aktivitas dakwah h. sanusi dengan komunikasi...
Post on 12-Mar-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
AKTIVITAS DAKWAH H. SANUSI DENGAN KOMUNIKASI
PERSUASIF DI PERGURUAN PENCAK SILAT PUSAKA DJAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
Achmad Faizal Riwanto
NIM: 1112051000155
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437H/2016M
i
ABSTRAK
Achmad Faizal Riwanto
Komunikasi Persuasif Dalam Aktivitas Dakwah di Perguruan Pencak Silat
Pusaka Djakarta
Dakwah dapat menggunakan media apa saja tanpa terkecuali seni beladiri
pencak silat. Pada perakteknya seni beladiri pencak silat mengandung nilai-nilai
luhur yang merujuk pada ajaran Islam. Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta
merupakan perguruan silat beraliran gerak cepat yang berasal dari Betawi.
Perguruan ini selalu menerapkan nilai-nilai dakwah islam dalam setiap gerakan,
visi, misi, dan sebagai pedoman perguruan silat tersebut. Cara paling tepat dalam
penyampaian materi dakwah agar terlihat menarik adalah dengan menggunakan
komunikasi persuasif, karena ia merupakan sarana dalam penyampaian pesan yang
dilakukan dengan suatu ajakan atau seruan tanpa merasa dipaksa. Metode
komunikasi persuasif inilah yang digunakan H. Sanusi (babe Uci) dalam aktivitas
dakwahnya di Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta.
Hasil Penelitian ini menampilkan aktivitas-aktivitas dakwah yang ada di
Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta (PSPD). Dalam dakwahnya Perguruan
Silat ini menggunakan metode dakwah bil lisan dan bil hal. Dari hasil pengamatan
peneliti, babe Uci selain sebagai pendiri PSPD juga sering memberikan pesan
dakwah secara persuasif kepada muridnya. Hal inilah yang membedakan Perguruan
Silat Pusaka Djakarta dengan Perguruan Silat lainnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan masuk kedalam jenis
penelitian deskriptif. Dimana penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran
mengenai suatu fenomena secara detil.
Teori yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah teori komunikasi
persuasif dari Jalaludin Rahmat, yaitu Komunikasi Persuasif didefinisikan sebagai
proses mempengaruhi dan mengendalikan pendapat, perilaku, dan tindakan orang
lain melalui pendekatan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak
seperti atas kehendaknya sendiri. Proses itu sendiri adalah setiap gejala atau
fenomena yang menunjukan suatu perubahan yang terus menerus dalam konteks
waktu, setiap pelaksanaa atau perlakuan secara terus-menerus.
Adapun pertanyaan dalam penelitian ini yaitu, aktivitas dakwah apa saja
yang terdapat di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta?,bagaimana bentuk
komunikasi persuasif H. Sanusi dalam aktivitas dakwah di perguruan pencak silat
Pusaka Djakarta?, apa faktor pendukung dan penghambat aktivitas dakwah H.
Sanusi dengan komunikasi persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta?
Kata kunci: Dakwah, H. Sanusi, Komunikasi Persuasif, Pencak Silat,
Pusaka Djakarta.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang selalu mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas Dakwah H. Sanusi
dengan Komunikasi Persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah bagi junjungan besar nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa umat manusia kepada jalan kebenaran.
Adapun skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna memenuhi
salah satu persyaratan yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata
Satu (S1) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal
ini, penulis tentu menyadari bahwa skripsi ini tidak akan mampu terselesaikan tanpa
bantuan dari pihak lain yang telah memberikan bimbingan, nasihat, serta motivasi
baik secara moral maupun material. Oleh karenanya, penulis hendak
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
2. Drs. Masran, M.A, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Fita Fathurokhmah SS, M.Si, Sekertaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
iii
4. Artiarini Puspita Arwan, M.Psi, Dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya guna memberikan bimbingan, arahan serta
inspirasi yang amat berharga bagi penulis.
5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan berbagai pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada
penulis selama dalam masa perkuliahan.
6. Segenap Pimpinan serta Karyawan Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
melayani penulis dalam menggunakan buku-buku serta literatur yang
penulis butuhkan selama penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orangtua tercinta, Suyanto dan Hj. Badriah, yang selalu menjadi
inspirasi serta memberikan dukungan baik secara moral maupun
material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Adik saya Mochammad Raihan Budiman yang selalu memberikan
dukungan serta motivasi kepada penulis.
9. Tante saya Lia Hilalia yang sudah saya anggap seperti ibu sendiri.
Beliau juga yang selalu mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan
skripsi dan cepat lulus.
10. H. Sanusi, Guru Besar di Perguruan Silat Pusaka Djakarta, narasumber
yang sudah mau memberikan banyak pencerahan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
11. Para sahabat Coeg Brotherhood, Soniatul Fallah, Mulla Sadra, Zulfikar
Alfariz, Putra Sanubari, Fajry Ferdiawan, dan Muhammad Ridho
iv
Sastrawijaya yang dengan candaan dan bantuan mereka bisa
menenangkan pikiran dan hati penulis dikala sulit mengerjakan skripsi
ini.
12. Ahmad Sauqi dan Muhammad Soleh yang selalu siap membantu
kapanpun dan di manapun, sehingga skripsi ini bisa selesai.
13. Para Dewan pelatih di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta yang
sudah banyak memberikan masukan maupun kritiknya agar skripsi ini
bisa dipakai sebagaimana mestinya.
14. Ridho Falah Adli, Arif Faturrahman, Taufik Abdullah, Muhammad
Aidillah Putra, Dityan Zahra Pranisa, dan Annisah Bilqis sahabat
perkuliahan super, yang selalu memberikan motivasi serta suka duka
selama 4 tahun masa kuliah.
15. Para pemain futsal anti kejuaraan, Akbar Ramadhan, Giovanni, Ahmad
Fikri, Arif Syahrizal, Fahmi Syamsi, Ridho Andriansyah, Ferdy Rizki,
Rahmat Agung, Trisaka Octarian, Indra Ramadhan, dan Asep
Hermawan tetaplah mencari keceriaan dalam setiap permainan.
16. Kawan senasib sejak semester awal, Milki Amirussaleh, Hilman
Zulfahmi, Hidayatul Munir, Nirma Sugiarti, dan Imas hayati Nufus yang
selalu berbagi kesulitan maupun kebahagiaan.
17. Para keluarga kecil KPI E angkatan 2012 terimakasih sudah mengisi
warna kehidupan penulis 4 tahun terakhir, tanpa kalian kuliah mungkin
tidak akan semenyenangkan ini.
v
18. Keluarga Besar KPI angkatan 2012 serta kakak-kakak senior dan adik-
adik junior yang sudah memberikan inspirasi kepada peneliti.
19. Keluarga besar KKN Share 2015 serta Keluarga Besar Desa Pasir
Gintung, semoga tali silaturahmi tetap tersambung di antara kita.
20. Keluarga besar Teras KPI, yang selalu menjadi tempat bagi penulis
dalam menyalurkan hobi sekaligus mengasah kempuan penulis.
21. Orang-orang yang telah memberikan dukungan dan membaca skripsi ini
yang mohon maaf belum dapat saya cantumkan namanya.
Penulis berharap semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi para
pembaca khususnya mahasiswa Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam,
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikianlah pengantar yang dapat penulis sampaikan, akhir kata penulis mohon
maaf jika terdapat kesalahan penulisan dalam skripsi ini.
Jakarta, Desember 2016
Penulis
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ........................................................................................... 6
C. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................. 7
1. Tujuan penelitian ...................................................................................... 7
2. Manfaat penelitian .................................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 8
F. Metodologi Penelitian ................................................................................ 10
1. Metode Penelitian ................................................................................... 10
2. Lokasi Penelitian .................................................................................... 12
3. Sumber Data ........................................................................................... 12
4. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 13
5. Teknik Analisis Data .............................................................................. 14
G. Sistematika Penulisan ............................................................................. 16
BAB II LANDASAN TEORI
A. Ilmu Komunikasi ........................................................................................ 17
1. Pengertian Komunikasi .......................................................................... 17
2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi ............................................................. 19
3. Jenis-Jenis Komunikasi .......................................................................... 23
B. Komunikasi Persuasif ................................................................................ 26
1. Pengertian Komunikasi Persuasif ........................................................... 26
2. Metode Komunikasi Persuasif ................................................................ 27
3. Unsur-unsur Komunikasi Persuasif ........................................................ 30
4. Strategi Komunikasi Persuasif ............................................................... 32
C. Aktivitas Dakwah ....................................................................................... 33
1. Pengertian Aktivitas ............................................................................... 33
vii
2. Pengertian Dakwah ................................................................................. 34
3. Unsur-unsur dakwah ............................................................................... 36
c. Materi dakwah ........................................................................................ 38
d. Metode dakwah ...................................................................................... 39
D. Pencak Silat ................................................................................................ 40
1. Pengertian Pencak Silat .......................................................................... 40
2. Manfaat pencak Silat .............................................................................. 42
3. Silat sebagai dakwah dan mental spritual ............................................... 43
BAB III GAMBARAN UMUM PERGURUAN PENCAK SILAT
PUSAKA DJAKARTA
A. Sejarah Pencak silat Betawi ....................................................................... 45
B. Sejarah Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta ...................................... 47
C. Makna Logo Pusaka Djakarta .................................................................... 51
D. Visi dan Misi Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta ............................ 51
E. Tujuan Perguruan Silat Pusaka Djakarta.................................................... 52
F. Profil Guru Besar dan Struktur Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta . 54
BAB IV HASIL ANALISIS DATA
A. Data Narasumber Penelitian ....................................................................... 61
B. Aktivitas Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta ................. 62
a. Dakwah Bil Lisan (Menggunakan Perkataan) ........................................ 64
b. Dakwah Bil Hal (Dakwah Menggunakan Kegiatan) .............................. 66
C. Aktivitas Dakwah H. Sanusi Dengan Komunikasi Persuasif di Perguruan
Pencak Silat Pusaka Djakarta ............................................................................ 70
D. Faktor Pendukung Dan Penghambat Komunikasi Persuasif Dalam
Aktivitas Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta ........................ 82
1. Faktor Pendukung ................................................................................... 82
2. Faktor Penghambat ................................................................................. 86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 90
B. Saran ........................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 93
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah dapat menggunakan media apa saja tanpa terkecuali seni
beladiri pencak silat. Olahraga seni beladiri pencak silat adalah khasanah
budaya dan budaya bangsa. Pencak silat mengandung banyak nilai-nilai
luhur di dalamnya, di antaranya dengan banyak memasukan nilai-nilai Islam
dalam perjalanannya. Misalnya, selalu berwudhu dan berdoa sebelum
melakukan latihan silat.
Di dalam silat mereka menemukan nilai spiritual yang lebih
mendekatkan diri kepada Allah Swt, dapat pula melatih kepekaan indrawi,
mengolah kelebihan dan kelenturan anatomi tubuh dan mempelajari
sebanyak-banyaknya pertanda alam yang ada di sekeliling.
Banyak hal postif yang didapat dari pencak silat, pembentukan
mental yang kuat dengan kepribadian yang baik menjadi tujuan utama. Pada
dasarnya pencak silat merupakan sebuah seni, yang banyak mengajarkan
kepada kita tentang hidup yang seimbang dan sederhana. Ada beberapa
kegiatan yang memiliki nilai spiritual dalam pencak silat, diantaranya:
pengajian seriap malam jum’at yang menjadi jadwal rutin setiap
minggunya.
2
Hal yang positif inilah yang membuat masyarakat umumnya dan
anak-anak usia dini khususnya merasa harus mendalami pencak silat. Selain
untuk melindungi diri dari tindakan kejahatan, juga menjaga jiwa dari
perbuatan yang dilarang agama.
Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta merupakan perguruan
pencak silat beraliran gerak cepat yang berasal dari betawi, selalu
menerapkan nilai-nilai dakwah Islam dalam setiap gerakan, visi, misi, dan
sebagai pedoman dalam perguruan silat tersebut. Sesuai dengan motto
perguruan “belajar untuk ibadah, istiqomah untuk jaga amanah”, selain
untuk belajar ilmu bela diri, pencak silat Pusaka Djakarta juga selalu
mengajarkan ajaran-ajaran Islam dalam setiap latihannya, seperti berwudhu
dan salat sunnah dua rakaat serta berdoa sebelum memulai latihan rutin.
Menurut H. Sanusi (babe Uci), pendiri dan guru besar Pusaka
Djakarta, berwudhu, solat sunnah dua rakaat, serta berdoa sebelum latihan
silat bertujuan agar pesilat selalu ingat dalam batin dan pikiran mereka
bahwa berlatih silat bukan untuk menjadi jagoan dan mencari musuh.
Berlatih silat bertujuan untuk membela diri dan mendekatkan diri kepada
Allah Swt serta menjain silaturahmi antara pesilat lainnya. Hal tersebut
sudah H. Sanusi atau babe Uci terapkan semenjak beliau pertama kali
mendirikan perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta.
Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta menggunakan beberapa
metode dalam aktivitas dakwahnya, diantaranya adalah dakwah bil lisan
(menggunakan lisan atau secara verbal) dan dakwah bil hal (menggunakan
3
beberapa kegiatan yang berhubungan dengan dakwah islam). Kedua metode
tersebut digunakan H. Sanusi atau babe Uci dalam menyampaikan
dakwahnya kepada murid-murid di perguruan pencak silat Pusaka Djakarta.
Penjelasan di atas sangat jelas bahwa penyampaian dakwah Islam
tak selalu harus lewat majelis atau pengajian tetapi juga bisa melalui pencak
silat. Karena sesungguhnya Islam telah memberi kemudahan bagi seluruh
pemeluknya yang ingin menyebarluaskan seluruh perintah dan larangan
Allah SWT khususnya, bagi para juru dakwah. Allah memberikan
kebebasan dalam menyampaikan pesan dakwah dengan berbagai metode
dakwah, serta saluran yang dipergunakan dalam menyampaikan pesan-
pesan agama. Dalam Surat An-Nahl ayat 125, Allah berfirman:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk (Q.S. An-Nahl: 125)
4
Seiring perkembangan zaman, da’i-da’i harus semakin kreatif untuk
menyampaikan pesan dakwah di masyarakat. Kehadiran dakwah dalam
kehidupan sehari-hari kini memiliki porsi yang besar, terlebih ketika media
elektronik mulai menayangkan beberapa acara yang bersifat dakwah, seperti
sinetron maupun pengajian yang tidak hanya ditayangkan ketika bulan
Ramadhan saja. Walaupun demikian, bukan berarti dakwah dengan
menggunakan metode tradisional ditinggalkan. Justru dakwah dengan
menggunakan metode tradisional memiliki porsi tersendiri di dalamnya.
Metode tradisional dalam berdakwah di antaranya dengan mengadakan
pengajian dari rumah-kerumah maupun menggunakan media masjid atau
majelis sebagai tempat berdakwah. Para ulama terdahulu menggunakan
metode dakwah dengan mendatangi tempat-tempat yang yang dapat
digunakan untuk berdakwah sehingga dapat langsung berhadapan dengan
mad’unya.
Cara paling tepat dalam penyampaian materi dakwah agar terlihat
menarik adalah dengan menggunakan komunikasi persuasif, karena ia
merupakan sarana dalam penyampaian pesan dapat dilakukan dengan suatu
ajakan atau seruan tanpa merasa dipaksa. Karena sesunguhnya dakwah
bukanlah propaganda yang memaksakan kehendak orang lain. Dengan
demikian, kegiatan dakwah pada dasarnya sebagai suatu proses komunikasi
antara seorang komunikator dan komunikan dalam mengupayakan
5
perubahan perilaku seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena
dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan apa yang ada dalam
pikiran dan perasaannya kepada orang lain dan dapat memberikan hiburan,
memberikan inspirasi, meyakinkan atau mengajak untuk berbuat sesuatu.
Kegiatan komunikasi dapat diterima dengan baik dan mendatangkan
hasil yang diinginkan, baik secara verbal atau nonverbal pesan dirumuskan
dalam bentuk yang tepat, disesuaikan, dipertimbangkan berdasarkan
keadaan penerima, hubungan pengirim dan penerima dan dengan situasi
waktu komunikasi dilakukan.
Secara spesifik, kebersamaan dalam komunikasi mengandung sifat
persuasif, yang artinya bahwa komunikasi merupakan upaya mempengaruhi
orang lain dalam usaha mengubah perilaku seseorang yang hendak kita
inginkan, karena bujukan, rayuan merupakan ciri khas yang menandai pada
tingkatan paling mendasar.1
Situasi komunikasi yang harus dilakukan adalah upaya seseorang
untuk mengubah tingkah laku orang lain atau sekelompok orang lain
melalui penyampaian beberapa pesan. Komunikasi persuasif disini sangat
erat hubungannya dengan pengontrolan tingkah laku. Dengan kata lain
mengubah tingkah laku seseorang dengan cara memberi penjelasan-
penjelasan yang memungkinkan orang lain atau komunikan dapat
mengikutinya dengan sadar tanpa paksaan.
1 Richard, Johansen, Etika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosadakarya, 1996), h. 50.
6
Komunikasi persuasif selain sebagai sarana penyampaian pesan, ia
pun merupakan sarana penyampaian materi dakwah agar selalu menarik,
aktual, dan mempunyai efek pesan terhadap komunikator maupun
komunikannya. Sehingga secara cara penyampaian dakwah melalui
komunikasi persuasif dapat dilakukan dimanapun tanpa terkecuali di
perguruan pencak silat. Sehingga komunikasi persuasif tersebut mempunyai
ciri khas tersendiri.
Berdasarkan uraian latar belakang dan uraian pokok pikiran diatas,
penulis tertarik untuk melakukan pengkajian dan penelitian secara
mendalam dan selanjutnya dijadikan sebagai pembahasan skripsi dengan
judul: “Aktivitas Dakwah H. Sanusi dengan Komunikasi Persuasif di
Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta”.
B. Fokus Penelitian
Dilihat dari latar belakang diatas, maka penelitian ini fokus pada
segala macam bentuk aktivitas dakwah H. Sanusi dengan komunikasi
persuasif di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta. Adapun sub fokusnya
adalah metode dan cara penyampaian dakwah kepada para anggota yang
dilakukan oleh H. Sanusi pencak silat Pusaka Djakarta.
7
C. Rumusan Masalah
Perumusan masalah diambil dari latar belakang diatas maka dibuat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Aktivitas dakwah apa saja yang dilakukan H. Sanusi di
Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta?
2. Bagaimana komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah H.
Sanusi di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat komunikasi persuasif
dalam aktivitas dakwah H. Sanusi di Perguruan Pencak Silat
Pusaka Djakarta?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sesuai dengan pembatasan dan perumusan yang sudah dipaparkan
di atas maka tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari penelitian skripsi
ini sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui dan menggambarkan komunikasi persuasif
seperti apa dalam aktivitas dakwah yang dilakukan H. Sanusi di
Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta.
b. Untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang objektif
mengenai hambatan dan kendala terhadap komunikasi persuasif
dalam aktivitas dakwah yang dilakukan H. Sanusi di Perguruan
Pencak Silat Pusaka Djakarta.
8
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat akademis, hasil penelitian diharpakan mampu memberikan
kontribusi positif dalam menunjang berbagai analisis studi-studi
kesenian dan bela diri dalam era sekarang ini, yang mana studi dan
analisis itu dikaitkan dengan komunikasi persuasif dalam aktivitas
dakwah pada masyarakat.
b. Secara praktis, dengan adanya penelitian ini semoga dapat
meningkatkan mutu dan kualitas dalam kegiatan dakwah di
Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta.
Selain itu, hasil penelitian ini diharakan dapat memberikan
sumbangan teoritis bagi pengembangan dakwah melalui seni bela diri.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skiripsi ini, penulis telah mengkaji beberapa
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul peneliti yaitu, komunikasi
persuasif dalam aktivitas dakwah di perguruan pencak silat pusaka djakarta.
Dari situ penulis menemukan beberapa skripsi yang memiliki kesamaan dan
perbedaan dengan judul yang penulis ambil, berikut adalah tinjauan
pustakanya:
Skripsi karya Yusra, terdapat kesamaan subjek dan metode
penelitian yaitu komunikasi persuasif dan metode kualitatif deksriptif. Yang
9
membedakan adalah objek penelitiannya yaitu komunikasi persuasif
Geuchik dalam pembinaan taraf hidup masyarakat Gampong Bili Sa,
Kecamatan Bireum Bayeun.2
Skripsi karya Muhammad Farhan, terdapat kesamaan subjek dan
metode penelitian yaitu komunikasi persuasif dan metode kualitatif
deksriptif. Yang membedakan adalah objek penelitiannya yaitu komunikasi
persuasif pada rubrik “perjalanan menjadi Kyai” di surat kabar Minggu
pagi.3
Pada skirpsi karya Afifah, terdapat kesamaan konsep dan
metodologi yang dipilih. Affifah disini menggunakan konsep tentang
aktivitas dakwah dengan menggunakan metode kualitatif. Perbedaan
dengan skripsi penulis adalah dari objek penelitiannya, Afifah fokus pada
aktivitas dakwah perguran pencak silat beksi Ciganjur.4
Selanjutnya pada skripsi karya A. Samsul Anwar, terdapat
kesamaan pada konsep dan metodologi yang dipilih, yaitu aktivitas dakwah
dengan menggunakan metode kualitatif. Perbedaan dengan skripsi penulis
2 Yusra, Komunikasi Persuasif Geuchik dalam Peningkatan Taraf Hidup Masyarakat
Gampong Paya Bili Sa, Kecamatan Bireum Bayeun, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, Sekolah Tinggi Islam Agama Islam (STAIN) Zawiyah Cot Kala Langsa, 2013.
3 Muhamad Farhan, Komunikasi Persuasif Pada Rubrik “Perjalanan Menjadi Kyai” di Surat Kabar Minggu Pagi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
4 Afifah, Aktivitas Dakwah Perguruan Pencak Silat Beksi Betawi Ciganjur, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2007.
10
adalah dari objek penelitiannya, Samsul fokus pada aktivitas dakwah Hizbut
Tahrir Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Bogor.5
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif,
yakni penelitian yang dilalui dengan proses observasi, pengumpulan data
yang akurat berdasarkan fakta dilapangan disertai wawancara dengan
narasumber. “Penelitian kualitatif dilakukan dama situasi yang wajar
(natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif.6
Sementara metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif hanyalah
memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau
menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi. Ciri
dari metode deskriptif ini ialah titik berat pada observasi dan suasana
alamiah (naturalis setting).7
5 Samsul Anwar, Aktivitas Dakwah Hizbut Tahrir Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Bogor,
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010. 6Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Ciputat: UIN Jakarta
press, 2006), hal. 41. 7Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung. PT. Remaja Rosdakarya,
2007), hal. 35.
