adsorpsi zat warna dari larutan dengan arang aktif

37
i ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF OLEH : Drs. I Wayan Suarsa, M.Si PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2018

Upload: others

Post on 08-Nov-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

i

ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

OLEH :

Drs. I Wayan Suarsa, M.Si

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

Page 2: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

anugerah-Nya Karya Ilmiah yang berjudul Adsorpsi Zat Warna dari Larutan dengan Arang

Aktif ini dapat terselesaikan.

Karya Ilmiah ini merupakan pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi khususnya di

Universitas Udayana.

Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih banyak kekurangannya, maka saran dan

kritik membangun dari semua pihak sangat diharapkan.

Harapan penulis, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat.

Denpasar, 10 Nopember 2018

Penulis

Page 3: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... ………… i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ………… ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ................ iii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ................ iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ................ v

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ ................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................ ................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................... ................ 2

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... ................ 2

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. ................ 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... ................ 3

2.1 Adsorpsi ................................................................................... ................ 3

2.2 Karbon Aktif ............................................................................ ................ 7

2.3 Proses Pembuatan Karbon Aktif .............................................. ................ 12

BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................ ................ 16

3.1 Alat dan Bahan ......................................................................... ................ 16

3.2 Metode ..................................................................................... …………. 17

3.2.1 Adsorpsi ......................................................................... …………. 18

3.2.2 Optimasi waktu ............................................................... …………. 18

3.2.3 Optimalisasi jumlah adsorben ......................................... …………. 19

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... ................. 20

4.1 Isoterm Adsorpsi ...................................................................... ................. 20

4.2 Pengaruh Suhu ......................................................................... ................. 25

4.3 Adsorpsi Campuran Zat Warna ............................................... …………. 26

4.4 Pengaruh pH............................................................................. …………. 26

4.5 Parameter Termodinamika ....................................................... …………. 27

BAB 5 PENUTUP .................................................................................... …………. 30

5.1 Kesimpulan .............................................................................. …………. 30

5.2 Saran ........................................................................................ …………. 30

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31

Page 4: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Proses Adsorpsi pada Karbon Aktif............................................. ................. 3

Gambar 2.2 Ilustrasi Skema Struktur Karbon Aktif ........................................ ................. 10

Gambar 2.3 Lapisan Atom Karbon Heksagonal dan Struktur Mikrokristalin . …………. 10

Gambar 2.4 Ilustrasi Struktur Kimia Karbon Aktif ......................................... …………. 11

Gambar 3.1 Struktur Zat warna ...................................................................... …………. 15

Gambar 3.2 Plot Jjumlah Arang vs Jumlah yang Diadbsorpsi Arang Aktif .... …………. 18

Gambar 4.1 Adsorpsi Isoterm berbagai Pewarna pada Arang Aktif (298 K).. …………. 19

Gambar 4.2 Isoterm Freundlich berbagai Pewarna pada Arang Aktif (298 K). …………. 20

Gambar 4.3 Isoterm Langmuir berbagai Pewarna pada Arang Aktif (298 K) . …………. 21

Gambar 4.4 Isoterm Langmuir berbagai Pewarna pada Arang Aktif (298 K) . …………. 21

Gambar 4.5 BET Isotermik EriokromBlack-T pada T yang berbeda .............. ………….. 21

Gambar 4.6 Adsorpsi Isotermik Metil pada Arang Aktif di berbagai Suhu .... ………….. 24

Gambar 4.7 Adsorpsi Isoterm untuk Campuran Zat Warna pada 298 K ......... ………….. 24

Gambar 4.8 Isoterm Freundlich pada Campuran Zat Warna 298 K ................ ………….. 25

Gambar 4.9 Plot pH vs. Jumlah Pewarna yang Diadsorpsi pada 298 K .......... ………….. 26

Gambar 5.0 Plot lnK vs. 1 / T untuk Adsorpsi berbagai Zat Warna ................ ………….. 27

Page 5: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Spesifikasi Karbon Aktif ................................................................... .................. 14

Tabel 2 Massa Molar dan λmax untuk Setiap Pewarna .................................. .................. 16

Tabel 3 Parameter Freundlich untuk berbagai Pewarna pada Arang Aktif .... ………….. 22

Tabel 4 Parameter Langmuir untuk berbagai Pewarna pada Arang Aktif ...... ………….. 23

Tabel 5 Parameter Termodinamika untuk Adsorpsi ....................................... ………….. 28

Page 6: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil samping dari industri adalah limbah, baik dalam sector pertanian dan domestik

yang begitu cepat sehingga sering kali limbah tersebut dibuang ke perairan tanpa diolah

terlebih dahulu. Umumnya, limbah ini diarahkan ke sungai, danau dan laut. Proses

pencelupan tekstil merupakan salah satu sumber terbesar pencemaran lingkungan yang terus

menerus. Volume air limbah yang mengandung pewarna tekstil olahan terus meningkat dari

tahun ke tahun. Tiap tahun lebihdari 7 × 105 ton dan sekitar 10.000 jenis pewarna yang

berbeda dan pigmen diproduksi di seluruh dunia. Diperkirakan bahwa 10-15% adalah

pewarna tekstil pada saat proses pencelupan sehingga menjadi limbah tekstil. Warna adalah

karakteristik dari air limbah, yang mudah dideteksi. Pengendalian pencemaran air

mempunyai arti penting untuk seluruh makhuk hidup, baik hidup di perairan dan daratan.

Banyak pewarna mempunyai sifat yang tidak mudah terurai di dalam air sehingga sulit untuk

membusuk dan menyebabkan banyak masalah karena karsinogenisitas. Akibatnya,

diperlukan suatu cara untuk mengurangi polutan limbah tekstil sebelum pembuangan akhir.

Metode penghilangan warna dari limbah industri ini dibutuhkan perlakuan secara

biologis, koagulasi, flotasi, adsorpsi, oksidasi dan hiperfiltrasi. Metoda yang dapat digunakan

untuk menghilangkan warna tersebut adalah metoda adsorpsi yang merupakan salah satu

metode paling efektif dan hanya membutuhkan biaya yang rendah untuk menghilangkan

warna dengan cara dekolorasi limbah tekstil. Adsorben yang sering digunakan untuk proses

penghilangan warna yaitu pewarna, ion logam dan bahan organik lainnya termasuk perlit,

bentonit, silika gel, lignit, gambut, silika, dan lain-lain. Karbon aktif adalah struktur homogen

dengan permukaan yang tinggi, memiliki struktur mikropori dan stabilitas radiasi. Oleh

karena itu banyak digunakan dalam berbagai proses industri sebagai adsorben, katalis. Sifat

adsorpsi karbon aktif tergantung terutama pada ukuran partikelnya, porositas, kandungan

abu, tingkat karbonisasi dan metode aktivasi.

Page 7: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

2

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Pengaruh waktu, pH dan suhu serta nilai absorbansi pada perilaku adsorpsi

zat warna alizarin merah-S, bromofenol biru, malasit hijau, metil ungu, metilen biru, fenol

merah, metil biru dan erikrom black-T dari larutan berair pada arang aktif ?

