi seperti di atas disebut Senlek di Thailand. Di

beberapa tempat lain, bihun dikenal dengan sebutan bihon, bijon, bifun, mehon,

vermicelli dan lain-lain (Haryadi, 2014: 90).

Page 32: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

13

Ada dua jenis bihun yang biasa dijual di pasaran yaitu bihun kering dan

bihun instan. Bihun kering biasanya dijual dalam kemasan besar dan harus

direndam dengan air panas atau di goreng sebelum digunakan lalu diolah menjadi

berbagai masakan. Sedangkan bihun instan biasanya dijual dalam kemasan kecil

yang dilengkapi dengan bumbu.

Pada prinsipnya bihun dibuat dengan cara merendam beras di dalam air,

kemudian digiling secara basah hingga diperoleh bubur beras mentah. Air yang

ada dipisahkan melalui proses pengendapan atau pengepresan. Padatan yang

diperoleh kemudian dikukus atau dimasukkan ke dalam air panas hingga

mengapung, dilanjutkan dengan pengadukan ulang. Setelah bagian yang

tergelatinisasi tersebut merata, maka adonan dimasukkan ke dalam extruder

sederhana yang dilengkapi die ( lubang-lubang kecil) di ujungnya. Benang-benang

adonan yang keluar kemudian dikukus 30-45 menit, didinginkan dan dijemur

hingga kering (Haryadi, 2014: 92).

Selain kandungan amilosa pada beras, faktor lain yang juga berpengaruh

terhadap kualitas bihun adalah suhu gelatinisasi dan konsistensi gel pati. Beras

yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi apabila dimasak akan membutuhkan air

yang lebih banyak dan waktu lebih lama dibandingkan dengan beras bersuhu

gelatinisasi rendah. Jenis padi yang cocok untuk diolah menjadi bihun yaitu

memiliki amilosa tinggi (25-30%), suhu gelatinisasi rendah (55-69 oC), serta

memiliki gel dengan konsistensi keras.

Selain terbuat dari beras, bihun juga ada yang berbahan baku jagung. Pada

prinsipnya untuk cara pembuatan bihun adalah sama seperti yang dijelaskan

Page 33: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

14

sebelumnya. Ada beberapa perbandingan antara bihun jagung dan bihun beras,

beberapa diantaranya adalah bihun beras sering dikeluhkan oleh penggunanya

karena berbau apek dan sangat mudah hancur jika diolah dengan cara ditumis.

Bihun jagung biasanya berbahan dasar jagung yang unggul (Hibrida) dan

hasilnya lebih mengembang dari pada bihun beras. Jagung merupakan jenis

komoditas yang mempunyai banyak manfaat dan bagus untuk kesehatan apabila

dikonsumsi. Selain itu, jagung banyak tumbuh subur di Indonesia. Selanjutnya

mengenai pengolahan bihun jagung ini lebih canggih dimana proses produksi dari

awal hingga akhir dijalankan oleh mesin, sehingga kehigienisan dan

kebersihannya sangat terjaga karena tidak terjadi kontak langsung dengan tangan

manusia. Bihun jagung diproses dari pati jagung (corn starch) murni 100% tanpa

ada campuran yang lain hanya ditambahkan dengan air sehingga hasilnya

mendapatkan sifat dasar jagung yaitu kenyal dan dilihat dari proses pembuatannya

bihun jagung tidak menggunakan zat pengawet dan zat lilin sehingga aman sekali

untuk di konsumsi oleh semua orang dari segala usia.

2.3 Definisi Produksi

Menurut Heizer (2014: 3), produksi (production) adalah sebuah penciptaan

barang dan jasa. Sedangkan pengertian produksi atau operasi menurut Pramana

(2011: 110) pada dasarnya adalah proses transformasi atau perubahan input

menjadi output.

Menurut Masyhuri (2007: 24) sistem produksi merupakan keterkaitan

komponen satu (input) dengan komponen lain (output) dan juga menyangkut

Page 34: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

15

„prosesnya‟ terjadi interaksi satu dengan lainnya untuk mencapai satu tujuan.

Salah satu lingkungan ekonomi adalah sistem produksi. Komponen dalam sistem

produksi adalah input, proses, dan output. Komponen input meliputi: tanah,

tenaga kerja, modal (capital), manajemen, energi, informasi, dan sebagainya yang

ikut berperan menjadi komponen atau bahan baku dari suatu produk. Komponen

output adalah barang dan/atau jasa. Komponen proses dalam mentrasformasi nilai

tambah dari input ke output adalah pengendalian input, pengendalian proses itu

sendiri, dan pengendalian teknologi sebagai upaya umpan balik dari output ke

input. Upaya umpan balik ini adalah dalam rangka untuk menjaga kualitas output

yang diinginkan sesuai dengan harapan (expectation) produsen seperti yang

terdapat pada skema Gambar 3.

Gambar 3. Skema Sistem Produksi Sumber: (Masyhuri, 2007:24)

Menurut Pramana (2011: 110-112) input, proses, hingga penanganan

output akan mempengaruhi produktifitas (termasuk efektivitas, efisiensi dan

Page 35: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

16

kualitas). Oleh karena itu, semuanya harus dikendalikan. Masalah risiko produksi

bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Kualitas bahan yang rendah

Kualitas bahan yang rendah akan dapat menimbulkan kesulitan pada saat

proses produksi. Misalnya tingginya kecacatan produk atau produk yang tidak

memenuhi standar. Selain itu, tidak terjaminnya ketersediaan bahan dapat

menganggu kelancaran proses produksi. Kegiatan ini bisa terhenti karena

kurangnya bahan atau keterlambatan datangnya bahan. Terhentinya proses

produksi atau produksi di bawah kapasitas yang seharusnya, dapat

menimbulkan kerugian yang besar karena tenaga kerja justru tidak bekerja

sedangkan gajinya harus diberikan (Pramana, 2011: 112).

2. Lemahnya Tenaga Kerja

Kelemahan pada tenaga kerja bisa berupa keterampilan yang rendah,

kelalaian, dan sebagainya. Hal ini dapat menimbulkan produktivitas yang

rendah, kualitas produk atau pelayanan yang rendah, juga tingginya tingkat

kecelakaan kerja dan tingkat absensi (Pramana, 2011: 114).

3. Lemahnya Mesin dan Alat-Alat Produksi

Kelemahan pada mesin dan peralatan bisa berupa teknologi yang sudah

usang, kesulitan suku cadang, sering terjadi kerusakan, dan sebagainya. Hal

ini sama dengan kelemahan pada tenaga kerja, yaitu dapat menimbulkan

produktivitas dan kualitas yang rendah, terganggunya proses produksi, dan

tidak terpenuhinya target produksi (Pramana, 2011: 115).

Page 36: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

17

4. Lingkungan

Lingkungan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang sangat kompleks

dan terdiri dari berbagai faktor (faktor fisika, kimia, dan biologis). Berbagai

jenis risiko bisa saja bersumber dari lingkungan (Pramana, 2011: 116).

5. Metode

Menurut Rivai dan Ismail (2013: 252), menyatakan bahwa suatu tata cara

kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan, karena pelaksanaan

kerja diperlukan metode-metode kerja. Sebuah metode dapat dinyatakan

sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan

berbagai pertimbangan pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang

tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha.

2.4 Risiko

Menurut Wastra dan Mahbubi (2013: 3), risiko adalah kemungkinan

situasi atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan serta sasaran

organisasi atau individu. Risiko juga merupakan kemungkinan suatu kejadian

yang apabila terjadi akan menimbulkan kerugian. Menurut Tampubolon (2004)

dalam Wastra dan Mahbubi (2013: 4) apabila risiko tidak dapat dikelola dengan

baik dapat menimbulkan berbagai implikasi risiko antara lain, menyebabkan

kerugian finansial, menimbulkan kesulitan yang signifikan dan kehilangan

kepercayaan dari konsumen.

Sumber risiko, pada umumnya disebabkan oleh adanya ketidakpastian,

sehingga dapat menimbulkan keuntungan (profitability), bahkan kerugian. Risiko

Page 37: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

18

sangat terkait dan banyak digunakan dalam konteks pengambilan keputusan,

karena risiko diartikan sebagai peluang akan terjadinya suatu kejadian buruk

akibat suatu tindakan. Makin tinggi tingkat ketidakpastian suatu kejadian, makin

tinggi pula risiko yang disebabkan oleh pengambilan keputusan itu. Dengan

demikian, identifikasi sumber risiko sangat penting dalam proses pengambilan

keputusan. Hal ini berarti risiko terkait dengan pengambilan keputusan individu

atau pimpinan perusahaan atau organisasi (Wastra dan Mahbubi, 2013: 3).

2.4.1 Konsep Risiko Agribisnis

Agribisnis tidak terlepas dari faktor risiko (risk) dan ketidakpastian

(uncertainity). Komoditas agribisnis umumnya memiliki karakteristik tertentu

yang menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku agribisnis (Wastra dan Mahbubi,

2013: 12). Beberapa karakteristik penting komoditas pertanian yang bisa

menimbulkan risiko dan ketidakpastian dalam kegiatan agribisnis adalah sebagai

berikut (Wastra dan Mahbubi, 2013: 7-8) :

a. Musiman (seasonal)

Kegiatan agribisnis khususnya budidaya pertanian sangat tergantung pada

iklim dan alam. Ketergantungan ini menyebabkan produksi berfluktuasi antar

musim.

b. Mudah rusak (perishable)

Komoditas agribisnis baik yang dihasilkan mulai proses budidaya maupun

pabrikasi relatif tidak tahan lama dibanding komoditas non pertanian.

Page 38: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

19

c. Dikonsumsi pada kondisi segar (freshible)

Komoditas agribisnis umumnya dikonsumsi dalam kondisi segar khususnya

komoditas hortikultura.

d. Makan tempat (kamba)

Komoditas agribisnis umumnya membutuhkan tempat yang luas dan khusus.

e. Amat beragam

Volume dan mutu komoditas agribisnis di subsistem produksi amat berbeda

baik waktu maupun tempat (sentra komoditi).

f. Transmisi harga rendah

Perubahan harga ditingkat konsumsi tidak senantiasa diikuti oleh perubahan

harga yang diterima produsen, khususnya bila terjadi kenaikan harga

ditingkat konsumen tidak serta merta menaikkan harga penjualan produsen.

g. Komoditas agribisnis struktur pasarnya monopsonis

Petani produsen cenderung dihadapkan pada kekuatan pembeli yang terdiri

pengepul dan pedagang yang cukup besar dalam menentukan harga beli.

2.4.2 Jenis Risiko

Menurut Kasidi (2010: 5) risiko secara umum dapat dikelompokkan menjadi:

a. Risiko spekulatif (speculative risk)

Risiko spekulatif ialah risiko yang mengandung dua kemungkinan yaitu

kemungkinan yang menguntungkan atau kemungkinan yang merugikan. Risiko

ini biasanya berkaitan dengan risiko usaha atau bisnis. Contoh: perjudian,

Page 39: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

20

pembelian saham, pembelian valuta asing, saving dalam bentuk emas,

perubahan tingkat suku bunga perbankan.

b. Risiko murni (pure risk)

Risiko murni ialah risiko yang hanya mengandung satu kemungkinan yaitu

kemungkinan rugi saja. Contoh: bencana alam seperti banjir, gempa, gunung

meletus, tsunami, tanah longsor, topan, kebakaran, resesi ekonomi, dan

sebagainya.

Sedangkan menurut Kountur (2008: 14), terdapat beberapa kategori yang dapat

dikategorikan berdasarkan sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat

yang ditimbulkan, aktivitas yang dilakukan, dan bahkan kejadian yang terjadi,

di antaranya:

1. Risiko dari Sudut Pandang Penyebab

Apabila dilihat dari sudut pandang penyebab terjadinya risiko terdapat dua

macam, yaitu:

a. Risiko Keuangan

Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor

keuangan, meliputi harga, tingkat bunga, dan mata uang asing.

b. Risiko Operasional

Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan oleh faktor non

keuangan, meliputi manusia, teknologi dan alam.

2. Risiko dari Sudut Pandang Akibat

Menyatakan bahwa terdapat dua kategori risiko jika dilihat dari akibat

yang ditimbulkan, yaitu:

Page 40: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

21

a. Risiko Murni

Risiko murni adalah apabila suatu kejadian berakibat hanya merugikan

saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan.

b. Risiko Spekulatif

Risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan

terjadinya kerugian tetapi juga memungkinkan terjadinya keuntungan.

3. Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas

Menyatakan bahwa ada berbagai macam aktivitas yang dapat

menimbulkan risiko. Banyaknya risiko dari sudut pandang aktivitas

sebanyak jumlah aktivitas yang ada. Sebagai contoh aktivitas pemberian

kredit oleh bank.

4. Risiko dari Sudut Pandang Kejadian

Menyatakan bahwa umumnya terdapat beberapa kejadian dalam suatu

aktivitas, sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas.

Sebagai contoh risiko kebakaran termasuk kategori risiko operasional

disebabkan oleh faktor operasional dan bukan faktor keuangan.

2.5 Manajemen Risiko

Menurut Kountur (2008: 22), manajemen risiko adalah cara bagaimana

menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko-

risiko tertentu saja. Sedangkan menurut Wastra dan Mahbubi (2013: 40),

manajemen risiko merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari menyadari,

Page 41: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

22

mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengambil tindakan yang tepat hingga

melakukan pengawasan pelaksanaan pengendalian risiko.

Secara menyeluruh, proses manajemen risiko agribisnis dijelaskan sebagai

berikut (Wastra dan Mahbubi 2013: 40-44) :

1. Segenap sumber daya manusia perusahaan mulai dari jajaran komisaris dan

direksi sampai staf bahwa terdapat risiko dalam setiap usaha termasuk

agribisnis.

2. Identifikasi risiko merupakan aktivitas awal yang akan menghasilkan output

daftar risiko. Dalam identifikasi risiko terdapat stakeholder yang meliputi

pemegang saham, pemasok, karyawan, pemain industri yang sama, dan pihak

lain yang terpengaruh oleh adanya perusahaan. Metode dalam identifikasi

risiko meliputi analisis data historis, pengamatan, survei baik dengan

kuesioner atau wawancara, pendapat ahli melalui focus group discussion.

3. Pengukuran risiko berupa data baik berupa kualitatif maupun kuantitatif.

Kualitatif menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul, semakin tinggi

kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya.

4. Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan

kepentingannya bagi perusahaan. Adanya prioritas dikarenakan perusahaan

memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia dan jumlah uang sehingga

perusahaan perlu menetapkan mana yang perlu dihadapi terlebih dahulu mana

yang dinomor duakan, dan mana yang perlu diabaikan. Selain itu prioritas

juga ditetapkan karena tidak semua risiko memiliki dampak pada tujuan

perusahaan.

Page 42: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

23

5. Terdapat empat cara dalam penanganan risiko yaitu dengan menghindari

risiko (risk avoidance), memitigasi atau mengeleminasi risiko (risk

elimination), pemindahan risiko (risk transfer) dan penahanan risiko (risk

retention).

Adapun manfaat yang akan diperoleh oleh perusahaan dengan menerapkan

manajemen risiko menurut Wastra dan Mahbubi (2013: 40), antara lain :

a. Pengambil keputusan dalam perusahaan mempunyai pijakan yang kuat

berdasarkan ukuran yang telah ditetapkan ketika mengambil keputusan atas

risiko yang terjadi.

b. Pedoman bagi perusahaan dalam mengelola risiko, sebagai akibat dari adanya

pengaruh internal dan eksternal perusahaan.

c. Mendorong para pengambil keputusan sesuai tingkatannya untuk selalu

memaksimalkan kesempatan mendapatkan keuntungan, dengan risiko sebagai

batasan dari tindakan yang dilakukan.

d. Mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko seminimal mungkin, yang

dampaknya bagi perusahaan sekecil mungkin.

e. Penerapan manajemen risiko mengarah kepada tatakelola perusahaan yang baik

dan benar, serta akan memberikan keamanan dan kenyamanan bagi para

karyawan, pemilik dan pemangku kepentingan lainnya, secara berkelanjutan.

Menurut Djohanputro (2012: 81) dalam pelaksanaan manajemen risiko, setiap

pihak harus mempertimbangkan pihak-pihak berkepetingan atau stakeholders

maupun kondisi yang mempengaruhi organisasi, baik kondisi internal maupun

eksternal. Gambar 4. merupakan kerangka proses manajemen risiko menurut ISO

Page 43: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

24

31000. Proses menurut versi ini juga merupakan sebuah siklus yang terdiri dari

empat tahap utama, yaitu penetapan konteks, asesmen risiko, penanganan

risiko, dan monitoring dan review. Dalam prosesnya, manajemen risiko

harus dijalankan dengan melakukan komunikasi dan konsultasi dengan pihak-

pihak berkepentingan.

Gambar 4. Proses Manajemen Risiko Sumber: Djohanputro (2012: 82)

Menurut Djohantoputro (2012: 82), proses manajemen risiko adalah

sebuah siklus yang terdiri dari enam tahap: penetapan konteks, identifikasi,

analisis risiko, evaluasi risiko, penanganan risiko, dan tahap monitoring dan

review. Monitoring dan review pada dasarnya dapat dilakukan terhadap masing-

masing kelima tahap. Tujuannya adalah untuk memastikan efektivitas dari

masing-masing tahap tersebut. Siklus manajemen risiko harus dikaitkan dengan

proses konsultasi dan pelaporan kepada pihak internal dan eksternal sesuai dengan

Page 44: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

25

kebutuhannya. Pelaporan dan konsultasi perlu dipastikan dalam berkontribusi bagi

bisnis itu sendiri, baik terkait dengan pengelolaan internal maupun terkait dengan

aspek legal, kepercayaan, dan umpan balik. Proses manajemen juga harus terkait

langsung dengan proses pengambilan keputusan bisnis. Keputusan tersebut dibuat

baik oleh pihak internal maupun eksternal.

Manajemen dan setiap pihak perlu memastikan bahwa hal-hal yang telah

direncanakan pada tahap sebelumnya dapat berjalan dengan baik. Berikut ini

penjelasan lebih jelas mengenai proses manajemen risiko berdasarkan pada

Gambar 2 di atas.

1. Penetapkan Konteks

Konteks merupakan tujuan perusahaan atau biasa yang disebut dengan

visi dan misi perusahaan. Kemudian Susilo (2010: 89), menjelaskan bahwa

konteks manajemen risiko adalah konteks di mana proses manajemen risiko

diterapkan. Hal ini meliputi sasaran organisasi, strategi, lingkup, parameter

kegiatan organisasi, atau bagian lain dimana manajemen risiko diterapkan.

2. Identifikasi Risiko

Menurut Susilo dan Kaho (2010: 113), menyatakan bahwa pada titik awal

identifikasi adalah bertujuan untuk mengumpulkan informasi historis baik

yang berasal dari organisasi, atau jika tidak tersedia, bisa dari organisasi-

organisasi sejenis (industrial benchmark) yang kemudian dimatangkan

melalui diskusi dengan pihak-pihak terkait. Menurut Djohanputro (2008:

167-169), terdapat empat metode identifikasi risiko yang dapat dilakukan

Page 45: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

26

dengan menggunakan salah satu dari keempat metode berikut atau dapat juga

digunakan secara bersama-sama, agar saling melengkapi, yaitu:

a. Analisis Data Historis

Prinsip dari metode ini adalah menggunakan berbagai informasi atau data

mengenal segala sesuatu yang pernah terjadi, baik data primer maupun

data sekunder, untuk mengidentifikasi risiko. Rekaman data yang baik

akan sangat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi risiko.

b. Pengamatan Survei

Bila tidak tersedia data historis atau bila ingin melengkapi informasi

dapat melakukan investigasi pengamatan atau survei, on the spot. Melalui

cara ini perusahaan dapat memperoleh data primer dan dapat merasa lebih

yakin dengan informasi yang diperoleh.

c. Pendapat Ahli

Apabila kesulitan menemukan ketiga metode di atas perusahaan dapat

bertanya kepada ahlinya. Pendapat ahli (expert opinion) dapat diperoleh

dengan cara wawancara kepada satu orang, sekelompok orang atau

melalui FGD (Focus Group Discussion). Kriteria yang dapat dijadikan

ahli, pertama adalah secara rutin bergelut atau menangani obyek yang

sering diidentifikasi risikonya.

Menurut Kountur (2008: 46), langkah-langkah identifikasi risiko dapat

dilakukan sebagai berikut:

1) Menentukan unit risiko.

2) Memahami proses bisnis dan unit tersebut.

Page 46: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

27

3) Menentukan satu atau beberapa aktivitas yang krusial dari unit

tersebut.

4) Menentukan barang dan orang yang ada pada aktivitas krusial

tersebut.

5) Mencari tahu kerugian yang dapat terjadi pada barang dan orang dari

aktivitas krusial tersebut.

6) Menentukan penyebab terjadinya kerugian atau risiko.

7) Membuat daftar risiko.

3. Analisis Risiko

Menurut Djohanputro (2008: 171), analisis risiko mengacu pada dua

faktor yaitu kualitatif dan kuantitatif. Kuantitas risiko menyangkut berapa

banyak nilai yang rentan terhadap risiko. Sedangkan kualitatif menyangkut

kemungkinan suatu risiko muncul, semakin tinggi kemungkinan suatu risiko

muncul, semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula

risikonya.

Susilo dan Kaho (2010: 136) menyatakan bahwa analisis risiko adalah

upaya untuk memahami risiko lebih dalam. Hasil analisis risiko ini akan

menjadi masukan bagi evaluasi risiko dan proses pengambilan keputusan

mengenai perlakuan terhadap risiko tersebut. Proses analisis seringkali

dimulai dengan pendekatan kualitatif sederhana guna memberikan

pemahaman umum. Terdapat beberapa macam metode analisis sesuai

dengan jenis pengukuran dan skala yang digunakan untuk mengukur faktor-

faktor risiko yaitu:

Page 47: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

28

a. Analisis kualitatif

Analisis kualitatif didasarkan pada suatu pengalaman dan pengetahuan

dari para subjek dan pemangku risiko terkait (tacit knowledge) sehingga

data yang digunakan lebih bersifat pernyataan atau suatu gambaran.

b. Analisis kuantitatif dan semi kuantitatif

Penggunaan metode analisis kuantitatif khususnya pengertian nilai

probabilitas yang akan digunakan memerlukan suatu data yang memadai

sehingga pemberian angka tersebut memang mempunyai makna yang

betul dan sesuai dengan kaidah statistik. Untuk analisis semi kuantitatif,

formulasi nilai pada aspek kemungkinan bukanlah nilai probabilitas

melainkan suatu prediksi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan.

Melalui formulasi semacam ini maka tingkat risiko dapat dikalkulasi

menggunakan metode kuantitatif dimana dampak dan kemungkinan

kejadian dapat dikuantifikasi.

4. Evaluasi Risiko

Evaluasi risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan

kepentingannya bagi perusahaan. Adanya prioritas dikarenakan perusahaan

memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia dan jumlah uang

sehingga perusahaan perlu menetapkan mana yang perlu dihadapi terlebih

dahulu mana yang dinomor duakan, dan mana yang perlu diabaikan. Selain

itu, prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko memiliki dampak

pada tujuan perusahaan. (Djohantoputro: 2008: 76).

Page 48: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

29

Sedangkan menurut Susilo dan Kaho (2010: 167) evaluasi risiko adalah

membantu proses pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko.

Proses evaluasi risiko akan menentukan risiko-risiko yang memerlukan

perlakuan dan bagaimana prioritas perlakuan atas risiko-risiko tersebut.

Keputusan dalam mengevaluasi didasarkan pada peringkat risiko yang

diperoleh dari hasil analisis risiko. Hasil analisis menjadi masukkan untuk

dievaluasi lebih lanjut untuk menyaring risiko-risiko tertentu untuk tidak

ditindaklanjuti atau diperlukan khusus.

5. Penanganan Risiko

Penanganan risiko dilakukan dengan menurunkan derajat probabilitas

dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode,

bisa dengan transfer risiko dan lain sebagainya. Sedangkan Susilo dan Kaho

(2010: 175) menyebutkan bahwa perlakuan risiko adalah upaya untuk

menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat mengurangi atau meniadakan

dampak serta kemungkinan terjadinya risiko, kemudian menerapkan pilihan

tersebut. Kountur (2008: 120) menjelaskan bahwa berdasarkan peta risiko

dapat diketahui strategi penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan.

Terdapat dua strategi yang dapat dilakukan untuk menangani risiko, yaitu

preventif dan mitigasi:

1. Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini

dilakukan apabila probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko besar.

Strategi dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya (Kountur

(2008: 123) :

Page 49: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

30

a. Membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur

Risiko ini bisa diperkecil jika aturan dan prosedurnya dibuat (jika

belum ada), atau diperbaiki (jika sudah ada namun belum baik).

Risiko-risiko yang disebabkan oleh manusia dan teknologi dapat

diperkecil jika sistem dan prosedurnya ada dan baik.

b. Mengembangkan sumber daya manusia

Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan

pelatihan- pelatihan baik pelatihan on-the-job atau pelatihan eksternal.

Dengan mengembangkan sumber daya manusia diharapkan

kemungkinan terjadinya risiko dapat diperkecil, terutama risiko-risiko

yang disebabkan oleh ketidak kompetenan sumber daya manusia.

c. Memasang/Memperbaiki Fasilitas Fisik

Beberapa risiko dapat dihindari kejadiannya atau setidaknya diperkecil

kemungkinan terjadinya dengan memasang (jika belum ada) atau

memperbaiki (jika sudah ada namun belum baik) fasilitas fisik.

2. Mitigasi adalah perlakuan risiko yang bertujuan untuk mengurangi risiko.

Bentuk pengurangan risiko ini dapat berupa pengurangan kemungkinan

terjadinya risiko, pengurangan kerugian yang diakibatkan bila risiko itu

terjadi dan diversifikasi risiko (Susilo, 2010: 181). Menurut Kountur

(2008: 130), terdapat beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi

mitigasi, diantaranya :

Page 50: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

31

a. Diversifikasi

Diversifikasi merupakan cara menempatkan asset atau usaha di

beberapa tempat sehingga jika salah satu terkena musibah maka tidak

akan menghabiskan seluruh asset yang dimiliki. Diversifikasi

merupakan salah satu cara pengalihan risiko yang paling efektif dalam

mengurangi dampak risiko.

b. Penggabungan

Penggabungan merupakan salah satu cara penanganan risiko yang

dilakukan oleh perusahaan dengan melakukan kegiatan penggabungan

dengan pihak perusahaan lain. Contoh strategi ini adalah perusahaan

yang melakukan atau akuisisi dengan perusahaan lain.

c. Pengalihan risiko

Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penanganan risiko

dengan mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Cara ini bertujuan

untuk mengurangi kerugian yang sedang dihadapi oleh perusahaan.

Cara ini dapat dilakukan melalui asuransi, leasing, outsourcing, dan

hedging.

a) Asuransi: mengasuransikan harta perusahaan yang dampak risikonya

besar, berarti sudah mengalihkan dampak risiko tersebut kepada

pihak asuransi.

b) Leasing: cara di mana suatu asset digunakan, tetapi pemiliknya

adalah pihak lain. Jika terjadi sesuatu pada asset tersebut, maka

Page 51: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

32

pemiliknya yang adalah pihak lain yang menanggung kerugian atas

asset tersebut.

c) Outsourcing: mentransfer kerugian ke pihak lain jika terjadi risiko

dengan cara outsource. Outsource merupakan cara di mana

pekerjaan diberikan ke pihak lain untuk mengerjakan, sehingga kita

tidak menanggung kerugian seandainya pekerjaan yang dilakukan

gagal.

d) Headging: cara pengurangan dampak risiko dengan cara

mengalihkan risiko melalui transaksi penjualan atau pembelian.

6. Monitoring dan Review

Monitoring adalah pemantauan rutin terhadap kinerja aktual proses

manajemen risiko dibandingkan dengan rencana atau harapan yang

dihasilkan, sedangkan review adalah peninjauan atau pengkajian berkala atas

kondisi saat ini dan dengan fokus tertentu.

2.6 Diagram Tulang Ikan (Fishbone)

Menurut Kuswandi dan Mutiara (2004: 79), diagram tulang ikan atau yang

biasa disebut dengan fishbone chart digunakan untuk mengidentifikasi faktor-

faktor yang mungkin menjadi penyebabnya dari suatu masalah atau kejadian

risiko pada suatu proses atau tahapan kegiatan produksi. Apabila telah diketahui

hubungan antara sebab akibat dari suatu masalah, maka tindakan pemecahan

masalah akan mudah ditentukan, dengan kata lain, apabila telah diketahui

penyebab dari suatu kejadian risiko, maka dapat segera ditentukan strategi atau

Page 52: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

33

tindakan penanganan risiko. Diagram ini juga sering disebut sebagai Diagram

Sebab-Akibat (Cause- And -Effect Diagram) yang ditemukan oleh Prof. Kaoru

Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943.

Menurut Kuswandi dan Mutiara (2004: 80-82), dalam pembuatan diagram

tulang ikan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut :

1) Hal yang dianggap sebagai akibat atau permasalahan digambarkan pada

bagian kepala ikan.

2) Faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab diletakkan sebagai tulang

ikan. Penggolongan dalam garis besar faktor-faktor penyebab yang dimaksud

terdiri atas bahan (material), alat (machine), manusia (man), cara (method),

dan lingkungan (environment).

3) Pembuatan diagram tulang ikan terdiri atas :

a. Diagram tulang ikan tipe rangkuman sebab-akibat (cause-and-effect type)

seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5 yaitu berdasarkan

pengelompokkan sebab-sebab.

Gambar 5. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone) Tipe Rangkuman Sebab-Akibat Sumber: Kuswandi dan Mutiara (2004: 81)

Page 53: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

34

b. Diagram tulang ikan berdasarkan proses produksi tipe klasifikasi proses

produksi (Classification of Production Process) di mana kejadian yang

dianggap sebagai masalah atau akibat diletakkan pada bagian kepala ikan,

sedangkan proses-proses produksi yang di dalamnya terjadi kesalahan atau

penyimpangan yang dianggap sebagai penyebab terjadinya masalah yang

dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut.