11
Metode ini digunakan untuk menghimpun data yang aktual.
Keinginan yang dilakukan dalam pengumpulan data dengan
menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi dalam perguruan pencak
silat tersebut. Keadaan yang peneliti gambarkan sesuai dengan judul yang
diangkat. Penelitian ini mengunnakan analisis kualitatif bersifat deskriptif.
Data yang dihasilkan berupa data dan apa yang didapat bedasarkan hasil
penelitian.
Dalam hal ini peneliti membuat deskriptif tentang bagaimana
penyampaian dakwah H. Sanusi dapat diaplikasikan dalam proses pelatihan
pencak silat di Perguran Pencak Silat Pusaka Djakarta. Metode penelitian
deskrtiptif kualitatif dipilih karena peneliti mengidentifikasi serta
mendeskripsikan masalah-masalah yang berkenaan dengan segala bentuk
aktifitas dakwah H. Sanusi dengan komunikasi persuasif di Perguruan
Pencak Silat Pusaka Djakarta.
Adapun dalam penelitian ini juga menggunakan tradisi fenomologi.
Dalam tradisi ini, fenomologi berpandangan bahwa manusia secara aktif
menginterpretasikan pengalaman mereka, sehingga mereka dapat
memahami lingkungan.
Tradisi fenomologi memberikan penekanan sangat kuat pada
persepsi dan interpretasi dari pengalaman subjektif manusia. Pendukung
teori ini berpandangan bahwa cerita atau pengalaman individu adalah lebih
12
penting dan memiliki otoritas lebih besar daripada hipotesa penelitian
sekalipun.8
Dengan menggunakan tradisi fenomenologi peneliti ingin menggali
lebih dalam bagaiamana pengalaman H. Sanusi (babe Uci) mendirikan
perguruan pencak silat sejak 1957 hingga sekarang dan memiliki ratusan
murid. Selain itu juga untuk menambah refrensi dalam penulisan skripsi
komunikasi persuasif dalam aktifitas dakwah di Perguruan pencak silat
Pusaka Djakarta.
2. Lokasi Penelitian
Bedasarkan latar belakang Penelitian ini di sanggar pusat Perguruan
Pencak Silat Pusaka Jakarta, yang beralamat di Jln. Swadaya III,
Manggarai, Jakarta Selatan.
3. Sumber Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari
berbagai sumber yaitu:
a. Data premier adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti.
Untuk itu data premier dilakukan dengan mengadakan wawancara,
8 Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: KENCANA, 2013), h. 38.
13
observasi dan penelusuran dokumen yang dilakukan peneliti di
Sanggar Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta.
b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh penulis dari buku-buku,
artikel, dan bahan informasi lain yang berkaitan dengan masalah
penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh
peneliti adalah:
a. Observasi
Observasi adalah melakukan pengumpulan langsung untuk
memperoleh data yang diperlukan.9 Peneliti mengawasi dengan
cermat setiap perkembangan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Data yang akan diperoleh adalah segala bentuk aktifitas dakwah H.
Sanusi dengan komunikasi persuasif di perguruan pencak silat
Pusaka Djakarta. Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan
pengamatan pada bagaimana metode dakwah dan cara-cara
penyampaiannya guna memberikan siraman rohani kepada para
anggota pencak silat Pusaka Djakarta.
9Lexy Meleong. M.A. Metedologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2004), hal. 157
14
b. Wawancara
Dalam wawancara ini peneliti akan melakukan wawancara
dengan sejumlah pihak yang berkaitan dengan penelitian ini.
Peneliti akan melakukan wawancara terhadap pendiri sekaligus
pimpinan, guru besar, ustadz/ pelatih, dan anggota Perguruan
Pencak Silat Pusaka Djakarta. Peneliti akan melakukan wawancara
dengan Bapak H. Sanusi selaku pendiri sekaligus guru besar pencak
silat Pusaka Djakarta, dan Soniatul Fallah sebagai pelatih Pencak
Silat Pusaka Djakarta cabang Buncit Pulo. Dalam proses
wawancara, peneliti menggunakan beberapa media pendukung yaitu
tape recorder, alat tulis, camera digital, handphone.
c. Dokumentasi
Pada tahap dokumentasi, peneliti mengumpulkan buku-
buku, majalah, berkas-berkas, dan juga artikel-artikel dari internet
yang berkaitan dengan Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta.
5. Teknik Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dalam
penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat
analisis deskriptif yaitu metode penelitian yang menghasilkan data
15
deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari subjek yang
dapat diamati.
Pada tahapan ini penafsiran temuan melalui kerangka konsep
merupakan upaya memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan
luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil
penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis
dengan teori yang relevan dan informasi yang diperoleh dari lapangan.
Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan proses yang
terus menerus dilakukan seiring dilakukannya pengumpulan data.
Analisis data dilakukan untuk menarik kesimpulan. Analisis data
menurut Moleong (2004) adalah proses mengorganisasikan data dan
mengurutkan data ke dalam pola katergori dan satuan uraian dasar
sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan menjadi hipotesis
kerja sesuai dengan pengolahan data.
Analisis data dalam penelitian ini deskriptif kualitatif, yaitu
setelah data diklasifikasikan sesuai aspek data yang terkumpul lalu
ditafsirkan kembali secara logis. Dengan demikian akan tergambar
sejauh manakah komunikasi persuasif dalam aktifitas dakwah dalam
perguran pencak silat Pusaka Djakarta. dengan melihat data-data yang
diperoleh penulis melalui observasi dan wawancara, setelah itu
dianalisis dan disusun dalam laporan penelitian.
16
G. Sistematika Penulisan
1. Pendahuluan
Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah ,batasan
masalah dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Kajian teoritis
Dalam bab ini memuat ruang lingkup teori tentang
pengertian komunikasi, pengertian persuasif, pengertian komunikasi
persuasif dan metode komunikasi persuasif, dakwah dan metode
dakwah, dan pencak silat.
3. Gambaran umum Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Bab ini berisi profil Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
(PSPD), Profil itu sendiri terdiri atas sejarah singkat PSPD, Visi dan
Misi, serta struktur PSPD.
4. Temuan dan hasil analisis data
Pada bab ini memuat deskripsi tentang aktivitas dakwah H.
Sanusi dengan komunikasi persuasif di Perguruan Pencak Silat
Pusaka Djakarta (PSPD).
5. Penutup
Pada bab ini meliputi kesimpulan dari hasil penelitian yang
penulis lakukan dan saran-saran.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ilmu Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Pengertian Komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa latin,
yaitu communicatio. Istilah tersebut bersumber dari perkataan communis
yang artinya sama makna atau sama arti.10
Everet M. Rogers (1985) mengemukakan bahwa komunikasi adalah
proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau
lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.11
Secara terminologi, istilah komunikasi adalah suatu tingkah laku,
perbuatan, atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang,
yang mengandung arti atau makna, atau lebih jelasnya, suatu pemindahan
atau penyampaian informasi, mengenai pikiran, dan perasaan-perasaan.12
Menurut Hovlan, komunikasi dapat didefinisikan “as the process by
which an individuals the communicator-transmitastimuli (ussualy verbal
symbols) to modify the behavior of other individuals communicateest.”
Dengan mengkomunikasikan rangsangan dalam bentuk kata-kata terltulis
10 Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h. 14. 11 H. Hafied Cangara, Perencanaan & Strategi Komunikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), h. 33. 12 James G. Robbins dan Barbara S. Jones, Komunikasi yang Efektif, (Jakarta: CV.
Pedoman Ilmu Jaya, 1995), h. 1.
18
atau lisan, komunikaor mampu mengubah perilaku individu atau
komunikan lainnya.13
Menurut Onong Uchayana, komunikasi berarti suatu proses
penyampaian suatu pesan seseorang kepada orang lain.14
Harold Laswell juga mendifinisikan komunikasi yang dituangkan di
dalam kata-kata “who says what to whom in what channel in what effect”,
dengan pengertian sebagai berikut:
Who: merupakan sumber dari mana gagasan berkomunikasi itu dimulai dan
juga who disini dapat pula bermakna sebagai komunikator.
What: maksud says what di sini tak lain adalah pesan (message) yang
disampaikan, dapat berubah buah pikiran, keterangan atau pernyataan
sebuah sikap.
Channel: adalah saluran yang menjadi medium (jamak dari media) dari
penyampain pesan tersebut sehingga dapat diterima oleh komunikan.
Whom: whom disini adalah komunikan, yaitu sasaran yang dituju oleh
seorang komunikator untuk menyampaikan pesaanya.
Effect: adalah hasil dari komunikasi yang dilancarkan tersebut, diterimakah
atau ditolak.15
Dari beberapa pengertian diatas, penulis berkesimpulan bahwa
komunikasi merupakan proses transformasi pesan antara dua individu atau
lebih yang memiliki makna berupa simbol dalam bentuk kata(verbal),
13 Dr. M. Budayatna, MA, Dra. Nina Mutmainah, Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2002), h. 23. 14 Onong Uchayana, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 4. 15 H. Toto Asmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 30.
19
gerakan (non-verbal) dengan efektif sehingga bisa dipahami dengan mudah
untuk tujuan tertentu.
2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi
Komunikasi tidak hanya berkutat pada persoalan pertukaran berita
dan pesan, tetapi juga melingkupi kegiatan individu dan kelompok berkaitan
dengan tukar menukar data, fakta, dan ide. Menurut Onong Uchyana (1996),
ada beberapa fungsi yang melekat dalam proses komunikasi, yaitu sebagai
berikut:
a. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan,
penyebaran berita, data, gambar, pesan, opini, dan komentar
yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas
terhadap kondisi lingkungan dan orang lainsehingga mengambil
keputusan yang tepat.
b. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu
pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak
sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga sadar akan
fungsi sosialnya dan dapat aktif dalam masyarakat.
c. Motivasi, menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek
ataupun jangka panjang, mendorong orang untuk menentukan
pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan
kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.
20
d. Debat dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang
diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyeleaikan
perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan
bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum
agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan masalah yang
menyangkut kepentingan bersama.
e. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong
perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta
pembentukan keterampilan dan kemahiran yang diperlukan
dalam semua bidang kehidupan.
f. Memajukan kehidupan, menyebarkan hasil kebudayaan dan seni
dengan tujuan melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan
kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang serta
membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan
estetikanya.
g. Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan imaji dari
tari, drama, kesenian, kesusastraan, musik, olahraga,
kesenangan, kelompok, dan individu.
h. Integrasi menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu
kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang diperlukan
agar saling mengenal, mengerti, serta menghargai kondisi
pandangan dan keinginan orang lain.16
16 Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h. 28-29.
21
Pendapat lain mengatakan, bahwa komunikasi mempunyai tiga
fungsi sosial, yaitu:
a. Fungsi pengawasan, menunjukan pada upaya pengumpulan,
pengolahan, produksi dan penyebarluasan informasi mengenai
peristiwa-peristiwa yang terjadi baik di dalam maupun di luar
lingkungan suatu masyarakat. Upaya ini selanjutnya diarahkan
pada tujuan untuk mengendalikan apa yang terjadi di lingkungan
masyarakat. Misalnya, mencegah kekerasan, memlihara
ketrtiban dan keamanan.
b. Fungsi korelasi, menunjukan pada upaya memberitakan
interpretasi atau penafsiran informasi mengenai peristiwa-
peristiwa yang terjadi. Atas dasar interpretasi informasi ini
diharapkan berbagai kalangan atau sebagian masyarakat
mempunyai pemahaman, tindakan atau reaksi yang sama atas
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan kata lain, melalui
fungsi korelasi ini komunikasi diarahkan pada upaya pencapaian
konsesus (kesepakatan). Kegiatan yang demikian, lazim disebut
sebagai kegiatan propaganda. Misalnya pemberitaan surat kabar
yang isinya menyarankan agar warga masyarakat mau menerima
dan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB).
c. Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pendidikan dan warisan
nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip dari satu generasi
ke genarasi lainnya atau dari anggota/ kelompok masyarakat
22
lainnya. Misalnya pendidikan dan pewarisan mengenai
kemampuan berbahasa kepada anak-anak dan cucunya, kegiatan
pendidikan yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya,
penyuluhan program KB kepada masyarakat.17
Dari berbagai penjelasan fungsi diatas, penulis menyimpulkan
bahwa komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-
tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun jangka
panjang. Tujuan jabgka pendek, misalnya memperoleh pujian,
menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati dan sebagainya.
Adapun jangka panjang dapat diraih melalui keahlian komunikasi, misalnya
keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing, ataupun keahlian menulis.
Kedua tujuan tersebut berkaitan dalam arti bahwa berbagai pengelolaan
kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka
panjang berupa keberhasilan dalam karir, misalnya memperoleh jabatan,
kekuasaan, penghormatan sosial dan kekayaan.
R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnent, dalam
buku beliau yang berjudul “Teaching for Effective Communication” bahwa
tujuan sentral komunikasi terdiri atas tiga tujuan, yaitu:
a. To secure understanding (untuk menyamakan pemahaman).
b. To estasblish acceptance (membangun penerimaan).
c. To motivate action (memotivasi tindakan).18
17 Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), h.
44-45. 18 H.A. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Bandung: Bumi Aksara, 1997),
cet ke-3, hal. 10.
23
Tujuan pertama dari komunikasi adalah to secure understanding
yaitu memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya.
Setelah komunikan mengerti dan menerima maka penerimanya itu harus
dibina (to establish acceptance). Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to
motive action). Jadi, tujuan komunikasi bagimana suatu pesan dapat sampai
dan diterima oleh komunikan sehingga menimbulkan efek tertentu.
Secara singkat dapat ditegaskan bahwa komunikasi bertujuan
mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan, dan tindakan. Setiap akan
mengadakan komunikasi, komunikator perlu mempertanyakan tujuannya.19
3. Jenis-Jenis Komunikasi
Pengelempokan jenis-jenis komunikasi bertujuan untuk
membedakan antara bentuk satu komunikasi dan komunikasi yang lainnya
dengan tujuan efektifitas pesan komunikasi, terutama pada sasaran dan
media yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan agar sesuai dengan
tujuan komunikasi.
Jenis komunikasi dapat dibedakan menjadi:
1. Komunikasi personal, terdiri atas:
a. Komunikasi intrapersonal;
b. Komunikasi interpersonal;
2. Komuniaksi publik.
3. Komunikasi massa.
19 Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h. 27.
24
a. Komunikasi intrapersonal
Komunikasi intrapribadi atau komunikasi intrapersonal adalah
proses penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi dalam diri komunikator,
antara diri sendiri. Jenis komunikasi ini merupakan keterlibatan internal
secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolis dari pesan-pesan yang
diproduksi melalui proses pemikiran internal individu.20
Aktivitas dari dari komunikasi intrapribadi yang dilakukan sehari-
hari dalam upaya memahami diri pribadi, diantaranya berdoa, bersyukur,
intropeksi diri dengan meninjau perbuatan, seperti melamun, merencanakan
aktivitas yang akan dilakukan, dan berimajinasi secara kreatif.
b. Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah
komunikasi antarindividu yang lain atau kurang lebih secara tatap muka
(face to face). Sebagaimana dinyatakan oleh R. Wayne Pace yang dikutip
oleh Hafied Changara, “international communication involving to more
people in face to face setting.”21
Menurut sifatnya komunikasi antar pribadi dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu komunikasi diadik dan komunikasi kelompok-kelompok
kecil. Adapaun yang dimaksud dengan komunikasi diadik adalah
komunikasi yang berlangsung dua orang secara tatap muka.
20 Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 102. 21 Hafied Changara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2000), cet ke-2, h. 31.
25
Sedangkan komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang
berlangsung anatara tiga orang atau lebih secara tatap muka yang
anggotanya antara satu sama lain saling berinteraksi.22
c. Komunikasi publik
Komunikasi publik adalah prsoes komunikasi yang terjadi antara
satu individu dengan khalayak yang banyak secara tatap muka seperti acara
pidato presiden, ceramah agama, khutbah jumat, dan pengajian majelis
ta’lim.
Dalam komunikasi publik penyampaian pesan berlangsung secara
kontinu dengan pembicara dan yang dapat diidentifikasi. Interaksi antara
narasumber dengan penerima pesaan sangat terbata. Hal ini karena waktu
yang digunakan sangat terbatas.23
d. Komunikasi massa
Komunikasi massa adalah jenis komunikasi dimana pesan yang
disampaikan secara langsung oleh komunikan, tapi melalui sebuah media
massa, seperti, radio, televisi, media cetak, dan internet.
Perbedaan komunikasi massa dengan komunikasi lain intinya adalah
sifat pesan dan komunikasi massa yang terbuka dengan khalayak yang
variatif baik dilihat dari segi agama, suku, pekerjaan, dan sebagainya.24
22 Hafied Changara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 32. 23 Hafied Changara, Pengantar Imu komunikasi, h. 33. 24 Hafied Changara, Pengantar Imu Komunikasi, h. 35-37.
26
B. Komunikasi Persuasif
1. Pengertian Komunikasi Persuasif
Secara etimologi, persuasi adalah “meyakinkan, lunak, tanpa
kekerasan”. Sedangkan secara istilah persuasif dapat diartikan “sebuah
pendekatan untuk dapat meyakinkan, membujuk, dengan sebuah argumen
yang menguraikan suatu masalah atau keadaan yang dibuktikan dengan
data-data dan fakta-fakta yang bertujuan untuk memengaruhi dan agar
mereka mau mengikuti atau melakukan sebagaimana yang diharapkan.25
Jalaludin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Psikologi
Komunikasi mengatakan bahwa komunikasi persuasif dapat didefinisikan
juga sebagai proses memengaruhi dan mengendalikan pendapat, perilaku,
dan tindakan orang lain melalui pendekatan manipulasi psikologis sehingga
orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri.26
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
persuasif adalah sebuah proses mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku
orang lain, baik secara verbal maunpun non verbal. Proses itu sendiri adalah
setiap gejala atau fenomena yang menunjukan suatu perubahan yang terus
menerus dalam konteks waktu, setiap pelaksanaa atau perlakuan secara
terus-menerus. Ada dua persoalan yang berkaitan dengan pengunaan proses,
yakni persoalan dinamika objek, dan persoalan penggunaan bahasa.
25 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Penerbit
Arkola, 1994), h. 593. 26 Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h.
14.
27
Komunikasi persuasif dapat dilakukan secara rasional dan secara
emosional. Dengan cara rasional, komponen kognitif pada diri seseorang
dapat dipengaruhi. Aspek yang dipengaruhi berupa ide ataupun konsep.
Sementara komunikasi persuasi secara emosional, biasanya menyentuh
aspek afeksi, yaitu hal yang berkaitan dengan kehidupan emosional
seseorang. Melalui cara emosional, aspek simpati dan empati seseorang
dapat digugah.27
Maksud komunikasi persuasif dalam kerangka dakwah adalah
komunikasi yang senantiasa berorientasi pada segi-segi psikologis mad’u
dalam rangka membangitkan kesadaran mereka untuk menerima dan
melaksanakan ajaran Islam.
2. Metode Komunikasi Persuasif
Seorang komunikator hendaknya membekali diri mereka dengan
teori-teori persuasif agar ia dapat menjadi komunikator yang efektif.
Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif, terdapat beberapa teori
yang dapat digunakan sebagai dasar kegiatan yang dalam pelaksanaanya
bisa dikembangkan menjadi beberapa metode, anatara lain:28
a) Metode asosiasi: adalah penyajian pesan komunikasi
dengan jalan menumpangkan pada suatu peristiwa yang
aktual, atau sedang menarik perhatian dan minat massa.
Metode ini secara umum sering dilakukan oleh kalangan
27 Soleh Soemirat, dkk, Komunikasi Persuasif (Universitas Terbuka, 2007) h. 4-5. 28 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 125-
126.
28
pebisnis atau para politikus. Popularitas figur-figur tertentu
dimanfaatkan dalam kerangka pencapaian tujuan-tujuan
tertentu.
b) Metode integrasi: kemampuan untuk menyatukan diri
dengan komunikan dalam arti menyatukan diri secara
komunikatif, sehingga tampak menjadi satu, atau
mengandung arti kebersamaan dan senasib serta
sepenanggungan dengan komunikan, baik dilakukan secara
verbal maupun nonverbal. Contoh pada penggunaan kata
kita bukan kata saya atau kami. Kata kita berarti saya dan
anda. Hal ini mengandung makna bahwa yang
diperjuangkan komunikator bukan kepentingan diri sendiri
melainkan juga kepentingan komunikan.
c) Metode pay-off dan fear-arousing: yakni kegiatan
mempengaruhi orang lain dengan jalan melukiskan hal-hal
yang menggembirakan dan menyenangkan perasaannya
atau memberi harapan (iming-iming), dan sebaliknya
dengan menggambarkan hal-hal yang menakutkan atau
menyajikan konsekuensi yang buruk dan tidak
menyenangkan perasaan.
d) Metode Icing: yaitu upaya menyusun pesan komunikasi
sedemikian rupa sehingga enak didengar, atau enak dilihat
atau enak dibaca dan orang memiliki kecenderungan untuk
29
mengikuti apa yang disarankan oleh pesan tersebut. Metode
Icing dalam kegiatan komunikasi persuasif adalah seni
menata pesan dengan imbauan-imbauan sedemikian rupa
sehingga menarik.
.
Wilbur Schramm di dalam bukunya “The Process and Effect of Mass
Communication,” mengemukakan bahwa berhasilnya komunikasi persuasif
perlu dilaksanakan suatu persuasif yang biasa disebut AIDDA.29 Formula
AIDDA merupakan kesatuan dari tahapan-tahapan komunikasi persuasif, di
antara penjelasannya sebagai berikut:
a. Attention (perhatian)
b. Interest (ketertarikan)
c. Desire (keinginan)
d. Action (kegiatan)
Formulasi AIDDA diatas didahului dengan upaya membangkitkan
perhatian. Apabila perhatian sudah terbangkit kini menyusul upaya
menumbuhkan rasa tertarik atau “minat” dalam mengutarakan hal-hal yang
menyangkut kepentingan komunikan, oleh karenanya seorang komunikator
terlebih dahulu harus mengenal siapa komunikan yang dihadapinya.
Selanjutnya memunculkan hasrat keinginan pada komunikasi untuk ajakan,
bujukan, dan rayuan. Di sini himbauan emosional perlu ditampilkan oleh
29 Oemi Abdurrahman, Dasar-Dasar Public Relations, (Bandung: Pt. Citra Aditya Bakti,
2001), cet ke-12, h. 61-62.
