adsorpsi zat warna dari larutan dengan arang aktif
Post on 08-Nov-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF
OLEH :
Drs. I Wayan Suarsa, M.Si
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
anugerah-Nya Karya Ilmiah yang berjudul Adsorpsi Zat Warna dari Larutan dengan Arang
Aktif ini dapat terselesaikan.
Karya Ilmiah ini merupakan pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi khususnya di
Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih banyak kekurangannya, maka saran dan
kritik membangun dari semua pihak sangat diharapkan.
Harapan penulis, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat.
Denpasar, 10 Nopember 2018
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... ………… i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ………… ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ................ iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ................ v
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ ................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ ................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... ................ 2
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... ................ 2
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. ................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... ................ 3
2.1 Adsorpsi ................................................................................... ................ 3
2.2 Karbon Aktif ............................................................................ ................ 7
2.3 Proses Pembuatan Karbon Aktif .............................................. ................ 12
BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................ ................ 16
3.1 Alat dan Bahan ......................................................................... ................ 16
3.2 Metode ..................................................................................... …………. 17
3.2.1 Adsorpsi ......................................................................... …………. 18
3.2.2 Optimasi waktu ............................................................... …………. 18
3.2.3 Optimalisasi jumlah adsorben ......................................... …………. 19
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... ................. 20
4.1 Isoterm Adsorpsi ...................................................................... ................. 20
4.2 Pengaruh Suhu ......................................................................... ................. 25
4.3 Adsorpsi Campuran Zat Warna ............................................... …………. 26
4.4 Pengaruh pH............................................................................. …………. 26
4.5 Parameter Termodinamika ....................................................... …………. 27
BAB 5 PENUTUP .................................................................................... …………. 30
5.1 Kesimpulan .............................................................................. …………. 30
5.2 Saran ........................................................................................ …………. 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Proses Adsorpsi pada Karbon Aktif............................................. ................. 3
Gambar 2.2 Ilustrasi Skema Struktur Karbon Aktif ........................................ ................. 10
Gambar 2.3 Lapisan Atom Karbon Heksagonal dan Struktur Mikrokristalin . …………. 10
Gambar 2.4 Ilustrasi Struktur Kimia Karbon Aktif ......................................... …………. 11
Gambar 3.1 Struktur Zat warna ...................................................................... …………. 15
Gambar 3.2 Plot Jjumlah Arang vs Jumlah yang Diadbsorpsi Arang Aktif .... …………. 18
Gambar 4.1 Adsorpsi Isoterm berbagai Pewarna pada Arang Aktif (298 K).. …………. 19
Gambar 4.2 Isoterm Freundlich berbagai Pewarna pada Arang Aktif (298 K). …………. 20
Gambar 4.3 Isoterm Langmuir berbagai Pewarna pada Arang Aktif (298 K) . …………. 21
Gambar 4.4 Isoterm Langmuir berbagai Pewarna pada Arang Aktif (298 K) . …………. 21
Gambar 4.5 BET Isotermik EriokromBlack-T pada T yang berbeda .............. ………….. 21
Gambar 4.6 Adsorpsi Isotermik Metil pada Arang Aktif di berbagai Suhu .... ………….. 24
Gambar 4.7 Adsorpsi Isoterm untuk Campuran Zat Warna pada 298 K ......... ………….. 24
Gambar 4.8 Isoterm Freundlich pada Campuran Zat Warna 298 K ................ ………….. 25
Gambar 4.9 Plot pH vs. Jumlah Pewarna yang Diadsorpsi pada 298 K .......... ………….. 26
Gambar 5.0 Plot lnK vs. 1 / T untuk Adsorpsi berbagai Zat Warna ................ ………….. 27
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Spesifikasi Karbon Aktif ................................................................... .................. 14
Tabel 2 Massa Molar dan λmax untuk Setiap Pewarna .................................. .................. 16
Tabel 3 Parameter Freundlich untuk berbagai Pewarna pada Arang Aktif .... ………….. 22
Tabel 4 Parameter Langmuir untuk berbagai Pewarna pada Arang Aktif ...... ………….. 23
Tabel 5 Parameter Termodinamika untuk Adsorpsi ....................................... ………….. 28
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil samping dari industri adalah limbah, baik dalam sector pertanian dan domestik
yang begitu cepat sehingga sering kali limbah tersebut dibuang ke perairan tanpa diolah
terlebih dahulu. Umumnya, limbah ini diarahkan ke sungai, danau dan laut. Proses
pencelupan tekstil merupakan salah satu sumber terbesar pencemaran lingkungan yang terus
menerus. Volume air limbah yang mengandung pewarna tekstil olahan terus meningkat dari
tahun ke tahun. Tiap tahun lebihdari 7 × 105 ton dan sekitar 10.000 jenis pewarna yang
berbeda dan pigmen diproduksi di seluruh dunia. Diperkirakan bahwa 10-15% adalah
pewarna tekstil pada saat proses pencelupan sehingga menjadi limbah tekstil. Warna adalah
karakteristik dari air limbah, yang mudah dideteksi. Pengendalian pencemaran air
mempunyai arti penting untuk seluruh makhuk hidup, baik hidup di perairan dan daratan.
Banyak pewarna mempunyai sifat yang tidak mudah terurai di dalam air sehingga sulit untuk
membusuk dan menyebabkan banyak masalah karena karsinogenisitas. Akibatnya,
diperlukan suatu cara untuk mengurangi polutan limbah tekstil sebelum pembuangan akhir.
Metode penghilangan warna dari limbah industri ini dibutuhkan perlakuan secara
biologis, koagulasi, flotasi, adsorpsi, oksidasi dan hiperfiltrasi. Metoda yang dapat digunakan
untuk menghilangkan warna tersebut adalah metoda adsorpsi yang merupakan salah satu
metode paling efektif dan hanya membutuhkan biaya yang rendah untuk menghilangkan
warna dengan cara dekolorasi limbah tekstil. Adsorben yang sering digunakan untuk proses
penghilangan warna yaitu pewarna, ion logam dan bahan organik lainnya termasuk perlit,
bentonit, silika gel, lignit, gambut, silika, dan lain-lain. Karbon aktif adalah struktur homogen
dengan permukaan yang tinggi, memiliki struktur mikropori dan stabilitas radiasi. Oleh
karena itu banyak digunakan dalam berbagai proses industri sebagai adsorben, katalis. Sifat
adsorpsi karbon aktif tergantung terutama pada ukuran partikelnya, porositas, kandungan
abu, tingkat karbonisasi dan metode aktivasi.
2
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Pengaruh waktu, pH dan suhu serta nilai absorbansi pada perilaku adsorpsi
zat warna alizarin merah-S, bromofenol biru, malasit hijau, metil ungu, metilen biru, fenol
merah, metil biru dan erikrom black-T dari larutan berair pada arang aktif ?