Gambar 6. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone) Tipe Klasifikasi Proses Produksi. Sumber: Kuswandi dan Mutiara (2004: 81)

Diagram tulang ikan dapat digunakan secara tersendiri dalam mencari

pemecahan masalah, akan tetapi biasanya diagram ini digunakan bersama-sama

dengan alat statistik lainnya. Bagaimanapun juga, sebaiknya pada waktu

menentukan pilihan faktor-faktor penyebab apa yang kemungkinan besar paling

berpengaruh terhadap timbulnya masalah, sedapat mungkin dilakukan pengujian

melalui alat-alat statistik lainnya (Kuswandi dan Mutiara 2004: 82).

Menurut Triono (2012: 18), ada empat langkah yang dibutuhkan dalam

membentuk diagram tulang ikan, sebagai berikut:

1. Melakukan brainstorming untuk mengenali penyebab dan masalah.

Page 54: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

35

2. Memetakan masalah dan penyebab ke dalam diagram tulang ikan. Masalah

pada kepala ikan dan tulang utama, serta penyebab pada tulang duri yang

lebih kecil.

3. Tanyakan pada setiap masalah, mengapa hal ini terjadi. Jawaban atas hal

tersebut diletakkan pada tulang yang lebih kecil sebagai penyebab.

4. Kumpulkan data atas masalah dan penyebab untuk menentukan frekuensi

kejadian paling tinggi.

2.7 Diagram Pareto

Diagram Pareto (Pareto Chart) digunakan untuk memvisualisasikan hasil

analisis dari model HOR berupa agen risiko yang menjadi prioritas dalam

penentuan strategi atau aksi penanganan risiko. Dinamakan diagram pareto sesuai

dengan penemunya seorang bangsa Italia bernama Wilfredo Pareto pada tahun

1897. Dalam diagram pareto dikenal istilah “VITAL FEW – TRIVIAL MANY”,

yang artinya sedikit tapi vital atau sangat penting, banyak tetapi kurang vital atau

hasilnya kurang penting (sedikit). Hal ini sesuai dengan kejadian sehari-hari yang

menunjukkan, bahwa dalam banyak hal, permasalahan atau kerugian yang besar

biasanya disebabkan oleh hal-hal atau sebab-sebab yang jumlahnya sedikit.

Dengan demikian, timbul pemahaman, lebih baik mengerjakan yang sedikit tetapi

bermanfaat besar daripada mengerjakan banyak hal tapi hasilnya sedikit. Konsep

Pareto mengajarkan agar kita pandai menerapkan prinsip skala prioritas atau

mendahulukan mana yang penting (Kuswandi dan Mutiara, 2004: 49).

Page 55: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

36

Dalam kehidupan sehari-hari, analisa dan diagram pareto atau yang biasa

disebut dengan diagram prioritas, digunakan dalam rangka memilih prioritas

masalah yang dampaknya paling besar, yaitu kurang lebih 80%, yang disebabkan

oleh kurang lebih 20% faktor penyebab. Diagram pareto dapat digunakan untuk

mencari 20% jenis kasus (misalnya, cacat, keluhan, masalah) yang merupakan

80% kecacatan dari keseluruhan proses produksi. Diagram pareto dapat dilihat

pada Gambar 7 (Kuswandi dan Mutiara, 2004: 50).

Tingkat

ARPj

Tingkat

Persentase

Kumulatif

Gambar 7. Struktur Diagram Pareto Sumber: Kuswandi dan Mutiara (2004: 55)

Dari gambar 7 di atas dapat diketahui bahwa batang pada diagram pareto

melambangkan nilai kerugian yang dialami suatu perusahaan, sedangkan titik-titik

hitam melambangkan kumulatif dari kerugian yang dialami perusahaan.

(Kuswandi dan Mutiara, 2004: 55).

2.8 House of Risk (HOR)

Model House of Risk (HOR) adalah model yang digunakan untuk

mengetahui prioritas penyebab risiko atau Risk Agent (Aj) dan prioritas

Page 56: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

37

pelaksanaan strategi atau tindakan penanganan risiko guna mencegah atau

mengurangi kerugian yang dialami akibat dari risiko yang terjadi. Model HOR

didasarkan pada gagasan bahwa manajemen risiko proaktif berusaha untuk fokus

pada tindakan preventif, yaitu mengurangi kemungkinan agen risiko terjadi.

Mengurangi terjadinya agen risiko biasanya mencegah beberapa peristiwa risiko

terjadi. Dalam kasus seperti itu, perlu untuk mengidentifikasi kejadian risiko dan

agen risiko yang terkait. Biasanya satu agen risiko bisa mendorong lebih dari satu

kejadian risiko. HOR menetapkan probabilitas untuk agen risiko dan tingkat

keparahan ke arah risiko (Pujawan dan Geraldin, 2009 : 953).

Sejak satu agen risiko bisa menginduksi sejumlah kejadian risiko, maka

perlu kuantitas potensi risiko agregat agen risiko dalam manajemen risiko. Jika Oj

adalah probabilitas terjadinya agen risiko j, Si adalah keparahan dampak jika

kejadian risiko i terjadi, dan Rij adalah korelasi antara agen risiko j dan risiko i

yang diartikan sebagai seberapa besar kemungkinan agen risiko j akan mendorong

risiko acara i), maka ARPj (potensi risiko keseluruhan agen risiko j) dapat

dihitung sebagai berikut:

ARPj = Oj Ʃ Si Rij

Keterangan:

ARPj = Agregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan)

Oj = Occurance level of risk (Tingkat kemunculan risiko)

Si = Severity level of risk (Tingkat dampak suatu risiko)

Rij = Hubungan (korelasi) antara agen risiko j dengan risiko i

HOR diadaptasi dari model House Quality (HOQ) untuk menentukan

risiko agen harus diberikan prioritas untuk tindakan preventif. Rank A ditugaskan

untuk setiap agen risiko berdasarkan besarnya nilai ARPj untuk setiap j. Oleh

Page 57: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

38

karena itu, jika ada banyak agen risiko, perusahaan dapat memilih beberapa

kejadian yang dianggap memiliki potensi besar untuk menginduksi kejadian

risiko. Dua model penyebaran, disebut HOR, baik yang didasarkan pada

dimodifikasi HOQ; (a) HOR 1 digunakan untuk menentukan risiko agen harus

diberikan prioritas untuk tindakan preventif; (b) Prioritas HOR 2 adalah untuk

memberikaan saran atas tindakan yang efektif tetapi dengan biaya yang wajar dan

sumber daya yang ada (Pujawan dan Geraldin, 2009 : 958).

Menurut Pujawan (2007: 956) dalam Lutfi dan Irawan (2012: 2) penerapan

HOR terdiri atas dua tahap yaitu :

1. HOR fase 1 digunakan untuk mengidentifikasi kejadian risiko dan agen risiko

yang berpotensi timbul sehingga hasil output dari HOR fase 1 yaitu

pengelompokkan agen risiko ke dalam agen risiko prioritas sesuai dengan

nilai Aggregrat Risk Potential ARP.

2. HOR fase 2 digunakan untuk merancang strategi preventif yang dilakukan

untuk penanganan agen risiko kategori prioritas. Hasil output dari HOR fase 1

akan digunakan sebagai input pada HOR fase 2.

2.8.1 HOR Fase 1

Menurut Ulfah dkk (2016: 89) HOR fase 1 merupakan tahapan awal yang

bertujuan untuk mengidentifikasi kejadian risiko serta agen risiko yang

menyebabkannya. Dalam model HOQ, berhubungan dengan satu set persyaratan

(apa) dan satu set tanggapan (bagaimana), setiap respon bisa mengatasi satu atau

lebih persyaratan. Tingkat korelasi antara kejadian risiko dengan penyebab risiko

Page 58: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

39

biasanya di kelompokan menjadi tidak ada (0), rendah (1), sedang (3), dan tinggi

(9). Setiap persyaratan memiliki kesenjangan tertentu untuk mengisi dan setiap

respon akan memerlukan beberapa jenis sumber daya dan dana.

Tabel 3. Model HOR Fase 1 Risk Agent (j) Business

process

Risk

Event

(Ei)

A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 Severity of

Risk Event

(Si)

Plan E1 S1

E2 S2

Source E3 S3

E4 S4

Make E5 S5

E6 S6

Deliver E7 S7

E8 S8

Return E9 S9

E10 S10

Occurance of

Agent j

O1 O2 O3 O4 O5 O6

Aggregrate Risk

Potential j

ARP1 ARP2 ARP3 ARP4 ARP5 ARP6 ARP7

Priority Rank of Agent j

Sumber: Pujawan dan Geraldine (2009: 958)

Keterangan:

Ei = Kejadian Risko (Risk Event)

Aj = Penyebab Risiko (Risk Agent)

Si = Tingkat Dampak (Severity)

Oj = Tingkat Probabilitas (Occurrance)

ARPj = Potensi Risiko Keseluruhan (Aggregate Risk Potensial)

Rank = Peringkat Prioritas Penyebab Risiko

Mengadopsi prosedur di atas, maka HOR 1 dikembangkan melalui

langkah-langkah berikut (Pujawan dan Geraldin, 2009: 956) :

1. Mengidentifikasi kejadian risiko yang bisa terjadi dalam setiap proses bisnis.

Hal ini dapat dilakukan melalui proses pemetaan pada setiap tahapan proses

produksi. Kemudian mengidentifikasi, kemungkinan terjadinya kesalahan

Page 59: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

40

dalam setiap proses tersebut. Menyediakan cara sistematis mengidentifikasi

dan menilai risiko. Model HOR 1 ditunjukkan pada Tabel 3, dimana peristiwa

risiko diletakan di kolom kiri, direpresentasikan sebagai Kejadian Risiko (Ei).

2. Menilai dampak (keparahan) dari kejadian risiko tersebut (jika terjadi)

menggunakan skala likert (penelitian ini menggunakan skala 1-5). Suatu dari

setiap peristiwa risiko yang diletakkan di kolom kanan dari Tabel 3,

diindikasikan sebagai Si.

3. Mengidentifikasi agen risiko atau penyebab kejadian risiko (Aj) dan menilai

kemungkinan terjadinya setiap agen risiko menggunakan skala likert 1-5, di

mana 1 berarti hampir tidak pernah terjadi dan nilai 5 berarti agen risiko

hampir pasti terjadi. Di mana Aj ditempatkan pada baris atas tabel dan

terjadinya terkait adalah pada baris bawah, dinotasikan sebagai Oj.

4. Mengembangkan matriks korelasi yaitu hubungan antara masing-masing agen

risiko dan setiap peristiwa risiko, menggunakan skala Rij {0, 1, 3, 9} di mana

0 mewakili tidak ada korelasi dan 1, 3, dan 9 mewakili masing-masing,

rendah, sedang, dan korelasi yang tinggi.

5. Hitung potensi risiko keseluruhan agen j (ARPj) yang ditentukan sebagai

produk dari kemungkinan terjadinya agen risiko j dan dampak agregat yang

dihasilkan oleh peristiwa risiko yang disebabkan oleh agen risiko j seperti

pada persamaan di atas.

6. Prioritas agen risiko menurut potensi risiko agregat mereka dalam urutan

menurun (dari yang bernilai tinggi ke rendah).

Page 60: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

41

2.8.2 HOR Fase 2

HOR fase 2 digunakan untuk menentukan tindakan yang harus

diprioritaskan untuk dilakukan, mengingat efektifitas dari masing-masing

tindakan yang berbeda serta sumber daya yang terlibat dan tingkat kesulitan dalam

melaksanakan masing-masing tindakan. Perusahaan idealnya harus memilih

tindakan yang tidak begitu sulit untuk dilaksanakan, tetapi efektif untuk

mengurangi kemungkinan agen risiko yang terjadi. Menurut Lutfi dan Irawan

(2012: 5) HOR fase 2 merupakan perancangan strategi preventif untuk melakukan

penanganan (risk treatment) agen risiko yang telah teridentifikasi dan berada pada

level risiko prioritas. Langkah-langkah pengaplikasian HOR fase 2 adalah sebagai

berikut (Pujawan dan Geraldin, 2009: 957) :

1. Pilih sejumlah agen risiko (Aj) dengan peringkat prioritas yang tinggi,

menggunakan analisis Pareto dari hasil perhitungan ARPj, agen risiko yang

memiliki presentase kurang dari 80% yang terkecil harus ditangani terlebih

dahulu karena akan membawa kerugian yang besar bagi perusahaan. Agen

Risiko (Aj) yang terpilih akan ditempatkan di sisi kiri (apa) dari HOR 2 seperti

digambarkan dalam Tabel 4, dan nilai-nilai ARPj yang sesuai di kolom kanan.

2. Mengidentifikasi tindakan yang dianggap relevan untuk mencegah agen risiko

yaitu dengan bertanya kepada ahlinya. Pendapat ahli (expert opinion) dapat

diperoleh dengan cara wawancara kepada satu orang, sekelompok orang atau

melalui FGD (Focus Group Discussion). Kriteria yang dapat dijadikan ahli,

pertama adalah secara rutin bergelut atau menangani obyek yang sering

diidentifikasi risikonya. Perhatikan bahwa agen salah satu risiko dapat

Page 61: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

42

ditangani dengan lebih dari satu tindakan dan satu tindakan secara bersamaan

dapat mengurangi kemungkinan terjadinya lebih dari satu agen risiko.

Tindakan preventif atau Preventive Action (PAk) diletakkan pada baris atas

untuk HOR ini.

3. Menentukan korelasi atau hubungan antara setiap tindakan pencegahan dan

setiap agen risiko Ejk menggunakan skala {0,1,3,9}, yang mewakili masing-

masing, menghubungkan antara aksi k dan agen j, dengan pengertian: (0) tidak

ada, (1) rendah, (3) sedang, dan (9) tinggi. Hubungan Ejk dapat dianggap

sebagai tingkat efektivitas tindakan k dalam mengurangi kemungkinan

terjadinya risiko agen j.

4. Mengkalkulasi total efektivitas (Tek) pada setiap agen risiko dengan

menggunkan perhitungan sebagai berikut:

TEk = ∑j ARPjEjK

Keterangan:

TEk = Total keefektifan (Total Efffectiveness)

ARPj = Potensi Risiko Keseluruhan (Aggregate Risk Potensial)

Ejk = Hubungan antara tiap aksi mitigasi dengan tiap agen risiko

5. Mengukur tingkat kesulitan-kesulitan dalam melakukan setiap tindakan, Dk,

dan menempatkan nilai-nilai berturut-turut di bawah efektivitas keseluruhan.

Tingkat kesulitan-kesulitan, yang dapat diwakili oleh skala dengan nilai

{3,4,5}, di mana 3 berarti mudah untuk dilakukan; 4 berarti sedang atau masih

dapat dilakukan; dan 5 berarti sulit untuk dilakukan. Strategi yang dibuat harus

Page 62: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

43

mencerminkan dana dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan dalam

melakukan tindakan.

6. Mengkalkulasi total efektivitas kesulitan penerapan aksi preventif/

Effectiveness To Difficulty ratio (ETDk), dengan rumus sebagai berikut :

ETDk =

Keterangan:

ETDk = Total keefektivan derajat kesulitan (Effectiveness To Difficulty ratio)

TEk = Total keefektifan dari tiap strategi preventif (Total Efffectiveness)

Dk = Derajat kesulitan untuk melakukan aksi k

K = urutan strategi atau tindakan penanganan risiko

7. Menetapkan peringkat prioritas untuk setiap tindakan (Rk), dengan peringkat 1

diberikan untuk tindakan dengan ETDk tertinggi.

Tabel 4. Model HOR Fase 2

Sumber: Pujawan dan Geraldine, (2009)

Keterangan:

Dk = Tingkat kesulitan aksi Preventif (Degree of Difficulty Performing

Action)

Tek = Total keefektivan dan tiap aksi preventif (Total Effectiveness)

ETDk = Total kesulitan dan keefektivan aksi preventif (Effectiveness of Difficulty

Ratio)

Ejk = Hubungan antara tiap aksi preventif dengan tiap agen risiko.

PAk = Strategi preventif yang dilakukan (Preventive Action)

ARPj = Potensi Risiko Keseluruhan (Aggregate Risk Potential)

Preventive Action (PAk)

To be treated

risk agent (Aj)

PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 Aggregate Risk

Potential (ARPj)

A1 ARP1

A2 ARP2

A3 ARP3

A4 ARP4

A5 ARP5

TEk TE1 TE2 TE3 TE4 TE5

Dk D1 D2 D3 D4 D5

ETDk ETD1 ETD2 ETD3 ETD4 ETD5

Rank R1 R2 R3 R4 R5

Page 63: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

44

2.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan suatu penelitian yang dilakukan sebelum

penelitian ini dimulai yang dianggap sebagai rujukan peneliti dalam melakukan

penelitian. Adapun penelitian terdahulu yang menjadi rujukan, diantaranya:

1. Riandiani (2016), dengan judul penelitian Analisis Risiko Produksi nata de

coco di PT. Daya Agro Mitra Mandiri dengan menggunakan metode diagram

tulang ikan, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), dan diagram pareto.

Hasil penelitian ini diketahui penyebab dan akar penyebab risiko yang

teridentifikasi di PT Daya Agro Mitra Mandiri diklasifikasi menjadi 4

kategori, yaitu kategori tenaga kerja dengan 6 penyebab risiko yang

disebabkan oleh beberapa akar penyebab diantaranya: kadar air nata lembaran

berlebih/ kurang kenyal yang disebabkan oleh tenaga kerja tidak memeriksa

nata lembaran dengan optimal; kebocoran plastik kemasan yang disebabkan

oleh tenaga kerja kurang terampil dalam proses sealing; Kadar air asam tidak

sesuai standar (seharusnya pH 3,5-4,5), sedangkan dari kategori mesin

dengan 2 penyebab risiko yang disebabkan oleh 2 akar penyebab risiko

diantaranya; kebocoran plastik kemasan disebabkan oleh overheating elemen

pemanas sealer dan kulit ari tidak bersih, dari kategori metode dengan 1

penyebab risiko yang disebabkan oleh 1 akar penyebab risiko seperti

kontaminasi benda asing (pasir), dan dari kategori lingkungan dengan 3

penyebab risiko yang disebabkan oleh 3 akar penyebab risiko diantaranya:

kontaminasi benda asing (pasir) yang disebabkan oleh kemunculan pasir dari

pecahan kolam pencucian yang terkikis air; kulit ari tidak bersih. Penyebab

Page 64: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

45

risiko dengan nilai tertinggi yaitu penerangan di area kupasan tidak optimal

yang menyebabkan kulit ari tidak bersih dengan nilai RPN sebesar 51.56

yaitu memberikan dampak terbesar terhadap retur produk.

2. Annisa (2017), dengan judul penelitian Analisis Risiko Produksi Susu

Kambing di CV Sawangan Farm Dairy, dengan menggunakan metode

Diagram Tulang Ikan, Diagram Pareto dan House Of Risk (HOR). Hasil

penelitian ini menunjukkan terdapat 20 penyebab risiko pada proses

pemeliharaan induk, 15 penyebab risiko pada proses pemerahan susu dan 12

penyebab risiko pada proses penyelesaian dan pengemasan susu. Kemudian

terdapat 12 kejadian risiko pada proses pemeliharaan induk, 12 kejadian

risiko pada proses pemerahan susu, serta 8 kejadian risiko pada proses

penyelesaian dan pengemasan susu. Berdasarkan tabel HOR Fase 1 diketahui

agen atau penyebab risiko dengan nilai tertinggi yaitu 10 penyebab risiko

pada proses pemeliharaan induk, tujuh penyebab risiko pada proses

pemerahan susu dan 6 penyebab risiko pada proses penyeleisaian dan

pengemasan susu. Berdasarkan prioritas penyebab risiko tersebut maka

ditentukan 22 strategi preventif yang akan dilakukan. Persamaan pada

penelitian penulis adalah pada alat analisis yang digunakan dan perbedaan

pada objek yang diteliti yaitu susu kambing.

3. Hafizha (2017), dengan judul penelitian Mitigasi Risiko Produksi Susu Sapi

Di Peternakan Mahesa Perkasa Farm, dengan menggunakan metode Diagram

Tulang Ikan, Diagram Pareto dan House Of Risk (HOR). Hasil dari penelitian

ini menunjukkan terdapat 8 kejadian risiko pada tahap pemeliharaan sapi

Page 65: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

46

perah, 13 kejadian risiko pada tahap pemerahan susu sapi dan 3 kejadian

risiko pada tahap pengemasan susu sapi dan teridentifikasi 50 agen atau

penyebab risiko secara keseluruhan. Berdasarkan tabel HOR Fase 1 diketahui

agen atau penyebab risiko dengan nilai tertinggi yaitu 9 penyebab risiko pada

tahap pemeliharaan sapi perah, 17 penyebab risiko pada tahap pemerahan

susu sapi dan 4 penyebab risiko pada tahap pengemasan susu sapi.

Berdasarkan prioritas penyebab risiko tersebut, maka diketahui terdapat 21

strategi mitigasi yang dapat direalisasikan untuk mereduksi penyebab risiko

tersebut. Persamaan pada penelitian penulis terletak pada alat analisis yang

digunakan, sedangkan perbedaan pada penelitian ini terletak pada objek yang

diteliti yaitu susu sapi.

Berikut ini adalah Tabel 5 yaitu tabel matriks penelitian terlebih dahulu.

Tabel 5. Matriks Penelitian Terdahulu Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

Riandiani

(2016)

Analisis Risiko Produksi

nata de coco di PT. Daya

Agro Mitra Mandiri

Menggunakan

diagram tulang

ikan, dan diagram

pareto sebagai

alat analisis

Penggunaan

metode HOR

untuk mengukur

risiko, serta objek

yang diteliti yaitu

nata de coco.

Annisa

(2017)

Analisis Risiko Produksi

Susu Kambing di CV

Sawangan Farm Dairy

Menggunakan

metode HOR,

diagram tulang

ikan, dan pareto

sebagai alat

analisis

Objek yang

diteliti yaitu susu

kambing.

Hafizha

(2017)

Mitigasi Risiko Produksi

Susu Sapi Di Peternakan

Mahesa Perkasa Farm

Menggunakan

metode HOR,

diagram tulang

ikan, dan pareto

sebagai alat

analisis

Objek yang

diteliti yaitu susu

sapi.

Page 66: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

47

2.10 Kerangka Pemikiran

PT. Subafood Pangan Jaya merupakan perusahaan yang bergerak dibidang

olahan pangan yaitu mengolah pati jagung menjadi bihun. Penelitian ini akan

membahas mengenai hasil produksi bihun jagung. Dalam menjalankan bisnisnya,

perusahaan ini diindikasikan menghadapi risiko dalam setiap prosesnya mulai dari

proses mixing hingga pengemasan. Besarnya dampak risiko yang dihadapi oleh

PT. Subafood Pangan Jaya dapat diketahui apabila kemungkinan terjadinya setiap

sumber risiko juga diketahui. Berdasarkan data produk yang rusak selama tahun

2017 yang menyebabkan terjadinya ketidaktercapaian target produksi.

Kegiatan produksi merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dari

pengolahan bahan baku menjadi sebuah produk bihun jagung. Kebutuhan akan

penanganan risiko produksi sangat diperlukan oleh PT. Subafood Pangan Jaya

untuk dapat mengatasi segala kemungkinan yang dapat merugikan pada aktivitas

produksi. Analisis manajemen risiko dapat dilakukan untuk mengetahui risiko

serta dapat digunakan untuk mengantisipasi dan mengelola risiko. Proses

manajemen risiko yang diamati dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan

beberapa cara diantaranya identifikasi risiko, analisis risiko, dan evaluasi risiko.

Analisis awal dilakukan dengan melakukan proses identifikasi risiko.

Proses identifikasi ini dilakukan dengan mengikuti serangkaian alur proses

produksi bihun jagung untuk mengetahui sumber-sumber risiko apa saja yang

terjadi pada saat proses produksi dengan menggunakan diagram tulang ikan. Hasil

dari analisis proses produksi ini yang akan menghasilkan beberapa titik kritis pada

bagian alur produksi. Identifikasi risiko didapat melalui wawancara dengan

Page 67: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

48

narasumber yang langsung menangani hal tersebut yaitu manajer produksi dan

supervisor produksi, serta tinjauan data historis berdasarkan data pada tahun 2017.

Selanjutnya dilakukan pengukuran risiko untuk mengetahui nilai dampak

dan tingkat kemunculan dari kemungkinan terjadinya risiko dengan menggunakan

dan tingkat kemunculan dari kemungkinan terjadinya risiko, menggunakan skala

likert dengan skala 1 sampai 5. Skala 1 berarti sangat rendah, 2 berarti rendah, 3

berarti sedang, 4 berarti tinggi, dan 5 berarti sangat tinggi. Tahap selanjutnya

dilakukan pemetaan untuk mengetahui prioritas kemungkinan risiko yang harus

dihindari.

Untuk tahap pemetaan risiko, penulis menggunakan metode diagram

pareto dalam pemetaan risiko untuk mengetahui prioritas kemungkinan risiko

yang harus dimitigasi. Metode ini digunakan untuk memetakan masalah dari

risiko terbesar sampai terkecil agar upaya penyelesaiannya fokus kepada masalah

yang paling berbahaya. Setelah mengetahui peta risiko, selanjutnya dilakukan

penentuan strategi penanganan risiko yaitu preventif dari prioritas yang telah

ditentukan sebelumnya serta dilakukan pengukuran terhadap strategi preventif

tersebut. Alur kerangka pemikiran konseptual pada penelitian ini dapat dilihat

pada Gambar 8.

Page 68: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

49

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan:

= Alur Proses Penelitian

= Input Pengumpulan Data

= Output Metode Analisis Risiko

PT. Subafood Pangan Jaya

Produksi Bihun Jagung

Alur Proses Produksi Bihun Jagung

Identifikasi Risiko dan Penyebab Risiko

pada Masing-Masing Proses

Pengukuran Risiko

Menentukan Prioritas Strategi

Penanganan Risiko

Pemetaan Risiko

Penentuan Strategi Pengelolaan Risiko

Evaluasi Strategi Pencegahan/ Preventif

Risiko

Titik Kritis

Diagram

Tulang ikan

Skala Likert

Model HOR 1

Diagram Pareto

Skala Likert

Model HOR 2

Page 69: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

50

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2018 di

PT. Subafood Pangan Jaya, yang terletak di Jalan Raya Serang Km 20.5 Kampung

Pasir Kalong, Desa Cibadak, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang – Banten.

Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan

bahwa perusahaan ini merupakan perusahaan pertama yang memproduksi bihun

jagung di Indonesia. Selain itu kondisi perusahaan yang memumpuni untuk

dilakukan penelitian.

3.2 Sumber dan Jenis Data

Berdasarkan sumber perolehan data, data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh

melalui observasi atau pengamatan langsung terhadap pelaksanaan aktivitas

produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya, dengan narasumber yaitu

supervisor produksi di PT. Subafood Pangan Jaya. Sedangkan data sekunder

diperoleh melalui penelusuran berbagai dokumen tertulis PT. Subafood Pangan

Jaya, dan sumber-sumber literatur yang mendukung untuk memperkuat teori

sebagai dasar dalam penelitian ini seperti buku, junal, dan skripsi.

Berdasarkan jenisnya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang dikumpulkan dalam penelitian

ini adalah profil dan gambaran umum perusahaan PT. Subafood Pangan Jaya,

Page 70: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

51

jenis-jenis risiko, penyebab risiko, dan upaya yang dilakukan untuk menghadapi

risiko dan kendala yang mungkin terjadi pada saat produksi bihun jagung.

Sedangkan data kuantitatif yang digunakan diantaranya adalah data target dan

hasil produksi, data kerusakan produk, data standar kualitas bihun, nilai tingkat

dampak risiko, nilai tingkat korelasi risiko, nilai tingkat kesulitan serta nilai

tingkat keefektifan upaya penanganan risiko.

Penelitian ini menggunakan data laporan produksi yang terdapat dibulan

Januari 2017 sampai dengan Desember 2017, hal ini dikarenakan data tersebut

merupakan data yang paling terupdate dan dekat dengan waktu pelaksanaan

penelitian. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa alat pencatat,

alat perekam, serta daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode wawancara dan kuesioner, studi pustaka dan observasi.

Observasi dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan proses produksi bihun

jagung di PT. Subafood Pangan Jaya. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh

data terkait aktivitas produksi pada pengolahan bihun jagung secara langsung.

Sedangkan studi pustaka yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan cara

mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan topik penelitian, antara

lain buku dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

Wawancara dilakukan dengan berkomunikasi dan bertanya langsung

kepada narasumber yang terlibat dalam kegiatan proses produksi bihun jagung di

Page 71: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

52

PT. Subafood Pangan Jaya. Instrumen wawancara yang digunakan berupa

pertanyaan terstruktur (kuesioner) yang diajukan kepada narasumber yang terlibat

dalam dalam kegiatan proses produksi di PT. Subafood Pangan Jaya untuk

mengetahui informasi mendalam mengenai seluruh kegiatan produksi. Adapun

yang menjadi narasumber dalam penelitian ini, yaitu satu orang Manajer Produksi,

satu orang asisten manajer produksi, tiga orang Supervisor Produksi, dua orang

dari divisi Quality Control (QC), dua orang dari divisi Teknik, dan satu orang

Supervisor HRD.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari identifikasi

risiko dan kuesioner penilaian dampak risiko menggunakan metode House of Risk

(HOR). Kuesioner tersebut digunakan untuk mengetahui risiko apa saja yang

dapat terjadi dalam tahap proses produksi bihun jagung dan untuk mengukur nilai

prioritas risiko berdasarkan nilai dampak. Berikut adalah beberapa kuesioner yang

digunakan pada penelitian ini adalah seperti pada Tabel 6 berikut.