30
komunikator sehingga selanjutnya komunikan dapat mengambil keputusan
untuk melakukan suatu keinginan “kegiatan”, sebagaimana diharapkan oleh
komunikator.
3. Unsur-unsur Komunikasi Persuasif
Menurut Aristoteles, komunikasi dibangun oleh tiga usur yang
fundamental, yakni, orang yang berbicara, materi pembicarannya, dan orang
yang mendengarkannya. Aspek pertama yang disebut persuader atau
komunikator, yang merupakan sumber komunikasi; aspek kedua adalah
pesan; aspek ketiga adalah persuadee atau komunikan, yang merupakan
penerima komunikasi.
Persuader adalah sekelompok orang atau individu yang
menyampaikan pesan dengan tujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat,
dan perilaku orang lain baik secara verbal maupun non- verbal. Oleh karena
itu seorang persuader harus memiliki nilai etos yang tinggi. Selain itu
seorang komunikator juga harus memiliki sifat reseptif, yaitu bersedia
menerima gagasan dari orang lain, selektif dalam menerima berbagai
informasi, digestif, yaitu mampu menerima berbagai gagasan, asimilatif
yaitu mampu menciptakan gagasan-gagasan baru yang orisinal sebagai
bahan untuk komunikasi, transitif, yaitu memiliki kemampuan meilih kata-
kata yang funsional, mampu menyusun kata secara logis, memilih waktu
yang tepat untuk komunikasinya dan lain-lain.
Dengan semikian tugas seorang komunikator dalam komunikasi
persuasif sangatlah berat, karena ia harus mempunyai berbagai kemampuan
31
untuk meyampaikan pesannya agar dapat diterima oleh komunikan dengan
baik yang kemudian ia mampu melakukan saran yang diajukan oleh
komunikator.
Persuadee adalah orang/ sekelompok orang yang menjadi tujuan
pesan itu disampaikan dan disalurkan oleh persuader baik secara verbal
maupun non verbal. Kepribadian dan ego merupakan dua faktor yang
berpengaruh terhadap penerimaan komunikan terhadap komunikasi,
termasuk di dalamnya faktor persepsi dan pengalaman.
Pesan adalah segala sesuatu yang memberikan pengertian kepada
penerima. Pesan bisa berbentuk verbal maupun non verbal, baik disengaja
maupun tidak disengaja.
Efek komunikasi persuasif adalah perubahan yang terjadi pada diri
persuader sebagai akibat dan diterimanya pesan melalui proses komunikasi,
efek yang bisa terjadi berbentuk perubahan sikap, pendapat, dan tingkah
laku. Lingkungan komunikasi persuasif adalah konteks situaisonal dimana
proses komunikasi persuasif ini terjadi. Hal itu bisa berupa konteks historis,
konteks fisik temporal, kejadian-kejadian kontemporer, impending events
dan norma-norma sosiokultural.30
30 Herdiyan Maulana & Gumgum Gumelar, Pesikologi Komunikasi dan Persuasi, (Jakarta:
Akademia Permata, 2013), h. 11-12.
32
4. Strategi Komunikasi Persuasif
Strategi adalah rencana terpilih yang bersifat teliti dan hati-hati atau
serangkaian manuver yang teah dirancang untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam mempertimbangkan strategi komunikasi persuasif yang
akan diterapkan, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Spesifikasi tujuan persuasif;
b) Identfikasi kategori sasaran;
c) Perumusan strategi persuasif;
d) Pemilihan metode persuasif yang akan diterapkan.31
Dalam komunikasi persuasif paling tidak memiliki tiga tujuan, yakni
membentuk tanggapan, memperkuat tanggapan, dan mengubah tanggapan.
Secara umum, sasaran persuasif dapat diidentifikasi berdasarkan umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, keanggotaan dalam kelompok primer, dan
minat khusus sasaran. Selain itu, dapat dilihat dari aspek sasaran pedestrian,
sasaran pasif dan kelompok diskusi, sasarn terpilih, sasaran kesepakatan,
dan sasaran terorganisasi.
Dalam memilih metode persuasif, ada tiga pendekatan yang bisa
dilakukan, yakni pendekatan berdasarkan media yang digunakan, sifat
hbungan antara persuader dan sasarannya, serta pendekatan psikososial.
31 Herdiyan Maulana & Gumgum Gumelar, Pesikologi Komunikasi dan Persuasi, h. 13.
33
C. Aktivitas Dakwah
Aktivitas dakwah dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan yang
mengarah pada perubahan terhadap sesuatu yang belum baik agar menjadi lebih
baik lagi.
1. Pengertian Aktivitas
Aktivitas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah keaktifan,
kegiatan, atau kesibukan atau bisa juga salah satu kegiatan kerja yang
dilaksanakan dalam tiap bagian sesuatu organisasi.32
Banyak sekali aktivitas yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-
hari, namun berarti atau tidaknya kegiatan bergantung pada individu
tersebut. Karena menurut Samuel Sahoe sebenarnya aktivitas bukan hanya
sekedar kegiatan, beliau mengatakan bahwa aktivitas dipandang sebagai
usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan.
Salah satu kebutuhan manusia adalah menuntut ilmu untuk menjadi
pintar atau pandai. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka manusia
harus belajar dengan cara membaca buku atau mengeyam pendidikan di
sekolah, berdiskusi dalam suatu organisasi atau komunitas, atau tempat-
tempat menimba ilmu.
Seseorang yang ingin mendalami ilmu agama dan ingin membangun
atau berinteraksi dengan masyarakat yang islami misalnya, tentu ia harus
32 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1990), cet ke-3, h.17.
34
melakukan aktivitas yang membantu tercapainya keinginan tersebut. Seperti
membaca buku-buku keagamaan, mengikuti pengajian, atau melakukan
diskusi-diskusi tentang keagamaan dan kemasyarakatan. Mengkaji norma-
norma ajaran Islam tentang hubungan sesama manusia dan tak kalah
pentingnya adalah mengadaptasikannya atau menerapkan ilmu yang telah
diperoleh ke dalam kehidupan yang nyata.
2. Pengertian Dakwah
Pengertian dakwah dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar
dari kata kerja (fi’il) da’a, yad’u, da’watan yang berarti menyeru,
memanggil, dan mengajak.33 Dakwah dalam bahasa Indonesia dipahami
sebagai “ajakan, seruan, panggilan, dan undangan kepada ajaran Tuhan”.34
Secara terminologi (istilah), pengertian dakwah akan dikemukakan
oleh beberpa pendapat para tokoh yang memberikan pengertian menurut
sudut pandang masing-masing, yaitu sebagai berikut:
a. Prof. Toha Yahya Omar mendefinisikan dakwah sebagai usaha
mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang
benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.35
b. Drs. Hamzah Yakub dalam bukunya publistik Islam,
memberikan pengertian dakwah sebagai usaha mengajak
33 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), h. 127. 34 Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah (Jakarta: Widjaya,1992), h. 1 35 Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah, h. 1.
35
manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti
petunjuk Allah Swt dan Rasul-Nya.36
c. Drs. Arifin M.Ed mendefinisikan dakwah sebagai sesuatu
kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku
yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha
mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun
kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian,
kesadaran, sikap, penghayatan, serta pengamalan terhadap
ajaran agama sebagai massage yang disampaikan padanya tanpa
adanya unsur paksaan.37
d. Syeikh Ali Mahfudh mendefinisikan bahwa inti dari dakwah
adalah mengajak manusia ke jalan Allah agar mereka berbahagia
di dunia dan di akhirat.38
e. Prof. Dr. Quraisy Shihab mendifinisikan dakwah sebagai seruan
atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi
tertentu kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik
terhadap pribadi maupun masyarakat dan dakwah seharusnya
berperan dalam pelaksanaan ajaran Islam secara lebih
menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.39
36 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 19. 37 H. M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), cet ke-3, h. 6. 38 Syeikh Ali Mahfudh, Hidayah Al-Mursyidin, (Beirut: Daar Al-Ma’rif), h. 17. 39 Quraisy Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Mayarakat, (Bandung: Mizan, 1998), cet ke17, h. 194.
36
Bila dipahami dari berbagai sudut pandang terlihat bahwa esensi
dakwah Islam sesungguhnya kegiatan dan upaya mengajak manusia atau
orang lain agar kembali kepada kesucian, agar menjalankan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya secara utuh dan menyeluruh.
3. Unsur-unsur dakwah
Unsur-unsur dakwah merupakan pembagian penting dalam
berdakwah. Disini, terdapat banyak kesamaan yang amat sangat mendasar
antara teori yang digunakan para ulama atau pun para cendikiawan muslim
dengan teori Laswell S-M-C-R=Ef, maka dalam dakwah ada istilah da’i
(pelaku dakwah), mad;u (sasaran dakwah), maddah (maeri dakwah),
wasilah (media dakwah), thariqah (pesan dakwah), dan atsar (efek).
a. Da’i (pelaku dakwah)
Da’i adalah individu atau sekelompok muslim dan muslimah yang
mempunyai keteladanan yang baik dalam mengemban misi Islam dalam
upaya menyeru kepada yang ma’ruf dan menegah dari perbuatan
munkar.40 Pada prinsipnya setiap seorang muslim mempunyai
kewajiban untuk menyampaikan dakwah islamiyah, paling tidak untuk
dirinya dan keluarga. Sebagaimana diamanatkan oleh Allah SWT dalam
Al-Quran yang berbunyi:
40 K.H. Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), cet ke-1,
h. 78.
37
ها يأ ين ي هليكم نارا وقودها ٱلذ
نفسكم وأ
عليها ٱلجارة و ٱنلذاس ءامنوا قوا أ
ملئكة غلظ شداد لذ يعصون مرهم ويفعلون ما يؤمرون ٱللذ ٦ما أ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan (Q.S. At-Tahrim: 6)
Dengan demikian dapat dipahami bahwa setiap seorang yang
menyatakan beragama Islam, maka secara otomatis ia memikul suatu
kewajiban untuk meaksanakan dakwah Islam.
b. Mad’u (sasaran dakwah)
Mad’u merupakan target yang menjadi objek utama dalam
berdakwah. A.H. Hasanuddin berpendapat bahwa “Orang yang diseru,
dipanggil, atau diundang”.41 Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dipahami, bahwa yang dinamakan dengan mad’u memiliki berbagai
kelas yang terbagi dalam sosial, ekonomi, geografis, profesi, bahkan
sampai kepada tingkatan usia dan pengetahuan. H.M. Arifin dalam
bukunya yang berjudul Psikologi Dakwah, menjabarkan tingkatan yang
ada, yaitu:
41 A.H. Hasanuddin, Rethorika Dakwah dan Publistik Dalam Kepemimpinan, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1982), cet ke-1, h. 33.
38
1. Sosiologis, meliputi berbagai lapisan masyarakat, yaitu masyarakat
terasing, pedesaan, perkotaan, Kota kecil, serta masyarakat marjinal
di Kota besar.
2. Struktur kelembagaan, biasanya dikenal dengan istilah priyai,
abangan, dan santri. Hal ini banyak ditemukan di daerah masyarakat
jawa.
3. Tingkatan usia, mulai dari yang muda hingga yang tua. Hal ini
terjadi karena dipengaruhi tingkat kedewasaan yang seiring dengan
usia.
4. Profesi, tingkatan ini biasanya mencakup petani hingga eksekutif.
5. Ekonomi, struktur antara yang kaya hingga yang miskin.
6. Jenis kelamin (baik pria maupun wanita).
7. Masyarakat khusus, tunasusila, tunawisma, tunakarya, narapidana
dan sebagainya.42
c. Materi dakwah
Materi dakwah yang disampaikan oleh da’i tidak lain adalah sesuai
dengan Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis sebagai sumber
utama yang meliputi aqidah, syariah, dan akhlak.43
Seorang da’i dituntut untuk memilih dan menentukan topik tertentu
yang akan disampaikan kepada mad’u yang mendengarkannya dengan
memperhatikan kondisi serta kebutuhan mad’u yang menjadi objek
42 H.M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 13-14. 43 Wahdi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), h. 33.
39
dakwah tersebut, dengan harapan da’unya dapat memahami betul apa
yang disampaikan da’i sehingga mad’u tidak mengalami kesulitan untuk
memahami dan mencernanya.
d. Metode dakwah
Abdul Kadir Munsyi, mengartikan metode sebagai cara untuk
menyampaikan sesuatu.44 Sedangkan dalam metodologi pengajaran
ajaran agama Islam disebutkan bahwa metode adalah “suatu cara yang
sistematis dan umum terutama dalam mencari kebenaran ilmiah”.45
Metode adalah cara kerja yang sistematis dan teratur untuk pelaksanaan
suatu cara kerja.46
Dari banyaknya pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
metode adalah sebuah cara yang digunakan dalam menyampaikan
sesuatu kepada orang lain dengan tujuan agar tercapainya kesepahaman
tentang apa yang disampaikan. Rafiffuddin dan M. Abdul Djalil,
menguraikan beberapa metode dalam berdakwah, yaitu sebagai berikut:
1) Qoulan Ma’rufan, bakwah bil lisan atau dengan bicara
dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai dengan misi
agama seperti penyebarluasan salam.
2) Dakwah bil qalam dengan menggunakan keterampilan tulis
menulis berupa artikel.
44 Abd. Kadir Munsyi, Metode Diskusi dalam Dakwah, (Surabaya: al-Ikhlas, 1983), cet ke-
1, h. 29. 45 Soeleiman Yusuf, Slamet Susanto, Pengantar Pendidian Sosial, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1981), h. 38. 46 Paus A. Partanto, M. Dahlan al-Bahri, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1994), h. 461.
40
3) Dakwah bil hal dengan menggunakan berbagai kegiatan
yang langsung menyentuh kepada masyarakat.
4) Dakwah dengan alat-alat elektronik seperti radio, televisi,
komputer, dan alat lainnya yang dapat menunjang
berdakwah.47
D. Pencak Silat
1. Pengertian Pencak Silat
Menurut kamus besar bahasa indonesia, silat berarti “permainan”
(keahlian) dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis,
menyerang, dan membela diri, baik dengan maupun tanpa senjata.
Menurut Ali Sabeni, pencak dapat diartikan jurus-jurus. Silat dapat
diartikan Shalat, sebelum Shalat didahului dengan wudhu. Di dalam proses
wudhu, tangan kiri dan tangan kana saling membersihkan dari hal-hal yang
kotor. Jadi pencak silat itu bukan untuk mencari permusuhan atau berkelahi,
namun untuk sarana pergaulan seperti layaknya tangan kiri dan tangan
kanan tadi.48 Sebab itulah orang-orang yang pandai silat janganlah sombong
dan takabur. Dia harus ramah-tamah, dan jangan sekali-kali berbuat
keonaran.
47 Raffifuddin, M. Abd. Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Pustaka Setia, 1997), cet ke-
1, h. 25. 48 Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pencak Silat, (Jakarta: Dinas
Kebudayaan DKI Jakarta, 1992/1993), h. 37.
41
Selain itu Ali Sabeni menyatakan bahwa Silat itu kependekan dari
Silaturahmi. Jadi orang-orang yang belajar silat dapat diartikan dididik
untuk bersilaturahmi dengan sesama umat.
Ada juga tentang kode menghormat kepada para tamu dengan cara
kepalan tangan kanan ditutup oleh telapak tangan kiri diletakkan di muka
dada. Ini mengandung arti bahwa kekuatan yang dimiliki oleh tangan kanan
jangan sampai ditonjolkan (sombong), karena itu tandanya harus ditutup
dengan telapak tangan kiri. Jelasnya gerakan tersebut melambangkan
jangan sampai memperlihatkan kekuatan pada siapapun, jangan sombog,
dan takabur.
Dengan demikian yang disebut pencak silat itu adalah jurus-jurus
serta kembangannya yang berupa tarian baik mempergunakan senjata
maupun tangan kosong yang berfungsi sebagai silaturahmi, olahraga,
pendidikan mental spiritual, sarana pergaulan serta untuk membela diri.
Ada banyak sekali aliran pencak silat di tanah air Indonesia, salah
satunya adalah pencak silat khas Betawi. Pencak silat Betawi atau maen
pukulan, memiliki peranan sangat penting dalam kancah penccak silat
nasional. Mengingat hampir separuh dari sekitar 600-800 aliran atau
perguruan yang ada di Indonesia berasal dari Jakarta. Ada sekitar 317 aliran
maen pukulan di tanah Betawi, yang merupakan pengembangan dari sekitar
100-200 pecahan aliran dari aliran inti. Jumlah 317 aliran tersebut
merupakan data yang dimiliki PPS (Perguruan Pencak Silat) Putra Betawi,
namun perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikannya. Keempat aliran
42
inti itu didasarkan atas karakter dan bentuk maen pukulan, yang terdiri dari
gerak cepat, gerak rasa, gerak kuat, gerak teguh, dan gerak rasa.49
2. Manfaat pencak Silat
Pencak silat merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia yang
bernilai luhur. Nilai-nilai luhur pencak silat terkandung dalam jati diri yang
meliputi 3 hal pokok sebagai satu kesatuan, yaitu budaya Indonesia sebagai
jiwa dan sumber motivasi penggunaannya, pembinaan mental spiritual/ budi
pekerti, bela diri, seni, dan olahraga sebagai aspek integral dan
substansinya.
R. Asikin mengatakan bahwa fungsi atau manfaat pencak silat bukan
untuk berkelahi semata, tetapi untuk:
a. olahraga, di dalam pencak silat terdapat unsur-unsur olahraga untuk
menyehatkan badan. Tidak sedikit para atlet silat yang memiliki badan
sehat, dikarenakan dengan silat kita dapat merenggangkan otot-otot
yang tegang, sehingga otot-otot tersebut menjadi kuat. Jadi, jelas disini
bahwa pencak silat itu mengandung unsur olahraga.
b. Kesenian, dalam gerakan pencak silat banyak sekali mengandung
gerakan-gerakan tarian. Tiap aliran pun memiliki gerakan atau tarian
yang berbeda-beda, tergantung asal aliran pencak silat tersebut. Jadi
49 O’ong Maryono, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, (Jakarta: Pustaka Obor
Indonesia, 2016), cet ke-1, h. 7.
43
dengan kita berlatih silat, secara tidak langsung kita melestarikan
kesenian bangsa Indonesia.
c. Pendidikan, di dalam pelatiahn pencak silat terdapat proses latih-melatih
jurus silat. Ada orang yang melatih dan ada juga orang yang dilatih.
Dalam penyampaiannya, materi pelatihan sangat beragam, tergantung
kepada pengalaman dan pengetahuan si pelatih itu sendiri.
d. Membela diri, suda sangat jelas bahwa silat bukan untuk berkelahi tetapi
untuk membela diri. Ali Sabeni mengatakan bahwa pencak silat bukan
untuk berkelahi atau mencari musuh, melainkan untuk membela diri jika
ada yang menyerang.50
3. Silat sebagai dakwah dan mental spritual
Silat sebagai seni budaya yang sudah ada sejak dahulu memberikan
cerita tersendiri, di antaranya adalah silat sebagai media dakwah oleh para
ulama dalam menyebarkan ajaran Islam di bumi Nusantara. Untuk menarik
minat masyarakat, dalam silat yang diajarkan oleh para ulama umumnya
memiliki muatan nilai keislaman.
Namun, tidak semua perguruan pencak silat memiliki dan
mengajarkan pencak silat mental spritual. Perguran pencak silat yang
menajarkan pencak silat mental spiritual tidak ditampilkan secara tersendiri,
tetapi bersama-sama atau terpadu dengan cabang pencak silat lain yang
50 Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pencak Silat, (Jakarta: Dinas
Kebudayaan DKI Jakarta, 1992/1993), h. 43-44.
44
diajarkan oleh perguruan pencak silat tersebut sebagai bagian yang terpadu.
Dalam hal ini, pencak silat merupakan pelengkap tetapi sangat penting dari
cabang pencak silat lain yang tampilannya merupakan pencak silat pokok.51
Disebutkan pula bahwa kata silat berasal dari kata salat, dan sebelum
salat kita diwajibkan untuk berwudhu. Dalam berwudhu tangan kiri dan
tangan kanan saling membersihkan dari kotoran-kotoran. Demikian pula
dalam pencak silat, harus silih asah, silih asih, dan silih asuh. Informasi
lain, silat juga kependekan dari kata silaturahmi. Dengan demikian pencak
silat itu adalah untuk bersilaturahmi bukan untuk bermusuhan atau
berkelahi.52
51 Mulyana, Pendidikan Pencak Silat: Membangun Jati Diri dan Karakter Bangsa,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), cet ke-2, h. 89-90. 52 Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pencak Silat, (Jakarta: Dinas
Kebudayaan DKI Jakarta, 1992/1993), h. 44.
45
BAB III
GAMBARAN UMUM PERGURUAN PENCAK SILAT PUSAKA
DJAKARTA
A. Sejarah Pencak silat Betawi
Sejarah silat betawi secara pasti masih belum jelas dan belum
penulis temui. Namun, proses lahirnya pencak silat betawi sebagai produk
akulturasi dan etnis-etnis yang dominan mempengaruhi, serta peranan
pencak silat betawi dimasa kolonial barat dan masa pendudukan Jepang.
Leluhur masyarakat Betawi mengenal asal muasal pencak silat bukan
sebagai kegiatan ilmu bela diri murni, karena lahir dari tradisi masyarakat
yang mengutamakan mental spriritual. Pencak silat merupakan unsur
kebudayaan yang paling umum dilakukan saat itu, dengan nuansa
keagamaan sebagai ruh utamanya. Selain untuk mempertahankan diri dari
serangan bangsa asing, kala itu pencak silat diciptakan sebagai sebagai
penunjang ritual tradisi.53 Hal yang terpenting ketika ketika membicara
pencak silat dalam khasanah budaya adalah kekuatan dalam diri manusia
maupun di luar manusia, yaitu kekuatan alam.
Sekitar pertengahan abad 19, berangsur-angsur muncul nama atau
aliran-aliran maupun gaya pencak silat yang ada di batavia (Jakarta),
menyusul kemunculan sosok pendekar, jawara, dan jagoan yang piawai
ilmu bela diri. Pada masyarakat Betawi, istilah jawara ditujukan untuk guru
53 O’ong Maryono, Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi, (Jakarta: Pustaka Obor
Indonesia, 2016), cet ke-1, h. 16.
46
pencak silat atau orang yang pandai ilmu bela diri, dan melindungi
masyarakat. Seorrang jawara Betawi dilarang untuk berjudi, merampok,
memperkosa, minum minuman keras, dan melakukan perbuatan tercela
lainnya. Gejolak sosial yang dipelopori para jawara betawi, membuat
pemerintah Belanda saat itu ketat mengawasi kegiatan terkait pencak silat
dan menghambat perkembangannya, terutama pada daerah yang meiliki
tingkat kerawanan dan perlawanan cukup tinggi.