1.3 Tujuan

Mengetahui pengaruh waktu, pH dan suhu serta nilai absorbansi pada perilaku adsorpsi

zat warna alizarin merah-S, bromofenol biru, malasit hijau, metil ungu, metilen biru, fenol

merah, metil biru dan erikrom black-T dari larutan berair pada arang aktif.

1.4 Kegunaan

Kegunaan dari karya ilmiah ini adalah sebagai infomasi dan pengetahuan tentang arang

aktif sebagai absorben untuk penghilang pewarna berbahaya dari larutan berair.

Page 8: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Adsorpsi

Adsorben yang berupa arang aktif merupakan padatan berpori dimana sebagian besar

berupa unsur karbon bebas yang masing-masing berikatan secara kovalen. Oleh karena itu,

sifat dari permukaan arang aktif adalah non polar. Polaritas dan komposisi struktur pori adalah

faktor penting yang harus diperhatikan. Struktur pori berkaitan dengan luas permukaan

dimana semakin kecil pori-pori arang aktif maka luas permukaannya akan semakin besar.

Oleh karena itu kecepatan adsopsi akan bertambah. Agar kecepatan adsorpsi meningkat maka

disarankan menggunakan arang aktif yang berbentuk halus. Daya serap merupakan salah satu

sifat arang aktif yang paling penting.

Peristiwa penyerapan subtansi/persenyawaan pada permukaan zat padat disebut adsorpsi.

Dalam proses adsorpsi, berlangsung gaya tarik menarik antara substansi terserap dan

adsorbennya. Adsorbat merupakan fasa teradsorpsi pada padatan pengemban dan padatan

pengemban tersebut disebut adsorben. Dalam peristiwa adsorpsi, molekul adsorbat bergerak

melalui bulk fasa gas atau cairan menuju permukaan padatan yang dilanjutkan dengan

peristiwa difusi pada permukaan pori padatan pengemban.

Peristiwa adsorpsi terjadi pada permukaan dan tidak masuk dalam fasa bulk/ruah, dan

demikian juga proses adsorpsi terutama terjadi pada mikropi (pori-pori kecil) sedangkan

tempat transfer adsorbat dari permukaan luar ke permukaan mikropori adalah pada makropori.

Gambar 2.1 menggambarkan proses adsorpsi pada pengemban karbon aktif.

Gambar 2.1. Proses Adsorpsi pada Karbon Aktif: Transfer Molekul Adsorbat ke Adsorben

Page 9: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

4

2.1.1 Jenis – Jenis Adsorpsi

Atas dasar interaksi molekul yang terjadi antara permukaan pengemban dengan

adsorbat, adsorpsi dibedakan menjadi 2 jenis yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.

a. Adsorpsi Fisika

Adsorpsi fisika merupakan adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya van der Waals.

Gaya tarik-menarik pada adsorpsi fisika antara molekul dalam fasa cair dengan molekul pada

permukaan padatan (intermolekular) lebih kecil dari pada gaya tarik-menarik antar molekul

fasa cair tersebut sehingga gaya tarik-menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorben

relatif lemah. Ikatan yang terjadi pada adsorpsi fisika tidak begitu kuat pada permukaan

pengemban dan oleh karena itu adsorbat dapat bergerak dari satu permukaan ke permukaan

yang lain dan pada permukaan yang ditinggalkan tersebut bisa ditempati oleh adsorbat lainnya.

Kesetimbangan yang terjadi pada permukaan padatan dan molekul fluida biasanya cepat

tercapai dan bersifat dapat balik. Adsorpsi fisika bermanfaat untuk penentuan luas permukaan

dan ukuran pori (Murti, 2008).

b. Adsorpsi Kimia

Peristiwa adsorpsi kimia berlangsung karena adanya ikatan kimia yang terjadi antara

molekul adsorbat dengan permukaan pengemban. Ikatan kimia yang terbentuk adalah ikatan

kovalen atau ion. Ikatan yang terjadi pada adsorpsi kimia adalah sangat kuat dank arena itu

spesie snya tidak dapat ditemukan. Ikatan kimia yang terbentuk yang sangat kuat ini,

mengakibatkan adsorbat tidak mudah mengalami desorpsi. Adsorpsi fisika merupakan proses

awal dalam adsorpsi kimia dimana adsorbat mendekat ke permukaan pengemban melalui gaya

van der Waals atau ikatan hidrogen dan dilanjutkan oleh adsorpsi kimia, dan akhirnya

adsorbat melekat pada permukaan pengemban dengan membentuk ikatan kimia yang biasanya

merupakan ikatan kovalen (Prabowo, 2009).

Menurut Langmuir, molekul adsorbat ditahan pada permukaan adsorben oleh gaya

valensi yang setipe dengan apa yang terjadi antara atom-atom dalam molekul. Ikatan kimia

yang terjadi pada permukaan pengemban ini mengakibatkan terbentuknya suatu lapisan dalam

mana lapisan tersebut akan menghambat proses adsorpsi berikutnya oleh pengemban dan

Page 10: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

5

sebagai akibatnya efektifitas menjadi berkurang. Adsorpsi kimia bermanfaat untuk

penentuan daerah pusat aktif dan kinetika reaksi permukaan (Murti, 2008).

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :

a. Sifat Adsorben

Arang aktif merupakan pengemban yang berupa suatu padatan berpori, dimana unsur

karbon bebas merupakan bagian terbesar dari penyusunnya dan masing–masing berikatan secara

kovalen. Oleh karena itu, sihat dari permukaan arang aktif adalah non polar. Selain penyusun

dan polaritas pengemban, faktor penting yang juga harus diperhatikan adalah struktur pori.

Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, dimana semakin kecil pori – pori pada

arang aktif, maka luas permukaannya semakin besar. Oleh karena itu kecepatan adsorpsi akan

bertambah besar. Kecepatan adsorpsi dapat ditingkatkan dengan menggunakan arang aktif

yang telah halus dan juga harus diperhatikan penggunaan jumlah atau dosis arang aktif.

b. Sifat Serapan

Arang aktif dapat mengadsorpsi berbagai senyawa, tetapi kemampuan untuk mengadsorpsi

setiap senyawa tentu saja berbeda. Semakin besar ukuran molekul serapan dari sturktur yang

sama akan mengakibatkan adsorpsi yang semakin besar, seperti dalam deret homolog. Gugus

fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa yang diserap juga

berpengaruh dalam proses adsorpsi.

c. Temperatur

Pengamatan proses adsorpsi pada temeperatur tertentu juga dianjurkan pada penggunaan

arang aktif sebagai pengemban. Viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan merupakan

faktor yang berpengaruh dalam proses adsorpsi pada temeperatur tersebut. Jika pemanasan

yang dilakukan tidak berpengaruh pada sifat-sifat senyawa serapan, dengan ciri adanya

perubahan warna maupun dekomposisi, maka proses dilakukan pada titik didihnya. Bila

Page 11: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

6

digunakan senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan

pada temperatur yang lebih rendah.

d. Derajat Keasaman(pH)

Bila derajat keasaman diturunkan untuk asam-asam organik, maka adsorpsi akan

meningkat, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Adapun yang menjadi penyebab

adalah kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut, tetapi jika

pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang

sebagai akibat terbentuknya garam.

e. Waktu Singgung

Akan dibutuhkan waktu untuk mencapai kesetimbangan jika arang aktif ditambahkan

dalam suatu cairan dan waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang

digunakan. Selisihnya bergantung pada jumlah arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi

waktu singgung. Manfaat dari pengadukan adalah memberi kesempatan untuk bersinggungan

antara partikel arang aktif dengan senyawa serapan. Waktu singgung yang lebih lama akan

diperlukan oleh larutan yang mempunyai viskositas tinggi.