Page 72: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

53

Tabel 6. Daftar Kuesioner Penelitian No. Jenis Kuesioner Lampiran Materi

1 Identifikasi risiko 2,3,4 Matriks penelitian,

matriks instrumen

penelitian dan diagram

fishbone

2 Identifikasi Tingkat Pengaruh Dampak Risiko

(Severity) pada Proses Produksi Bihun Jagung

(mixing, steaming mixer, extrussing,

steamingbox, cutting, drying, cooling,

packaging)

5a Skema HOR fase 1

3 Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko (Occurence) pada Proses

Produksi Bihun Jagung (mixing, steaming

mixer, extrussing, steamingbox, cutting,

drying, cooling, packaging)

5b dan 5c Skema HOR fase 1

4 Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurence) dengan Tingkat

Pengaruh/Dampak Risiko (Severity) pada

Proses Produksi Bihun Jagung (mixing,

steaming mixer, extrussing, steamingbox,

cutting, drying, cooling, packaging)

5d,5e,5f,

5g,5h,5i,

5j dan 5k

Skema HOR fase 1

5 Kuesioner Tingkat Kesulitan Strategi

Preventif pada Proses Produksi Bihun Jagung

(mixing, steaming mixer, extrussing,

steamingbox, cutting, drying, cooling,

packaging)

6a dan 6b Skema HOR fase 2

6 Kuesioner Korelasi Tingkat Kesulitan Strategi

Preventif dengan Penyebab Risiko pada

Proses Produksi Bihun Jagung (mixing,

steaming mixer, extrussing, steamingbox,

cutting, drying, cooling, packaging)

6c, 6d, 6e

6f,6g,6h,6i,

6j,dan 6k

Skema HOR fase 2

Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat dijelaskan bahwa dalam proses

pengumpulan data pada penelitian ini digunakan 6 kuesioner. Kuesioner pada

nomor 1 sampai dengan 2 digunakan pada tahap awal sebelum pembuatan skema

HOR fase 1, sesuai dengan masing-masing proses produksi bihun jagung. Hasil

dari kuesioner ini dijadikan acuan pembuatan matriks penelitian dan matriks

instrumen penelitian yang terdapat pada Lampiran 2, 3, dan 4 pada instrumen

tersebut terdapat kolom definisi konseptual yang menjadi dasar dari perumusan

sub variabel penelitian beserta penentuan penyebab risiko dan kejadian risiko.

Page 73: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

54

Matriks instrumen penelitian ini dijadikan sebagai dasar pembuatan diagram

fishbone.

Pada bagian pangkal badan tulang ikan dari diagram fishbone, terdapat

variabel penelitian yaitu proses produksi bihun jagung yang terdiri atas : proses

mixing, steaming mixer, extrussing, steamingbox, cutting, drying, cooling dan

packaging. Pada bagian masing-masing tulang terdapat beberapa kegiatan yang

menjadi bagian dari masing-masing proses produksi bihun jagung, yang dijadikan

sub variabel. Pada masing-masing kegiatan tersebut terdapat titik kritis yang

menjadi penyebab atau agen risiko produksi bihun jagung. Pada bagian kepala

tulang ikan terdapat akibat yang ditimbulkan dari risiko produksi bihun jagung.

Diagram fishbone, akan dijadikan landasan sebagai pembuatan kuesioner

pada Lampiran 5a sampai 5k. Kuesioner-kuesioner tersebut adalah kuesioner yang

digunakan untuk mengidentifikasi frekuensi atau peluang dari penyebab risiko

(occurence) dan dampak dari kejadian risiko (severity) beserta korelasi antara

kemunculan penyebab kejadian risiko (Aj) dengan dampak kejadian risiko (Ei)

pada masing-masing proses produksi bihun jagung. Hasil dari kuesioner-

kuesioner tersebut dijadikan bahan perhitungan pada skema HOR fase 1.

Kuesioner pada nomor 5a sampai dengan 5k merupakan kuesioner yang

dibuat berdasarkan pada hasil perhitungan atau analisis pada skema HOR fase 1

dan pemetaan risiko pada diagram pareto. Kuesioner-kuesioner tersebut dibuat

dengan tujuan untuk memperoleh data derajat atau tingkat kesulitan penerapan

tindakan atau strategi preventif atau pencegahan, yang akan diterapkan pada

proses produksi bihun jagung. Korelasi antara penerapan tindakan atau strategi

Page 74: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

55

preventif atau pencegahan dengan penyebab risiko (Aj) yang memiliki dampak

paling besar dan dapat menimbulkan kerugian perusahaan, apabila tidak segera

ditangani. Hasil dari kuesioner-kuesioner pada Lampiran 5a sampai dengan 5k

juga digunakan sebagai data untuk perhitungan atau analisis pada skema HOR

fase 2.

3.4 Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dengan bantuan Microsoft

excel 2010. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

3.4.1 House Of Risk (HOR) Fase 1

Analisis pertama menggunakan metode model House Of Risk (HOR) fase

1, untuk mengetahui nilai dari potensi risiko keseluruhan atau Agregate Risk

Potential (ARPj). Data frekuensi atau peluang penyebab risiko (occurence) dan

tingkat dampak kejadian risiko (severity) beserta data korelasi antar keduanya

yang telah diperoleh dari kuesioner kemudian data tersebut diinput ke dalam tabel

HOR fase 1. Penyebab risiko atau Risk Agent (Aj) ditempatkan pada sisi atas

tabel, kejadian risiko atau Risk Event (Ei) ditempatkan pada sisi kiri tabel, nilai

tingkat dampak kejadian risiko (severity) ditempatkan pada sisi kanan tabel, nilai

frekuensi atau peluang penyebab risiko (occurance) diletakkan pada bagian bawah

setelah daftar kejadian risiko, dan nilai korelasi antara frekuensi penyebab risiko

(Aj) dengan kejadian risiko (Ei) ditempatkan pada bagian tengah tabel diantara

penyebab risiko (Aj) dan kejadian Risiko (Ei). Kemudian dilakukan perhitungan

Page 75: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

56

nilai potensi risiko keseluruhan atau Aggregate Risk Potential (ARPj). Pada

penelitian ini akan dibuat model HOR Fase 1 dari masing-masing proses

produksi bihun jagung.

3.4.1.1 Agregate Risk Potential (ARPj)

Agregate Risk Potential (ARPj) adalah perhitungan nilai potensi risiko

keseluruhan yang didapatkan dari hasil perkalian tingkat kemunculan penyebab

risiko (Oj) dengan total hasil kali antara dampak kejadian risiko (Si) dengan

hubungan atau korelasi antara penyebab atau agen risiko dengan kejadian risiko

(Rij). Adapun nilai dari ARPj dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

ARP j = O j ∑ Si Rij…………… (1)

Keterangan: ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan)

Oj = Occurance level of risk (Tingkat kemunculan risiko) yang didapatkan

dari kuisioner pada Lampiran 5 (a, b,c)

Si = Severity level of risk (Tingkat dampak suatu kejadian risiko) yang didapatkan

dari kuisioner pada Lampiran 5 (a, b, c)

Rij = Hubungan (korelasi) antara agen risiko j dengan risiko i yang didapatkan dari

kuesioner pada Lampiran 5 (d, e, f, g, h, i, j, k)

3.4.1.2 Diagram Pareto

Setelah didapatkan nilai ARPj dari masing-masing penyebab risiko (Aj),

dilakukan perhitungan penyebab kejadian risiko dengan menggunakan alat

analisis kedua yaitu diagram pareto dengan perbandingan 80:20, sehingga

diketahui penyebab-penyebab risiko yang memiliki pengaruh yang besar bagi

perusahaan, guna menentukan strategi pencegahan risiko yang terjadi pada

masing-masing proses. Masing-masing nilai ARPj akan dihitung kumulatif atau

persentase pengaruh penyebab risiko (Aj) terhadap perusahaan. Penyebab risiko

Page 76: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

57

yang memiliki persentase kumulatif kurang dari 80% merupakan penyebab yang

memiliki pengaruh yang besar dan akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan,

dan dapat dirumuskan strategi untuk pencegahan risiko agar agen risiko tersebut

tidak muncul di masa yang akan datang. Adapun perhitungan persentase pengaruh

dari penyebab risiko (Aj) pada penelitian ini dapat dihitung menggunakan rumus

sebagai berikut:

%Aj =

…………… (2)

Keterangan :

ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) pada masing-masing

penyebab risiko (Aj)

%Aj = Presentase kumulatif pengaruh penyebab risiko (Aj)

Setelah didapatkan presnetase kumulatif pengaruh penyebab risiko dari

masing-masing risiko maka akan dibuat diagram pareto seperti modal yang

terlihat pada Gambar 9.

Tingkat

ARPj

Tingkat

Persentase

Kumulatif

Nilai kerugian % Kumulatif

Gambar 9. Model Diagram Pareto Penelitian

Page 77: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

58

Berdasarkan Gambar 9, diagram pareto yang berbentuk batang

melambangkan nilai potensi risiko keseluruhan (ARPj) dari masing-maisng

penyebab risiko (Aj), sedangkan untuk titik hitam menunjukkan presentase

kumulatif dari masing-masing penyebab risiko (Aj), bagian sisi kiri akan terdapat

angka-angka tingkatan nilai ARPj dan pada sisi kanan akan terdapat angka-angka

presentase kumulatif dari masing-masing penyebab risiko (Aj).

Setelah diketahui penyebab risiko yang paling berpengaruh pada proses

produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya, maka dilakukan perumusan

strategi pencegahan risiko dengan Bapak Asep selaku manager produksi, Ibu

Galuh Muhniyati selaku manajer Quality Control, Bapak Dwi Paskah selaku

manajer Teknik dan Ibu Febriyanthi selaku karyawan divisi Industri

Engineering,serta ibu Umi selaku supervisor HRD.

3.4.2 House Of Risk (HOR) Fase 2

Alat analisis ketiga yang digunakan penelitian ini adalah House Of Risk

(HOR) fase 2. Terdapat beberapa contoh strategi pencegahan pada bagian atas

model untuk mencegah terjadinya penyebab-penyebab risiko yang memiliki

pengaruh besar bagi perusahaan pada bagian kiri model, pada bagian kanan

terdapat nilai potensi risiko keseluruhan masing-masing penyebab risiko (ARPj),

nilai korelasi antara strategi preventif dengan penyeybab risiko pada bagian

tengah, serta pada bagian bawah terdapat nilai total keefektivan dari masing-

masing strategi pencegahan (TEk), tingkat kesulitan dari masing-masing strategi

preventif yang akan diterapkan (Dk), rasio keefektivan kesulitan strategi preventif

Page 78: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

59

ETDk) dan urutan dari masing-masing rasio keefektivan kesulitan strategi

preventif (Rank).

Tabel 7. Contoh Model HOR Fase 2 Penelitian: Model HOR Fase 2 Proses mixing

Keterangan:

Aj = Risk Agent (Penyebab Risiko yang sangat berpengaruh pada perusahaan)

yang diperoleh dari pemetaan pada diagram pareto

Dk = Degree of Difficulty Performing Action (Tingkat kesulitan strategi preventif)

yang didapatkan dari kuisioner pada Lampiran 6 (a dan b)

Tek = Total Effectiveness (Total Keefektifan dan tiap strategi preventif)

ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Rasio Keefektifan Kesulitan tindakan atau

strategi preventif)

Ejk = Hubungan antara setiap tindakan penanganan risiko dengan setiap penyebab risiko

yang didapatkan dari kuesioner yang terdapat pada Lampiran 6 (c, d, e, f, g, h, i, j)

Nilai tingkat kesulitan strategi preventif didapatkan dari hasil kuesioner

yang terdapat pada Lampiran 6a sampai dengan 6b, sedangkan nilai korelasi

Tindakan penanganan Risiko

Penyebab Risiko

1.

Pem

bag

ian

tugas

yan

g

op

tim

al

(ter

uta

ma

pad

a sa

at

jam

is

tira

hat

) dan

oper

ator

mel

akukan

back

up

2.

Men

gad

akan

tra

inin

g t

erhad

ap

kar

yaw

an p

roduksi

3.

Ref

resh

WI

(Work

Intr

uct

ion

)

AR

Pj

Operator tidak mengecek/membersihkan

karung corn starch

Korelasi (Ejk)

ARP1

Penuangan secara tidak sempurna pada

saat proses penuangan pati jagung ke

dalam mixer

ARP2

Operator tidak mengecek volume air yang

ditambahkan

ARP3

Waktu mixing tidak sesuai SOP (kurang

dari 6-10 menit)

ARP4

Tek TE 1 TE 2 TE 3

Dk D1 D2 D3

ETDk ETD ETD2 ETD3

Rank R1 R2 R3

Page 79: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

60

antara tingkat kesulitan penerapan strategi yang didapatkan dari kuesioner pada

Lampiran 6c sampai dengan 6e.

3.4.2.1 Total Effectiviness (TEk)

Nilai Total keefektifan penerapan strategi didapatkan dari hasil perkalian

antara potensi risiko keseluruhan (ARPj) dengan hubungan antara tiap aksi

preventif dengan tiap agen risiko (Ejk). TEk dapat dirumuskan sebagai berikut :

TEk = ∑ ARPj Ejk

Keterangan :

TEk = Total Effectiveness (Total Keefektifan)

ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan)

Ejk = Hubungan antara tiap aksi preventif dengan tiap agen risiko

3.4.2.2 Effectiveness To Difficulty Ratio (ETDk)

Nilai rasio keefektivan kesulitan tindakan atau strategi pencegahan

(ETDk) diperoleh dari hasil bagi nilai total keefektivan setiap strategi pencegahan

(TEk) dengan derajat atau tingkat kesulitan melakukan strategi (Dk). Rumus

ETDk adalah sebagai berikut :

ETDk = TEk /Dk

Keterangan :

ETDk = Efffectiveness To Difficulty Ratio (Rasio Keefektivan Kesulitan)

TEk = Total Effectiveness (Total keefektifan dari tiap strategi pencegahan risiko)

Dk = Tingkat kesulitan untuk melakukan aksi k

Hasi nilai ETDk yang telah didapatkan selanjutnya diurutkan dan ditulis

pada kolom Rank yang menandakan strategi mana yang harus terlebih dahulu

Page 80: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

61

dijalankan untuk mencegah terjadinya kerugian yang ditimbulkan dari penyebab

risiko pada proses produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya di masa

yang akan datang.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalah pahaman

dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah dalam penelitian.

Sesuai dengan judul penelitian, yaitu analisis risiko produksi bihun jagung di PT.

Subafood Pangan Jaya, maka definisi operasional atas objek penelitian ini adalah:

1. Alur Produksi adalah cara atau langkah-langkah yang dilakukan PT.

Subafood Pangan Jaya dalam memproduksi bihun jagung.

2. Risiko adalah kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan kerugian dan

ketidakpastian dari kegiatan usaha produksi bihun jagung.

3. Risiko Produksi adalah kejadian yang merugikan terkait dengan kegiatan

produksi yang dilakukan di PT. Subafood Pangan Jaya.

4. Bihun Jagung adalah produk bihun yang berbahan dasar pati jagung pada

perusahaan PT. Subafood Pangan Jaya.

5. Reject Product adalah produk rusak atau gagal dari bihun jagung yang berupa

kategori bihun basah, Hancur Patah A, Hancur Patah B, Hancur Halus, dan

Hancur Kotor, serta Ex.Cutting.

6. Identifikasi risiko adalah tahapan awal yang dilakukan dalam penelitian untuk

mengetahui kemungkinan risiko yang timbul dari aktivitas produksi.

7. Pengukuran risiko adalah upaya untuk memahami risiko lebih dalam. Hasil

analisis risiko ini akan menjadi masukan bagi evaluasi risiko dan proses

Page 81: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

62

pengambilan keputusan mengenai perlakuan terhadap risiko yang terdapat

pada proses produksi bihun jagung.

8. Dampak risiko adalah kejadian merugikan yang ditimbulkan akibat produksi

bihun jagung.

9. Pemetaan risiko adalah kegiatan memetakan risiko dengan tujuan agar

diketahui prioritas risiko berdasarkan kepentingannya bagi perusahaan.

10. Strategi adalah perlakuan yang diusulkan untuk PT. Subafood Pangan Jaya

demi tercapainya tujuan produksi.

11. Preventif adalah strategi untuk pencegahan atau menghindari kejadian yang

merugikan dari aktivitas produksi bihun jagung.

12. Mitigasi adalah strategi pengurangan atau meminimalkan risiko (kejadian

merugikan) yang ditimbulkan dari aktivitas produksi.

13. Evaluasi risiko adalah kegiatan menentukan risiko-risiko yang memerlukan

perlakuan dan bagaimana prioritas perlakuan atas risiko-risiko tersebut

14. Diagram tulang ikan adalah metode yang digunakan untuk mencari faktor-

faktor yang mungkin menjadi penyebab dari suatu masalah atau

penyimpangan.

15. House of Risk 1 adalah metode untuk menentukan sumber risiko mana yang

diprioritaskan untuk dilakukan tindakan strategi preventif.

16. House of Risk 2 adalah metode untuk memberikan prioritas tindakan dengan

mempertimbangkan sumber daya biaya yang efektif.

17. Diagram pareto adalah metode untuk mengevaluasi risiko produksi bihun

jagung pada PT. Subafood Pangan Jaya.

Page 82: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT. Subafood Pangan Jaya (PT. SPJ) didirikan pada tanggal 17 Juni 2004,

dengan akte Notaris Imas Fatimah No. 42 di Jakarta dan sudah disahkan oleh

Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 09 Agustus 2004

dengan No. C.17065 HT 01.01 th 2004. yang beralamat di Jalan Raya Legok Km

06 Ds. Cijantra Kec. Pagedangan Tangerang, Banten. PT. Subafood Pangan Jaya

bergerak pada industri makanan khususnya bihun yang berbahan dasar jagung.

Perusahaan ini didukung dengan teknologi produksi yang canggih sehingga

menghasilkan hasil produk yang bermutu dan higienis. Produk Subafood

merupakan produk pionir untuk kategori Bihun Jagung, karena pada umumnya

bihun terbuat dari tepung beras.

PT. Subafood Pangan Jaya berada di bawah naungan PT. Tiga Pilar

Sejahtera Food yang berada di Plaza Mutiara, Kuningan, Jakarta Selatan. Pada

awalnya PT. Subafood Pangan Jaya berlokasi di Legok, Karawaci, dan masih

menyatu dengan kompleks pabrik sepatu PT. Doson Indonesia. Kini PT. Subafood

Pangan Jaya terletak di Desa Cibadak, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang,

Provinsi Banten yang berlokasi di pinggir Jalan Raya Serang- Merak. PT.

Subafood diresmikan pada bulan Agustus 2004, yang didirikan oleh Pak Teddy,

yakni pemegang saham utama PT. Subafood.

Pada awal proses produksinya PT. Subafood Pangan Jaya bekerja sama

dengan pihak pabrikan mesin dari china untuk melakukan proses trial produksi

Page 83: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

64

sekaligus menyiapkan lahan perkantoran, boiler, gudang, dsb. Pada bulan Januari

2005 instalasi langsung dari teknisi Cina mulai dilakukan dan selesai pada bulan

April 2005. Instalasi pada saat itu tertunda dikarenakan perayaan Hari Raya Cina,

sehingga para teknisi harus kemabli pada bulan berikutnya.

Pada bulan Mei 2005, PT. Subafood Pangan Jaya sudah melakukan

percobaan produksi dan berhasil pada bulan Juli. Produksi dimulai dengan

mengolah pati jagung yang disuplai dari PT. Suba Indah Cilegon menjadi bihun

jagung. PT. Suba Indah Cilegon merupakan perusahaan penyedia pati jagung yang

juga dimiliki oleh Pak Teddy. PT. Suba Indah Cilegon merupakan kemudian

dijual seluruh sahamnya kepada PT. Redwood, yang kini menjadi supplier pati

jagung di PT. Subafood Pangan Jaya.

Gagasan memproduksi bihun jagung diusung karena sudah terlalu banyak

produsen yang memproduksi bihun beras. Selain itu, bihun jagung juga memiliki

tekstur yang elastis dan tidak mudah putus. Dari segi umur simpan, bihun jagung

yang telah dimasak lebih tahan lama, sedangkan bihun beras mudah basi dan

berbau. Berdasarkan proses pembuatan, pada saat itu bihun beras masih dibuat

dengan cara tradisional sedangkan PT. Subafood Pangan Jaya menjadi pelopor

produsen bihun jagung pertama yang melakukan proses produksi secara pabrikasi.

Pada bulan Juli 2005, PT. Subafood Pangan Jaya mulai memperkenalkan

produk bihun jagung kepada pasar. Pada akhir 2012, hasil produksi PT. Subafood

Pangan Jaya telah mencapai 1200 ton per bulan. Sertifikat ISO 9001 diperoleh

oleh PT. Subafood Pangan Jaya pada tahun 2008. Seiring keberlangsungan

pabrik, PT. Subafood Pangan Jaya pun memperoleh sertifikat ISO 22000 yang

Page 84: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

65

sekaligus mencakup sistem HACCP. Kepemilikan sertifikat ISO ini juga

bertujuan untuk mempermudah sistem ekspor yang dilakukan ke Belanda. PT.

Subafood Pangan Jaya pernah mendapatkan penghargaan REBI sebagai produk

pangan asli Indonesia. Sejak diakuisisi, sistem manajemen dan pemasaran PT.

Subafood Pangan Jaya langsung terpusat di PT. TPS Food, begitu pula hubungan

dengan distributor dan pelanggan.

Selain di Balaraja, PT. Subafood Pangan Jaya turut melakukan sistem

maklon dibeberapa pabrik. Maklon tersebut diletakkan di pabrik Solo yang

memproduksi 200 ton dan pabrik Cikande yang memproduksi 200 ton per bulan.

Hal ini dilakukan untuk memenuhi permintaan 1200 ton per bulan. Untuk saat ini

bihun jagung PT. Subafood Pangan Jaya memegang pasar Jabodetabek dan belum

ada produsen lain yang bisa bersaing dengan produk mereka. Berikut Gambar 9

merupakan produk yang dihasilkan oleh PT. Subafood Pangan Jaya.

Gambar 10. Produk PT. Subafood Pangan Jaya Sumber: PT. Subafood Pangan Jaya, 2017

Page 85: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

66

4.2 Lokasi dan Tata Letak Perusahaan

PT. Subafood Pangan Jaya terletak di Jalan Raya Serang Km 20,5, Desa

Cibadak, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten 15710,

Indonesia. Daerah ini merupakan kawasan industri dan termasuk daerah yang

strategis untuk pendirian industri karena letaknya di tepi jalan raya serta

berdekatan dengan gerbang tol Balaraja Timur sehingga memudahkan transportasi

bagi karyawan, pendistribusian bahan baku dan pendistribusian produk jadi ke

berbagai daerah.

PT. Subafood Pangan Jaya terletak diatas tanah seluas 2 hektare dengan

luas pabrik 1,2 hektare. Bangunan PT. Subafood Pangan Jaya terdiri dari ruang

kantor, ruang pabrikasi yang dilengkapi dengan mesin-mesin untuk

mempermudah dan mempercepat proses produksi, gudang bahan baku, gudang

produk jadi, ruang loker, kantin, tangki, ruang boiler, ruang panel, wc umum,

workshop, mushola, pos keamanan, parkiran, dan pos jaga. Pertimbangan tata

letak tersebut didasarkan pada penggunaan volume, ruang, fleksibilitas operasi,

meminimumkan penanganan bahan, mengurangi kontaminasi silang antara

pekerja dengan bahan dasar pengolahan serta keleluasaan kerja karyawan. Tata

letak bangunan merupakan faktor yang penting dalam menentukan maju

mundurnya suatu perusahaan.

4.3 Visi dan Misi Perusahaan

Visi PT. Subafood Pangan Jaya adalah menjadi industri pangan kelas

dunia dengan sumber daya lokal untuk mencapai kemakmuran nasional.

Page 86: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

67

Sedangakn misi PT. Subafood Pangan Jaya adalah mengutamakan pengolahan

sumber pangan lokal yang bisa diproduksi lewat industri secara massal dengan

kualitas baik dan sehat.

4.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan sebuah fondasi sebuah perusahaan.

Penyusunan struktur organisasi harus secara sistematis agar dapat menjalankan

kegiatan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Robbins

(1990), struktur organisasi menentukan alokasi tugas, garis pelaporan, serta

mekanisme koordinasi formal dan pola interaksi. Sturktur organisasi juga

merupakan suatu alat manajemen yang dibutuhkan perusahaan agar segala

wewenang dan tanggung jawab bagi setiap individu perusahaan dapat

dipertanggung jawabkan.

Struktur organisasi PT. Subafood Pangan Jaya merupakan struktur

organisasi garis dan staf. Dalam struktur yang ada menggambarkan bahwa setiap

atasan memiliki bawahan tertentu. Bawahan akan bertanggung jawab secara

langsung kepada pimpinan dan bertugas memberi laporan, nasihat, serta saran

dalam bidangnya masing-masing kepada pimpinan. Gambar struktur organisasi

PT. Subafood Pangan Jaya dapat dilihat pada lampiran 1.

Batasan-batasan dalam struktur organisasi merupakan garis kerja yang

dilaksanakan setiap saat untuk menciptakan suatu pekerjaan yang efisien dan

efektif. Adapun uraian dari masing-masing jabatan adalah sebagai berikut:

Page 87: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

68

1. Head of Plan Manager, bertanggung jawab kepada Direktur dan memberi

laporan tentang keadaan perusahaan kepada Direktur, selain itu sebagai

kepala pabrik yang membawahi Departemen Logistik, Produksi, HR & GA,

dan PDQA, IE, IT tugas lainnya adalah melakukan pengawasan dan

pengendalian secara umum terhadap seluruh kegiatan perusahaan.

2. Departemen HR & GAL, bertugas melakukan perekrutan, pembinaan dan

pengembangan tenaga kerja, menciptakan hubungan industrial yang harmonis

internal maupun eksternal, membuat peraturan dan kebijakan perusahaan dan

bertanggung jawab terhadap proses penggajian, jamsostek, asuransi,

kebersihan, keamanan di lingkungan perusahaan.

3. Quality Control & Product Development Quality Assurance (PDQA), PDQA

bertugas membuat standar produk dan memastikan produk yang dihasilkan

sesuai dengan standar yang ditetapkan, melakukan pengawasan terhadap

perjalanan produk sampai ke konsumen, menerima komplain dari marketing

dan pelanggan yang berkaitan dengan mutu produk serta mencari solusi

pemecahannya, selain itu PDQA juga melakukan penelitian terhadap produk

sendiri maupun produk kompetitor sehingga produk yang dihasilkan dapat

bersaing dipasar dan melakukan penelitian untuk pengembangan produk.

4. Produksi, bertanggung jawab memproduksi barang jadi dengan

memperhatikan faktor-faktor efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan

bahan baku dan penekanan biaya, menjaga dan mengawasi kualitas barang

jadi serta memenuhi target produksi yang telah ditetapkan.

Page 88: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

69

5. Logistik dan Production Planning Inventory Control (PPIC), Bertugas

memonitoring kesiapan bahan baku demi kelancaran produksi, membuat

proyeksi kapasitas produksi, membuat perencanaan produksi harian,

mingguan, bulanan dan tahunan, bertanggung jawab atas penerimaan,

penyimpanan dan pengeluaran barang di gudang serta membuat laporan

posisi persediaan barang secara periodik.

6. Finance & Accounting Manager (FA), bertanggung jawab mengawasi

realisasi penggunaan sumber dana perusahaan agar tidak menyimpang jauh

dari anggaran yang telah ditetapkan, serta bertanggung jawab atas kelancaran,

pengaturan, dan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang menyangkut

bidang administrasi, seperti pengolahan kas, bukti pendukung dan seluruh

kegiatan akuntansi dan melaporkan secara periodik serta mengatur kegiatan

akuntansi perusahaan. Selain itu FA bertugas menyiapkan laporan-laporan

yang diperlukan untuk dipergunakan sebagai alat pengambilan keputusan

serta informasi yang mendukung kebijakan yang telah ditetapkan.

7. Industrial Engineering (IE) dan Teknik bertanggung jawab dalam memimpin

setiap proyek yang di laksanakan di pabrik yang berkaitan dengan produksi.

IE memiliki peran dalam perusahaan seperti evaluasi target produksi yang ada

dan memperbaiki target produksi baru, menambahkan waktu dalam

pengukuran proses kerja misalnya dibagian cutting dan finishing, mengontrol

biaya tenaga kerja, penelitian mengenai mesin baru dan sistem baru yang

memenuhi tujuan perusahaan jangka panjang dan mempersiapkan analisis

manfaat biaya.

Page 89: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

70

8. TI, bertugas untuk membantu dan menangani berbagai masalah yang

berhubungan dengan TI, bertanggung jawab untuk perbaikan fisik komputer,

mengatur semua kemampuan jaringan komunikasi data yang dibutuhkan

dalam bisnis oleh perusahaan.

4.4.1 Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang mendukung jalannya

kegiatan industrial. PT. Subafood Pangan Jaya memiliki karyawan sebanyak 388

orang dengan tingkat pendidikan karyawan mulai dari SMA, Diploma III, dan

Sarjana. Untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal, perusahaan perlu

ditunjang dengan sistem kerja yang tepat untuk mengatur secara tegas dan jelas

tata cara kerja seluruh karyawannya. Di PT. Subafood Pangan Jaya,

memberlakukan jam kerja kepada karyawan-karyawannya sebagai berikut:

1. Karyawan staf

Karyawan staf bekerja dari hari senin sampai jum’at, mulai pukul 08.00 –

17.00 WIB , dan untuk hari sabtu mulai pukul 08.00-13.00. seluruh karyawan

staf memiliki waktu istirahat selama satu jam yaitu mulai pukul 12.00 – 13.00

WIB.

