semnas.mesin.pnj.ac.idsemnas.mesin.pnj.ac.id/archive/prosiding/prosiding a seminar nasional tmpnj...
Post on 22-Jan-2020
55 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal| i
KATA PENGANTAR
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua
Yang kami hormati, Direktur Politeknik Negeri Jakarta, Bapak Abdillah, S.E., M.Si.
Yang Kami hormati, Ketua P3M, Dr. Ahmad Tossin Alamsyah.
Yang kami hormati Ketua jurusan Teknik Mesin Dr. Belyamin
Yang kami hormati para pemakalah dan peserta seminar nasional Teknik Mesin 2015.
Dan rekan-rekan mahasiswa yang kami banggakan.
Seminar nasional Teknik Mesin 2015 ini bertema Penguatan Kompetensi Teknologi Manufaktur,
Rekayasa Material, dan Konversi Energi Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Paten;
dengan konsep seminar adalah penguatan kompetensi teknologi ramah lingkungan menuju paten.
Seminar ini akan menampilkan hasil penelitian para dosen dan konsep desain tugas akhir
mahasiswa.
Peserta seminar sebanyak 350 orang yang terdiri dari dosen teknik mesin PNJ, mahasiswa tugas
akhir teknik mesin PNJ, dosen mahasiswa dari luar PNJ, dari Universitas Pancasila, Unversitas
Indonesia, Unversitas Negeri Surakarta, Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan, LNG Badak
Akademi, PT. Holcim, dan BLK Cevest. Terimakasih atas partisipasinya.
Secara khusus seminar ini bertujuan membangun jaringan kerja sama antara akademisi teknik mesin
PNJ, praktisi industri dan peneliti untuk mengembangkan ide, konsep baru dalam penelitian
bersama, rancang bangun peralatan dan pendidikan dan pelatihan, khususnya dalam bidang
Manufaktur, Rekayasa Material, dan Konversi Energi yang ramah lingkungan.
Acara seminar ini mendapat dukungan dari banyak pihak. Kami menyampaikan ucapan terimakasih
kepada: PT. YSA, PT. Badak NGL, yang telah berpartisipasi untuk mensukseskan acara seminar
nasional ini.
Tidak lupa kami juga ucapkan terima kasih kepada pembicara utama dari, Dirjen HKI
Kemenkumham, Teknik Mesin dan Biosistem IPB, dan PT. Mitra Balai Industri.
Kami juga sampaikan terima kasih kepada para pemakalah dan peserta seminar, anggota panitia,
dan mahasiswa yang berpartisipasi untuk suksesnya acara seminar ini.
Demikian laporan saya, semoga seminar ini mempunyai tindak lanjut kerja sama yang kita
harapkan.
Terima kasih, selamat berseminar.
Ketua Panitia,
Dr. Dianta Mustofa Kamal
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal| ii
SUSUNAN PANITIA PANITIA SEMINAR
Penasihat : Direktur Politeknik Negeri Jakarta Pembantu Direktur I.
Penanggung Jawab : P3M PNJ
Ketua Jurusan Teknik Mesin
Ketua Pelaksana
Wakil Ketua
Sekretaris
Bendahara
Seksi Reviewer
:
:
:
:
:
Dr. D. Mustofa Kamal, MT.
Fuad Zainuri, M.Si
Dra. Ariek Sulistyowati, M.Kom
Lia Chulyana, Amd,
Hasnah Syarif, ST.
Minto Rahayu, SS., M.Si.,
Nuryanti
Prof. Dr. Ir. Raldi A. Koestoer., DEA
Prof. Dr. Ir. Idrus Alhamid
Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi S., DEA
Prof. Dr. Ir. Anne Zulfia Syarif, M.Sc.
Dr. Ir. M. Sjahrul Annas, M.T.
Dr. Ir. Sally Cahyati, M.T.
Dr. Dianta. Mustofa K., ST., MT.
Dr. Drs. Agus Edy Pramono, ST, M.Si
Dr. Belyamin, B.Eng.(hons), M.Eng.
Dr. Drs. Tosin Alamsyah, ST., MT
Dr. Dwi Rahmalina, MT.
Dr. Laode M. Firman, MT.
Dr. Maykel Manawan, M.Si.
Dr. Totok Prasetyo, B.Eng, MT.
Haolia,MT
Tatun Hayatun Nufus Msi
Rahmat subarkah MT
Ahmad Maksum MT
Iwan Susanto MT
Muslimin MT
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal| iii
Seksi Acara
:
Minto Rahayu, SS., M.Si., Drs. Moch. Sholeh, MT., Ir. Benhur N., MT., Adi Syuriadi, MT., Drs. Grenny, MT, Drs. Sunarto, ST. MT., Elwas Amran, SH., MH.
Seksi Humas
Seksi Sponsorship
: :
Gun Gun R. Gunadi, MT., Indra Silanegara, MTI, Dewin Purnama, ST., MT. Ir. Wasiati Wardhani, MMBAT, Drs. Dedi Dwi Haryadi, MT., Drs. Suyitno Gatot, M.Kom
Seksi Publikasi : Candra Damis Widiawaty, S.TP, MT., Fitri Wijayanti, M.Eng
Seksi Konsumsi
Seksi Perlengkapan
:
:
Dra. Wardah Hanafiah, MPd, Estuti Budi mulyaniMSi, Indriyani Rebet, M.Si, Nuryanti
Asep Apriatna, M.Kom, Budi Priyanto, ST., Seto Tjahyono, MT. Drs. Nugroho Eko, MT.
Direktur, Abdillah, S.E., M.Si. NIP. 19590309 198910 1 001
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal| iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar i
Susunan Panitia ii
Daftar Isi iv
Bidang Manufaktur dan Proses Produksi, Perancangan Produk, dan Material
Rancang bangun mesin pengolah limbak organic terintegrasi sensor suhu dan kelembaban
untuk menunjang kualitas kompos
2
Modifikasi fork separator di area palletizer jalur 2 10
Rancang bangun modifikasi alat pembengkok pipa mekanisme ratchet bar 15
Rancang bangun jig and fixture untuk membuat lubang pencengkam pada chuck arbor 26
Rancang bangun alat untuk mencegah terjadinya overflow di bottom bucket elevator 32
Analisa penggunaan bahan bakar alat berat departemen produksi pt holcim pabrik tuban 38
Mengurangi kebutuhan larutan mdea pada proses amin dengan ekspansi 48
Penambahan step water spray untuk mengurangi penempelan material
pada dinding clinker cooler
56
Pengaruh kandungan magnesium oksida terhadap burnability 61
Modifikasi sistem cleaning bag cleaner 662-bn1 pt holcim tuban 68
Optimalisasi mesin palletizer untuk mencapai kapasitas mesin 4000bag/jam 72
Modifikasi scrapper chain conveyor 561-cv1 81
Perancangan alat pelumas otomatis roller apron conveyor 394-ac2 88
Optimalisasi sistem pfister feeder dengan pipa bypass untuk meningkatkan lifetime rotary
feeder
94
Kajian potensi energi listrik mikro hidro pada outfall kanal train e-f kilang badak lng 102
Perancangan suplai tegangan cadangan untuk mengantisipasi supaya baterai ups di electric
room 5 tidak kehabisan daya
109
Kajian fly ash dispersion dengan metode computational fluid dynamics 115
Modifikasi sampler hot meal pada preheater cilacap plant 120
Rancang bangun steam curing box untuk mempercepat laju hidrasi semen 126
Meminimalkan penurunan feed rateraw mill melalui peningkatan availability 311-re1 133
Bidang Konversi Energi Dan Perawatan Dan Perbaikan Rancang bangun sentralisasi kwh meter untuk optimalisasi sistem dan perhitungan key
performance indicator (kpi)
149
Analisa kegagalan alignment poros pada pompa P-30 di Chevron Gunung Salak 148
Optimalisasi sparepart “pd mrp” untuk mengurangi nilai inventory pt holcim cilacap 153
Analisis kekuatan suspensi pegas daun truk dengan metode finite element 159
Studi kasus optimalisasi kerja alat angkut untuk meningkatkan feed rate crusher
limestonequarry narogong pt. holcim indonesia, tbk
169
Meningkatkan performa sistem purging bag filter 182
Studi kasus penyebab kontaminasi semen jenis oil well cement di area cement silo finish
mill narogong 1
187
Meningkatkan Keakuratan Pengambilan Data Dan AnalisaVibrasi Pada Bearing Symetro
Gear 563-MD1 Pada Pabrik Semen
195
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
BIDANG MANUFAKTUR DAN PROSES PRODUKSI, PERANCANGAN PRODUK, DAN
MATERIAL
1
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Rancang bangun mesin pengolah limbak organic terintegrasi sensor suhu dan kelembaban
untuk menunjang kualitas kompos
Akbar Nur Fadillah; Fauzi Akbar; M. Rizky Firdaus; Pradiktio Putrayudanto
Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta
akbarnurfadillah@rocketmail.com
Abstrak
Sampah merupakan salah satu permasalahan serius dalam perkotaan, sampah terbagi menjadi sampah yang mudah terurai
(organik) dan sampah yang tidak mudah terurai (anorganik). Sampah organic pada daerah perkotaan sering disebut dengan
sampah domestik, yaitu sampah yang berasal dari limbah organik daerah perkotaan dan didaur ulang untuk dijadikan kompos.
Sampah domestik yang menumpuk seringkali banyak membuat kerugian bagi lingkungan sekitar, diantaranya adalah: bau yang
sangat menyengat, sarang penyakit, tidak sedap dipandang mata, dan terciptanya cairan berwarna hitam (lecheate) yang
bersifat toksik sehingga merusak unsur hara tanah. Sampah domestik yang didaur-ulang menggunakan mesin konvensional
masih membutuhkan beberapa pekerja dan lahan yang luas sebagai area pematangan, padahal daerah perkotaan sulit untuk
mendapat pekerja yang mau bekerja di bagian sampah dengan lahan kosong luas yang minimal. Oleh karena itu dibutuhkan
mesin yang dapat mengolah sampah secara otomatis namun dapat mengolah limbah organik langsung menjadi kompos.
Kemudian, mesin komposter ini didesain dengan melakukan pengujian terlebih dahulu di Kampus Politeknik Negeri Jakarta
mengenai kekerasan beberapa sampah domestik. Mesin ini mempunyai ukuran 𝟏.𝟐𝒎 × 𝟎.𝟔𝒎 × 𝟏.𝟏𝟗𝒎. Mesin ini
mengintegrasikan sistem pemotongan dan pengadukan, sehingga tidak membutuhkan banyak pekerja dan lahan luas untuk
membuat kompos di wilayah perkotaan.
Kata kunci: kompos, sampah, crusher, mixer, sensor LM-35
Abstract
Waste is one of the serious problems in urban areas, it divided into easily biodegradable (organic) waste and not easy
biodegradable (inorganic). Organic waste in urban areas is often referred as domestic waste, that is waste that derived from
organic waste of urban areas and recycled to be used as compost. Domestic wastes that accumulate often make a lot of
disadvantages for the environment, including: a very pungent odor, a den of disease, unsightly, and the creation of black liquor
(lecheate) that are toxic so damaging soil nutrients. Domestic wastes recycled using conventional machines still require some
workers and a large area as the area of maturation, whereas urban areas are difficult to get workers who want to work in the
trash with the minimal of vast empty land. Therefore, it needs a machine that can process waste automatically, but can treat
organic waste directly into compost. Then, this composter machine designed to perform testing first in the Campus of State
Polytechnic of Jakarta concerning on some hardness of domestic wastes. The size of this machine calculated as . This machine
integrates cutting system and stirring, so it does not require many workers and broad land to make compost in urban areas.
Keywords: kompos, sampah, crusher, mixer, sensor LM-35
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Komposter sebagai media pengomposan sampah organic telah terbukti bermanfaat untuk masyarakat
sebagai pengganti tempat sampah organik. Komposter yang tersebar di Indonesia mempunyai banyak
varian bentuk, mulai dari tipe holding unit hingga turning unit. Mengenai metode yang banyak diterapkan
di Indonesia, banyak yang menggunakan metode pengolahan mandiri dengan cara membuat lubang
berukuran 2 x 2 meter, sampah kemudian ditimbun dan ditunggu beberapa bulan hingga akhirnya kompos
matang pun jadi. Namun, dari sekian banyak bentuk dan metode pengomposan yang tersedia saat ini,
masih banyak kekurangan yang menjadi kendala dalam pengolahan kompos, diantaranya adalah: waktu
pengomposan yang relatif lama (3-6 bulan), tempat yang dibutuhkan luas dan banyak pekerja yang
dilibatkan dalam proses pengolahan limbah organik tersebut.
Mesin pengolah limbah organik yang terintegrasi dengan sensor suhu dan kelembaban ini dikembangkan
karena kebutuhan solusi alternatif dari masalah pengomposan tersebut. Mesin ini menggunakan sistem
kerja pencacah dan pengaduk yang dijadikan satu, sehingga tidak dibutuhkan lagi ruang yang luas. Sistem
kerja sensor dan otomasi memungkinkan pengolahan kompos dilakukan secara otomatis dan akurat
menurut suhu normal saat pengomposan. Mesin ini merupakan pengembangan dari beberapa mesin
2
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
komposter yang sudah ada dan dikembangkan berdasarkan pengamatan akan kebutuhan alat pengolahan
sampah skala kecil hingga menengah.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Desain merupakan rangkaian proses yang dilakukan untuk mengembangkan fungsi produk menjadi lebih
baik. Desain secara umum terbagi menjadi 5 tahap, diantaranya adalah: perencanaan, pengkonsepan
desain, perencanaan detail, dokumentasi dan prototype. Berikut diagram alir dari proses desain:
Gambar 1. Diagram alir proses desain
Planning dan daftar tuntutan
Perencanaan mesin diawali dengan membuat standar yang harus ada pada spesifikasi mesin, Daftar
standar atau tuntutan diawali dengan pengamatan di beberapa objek pengamatan. Berikut daftar tuntutan
atau standar mesin:
Mulai
Tinjauan Teori
Daftar tuntutan Internet, Studi
kasus, wawancara
Pembuatan
konsep desain
mesin
Desain detail
mesin
Hasil percobaan,
komposisi
sampah, dll.
Memenuhi
tuntutan
Dokumentasi desain
menggunakan
software
Fabrikasi dan
pengujian
Laporan akhir
kegiatan dan
presentasi
Selesai
3
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
1. Mesin memiliki fungsi pencacahan dan pengadukan hasil cacahan sampah dalam satu mesin.
2. Hasil cacahan harus memenuhi standar, yaitu berkisar antara 25-75 mm (Tchnobanoglous, 2003).
3. Tempat pengadukan berfungsi sebagai media pematangan adonan kompos.
4. Dapat mengaduk hasil cacahan sampah secara otomatis
5. Proses pengomposan menggunakan metode aerob (memerlukan udara)
6. Komposter untuk sampah domestic (sampah pekarangan, dapur dan pasar).
7. Sampah yang dicacah dibatasi hanya sampah yang bersifat lunak (sayuran daun, umbi dan daun
kering).
8. Waktu pengolahan kompos lebih kurang selama 2 minggu.
9. Mengolah sampah menjadi kompos dengan kapasitas 0,2 𝒎𝟑.
Konsep desain mesin
Desain konsep mesin untuk mendapatkan konsep yangterbaik, dilakukan bebarapa tahapan, antara lain;
pendifinisian abstraksi fungsi keseluruhan, pendifinisian fungsi bagian, pencarian alternatif konsep
desain, pemilihan variasi desain, evaluasi variasi desain dan terakhir pemilihan konsep desain terbaik.
Abstraksi fungsi keseluruhan
Mesin pengolah limbah organik terintegrasi sensor suhu dan kelembaban memiliki fungsi keseluruhan
berupa mengolah sampah domestic menjadi kompos dengan cara pencacahan, pengadukan dan
penimbunan dengan bantuan bakteri aerob dengan jumlah dan waktu pengomposan sesuai spesifikasi
produk.
Fungsi bagian
Fungsi bagian sebagai penguraian dari fungsi keseluruhan. Setelah didefinisikan abstraksi fungsi
keseluruhan, maka untuk mendapatkan bentuk dari fungsi tersebut didefinisikan fungsi bagian yang
dibutuhkan. Berikut penjelasannya:
Metode pencacahan
Hasil cacahan dari proses pencacahan sangat menentukan cepat lambatnya suatu kompos dapat
dibuat. Semakin kecil ukuran hasil dari proses pencacahan maka proses pengomposan juga dapat
berlangsung lebih cepat. Untuk itu, dibutuhkan system pencacahan yang dapat memastikan hasil
cacahan mempunyai ukuran yang kecil.
Metode perawatan pada bagian pencacah
Perawatan sangat penting dalam penggunaan mesin karna dapat menambah umur pemakaian.
Bagain pencacah merupakan bagian yang langsung bersentuhan dengan sampah yang bersifat
asam, maka dibutuhkan metode perawatan agar umur pemakaian bagian pencacah bisa tahan
lama.
Penampung hasil cacahan
Hasil cacahan akan langsung ditimbun pada bagian pengadukan. Penampung hasil cacahan
merupakan wadah dari proses pengadukan. Material untuk bagian penampung hasil cacahan
diperlukan material yang tahan akan korosi dan murah di pasaran.
Pengaduk hasil cacahan
Sistem pengaduk hasil cacahan harus mampu membuat saluran sirkulasi udara pada hasil cacahan.
Fungsi pengaduk bukan untuk membuat hasil cacahan tercampur secara homogen. Hasil cacahan
yang tertimbun akan menyebabkan suhu menjadi panas, untuk itu diperlukan system pengadukan
agar panas yang terjadi bisa cepat keluar. Pengaturan suhu pada nilai suhu optimum akan
membuat waktu pengomposan menjadi lebih cepat.
Aliran sirkulasi udara
Pada wadah penampung hasil cacahan diperlukan lubang sirkulasi yang berfungsi untuk tempat
masuk aliran udara. Udara sangat penting dalam metode pengomposan secara aerob, untuk itu
perlu aliran sirkulasi udara yang memadai guna mempercepat waktu pengomposan.
4
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Sistem otomasi pada bagian pengaduk
Dalam proses pengomposan perlu dilakukan pengadukan pada gundukan hasil cacahan sampah
dengan maksud untuk menjaga suhu optimum pada gundukan. Apabila suhu yang terjadi diatas
suhu optimum maka perlu dilakukan pengadukan. Karena sifat suhu yang selalu berubah-ubah dan
tak tentu, maka diperlukan sistem otomasi dalam proses pengadukan agar suhu gundukan bisa
selalu terjaga. Sistem otomasi menggunakan sensor sebagai media penerima sinyal (input).
Media tatap muka dengan pengguna
Media tatap muka pengguna (interface) merupakan media yang berfungsi untuk menghubungkan
fungsi pengguna dengan fungsi perangkat elektronik. Interface juga berfungsi untuk memberikan
informasi terhadap sistem yang terjadi kepada pengguna, dalam hal ini bisa berupa lampu
indicator, layar monitor, dll.
Pengambil hasil kompos
Hasil kompos pengolahan sampahorganik diambil setiap selang waktutertentu. Pengambilan
kompos harusdilakukan tanpa mengganggu prosespengkomposan yang masih berlangsung Untuk
itu perlu adafungsi pengambil hasil kompos.
III. ALTERNATIF KONSEP DESAIN
Konsep bagian pencacahan dan pengadukan Tabel 1. Alternatif konsep pencacahan dan pengadukan
Alternatif
Konsep Bentuk Konsep Pencacah Bentuk Konsep Pengaduk
Alternatif Konsep Mesin
1
Fan-blade crusher
Single shaft paddle
A
2
Double shaft shredder
Half screw conveyor
B
3. -
Full screw conveyor horizontal
C
4. -
Full screw conveyor vertical
D
5
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tabel 2. Alternatif konsep desain mesin
Alternatif Konsep Mesin Bentuk Konsep Desain
A
B
C
D
Setelah didapatkan penggabungan dari konsep pencacahan dan pengadukan, maka didapatkan konsep
mesin yang nantinya dipilih berdasarkan kriteria pemilihan. Berikut tabel pemilihan konsep mesin
berdasarkan kriteria pemilihan:
6
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Evaluasi konsep desain berdasarkan pertimbangan kelayakan Tabel 3. Evaluasi alternative konsep desain mesin
No. Kriteria Pemilihan Konsep
A B C D 1 Hasil cacahan sampah 0 0 + +
2 Tingkat efektifitas pengadukan + - 0 +
3 Kemudahan dalam fabrikasi + + - 0
4 Volume kapasitas hasil cacahan sampah + + + -
5 Kemudahan memasukan sampah - - - 0
6 Kemudahan dalam mengeluarkan sampah - - - +
7 Perawatan mesin + + + 0
8. Nilai estetika 0 0 0 +
Total Nilai 2 0 0 3
Tabel 4. Rangking alternative konsep desain mesin
Kriteria Pemilihan Konsep A B C D
Ranking 2 3 4 1
Lanjut Ya Tidak Tidak Ya
Tabel 5. Keterangan nilai
Keterangan Nilai Jumlah Nilai
+ 1
0 0
- -1
Berdasarkan evaluasi konsep desain yang dilakukan diatas, dapat dikombinasikan dua buah konsep yang
sama-sama unggul dari segi penilaian kelayakan. Oleh sebab itu, tim mencoba untuk menemukan konsep
baru yang menggabungkan antara konsep A dan konsep D menjadi bentuk baru yang terlihat seperti
gambar dibawah ini:
Gambar 2. Gambar detail mesin
7
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang digunakan dalam analisis pemilihan motor AC
Dalam proses desain konsep kerja, dibutuhkan dua buah motor listrik sebagai sumber daya. Hal ini
dikarenakan karena bagian pencacahan dan bagian pengadukan berbeda siklus kerja dan beban, sehingga
dibutuhkan sumber daya yang berbeda pula. Daya motor pada bagian pencacahan dapat dicari dengan
menggunakan percobaan pemotongan. Percobaan pemotongan menggunakan objek singkong, daun sukun
dan ujung bongkol jagung. Untuk daya motor bagian pengadukan dapat dicari dengan menghitung massa
yang teraduk. Berikut penjelasannya:
Data sampah/kompos Tabel 6. Data sampah
Gaya yang dibutuhkan untuk memotong berdasarkan percobaan pemotongan objek
sampah 20 𝒌𝒈
Volume maksimum sampah yang teraduk di wadah pengaduk 0,0354 𝒎𝟑
Massa jenis sampah/kompos 500 𝒌𝒈 𝒎𝟑
Massa sampah/kompos maksimum yang teraduk 17,67 𝑘𝑔
Konsep perhitungan daya motor untuk bagian pencacahan
Daya motor untuk bagian pencacah dihitung berdasarkan gaya pemotongan yang diambil dari percobaan.
Menggunakan pisau pemotong berjari-jari 10 cm, bagian pencacah berputar sebesar 600 RPM. Berikut
perhitungan daya untuk bagian pencacah:
P = T × ω
P = F × r × 2 × π × n
60
P = 196,2 N × 100 mm
1000 mmm
× 2 × π × 600 rpm
60
P = 1232,76 W ≈ 1,23 kW
Pd = P × fc
Pd = 1,23 kW × 1,2 = 1,476 kW
Pa = Pd
ηbearing × ηbelting × ηmotor=
1,476 kW
0,99 × 0,96 × 0,8= 1,941 kW
Jadi, daya motor yang digunakan pada bagian pencacah adalah 1,941 kW ≈ 2,6 HP≈ 3 HP
Konsep perhitungan daya motor untuk bagian pengadukan
Daya motor yang dihitung untuk bagian pengaduk dihitung berdasarkan massa total yang harus berputar.
Massa tersebut terdiri dari: berat sampah yang teraduk, berat poros dan berat pulley. Bagian pengaduk
berputar sebesar 24 RPM. Berikut perhitungan daya untuk bagian pencacah:
P = T × ω
P = F × r × 2 × π × n
60
P = 37,67 kg × 9,81 m s2 × 0,25 m ×2 × π × 24 RPM
60
P = 232,2 W ≈ 0,232 kW
Pd = P × fc
Pd = 0,232 kW × 1,2 = 0,2784 kW
Pa =Pd
ηbearing × ηV−Belt × ηBevel gear × ηmotor
=0,2784 kW
0,95 × 0,96 × 0,95 × 0,8= 0,4 kW ≈ 0,53 HP
8
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Jadi, daya motor yang digunakan pada bagian pengaduk adalah 0,4 kW ≈ 0,53 HP≈ 0,5 HP
Spesifikasi detail mesin
Setelah terlihat desain detail mesin pengolah limbah organik, dari sini dibuat spesifikasi mesin yang
dibentuk berdasarkan referensi dan percobaan. Berikut spesifikasi mesin yang didapat: Tabel 7. Spesifikasi mesin
No. Spesifikasi Mesin Nilai Spesifikasi
1. Daya input motor untuk bagian pencacahan 3 HP
2. Daya input motor untuk bagian pengadukan 0.5 HP
3. RPM pencacahan sampah ± 600 RPM
4. RPM pengadukan hasil cacahan sampah ± 24 RPM
5. Suhu optimum pengomposan (35 – 62)
6. Volume maksimum hasil cacahan sampah yang bisa diaduk 0,0354 𝒎𝟑
7. Voltase listrik yang dibutuhkan 220 V
V. SIMPULAN
Setelah melewati serangkaian proses desain maka didapat sebuah konsep terbaik yang dipilih dari
beberapa alternative konsep desain. Dari hasil pembahasan telah diketahui bahwa konsep telah memenuhi
persyaratan dan spesifikasi yang dibutuhkan, sehingga dapat dilanjutkan dengan proses pengembangan
dan manufaktur yang disesuaikan dengan ketersediaan alat, material dan komponen dipasaran. Proses
pengujian dapat dilakukan setelah prototype hasil rancangan selesai dibuat.
VI. DAFTAR PUSTAKA [1] Gupta, J.K. dan Khurmi R.S. 2005. A Textbook of Machine Design. New Delhi: Eurasia Publishing House.
[2] Sularso dan, Suga, Kiyokatsu, 2008. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: PT. Pradnya Paramita
[3] Nasrullah. 2012. “Disain Portabel Composter Sebagai Solusi Alternatif Sampah Organik Rumah Tangga”. Jurnal Teknik
Lingkungan UNAND. IX (1): 50-58. Padang: Politeknik Negeri Padang.
[4] Yenie, Elvie. 2008. “Kelembaban Bahan dan Suhu Kompos Sebagai Parameter yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Pada Unit Pengomposan Rumbai”. Jurnal Sains dan Teknologi. VII (2): 58 – 61. Pekanbaru: Universitas Riau.
[5] Amanah, Farisatul. 2012. Pengaruh Pengadukan dan Komposisi Bahan Kompos Terhaddap Kualitas Kompos Campuran
Lumpur Tinja. Skripsi Sarjana pada FT UI: tidak diterbitkan
[6] Damanhuri, Enri dan Tri Padmi. 2008. Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah TL-3104. Institut Teknologi Bandung.
[7] Kementrian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2008. Statistik Persampahan Indonesia.