2.1.3 Karakteristik Adsorben

Yang menjadi karakteristik penting dari pengemban adalah ukuran pori dan luas

permukaannya. Ukuran pori pengemban berkaitan dengan luas permukaan. Semakin kecil

ukuran pori-pori pengemban, beakibat pada luas permukaan yang semakin tinggi sehingga

terjadi kenaikan jumlah molekul yang teradsorpsi. Harus ada kesesuaian antara ukuran pori

pengemban dengan ukuran adsorbat karena diameter dari pori pengemban harus sedikit lebih

besar daripada diameter adsorbat supaya adsorbat dapat menempati pori pengemban.

Kemurnian pengemban merupakan karakteristik yang lainnya. Sesuai dengan fungsinya untuk

adsorpsi, maka pengemban yang lebih murni lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsinya

yang lebih baik.

Page 12: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

7

2.1.4 Jenis-jenis Adsorben (Pengemban)

Pada kebanyakan industri, adsorben (pengemban) yang dipakai dapat dibagi menjadi 3

jenis berdasarkan komponen penyusunnya,yaitu :

a. Senyawa yang mengandung oksigen .

Senyawa jenis ini biasanya bersifat polar dan bersifat hidrofil. Silika gel dan zeolite

merupakan contoh dari jenis ini.

b. Senyawa yang berbasis karbon

Senyawa jenis ini biasanya bersifat nonpolar dan hidrofobik. Karbon aktif dan grafit

merupakan contoh dari jenis ini.

c. Senyawa yang berbasis polimer

Senyawa jenis ini tersusun atas matriks polimer berpori yang mengandung gugus

fungsi non polar atau polar. Dalam proses adsorpsi pemilihan jenis adsorben merupakan hal

penting.

Karbon aktif merupakan pengemban yang paling sering digunakan karena mempunyai luas

permukaan yang besar dank arena itu daya adsorpsinya lebih besar daripada pengemban

lainnya. Penerapan proses adsorpsi sering digunakan dalam dunia industri. Contoh penerapan

adsorpsi fasa uap dapat dilihat pada pemilihan pelarut organik yang dipergunakan pada zat,

tinta cetak, dan pelapisan tekstil. Di lain pihak adsorpsi untuk fasa cair dipergunakan untuk

memisahkan senyawaan organik dari limbah cair dan air dari zat cair organik.

Agar proses adsorpsi pada aplikasinya bias optimal, maka diperlukan pengemban dengan

luas permukaan yang tinggi. Luas permukaan pengemban yang semakin besar, akan

mengakibatkan banyak zat yang teradsorpsi. Karbon aktif adalah pengemban yang sangat baik

hal ini disebabkan karbon aktif memiliki luas permukaan dan daya adsorpsi lebih tinggi

daripada pengemban lainnya.

2.2 Karbon Aktif

Karbon aktif diketahui secara komersial untuk pertama kalinya karena pemakaiannya

sebagai “topeng uap” pada Perang Dunia I. Akan tetapi pada abad ke-15 sudah diketahui

Page 13: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

8

bahwa karbon hasil dekompresi kayu dapat digunakan untuk menghilangkan bahan berwarna

dan pada abad ke-17 aplikasi arang kayu secara komersial digunakan di Inggris dalam sebuah

pabrik gula.

Karbon aktif adalah pengemban yang baik dalam sistem adsorpsi. Hal ini disebabkan

karbon aktif mempunyai luas permukaan yang besar dan daya serapnya yang tinggi sehingga

pemanfaatannya bisa optimal. Luas permukaan yang besar harus dimiliki oleh karbon aktif

yang baik karena akan membuat daya adsorpsinya menjadi besar (Prabowo, 2009). Luas

permukaan yang dimiliki oleh karbon aktif umumnya berkisar antara 300-3000 m2/g dan ini

ada kaitannya dengan struktur pori pada karbon aktif tersebut.

Adsorpsi merupakan proses pengumpulan substansi terlarut (soluble) yang berada pada

larutan oleh permukaan benda penyerap dimana pada proses ini berlangsung suatu ikatan kimia

fisika antara substansi dan penyerapannya (Reynold,1982). Secara umum adsorpsi zat cair

dengan pengemban karbon aktif dimanfaatkan untuk pemucatan warna, pemurnian air, larutan

dan lain–lain. Hasler (1963) menggambarkan bahwa adsorpsi zat cair dengan pengemban

karbon aktif dimanfaatkan untuk menghilangkan bau, rasa, dan warna pada air. Penerapan

yang lebih spesifik pada industri adalah pada proses pemucatan warna pada limbah pabrik gula,

penghilangan kontaminan sulfur, fenol, serta hidrokarbon dari limbah cair.

Pengertian secara umum untuk istilah karbon aktif adalah suatu karbon yang dapat

mengadsorpsi adsorbat baik dalam fase cair ataupun dalam fase gas. Bahan baku yang

diperoleh dari hewan,tumbuh –tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung karbon

dapat diubah menjadi arang aktif antara lain tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung,

tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas,

serbuk gergaji, kayu keras, dan batubara (Sembiring dan Sinaga, 2003). Kandungan karbon

setelah mengalami proses karbonisasi akan sama dengan berat arang (Cheremisinoff, M,

1978).

Karbon aktif merupakan material berpori yag mempunyai kandungan karbon dengan

ring 87%-97% dan sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur, dan material lain. Karbon aktif

adalah karbon yang telah mengalami aktivasi Dan akan terjadi pengembangan struktur pori

yang tergantung pada metode aktivasi yang dipergunakan. Terbatasnya ukuran molekul yang

Page 14: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

9

terserap disebabkan oleh struktur pori, sedangkan jika ukuran partikel tidak masalah, maka

jumlah bahan yang terserap ditentukan oleh luas permukaan karbon aktif.

Di negara tropis masih ditemukan arang yang diperoleh secara tradisional yaitu dengan

penggunaan drum atau membuat lubang dalam tanah, dan tahap pengolahannya sebagai

berikut: bahan yang dibakar dimasukkan dalam lubang atau drum yang dibuat dari plat besi.