2. Karyawan Non – Staf

Karyawan non staf dibagi menjadi dua, yaitu karyawan bagian produksi dan

karyawan bagian logistik. Waktu kerja karyawan non staf yaitu karyawan

bagian produksi bekerja dari hari senin sampai dengan hari sabtu dan terbagi

menjadi tiga shift, yaitu :

Page 90: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

71

1. Shift satu : dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00 WIB, dengan

waktu istirahat secara bergantian selama satu jam antara pukul 12.00 –

13.00.

2. Shift dua : dari pukul 15.00 sampai dengan pukul 23.00 WIB, dengan

waktu istirahat secara bergantian selama satu jam antara pukul 19.00 –

20.00.

3. Shift tiga : dari pukul 23.00 sampai pukul 07.00 WIB, dengan waktu

istirahat secara bergantian selama satu jam antara pukul 04.00 – 05.00.

Sedangkan untuk karyawan logistik bekerja pada hari senin sampai

dengan hari sabtu dan terbagi menjadi dua shift, yaitu :

1. Shift satu : dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00 WIB, dengan

waktu istirahat secara bergantian selama satu jam antara pukul 12.00 –

13.00.

2. Shift dua : dari pukul 15.00 sampai dengan pukul 23.00 WIB, dengan

waktu istirahat secara bergantian selama satu jam antara pukul 19.00 –

20.00.

Berikut ini terdapat tabel 8 merupakan data jumlah karyawan PT.

Subafood Pangan Jaya.

Page 91: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

72

Tabel 8. Jumlah Karyawan PT. Subafood Pangan Jaya

Departemen Total Karyawan

Production 279

Quality Assurance 1

Quality Control 16

Supply Chain 27

Engineering 34

Industrial Engineering 2

Unit Procurement 2

Accounting 7

Finance 3

HR & GAL 16

IT Support 1

Total Karyawan 388 Sumber: PT. Subafood Pangan Jaya, 2018

4.4.2 Kesejahteraan Karyawan

PT. Subafood Pangan Jaya sangat memperhatikan kesejahteraan para

karyawannya dengan memberikan tunjangann dan fasilitas untuk kesejahteraan

karyawannya, karena hal itu mempengaruhi motivasi kerja dari karyawan.

Tunjangan dan fasilitas tersebut diantaranya adalah :

1. Tunjangan Kesehatan

Tunjangan kesehatan diberikan tetap pada setiap bulan bersama gaji yang

besarnya disesuaikan dengan level karyawan.

2. Jaminan Makan

Perusahaan menyediakan fasilitas makan di kantin pabrik secara Cuma-Cuma

kepada seluruh karyawan dengan cara menukarkan kupon makan yang telah

diberikan.

Page 92: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

73

3. Pakaian Kerja

PT. Subafood Pangan Jaya memberikan pakaian kerja kepada seluruh

karyawan produksi yang terdiri dari satu stel baju dan celana, sepatu, masker,

sarung tangan, dan penutup kepala. Seragam tersebut hanya diperbolehkan

digunakan pada saat di area pabrik dan tidak diperkenankan dibawa pulang.

4. Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja)

PT. Subafood Pangan Jaya mengikut sertakan karyawannya dalam program

jaminan sosial tenaga kerja atau jamsostek tanpa kecuali. Program ini

meliputi jaminan kematian, kecelakaan kerja, dan jaminan hari tua.

5. Tunjangan Hari Raya

Tunjangan hari raya diberikan kepada karyawan pada saat menjelang Hari

Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Natal bagi yang beragama Nasrani.

6. Rekreasi Karyawan

Rekreasi karyawan diadakan setiap setahun sekali dengan tujuan untuk

refreshing agar meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja.

7. Cuti

PT. Subafood Pangan Jaya memberikan cuti tahunan kepada karyawannya

selama 12 hari kerja dengan upah penuh, cuti khusus diberikan kepada

karyawan wanita, yaitu cuti hamil 3 bulan dan cuti menikah 3 hari, serta cuti

lainnya yang diatur dalam peraturan perusahaan.

8. Pembinaan dan Pengembangan Karyawan

Perusahaan mengadakan pendidikan, pelatihan dan pengembangan karyawan

di lingkup perusahaan dengan mengadakan training bagi seluruh karyawan.

Page 93: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

74

Selain itu, terdapat beberapa karyawan yang diikutsertakan training diluar

perusahaan. Seperti training mutu produk, SJH, ISO, HACPP, dan lain-lain.

4.5 Aktivitas Produksi Bihun Jagung

4.5.1 Mesin dan Alat Produksi Bihun Jagung

1. Pallet

Pallet merupakan alat yang digunakan untuk penanganan bahan yang

berfungsi sebagai alat untuk menyimpan bahan baku serta digunakan

untuk memindahkan bahan baku dalam satu satuan muatan tertentu dan

biasanya terdiri dari dua permukaan rata. Selain digunakan sebagai tempat

menyimpan bahan baku, pallet juga digunakan sebagai alas untuk produk

jadi yang akan dipindahkan kegudang finish good yang kemudian

mempermudah pengangkutan produk jadi menuju truck untuk

didistribusikan. Pallet yang digunakan PT. Subafood Pangan Jaya

umumnya terbuat dari bahan kayu yang kuat sehingga tidak mudah rusak.

2. Hand pallet

Hand pallet merupakan alat tanpa mesin yang terbuat dari plat besi,

memiliki dua garpu yang berfungsi sebagai bantalan beban. Digunakan

untuk mengangkut muatan atau bahan-bahan untuk didorong oleh pekerja.

3. Forklift

Forklift adalah sebuat alat angkut untuk kepentingan transpotasi pada

pabrik yang dapat membawa beban dengan kapasitas maksimal tertentu

dalam sekali pengangkutan. Alat ini berbentuk seperti mobil kecil,

memiliki roda sebanyak empat buah yang dapat berbelok kesegala arah

Page 94: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

75

dengan pengatur gerak pada kedua roda belakang. Forklift dapat

memindahkan barang secara horizontal maupun vertikal melalui garpu

(fork) yang dapat naik dan turun (lift) serta maju dan mundur. Forklift di

perusahaan ini digunakan untuk membawa bahan baku dan digunakan

untuk memindahkan produk bihun menuju mobil truck untuk di distribusi.

4. Krat

Krat adalah suatu alat penanganan bahan yang umum digunakan oleh

banyak industri untuk menampung, membawa, serta membedakan suatu

bahan. Di perusahaan ini krat yang digunakan terbuat dari plastik tanpa

tutup. Penampakan jenis krat yang digunakan di PT. Subafood Pangan

Jaya dapat dilihat pada Gambar 10. Krat digunakan untuk menaruh bihun-

bihun yang tidak sesuai dengan standar yang berlaku (riject) yang

kemudian akan diolah kembali apabila masih layak untuk diolah kembali.

5. Screw Conveyor

Screw conveyor merupakan mesin yang berfungsi memindahkan pati

jagung dari gudang harian di lantai dasar menuju mixer di lantai atas.

6. Mixer

Mixer adalah mesin yang berfungsi untuk mencampurkan pati jagung

dengan air dan bumbu agar didapat campuran yang homogen dan elastis.

7. Feeder

Feeder adalah mesin yang berfungsi untuk penampungan adonan bihun

dari mixer sebelum masuk ke mesin vermicelly extruder.

Page 95: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

76

8. Vermicelly Extruder

Vermicelly extruder adalah mesin yang berfungsi untuk membentuk

adonan menjadi bentuk untaian bihun yang baik (stabil dalam bentuk,

ketebalan dan gramasinya).

9. Steaming box

Steaming box adalah mesin yang digunakan untuk mengukus untaian

bihun sampai dengan kematangan yang diinginkan (tidak lengket tapi

tidak terlalu kering).

10. Cutting

Cutting merupakan mesin yang berfungsi untuk melakukan proses

pemotongan terhadap produk keluaran steaming box sesuai dengan ukuran

panjang dan lebar yang diinginkan, dengan tekanan dan kecepatan yang

ditetapkan berdasarkan MOS.

11. Drying

Drying adalah mesin yang berfungsi untuk mengeringkan produk sehingga

tercapai penyusutan dan kekeringan produk yang standar.

12. Cooling

Cooling adalah mesin yang berfungsi untuk mendinginkan bihun setelah

bihun ke luar dari mesin drying hingga diperoleh bihun yang mencapai

suhu ruang.

13. Mesin pengemas (packing)

Mesin pengemas digunakan untuk mengemas bihun dengan etiket.

Page 96: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

77

4.5.2 Bahan baku bihun jagung

1. Bahan baku utama

Bahan baku yang digunakan dalam produksi bihun jagung dapat dibagi

menjadi bahan utama dan bahan penunjang. Bahan utama adalah corn starch

(pati jagung). Bahan penunjang ini merupakan bahan yang menunjang proses

produksi bihun jagung. Bahan baku utama dalam proses produksi bihun

jagung adalah corn starch (pati jagung) dengan merk Tereos Corn Starch dan

Miwon Corn Starch. Corn Starch yang digunakan berasal dari PT. Tereos

FKS Indonesia dan PT. Miwon Indonesia, yaitu perusahaan penghasil pati

jagung.

2. Bahan penunjang

Bahan penunjang yang digunakan dalam proses pembuatan bihun jagung

yaitu air mineral dan bumbu.

4.5.3 Proses Produksi Bihun Jagung

Berikut diagram alir proses pengolahan bihun jagung di PT. Subafood

Pangan Jaya yang dapat dilihat pada gambar 8. Proses produksi yang berlangsung

di perusahaan ini pada dasarnya adalah mengubah bahan baku pati jagung

sebanyak 375 kg menjadi bihun jagung. Untuk mendapatkan bihun jagung instan

ataupun olahan diperlukan tahap proses yang sedikit berbeda. Akan tetapi secara

garis besar adalah sama. Tahap proses produksi bihun jagung secara umum di PT.

Subafood Pangan Jaya adalah sebagai berikut :

Page 97: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

78

1. Penuangan Bahan

Penuangan bahan dalam screw conveyor. Semua bahan dari pati jagung

dituang ke dalam screw conveyor. Fungsi dari mesin screw conveyor yaitu untuk

mengayak bahan pati jagung sehingga bebas dari cemaran fisik (kerikil, kutu,

benang, dll) kemudian menaikan bahan dari pati jagung tersebut ke dalam mixer.

2. Pencampuran dan Pengadukan (Mixing)

Pada tahapan ini bahan baku berupa pati jagung dan air dilakukan proses

pencampuran, ada 2 macam proses mixing yang dilakukan yaitu :

a) Wet Mixing, pada proses ini pati jagung akan dilakukan mixing tersendiri

dengan tujuan untuk memastikan kondisi bahan tidak menggumpal. Proses

mixing kering dilakukan kurang lebih selama 2 menit.

b) Dry Mixing, dalam tahapan ini air mulai ditambahkan ke dalam adukan

tepung sehingga kadar air adonan yang terbentuk antara 33 – 36 % dan

dilakukan selama 10-13 menit. Penggunaan air pada proses ini adalah 35-40

liter dalam satu kali pengadukan.

3. Tahap Steaming mixer

Bahan-bahan yang telah tercampur dengan air kemudian diteruskan ke feeder

yang berfungsi sebagai alat perantara antara mixer dengan steaming. Setelah tiba

di stasiun steaming, adonan digelatinisasi dengan suhu 75-85 oC dengan uap panas

dan tekanan uap yang berkisar antara 0.3-0.6 kg/cm3. Titik gelatinisasi yang

diinginkan bagi adonan adalah 80%.

Page 98: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

79

4. Tahap Extrusion

Tahap ekstrusi merupakan tahapan kritis dalam proses pembuatan bihun

jagung, karena selain dilakukan pemadatan adonan di tahap inilah adonan

mengalami pembentukan untaian. Ada 2 proses pada tahap ekstrusi ini, yaitu :

a) Strap extruder, fungsi dari proses di mesin ini adalah untuk membentuk

produk padatan dari hasil mesin steaming yang masih berbentuk butiran.

Kemudian akan di pindahkan ke proses berikutnya melalui conveyor menuju

mesin vermicelly extruder.

b) Vermicelly ekstruder, adalah proses pembentukan untaian-untaian bihun dari

padatan yang sudah dibentuk di mesin sebelumya. Hasil dari proses inilah

yang banyak mempengaruhi bentuk, berat dan kestabilan kualitas produk.

5. Tahap Steamingbox

Untaian bihun yang sudah mulai terbentuk akan dilakukan pengukusan ulang

dengan mesin steam box. Selain untuk mematangkan bihun, steam box juga

berfungsi untuk menurunkan kadar air bihun. Terdapat tiga pintu tekanan masuk

steam: pintu 1 dengan tekanan 0,08-0,10 kg/cm3

; pintu 2 dengan tekanan 0,10-

0,12 kg/cm3

; dan pintu 3 dengan tekanan 4-6 kg/cm3

. Selain 3 pintu tekanan

masuk juga terdapat 2 pintu tekanan keluar : pintu 1 dengan tekanan 0,10-0,12

kg/cm3

; pintu 2 dengan tekanan 0,12-0,14 kg/cm3

. Dengan pengaturan tekanan

masuk dan keluar yang tepat dapat menghasilkan bihun dengan kadar air sesuai

standar dan memiliki kualitas yang baik. Penggunaan tekanan steam box di bawah

standar dapat menyebabkan rapuhnya produk akhir.

Page 99: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

80

6. Pemotongan (Cutting)

Setelah keluar dari steam box, bihun kemudian masuk pada mesin cutting-

slitting. Tahap pertama dalam proses adalah slitting dimana bihun dibagi menjadi

beberapa jalur dengan lebar yang telah disesuaikan. Selanjutnya bihun dipotong

menggunakan mesin cutting yang memotong berdasarkan standar yang telah

ditetapkan. Standar panjang bihun hasil potongan adalah 16-16,6 cm dengan lebar

10,5 cm.

7. Pengeringan (Drying)

Bihun yang telah dipotong kemudian diteruskan ke stasiun drying. Proses ini

berfungsi untuk menurunkan kadar air bihun dengan keluaran bihun dengan berat

25% lebih rendah daripada bihun sebelum memasuki dryer. Proses pengeringan

ini dilakukan pada suatu tunel yang di dalamnya tersusun basket conveyor. Ketika

bihun masuk ke dalam stasiun drying, uap masuk ke elemen pemanas dan ditiup

dengan blower sehingga uap panas menyebar ke seluruh tunel pengering. Suhu

tunel pengering adalah 40-70oC dengan kelembaban 70-85%. Di dalam tunel

pengering terdapat exhaust yang berfungsi untuk menjaga kelembaban. Suhu

pintu masuk dryer adalah 60-90oC dan suhu pintu keluarnya berkisar 55-80

oC.

Kadar air akhir yang diinginkan untuk bihun setelah melalui proses drying adalah

10,5 %.

8. Pendinginan (Cooling)

Bihun yang telah dikeringkan kemudian didinginkan pada stasiun cooling.

Proses pendinginan ini dilakukan dengan kipas angin berukuran besar.

Page 100: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

81

Pendinginan ini juga bertujuan agar pada saat dikemas tidak terdapat uap air yang

terperangkap pada kemasan.

9. Pengemasan (Packaging)

Adalah proses pembungkusan bihun dengan menggunakan etiket sesuai

standar yang ditetapkan. Tujuan pengemasan bihun dari kemungkinan rusak

sehingga bihun tidak mengalami penurunan kualitas sampai ditangan konsumen.

Pengemas yang baik akan menghindarkan produk dari debu dan kotoran,

kontaminasi serangga, kemasukan uap air, kelembaban, oksigen serta sinar

matahari secara langsung.

Sebelum dilakukannya pengemasan dilakukan penyortiran bihun, apabila

bihun tidak sesuai dengan standar produk maka bihun dipisahkan, setelah itu

bihun ditimbang agar sesuai dengan berat yang telah ditentukan oleh PT.

Subafood Pangan Jaya. Pengemasan ini melalui 2 tahap yaitu pengemasan primer

dengan etiket plastik dan pengemas sekunder dengan karton. Bihun yang keluar

dari mesin pendingin langsung didistributorkan ke alat pengemas melalui

conveyor pembagi. Kemudian masuk ke dalam mesin kemasan. Mesin pengemas

ini bekerja dengan mengemas bagian bawah kemasan, dilipat dan direkatkan

dengan cara pemanasan long sealer. Penutupan sekaligus pemotongan dengan

menggunakan end sealer.

Identifikasi yang dilakukan pada tahap pengemasan yaitu dilakukan dengan

cara memberikan label pada kemasan produk berupa kode produksi. Kode

produksi berisi informasi mengenai line mesin, shift produksi, tanggal dan bulan,

serta tertera juga label tanggal kadaluarsa produk berupa tanggal, bulan dan tahun.

Page 101: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

82

Keberhasilan pengemas yang memenuhi standar tergantung pada pengaturan

suhu untuk long sealer dan end sealer, serta kecepatan mesin pengemas. Selain itu

yang mempengaruhi proses pengemasan adalah bahan pengemasnya.

10. Pengepakkan (Packaging)

Pengepakkan merupakan tahap kedua dalam pengemasan atau pengemasan

sekunder yaitu setelah bihun terbungkus kemasan primer, produk bihun

selanjutnya dikemas dengan menggunakan kemasan karton. Isi setiap karton

sesuai dengan varian yang ada di PT. Subafood Pangan Jaya. Kemudia karton

diletakkan dengan lakban serta diberi kode produksi, tanggal produksi, tanggal

kadaluarsa dan kemudian dimasukkan ke dalam gudang yang disebut finish good.

Page 102: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

83

Gambar 11. Alur Proses Produksi Bihun Jagung

Penuangan Corn Starch

1 batch = 100 kg

Pencampuran dan pengadukan

T = 10-13 menit

penampungan

Pengukusan 1

T = 88-92 oC t = 2-3 menit

Pemadatan bahan (strape extruder)

Pembentukan untaian bihun

Diameter = 0,6, 0,7, 0,8 mm

Pengukusan 2

Pin = 0,08 – 0,10 kg/cm T = 94-102oC

Pout = 0,10-0,12 kg/cm (L1,L2,L4)

Pout = 0,12-0,14 kg/cm (L3) t = 7-10 menit

air

Uap air

steam

Pemotongan

P x L = 16,5 x 10,5 cm

Sisa

potongan

pengeringan

Pendinginan T < 35 oC t = 10 menit udara

Pengemasan

Berat = sesuai standar produk

Pengepakkan

Produk bihun jagung

Palstik inner

Platik outter/ dust +lakban

bumbu

Page 103: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Risiko Produksi Bihun Jagung

Dalam menganalisis risiko, tahapan pertama yang harus dilakukan adalah

mengidentifikasi kemungkinan yang terjadi. Pada penelitian ini, tahap identifikasi

risiko yang dilakukan berdasarkan SOP (Standard Operating Procedure) pada

setiap tahapan proses produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya Tahun

2016, serta berdasarkan pengamatan langsung yang dilakukan terhadap alur

proses produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya meliputi identifikasi

kejadian risiko dan identifikasi penyebab risiko yang terjadi dari proses mixing,

steaming mixer, ekstrussing, steamingbox, cutting, drying, cooling dan packaging

dengan menggunakan alat analisis diagram tulang ikan seperti yang dapat dilihat

pada Lampiran 4.

Pada bagian pangkal badan tulang ikan dari diagram fish bone terdapat

variabel pada penelitian yaitu proses produksi bihun jagung di PT. Subafood

Pangan Jaya yang terdiri atas proses mixing, steaming mixer, ekstrussing,

steamingbox, cutting, drying, cooling dan packaging. Kemudian pada bagian

masing-masing tulang terdapat beberapa kegiatan yang menjadi bagian dari

masing-masing proses produksi bihun jagung yang dijadikan sub variabel di mana

pada masing-masing kegiatan tersebut terdapat titik kritis yang menjadi penyebab

atau agen risiko produksi bihun jagung, diantaranya sebagai berikut:

Page 104: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

85

1. Pada tahap mixing terdapat dua kegiatan yang menjadi tempat terjadinya titik

kritis penyebab atau agen risiko produksi bihun jagung diantaranya pada

kegiatan penuangan dan pengadukan.

2. Pada tahap steaming mixer terdapat dua kegiatan yang menjadi tempat

terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi bihun jagung

diantaranya pada kegiatan penampungan dan pengukusan.

3. Pada tahap ekstrussing terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat terjadinya

titik kritis penyebab atau agen risiko produksi bihun jagung diantaranya pada

kegiatan pembentukan lempengan dan untaian bihun.

4. Pada tahap steamingbox terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat

terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi bihun jagung

diantaranya pada kegiatan pengukusan.

5. Pada tahap cutting terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat terjadinya titik

kritis penyebab atau agen risiko produksi bihun jagung diantaranya pada

kegiatan pemotongan.

6. Pada tahap drying terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat terjadinya titik

kritis penyebab atau agen risiko produksi bihun jagung diantaranya pada

kegiatan pengeringan.

7. Pada tahap cooling terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat terjadinya

titik kritis penyebab atau agen risiko produksi bihun jagung diantaranya pada

kegiatan pendinginan.

Page 105: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

86

8. Pada tahap packaging terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat terjadinya

titik kritis penyebab atau agen risiko produksi bihun jagung diantaranya pada

kegiatan penyortiran.

Kemudian pada bagian kepala tulang ikan terdapat akibat yang ditimbulkan

yaitu kejadian risiko produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya. Satu

agen risiko dapat memunculkan satu atau lebih kejadian risiko dan sebaliknya,

satu kejadian risiko dapat disebabkan oleh satu atau lebih agen risiko.

Berdasarkan hasil identifikasi titik kritis dari proses mixing sampai dengan

packaging, dipetakan dalam diagram tulang ikan untuk menentukan jenis-jenis

risiko yang timbul serta penyebabnya. Diagram tulang ikan produksi bihun jagung

dapat dilihat pada Gambar 12, yang menunjukkan titik-titik mana saja yang dapat

menimbulkan risiko dari setiap aktivitas yang dilakukan.

Gambar 12. Diagram Tulang Ikan Produksi Bihun Jagung

Page 106: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

87

5.1.1 Identifikasi Kejadian Risiko

Identifikasi kejadian risiko yang mungkin timbul pada setiap aktivitas

proses produksi, dilakukan penulis dengan teknik observasi dan wawancara

mendalam dengan menggunakan kuesioner pendahuluan. Kuesioner berisi

identifikasi risiko yang mungkin terjadi berdasarkan hasil pengamatan atau

observasi diawal pada titik kritis yang telah ditentukan sebelumnya.

Berdasarkan hasil pengamatan pada proses produksi bihun jagung, jawaban

kuesioner dan diskusi dengan para responden pada setiap tahapan proses produksi

tersebut, diketahui bahwa, terdapat 17 kejadian risiko dari semua tahap proses

produksi. Satu kejadian risiko dapat memunculkan satu atau lebih penyebab risiko

dan sebaliknya, satu penyebab risiko dapat disebabkan oleh satu atau lebih

kejadian risiko. Tabel 9, menjelaskan kejadian risiko yang timbul dari setiap tahap

proses produksi.

Page 107: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

88

Tabel 9. Daftar Kejadian Risiko (Risk Event)

Proses Area Kode Kejadian Risiko (Risk

Event)

Mixing

Penuangan E1 Terdapat serpihan plastik dari karung dan adanya sisa pati jagung

Pengadukan E2 Adonan tidak homogen

Steaming

mixer

Penampungan E3 Terdapat waste adonan (adonan terjatuh),

terkontaminasi debu dan kotoran

Pengukusan E4 Adonan lembek

Ekstrussing

(strap

extruder dan

vermicelly

extruder)

Pembentukan

lempengan dan

untaian bihun

E5 Bentuk lempengan, gelombang dan untaian

tidak standar

Steaming box Pengukusan E6 Kualitas kurang (Bihun rapuh/lembek/mentah)

Cutting

Pemotongan

E7 Bentuk/ukuran bihun tidak standar

E8 Terdapat sisa pinggiran bihun (waste bihun)

E9 Bihun menempel pada as cutting

E10 Terdapat kotoran pada bihun

Drying Pengeringan

E11 Adanya bahaya mikrobiologi

E12 Bihun terkontaminasi pelumas

E13 Kepingan bihun terjatuh dari basket

Cooling Pendinginan E14 Kepingan bihun terjatuh ke lantai dan terkontaminasi debu

Packaging

Penyortiran

E15 Produk patah

E16 Produk jatuh ke lantai

E17 Adanya bahaya mikrobiologi

Page 108: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

89

1. Terdapat serpihan plastik dari karung dan sisa pati jagung

Terdapat serpihan plastik dari karung dan sisa pati jagung pada tahap

penuangan sebelum proses mixing disebabkan karena penuangan secara tidak

sempurna oleh operator yang kurang hati-hati pada saat penuangan pati

jagung ke dalam mixer.

2. Adonan tidak homogen

Adonan tidak homogen pada tahap pengadukan disebabkan karena operator

tidak mengecek volume air yang ditambahkan dan waktu pengadukan yang

tidak sesuai SOP. Waktu pengadukan yang standar adalah 6-10 menit dan air

yang ditambahkan ke dalam mixer sebanyak 31% .

3. Terdapat waste adonan (adonan terjatuh) dan kontaminasi debu

Adanya adonan yang terjatuh atau waste terjadi pada saat proses steaming,

yang disebabkan karena terdapat celah antara mesin mesin mixer dengan

steam sehingga menyebabkan adonan terjatuh ke lantai dan posisi feeder

berada di bawah mesin mixer sehingga memungkinkan debu dari atas masuk

ke dalam steam.

4. Adonan lembek

Adonan lembek yang terdapat pada tahap pengukusan di mesin steam terjadi

karena kadar air pada adonan berlebih dan operator tidak melakukan

pengawasan pada hasil pengadukan (mixing), selain itu adonan yang tidak

standar atau lembek hasil pengukusan ini terjadi akibat tekanan dan

temperatur yang digunakan tidak stabil. Suhu standar yang digunakan pada

mesin steam ini adalah berkisar 78-88oC.

Page 109: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

90

5. Bentuk lempengan, gelombang dan untaian tidak standar

Pada proses ekstrussing atau pembentukan untaian bihun ini terdapat bentuk

lempengan, gelombang dan untaian bihun yang tidak standar yang

diakibatkan karena adonan yang terlalu lembek dan operator tidak melakukan

pengawasan pada hasil keluaran mesin mixer, risiko ini terjadi juga karena

screen die pada mesin vermicelly tidak bersih atau kotor.

6. Kualitas kurang (bihun rapuh/lengket/mentah)

Kualitas bihun yang rapuh atau tidak standar ini dapat terjadi karena operator

tidak mengecek atau melakukan pengawasan terhadap tekanan uap dan

temperatur yang digunakan, sehingga tekanan uap kurang dari 3,5 Bar dan

temperatur kurang dari 95oC yang terjadi pada tahapan proses steaming box.

7. Bentuk/ukuran bihun tidak standar

Bentuk atau ukuran bihun yang tidak standar terjadi karena cutter slitter tidak

disetting sesuai ukuran yang akan digunakan dan operator tidak melakukan

pengawasan terhadap hasil cutting.

8. Terdapat sisa pinggiran bihun

Adanya sisa pinggiran bihun atau waste bihun ini dapat disebabkan karena

ukuran screen yang melebihi ukuran slitter , sehingga menyisakan pinggiran

bihun yang nantinya dapat dirework kembali ke proses mixing.

9. Bihun menempel pada as cutting

Menempelnya bihun pada as cutting disebabkan karena kadar air bihun yang

tinggi sehingga menyebabkan tekstur bihun yang lembek dan menempel pada

Page 110: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

91

as cutting, selain itu juga terjadi karena operator tidak memberikan pelumas

berupa minyak goreng pada mesin cutting.

10. Terdapat kotoran pada bihun

Adanya kotoran yang menempel pada bihun hasil pemotongan disebabkan

karena pisau cutter tidak bersih karena debu, atau sisa bihun yang menempel

pada pisau cutter.

11. Adanya bahaya mikrobiologi

Adanya bahaya mikrobiologi Eschericia coli dan kapang pada proses

pengeringan dapat terjadi karena kepingan bihun yang tidak mencapai

kekeringan standar dan terkontaminasi dengan tangan pekerja yang

menyebabkan timbulnya bahaya mikrobiologi pada bihun yang dihasilkan.

12. Bihun terkontaminasi dengan pelumas

Bihun terkontaminasi dengan pelumas terjadi karena operator memberikan

pelumas pada rantai dryer berlebih sehingga pelumas menetes dan mengenai

bihun.

13. Kepingan bihun terjatuh dari basket

Kepingan bihun yang terjatuh dari basket pada saat proses pengeringan dapat

terjadi karena bentuk basket dryer yang tidak standar sehingga tidak

seimbang dan menyebabkan bihun terjatuh ke lantai mesin dryer pada saat

proses pengeringan berlangsung.

14. Kepingan bihun terjatuh ke lantai

Adanya kepingan bihun yang terjatuh ke lantai ini terjadi pada proses

pendinginan dan disebabkan karena adanya celah atau rongga antara mesin

Page 111: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

92

dryer dengan mesin cooler pada saat bihun akan memasuki proses

pendinginan.

15. Produk patah

Adanya produk patah seperti bihun patah pada proses penyortiran sebelum

masuk tahap pengemasan ini disebabkan karena kepingan bihun hasil

keluaran mesin cooler terbentur terlalu keras sehingga menyebabkan

kepingan bihun patah dan berbentuk tidak sempurna.

16. Produk terjatuh ke lantai

Selain adanya produk patah, risiko yang terjadi pada tahap penyortiran proses

pengemasan adalah produk terjatuh ke lantai sehingga terkontaminasi dengan

debu dan kotoran sekitar area packaging yang disebabkan karena operator

yang lalai dan kurang berhati-hati pada saat melakukan penyortiran.

17. Adanya bahaya mikrobiologi

Adanya risiko yaitu bahaya mikrobiologi berupa E.coli ,Bacillus Cereus,

Staphylococcus Aureus dan kapang pada proses pengemasan dapat terjadi

karena terkontaminasi dengan lingkugan sekitar, alat dan tangan pekerja.