Berbeda dengan masa kolonial Belanda, pencak silat betawi dan
indonesia sangat berkembang pesat pada zaman pemerintahan Jepang. Pada
masa itu pencak silat digunakan sebagai sarana propaganda dan alat untuk
mengusir kolonial Belanda serta beberapa kepentingan Jepang dalam
menghadapi sekutu. Namun, tetap saja pencak silat saat itu hanya
dimanfaatkan dan digunakan sebagai alat untuk memperkuat penjajah.
Setelah berakhirnya penjajahan baik dari kolonial Belanda maupun Jepang,
pencak silat dapat bangkit dengan seutuhnya.
Pada tahun 1948, sepuluh perguruan aliran pencak silat Betawi
mendirikan suatu organisasi untuk mewadahi semua aliran pencak silat
betawi, yaitu Persatuan Pencak Silat Putera Betawi. Persatuan Pencak Silat
Putera Betawi yang disingkat PPS. Betawi adalah organisasi yang pertama
kali mewadahi perguruan-perguruan pencak silat Betawi. Kiprah PPS
putera Betawi dalam perjalanan pencak silat Indonesia tidak bisa
dikesampingkan. PPS Putra Betawi merupakan salah satu top organisasi
yang berada di dalam kelembagaan Ikatan Pencak Silat seluruh Indonesia
47
(IPSI). Tujuan berdirinya PPS Putera Beatwi karena ingin anak-anak Betawi
dapat berkiprah dalam pentas pencak silat nasional, terutama karena pada
PON VIII 1973, pencak silat akan menjadi cabang olahrga yang akan di
pertandingkan. Pada saat pertama kali berdiri, PPS Putera Betawi
beranggotakan kurang lebih 50 perguruan pencak silat betawi. Sampai saat
ini kurang lebih ada 300 perguruan pencak silat Betawi di bawah naungan
PPS Putera Betawi. Salah satu perguruan yang berada di bawah naungan
PPS Putera Betawi adalah Perguruan pencak silat Pusak Djakarta.
B. Sejarah Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta merupakan salah satu
perguruan pencak silat beraliran gerak cepat yang beasal dari betawi.
Perguran pencak silat ini didirikan oleh H. Sanusi atau babe Uci dan para
rekannya pada tahun 1957. Pada pertama kali didirikan perguruan ini
bernama Pencak Silat Pusaka Putera Djakarta (PSPPD). Namun, atas saran
Mursadi (Guru babe Uci), nama perguruan ini berubah menjadi Pencak Silat
Pusaka Djakarta hingga saat ini. babe Uci mengatakan nama Pusaka Djkarta
diambil karena kita sebagai orang Jakarta harus memiliki pusakanya sendiri,
makanya diberi nama Pusaka Djakarta.
Dalam setiap gerakan jurus PSPD berasal dari Pangeran Pakpak,
beliau merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati. Pangeran Pakpak
mengajarkan ilmu beladirinya secara turun temurun kepada muridnya
hingga sampai pada babe Uci. Dilihat dari latar belakangnya yang berasal
48
dari Sunan Gunung Jati yang merupakan sosok yang memiliki ilmu
keagamaan, baik spiritual maupun jasmani. Maka tidak heran dalam setiap
gerakan pencak silat Pusak Djakarta mengandung kaidah-kaidah ajaran
Islam.
Pusaka Djakarta selalu menerapkan nilai-nilai dakwah Islam dalam
setiap gerakan, visi, misi, dan pedoman dalam perguran silat tersebut. Selain
untuk belajar ilmu bela diri, pencak silat Pusaka Djakarta juga selalu
mengajarkan ajaran-ajaran Islam dalam setiap latihannya. Seperti berwudhu
dan salat sunnah dua rakaat serta berdoa sebelum memulai latihan rutin.
Metode pelatihan dan pengajian yang ada di Perguruan PSPD membuat
setiap anggota memiliki unsur mora dan agama. babe Uci juga selalu
memberikan nasehat-nasehat setelah selesai latihan. Nasehat yang selalu
diingatkan adalah untuk selalu menjaga akhlak, menjaga solat, dan selalu
hormati yang lebih tua serta hargai yang lebih muda.
Dalam pelatihannya Perguruan PSPD tidak memungut biaya sepeser
pun kepada muridnya. Karena babe Uci selalu melarang berlatih silat untuk
memperkaya diri. Karena ketika babe Uci belajar silat dari guru-guru
terdahulu pun tidak dipungut biaya, hal itu pun sudah menjadi peraturan
yang terus berlaku turun temurun. Bagi babe Uci, solat dan doa nya para
murid sudah menjadi imbalan dan ladang pahala baginya untuk bekal di
akhirat kelak.
49
“saya ga minta bayaran buat latian, yang penting kalian solat! Silat
juga bukan untuk jadi sok jagoan dan mencari keributan, tapi untuk
bersilaturahmi dengan sesama” pesan babe Uci.54
Pencak Silat Pusaka djakarta sebagai sosial budaya kedaerahan yang
sudah ada sejak dahulu hadir sebagai pemererat persaudaraan dan tolong
menolong sesama manusia, selain itu PSPD menciptakan pemuda penerus
geneasi bangsa yang kuat baik secara mental maupun spiritual agar
terhindar dari pengaruh budaya asing dan perbuatan yang menjurus pada
hal-hal negatif.
PSPD sebagai alat pemersatu di masyarakat, banyak mengikuti
kegitan sosial di wilayah setempat sebagai wujud kepedulian sosial. Dengan
gerakan yang cepat dan menyerang titik vital, PSPD mulai naik keatas
pentas setiap acara kelurahan, kecamatan, provinsi, bahkan tingkat nasional
sebagai bentuk promosi pencak silat Pusaka Djakarta ke masyarakat.
Perguruan PSPD memiliki jadwal latihan rutin dalam setiap
minggunya. Hari Jumat malam Ba’da Isya dipilih sebagai jadwal rutin untuk
berlatih silat. Biasanya anak-anak usia dini terlebih dahulu yang memulai
latihan sampai dengan pukul sembilan malam, setelah anak-anak barlah
orang-orang dewasa yang berlatih dikarenakan seusai mereka
menyelesaikan aktivitas masing masing diluar latihan silat, biasanya mereka
berlatih sampai pukul 12 malam dini hari.
54 Pesan Babe Uci dalam pengajian setelah latihan silat, Kamis 8 September 2016, pukul
20.30 WIB.
50
Hingga saat ini, PSPD memiliki ratusan murid yang terbagi dalam
13 ranting dan tersebar di wilayah Jabodetabek. 13 ranting tersebut adalah:
1) Ranting Mangggarai
2) Ranting Menteng Dalem
3) Ranting Rawajati
4) Ranting Batu Merah
5) Ranting Kalibata
6) Ranting Pulo
7) Ranting Ketapang
8) Ranting Tambun
9) Ranting Fatahillah
10) Ranting Al Ikhlas
11) Ranting Al Hikmah
12) Ranting Pekojan
13) Ranting Cimanggis
51
C. Makna Logo Pusaka Djakarta
1) Lima Jari bermakna, Pancasila, rukun Islam dan sumpah perguruan.
2) Obor bermakna, penerang atau petunjuk pada bidang seni budaya
Indonesia khususnya bidang pencak silat.
D. Visi dan Misi Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Seperti organisasi pada umumnya, Perguruan Pencak Silat Pusaka
Djakata memiliki visi dan misi sebagai tujuan dan prinsip dasar perguruan.
Visi:
Gambar:
Logo Perguruan silat Pusaka Jakarta
52
a. Memelihara dan mendorong tumbuh kembangnya seni pencak silat khas
budaya Betawi Jakarta.
b. Menjalin hubungan yang erat dan produktif dengan sesama organisasi
pencak silat yang tergabung dalam IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia).
c. Menjadi mediator dan fasilitator bagi semua anggota perguruan pencak
silat pusaka djakarta dalam berhubungan dengan Pemerintah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (PEMDA DKI) pada khususnya dan Pemerintah
Pusat umumnya.
Misi:
a. Membina kepedulian, kemandirian, dan kemajuan seluruh anggota
perguruan pencak silat pusaka djakarta dalam kehidupan sehari-hari
mereka.
b. Mempererat tali persaudaraan sesama anggota perguruan pencak silat
pusaka djakarta dengan masyarakat umum.
c. Menjadi konseptor, inisiator serta motor pendorong bagi masyarakat
jakarta dalam menciptakan suasana kota jakarta yang bersih, aman, dan
nyaman.
E. Tujuan Perguruan Silat Pusaka Djakarta
Tujuan umum dari perguruan silat Pusaka Jakarta terkandung di
dalam lima pilar pendidikan karakter dalam pencak silat yakni:
53
1) Takwa
Takwa berarti beriman teguh kepada pemilik alam semesta, yakni
Allah Swt. Bertakwa artinya meyakini akan kebesaran Allah Swt
dan menjalankan seluruh ajaran-Nya secara Kaffah atau total.
2) Tanggap
Tanggap berarti peka, peduli, antisipatif, proaktif, dan mempunyai
kesiapan diri terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi
berikut semua kecenderungan, tunturan, dan tantangan yang
menyertainya berdasarkan sikap berani, mawas diri, dan terus
meningkatkan kualitas diri.
3) Tangguh
Tangguh berarti bersikap ulet dan sanggup mengembangkan
kemampuan diri dalam menghadapi dan menjawab setiap tantangan
serta dapat mengatasi setiap persoalan, hambatan, dan gangguan
dengan baik.
4) Tanggon
Tanggon berasal dari bahasa Jawa yang artinya teguh, tegar,
konsisten, dan konsekuen dalam memegang prinsip menegakkan
keadilan, kejujuran, dan kebenaran.
5) Trengginas
Trengginas dalam bahasa Jawa berarti enerjik, aktif, kreatif, dan
inovatif, berpikir luas serta sanggup bekerja keras untuk mengejar
kemajuan yang bermutu dan bermanfaat bagi diri sendiri dan
54
masyarakat berdasarkan sikap kesediaan untuk membangun diri
sendiri dan sikap bertanggung jawab atas pembangunan
masyarakatnya.
Selain lima pilar pendidikan karakter dalam pencak silat di atas,
tujuan dari perguruan silat Pusaka Jakarta secara khusus terkandung di
dalam sumpah perguruan atau Undang-undang perguruan silat Pusaka
Jakarta, diantaranya adalah:
1) Kami akan taat pada perintah Allah Swt dan Rasul-Nya, dan akan
mengerjakan apa yang diperintahkan, serta akan meninggalkan apa
yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.
2) Kami akan mentaati Undang-undang Negara Republik Indonesia
yang berasarkan Pancasila.
3) Kami akan patuh dan hormat pada kedua orang tua, Ibu dan Bapak.
4) Kami akan taat dan patuh pada guru-guru selama guru itu benar, dan
akan selalu mematuhi segala peraturan-peraturan perguruan.
5) Kami akan memperbanyak silaturahmi, menyantuni anak yatim
piatu, serta fakir miskin dan akan selalu menghindari segala
keributan-keributan atau perkelahian-perkelahian yang tidak ada
gunanya.
F. Profil Guru Besar dan Struktur Perguruan Pencak Silat Pusaka
Djakarta
Ringkasan Biografi H. Sanusi (babe Uci)
55
Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta tidak mungkin bertahan dan
berkembang menjadi perguruan pencak silat yang besar sampai saat ini
tanpa sosok pendiri yang kuat dan guru yang berjiwa besar. H. Sanusi atau
yang lebih sering disapa babe Uci merupakan pendiri dan Guru Besar
Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta. Meskipun sudah tidak muda lagi,
semangat dan tekad beliau untuk melestarikan kebudayaan pencak silat
betawi patut diacungi jempol. Beliau selalu menjaga pola makan dan waktu
aktivitasnya sehari hari dengan benar, maka tak ayal babe Uci masih segar
bugar di kala usianya ke 84 tahun saat ini.
“Sejak muda, saya hanya makan sekali sehari. Saya hanya makan
siang sekitar pukul 14.00,” kata pria yang akrab dipanggil babe Uci
ini dirumahnya di Manggarai Selatan, Jakarta Selatan.55
Hanya ketika sangat lapar dan harus pergi beliau makan dua keping
biskuit sebagai pengganjal perut. Kebiasaan itu bermula ketika babe Uci
tinggal di pesantren yang berada di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat, saat
usianya 15 tahun. Disana, para santri membiasakan diri makan secukupnya
dan seadanya. Mereka tak pernah berlebihan dan selalu makan bersama.
Menurut Sang guru, makan banyak akan menutupi hati.
“Betul ajaran beliau (Guru babe Uci), banyak makan bukan hanya
membuat hati tertutup lemak, melainkan juga membuat orang
menjadi tamak, serakah, dan rela berbuat apa saja demi memuaskan
nafsu” kata babe Uci.
55 http://pencaksilat-pusakadjakarta-babeuci.blogspot.co.id/ diakses pada tanggal 6 September 2016.
56
Babe Uci mulai berlatih pencak silat saat berusia 12 tahun di
kawasan Sawah Besar. Beliau belajar ilmu silat dengan gurunya yang
bernama Mursadi bin Rabidun. Kendati demikian, Anak pertama dari enam
bersaudara ini selalu ingat, sang guru silat tak sembarangan melatih dan tak
semua anak terpilih ikut latihan. Hanya mereka yang rajin shalat dan
mengaji yang boleh ikut berlatih. Dulu, mereka biasa berlatih setelah shalat
isya dan mengaji. Latihan silat biasa dimulai dari pukul 20.00 hingga dini
hari dan dibimbing langsung oleh sang pelatih, Murasdi bin Rabidun.
Beliau mengenang, kala itu kawasan Sawah Besar berupa kampung
dengan kebon penuh pepohonan dan tanpa listrik. Dia menjelaskan, mereka
yang belajar pencak silat harus harus rajin shalat dan mengaji karena harus
pandai meredam keinginan berkelahi yang sering timbul ketika orang
belajar bela diri. Sebagai pesilat, mereka harus lebih pandai menahan diri
karena silat bukan untuk pamer diri. Sang guru juga sering membawa Uci
kecil berkeliling ke perguruan silat disejumlah daerah. Tidak hanya
menyambangi kampung-kampung di seputar Jakarta, seperti Kwitang,
Rawa Belong, Menteng Dalam, dan Pasar Minggu, tetapi mereka juga ke
kota lain seperti Bekasi, Bogor, dan Garut.
Selain mempelajari aliran gerak silat lain, tujuan berkeliling juga
untuk menjaga dan menjalin silaturahmi dengan para guru perguruan silat
lain. Hal yang istimewa adalah setiap kampung Jakarta memiliki aliran silat
sendiri. Tak kurang dari 300 aliran silat dikenal dari Jakarta, sementara Babe
Uci menguasai tujuh aliran.
57
Babe Uci mulai merintis kepelatihan silat saat dirinya masih
menimba ilmu di Pesantren, tepatnya saat berusia 17 tahun. Beliau merasa
prihatin melihat banyak kawan yang bengong kala senggang dan tak punya
kegiatan lain setelah pelajaran usai dan semua kewajiban dilaksanakan. Dia
lalu menawarkan diri mengajar silat dan semua temannya antusias. Kegiatan
mengajar silat itu pun di lakukan tanpa sepengetahuan guru dipesantren.
Mereka diam-diam berlatih pada malam hari.
“Ketika kami lulus, tak hanya ilmu agama yang kami dapat. Kami
semua pandai silat dan guru-guru pun bingung dari mana kami
belajar silat dan kapan menekuninya. Saya diam saja, tak
membocorkan rahasia bersama” jelas Babe Uci
Setelah merantau mencari ilmu di Pondok Pesantren selama 10
tahun, Babe Uci kembali ke Jakarta. Beliau akhirnya mendirikan Perguruan
Pencak Silat Pusaka Djakarta yang beraliran gerak cepat pada tahun 1957.
Tujuan utama babe Uci mendirikan Perguruan Pencak Silat adalah untuk
melestarikan Budaya Betawi yang semakin hilang ditinggal minat generasi
muda Jakarta.
Profil (H. Sanusi) babe Uci
58
Bapak H. Sanusi Pendiri Pencak Silat Pusaka Djakarta
Nama : H. Sanusi
Tempat dan Tanggal lahir : Jakarta, 4 September 1931
Pasangan : Nani
Pendidikan : Pesantren di Tasikmalaya selama 10 tahun
Prestasi :
1) Mendirikan dan mengelola Perguruan Pencak Silat Pusaka
Djakarta dari 1957 sampai kini.
2) Koreografer film laga pertama “Djampang Mentjari Naga
Hitam” pada tahun 1969.
3) Menjadi koreografer 28 film laga Indonesia.
4) Memperoleh penghargaan dari Lembaga Kebudayaan
Betawi atas peran serta dalam acara Kibar Budaya Untuk
Negeri “CINTE BETAWI 3” tahun 2014
5) Memperoleh penghargaan “Anugrah Budaya” dari
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2013.
59
6) Memperoleh penghargaan Anugerah Budaya Tahun 2013
dari Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.
7) Memperoleh gelar “Maestro Seni Tradisi” dari Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh,
DEA pada tahun 2014.
8) Dewan Juri dalam event Internasional “TAFISA Games
2016” pada cabang festival seni pencak silat.
Struktur Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Penasehat : H. Sanusi
Pembina : Fauzi
Memed
Pembina latihan : Suharyono
Agus
Sudirman
Dadang Kurnia
Ricky Denny Kurnnia
Ahmad Sholeh
Ketua : Sudirgo
Wakil ketua : Bayu Adji Saputra
60
Sekretaris : Rahma Novia
Bendahara : Dwi Prabowo
Gusti Rahma S
Humas : Lina Salmah
Laela
Zahra Nurjannah
Pelatih harian : Soniatul Falah
Riswandi
Panji
Yoga
Perlengkapan : Ahmad Sauqi
Try Prasetyo
Donny
61
BAB IV
HASIL ANALISIS DATA
A. Data Narasumber Penelitian
1. Nama : H. Sanusi
Usia : 85 tahun
TTL Lahir : Jakarta, 4 September 1931
Status : Pendiri dan Guru Besar Perguruan Pencak Silat
Pusaka Djakarta
2. Nama : Muhammad Soleh
Usia : 41 tahun
TTL Lahir : Jakarta, 25 Oktober 1975
Status : Mantan Preman yang sudah taubat dan murid Babe
Uci di PSPD
3. Nama : Soniatul Fallah
Usia : 29 tahun
TTL Lahir : Jakarta, 22 April 1987
Status : Murid terdekat Babe Uci dan Ketua PSPD ranting
Pulo Jati
62
B. Aktivitas Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Pada hakikatnya dakwah adalah realisasi dari amar ma’ruf nahi munkar,
yakni mengajak manusia pada kebajikan dan mencegah manusia dari
kemunkaran. Bila demikian maka dakwah Islam merupakan kewajiban bagi
setiap muslim. Dakwah berjalan tanpa mengenal kurun waktu, selama di dunia
masih ada manusia, maka dakwah Islam tetap diperlukan.
Dakwah dapat menggunakan media apa saja tanpa terkecuali seni
beladiri pencak silat. Oleh karenanya olahraga seni beladiri pencak silat adalah
khasanah budaya dan merupakan budaya bangsa. Pada pengaplikasiannya seni
beladiri pencak silat mengandung nilai-nilai luhur yang merujuk pada ajaran
Islam. Misalnya, selalu berwudhu dan berdoa sebelum melakukan latihan silat.
Melalui silat mereka mendapatkan hidayah untuk lebih mendekatkan diri
kepada Sang Pencipta, selain itu dapat pula melatih kepekaan indrawi, mengolah
kelebihan dan kelenturan anatomi tubuh, dan dapat mempelajari sebanyak-
banyaknya pertanda alam yang ada di sekeliling mereka.
Hal positif inilah yang membuat masyarakat umumnya dan anak-anak
usia dini khususnya harus mendalami pencak silat. Selain untuk melindungi diri
dari kemungkinan terburuk, juga menjaga jiwa dari perbuatan yang dilarang
agama.
Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta merupakan salah satu perguruan
pencak silat beraliran gerak cepat yang beasal dari betawi selalu menerapkan
63
nilai-nilai dakwah Islam dalam setiap gerakan, visi, misi, dan sebagai pedoman
dalam perguran silat tersebut. Selain untuk belajar ilmu bela diri, pencak silat
Pusaka Djakarta juga selalu mengajarkan ajaran-ajaran Islam dalam setiap
latihannya. Seperti berwudhu dan salat sunnah dua rakaat serta berdoa sebelum
memulai latihan rutin.
Menurut Babe Uci, pendiri dan guru besar Pusaka Djakarta, berwudhu,
solat sunnah dua rakaat, serta berdoa sebelum latihan silat bertujuan agar pesilat
selalu ingat dalam batin dan pikiran mereka bahwa berlatih silat bukan untuk
menjadi jagoan dan mencari musuh. Berlatih silat bertujuan untuk membela diri
khususnya, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta menjain silaturahmi
antar pesilat lainnya umumnya. Hal tersebut sudah H. Sanusi terapkan semenjak
beliau pertama kali mendirikan perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta.
Pada bab I, dijelaskan bahwa terdapat beberapa metode dalam
berdakwah, tujuannya adalah agar dakwah menjadi lebih sistematis dan dapat
sampai ke pendengar atau mad’unya lewat berbagai cara. Berikut adalah
beberapa metode dalam berdakwah:
1) Qoulan Ma’rufan, bakwah bil lisan atau dengan bicara
dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai dengan misi
agama seperti penyebarluasan salam.
2) Dakwah bil qalam dengan menggunakan keterampilan tulis
menulis berupa artikel.
64
3) Dakwah bil hal dengan menggunakan berbagai kegiatan
yang langsung menyentuh kepada masyarakat.
4) Dakwah dengan alat-alat elektronik seperti radio, televisi,
komputer, dan alat lainnya yang dapat menunjang
berdakwah.56
Perguruan pencak silat Pusaka Djakarta menggunakan beberapa metode
diatas dalam aktivitas dakwahnya, diantaranya adalah dakwah bil lisan
(menggunakan lisan atau secara verbal) dan dakwah bil hal (menggunakan
beberapa kegiatan yang berhubungan dengan dakwah Islam). Kedua metode
tersebut digunakan H. Sanusi atau Babe Uci dalam menyampaikan dakwahnya
kepada murid murid di perguruan Pusaka Djakarta.
a. Dakwah Bil Lisan (Menggunakan Perkataan)
Dari hasil pengamatan peneliti, dakwah bil lisan yang dilakukan Babe
Uci di perguruan Pusaka Djakarta adalah sebagai berikut:
1. Pengajian Malam Jumat
Pengajian ini rutin dilakukan di perguruan Pusaka Djakarta dengan Babe
Uci sendiri sebagai penceramah. Pengajian rutinan ini biasa dilakukan ba’da Isya
bertempat di rumah Babe Uci. Target atau sasaran pengajian ini adalah remaja
56 Raffifuddin, M. Abd. Djalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Pustaka Setia, 1997), cet ke-
1, h. 25.