Langkah selanjutnya adalah pembakaran bahan tersebut, dan pada saat pembakaran, drum atau

lubang ditutup sehingga yang dibiarkan terbuka hanyalah ventilasi. Hal ini bertujuan untuk

jalan keluarnya asap. Jika asap yang keluar sudah berwarna kebiru-biruan, maka selanjutnya

ventilasi ditutup dan dibiarkan selama kurang lebih 8 jam atau satu malam. Secara hati-hati

lubang dibuka dan dicek apakah masih ada bara yang menyala. Bila masih ada bara maka drum

ditutup kembali. Penggunaan air untuk mematikan bara yang sedang menyala tidak

diperbolehkan, karena dapat menurunkan kualitas arang.

Karbon aktif mempunyai berbagai fungsi sebagai contoh pada proses pengolahan air,

karbon aktif mempunyai fungsi untuk menghilangkan polutan seperti seng, timbal, kuprum,

krom, besi, timbal, dan uap amonia (Murti, 2008; Junior dkk, 2009; Prabowo, 2009; G.

Bereket et all). Karbon aktif juga mempunyai fungsi pada permunian gas yaitu dengan cara

desulfurisasi dan penyerapan gas beracun dan bau busuk. Di Lain pihak, karbon aktif juga

mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan gas hidrogen dan gas metana (adsorptiy gas

storage).

2.2.1 Jenis-jenis Karbon Aktif

Sesuai dengan penggunaannya, karbon aktif dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu

karbon aktif yang digunakan dalam fasa cair dan karbon aktif dalam fasa uap.

a. Karbon aktif dalam proses fasa cair

Karbon aktif yang digunakan dalam fasa cair biasanya mempunyai bentuk serbuk dan

biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis rendah seperti kayu, batu bara lignit, dan

bahan yang mempunyai kandungan lignin seperti limbah hasil pertanian. Karbon aktif dari

jenis ini sering dimanfaatkan untuk pemurnian larutan dan penghilangan rasa serta bau pada zat

Page 15: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

10

cair. Sebagai contoh adalah dalam penghilangan polutan berbahaya seperti gas ammonia dan

logam berbahaya dalam proses pengolahan air.

b. Karbon aktif dalam proses fasa uap

Karbon aktif yang digunakan dalam fasa uap biasanya mempunyai bentuk

butiran/granular. Karbon aktif jenis ini biasanya terbuat dari bahan yang mempunyai berat jenis

lebih besar, contohnya tempurung kelapa, batubara,dan residu minyak bumi. Karbon aktif jenis

ini dipergunakan dalam penyerapan gas dan uap, contohnya adsorpsi emisi gas dihasilkan

dalam pembakaran bahan bakar pada kendaraan seperti CO dan NOx. Apa yang dinyatakan

tentang bahan baku yang dipergunakan dalam pembuatan karbon aktif untuk setiap jenis yang

telah digambaran di atas bukanlah merupakan suatu keharusan, disebabkan adanya karbon

aktif untuk fasa cair yang diperoleh dari bahan yang memiliki densitas yang besar, contohnya

tulang. Karbon aktif selanjutnya dibuat dalam bentuk granular dan dipergunakan sebagai

pemucat larutan gula. Demikian juga halnya dengan karbon aktif yang dipergunakan untuk

fasa uap dapat dibuat dari bahan yang mempunyai densitas kecil, contohnya serbuk gergaji

(G. Mckay et all).

2.2.2 Struktur Fisika Karbon Aktif

Struktur dasar karbon aktif adalah struktur kristalin yang sangat kecil (mikrokristalin).

Karbon aktif mempunyai bentuk amorf yang disusun oleh lapisan bidang datar dalam mana

atom-atom karbon pada karbon aktif tersusun dan terikat secara kovalen dalam tatanan atom –

atom heksagonal. Struktur karbon aktif ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Setiap garis yang ada

dalam Gambar 2.2 menunjukkan lapisan atom-atom karbon yang berbentuk heksagonal dan

adanya mikrokristalin dengan struktur grafit dalam karbon aktif (Sudibandriyo, 2003).

Gambar 2.2. Ilustrasi Skema Struktur Karbon Aktif (Sudibandriyo,2003)

Page 16: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

11

Lapisan atom-atom karbon yang mempunyai bentuk heksagonal dan adanya mikrokristalin

pada karbon aktif dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. (a) Lapisan Atom Karbon Heksagonal dan (b) Struktur Mikrokristalin Karbon Aktif

(Sudibandriyo, 2003; Satish, 2003)

Karbon aktif umumnya mempunyai bentuk granular (butiran) dan serbuk. Karbon aktif

yang mempunyai bentuk serbuk halus mempunyai distribusi ukuran partikel 5-10 µm. Pada

saat proses karbonisasi akan terjadi porositasi karbon aktif. Karbon aktif mempunyai 3 ukuran

pori, yaitu mikropi (< 2 nm), mesopori (2 nm – 50 nm) serta makropori (> 50 nm) (Marsh,

2006). Selain itu juga terdapat ukuran supermikropori (0,7 nm – 2 nm) dan ultramikropori ( <

0,7 nm ).

2.2.3 Struktur Kimia Karbon Aktif

Disamping disusun oleh atom karbon, dalam karbon aktif juga terkandung hidrogen

dan oksigen dalam jumlah kecil yang terikat pada gugus fungsi contohnya karboksil, fenol, dan

eter. Gugus fungsi ini bisa jadi berasal dari bahan baku karbon aktif. Disamping itu, selama

proses aktivasi yang disebabkan interaksi radikal bebas permukaan karbon dengan oksigen atau

nitrogen yang berasal dari atmosfer dapat menghasilkan gugus fungsi pada karbon aktif.

Permukaan karbon aktif reaktif secara kimia karena adanya gugus fungsi ini dan dapat

mempengaruhi sifat adsorpsi karbon aktif (Murti, 2008). Struktur kimia karbon aktif

diilustrasikan dalam Gambar 2.5

Gambar 2.4.Ilustrasi Struktur Kimia Karbon Aktif (Sudibandriyo, 2003)

Page 17: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

12

2.3 Proses Pembuatan Karbon Aktif

Proses pembuatan karbon aktif secara umum terdiri dari 3 tahapan yaitu dehidrasi,

karbonisasi, serta aktivasi.

a. Dehidrasi

Dehidrasi merupakan proses hilangnya kandungan air yang ada dalam bahan baku karbon

aktif dan tujuannya adalah untuk penyempurnaan proses karbonisasi dan dilaksanakan

dengan cara bahan baku tersebut dijemur dibawah sinar matahari atau dipanaskan dalam oven.

b. Proses Karbonisasi

Karbonisasi adalah proses pemecahan atau peruraian selulosa menjadi karbon pada

temperatur sekitar 275°C (Sudrajat, 1994).

Adapun tujuan dilaksanakannya proses karbonisasi adalah dalam rangka penghilangan

senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam bentuk unsur-unsur non karbon, hidrogen,

serta oksigen.