9
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Modifikasi fork separator di area palletizer jalur 2
Muhammad Rivaldy Bachtiar
1, Azwardi
2
1.Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta Konsentrasi Rekayasa Industri Semen
2.Politeknik Negeri Jakarta Teknik Mesin rivaldy.bachtiar@gmail.com
Abstrak
Kinerja dari mesin palletizer di packhouse PT Holcim Indonesia Pabrik Cilacap berpengaruh pada target stocking
sebagai penyimpanan awal untuk melayani pengiriman semen melalui jalur kereta. Mesin palletizer jalur 2 termasuk
mesin baru di area packhouse, namun dalam setengah tahun terakhir terjadi banyak trouble yang menyebabkan
berhentinya produksi dari palletizer baik dari segi elektrik maupun mekanik. Rusaknya mounting pada motor fork
separator adalah salah satu trouble dalam produksi mesin palletizer dari segi mekanik. Hal ini menyebabkan
berhentinya palletizer untuk perbaikan atau bahkan pergantian motor fork separator tersebut. Rentan waktu yang
dibutuhkan untuk menangani trouble ini rata-rata 2 sampai 4 jam dengan frekuensi trouble hingga 4 kali dalam setengah
tahun terakhir. Kerugian yang diakibatkan trouble ini yaitu produksi yang terhambat dan juga biaya untuk pergantian
motor fork separator.
Memodifikasi peletakan motor fork separator yang awalnya bertumpu pada bidang vertikal menjadi bertumpu pada
bidang horizontal, serta memindah posisi sprocket menggunakan acuan sejajar dengan letak semula dari sprocket.
Setelah posisi peletakan motor yang berada dibidang horizontal akan memberikan tumpuan cekam mounting yang lebih
kuat dan menghilangkan beban terhadap berat motor itu sendiri. Sehingga mengurangi beban yang diterima oleh
mounting motor
Kata kunci: palletizer , mounting, posisi, beban
Abstract
The performance of the machine palletizer in Packhouse PT Holcim Indonesia Cilacap plant depend on the stocking
target as the initial storage to serve the delivery of cement through the train line. Second line palletizer machine is a
new engine in the Packhouse area, but in the last half year a lot of trouble from electrical and mechanical caused
production of palletizer berhentiped. Damage to the motor mounting on fork separator is one of the trouble in the
palletizer machine in terms of mechanics. This leads to the cessation palletizer for repairs or motor fork separator
replacement. Time lost to handle trouble its around 2 to 4 hours with trouble frequency up to 4 times in the last half
year. Losses caused by this trouble is production berhenti and for motor fork separator replacement.
Modifying placement of motor fork separator which initially rests on the vertical position be resting on a horizontal
position, and move the position of the sprockets using the reference level with the original layout of the sprocket.
After the placement of the motor position is horizontal position will give a stronger mountingg dibble and eliminate the
weight of the motor itself. So reducing the load of motor mounting
Keywords: palletizer , mounting, position, load
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
Palletizer adalah salah satu equipment di area packhouse. Peran dari palletizer ini ada pada proses
penataan sak semen. Palletizer di area packhouse sangatlah penting karna berkaitan dengan jumlah
produksi yang akan dicapai per harinya. Oleh karna itu sangat diwajibkan bagi palletizer tersebut
untuk terus running sampai target produksi yang diinginkan tercapai. Namun pada kenyataannya
banyak masalah yang menyebabkan berhenti nya palletizer tersebut. Salah satunya yaitu masalah
pada motor fox separator. Berdasarkan data dari tahun 2014 terjadi 4 kali berhenti dikarenakan
masalah motor fox separator ini. Hal ini pastilah merugikan untuk perusahaan dari segi waktu dan
juga biaya perbaikan. Perbaikan untuk masalah ini rata-rata dapat memakan waktu yang tidak
sebentar. Sementara untuk biaya perbaikan itu sendiri meliputi biaya pergantian motor. Dari waktu
rata-rata perbaikan tersebut akan menyebabkan kerugian dari sisi produksi, karna Palletizer tidak
dapat produksi akibat berhenti selama waktu perbaikan tersebut. Setelah mengidentifikasi masalah,
pengembilan data dan observasi lapangan, maka diputuskan untuk memodifikasi peletakan motor
separator tersebut. Peletakan motor yang secara vertikal dengan beban yang cukup besar
menyebabkan pecahnya kaki motor pada mounting. Dengan memodifikasi peletakan posisi motor
10
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
akan membuat tumpuan pada kaki kaki motor lebih besar, sehingga dapat menghindari pecahnya
kaki-kaki motor. Dengan tidak adanya lagi trouble ini diharapkan kinerja palletizer meningkat
karna berkurangnya salah satu penyebab dari berhenti nya mesin palletizer , serta cost saving dari
segi maintenance nya.
II. EKSPERIMEN
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menunjang terlaksananya modifikasi ini dengan
baik. Tahapan penelitian yang dilakukan sebagai berikut.
Gambar 1. Metode pelaksanaan.
1. Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada fork separator. Mempelajari masalah yang
terjadi dan mencari akar masalah.
2. Langkah selanjutnya yaitu mencari informasi. Pada proses ini dilakukan pengamatan
langsung ke lapangan saat operasi palletizer jalur 2. Mengidentifikasi hal-hal yang
mempengaruhi kemungkinan pecahnya kaki mounting motor fork separator.
3. Pada tahap observasi dan pengambilan data, akan dikumpulkan berbagai macam data yang
diperlukan untuk dilaksanakannya modifikasi ini. Sumber data yang diambil yaitu trouble
pada palletizer khususnya motor fork separator.
4. Pada tahap analisa dilakukan perbandingan antara desain standar dari fork separator dengan
desain yang akan dimodifikasi dan kemudian kembali dilakukan identifikasi sumber
masalah.
5. Tahap pengambilan keputusan dilakukan dengan memastikan letak dari motor fork
separator.
6. Tahap persetujuan merupakan tahap diskusi dengan pemilik area produksi, leader mekanik,
process engineer dan engineer suport packhouse.
7. Pada tahap ini dilakukan fabrikasi pada area fork separator. Modifikasi ini melibatkan
karyawan mekanik packhouse dan diawasi oleh process engineer.
11
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Trouble pada Fork Separator Sebelum Modifikasi.
Sebelum dilakukan modifikasi pada fork separator di area palletizer jalur 2, terjadi trouble
pada motor fork separator. Frekuensi kerusakan dan lamanya perbaikan dapat dilihat pada
grafik dibawah ini.
Gambar 2. Grafik Trouble pada Fork Separator.
Grafik pada Gambar 2. Tersebut menunjukan intensitas terjadinya trouble pada motor fork
separator dalam setengah tahun terakhir. Data ini diperoleh dari berhenti log mesin palletizer
karena fork separator berhubungan langsung pada kinerja dari palletizer . Jika terjadi trouble
pada fork separator maka akan berimbas pada berhenti nya mesin palletizer .
a. Identifikasi Masalah dan Pengamatan Lapangan Pada Motor Fork Separator.
Setelah mengidentifikasi masalah yang terjadi motor fork separator dan pengamatan langsung
dilapangan, trouble pada motor fork separator disebabkan oleh pecahnya kaki kaki mounting
pada motor fork separator.
b. Penyebab Kerusakan pada Kaki Mounting Motor Fork Separator.
Kerusakan pada kaki kaki motor fork separator disebabkan oleh posisi dari peletakan motor
fork separator itu sendri. Posisi yang bertumpu pada bidang yang vertikal menjadikan beban
yang diterima pada kaki kaki mounting motor bertitik pada sebelah bagian saja, sementara
beban yang diterima motor meliputi beban dari berat motor itu sendiri dan juga beban dinamik
dari putaran motor yang difungsikan meneruskan gaya pada fork untuk manuver maju dan
mundur.
12
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 3. Posisi Motor Fork Separator Sebelum Modifikasi.
c. Akibat dari Kerusakan pada Kaki Mounting Motor Fork Separator.
Kerusakan pada kaki kaki mounting motor fork separator memiliki dampak buruk yaitu
mengakibatkan berhenti nya mesin palletizer . Fork separator itu sendiri digunakan
sebagai alat untuk mengatur pergerakan pallet yang akan digunakan untuk penataan sak
semen dari tumpukan. Pergerakan maju dan mundur fork dikerjakan oleh sebuah motor,
ketika terjadi masalah pada motor ini maka akan mengakibatkan terganggunya
pergerakan fork. Sementara itu untuk pergerakan maju dan mundurnya fork akan dibaca
oleh sensor, jika pergerakan fork terganggu maka pembacaan sensor akan terhenti dan
otomatis menghentikan kerja mesin palletizer . Berhenti nya palletizer akan berefek pada
terhambatnya produksi untuk suplay pengiriman semen pallet melalui jalur kereta.
d. Kerugian Biaya
Kerusakan pada fork separator akan berimbas pada berhenti nya palletizer dan pastinya
akan menghambat proses produksi untuk stocking persediaan pengiriman melalui jalur
kereta. Jika proses perbaikan sekalinya memakan waktu sekitar 20 menit. Maka kerugian
biaya dari proses produksi yang terhambat adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Total Kerugian Biaya Sekali Trouble
Harga semen per pallet Rp 2,550.000,-
Produksi pallet per 20 menit (rata-rata) 13 pallet
Total kerugian sekali terjadi trouble (20 menit) Rp 33.150.000,-
2. Peforma Fork Separator Setelah Modifikasi.
Setelah dilakukan modifikasi dengan reposisi dari penempatan motor yang awalnya
bertumpuan pada bidang vertikal yang memberikan beban lebih pada kaki kaki mounting motor
fork separator menjadi bertumpu pada permukaan yang horizontal, sehingga dapat memberikan
cekaman yang lebih kuat dibandingkan pada saat posisi vertikal. Posisi horizontal ini
memungkinkan untuk memperkuat cekaman pada kaki kaki mounting motor dan membagi
beban yang merata disetiap bagian kaki kaki motor. Dari sisi maintenance untuk pengecekan
Letak Motor
Sebelum Modifikasi
13
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
rutin pada motor jauh lebih mudah tanpa harus kesulitan mencari celah untuk menjangkau
motor dibandingkan dengan sebelum modifikasi.
Gambar 4. Posisi Motor Fork Separator Setelah Modifikasi
3. Dampak Setelah dilakukan Modifikasi.
Setelah dilakukan modifikasi tersebut, trouble yang dikarenakan motor fork separator menjadi
hilang. Karena kinerja fork separator berpengaruh langsung pada palletizer , sehingga
hilangnya trouble ini akan mengurangi masalah yang terjadi pada palletizer dan juga
meningkatkan produksi karna berkurangnya salah satu penyebab berhenti nya palletizer .
IV. KESIMPULAN
a. Pecahnya kaki pada mounting motor separator dapat diatasi dan tidak terjadi lagi.
b. Keuntungan modifikasi ini antara lain mengurangi trouble pada palletizer sehingga
mengurangi waktu berhenti untuk produksi, serta cost saving dari segi maintenance nya.
V. DAFTAR PUSTAKA. [1] Loren Cook Company, Handbook for Mechanical Designer, Engineering Cookbook, 2nd Edition, Springfield,
1999.
[2] Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr., Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.
[3] Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH. Electronics Course V (Measurement and
Control Engineering), Germany, 2001.
[4] Anonim, “Production Logbook Patrol Packhouse Area”, PT.Holcim Indonesia Cilacap Plant, Cilacap, 2014.
[5] M. Kavoussanos, A. Pouliezos, An intelligent robotic system for depalletising and emptying polyethylene sacks,
The International Journal of Advanced Manufacturing Technology 14/5 (1998) 358-362.
Letak Motor
Setelah Modifikasi
14
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Rancang bangun modifikasi alat pembengkok pipa mekanisme ratchet bar
Dany Alfarizi; Fahmi Alghifari; Rath Kautsar Firdaus; Zaid Hafiz Muhammad
Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta, alghifari.fahmi@ymail.com
Abstrak
Penelitian ini adalah perancangan dan pembuatan alat pembengkok pipa dengan diameter 1” - 1,5” Sch. 40 dan material
A106 Gr. B yang mengacu pada standard ASME B36.10M . Refferensi ASME B36.10M digunakan untuk mendapatkan
outside diameter dan ketebalan pipa yang akan digunakan. Alat dirancang untuk mendapatkan gaya pengoperasian 10
[kg] dan untuk memodifikasi bagian dies pemutar (rotary dies) agar dapat digunakan pada beragam ukuran pipa.
Proses diawali dengan observasi pada alat pembengkok pipa dengan mekanisme ratchet bar yang telah ada, analisa
potensi dan masalah yang terdapat pada alat tersebut untuk dilakukan pengembangan pada bagian dies dan bagian
lainnya. Melakukan penelitian dan pengembangan terhadap dies dan bagian lainnya. Dilakukan pengujian produk
berupa pengujian bagian dies dan dilanjutkan dengan pengujian pemakaian berupa keseluruhan bagian yang telah
dipasang (assembly).
Hasil rancangan dari alat pembengkok pipa untuk mendapatkan gaya pembengkokan hingga 10 [kg] maka mekanisme
alat pembengkokan pipa menggunakan sistem Rachet Bar dengan perubahan dimensi dari alat yang sebelumnya. Pada
bagian dies yang sebelumnya digunakan profile setengah lingkaran, dimodifikasi menjadi profile bentuk V.
Kata Kunci: Handrail, Pipa, ASME B36.10M, Rachet Bar, A106 Gr.B, Rotary Dies
Abstract
This research is the design tool bending pipes with a diameter of 1 "- 1.5" Sch. 40 and material A106 Gr. B which refers
to the standard ASME B36.10M. Reference ASME B36.10M used to get outside diameter and the thickness of the pipe
to be used. A tool designed to get force operation 10 [kg] and to modify parts forming dies (rotary dies) that can be used
in a variety of pipe sizes.
The process starts with an observation on the existing pipe bending tool with ratchet bar mechanism, analyzed the
potential and the problems contained in the tool to do the development on the dies and other parts. Conduct research and
development on the dies and other parts. Perform product testing by testing the dies followed by testing of the overall
consumption in the form of a part that has been installed (assembly).
The result of design of the pipe bending tools to obtain the bending force of up to 10 [kg] then the mechanism using the
pipe bending tool Rachet Bar system with changes in the dimensions of the previous tool. At the dies that were
previously used a semi-circular profile is modified into a V profile.
Keywords: Handrail, Pipe, ASME B36.10M, Ratchet Bar, A106 Gr. B, Rotary Dies.
I. PENDAHULUAN
Pipa digunakan secara luas pada konstruksi rangka dan handrail. Pada setiap konstruksi
diketinggian, handrail merupakan salah satu standard keamanan yang wajib diperhatikan.
Penggunaan handrail disetiap konstruksi memiliki jenis dan fungsi yang beragam. Konstruksi
handrail pada platform di industri minyak dan gas membutuhkan material pipa yang tahan terhadap
korosi dan berfungsi untuk membatasi ruang gerak pekerja dan menahan gerakan-gerakan yang
tidak terduga agar tidak terjatuh pada perkerjaan diketinggian.
Proses fabrikasi dan perencanaan sebuah handrail perlu diperhatikan untuk mendapatkan kekuatan
yang sesuai dengan fungsinya serta memperhatikan biaya (cost) yang digunakan untuk membuat
serangkaian handrail. Pembengkokan pipa menjadi salah satu cara dalam mengurangi cost dan
faktor human and machine error dalam fabrikasi handrail yang umumnya dilakukan dengan cara
penyambungan menggunakan pengelasan elbow.
Alat pembengkok pipa dengan sumber tenaga manual yang berada dipasaran memiliki berbagai
jenis yang bertujuan untuk memaksimalkan hasil pembengkokan dan penggunaan tenaga sekecil
mungkin. Proses meminimalisir gaya pengoperasian ini menjadikan berbagai macam jenis alat
pembengkok pipa dengan berbagai mekanisme.
Salah satu alat pembengkok pipa manual yang terdapat dipasaran internasional adalah dengan
menggunakan mekanisme ratcher bar yang dikembangkan oleh perusahaan Amerika; JD. Square
15
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Inc. Mekanisme ini belum dipasarkan secara luas didalam negeri dikarenakan harga dan akses yang
masih tidak terjangkau (pengiriman, pajak). Pembengkokan pipa dengan distribusi gaya
menggunakan mekanisme ratchet bar memilki pengurangan gaya yang lebih besar dibandingkan
dengan jenis lainnya, karena gaya terdistribusi bertahap dan berulang-ulang.
Gambar 1 - Pipe Bender Model 3 JD. Squared Inc.
Pengembangan pada alat pembengkok pipa manual dilakukan pada equipment rotary dies, pressure
dies, penunjuk sudut, dan dimensi overall. Pengembangan ini didasari atas permasalahan fungsi
rotary dies dan pressure dies untuk satu ukuran pipa. Fabrikasi untuk sebuah dies memakan biaya
yang cukup tinggi sehingga diperlukan sebuah penelitian yang bertujuan agar sebuah dies bisa
membengkokan lebih dari 1 ukuran pipa. Modifikasi dimensi overall juga perlu dikembangkan
untuk mendapatkan gaya pengoperasian 10 [kg] dalam membengkokan pipa 1.5 [in] Sch. 40.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dasar Pembengkokan
Pipa dapat dibengkokan dengan 4 metode dasar, draw bending, compression bending, roll bending,
dan stretch bending. Pada draw bending, pipa dijepit pada pressure dies dan dibentuk terhadap
rotary dies. Posisi pressure die dapat tetap (fixed) ataupun bergerak (movable) disepanjang sumbu
longitudinal. Pembengkokan pada pipa sangat bergantung pada radius bengkok yang merupakan
radius internal rotary dies, pada radius bengkok alat pembengkok pipa mekanisme ratchet bar ini,
radius bengkok ditetapkan sebesar 145 [mm].
Pembebanan pada pipa
Pipa dibengkokkan, dua hal terjadi pada pipa yang dapat dilihat dengan memotong bagian bengkok
dari pipa (sectioning). Dinding luar berkurang ketebalannya karena peregangan material dan
dinding dalam menjadi lebih tebal karena mengompresi material. Material pada aplikasinya
terbentuk disekitar sekitar garis tengah pipa (centerline radius/CLR). Jarak sepanjang garis tengah
kira-kira sama dengan panjang pembengkokan pipa. Material yang membentuk pembengkokan
bagian dinding luar memiliki jarak lebih jauh untuk proses pembengkokan dan karena proses
tarikan (stretched); bahan di bagian dalam tikungan memiliki jarak lebih kecil untuk proses
pembengkokan dan kompresi (compression).
Mekanisme Ratchet
Ratchet adalah sebuah perangkat mekanik yang bergerak secara linear (garis lurus) terus menerus
atau gerakan putar satu arah sekaligus mencegah gerakan dalam arah yang berlawanan. Ratchet
digunakan secara luas dalam permesinan dan peralatan.
Ratchet terdiri dari gear atau rak bergigi linier, sebuah poros , jarum pegas atau disebut pawl
(batang berbentuk melengkung) yang disertai gigi, pawl yang diterapkan pada alat pembengkok
pipa ini berbentuk pin yang terdapat pada swing arm. Gigi tersebut sebentuk tetapi kedua belah
bagiannya tidak sama, dengan masing-masing gigi memiliki kemiringan sedang pada satu sisi dan
kemiringannya lebih tajam ditepi lainnya.
16
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 2 - Penerapan Ratchet Bar
Ketika gigi tersebut bergerak dengan arah terbatas (satu arah), batang lengkung (pawl) dengan
mudah meluncur dan peralahan pada tepi miring gigi, dengan gaya balik pawl pada setiap gigi.
Spring Back
Spring back merupakan gaya balik yang ditimbulkan akibat pengaruh elastisitas bahan yang
mengalami proses pembentukan. Besarnya gaya balik ini ditentukan oleh harga Modulus Elastisitas
bahan. Dalam proses pembengkokan ini harus diperhatikan gaya balik atau spring back. Spring
back mengakinbatkan terjadinya penyimpangan terhadap sudut pembengkokan yang dibentuk.
Besarnya perubahan dimensi pada hasil pembentukan setelah tekanan pembentukan ditiadakan
merupakan sifat bahan logam yang mempunyai elastisitas tersendiri. Perubahan ini terjadi akibat
dari perubahan regangan yang dihasilkan oleh pemilihan elastik.
Gambar 3 - Spring Back
Persamaan berdasarkan gambar diatas adalah:
Keterangan :
Ri = Bending radius sebelum springback terjadi
Rf = Bending radius setelah springback terjadi
17
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
αi = Sudut bengkok sebelum springback
αf = Sudut bengkok setelah springback
Y = Yield Strength
E = Modulus Elastisitas
Pengembangan & Modifikasi
Pengembangan dilakukan pada perubahan bentuk profil rotary dies dan pressure dies, perubahan
mekanisme jarum penunjuk sudut serta dimensi secara keseluruhan yang bertujuan agar dies bisa
digunakan pada lebih dari satu ukuran pipa dengan tetap mengoptimalkan gaya pengoperasian.
Bentuk dies yang sebelumnya dan umumnya berbentuk setengah lingkaran akan dikembangkan
menjadi bentuk V. Pergantian ukuran pipa ketika proses pembengkokan tidak memerlukan
disassembly dies dan bagian yang berhubungan lainya, karena dengan bentuk V ini membuat sumbu
pipa dengan diameter 1 in dan 1,5 in berada dalam satu garis dan tetap melakukan kontak antara
pipa dengan dies.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Rancangan dan Perhitungan
Perhitungan pada alat pembengkok pipa dengan mekanisme ratchet bar ini bertujuan untuk
mendapatkan jumlah gaya yang bekerja pada handle. Gaya yang bekerja pada handle merupakan
gaya operasi yang dikeluarkan oleh operator. Sumber tenaga secara manual (menggunakan tangan)
dibatasi pada faktor ergonomi dan maksimal kekuatan dari manusia. Jumlah gaya yang mampu
dikeluarkan manusia secara statik dan berulang ditentukan sebesar 10 [kg]. Hasil perhitungan alat
pembengkok manual dengan mekanisme ratchet bar harus dapat menghasilkan gaya operasi sebesar
10 [kg].
3.1.1Perhitungan Momen Bengkok Pipa (MO)
Momen bengkok pipa merupakan jumlah momen yang mengasilkan pipa agar mengalami
pembengkokan. Faktor yang mempengaruhi besarnya momen bengkok pipa adalah besarnya
tegangan bengkok material pipa yang berhubungan dengan yield strength dan modulus penampang
pipa.
Gambar 4 - Distribusi Gaya pada Pipa dan Rotary Dies
18
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
3.1.2 Perhitungan Gaya Bengkok Pipa (FC)
Gaya bengkok pipa merupakan jumlah gaya yang mengasilkan pipa agar mengalami pembengkokan. Faktor yang
mempengaruhi besarnya gaya bengkok pipa adalah besarnya momen bengkok dan jarak pada titik yang menerima gaya
kepada sumbu momen (lihat Gambar 4).
(Mekanika Statika, JL.Meriem; 25)
3.1.3 Perhitungan Gaya Putar Dies (FA)
Dies yang berputar untuk membengkokan pipa memiliki sumbu momen pada titik O, sehingga
factor yang mempengaruhi gaya untuk memutarkan dies adalah panjang titik gaya terhadap sumbu
momen (Lihat Gambar 4).
3.1.4 Perhitungan Gaya pada Swing Arm (FB)
Rotary dies yang berfungsi untuk membengkokan pipa bergerak berputar, gaya putar dihubungkan terhadap bagian
swing arm, sehingga, gaya yang dibutuhkan untuk memutarkan swing arm diperoleh dengan menggunakan persamaan
momen.
Gambar 2 - Distribusi Gaya yang bekerja pada Swing Arm dan Rotary Dies
19
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
3.1.5 Perhitungan Gaya yang bekerja pada Ratchet Bar (FB’)
Komponen Swing Arm yang berfungsi untuk memutarkan dies, digerakan oleh komponen ratchet
bar agar dapat mengurangi gaya pengoperasian. Gaya yang bekerja pada ratchet bar (FB’)
merupakan hasil kali dari gaya putar pada swing arm (FB) dan sudut yang dihasilkan oleh ratchet
bar (α) ketika proses pembengkokan.
Gambar 3 - Distribusi gaya pada Ratchet Bar dan Handle
3.1.6 Perhitungan Momen Putar pada Titik D (MD)
Ratchet bar yang bekerja untuk menekan swing arm agar berputar, digerakan oleh komponen handle
yang memiliki sumbu putar pada titik D. Sehingga besar momen yang terjadi pada titik D
merupakan hasil kali antara Gaya tekan ratchet bar (FB’) dan jarak antara gaya tekan ratchet bar
pada sumbu D (L3).
3.1.7 Perhitungan Gaya Operasi (FE)
Gaya operasi merupakan gaya yang digunakan operator untuk membengkokan sebuah pipa. Gaya
operasi merupakan gaya yang ditentukan agar operator dengan mudah dapat membengkokan sebuah
pipa. Panjang handle (L4) menentukan jumlah gaya operasi yang bekerja (FE) yang didapatkan dari
persamaan momen pada titik D (Lihat Gambar 6).
20
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
3.2 Metode Percobaan
Umumnya profile pada dies untuk membengkokan sebuah pipa berbentuk setengah lingkaran.
Permasalahan pada profile setengah lingkaran adalah sebuah dies hanya mampu membengkokan
pipa untuk satu ukuran diameter. Proses pembengkokan pipa untuk lebih dari satu diameter harus
menggunakan dies sejumlah dengan ukuran diameter pipa. Produksi sebuah dies tergolong cukup
tinggi. Percobaan ini dilakukan untuk membengkokan pipa dengan profile V agar mampu
membengkokan pipa yang memiliki lebih dari 1 ukuran diameter.
Gambar 4 - Modifikasi Profile Rotary dies dan Pressure dies
Percobaan dilakukan dengan menggunakan 2 metode. Metode pertama dilakukan dengan
menggunakan bantuan software SolidWorks, dengan merancang sebuah dies berbentuk V dan pipa
berdiameter 1[in] dan 1,5[in], kemudian disimulasikan dengan diberikan gaya sebesar 350.000 [N]
pada ujung pipa, diujung lainnya pipa dianggap fix. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar displacement atau perubahan bentuk pipa setelah dibengkokan menggunakan dies
dengan profile v.
Gambar 5 - Simulasi Pembengkokan menggunakan Software SolidWorks
Metode kedua dengan merancang dan memproduksi sebuah rotary dan pressure dies yang memiliki
profile V. Dies tersebut disupport oleh rangka dan beberapa komponen pembantu agar dapat
membengkokan secara sederhana. Percobaan ini bertujuan untuk mensimulasikan penggunaan dies
dengan bentuk V pada pembengkokan pipa dengan ukuran diameter lebih dari satu untuk
diaplikasikan dalam alat pembengkok pipa mekanisme ratchet bar. Hasil rancangan komponen-
komponen pendukung yang digunakan dalam melakukan percobaan pembengkokan pipa dengan
profil V akan dijelaskan pada gambar 8.
21
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 6 - Rancangan Percobaan pembengkokan pipa menggunakan profile V
1. Rotary Dies dengan Profile V
2. Pressure Dies dengan Profile V
3. Pipa diameter 1 in
4. Ragum
5. Clamping Plate
6. Rangka Dudukan Rotary dan Pressure Dies
7. Handle
Dokumentasi hasil rancangan percobaan setelah dilakukan fabrikasi dan assembly
Gambar 7 - Hasil sancangan setelah difabrikasi dan diassembly
IV. HASIL PERCOBAAN
Hasil percobaan pertama dengan metode percobaan menggunakan software SolidWorks Simulation:
Gambar 8 - Hasil Simulasi Pembengkokan Menggunakan Software SolidWorks
22
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Deformasi yang terjadi pada sumbu Y pada bentuk penampang pipa, daerah perubahan maksimal
terjadi pada bagian atas pipa yang ditunjukan pada bagian yang berwarna merah dan perubahan
deformasi minimal terjadi pada bagian bawah pipa yang ditunjukan pada bagian yang berwarna
biru.