5.1.2 Identifikasi Penyebab Risiko

5.1.2.1 Tahap Mixing

Identifikasi penyebab risiko atau agen risiko pada tahap mxing,

dimaksudkan untuk mengetahui jenis-jenis penyebab dari kejadian risiko yang

sudah diidentifikasi, sehingga dapat dilakukan pencegahan mulai dari penyebab

risikonya. Jenis-jenis penyebab risiko tersebut ditunjukan pada Tabel 10.

Page 112: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

93

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan

narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses mixing teridentifikasi 4

penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya adalah:

Tabel 10. Identifikasi Penyebab Risiko Proses Mixing Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Mixing

Penuangan

A1 Operator tidak mengecek/membersihkan karung corn

starch

A2 Penuangan secara tidak benar dan sempurna pada saat

proses penuangan pati jagung ke dalam mixer

Pengadukan A3 Operator tidak mengecek volume air yang ditambahkan

A4 Waktu mixing tidak sesuai SOP (kurang dari 6-10 menit)

Penyebab risiko tersebut, secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

1. Operator tidak mengecek atau membersihkan karung corn starch

Hal tersebut terjadi karena pekerja yang lalai dan kurang memperdulikan SOP

dan Work Instruction (Instruksi Kerja) pada tahap mixing. Oleh karena itu

dibutuhkan pelatihan terhadap karyawan yang memang memiliki kekurangan

dalam pengetahuan SOP perusahaan.

2. Penuangan secara tidak benar dan sempurna pada saat proses penuangan pati

jagung ke dalam mixer.

Hal tersebut terjadi karena operator yang lalai dan kurang berhati-hati pada

saat proses penuangan pati dilakukan, hal ini menyebabkan serpihan kayu,

plastik dari karung corn starch terbawa masuk ke dalam proses mixing, selain

itu terdapat sisa corn starch yang tidak tertuang ke dalam mixer.

Page 113: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

94

3. Operator tidak mengecek volume air yang ditambahkan

Hal tersebut terjadi karena kelalaian operator sehingga tidak memperhatikan

volume air yang sedang ditambahkan ke dalam mesin mixer yang

menghasilkan adonan yang lembek karena kelebihan air atau adonan yang

rapuh karena kurangnya air yg ditambahkan (adonan tidak homogen). Oleh

karena itu pembagian tugas yang optimal (terutama pada waktu istirahat) dan

operator melakukan backup perlu dilakukan dan menurunkan standar

penggunaan air dengan membuat SOP baru di area mixer.

4. Waktu mixing tidak sesuai SOP (kurang dari 6-10 menit)

Hal ini disebakan karena minimnya kesadaran karyawan akan SOP yang ada,

menyebabkan karyawan tidak memperhatikan standar waktu yang digunakan

pada proses mixing sehingga menghasilkan adonan tidak homogen. Oleh

karena itu perlu diadakan pelatihan terhadap karyawan tentang tata cara

produksi yang benar.

5.1.2.2 Tahap Steaming mixer

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan

narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses steaming mixer teridentifikasi

6 penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya adalah:

Page 114: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

95

Tabel 11. Identifikasi Penyebab Risiko Proses Steaming mixer Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Steaming mixer

Penampungan

A5 Terdapat celah pada mesin

A6 Terbawa oleh air kondesat dan dari pipa

A7 Posisi feeder di bawah mesin mixer

Pengukusan A8 Kadar air pada adonan berlebih

A9 Operator tidak mengecek hasil pengadukan (mixing)

A10 Tekanan dan temperatur tidak stabil (78-88

oC)

A11 Waktu pengukusan kurang (tidak standar)

Penyebab risiko tersebut, secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

1. Terdapat celah pada mesin

Hal tersebut terjadi karena bentuk mesin yang tidak standar sehingga

menyebabkan adonan yang akan turun dari mesin mixer dan masuk ke dalam

mesin steaming terjatuh. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan total

mesin agar sistem kerja mesin lebih optimal.

2. Terbawa oleh air kondesat dan dari pipa

Hal tersebut terjadi karena pada pipa terdapat kotoran kerak yang dapat di

bawa melalui uap air sehingga masuk ke dalam proses steaming. Oleh karena

itu perlu dilakukan maintenance preventif dengan mengecek valve untuk

fungsi steam.

3. Posisi feeder di bawah mesin mixer

Hal tersebut terjadi karena posisi mesin feeder yang tidak sesuai, sehingga

menyebabkan hamburan debu dari atas mesin mixer ikut terjatuh ke dalam

mesin steam yang berada di bawahnya dan menyebabkan adonan

Page 115: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

96

terkontaminasi debu. Oleh karena itu perlu dilakukan pemberian penutup

pada plafon mesin steam.

4. Kadar air pada adonan berlebih

Kadar air pada adonan berlebih menyebabkan adonan hasil kukusan menjadi

semakin lembek dan tidak standar, hal tersebut terjadi karena hasil mixing

yang tidak standar yang diakibatkan karena air yang ditambahkan berlebih.

Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan rutin terhadap volume air yang

ditambahkan pada proses mixing.

5. Operator tidak mengecek hasil pengadukan (mixing)

Operator tidak mengecek hasil pengadukan (mixing) yang merupakan tahap

awal dari proses produksi dapat menyebabkan adonan yang akan masuk ke

tahap selanjutnya tidak sesuai standar (lembek atau rapuh). Sehingga perlu

dilakukan pengawasan secara rutin pada saat dan setelah proses mixing.

6. Tekanan dan temperatur tidak stabil

Hal tersebut terjadi karena aliran uap yang mengalir melalui pipa line steam

mengalami kebocoran sehingga menyebabkan tekanan dan temperatur pada

mesin tidak stabil. Oleh karena itu perlu dilakukan kontrol terhadap tekanan

dan temperatur setiap 30 menit sekali dan maintenance mesin secara berkala.

7. Waktu pengukusan kurang

Waktu pengukusan kurang atau tidak standar terjadi karena operator yang

lalai sehingga tidak melalukan pengecekan terhadap waktu pengukusan. Hal

ini dapat dicegah dengan melakukan pembagian tugas yang optimal (terutama

pada saat jam istirahat) dan operator melakukan backup.

Page 116: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

97

5.1.2.3 Tahap Ekstrussing

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan

narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses ekstrussing teridentifikasi 8

penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya adalah:

Tabel 12. Identifikasi Penyebab Risiko Proses Ekstrussing Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Ekstrussing

(strap

extruder

dan

vermicelly

extruder)

Pembentukan

lempengan dan

untaian bihun

A12 Adonan terlalu lembek

A13 Operator tidak mengaduk adonan sebelum masuk ke mesin

vermicelly

A14 Suhu pada saat proses steaming mixer tidak standar

A15 Speed conveyor extrude kurang (15 Hz)

A16 Operator tidak mengecek hasil pembentukan bihun

A17 Screen /die kotor

A18 Terdapat serpihan plastik karung yang terbawa dari proses

sebelumnya

A19 Terdapat sisa adonan yang sudah mengeras

Penyebab risiko tersebut, secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

1. Adonan terlalu lembek

Kadar air pada adonan berlebih menyebabkan adonan hasil kukusan menjadi

terlalu lembek dan tidak standar, hal tersebut terjadi karena hasil mixing yang

tidak standar, selain itu waktu pengukusan pertama yang kurang juga

merupakan penyebab adonan menjadi tidak standar. Oleh karena itu perlu

dilakukan pengawasan rutin terhadap volume air yang ditambahkan pada

proses mixing dan pengawasan terhadap waktu pengukusan pertama.

Page 117: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

98

2. Operator tidak mengaduk adonan sebelum masuk ke mesin vermicelly

Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengawasan pada saat proses

ekstrussing atau pembentukan untaian bihun berlangsung, sehingga terdapat

adonan yang tersumbat pada mesin vermicelly dan menghasilkan bentuk

untaian yang tidak standar. Oleh karena itu perlu dilakukan refresh work

instruction (memperbaharui instruksi kerja) dan kontrol operator terhadap

hasil keluaran vermicelly.

3. Suhu pada saat proses steaming mixer tidak standar

Suhu pada saat proses steaming mixer yang tidak standar juga menjadi

penyebab bentuk lempengan dan untaian bihun tidak standar, hal tersebut

terjadi karena bocornya pipa dan kurangnya pengawasan terhadap suhu dan

tekanan pada saat proses pengkusan pertama sehingga menyebabkan adonan

yang terbentuk tidak matang secara merata. Oleh karena itu perlu dilakukan

pengawasan secara berkala terhadap suhu dan tekanan pada proses steaming.

4. Speed conveyor extrude kurang (15 Hz)

Hal tersebut terjadi karena operator yang lalai dan tidak mengatur kecepatan

kerja dari conveyor extrude, sehingga kecepatannya tidak mencapai standar

yaitu di bawah 15 Hz yang menyebabkan bentuk lempengan dan untaian

bihun tidak standar. Oleh karena itu perlu dilakukan refresh work intruction

yaitu dengan melakukan persiapan dan pengaturan pada mesin sebelum

dilakukan proses produksi.

Page 118: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

99

5. Operator tidak mengecek hasil pembentukan bihun

Operator yang tidak mengecek hasil pembentukan bihun secara berkala

terjadi karena kelalaian serta pembagian tugas yang kurang optimal antar

operator (pada saat jam istirahat) sehingga tidak ada yang mengecek hasil

untaian bihun yang dihasilkan mesin vermicelly. Oleh karena itu perlu

dilakukan kontrol terhadap hasil keluaran mesin vermicelly oleh operator

serta pemberian pelatihan terhadap karyawan mengenai cara produksi yang

baik dan benar dan refresh work intruction.

6. Screen/die kotor

Screen/die yang berada pada mesin vermicelly merupakan alat untuk

membentuk adonan menjadi untaian bihun. Screen/die yang kotor terjadi

karena kegiatan sanitasi pada mesin yang hanya dilakukan seminggu sekali

dan kelalaian operator pada saat melakukan sanitasi pada mesin. Oleh karena

itu perlu dilakukan sanitasi mesin secara berkala (setiap awal shift).

7. Terdapat serpihan plastik karung yang terbawa dari proses sebelumnya

Hal tersebut terjadi karena kelalaian operator saat penuangan bahan baku

pada proses mixing sehingga menyebabkan tersumbatnya screen/die oleh

serpihan plastik dan menghasilkan bentuk lempengan dan untaian bihun tidak

sempurna. Oleh karena itu, perlu dilakukan sanitasi secara rutin dan refresh

work intruction serta pemberian saringan pada mesin.

8. Terdapat sisa adonan yang sudah mengeras

Hal tersebut terjadi karena mesin mengalami down time yang mengakibatkan

kegiatan produksi terhenti sementara dan menyebabkan adonan megering,

Page 119: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

100

selain itu, kegiatan sanitasi yang dilakukan tidak secara rutin juga

menyebabkan adanya sisa adonan pada screen/die yang menempel dan

menyumbat lubang screen/die pada mesin vermicelly. Sehingga perlu

dilakakukan sanitasi secara rutin (setiap awal shift).

5.1.2.4 Tahap Steamingbox

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan

narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses steamingbox teridentifikasi 4

penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya adalah:

Tabel 13. Identifikasi Penyebab Risiko Proses Steamingbox Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Steaming box

Penguku

san

A20 Tekanan uap kurang dari 3,5 Bar dan temperatur kurang dari

95oC (tidak mencapai target)

A21 Operator tidak mengecek tekanan uap dan temperatur

A22 Waktu pemasakan kedua tidak standar

A23 Kadar air pada adonan tidak standar

Penyebab risiko tersebut, secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

1. Tekanan uap kurang dari 3,5 Bar dan temperatur kurang dari 95oC (tidak

mencapai target)

Hal ini terjadi karena tekanan dan temperatur tidak stabil akibat dari pipa

yang bocor dan kurang terampilnya operator boiler pada saat proses

pengoperasian mesin. Sehingga perlu dilakukan kontrol terhadap tekanan dan

temperatur mesin setiap 30 menit sekali, perbaikan total dan pengadaan spare

part cadangan, kemudian dilakukan juga pelatihan khusus pada operator

boiler.

Page 120: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

101

2. Operator tidak mengecek tekanan uap dan temperatur

Operator tidak mengecek tekanan uap dan temperatur terjadi karena kelalaian

operator dan kurang maksimalnya pembagian tugas antar operator. Sehingga

perlu dilakukan pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam

istirahat) dan operator melakukan backup.

3. Waktu pemasakan kedua tidak standar

Hal tersebut terjadi karena operator yang tidak mengatur dan mengawasi

waktu steaming sehingga adonan tidak matang secara standar. Oleh karena

itu, perlu dilakukan refresh work instruction (memperbaharui instruksi kerja)

untuk mengatur waktu pengukusan pada mesin steaming box.

4. Kadar air pada adonan tidak standar

Kadar air pada adonan tidak standar terjadi karena penggunaan air pada

proses awal (mixing) berlebih atau kurang, sehingga perlu dilakukan

pengawasan terhadap penggunaan air pada area mixing.

5.1.2.5 Tahap Cutting

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan

narasumber yaitu supervisor produksi PT. Subafood Pangan Jaya, pada proses

cutting teridentifikasi 8 penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya

adalah:

Page 121: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

102

Tabel 14. Identifikasi Penyebab Risiko Proses Cutting Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Cutting

Pemotongan

A24 Operator tidak mengecek hasil keluaran cutting

A25 Cutter slitter tidak di setting sesuai ukuran

A26 Ukuran screen melebihi panjang slitter

A27 Ukuran screen tidak di setting

ukuran

A28 Plat pembersih bantalan tidak press

A29 Kadar air adonan tinggi/lembek

A30 Operator tidak memberi pelumas pada mesin cutting

A31 Pisau as cutting tidak bersih

Penyebab risiko tersebut, secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

1. Operator tidak mengecek hasil keluaran cutting

Operator yang tidak mengecek hasil keluaran cutting dapat menyebabkan

bentuk dan ukuran bihun yang terpotong tidak standar. Hal tersebut terjadi

karena kurangnya pengawasan terhadap operator di area cutting, sehingga

karyawan dapat melakukan kelalaian. Oleh karena itu perlunya pengawasan

terhadap operator cutting agar selalu mengecek hasil keluaran cutting secara

rutin.

2. Cutter slitter tidak disetting sesuai ukuran

Hal tersebut terjadi karena operator yang lalai atau lupa mengganti dan

mengontrol ulang mesin cutting sebelum digunakan. Hal tersebut

menyebabkan hasil pemotongan tidak standar dan menghasilkan waste ex-

cutting. Oleh karena itu perlu dilakukan pengecekkan mesin terlebih dahulu

sebelum digunakan dan pemberian pelatihan pada karyawan produksi.

Page 122: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

103

3. Ukuran screen melibihi panjang slitter

Ukuran screen yang digunakan melebihi panjang slitter menjadi penyebab

ukuran dan bentuk dimensi bihun menjadi tidak standar. Hal ini terjadi karena

belum adanya maintenance preventif berkala pada mesin cutting, sehingga

masih menghasilkan produk ex-cutting.

4. Ukuran screen tidak disetting

Hal tersebut terjadi karena lalainya operator sebelum mengoperasikan mesin

cutting yang menyebabkan adanya sisa pinggiran bihun (waste). Oleh karena

itu, perlu dilakukan pengecekkan dan pengontrolan oleh operator sebelum

melakukan pengoperasian mesin dengan pemberian pelatihan tentang tata

cara SOP dan WI secara baik dan benar.

5. Plat pembersih bantalan tidak press

Plat pembersih bantalan tidak press atau tidak menekan bihun secara

sempurna merupakan penyebab bihun menggulung pada as cutting dan

menghasilkan waste ex-cutting. Oleh karena itu perlu dilakukan maintenance

peventif secara berkala.

6. Kadar air adonan tinggi

Kadar air adonan yang tinggi dapat menyebabkan untaian bihun menempel

pada as cutting pada saat proses pemotongan. Hal tersebut terjadi karena

adonan lembek, oleh karena itu perlu dilakukan pengontrolan volume air yang

ditambahkan pada area mixing.

Page 123: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

104

7. Operator tidak memberi pelumas pada mesin cutting

Operator tidak memberi pelumas pada mesin cutting menyebabkan bihun

menempel pada pisau as cutting. Hal tersebut terjadi karena kurangnya

pengawasan pada operator di area cutting, sehingga masih terjadi kelalaian

yang dilakukan oleh operator. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan

dan pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan

operator melakukan backup.

8. Pisau as cutting tidak bersih

Hal tersebut terjadi karena sanitasi pada mesin hanya dilakukan satu minggu

sekali, yang menyebabkan adanya kontaminasi bihun dengan kotoran seperti

debu atau sisa adonan bihun yang telah mengeras. Oleh karena itu, perlu

diadakan sanitasi secara berkala setiap awal shift.

1.1.2.6 Tahap Drying

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan

narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses drying teridentifikasi 7

penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya adalah:

Tabel 15. Identifikasi Penyebab Risiko Proses Drying Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Drying

Pengeringan

A32 Kepingan bihun tidak mencapai kekeringan standar

A33 Terkontaminasi tangan pekerja pada proses cutting

A34 Operator tidak mengecek tekanan dan temperatur dryer

A35 Waktu drying kurang (tidak standar)

A36 Pelumasan mesin pada rantai dyer berlebih

A37 Operator tidak menekan bihun pada basket

A38 Bentuk basket pada mesin drying tidak standar

Page 124: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

105

Penyebab risiko tersebut, secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

1. Kepingan bihun tidak mencapai kekeringan standar

Kepingan bihun yang tidak mencapai kekeringan standar terjadi karena kadar

air pada bihun berlebih serta suhu dan temperatur yang tidak standar. Hal

tersebut dapat menyebabkan timbulnya bahaya mikroba pada bihun. Oleh

karena itu perlu dilakukan mengatur ulang suhu mesin dryer oleh operator

sesuai SOP dan pengecekan kadar air bihun setelah pengeringan serta re-

drying bihun dengan kadar air yang tidak memenuhi standar.

2. Terkontaminasi tangan pekerja pada saat proses cutting

Hal tersebut terjadi karena suhu ruangan yang sangat panas menyebabkan

tubuh pekerja khususnya tangan berkeringat sehingga terjadi kontaminasi

bihun pada proses cutting dan mengakibatkan timbulnya bahaya mikroba.

Aksi preventif yang perlu dilakukan adalah dengan hygine karyawan berupa

cuci tangan dengan alkhohol setiap 3 jam sekali.

3. Operator tidak mengecek tekanan dan temperatur dryer

Operator tidak mengecek tekanan dan temperatur dyer terjadi karena lalainya

operator mesin dryer sehingga suhu dryer tidak standar yang menyebabkan

kekeringan bihun tidak mencapai standar (basah). Oleh karena itu, perlu

dilakukan refresh work intruction terhadap operator khususnya area drying.

4. Waktu drying kurang (tidak standar)

Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengawasan pada proses drying,

sehingga menyebabkan kepingan bihun tidak mencapai kekeringan standar.

Page 125: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

106

Aksi preventif yang perlu dilakukan adalah dengan merefresh SOP pada

ketegori waktu drying.

5. Pelumasan mesin pada rantai dryer berlebih

Terkontaminasinya bihun dengan pelumas (oli) terjadi karena pelumasan

mesin pada rantai dryer yang berlebih (tidak sesuai SOP). Hal tersebut terjadi

karena kelalaian operator pada saat pemberian pelumas, sehingga pelumas

menetes dan mengenai kepingan bihun sehingga menjadi reject HP B. Oleh

karena itu, perlu dilakukan pengontrolan pada pemberian pelumas mesin dan

memberikan pengaman pada rantai mesin.

6. Operator tidak menekan bihun pada basket

Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan operator tentang tata cara

produksi yang baik dan benar (operator lalai), sehingga bihun sering terjatuh

dari basket dryer pada saat pengeringan yang dikarenakan penempatan bihun

yang tidak sempurna. Aksi preventif yang dilakukan adalah memberikan

pelatihan tentang tata cara produksi yang baik dan benar.

7. Bentuk basket pada mesin drying tidak standar

Bentuk basket pada mesin drying yang tidak standar mengakibatkan kepingan

bihun terjatuh pada saat proses pengeringan. Hal tersebut terjadi karena

belum dilakukannya perbaikan total atau perancangan bentuk basket bihun

pada mesin drying yang sesuai. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan

mesin pada indikator basket dryer.

Page 126: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

107

1.1.2.7 Tahap Cooling

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan

supervisor produksi sebagai narasumber, pada proses cooling teridentifikasi 4

penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya adalah:

Tabel 16. Identifikasi Penyebab Risiko Proses Cooling Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Cooling

Pendingi

nan

A39 Terdapat rongga/ celah pada mesin cooling

A40 Tidak terdapat wadah pada sisi pinggir mesin cooling

A41 Conveyor mesin cooling miring

A42 Net dan blower tidak bersih

Penyebab risiko tersebut, secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

1. Terdapat rongga/celah pada mesin cooling

Adanya rongga atau celah pada mesin cooling merupakan penyebab risiko

terjadinya kepingan bihun terjatuh ke lantai dan menjadi waste. Hal tersebut

terjadi karena bentuk conveyor yang tidak standar pada cooler. Oleh karena

itu, perlu dilakukan preventif maintenance secara berkala dan perbaikan total

terhadap mesin.

2. Tidak terdapat wadah pada sisi pinggir mesin cooling

Tidak adanya wadah pada celah antara mesin cooling dengan dryer terjadi

karena kurangnya pengawasan pada area cooling, sehingga banyaknya bihun

yang terjatuh ke lantai dan menjadi waste. Kegiatan preventif yang perlu

dilakukan adalah dengan memberikan wadah pada sisi pinggir dan celah

antara mesin cooler dan dryer.

Page 127: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

108

3. Conveyor mesin cooling miring

Hal tersebut terjadi karena bentuk yang terlalu miring dan adanya getaran

pada conveyor yang menyebabkan bihun terjatuh ke lantai dan menjadi waste.

Aksi preventif yang dapat dilakukan adalah dengan perbaikan total dan

pengadaan sparepart cadangan, sehingga mesin menjadi lebih baik.

4. Net dan blower tidak bersih

Adanya kontaminasi kepingan bihun dengan debu atau kotoran pada proses

cooling terjadi karena net dan blower tidak bersih. Hal tersebut terjadi karena,

kurangnya pengawasan pada area cooling. Oleh karena itu, perlu dilakukan

sanitasi mesin pada perangkat proses cooling.

1.1.2.8 Tahap Packaging

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan

supervisor produksi sebagai narasumber, pada proses packaging teridentifikasi 6

penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya adalah:

Tabel 17. Identifikasi Penyebab Risiko Proses Packaging Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Packaging

Penyortiran

A43 Bihun terbentur terlalu keras

A44 Speed mesin packing over

A45 Operator lalai dalam mensortir bihun

A46 Speed operator dalam mensortir bihun kurang

A47 Terkontaminasi dari lingkungan, alat dan tangan pekerja

A48 Terdapat logam, oli atau benda asing pada bihun

Penyebab risiko tersebut, secara rinci dijelaskan sebagai berikut :

Page 128: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

109

1. Bihun terbentur terlalu keras

Bihun terbentur terlalu keras terjadi karena terdapat jarak antara conveyor

mesin cooling menuju mesin packing sehingga bihun yang terjatuh dari atas

conveyor patah. Oleh karena itu perlu dilakukan preventif maintenance secara

berkala dengan memberikan jalur khusus pada area penyortiran sebelum

masuk mesin packaging.

2. Speed mesin packing over

Hal tersebut terjadi karena operator tidak mengontrol kecepatan kerja mesin

packing sehingga bihun overlaod dan terjatuh ke lantai. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pengecekkan dan pengaturan mesin terlebih dahulu sebelum

melakukan proses produksi.

3. Operator lalai dalam mensortir bihun

Operator yang lalai dalam mensortir bihun terjadi karena kurang terampilnya

operator pada saat penyortiran sehingga bihun terjatuh ke lantai. Oleh karena

itu, perlu dilakukan pelatihan terhadap karyawan tentang tata cara SOP yang

baik dan benar.

4. Speed operator dalam mensortir bihun kurang

Hal tersebut terjadi karena kurang terampilnya operator pada saat penyortiran

sehingga bihun overload dan terjatuh ke lantai. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pelatihan khusus pada operator packging mengenai tata cara SOP

yang baik dan benar.

Page 129: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

110

5. Terkontaminasi dengan lingkungan, alat dan tangan pekerja

Adanya bahaya mikrobiologi terjadi karena bihun terkontaminasi dengan

lingkungan area packing, alat dan tangan pekerja. Hal tersebut terjadi karena

lalainya operator dan tidak sterilnya tempat, tangan dan alat yang digunakan

pada proses packing. Oleh karena itu perlu dilakukan pelaksanaan sanitasi

ruangan dan penerapan personal hygine (pencucian tangan dengan hand

sanitizer setiap 3 jam) serta inspeksi produk akhir oleh QC.

6. Terdapat logam, oli atau benda asing pada bihun

Hal tersebut terjadi karena pelumas pada bearing unit menetes pada bihun

sehingga bihun terkontaminasi dan kelalaian operator pada saat penyortiran

bihun. Oleh karena itu perlu dilakukan inspeksi produk akhir dan hygine

personel dengan alkhohol setiap 3 jam sekali.

5.2 Pengukuran Risiko

Tahap yang dilakukan sebelum pemetaan risiko adalah penilaian tingkat

risiko untuk mengetahui tingkat dampak risiko (severity), tingkat probabilitas

risiko (occurence) dan korelasi antara penyebab risiko dan kejadian risiko

(correlation) kemudian mengakumulasikannya dengan perhitungan Agregate Risk

Potential (ARP).

5.2.1 Penilaian Dampak Risiko (Severity)

Pada tahap ini dilakukan penilaian dampak (severity) dari suatu kejadian

risiko terhadap proses bisnis perusahaan. Nilai severity ini menyatakan seberapa

besar gangguan yang ditimbulkan oleh suatu kejadian risiko terhadap proses

Page 130: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

111

bisnis perusahaan. Skala yang digunakan untuk menilai tingkat dampak suatu

risiko dengan menggunakan skala likert 1-5 dengan kriteria (1) tingkat kerugian

tidak berarti, (2) tingkat kerugian kecil, (3) tingkat kerugian sedang, (4) tingkat

kerugian besar dan berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan, (5) tingkat

kerugian besar dan bisa menyebabkan kehilangan asset. Tabel 18 menampilkan

rata-rata nilai saverity.

Page 131: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

112

Tabel 18. Penilaian Tingkat Dampak Kejadian Risiko (Severity) Proses Area Kode Kejadian Risiko (RiskEvent) Si

Mixing

Penuangan E1 Terdapat serpihan plastik,dari karung, sisa pati jagung

4

Pengadukan E2 Adonan tidak homogen 2,8

Steaming mixer

Pampungan E3 Terdapat waste adonan (adonan terjatuh)

dan kontaminasi debu

3,3

Pengukusan E4 Adonan lembek 4,1

Ekstrussing

(strap extruder

dan vermicelly

extruder)

Pembentukan

lempengan dan

untaian bihun

E5 Bentuk lempengan, gelombang dan

untaian tidak standar dan terkontaminasi

dengan pelumas

3,5

Steaming box Pengukusan E6 Kualitas kurang (Bihun

rapuh/lengket/mentah)

2,2

Cutting

Pemotongan

E7 Bentuk/ukuran bihun tidak standar 3,8

E8 Terdapat sisa pinggiran bihun (waste bihun)

3,0

E9 Bihun menempel dan menggulung pada as

cutting

3,2

E10 Terdapat kotoran pada bihun 2,8

Drying Pengeringan

E11 Adanya bahaya mikrobiologi 3,2

E12 Bihun terkontaminasi pelumas 2,5

E13 Kepingan bihun terjatuh dari basket 3,5

Cooling Pendinginan E14 Kepingan bihun terjatuh ke lantai dan

terkontaminasi debu

3,3

Packaging

Penyortiran

E15 Produk patah 2,6

E16 Produk jatuh ke lantai 3,1

E17 Adanya bahaya mikrobiologi 2,7

Keterangan:

Si : Tingkat Dampak

Page 132: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

113

5.2.2 Penilaian Probabilitas Risiko (Occurence)

Tahap ini adalah penilaian tingkat probabilitas atau peluang munculnya

penyebab risiko yang telah teridentifikasi. Nilai occurence menyatakan seberapa

sering agen penyebab risiko tersebut muncul dan menyebabkan suatu risiko

terjadi. Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kemunculan penyebab risiko

menggunakan Skala Likert 1-5 dengan kriteria (1) tingkat kemunculan sangat

jarang terjadi, (2) tingkat kemunculan jarang terjadi, (3) tingkat kemunculan

sering terjadi, (4) tingkat kemunculan sangat sering terjadi, (5) tingkat

kemunculan selalu terjadi.

Tingkat probabilitas (occurence) kemunculan penyebab risiko pada proses

produksi bihun jagung, sesuai dengan tahapan mixing, steaming mixer,

ekstrussing, steamingbox, cutting, drying, cooling dan packaging sebagai berikut:

5.2.2.1 Tahap mixing

Pada tahap mixing, A2 yaitu Penuangan secara tidak benar dan sempurna

pada saat proses penuangan pati jagung ke dalam mixer memiliki nilai tingkat

probabilitas penyebab risiko yang yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan

penyebab risiko yang lainnya yaitu dengan nilai 3,6. Sedangkan, tingkat

probabilitas penyebab risiko yang paling rendah adalah A1 dan A3 yaitu operator

tidak mengecek/membersihkan karung corn starch dan operator tidak mengecek

volume air yang ditambahkan dengan nilai 2,1. Nilai rata-rata tingkat kemunculan

penyebab risiko (occurence) pada tahap mixing, seperti pada Tabel 19.