Karbonisasi merupakan proses pembakaran material organik yang ada dalam bahan baku.

Karbonisasi akan mengakibatkan terjadinya dekomposisi material organik bahan baku dan

dikeluarkannya pengotor. Unsur non-karbon sebagian besar akan hilang pada tahapan ini.

Dilepaskannya unsur-unsur volatil ini akan memakibatkan struktur pori-pori mulai

terbentuk/pori-pori mulai terbuka. Sejalan karbonisasi, akan berubah struktur pori awal.

Proses karbonisasi dihentikan jika tidak ada lagi asap yang keluar. Diperlukan adanya

kenaikan suhu agar reaksi pembentukan pori dapat dipercepat. Akan tetapi juga harus

dilakukan pembatasan suhu.

c. Proses Aktivasi

Aktivasi merupakan perubahan secara fisika dalam mana luas permukaan karbon

meningkat secara tajam disebabkan terjadi penghilangan senyawa tar dan senyawa sisa-sisa

pembentukan karang. Daya serap karbon aktif akan semakin kuat seiring meningkatnya

konsentrasi dari aktivator yang ditambahkan. Akan terjadi pengaruh yang kuat supaya terjadi

Page 18: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

13

pengikatan senyawa-senyawa tar dan keluar melalui mikro pori dari karbon aktif, akibatnya

permukaan dari karbon aktif tersebut menjadi semakin luas dank arena itu semakin besar pula

daya serap karbon aktif tersebut (Sudrajat, 1994). Adapun tujuan dilaksanakannya proses

aktivasi adalah untuk menghilangkan senyawa karbon pada permukaan karbon yang tidak

dapat dihilangkan pada proses karbonisasi sehingga adsorpsi karbon dapat ditingkatkan

keaktifannya.

Proses aktivasi adalah hal penting yang harus diperhatikan disamping penggunaan bahan

baku. Yang dimaksudkan dengan aktivasi adalah merupakan suatu perlakuan pada arang yang

mempunyai tujuan supaya pori dapat diperbesar pori dengan cara pemecahan ikatan

hidrokarbon atau dioksidasinya molekul – molekul permukaan sehingga terjadi perubahan

sifat, baik fisika maupun kimia pada arang, yaitu bertambah besarnya luas permukaan dan

mempunyai pengaruh pada daya adsorpsi. Metode aktivasi yang sering digunakan dalam

pembuatan arang aktif adalah:

Aktivasi Kimia

Aktivasi kimia merupakan proses terputusnya rantai karbon dari senyawa organik

dengan penggunaan bahan-bahan kimia. Adapun aktivator yang dipakai berupa bahan-

bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat

dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan

H3PO4.

Aktivasi Fisika

Aktivasi fisika merupakan proses terputusnya rantai karbon dari senyawa organik

dengan adanya bantuan panas, uap dan CO2. Arang dipanaskan di dalam tanur pada

temperatur 800-900°C. Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah merupakan

reaksi eksoterm dank arena itu sulit untuk mengontrolnya. Di lain pihak pemanasan

dengan uap atau CO2 pada temperatur tinggi adalah reaksi endoterm, dank arena itu lebih

mudah dilakukan pengontrolan dan paling lazim dipergunakan.

Berbagai bahan baku akan lebih mudah diaktivasi bila dilakukan klorinasi terlebih

dahulu. Langkah selanjutnya adalah karbonisasi agar hilang hidrokarbon yang terklorinasi

Page 19: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

14

dan diakhiri dengan aktivasi dengan uap. Juga dimungkinkan arang kayu diberi perlakuan

dengan uap belerang pada temperatur 500°C dan disertai desulfurisasi dengan H2 agar

diperoleh arang yang mempunyai aktivitas tinggi. Dalam beberapa bahan dilakukan

aktivasi dengan campuran bahan kimia, diberikan aktivasi kedua dengan uap supaya

diperoleh sifat fisika tertentu.

Jika destilasi semakin lama serta temperatur destilasi semakin tinggi, akan

berakibat pada jumlah arang yang diperoleh akan semakin kecil, sedangkan destilasi dan

daya serap menjadi semakin besar. Walaupun dengan dengan membuat temperatur

destilasi semakin tinggi, daya serap arang aktif semakin baik, tetapi harus dilakukan

pembatasan temperatur agar tidak lebih dari 10000C, disebabkan akan terbentuk abu yang

menutupi pori-pori yang mempunyai fungsi dalam penyerapan dan berakibat pada

menurunnya daya serap arang aktif. Langkah berikutnya adalah campuran arang dan

aktivator dipanaskan pada temperatur dan waktu tertentu. Hasil yang telah dilaksanakan

pada proses tersebut harus diuji daya serapnya terhadap larutan Iodium.

Dalam aktivasi fisika akan terjadi pengurangan massa karbon dalam jumlah yang

besar yang disebabkan terjadinya pembentukan struktur karbon. Akan tetapi, pada aktivasi

fisika sering dijumpai kelebihan oksidasi eksternal ketika gas pengoksidasi berdifusi pada

karbon dan berakibat pada pengurangan ukuran adsorben dan disamping itu akan sulit

untuk mengontrol reaksi.

Berdasarkan SNI No.0258-79, karbon aktif yang baik harus mempunyai

persyaratan yang sesuaiseperti yang tercantum pada Tabel 1 berikut ini:

Page 20: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

15

Tabel 1 Spesifikasi Karbon Aktif

Standar Industri Indonesia (SNI No.0258-79) Syarat Mutu Arang Aktif :

Uraian Satuan Persyaratan

Butiran Serbuk

Bagian yang hilang pada

pemanasan 950

% Maks 15 Maks 25

Air % Maks 4,4 Maks 15

Abu % Maks 2,5 Maks 10

Daya serap terhadap I2 Mg/g Min 750 Min 750

Karbo aktif murni % Min 80 Min 65

Daya serap terhadap

benzen

% Min 25 -

Daya serap terhadap

metilen blue

Mg/g Miin 60 Min 120

Kerapatan Jenis Curah - 0,45 – 0,55 0,30-0,35

Lolos ukuran mesh 325 % - Min 90

Jarak mesh % 90 -

Kekerasan % 80 -

Sumber: Standar Industri Indonesia, Mutu dan Cara uji Karbon Aktif

Page 21: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

16

BAB III

ALAT DAN METODE

3.1 Alat dan Bahan

Bromofenol biru (95%, Perking Chemical, China), metilen biru (82%, Fluka), metil biru

(60%, Fluka), metil ungu (85%, Fluka), alizarin merah S (70%, Fluka), malasit oksalat hijau

(90%, Merk), fenol merah (95%, Polskie Odezynniki), eriokrom black-T (65%, Riedel-de Haen),

dan arang aktif yang dipasok oleh Scientific dan Technological Development Corporation

Pakistan (STEDEC) yang sebelumnya dimurnikan dan diaktivasi lebih lanjut dengan mencuci

lima kali dengan air suling dan dikeringkan pada 473K dan selanjutnya disimpan di desikator.