Berikut tabel hasil perubahan bentuk penampang pipa dengan material ASTM A106 Gr. B untuk
diameter 1 [in] dan 1.5 [in]:
Tabel 1 - Hasil Perubahan Bentuk Penampang Pipa
Pipe Size – Outer
Diameter
Max. Displacement
[mm]
Min. Displacement
[mm]
1 [in] – 33.4 [mm] 1.725 1.490
1.5 [in] – 48.3 [mm] 2.973 2.869
Gambar 9 - Displacement pada sumbu Y pada pembengkokan pipa dengan profile V Pipa 1 [in]
Gambar 10 - Displacement pada sumbu Y pada pembengkokan pipa dengan profile V Pipa 1 [in]
Hasil Percobaan kedua dengan metode perancangan dan pembuatan mekanisme sederhana
pembengkok pipa:
23
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 11 - Proses Percobaan untuk membengkokan Pipa 1 [in]
Gambar 12 - Percobaan Pembengkokan Pipa menggunakan profile V
V. KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan dan pembahasan mengenai alat pembengkok pipa dengan mekanisme ratchet
bar didapat kesimpulan, sebagai berikut:
.Gaya pengoperasian alat pembengkok pipa dengan mekanisme ratchet bar ditentukan oleh variabel;
• Ukuran dan material pipa
• Jarak antara gaya bengkok terhadap sumbu momen O (L)
• Jarak antara gaya putar dies terhadap sumbu momen O (L1)
• Jarak antara gaya putar swing arm terhadap sumbu momen O (L2)
• Sudut miring ratchet bar (α)
• Jarak antara gaya tekan ratchet pada sumbu D (L3)
• Jarak antara gaya operasi dengan sumbu momen (L4)
Perubahan bentuk ellips pada pipa setelah dibengkokan menggunakan dies dengan profile v,
mengalami displacement pada sumbu Y yang tidak signifikan (Tabel 1).
24
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Pembengkokan menggunakan dies profile v mampu membengkokan pipa dengan ukuran diameter
yang berbeda (Gambar 14 & 15).
Rangkaian tahap untuk membuat sebuah handrail dengan alat pembengkok pipa dengan mekanisme
ratchet bar dapat mengurangi proses fabrikasi, waktu, SDM, dan biaya.
VI. DAFTAR PUSTAKA [1] Lyman, T. 1969. Metal Handbook, Volume 4 Forming, 8
th Edition. U.S.A: American Society for Metals
[2] S. Mark, Lionel. 1941. Mechanical Engineers Handbook. New York: The McGraw-Hill Company
[3] E. Woodson, Wesley, dkk. 1992. Human Factors Design Handbook, Second Edition. New York: The McGraw-Hill
Company
[4] Welded and Seamless Wrought Steel Pipe, ASME B36.10M, 2000
[5] Standard Specification for Seamless Carbon Steel Pipe for High Temperature Service, ASTM A106-02a, 2003
[6] A Walsh, Ronald. 2001. Handbook of Machining and Metalworking Calculations. University Michigan: The
McGraw-Hill Company
25
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Rancang bangun jig and fixture untuk membuat lubang pencengkam pada chuck arbor
Chandra Eko Budi A1 ; Dika Nugroho Samsu
1 ; Beni Putra Petir
1 ; Robby Kurnia
1 ;Budi Yuwono
2
1. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta
2. Staf Pengajar, Politeknik Negeri Jakarta Robby.the.kurnia@gmail.com
Abstrak
Jig and fixture merupakan “Alat bantu” yang berfungsi untuk memegang dan mengarahkan benda kerja sehingga proses
manufaktur suatu produk dapat lebih efisien. Selain itu jig and fixture juga dapat berfungsi agar kualitas produk dapat
terjaga seperti kualitas yang telah ditentukan.
Untuk mengurangi biaya produksi, peningkatan efisiensi proses manufaktur suatu produk sangat berpengaruh, terutama
dengan menurunkan waktu proses manufakturnya. Maka dari itu untuk mempermudah proses pengeboran miring dan
mengurangi lamanya waktu produksi, tim penulis membuat suatu alat bantu yang berupa jig and fixture. Alat bantu ini
akan terbuat dari baja st42 yang berbentuk seperti pipa dengan lubang pengarah diatasnya. Alat ini akan terdiri dari
beberapa komponen yaitu Pengarah Bor, Dudukan, Selongsong pemutar, Engkol.
Proses perencanaan dimulai dengan analisa flow proses, perhitungan – perhitungan pendukung pembuatan Jig and
Fixture, pengujian Jig and Fixture hingga akhirnya Jig and Fixture membuat 8 lubang pada chuck arbor. Rancangan
Jig and Fixture ini menggunakan software solidwork, sedangkan untuk perhitungan menggunakan teori gaya
pengeboran, gaya pengelasan dan gaya pendukung lainnya.
Hasil dari penelitian didapatkan Jig and Fixture sangat mudah dan flexibel dalam pengoperasiannya dan memudahkan
bekerja didalam melakukan pengeboran miring, seperti pengeboran pada pembuatan lubang pada chuck arbor, serta Jig
and Fixture mampu membuat 8 lubang yang ada pada chuck arbor tanpa harus menghitung lagi ukuran dan jarak-jarak
antar lubang pada chuck arbor.
Kata kunci : Arbor, Jig and Fixture, Pengeboran miring, efisiensi
Abstrak
Jig and fixture is a tool that the function for pointing and take hold of workpiece so that the manufacturing process of a
product can be more efficient. Furthermore function of jig and fixture also for product quality can be maintained as
determined quality.
To reduce the cost of production, to increase the efficiency of the manufacturing process of a product is very influential.
Especially by lowering the manufacturing process time. Therefore to simplify of slant drilling process and reduce length
of time of production, because of this the team of author create a tool from jig and fixture concept. The tool will be
made from steel st 42 is shaped like a pipe with a steer hole at the top. This tool will consist of several components, that
is Steering Drill , Stand , Sleeves player, crank.
Planing process begins with flow analysis process, calculates of production Jig and Fixture, Jig and Fixture testing until
finally Jig and fixture make 8 holes in the chuck arbor. Jig and Fixture use solidwork for design, whereas Drilling
theory and Welding theory are used for calculate of production Jig and Fixture.
As the result from research obtained Jig and Fixture very easy and flexible to use and help us doing the slantwise
drilling process, such drilling on making holes in the chuck arbor, and Jig and Fixture make 8 holes in the chuck arbor
without having to calculate the size and distances between holes on the chuck arbor again.
Keywords: Arbor, Jig and Fixture, Slantwise drilling, efficiency
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Optimalisasi merupakan sebuah langkah peningkatan daya guna dari sebuah alat, termasuk dalam
hal permesinan. Mesin bor merupakan salah satu mesin perkakas yang dapat dioptimalkan
fungsinya.
Pada proses pengeboran dengan menggunakan mesin bor duduk, diperlukan chuck bor atau arbor
yang berfungsi sebagai dudukan atau pemegang mata bor. Arbor sendiri merupakan bagian external
dari mesin bor itu sendiri, jadi di perlukan suatu pemegang pada mesin bor untuk menempatkan
atau memegang arbor .
Arbor merupakan tempat dudukan mata bor atau pisau yang di putar oleh spindle. Arbor sendiri
nanti akan berpasangan dengan sebuah chuck agar dapat terhubung dengan mesin. Terdapat macam
– macam jenis chuck arbor, dilihat dari cara pencengkamannya pada mesin, salah satu nya arbor
26
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
yang pencengkaman nya menggunakan besi bulat padat yang akan mencengkram pada lubang
chuck arbor. Lubang – lubang yang akan di cengkam ini memiliki ukuran lubang dengan diameter 8
[mm].
Chuck Arbor yang kebanyakan beredar di industry memiliki bentuk seperti kerucut terpancung, baik
itu dengan ukuran yang relative panjang maupun pendek. Karena bentuknya yang berupa bidang
bulat yang memiliki kemiringan yang tertentu inilah pembuatan lubang pencengkam pada chuck
arbor harus memerhatikan tingkat kepresisian yang tinggi. Untuk itu di perlukan sebuah alat bantu
yang mampu mengarahkan dan berupa penyangga pada saat proses pembuatan lubang
pencengkam. Atas dasar kebutuhan akan adanya alat bantu itulah kami akan membuat alat bantu
yang berkonsepkan dari jig and fixture. Untuk itu kami mengajukan tugas akhir dengan judul
Rancang Bangun jig and Fixture untuk Membuat Lubang Pencengkam pada Chuck Arbor.
II. METODE
Pada bagian ini akan dijelaskan secara detail perencanaan dan pembuatan jig and fixture, seperti
yang dijabarkan dibawah ini
Gambar 1. Flow Chart Metedologi
Mulai
Selesai
Konsep
Merencanakan Desain dan
Perhitungan
Pengujian Alat
Proses Pembuatan Produk
Observasi Studi
Literatur
Y
N
27
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
1. Teknik Pengumpulan Data
a) Teknik Observasi Langsung
Teknik pengumpulan data dengan observasi langsung adalah pengamatan langsung terhadap objek
maupun subjek penelitian untuk mendapatkan data. Dengan cara pengamatan langsung peneliti
dapat mencatat segala sesuatu kejadian yang sedang terjadi pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Dari pengamatan langsung peneliti dapat memperoleh data dan infomasi dari subjek,
baik yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal atau yang tidak mau berkomunikasi secara
verbal.
b) Studi Literatur
Teknik pengumpulan data dengan mencari dan mempelajari bahan pustaka yang berkaitan dengan
segala permasalahan mengenai perencanaan jig and fixture ini yang diperoleh dari berbagai sumber
antarkana lain buku, karya ilmiah dan survey mengenai komponen –komponen yang terkait
dipasaran.
c) Perencanaan dan perhitungan Desain Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan desain dan mekanisme yang optimal dengan
mempertimbangkan data yang diperoleh (konsep) dari studi literatur dan observasi langsung. Pada
pembuatan alat ini mempertimbangkan perhitungan gaya pengeboran, gaya pengelasan, gaya
penguncian oleh pin yang akan terjadi pada Selongsong dan chuck arbor.
d) Pembuatan jig and fixture
Dari hasil perencanaan dan perhitungan dapat diketahui spesifikasi dari bahan maupun dimensi dari
komponen yang diperlukan pada pembuatan jig and fixture. Dari komponen yang di buat kemudian
dilakukan perakitan agar alat yang sesuai dengan desain yang telah di rencanakan.
e) Pengujian Alat
Setelah jig and fixture selesai dibuat, maka akan dilakukan pengujian terhadap jig and fixture.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jig and fixture yang diujikan telah
mengoptimalkan kinerja dalam proses pengeboran pada lubang pencekam chuck arbor. Pengujian
ini juga digunakan untuk mengidentifikasi beberapa kelemahan yang dimiliki oleh jig and fixture
yang harus diperbaiki dalam proses penentuan dan pengembangan konsep, agar terbentuknya alat
bantu yang lebih sempurna.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Permasalahan yang terjadi saat pembuatan lubang pada chuck arbor adalah keterbatasan alat yang
digunakan yaitu hanya pencekam ragum yang ada di Politeknik Negeri Jakarta. Pencekaman ragum
dalam pembuatan lubang pencekam pada chuck arbor hanya bisa mengerjakan 1 lubang dari 8
lubang dengan menghitung lagi ukuran dan jarak-jarak antar lubang pada chuck arbor. Sedangkan
alat yang kami buat mampu membuat 8 lubang yang ada pada chuck arbor tanpa harus menghitung
lagi ukuran dan jarak-jarak antar lubang pada chuck arbor. maka solusi yang kami berikan adalah
mengganti ragum dengan jig and fixture pembuat lubang pencekam chuck arbor. Dengan
pergantian ini, diharapkan didapatkan kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh ragum ,yaitu :
1. Pergerakan mata bor yang lebih terarah dan konstan.
2. Mendapatkan ketetapan ukuran dan keseragaman ukuran benda kerja.
3. Tidak perlu mengatur kemiringan bor pada saat mengebor chuck arbor.
4. Lebih Presisi dan akurat dalam pengeboran lubang pencekam chuck arbor.
5. Mengurangi beban kerja fisik operator yang mengerjakan lubang pencekam arbor.
6. jig and fixture yang di operasikan lebih mudah dan cepat oleh operator awam
sekalipun.
Perbandingan ragum dengan jig and fixture pembuat lubang pencekam chuck arbor.
28
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2. Ragum
Secara umum, ragum berfungsi sebagai alat untuk menjepit benda kerja yang akan dikikir, dipahat,
ditap, dimilling dan lain-lain. Dengan memutar tangkai (handle) ragum, maka mulut ragum akan
membuka dan melepas benda kerja yang sedang dikerjakan. Di bengkel mesin CNC Politeknik
Negeri Jakarta, ragum dipakai untuk membantu proses produksi, khususnya pada pembuatan lubang
pencekam chuck arbor.
Gambar 2. Ragum drilling pada workshop Mesin PNJ
Namun, ragum putar ini memiliki kelemahan, diantaranya yaitu:
1. Memegang benda kerja kecil dengan ragum yang relatif besar.
2. Mengandalkan kekuatan tangan sebagai gaya untuk memutar engsel.
3. Jika gaya putar yang diberikan terlalu besar menyebabkan rusaknya benda kerja, tetapi jika
terlalu kecil benda kerja bisa terlempar.
4. Besar kemungkinan cutter bor menabrak bagian ragum.
3. Jig and Fixture pembuat lubang pencekam chuck arbor Jig and fixture pembuat lubang chuck arbor mempunyai fungsi khusus dalam membantu proses
pembuatan lubang pencekam pada chuck arbor. Pada lubang locator terdapat banyak lubang-lubang
yang dimana lubang-lubang tersebut memiliki bilangan kelipatan yang sudah mempunyai standar
yang sesuai dengan lubang pencekam chuck arbor. Berikut ini adalah gambar dari jig and fixture
pembuat lubang pencekam pada chuck arbor :
Gambar 3. pandangan isometrik dari jig and fixture pembuat lubang pencekam pada chuck arbor dengan
menggunakan Solidwork Maka dimensi jig and fixture pembuat lubang pencekam pada chuck arbor yang akan kami buat
adalah sebagai berikut :
29
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 4. pandangan Atas, depan dan samping pada assembly jig and fixture dengan menggunakan Solidwork
Gambar 5. pandangan atas, samping dan isometrik dari baut pemutar dengan menggunakan Solidwork
Konsep kerjanya adalah benda kerja atau part yang akan dikerjakan dimesin bor duduk, diletakkan
ke dalam fixture yang berupa selongsong pemutar, kemudian di kunci pada dudukan dengan
menggunakan pin. Selanjutnya jig and fixture yang kami buat diletakkan di mesin bor duduk.
Setelah itu arahkan mata bor pada lubang bushing. Untuk membuat lubang berikutnya dengan cara
memutar engkol putarnya
30
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari analisa penggunaan jig and fixture setelah dibandingkan, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Mengurangi ongkos produksi dengan memperpendek waktu proses dan waktu penyettingan
2. Meningkatkan efesiensi penggunaan alat / mesin
3. Meniadakan kesalahan pengerjaan (reject)
4. Lebih aman dalam penggunaannya ketimbang dengan ragum biasa
5. Dapat digunakan oleh orang awam sekalipun
Saran
1. Untuk memperpanjang umur pemakaian jig and fixture ini sebaiknya diberikan pelumas
ketika dalam kondisi tidak beroperasi.
2. Dari segi konstruksi sebaiknya rangka jig and fixture dibuat lebih kuat dan kokoh untuk
mengurangi besarnya tekanan dan getaran yang ditimbulkan oleh bor duduk.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Ghosh A., Asok K. M., Manufacturing science. New Delhi: Affiliated EWP,1985.
[2] Groover, Mikell P, Fundamentals of Modern Manufacturing: Materials, Processes, and system 4th
edition. USA:
John Wiley and Sons, 2010.
[3] Hoffman, Edward G., jig and fixture Design. New york: Delmar Publisher, 1996.
[4] Krar, Step, Arthur Gill, Pter Smid, Technology of Machine Tools. New York: McGraw-Hill, 2007.
[5] Moltrecht, Karl Hana, Machine Shop Pratice Volume 1. New York: Industrial Press Inc., 1981.
31
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal| 1
Rancang bangun alat untuk mencegah terjadinya overflow di bottom bucket elevator
Yara Gansar Prasetya
1, Azwardi
2
1.Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta Konsentrasi Rekayasa Industri Semen
2.Politeknik Negeri Jakarta Teknik Mesin prasetyayara@gmail.com
Abstrak
Dalam proses alir material dari penampung semen menuju wadah pencurah diterapkan sistem kontrol yang berupa
sistem penyambungan antara besar daya (Watt) bucket elevator dan besar pembukaan proportional gate 2. Selain itu
juga terdapat sensor tinggi material di bawah alat bucket elevator yang terhubung dengan pembukaan proportional gate
1 dan kipas airslide. Namun sepanjang tahun 2014 terjadi masalah aliran material berlebih dibawah bucket elevator
sebanyak 54x yang berdampak kerugian sebesar Rp 3.357.504 /overflow
Oleh karena itu, perlu dilakukan rancang bangun alat untuk mencegah aliran material berlebih di bawah bucket elevator
yang dipasang di airslide. Alat tersebut terdiri dari sensor jarak dan target besi yang terhubung dengan indikator tinggi
yang berada di dalam airslide sebagai bagian utamanya.
Cara kerja alat yaitu saat level material di airslide tinggi atau aliran berlebih, maka alat bekerja dan memerintahkan
proportional gate 1 untuk menutup. Setelah tinggi material normal, maka proportional gate 1 akan langsung membuka
kembali. Sehingga dampak setelah rancang bangun dapat mencegah terjadinya aliran material berlebih dan
mengoptimalkan proses produksi semen.
Kata kunci: sistem kontrol, propotional gate, bucket elevator, overflow, interlock
Abstract
On transport material process from cement silo until feed bin is applied control system such as interlock system
between high bucket elevator power (Watt) and high proportional gate 2 opening. Beside that, there is material level
sensor bottom bucket elevator that interlock with proprotional gate 1 and fan airslide. However, during 2014 is
happened overflow material problem bottom bucket elevator as many as 54x that is made financial loss Rp 3.357.504 /
overflow .
So that, tool plan build for avoid overflow material bottom bucket elevator must be done. The main tool consist
proximity switch and metal target that connected level indicator inside airlide.
Working principle of tool, if material level in aislide is high, tool will work to close proportional gate 1. And then, when
material level is normal, proportional gate 1 will open again. So that it can avoid overflow material happened dan
production cemen process is optimal.
Keywords: control system, propotional gate, bucket elevator, overflow, interlock
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
Dalam proses transport material dari silo menuju feed bin diterapkan sistem kontrol yang berupa
interlock antara besar power bucket elevator dan besar pembukaan proportional gate 2. Pada saat
power bucket elevator meningkat atau semakin tinggi maka pembukaan proportional gate 2 akan
menurun atau berkurang. Tujuannya adalah untuk membatasi material yang mengalir menuju
bucket elevator, supaya bucket elevator tidak terbebani. Selain itu juga terdapat sensor material
level di bottom bucket elevator yang interlock dengan pembukaan proportional gate 1. Pada saat
material di bottom bucket elevator terlalu banyak maka akan mengaktifkan sensor material level.
Dengan aktifnya sensor material level maka akan menutup proportional gate 1 secara sempurna
sehingga material berhenti mengalir. Selain itu aktifnya sensor material level bottom bucket
elevator dapat menghentikan kerja airslide fan yang bertujuan material yang ada di airslide tidak
mengalir menuju bottom bucket elevator. Semua sistem kontrol tersebut bertujuan untuk menjaga
kestabilan operasi dan proses aliran material di packhouse Cilacap. Namun berdasarkan data
sepanjang tahun 2014 telah terjadi masalah overflow material sebanyak 54x .
Masalah tersebut sangat mengganggu proses produksi semen di packhouse, karena masalah tersebut
dapat menyebabkan :
a) Komponen-komponen bucket elevator rusak.
32
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal| 2
b) Overload material di bottom bucket elevator.
c) Proses produksi dan operasi equipment kurang optimal.
d) Transport material semen terganggu.
Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan cara mengatasi masalah
tersebut dan efektifitas metode pemecahan masalah tersebut. Sehingga dapat mencegah terjadinya
overflow material dan mengoptimalkan proses produksi semen.
Landasan teori
Proximity sensor merupakan perangkat yang mendeteksi keberadaan dan kedekatan obyek baik
berupa logam maupun non logam. Proximity hanya mendeteksi "keberadaan" dan tidak memberi
"kuantitas" dari obyek. Maksudnya, jika mendeteksi logam maka keluaran dari detektor hanya
"ada" atau "tidak ada" logam. Proximity tidak memberikan informasi tentang kuantitas logam
seperti jenis logam, ketebalan, jarak, suhu dll. Jadi hanya "ada atau tidak ada" logam. Juga sama
untuk non logam. Proximity untuk logam biasanya dengan "inductive proximity" sedang untuk non
logam dengan "capacitive proximity". (IFM electronic catalogue)
Proportional gate adalah berupa valve atau sama fungsinya seperti kran. Cara kerjanya yaitu
membuka atau menutup yang digerakan oleh motor. Dalam pabrik semen digunakan untuk
mengalirkan dan menghentikan proses aliran material.(buku besar holcim)
Airslide terdiri dari pipa persegi yang terbuat dari baja yang ringan. Poros dari pipa ini membagi
pipa menjadi dua bagian, ruangan atas dan ruangan bawah. Udara disuplai dari air blower ke
ruangan bawah pipa. Udara yang mengalir ke bagian bawah ini akan melewati poros pipa dan
mengalirkan semen yang ada di ruangan atas pipa. Pengaliran material diumpankan dan
dikosongkan melalui satu ujung inlet dan outlet atau secara bersamaan melalalui beberapa ujung.
(Duda, 1984)
Bucket elevator digunakan untuk pengangkutan material atau semen secara vertikal terdiri dari
rangkaian bucket yang ditumpuk pada suatu chain atau belt dan dua buah katrol yang terletak di atas
dan di bawah yang digerakan menggunakan sebuah motor. Bucket elevator memungkinkan suatu
material yang kasar atau berat dapat dibawa secara vertikal. (Duda, 1984)
II. EKSPERIMEN
Mempelajari proses aliran material dan sistem kontrol yang sudah ada dalam proses aliran material
dari silo semen hingga bucket elevator serta diskusi dengan para expert di Cilacap plant.
Didapatkan penyebab-penyebab terjadinya masalah overflow yaitu:
1. Sensor material level di bucket elevator rusak, dimana seharusnya jika terjadi overflow, maka air
slide fan akan berhenti bekerja, sampai material di bottom bucket elevator terangkut baru air slide
fan bisa di-start lagi
2. Adanya material berlebih yang ada di airslide, karena level bin silo abnormal sehingga material
di bin overflow dan mengalir ke air slide melalui duct pipe, ditambah lagi pengisian material reject
dari bulk.
3. Saat sensor material level meng-interlock dan menutup proportional gate, masih ada kelebihan
sisa material di airslide
33
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal| 3
Gambar 1. Dampak overflow
Pembuatan alat pencegah overflow dibuat dengan proximity switch sebagai sistem kontrol mencegah
aliran berlebih. Dalam pelaksanaannya faktor metodologi memegang peranan penting guna
mendapatkan data yang obyektif, valid dan selanjutnya digunakan untuk memecahkan
permasalahan yang telah dirumuskan. Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah pada
tugas akhir ini adalah:
Mulai
Tidak
Tidak
Selesai
Identifikasi Masalah
Pengambilan Data
Ya
Analisa data
Perancangan
Persetujuan
Evaluasi
Pelaksanaan
Ya
Gambar 2. Flowchart metodologi pelaksanaan
34
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal| 4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari analisa menyatakan masalah overflow masih sering terjadi, menurut data hasil analisa
mengungkapkan bahwa frekuensi masih tinggi. Pengambilan data frekuesi overflow mulai dari awal
januari 2014 hingga akhir tahun 2014 mencatat dalam bentuk grafik sebagai berikut:
Hasil perhitungan total massa setiap terjadi overflow dalam bentuk tabel merupakan perhitungan
antara massa jenis semen dengan volume overflow. Berikut adalah tabel perhitungan total massa
overflow semen : Tabel 1 Hasil perhitungan massa semen tiap overflow
Deskripsi Satuan Jumlah
Massa jenis semen gram/cm3 2.9
Volume overflow cm3 864000
Massa semen / overflow gram 2505600
Setelah mendapatkan nilai dari massa total semen, kita dapat menghitung besarnya kerugian akibat
tiap kali terjadi overflow. Berikut adalah tabel perhitungan kerugian akibat overflow sebagai
berikut:
Tabel 2 Hasil perhitungan kerugian tiap terjadi overflow
Deskripsi Satuan Jumlah
Harga semen /50 kg Rp 67000
Massa semen / overflow gram 2505600
Total kerugian / over flow Rp 3357504
Setelah Melakukan proses analisis, maka diputuskan menginstalasi alat pencegah overflow yang
sangat bermanfaat untuk mencegah atu mengurngi frekuensi terjadi overflow di bottom bucket
elevator. Komponen utama alat ini terdiri dari proximity switch serta metal target yang terhubung
dengan level indikator untuk mengetahui level atau flow material di airslide. Cara kerja alat ini
yaitu ketika terdapat aliran berlebih di airslide maka level indikator akan bergerak sehingga
menggerakan metal target hingga men-sensing proximity switch, ketika proximity switch ter-
sensing maka akan mengubah nilai output dari proximity atau dari normally close menjadi normally
open. Dengan kata lain jika terjadi aliran berlebih maka akan menutup proportional gate 1.
Sehingga menyebabkan tidak terjadi overflow material di bottom bucket elevator dan proses aliran
material optimal.
Gambar 3 Frekuensi overflow tahun 2014
35
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal| 5
Berikut adalah gambar instalasi alat pencegah overflow dan hasil evaluasi setelah adanya rancang
bangun :
Gambar 4 Installasi alat pencegah overflow
Gambar 5 Bottom bucket elevator saat tidak terjadi overflow
Proximity switch
Level Indikator
Metal Target
Support / Penyangga
Airslide
36
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal| 6
IV. KESIMPULAN
a) Masalah overflow menyebabkan banyaknya ceceran material di bottom bucket elevator
sehingga diperlukan tindakan reject material untuk ikut proses produksi semen, dengan kata
lain overflow mengganggu kestabilan proses produksi semen. Serta tiap kali terjadi
overflow menyebabkan kerugian sebesar Rp 3.357.504
b) Setelah rancang bangun alat untuk mencegah overflow di bottom bucket elevator, frekuensi
overflow di bottom bucket elevator berkurang. Yang mana sepanjang tahun 2014 mengalami
total 54x overflow sedangkan setelah rancang bangun overflow tidak terjadi lagi.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim, “Filosofi Dasar Sistem Kontrol”, Indonesia: 2008.
[2] Loren Cook Company, “Handbook for Mechanical Designer, Engineering Cookbook, 2nd Edition”, Springfield,
1999.
[3] Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr., Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.
[4] Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH. “Electronics Course V (Measurement and
Control Engineering)”, Germany, 2001.
[5] Anonim, Training Manual No. 1: Limit Switches, ABB.
[6] Anonim, “Housekeeper Logbook Packhouse Area”, PT.Jala Donan Lumintu, Cilacap, 2014.