1.3 Tujuan
Mengetahui pengaruh waktu, pH dan suhu serta nilai absorbansi pada perilaku adsorpsi
zat warna alizarin merah-S, bromofenol biru, malasit hijau, metil ungu, metilen biru, fenol
merah, metil biru dan erikrom black-T dari larutan berair pada arang aktif.
1.4 Kegunaan
Kegunaan dari karya ilmiah ini adalah sebagai infomasi dan pengetahuan tentang arang
aktif sebagai absorben untuk penghilang pewarna berbahaya dari larutan berair.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Adsorpsi
Adsorben yang berupa arang aktif merupakan padatan berpori dimana sebagian besar
berupa unsur karbon bebas yang masing-masing berikatan secara kovalen. Oleh karena itu,
sifat dari permukaan arang aktif adalah non polar. Polaritas dan komposisi struktur pori adalah
faktor penting yang harus diperhatikan. Struktur pori berkaitan dengan luas permukaan
dimana semakin kecil pori-pori arang aktif maka luas permukaannya akan semakin besar.
Oleh karena itu kecepatan adsopsi akan bertambah. Agar kecepatan adsorpsi meningkat maka
disarankan menggunakan arang aktif yang berbentuk halus. Daya serap merupakan salah satu
sifat arang aktif yang paling penting.
Peristiwa penyerapan subtansi/persenyawaan pada permukaan zat padat disebut adsorpsi.
Dalam proses adsorpsi, berlangsung gaya tarik menarik antara substansi terserap dan
adsorbennya. Adsorbat merupakan fasa teradsorpsi pada padatan pengemban dan padatan
pengemban tersebut disebut adsorben. Dalam peristiwa adsorpsi, molekul adsorbat bergerak
melalui bulk fasa gas atau cairan menuju permukaan padatan yang dilanjutkan dengan
peristiwa difusi pada permukaan pori padatan pengemban.
Peristiwa adsorpsi terjadi pada permukaan dan tidak masuk dalam fasa bulk/ruah, dan
demikian juga proses adsorpsi terutama terjadi pada mikropi (pori-pori kecil) sedangkan
tempat transfer adsorbat dari permukaan luar ke permukaan mikropori adalah pada makropori.
Gambar 2.1 menggambarkan proses adsorpsi pada pengemban karbon aktif.
Gambar 2.1. Proses Adsorpsi pada Karbon Aktif: Transfer Molekul Adsorbat ke Adsorben
4
2.1.1 Jenis – Jenis Adsorpsi
Atas dasar interaksi molekul yang terjadi antara permukaan pengemban dengan
adsorbat, adsorpsi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.
a. Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika merupakan adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya van der Waals.
Gaya tarik-menarik pada adsorpsi fisika antara molekul dalam fasa cair dengan molekul pada
permukaan padatan (intermolekular) lebih kecil dari pada gaya tarik-menarik antar molekul
fasa cair tersebut sehingga gaya tarik-menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorben
relatif lemah. Ikatan yang terjadi pada adsorpsi fisika tidak begitu kuat pada permukaan
pengemban dan oleh karena itu adsorbat dapat bergerak dari satu permukaan ke permukaan
yang lain dan pada permukaan yang ditinggalkan tersebut bisa ditempati oleh adsorbat lainnya.
Kesetimbangan yang terjadi pada permukaan padatan dan molekul fluida biasanya cepat
tercapai dan bersifat dapat balik. Adsorpsi fisika bermanfaat untuk penentuan luas permukaan
dan ukuran pori (Murti, 2008).
b. Adsorpsi Kimia
Peristiwa adsorpsi kimia berlangsung karena adanya ikatan kimia yang terjadi antara
molekul adsorbat dengan permukaan pengemban. Ikatan kimia yang terbentuk adalah ikatan
kovalen atau ion. Ikatan yang terjadi pada adsorpsi kimia adalah sangat kuat dank arena itu
spesie snya tidak dapat ditemukan. Ikatan kimia yang terbentuk yang sangat kuat ini,
mengakibatkan adsorbat tidak mudah mengalami desorpsi. Adsorpsi fisika merupakan proses
awal dalam adsorpsi kimia dimana adsorbat mendekat ke permukaan pengemban melalui gaya
van der Waals atau ikatan hidrogen dan dilanjutkan oleh adsorpsi kimia, dan akhirnya
adsorbat melekat pada permukaan pengemban dengan membentuk ikatan kimia yang biasanya
merupakan ikatan kovalen (Prabowo, 2009).
Menurut Langmuir, molekul adsorbat ditahan pada permukaan adsorben oleh gaya
valensi yang setipe dengan apa yang terjadi antara atom-atom dalam molekul. Ikatan kimia
yang terjadi pada permukaan pengemban ini mengakibatkan terbentuknya suatu lapisan dalam
mana lapisan tersebut akan menghambat proses adsorpsi berikutnya oleh pengemban dan
5
sebagai akibatnya efektifitas menjadi berkurang. Adsorpsi kimia bermanfaat untuk
penentuan daerah pusat aktif dan kinetika reaksi permukaan (Murti, 2008).
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :
a. Sifat Adsorben
Arang aktif merupakan pengemban yang berupa suatu padatan berpori, dimana unsur
karbon bebas merupakan bagian terbesar dari penyusunnya dan masing–masing berikatan secara
kovalen. Oleh karena itu, sihat dari permukaan arang aktif adalah non polar. Selain penyusun
dan polaritas pengemban, faktor penting yang juga harus diperhatikan adalah struktur pori.
Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, dimana semakin kecil pori – pori pada
arang aktif, maka luas permukaannya semakin besar. Oleh karena itu kecepatan adsorpsi akan
bertambah besar. Kecepatan adsorpsi dapat ditingkatkan dengan menggunakan arang aktif
yang telah halus dan juga harus diperhatikan penggunaan jumlah atau dosis arang aktif.
b. Sifat Serapan
Arang aktif dapat mengadsorpsi berbagai senyawa, tetapi kemampuan untuk mengadsorpsi
setiap senyawa tentu saja berbeda. Semakin besar ukuran molekul serapan dari sturktur yang
sama akan mengakibatkan adsorpsi yang semakin besar, seperti dalam deret homolog. Gugus
fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa yang diserap juga
berpengaruh dalam proses adsorpsi.
c. Temperatur
Pengamatan proses adsorpsi pada temeperatur tertentu juga dianjurkan pada penggunaan
arang aktif sebagai pengemban. Viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan merupakan
faktor yang berpengaruh dalam proses adsorpsi pada temeperatur tersebut. Jika pemanasan
yang dilakukan tidak berpengaruh pada sifat-sifat senyawa serapan, dengan ciri adanya
perubahan warna maupun dekomposisi, maka proses dilakukan pada titik didihnya. Bila
6
digunakan senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan
pada temperatur yang lebih rendah.
d. Derajat Keasaman(pH)
Bila derajat keasaman diturunkan untuk asam-asam organik, maka adsorpsi akan
meningkat, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Adapun yang menjadi penyebab
adalah kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut, tetapi jika
pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang
sebagai akibat terbentuknya garam.
e. Waktu Singgung
Akan dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan jika arang aktif ditambahkan
dalam suatu cairan dan waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang
digunakan. Selisihnya bergantung pada jumlah arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi
waktu singgung. Manfaat dari pengadukan adalah memberi kesempatan untuk bersinggungan
antara partikel arang aktif dengan senyawa serapan. Waktu singgung yang lebih lama akan
diperlukan oleh larutan yang mempunyai viskositas tinggi.