65
dan dewasa. Tujuan diadakan pengajian ini adalah agar para murid silat di PSPD
selain bisa membentengi diri dari serangan penjahat juga bisa membentengi jiwa
dari godaan dan perbuatan maksiat.
Pemilihan malam jumat sebagai malam pengajian bukan diputuskan
begitu saja, tetapi banyak aspek yang teah dipertimbangkan secara matang,
diantaranya malam jumat merupakan malam dimana apabila seseorang
beribadah maka pahala yang diterima akan lebih besar dari hari biasa,
pertimbangan lainnya adalah malam jumat waktu yang tepat untuk tawasullan.
Materi dalam pengajian ini membahas atau mengkaji Al quran. Babe Uci
biasanya meminta muridnnya untuk membacakan beberapa ayat dari al quran
kemudian beliaulah yang menjelaskan atau mengkaji maksud dari ayat tersebut.
Ayat-ayat yang diambil pun biasanya yang berhubungan dengan rutinitas
maupun permasalahan sehari-hari. Jadi, murid murid yang menghadiri pengajian
tersebut pun bisa meresapi pesan yang Babe Uci sampaikan dengan baik.
2. Berdoa Sebelum dan Sesudah Latihan Silat
Segala bentuk kegiatan yang baik harus dimulai dengan berdoa, tanpa
terkecuali berlatih silat. Berlatih silat mempunyai tujuan untuk membekali diri
sendiri dari gangguan orang jahat. Berdoa sebelum memulai latihan silat
mempunyai tujuan agar selama kita berlatih silat dapt terhindar dari hal-hal yang
tak diinginkan selaain itu juga untuk mendoakan atau tawasul para guru-guru
yang telah wafat. Berdoa sesudah latihan mempunyai tujuan supaya ilmu yang
telah kita pelajari dapat bermanfaat dan ilmu yang telah kita pelajari dapat
66
menjadi amal jariyah bagi guru yang telah mengajarkannya, karena menuntut
ilmu apapun di dunia ini pasti akan berujung Allah SWT yang maha kuasa.
3. Nasehat Atau Wejangan Setelah Selesai Latihan
Setelah selesai latihan dan berdoa biasanya pesilat di PSPD akan
beristirahat terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah masing-masing. Di waktu
inilah Babe Uci dan guru-guru silat di PSPD gunakan untuk memasukkan nilai
keislaman dengan memberikan pengertian kepada setiap murid bahwa “silat
adalah persaudaraan dan sarana untuk berbuat baik kepada sesama”. Pengertian
itu sangat seimbang dengan ajaran Islam tentang berbuat baik dan
bersilaturahmi.
Selain itu pesan yang selalu daimapikan adalah ilmu silat yang telah
dipelajari dilarang untuk mencari musuh dengan orang lain tetapi dianjurkan
untuk membela diri sendiri dan menolong orang lain dari gangguan orang jahat.
Selain itu, setiap jurus yang diajarkan ada beberapa gerakan yang berasal dari
Al-quran dan hadist. Hal tersebut dilakukan sebagai ungkapan syukur karena
pada dasarnya bacaan tersebut bersifat doa.
b. Dakwah Bil Hal (Dakwah Menggunakan Kegiatan)
Selain dakwah bil lisan (menggunakan lisan), babe Uci juga
menerapkan metode dakwah bil hal (menggunakan kegiatan), diantaranya
adalah sebagai berikut:
67
1. Peringatan Maulid nabi Muhammad SAW
Kegiatan ini rutin dilakukan perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
setiaap tahunnya. Acara ini biasanya berupa pembacaan doa doa, ratib, dan
solawat kepada nabi Muhammad SAW. Tujuan diadakan acara ini adalah untuk
memperingati maulid nabi Muhammad SAW
Dalam kegiatan ini bukan hanya dari anggota PSPD saja yang hadir
melainkan juga dari beberapa perguruan silat undangan dan warga sekitar Gg.
Bedeng. Babe Uci juga sering memberikan tausiyah dan arahan-arahan kepada
murid dan tamu undangan agar selalu mengikuti sunnah rasul dan ajarannya,
agar kelak semua yang hadir pada acara tersebut termasuk umat yang mendapat
syafaat Rasulullah SAW di hari akhir kelak.
2. Tradisi Kenaikan Sabuk
Tradisi kenaikan sabuk merupakan kegiatan rutin tahunan perguruan
pencak silat Pusaka Djakarta. Kegiatan ini diadakan setahun tahun dua kali dan
bertempat di bumi perkemahan Ragunan. Perlu diketahui dalam pencak silat
warna sabuk merupakan simbol tingkat kemahiran seseorang dalam bersilat. Di
PSPD terdapat enam warna sabuk, yaitu warna hijau sebagai pemula, kemudian
naik menjadi warna biru, lalu naik lagi menjadi warna merah, kemudian warna
merah kuning, setelah itu kuning, dan warna putih sebagai tingkatan akhir.
Untuk mencapai tingkatan-tingkatan sabuk tersebut, ditentukan oleh guru yang
diukur melalui kemampuan dan kematangan dalam menguasai jurus.
68
Semakin naik warna tingkatan sabuk, semakin tinggi juga tanggung jawab
pemakainya, yaitu tanggung jawab sebagai pesilat yang harus mencerminkan
sikap ksatria dan tidak semena mena dan tanggung jawab sebagai warga
indonesia yang terkenal dengan tradisi kesopanan dan kental dengan norma
agama Islam.
Kenaikan sabuk disini hanyalah simbol semakin banyaknya materi jurus
yang dikuasai, tetapi pada prakteknya mereka tetap terdapat pendidikan
karakter yang mencakup kedisiplinan, tanggung jawab, konsentrasi, mampu
mengendalikan emosi, dan semakin dewasa pola pikir pemakainya.
3. Tradisi Bakar Sabuk
Dalam PSPD setelah kenaikan biasanya ada tradisi bakar sabuk. Tradisi
bakar sabuk biasanya dilaksanakan setelah kegiatan kenaikan sabuk, dan
bertempat di tempat latihan silat. Bakar sabuk disini merupakan bentuk simbol
bahwa dengan dibakarnya sabuk harus berbarengan juga dengan dibuangnya
sifat-sifat buruk mereka. Intinya acara bakar sabuk disini merupakan proses
menuju pendewasaan dan bentuk peningkatan kualitas diri.
Acara ini biasanya dihadiri oleh babe Uci beserta para pelatih dan murid,
kemudian acara dimulai dengan potong tumpeng kemudian pembakaran sabuk,
setelah itu barulah ada nasehat maupun dakwah dari Babe Uci dan pelatih
kepada pemegang sabuk yang baru. Isi dari pesan yang disampaikan biasanya
adalah nasehat agar selalu tetap merendah diri dan dengan naiknya tingkatan
sabuk menjadi pemacu semangat untuk lebih berprestasi di bidang pencak silat.
69
4. Silaturahmi Antar Ranting PSPD dan Perguruan Silat Lainnya
Selain ibadah wajib banyak lagi ibadah yang mendapat penilaian baik dari
Allah salah satunya dalam Islam menyuruh umatnya memperbanyak
silaturrahmi dengan siapapun dan dimanapun. Sebab dalam kehidupan
keseharian, setiap individu selalu membutuhkan orang lain dan tidak bisa hidup
sendiri. Maka, setiap muslim diwajibkan oleh Islam untuk menjaga dan
mempererat tali silaturahmi dan melarang untuk memutus tali silaturahmi
dengan sesama. Bagi orang-orang yang memutuskan tali silaturahmi maka
mereka akan dijauhkan dari rahmat Allah SWT dan api neraka sebagai
ganjarannya.
Maka dari itu Babe Uci selalu menganjurkan kepada semua muridnya
untuk menjalin dan menjaga tali silaturahmi baik sesama pesilat PSPD maupun
pesilat dari perguruan lainnya. Menurut beliau, banyak faedah yang didapatkan
ketika kita menjalin tali silaturahmi, diantaranya dimanapun dan kemanapun
berada kita banyak memiliki kenalan, dimudahkan rezeki oleh Allah SWT,
dijauhkan dari bahaya maupun masalah, dan menambah umur. Intinya adalah
dengan bersilaturahmi kita mengamalkan perintah untuk menjaga hubungan
“hablum minallah wa hablum minannas” dengan Allah dan dengan manusia.
Menjaga hubungan dengan Allah agar selamat di Akhirat dan menjaga hubungan
dengan manusia agar selamat di dunia.
70
C. Aktivitas Dakwah H. Sanusi Dengan Komunikasi Persuasif di Perguruan
Pencak Silat Pusaka Djakarta
Aktivitas dakwah sebagai proses komunikasi penyampaian ajaran ideal
Islam selama ini tidak mempunyai kekuasaan untuk membawa masyarakat
kepada perubahan ke arah yang lebih baik. Ada banyak faktor yang menjadi
penyebabnya, salah satunya karena dakwah yang selama ini dilakukan
cenderung kering, impersonal, dan hanya bersifat informatif belaka, belum
menggunakan teknik-teknik komunikasi yang efektif. Fenomena ini
mengindikasikan masih teralienasinya dakwah dari realitas sosial masyarakat di
sekitarnya.
Salah satu cara paling tepat dalam penyampaian materi dakwah agar
terlihat menarik adalah dengan menggunakan komunikasi persuasif, karena ia
merupakan sarana dalam penyampaian pesan dapat dilakukan dengan suatu
ajakan atau seruan tanpa merasa dipaksa. Karena sesunguhnya dakwah bukanlah
propaganda yang memaksakan kehendak orang lain. Dengan demikian, kegiatan
dakwah pada dasarnya sebagai suatu proses komunikasi antara seorang
komunikator dan komunikan dalam mengupayakan perubahan perilaku
seseorang menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena dengan komunikasi
seseorang dapat menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaannya
kepada orang lain dan dapat memberikan hiburan, memberikan inspirasi,
meyakinkan atau mengajak untuk berbuat sesuatu.
Komunikasi persuasif selain sebagai sarana penyampaian pesan, ia pun
merupakan sarana penyampaian materi dakwah agar selalu menarik, aktual, dan
71
mempunyai efek pesan terhadap persuader maupun persuadee nya. Sehingga
cara penyampaian dakwah melalui komunikasi persuasif dapat dilakukan
dimanapun tanpa terkecuali di perguruan pencak silat. Sehingga komunikasi
persuasif tersebut mempunyai ciri khas tersendiri.
Komunikasi persuasif dilakukan untuk mempengaruhi sikap, pendapat,
dan perilaku orang lain dalam upaya mewujudkan suatu perubahan sikap dan
biasanya persuasif akan tercapai karena karakteristik pembicara, yang pada
analisis penelitian ini dilakukan oleh H. Sanusi atau Babe Uci dengan
menggunakan media pencak silat sebagai daya tarik terhadap persuadee, dan
terbukti pencak silat merupakan alat persuasif yang paling efektif yang
dimilikinya.
Dari hasil pengamatan peneliti, Babe Uci menggunakan pendekatan
komunikasi persuasif metode icing, yaitu upaya menyusun atau menata pesan
komunikasi sedemikian rupa sehingga enak didengar, dilihat, atau dibaca dan
orang memiliki kecenderungan untuk mengikuti apa yang disarankan oleh pesan
tersebut. Pada perakteknya kegiatan persuasif ini adalah seni menata pesan yang
dilakukan secara terus berulang hingga menarik minat persuadee untuk
mengikuti imbauan-imbauan persuader.
Melalui pendekatan persuasif inilah yang Babe Uci gunakan untuk
menarik minat pemuda pemuda di kawasan Gg. Bedeng, Manggarai, Jakarta
Selatan agar berlatih silat dan membuat pemuda pemuda tersebut menjadi
pribadi yang lebih baik lagi. Bahkan, tak jarang murid babe Uci merupakan
72
mantan preman dan narapidana. Menurut beliau mengajak silat dan ingin
merubah sifat preman bukanlah hal yang mudah, perlu pendekatan-pendekatan
yang dilakukan secara terus menerus dan membutuhkan waktu yang lama untuk
membimbing mereka.
“Jadi saya membimbing preman preman itu melalui pendekatan-
pendekatan yang saya lakukan terus menerus, rutin lah istilahnya. Jadi
itu ga cukup waktu sehari dua hari, itu butuh waktu lima sampe enam
bulan buat merubah mereka. Panjang itu waktunya, gabisa kaya kita
makan sambel langsung dapet pedesnye. Itu berubahnya sangat lama
sekali butuh melalui proses proses”.57
Babe Uci selalu menunjukan kepada murid-muridnya bahwa apa yang
beliau ajarkan adalah kebenaran. Jadi, murid yang berlatih di PSPD pasti akan
mengikuti nasihat gurunya. Hal tersebut sesuai dengan undang-undang
perguruan poin keempat yang berbunyi “Kami akan taat dan patuh pada guru-
guru selama guru itu benar, dan akan selalu mematuhi segala peraturan-
peraturan perguruan”.
Hal tersebut dibenarkan oleh muhammad Soleh murid Babe Uci yang juga
merupakan mantan preman. Menurut Bang Ole (sapaan Muhamad Soleh) awal
dirinya ingin berlatih silat di PSPD memang untuk membekali diri dengan ilmu
beladiri karena dalam aktivitas kesehariannya beliau sering berhadapan dengan
preman-preman juga di pasar. Namun, dengan kesabaran Babe Uci dalam
membimbing muridnya untuk kembali ke jalan kebenaran sembari berlatih silat,
seiring berjalannya waktu banyak perubahan dan yang dialami oleh Bang Ole,
57 hasil wawancara pribadi dengan bapak H. Sanusi, Kamis 20 Oktober 2016, pada pukul
16.00 WIB.
73
dirinya perlahan sadar bahwa apa yang dilakukannya selama ini adalah
kesalahan.
“Awal –awal bergabung dengan PSPD, awalnya saya ini kan bandel
(preman), mabok. Terus saya tertarik nih ada yang mau ngajarin silat dah
tuh. Awalnya saya sih cuma ikut ikutan terus ngilang, ampe akhirnya
ngikut lagi dan mulai dari situ tuh nekunin dah nih silat, ternyata enak
juga nih kita silat. Satu buat olahraga terus ada juga wejangan-wejangan
atau nasehat dari Babe (H. Sanusi). Nah dasehat-nasehat itu tuh yang buat
saya jadi makin baik dah ya, makanya saya tetep silat ampe sekarang.”58
Banyak sekali nasehat maupun wejangan-wejangan yang Babe Uci
sampaikan kepada muridnya di PSPD. Biasanya nasehat yang diberikan berasal
dari Alquran dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, hal ini lah yang
membuat perguruan silat PSPD berbeda dengan perguruan silat lainnya.
Diantara banyaknya nasehat yang sering Babe Uci sampaikan, ada empat
nasehat yang selalu Beliau sampaikan kepada murid-muridnya. Empat nasehat
tersebut adalah tentang pendidikan akhlaq, tentang solat, pentingnya budaya
malu, dan kewajiban muslim untuk menjaga diri serta keluarganya.
1. Pentingnya Pendidikan Akhlaq
Pendidikan akhlaq sangatlah penting pada saat ini, terutama bagi remaja
generasi-generasi muda penerus bangsa. Hal tersebut dinilai sangat penting
karena semakin merosotnya etika dan moral generasi muda Indonesia saat ini.
Trend dan figur artis barat yang selalu hidup bebas mereka jadikan sebagai
58 Hasil Wawancara pribadi dengan Muhammad Soleh, 5 Oktober 2016 pada pukul 19.00
WIB.
74
kiblat mode, akhirnya budaya Indonesia yang terkenal sopan dan penuh tata
krama semakin punah karena ditinggal oleh pemuda-pemudi bangsa.
Hal tersebutlah yang sangat membuat Babe Uci miris, beliau sangat
menyangkan semakin bobroknya akhlaq remaja masa kini, karena ada ungkapan
yang berbunyi “maju bangsa karena akhlak, akhlak rusak hancurlah bangsa”.
Sukses tidaknya suatu bangsa mencapai tujuan hidupnya tergantung atas
berkomitmen atau tidaknya bangsa itu terhadap nilai-nilai akhlak. Jika bangsa
tersebut sangat memperhatikan akhlak maka bangsa itu akan sukses, dan
sebaliknya jika ia mengabaikan maka bangsa itu pun akan hancur.
Maka dari itu dengan mendirikan PSPD, beliau mencoba mengajak
remaja-remaja melestarikan budaya bangsa yaitu pencak silat. Mendirikan
perguruan silat bukan hanya untuk membuat remaja remajanya melestarikan
budaya betawi tetapi juga untuk menanamkan pendidikan akhlak di dalamnya.
Karena pada dasarnya banyak ajaran silat yang memiliki unsur-unsur spiritual
dan mengajarkan pada etika bermasyarakat. Babe Uci mengatakan bahwa kita
sebagai muslim harus menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh
kelembutan, adab (tata krama), etika, dan moral kepada setiap sesama manusia,
karena pada intinya agama Islam turun ke dunia ini untuk memperbaiki akhlak
manusia pada masa itu (jahiliyah).
Sesuai dengan ayat Alquran yang berbunyi “Innama bu'itstu liutammima
makarima al akhlaq, yang artinya sesungguhnya Islam itu turun untuk
memperbaiki akhlaq manusia”. Inti dari ajaran Islam sesungguhnya adalah
kemuliaan akhlak, perbaikan akhlak, dan budi pekerti. Babe Uci menungkapkan
75
jika kita mau berprilaku dengan akhlaq yang mulia dan sempurna, maka
berpeganglah pada Alquran dan pahami makna yang terkandung di dalamnnya.
“Jadi mereka (remaja sat ini) itu menghayati Islam hanya sekedarnya aja.
Karna intinya Islam turun ke dunia kan buat perbaiki akhlaq manusia
Innama bu'itstu liutammima makarima al akhlaq, yang artinya
sesungguhnya Islam itu turun untuk memperbaiki akhlaq manusia”. Kalo
akhlaqnya ga baik ya semuanya jadi ga akan baik. Akhlaq dan perilaku
adalah cerminan pertama diri kita di mata orang lain. itu”.59
Dalam dakwahnya Babe Uci berpesan bahwa kita sebagai manusia
memang tidak ada yang sempurna dan tidak akan luput dari kesalahan. Namun,
kita tidak boleh pasrah begitu saja, Allah mengutus nabi Muhammad SAW
dengan tujuan sebagai prototipe atau panutan umat manusia untuk berakhlak
mulia. Maka dari itu, kita sebagai umat Rasulullah SAW wajib menjadikan
beliau sebagai uswatun hasanah (teladan yang baik) dalam sesgala segi
kehidupan, karena dengan demikian aspek kehidupan kita sudah berislam secara
kaffah (total).
2. Keutamaan Shalat
Shalat merupakan kewajiban yang paling utama bagi setiap muslim. Shalat
juga amalan pertama umat manusia yang akan dihisab pada hari kiamat nanti.
Maka dari itu kita sebagai umat Islam sangat dilarang untuk meninggalkan
shalat, karena sesungguhnya dengan shalat dapat menjauhkan manusia dari
perbuatan keji dan munkar. Hal tersebut sesuai dengan surat Al-ankabut ayat
45, yang berbunyi:
59 Dakwah H. Sanusi pada pengajian malam Jumat, Kamis 20 Oktober 2016, pada pukul
20.00 WIB.
76
وح إلك من ٱتل قم ٱلكتب ما أ
ة وأ لو لوة إنذ ٱلصذ ر ٱلمنك و ٱلفحشاء تنه عن ٱلصذ
ولكر و ٱللذ كب أ ٤٥يعلم ما تصنعون ٱللذ
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab
(Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat
Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang
lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ayat tersebut memberikan penjelasan kepada kita bahwasanya sholat
merupakan salah satu dari rukun Islam atau pembeda antara yang muslim dan
kafir, antara yang haq dan bathil benar-benar memiliki peranan penting dalam
kehidupan kita. Maksud dari kalimat “mencegah dari perbuatan yang keji dan
munkar” adalah bagi setiap muslim yang melaksanakan sholat dengan ikhlas
dan memang niat lillahi ta’ala maka sudah pasti mereka akan berhati-hati dalam
bertindak apalagi sampai bebuat keji dan munkar.
Menurut Babe Uci, umat Islam di Indonesia saat ini hanya identitas saja,
banyak dari mereka yang mengaku Islam tetapi tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai muslim, salah satunya adalah melaksanakan sholat
fardhu. Akhirnya banyak umat muslim Indonesia saat ini cenderung hanya
mencari keuntungan materi dunia saja, mereka rela menghalalkan berbagai
macam cara untuk pentingan pribadi, sekali pun harus merugikan orang lain..
Padahal dengan sholat bisa mengotrol perbuatan kita dalam kehidupan sehari-
hari.
“Sekarang banyak orang ngaku Islam tapi korupsi, nyuap, pokonya halalin
macem cara buat diri sendiri dan ga bersyukur, Itu bukan ajaran Islam.
Kalo pun mereka emang ngaku Islam, mereka ga memahmi Islam dan
melaksanakan ajaran islam seutuhnya. Mereka ga menghayati agama
77
Islam, kan di alquran ada ayat yang berbunyi “Inna sholata tanha 'anil
fahsa iwal munkar” yang artinya solat itu mencegah manusia dari
perbuatan yang keji dan munkar. Kalo solat mereka baik mereka ga akan
melakukan hal hal keji dan munkar, kalo solat mereka ga baik boro boro
hal keji dan munkar yang ada mereka bakal hajr sono hajar sini. Ada adzan
berkumandang mereka jalan terus. Jadi mereka tidak menghayati Islam
secara seutuhnya.”60
Hal inilah yang selalu Babe Uci tanamkan kepada muridnya di Perguruan
silat Pusaka Djakarta. Seperti diketahui sebelumnya, PSPD tidak memungut
biaya untuk berlatih silat kepada muridnya. Bukan uang yang Babe Uci
inginkan dari muridnya, yang beliau inginkan adalah muridnya tidak
meninggalkan shalat lima waktu. karena dengan sholat tentu akan menghindari
murid-murid di PSPD dari perbuatan keji dan munkar.