[7] IFM Electonic, Proximity Switch Catalouge
Gambar 6 Frekuensi overflow setelah rancang bangun
37
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Analisa penggunaan bahan bakar alat berat departemen produksi pt holcim pabrik tuban
Angelia Lady Soekarnoizmy
1; Rudi Edial
2
1. Jurusan TeknikMesin, Konsentrasi Rekayasa Industri Semen, PoliteknikNegeri Jakarta
2.TeknikMesin, PoliteknikNegeri Jakarta angelialady03@gmail.com
Abstrak
Semua alat berat yang ada di departemen produksi diperoleh dengan cara menyewa dari jasa sewa alat dan operator.
Penggunaan bahan bakar perlu diperhatikan karena membutuhkan biaya tambahan untuk mendapatkannya. Diperlukan
evaluasi terhadap kegiatan pengisian bahan bakar dan juga konsumsi bahan bakar alat berat yang beroperasi apakah
sudah sesuai atau tidak. Untuk menghindari kesalahan laporan konsumsi bahan bakar dan sebagai alat kontrol terhadap
pemakaian serta kinerja peralatan diperlukan logbook untuk setiap alat. Analisa pada tugas akhir ini difokuskan pada
pemakaian bahan bakar alat berat wheel loader dan forklift yang memiliki jam operasi cukup padat. Pengambilan data
akan dilakukan secara langsung saat proses pengisian bahan bakar selama dua bulan. Dari hasil analisa konsumsi bahan
bakar wheel loader mencapai 10,98 l/h sedangkan untuk forklift 2,11 l/h dan 4,74 l/h. Secara umum alat berat yang
berada di departemen produksi masih dalam keadaan baik karena memenuhi standar yaitu 11,5 -14,8 l/h untuk wheel
loader , 2,4 l/h untuk forklift 3 ton, 13,9 l/h untuk forklift 7 ton. Faktor perawatan, usia, beban kerja alat dan juga
perilaku operator menjadi pertimbangan dalam tugas akhir ini.
Kata kunci : Material Handling, Alat berat, konsumsi bahan bakar, catatan harian
Abstract
All the heavy equipment in the production department obtained by renting of equipment. The consumption of fuels need
to be considered because it requires an extra fee to get it. Evaluate the activities of refueling and the fuel consumption
of heavy equipment whether it is appropriate or not. To avoid the error report and as a control of performance of the
equipment required logbook for each appliance. Analysis of this final report is focused on fuel consumption of heavy
equipment wheel loaders and forklifts that have tight working hours. Collecting data will be take directly during the
process of refueling for two months.From the analysis wheel loader fuel consumptions are 10,98 l/h and 9.6 l/h and for
forklift are 2.11 l/h, 4.53 l/h, and 4.74 l/h. All the equipments in production department is in good condition generally, it
because appropriate with standard 11.5-14.8l/h for wheel loader, 2.4 l/h for forklift 3 ton, 13.9 l/h for forklift 7 ton.
Maintenance activties, ages,load, and operator factors are considerations in this final project.
Key words : Material handling,heavy equipment, fuel consumption, logbook
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
Kegiatan material handling merupakan prioritas konsentrasi suatu perusahaan yang bergerak
dibidang manufaktur. Hal tersebut dikarenakan 20%-25% dari total manufacturing labor
dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan material handling[1]. Material handling merupakan non-
value added activity, yaitu kegiatan yang tidak menghasilkan produk baru atau output namun
kegiatan ini penting untuk dilakukan oleh perusahaan, karena material perlu dipindahkan untuk
proses selanjutnya[2]. Pelaksanaan material handling khusunya di pabrik semen perlu dilakukan
karena memiliki beberapa manfaat diantaranya, mampu memperlancar proses distribusi material
dan juga proses produksi, membantu meningkatkan keselamatan kerja para pekerja, dan juga
menghemat waktu kerja. Di PT Holcim Indonesia Tbk, Pabrik Tuban khususnya departemen
produksi, memiliki lima varied path equipment utama untuk material handling.
Penggunaan bahan bakar untuk alat berat selama ini belum pernah dilakukan evaluasi apakah sesuai
dengan standar atau tidak. Berdasarkan uraian masalah diatas penulis ingin melakukan analisa
kebutuhan bahan bakar dan aktifitas sehari-hari dari alat berat untuk mengetahui performa alat
selain itu diharapkan dapat memberikan rekomendasi operasi alat berat agar lebih efektif.
38
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
II. EKSPERIMEN
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tugas akhir
Studi lapangan
1. Pada proses ini dilakukan pengamatan langsung ke lapangan saat pengisian bahan bakar dan
juga aktifitas yang di kerjakan oleh alat berat sehari-sehari dilapangan.
2. Studi literatur
3. Mempelajari dan mencari referensi terkait material handling pada industri manufaktur, dan
juga managemen alat berat. Serta mencari referensi terkait konsumsi bahan bakar pada alat
berat.
4. Pengumpulan data
5. Pada tahap pengumpulan data, penulis akan mengumpulkan berbagai macam data yang
diperlukan untuk pembuatan tugas akhir. Data yang dikumpulkan merupakan data primer
dan data sekunder
6. Pembuatan logbook untuk operator
7. Logbook merupakan catatan harian yang nantinya akan diberikan ke masing-masing alat
berat untuk diisi setiap operator yang mengoperasikan alat.Dalam buku ini akan berisikan
aktifitas, jam mulai kerja, item pekerjaan yang dilakukan, serta HM saat mulai bekerja dan
HM saat pekerjaan selesai dilakukan
39
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
8. Pengolahan data
9. Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisa untuk kemudian di validasi kebenarannya.
Pengolahan data meliputi perhitungan konsumsi bahan bakar, juga validasi laporan log book,
evaluasi pelaksananaan maintenance alat, evaluasi spesifikasi peralatan, komparasi
perhitungan aktual dan juga standar konsumsi bahan bakar.
10. Kesimpulan dan saran
11. Setelah dilakukan pengolahan dan analisa data, maka dapat ditarik kesimpulan dari
penelitian ini. Selain itu akan diberikan saran apabila dibuthkan untuk optimalisasi
penggunaan alat berat dan efektifitas konsumsi bahan bakar.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil pengambilan data konsumsi bahan bakar alat
Setelah dilakukan pengambilan data konsumsi bahan bakar selama dua bulan di perolah data
sebagai berikut,
Gambar 2. Gambar konsumsi bahan bakar wheel loader Bulan Maret
Gambar 3. Gambar konsumsi bahan bakar forklift Bulan Maret
40
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 4. Gambar konsumsi bahan bakar forklift Bulan April
Gambar 5. Gambar konsumsi bahan bakar wheel loader Bulan April
2. Komparasi aktual dan standar konsumsi bahan bakar
Dari data pemakaian bahan bakar selama dua bulan terakhir dapat kita rangkum sebagai berikut, Tabel 1. Tabel komparasi konsumsi bahan bakar alat berat
No Nama
Alat Bulan
Rata-Rata
Penggunaan
(l/h)
Standar
Pemakaian
1 WL-07 Maret 10,23 11.5-14.8
April 10,38 11.5-14.8
2 WL-11 Maret 8,89 11.5-14.8
April 9,54 11.5-14.8
3 FL-02 Maret 2,09 2.4
April 1,98 2.4
4 FL-03 Maret 4,34 13.9
April 4,52 13.9
5 FL-05 Maret 3,87 13.9
April 4,15 13.9
41
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin tua usia alat maka pemakaian bahan bakar
juga mengalami peningkatan. Pada wheel loader dengan tipe yang sama dan dengan usia yang
berbeda WL-07 mengkonsumsi bahan bakar lebih banyak. Sedangkan untuk forklift meskipun usia
kendaraan sama namun kebutuhan bahan bakarnya berbeda. Hal itu disebabkan oleh jam operasi
alat. Tabel 2. Tabel konsumsi bahan bakar WL-07
Tanggal Jumlah yang isi (liter) Jam Operasi Konsumsi(l/h)
22-Apr-15 162 17 9,529411765
24-Apr-15 163 17 9,588235294 Tabel 3. Tabel konsumsi bahan bakar WL-11
Tanggal Jumlah yang isi (liter) Jam Operasi Konsumsi (l/h)
20-Apr-15 196 17 11,52941176
30-Apr-15 202 17 11,88235294 Dari dua tabel diatas dapat diketahui bahwa untuk mengangkat material yang sama dengan jam
operasi yang sama pula konsumsi bahan bakar WL-07 lebih banyak dari ada WL-11 . Selisih
pengisiannya 34 sampai 39 liter.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar
Dari hasil komparasi dapat diketahui bahwa pemakaian bahan bakar alat berat masih memenuhi
standar dari pabrik pembuatnya. Meskipun jam operasi alat yang padat. Hal itu dapat disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya,
Perawatan mesin kendaraan
Perawatan mesin kendaraan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk merawat bagian – bagian
dari mesin atau peralatan sebelum terjadi kerusakan atau kegagalan fungsi yang mengakibatkan
terganggunya operasi kendaraan. Perawatan kendaraan dapat dilakukan setiap hari dan dalam
periode tertentu sesuai dengan standar pabrik pembuatnya. Saat ini aktifitas perawatan kendaraan
dilakukan setiap hari. Dan perawatan setiap menurut jam operasi kendaraan. Untuk item
pengecekan pada wheel loader dan forklift sudah memenuhi standar. Namun ada beberapa item
yang perlu ditambahkan. Tabel 4. Tabel perawatan alat berat
Setelah melakukan evaluasi terhadap kegiatan perawatan yang ada saat ini, terdapat dua
item perawatan yang dapat ditambahkan pada kegiatan perawatan sesuai dengan rekomendasi dari
pabrik pembuatnya.
42
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tabel 5. Tabel perawatan alat berat
Hours Checked Points Actions Realization
-Brake Accumulator Test x
-Braking System Check v
-Differential and Final Drive Oil Level Check v
-Drive Shaft Spline (Center) Lubricate v
-Engine Oil (High Speed) and Oil Filter Change v
-Quick Coupler Lubricate v
-Engine Oil and Filter Change v
-Steering Column Play Check v
-Differential and Final Drive Oil Sample Check v
-Engine Crankcase Breather Clean v
-Engine Oil (High Speed) and Oil Filter Change v
-Engine Oil and Filter Change v
-Fuel System Primary Filter (Water Separator)
ElementReplace
v
-Fuel System Secondary Filter Replace v
-Fuel Tank Cap and Strainer Clean v
-Hydraulic System Biodegradable Oil Filter Element Replace v
-Hydraulic System Oil Filter Replace v
-Hydraulic System Oil Sample Obtain x
-Transmission Oil Sample Obtain x
-Articulation Bearings Lubricate x
-Case Drain Screen (Strainer) (Steering Pump,
Hydraulic Fan Pump, Motor)Clean
v
-Drive Shaft Universal Joints Lubricate x
-Roading Fender Hinges Lubricate x
-Rollover Protective Structure (ROPS) Inspect x
-Steering Pilot Oil Screen (Command Control
Steering)Clean or replace
x
-Transmission Oil Change v
-Brake Discs Check x
-Differential and Final Drive Oil Clean v
-Engine Valve Lash Check v
-Engine Valve Rotators Inspect v
-Hood Tilt Actuator Lubricate v
-Hydraulic System Oil Change v
-Hydraulic Tank Breaker Relief Valve Clean v
-Service Brake Wear Indicator Check v
-Steering Column Spline (Command Control Steering) Lubricate x
-Cooling System Coolant Sample Check x
-Receiver Dryer (Refrigerant) Replace v
3000 -Steering Column Spline (HMU Steering) Lubricate x
5000 -Drive Shaft Support Bearing Lubricate To be plan
-Cooling System Water Temperature Regulator Replace To be plan
-Cooling System Coolant Extender (ELC) Add To be plan
12000 -Cooling System Coolant (ELC) Change To be plan
2000
Every Year
6000
250
500
1000
43
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Usia dan beban kerja alat berat
Semua alat yang beroperasi di departemen produksi memiliki usia dibawah lima tahun. Hal itu
merupakan salah satu faktor konsumsi bahan bakar kendaraan masih masuk ke standar. Tabel 6. Tabel usia operasi kendaraan
No Nama Kendaraan Tahun Operasi
1 Wheel Loader 07 2013
2 Wheel Loader 11 2015
3 Forklift 02 2013
4 Forklift 03 2012
5 Forklift 05 2012
Beban kerja alat yang ada berbeda-beda tergantung dari material apa yang diangkut. Untuk wheel
loader beban kerja alat dapat diketahui dari massa jenis raw material yang di angkut. Sedangkan
untuk forklift dapat diketahui dari tonase semen dan berat palet kosong. Berat palet kosong berkisar
anatar 60-70 kg sedangkan satu palet semen berisi 2 ton semen.
Beban kerja dari forklift sehari-harinya forklift FL-02 mengangkat beban 14% dari kapasitas
maksimal angkut, FL-03 dan FL-05 57,14% dari kapasitas maksimal angkutnya. Pemindahan silika
maksimal beban kerjanya adalah 22,58% dari kapasitas angkut maksimal, pasir besi beban kerjanya
maksimal yaitu 37,98%, high grade limestone 29,93%, clinker 30,39%. Berat beban ini adalah berat
maksimal pada proses pemindahan material sesuai kapasitas maksimal pada bucket.
Tabel 7. Tabel perilaku operator A Tabel 8. Tabel perilaku operator B
Tabel.9. Tabel perilaku operator C Tabel 10. Tabel perilaku operator D
44
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tabel 11. Tabel perilaku operator E Tabel 12. Tabel perilaku operator F
Setelah dilakukan observasi dan tinjauan lapangan, rata-rata saat operator forklift mematikan mesin
adalah 6.32 menit. Sedangkan untuk operator wheel loader sebagian besar menyalakan mesin
kendaraan apabila ada pesanan untuk pengisian ke hopper silika, pasir besi dan juga high grade
limestone selain itu mesin akan dimatikan. Berikut ini hasil pengamatan yang dilakukan peniliti
pada waktu yang berbeda. Tabel 13. Tabel pengamatan perilaku operator wheel loader A
Tabel 14. Tabel pengamatan perilaku operator wheel loader B
4. Evaluasi penulisan laporan harian operator
Setelah dibuat dan dilakukan sosialisasi, pelaksanaan penulisan logbook berjalan dengan baik. Hal
ini dilihat dari pengisian logbook sudah dilakukan secara rutin.
Gambar 6. Hasil evaluasi pengisian logbook operator wheel loader
45
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 7. Hasil evaluasi pengisian logbook operator forklift
5. Rute tempuh alat berat untuk area produksi
Setelah dilakukan analisa terhadap konsumsi bahan bakar dan mengetahui performa dari masing-
masing alat. Untuk memperlancar kegiatan produksi, maka pembagian area kerja wheel loader juga
dibutuhkan. Karena pada saat Raw Mill tidak beroperasi wheel loader akan di perbantukan ke area
kerja lain.Area produksi dalam satu line di dibagi menjadi menjadi empat yaitu Raw Mill, Kiln,
Finish Mill dan dispatch. Untuk mengarah ke area raw mill jalur terdekat dapat ditempuh dengan
rute di bawah ini,
Gambar 8. Rute ke area raw mill
Dengan menggunakan rute tersebut waktu yang ditempuh kendaraan adalah 1,3 menit dengan
menggunakan kecepatan kendaraan maksimal 15km/jam sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selanjutnya untuk mengarah ke area clinker silo dapat melewati dua jalur yaitu jalur tengah dan
juga jalur utara.
Gambar 9. Rute ke area clinker silo jalur tengah
Area stockpile
silica
Area raw mill
Area clinker
silo
Area stockpile silica
46
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 10. Rute ke area clinker silo jalur utara
Apabila ada pesanan untuk kegiatan di area clinker silo dengan menggunakan jalur tengah waktu
yang diperlukan kendaraan untuk sampai adalah 2,73 menit. Berdasarkan perhitungan dan
mempertimbangan kcepetan yang diijinkan semua alat berat yang akan beroperasi di luar area
stockpile diharapkan melewati jalur tengah karena memiliki waktu tempuh yang lebih sebentar.
IV. KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
a. Berdasarkan analisa yang dilakukan konsumsi bahan bakar rata-rata wheel loader 10,38 l/h
,forklift 3 ton 2,09 l/h , forklift 7 ton 4,52 l/h
b. Rata-rata setiap bulan konsumsi bahan bakar alat berat mengalami peningkatan, hal ini
diiringi dengan meningkatnya jam operasi pada alat, meskipun demikian secara keseluruhan
masih masuk standar pabrik pembuatnya.
c. Konsumsi bahan bakar wheel loader mengalami peningkatan sebesar 50 liter saat digunakan
untuk operasi diluar aktifitas utama. Sedangkan FL-02 mengalami peningkatan pengisian
sebesar 9 liter ketika digunakan untuk mengangkut palet yang berisi semen dengan berat 2
ton.
d. Untuk mengangkat material yang sama pada jam operasi yang sama WL-07 mengkonsumsi
lebih banyak bahan bakar selisihnya 34 – 39 liter dari WL-11 hal ini dikarenakan WL-07
lebih dulu beroperasi.
B. SARAN
a. Untuk tetap menjaga performa dari alat berat yang beroperasi di area produksi perlu
ditambahkan perawatan SOS (Scheduled Oil Sampling) pada wheel loader maupun forklift
untuk menghindari kerusakan yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
b. Peningkatan kesadaran dan untuk membantu dalam mengurangi usaha pemborosan bahan
bakar, perlu diberlakukannya peraturan mematikan mesin kendaraan di saat waktu tunggu
melebihi 6 menit untuk operasi forklift maupun wheel loader.
c. Untuk rute alat berat di luar operasi utama dapat melewati jalur tengah. Dengan rute ini
diharapkan operator bisa lebih efektif dalam menjalankan pekerjaannya.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Groover, M. P., Automation, Production Systems, and Computer Integrated Manufacturing, Third Edition,
New Jersey, Prentice Hall, 2008.
[2] Arora, DR, KC., Shinde, Vikas, V., Aspect of Material Handling, First Edition, New Delhi, Laxmi
Publications,2007.
[3] Gopalakrishnan, P., Handbook of Material Management,Eight Edition, New Delhi, Prentice Hall of India
Private limited, 2005.
[4] Rostiyanti, Fatena Susy, Alat Berat untuk Proyek Konstruksi, Jakarta, Rineka Cipta, 2008.
[5] Caterpillar Performance Handbook 43, Peoria, Illinois, U.S.A, Caterpillar Inc.,2013
Area stockpile silica
Area clinker
silo
47
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Mengurangi kebutuhan larutan mdea pada proses amin dengan ekspansi
Ahmad Syauqi
Teknik Mesin Konversi Energi, Peminatan Pengolahan Gas, LNG Academy, Politeknik Negeri Jakarta asyauqi20@gmail.com
Abstrak
Metil Di-Etanol Amin (MDEA) berguna pada proses amin yaitu unit penghilangan gas asam, seperti CO2. Untuk
menyerap CO2 yang ada dalam gas diperlukan laju alir MDEA tertentu agar kandungan CO2 dalam gas keluaran proses
amin sesuai dengan spesifikasi produk. Laju alir MDEA sangat memengaruhi beban yang ditanggung oleh peralatan
yang bekerja di proses amin seperti pompa, reboiler, pendingin, dan kondenser. Dengan mengurangi kebutuhan MDEA
maka beban hampir seluruh peralatan di proses amin dapat dikurangi.
Jumlah MDEA yang dibutuhkan sangat bergantung pada jumlah CO2 yang terkandung dalam gas dan kemampuan
MDEA menyerap CO2 atau yang sering disebut CO2loading. CO2loading terdiri dari lean CO2loading dan rich
CO2loading, rich CO2loading adalah kapasitas penyerapan maksimumnya, sedangkan lean CO2loadingadalah
kandungan minimum CO2 dalam MDEA. Untuk mengurangi kebutuhan MDEA dengan tetap menyerap jumlah CO2
yang sama dapat dengan mengurangi lean CO2loading. Pengurangan lean CO2loading dilakukan dengan cara ekspansi
sehingga CO2 dalam larutan MDEA menguap sehingga lean CO2loading dapat dikurangi dan pada akhirnya dapat
mengurangi kebutuhan larutan MDEA di proses amin hingga 94 ton/jam, yang juga mengurangi beban peralatan hingga
setara dengan 2,1 MW.
Kata kunci : MDEA, CO2 loading, beban peralatan, proses amin, gas asam
Abstract
Methyl Di-Ethanol Amine (MDEA) is used for amine process in acid gas removal unit, such as CO2. For absorbsing
CO2, MDEA need a certain flow rate so overhead product of amine process will meet the specification that has been
determined. The MDEA flow rate will heavily influence every single equipment’s duty in amine process such as pump,
reboiler, cooler, and condenser. By decreasing MDEA flow rate almost every equipment’s duty in amine process will
decrease too.
Needs of MDEA are heavily influenced by amount of CO2 in feed and the ability of MDEA to absorb CO2 or ussually
called CO2 loading. CO2 loading divided into rich CO2 loading and lean CO2 loading. Rich CO2 loading is MDEA
maximum absorbtion capacity, and lean CO2 loading is CO2 minimum content in MDEA. For decreasing MDEA flow
rate but still absorbing the same amount of CO2, it will need to decreasing the lean CO2 loading. The author choose
expansion method to decrease the lean CO2 loading. The result of this method will decrease the need of MDEA by 94
ton/hour and will decrease equipment’s duty almost equal to 2,1 MW.
Keywords : MDEA, CO2 loading, equipment’s duty, amine process, acid gas
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
MDEA adalah salah satu pendatang baru pada golongan alkanolamin yang digunakan untuk
penghilangan gas asam pada gas alam. MDEA mempunyai selektivitas reaksi yang besar terhadap
H2S dalam kehadiran CO2[Maddox, 1982]. Kekuatan maksimal MDEA hanya 0,46 mol CO2/mol
MDEA[Jamil, 2015] maka diperlukan MDEA yang sangat banyak untuk memenuhi spesifikasi
produk yang diinginkan, namun pada proses di industri sering kali terjadi penurunan kekuatan
MDEA yang berakibat pada kenaikan kebutuhan MDEA dan juga berakibat pada kenaikan beban
seluruh peralatan yang ada di proses tersebut.
Pengurangan kebutuhan MDEA dapat dilakukan dengan menurunkan lean CO2 loading, atau
kandungan CO2 minimumnya sehingga kebutuhan MDEA dapat dikurangi. Ada berbagai macam
cara mengurangi kandungan CO2 minimum antara lain dengan pemansan atau dengan ekspansi,
kedua cara ini bekerja dengan cara yang sama yaitu membuat larutan yang awalnya hanya berupa
fasa cair menjadi dua fasa yaitu cair dan gas sehingga gas yang banyak berisi CO2 dari hasil proses
tadi dapat dibuang ke atmsofer. Namun dengan metode pemanasan dibutuhkan tambahan energi
untuk memanaskan larutan sehingga menambah beban peralatan, sehingga penulis memilih untuk
memakai cara ekspansi, karena tidak memerlukan tambahan energi. Dengan pengurangan
kandungan minimum CO2 dalam larutan MDEA maka tujuan dari penelitian ini dapat tercapai yaitu
48
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
mengurangi kebutuhan larutan MDEA pada proses amin,dan akibatnya dapat mengurangi beban
hampir seluruh peralatan.
II. EKSPERIMEN
Studi ini dilakukan secara teoritis dengan langkah-langkah sebagai berikut
1. Pembuatan simulasi proses amin dengan dasar dari diagram alir Plant 1 Badak LNG
menggunakan perangkat lunak ASPEN HYSYS
2. Pengambilan data proses amin awal yaitu:
a. Kebutuhan energi pada masing-masing alat
b. Komposisi pada masing-masing aliran pipa pada proses amin
3. Perubahan simulasi proses amin dari awalnya keluaran regenerator langusng menuju
penukar panas silang menjadi menuju kerangan ekspansi lalu separator fasa cair dari
separtor langsung menuju penukar panas silang dan fasa gasnya menuju kondenser parsial
untuk kemudian menuju separator lagi sehingga fasa cairnya dapat langusng menuju
penukar panas silang dan fasa gasnya dibuang ke atmosfer
4. Pengambilan data proses amin hasil perubahan
a. Kebutuhan energi pada masing-masing alat setelah perubahan
b. Komposisi pada masing-masing aliran pipa pada proses amin setelah perubahan
5. Perbandingan data sebelum dilakukan perubahan dan setelah dilakukan perubahan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Eksperimen
Hasil awal
Laju alir pada masing-masing aliran fluida
Tabel ini menjelaskan tentang komposisi masing-masing komponen pada masing-masing aliran
pipa. Tabel 1. Laju alir masing-masing komponen sebelum dilakukan perubahan
Komponen Satuan Gas Umpan Produk Ke Regenerator
N2 lbmol/h 27,06 27,03734082 6,68E-03
C1 lbmol/h 39160,72 39100,2232 27,16846197
C2 lbmol/h 2498,56 2495,400822 1,343726006
C3 lbmol/h 1406,93 1405,63886 0,476281327
i-C4 lbmol/h 261,3 261,2825878 7,56E-04
n-C4 lbmol/h 305,53 305,510191 8,52E-04
i-C5 lbmol/h 110,2 110,1908899 5,27E-04
n-C5 lbmol/h 74,95 74,94394754 3,47E-04
C6 lbmol/h 171,56 171,4541489 3,55E-02
C7 lbmol/h 0,2 0,199982757 1,23E-06
H2O lbmol/h 41,98 74,69915328 89727,7177
MDEA lbmol/h 0 2,12E-10 9022,17158
CO2 lbmol/h 3233,1 0,649785934 3231,023649
Total lbmol/h 47292,09 44027,23091 102009,9461
49
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Kebutuhan energi di masing-masing peralatan sebelum dilakukan perubahan pada proses amin Tabel 2. Kebutuhan energi sebelum dilakukan perubahan
Peralatan Kebutuhan Energi [kJ/jam]
Pendingin 173.160.129,41
Kondenser 52.625.903,48
Reboiler 229.682.340,9
Pompa 1 6.127.926,46
Pompa 2 783.863,72
Total 462.380.163,97
Hasil akhir
Setelah dilakukan perubahan pada proses amin maka didapat komposisi pada setiap aliran fluida
sebagai berikut Tabel 3. laju alir masing-masing komponen setelah dilakukan perubahan
Komponen Satuan Gas Umpan Produk Ke Regenerator
N2 lbmol/jam 27,06 27,03854673 6,28E-03
C1 lbmol/jam 39160,72 39103,69229 25,40252539
C2 lbmol/jam 2498,56 2495,582962 1,254228645
C3 lbmol/jam 1406,93 1405,714167 0,443287761
i-C4 lbmol/jam 261,3 261,2830153 7,49E-04
n-C4 lbmol/jam 305,53 305,5106714 8,44E-04
i-C5 lbmol/jam 110,2 110,1910983 5,23E-04
n-C5 lbmol/jam 74,95 74,94408419 3,45E-04
C6 lbmol/jam 171,56 171,4563614 3,52E-02
C7 lbmol/jam 0,2 0,199983089 1,22E-06
H2O lbmol/jam 41,98 74,70754772 85111,7486
MDEA lbmol/jam 0 1,25E-10 8882,796845
CO2 lbmol/jam 3233,1 1,43053861 3342,35843
Total lbmol/jam 47292,09 44031,75127 97364,04784
Komponen Satuan CO2 ke atmosfer Lean Amine Rich Amine
N2 lbmol/h 6,68E-03 0 2,26E-02
C1 lbmol/h 27,16846197 0 60,46980253
C2 lbmol/h 1,343726006 0 3,157562071
C3 lbmol/h 0,476281327 0 1,29050728
i-C4 lbmol/h 7,56E-04 0 1,74E-02
n-C4 lbmol/h 8,52E-04 0 1,98E-02
i-C5 lbmol/h 5,27E-04 0 9,11E-03
n-C5 lbmol/h 3,47E-04 0 6,05E-03
C6 lbmol/h 3,55E-02 0 0,105827116
C7 lbmol/h 1,23E-06 0 1,72E-05
H2O lbmol/h 194,7120576 89533,00564 89684,51998
MDEA lbmol/h 4,58E-10 9022,17158 9022,171663
CO2 lbmol/h 3043,3534 187,6702491 3232,450204
Total lbmol/h 3267,098623 98742,84747 102004,2406
Komponen Satuan
CO2 ke atmosfer CO2 ke
atmosfer
II
Lean Amine Rich Amine
N2 lbmol/jam 6,28E-03 0 0 2,14E-02
C1 lbmol/jam 25,40252539 0 0 56,99685898
50
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Dapat terlihat bahwa mol CO2 pada Lean Amine berkurang setelah dilakukan perubahan proses.