2.1.3 Karakteristik Adsorben
Yang menjadi karakteristik penting dari pengemban adalah ukuran pori dan luas
permukaannya. Ukuran pori pengemban berkaitan dengan luas permukaan. Semakin kecil
ukuran pori-pori pengemban, beakibat pada luas permukaan yang semakin tinggi sehingga
terjadi kenaikan jumlah molekul yang teradsorpsi. Harus ada kesesuaian antara ukuran pori
pengemban dengan ukuran adsorbat karena diameter dari pori pengemban harus sedikit lebih
besar daripada diameter adsorbat supaya adsorbat dapat menempati pori pengemban.
Kemurnian pengemban merupakan karakteristik yang lainnya. Sesuai dengan fungsinya untuk
adsorpsi, maka pengemban yang lebih murni lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsinya
yang lebih baik.
7
2.1.4 Jenis-jenis Adsorben (Pengemban)
Pada kebanyakan industri, adsorben (pengemban) yang dipakai dapat dibagi menjadi 3
jenis berdasarkan komponen penyusunnya,yaitu :
a. Senyawa yang mengandung oksigen .
Senyawa jenis ini biasanya bersifat polar dan bersifat hidrofil. Silika gel dan zeolite
merupakan contoh dari jenis ini.
b. Senyawa yang berbasis karbon
Senyawa jenis ini biasanya bersifat nonpolar dan hidrofobik. Karbon aktif dan grafit
merupakan contoh dari jenis ini.
c. Senyawa yang berbasis polimer
Senyawa jenis ini tersusun atas matriks polimer berpori yang mengandung gugus
fungsi non polar atau polar. Dalam proses adsorpsi pemilihan jenis adsorben merupakan hal
penting.
Karbon aktif merupakan pengemban yang paling sering digunakan karena mempunyai luas
permukaan yang besar dank arena itu daya adsorpsinya lebih besar daripada pengemban
lainnya. Penerapan proses adsorpsi sering digunakan dalam dunia industri. Contoh penerapan
adsorpsi fasa uap dapat dilihat pada pemilihan pelarut organik yang dipergunakan pada zat,
tinta cetak, dan pelapisan tekstil. Di lain pihak adsorpsi untuk fasa cair dipergunakan untuk
memisahkan senyawaan organik dari limbah cair dan air dari zat cair organik.
Agar proses adsorpsi pada aplikasinya bias optimal, maka diperlukan pengemban dengan
luas permukaan yang tinggi. Luas permukaan pengemban yang semakin besar, akan
mengakibatkan banyak zat yang teradsorpsi. Karbon aktif adalah pengemban yang sangat baik
hal ini disebabkan karbon aktif memiliki luas permukaan dan daya adsorpsi lebih tinggi
daripada pengemban lainnya.
2.2 Karbon Aktif
Karbon aktif diketahui secara komersial untuk pertama kalinya karena pemakaiannya
sebagai “topeng uap” pada Perang Dunia I. Akan tetapi pada abad ke-15 sudah diketahui
8
bahwa karbon hasil dekompresi kayu dapat digunakan untuk menghilangkan bahan berwarna
dan pada abad ke-17 aplikasi arang kayu secara komersial digunakan di Inggris dalam sebuah
pabrik gula.
Karbon aktif adalah pengemban yang baik dalam sistem adsorpsi. Hal ini disebabkan
karbon aktif mempunyai luas permukaan yang besar dan daya serapnya yang tinggi sehingga
pemanfaatannya bisa optimal. Luas permukaan yang besar harus dimiliki oleh karbon aktif
yang baik karena akan membuat daya adsorpsinya menjadi besar (Prabowo, 2009). Luas
permukaan yang dimiliki oleh karbon aktif umumnya berkisar antara 300-3000 m2/g dan ini
ada kaitannya dengan struktur pori pada karbon aktif tersebut.
Adsorpsi merupakan proses pengumpulan substansi terlarut (soluble) yang berada pada
larutan oleh permukaan benda penyerap dimana pada proses ini berlangsung suatu ikatan kimia
fisika antara substansi dan penyerapannya (Reynold,1982). Secara umum adsorpsi zat cair
dengan pengemban karbon aktif dimanfaatkan untuk pemucatan warna, pemurnian air, larutan
dan lain–lain. Hasler (1963) menggambarkan bahwa adsorpsi zat cair dengan pengemban
karbon aktif dimanfaatkan untuk menghilangkan bau, rasa, dan warna pada air. Penerapan
yang lebih spesifik pada industri adalah pada proses pemucatan warna pada limbah pabrik gula,
penghilangan kontaminan sulfur, fenol, serta hidrokarbon dari limbah cair.
Pengertian secara umum untuk istilah karbon aktif adalah suatu karbon yang dapat
mengadsorpsi adsorbat baik dalam fase cair ataupun dalam fase gas. Bahan baku yang
diperoleh dari hewan,tumbuh –tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung karbon
dapat diubah menjadi arang aktif antara lain tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung,
tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas,
serbuk gergaji, kayu keras, dan batubara (Sembiring dan Sinaga, 2003). Kandungan karbon
setelah mengalami proses karbonisasi akan sama dengan berat arang (Cheremisinoff, M,
1978).
Karbon aktif merupakan material berpori yag mempunyai kandungan karbon dengan
ring 87%-97% dan sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur, dan material lain. Karbon aktif
adalah karbon yang telah mengalami aktivasi Dan akan terjadi pengembangan struktur pori
yang tergantung pada metode aktivasi yang dipergunakan. Terbatasnya ukuran molekul yang
9
terserap disebabkan oleh struktur pori, sedangkan jika ukuran partikel tidak masalah, maka
jumlah bahan yang terserap ditentukan oleh luas permukaan karbon aktif.
Di negara tropis masih ditemukan arang yang diperoleh secara tradisional yaitu dengan
penggunaan drum atau membuat lubang dalam tanah, dan tahap pengolahannya sebagai
berikut: bahan yang dibakar dimasukkan dalam lubang atau drum yang dibuat dari plat besi.