Page 133: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

114

Tabel 19. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko (Occurence) pada

Tahap Mixing Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

Mixing

Penuangan

A1 Operator tidak mengecek/membersihkan karung

corn starch

2,1

A2 Penuangan secara tidak benar dan sempurna pada

saat proses penuangan pati jagung ke dalam mixer

3,6

Pengadukan A3 Operator tidak mengecek volume air yang

ditambahkan

2,1

A4 Waktu mixing tidak sesuai SOP (kurang dari 6-10

menit)

3,2

Keterangan:

Oj : Tingkat Probabilitas

1.2.2.2 Tahap Steaming mixer

Pada tahap steaming, A8 yaitu operator tidak mengecek hasil pengadukan

pada proses mixing memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang cukup

tinggi bila dibandingkan dengan penyebab risiko yang lainnya yaitu dengan nilai

3,1. Sedangkan nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang paling rendah

adalah A6 yaitu posisi feeder di bawah mixer dengan nilai 2,7. Secara rinci

penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada tahap steaming, seperti pada

Tabel 20.

Page 134: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

115

Tabel 20. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko (Occurence) pada

Tahap Steaming mixer Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

Steaming mixer

Penampungan

A5 Terdapat celah pada mesin

3,0

A6 Terbawa oleh air kondesat dan dari pipa 2,8

A7 Posisi feeder di bawah mesin mixer

2,7

Pengukusan A8 Kadar air pada adonan berlebih 2,8

A9 Operator tidak mengecek hasil pengadukan (mixing)

3,1

A10 Tekanan dan temperatur tidak stabil (78-88oC)

2,9

A11 Waktu pengukusan kurang (tidak standar)

2,9

Keterangan:

Oj : Tingkat Probabilitas

1.2.2.3 Tahap Ekstrussing

Pada tahap ekstrussing, A12 yaitu adonan terlalu lembek memiliki nilai

tingkat probabilitas penyebab risiko cukup tinggi bila dibandingkan dengan

penyebab risiko yang lain yaitu dengan nilai 3,4. Sedangkan tingkat probabilitas

penyebab risiko yang paling rendah adalah A15 yaitu speed conveyor kurang dari

15 Hz dengan nilai 2,1. Lebih rinci penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko

pada tahap esktrussing, seperti pada Tabel 21.

Page 135: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

116

Tabel 21. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada Tahap

Ekstrussing Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

Ekstrussing

(strap

extruder

dan

vermicelly

extruder)

Pembentukan

lempengan dan

untaian bihun

A12 Adonan terlalu lembek 3,4

A13 Operator tidak mengaduk adonan sebelum masuk

ke mesin vermicelly

2,8

A14 Suhu pada saat proses steaming mixer tidak

standar

2,3

A15 Speed conveyor extrude kurang (15 Hz)

2,1

A16 Operator tidak mengecek hasil pembentukan bihun

2,2

A17 Screen /die kotor

3,1

A18 Terdapat serpihan plastik karung yang terbawa

dari proses sebelumnya

2,4

A19 Terdapat sisa adonan yang sudah mengeras

2,8

Keterangan:

Oj : Tingkat Probabilitas

1.2.2.4 Tahap Steaming Box

Pada tahap steaming box, A19 yaitu tekanan uap kurang dari 3,5 Bar dan

temperatur kurang dari 95oC memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko

cukup tinggi bila dibandingkan dengan penyebab risiko yang lain yaitu dengan

nilai 3,0. Sedangkan tingkat probabilitas penyebab risiko yang paling rendah

adalah A21 yaitu waktu pemasakan kedua tidak standar dengan nilai 2,4. Lebih

rinci penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada tahap steamingbox,

seperti pada Tabel 22.

Page 136: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

117

Tabel 22. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada Tahap

Steamingbox Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

Steaming box

Kualitas

bihun

A20 Tekanan uap kurang dari 3,5 Bar dan temperatur

kurang dari 95oC

3,0

A21 Operator tidak mengecek tekanan uap dan

temperatur

2,6

A22 Waktu pemasakan kedua tidak standar

2,4

A23 Kadar air pada adonan tidak standar 2,8

Keterangan:

Oj : Tingkat Probabilitas

1.2.2.5 Tahap Cutting

Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata occurence pada tahap cutting, A29

yaitu kadar air adonan tinggi/ lembek memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab

risiko yang tinggi dengan nilai 3,2. Sedangkan A27 dan A28 yaitu ukuran screen

tidak disetting memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko paling rendah

yaitu 2,1. Lebih rinci penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada tahap

cutting, seperti pada Tabel 23.

Page 137: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

118

Tabel 23. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada Tahap Cutting Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

Cutting

Kriteria produk

A24 Operator tidak mengecek hasil keluaran cutting

2,5

A25 Cutter slitter tidak di setting sesuai ukuran

2,3

A26 Ukuran screen melebihi panjang slitter

2,4

Peforma mesin

A27 Ukuran screen tidak di setting 2,1

A28 Plat pembersih bantalan tidak press 2,2

A29 Kadar air adonan tinggi/lembek

3,2

A30 Operator tidak memberi pelumas pada mesin cutting

2,7

A31 Pisau as cutting tidak bersih 2,9

Keterangan:

Oj : Tingkat Probabilitas

1.2.2.6 Tahap Drying

Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata occurence pada tahap drying, A32

yaitu bihun tidak mencapai kekeringan standar memiliki nilai tingkat probabilitas

penyebab risiko yang tinggi dengan nilai 3,7. Sedangkan A36 dan A37 yaitu

pelumasan mesin pada rantai dryer berlebih dan operator tidak menekan bihun

pada basket memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko paling rendah

yaitu 2,2. Lebih rinci penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada tahap

drying, seperti pada Tabel 24.

Page 138: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

119

Tabel 24. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada Tahap Drying Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

Drying

Pengeringan

A32 Kepingan bihun tidak mencapai kekeringan standar

3,7

A33 Terkontaminasi tangan pekerja pada proses cutting

3,5

A34 Operator tidak mengecek tekanan dan temperatur

dryer

3,0

A35 Waktu drying kurang (tidak standar)

3,0

Kondisi

mesin

A36 Pelumasan mesin pada rantai dyer berlebih

2,2

A37 Operator tidak menekan bihun pada basket

2,2

A38 Bentuk basket pada mesin drying tidak standar 3,0

Keterangan:

Oj : Tingkat Probabilitas

1.2.2.7 Tahap Cooling

Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata occurence pada tahap cooling, A42

yaitu net dan blower tidak bersih memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab

risiko yang tinggi dengan nilai 3,0. Sedangkan A41 yaitu conveyor mesin cooling

miring memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko paling rendah yaitu 2,2.

Lebih rinci penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada tahap cooling,

seperti pada Tabel 25.

Page 139: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

120

Tabel 25. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada Tahap Cooling Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

Cooling

Kondisi

mesin

A39 Terdapat rongga/ celah pada mesin cooling

2,8

A40 Tidak terdapat wadah pada sisi pinggir mesin

cooling

2,4

A41 Conveyor mesin cooling miring 2,2

A42 Net dan blower tidak bersih 3,0

Keterangan:

Oj : Tingkat Probabilitas

1.2.2.8 Tahap Packaging

Pada tahap packaging, A46 yaitu terkontaminasi dari lingkungan, alat dan

tangan pekerja memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko cukup tinggi

bila dibandingkan dengan penyebab risiko yang lain yaitu dengan nilai 2,9.

Sedangkan tingkat probabilitas penyebab risiko yang paling rendah adalah A45

yaitu speed operator dalam mensortir bihun kurang dengan nilai 2,3. Lebih rinci

penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada tahap packaging, seperti pada

tabel 26.

Tabel 26. Penilaian Tingkat Kemunculan Penyebab Risiko pada Tahap Packaging Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

Packaging

Penyortiran

A43 Bihun terbentur terlalu keras

2,4

A44 Speed mesin packing over

2,6

A45 Operator lalai dalam mensortir bihun

2,5

A46 Speed operator dalam mensortir bihun kurang

2,3

A47 Terkontaminasi dari lingkungan, alat dan tangan

pekerja

2,9

A48 Terdapat logam, oli atau benda asing pada bihun 2,8

Keterangan:

Oj : Tingkat Probabilitas

Page 140: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

121

5.2.3 Penilaian Tingkat Korelasi Antara Penyebab Risiko dengan Kejadian

Risiko

Hasil perhitungan tingkat dampak risiko dan tingkat probabilitas risiko

kemudian dimasukkan ke dalam Tabel HOR fase 1 untuk mengetahui nilai ARP

(Agregate Risk Potential). Selanjutnya nilai ARP diberi peringkat mulai dari yang

terbesar hingga terkecil, untuk mengetahui penyebab risiko mana yang terlebih

dahulu harus ditangani. Tabel HOR fase 1 dibuat pada masing-masing tahap

proses produksi bihun jagung mulai tahap mixing, steaming, ekstrussing, re-

steaming, cutting, drying, cooling, dan packaging. Hal tersebut dilakukan karena

pada masing-masing tahapan proses produksi yang memiliki kemungkinan risiko

dan penyebabnya.

Pada tahap ini, dilakukan penilaian hubungan antara kejadian risiko

dengan penyebab risiko. Bila suatu penyebab risiko menyebabkan timbulnya

suatu risiko, maka dapat dikatakan terdapat korelasi. Nilai korelasi ini juga

memiliki bobot, yaitu semakin besar skala yang diperoleh, maka semakin besar

adanya korelasi antara penyebab risiko dengan kejadian risiko. Adapun skala yang

digunakan adalah 9 (bila korelasi tinggi), 3 (bila korelasi sedang), 1 (bila korelasi

rendah), dan 0 (bila tidak ada korelasi). Dengan mengetahui tingkat korelasi

antara tingkat dampak risiko dan penyebab risiko, maka diketahui peta risiko.

Risiko yang dijadikan prioritas diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP

pada diagram pareto di mana terdapat 80% agen risiko yang menjadi penyebab

atas kejadiannya risiko. Hasil dari penerapan diagram pareto ini untuk mengetahui

penyebab mana yang akan dijadikan prioritas dalam tahap penanganan risiko.

Page 141: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

122

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

20

40

60

80

100

120

140

A2 A4 A1 A3

ARPJ

% kumulatif

5.3 Pemetaan Risiko Produksi Bihun Jagung

Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurence dan correlation antara

penyebab dan kejadian risiko dapat diketahui hasil perhitungan ARP yang

diurutkan menurut ranking pada tahap mixing, steaming mixer, ekstrussing,

steamingbox, cutting, drying, cooling, dan packaging.

5.3.1 Pemetaan Risiko Tahap Mixing

Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurence, dan correlation,

diketahui hasil hitungan Agregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan

berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Merujuk pada gambar 14, setelah

penginputan pada tabel HOR fase 1, maka diketahui dua penyebab risiko dengan

nilai ARP tertinggi pada tahap mixing. Kedua penyebab risiko ini diambil

berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto 80% kejadian risiko

pada tahap mixing disebabkan oleh dua penyebab risiko, seperti pada Gambar 13.

Gambar 13. Pemetaan Risiko Tahap Mixing

Gambar 13, menunjukkan bahwa pada tahap mixing, terdapat dua

penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu penuangan

Page 142: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

123

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

20

40

60

80

100

120

140

A9 A8 A5 A6 A10 A11 A7

ARPJ

% kumulatif

secara tidak benar dan sempurna pada saat proses penuangan pati jagung ke

dalam mixer (A2) dengan nilai 129,6 ; (A4) Waktu mixing tidak sesuai dengan

SOP (6-10 menit) dengan nilai 80,64.

5.3.2 Pemetaan Risiko Tahap Steaming Mixer

Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,

diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan

berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan

hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah

penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat empat penyebab risiko

dengan nilai ARP tertinggi pada proses steaming mixer. Keempat penyebab risiko

ini diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana

80% kejadian risiko pada tahap steaming mixer disebabkan oleh empat penyebab

risiko, seperti pada Gambar 14.

Gambar 14. Pemetaan Risiko Tahap Steaming mixer

Gambar 14, menunjukkan bahwa pada tahap steaming mixer, terdapat

empat penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu (A9)

Page 143: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

124

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

A17 A14 A12 A19 A16 A15 A13 A18

ARPJ Kumulatif

Operator tidak mengecek hasil pengadukan (mixing) dengan nilai 114,39; (A8)

Kadar air pada adonan berlebih dengan nilai 103,32; (A5) Terdapat celah pada

mesi dengan nilai 89,1; dan (A6) Terbawa oleh air kondesat dan dari pipa dengan

nilai 83,16.

5.3.3 Pemetaan Risiko Tahap Ekstrussing

Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,

diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan

berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan

hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah

penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat empat penyebab risiko

dengan nilai ARP tertinggi pada proses ekstrussing. Keempat penyebab risiko ini

diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%

kejadian risiko pada tahap ekstrussing disebabkan oleh empat penyebab risiko,

seperti pada Gambar 15.

Gambar 15. Pemetaan Risiko Tahap Ekstrussing

Page 144: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

125

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

10

20

30

40

50

60

70

A20 A23 A21 A22

ARPJ

% kumulatif

Gambar 15, menunjukkan bahwa pada tahap ekstrussing, terdapat empat

penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu (A17) Screen /die

kotor dengan nilai 97,65; (A14) suhu pada saat proses steaming mixer tidak

standar dengan nilai 72,45; (A12) adonan terlalu lembek dengan nilai 35,7; (A19)

terdapat sisa adonan yang sudah mengeras dengan nilai 29,4.

5.3.4 Pemetaan Risiko Tahap Steamingbox

Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,

diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan

berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan

hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah

penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat tiga penyebab risiko

dengan nilai ARP tertinggi pada proses steamingbox. Ketiga penyebab risiko ini

diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%

kejadian risiko pada tahap steamingbox disebabkan oleh tiga penyebab risiko,

seperti pada Gambar 16.

Gambar 16. Pemetaan Risiko Tahap Steamingbox

Page 145: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

126

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

50

100

150

200

250

A24 A25 A31 A29 A28 A30 A26 A27

ARPJ

% kumulatif

Gambar 16, menunjukkan bahwa pada tahap steamingbox, terdapat tiga

penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu (A20) Tekanan

uap kurang dari 3,5 Bar dan temperatur kurang dari 95oC dengan nilai 59,4; (A23)

kadar air pada adonan tidak standar dengan nilai 55,44; (A21) operator tidak

mengecek tekanan uap dan temperatur dengan nilai 51,48.

5.3.5 Pemetaan Risiko Tahap Cutting

Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,

diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan

berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan

hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah

penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat lima penyebab risiko

dengan nilai ARP tertinggi pada proses cutting. Kelima penyebab risiko ini

diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%

kejadian risiko pada tahap cutting disebabkan oleh lima penyebab risiko, seperti

pada Gambar 17.

Gambar 17. Pemetaan Risiko Tahap Cutting

Page 146: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

127

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

20

40

60

80

100

120

A32 A33 A37 A38 A35 A36 A34

ARPJ

% kumulatif

Gambar 17, menunjukkan bahwa pada tahap cutting, terdapat lima

penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu (A24) operator

tidak mengecek hasil keluaran cutting dengan nilai 231; (A25) cutter slitter tidak

disetting sesuai ukuran dengan nilai 140,76; (A31) Pisau as cutting tidak bersih

dengan nilai 133,98; (A29) kadar air adonan tinggi atau lembek dengan nilai

128,64; dan (A28) plat pembersih bantalan tidak press dengan nilai 128,52.

5.3.6 Pemetaan Risiko Tahap Drying

Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,

diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan

berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan

hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah

penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat empat penyebab risiko

dengan nilai ARP tertinggi pada proses drying. Keempat penyebab risiko ini

diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%

kejadian risiko pada tahap drying disebabkan oleh empat penyebab risiko, seperti

pada Gambar 18.

Gambar 18. Pemetaan Risiko Tahap Drying

Page 147: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

128

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

20

40

60

80

100

A42 A39 A41 A40

ARPJ

% kumulatif

Gambar 18, menunjukkan bahwa pada tahap drying, terdapat empat

penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu (A32) kepingan

bihun tidak mencapai kekeringan standar dengan nilai 106,56; (A33)

terkontaminasi pekerja pada saat proses cutting dengan nilai 100,8; (A37)

operator tidak menekan bihun pada basket dengan nilai 94,5; (A38) bentuk basket

pada mesin drying tidak standar dengan nilai 94,5.

5.3.7 Pemetaan Risiko Tahap Coolilng

Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,

diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan

berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan

hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah

penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat dua penyebab risiko

dengan nilai ARP tertinggi pada proses cooling. Kedua penyebab risiko ini

diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%

kejadian risiko pada tahap cooling disebabkan oleh dua penyebab risiko, seperti

pada Gambar 19.

Gambar 19. Pemetaan Risiko Tahap Cooling

Page 148: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

129

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

A45 A46 A43 A47 A48 A44

ARPJ

% kumulatif

Gambar 19, menunjukkan bahwa pada tahap cooling, terdapat dua

penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu (A42) net dan

blower tidak bersih dengan nilai 89,1; (A39) terdapat rongga atau celah pada

mesin cooling dengan nilai 80,19.

5.3.8 Pemetaan Risiko Tahap Packaging

Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,

diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan

berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan

hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah

penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat empat penyebab risiko

dengan nilai ARP tertinggi pada proses packaging. Keempat penyebab risiko ini

diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%

kejadian risiko pada tahap packaging disebabkan oleh empat penyebab risiko,

seperti pada Gambar 20.

Gambar 20. Pemetaan Risiko Pada Tahap Packaging

Page 149: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

130

Gambar 20, menunjukkan bahwa pada tahap packaging, terdapat empat

penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu (A45) Operator

lalai dalam mensortir bihun, dengan nilai 148,5; (A46) speed operator dalam

mensortir bihun kurang dengan nilai 88,32; (A43) bihun terbentur terlalu keras

dengan nilai 78,48; (A47) terkontaminasi dari lingkungan, alat dan tangan pekerja

dengan nilai 70,47.

5.4 Penentuan Strategi Penanganan Risiko

Berdasarkan hasil pemetaan, telah ditentukan prioritas dari penyebab

risiko. Dari penyebab risiko tersebut, akan ditentukan strategi preventif yaitu

berupa tindakan penanganan risiko untuk mengeliminasi dan atau menurunkan

munculnya penyebab risiko tersebut. Berikut tindakan pencegahan yang diusulkan

oleh beberapa responden dalam penelitian ini :

1. Pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator

melakukan backup

2. Mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi

3. Perbaikan total dan pengadaan spare part cadangan pada mesin produksi

4. Mengontrol tekanan dan temperatur terhadap mesin setiap 30 menit sekali

5. Memperbaharui WI (Work Intruction)

6. Kontrol operator terhadap keluaran mixing, vermicelly,cutting, drying

7. Perbaikan mesin dyer pada indikator basket dryer

8. Sanitasi mesin secara berkala

9. Hygine karyawan berupa cuci tangan alkohol setiap 3 jam sekali

10. Preventif maintenance berkala

Page 150: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

131

5.4.1 Penilaian Tingkat Kesulitan Strategi Penanganan Risiko

Setelah diketahui tindakan penanganan risiko yang diusulkan, tahap

selanjutnya adalah menghitung tingkat kesulitan (Dk) dari setiap penanganan

risiko yang telah ditetapkan. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk melihat

seberapa berpengaruh penanganan risiko tersebut terhadap penyebab risiko yang

muncul dan seberapa sulit tindakan penanganan risiko tersebut dapat

dilaksanakan. Penilaian ini dilakukan oleh narasumber yang dianggap kompeten

dan berkontribusi terhadap jalannya manajemen proses produksi pada setiap

tahapan proses.

Tabel 27. Penilaian Tingkat Kesulitan (Dk) Aksi Preventif (Tindakan

Penanganan Risiko) Kode Preventive Action Dk

PA1 Pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan

operator melakukan backup

3,7

PA2 Mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi 3,6

PA3 Perbaikan total dan pengadaan spare part cadangan 4,1

PA4 Mengontrol tekanan dan temperatur terhadap mesin setiap 30 menit sekali 4

PA5 Memperbaharui WI (Work Intruction) 3,5

PA6 Kontrol operator terhadap hasil keluaran mixing, vermicelly, cutting,drying 3,6

PA7 Perbaikan mesin dyer pada indikator basket dryer 4

PA8 Sanitasi mesin secara berkala 3,7

PA9 Hygine karyawan berupa cuci tangan alkohol dengan baik dan benar 3

PA10 Preventif maintenance berkala 3,6

Keterangan :

Dk : Tingkat kesulitan strategi penanganan risiko

Hasil analisis menunjukan tingkat kesulitan strategi preventif berupa

tindakan penanganan risiko tertinggi di PT. Subafood Pangan Jaya yaitu,

Perbaikan total dan pengadaan spare part cadangan (P3), dengan nilai 4,1 artinya

bahwa nilai tersebut menunjukan tingkat kesulitan tindakan penanganan risiko

dapat untuk dijalankan. Berbeda dengan Hygine karyawan berupa cuci tangan

alkohol dengan baik dan benar (P10) memiliki nilai yang paling rendah yaitu 3

Page 151: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

132

artinya bahwa nilai tersebut menunjukan tingkat kesulitan dari tindakan

penanganan risiko mudah untuk dijalankan.

5.4.2 Penilaian Keefektifan Strategi Penanganan Risiko

Setelah diketahui nilai Tek dan Dk yang telah ditentukan, maka dilakukan

perhitungan Rasio Effectiveness to Difficulty (ETDk) dari strategi penanganan

risiko. Perhitungan ini bertujuan untuk membantu dalam menentukan ranking

prioritas dari semua program/tindakan yang telah diusulkan. Untuk lebih jelas

dapat dilihat pada Gambar 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28.

5.4.3 Penilaian Tingkat Korelasi Strategi Penanganan Risiko dengan

Penyebab Risiko

Perhitungan dimulai dari korelasi antara strategi penanganan risiko dengan

penyebab risiko hingga nilai ETDk dimasukan ke tabel HOR fase 2. HOR fase 2

juga dibuat masing-masing proses, yaitu Mixing, Steaming mixer, Ekstrussing,

Steamingbox, Cutting, Drying, Cooling, dan Packaging. Dengan HOR fase 2 juga

diketahui peringkat strategi yang diterapkan lebih dahulu. Adapun skala yang

digunakan adalah nilai 9 (bila korelasi kuat), nilai 3 (bila korelasi sedang), nilai 1

(bila korelasi rendah), dan nilai 0 (bila tidak ada korelasi). Untuk lebih jelas dapat

dilihat pada Gambar 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28.

5.4.4 Prioritas Strategi Penanganan Risiko

Berdasarkan hasil penilaian Dk, TEk, dan ETDk, dapat diketahui prioritas

strategi penanganan risiko pada setiap tahapan proses produksi bihun jagung,

Page 152: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

133

mulai dari tahap Mixing, Steaming mixer, Ekstrussing, Steamingbox, Cutting,

Drying, Cooling, dan Packaging yang menjadi usulan dalam penelitian ini.

1. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Mixing

Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan

penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR

fase 2 Gambar 21, merupakan HOR fase 2 untuk tahap mixing, pada tahap ini

urutan tindakan penanganan risiko yang diusulkan adalah (1) Pembagian tugas

yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator melakukan backup;

(2) Mengadakan training terhadap karyawan produksi; dan (3) Refresh WI (Work

Intruction).

Strategi penanganan risiko dengan tingkat kesulitan yang besar yaitu

Pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator

melakukan backup sebesar 3,7. Dan yang paling kecil yaitu Refresh WI (Work

Intruction) dengan nilai 3,5.

Page 153: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

134

+

++

Gambar 21. HOR 2 pada Tahap Mixing

Pada bagian atap dari gambar HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan,

sebagai berikut:

a. Hubungan kuat positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,

maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,

seperti strategi pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam

istirahat) dan strategi operator melakukan backup atau strategi

Strategi Penanganan Risiko

Penyebab Risiko

1.

Pem

bag

ian

tugas

yan

g

opti

mal

(t

eruta

ma

pad

a sa

at

jam

is

tira

hat

) dan

oper

ator

mel

akukan

back

up

2.

Men

gad

akan

tra

inin

g d

an

pem

ber

ian m

oti

vas

i te

rhad

ap

kar

yaw

an p

roduksi

3.

Mem

per

bah

arui

WI

(Work

Intr

uct

ion

) AR

Pj

Penuangan secara tidak sempurna pada

saat proses penuangan pati jagung ke

dalam mixer

3 9 9 129,6

Waktu mixing tidak sesuai SOP (kurang

dari 6-10 menit)

1 3 9 80,64

Tek 815,31 2445,93 2612,25

Dk 3,7 3,6 3,5

ETDk 220,3541 679,425 746,3571

Rank 3 2 1

Keterangan :

+ : positif

++ : kuat positif

Page 154: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

135

mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap karyawan

produksi.

b. Hubungan positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka

perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko

yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan

risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan

risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti pembagian tugas yang

optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator melakukan backup

dengan Memperbaharui WI (Work Intruction).

2. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Steaming mixer

Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan

penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR

fase 2 Gambar 22, merupakan HOR fase 2 untuk tahap steaming mixer, pada

tahap ini urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1) Pembagian

tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator melakukan

backup, (2) Mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap karyawan

produksi, (3) Perbaikan total dan pengadaan spare part cadangan, dan (4)

Preventif maintenance secara berkala.

Strategi penanganan risiko dengan tingkat kesulitan yang besar yaitu

Perbaikan total dan pengadaan spare part cadangan sebesar 4,1. Dan yang paling

kecil yaitu mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap karyawan

Page 155: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

136

produksi, Mengadakan training terhadap karyawan produksi dan preventif

maintenance secara berkala dengan nilai 3,6.

Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai

berikut:

a. Hubungan kuat positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,

maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,

seperti pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat)

dan operator melakukan backup atau mengadakan training dan pemberian

motivasi terhadap karyawan produksi.

b. Hubungan positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka

perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko

yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan

risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan

risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti perbaikan total dan

pengadaan spare part cadangan dengan Preventif maintenance secara

berkala.

Page 156: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

137

++ +

Strategi Penanganan Risiko

Penyebab risiko

1.

Pem

bag

ian t

ugas

yan

g

opti

mal

(te

ruta

ma

pad

a

saat

jam

ist

irah

at)

dan

oper

ator

mel

akukan

back

up

2.

Men

gad

akan

tra

inin

g d

an

pem

ber

ain m

oti

vas

i

terh

adap

kar

yaw

an p

roduksi

3.

Per

bai

kan

tota

l dan

pen

gad

aan s

pare

part

cadan

gan

4.

Pre

ven

tif

main

tenance

seca

ra b

erkal

a

AR

Pj

Terdapat celah pada mesin 0 0 9 3 89,1

Terbawa oleh air kondesat

dan dari pipa

0 0 3 9 83,16

Kadar air pada adonan

berlebih

9 9 0 0 103,32

Operator tidak mengecek

hasil pengadukan (mixing)

9 9 0 0 114,39

Tek 2601,45 2173,4

1

1238,5

8

1202,

94

Dk 3,7 3,6 4,1 3,6

ETDk 703,0946 603,72

5

302,09

27

334,1

5

Rank 1 2 4 3

Gambar 22. HOR 2 pada Tahap Steaming mixer

3. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Ekstrussing

Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan

penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR

Keterangan :

+ : positif

++ : kuat positif

Page 157: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

138

fase 2 Gambar 23, merupakan HOR fase 2 untuk tahap ekstrussing, pada tahap ini

urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1) Mengadakan training

dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi, (2) Mengontrol tekanan dan

temperatur terhadap mesin setiap 30 menit sekali, (3) Memperbaharui WI (Work

Intruction), (4) Kontrol operator terhadap hasil keluaran mixing, vermicelly,

cutting,drying, (5) Sanitasi mesin secara berkala.

Strategi penanganan risiko dengan tingkat kesulitan yang besar yaitu

Mengontrol tekanan dan temperatur terhadap mesin setiap 30 menit sekali sebesar

4. Dan yang paling kecil yaitu memperbaharui WI (Work Intruction) dengan nilai

3,5.

Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai

berikut:

a. Hubungan kuat positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,

maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko.

b. Hubungan positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka

perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko

yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan

risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan

risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti mengadakan training

dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi dan mengontrol

Page 158: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

139

terhadap tekanan dan temperatur terhadap mesin setiap 30 menit sekali,

mengontrol tekanan dan temperatur terhadap mesin setiap 30 menit sekali

dan memperbaharui WI (Work Intruction), refresh WI (Work Intruction)

dan kontrol operator terhadap hasil keluaran mixing, vermicelly, cutting,

drying.

+ + +

Strategi Penanganan Risiko

Penyebab Risiko

1.

Men

gad

akan

tra

inin

g d

an

pem

ber

ian m

oti

vas

i

terh

adap

kar

yaw

an

pro

duksi

2.

Men

gontr

ol

terh

adap

tekan

an d

an t

emper

atur

terh

adap

mes

in s

etia

p 3

0

men

it s

ekal

i 3.

Mem

per

bah

arui

WI

(Work

Intr

uct

ion

)

4.

Kontr

ol

oper

ator

terh

adap

has

il k

eluar

an m

ixin

g,

verm

icel

ly,

cutt

ing,d

ryin

g

5.

San

itas

i m

esin

sec

ara

ber

kal

a AR

Pj

Adonan terlalu lembek 3 0 9 9 0 35,7

Suhu pada saat proses

steaming mixer tidak

standar

3 9 3 0 0 72,45

Operator tidak mengecek

hasil pembentukan bihun

9 0 9 9 0 22,1

Screen /die kotor 0 0 0 0 9 97,65

Terdapat sisa adonan yang

sudah mengeras

0 0 0 0 9 29,4

Tk 810 652,05

1024,2

545,4 1219,0

5

Dk 3,6 3,8 3,5 3,4 3,7

ETDk 225 171,59 292,63 160,41 329,47

Rank 3 4 2 5 1

Gambar 23. HOR 2 pada Tahap Ekstrussing

Keterangan :

+ : positif

++ : kuat positif

Page 159: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

140

4. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Steamingbox

Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan

penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR

fase 2 Gambar 24, merupakan HOR fase 2 untuk tahap steamingbox, pada tahap

ini urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1) Pembagian tugas

yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator melakukan backup,

(2) Mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi,

(3) perbaikan total dan pengadaan spare part cadangan, (4) Mengontrol tekanan

dan temperatur terhadap mesin setiap 30 menit sekali, (5) Memperbaharui WI

(Work Intruction).