Struktur dari zat warna diilustrasikan dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Struktur Zat Warna

Page 22: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

17

3.2 Metode

3.2.1 Adsorpsi

Larutan zat pewarna disiapkan dengan melarutkan sejumlah larutan zat warna

dengan air suling. Larutan buffer berbagai pH mulai dari 1-7 digunakan yaitu buffer pH 1, 2,

4 dan 7 disediakan oleh Fluka dan pH 5 dibuat dari campuran 0,1 mol dm−3

kalium hidrogen

ftalat dan NaOH. Buffer pH 3 dibuat dari campuran 0,1 mol dm− 3

kalium hidrogen ftalat dan

HCl. Buffer pH 6 dibuat dari campuran 0,1 mol dm−3

kalium dihidrogen fosfat dan NaOH.

Berbagai larutan pH 1-7 disiapkan dengan menambahkan 2 ml pewarna dari larutan zat

perwarna lalu diencerkan sampai 100 mL dengan larutan buffer masing-masing pH. pH

diukur dengan pH meter (Model HM-7E). Absorbansi larutan pewarna diukur pada berbagai

panjang gelombang dan nilai λmax diperoleh. λ max untuk setiap pewarna ditunjukkan pada

Tabel 2. Ditimbang sebanyak 0,01 gram arang aktif dalam labu berisi 25 mL larutan

pewarna dan dikocok dalam inkubator penangas air (merk Hitachi BT-47) pada temperatur

298, 303, 308, 313 dan 318 K. Kemudian disaring. Spektra serapan kemudian diukur dengan

spektrofotometer (Shimadzu UV-120-01) pada masing-masing λmax pewarna. Jumlah

teradsorpsi, x / m (mg g− 1

) diplot terhadap konsentrasi kesetimbangan, Cs (ppm) untuk

memperoleh adsorpsi isoterm.

Tabel 2. Massa Molar dan λmax untuk Setiap Pewarna

No. Zat Perwarna Massa Molar (g mol-1

) λ maks nm

1 Bromofenol biru 670.02 590

2 Alizarin merah S 342.26 430

3. Malasit oksalat hijau 972.02 620

4. Eriokrom black-T 461.39 530

5. Metilen biru 775.98 665

6. Metil biru 799.80 610

7. Fenol merah 354.37 435

8. Metil ungu 393.96 585

Adsorpsi campuran metil biru, eriokromblack-T dan fenol merah juga diukur pada

arang aktif dengan rentang konsentrasi 0,05-5 ppm. Ditimbang sebanyak 0,01 gram arang

aktif lalu dimasukkan ke dalam labu berisi larutan pewarna campuran 25 mL dan dikocok

Page 23: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

18

dalam inkubator penangas air (Hitachi BT-47) pada temperature 298 K. Kemudian larutan

disaring. Konsentrasi dari jumlah sisa masing-masing zat pewarna ditentukan dengan

mengukur absorbansi campuran zat warna pada λmax masing-masing dan kemudian

diterapkan hukum Lambert - Beer untuk menghitung konsentrasi dari setiap pewarna. Efek

interferensi antara warna dari pewarna diperoleh dari campuran pewarna dipindai untuk λ max

dan hanya tiga λ max (eriokromblack-T = 530, fenol merah = 435, metil biru = 610 nm)

ditemukan sesuai dengan pewarna individu campuran.

3.2.2 Optimasi waktu

Untuk mencari waktu optimal pada penelitiaan ini dilakukan dengan menggunakan

larutan 25 mL bromofenol biru (6.7 ppm), methylene blue (7.7 ppm), fenol merah (3,5 ppm),

alizarine red S (6,8 ppm), malasit hijau (4,6 ppm), eriokromblack-T (2,3 ppm), metil biru (4

ppm)dan metil ungu (2 ppm) dan dikocok bersama-sama dengan 0,01 garang aktif untuk

interval waktu yang berbeda mulai dari 5 hingga 60 menit. Absorbansi diukur oleh

spektrofotometer pada λ max dari masing-masing pewarna. Gambar. 2 menunjukkan adsorpsi

zat warna meningkat dengan meningkatkan waktu dan mencapai nilai konstan sehingga

kesetimbangan dapat tercapai.Waktu optimal ditemukan pada 30 menit, yang mana digunakan

untuk semua studi adsorpsi lebih lanjut.

3.2.3 Optimalisasi jumlah adsorben

Untuk mengoptimalkan sejumlah adsorben, penelitiaan ini dilakukan dengan

menggunakan larutan 25 mL bromofenol biru (6.7 ppm), methylene blue (7.7 ppm), fenol

merah (3,5 ppm), alizarine red S (6,8 ppm), malasit hijau (4,6 ppm), eriokrom black-T (2,3

ppm), metil biru (4 ppm) dan metil ungu (2 ppm) dan dikocok bersama selama 30 menit

dengan menambahkan jumlah arang yang berbeda. Absorbansi diukur oleh spektrofotometer

pada λ max setiap pewarna. Gambar. 3 menunjukkan bahwa adsorpsi zat warna meningkat

dengan peningkatan jumlah arang dan mencapai nilai konstan ketika kesetimbangan tercapai.

Jumlah optimum terdapat pada 0,01 gram, yang digunakan untuk semua studi adsorpsi lebih

lanjut.

Page 24: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

19

Gambar 3.2. Plot Jumlah Arang vs Jumlah yang Diadsorpsi pada Arang Aktif

untuk berbagai Larutan Pewarna.

Page 25: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi diperoleh pada 298, 303, 308, 313 dan 318 K untuk bromofenol

biru, alizarine red-S, malachite green, methylene blue, metil biru, metil ungu,

eriokromblack-T dan fenol merah namun hanya isoterm pada 298 K yang ditunjukkan

pada Gambar.4.1. Isoterm ini adalah tipe-L, menunjukkan bahwa mereka memiliki

afinitas tinggi untuk arang aktif. Kenaikan tajam awal dalam tingkat adsorpsi dengan

meningkatnya konsentrasi zat warna menunjukkan bahwa molekul zat terlarut

pembombardir menemukan kesulitan dalam mengakses situs kosong pada adsorben

karena semakin banyak situs yang terisi.

Gambar

Gambar 4.1 isoterm absorbsi

Gambar 4.1. Adsorpsi Isoterm berbagai Pewarna pada Arang Aktif pada 298 K

Data adsorpsi untuk pewarna pada arang aktif dipasangkan dengan bentuk linear

isoterm Freundlich (Persamaan (1)) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai konstanta,

KF dan n, diberikan pada Tabel 4. Mungkin mencatat bahwa nilai KF dan n menurun

dengan peningkatan suhu untuk semua pewarna pada arang aktif menunjukkan bahwa

Page 26: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

21

adsorpsi menguntungkan pada suhu rendah. Nilai-nilai KF untuk alizarin merah berada di

kisaran 3-7 tetapi untuk methylene blue adalah 4018-4146. Nilai KF terkait dengan tingkat

adsorpsi. Pewarna yang memiliki nilai KF yang lebih besar memiliki afinitas tinggi terhadap

adsorben dibandingkan dengan yang memiliki nilai KF rendah. Dalam penelitian ini,

methylene blue memiliki nilai KF tertinggi yang berarti bahwa ia memiliki afinitas tertinggi

terhadap adsorben dibandingkan dengan semua zat warna lainnya.