Langkah selanjutnya adalah pembakaran bahan tersebut, dan pada saat pembakaran, drum atau
lubang ditutup sehingga yang dibiarkan terbuka hanyalah ventilasi. Hal ini bertujuan untuk
jalan keluarnya asap. Jika asap yang keluar sudah berwarna kebiru-biruan, maka selanjutnya
ventilasi ditutup dan dibiarkan selama kurang lebih 8 jam atau satu malam. Secara hati-hati
lubang dibuka dan dicek apakah masih ada bara yang menyala. Bila masih ada bara maka drum
ditutup kembali. Penggunaan air untuk mematikan bara yang sedang menyala tidak
diperbolehkan, karena dapat menurunkan kualitas arang.
Karbon aktif mempunyai berbagai fungsi sebagai contoh pada proses pengolahan air,
karbon aktif mempunyai fungsi untuk menghilangkan polutan seperti seng, timbal, kuprum,
krom, besi, timbal, dan uap amonia (Murti, 2008; Junior dkk, 2009; Prabowo, 2009; G.
Bereket et all). Karbon aktif juga mempunyai fungsi pada permunian gas yaitu dengan cara
desulfurisasi dan penyerapan gas beracun dan bau busuk. Di Lain pihak, karbon aktif juga
mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan gas hidrogen dan gas metana (adsorptiy gas
storage).
2.2.1 Jenis-jenis Karbon Aktif
Sesuai dengan penggunaannya, karbon aktif dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu
karbon aktif yang digunakan dalam fasa cair dan karbon aktif dalam fasa uap.
a. Karbon aktif dalam proses fasa cair
Karbon aktif yang digunakan dalam fasa cair biasanya mempunyai bentuk serbuk dan
biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis rendah seperti kayu, batu bara lignit, dan
bahan yang mempunyai kandungan lignin seperti limbah hasil pertanian. Karbon aktif dari
jenis ini sering dimanfaatkan untuk pemurnian larutan dan penghilangan rasa serta bau pada zat
10
cair. Sebagai contoh adalah dalam penghilangan polutan berbahaya seperti gas ammonia dan
logam berbahaya dalam proses pengolahan air.
b. Karbon aktif dalam proses fasa uap
Karbon aktif yang digunakan dalam fasa uap biasanya mempunyai bentuk
butiran/granular. Karbon aktif jenis ini biasanya terbuat dari bahan yang mempunyai berat jenis
lebih besar, contohnya tempurung kelapa, batubara,dan residu minyak bumi. Karbon aktif jenis
ini dipergunakan dalam penyerapan gas dan uap, contohnya adsorpsi emisi gas dihasilkan
dalam pembakaran bahan bakar pada kendaraan seperti CO dan NOx. Apa yang dinyatakan
tentang bahan baku yang dipergunakan dalam pembuatan karbon aktif untuk setiap jenis yang
telah digambaran di atas bukanlah merupakan suatu keharusan, disebabkan adanya karbon
aktif untuk fasa cair yang diperoleh dari bahan yang memiliki densitas yang besar, contohnya
tulang. Karbon aktif selanjutnya dibuat dalam bentuk granular dan dipergunakan sebagai
pemucat larutan gula. Demikian juga halnya dengan karbon aktif yang dipergunakan untuk
fasa uap dapat dibuat dari bahan yang mempunyai densitas kecil, contohnya serbuk gergaji
(G. Mckay et all).
2.2.2 Struktur Fisika Karbon Aktif
Struktur dasar karbon aktif adalah struktur kristalin yang sangat kecil (mikrokristalin).
Karbon aktif mempunyai bentuk amorf yang disusun oleh lapisan bidang datar dalam mana
atom-atom karbon pada karbon aktif tersusun dan terikat secara kovalen dalam tatanan atom –
atom heksagonal. Struktur karbon aktif ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Setiap garis yang ada
dalam Gambar 2.2 menunjukkan lapisan atom-atom karbon yang berbentuk heksagonal dan
adanya mikrokristalin dengan struktur grafit dalam karbon aktif (Sudibandriyo, 2003).
Gambar 2.2. Ilustrasi Skema Struktur Karbon Aktif (Sudibandriyo,2003)
11
Lapisan atom-atom karbon yang mempunyai bentuk heksagonal dan adanya mikrokristalin
pada karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. (a) Lapisan Atom Karbon Heksagonal dan (b) Struktur Mikrokristalin Karbon Aktif
(Sudibandriyo, 2003; Satish, 2003)
Karbon aktif umumnya mempunyai bentuk granular (butiran) dan serbuk. Karbon aktif
yang mempunyai bentuk serbuk halus mempunyai distribusi ukuran partikel 5-10 µm. Pada
saat proses karbonisasi akan terjadi porositasi karbon aktif. Karbon aktif mempunyai 3 ukuran
pori, yaitu mikropi (< 2 nm), mesopori (2 nm – 50 nm) serta makropori (> 50 nm) (Marsh,
2006). Selain itu juga terdapat ukuran supermikropori (0,7 nm – 2 nm) dan ultramikropori ( <
0,7 nm ).
2.2.3 Struktur Kimia Karbon Aktif
Disamping disusun oleh atom karbon, dalam karbon aktif juga terkandung hidrogen
dan oksigen dalam jumlah kecil yang terikat pada gugus fungsi contohnya karboksil, fenol, dan
eter. Gugus fungsi ini bisa jadi berasal dari bahan baku karbon aktif. Disamping itu, selama
proses aktivasi yang disebabkan interaksi radikal bebas permukaan karbon dengan oksigen atau
nitrogen yang berasal dari atmosfer dapat menghasilkan gugus fungsi pada karbon aktif.
Permukaan karbon aktif reaktif secara kimia karena adanya gugus fungsi ini dan dapat
mempengaruhi sifat adsorpsi karbon aktif (Murti, 2008). Struktur kimia karbon aktif
diilustrasikan dalam Gambar 2.5
Gambar 2.4.Ilustrasi Struktur Kimia Karbon Aktif (Sudibandriyo, 2003)
12
2.3 Proses Pembuatan Karbon Aktif
Proses pembuatan karbon aktif secara umum terdiri dari 3 tahapan yaitu dehidrasi,
karbonisasi, serta aktivasi.
a. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan proses hilangnya kandungan air yang ada dalam bahan baku karbon
aktif dan tujuannya adalah untuk penyempurnaan proses karbonisasi dan dilaksanakan
dengan cara bahan baku tersebut dijemur dibawah sinar matahari atau dipanaskan dalam oven.
b. Proses Karbonisasi
Karbonisasi adalah proses pemecahan atau peruraian selulosa menjadi karbon pada
temperatur sekitar 275°C (Sudrajat, 1994).
Adapun tujuan dilaksanakannya proses karbonisasi adalah dalam rangka penghilangan
senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam bentuk unsur-unsur non karbon, hidrogen,
serta oksigen.