Kebutuhan energi di masing-masing peralatan setelah dilakukan perubahan pada proses amin
Tabel 4. Kebutuhan energi peralatan setelah dilakukan perubahan
Peralatan Kebutuhan Energi [kJ/jam]
Pendingin 108.837.137,63
Kondenser 52.537.518,23
Reboiler 228.379.853,29
Pompa 1 5.889.001,49
Pompa 2 869.078,1
Pendingin 2 58.210.947,34
Total 454.723.536,07
Selisih kebutuhan energi Tabel 5. Perbandingan kebutuhan energi
Peralatan Kebutuhan Energi [kJ/jam]
Hasil akhir Hasil awal Selisih
Pendingin 108.837.137,63 173.160.129,41 64.322.991,78
Kondenser 52.537.518,23 52.625.903,48 88.385,25
Reboiler 228.379.853,29 229.682.340,90 1.302.487,62
Pompa 1 5.889.001,49 6.127.926,46 238.924,97
Pompa 2 869.078,1 783.863,72 -85.214,38
Pendingin 2 58.210.947,34 0 -58.210.947,34
Total 454.723.536,08 462.380.163,97 7.656.627,9
C2 lbmol/jam 1,254228645 0 0 2,975191841
C3 lbmol/jam 0,443287761 0 0 1,215109959
i-C4 lbmol/jam 7,49E-04 0 0 1,70E-02
n-C4 lbmol/jam 8,44E-04 0 0 1,93E-02
i-C5 lbmol/jam 5,23E-04 0 0 8,90E-03
n-C5 lbmol/jam 3,45E-04 0 0 5,91E-03
C6 lbmol/jam 3,52E-02 0 0 0,103611252
C7 lbmol/jam 1,22E-06 0 0 1,69E-05
H2O lbmol/jam 201,3921205
126,85042
46 84783,50605 85063,56196
MDEA lbmol/jam 4,80E-10 1,43E-04 8882,796702 8882,796935
CO2 lbmol/jam 3151,702008
78,069586
6 112,586835 3344,004435
Total lbmol/jam 3380,238091
204,92015
41 93778,88959 97351,72667
51
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 1. Tambahan Peralatan dalam proses amin
Suhu masuk kerangan ekspansi (VLV-100) = 121OC
Tekanan masuk kerangan ekspansi (VLV-100) = 2,11 kg/cm2
Tekanan keluaran kerangan ekspansi (VLV-100) = 1,3 kg/cm2
Suhu keluaran pendingin 2 (Pendingin) = 92,5OC
Suhu keluaran peralatan tambahan (Ke penukar panas silang) = 108,2OC
Tekanan keluaran peralatan tambahan (Ke penukar panas silang) = 1,3 kg/cm2
IV. PEMBAHASAN
1. Tekanan
Gambar 2. Efek variasi tekanan keluaran VLV-100 terhadap kandungan CO2 dan MDEA pada produk regenerasi
Dilakukan simulasi dengan perangkat lunak ASPEN HYSYS dengan memvariasikan tekanan
keluaran kerangan ekspansi (VLV-100) untuk menemukan tekanan paling optimal dari keluaran
kerangan ekspansi sehingga didapat gambar 3.2.
Pada proses regenerasi amin sehingga dapat dipakai lagi diperlukan tekanan serendah-rendahnya
dan temperatur setinggi-tingginya, dua variabel itu sangat penting karena sangat memengaruhi
kualitas amin keluaran proses regenerasi. Tekanan diperlukan serendah mungkin namun tidak
terlalu rendah sehingga fluida masih dapat bergerak dengan baik sehingga dipilih 1,3 kg/cm2
menurut studi kasus seperti pada hasil di gambar 3.2.
52
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Pada studi ini terlihat hingga tekanan 1,4 kg/cm2 tidak ada perubahan jumlah CO2(merah) pada
produk regenerasi sehingga tekanan maksimal proses ini adalah 1,4 kg/cm2. Penulis mengambil
tekanan 1,3 kg/cm2 karena tekanan tersebut adalah tekanan terbesar dimana CO2 sudah berkurang
sehingga tekanan 1,3 kg/cm2 adalah tekanan paling optimal dari proses ini.
2. Suhu
Dilakukan studi kasus dengan perangkat lunak ASPEN HYSYS untuk memvariasikansuhu keluaran
pendingin agar ditemukan suhu optimal yaitu suhu dimana kandungan CO2(merah)yang paling
rendah dengan kandungan MDEA (biru) paling tinggi pada aliran ke penukar panas silang.
Setelah proses ekspansi gas hasil ekspansi mempunyai komposisi MDEA yang besar sehingga
sangat merugikan apabila dibuang ke atmosfer maka penulis menambahkan pendingin sehinga
MDEA gas hasil ekspansi masih dapat dimanfaatkan. Suhu keluaran pendingin sangat penting
dipertimbangkan karena apabila suhunya tidak tepat maka mungkin saja terlalu dingin seingga
seluruh CO2 yang sudah di ekspansi terkondensasi dan tidak mengurangi kebutuhan larutan MDEA.
Gambar 3. Efek variasi suhu keluaran pendingin 2 terhadap kandungan CO2 dan MDEA produk proses regenerasi
Suhu optimal keluaran pendingin 2 ada pada suhu 92,5OC, pada suhu 92,5
OC kandungan CO2 hasil
proses regenerasi pada titik terendah sepanjang proses dan cenderung untuk naik jika suhu
dinaikkan, sehingga penulis memilih suhu 92,5OC.
3. Lean Loading
Lean loading dapat dihitung dengan persamaan :
XCO2 dalam MDEA = Lean Loading [mol CO2/mol MDEA]
nCO2 = mol CO2 [mol]
nMDEA = mol MDEA [mol]
Sehingga pada hasil awal sebelum keluaran regenerator diubah lean loading dari MDEA adalah :
53
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Sedangkan lean loading hasil akhir setelah diubah keluaran regenerator adalah :
Pada hasil akhir setelah diubah terjadi penurunan lean loading sebesar 0,0082 [mol CO2/mol
MDEA], hal ini dapat mengakibatkan penurunan kebutuhan MDEA. Kebutuhan MDEA dapat
dihitung dengan persamaan :
nMDEA = Kebutuhan MDEA [mol]
nCO2 = Jumlah CO2 dalam gas umpan [mol]
YCO2 dalam MDEA = Rich loading [mol CO2/mol MDEA]
= mol CO2 pada rich amin/mol MDEA pada rich amin
Sehingga dari persamaan tersebut dapat dihitung kebutuhan MDEA sebelum dan sesudah dilakukan
perubahan pada regenerator.
Kebutuhan MDEA sebelum dilakuakan perubahan
=3233,1/(0,358 – 0,0208)
= 9.580,15 [lbmol/jam]
Sedangkan setelah dilakukan perubahan
= 3233,1/(0,376-0,0126)
= 8.887,42 [lbmol/jam]
Sehingga didapat selisih sebesar 692,77 lbmol/jam atau bila dikonversi menjadi massa maka
mempunyai selisih sebesar 37.607,33 kg/jam atau karena larutan yang diapakai berkomposisi 40%
MDEA dan 60% Air maka sleisihnya menjadi 94.018,33 kg/jam. Selisih inilah yang menjadi
keuntungan operasional dari suatu kilang yang memiliki proses amin dalam rangkaian prosesnya.
4. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi seluruh peralatan pada proses amin sangat bergantung pada kebutuhan amin yang
tersirkulasi, apabila amin yang tersirkulasi sedikit maka beban atau kebutuhan energi peralatan akan
semakin kecil begitu pula sebaliknya, sehingga karena pengurangan larutan MDEA sebesar
94.018,33 kg/jam maka beban peralatanpun berkurang hampir seluruhnya seperti pada tabel 3.5.
hampir seluruh perlaatan mengalami penurunan kebutuhan energi kecuali pompa 2, karena beda
tekanan yang dihasilkan pompa 2 menjadi lebih besar, dari awalnya 4,89 kg/cm2 (masuk 2,11
kg/cm2 keluaran 7 kg/cm2) menjadi 5,7 kg/cm2 (masuk 1,3 kg/cm2 keluaran 7 kg/cm2). Namun
total selisih energi atau keuntungan termodinamika yang didapat sebesar 7.656.627,89 [kJ/jam]
walaupun terdapat tambahan peralatan yang butuh energi yaitu pendingin. Keuntungan yang didapat
jika dikonversi maka setara dengan 2126,84 kW atau setara 2,12 MW.
54
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
V. KESIMPULAN
a. Tekanan optimal pada keluaran kerangan ekspansi adalah 1,3 kg/cm2 dan suhu optimal
keluaran pendingin adalah 92,5OC
b. Terjadi penurunan kebutuhan larutan MDEA (40% MDEA dan 60% Air) sebanyak
94.018,33 kg/jam
c. Menurunkan kebutuhan energi sistem setara 2,12 MW
VI. DAFTAR PUSTAKA [1] Maddox, Robert N. 1982. “Gas Conditioning and Processing Volume 4 : Gas and Liquid Sweetening”. Oklahoma.
Campbell Petroleum Series
[2] Jamil, Muhammad. 2015. ”Process Train Manual Book: Plant 1 – Purification”. Bontang. Badak LNG
[3] Technical Department.1999.”Bontang LNG Plant Expansion Project : Train G”.Bontang.Badak LNG
[4] Dissinger, Glenn.2014.”Simulazing Amine Process with ASPEN HYSYS for Chemical Engineer”.New
York.Aspen Tech
[5] Perry, Robert H.1973.”Perry’s Chemcial Engineer’s Handbook”.London.McGrawHill
[6] Smith,Robin.2005.”Chemical Process Design and Integration”.Manchester.John Wiley&Sons Ltd.
[7] Liebermann, Norman P.2008.”A Working Guide to Process Equipment”.San Fransisco.McGraw Hill
55
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Penambahan step water spray untuk mengurangi penempelan material
pada dinding clinker cooler
Sandy Aprilian Iskandar1; Jauhari Ali
2; M. Iswadi
3; Tri Jatniko
4
1.Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta Rekayasa Industri Semen
2.Jurusan Teknik Mesin, Politenik Negeri Jakarta
3.Shift Manager, Departemen Produksi Narogong Plant, PT. Holcim Indonesia
4.Maintenance Member, Departemen Maintenance Hydraulic Narogong Plant, PT. Holcim Indonesia
Sandyaprilian94@gmail.com
Abstrak Clinker cooler berfungsi untuk mendinginkan clinker yang keluar melalui outlet kiln. Selain itu, clinker cooler juga
berfungsi sebagai alat transportsi clinker menuju drag bucket untuk dibawa menuju tempat penyimpanan clinker
(clinker silo). Clinker cooler dapat mendinginkan clinker dengan bantuan dari fan yang berada di sisi luar clinker
cooler. Fan tersebut menghisap udara dari lingkungan kemudian dihembuskan ke dalam clinker cooler melalui ducting
yang diarahkan langsung ke dalam clinker cooler melalui celah dari grade plate. Suhu clinker yang diharapkan pada
saat keluar dari clinker cooler sekitar 100oC-200
oC. Apabila suhu clinker melebihi 300
oC, maka water spray akan aktif
untuk membantu pendinginan clinker. Water spray memiliki 8 nozzle dan 3 step yeng berfungsi untuk mengatur
pengeluaran air. Masing-masing step akan aktif sesuai dengan range temperature yang sudah di atur. Pada suhu 300-
320oC step 1 akan aktif. Pada suhu 320-335
oC step 2 akan aktif. Pada suhu 335-350
oC step 3 akan aktif. Pada step
1,nozzle yang aktif adalah nozzle 4 dan 8. Step 2 nozzle 2, 3, 6, dan 7. Step 3 semua nozzle akan aktif. Pada saat water
spray aktif, terdapat masalah yang terjadi. Yaitu sering terjadinya penumpukan/penempelan material (coating) pada
dinding clinker cooler. Masalah ini akan mengganggu proses produksi clinker apabila coating tersebut jatuh dan
terbawa menuju Hydraulic Roller Breaker (HRB). Tujuan studi ini adalah menambahkan step pada water spray untuk
mengurangi potensi terjadinya coating pada dinding clinker cooler. Tahapan modifikasi ini dimulai dari pemetaan jalur
water spray yang sudah ada, lalu memulai untuk membuat jalur pipa yang baru dengan menggunakan sketsa jalur pipa
yang sudah ada. Selanjutnya memulai untuk mengaplikasikan jalur pipa yang baru pada jalur pipa yang sudah ada.
Terakhir, adalah membuat local control di area clinker cooler untuk memudahkan patroller pada saat pengecekan secara
berkala. Hasil pengujian selama 1 minggu menunjukan bahwa penambahan step pada water spray ini berhasil
mengurangi potensi terjadinya coating pada dinding clinker cooler.
Kata kunci: coating, clinker cooler, water spray, temperature, Hydraulic Roller Breaker
Abstract
Clinker cooler is used to reduce the clinker temperature that coming out through the kiln outlet. In addition, the cooler
also has a function as cinker transport to drag bucket to be brought to the storage of clinker (clinker silo). Clinker
Cooler can reduced the clinker temperature by fans that located on the outside of clinker cooler. The fans suck air from
the environment then blowed into the clinker cooler through the ducting that is directed into the clinker cooler through a
gap of the grade plate. Expected clinker temperature in the outlet of clinker cooler is around 100°C-200°C. If the clinker
temperature exceeds 300°C, the water spray will be activated to help the clinker cooling. Water spray has 8 nozzles and
3 steps that used to spray the water. Each step will be active according to the temperature range that is already set. In
300°C-320°C step 1 will be active, 320°C-335°C step 2 will be active, 335°C-350°C step 3 will be active. In 1st step,
the active nozzles are nozzle 4th and 8th. 2nd step are nozzle 2nd, 3rd,6th, and 7th. In 3rd step all nozzle will be active.
When the water spray on, there is a problem that occured. That is the accumulation of sticky material (coating) on the
wall of clinker cooler. This problem will disturb the production of clinker when the coating falls and headed to
Hydraulic Roller Breaker (HRB). Objective of this study is to increase the step of water spray to minimize the potential
for coating in the walls of the cooler. The modification steps is starting from mapping spray water lines that already
exist, and then start to create a new pipe line using a line sketch of the existing pipe line. Furthermore, we begin to
apply the new pipeline to the existing pipe line. The last is make a local control in clinker cooler area to facilitate
patrollers during the periodical check. The test results for 1 week showed that the addition of the water spray step is
succeeded in reducing the potential of coating in the wall of clinker cooler.
Keywords: coating, clinker cooler, water spray, temperature, Hydraulic Roller Breaker
56
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
PT Holcim Indonesia Tbk memiliki equipment yang berfungsi membakar raw material untuk
direaksikan menjadi clinker yang bernama kiln. Setelah menjadi clinker, material tersebut akan
menuju ke proses selanjutnya yaitu pendinginan material. Material yang keluar dari outlet kiln akan
langsung didinginkan oleh clinker cooler. Pendinginan di clinker cooler menggunakan fan besar
yang terletak pada sisi luar dari clinker cooler. Apabila fan cooler tidak mampu untuk mendinginkan
clinker secara maksimal, maka pendinginan clinker akan dibantu dengan menggunakan water spray.
Tetapi water spray ini dapat menyebabkan material yang berbentuk dust menempel pada dinding
clinker cooler. Material tersebut biasa disebut dengan coating mateial. Coating tersebut tidak begitu
mengganggu proses produksi clinker. Akan tetapi, apabila coating tersebut terjatuh, maka akan
menghambat proses produksi bahkan dapat mematikan proses produksi. Coating tersebut dapat
terbentuk dikarenakan banyaknya air yang keluar dari water spray. Oleh sebab itu, penambahan step
pada water spray diperlukan untuk mengurangi potensi terjadinya coating tersebut.
II. METODE PELAKSANAAN
1. Metode Observasi
Pada tahapan metode ini, saya melakukan observasi pada sistem kontrol dari water spray tersebut
464-WS1. Selanjutnya saya akan melakukan pendataan dan mempelajari sistem pengontrolan dari
equipment lain untuk selanjutnya mencoba untuk mengaplikasikannya pada sistem kontrol water
spray.
Saya mengamati sistem kontrol yang sudah ada, kemudian memahami prinsip kerja dari sistem
kontrol tersebut kemudian menambahkan beberapa fungsi kedalam sistem kontrol yang sudah ada
untuk mengkontrol logic dari sistem water spray yang akan dimodifikasi.
2.Metode Diskusi
Saya melakukan diskusi dengan dosen pembimbing dari PNJ, pembimbing di Plant, rekan kerja,
dan teman-teman di EVE tentang sistem kontrol dan juga cara kerja dari water spray tersebut,
sehingga menghasilkan ide-ide tentang teknis pelaksanaan modifikasi dan penyusunan laporan
tugas akhir.
Saya mencoba mengkonfirmasi beberapa informasi yang bertautan dengan produksi kepada
Superintendent serta plant patroller Produksi area Kiln. Informasi yang didapat adalah bagaimana
fungsi alat tersebut dan pengaruhnya dalam proses. Diskusi tentang masalah yang dihadapi dalam
pengoperasian 474-WS1 dan bagaimana saran dari patroller serta Superintendent Kiln untuk
pelaksanaan Tugas Akhir. Saya berdiskusi pula dengan leader Tim Hydraulic untuk mengetahui
rencana teknis pelaksanaan.
3. Metode Kepustakaan
Mempelajari informasi dan mencari data dari manual book, internet, atau sumber tertulis lainnya
yang berhubungan dengan modifikasi dari water spray dan juga clinker cooler. Modifikasi
equipment ini didasari oleh pentingnya kinerja dari water spray ini dalam membantu untuk
mendinginkan clinker supaya suhu dan temperatur dari clinker yang keluar dari outlet cooler dapat
mencapai suhu yang telah ditentukan. Modifikasi yang akan dilakukan ini akan menghasilkan
penambahan step dan juga standar suhu untuk mengaktifkan water spray tersebut. Penambahan step
untuk pengontrolan water spray ini membutihkan data kepustakaan yang valid. Tujuan utama dari
modifikasi equipment ini adalah untuk mengurangi terjadinya coating material yang akan
menempel pada dinding clinker cooler. Karena apabila terjadi penumpukan coating material yang
banyak, dan coating tersebut jatuh ke grade plate kemudian terbawa oleh grade plate menuju ke
HRB akan menyebabkan terjadinya penumpukan material pada HRB. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan HRB tidak mampu bekerja secara optimal karena coating ang jatuh tersebut berukuran
57
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
besar dan sangat keras. Sehingga HRB tidak mampu untuk mengancurkannya, bahkan HRB dapat
trip sehingga dapat menghambat proses produksi.
3. Pelaksanaan tugas akhir
3.1 Kondisi Sebelum Modifikasi Sebelum dilakukan modifikasi, water spray memiliki 3 step dalam sistem pengontrolannya. Sistem
pengontrolan tersebut diatur melalui sensor suhu berupa Thermocouple. Thermocouple ini berfungsi
sebagai pembaca suhu yang dapat mengaktifkan solenoid sesuai dengan settingannya. Step 1 akan
aktif ketika thermocouple membaca suhu 300oC. Sedangkan step 2 akan aktif ketika therocouple
membaca suhu 325oC. Step 3 akan aktif pada suhu 350
oC. Water spray ini juga memiliki 8 buah
nozzle yang diletakan 4 buah nozzle pada sisi utara clinker cooler, dan 4 buah nozzle pada sisi
selatan clinker cooler. Untuk step 1, ada 2 buah nozzle yang aktif, sedangkan step 2 6 buah
nozzle,dan untuk step 3 8 buah nozzle yang aktif. Hal ini sangat berpotensi untuk terjadinya
penumpukan material pada dinding clinker cooler karena terlalu banyak air yang keluar dari water
spray tersebut. Coating yang menempel pada dinding clinker cooler ini dapat mengganggu proses
produksi ketika jatuh ke grade plate kemudian terbawa oleh grade plate menuju HRB. Ketika
coating tersebut jatuh maka operator kiln akan segera menurunkan feeding kiln dari 560 tph
menjadi 400 tph bahkan hingga 300-200 tph untuk mengantisipasi penumpukan material pada
grade plate. Hal ini sangat merugikan produksi karena waktu yang terbuang dan juga jumlah
clinker yang dapat di produksi juga semakin berkurang. Selain itu, untuk suhu dari clinker yang
keluar dari cooler terkadang masih tinggi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
3.2 Kondisi Saat Modifikasi
Modifikasi yang dilakukan pada water spray ini adalah dengan menambahkan step pada water
spray. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi terjadinya coating material pada dinding clinker
cooler. Sebelum menambahkan step, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu memahami
prinsip kerja dari water spray tersebut. Kemudian memahami line piping yang sudah ada.
Berdasarkan pengamatan dari line piping yang sudah ada masih belum bisa dilakukan penambahan
step pada water spray. Sehingga dibutuhkan modifikasi line piping yang baru untuk untuk dapat
menambahkan step pada water spray tersebut.
Gambar 1. Line Piping Baru
Setelah membuat line piping yang baru, selanjutnya memulai untuk mengaplikasikannya langsung
pada water spray. Dibutuhkan solenoid tambahan untuk dapat menambahkan step pada water spray
ini dari 3 step, menjadi 4 step. Langkah selanjutnya yaitu mengubah settingan temperatur pada
setiap stepnya. Step pertama akan aktif pada saat thermocouple membaca suhu 300oC, sedangkan
step 2 pada suhu 320oC, step 3 pada suhu 340
oC, step 4 pada suhu 360
oC. Setiap step memiliki
58
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
delay selama 30s. Maka apabila terjadi fluktuasi temperatur pada suhu 320oC, step 2 tidak akan
langsung aktif, melainkan menunggu delay waktu selama 30s terlebih dahulu. Apabia thermocouple
membaca temperatur 320oC selama lebih dari 30s, maka step 2 akan aktif. Untuk step 1, terdapat 2
buah nozzle yang aktif, step 2 terdapat 4 buah nozzle yang aktif, step 3 terdapat 6 buah nozzle,
sedangka step 4 terdapat 8 buah nozzle yang aktif. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi
terjadinya penumpukan material pada dinding clinker cooler dikarenakan banyaknya air yang keluar
melalui nozzle water spray. Untuk memudahkan plant patroller mengetahui step berapa yang sedang
aktif pada saat sedang beroperasi panel indikator water spray dipasang pada lokasi pemasangan
water spray. Panel indikator ini pun dapat berfungsi untuk memudahkan plant patroler untuk
melakukan inspeksi atau pengecekan secara berkala.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah modifikasi dilakukan, maka saya mengambil data feeding kiln sebagai pembanding dari
sebelum dan sesudah modifikasi dilakukan.
Tabel 1. Data Feeding Kiln
HOUR SLC FEED REPORTED FLOWMETER
ILC SLC DUST LOW FM FEED TOTAL
PROD FEED TOTAL
PROD
H T/H T/H T/H T/H T/H T/H T T/H T
09.01.2015 15.00 24.0 303 236 10 536 536 540 7806 452 6532
09.01.2015 16.00 24.0 294 235 5 531 531 529 7651 480 6937
09.01.2015 17.00 24.0 299 240 11 535 535 539 7796 520 6321
09.01.2015 18.00 24.0 288 239 13 520 520 529 7620 530 6879
09.01.2015 19.00 24.0 257 -47 4 447 447 210 3032 532 6378
09.01.2015 20.00 24.0 275 15 3 476 476 290 3129 534 6135
09.01.2015 21.00 24.0 279 26 1 488 488 305 3133 539 6934
09.01.2015 22.00 24.0 283 39 4 498 498 322 3149 543 6780
09.01.2015 23.00 24.0 294 49 5 498 498 343 3109 549 6478
09.01.2015 24.00 24.0 340 69 6 496 496 409 3284 570 6578
10.01.2015 01.00 24.0 362 83 7 531 531 445 3298 579 6590
10.01.2015 02.00 24.0 374 109 4 543 543 483 3310 586 6595
10.01.2015 03.00 24.0 384 118 6 485 485 502 3323 589 6582
10.01.2015 04.00 24.0 396 127 5 521 521 523 3489 596 6593
10.01.2015 05.00 24.0 403 186 3 531 531 589 3560 614 6680
10.01.2015 06.00 24.0 416 193 6 496 496 609 3690 619 6689
10.01.2015 07.00 24.0 425 230 7 486 486 655 3750 624 6696
Berdasarkan data diatas, terdapat penurunan feeding yang disebabkan karena jauhnya coating
material pada Hydraulic Roller Breaker (HRB). Penurunan feeding terseut berdampak pada hasil
produksi clinker yang dikeluarkan oleh kiln. Penurunan produksi ini juga sangat merugikan
perusahaan karena penurunnya produksi clinker menyebabkan menurunnya produksi semen. Karena
clinker merupakan bahan baku utama dari semen.
Setelah pengambilan data produksi clinker pada saat sebelum dilakukan modifikasi, maka
selanjutnya adalah pengambilan data setelah dilakukan modifikasi.
59
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tabel 2. Data Feeding Kiln
HOUR SLC FEED REPORTED FLOWMETER
ILC SLC DUST LOW FM FEED
TOTAL
PROD FEED
TOTA
L
PROD
H T/H T/H T/H T/H T/H T/H T T/H T
09.02.2015 15.00 24.0 279 249 20 515 515 529 7644 535 7728
09.02.2015 16.00 24.0 288 239 13 520 520 527 7620 533 7705
09.02.2015 17.00 24.0 299 240 11 535 535 539 7796 545 7883
09.02.2015 18.00 24.0 294 235 5 531 531 529 7651 535 7737
09.02.2015 19.00 24.0 303 236 10 536 536 540 7806 546 7893
09.02.2015 20.00 24.0 306 233 2 543 543 539 7786 545 7874
09.02.2015 21.00 24.0 305 241 11 541 541 546 7392 552 7960
09.02.2015 22.00 24.0 396 226 7 520 520 522 7541 527 7626
09.02.2015 23.00 24.0 289 255 12 538 538 544 7866 550 7954
09.02.2015 24.00 24.0 288 260 13 541 541 548 7922 554 8011
10.02.2015 01.00 24.0 286 262 13 540 540 547 7915 554 8003
10.02.2015 02.00 24.0 289 258 9 544 544 547 7915 554 8004
10.02.2015 03.00 24.0 285 254 8 538 538 540 7306 546 7393
10.02.2015 04.00 24.0 267 257 14 536 536 545 7874 551 7961
10.02.2015 05.00 24.0 285 259 23 527 527 544 7865 550 7950
10.02.2015 06.00 24.0 285 259 20 530 530 544 7867 550 7953
10.02.2015 07.00 24.0 285 255 16 530 530 540 7810 546 7896
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa modifikasi dari step water spray dapat
berpengaruh terhadap produksi clinker. Hal ini dikarenakan potensi terjadinya coating material
telah berkurang. Sehingga operator dapat meningkatkan feeding kiln. Sebelum dilakukan
modifikasi, feding kiln dapat menurun dikarenakan adanya coating material dari 500 tph hingga
200 tph. Tetapi, setelah dilakukan modifikasi, feeding kiln dapat stabil pada 500 tph hingga 600 tph.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan data feeding kiln yang diperoleh dari Technical Information System (TIS), maka
modifikasi penambahan step water spray ini dapat mengurangi potensi terjadinya coating material
yang menepel pada dinding clinker cooler. Sehingga potensi terjatuhnya coating yang dapat
menghambat kinerja HRB dapat berkurang dan produksi pun dapat berjalan dengan lancar.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] American Society for Testing and Material C109M-13: Standard Test Method for Compressive Strength of
Hydraulic Cement
[2] Kohlhaas, B. 1983. Cement Engineers’ Handbook. Bauverlag GmbH, 4th Ed. Chapter VI: 145-146
[3] Perry, J.H, 1950, “Chemical Engineering Handbook”, 6th ed, Mc Graw Hill Book Company Inc, New York.