“saya gak pernah memungut biaya latihan kepada murid saya, mereka
shalat ga bolong-bolong aja itu udah cukup buat saya. Biar itu menjadi
amal jariyah dari murid-murid buat saya”.61
3. Budayakan Malu
Malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga mampu
menghalangi seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk
dan tercela, sehingga dapat menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan
maksiat serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain. Malu merupakan sifat
nabi Muhammad SAW, selain itu malu juga merupakan cabang dari iman
60 Dakwah Bapak H. Sanusi pada pengajian malam jumat, Kamis, 8 September 2016,
pada pukul 20.00 WIB. 61 Hasil wawancara pribadi dengan H. Sanusi, Kamis 20 Oktober 2016, pada pukul 16.00
WIB.
78
seorang muslim, maka dari itu malu tidak akan mendatangkan sesuatu kecuali
kebaikan. Seperti sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang
yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh, dan yang paling
rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah
salah satu cabang Iman.” (Shahîh: HR.al-Bukhâri).
Budaya malu inilah yang ingin ditanamkan Babe Uci kepada setiap
muridnya di PSPD. Menurut beliau, budaya malu di Indonesia saat ini sudah
tidak ada. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin banyaknya tindak kejahatan
saat ini, perempuan-perempuan remaja keluar rumah dengan pakaian yang
terbuka, banyak anak sekolah hamil diluar nikah, semakin merosotnya etika dan
moral anak remaja masa kini, dan masih banyak lagi. Fenomena yang
disebutkan tadi adalah bukti bahwa budaya malu di Indonesia saat ini memang
sudah hilang.
Dalam prakteknya Babe Uci mengambil contoh negara Maju Jepang,
negara berjuluk sakura itu sangat menjunjung tinggi nilai nilai ketimuran, salah
satunya budaya disiplin dan malu. Orang-orang di negara tersebut sangat
menghargai waktu, mereka berdisiplin dalam mengatur waktunya dan sangat
malu apabila melakukan sebuah kesalahan, maka dari itu Negara tersebut bisa
jauh lebih maju dari Indonesia saat ini. Di PSPD, Babe Uci menanamkan
budaya malu dan disipin kepada murid-muridnya. Beliau memulai ha tersebut
dari hal-hal yang kecil dalam kehidupan sehari-hari, seperti malu jika terlambat
menunaikan shalat lima waktu, malu jika berbuat kesalahan, malu jika terlambat
ke sekolah, malu jika menyusahkan orang lain. Menurut kakek berusia 85 tahun
ini, Negara Indonesia memang mayoritas muslim, namun kebanyakan dari
79
mereka kurang memahami Islam seutuhnya. Berbeda dengan Jepang, walaupun
mereka bukan negara dengan penduduk mayoritas muslim, mereka selalu
menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam kesehariannya, dimulai dari disiplinnya,
tanggung jawabnya, etikanya, bahkan kebersihannya. Hal itulah yang menurut
Babe Uci bisa membuat Jepang bisa lebih maju dari Indonesia.
“Kita harus contoh negara Jepang. Tahun 45 mereka hancur sama kaya
kita tapi mereka bisa sangat sekarang, kenapa? Karena mereka
menanamkan budaya disiplin dan budaya malu ke setiap penduduknya
makanya bisa maju. Kalo kita? kita ga ada budaya disiplin ama budaya
malu. “al haya’u minal iman artinya malu itu sebagian dari iman”.
Makanya orng kalo ga punya malu ya ga beriman, Islam itu besar
ajarannya bagi orang yang mau mengerti dan memahami. Ya tapi kalo
yang gamau ngerti ya yang ada mereka pusing dengerin ayat dengerin
hadis, tapi kalo kita pelan pelan mempelajarinya insyallah kita paham
seutuhnya.”62
4. Jagalah Diri Sendiri Dan Keluarga
Pesan terakhir yang selalu Babe Uci dakwahkan kepada muridnya adalah
kewajiban untuk menjaga diri sendiri dan keluarganya. Pesan ini merupakan
kutipan ayat dari surat At Tahrim ayat 6, yang berbunyi:
ها يأ ين ي ٱلذ
نفسكم وأ
عليها ٱلجارة و ٱنلذاس هليكم نارا وقودها ءامنوا قوا أ
ملئكة غلظ شداد لذ يعصون مرهم ويفعلون ما يؤمرون ٱللذ ٦ما أ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.”
62 Dakwah H. Sanusi, pada pengajian malam Jumat, Kamis, 20 Oktober 2016, pada pukul
20.00 WIB.
80
Maksud dari ayat diatas adalah kita sebagi muslim diwajibkan untuk
menjaga diri sendiri dan keluarganya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang
agama dan menimbulkan dosa agar terhindar dari panasnya api neraka. Dari
uraian tersebut dapat memberi makna bahwa, tiap tiap diri di tengah tengah
keluarga harus/ wajib untuk saling menyelamatkan dalam menjalankan amanah
Allah dan Rasul. Maka dari itu, dalam keuarga sebaiknya saling mengingatkan
tentang mana yang haq dan mana yang batil, tentunya dengan penyampaian
yang tegas tetapi menggunakan pendekatan-pendekatan yang lembut layaknya
dalam keluarga.
Dalam dakwahnya, Babe Uci menyampaikan bahwa maksud dari kata
“melindungi diri sendiri dan keluarga” disini bukan hanya melindungi dari
siksaan api neraka saja, tetapi juga dari gangguan orang-orang jahat yang ingin
mencelakai kita. Beliau menambahkan sebagai pesilat, kita memang tidak boleh
menggunakan ilmu silat yang telah dipelajari untuk kekerasan, namun dalam
pengecualian apabila terpaksa maka kita harus menggunakannya. Maksud
“terpaksa” disini adalah misalnya kita atau keluarga dalam keadaan ingin
dirampok, maka ilmu silat disini memang harus digunakan untuk membela diri.
Jadi dengan berlatih silat, kita usdah mengamalkan surah At Tahrim ayat 6
untuk melindungi diri sendiri dan keluarga dari api neraka maupun dari
gangguan orang jahat yang mengganggu kita.
“ini poin yang paling utama setelah tiga poin sebelumnya, Ya ayyuhalazi
na amanu quu anfusakum wa ahlikum naroo yang artinya hai orang yang
beriman, jagalah diri kamu dan keluarga kamu dari api neraka. Dari ayat
itu kan udah jelas kita muslim bisa silat juga wajib untuk menjaga diri
sendiri dan keluarga. Jaga dari apa? Dari perbuatan dosa dan menjaga dari
gangguan orang jahat, misal kita lagi naek motor ama istri, atau abang/
81
adik, terus ada orang mau rampok ya kita gabisa diem aja dong, harus kita
beresin itu orang jahat. Jadi jaga dari perbuatan dosa supaya selamat di
akhirat dan jaga dari orang jahat supaya selamat di dunia, gitu.... dunia
akhirat kita selamat insyaallah.”63
Selain dari keempat poin yang Babe Uci jelaskan tadi, masih banyak lagi
nasehat maupun dakwah yang beliau sampaikan kepada muridnya di Perguruan
Silat Pusaka Djakarta. Menurut beliau menjadi pelatih silat sambil
menyebarkan dakwah kepada mantan-mantan preman agar bertaubat dan
kembali ke jaan yang benar bukanlah hal yang mudah. Untuk membimbing
preman tersebut membutuhkan proses dan memakan waktu yang sangat lama.
Penyampaian dakwah ke para preman-preman tersebut harus tegas namun
menggunakan pendekatan-pendekatan yang persuasif atau lembut. Karena,
menurut babe Uci kita tidak bisa menyamakan mendidik murid silat yang
masih sekolah dengan murid silat yang mantan preman.
“Kita sebagai guru ini kan kaya bengkel, ada murid rusak yang masuk ya
harus kita benerin lagi mereka. Tapi kan untuk benerin mereka semua
butuh proses. Prosesnya juga butuh waktu yang sangat lama sekali itu,
gabisa kita samain kaya makan sambel langsung dapet pedesnya. Intinya
dakwah kita ke mereka harus tegas tapi penyampaiannya harus lembut atau
secara persuasif.”64
63 Dakwah H. Sanusi, pada pengajian malam Jumat, Kamis, 20 Oktober 2016, pada pukul
20.00 WIB. 64 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak H. Sanusi, kamis, 20 Oktober 2016, pada pukul
16.00 WIB.
82
D. Faktor Pendukung Dan Penghambat Komunikasi Persuasif Dalam
Aktivitas Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Banyak suka dan duka yang dihadapi selama merintis perguruan silat
Pusaka Djakarta agar bisa bertahan sampai saat ini. Banyak faktor pendukung
dan penghambat dalam mendirikan maupun berdakwah di Perguruan silat
Pusaka Djakarta, seperti dijelaskan dibawha ini:
1. Faktor Pendukung
a. Sosok Kharismatik Babe Uci
Semua murid di PSPD sangat menghormati Babe Uci, hal tersebut
karena beliau memiliki jiwa kharismatik seorang pemimpin. Sejak tahun
1957 beliau tidak pernah letih membimbing dan mengayomi murid-
muridnya yang berlatih silat. Karena faktor itulah semua murid di Pusaka
Djakarta yang menghormati babe Uci.
Sebagai seorang pemimpin, Babe Uci memiliki Power Of Leader
atau kekuatan seorang pemimpin. Meskipun sudah berumur 85 tahun,
beliau tetap turun langsung untuk mebimbing dan mengayomi murid-
muridnya di PSPD. Selain itu, menurut Soniatul Fallah, murid babe Uci,
beliau tidak pernah merasa sombong dengan semua prestasi yang telah
diraih selama mengabdikan diri untuk pencak silat.
“Satu hal yang menurut saya paling menonjol dalam diri Babe, low
profile. Ada kalimat yang saya tanam dalam hati saya, yang sempat
di ucapkan Babe ketika menjadi pembicara dalam salah satu acara
seminar kebudayaan silat betawi, kalimat ini terlontar dari Babe
ketika pembawa acara memanggil babe dengan sebutan “Guru
Besar”, ketika itu babe menjawab “Saya bukan guru besar, semua
83
kecil, yang besar Cuma Allah”. Selain itu Babe juga dikenal sebagai
maestro silat, namun masih mau mengajari atau melatih mayarakat
biasa, yang jelas-jelas secara ekonomi menengah kebawah.”65
b. Panggilan Hati
Seperti dijelaskan sebelumnya, banyak diantara murid di PSPD yang
berasal dari para preman-preman. Awalnya memang banyak dari mereka
yang ingin belajar ilmu beladiri di perguruan Pusaka Djakarta, namun
dengan bimbingan babe Uci dan semakin sering berlatih silat, banyak
dari mereka yang mulai sadar bahwa apa yang telah mereka lakukan dan
jalani selama ini adalah kesalahan. Akhirnya banyak dari preman-
preman tersebut yang terpanggil hatinya untuk bertaubat di jalan Allah
SWT. Hal tersebut dibenarkan oleh Muhammad Soleh, murid Babe Uci
yang juga mantan preman, dirinya mengakui bahwa awal berlatih silat di
PSPD hanya untuk belajar ilmu beladiri atau ilmu kebal agar selamat
ketika berkelahi di jalan. Namun, dengan pendekatan dan banyak sekali
dakwah yang diberikan oleh babe Uci membuat dirinya sadar bahwa
hidup ini hanya sementara dan juga membuat dirinya sadar bahwa apa
yang dilakukan selama ini salah, hingga akhirnya membuat dirinya
bertaubat. Hal ini bukan terjadi pada Muhammad Soleh saja, menurut
Babe Uci memang banyak muridnya yang berasal dari kalangan preman
65 Hasil wawancara pribadi dengan Soniatul Fallah, Kamis, 6 Oktober 2016, pada pukul
19.00 WIB.
84
dengan alasan untuk memperkuat diri, sama dengan Muhammad Soleh
banyak dari mereka yang akhirnya bertaubat.
“Ada banyak, dari dulu sampe sekarang ada. Yang udah meninggal
juga banyak. Ya mereka dateng ke saya minta diajarin ilmu silat
katanya, ya saya ajarin mereka tapi dengan syarat mereka harus
solat. Setelah lama mereka berlatih saya kasih siraman rohani ke
mereka, saya langsung buka mata hati mereka buat keluar dari jalan
mereka dan bertaubat. Setelah memakan waktu yang lama ya banyak
akhirnya dari mereka yang insyaf dan taubat. Memang sudah jalan
takdirnya mungkin mereka bertemu saya dan panggilan hati mereka
yang akhirnya menyadarkan.”66
c. Masyarakat
Dukungan masyarakat kepada Babe Uci untuk mendirikan PSPD
sangat berpengaruh agar perguruan silat ini bisa bertahan sampai saat ini.
Banyak masyarakat sekitar Gg. Bedeng mempercayakan anak-anak
mereka untuk berlatih silat di Perguruan Pusaka Djakarta. Dengan
mempercayakan anaknya untuk berlatih silat di PSPD merupakan bentuk
dukungan nyata yang diberikan masyarakat. Karena, suatu perguruan
ataupun lembaga pendidikan apapun tanpa adanya murid untuk dididik
bukanlah apa-apa.
Bukan hanya itu saja, menurut hasil pengamatan peneliti ketika
PSPD sedang melaksanakan acara entah itu besar atau kecil, banyak
masyarakat sekitar yang mendukung atau membantu untuk
menyukseskan acara tersebut. Misalnya, ketika sedang merayakan hari
66 Hasil wwawancara pribadi dengan Bapak H. Sanusi, kamis, 27 Oktober 2016, pada
pukul 19.00 WIB.
85
Maulid nabi Muhammad SAW dan terpaksa menutup jalan, tidak satu
warga pun yang tidak setuju dengan acara tersebut, bahkan sebagian dari
mereka ada yang ikut membantu untuk menjadikan halaman rumah
sebagai tempat parkir dan tak sedikit juga yang ikut berpartisipasi dalam
acara tersebut.
d. Pemerintah
Sebagai salah satu cagar budaya nusantara, pencak silat memiliki
keunikan kebudayaan yang seharusnya dapat dilestarikan dan
diperhatikan. Salah satu yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah
dengan mengenalkan kepada masyarakat umum maupun luar negeri
sebagai wisata kebudayaan. Dukungan Pemerintah sangat dibutuhkan
agar kebudayaan Indonesia bisa bertahan dan tidak diambil negara lain.
Tanpa terkecuali Perguruan silat Pusaka Djakarta, perguruan silat
beraliran gerak cepat khas Betawi ini sangat membutuhkan dukungan
Pemerintah untuk bisa bertahan. Semenjak pertama kali beridiri,
perguruan silat maupun Babe Uci sangat sering mendapatkan
penghargaan, piagam, atau dipercaya untuk mengisi acara Nasional
maupun Internasional. Penghargaan seperti itu merupakan bentuk
dukungan Pemerintah kepada pewaris kebudayaan-kebudayaan bangsa,
juga dengan penghargaan tersebut bisa memacu semangat penerus
generasi bangsa untuk terus berkarya dan terus berprestasi dibidang
pencak silat. Terakhir, Perguruan Silat Pusaka Djakarta dipercaya oleh
Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sebagai wakil kontingen
86
DKI Jakarta dalam pegelaran “TAFISA Games 2016” cabang seni
pencak silat di Jakarta Oktober lalu.
2. Faktor Penghambat
a. Manusia Yang Tidak Bersyukur
Nikmat yang diberikan Allah SWT kepada manusia di dunia ini
sungguh sangat besar dan tak ada satu pun manusia yang bisa
menggantinya. Namun, terkadang banyak manusia yang kurang
bersyukur atas nikmat yang telah diberikan, hingga akhirnya terjerumus
ke dalam lingkaran syeitan.
Hal inilah yang membuat proses komunikasi persuasif dalam
aktivitas dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta sedikit
terhambat. Terkadang, dakwah ataupun pesan yang Babe Uci sampaikan
hanya sebatas masuk kuping kanan keluar kuping kiri bagi sebagian
murid di PSPD, sehingga intisari dari dakwah tersebut tidak meresap di
hati nurani mereka. Kendati demikian, Babe Uci tetap selalu
membimbing mereka sampai pikiran dan hati nurani mereka
mendapatkan hidayah dari Alah SWT.
Dalam penyampaian dakwah Babe Uci kepada muridnya yang
mantan preman memang ada yang sukses ada juga yang tidak. Ada
beberapa mantan preman tersebut yang ternyata kembali memalak warga
dan pedagang-pedagang di pasar. Alasan mereka kembali pun seragam
karena dengan mencari nafkah dengan cara halal tak sebanyak hasil dari
87
memalak. Hal tersebutlah yang dikatakan Babe Uci adalah manusianya
yang tidak beryukur.
“saya juga membuat mereka keluar biar ga malak lagi juga ga gitu
aja, saya kasih mereka pekerjaan lewat kenalan beberapa temen
saya. Ya memang pekerjaannya paling hanya sebagai satpam, sopir,
atau office boy. Tapi pekerjaan itu kan lebih halal dibanding mereka
malakin warga ama pedagang. Ya cuman itu tadi, ada beberapa dari
mereka yang malak lagi, negeresahin warga lagi, nyusahin warga
lagi. Awalnya saya kira faktor ekonomi yang membuat mereka
malak, tapi bukan, mereka itu ga bersyukur atas nikmat yang Allah
berikan. Tapi saya ingatkan lagi ke mereka bahwa hidup di diunia
ini cuma sementara jadi jangan berbuat yang macem macemlah.
Inget istri ama anak di rumah, buat apa harta hasil malak? Ga berkah.
Itu yang selalu saya ucapkan ke mereka.”67
b. Kurangnya Pelatih Silat Yang Memahami Ilmu Agama Selain Babe Uci
Sebagai seorang pendidik atau guru harus bisa memberikan contoh
yang baik kepada setiap muridnya, tanpa terkecuali di dunia pendidikan
pencak silat. Sebagai untuk ilmu beladiri, perlu juga dibarengi dengan
ilmu agama, tujuannya agar tetap membumi dan tidak mempergunakan
ilmu silat untuk kejahatan.
Dengan demikian sudah sewajarnya guru-guru silat di PSPD harus
memberikan wejangan, nasehat, juga pencerahan kepada setiap
muridnya. Nasehat itu diberikan dengan tujuan agar murid-murid di
PSPD bisa menggunakan ilmu beladiri yang dipelajari untuk membela
diri sendiri dan menolong orang lain. Namun, permasalahannya adalah
jarangnya pelatih silat di PSPD yang memahami agama selain Babe Uci.
67 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak H. Sanusi, kamis, 27 Oktober 2016, pada pukul
19.00 WIB.
88
Seharusnya setiap pelatih juga memahami ilmu agama yang mumpuni
agar dapat memberikan pencerahan, wejangan, dan contoh perilaku
bijaksana yang baik kepada setiap murid-muridnya. Faktor belum adanya
regenerasi yang mumpuni di bidang ilmu agama inilah yang menurut
peneliti dapat menghambat komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah
di Perguruan Silat Pusaka Djakarta.
c. Kurangnya Informasi Tentang Pencak Silat Sebagai Media Dakwah
Di zaman era digital sekarang, sangat mudah untuk mencari
informasi apapun. Sudah banyak media online yang dapat menyebar
informasi secepat mungkin. Handphone pun sudah multifungsi bukan
hanya untuk telepon dan sms saja, melainkan untuk browsing internet
dan mengirim e-mail dengan bentuk yang semakin minimalis. Namun
dari sekian banyak kemajuan dan perkembangan teknologi yang ada
informasi akan seni pencak silat sangat susah ditemui baik di media cetak
ataupun di media online. Kurangnya minat media massa untuk mem-
publish seni pencak silat membuat masyarakat kurang informasi akan
seni pencak silat Indonesia.
Terutama informasi akan pencak sebagai media untuk menyebarkan
dakwah, sangat jarang ditemui. Karena memang media massa selama ini
hanya mem-publish pencak silat sebagai seni beladiri budaya Indonesia.
Sudut pandang yang mereka pilih selalu seninya saja, sehingga
masyarakat hanya tahu pencak silat sebagai seni bukan sebagai media
dakwah. Padahal dalam pencak silat sangat kental akan nilai spritualnya
89
dengan prinsip-prinsip keagamaan sebagai ruh nya. Jika saja, banyak
tulisan ataupun artikel tentang silat sebagai media untuk berdakwah,
mungkin silat bisa menjadi alternatif para da’i, ulama, ataupun kyai-kyai
di Indonesia untuk berdakwah dan menyebarkan syiar Islam.
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan yang
berkenaan dengan aktivitas dakwah H. Sanusi dengan komunikasi persuasif
di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta. Dari kesimpulan tersebut,
penulis dapat melihat benuk komunikasi persuasif seperti apa yang
dilakukan dalam aktivitas dakwah H. Sanusi di Perguruan Pencak silat
Pusaka Djakarta dan media apa saja yang digunakan dalam menyampaikan
dakwah. Diantaranya sebagai berikut:
1. Dakwah yang diberikan Oleh Bapak H. Sanusi atau Babe Uci di
Perguruan silat Pusaka Djakarta menggunakan dakwah bil lisan dan
bil hal, yaitu dakwah dengan ucapan dan dengan perbuatan nyata.
Dakwah dengan ucapan diantaranya berdoa sebelum dan selesai
latihan, pengajian rutin malam jumat, dan pemberian nasehat atau
dakwah setelah selesai latihan. Adapaun dakwah menggunakan
perbuatan nyata diantaranya tradisi kenaikan sabuk, tradisi bakar
sabuk, peringatan acara hari besar agama Islam seperti Maulid nabi
Muhammad SAW, dan silaturahmi antar ranting serta perguruan silat
tetangga.
2. Agar penyampaian dakwah lebih effisien dan intensif Babe Uci
menggunakan strategi komunikasi antar pribadi dengan teori
91
komunikasi persuasif dan menggunakan metode icing, yaitu upaya
menyusun atau menata pesan komunikasi sedemikian rupa sehingga
enak didengar, dilihat, atau dibaca dan orang memiliki
kecenderungan untuk mengikuti apa yang disarankan oleh pesan
tersebut.