Karbonisasi merupakan proses pembakaran material organik yang ada dalam bahan baku.
Karbonisasi akan mengakibatkan terjadinya dekomposisi material organik bahan baku dan
dikeluarkannya pengotor. Unsur non-karbon sebagian besar akan hilang pada tahapan ini.
Dilepaskannya unsur-unsur volatil ini akan memakibatkan struktur pori-pori mulai
terbentuk/pori-pori mulai terbuka. Sejalan karbonisasi, akan berubah struktur pori awal.
Proses karbonisasi dihentikan jika tidak ada lagi asap yang keluar. Diperlukan adanya
kenaikan suhu agar reaksi pembentukan pori dapat dipercepat. Akan tetapi juga harus
dilakukan pembatasan suhu.
c. Proses Aktivasi
Aktivasi merupakan perubahan secara fisika dalam mana luas permukaan karbon
meningkat secara tajam disebabkan terjadi penghilangan senyawa tar dan senyawa sisa-sisa
pembentukan karang. Daya serap karbon aktif akan semakin kuat seiring meningkatnya
konsentrasi dari aktivator yang ditambahkan. Akan terjadi pengaruh yang kuat supaya terjadi
13
pengikatan senyawa-senyawa tar dan keluar melalui mikro pori dari karbon aktif, akibatnya
permukaan dari karbon aktif tersebut menjadi semakin luas dank arena itu semakin besar pula
daya serap karbon aktif tersebut (Sudrajat, 1994). Adapun tujuan dilaksanakannya proses
aktivasi adalah untuk menghilangkan senyawa karbon pada permukaan karbon yang tidak
dapat dihilangkan pada proses karbonisasi sehingga adsorpsi karbon dapat ditingkatkan
keaktifannya.
Proses aktivasi adalah hal penting yang harus diperhatikan disamping penggunaan bahan
baku. Yang dimaksudkan dengan aktivasi adalah merupakan suatu perlakuan pada arang yang
mempunyai tujuan supaya pori dapat diperbesar pori dengan cara pemecahan ikatan
hidrokarbon atau dioksidasinya molekul – molekul permukaan sehingga terjadi perubahan
sifat, baik fisika maupun kimia pada arang, yaitu bertambah besarnya luas permukaan dan
mempunyai pengaruh pada daya adsorpsi. Metode aktivasi yang sering digunakan dalam
pembuatan arang aktif adalah:
Aktivasi Kimia
Aktivasi kimia merupakan proses terputusnya rantai karbon dari senyawa organik
dengan penggunaan bahan-bahan kimia. Adapun aktivator yang dipakai berupa bahan-
bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat
dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan
H3PO4.
Aktivasi Fisika
Aktivasi fisika merupakan proses terputusnya rantai karbon dari senyawa organik
dengan adanya bantuan panas, uap dan CO2. Arang dipanaskan di dalam tanur pada
temperatur 800-900°C. Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah merupakan
reaksi eksoterm dank arena itu sulit untuk mengontrolnya. Di lain pihak pemanasan
dengan uap atau CO2 pada temperatur tinggi adalah reaksi endoterm, dank arena itu lebih
mudah dilakukan pengontrolan dan paling lazim dipergunakan.
Berbagai bahan baku akan lebih mudah diaktivasi bila dilakukan klorinasi terlebih
dahulu. Langkah selanjutnya adalah karbonisasi agar hilang hidrokarbon yang terklorinasi
14
dan diakhiri dengan aktivasi dengan uap. Juga dimungkinkan arang kayu diberi perlakuan
dengan uap belerang pada temperatur 500°C dan disertai desulfurisasi dengan H2 agar
diperoleh arang yang mempunyai aktivitas tinggi. Dalam beberapa bahan dilakukan
aktivasi dengan campuran bahan kimia, diberikan aktivasi kedua dengan uap supaya
diperoleh sifat fisika tertentu.
Jika destilasi semakin lama serta temperatur destilasi semakin tinggi, akan
berakibat pada jumlah arang yang diperoleh akan semakin kecil, sedangkan destilasi dan
daya serap menjadi semakin besar. Walaupun dengan dengan membuat temperatur
destilasi semakin tinggi, daya serap arang aktif semakin baik, tetapi harus dilakukan
pembatasan temperatur agar tidak lebih dari 10000C, disebabkan akan terbentuk abu yang
menutupi pori-pori yang mempunyai fungsi dalam penyerapan dan berakibat pada
menurunnya daya serap arang aktif. Langkah berikutnya adalah campuran arang dan
aktivator dipanaskan pada temperatur dan waktu tertentu. Hasil yang telah dilaksanakan
pada proses tersebut harus diuji daya serapnya terhadap larutan Iodium.
Dalam aktivasi fisika akan terjadi pengurangan massa karbon dalam jumlah yang
besar yang disebabkan terjadinya pembentukan struktur karbon. Akan tetapi, pada aktivasi
fisika sering dijumpai kelebihan oksidasi eksternal ketika gas pengoksidasi berdifusi pada
karbon dan berakibat pada pengurangan ukuran adsorben dan disamping itu akan sulit
untuk mengontrol reaksi.
Berdasarkan SNI No.0258-79, karbon aktif yang baik harus mempunyai
persyaratan yang sesuaiseperti yang tercantum pada Tabel 1 berikut ini:
15
Tabel 1 Spesifikasi Karbon Aktif
Standar Industri Indonesia (SNI No.0258-79) Syarat Mutu Arang Aktif :
Uraian Satuan Persyaratan
Butiran Serbuk
Bagian yang hilang pada
pemanasan 950
% Maks 15 Maks 25
Air % Maks 4,4 Maks 15
Abu % Maks 2,5 Maks 10
Daya serap terhadap I2 Mg/g Min 750 Min 750
Karbo aktif murni % Min 80 Min 65
Daya serap terhadap
benzen
% Min 25 -
Daya serap terhadap
metilen blue
Mg/g Miin 60 Min 120
Kerapatan Jenis Curah - 0,45 – 0,55 0,30-0,35
Lolos ukuran mesh 325 % - Min 90
Jarak mesh % 90 -
Kekerasan % 80 -
Sumber: Standar Industri Indonesia, Mutu dan Cara uji Karbon Aktif
16
BAB III
ALAT DAN METODE
3.1 Alat dan Bahan
Bromofenol biru (95%, Perking Chemical, China), metilen biru (82%, Fluka), metil biru
(60%, Fluka), metil ungu (85%, Fluka), alizarin merah S (70%, Fluka), malasit oksalat hijau
(90%, Merk), fenol merah (95%, Polskie Odezynniki), eriokrom black-T (65%, Riedel-de Haen),
dan arang aktif yang dipasok oleh Scientific dan Technological Development Corporation
Pakistan (STEDEC) yang sebelumnya dimurnikan dan diaktivasi lebih lanjut dengan mencuci
lima kali dengan air suling dan dikeringkan pada 473K dan selanjutnya disimpan di desikator.