Strategi penanganan risiko dengan tingkat kesulitan yang besar yaitu

perbaikan total dan pengadaan spare part cadangan sebesar 4,1. Dan yang paling

kecil yaitu memperbaharui WI (Work Intruction) dengan nilai 3,5.

Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai

berikut:

a. Hubungan kuat positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,

maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,

seperti pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat)

dan operator melakukan backup dengan mengadakan training dan

pemberian motivasi terhadap karyawan produksi.

Page 160: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

141

b. Hubungan positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka

perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko

yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan

risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan

risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti mengadakan training

dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi dan mengontrol

terhadap tekanan dan temperatur terhadap mesin setiap 30 menit sekali,

mengontrol terhadap tekanan dan temperatur terhadap mesin setiap 30

menit sekali dan memperbaharui WI (Work Intruction.

Page 161: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

142

++ + +

Strategi Penanganan Risiko

Penyebab Risiko 1.

Pem

bag

ian t

ugas

yan

g

opti

mal

(te

ruta

ma

pad

a sa

at

jam

ist

irah

at)

dan

oper

ator

mel

akukan

back

up

2.

Men

gad

akan

tra

inin

g d

an

pem

ber

ian m

oti

vas

i te

rhad

ap

kar

yaw

an p

roduksi

3.

per

bai

kan

tota

l dan

pen

gad

aan

spare

part

cad

angan

4.

Men

gontr

ol

terh

adap

tek

anan

dan

tem

per

atur

terh

adap

mes

in

seti

ap 3

0 m

enit

sek

ali

5.

Mem

per

bah

arui

WI

(Work

Intr

uct

ion

) AR

Pj

Tekanan uap kurang dari 3,5

Bar dan temperatur kurang

dari 95oC

3 3 9 9 3 59,4

Operator tidak mengecek

tekanan uap dan temperatur

9 3 0 9 9 51,48

Kadar air pada adonan tidak standar

9 9 0 0 0 55,44

Tek 1283,04 831,6

677,

16

1425,6

1069,2

Dk 3,7 3,6 4,1 3,8 3,5

ETDk 346,77 231 165,

16

375,16 305,49

Rank 2 4 5 1 3

Gambar 24. HOR 2 pada Tahap Steaming box

5. Prioritas Tindakan Penanganan Risiko Tahap Cutting

Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan

penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR

fase 2 Gambar 25, merupakan HOR fase 2 untuk tahap cutting, pada tahap ini

urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1) Pembagian tugas

Keterangan :

+ : positif

++ : kuat positif

Page 162: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

143

yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator melakukan backup,

(2) Mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi,

(3) Kontrol operator terhadap hasil keluaran mixing, vermicelly, cutting,drying,

(4) Memperbaharui WI (Work Intruction), (5) Sanitasi mesin secara berkala, dan

(6) Preventif maintenance secara berkala.

Strategi penanganan risiko dengan tingkat kesulitan yang besar yaitu

pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator

melakukan backup sebesar 3,7. Dan yang paling kecil yaitu memperbaharui WI

(Work Intruction) dengan nilai 3,5.

Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai

berikut:

a. Hubungan kuat positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,

maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,

seperti Pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat)

dan operator melakukan backup dengan Mengadakan training dan

pemberian motivasi terhadap karyawan produksi.

b. Hubungan positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka

perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko

yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan

risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan

Page 163: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

144

risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti Mengadakan training

dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi dan kontrol operator

terhadap hasil keluaran mixing, vermicelly, cutting,drying, kontrol

operator terhadap hasil keluaran mixing, vermicelly, cutting,drying dan

memperbaharui WI (Work Intruction), memperbaharui WI (Work

Intruction) dan Preventif maintenance secara berkala.

Page 164: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

145

cv

++ + + +

Strategi Penanganan Risiko

Penyebab Risiko

1.

Pem

bag

ian t

ugas

yan

g

opti

mal

(te

ruta

ma

pad

a

saat

jam

ist

irah

at)

dan

oper

ator

mel

akukan

back

up

2.

Men

gad

akan

tra

inin

g d

an

pem

ber

an m

oti

vas

i

terh

adap

kar

yaw

an

pro

duksi

3.

Kontr

ol

oper

ator

terh

adap

has

il k

eluar

an m

ixin

g,

verm

icel

ly,

cutt

ing,d

ryin

g

4.

Mem

per

bah

arui

WI

(Work

Intr

uct

ion

)

5.

San

itas

i m

esin

sec

ara

ber

kal

a

6.

Pre

ven

tif

mai

nte

nan

ce

seca

ra b

erkal

a

AR

Pj

Operator tidak mengecek

hasil keluaran cutting

3 3 9 3 0 0 231

Cutter slitter tidak di setting

sesuai ukuran

3 3 0 9 0 0 140,

76

Plat pembersih bantalan

tidak press

0 0 0 0 0 9 128,

52

Kadar air adonan

tinggi/lembek

0 0 9 3 0 0 128,

64

Pisau as cutting tidak bersih 0 0 0 0 9 0 133,

98

Tk 2217,42 1643,94 3236,7

6

393

1,74

120

5,82

196

4,52

Dk 3,7 3,6 3,4 3,5 3,7 3,6

ETDk 599,30 456,65 951,99 112

3,35

325,

90

545,

7

Rank 3 5 2 1 6 4

Gambar 25. HOR 2 pada Tahap Cutting

6. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Drying

Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan

penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR

Keterangan :

+ : positif

++ : kuat positif

Page 165: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

146

fase 2 Gambar 26, merupakan HOR fase 2 untuk tahap drying, pada tahap ini

urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1) pembagian tugas

yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator melakukan backup,

(2) mengontrol tekanan dan temperatur terhadap mesin setiap 30 menit sekali, (3)

kontrol operator terhadap hasil keluaran mixing, vermicelly, cutting,drying, (5)

perbaikan mesin dyer pada indikator basket dryer, dan (7) hygine karyawan

berupa cuci tangan alkohol dengan baik dan benar.

Strategi Penanganan risiko dengan tingkat kesulitan yang besar yaitu

pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator

melakukan backup sebesar 3,7. Dan yang paling kecil yaitu memperbaharui WI

(Work Intruction) dengan nilai 3,5.

Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai

berikut:

a. Hubungan kuat positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,

maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko.

b. Hubungan positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka

perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko

yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan

risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan

risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti pembagian tugas yang

Page 166: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

147

optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator melakukan backup

dan mengontrol terhadap tekanan dan temperatur terhadap mesin setiap 30

menit sekali, mengontrol terhadap tekanan dan temperatur terhadap mesin

setiap 30 menit sekali dan kontrol operator terhadap hasil keluaran

mixing, vermicelly, cutting,drying, pembagian tugas yang optimal

(terutama pada saat jam istirahat) dan operator melakukan backup dan

hygine karyawan berupa cuci tangan alkohol dengan baik dan benar.

Page 167: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

148

+

+ +

Strategi Penanganan

Risiko

Penyebab Risiko

1.

Pem

bag

ian t

ugas

yan

g

opti

mal

(te

ruta

ma

pad

a sa

at

jam

ist

irah

at)

dan

oper

ator

mel

akukan

ba

ckup

2.

Men

gontr

ol

terh

adap

tek

anan

dan

tem

per

atur

terh

adap

mes

in s

etia

p 3

0 m

enit

sek

ali

3.

Kontr

ol

oper

ator

terh

adap

has

il k

eluar

an m

ixin

g,

verm

icel

ly,

cutt

ing,d

ryin

g

4.

Per

bai

kan

mes

in d

yer

pad

a

indik

ator

bas

ket

dry

er

5.

Hyg

ine

kar

yaw

an b

erupa

cuci

tan

gan

alk

ohol

den

gan

bai

k d

an b

enar

AR

Pj

Kepingan bihun tidak

mencapai kekeringan

standar

3 9 9 0 0 106,5

6

Terkontaminasi tangan

pekerja pada proses

cutting

0 0 3 0 9 100,8

Operator tidak menekan

bihun pada basket

3 0 0 3 0 94,5

Bentuk basket pada mesin

drying tidak standar

0 0 0 9 0 94,5

Tek 862,38 1218,2

4

1520,6

4

1134 907,2

Dk 3,7 3,8 3,4 3,8 3

ETDk 233,18 320,69 447,24 298,4

2

302,4

Rank 5 2 1 4 3

Gambar 26. HOR 2 pada Tahap Drying

7. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Cooling

Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan

penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR

Keterangan :

+ : positif

++ : kuat positif

Page 168: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

149

fase 2 Gambar 27, merupakan HOR fase 2 untuk tahap cooling, pada tahap ini

urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1) Perbaikan total dan

pengadaan spare part cadangan, (2) Sanitasi mesin secara berkala, dan (3)

Preventif maintenance berkala.

Strategi penanganan risiko dengan tingkat kesulitan yang besar yaitu

Perbaikan total dan pengadaan spare part cadangan dengan nilai sebesar 4,1. Dan

yang paling kecil yaitu Preventif maintenance berkala dengan nilai 3,6.

Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai

berikut:

a. Hubungan kuat positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,

maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,

seperti perbaikan total dan pengadaan spare part cadangan dengan

preventif maintenance berkala.

b. Hubungan positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka

perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko

yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan

risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan

risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti sanitasi mesin secara

berkala dan preventif maintenance berkala.

Page 169: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

150

v

++

+ +

Strategi Penanganan Risiko

Penyebab Risiko 1.

Per

bai

kan

tota

l dan

pen

gad

aan s

pare

part

cadan

gan

2.

San

itas

i m

esin

sec

ara

ber

kal

a

3.

Pre

ven

tif

main

tenance

ber

kal

a

AR

Pj

Terdapat rongga/ celah pada

mesin cooling

3 0 3 80,19

Net dan blower tidak bersih 0 9 0 89,1

Tek 899,91 801,9 507,87

Dk 4,1 3,7 3,6

ETDk 219,49 216,73 141,18

Rank 1 2 3

Gambar 27. HOR 2 pada Tahap Cooling

8. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Packaging

Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan

penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR

fase 2 Gambar 28, merupakan HOR fase 2 untuk tahap packaging, pada tahap ini

urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1) Pembagian tugas

yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator melakukan backup,

(2) Mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi,

Keterangan :

+ : positif

++ : kuat positif

Page 170: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

151

(3) Hygine karyawan berupa cuci tangan alkohol dengan baik dan benar, (4)

Sanitasi mesin secara berkala, dan (5) Preventif maintenance secara berkala.

Strategi penanganan risiko dengan tingkat kesulitan yang besar yaitu

Pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat) dan operator

melakukan backup dan Sanitasi mesin secara berkala dengan nilai sebesar 3,7.

Dan yang paling kecil yaitu Hygine karyawan berupa cuci tangan alkohol dengan

baik dan benar dengan nilai 3.

Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai

berikut:

a. Hubungan kuat positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,

maka perusahaan bisa memilih salah satu tindakan penanganan risiko,

seperti pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat)

dan operator melakukan backup dengan mengadakan training dan

pemberian motivasi terhadap karyawan produksi, mengadakan training

dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi dengan preventif

maintenance secara berkala.

b. Hubungan positif

Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka

perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko

yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan

risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan

Page 171: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

152

risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti hygine karyawan

berupa cuci tangan alkohol dengan baik dan benar dan sanitasi mesin

secara berkala, sanitasi mesin secara berkala dan preventif maintenance

secara berkala.

vvv

++

++ + +

Tindakan Penanganan

Risiko

Penyebab Risiko

1.

Pem

bag

ian t

ugas

yan

g

opti

mal

(te

ruta

ma

pad

a sa

at

jam

ist

irah

at)

dan

oper

ator

mel

akukan

back

up

2.

Men

gad

akan

tra

inin

g d

an

pem

ber

ian m

oti

vas

i te

rhad

ap

kar

yaw

an p

roduksi

3.

Hyg

ine

kar

yaw

an b

erupa

cuci

tangan

alk

ohol

den

gan

bai

k

dan

ben

ar

4.

San

itas

i m

esin

sec

ara

ber

kal

a

5.

Pre

ven

tif

main

tenance

seca

ra b

erkal

a

AR

Pj

Bihun terbentur terlalu keras

0 0 0 0 9 78,48

Operator lalai dalam

mensortir bihun

9 9 0 0 0 148,5

Speed operator dalam

mensortir bihun kurang

9 9 0 0 0 88,32

Terkontaminasi dari

lingkungan, alat dan tangan

pekerja

0 3 9 9 0 70,47

Tek 2264,76 2680,29 1246,59 1246,5

9

839,7

Dk 3,7 3,6 3 3,7 3,6

ETDk 612,11 744,53 415,53 336,92 233,25

Rank 2 1 3 4 5

Gambar 28. HOR 2 pada Tahap Packaging

Keterangan :

+ : positif

++ : kuat positif

Page 172: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan guna

menjawab rumusan masalah, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai

berikut :

1. Pada proses produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya terdapat 17

kejadian risiko atau Risk Event (Ei) yang terdiri atas 2 kejadian risiko pada

proses mixing, 2 kejadian risiko pada proses steaming mixer, 1 kejadian risiko

pada proses ekstrussing, 1 kejadian risiko pada proses steaming box, 4

kejadian risiko pada proses cutting, 3 kejadian risiko pada proses drying, 1

kejadian risiko pada proses cooling, 3 kejadian risiko pada proses packaging.

Dari 17 kejadian risiko yang terjadi pada tahap produksi bihun jagung di PT.

Subafood Pangan Jaya, teridentifikasi 48 penyebab risiko atau Risk Agent

(Aj) yang terdiri atas 4 penyebab risiko pada proses mixing, 7 penyebab risiko

pada proses steaming mixer, 8 penyebab risiko pada proses ekstrussing, 4

penyebab risiko pada proses steaming box, 8 penyebab risiko pada proses

cutting, 7 penyebab risiko pada proses drying, 4 penyebab risiko pada proses

cooling, 6 penyebab risiko pada proses packaging.

2. Berdasarkan hasil pengukuran risiko pada setiap tahap proses produksi bihun

jagung di PT. Subafood Pangan Jaya, ditunjukan oleh nilai ARP seperti di

bawah ini.

Page 173: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

154

a. Penilaian hasil ARP proses mixing, terdapat dua penyebab risiko yang

menjadi prioritas penanganan risiko.

b. Penilaian hasil ARP proses steaming mixer, terdapat tiga penyebab risiko

yang menjadi prioritas penanganan risiko.

c. Penilaian hasil ARP proses ekstrussing, terdapat empat penyebab risiko

yang menjadi prioritas penanganan risiko.

d. Penilaian hasil ARP proses steaming box, terdapat tiga penyebab risiko

yang menjadi prioritas penanganan risiko.

e. Penilaian hasil ARP proses cutting, terdapat lima penyebab risiko yang

menjadi prioritas penanganan risiko.

f. Penilaian hasil ARP proses drying terdapat empat penyebab risiko yang

menjadi prioritas penanganan risiko.

g. Penilaian hasil ARP proses cooling, terdapat dua penyebab risiko yang

menjadi prioritas penanganan risiko.

h. Penilaian hasil ARP proses packaging, terdapat empat penyebab risiko

yang menjadi prioritas penanganan risiko.

3. Berdasarkan hasil pemetaan risiko pada proses produksi bihun jagung di PT.

Subafood Pangan Jaya, terdapat total 27 penyebab risiko yang menjadi

prioritas penanganan risiko. Pada proses mixing terdapat 2 penyebab risiko

yang menjadi prioritas penentuan tindakan penanganan risiko. Pada proses

steaming mixer terdapat 3 penyebab risiko yang menjadi prioritas pemberian

aksi preventif penanganan risiko. Pada proses esktrussing terdapat 4

penyebab risiko yang menjadi prioritas pemberian aksi preventif penanganan

Page 174: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

155

risiko. Pada proses steaming box terdapat 3 penyebab risiko yang menjadi

prioritas pemberian aksi preventif penanganan risiko. Pada proses cutting

terdapat 5 penyebab risiko yang menjadi prioritas pemberian aksi preventif

penanganan risiko. Pada proses drying terdapat 4 penyebab risiko yang

menjadi prioritas pemberian aksi preventif penanganan risiko. Pada proses

cooling terdapat 2 penyebab risiko yang menjadi prioritas pemberian aksi

preventif. Pada proses packaging terdapat 4 penyebab risiko yang menjadi

prioritas pemberian aksi preventif penanganan risiko.

4. Berdasarkan pada 27 penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan

risiko, maka dilakukan penetapan 10 strategi penanganan risiko dengan

prioritas urutan pada setiap tahapan :

a. Proses mixing terdapat 3 prioritas dari strategi penanganan risiko, proses

steaming mixer terdapat 4 prioritas dari strategi penanganan risiko, proses

ekstrussing terdapat 5 prioritas dari strategi penanganan risiko, proses

steaming box terdapat 5 prioritas dari strategi penanganan risiko, proses

cutting terdapat 6 prioritas dari strategi penanganan risiko, proses drying

terdapat 5 prioritas dari strategi penanganan risiko, proses cooling terdapat

3 prioritas dari strategi penanganan risiko, proses packaging terdapat 5

prioritas dari strategi penanganan risiko.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat

diberikan agar risiko produksi dapat dikendalikan dengan optimal adalah:

Page 175: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

156

1. Perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat lagi terhadap pelaksanaan

standard operating procedure (SOP) pada keseluruhan proses produksi

bihun jagung, seperti controlling seluruh proses produksi oleh supervisor

serta ketegasan peringatan dan pemberian sanksi bagi karyawan yang tidak

bekerja sesuai dengan SOP dan pemberian penghargaan atau reward bagi

karyawan yang bekerja sesuai SOP sehingga dapat meningkatkan

kedisiplinan para karyawan dalam melaksanakan kegiatan produksi bihun

jagung di PT.Subafood Pangan Jaya.

2. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia secara

berkala, baik pada aspek teknis, managerial, maupun sikap mental, melalui

penambahan pengetahuan dan pelatihan serta pemberian motivasi dan

reward terhadap karyawan yang memiliki skill yang lebih baik

dibandingkan karyawan lainnya.

3. Memperbaiki serta memperbaharui kapasitas peralatan mesin produksi

secara berkala.

4. Membentuk Enterprise Risk Management (bersifat permanen) atau Risk

Management Commitee, yaitu suatu unit yang bertanggung jawab atas

pelaksanaan manajemen risiko dalam suatu perusahaan.

Page 176: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

157

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Suci A. 2017. Analisis Risiko Produksi Susu Kambing di CV Sawangan

Farm Diary. [Skripsi]. Ciputat: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Astawan. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.

Badan Standarisasi Nasional. 2011. Standar Kualitas Bihun 7621-2011.

http://sni.bsn.go.id/. Diakses Pada Tanggal 3 Maret 2018, Pukul, 19.30

WIB

Djohanputro, B. 2012. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Jakarta: PPM

Manajemen.

Hafizha, Fernanda A. 2017. Mitigasi Risiko Produksi Susu Sapi Pada Peternakan

Sapi Rakyat(Studi Kasus Pada Peternakan Mahesa Perkasa Farm Kota

Depok).[Skripsi]. Ciputat: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Haryadi. 2014. Teknologi Mi, Bihun, Sohun. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press

Heizer, Jay dan Barry Render. 2014. Manajemen Operasi. Ed ke-11.

Diterjemahkan oleh: Horison Kurnia. Jakarta: Salemba Empat.

Kasidi. 2010. Manajemen Risiko. Bogor: Ghalia Indonesia.

Kountur, Ronny. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan.

Jakarta: PPM

Kuswandi dan Erna Mutiara. 2004 . DELTA:Delapan Langkah dan Tujuh Alat

Statistik untuk Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo.

Lutfi, Ahmad dan Herry Irawan. 2012.Analisis Risiko Rantai Pasok Dengan

Model House Of Risk (Studi kasus pada PT XXX).Manajemen Indonesia

.12 (1) : 1-11. Universitas Telkom: Bandung.

Masyhuri. 2007. Ekonomi Mikro. Malang: UIN Malang Press.

Munarso, S. Joni. 2012. Perkembangan Teknologi Pengolahan Mie. Jurnal

Teknologi dan Industri Pangan Departemen Ilmu danTeknologi Pangan,

Institut Pertanian Bogor, 23 (2): 179. IPB: Bogor.

Pramana, Tony. 2011. Manajemen Risiko Bisnis. Jakarta: Sinar Ilmu Publishing.

Page 177: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

158

Pujawan, I nyoman dan Laudine H. Geraldine.2009.House Of Risk :A Model

for Proactive Supply Chain Risk Management.Bussiness Process

Management Journal, 15 (6) : 953-967 .ITS: Surabaya.

Riandiani, Muslihat Isna Yulia. 2016. Analisis Risiko Produksi Nata de Coco di

PT. Daya Agro Mitra Mandiri. [Skripsi]. Ciputat: Fakultas Sains dan

Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Rivai, V dan Ismail, R. 2013. Islamic Risk Management of Islamic Bank. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

Saragih, Bungaran. 2001. Membangun Sistem Agribisnis. Bogor: PT. Loji Grafika

Griya Sarana

Suparta, Nyoman. 2005. Pendekatan HolistikMembangun Agribisnisi. Denpasar:

Media Adhikarsa

Susilo, Leo J. dan Riwu, Victor.R. 2010. Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000.

Jakarta: PPM

Soekartawati. 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Triono, Agus R. 2012. Pengambilan Keputusan Manajerial : Teori dan Praktik

Untuk Manajer dan Akademisi. Jakarta: Salemba Empat.

Ulfah, Maria, Mohammad Syamsul Maarif, Sukardin dan Sapta Raharja.

2016.Analisis dan Perbaikan Manajemen Risiko Rantai Pasok Gula

Rafinasi Dengan Pendekatan House Of Risk. Journal of Agroindustrial

Technology, 26 (1) : 87-103. IPB: Bogor.

Wastra, Akhmad Riyadi. 2015. Inovasi Agribisnis. Jakarta: UIN Jakarta Press.

Wastra, Akhmad Riyadi dan Akhmad Mahbubi. 2013. Risiko Agribisnis. Jakarta:

Gaung Persada Press Group.

Page 178: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

LAMPIRAN

Page 179: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

159

HEAD OF PLAN OPERATION

MUHAMMAD JUMAIN

HR &GAL MANAGER

SYARONI

HR SPV

UMI KALSUM

QC & PDQA MANAGER

GALUH MUHNIYATI

QC SPV

NURHAYATI SUSANTI

QC STAFF

AAN M

QC PANELIS

FIRMAN

JUMADI

PRODUCTION

MANAGER

ASEP S

INVENTORY

CONTROL

IING

PRODUCTION SPV

BAYU

TAUFIK

INDRAWAN

SUPLAY CHAIN

MANAGER

BUDI S

WARE HOUSE, RM&FG

SPV

DARMONO

IE MANAGER

VACANT

OFFICER

FEBRIANTI S

ENGINEERING

MANAGER

DWI PASKAH

ENGINEERING SPV

BUDI S

FINANCE & ACCOUNTING

MANAGER IT MANAGER

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Subafood Pangan Jaya

Page 180: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

160

Lampiran 2. Matriks Penelitian

Judul Permasalahan Tujuan Sumber Data Analisis Data

Analisis

Risiko Produksi

Bihun Jagung

pada PT.

Subafood Pangan

Jaya,Cikupa-

Tangerang

Apa saja

risiko produksi bihun

jagung pada PT.

Subafood Pangan Jaya?

Menganalisis risiko produksi

bihun jagung di PT. Subafood

Pangan Jaya.

Pengamatan pelaksanaan

proses produksi bihun

jagung.

Metode Diagram Tulang Ikan untuk

mengidentifikasi risiko produksi

Bagaimana pengukuran

risiko produksi bihun

jagung pada PT.

Subafood Pangan Jaya?

Menganalisis seberapa besar

risiko produksi bihun jagung

di PT. Subafood Pangan Jaya.

Informan dan

responden:

a. manajer

produksi

b. supervisor

produksi

c. manajer QC

d. supervisor QC

e. divisi teknik

Metode HOR 1 dengan menggunakan

skala 1-5 untuk mengukur risiko-risiko

produksi yang telah teridentifikasi

Bagaimana pemetaan

risiko produksi bihun

jagung pada PT.

Subafood Pangan Jaya?

Mengetahui peta risiko

produksi bihun jagung di PT.

Subafood Pangan Jaya.

Respon dari pihak

responden dalam

menanggapi risiko produksi

Metode HOR 1 dengan meranking

risiko-risiko produksi yang telah

terukur

Apa saja strategi preventif

yang tepat untuk menghindari

risiko yang dapat dilakukan

pada produksi bihun jagung di

PT. Subafood Pangan Jaya?

Mengetahui strategi penaganan

risiko produksi bihun jagung

di PT. Subafood Pangan Jaya

Variabel identifikasi risiko Metode HOR 2 dengan melanjutkan

dari tahapan sebelumnya, yaitu

penentuan strategi dan evaluasi risiko

Page 181: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

161

Lampiran 3. Matriks Instrumen Penelitian

Definisi Konseptual

Variabel Sub-

variabel

Pernyataan Risk

Event

Pernyataan Risk Agent

SOP (Standard Operating

Procedure) proses produksi

bihun jagung PT. Subafood

Pangan Jaya, Cikupa-

Tangerang

Mixing Penuangan

1. Terdapat serpihan plastik

dari karung dan sisa pati

jagung

a. Operator tidak mengecek/membersihkan karung

corn starch

b. Penuangan secara tidak benar dan sempurna pada

saat proses penuangan pati jagung ke dalam mixer

Pengadukan 2. Adonan tidak homogen

a. operator tidak mengecek volume air yang

ditambahkan

b. waktu mixing tidak sesuai SOP (kurang dari 6-10

menit) Steaming

mixer Penampungan 3. Terdapat waste adonan

(adonan terjatuh) ,

terkontaminasi debu dan

kotoran

d

a. Terdapat celah pada mesin

b. Terbawa oleh air kondesat dan dari pipa

c. posisi feeder di bawah mesin mixer

Pengukusan

4. Adonan lembek a. kadar air pada adonan berlebih

b. operator tidak mengecek hasil pengadukan (mixing)

c. tekanan dan temperatur tidak stabil (78-88oC)

d. waktu pengukusan kurang (tidak standar)

Page 182: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

162

Lampiran 3. Lanjutan...