Nilai dari n dalam semua kasus lebih besar dari persatuan yang menunjukkan bahwa

jumlah yang teradsorpsi meningkat kurang cepat daripada konsentrasi.

Gambar 4.2 Isoterm Freundlich berbagai Pewarna pada Arang Aktif di 298 K.

Langmuir isoterm (Persamaan. (2)) ditemukan pada semua pewarna pada arang aktif

diilustrasikan dalam Gambar. 4.3 dan 4.4. Ini menunjukkan bahwa pewarna disintesis pada

permukaan arang yang diaktifkan. Hal ini menunjukkan bahwa pewarna di chemisorbed

pada permukaan arang aktif. Ini persamaan logaritmik untuk studi adsorpsi pewarna pada

arang aktif memberikan linearitas tinggi dengan kisaran koefisien korelasi antara 0,9751 dan

0,9991. Fakta bahwa isoterm Langmuir sangat cocok dengan data eksperimen mungkin

karena distribusi situs aktif yang homogen pada permukaan karbon aktif, karena persamaan

Langmuir mengasumsikan bahwa permukaannya homogen. Nilai-nilai koefisien adsorpsi K

dan kapasitas monolayer Vm dihitung dari persamaan Langmuir diberikan pada Tabel 4.

Nilai-nilai K dan Vm ditemukan menurun dengan meningkatnya suhu. Isoterm BET tidak

dipatuhi oleh semua pewarna, ini menunjukkan bahwa adsorpsi semua pewarna pada arang

aktif adalah chemisorption seperti yang diilustrasikan dalam Gambar. 4.5.

Page 27: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

22

Gambar 4.3 Isoterm Langmuir berbagai Pewarna pada Arang Aktif di 298 K

Gambar 4.4 Isoterm Langmuir berbagai Pewarna pada Arang Aktif di 298 K

Gambar 4.5 BET Isotermik Eriokromblack-T pada Temperatur yang Berbeda

Page 28: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

23

Tabel 3 Parameter Freundlich untuk berbagai Pewarna pada Arang Aktif

Page 29: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

24

Tabel 4. Parameter Langmuir untuk berbagai Pewarna pada Arang Aktif

Gambar 4.3 Isoterm Langmuir berbagai pewarna pada arang aktif di 298 K.

Tabel 4. Parameter Freundlich untuk pewarna pada arang aktif

Page 30: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

25

4.2. Pengaruh suhu

Gambar. 4.6 menunjukkan bahwa adsorpsi menurun dengan peningkatan suhu karena

adsorpsi adalah proses eksotermik. Ini dapat juga dijelaskan atas dasar bahwa kelarutan zat

warna meningkat pada suhu yang lebih tinggi dan interaksi adsorbat-adsorben menurun yang

menyebabkan penurunan adsorpsi. Semua zat warna yang dipelajari di sini telah

menunjukkan perilaku ini. Ini juga menunjukkan bahwa langkah-langkah desorpsi

meningkat pada suhu yang lebih tinggi daripada adsorpsi. Jenis adsorpsi ini cenderung

diklasifikasikan sebagai adsorpsi reversibel. Perilaku yang mirip dengan ini juga telah

diamati oleh Longhinotti dkk. Pada studi adsorpsi oranye (IV) dan oranye G pada

biopolimer kitin. Adsorpsi malachite green juga menurun dengan suhu dalam kasus kami.

Bevaviour serupa juga ditunjukkan oleh Tahir dan Rauf.

Gambar 4.6 Adsorpsi Isotermik Metil Violet pada Arang Aktif di berbagai

Suhu

Gambar 4.7 Adsorpsi Isoterm untuk Campuran Zat Warna pada 298 K

Page 31: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

26

4.3. Adsorpsi campuran zat warna

Adsorpsi campuran metil biru, eriokrom black- T dan fenol merah juga dipelajari pada

arang aktif dalam rentang konsentrasi 0,05-5 ppm. Isoterm adsorpsi ditemukan menjadi tipe-

S seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 4.7, bertentangan dengan studi individu di mana ia

diamati menjadi dari tipe-L isotermik seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 3.4 dan 4.1.

Ini menunjukkan bahwa interaksi pewarna-pewarna meningkat dan gaya tarik antara

adsorben dan pewarna menurun. Data adsorpsi disesuaikan dengan Freundlich isoterm

Gambar. 4.8. Nilai konstanta Fruendlich KF adalah 206,585,1335.057 dan 1282.921 dan

nilai n adalah 1.016, 1.067dan 0,988 untuk eriokromblack-T, metil biru and fenol merah

masing-masing. Nilai KF terkait dengan tingkat adsorpsi. Adsorpsi isoterm dan nilai KF

menunjukkan itu, adsorpsi metil biru lebih besar dari fenol merah dan eriokromhitam-T

dalam campuran.

Gambar 4.8 Isoterm Freundlich untuk Campuran Zat Warna pada 298 K

4.4. Pengaruh pH

Adsorpsi juga dipengaruhi oleh perubahan pH larutan seperti yang ditunjukkan pada

Gambar. 4.9. Konsentrasi masing-masing untuk penelitian ini adalah 2 × 10−5

mol dm− 3

dan

prosedur lainnya adalah sama dengan diberikan dalam Bagian 2.1. Konsentrasi ion hidrogen

(pH) terutama mempengaruhi tingkat ionisasi zat warna dan sifat permukaan dari adsorben.

Gambar. 4.9 menunjukkan bahwa adsorpsi zat warna yang dipilih menurun dengan pH

kecuali methylene blue dan malachite green pada arang aktif. Ini dapat dijelaskan atas dasar

pembentukan muatan positif permukaan pada arang aktif. Nilai pH rendah menghasilkan

Page 32: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

27

penurunan dari muatan negatif pada permukaan arang, meningkatkan muatan positif pada

permukaan sehingga meningkatkan adsorpsi dari adsorbat bermuatan negatif. Dengan

peningkatan nilai pH konsentrasi ion hidroksil meningkat dan pada permukaan arang muatan

negatif meningkat sehingga kapasitas adsorpsi adsorben untuk zat warna yang memiliki

muatan negatif juga menurun. Tetapi adsorpsi dari methylene blue dan malachite green

meningkat dengan pH pada permukaan arang aktif. Hal ini disebabkan muatan positif pada

zat warna ini seperti yang ditunjukkan oleh struktur mereka pada Gambar. 3.1. Nilai pH

optimum untuk adsorpsi methylene blue diamati 13,40 oleh Ravik umar et al. Telah

dipelajari pengaruh pH pada adsorpsi pewarna dalam rentang pH 1-7 karena setelah pH 7 λ

max dari perubahan pewarna.