Struktur dari zat warna diilustrasikan dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Struktur Zat Warna
17
3.2 Metode
3.2.1 Adsorpsi
Larutan zat pewarna disiapkan dengan melarutkan sejumlah larutan zat warna
dengan air suling. Larutan buffer berbagai pH mulai dari 1-7 digunakan yaitu buffer pH 1, 2,
4 dan 7 disediakan oleh Fluka dan pH 5 dibuat dari campuran 0,1 mol dm−3
kalium hidrogen
ftalat dan NaOH. Buffer pH 3 dibuat dari campuran 0,1 mol dm− 3
kalium hidrogen ftalat dan
HCl. Buffer pH 6 dibuat dari campuran 0,1 mol dm−3
kalium dihidrogen fosfat dan NaOH.
Berbagai larutan pH 1-7 disiapkan dengan menambahkan 2 ml pewarna dari larutan zat
perwarna lalu diencerkan sampai 100 mL dengan larutan buffer masing-masing pH. pH
diukur dengan pH meter (Model HM-7E). Absorbansi larutan pewarna diukur pada berbagai
panjang gelombang dan nilai λmax diperoleh. λ max untuk setiap pewarna ditunjukkan pada
Tabel 2. Ditimbang sebanyak 0,01 gram arang aktif dalam labu berisi 25 mL larutan
pewarna dan dikocok dalam inkubator penangas air (merk Hitachi BT-47) pada temperatur
298, 303, 308, 313 dan 318 K. Kemudian disaring. Spektra serapan kemudian diukur dengan
spektrofotometer (Shimadzu UV-120-01) pada masing-masing λmax pewarna. Jumlah
teradsorpsi, x / m (mg g− 1
) diplot terhadap konsentrasi kesetimbangan, Cs (ppm) untuk
memperoleh adsorpsi isoterm.
Tabel 2. Massa Molar dan λmax untuk Setiap Pewarna
No. Zat Perwarna Massa Molar (g mol-1
) λ maks nm
1 Bromofenol biru 670.02 590
2 Alizarin merah S 342.26 430
3. Malasit oksalat hijau 972.02 620
4. Eriokrom black-T 461.39 530
5. Metilen biru 775.98 665
6. Metil biru 799.80 610
7. Fenol merah 354.37 435
8. Metil ungu 393.96 585
Adsorpsi campuran metil biru, eriokromblack-T dan fenol merah juga diukur pada
arang aktif dengan rentang konsentrasi 0,05-5 ppm. Ditimbang sebanyak 0,01 gram arang
aktif lalu dimasukkan ke dalam labu berisi larutan pewarna campuran 25 mL dan dikocok
18
dalam inkubator penangas air (Hitachi BT-47) pada temperature 298 K. Kemudian larutan
disaring. Konsentrasi dari jumlah sisa masing-masing zat pewarna ditentukan dengan
mengukur absorbansi campuran zat warna pada λmax masing-masing dan kemudian
diterapkan hukum Lambert - Beer untuk menghitung konsentrasi dari setiap pewarna. Efek
interferensi antara warna dari pewarna diperoleh dari campuran pewarna dipindai untuk λ max
dan hanya tiga λ max (eriokromblack-T = 530, fenol merah = 435, metil biru = 610 nm)
ditemukan sesuai dengan pewarna individu campuran.
3.2.2 Optimasi waktu
Untuk mencari waktu optimal pada penelitiaan ini dilakukan dengan menggunakan
larutan 25 mL bromofenol biru (6.7 ppm), methylene blue (7.7 ppm), fenol merah (3,5 ppm),
alizarine red S (6,8 ppm), malasit hijau (4,6 ppm), eriokromblack-T (2,3 ppm), metil biru (4
ppm)dan metil ungu (2 ppm) dan dikocok bersama-sama dengan 0,01 garang aktif untuk
interval waktu yang berbeda mulai dari 5 hingga 60 menit. Absorbansi diukur oleh
spektrofotometer pada λ max dari masing-masing pewarna. Gambar. 2 menunjukkan adsorpsi
zat warna meningkat dengan meningkatkan waktu dan mencapai nilai konstan sehingga
kesetimbangan dapat tercapai.Waktu optimal ditemukan pada 30 menit, yang mana digunakan
untuk semua studi adsorpsi lebih lanjut.
3.2.3 Optimalisasi jumlah adsorben
Untuk mengoptimalkan sejumlah adsorben, penelitiaan ini dilakukan dengan
menggunakan larutan 25 mL bromofenol biru (6.7 ppm), methylene blue (7.7 ppm), fenol
merah (3,5 ppm), alizarine red S (6,8 ppm), malasit hijau (4,6 ppm), eriokrom black-T (2,3
ppm), metil biru (4 ppm) dan metil ungu (2 ppm) dan dikocok bersama selama 30 menit
dengan menambahkan jumlah arang yang berbeda. Absorbansi diukur oleh spektrofotometer
pada λ max setiap pewarna. Gambar. 3 menunjukkan bahwa adsorpsi zat warna meningkat
dengan peningkatan jumlah arang dan mencapai nilai konstan ketika kesetimbangan tercapai.
Jumlah optimum terdapat pada 0,01 gram, yang digunakan untuk semua studi adsorpsi lebih
lanjut.
19
Gambar 3.2. Plot Jumlah Arang vs Jumlah yang Diadsorpsi pada Arang Aktif
untuk berbagai Larutan Pewarna.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi diperoleh pada 298, 303, 308, 313 dan 318 K untuk bromofenol
biru, alizarine red-S, malachite green, methylene blue, metil biru, metil ungu,
eriokromblack-T dan fenol merah namun hanya isoterm pada 298 K yang ditunjukkan
pada Gambar.4.1. Isoterm ini adalah tipe-L, menunjukkan bahwa mereka memiliki
afinitas tinggi untuk arang aktif. Kenaikan tajam awal dalam tingkat adsorpsi dengan
meningkatnya konsentrasi zat warna menunjukkan bahwa molekul zat terlarut
pembombardir menemukan kesulitan dalam mengakses situs kosong pada adsorben
karena semakin banyak situs yang terisi.
Gambar
Gambar 4.1 isoterm absorbsi
Gambar 4.1. Adsorpsi Isoterm berbagai Pewarna pada Arang Aktif pada 298 K
Data adsorpsi untuk pewarna pada arang aktif dipasangkan dengan bentuk linear
isoterm Freundlich (Persamaan (1)) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai konstanta,
KF dan n, diberikan pada Tabel 4. Mungkin mencatat bahwa nilai KF dan n menurun
dengan peningkatan suhu untuk semua pewarna pada arang aktif menunjukkan bahwa
21
adsorpsi menguntungkan pada suhu rendah. Nilai-nilai KF untuk alizarin merah berada di
kisaran 3-7 tetapi untuk methylene blue adalah 4018-4146. Nilai KF terkait dengan tingkat
adsorpsi. Pewarna yang memiliki nilai KF yang lebih besar memiliki afinitas tinggi terhadap
adsorben dibandingkan dengan yang memiliki nilai KF rendah. Dalam penelitian ini,
methylene blue memiliki nilai KF tertinggi yang berarti bahwa ia memiliki afinitas tertinggi
terhadap adsorben dibandingkan dengan semua zat warna lainnya.