3. Adapun pesan yang selalu Babe Uci berikan kepada muridnya
selalama proses komunikasi persuasif dalam aktivitas dakwah di
PSPD ada empat yaitu:
a. Pentingnya pendidikan dan menjaga akhlaq
b. Keutamaan sholat
c. Budayakan disiplin dan malu
d. Jagalah diri sendiri dan keluarga
B. Saran
1. Harus Lebih Banyak Lagi Informasi Tentang Pencak Silat dan Pencak
Silat Sebagai Media Dakwah
Seharusnya informasi tentang pencak silat lebih banyak dimuat lagi
baik di media massa maupun di artikel maupun di blog. Terutama
informasi akan pencak sebagai media untuk menyebarkan dakwah,
sangat jarang ditemui. Karena memang media massa selama ini hanya
mem-publish pencak silat sebagai seni beladiri budaya Indonesia. Sudut
pandang yang mereka pilih selalu seninya saja, sehingga masyarakat
hanya tahu pencak silat sebagai seni bukan sebagai media dakwah.
92
Padahal dalam pencak silat sangat kental akan nilai spritualnya
dengan prinsip-prinsip keagamaan sebagai ruh nya. Jika saja, banyak
tulisan ataupun artikel tentang silat sebagai media untuk berdakwah,
mungkin silat bisa menjadi alternatif para da’i, ulama, ataupun kyai-kyai
di Indonesia untuk berdakwah dan menyebarkan syiar Islam.
2. Regenerasi Dalam Berdakwah Melalui Pencak Silat Harus Berjalan
Pencak silat sebagai warisan budaya Bangsa Indonesia banyak
mengandung unsur spiritual di dalamnya. Pada masa penjajahan
terdahulu, para pesilat pada masa itu juga membekali diri mereka ilmu
agama dengan cara berguru pada kyai-kyai masa itu, contohnya Si
Pitung.
Maka dari itu, setiap guru ataupun pelatih silat harus memahami
lebih dalam ilmu agama. Tujuannya adalah agar ilmu ilmu agama yang
mumpuni agar dapat memberikan pencerahan, wejangan, dan contoh
perilaku bijaksana yang baik kepada setiap murid-muridnya.
Selain itu, juga bertujuan agar ilmu agama yang diberikan bisa
diturunkan secara turun temurun layaknya jurus dalam silat dan tidak
terputus begitu saja.
93
DAFTAR PUSTAKA
A.H. Hasanuddin. 1982. Rethorika Dakwah dan Publistik Dalam
Kepemimpinan. Surabaya: Usaha Nasional.
Abdurrahman, Oemi. 2001. Dasar-Dasar Public Relations. Bandung: Pt.
Citra Aditya Bakti.
Asmara, H. Toto. 1997. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Bachtiar, Wahdi. 1997. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta:
Logos.
Cangara, H. Hafied. 2013. Perencanaan & Strategi Komunikasi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Changara, Hafied. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dr. M. Budayatna, MA, dan Dra. Nina Mutmainah. 2002. Komunikasi
Antarpribadi. Jakarta: Universitas Terbuka.
G. Robbins, James dan Barbara S. Jones. 1995. Komunikasi yang Efektif.
Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya.
H. M. Arifin. 1994. Psikologi Dakwah. Jakarta: Bumi Aksara.
H.A. Widjaja. 1997. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Bandung:
Bumi Aksara.
http://pencaksilat-pusakadjakarta-babeuci.blogspot.co.id/
Ilaihi, Wahyu. 2013. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Ilaihi, Wahyu. 2013. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Jumroni dan Suhaimi. 2006. Metode-Metode Penelitian Komunikasi.
Ciputat: UIN Jakarta press.
Mahfudh, Syeikh Ali. Hidayah Al-Mursyidin. Beirut: Daar Al-Ma’rif.
Maryono, O’ong. 2016. Maen Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi. Jakarta:
Pustaka Obor Indonesia.
Meleong. M.A, Lexy. 2004. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
Mulyana. 2014. Pendidikan Pencak Silat: Membangun Jati Diri dan
Karakter Bangsa. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munsyi, Abd. Kadir. 1983. Metode Diskusi dalam Dakwah. Surabaya: al-
Ikhlas.
Omar, Toha Yahya. 1992. Ilmu Dakwah. Jakarta: Widjaya.
94
Partanto, Pius A. dan M. Dahlan Al Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer.
Surabaya: Penerbit Arkola.
Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 1992/1993. Pencak Silat.
Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Pratiko, Riyono. 1987. Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja
Karya.
Rafifuddin, Muhammad Abdul Djalil. 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah.
Jakarta: Pustaka Setia.
Rahmat, Jalaludin. 1998. Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Rahmat, jalaludin. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Rahmat, Jalaludin. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Rahmat, Jalaludin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Richard, Johansen. 1996. Etika Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosadakarya.
Roudhonah. 2002. Komunikasi Persuasif Dalam Dakwah. Jurnal Dakwah
Vol 4, no 1, Agustus.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1999. Pengantar Komunikasi. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Shihab, Quraisy. 1998. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu
Dalam Kehidupan Mayarakat. Bandung: Mizan.
Soemirat, Soleh, dkk. 2007. Komunikasi Persuasif. Universitas Terbuka.
Suryanto. 2015. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: Pustaka Setia.
Susanto, Astrid S. 1986. Komunikasi Dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Indah.
Syukir, Asmuni. 1983. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-
Ikhlas.
Toha, Yahya Oemar. 1992. Ilmu Dakwah, Jakarta: Widjaya.
Uchayana, Onong. 1992. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Yunus, Mahmud. 1989. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidakarya
Agung.
Yunus, Mahmud.1989. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1989.
Yusuf, Soeleiman dan Slamet Susanto. 1981. Pengantar Pendidian Sosial.
Surabaya: Usaha Nasional.
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa :
Nama : Achmad Faizal Riwanto
NIM : 1112051000155
Jurusan : Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas : Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Telah melakukan wawancara pada pihak H. Sanusi selaku Pendiri dan Guru Besar
Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta (PSPD), untuk penulisan skripsi yang
berjudul “Komunikasi Persuasif Dalam Aktivitas Dakwah di Perguruan Pencak
Silat Pusaka Djakarta”.
Demikian surat ini diberikan agar dapat digunakan sesuai dengan keperluan, kami
ucapkan terima kasih.
Jakarta, 3 Desember 2016
H. Sanusi
Pendiri dan Guru Besar Perguruan Pencak
Silat Pusaka Djakarta
HASIL WAWANCARA
Nama : H. Sanusi (Babe Uci)
Jabatan : Pendiri sekaligus Guru Besar Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
(PSPD)
Tempat : Rumah H. Sanusi
Tanggal : 19 Oktober 2016
Waktu : 16.00 s/d 17.30 WIB
Keterangan : Wawancara untuk penelitian skripsi Komunikasi Persuasif Dalam Aktivitas
Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
I. PSPD
1. Bagaimana awal mula bapak mendirikan PSPD?
Saya mendirikan pusaka djakarta sudang sangat lama sekali, sekitar tahun 1957
tepatnya. Waktu itu saya baru menyelesaikan pendidikan saya di pesantren wilayah
Tasikmalaya selama 10 tahun. Memang dari kecil saya sudah mendalami ilmu bela
diri bersama guru saya H. Mursadi. Bersama beliau saya berkeliling wilayah-wilayah
jabodetabek untuk mempelajari macam-macam aliran pencak silat. Setelah beranjak
dewasa barulah saya mendirikan perguruan pencak silat Pusaka Djakarta yang masih
bertahan sampai saat ini.
2. Motivasi apa yang membuat bapak mendirikan PSPD?
Saya miris melihat anak-anak atau remaja yang pada ga ada kegiatan di lingkungan
sini, daripada mereka akhirnya nanti berbuat sesuatu yang bisa meresahkan warga
mendingan mereka saya ajarin mereka silat. Dari latian silatlah nanti mereka saya
tanamkan pendidikan akhlaq biar mereka tetep berada di jalan Allah dan jadi generasi
bangsa bermutu yang bisa melestarikan budaya bagsa Indonesia pencak silat.
3. Apa tujuan bapak ketika mendirikan PSPD?
Tujuan saya yang paling utama adalah melestarikan budaya betawi yang semakin
lama ini semakin ditinggal oleh generasi mudanya. Soalnya kalo bukan kita yang
ngejaga budaya kita ya siapa lagi? Ntar udah diambil ama negara tetangga baru
komplen. Yang kedua tentunya untuk menjalankan “amal ma’ruf nahi munkar”
menjalankan kebaikan dan menjauhi keburukan.
4. Bagaimana cara bapak mengajak masyarakat untuk bergabung dalam PSPD?
Sebenernya bukan saya yang mengajak masyarakat buat bergabung PSPD, tapi
memang mereka sendiri yang datang kepada saya buat ikut berlatih silat. Ya saya sih
selama tujuan mereka berlatih silat itu baik ya saya persilahkan aja, kan ini maenan
bangsa kita, budaya bangsa kita.
5. Bagaimana respon masyarakat ketika bapak pertama kali mendirikan PSPD?
Mendukung atau menolak
selama saya mendirikan PSPD alhamdulillah respon masyarakat baik baik aja, malah
cenderung mendukung.
6. Jika mendukung, dukungan berbentuk apa yang diberikan masyarakat?
Ada banyak dukungannya dan bukan hanya dari warga setempat aja. Dari awal saya
ngediriin nih perguruan beloum ada warga yg nentang, mereka semua ngedukung dan
ngebantu. Mereka nyuruh anak-anaknya buat latian silat aja itu udah dukungan, terus
kadang kalo kita mau bikin acara di permudah ama mereka buat tempat,dan lain-lain.
Selain itu Pemerintah DKI juga banyak memberikan dukungan buat perguruan ini,
misalnya ada event-event nasional maupun internasional di Jakarta kita udah beberapa
kali dipercaya buat nampil. Terus kalo ada pergelaran seni kita juga sering dipercaya
nampil berupa seni silat, perguruan ini juga udah sering dapet piagam piagam
penghargaan dari Pemerintah, ya itu kan berati semua warga ngedukung, disini juga
kita kan ngajarin yang bener, kecuali kita ajarin murid buat yang ga bener pasti pada
nolak. Selain itu, PSPD ini kan ada beberapa ranting daerah. Kadang juga tiap ranting
suka ngebantu kita di pusat dan pusat juga ngebantu rannting gitu.
7. Apakah bapak pernah terlibat konflik dengan msayarakat sekitar ketika
mendirikan PSPD?
Alhamdulillah selama ini belum pernah.
8. Bagaimana cara bapak agar PSPD bisa bertahan sampai sekarang?
Kuncinya ada tiga, ikhtiar, istiqomah, dan ikhlas. Ikhtiar berati kita berusaha, karena
berdoa tanpa usaha ya ga ada hasilnya. Istiqomah berati kita harus konsisten harus
tetep berusaha walaupun dalam prakteknya emang banyak godaan dan hambatan.
Yang terakhir ini yg paling penting, ikhlas, ikhlas apapun yang Allah berikan kita
yakinin aja itu yang terbaik. Kalo kita ikhlas sesulit apapun, sepahit apapun, kita bakal
enak ngejalaninnya. Kalo kita kita ikhlas kan artinya kita bersyukur kalo kita
bersyukur pasti Allah akan lipat gandakan nikmatNya kepada kita. Kan ada dalilnya
di Alquran yang bunyinya “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan
menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),maka pasti
azab-Ku sangat berat.”(Surah Ibrahim ayat 7).
9. Apakah bapak memungut biaya kepada murid untuk berlatih silat? Kenapa?
(jelaskan)
Nggak, saya gak pernah meminta duit atau bantuan biaya dari murid yang ikut
berlatih. Ya solanya itu pesan dari guru saya H. Mursadi. Rejeki udah diatur ama yang
diatas (Allah SWT). Pesan itu juga yang selalu saya sampaikan ke murid saya yang
ingin mengajarkan silat yaitu agar mereka tidak memungut biaya untuk berlatih silat.
II. Aktivitas Dakwah
1. Aktivitas Dakwah apa saja yang terdapat di PSPD?
Segala sesuatu yang ada di PSPD ini berhubungan dengan dakwah. Misalnya sebelum
mulai latian dan setelah latian kita salam salaman dengan pelatih dan murid. Sebelum
mulai latian kita baca bismillah selesai latian kita baca alhamdulillah. Jadi sehat
jasmani dapet sehat rohaninnya juga dapet. Gausah yang ribet ribet itu aja simpel.
Karena prinsip perguruan kita adalah solat, silat, dan silaturahmi.
2. Bagaimana cara bapak menanamkan nilai spiritual kepada para pelatih dan
murid silat di PSPD?
Saya selalu memberikan pendidikan karakter dan akhlaq kepada semua murid saya,
karena itu sangat penting. Sekolah-sekolah jaman sekarang hanya mengajarkan
pelajaran yan dibuku saja tetapi tidak dengan pendidikan karakter makanya banyak
sekali anak jaman sekarang yang masih ingusan udah berurusan ama polisi. Saya
selalu bilang ke murid saya jaga solat kalian, jangan sombong, hormati yang lebih tua,
dan mengayomi yang lebih muda, disiplin dan budayakan malu, dan masih banyak
lagi.
Berlatih silat bukan hanya sembarangan berlatih, setiap memulai latihan kita mulai
dengan berdoa, doa untuk guru-guru yang telah wafat, keluarga, dan keselamatan diri
ketika berlatih nanti. Selesai latian kita berdoa lagi suapaya apa apa yang telah kita
pelajari berkah ilmunya dan menjadi amal jariyah bagi orang yang telah mengajarkan.
“Man arofa nafsaha faqod arofa robbahu, siapa yang kenal dirinya maka di kenl
tuhannya, jadi kita menuntut ilmu apa pun di dunia ini ujung-ujungnya pasti ke Allah
SWT maka dari itu selalu saya tanamkan nilai spritual ke semua murid saya.
3. Menurut bapak, seberapa besarkah peran pencak silat sebagai media dakwah?
bagi saya silat dengan agama itu tak dapat dipisahkan. Silat iu kan bela diri dan
beladiri merupakan sunnah rasul. Rasulullah SAW pun menyebarkan agama islam
lewat dakwah, maka dari itu silat pun juga bisa menjadi sarana untuk menyampaikan
dakwah. Dalam silat pun banyak ajaran ajaran etika dan akhlaq, seperrti tidak boleh
sombong dan hormati orang yang lebih tua, islam kan juga mengajarkan hal demikian.
Silat memang bukan media utama dalam berdakwah, namun dalam prakteknya silat
sangat efektif bagi saya untuk menyampaikan dakwah.
4. Apakah ada dukungan dari murid ketika bapak berdakwah lewat silat? Seperti
apa?
Ya murid pasti mendukung semua perintah gurunya selama perintah itu benar, itu aja
kuncinya. Murid saya kan rata-rata sudah remaja dan dewasa pasti mereka paham
mana yang ajaran benar dan mana yang ajaran salah. Mereka hadir dan mendengarkan
nasehat saya ketika pengajian malam jumat aja itukan udah bentuk dukungan. Jadi
intinya itu, selama kita ajarin mereka yang benar, pasti mereka akan mendukung.
5. Apakah ada hambatan ketika bapak berdakwah lewat silat? Seperti apa?
Hambatannya ya ada di orang yang saya ajarin itu sendiri, murid saya kan tadinya
banyak yang preman, dan rata rata mereka menjadi preman karena ga ada pekerjaan.
Setelah berlatih silat dan saya terus bimbing dengan waktu yang lama saya kasih
mereka pekerjaan, namun setelah dapet pekerjaan mereka kadang masih suka malak
warga dengan alasan gaji mereka bekerja kurang. Kalo seperti itu kan bukan dari
faktor ekonomi tapi emang faktor orangnya aja yang ga bersyukur.
Selain itu hati manusia itu kan dapat berubah ubah juga iman mereka kadang naik
kadang turun, ya paling itu aja sih hambatannya, saya juga berdakwah lewat silat ini
butuh proses dan butuh waktu yang sangat lama. Saya melakukan pendekatan-
pendekatan ke mereka saya lakukan secara terus menerus hingga akhirnya mereka
bisa berubah menjadi lebih baik.
6. Apakah semua pelatih dan murid bapak setuju dan mengikuti setiap dakwah
serta nasehat yang diberikan?
Ya pastinya selama apa yang diajarkan guru bener ke muridnya pasti akan diikutin
muridnya. Itu udah ada kok di undang-undang perguruan “Kami akan taat dan patuh
pada guru-guru selama guru itu benar, dan akan selalu mematuhi segala peraturan-
peraturan perguruan”.
7. Seberapa besar pengaruh dakwah yang bapak ajarkan dalam kehidupan sehari-
hari?
Kalo pastinya seberapa besar Allahualam. Tapi, yang pasti selama sesi latian saya
selalu berikan nasehat maupun pesan-pesan kepada murid saya agar selalu menjaga
sikap, etika, dan akhlaq di keseharian mereka. Yang paling sering saya sampaikan
adalah “silat, solat dan silaturahmi”. Kita silat jangan lupa solat, soalnya kalo kita silat
tapi kaga solat maenan silat kita kosong ga ada isinya. Dari silat kita juga
bersilaturahmi, contohnya sebelum mulai latian kita salaman ama guru dan murid
selesai latian salaman lagi, itu kan silaturahmi namanya. Kita solat juga
bersilaturahmi, silaturahmi kepada Allah. Kalo berjamaah itu lebih baik silaturahmi
hablum mina Allah wa hablum min annas hubungan dengan Allah berjalan ama
sesama juga terjalin. Jadi ketiganya itu selalu berhubungan.
8. Disamping mengajarkan ilmu bela diri, apakah bapak juga mengajarkan ilmu
etika dan akhlak ke murid di PSPD?
“Innama bu'itstu liutammima makarima al akhlaq, yang artinya sesungguhnya islam
itu turun untuk memperbaiki akhlaq manusia. Kalo akhlaq lu ga baik lu bukan orangi
slam.” Itu yang selalu sampaikan ke murid-murid saya. Kalo mereka islam buktiin
akhlaq ama etika mereka sesuai ajaran islam dan sunnah rasul.
III. Komunikasi persuasif
1. Selama bapak mendirikan dan melatih PSPD, apakah ada murid bapak yang
berasal dari kalangan preman?
Ada tujuh orang kalo ga salah jagoan jagoan, serem orangnya, badanya gede gede,
matanya merah, ente kalo ketemu juga takut kayanya. Tapi udah pada almarhum
semua itu, kalo saya suruh duduk ya duduk orangnya.
2. Jika YA, bagaimana cara bapak membuat para preman tersebut ikut berlatih
PSPD?
Ikut berlatih di PSPD merupakan cara awal saya biar mereka pada ga jadi preman,
biar mereka ga ngeresahin warga lagi. Ya saya bilang aja lu preman haru bisa beladiri
buat ngadepin musuh, setelah saya kasih liat kemampuan ilmu beladiri saya ke
mereka akhirnya mereka ikut dah berlatih di PSPD
3. Faktor pendukung apa yang membuat preman-preman tersebut ikut ajakan
bapak untuk berlatih PSPD?
Ya itu tadi mungkin disatu sisi mereka butuh juga ilmu beladiri buat jaga diri mereka
dari serangan musuh. Ya namanya juga preman pasti ada aja senggolan senggolan di
jalan. Kalo dia gak punya ilmu beladiri bisa abis udah. Ya itu mungkin faktor
pendukungnya.
4. Apakah dengan ikut berlatih PSPD dapat mengubah sifat premanisme mereka?
Ya alhamdulillah melalui proses yang panjang dan melalui beberapa pendekatan
akhirnya mereka bisa berubah.
5. Jika YA, bagaimana cara bapak merubah mereka (preman) menjadi seorang
individu yang lebih baik?
Jadi saya membimbing preman preman itu melalui pendekatan-pendekatan yang saya
lakukan terus menerus, rutin lah istilahnya. Jadi itu ga cukup waktu sehari dua hari,
itu butuh waktu lima sampe enam bulan buat merubah mereka. Panjang itu waktunya,
gabisa kaya kita makan sambel langsung dapet pedesnye. Itu berubahnya sangat lama
sekali butuh melalui proses proses. Kita juga ga langsung to the point ke agama, kita
ini pendekatannya dengan langsung tusuk hati nurani mereka. “Kenapa sih jadi
preman? Apa untungnya? Nyusahin orang buat uang sepuluh dua puluh ribu”. Mereka
selalu berkesimpulan daripada ga ada kerjaan mendingan mereka jadi preman dengan
memalak orang gitu. Ya akhirnya saya dapet tarik kesimulan mereka malak orang
kana gada penghasilan buat makan. Makanya setelah saya liat mereka udah bener
bener tobat saya kasih kerjaan ke beberapa kenalan saya. Ada yang jadi satpam, office
boy, ya pokonya kerjaan halal lah. Soalnya kalo mereka ada penghasila tetep
insyaalah mereka ga bakal malak dan ngeresahin orang di jalan lagi kan.
6. Menurut pandangan bapak, apakah perubahan sifat mereka hanya di depan
bapak saja atau memang karena mereka sudah berkomitmen untuk taubat?
Ya Allahualam, itu mah urusan mereka ama Allah. Tugas saya membimbing mereka
ke jalan yang bener. Saya selalu bilangin ke mereka untuk selalu jaga solatnya, karena
kalo solat mereka udeh pada bener insyaallah mereka bakal selalu inget Allah dan
pastinya ga bakal ngelakuin hal-hal yang dilarang agama. Kan ada dalilnya “inna
sholata tanha ‘anil fahsa iwal munkar artinya sesungguhnya solat itu menjaga sifat
kita dari perbuatan keji dan munkar”. Itu aja sih yang selalu saya ingetin ke mereka
yaitu jaga sholatnya, udah titik. Kalo pun nantinya mereka belok lagi ya itu udah
tanggungan mereka, udah pada punya keluarga rata-rata juga, harusnya mereka mikir
ada anak ama bini itu aja sih.
7. Bagaimana sikap bapak apabila dari mantan preman itu kembali berbuat hal
yang tidak baik?
Memang ada sih beberapa yang udah kerja sempet balik lagi jadi preman, ya
alesannya macem macem. Sebenarnya bukan hanya faktor ekonomi sih, itu juga bisa
dari faktor manusianya juga. Mereka ngerasa kerja gini gini aja penghasilan ga cukup,
gaji kurang gede terus berhenti, akhirnya balik jadi preman lagi. Ga bersyukur
mereka. Jadi, mereka itu menghayati islam hanya sekedarnya aja. Karna intinya islam
turun ke dunia kan buat perbaiki akhlaq manusia “Innama bu'itstu liutammima
makarima al akhlaq, yang artinya sesungguhnya islam itu turun untuk memperbaiki
akhlaq manusia”. Kalo akhlaqnya ga baik lu bukan orangi slam. Kalo pun mereka
emang ngaku islam, mereka ga memahmi islam dan melaksanakan ajaran islam
seutuhnya. Mereka ga menghayati agama islam, kan di alquran ada ayat yang
berbunyi “Inna sholata tanha 'anil fahsa iwal munkar, yang artinya solat itu
mencegah manusia dari perbuatan yang keji dan munkar”. Kalo solat mereka baik
mereka ga akan melakukan hal hal keji dan munkar, kalo solat mereka ga baik boro
boro hal keji dan munkar yang ada mereka bakal hajr sono hajar sini. Ada adzan
berkumandang mereka jalan terus. Jadi mereka tidak menghayati islam secara
seutuhnya.