[4] Richardo, Ivan. Dan Hasudungan S. 2006. “Proses Pembuatan Semen di Unit Nr 4 PT. Holcim Indonesia tnk”,
Jurusan Teknik Kimia FT. UNTIRTA, Cilegon
60
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Pengaruh kandungan magnesium oksida terhadap burnability
Bayu Bakti Pradana
1; Sugeng Mulyono
2
1. Jurusan Teknik Mesin, Konsentrasi Rekayasa Industri Semen, Politeknik Negeri Jakarta
2. Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta bayubpradana@gmail.com
Abstrak
Proses pembuatan terak dalam semen berasal dari bahan batu kapur, tanah liat,pasir kuarsa dan pasir besi. Kadungan
kimia pada batu kaper mempengaruhi hasil pembakaran untuk membuat terak. Penggunaan batu kapur dalam bahan
baku mencapai lebih dari 80%. Pada tambang Pabrik Holcim Tuban memiliki batu kapur dengan tinggi kadar
magnesium oksida (MgO) atau diesebut dolomit. Untuk memaksimalkan umur tambang maka harus dipergunakan
dolomit semaksimal mungkin. Untuk mengetahui dampak penggunaan dolomit pada proses produksi terak maka perlu
dilakukan pengujian Burnability. Burnability merupakan ukuran yang menunjukkan mudah atau sukarnya transfer panas
pada proses pembakaran bahan baku menjadi terak. Pengujian ini dimulai dari pembuatan susunan komposisi sampel
material untuk menjadi bahan baku dengan kandungan MgO yang bervariasi. Dalam permbuatan bahan baku perlu
diperhatikan modulus LSF, SM, dan AM yang similiar antara sampel satu dengan yang lain. Diharapkan dengan nilai
LSF, SM dan AM yang similar akan mendapatkan hasil dari adanya kandungan MgO dalam proses pembakaran.
Sample bahan baku yang terbentuk akan dibakar dalam tungku pembakar seperti keadaan di tanur untuk menjadi terak.
Terak yang terbentuk akan dianalisa kandungan kimia dan kapur bebasnya. Setelah mengetahui hasil kualitas terak besi,
maka diketahui bagaimana pengaruh MgO terhadap Burnability. Diharapkan hasil pembakaran tepung baku pada tes
Burnability dapat digunakan sebagai acuan untuk mambuat clinker yang sesuai standar. Sehingga penggunaan dolomit
akan maksimal dan umur tambang menjadi panjang.
Kata kunci : tambang, dolomit, burnability, terak besi, dan magnesium oksida.
Abstract
Material to produce of clinker in the cement are limestone, clay, silica sand and iron sand. Chemical contain of
limestone influences the result of burning to produce clinker. Limestone usage at raw material about more than 80%.
Limestone quarry in Holcim Tuban Plan has limestone with high magnesium oxide contain that called dolomit. To
maximally the quarrying time should use dolomit at raw material maximally. To know how the effect dolomit usage at
the clinker production must do a burnability test. Burnability is value that show the heat transfer level at burning
process of raw material become clinker. This test is started from making the structure of raw materials composition
become raw meal with variation of magnesium oxide contain. At the produce of raw meal process, must be concern on
LSF, SM and AM value must be similar each other. When the LSF, SM and AM values are similar each other, it will get
the result from the effect of MgO contain in burning process. Samples of raw meal that made will burned at the furnace
that likes in the kiln condition become clinker. Clinker that formed will be analyzed. After know the result of clinker
quality, the effect of MgO at Burnability can show. Writter hope the result of raw mill burning at Burnabilty test can
used as set point to make clinker according the standart. Then, the usage of dolomit will maximally and the quarying
time will be longer.
Key words : quarry, dolomit, burnability, clinker, and magnesium oxide
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
Tambang PT. Holcim Indonesia pabrik Tuban memiliki tambang batu kapur yang terbagi dalam dua
kualitas yaitu high grade dan low grade. Tambang high grade mengandung tinggi CaO dan zat
pengotor yang rendah. Tambang low grade mengandung rendah CaO dan tinggi zat pengotor berupa
MgO. Pemakaian batu kapur dalam komposisi pembuatan terak besi adalah ≥ 80%, sehingga akan
mempengaruhi kualitas terak besi yang dihasilkan. Saat ini batu kapur yang digunakan untuk
komposisi adalah high grade. Hal ini dapat menyebabkan umur tambang semakin berkurang. Untuk
memperpanjang umur tambang harus memaksimalkan penggunaan batu kapur low grade.
Maka diperlukan eksperimen mengenai dampak MgO pada burnability. Dalam eksperimen ini,
akan dibuat sample tepung baku dengan nilai MgO yang bervariasi dan nilai LSF, SM dan AM yang
similar dan akan dibakar sesuai kondisi pada tanur menjadi terak besi. Terak besi yang dihasilkan
akan dilihat kandungan kimianya. Eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui efek MgO pada
pembakaran dan kualitas terak besi. Setelah mengetahui hal ini, makan hasil eksperimen ini dapat
61
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
dijadikan acuan untuk membuat clinker yang sesuai standar. Sehingga penggunaan dolomit akan
maksimal dan umur tambang akan semakin panjang.
II. EKSPERIMEN
Untuk mengetahui efek MgO dalam pembakaran, penulis akan melakukan eksperimen berupa tes
burnability. Tes burnability dengan standar HGRS Code : W1-303.1 ; Task :T1-303. Eksperimen ini
berawal dari pembuatan beberapa sampel tepung baku yang memiliki kandungan MgO yang
bervariasi dan nilai LSF, SM dan AM yang similar. Sample tepung baku akan dibakar pada
penganas disesuakan dengan kondisi di tanur PT. Holcim Tuban Plant.
Objek penenelitian dalam eksperimen ini adalah bahan baku utama dan korektif pembuatan terak
besi, yaitu batu kapur, tanah liat, pasir silika dan pasir besi. Sample batu kapur dan tanah liat yang
digunakan berasal dari tambang PT Holcim Indonesia Tuban Plan. Sample batu kapur yang
digunakan terdiri dari dua jenis yaitu high grade dan low grade. Sample pasir silika berasal dari
daerah Bancar, Tuban. Sample pasir besi berasal dari Cilacap, Jawa Tengah.
Tahapan eksperimen ini dimulai dari pengumpulan informasi dan data mengenai refrensi dan
tahapan yang dibutuhkan dalam eksperimen ini. Tahap selanjutnya yaitu mengenai pengumpulan
dan identifikasi sample yang dibutuhkan dalam eksperimen ini. Sample yang sudah terkumpul akan
dilakukan pengujian Test Mill untuk dilakukan penyeragaman ukuran.
Untuk membuat tepung baku maka perlu dilakukan kalkulasi untuk menentukan proporsi material
yang memiliki kadar MgO yang bervariasi serta nilai LSF, SM dan AM yang similar tiap-tiap
sample. Proporsi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu proporsi premik dan tepung baku. Bila
kalkulasi proporsi sudah sesuai target maka perlu dilakukan homogenisasi material sesuai kalkulasi
proporsi. Untuk membuktikan bahwa tepung baku sesuai target, maka diperlukan pengujian
kandungan kimia dengan X-Ray. Tepung baku yang sudah sesuai dengan target siap untuk
dilakukan Burnability Test.
Burnabilti test dengan standar HGRS Code : W1-303.1 ; Task :T1-303, Peter Buerki, 2007. Saat
Burnability Test, tepung baku akan dibakar hingga menjadi terak besi. Terak besi yang sudah jadi
akan dihaluskan dalam tahap Grinding Test menggunakan Herzorg Mill. Terak besi yang sudah
halus akan dianalisis pada mesin X-Ray untuk dilihat kandungan kimianya dan pengujian kapur
bebas dengan metode titrasi. Data mengenai kandungan kimia pada tepung baku, terak besi dan
pengujian titrasi akan dikaji lebih lanjut. Hasil kajian ini berupa korelasi hubungan kandungan MgO
terhadap tingkat burnabilty yang terjadi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Informasi dan Identifikasi Sampel
Sampel yang dipakai dalam ekspermen ini adalah milik PT. Holcim Indonesia Tuban Plan. Sampel
ini terdiri dari batu kapur, tanah liat, pasir silika dan pasir besi. Sample batu kapur yang dipakai
terdiri dari tiga macam sample yaitu batu kapur high grade, batu kapur low grade untuk premik dan
batu kapur high grade untuk koreksi pada tepung baku. Sample batu kapur merupakan hasil
pengeboran pada tanggal 18 Maret 2015 oleh Departemen Tambang milik Tuban Plant. Sampel
tanah liat berasal dari tambang Tuban Plant. Sample tanah liat merupakan hasil penambangan pada
tanggal 12 November 2014 oleh Departemen Tambang milik Tuban Plant. Sample pasir silika dan
pasir besi didatangkan dari luar pabrik. Berikut ini adalah kandungan kimia bahan baku yang akan
digunakan dalam eksperimen ini. Tabel 1 Kandungan kimia bahan baku
Material SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO
Keterangan % % % % %
Batu kapur 1,52 1,41 0,42 54,27 0,24 High grade untuk premik
Batu kapur 0,21 0,19 0,14 43,42 14,40 Low grade untuk premik
Tanah liat 56,99 14,56 5,77 4,75 1,75 Untuk premik
Pasir silika 89,98 4,72 0,90 0,84 0,23 Untuk tepung baku
Pasir besi 7,73 3,81 70,70 0,82 2,84 Untuk tepung baku
62
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Batu kapur 1,23 1,01 0,32 54,68 0,38 Korektif untuk tepung baku
2. Hasil Test Mill
Test mill berfungsi sebagai penyeragam ukuran semua material. Setelah semua material dipanaskan
selama 24 jam, kadar H2O dalam material akan hilang. Sampel yang sudah kering akan di test Mill
menggunakan mesin herzorg mill hingga mencapai residu kurang dari 16% pada ayakan R90 µm.
Sieving merupakan hal penting untuk mengetahui tingkat kehalusan material hasil dari test mill.
Seiving test menggunakan alat Air Jet Sieve dengan tekanan 2000 pa selama 4 menit dengan berat
sample 50 gram pada ayakan R90 µm.
Berikut ini adalah hasil test mill untuk tiap-tiap material : Tabel 2 Hasil residu test mill pada ayakan R 90µm
Material Residu
Batu kapur high grade untuk Premik 11,59 %
Batu kapur high grade untuk corrective 15,84 %
Batu kapur low grade 14,22 %
Tanah liat 12,73 %
Pasir silika 12,32 %
Pasir besi 15,30 %
3. Penentuan Proporsi Premik dan Tepung Baku
Premik merupakan campuran antara batu kapur high grade, batu kapur low grade dan tanah liat.
Berikut ini adalah kalkulasi penentuan proporsi premik beserta kandungan kimia yang diharapkan
menurut Fasil Alemayehu dan Omprakash Sahu, 2013: Tabel 3 Kalkulasi proporsi premik.
Material Prx 1 Prx 2 Prx 3 Prx 4 Prx 5 Prx 6 Prx 7 Prx 8 Prx 9 Prx 10
% % % % % % % % % %
HGLS 79,30 76,00 71,50 67,70 63,70 59,80 54,90 50,00 45,20 40,30
LGLS 0,00 3,50 8,00 12,00 16,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
Tanah 20,70 20,50 20,50 20,30 20,30 20,20 20,10 20,00 19,80 19,70
Tabel 4 Kandungan kimia premik yang diharapkan
Material Si Ca Fe Al MgO LSF SM AM
% % % % % % % %
Premix 1 13,00 44,02 1,53 4,13 0,55 104,13 2,3 2,71
Premix 2 12,85 43,74 1,51 4,06 1,05 104,79 2,31 2,7
Premix 3 12,79 43,25 1,49 4,01 1,68 104,21 2,32 2,68
Premix 4 12,62 42,92 1,47 3,93 2,25 104,82 2,34 2,67
Premix 5 12,57 42,48 1,46 3,88 2,81 104,30 2,35 2,66
Premix 6 12,46 42,1 1,44 3,82 3,38 104,34 2,37 2,65
Premix 7 12,34 41,6 1,43 3,75 4,08 104,25 2,39 2,63
Premix 8 12,22 41,11 1,41 3,67 4,79 104,16 2,41 2,61
Premix 9 12,22 40,67 1,38 3,59 5,49 104,67 2,42 2,6
Premix 10 11,92 40,17 1,36 3,51 6,2 104,58 2,45 2,58
Keterangan
Prx : Premix
HGLS : High grade limestone untuk premik
LGLS : Low grade limestone untuk premik
Tepung baku dibuat dari campuran premik dengan pasir silika, pasir besi dan batu kapur high grade
sebgai korektif. Berikut ini adalah kalkulasi penentuan proporsi tepung baku beserta kandungan
kimia yang diharapkan :
63
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tabel 5 Kalkulasi proporsi tepung baku
Material RM 1 RM 2 RM 3 RM 4 RM 5 RM 6 RM 7 RM 8 RM 9 RM 10
% % % % % % % % % %
Premix 88,5 89 89,7 90,3 90,9 91,5 93,3 94 95,9 98,15
Pasir Silika 2,5 2,5 2,4 2,3 2,2 2,1 1,8 1,7 1,3 1,1
Pasir Besi 1 1 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,8 0,8 0,75
Batu kapur 8 7,5 7 6,5 6 5,5 4 3,5 2 0
Tabel 6 Kandungan kimia tepung baku yang diharapkan
Material LSF SM AM MgO
Ratio Ratio Ratio %
Tepung Baku 1 96,41 2,32 1,85 0,55
Tepung Baku 2 96,35 2,33 1,84 0,99
Tepung Baku 3 96,04 2,36 1,89 1,57
Tepung Baku 4 96,49 2,36 1,87 2,08
Tepung Baku 5 96,06 2,36 1,86 2,61
Tepung Baku 6 96,07 2,36 1,85 3,14
Tepung Baku 7 96,03 2,34 1,83 3,85
Tepung Baku 8 96,08 2,38 1,88 4,54
Tepung Baku 9 96,04 2,38 1,86 5,3
Tepung Baku 10 96,01 2,36 1,88 6,11
Keterangan
RM : Raw Meal (Tepung Baku)
4. Hasil analisis tepung baku menggunakan X-Ray
Material yang telah dicampur dan membentuk tepung baku terlebih dahulu dihomogenkan dengan
mesin turbula selama 5 menit. Sample yang sudah homogen akan dicetak menjadi pelet untuk dicek
kandungan kimianya dengan mesin X-Ray. Tepung baku akan dipreparasi secara otomatis menjadi
pelet pada mesin APM (Automatic Pallet Machine). Palet yang sudah jadi masuk dengan sendirinya
ke mesin X-Ray.
Berikut ini hasil analisis tepung baku (RM) menggunakan mesin X-Ray : Tabel 7 Kandungan kimia tepung baku dengan kandungan MgO yang bervariasi.
Sample
ID
SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO LSF SM ALM
% % % % % ratio ratio ratio
RM 1 14,41 3,42 2,1 42,37 0,57 92,65 2,61 1,63
RM 2 14,40 3,41 2,11 42,15 0,87 92,17 2,61 1,61
RM 3 14,23 3,36 2,04 41,76 1,44 92,51 2,63 1,65
RM 4 14,16 3,32 2,05 41,52 1,86 92,43 2,64 1,62
RM 5 13,72 3,26 2,02 41,35 2,31 94,91 2,60 1,62
RM 6 13,70 3,25 2,03 40,98 2,84 94,19 2,59 1,60
RM 7 13,70 3,20 2,07 40,32 3,50 92,72 2,60 1,55
RM 8 13,49 3,13 1,99 39,97 4,10 93,46 2,64 1,57
RM 9 13,14 3,09 1,99 39,72 4,78 95,19 2,58 1,55
RM 10 13,00 3,06 2,01 39,05 5,64 94,5 2,57 1,52
Hasi X-Ray tepung baku menunjukkan bahwa nilai LSF, SM dan AM similar karena memiliki nilai
deviasi yang rendah menurut Hukum Bogue. Tepung baku siap untuk dibakar menjadi terak besi
karena sesuai target.
64
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
5. Hasil Analisis Terak Besi Menggunakan X-Ray.
Tepung baku yang sudah homogen dicampur sedikit air untuk dibuat bulat-bulat dengan diameter
sekitar 0.5 cm. Bulatan tepung baku dioven selama 24 jam pada suhu 100°C untuk mengurangi
kadar H2O. Tepung baku yang sudah kering siap dibakar di tungku pada suhu 1400°C selama 15
menit. Tepung baku akan berubah menjadi terak besi karena mengalami reaksi kimia selama ada di
tungku pembakar. Terak besi yang sudah jadi didinginkan di desikator agar tidak terkontaminasi
dengan H2O hingga menjadi dingin. Haluskan terak besi yang sudah dingin pada Herzorg Mill
selama 30 detik. Sample yang sudah halus dibagi menjadi dua yaitu untuk uji X-Ray dan titrasi.
Untuk uji X-Ray, timbang 10 gram sample dan masukkan ke mesin press untuk dibuat menjadi
pelet. Pelet yang sudah jadi siap dianalisis menggunakan mesin X-Ray. Sisi sample akan digunakan
untuk titrasi menentukan kadar kapur bebas.
Berikut ini adalah hasil analisa terak mesin menggunakan metode X-Ray : Tabel 8 Kandungan kimia terak besi.
Sample SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MGO LSF SM ALM
% % % % % ratio ratio ratio
Terak 1 24,41 5,44 3,3 65,81 0,76 85,55 2,79 1,65
Terak 2 23,51 5,67 3,35 65,16 1,4 87,22 2,61 1,69
Terak 3 22,73 5,56 3,27 65,39 2,33 90,4 2,57 1,7
Terak 4 21,58 5,41 3,21 65,48 3,24 95,04 2,5 1,69
Terak 5 22,26 5,57 3,29 63,92 4,13 89,98 2,51 1,69
Terak 6 20,92 5,36 3,21 64,58 5,14 96,39 2,44 1,67
Terak 7 20,54 5,34 3,24 63,98 6,38 97,06 2,39 1,65
Terak 8 20,14 5,34 3,14 63,58 7,28 98,23 2,38 1,7
Terak 9 19,53 5,27 3,14 63,01 8,98 100,1 2,32 1,68
Terak 10 19,04 5,23 3,17 61,92 10,51 100,61 2,27 1,65
6. Hasil Analisis Kapur Bebas Dengan Metode Titrasi
Tahap – tahap titrasi untuk membuktikan adanya kapur bebas dalam terak besi sesuai sesuai GL
5011 version 1.2 Tuban Plant PT Holcim Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Timbang 1,0 gram sampel dengan ketelitian 0,1 mg ke dalam gelas Erlenmeyer 200 cc.
b. Tambahkan 40 cc larutan propanol gliserol.
c. Kocok sampai homogeny lalu panaskan di atas pemanas pasir/hot plate dengan
menggunakan pendingin tegak.
d. Setelah timbul warna merah, titrasi dengan Ammonium Asetat kemudian panaskan lagi.
e. Setiap warna merah masih timbul, titrasi masih harus dilanjutkan sampai tidak timbul warna
merah lagi.
f. Hitung volume Ammonium Asetat yang dipakai untuk titrasi.
g. Catat volume penitran yang dibutuhkan (V)
Perhitungan:
Kapur bebas = 𝒗 𝒙 𝒇
𝒔 x 100 %
v : Volume
f : factor = 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝑪𝒂𝑶
𝒗𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑨𝒎𝒐𝒏𝒊𝒖𝒎 𝒂𝒔𝒆𝒕𝒂𝒕
S : berat sample
Berikut ini adalah hasil uji titrasi terak besi adalah sebagai berikut:
65
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tabel 9 Hasil kapur bebas uji titrasi pada terak besi.
Sample
ID
Volume
Titrasi
Kapur
Bebas
ml %
Terak 1 7,56 5,03
Terak 2 7,15 4,75
Terak 3 6,65 4,42
Terak 4 5,92 3,94
Terak 5 5,25 3,49
Terak 6 5,55 3,69
Terak 7 5,43 3,61
Terak 8 5,36 3,56
Terak 9 5,21 3,46
Terak 10 5,11 3,4
7. Korelasi Hasil X-Ray Tepung Baku dan Uji Titrasi
Berikut ini adalah korelasi hasil X-Ray dengan uji titrasi : Tabel 10 Korelasi hasil X-Ray dengan uji titrasi
Sample SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MGO LSF SM ALM FcaO
% % % % % ratio ratio ratio %
Sampel 1 14,41 3,42 2,1 42,37 0,57 92,65 2,61 1,63 5,03
Sampel 2 14,40 3,41 2,11 42,15 0,87 92,17 2,61 1,61 4,75
Sampel 3 14,23 3,36 2,04 41,76 1,44 92,51 2,63 1,65 4,42
Sampel 4 14,16 3,32 2,05 41,52 1,86 92,43 2,64 1,62 3,94
Sampel 5 13,72 3,26 2,02 41,35 2,31 94,91 2,60 1,62 3,49
Sampel 6 13,70 3,25 2,03 40,98 2,84 94,19 2,59 1,60 3,69
Sampel 7 13,70 3,20 2,07 40,32 3,50 92,72 2,60 1,55 3,61
Sampel 8 13,49 3,13 1,99 39,97 4,10 93,46 2,64 1,57 3,56
Sampel 9 13,14 3,09 1,99 39,72 4,78 95,19 2,58 1,55 3,46
Sampel 10 13,00 3,06 2,01 39,05 5,64 94,50 2,57 1,52 3,40
Dari data korelasi uji kandungan kimia dengan X-Ray dan uji titrasi untuk mengetahui kapur bebas
di atas didapatkan bahwa dengan bertambahnya kadar MgO pada tepung baku maka nilai kapur
bebasnya (F.CaO) akan berkurang. Penurunanan kandungan kapur bebas pada terak besi
menunjukkan nilai burnability semakain baik, seusai Burnability Test oleh Peter Burrki.
IV. KESIMPULAN
a. Semaking tinggi kadar MgO dalam tepung baku semakin rendah kadar CaO sehingga untuk
mencapai nilai LSF, SM dan AM yang similar maka SiO2, Al2O3 dan Fe2O3 mengikuti
rendah.
b. Semakin tinggi kadar MgO dalam tepung baku mengakibatkan peningkatan nilai burnability
karena adany penurunan kandungan calcilite dan quartz pada tepung baku sehingga tepung
baku mudah direaksikan pada suhu 1400°C.
Gambar 1 Hubungan Kapur Bebas dengan Burnability
menurut Peter Burki, 2007.
66
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Fasil Alemayehu, Omprakash Sahu, Minimization of Variation in Clinker Quality, Advances in Materials.
Department of Chemical Engineering, KIOT, Wollo University, Kombolcha, Ethiopia, 2013. Vol. 2, No. 2, pp. 23-
28.
[2] Peter Burki, Burnability Test, Holcim Group Support, Ltd, March, 2007.
[3] Proceedings of the World Congress on Engineering and Computer Science 2010 Vol II, WCECS 2010, San
Francisco, USA, October 20-22, 2010. Article by: Mohamed A. Aldieb, Hesham G. Ibrahim, “Variation of Feed
Chemical Composition and Its Effect on Clinker Formation–Simulation Process”.
[4] Surya, Lukman Hadi, Proses Perolehan Literatur, FMIPA Universitas Indonesia, 2008.
67
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Modifikasi sistem cleaning bag cleaner 662-bn1 pt holcim tuban
Ajmal Rizqi Ramadlana; Dewin Purnama.
Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta, ajmal.rizqi.ramadlana@gmail.com
Abstrak
Bag Cleaner merupakan equipment yang berfungsi untuk membersihkan debu yang menempel pada permukaan
kantong semen. System cleaning pada bag cleaner menggunakan semburan udara yang berasal dari blower fan dan
hisapan debu dari unit bag filter. Akan tetapi udara yang di hasilkan blower fan tidak cukup kuat untuk membersihkan
debu yang menempel pada permukaan kantong semen. Sehingga masih terdapat debu yang menempel pada permukaan
kantong semen setelah proses cleaning oleh bag cleaner.
Untuk itu perlu di lakukan modifikasi pada system cleaning bag cleaner. Hal ini dapat dilakukan dengan reposisi nozzle
udara dari blower fan dan penginstallan alat sapu yang berfungsi untuk membersihkan sisa debu yang masih menempel
pada permukaan kantong semen. Alat sapu ini akan diinstall setelah proses cleaning kantong semen menggunakan
semburan udara. Maka nozzle udara akan di letakkan lebih ke depan, dan letak alat sapu berada setelah nozzle udara.
Dengan adanya modifikasi ini dapat dipastikan sisa debu yang masih menempel pada permukaan kantong semen bisa
berkurang. Sehingga permukaan kantong semen menjadi lebih bersih.
Kata kunci : Kantong semen kotor, System Cleaning kantong semen, Alat sapu, Nozzle outlet udara.
Abstract
Bag Cleaner is an equipment which has function to clean dust from cement bag surface. The cleaning system of bag
cleaner is using blower fan to blow air and sucking dust from bag filter unit. However, the air produced by the blower
fan is not strong enough to clean dust from cement bag surface. So, there is still dust on the cement bag surface even
after the cleaning process of bag cleaner.
Therefore, a modification on the bag cleaner’s cleaning system is needed. This modification can be done by
repositioning the outlet air nozzle, and installing a brush sweeper to clean the remaining dust on cement bag surface.
This brush will be installed after the cleaning process of cement bag using blower air. So, the outlet air nozzle will be
put more to the front, and the brush will be put after the output air nozzle.
It is hoped that after this modification is done, the remaining dust on cement surface will decrease. Therefore, the
surface of the cement bag become cleaner.
Keywords : Dirty Cement Bag, Cement Bag Cleaning System, Brush Sweeper, Outlet Air Nozzle.
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
Bag Cleaner merupakan equipment yang berfungsi untuk membersihkan permukaan kantong yang
telah berisi semen. Debu semen yang menempel tentunya menyebabkan permukaan kantong semen
terlihat kotor. Oleh karena itu harus dibersihkan agar kantong semen terlihat bersih dari kotoran
yang menempel.