Nilai dari n dalam semua kasus lebih besar dari persatuan yang menunjukkan bahwa
jumlah yang teradsorpsi meningkat kurang cepat daripada konsentrasi.
Gambar 4.2 Isoterm Freundlich berbagai Pewarna pada Arang Aktif di 298 K.
Langmuir isoterm (Persamaan. (2)) ditemukan pada semua pewarna pada arang aktif
diilustrasikan dalam Gambar. 4.3 dan 4.4. Ini menunjukkan bahwa pewarna disintesis pada
permukaan arang yang diaktifkan. Hal ini menunjukkan bahwa pewarna di chemisorbed
pada permukaan arang aktif. Ini persamaan logaritmik untuk studi adsorpsi pewarna pada
arang aktif memberikan linearitas tinggi dengan kisaran koefisien korelasi antara 0,9751 dan
0,9991. Fakta bahwa isoterm Langmuir sangat cocok dengan data eksperimen mungkin
karena distribusi situs aktif yang homogen pada permukaan karbon aktif, karena persamaan
Langmuir mengasumsikan bahwa permukaannya homogen. Nilai-nilai koefisien adsorpsi K
dan kapasitas monolayer Vm dihitung dari persamaan Langmuir diberikan pada Tabel 4.
Nilai-nilai K dan Vm ditemukan menurun dengan meningkatnya suhu. Isoterm BET tidak
dipatuhi oleh semua pewarna, ini menunjukkan bahwa adsorpsi semua pewarna pada arang
aktif adalah chemisorption seperti yang diilustrasikan dalam Gambar. 4.5.
22
Gambar 4.3 Isoterm Langmuir berbagai Pewarna pada Arang Aktif di 298 K
Gambar 4.4 Isoterm Langmuir berbagai Pewarna pada Arang Aktif di 298 K
Gambar 4.5 BET Isotermik Eriokromblack-T pada Temperatur yang Berbeda
23
Tabel 3 Parameter Freundlich untuk berbagai Pewarna pada Arang Aktif
24
Tabel 4. Parameter Langmuir untuk berbagai Pewarna pada Arang Aktif
Gambar 4.3 Isoterm Langmuir berbagai pewarna pada arang aktif di 298 K.
Tabel 4. Parameter Freundlich untuk pewarna pada arang aktif
25
4.2. Pengaruh suhu
Gambar. 4.6 menunjukkan bahwa adsorpsi menurun dengan peningkatan suhu karena
adsorpsi adalah proses eksotermik. Ini dapat juga dijelaskan atas dasar bahwa kelarutan zat
warna meningkat pada suhu yang lebih tinggi dan interaksi adsorbat-adsorben menurun yang
menyebabkan penurunan adsorpsi. Semua zat warna yang dipelajari di sini telah
menunjukkan perilaku ini. Ini juga menunjukkan bahwa langkah-langkah desorpsi
meningkat pada suhu yang lebih tinggi daripada adsorpsi. Jenis adsorpsi ini cenderung
diklasifikasikan sebagai adsorpsi reversibel. Perilaku yang mirip dengan ini juga telah
diamati oleh Longhinotti dkk. Pada studi adsorpsi oranye (IV) dan oranye G pada
biopolimer kitin. Adsorpsi malachite green juga menurun dengan suhu dalam kasus kami.
Bevaviour serupa juga ditunjukkan oleh Tahir dan Rauf.
Gambar 4.6 Adsorpsi Isotermik Metil Violet pada Arang Aktif di berbagai
Suhu
Gambar 4.7 Adsorpsi Isoterm untuk Campuran Zat Warna pada 298 K
26
4.3. Adsorpsi campuran zat warna
Adsorpsi campuran metil biru, eriokrom black- T dan fenol merah juga dipelajari pada
arang aktif dalam rentang konsentrasi 0,05-5 ppm. Isoterm adsorpsi ditemukan menjadi tipe-
S seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 4.7, bertentangan dengan studi individu di mana ia
diamati menjadi dari tipe-L isotermik seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 3.4 dan 4.1.
Ini menunjukkan bahwa interaksi pewarna-pewarna meningkat dan gaya tarik antara
adsorben dan pewarna menurun. Data adsorpsi disesuaikan dengan Freundlich isoterm
Gambar. 4.8. Nilai konstanta Fruendlich KF adalah 206,585,1335.057 dan 1282.921 dan
nilai n adalah 1.016, 1.067dan 0,988 untuk eriokromblack-T, metil biru and fenol merah
masing-masing. Nilai KF terkait dengan tingkat adsorpsi. Adsorpsi isoterm dan nilai KF
menunjukkan itu, adsorpsi metil biru lebih besar dari fenol merah dan eriokromhitam-T
dalam campuran.
Gambar 4.8 Isoterm Freundlich untuk Campuran Zat Warna pada 298 K
4.4. Pengaruh pH
Adsorpsi juga dipengaruhi oleh perubahan pH larutan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar. 4.9. Konsentrasi masing-masing untuk penelitian ini adalah 2 × 10−5
mol dm− 3
dan
prosedur lainnya adalah sama dengan diberikan dalam Bagian 2.1. Konsentrasi ion hidrogen
(pH) terutama mempengaruhi tingkat ionisasi zat warna dan sifat permukaan dari adsorben.
Gambar. 4.9 menunjukkan bahwa adsorpsi zat warna yang dipilih menurun dengan pH
kecuali methylene blue dan malachite green pada arang aktif. Ini dapat dijelaskan atas dasar
pembentukan muatan positif permukaan pada arang aktif. Nilai pH rendah menghasilkan
27
penurunan dari muatan negatif pada permukaan arang, meningkatkan muatan positif pada
permukaan sehingga meningkatkan adsorpsi dari adsorbat bermuatan negatif. Dengan
peningkatan nilai pH konsentrasi ion hidroksil meningkat dan pada permukaan arang muatan
negatif meningkat sehingga kapasitas adsorpsi adsorben untuk zat warna yang memiliki
muatan negatif juga menurun. Tetapi adsorpsi dari methylene blue dan malachite green
meningkat dengan pH pada permukaan arang aktif. Hal ini disebabkan muatan positif pada
zat warna ini seperti yang ditunjukkan oleh struktur mereka pada Gambar. 3.1. Nilai pH
optimum untuk adsorpsi methylene blue diamati 13,40 oleh Ravik umar et al. Telah
dipelajari pengaruh pH pada adsorpsi pewarna dalam rentang pH 1-7 karena setelah pH 7 λ
max dari perubahan pewarna.