SOP (Standard Operating

Procedure) proses produksi

bihun jagung PT. Subafood

Pangan Jaya, Cikupa-

Tangerang

Ekstrussing

(strap extruder

dan vermicelly

extruder)

Pembentukan

lempengan dan

untaian bihun

5. Bentuk lempengan,

gelombang dan untaian

tidak standar

a. adonan terlalu lembek

b. operator tidak mengaduk adonan sebelum masuk ke

mesin vermicelly

c. suhu pada saat proses steaming mixer tidak standar

d. speed conveyor extrude kurang (15 Hz)

e. operator tidak mengecek hasil pembentukan bihun

f. screen/die kotor

g. Terdapat serpihan plastik karung yang terbawa dari

proses sebelumnya

h. Terdapat sisa adonan yang sudah mengeras

Steaming box Kualitas bihun 6. Kualitas kurang (bihun

rapuh/lembek/mentah)

a. tekanan uap kurang dari 3,5 Bar dan temperature

kurang dari 95oC

b. operator tidak mengecek tekanan uap dan temperature

c. waktu pemasakan kedua tidak standar

d. kadar air tidak standar

Cutting Kriteria produk 7. ukuran bihun tidak standar

a. operator tidak mengecek hasil keluaran cutting

b. cutter slitter tidak di setting sesuai ukuran

c. speed cutting tidak di setting

Performa mesin 8. Terdapat sisa pinggiran

bihun (waste bihun)

9. Bihun menempel pada as

cutting

10. Terdapat kotoran pada

bihun

a. ukuran screen tidak di setting

b. Plat pembersih bantalan tidak press

c. kadar air adonan tinggi/lembek

d. operator tidak memberi pelumas pada mesin cutting

e. pisau as cutting tidak bersih

Page 183: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

163

Lampiran 3. Lanjutan... SOP (Standard Operating Procedure) proses produksi bihun jagung PT. Subafood Pangan Jaya, Cikupa-Tangerang

Drying Pengeri

ngan

11. Adanya bahaya

mikrobiologi

a. kepingan bihun tidak mencapai kekeringan standar

b. terkontaminasi tangan pekerja pada proses cutting

c. operator tidak mengecek tekanan dan temperatur

dryer

d. waktu drying kurang (tidak standar)

Kondisi

mesin

12. Bihun terkontaminasi

pelumas

13. Kepingan bihun terjatuh

dari basket

a. pelumasan mesin pada rantai dyer berlebih

b. operator tidak menekan bihun pada basket

c. bentuk basket pada mesin drying tidak standar

Cooling Kondisi

mesin

14. Kepingan bihun

terjatuh ke lantai dan

terkontaminasi debu

a. terdapat rongga/ celah pada mesin cooling

b. tidak terdapat wadah pada sisi pinggir mesin

cooling

c. conveyor mesin cooling miring

d. net dan blower tidak bersih

Packaging Penyortira

n

15. Produk patah

16. Produk terjatuh ke lantai

17. Adanya bahaya

mikrobiologi

a. Bihun terbentur terlalu keras

b. Speed mesin packing over

c. Operator lalai dalam mensortir bihun

d. Speed operator dalam mensortir bihun kurang

e. terkontaminasi dari lingkungan, alat dan tangan

pekerja

f. terdapat logam, oli atau benda asing pada bihun

Page 184: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

164

Lampiran 4. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone)

Kerusakan Produk

Bihun Jagung

(Riject)

Mixing Steaming Mixer

Ekstrussing Steamingbox

pengadukan

penuangan

penampungan

pengukusan

Pengukusan Pembentukan

lempengan dan

untaian bihun

Operator tidak

mengecek/membersih

kan karung corn

starch

Penuangan secara tidak benar

dan sempurna pada saat

proses penuangan pati jagung

ke dalam mixer

Operator tidak

mengecek volume air

yang ditambahkan

Waktu mixing tidak

sesuai SOP (kurang

dari 6-10 menit)

Terdapat celah

pada mesin

Terbawa oleh air kondesat

dan dari pipa

Posisi feeder di

bawah mesin

mixer

Kadar air pada

adonan berlebih

Operator tidak mengecek

hasil pengadukan

(mixing)

Tekanan dan

temperatur tidak

stabil (78-88oC)

Waktu pengukusan

kurang (tidak

standar)

Operator tidak mengaduk

adonan sebelum masuk ke

mesin vermicelly

Operator tidak

mengecek hasil

pembentukan bihun

Suhu pada saat proses

steaming mixer tidak

standar

Speed conveyor

extrude kurang (15

Hz) Screen /die kotor

Terdapat serpihan

plastik karung yang

terbawa dari proses

sebelumnya

Terdapat sisa

adonan yang sudah

mengeras

Adonan terlalu

lembek

Tekanan uap kurang

dari 3,5 Bar dan

temperatur kurang dari

95oC (tidak mencapai

target)

Operator tidak

mengecek tekanan

uap dan temperatur

Waktu

pemasakan

kedua tidak

standar

Kadar air pada adonan

tidak standar

sebelumnya

Page 185: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

165

Lampiran 4. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone)

Kerusakan Produk

Bihun Jagung

(Riject)

Cutting Drying

Cooling Packaging

Pemotongan

Operator tidak

memberi pelumas

pada mesin cutting

Performa

Mesin

Pengeringan

Pendinginan

Penyortiran

Operator tidak

mengecek hasil

keluaran cutting

Ukuran screen

tidak di setting

Pisau as cutting

tidak bersih

Ukuran screen

melebihi panjang

slitter

Cutter slitter tidak di

setting sesuai ukuran

Kadar air

adonan

tinggi/lembek

Plat pembersih

bantalan tidak

press

Operator tidak

mengecek tekanan dan

temperatur dryer

Operator tidak

menekan

bihun pada

basket Terkontaminasi

tangan pekerja pada

proses cutting

Pelumasan

mesin pada

rantai dyer

berlebih

Kepingan bihun

tidak mencapai

kekeringan

standar

Waktu drying

kurang (tidak

standar)

Bentuk basket

pada mesin

drying tidak

standar

Terdapat rongga/

celah pada mesin

cooling

Net dan blower

tidak bersih Conveyor mesin

cooling miring

Tidak terdapat wadah

pada sisi pinggir

mesin cooling

Speed operator

dalam mensortir

bihun kurang

Terkontaminasi dari

lingkungan, alat dan

tangan pekerja

Terdapat logam,

oli atau benda

asing pada bihun

Operator lalai

dalam mensortir

bihun

Speed mesin

packing over

Bihun terbentur

terlalu keras

Page 186: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

166

Lampiran 5. Kuesioner Identifikasi dan Korelasi Krekuensi/ Peluang Risiko

(Occurrence) dengan Tingkat Pengaruh/ Dampak (Severity)

Risiko

Kuesioner Penelitian

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Saya Deannisa Indriani, mahasiswa semester 8, Program Strata 1, Jurusan

Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang tengah mengadakan penelitian berjudul “Analisis Risiko Produksi Bihun

Jagung di PT. Subafood Pangan Jaya, Cikupa-Tangerang”. Adapun tujuan

dari kuesioner ini adalah sebagai alat untuk memperoleh data yang akurat dalam

penyusunan tugas akhir penelitian untuk memenuhi syarat dalam memperoleh

gelar Sarjana Agribisnis Strata 1, mengenai apa saja risiko yang ada dalam proses

produksi bihun jagung di PT. Subafood Pangan Jaya, mulai dari proses mixing,

steaming mixer, ekstrussing, steaming box, cutting, drying, cooling, dan

packaging. Kemudian, memberikan penilaian pada masing-masing risiko

yang telah diidentifikasi dari segi dampak kejadian dan peluang terjadinya risiko,

sehingga dapat dilakukan pencegahan atau preventif risiko, untuk

menanggulangi, mengurangi, dan mencegah risiko-risiko tersebut muncul di

masa yang akan datang. Oleh karena itu, mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk

mengisi kuesioner ini dengan sebenar-benarnya sesuai dengan fakta yang ada.

Atas perhatian dan partisipasinya, saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Penyusun

Page 187: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

167

Lampiran 5. Kuesioner HOR 1, Identifikasi Frekuensi / Peluang Kemunculan Penyebab Risiko (Occurence), Tingkat Pengaruh / Dampak (Severity), Korelasi Kemunculan Risiko pada Proses Produksi Bihun Jagung PT. Subafood Pangan Jaya

Nama :

Jabatan :

Alamat :

No. Telp :

Email : A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan presepsi Bapak/Ibu terhadap frekuensi risiko yang terjadi,

baik peluang terjadinya risiko maupun dampak yang dirasakan jika risiko itu

terjadi, baik peluang terjadinya risiko maupun dampak yang dirasakan jika risiko

itu terjadi.

2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda checklist (√) atau (X)

3. Jika Bapak/Ibu tidak memahami pertanyaan agar melingkari nomor pertanyaan.

4. Keterangan untuk penilaian “Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko”

1 = sangat jarang terjadi

2 = Jarang terjadi

3 = Sering terjadi

4 = Sangat sering terjadi

5 = Selalu terjadi

5. Keterangan untuk penilaian “ Pengaruh/Dampak Kejadian Risiko Produksi Bihun

Jagung”

1 = Sangat rendah = tidak berdampak

2 = Rendah = berdampak, namun sangat rendah pengaruhnya

3 = Sedang = berdampak sedang

4 = Tinggi = berdampak tinggi

5 = Sangat Tinggi = berdampak sangat tinggi

6. Pengisisan kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan pengaruhatau dampak

(Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka sebagai berikut:

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi / hubungan rendah

3 = Korelasi / hubungan sedang

9 = Korelasi / hubungan tinggi

Page 188: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

168

Lampiran 5. Lanjutan...

B. Tabel Tingkat Pengaruh/Dampak Risiko (Severity)

Proses

Area

Kode

Kejadian Risiko (Risk

Event)

Tingkat Keseringan

1 2 3 4 5

Mixing

Penuangan E1 Terdapat serpihan plastik,dari karung, sisa pati jagung

Pengadukan E2 Adonan tidak homogen

Steaming mixer

Pampungan E3 Terdapat waste adonan (adonan

terjatuh) dan kontaminasi debu

Pengukusan E4 Adonan lembek

Ekstrussing (strap extruder

dan vermicelly

extruder)

Pembentukan

lempengan dan

untaian bihun

E5

Bentuk lempengan, gelombang

dan untaian tidak standar

(lengket)

Steaming box Kualitas bihun E6

Kualitas kurang / Bihun rapuh

Cutting

Kriteria produk E7

Bentuk/ukuran bihun tidak

standar

Performa mesin

E8 Terdapat sisa pinggiran bihun

(waste bihun)

E9 Bihun menempel pada as cutting

E10 Terdapat kotoran pada bihun

Drying Pengeringan

E11 Adanya bahaya mikrobiologi

E12 Bihun terkontaminasi pelumas

E13 Kepingan bihun terjatuh dari

basket

Cooling

Kondisi mesin E14 kepingan bihun terjatuh ke lantai

Packaging

Penyortiran

E15 Produk patah

E16 Produk jatuh ke lantai

E17 Adanya bahaya mikrobiologi

Page 189: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

169

Lampiran 5. Lanjutan...

C. Tabel Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurence)

Proses

Area

Kode

Penyebab Risiko (Risk Agent)

Tingkat Keparahan

1 2 3 4 5

Mixing

Penuangan

A1 Operator tidak

mengecek/membersihkan karung corn

starch

A2 Penuangan secara tidak benar dan

sempurna pada saat proses penuangan

pati jagung ke dalam mixer

Pengadukan A3 Operator tidak mengecek volume air

yang ditambahkan

A4 waktu mixing tidak sesuai SOP (kurang

dari 6-10 menit)

Steaming mixer

Penampung

an

A5 Terdapat celah pada mesin

Pengukusan

A6 Terbawa oleh air kondesat dan dari pipa

A7 Posisi feeder di bawah mesin mixer

A8 Kadar air pada adonan berlebih

A9 Operator tidak mengecek hasil

pengadukan (mixing)

A10 Tekanan dan temperatur tidak stabil

(78-88oC)

A11 Waktu pengukusan kurang (tidak

standar)

Ekstrussing (strap

extruder

dan

vermicelly

extruder)

Pembentukan

lempengan dan

untaian bihun

A12 Adonan terlalu lembek

A13 Operator tidak mengaduk adonan

sebelum masuk ke mesin vermicelly

A14 Suhu pada saat proses steaming mixer

tidak standar

A15 Speed conveyor extrude kurang (15 Hz)

A16 Operator tidak mengecek hasil

pembentukan bihun

A17 Screen /die kotor

A18 Terdapat serpihan plastik karung yang

terbawa dari proses sebelumnya

A19 Terdapat sisa adonan yang sudah

mengeras

Page 190: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

170

Lampiran 5. Lanjutan...

Lanjutan tabel di atas....

Proses

Area

Kode

Penyebab Risiko (Risk Agent)

Tingkat Keparahan

1 2 3 4 5

Steaming box

Kualitas

bihun

A20 Tekanan uap kurang dari 3,5 Bar dan

temperatur kurang dari 95oC

A21 Operator tidak mengecek tekanan uap

dan temperatur

A22 Waktu pemasakan kedua tidak standar

A23 Kadar air pada adonan tidak standar

Cutting

Kriteria produk

A24 Operator tidak mengecek hasil keluaran

cutting

A25 Cutter slitter tidak di setting sesuai

ukuran

A26 Ukuran screen melebihi panjang slitter

Peforma mesin

A27 Ukuran screen tidak di setting

A28 Plat pembersih bantalan tidak press

A29 Kadar air adonan tinggi/lembek

A30 Operator tidak memberi pelumas pada

mesin cutting

A31 Pisau as cutting tidak bersih

Drying

Pengeringan A32 Kepingan bihun tidak mencapai

kekeringan standar

A33 Terkontaminasi tangan pekerja pada

proses cutting

A34 Operator tidak mengecek tekanan dan

temperatur dryer

A35 Waktu drying kurang (tidak standar)

Kondisi

mesin

A36 Pelumasan mesin pada rantai dyer

berlebih

A37 Operator tidak menekan bihun pada

basket

A38 Bentuk basket pada mesin drying tidak

standar

Page 191: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

171

Lampiran 5. Lanjutan...

Lanjutan tabel di atas....

Proses

Area

Kode

Penyebab Risiko (Risk Agent)

Tingkat Keparahan

1 2 3 4 5

Cooling

Kondisi

mesin

A39 Terdapat rongga/ celah pada mesin

cooling

A40 Tidak terdapat wadah pada sisi pinggir

mesin cooling

A41 Conveyor mesin cooling miring

A42 Net dan blower tidak bersih

Packaging

Penyortiran

A43 Bihun terbentur terlalu keras

A44 Speed mesin packing over

A45 Operator lalai dalam mensortir bihun

A46 Speed operator dalam mensortir bihun

kurang

A47 Terkontaminasi dari lingkungan, alat

dan tangan pekerja

A48 Terdapat logam, oli atau benda asing

pada bihun

D. Tabel Korelasi Proses Mixing

Kode A1 A2 A3 A4

E1

E2

E. Tabel Korelasi Proses Steaming mixer

Kode

A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11

E3

E4

Page 192: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

172

Lampiran 5. Lanjutan.....

F. Tabel Korelasi Proses Ekstrussing

Kode

A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19

E5

G. Tabel Korelasi Proses Steaming Box

Kode A20 A21 A22 A23

E6

H. Tabel Korelasi Proses Cutting

Kode A24 A25 A26 A27 A28 A29 A30 A31

E7

E8

E9

E10

I. Tabel Korelasi Proses Drying

Kode A32 A33 A34 A35 A36 A37 A38

E11

E12

E13

J. Tabel Korelasi Proses Cooling

Kode A39 A40 A41 A42

E14

K. Tabel Korelasi Proses Packaging

Kode A43 A44 A45 A46 A47 A48

E15

E16

E17

Page 193: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

173

Lampiran 6. Kuesioner Penelitian HOR 2

Kuesioner Penilaian Tingkat Kesulitan Strategi Preventif Penyebab Risiko

Produksi Bihun Jagung di PT. Subafood Pangan Jaya

Kuesioner ini merupakan kuesioner lanjutan dari kuesioner penilaian

risiko sebelumnya. Dalam kuesioner ini terdapat penyebab risiko dan cara

preventifnya. Pernyataan dalam kuesioner ini merupakan hasil perhitungan dari

kuesioner penilaian risiko sebelumnya sampai didapatkan prioritas Penyebab atau

penyebab risiko yang akan di mitigasi. Sedangkan, cara preventifnya diambil

berdasarkan keadaan dan kondisi perusahaan yang telah di observasi oleh penulis.

Data dari kuisioner ini selanjutnya akan diolah untuk menghasilkan prioritas cara

preventif

yang akurat dan efektif untuk dijalankan oleh perusahaan.

Untuk itu, penulis sangat mengharapkan Bapak/Ibu untuk berkenan

mengisi kuesioner tentang hubungan/korelasi antara Penyebab risiko dan cara

preventifnya dengan baik dan sebenar-benarnya. Atas perhatiannya, penulis

ucapkan terima kasih.

Hormat Saya

Penyusun

Page 194: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

174

Lampiran 6. Lanjutan.....

A. Identifikasi Tingkat Kesulitan Strategi Preventif dan Korelasi Penyebab

Risiko dengan Strategi Preventif Pada Risiko Produksi Bihun Jagung

pada PT. Subafood Pangan Jaya

Nama :

Jabatan :

Alamat :

No. Telp :

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap tingkat kesulitan strategi

mitigasi penyebab risiko.

2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda checklist (√)

atau (X).

3. Jika Bapak/Ibu tidak memahami pertanyaan agar melingkari nomor

pertanyaan.

4. Keterangan Untuk Pengisian Kuesioner

3 = Mudah = Aksi preventif mudah dijalankan

4 = Sedang = Aksi preventif dapat dijalankan

5 = Sulit = Aksi preventif sulit dijalankan

5. Pengisian kuesioner korelasi penerapan tindakan atau strategi preventif

risiko dengan penyebab risiko dilakukan memberikan nilai dengan angka

sebagai berikut:

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi / hubungan rendah

3 = Korelasi / hubungan sedang

9 = Korelasi / hubungan tinggi

Page 195: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

175

Lampiran 6. Lanjutan.....

B. Tabel Prioritas Penyebab Risiko dan Aksi Peventif

Kode Straegi Penanganan Risiko Tingkat

Kesulitan

3 4 5

PA1 Pembagian tugas yang optimal (terutama pada saat jam istirahat)

dan operator melakukan backup

PA2 Mengadakan training terhadap karyawan produksi

PA3 Perbaikan total dan pengadaan spare part cadangan

PA4 Kontrol terhadap tekanan dan temperatur terhadap mesin setiap 30

menit

PA5 Refresh WI (Work Intruction)

PA6 Kontrol operator terhadap hasil keluaran mixing,

vermicelly,cutting,drying

PA7 Perbaikan mesin dyer pada indikator basket dryer

PA8 Sanitasi mesin secara berkala

PA9 Hygine karyawan berupa cuci tangan alkohol dengan baik dan

benar

PA10 Preventif maintenance berkala

C. Hubungan/Korelasi Antara Penyebab Risiko dan Strategi Preventif

Proses Mixing Kode P1 P2 P5

A2

A4

D. Hubungan/Korelasi Antara Penyebab Risiko dan Strategi Preventif

Proses Steaming mixer Kode P1 P2 P3 P10

A5

A6

A8

A9

Page 196: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

176

Lampiran 6. Lanjutan.....

E. Hubungan/Korelasi Antara Penyebab Risiko dan Strategi Preventif

Proses Ekstrussing Kode P2 P4 P5 P6 P8

A12

A14

A17

A19

F. Hubungan/Korelasi Antara Penyebab Risiko dan Strategi Preventif

Proses Steaming box Kode P1 P2 P3 P4 P5

A20

A21

A23

G. Hubungan/Korelasi Antara Penyebab Risiko dan Strategi Preventif

Proses Cutting Kode P1 P2 P5 P6 P8 P10

A24

A25

A28

A29

A31

Page 197: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

177

Lampiran 6. Lanjutan.....

H. Hubungan/Korelasi Antara Penyebab Risiko dan Strategi Preventif

Proses Drying Kode P1 P4 P6 P7 P9

A32

A33

A37

A38

I. Hubungan/Korelasi Antara Penyebab Risiko dan Strategi Preventif

Proses Cooling Kode P3 P8 P10

A39

A42

J. Hubungan/Korelasi Antara Penyebab Risiko dan Strategi Preventif

Proses Packaging Kode P1 P2 P8 P9 P10

A43

A45

A46

A47

Page 198: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

178

Lampiran 7a. Tabel HOR 1 Tahap Mixing

Penyebab Risiko

(Risk Agent)

Kejadian Risiko

(Risk Event) 1.

Oper

ato

r ti

dak

men

gec

ek/m

em

ber

sihk

an

kar

ung c

orn

sta

rch

2.

Pen

uangan s

ecar

a ti

dak b

enar

dan

sem

purn

a p

ada

saat

pro

ses

pen

uan

gan

pat

i ja

gu

ng

ke

dal

am m

ixer

3.

Oper

ator

tidak

men

gec

ek

volu

me

air

yan

g d

itam

bah

kan

4.

Wak

tu m

ixin

g t

idak s

esu

ai

SO

P (

kura

ng d

ari

6-1

0 m

enit

)

Si

Terdapat serpihan plastik,dari

karung, sisa pati jagung 9 9 0 0 4

Adonan tidak homogen 0 0 9 9 2,8

Oj 2,1 3,6 2,1 3,2

ARPj 62,37 129,6 52,92 80,64

Rank 3 1 4 2

Lampiran 7b. HOR 1 Pada Proses Steaming Mixer

Penyebab Risiko

(Risk Agent)

Kejadian Risiko

(Risk Event)

5.

Ter

dap

at c

elah

pad

a m

esin

6.

Ter

baw

a ole

h a

ir k

ondes

at d

an

dar

i pip

a

7.

Posi

si f

eeder

di

baw

ah m

esin

mix

er

8.

Kad

ar a

ir p

ada

adonan

ber

lebih

9.

Oper

ator

tidak

men

gec

ek h

asil

pen

gad

ukan

(m

ixin

g)

10.

Tek

anan

dan

tem

per

atur

tidak

stab

il (

78

-88

oC

)

11.

Wak

tu p

engukusa

n k

ura

ng (

tidak

stan

dar

)

Si

Terdapat waste adonan

(adonan terjatuh) dan

kontaminasi debu

9 9 3 0 0 0 0 3,3

Adonan lembek 0 0 0 9 9 3 3 4,1

Oj 3,0 2,8 2,7 2,8 3,1 2,9 2,9

ARPj 89,1 83,16 26,73 103,3

2

114,3

9

35,67 35,67

Rank 3 4 7 2 1 5 6

Page 199: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

179

Lampiran 7c. Tabel HOR 1 Pada Proses Ekstrussing

Penyebab Risiko

(Risk Agent)

Kejadian Risiko

(Risk Event)

12.

Adonan

ter

lalu

lem

bek

13.

Oper

ator

tidak

men

gad

uk

adonan

seb

elum

mas

uk k

e m

esin

verm

icel

ly

14.

Suhu p

ada

saat

pro

ses

stea

min

g

mix

er t

idak

sta

ndar

15.

Spee

d c

onvey

or

extr

ude

kura

ng

(15 H

z)

Oper

ator

tidak

men

gec

ek h

asil

pem

ben

tukan

bih

un

16.

Oper

ator

tidak

men

gec

ek h

asil

pem

ben

tukan

bih

un

17.

Scr

een /

die

koto

r

18.

Ter

dap

at s

erpih

an p

last

ik

kar

ung y

ang t

erbaw

a dar

i

pro

ses

sebel

um

nya

19.

Ter

dap

at

sisa

adonan

yan

g

sudah

men

ger

as

Si

Bentuk lempengan,

gelombang dan untaian

tidak standar (lengket)

3 1 9 3 3 9 1 3 3,5

Oj 3,4 2,8 2,3 2,1 2,2 3,1 2,4 2,8

ARPj 35,7 9,8 72,4

5

22,0

5

22,1 97,

65

8,4 29,4

Rank 3 7 2 6 5 1 8 4

Lampiran 7d. HOR 1 Pada Proses SteamingBox

Penyebab Risiko

(Risk Agent)

Kejadian Risiko

(Risk Event)

20.

Tek

anan

uap

kura

ng d

ari

3,5

Bar

dan

tem

per

atur

kura

ng

dar

i 95

oC

21.

Oper

ator

tidak

men

gec

ek

tekan

an u

ap d

an t

emper

atur

22.

Wak

tu p

emas

akan

ked

ua

tidak

sta

ndar

23.

Kad

ar a

ir p

ada

adonan

tidak

sta

ndar

Si

Kualitas kurang (Bihun

rapuh/lengket/mentah) 9 9 9 9 2,2

Oj 3,0 2,6 2,4 2,8

ARPj 59,4 51,48 47,52 55,44

Rank 1 3 4 2

Page 200: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

180

Lampiran 7e. Tabel HOR 1 Pada Proses Cutting

Penyebab Risiko

(Risk Agent)

Kejadian Risiko

(Risk Event)

24.

Oper

ator

tidak

men

gec

ek h

asil

kel

uar

an c

utt

ing

25.

Cutt

er s

litt

er t

idak

di

sett

ing

sesu

ai u

kura

n

26.

Ukura

n s

cree

n m

eleb

ihi

pan

jang

slit

ter

27.

Ukura

n s

cree

n t

idak

di

sett

ing

28.

Pla

t pem

ber

sih b

anta

lan t

idak

pre

ss

29.

Kad

ar a

ir a

donan

tin

ggi/

lem

bek

30.

Oper

ator

tidak

mem

ber

i pel

um

as

pad

a m

esin

cutt

ing

31.

Pis

au a

s cu

ttin

g t

idak

ber

sih

Si

Bentuk/ukuran bihun tidak

standar 3 9 9 3 9 3 1 3 3,8

Terdapat sisa pinggiran

bihun (waste bihun)

9 9 0 9 9 0 0 0 3,0

Bihun menempel pada as

cutting

9 0 1 0 3 9 9 3 3,2

Terdapat kotoran pada

bihun

9 0 0 0 0 0 1 9 2,8

Oj 2,5 2,3 2,4 2,1 2,2 3,2 2,7 2,9

ARPj 231 140,

76

89,76 80,6

4

128,5

2

128

,64

95,58 133,

98

Rank 1 2 7 8 5 4 6 3

Page 201: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

181

Lampiran 7f. Tabel HOR 1 Pada Proses Drying

Penyebab Risiko

(Risk Agent)

Kejadian Risiko

(Risk Event)

32.

Kep

ingan

bih

un t

idak

men

capai

kek

erin

gan

sta

ndar

33.

Ter

konta

min

asi

tangan

pek

erja

pad

a pro

ses

cutt

ing

34.

Oper

ator

tidak

men

gec

ek

tekan

an d

an t

emper

atur

dry

er

35.

Wak

tu d

ryin

g k

ura

ng (

tidak

stan

dar

)

36.

Pel

um

asan

mes

in p

ada

ranta

i

dye

r ber

lebih

37.

Oper

ator

tidak

men

ekan

bih

un

pad

a bas

ket

38.

Ben

tuk b

asket

pad

a m

esin

dry

ing

tid

ak s

tandar

Si

Adanya bahaya

mikrobiologi

9 9 3 9 3 0 0 3,2

Bihun terkontaminasi

pelumas

0 0 0 0 9 0 0 2,5

Kepingan bihun terjatuh

dari basket

0 0 0 0 0 9 9 3,5

Oj 3,7 3,5 3,0 3,0 2,2 3,0 3,0

ARPj 106,5

6

100,8 28,8 86,4 70,62 94,5 94,5

Rank 1 2 7 5 6 3 4

Lampiran 7g. HOR 1 Pada Proses Cooling

Penyebab Risiko

(Risk Agent)

Kejadian Risiko

(Risk Event)

39.

Ter

dap

at r

ongga/

cel

ah p

ada

mes

in c

ooli

ng

40.

Tid

ak t

erdap

at w

adah

pad

a

sisi

pin

ggir

mes

in c

ooli

ng

41.

Conve

yor

mes

in c

ooli

ng

mir

ing

42.

Net

dan

blo

wer

tid

ak b

ersi

h

Si

Kepingan bihun terjatuh ke

lantai dan terkontaminasi debu 9 3 9 9 3,3

Oj 2,7 2,4 2,2 3,0

ARPj 80,19 23,76 65,34 89,1

Rank 2 4 3 1

Page 202: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

182

Lampiran 7h. Tabel HOR 1 Pada Proses Packaging

Penyebab Risiko

(Risk Agent)

Kejadian Risiko

(Risk Event)

43.

Bih

un t

erben

tur

terl

alu k

eras

44.

Spee

d m

esin

pack

ing o

ver

45.

Oper

ator

lala

i dal

am m

enso

rtir

bih

un

46.

Spee

d

oper

ator

dal

am m

enso

rtir

bih

un k

ura

ng

47.

Ter

konta

min

asi

dar

i li

ngkungan

,

alat

dan

tan

gan

pek

erja

48.

Ter

dap

at l

ogam

, oli

ata

u b

enda

asin

g p

ada

bih

un

Si

Produk patah 9 3 9 3 0 0 2,6

Produk jatuh ke lantai 3 3 9 9 0 0 3,1

Adanya bahaya

mikrobiologi

0 0 3 1 9 9 2,7

Oj 2,4 2,6 2,5 2,3 2,9 2,8

ARPj 78,48 44,4

6

148,5 88,32 70,47 68,04

Rank 3 6 1 2 4 5

Page 203: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

183

Lampiran 8. Daftar Penyebab Risiko (Risk Agent), pada PT. Subafood Pangan Jaya

Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Mixing

Penuangan

A1 Operator tidak mengecek/membersihkan karung corn

starch

A2 Penuangan secara tidak benar dan sempurna pada saat

proses penuangan pati jagung ke dalam mixer

Pengadukan A3 Operator tidak mengecek volume air yang ditambahkan

A4 Waktu mixing tidak sesuai SOP (kurang dari 6-10 menit)

Steaming mixer

Penampungan

A5 Terdapat celah pada mesin

A6 Terbawa oleh air kondesat dan dari pipa

A7 Posisi feeder di bawah mesin mixer

Pengukusan A8 Kadar air pada adonan berlebih

A9 Operator tidak mengecek hasil pengadukan (mixing)

A10 Tekanan dan temperatur tidak stabil (78-88

oC)

A11 Waktu pengukusan kurang (tidak standar)

Ekstrussing

(strap

extruder

dan

vermicelly

extruder)

Pembentukan

lempengan dan

untaian bihun

A12 Adonan terlalu lembek

A13 Operator tidak mengaduk adonan sebelum masuk ke mesin

vermicelly

A14 Suhu pada saat proses steaming mixer tidak standar

A15 Speed conveyor extrude kurang (15 Hz)

A16 Operator tidak mengecek hasil pembentukan bihun

A17 Screen /die kotor

A18 Terdapat serpihan plastik karung yang terbawa dari proses

sebelumnya

A19 Terdapat sisa adonan yang sudah mengeras

Steaming box

Kualitas

bihun

A20 Tekanan uap kurang dari 3,5 Bar dan temperatur kurang dari

95oC (tidak mencapai target)

A21 Operator tidak mengecek tekanan uap dan temperatur

A22 Waktu pemasakan kedua tidak standar

A23 Kadar air pada adonan tidak standar

Page 204: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BIHUN JAGUNG DI PT. SUBAFOOD

184

Lampiran 8. Lanjutan....

Proses Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Cutting

Kriteria produk

A24 Operator tidak mengecek hasil keluaran cutting

A25 Cutter slitter tidak di setting sesuai ukuran

A26 Ukuran screen melebihi panjang slitter

Peforma mesin

A27 Ukuran screen tidak di setting

ukuran

A28 Plat pembersih bantalan tidak press

A29 Kadar air adonan tinggi/lembek

A30 Operator tidak memberi pelumas pada mesin cutting

A31 Pisau as cutting tidak bersih

Drying

Pengeringan

A32 Kepingan bihun tidak mencapai kekeringan standar

A33 Terkontaminasi tangan pekerja pada proses cutting

A34 Operator tidak mengecek tekanan dan temperatur dryer

A35 Waktu drying kurang (tidak standar)

Kondisi

mesin

A36 Pelumasan mesin pada rantai dyer berlebih

A37 Operator tidak menekan bihun pada basket

A38 Bentuk basket pada mesin drying tidak standar

Cooling

Kondisi

mesin

A39 Terdapat rongga/ celah pada mesin cooling

A40 Tidak terdapat wadah pada sisi pinggir mesin cooling

A41 Conveyor mesin cooling miring

A42 Net dan blower tidak bersih

Packaging

Penyortiran

A43 Bihun terbentur terlalu keras

A44 Speed mesin packing over

A45 Operator lalai dalam mensortir bihun

A46 Speed operator dalam mensortir bihun kurang

A47 Terkontaminasi dari lingkungan, alat dan tangan pekerja

A48 Terdapat logam, oli atau benda asing pada bihun