Di dalam unit Bag Cleaner terdapat Belt Conveyor (BC) yang berfungsi untuk mengangkut kantong
yang telah berisi semen. Kantong semen yang berada di atas BC akan di sembur oleh udara
bertekanan yang berasal dari blower. Kotoran debu semen yang menempel akan lepas dari
permukaan kantong semen. Kemudian debu semen yang berterbangan akibat semburan udara
bertekanan akan dihisap oleh Bag Filter agar kotoran debu tidak kembali menempel pada
permukaan kantong semen dan agar tidak mencemari lingkungan. Sehingga yang diharapkan adalah
setelah keluar dari bag cleaner kantong semen bersih dari debu semen yang menempel.
Malfungsi pada system cleaning bag cleaner menyebabkan kantong semen yang keluar dari bag
cleaner masih kotor. Masih terdapat debu semen yang menempel pada permukaan kantong semen.
Perlu dilakukan modifikasi pada system cleaning bag cleaner. System cleaning berupa brush
sweeper efektif digunakan. Brush sweeper ini diinstal setelah kantong semen melalui proses
pembersihan menggunakan semburan udara yang berasal dari blower. Debu semen yang masih
menempel akan di sapu menggunakan brush sweeper. Sehingga yang diharapkan sisa debu yang
menempel pada permukaan kantong semen berkurang.
68
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
II. EKSPERIMEN
Metode yang dilakukan dalam modifikasi sistem cleaning bag cleaner adalah sebagai berikut :
Observasi lapangan
Observasi lapangan dilakukan dengan tujuan mengetahui kondisi sesungguhnya dari
permasalahan yang sedang terjadi pada equipment 662-BN1. Mengamati malfungsi yang
terjadi pada sistem cleaning equipment 662-BN1. Dan pengambilan data yang mendukung
dalam proses pengerjaan project.
Menggambar design
Menggambar design bertujuan untuk mempermudah proses fabrikasi, dan assembly di
lapangan. Ukuran dimensi gambar harus sesuai dengan data yang diperoleh.
Gambar 1 Gambar design over view brush sweeper
Fabrikasi dan assembly
Fabrikasi dan assembly dilakukan sesuai dengan gambar design yang telah dibuat. Tools
yang memadai diperlukan untuk memperlancar proses fabrikasi dan assembly. Setelah
proses fabrikasi dilakukan di workshop, maka langkah selanjutnya adalah assembly di
lapangan.
Gambar 2 Proses fabrikasi di mechanical workshop
Metode pengetesan
Untuk mengetahui keberhasilan modifikasi ini disusun prosedur pengujian dalam tugas
akhir modifikasi system cleaning bag cleaner ini. Pengujian dilakukan dengan
69
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
membandingkan berapa banyak jumlah debu semen yang masih menempel pada permukaan
kantong semen sebelum dan sesudah proses modifikasi.
Prosedur pengujiannya sebagai berikut:
Prosedur pengujian sebelum proses modifikasi
1. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk menguji (kuas, wadah penampung,
kantong plastik dan timbangan).
2. Mengumpulkan debu semen yang masih menempel pada permukaan kantong semen
menggunakan kuas.
3. Setelah debu terkumpul, debu semen dimasukkan ke dalam wadah penampung.
4. Melakukan langkah 2 dan 3 pada permukaan kantong yang lain (pemilihan kantong
dilakukan secara acak (random)).
5. Mengambil sampling dilakukan pada 10% total jumlah produksi kantong semen per shift
(15 bag).
6. Mengumpulkan semua debu semen sampling pada sebuah wadah penampung.
7. Memasukkan sampling ke dalam kantong plastik.
8. Meimbang dan mencatat hasil sampling.
Gambar 3 Pengambilan sampling sisa debu
Prosedur pengujian sesudah proses modifikasi
1. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk menguji (kuas, wadah penampung,
kantong plastik dan timbangan).
2. Mengumpulkan debu semen yang masih menempel pada permukaan kantong semen
menggunakan kuas.
3. Setelah debu terkumpoul, debu semen dimasukkan ke dalam wadah penampung.
4. Melakukan langkah 2 dan 3 pada permukaan kantong semen yang lain (pemilihan kantong
semen dilakukan secara acak (random)).
5. Pengambilan berapa banyak jumlah kantong sampling sama dengan berapa banyak jumlah
kantong sampling sebelum proses modifikasi (15 bag / shift).
6. Mengumpulkan semua debu semen sampling pada sebuah wadah penampung.
7. Memasukkan ke dalam kantong plastik.
8. Menimbang dan mencatat hasil sampling.
9. Membandingkan dengan hasil sebelum dilakukan proses modifikasi.
Apabila berat hasil pengujian yang didapat setelah proses modifikasi lebih kecil dari sebelum proses
modifikasi, maka proses modifikasi bisa dikatakan berhasil.
70
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil pengujian dengan membandingkan berat
Hasil pengujian dengan membandingkan berat sisa debu semen yang menempel pada permukaan
kantong semen sebelum dan sesudah proses modifikasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Hasil Pengujian Sebelum Modifikasi Tabel 2. Hasil Pengujian Sesudah Modifikasi
Gambar 4 Tabel pengujian sampling debu semen sebelum dan sesudah modifikasi
Pengambilan sample sebelum dan sesudah dilakukan modifikasi dilakukan masing-masing selama 5
hari. Pengambilan sample di lakukan setiap shift produksi (8jam produksi / hari) pada 15 kantong
semen secara acak. 15 kantong merupakan 10% dari total satu line produksi kantong semen per
shift.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah sisa debu yang menempel pada permukaan kantong
setelah dilakukan modifikasi mengalami penurunan.
2. Tampilan kantong semen
Tampilan Kantong semen sesudah dan sebelum proses modifikasi seperti pada Gambar 5 dan
Gambar 6 :
Gambar 5 Kondisi kantong semen sebelum dilakukan proses modifikasi
71
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 6 Kondisi kantong semen sesudah dilakukan proses modifikasi
Tampilan kantong semen sebelum dilakukan proses modifikasi pada system cleaning 662-BN1
terlihat kotor. Sedangkan setelah dilakukan proses modifikasi terlihat lebih bersih.
IV. KESIMPULAN
a. Setelah proses modifikasi sisa debu semen yang menempel pada permukaan kantong semen
mengalami pengurangan. Sisa debu semen yang menempel berkurang 81,2% sebelumnya.
b. Permukaan kantong semen menjadi lebih bersih di tinjau dari jumlah debu semen yang
menempel pada permuiaan kantong semen setelah proses modifikasi menjadi berkurang.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Polysius, Translation of the Original Instructions Operating Insructions, Bag Positioning Conveyor manual, 2012.
[2] Konrad Reitz Ventilatoren, Translation of the Original Instructions Operating manual Single Stage Radial Fan
MXE, Operating Manual Radial Fan MXE, 2009.
[3] Holcim TnD, Materi Training Finish Mill & Dispatch Area, Haver & Boecker Packer Machine Data Sheet, 2013.
72
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Optimalisasi mesin palletizer untuk mencapai kapasitas mesin 4000bag/jam
Issantio saputro
1; Rudi edial
2
1. Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta Konsentrasi Rekayasa Industri Semen,
2. Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta, Moch.issantio@gmail.com
Abstrak
PT. Holcim Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap melakukan proses pengepakan semen bag dengan mesin palletizer. Disinilah
akan diproses untuk penataan semen bag di pallet sebelum dikirimkan ke gudang-gudang tempat penyimpanan
sementara, agar terlihat rapih dan lebih cepat dalam penataan. Setelah diletakan di pallet selanjutnya pallet itu akan
didistribusikan ke setiap gudang-gudang penyimpanan semen bag, dengan menggunakan kereta api ataupun truck.
Tetapi pada akhir ini pengepakan semen dengan mesin palletizer mengalami penurunan, dengan produksi berkisar 2600
bag per jam, yang seharusnya sesuai kapasitas desain mesin palletizer itu sendiri berkapasitas 4000 bag per jam.Untuk
mengatasi permasalahan di atas maka perlu diadakan penelitian untuk mencari tahu akar masalah. Dalam penelitian ini
melibatkan beberapa department, produksi packhouse, elektrik packhouse, mekanik packhouse.Dengan adanya
penelitian yang dilakukan pada sisi operasional dari kesiapan mesin, kelancaran material, dan kesiapan pallet sendiri.
Diharapkan bisa meningkatkan produksi dari mesin palletizer sesuai kapasitas desain mesin.
Kata kunci: Proses pengepakan, mesin palletizer, produksi, kapasitas
Abstract
Optimalisasi mesin palletizer untuk mencapai kapasitas mesin – PT. Holcim Indonesia Tbk. Cilacap Plant do packing
process by palletizer machine. Where the arrangement will be processed for cement bag on pallets before it moved to a
temporary storage, make it looks tidier and faster in the arrangement. Once placed on the pallet then distributed each
temporary storage of cement bag, by train and truck. But recently only gets average 2600 bag per hour, that should be
4000 bag per hour as design capacity.For solving the problem, we will do a research to know the root cause. In this
research we involve some departments, such as, packhouse production, electrical, and mechanical.kFinally, we analyze
it only on operational side such as availability of machine, material flow, and availability of empty pallet. Hopely it can
increase production of palletizer machine based on design capacity.
Keywords: Packing Process, palletizer machine, production, capacity
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
Produksi semen di PT Holcim Indonesia Tbk, Pabrik Cilacap terdapat beberapa tahap dan salah
satunya adalah pengemasan dan pengepakan. Pengemasan semen ke dalam bag adalah suatu proses
pengisian semen dari mesin packer ke kantong semen (bag). Material semen dimasukkan ke dalam
kantong semen dengan berat yang ditentukan kemudian ditransport dengan menggunakan belt
conveyor, kemudian dilanjutkan proses pengepakan. Proses pengepakan ini dilakukan oleh mesin
palletizer. Disinilah akan diproses untuk penataan semen bag di pallet, agar terlihat rapih dan lebih
cepat dalam penataan. Setelah diletakan di pallet selanjutnya pallet itu akan dikirim baik
menggunakan truck atau dengan kereta. Tetapi pada akhir ini pengepakan semen dengan mesin
palletizer mengalami penurunan, dengan produksi berkisar 2600 bag per jam yang seharusnya
sesuai kapasitas desain mesin palletizer itu sendiri berkapasitas 4000 bag per jam. Jadi selisih 2400
bag/jam dari kapasitas desain. Penelitian ini adalah salah satu untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan tujuan pembuatan Standart Pengoperasian yang sebelumnya belum ada untuk
memaksimalkan produksi palletizer.
II. EKSPERIMEN
Untuk memulai penelitian ini diawali dengan Mempelajari proses flow material pada mesin
palletizer. Dan karakteristik dari mesin palletizer di pabrik Cilacap. Diskusi dengan beberapa orang
yang ahli dan berkompeten dalam hal tersebut.
73
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Mulai
Pengumpulan
data
Pengolahan
data
Analisa data
Hasil Analisa
Data
Apakah sudah cukup?
Penerapan
lapangan
Evaluasi
Apakah hasil sudah
optimal?
Saran dan
kesimpulan
Selesai
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Gambar 1. Flow chart metodelogi Metode yang dilakukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Observasi lapangan
Observasi lapangan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan aktual dilapangan, dan
pengambilan data untuk selanjutnya data tersebut akan diolah.
2. Pengolahan data
Data yang telah didapat akan diklasifikasikan dan diolah serta akan menjadi bahan diskusi
menentukan solusi untuk meningkatkan produksi.
3. Analisa data
Analisa data disini menggunakan RCA, dari pengamatan di lapangan, dan beberapa pendapat dari
orang yang berpengalaman dan berkompeten.
4. Hasil analisa data
Dari analisa data dan berdiskusi dengan orang yang berpengalaman serta berkompeten, maka akan
muncul hasil, yaitu berupa rekomendasi untuk parameter pengoperasian.
5. Penerapan lapangan
Setelah ada rekomendasi parameter pengoperasian, selanjutnya rekomendasi tersebut akan
diterapkan di lapangan. Dan akan dipantau selama rekomendasi tersebut dijalankan sebagai bahan
evaluasi.
6. Evaluasi
Evaluasi akan dilakukan setelah menerapkan rekomendasi, dan sebagai bahan koreksi, optimal
tidaknya hasil rekomendasi perameter pengoperasian.
74
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil dari pengamatan lapangan
Setelah mempelajari aliran material pada mesin palletizer ada beberapa masalah yang menyebabkan
tidak optimalnya mesin. Dan proses sebelum mesin palletizer juga berpengaruh untuk
mengoptimalkan mesin. Dari hasil pengamatan dan pengolahan serta analisa data dapat dicari akar
masalah tidak optimal mesin palletizer.
Dari pengamatan yang dilakukan, ada beberapa penyebab mesin tidak optimal (produksi < 4000
bag/jam). Yang pertama sering terjadinya alarm, sering terjadinya alarm karena laju material yang
tidak stabil, dari kerusakan komponen mesin, dan sensor yang abnormal. Yang kedua karena laju
material tidak stabil, material tidak stabil ini karena jarak antara bag yang tidak stabil, dan yang
menentukan jarak antar bag adalah kecepatan mesin packer, spout tidak full, dan saat penjatuhan di
conjunction belt. Dan yang ketiga karena pallet kosong, adanya pallet yang rusak itu mengurangi
ketersediaan pallet di gudang, sehingga berakibat kekosongan palet.
Gambar 2. Diagram akar masalah
Dan peneliti akan fokus melakukan penelitian mengapa material tidak stabil, Sehingga
mengakibatkan mesin tidak optimal (produksi < 4000 bag/jam).
2. Hasil pengamatan pada 27 Januari 2015
Hasil pengamatan banyak terjadi alarm table layer pusher, dikarenakan sensor saat mendorong bag
tidak terdeteksi. Ini disebabkan karena ada beberapa roller table layer pusher ada yang abnormal,
dan pada rell lintasan roller terdapat sisa hard facing welding yang bisa menghambat laju dari roller.
75
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 3. Sisa hard facing welding
3. Pengamatan pada tanggal 12 Mei 2015
Pengamatan ini dilakukan selama 10 jam, dari jam 12.00 sampai jam 21.00, dengan dilakukan
pengujian rekomendasi parameter pengoperasian. 5 jam tidak menggunakan rekomendasi dan 5 jam
setelah menggunakan rekomendasi.
Berikut adalah grafik yang terjadi selama pengamatan.
Gambar 4. Grafik sebelum penerapan rekomendasi parameter
4. Pengamatan dan penerapan rekomendasi parameter pengoperasian
Pada pengamatan kali ini akan diterapkan rekomendasi parameter pengoperasian berdasarkan hasil
pengamatan sebelumnya dan dari akar masalah yang terjadi.
Berikut rekomendasi parameter pengoperasian yang diterapkan pada pengamatan.
76
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
1) Pada waktu pengamatan dilakukan mesin palletizer dilayani oleh 2 mesin packer yaitu:
Packer 2 dengan speed 50
Packer 8 dengan speed 50
2) Ke dua mesin packer menggunakan 8 spout
3) Pengaturan di conjunction belt diatur pada angka 1.05. Seperti gambar berikut:
Gambar 5. Pengaturan bag gap feeding
Dan berikut adalah pengaturan pada panel mesin palletizer.
Gambar 6.Pengaturan bag length
77
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 7. Pengaturan lay off table
5. Hasil dari penerapan rekomendasi parameter.
Hasil dari pengamatan setelah diterapkan rekomendasi parameter selama 5 jam.
Gambar 8. Grafik setelah penerapan rekomendasi parameter
Pada saat penerapan rekomendasi selama 5 jam ini bisa dilihat ada peningkatan dalam produksi
mesin palletizer, dan dalam durasi 5 jam bisa didapatkan maximal current cappacity 72 dan stabil di
antara angka 60-70. Berikut gambar grafik pencapaian current cappacity.
78
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 9. Grafik current capacity
Gambar 10. Grafik current capacity
Gambar 11. Pencapaian current capacity maximal
79
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
IV. KESIMPULAN
1. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa optimalnya mesin
palletizer dipengaruhi juga dari proses sebelumnya. Yaitu kecepatan mesin packer, karena
dapat mempengaruhi jarak antar bag.
2. Dengan diterapkanya rekomendasi parameter pengoperasian ini bisa meningkatkan produksi
dari 2600 bag/jam menjadi 3600 bag/jam.
3. Rekomendasi parameter pengoperasian sebagai berikut
1. Speed packer berkisar 50-52Hz.
2. Pengaturan bag gap pada panel palletizer untuk conjunction belt 1.05s.
3. Jarak antar Bag setelah conjunction belt 30-35cm.
4. Mesin Palletizer dilayani 2 Packer mesin dengan 8 spout.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] ABB Group, "Knowledge Manager," in Section: KM Report, 2009.
[2] ABB Group, "Knowledge Manager," in Section: Signals, 2009.
[3] ABB Group, "Knowledge Manager," in Section: Logs, Maintenance Counters and Stop Definition, 2009.
[4] J. Li, S.H. Masood, Modelling High-Speed Dynamic Material Flow in Palletizing Process with Queuing Theory,
Industrial Engineering Research - An International Journal of IE Theory 5/1 (2008) 20-27.
[5] M. Kavoussanos, A. Pouliezos, An intelligent robotic system for depalletising and emptying polyethylene sacks,
The International Journal of Advanced Manufacturing Technology 14/5 (1998) 358-362.
[6] Dokumen no BA-612-000023-PP-EN projek PT Holcim Indonesia Tbk Cilacap Plant, “BEUMER paletpac®
SCSSBBQA”, 2012
[7] Palletizer Performance, Accesed on 2 Dec 2014. Available: http://hc-cc-tis-srv/km/
[8] Use and maintenance manual, “Packer Giromat GE Plus”, 2004
[9] Anonim, “Production Log book patroller packhouse area”, PT. Holcim Indonesia Cilacap plant, Cilacap, 2015.
80
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Modifikasi scrapper chain conveyor 561-cv1
Ahmad Dimasqi Zhafirin1 ; Nanang Suyanto2; Mochammad Sholeh3
1.Teknik Mesin, Konsentrasi Rekayasa Industri, Politeknik Negeri Jakarta,
2.Mechanic Finish Mill, Departemen Maintenance, PT. Holcim Indonesia Tbk.,
3.Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta. dimasqizh@gmail.com
Abstrak
Chain Conveyor merupakan salah satu alat transportasi material yang memanfaatkan rantai untuk meneruskangerakan
dari motor. Pergerakan rantai akan menggerakkan scrapper. Scrapper difungsikan sebagai alat pengangkut material.
Pada sistem reject Finish Mill Pabrik Tuban 1 PT. Holcim Tbk.,scrapper Chain Conveyor sering mengalami bengkok.
Bengkoknya Scrapper disebabkan beban material reject yang diterima scrapper melebihi kekuatan scrapper.
Banyaknya scrapper yang mengalami bengkok setidaknya dua scrapper dalam satu bulan . Modifikasi pada scrapper
diperlukan untuk mengurangi masalah yang timbul pada Chain Conveyor.Bengkoknya scrapper dapat menyebabkan
hinge link patah. Jika salah satu dari hinge link patah maka akan menyebabkan scrapper tidak tertahan sempurna.
Dalam modifikasi menggunakan perhitungan tegangan bengkok yang terjadi pada scrapper sebagai acuan kekuatan
scrapper. Modifikasi yang dilakukan terhadap scrapper Chain Conveyor dengan cara menambahkan penguat pada
scrapper.
Penguat / stiffner scrapper ini menggunakan material mild steel. Dengan ditambahkan stiffner , maka momen tahanan
bengkok yang mampu diterima scrapper akan bertambah sebesar 6043,52 mm3 .
Kata Kunci : Chain Conveyor, Scrapper,Momen Bengkok
Abstract
Chain Conveyor is an tranport equipment that utilize chainto distributed power from the motor. Chain movement will
drive scrapper. Scrapper used as material carrier. Scrapper Chain Conveyor on the PT.Holcim Tbk. Finish Mill Tuban 1
plant reject system often bend. These bending on scrapper caused by overweight material that exceed the scrapper
strength.
The amount of scrapper that get bend per month at least 2 scrapper. There will be needed a modification on the scrapper
to decrease problems on Chain Conveyor. Bended scrapper can break the hinge link. If one of the hink link broke, the
scrapper will not stay on its place. In a modification using bending stress calculations on the scraper as a reference
scrapper strength.Modification were made to the scraper Chain Conveyor by adding an stiffner at a scrapper.
The stiffner is a mild steel. By addinga stiffner, bending moment that can be received by the scrapper will increase at
6043,52 mm3.
Key words : Chain Conveyor, scrapper, bending moment
I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Cement Mill merupakan alat yang digunakan dalam proses penggilingan tahap akhir pada industri
pembuatan semen PT.X Tbk.. Clinker, gypsum dan filler diumpan ke dalam Cement Mill 561–RM1.
Hasil penggilingan Mill akan dihisap oleh ID Fan 561–FN1 dan harus melewati Separator 561-SR1
yang terdapat dalam Mill. Material yang tidak bisa melewati separator merupakan material reject
dan harus dilakukan penggilingan ulang.
Material reject akan jatuh menuju dasar Mill dan akan digaruk oleh scrapper keluar Mill menuju
Chain Conveyor 561-CV1. Chain Conveyor / CV akan memindahkan material reject menuju
Bucket Elevator 531-BE1 untuk proses penggilingan ulang.
Chain Conveyor 561-CV1 menggunakan scrapper sebagai media penggerak material. Scrapper pada
Chain Conveyor 561-CV1 sering mengalami bengkok. Scrapper bengkok akan menyebabkan salah
satu hinge link patah sehingga menyebabkan scrapper tidak kencang. Jika terjadi hinge link patah
maka bengkoknya scrapper semakin parah dan harus dilakukan perbaikan. Perbaikan yang
dilakukan pada CV akan mengurangi waktu produksi semen.
81
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
II. EKSPERIMEN
1. Observasi Lapangan
Melakukan observasi pada equipment Chain Conveyor 561-CV1. Observasi equipment untuk
mengetahui penyebab bengkoknya scrapper Chain Conveyor 561-CV1. Pengambilan data juga
dilakukan untuk mendukung pengerjaan project.
2. Pengukuran Scrapper
Pengukuran scrapper bertujuan untuk mengetahui dimensi scrapper. Setelah mengetahui dimensi
scrapper, kita bisa menentukan modifikasi yang diperlukan. Berikut adalah gambar desain scrapper
sebelum dimodifikasi.
Gambar 1 Desain Scrapper Chain Conveyor sebelum modifikasi
3. Perhitungan Modifikasi
Perhitungan modifikasi dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari modifikasi yang telah dilakukan.
Modifikasi yang telah dilakukan adalah penambahan plat ditengah scrapper dan penggantian
spesifikasi angle steel. Berikut gambar desain scrapper yang telah dimodifikasi.
Gambar 2 Desain Scrapper Chain Conveyor 561-CV1 setelah dimodifikasi.
4. Pemasangan Scrapper
Pemasangan scrapper yang telah dimodifikasi pada Chain Conveyor 561-CV1.
5. Evaluasi
Melakukan evaluasi pada modifikasi scrapper yang telah terpasang pada Chain Conveyor.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Perhitungan Modifikasi
Modifikasi diperlukan untuk memperkuat kemampuan scrapper menahan beban material reject.
Modifikasi scrapper dengan ditambahkan plat 10 mm. Dengan ditambahkannya plat ini akan
82
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
menambah kekuatan scrapper sehingga mampu menahan beban material reject. Penggantian juga
dilakukan pada angle steel. Angle steel menggunakan ketebalan 5 mm dari yang sebelumnya 4 mm.
Material reject yang dihasilkan Finish Mill selalu fluktuasi. Maka berat material reject perdetik
yang masuk kedalam Chain Conveyor dapat diasumsikan sebagai berikut:
Volume Material = Panjang Scrapper x Tinggi Scrapper x Jarak antar Scrapper
= 639 mm x 50 mm x 175 mm
= 5591250 mm3 = 5591,25 cm3
Berat Material = Volume Material x Berat Jenis Material
= 5591,25 cm3 x 1,2 g/cm3
= 6709,5 g = 6,7095 kg
Gaya Material = Berat x percepatan gravitasi x sin θ
= 6,7095 kg x 9.8 m/s2 x sin (15o)
= 6,7095 kg x 9.8 m/s2 x 0,259
= 17,03 N
Perhitungan sebelum modifikasi sebagai berikut :
Titik Tahanan berat:
A1 = p . l = 50 . 10 = 500
Y1 = h / 2 = 10 / 2 = 5
A2 = (a . t) / 2 = (50 . 25) / 2 = 625
Y2 = (1/3 . t) + 10 = (1/3 . 25) + 10 = 18,33
A3 = (a . t) / 2 = (19,4 . 38,8) / 2 = 376,36
Y3 = (1/3 . t) + 10 = (1/3 . 19,4) + 10 = 16,466
y = =
= = = 10,36 mm
a1 = y – y1= 10,36 – 5 = 5,36
a2 = y2 – y = 18,33 – 10,36 = 7,97
a3 = y3 – y = 16,466 – 10,36 = 6,106
Momen Inersia :
Iz 1 = = = = 4166,66
Iz 2 = = = = 21701,38
Iz 3 = = = = 7869,27
Ix = Iz + (a)2 . A
Ix1 = Iz1 + (a1)2 . A= 4166,66 + (5,36)
2. 500 = 4166,66 + 14387,69 = 18554,35
Ix2 = Iz2 + (a2)2 . A= 21701,38 + (7,97)
2. 625 = 21701,38 + 39658,05 = 61359,43
Ix3 = Iz3 + (a3)2 . A= 7869,27 + (6,106)
2. 376,36 = 7869,2694 + 14012,31 = 21881,58
Ix = Ix 1 + Ix 2 - Ix 3 = 18554,35 + 6159,43 - 21881,58
= 58032,2 mm4
Momen Tahanan Bengkok:
Gambar 3 Penampang
sebelum modifikasi
83
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Wb = = = 5599,257 mm3
Tegangan Bengkok yg diterima scrapper :
σb = = = 155,2378 N/mm2
Gambar 4 Scrapper Chain Conveyor sebelum dimodifikasi.
Perhitungan setelah modifikasi sebagai berikut:
Titik Tahanan berat:
A1 = p . l = 50 . 10 = 500
Y1 = h / 2 = 10 / 2 = 5
A2 = (a . t) / 2 = (50 . 25) / 2 = 625
Y2 = (1/3 . t) + 10 = (1/3 . 25) + 10 = 18,33
A3 = (a . t) / 2 = (12,99 . 12,9) / 2 = 83,78
Y3 = (1/3 . t) + 10 = (1/3 . 12,9) + 10 = 14,3
A4 = (a . t) / 2 = (12,99 . 12,9) / 2 = 83,78
Y4 = (1/3 . t) + 10 = (1/3 . 12,9) + 10 = 14,3
e =
=
= = = 12,07 mm
a1 = e – y1= 12,07 – 5 = 7,07
a2 = y2 – e = 18,33 – 12,07 = 6,26
a3 = y3 – e = 14,3 – 12,07 = 2,23
a4 = y4 – e = 14,3 – 12,07 = 2,23
Momen Inersia :
Iz 1 = = = = 4166,66
Gambar 5 Penampang
setelah modifikasi
84
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Iz 2 = = = = 21701,38
Iz 3 = = = = 774,59
Iz 4 = = = = 774,59
Ix = Iz + (a)2 . A
Ix1 = Iz1 + (a1)2 . A= 4166,66 + (7,07)
2. 500 = 4166,66 + 25020,82 = 29187,48
Ix2 = Iz2 + (a2)2 . A= 21701,38 + (6,26)
2. 625 = 21701,38 + 24460,87 = 46162,25
Ix3 = Iz3 + (a3)2 . A= 774,59+ (2,23)
2. 83,78= 774,59 + 415,132 = 1189,722
Ix4 = Iz4 + (a4)2 . A= 774,59+ (2,23)
2. 83,78= 774,59 + 415,132 = 1189,722
Ix = Ix 1 + Ix 2 - Ix 3 - Ix 4 = 29187,48+ 46162,25- 1189,722- 1189,722
= 72970,3 mm3
Momen Tahanan Bengkok :
Wb = = = 6043,582 mm3
Tegangan Bengkok yg diterima scrapper :
σb = = = 143,8246 N/mm2
Gambar 6 Scrapper Chain Conveyor yang telah dimodifikasi.