8. Wejangan atau nasehat apa yang sering bapak sampaikan kepada preman-
preman tersebut ketika berdakwah?
Ada 5 poin yang selalu saya sampaikan ke mereka:
a. Innama bu'itstu liutammima makarima al akhlaq, artinya sesungguhnya islam itu
turun untuk memperbaiki akhlaq manusia, jadi kalo mereka islam maka jagalah
akhlaqnya selayaknya ajaran agama islam. Islam itu agama yang selalu
mengajarkan etika dalam berakhlaq seperti kesopanan, tanggung jawab,
kedisiplinan, dan kelembutan. jadi, dengan saya bacakan ayat ini bertujuan agar
mereka selalu menjaga etika dan akhlaqnya dimanapun berada dan kepada
siapapun.
b. Inna sholata tanha 'anil fahsa iwal munkar, yang artinya solat itu mencegah
manusia dari perbuatan yang keji dan munkar”. Kalo solat mereka baik mereka ga
akan melakukan hal hal keji dan munkar, kalo solat mereka ga baik boro boro hal
keji dan munkar yang ada mereka bakal hajar sono hajar sini. Ada adzan
berkumandang mereka jalan terus.
c. Ya ayyuhalazi na amanu quu anfusakum wa ahlikum naroo, yang artinya Hai
orang yang beriman, jagalah diri kamu dan keluarga kamu dari api neraka”. Kalo
mereka udah bisa jaga diri mereka sendiri baik dari diri sendiri maupun orang lain
barulah mereka diwajibkan untuk jaga keluarga mereka. Jaga dari apa? Semuanya.
Jaga keluarga mereka dari perbuatan tercela dan jaga keluarganya dari serangan
orang jahat, makanya saya berdakwah lewat silat biar itu manfaatnya.
d. Al haya’u minal iman, malu sebagian dari iman. Ini yang hampir punah di negara
kita Indonesia, budaya malu. Tahun ’45 Jepang ama Indonesia sama sama hancur
sama-sama baru merdeka, tapi kenapa mereka bisa jauh lebih maju? Ya itu tadi,
mereka menanamkan budaya malu sejak dini ke anak cucunya. Bukan Cuma malu
aja tapi disiplin juga. Jadi saya selalu pesen ke murid saya untuk selalu disiplin
dalam segala hal dan malu apabila melakukan kesalahan, itu aja titik.
e. Yang terakhir pesen saya adalah “silat, solat dan silaturahmi”. Kita silat jangan
lupa solat, soalnya kalo kita silat tapi kaga solat maenan silat kita kosong ga ada
isinya. Dari silat kita juga bersilaturahmi, contohnya sebelum mulai latian kita
salaman ama guru dan murid selesai latian salaman lagi, itu kan silaturahmi
namanya. Kita solat juga bersilaturahmi, silaturahmi kepada Allah. Kalo
berjamaah itu lebih baik silaturahmi hablum mina Allah wa hablum min annas
hubungan dengan Allah berjalan ama sesama juga terjalin. Jadi ketiganya itu
selalu berhubungan.
Pewawancara Narasumber
Achmad Faizal Riwanto H. Sanusi
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa :
Nama : Achmad Faizal Riwanto
NIM : 1112051000155
Jurusan : Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas : Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Telah melakukan wawancara pada pihak Muhammad Soleh selaku Murid H.
Sanusi dan Ketua Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta (PSPD) ranting
Mangga Besar, untuk penulisan skripsi yang berjudul “Komunikasi Persuasif
Dalam Aktivitas Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta”.
Demikian surat ini diberikan agar dapat digunakan sesuai dengan keperluan, kami
ucapkan terima kasih.
Jakarta, 3 Desember 2016
Muhamad Soleh
Ketua PSPD Ranting Mangga Besar
HASIL WAWANCARA
Nama : Muhamad Soleh
Jabatan : Murid Babe Uci di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta (PSPD)
Tempat : Rumah Narasumber
Tanggal : 5 Oktober 2016
Waktu : 19.00 s/d 20.30 WIB
Keterangan : Wawancara untuk penelitian skripsi Komunikasi Persuasif Dalam Aktivitas
Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
I. Komunikasi Persuasif
1. Kenapa anda tertarik bergabung PSPD?
Awal –awal bergabung dengan PSPD, awalnya saya ini kan bandel (preman), mabok.
Terus saya tertarik nih ada yang mau ngajarin silat dah tuh. Awalnya saya sih cuma
ikut ikutan terus ngilang, ampe akhirnya ngikut lagi dan mulai dari situ tuh nekunin
dah nih silat, ternyata enak juga nih kita silat. Satu buat olahraga terus ada juga
wejangan-wejangan atau nasehat dari Babe (H. Sanusi). Nah dasehat-nasehat itu tuh
yang buat saya jadi makin baik dah ya, makanya saya tetep silat ampe sekarang.
2. Apa yang anda cari di PSPD?
Yang saya cari di PSPD nih satu, ya buat jaga diri kita aje nih. Ya namanya kite laki
nih sering dimana aja jadi kita gak takut. Jadi sih intinya satu buat jaga diri, kedua ya
buat kesehatan kita dah, masa iya kita anak laki ga bisa bela diri. Apalagi nih maenan
silat silat budaya Betawi.
3. Bagaimana cara Babe Uci membuat anda tertarik ikut silat di PSPD?
Kaya yang saya bilang tadi tuh, awalnya kan saya ini bandel nih, sering mabok lah,
dan lain lain. Terus saya sadar nih butuh ilmu beladiri buat jaga-jaga, dikenalin lah
saya ama Babe lewat temen. Disitu saya minta dilatih silat ama babe, beliau mau
ngajarin saya. Terus saya tanya berapa bayaran buat setiap latihan silat ke babe kan,
beliau Cuma jawab “saya ga minta bayaran buat kamu latian silat, yang penting kamu
salat itu udah cukup”. Dan itulah yang membuat saya tertarik ikut silat ama babe.
4. Apa yang anda dapat dan rasakan ketika bergabung di PSPD?
Yang dirasakan sih manfaatnya banyak ya kita gabung di PSPD. Satu, kita bisa
meredam amarah, solanya nih kita punya ego kan tinggi. Jadinya kita gak cepet
emosi, dengan kita punya silat jadi nih kita merendah diri gitu. Selain itu setelah kenal
Babe dan berlatih di PSPD saya merasa nih hidup saya makin bener dan makin deket
ama Allah dah. Soalnya babe sering juga ngasih wejangan-wejangan atau nesahat
dakwah selama sesi latihan silat. Jadi, manfaat jasmani dapet buat kesehatan, rohani
juga dapet buat menjadi invidual yang lebih baik dan deket ama Allah.
5. Menurut pandangan anda, bagaimana cara Babe Uci mengajak para preman
ikut berlatih PSPD?
Menurut pandangan saya nih ya, jadi Babe (H. Sanusi) itu gak pandang bulu atau
milih-milih, mau dia orang susah kek, kaya kek, bandel, mabok, dll tetep diajarin,
Babe tetep mau nerima. Jadi Babe tuh ga pernah liat latar belakang orang ntu kaya
gimana buat diajarin silat. Yang penting tuh kata Babe, dia ngikut silat dia mau solat
gitu sih intinya.
6. Bagaimana pandangan anda tentang Babe Uci?
Pandangan Bang ole tentang Babe Uci itu, alhamdulillah ya, dimana mana saya
nemuin sekian banyak guru silat, alhamdulillah babe ini gak sombong dan ga takabur,
jadi beliau ini orangnya merendah. Beliau adalah seorang guru besar tapi merasa sama
kita nih para muridnya. Kebanyakan guru besar silat yang sering saya temuin nih
sering minta bayaran sekian.... sekian ke muridnya. Tapi, kalo babe nggak, beliau itu
ngajar ya seikhlas ikhlasnya, supaya murid itu jadi dan bermanfaat di lingkungan dia,
keluarga dia, dan buat dia sendiri gitu. Dalam melatih silat Babe itu selalu total, beliau
ikhlas melatih silat dari muda ampe sekarang tuh buat lestariin budaya, terutama
budaya betawi, supaya anak-anak generasi sekarang tetep melestarikan budaya
betawi.
II. Aktivitas Dakwah
1. bentuk dakwah seperti apa yang sering Babe Uci sampaikan kepada anda dan
murid lainnya?
Babe ini waktu itu selalu ada pengajian tiap malem jumat tepatnya ba’da isya.
Pertama kita latihan jurus dasar silat dulu tuh, karena tempatnya ga luas, biasanya
salah satu murid dipanggil tuh buat praktekin jurus, setelah babe nyuruh kita ngaji
baca Al quran, setelah ngaji baca Al quran baru tuh Babe bedah kaedah-kaedah yang
ada di Al quran ama setiap gerakan jurus yang tadi kita latihan. Jadi nih setiap
gerakan jurus PSPD tuh sumbernya ada di Al quran dan setiap nasehat dan dakwah
yang Babe kasih ke kita nih ya dari Al quran juga. Itu biasanya malem jumat kita
sebutnya ngaji kuping, jadi babe yang buka kitab (Al quran) terus beliau yang jelasin
nih kaedah kaedah atau makna dalam setiap ayat gitu.
2. Bagaimana cara babe Uci memberikan nasihat atau dakwah ketika berlatih
silat?
kalo bentuk dakwah Babe (H. Sanusi) ntu ya melalui media silat, jadi silat itu satu
bikin orang supaya gak sombong, yang tadinya orang ntu angkuh, sombong, mabok
yang kaya bang Ole alamin sendiri, jadi jauh dari semua sifat ntu. Dari dakwahnya itu
dari silat kita dilatih buat sabar, terus nyambung lagi ke silaturahmi, misalnya kita
ketemu orang dari daerah mana aja gitu, kita belajar dan kita saling kenal gitu. Jadi
dakwahnya PSPD tuh kita silat jangan lupa kita tuh solat ama silaturahmi, jadi itu
yang sering Babe kasih ke kita nih muridnya. Juga semua yang babe sampein
nasehatnya ke kita nih sumbernya dari Al quran.
3. nasehat atau wajangan apa yang sering babe Uci berikan kepada muridnya
termasuk anda?
ya ntu yang saya bilang tadi, babe selalu bilang dalem setiap nasehatnya ke kita nih
murid-muridnya kita silat jangan lupa solat ama silaturahmi gitu. Jadi kalo kita udah
bisa silat nih jangan lupa solatnya, yang tadi masih bolong-bolong diusahain jangan
ampe bolong lagi solatnya, kalo udeh ga bolong solatnya usaha istiqomah biar tetep
lanjut full solatnya, kalo bisa berjmaah di masjid biar dapet silaturahmi tadi tuh, gitu
sih pesen Babe.
4. Apakah anda setuju, sependapat, dan mematuhi nasehat babe Uci? Kenapa?
Ya pasti setuju dan pasti saya laksanain amanat atau perintah babe. Karena nih pada
dasarnya kan apa yang guru kita ajarin pasti yang bener ga mungkin ajarannya atau
nasehatnya buat kita malah jadi ga bener gitu. Selain itu, kalo kita misalnya
ngelanggar nasehat Babe nih pasti hati kecil kita kaya ngerasa bersalah dan malu ama
Allah dan malu juga ama babe pastinya solanya kita kan murid beliau.
5. Apa yang anda rasakan ketika melaksanakan nasehat Babe Uci?
yang saya rasakan ya itu banyak manyak mafaatnya, jadi kita banyak dikenal orang,
terus wawasan kita tentang silat dan agama juga bertambah, jadi banyak juga yang
minta saya buat ngajar silat juga. Karena babe selalu mesen gini, kalo kita punya ilmu
jangan didemin aje buat diri sendiri tapi disebarin lagi ke orang biar bermanfaat.
6. Apa yang anda rasakan ketika melanggar nasehat Babe Uci?
Dulu sih masih awal-awal masuk masih jarang latihan silat mah pernah ngelanggar
nasehat babe gitu, tapi pas kita udeh mulai tekun latihan nih sering denger ceramah
babe juga pasti otomatis kita ngikutin nasehat babe. Yang pasti pas saya ngelanggar
nasehat babe pasti ada rasa bersalah ye, solanya apa yang guru kita ajarin pasti yang
bener ga mungkin ajarannya atau nasehatnya buat kita malah jadi ga bener gitu. Jadi
pas kita berbuat salah langsung inget nasehat babe tuh, seumpamanya solat kita
bolong satu nih terus kita latihan silat, sama juga nih kita punya maenan tapi maenan
kosong, percuma lu silat tapi lu gak solat gitu.
Pewawancara Narasumber
Achmad Faizal Riwanto Muhamad Soleh
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa :
Nama : Achmad Faizal Riwanto
NIM : 1112051000155
Jurusan : Komunikasi Penyiaran Islam
Fakultas : Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Telah melakukan wawancara pada pihak Soniatul Fallah selaku Murid H. Sanusi
dan Ketua ranting Buncit Pulo Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta (PSPD),
untuk penulisan skripsi yang berjudul “Komunikasi Persuasif Dalam Aktivitas
Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta”.
Demikian surat ini diberikan agar dapat digunakan sesuai dengan keperluan, kami
ucapkan terima kasih.
Jakarta, 3 Desember 2016
Soniatul Fallah
Ketua PSPD Ranting Buncit Pulo
HASIL WAWANCARA
Nama : Soniatul Fallah
Jabatan : Murid Babe Uci di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta (PSPD)
Tempat : Rumah Narasumber
Tanggal : 6 Oktober 2016
Waktu : 19.00 s/d 20.30 WIB
Keterangan : Wawancara untuk penelitian skripsi Komunikasi Persuasif Dalam Aktivitas
Dakwah di Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
I. Komunikasi Persuasif
1. Kenapa anda tertarik bergabung PSPD?
“Keturunan”, karena sebelumnya ayah saya merupakan pendiri sekaligus pelatih
ranting Kalibata dan ranting Pulo. Sejak kecil saya telah melihat ayah saya piaway
dalam ilmu beladiri, mampu mengalahkan dua sampai tiga orang sekaligus dalam sesi
latihan dan bahkan mampu memecahkan benda benda keras seperti genteng dan bata
dengan tangan kosong. Hal inilah yang memacu saya untuk ikut berlatih di perguruan
silat PSPD.
2. Apa yang anda cari di PSPD?
Ilmu beladiri. Teknik berkelahi yang kuat dan cepat namun memiliki nilai seni yang
tinggi. Namun seiring bertambahnya pengalaman ternyata ada hal lain yang dimiliki
perguruan ini, nilai-nilai agama yang dalam. Hal ini saya temui dalam diri Babe.
Nilai-nilai agama yang tinggi di perlihatkan Babe pada ucapan (nasehat) dan sikap
Beliau, serta kebiasaan sehari-hari Beliau.
3. Bagaimana cara Babe Uci membuat anda tertarik ikut silat di PSPD?
Learning by Doing atau praktek secara langsung. Kadang dalam sesi latihan Babe
sering kali mempraktekan jurus secara langsung kepada murid murid Beliau, hal ini
menarik perhatian para penonton yang mayoritas bukan anggota silat PSPD untuk ikut
mempelajari jurus-jurus yang Babe praktekan atau dengan kata lain Babe Show Up
secara langsung untuk menarik minat masyarakat sekitar. Hal ini lah yang membuat
saya tertarik bergabung di PSPD.
4. Apa yang anda dapat dan rasakan ketika bergabung di PSPD?
Yang saya dapat ketika bergabung di PSPD jelas sekali, Kesehatan dan kekuatan
jasmani serta pengetahuan agama dan keberanian (percaya diri). Selain merasa sehat
saya juga merasa unggul dalam segi kekuatan fisik dibanding rekan-rekan saya. Dari
segi agama, saya mendapatkan banyak pengetahuan di bidang tasawuf, bukan hanya
pengetahuan teori namun juga praktek yang di tunjukan langsung lewat sifat dan sikap
Babe.
5. Menurut pandangan anda, bagaimana cara Babe Uci mengajak para preman
ikut berlatih PSPD?
Menawarkan kepada mereka untuk di latih silat hingga mereka bisa menjadi jawara
yang di segani. Awalnya Babe mengiming-imingi para preman kekuatan beladiri yang
tinggi, namun ketika mereka mulai merasa haus dengan jurus-jurus PSPD, Babe mulai
menyarankan atau bahkan memberi syarat kepada mereka untuk meninggalkan
kebiasaan buruk seperti minum minuman keras, judi dll. Karena rasa haus akan jurus-
jurus silat mereka lebih tinggi dibanding kegemaran mereka melakukan hal-hal buruk,
perlahan-lahan mereka pun meninggalkan kebiasaan buruk tsb.
6. Bagaimana pandangan anda tentang Babe Uci?
Satu hal yang menurut saya paling menonjol dalam diri Babe, low profile. Ada
kalimat yang saya tanam dalam hati saya, yang sempat di ucapkan Babe ketika
menjadi pembicara dalam salah satu acara seminar kebudayaan silat betawi, kalimat
ini terlontar dari Babe ketika pembawa acara memanggil babe dengan sebutan “Guru
Besar”, ketika itu babe menjawab “Saya bukan guru besar, semua kecil, yang besar
Cuma Allah”. Selain itu Babe juga dikenal sebagai maestro silat, namun masih mau
mengajari atau melatih mayarakat biasa, yang jelas-jelas secara ekonomi menengah
kebawah.
II. Aktivitas Dakwah
1. bentuk dakwah seperti apa yang sering Babe Uci sampaikan kepada anda dan
murid lainnya?
Babe berdakwah lewat media silat, yang saya tidak lihat ketika guru silat lain
mengajarkan silat adalah menjelaskan kaedah atau manfaat gerakan jurus kepada
muridnya. Hal tersebut lah yang dilakukan Babe, beliau selalu menjelaskan nilai-nilai
agama pada setiap kaedah atau fungsi-fungsi jurus kepada setiap muridnya dalam sesi
latihan. Contohnya, jurus titik, dalam memulai setiap gerakan jurus dasar, itu artinya
membiasakan diri untuk meminta maaf atau lebih memilih untuk menghindari
perkelahian.
2. Bagaimana cara babe Uci memberikan nasihat atau dakwah ketika berlatih
silat?
Babe selalu memberikan wejangan atau nasehat sebelum menutup sesi latihan. Selain
itu babe juga sering mempraktekan langsung rasa sakit yang diterima apabila kita
menyakiti orang lain, tentunya hanya sebagai contoh. Tujuannya adalah agar kita
tidak semena-mena menggunakan ilmu silat yang telah dipelajari untuk menyakiti
orang lain, karena kita tahu rasa sakitnya.
3. Nasehat atau wajangan apa yang sering babe Uci berikan kepada muridnya
termasuk anda?
“Silat, solat silaturahmi”. Jadi gini kita sebagai manusia mempunyai dua hubungan
yaitu, hablum minal Allah dan hablum minan Nas. Hablum minal Allah adalah
hubungan antara manusia dengan Allah selaku penciptanya, sedangkan hablum minan
Nas adalah hubungan antara manusia dengan manusia. Babe selalu bilang Alquran
dimulai dengan Bismillah dan diakhiri dengan minal Jin wan nas, artinya dengan
memohon perlindungan Allah kita belajar silat, untuk menjaga diri dari gangguan jin
dan manusia.
4. Apakah anda setuju, sependapat, dan mematuhi nasehat babe Uci? Kenapa?
Ya setuju, sependapat, dan selalu berusaha mematuhi setiap nasehat Babe. Karena
kebenaran dan keselarasan ucapan beliau dengan pendapat ulama serta akibat yang
saya dapat ketika melanggar perintah Babe Uci. Yang kedua, dilihat dari posisi atau
pencapaian yang telah beliau raih, membuktikan bahwa beliau adalah seorang panutan
yang patut kita tiru jejaknya, tentunya dalam hal baiknya.
5. Apa yang anda rasakan ketika melaksanakan nasehat Babe Uci?
Saya merasakan mafaat kebenaran dari ucapan beliau, dan telah terbukti secara nyata.
Misalnya nasehat untuk melakukan suatu hal postif dan menghindari suatu hal negatif.
Misalnya kaitannya dalam persoalan kehidupan pribadi. Contohnya, babe
mengajurkan saya untuk selalu berzikir setiap malam. Setelah saya melakukan
anjuran babe banyak kemudahan-kemudahan yang saya terima dalam sehari-hari,
seperti naik jabatan, best employe (karyawan terbaik), karyawan termuda dalam
jabatan, dan berkurangnya emosi dalam berucap.
6. Apa yang anda rasakan ketika melanggar nasehat Babe Uci?
Jadi gini, dalam setiap dakwahnya babe selalu menjelaskan manfaat dan akibat yang
didapat apabila kita menjalankan atau melanggar nasehat yang beliau sampaikan.
Contohnya, ketika saya mengambil keuntungan materi dari mengajarkan silat, padahal
babe sangat melarang setiap muridnya untuk mengambil keuntungan materi dari
berlatih silat. Akibatnya waktu itu murid saya semakin hari semakin berkurang
bahkan tidak tersisa satupun. Setelah itu saya teringat pesan babe agar tidak
mengambil keuntungan materi dari mengajarkan silat, sejak saat itu saya
meninggalkan kebiasaan saya untuk mengambil keuntungan materi dari mengajarkan
silat serta mulai untuk belajar ikhlas dalam segala hal.
Pewawancara Narasumber
Achmad Faizal Riwanto Soniatul Fallah
Acara buka puasa bersama Pencak Silat Pusaka Djakarta
Pengajian malam Jumat Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
Kenaikan sabuk peserta silat Pusaka Djakarta di bumi perkemahan Ragunan
Tradisi bakar sabuk murid silat Pusaka Djakarta
Bapak H. Sanusi (Babe Uci) sedang memberikan tausiyah pada pengajian malam Jumat
Pusaka Djakarta bersama Perguruan Silat Betawi lainnya di acara lebaran Betawi sebagai
bentuk silaturahmi
Latihan rutinan silat Perguruan Pusaka Djakarta
Perguruan Pusaka Djakarta dalam acara IPSI “Festival Pencak Silat” di Istora Senayan
Bapak H. Sanusi (Babe Uci) bersama para pelatih dalam acara ulang tahun Perguruan Pencak
Silat Pusaka Djakarta
Keluarga besar Perguruan Pencak Silat Pusaka Djakarta
top related