Gambar 4.9 Plot pH vs. Jumlah Pewarna yang Diadsorpsi pada 298 K
4.5. Parameter Termodinamika
Energi adsorpsi bebas dihitung dengan Persamaan. (4) di mana "K" adalah koefisien
adsorpsi yang diperoleh dari persamaan Langmuir. Nilai-nilai energi bebas negatif untuk
semua sistem dapat dilihat pada Tabel 4, dimana ditunjukkan bahwa prosesnya adalah
spontan. Nilai G untuk semua kasus lebih atau kurang mendekati tetap, menunjukkan bahwa
tidak ada pengaruh suhu pada energi bebas adsorpsi.
Panas adsorpsi dihitung menggunakan Persamaan. (5) dengan plot grafik ln K versus timbal
- balik suhu seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 4.8. Lereng memberikan nilai panas
adsorpsi ditunjukkan pada Tabel 5. Nilai-nilai H untuk semua sistem adalah negatif,
menunjukkan bahwa prosesnya eksotermik.hasil yang sama untuk adsorpsi etil oranye,
mentanil kuning dan asam biru dari larutan berair pada limbah industri diperoleh oleh Jain et
al. Nilai H untuk malasit hijau, metilen biru, metil ungu, fenol merah dan metil biru lebih
28
dari 40 kJ mol − 1
seperti ditunjukkan pada Tabel 4, menunjukkan kemisorpsi dari pewarna
ini. Nilai H untuk alisarin merah S, bromofenol biru dan eriokrom black-T kurang dari 40 kJ
mol − 1
tetapi BET isoterm mengkonfirmasi kemisorpsi dari pewarna ini pada arang aktif.
Entropi dihitung oleh Persamaan. (6). Entropi adsorpsi molekul dari larutan di permukaan
menurun seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Molekul sebelum adsorpsi dapat bergerak
dalam tiga dimensi tetapi karena mereka dapat teradsorpsi di permukaan, gerakan molekul
dibatasi ke permukaan dan ketidakmampuan mereka menurun. mengakibatkan penurunan
entropi. Tetapi dalam kasus bromofin biru entropi meningkat. Perilaku yang serupa dengan
ini juga diamati oleh Amina dkk untuk adsorpsi methylene blue dan congo merah tetapi
hasil untuk methylene blue berbeda. Reorientasi atau restrukturisasi air di sekitar zat terlarut
atau permukaan non polar sangat tidak menguntungkan dalam hal entropi, karena
mengganggu struktur air yang ada dan memaksakan struktur baru dan lebih teratur pada
molekul air sekitarnya. Sebagai hasil dari adsorpsi bromofenol biru ke permukaan karbon
aktif, jumlah molekul air yang mengelilingi bromofenol biru menurun dan dengan demikian
derajat kebebasan molekul air meningkat. Oleh karena itu, nilai positif dari entropi
menyarankan peningkatan keacakan pada antarmuka solusi padat selama adsorpsi
bromofenol biru.
Gambar 5.0 Plot LnK vs. 1 / T untuk Adsorpsi berbagai Zat Warna pada Arang Aktif.
29
Tabel 5. Parameter Termodinamika untuk Adsorpsi berbagai Pewarna pada Arang Aktif
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Arang aktif ini efisien digunakan sebagai adsorben untuk penghilangan pewarna
berbahaya dari larutan. Isoterm adsorpsi di sini diukur dari semua zat warna. Namun tipe
adsorpsi untuk campuran zat warna tersier isotermya adalah tipe-S. Adsorpsi semua zat
warna ditemukan menurun dengan meningkatnya suhu. Isoterm BET tidak terpenuhi oleh
semua pewarna, karena menunjukkan adsorpsi pada arang aktif adalah kemisorpsi dan nilai
-∆ H antara 26 dan 55 kJ mol −1
. Adsorpsi juga menurun dengan seiring pH kecuali dalam
kasus metilen biru dan malasit hijau. Nilai negatif dari ∆G dan ∆H menunjukkan bahwa
adsorpsi pewarna pada arang aktif bersifat spontan dan eksotermis.
5.2 Saran
Berdasarkan karya ilmiah ini, disarankan perlunya pengembangan lebih lanjut
mengenai adsorpsi zat warna dari larutan arang aktif.
31
DAFTAR PUSTAKA
Cheremisinoff, M., 1978, Carbon Adsorpstion Applications, Carbon Adsorption Handbook,
Ann Arbor Science Publisher, Inc, Michigan.
G.Bereket, A.Z. Arogus, M.Z. Ozel, Removalo f Pb (II) ,Cd (II), Cu (II) and Zn (II) from
aqueous solutions by adsorption onbentonite, J.Colloid Interf. Sci.187(1997)338–343.
G.Mckay, J.F.Porter, G.R. Prasad, Theremovalo f dyecoloures from aqueous solutions by
adsorption on low-costmaterials, Water Air Soil Pollut, J.Colloid Interf. Sci,
243(2001)280–291.
Junior, O.K., dan Gurgel, L.V.A. 2009,Adsorbtion of Cu (II), Cd (II), and Pb(II) from
Aqueous Single Metal Solutions by Mercerized Cellulose ang Mercerized Sugarcane
Bagasse Chemically Modified with EDTA Dianhydride (EDTAD), Carbohydrate
Polymers77(3) : 643-650.
J. Hassler, W., 1963, Activated Carbon, Chemical Publishing Company, Inc, New York
Murti, S., 2008, Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung untuk Adsorpsi Molekul
Amonia dan Ion Krom, Skripsi Universitas Indonesia, Depok.
M. Dogan, M. Alkan, Adsorption kinetics of metil ungu on toperlite, Chemosphere
50(2003)517–528.
32
Prabowo, A, 2009, Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung Serta Aplikasinya Untuk
Adsorpsi Cu, Pb, dan Amonia, Universitas Indonesia, Jakarta.
Reynold, 1982, Application of Fe/Activated Carbon Catalysts in the Hydroxylation of Phenol to
Dihydroxybenzenes, Ind. Eng. Chem. Res., 53 (8), pp 2932–2939.
Satish M., Manocha,. 2003, Porous Carbons, Journal Sadhana vol. 28 parts 1&2, India.
Sudibandriyo, M., 2003, A Generalized Ono-Kondo Lattice Model for High Pressure on
Carbon Adsorben, Ph.D dissertation, Oklahoma State University, USA.
Sudrajat R., dan Salim S., 1994, Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif, Puslitbang Hasil Hutan
dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.
Sembiring, M. T. dan Sinaga, T. S., 2003, Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatan),
USU Digital Library, Sumatra Utara.
top related