Gambar 4.9 Plot pH vs. Jumlah Pewarna yang Diadsorpsi pada 298 K

4.5. Parameter Termodinamika

Energi adsorpsi bebas dihitung dengan Persamaan. (4) di mana "K" adalah koefisien

adsorpsi yang diperoleh dari persamaan Langmuir. Nilai-nilai energi bebas negatif untuk

semua sistem dapat dilihat pada Tabel 4, dimana ditunjukkan bahwa prosesnya adalah

spontan. Nilai G untuk semua kasus lebih atau kurang mendekati tetap, menunjukkan bahwa

tidak ada pengaruh suhu pada energi bebas adsorpsi.

Panas adsorpsi dihitung menggunakan Persamaan. (5) dengan plot grafik ln K versus timbal

- balik suhu seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 4.8. Lereng memberikan nilai panas

adsorpsi ditunjukkan pada Tabel 5. Nilai-nilai H untuk semua sistem adalah negatif,

menunjukkan bahwa prosesnya eksotermik.hasil yang sama untuk adsorpsi etil oranye,

mentanil kuning dan asam biru dari larutan berair pada limbah industri diperoleh oleh Jain et

al. Nilai H untuk malasit hijau, metilen biru, metil ungu, fenol merah dan metil biru lebih

Page 33: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

28

dari 40 kJ mol − 1

seperti ditunjukkan pada Tabel 4, menunjukkan kemisorpsi dari pewarna

ini. Nilai H untuk alisarin merah S, bromofenol biru dan eriokrom black-T kurang dari 40 kJ

mol − 1

tetapi BET isoterm mengkonfirmasi kemisorpsi dari pewarna ini pada arang aktif.

Entropi dihitung oleh Persamaan. (6). Entropi adsorpsi molekul dari larutan di permukaan

menurun seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Molekul sebelum adsorpsi dapat bergerak

dalam tiga dimensi tetapi karena mereka dapat teradsorpsi di permukaan, gerakan molekul

dibatasi ke permukaan dan ketidakmampuan mereka menurun. mengakibatkan penurunan

entropi. Tetapi dalam kasus bromofin biru entropi meningkat. Perilaku yang serupa dengan

ini juga diamati oleh Amina dkk untuk adsorpsi methylene blue dan congo merah tetapi

hasil untuk methylene blue berbeda. Reorientasi atau restrukturisasi air di sekitar zat terlarut

atau permukaan non polar sangat tidak menguntungkan dalam hal entropi, karena

mengganggu struktur air yang ada dan memaksakan struktur baru dan lebih teratur pada

molekul air sekitarnya. Sebagai hasil dari adsorpsi bromofenol biru ke permukaan karbon

aktif, jumlah molekul air yang mengelilingi bromofenol biru menurun dan dengan demikian

derajat kebebasan molekul air meningkat. Oleh karena itu, nilai positif dari entropi

menyarankan peningkatan keacakan pada antarmuka solusi padat selama adsorpsi

bromofenol biru.

Gambar 5.0 Plot LnK vs. 1 / T untuk Adsorpsi berbagai Zat Warna pada Arang Aktif.

Page 34: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

29

Tabel 5. Parameter Termodinamika untuk Adsorpsi berbagai Pewarna pada Arang Aktif

Page 35: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

30

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Arang aktif ini efisien digunakan sebagai adsorben untuk penghilangan pewarna

berbahaya dari larutan. Isoterm adsorpsi di sini diukur dari semua zat warna. Namun tipe

adsorpsi untuk campuran zat warna tersier isotermya adalah tipe-S. Adsorpsi semua zat

warna ditemukan menurun dengan meningkatnya suhu. Isoterm BET tidak terpenuhi oleh

semua pewarna, karena menunjukkan adsorpsi pada arang aktif adalah kemisorpsi dan nilai

-∆ H antara 26 dan 55 kJ mol −1

. Adsorpsi juga menurun dengan seiring pH kecuali dalam

kasus metilen biru dan malasit hijau. Nilai negatif dari ∆G dan ∆H menunjukkan bahwa

adsorpsi pewarna pada arang aktif bersifat spontan dan eksotermis.

5.2 Saran

Berdasarkan karya ilmiah ini, disarankan perlunya pengembangan lebih lanjut

mengenai adsorpsi zat warna dari larutan arang aktif.

Page 36: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

31

DAFTAR PUSTAKA

Cheremisinoff, M., 1978, Carbon Adsorpstion Applications, Carbon Adsorption Handbook,

Ann Arbor Science Publisher, Inc, Michigan.

G.Bereket, A.Z. Arogus, M.Z. Ozel, Removalo f Pb (II) ,Cd (II), Cu (II) and Zn (II) from

aqueous solutions by adsorption onbentonite, J.Colloid Interf. Sci.187(1997)338–343.

G.Mckay, J.F.Porter, G.R. Prasad, Theremovalo f dyecoloures from aqueous solutions by

adsorption on low-costmaterials, Water Air Soil Pollut, J.Colloid Interf. Sci,

243(2001)280–291.

Junior, O.K., dan Gurgel, L.V.A. 2009,Adsorbtion of Cu (II), Cd (II), and Pb(II) from

Aqueous Single Metal Solutions by Mercerized Cellulose ang Mercerized Sugarcane

Bagasse Chemically Modified with EDTA Dianhydride (EDTAD), Carbohydrate

Polymers77(3) : 643-650.

J. Hassler, W., 1963, Activated Carbon, Chemical Publishing Company, Inc, New York

Murti, S., 2008, Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung untuk Adsorpsi Molekul

Amonia dan Ion Krom, Skripsi Universitas Indonesia, Depok.

M. Dogan, M. Alkan, Adsorption kinetics of metil ungu on toperlite, Chemosphere

50(2003)517–528.

Page 37: ADSORPSI ZAT WARNA DARI LARUTAN DENGAN ARANG AKTIF

32

Prabowo, A, 2009, Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung Serta Aplikasinya Untuk

Adsorpsi Cu, Pb, dan Amonia, Universitas Indonesia, Jakarta.

Reynold, 1982, Application of Fe/Activated Carbon Catalysts in the Hydroxylation of Phenol to

Dihydroxybenzenes, Ind. Eng. Chem. Res., 53 (8), pp 2932–2939.

Satish M., Manocha,. 2003, Porous Carbons, Journal Sadhana vol. 28 parts 1&2, India.

Sudibandriyo, M., 2003, A Generalized Ono-Kondo Lattice Model for High Pressure on

Carbon Adsorben, Ph.D dissertation, Oklahoma State University, USA.

Sudrajat R., dan Salim S., 1994, Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif, Puslitbang Hasil Hutan

dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.

Sembiring, M. T. dan Sinaga, T. S., 2003, Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatan),

USU Digital Library, Sumatra Utara.