2. Pemasangan scrapper
Penggantian scrapper bengkok dengan scrapper yang telah dimodifikasi pada Chain Conveyor 561-
CV1 harus sesuai dengan prosedur. Hal pertama yang dilakukan adalah mengkonfirmasi pekerjaan
penggantian dengan pihak produksi.
Yang kedua adalah pembuatan izin kerja untuk equipment Chain Conveyor 561-CV1 di area finish
mill. Setelah izin kerja dibuat, pastikan alat pelindung diri sudah dilengkapi. Alat pelindung diri
yang harus dilengkapi dalam pekerjaan penggantian scrapper antara lain Helm, sepatu safety,
kacamata safety, baju berreflector dan kaos tangan.
Bahan yang diperlukan pada saat penggantian adalah scrapper yang telah dimodifikasi dan pin lock
untuk mengunci scrapper. Sedangkan alat yang digunakan adalah kunci inggris, cutting torch dan
palu.
85
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hal yang dilakukan adalah membuka manhole yang terdapat pada tail sprocket Chain Conveyor.
Lalu aktifkan local Chain Conveyor hingga menemukan scrapper yang bengkok. Setelah
ditemukan, hentikan local Chain Conveyor dan lock pada local isolator Chain Conveyor. Kemudian
potong pin scrapper menggunakan cutting torch. Scrapper bisa dilepas.
Gambar 7 Bengkoknya scrapper lama
Penggantian dengan scrapper modifikasi dapat dilakukan setelah scrapper lama dilepas. Masukkan
pin baru untuk mengunci scrapper pada link. Panaskan link menggunakan cutting torch guna
memudahkan pin dibengkokkan. Pin dibengkokkan berfungsi untuk mengunci scrapper. Setelah
scrapper terganti, tutup kembali manhole yang telah dibuka.
Buka lock pada local isolator switch dan tutup izin pekerjaan yang telah dibuat. Konfimasikan pada
pihak produksi bahwa perbaikan telah dilakukan. Berikut adalah gambar penggantian scrapper.
Gambar 8 Penggantian scrapper yang telah dimodifikasi
3. Frequensi bengkoknya scrapper
Modifikasi pada scrapper mengurangi frequensi bengkoknya scrapper Chain Conveyor 561-CV1.
Berikut adalah diagram frequensi bengkoknya scrapper:
86
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 9 Diagram jumlah scrapper yang bengkok
Diagram menunjukkan tidak adanya scrapper yang bengkok setelah diadakannya penggantian
scrapper modifikasi.
IV. KESIMPULAN
Modifikasi Scrapper Chain Conveyor dengan menambahkan Stiffner dan mengganti spesifikasi
angle steel dapat menurunkan tegangan pada scrapper dari 155,2378 N/mm2 menjadi 143,8246
N/mm2. Penurunan tegangan yang diterima menunjukkan peningkatan kekuatan pada scrapper.
Peningkatan kekuatan scrapper mengurangi jumlah scrapper 561-CV1 yang bengkok.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Loesche Mill, Assembly Description, Loesche GmbH Hansaalle 243, Dusseldorf Germany, 2012.
[2] Aumund, Instruction Manual Drag Chain Conveyor, Loesche GmbH Hansaalle 243, Dusseldorf Germany, 2012
[3] Taylor and Francis, Standard Handbook of Chains, Chains for Power Transmission and Material Handling, Second
Edition, New York 2006.
[4] Dr. R.K. Bansal, A textbook of Strength of Materials, Laxmi Publications LTD, New Delhi, 2010
[5] Mechanical and Metal Trades Handbook, 2012
Penggantian
Scrapper
Modifikasi
87
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Perancangan alat pelumas otomatis roller apron conveyor 394-ac2
Endin Haryono
1 Sugeng Mulyono
2 Pomo Agung Kurniawan
3 1.Jurusan Teknik Mesin, Konsentrasi Rekayasi Industri Semen, Politeknik Negeri Jakarta
2.Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta
3.Hydraulic and Lubrication Engineer, Maintenance Departement, PT. Holcim Indonesia. Tbk endin.haryono21@gmail.com
Abstrak Apron conveyor merupakan salah satu alat transportasi bahan semen di PT. Holcim Indonesia. Tbk. Conveyor jenis ini
menggunakan roller yang bergerak pada sebuah rel untuk membawa material. Pada roller terdapat 2 buah bearing jenis
single–row deep groove ball bearing dan spherical roller bearing dengan diamaeter 45mm. Sampai akhir tahun 2014
pelumasan roller apron conveyor ini masih menggunakan cara manual memakai hand grease pump. Pekerjaan ini
membutuhkan dua orang karyawan dimana satu orang untuk memompakan grease dan lainnya memasang nipple pada
roller. Berdasarkan peraturan K3 bahwa setiap benda berputar/begerak harus memiliki pengaman mesin atau machine
guarding. Pada kasus ini pekerjaan pelumasan adalah membuka atau melewati pengaman mesin sehingga berpotensi
terjadi kecelakaan kerja pada benda berputar/bergerak. Perancangan alat pelumas apron conveyor bertujuan untuk
merancang alat untuk pelumasan roller apron conveyor yang kuat,aman dan praktis, serta mengurangi potensi bahaya
bekerja pada benda berputar/bergerak. Alat pelumas menggunakan Silinder pneumatik dan Pompa grease dengan udara
bertekanan sebagai sumber penggerak. Spesifikasi alat disesuaikan dengan suplai udara yang tersedia yaitu berkisar
antara 7 - 8 bar. Konstruksi alat menggunakan bahan baja St 42. Aktuasi silinder dikontrol oleh katup pengarah 3/2-way
valve dan satu buah pegas tarik untuk mengembalikan alat ke posisi awal. Proses kontrol menggunakan sistem elektrik
untuk pengaturan relay timer untuk buka-tutup katup solenoid sebagai pengaturan keluaran grease. Metode penilitian
yang dilakukan dengan mengidentifikasi masalah saat pelumasan roller apron dan menentukan solusi yang simple dan
tepat guna megurangi potensi bahaya saat pelumasan.
Hasil perancangan menghasilkan output pompa grease berkisar antara 12.5 gr/roller.
Kata kunci : Perancangan, pelumasan, roller.
Abstract
Apron conveyor is one of transportation cement material at PT. Holcim Indonesia. Ltd. This conveyor type is using
roller and rail as the track for carrying material. Roller have 2 single–row deep groove ball bearing with 45 mm
diameter. Until 2014 Roller lubrication still manually using hand grease pump. This job needs two employees to pump
the grease and the other setting the nipple to the roller. Based on K3 safety all of moving/rotating equipment should
have machine guarding. In this case, that activity must be open (pass) the guarding surely have potential accident
working at moving/rotating equipment. The design of apron conveyor’s lubricant tool propose to designing the
lubrications tool for apron conveyor strong, safety, and practical. and than participate to minimize potential hazard
working at rotating/moving equipment.
Planning lubricant tool are using pneumatic cylinder and grease pump with air pressure powered. Specification of the
part appropriated available air supply that is 7 – 8 bar. The construction is using mild steel St 42. Cylinder actuation is
controlled by 3/2-way valve directional control valve and a spring tension for return back the tool to the first position.
Control process is using electric system for open-closed relay timer control and solenoid valve for output grease.
Methods of research done by identifying problems while lubrication roller apron and determine the solution that is
simple and effective when lubrication service to reduces the potential hazard.
The result of the design is output grease pump between 12.5 gr/roller.
Keywords : Design, Lubrication, roller.
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
Pada dasarnya semua aspek alat produksi memerlukan adanya preventive maintenance, tak
terkecu0061li pada alat transportasi material clinker semen yaitu apron conveyor. Apron conveyor
adalah sebuah alat transportasi yang didisain untuk mengangkut material temperatur tinggi,
mengangkut material ke tempat tinggi, dan untuk material yang tidak memungkinkan menggunaan
belt conveyor, sebagai contoh clinker semen. Apron conveyor mengangkut klinker semen ke Silo
Klinker dimana suhu clinker semen keluaran dari Cooler dapat mencapai 200° C.
Lubrikasi pada roller rutin dilakukan agar menjaga bearing roller tidak cepat aus. Keausan pada
bearing roller apron conveyor dapat membuat roller stuck bahkan keluar dari rel. Pemberian
88
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
pelumas pada roller apron conveyor masih menggunakan tenaga manual dengan frekuensi satu kali
dalam seminggu. Pelumasan dilakukan manual oleh minimal dua orang, satu orang bertindak untuk
memasukkan nipple pada nipple roller dan yang lainnya untuk memompakan grease. Potensi
kecelakaan pada benda berputar menjadi latarbelakang penulis untuk merancang sebuah alat untuk
kemudian dapat membantu saat pemberian pelumas pada roller apron conveyor sehingga, potensi
kecelakaan saat bekerja dengan benda berputar dapat diminimalisir. Sesuai standar safety bahwa
setiap mesin yang berputar harus memiliki guarding atau cover pengaman, sebagai konsekuensi
dari pengaman agar tidak ada pegawai yang menyentuh benda saat berputar.
Penulis harap untuk mewujudkan alat pelumas ini yang artinya cukup satu orang untuk
mengoperasikan. Masih manualnya pelumasan menjadikan kuantitas pelumas tidak dapat terkontrol
sehingga akurasi pelumasan tidak diketahui.
Tujuan
1. Merancang alat untuk pelumasan roller afron conveyor.
2. Turut serta dalam mengurangi potensi bahaya bekerja pada benda berputar/bergerak.
II. METODOLOGI
Diagram Alir Pelaksanaan
Mulai
Identifikasi
Masalah
Rekomendasi
Pembuatan Rancangan
Alat Pelumas Roller
Selesai
Studi Pustaka
Sistem
Pelumasan
Roller
Hasil
Rancangan
Sesuai
Spesifikasi
Tidak
Ya
Sampling
jumlah grease
Hal-hal yang
terkait
perancangan
Gambar 1. Diagram Alir Metodologi Pelaksanaan
89
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Dalam penentuan bahan dan data-data pendukung dilakukan beberapa metode yang bertujuan untuk
mendapatkan informasi yang akurat dari segi operasi alat. Data yang terkumpul dapat dijadikan
sebagai acuan analisa perancangan alat tersebut.
Dalam penulisan tugas akhir ini metode penulisan data yang digunakan adalah:
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah bertujuan untuk mencari topik yang menjadi objek tugas akhir. Pada proses ini
dilakukan diskusi dan observasi mengenai masalah yang terjadi. serta mencari informasi mengenai
alat – alat atau mesin yang menggunakan prinsip kerja autolubrication. Khususnya lubrikasi untuk
benda bergerak. Dari hasil observasi, penulis mendapatkan banyak masukan dan ide dalam
perancangan alat pelumas roller apron conveyor.
2. Studi Pustaka
Pengambilan data mengenai alat transportasi apron conveyor dan data yang berkaitan dengan proses
pelumasan yang digunakan. Mempelajari literatur yang berhubungan dengan sistem pneumatic,
serta pengambilan sample jumlah grease yang digunakan. Pengukuran jumlah sample ditujukan
untuk mengetahui kuantitas grease yang diberikan dan penentuan kapasitas tangki yang akan dibuat.
Studi pustaka juga berisi pengumpulan data-data desain dan spesifikasi alat pelumas sebagai
referensi perancangan.
2.3.1 Perancangan Alat Pelumas Roller
Hasil dari informasi yang terkumpul djadikan sebagai landasan dalam proses perancangan.
Perancangan harus dilakukan secara detail dan jelas agar pelaksanaan sesuai dengan desain konsep
dasar. Juga mengenai perhitungan mengenai kekuatan bahan guna mendapat bahan yang sesuai.
2.3.2 Pengukuran Jumlah Grease
Berdasarkan hasil sampling jumlah grease yang dilakukan selama ini berkisar antara 5-8 gr. Dan
apabila tipe bearing pada roller apron yaitu single –row deep groove ball bearing dengan kode 6309
didapatkan jumlah grease yang diperlukan bearing roller.
Gp = 0.005 D x B
= 0.005 x 100 mm x 25 mm
= 12.5 gr
Keterangan ;
Gp = Kuantitas Grease (gr)
D = Diameter luar bearing (mm)
B = Lebar Bearing (mm)
2.3.3 Perhitungan waktu greasing.
Spesifikasi pompa menjadi acuan untuk menghitung waktu pompa grease aktif untukmemompakan
grease. Berdasarkan output pompa jika menggunakan tekanan 7 bar pompa mampu menghasilkan
keluaran sebesar 650 cc/min.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Konsep Alat
Alat greasing roller apron conveyor menggunakan nipple female yang dipasang pada alat dan akan
bersentuhan dengan nipple male pada roller apron. Saat nipple bertemu maka grease akan
dipompakan sebanyak yang dibutuhkan sesuai settingan waktu. setelah waktu pumping grease
selesai timer lain akan mengaktifkan solenoid pada Directional valve untuk membuat piston
pneumatic instroke.
90
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Mekanisme bertemunya kedua nipple akan terjadi apabila piston pneumatik dalam posisi outstroke.
Pada piston pneumatic dipasang actuator tambahan berupa jari yang akan membuat Arm berubah
posisi. Perubahan posisi Arm akan memberi inputan kepada solenoid valve berupa sinyal digital
yang dihasilkan oleh proximity switch. Solenoid valve akan membuka aliran udara bertekanan untuk
menjalankan pompa grease.
2. Perancangan sistem kontrol
Sistem kontrol untuk mengatur kapan silinder aktif dan pompa grease aktif. sistem kontrol terdiri
dari :
a) Timer On delay
b) Timer off delay
c) Rellay
d) Proximity switch
e) MCB
f) Limit switch
g) Pushbutton
Gambar 2. Rencana Rangkaian Kontrol Greasing
P
N
91
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Konsep Alat
Gambar 3. Gambar Komponen Alat
Gambar 4. Komponen Alat
92
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 5. Komponen Alat
3. Proses Kerja Alat
Mekanisme alat seperti tangan manusia yang memberi grease pada roller yang sedang berjalan,
Ketika roller mengenai alat maka kedua nipple akan betemu / terpasang dan itu akan terjadi apabila
piston pneumatik dalam posisi outstroke. Pada piston pneumatik ini dipasang aktuator tambahan
berupa jari akan terbawa oleh roller yang berjalan dan akan membuat Arm berubah posisi.
Perubahan posisi Arm akan mengaktifkan proximity on dan memberi inputan kepada solenoid valve
berupa sinyal digital untuk mengaktifkan pompa.
Solenoid valve akan membuka aliran udara bertekanan untuk menjalankan pompa grease sesuai
waktu yang ditentukan. Pada saat arm berada pada posisi 90° akan menyentuh limit switch yang
kemudian membuat silinder pneumatik instroke. Pada saat silinder instroke timer 3 menghitung
untuk membuat silinder pneumatik outsroke. Setelah settingan waktu tercapai Silinder pnematik
akan outsroke kembali setelah relay 4 aktif dan sistem kembali ke situasi semula.
IV. KESIMPULAN
1. Rancangan Lubrikasi roller apron conveyor dapat dijadikan referensi guna mengurangi
potensi terjadinya kecelakaan kerja pada benda bergerak.
2. Rancangan sistem alat dengan kerja mekanis dan elektrik berdasarkan timer dapat
membantu lubrikasi roller apron menjadi lebih akurasi.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Sularso, suga. Kiyokatsu, Dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen Mesin, Bandung, PT. Pradya Paramita, 1978.
[2] Patient. Peter, Pickup. Roy, Powell. Norman, Pengantar Ilmu Teknik Pneumatika, Jakarta, PT. Gramedia, 1985
[3] Ridley. Jhon, Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Edisi Ketiga, Jakarta, Erlangga, 2008
[4] Dokumen Kesehatan dan Keselamatan Kerja PT. Holcim Indonesia. Tbk
[5] Kobler,K. Meixner, H. Introduction to Pneumatics Text Book, Festo, Germany, Didactic, 1978
[6] Meixner. H, Kobler. R, Maintenance of pneumatic equipment and system, Germany, Festo Didactic Text Book,
1977.
[7] Fischer, Ulrich. Gomeringer, Roland. Heinzler, Max. Kilgus, Roland. Naher, Fredrich. Oestarie, Stefan. Paetzold,
Heinz. Stephan, Andreas. Mechanical and Metal Trades Handbook, Haan Gruiten, Europa Lehrmittel, 2006
93
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Optimalisasi sistem pfister feeder dengan pipa bypass untuk meningkatkan lifetime rotary
feeder
Sanudin Nuralim
1, Sunarto
1, Slamet Waluyo
2, Aditya Indra
3
1.Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta
2.Mechanic Kiln, Maintenance Departement, PT. Holcim Indonesia Tbk.
3.Process Engineering, Technical Departement, PT. Holcim Indonesia Tbk. n_sanudin@yahoo.com
Abstrak
Proses pembakaran pada tanur putar (rotary kiln) di PT. Holcim Indonesia Tbk, Pabrik 1 Narogong menggunakan
batubara, Solar IDO (industrial diesel oil), dan BBS (Bahan Bakar Sintetis). Penggunaan batubara sebagai bahan bakar
utama menentukan proses pembakaran di tanur putar. Batubara yang sudah dihaluskan di coal mill, kemudian
ditampung di pulverize bin. Transportasi batubara halus dari binke calciner dan kiln burner menggunakan alat
rotaryfeeder danpfister feeder. Pada proses tersebut sering terjadi kerusakan seal dan bearing rotary
feedersehinggamenghambat proses transportasi batubara halus ke pfister feeder. METODE PENELITIAN, HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil observasi dan analisa menunjukan penyebab kerusakan rotary feeder adalah akibat kegagalan pelumasan bearing
dan adanya backflow udara. Masalah tersebut membuat suplai batubara ke pfister feeder terhenti. Tidak adanya suplai
batubara halus ke pfister feeder akan meningkatkan pemakaian solar IDO. Kondisi ini berdampak pada peningkatan
biaya produksi dan perbaikan alat. Pemasangan pipa bypass dilakukan untuk mengurangi backflow udara yang masuk
ke rotary feeder.Pipa bypass dipasang pada sistem pfister feeder. Pengaturan bukaan pipa bypass menjadi parameter
kontrol backflow udara yang masuk ke rotary feeder. Setelah pemasangan pipa bypass, terjadi penurunan frekuensi
kerusakan rotary feeder sebanyak 80%. Data ini merupakan perbandingan periode pengukuran yang sama pada kurun
waktu Februari-April 2015 dengan Agustus-Oktober 2014.
Kata kunci : Rotary feeder , kerusakan seal dan bearing, pipa bypass
Abstract
Burning process in the rotary kiln in Holcim Indonesia Ltd, Narogong plant 1 using coal, Solar industrial diesel oil, and
Synthetic fuel. Coal as the primary fuel determines burning process in the rotary kiln. Coal which has been milled in
coal mill system, stored in pulverize bin. Fine coal tranportation from bin to calciner and kiln burner using rotary feeder
and pfister feeder. Seal and bearing rotary feeder often broke and then inhibit the process of fine coal transportation to
the Pfister feeder. The result of analysys and observation showed the cause of the damage of rotary feeder is bearing
lubrication failure and air backflow. These problems make the supply of coal to the Pfister feeder halted. The halted of
the fine coal supply into pfister feeder increase the use of industrial diesel oil (IDO). This condition have increased the
costs of production and repair tools. Installation of a bypass pipe is done to reduce the backflow of air which entering
into the rotary feeder. Bypass pipe installed on Pfister feeder system. The setting of bypass pipe opening becomes a
parameter control of air backflow which entering into rotary feeder.After the installation of bypass pipe, there is an
improvement of rotary feeder’s damage become 80% lower than before. This data is a comparison of measurement
period between February-April 2015 and August-October 2014.
Keywords: Rotary feeder, Seals and bearing’s damage, the bypass pipe
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses pembakaran material klinker merupakan tahap inti dari pembuatan semen. Bahan bakar yang
digunakan yaitu batubara, solar IDO (Indsutrial Diesel Oil), dan BBS (Bahan Bakar Sintetis).
Penggunaan batubara sebagai bahan bakar utama menentukan proses pembakaran di calciner dan
kiln burner. Oleh karena itu, kelancaran suplai batubara menjadi bagian dari parameter kontrol kiln.
Sebelum dijadikan bahan bakar, batubara dihaluskan terlebih dahulu di coal mill. batubara yang
sudah halus (fine coal) kemudian ditangkap oleh dust collector sebelum dialirkan oleh screw
conveyor. Pengeluaran batubara halus dari bin ke pfister feeder menggunakan rotary feeder. Pfister
feeder mengontrol jumlah umpan bahan bakar ke calciner dan kiln burner.
94
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Sering terjadinya masalah pada peralatan suplai bahan bakar menggangu proses produksi klinker.
Masalah yang sering terjadi adalah kerusakan bearing dan sealrotary feeder.Hal itu mengakibatkan
suplai bahan bakar terhenti. Untuk menghindari kiln stop makadigunakan solar sebagai pengganti
batubara. Penggunaan solar yang tinggi meningkatkan biaya produksi.
Optimalisasi sistem menjadi solusi untuk mengurangi frekuensi kerusakan bearing dan seal rotary
feeder.Salah satunya yaitu dengan pemasangan pipa bypass pada sistem pfister feeder. Dengan
pemasangan pipa bypass, udara bertekanan yang masuk ke sistem pfister feeder dapat
dioptimalkan.Hal tersebut bertujuan mengurangi backflow udara yang masuk ke rotary feeder.
Dengan berkurangnya backflow udara, diharapkan dapat menurunkan frequensi kerusakan bantalan
dan seal rotary feeder.
II. METODE PENELITIAN
Dalam pelaksanaan tugas akhir, ada beberapa metode yang digunakan. Metode tersebut meliputi:
1. Studi Literatur
Penerapan metode ini digunakan untuk mempelajari dan mendapatkan teori-teori serta data
penunjang yang berkaitan dengan permasalahan. Technical Information system (TIS) PT. Holcim
Indonesia Tbk, Jurnal-jurnal penelitian, buku manual, dan internet menjadi media studi literatur.
2. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dilakukan untuk mencari tahu akar masalah sehingga dapat merencanakan
penyelesaian masalah secara tepat. Untuk mengetahui akar permasalahan objek tugas akhir maka
digunakan metode RCA (Root Cause Analysis).
Frequensi Stop
453-RF1
Kerusakan
Bearing dan seal
Kesalahan
Pemasangan
Bearing dan Seal
Kegagalan
Lubrikasi
Shaft dan Blade
RF Aus
Pengecekan Gap
antara Blade dan
casing RF
Pessure Udara
Cleaner RF Telalu
Tinggi
Backflow Udara
dari 453-PF1
Cek Pressure cleaner
453-RF1
Pressure Blower
453-BL1 Terlalu
Tinggi
Gap Rotor dengan
Casing Pfister
453-PF1 Terlalu
Lebar
Cek dan Setting
Gap Rotor 453-
PF1
Cek Pressure
Blower
Pemasangan Pipa Bypass
453-PF1
Perbaikan/
Penggantian Unit 453-
RF1
Pengaturan
waktu Lubrikasi
(WBI) Beraing 453-
RF1Cek SOP
penggantian Bearing
dan Seal 453-RF1
Gambar 1. Root Cause Analysis
95
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
3. Perancangan Alat
Salah satu hasil RCA frekuensi stop 453-RF1 akibat kerusakan bearing dan seal yaitu adanya
backflow udara. Upaya untuk mengurangi backflow udara yang masuk ke rotary feeder yaitu
dengan pemasangan pipa bypass Pfister feeder 453-PF1.Pipa bypass dipasang gate valve untuk
mengatur flow udara yang melalui pipa. Material pipa yang digunakan yaitu pipa baja hitam 4 inch
dengan Schedule 80.
Gambar 2. Rancangan Pipa Bypass 453-PF1
III. ANALISA HASIL RANCANGAN
Hasil rancangan menentukan keberhasilan penyelesaian masalah. Analisa hasil rancangan dilakukan
dengan pengaturan bukaan pipa bypass. Pengaturan tersebut merupakan upaya untuk
mengurangibackflow udara yang masuk ke Rotary Feeder. parameter kontrol bukaan bypass
berdasarkan kenaikan KWblower 453-BL1 danamperePfister Feeder453-PF1. Selain itu jumlah
tonase ton/jam fine coal dan BBS (Bahan Bakar Sisntetis) mempengaruhi bukaan bypass. Analisa
ini membutuhkan waktu yang lama karena tidak stabilnya jumlah tonasefine coal dan BBS.
96
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Mulai
Penentuan Judul
Identifikasi Masalah
Studi Literatur
Perancangan
Alat
Laporan
Selesai
Tidak
Ya
Analisa Hasil
rancangan
Gambar 3. Diagram Alir Metode Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemasangan Pipa Bypass
Pipa bypass dihubungkan pada pipa keluaran Pfister feeder 453-PF1. Jalur bypass dipasang satu
arah dengan aliran material bahan bakar ke calciner. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi
tabrakan udara dari pipa bypass dengan material pada pipa bahan bakar. Gambar 3.2 menunjukan
pemasangan pipa bypass 453-PF1.
97
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 4. Pipa Bypass 453-PF1
Gambar 4. menunjukan pemasangan pipa bypass yang dihubungkan pada pipa input 453-PF1.
Udara bertekanan dari blower 453-BL1 yang masuk melalui pipa input 453-PF1 akan masuk ke
pipa bypass. Jumlah flow rate udara pada pipa bypass diatur dengan katup bukaan bypass.
Gambar 5. Pipa Bypass 453-PF1
4.2 Pengaturan Bukaan Pipa Bypass
Bukaan pipa bypassPfister Feeder 453-PF1 diatur dengan memonitor kenaikan KWblower
453-BL1 di CCR (Central Control Room) NAR 1. Selain itu, kenaikan ampere motor 453-PF1 juga
menjadi parameter kontrol. Hal tersebut untuk memastikan tidak adanya lonjakan arus listrik
blowerdan Pfister Feeder yang terlalu tinggi. Karena lonjakan arus listrik yang melebihi set point
dapat membuat motor 453-PF1 dan 453-BL1 stop.
98
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 6. Perbandingan Bukaan Bypass dengan KW Blower 453-BL1
Data grafik diatas diambil di TIS (Technical information System) PT. Holcim Indonesia Tbk.
Bukaan bypass dibuka mulai 10% sampai 70 %. Terjadi kenaikan sebesar 4 KW pada bukaan 60 %
ke 70 %. Pada bukaan 70 % KW blowersebesar 80 KW. Untuk menghindari lonjakan KW blower
yang terlalu tinggi, bukaan maksimum bypass 453-PF1 dibatasi sampai 70 %.
Kenaikan ampere motor 453-PF1 menjadi bagian kontrol saat pengaturan bukaan bypass. Pfister
Feeder 453-PF1 menerima beban material sebanyak 12 ton/jam saat pengaturan bukaan bypass.
Grafik kenaikan ampere motor Pfister Feeder 453-PF1 saat pengaturan bukaan bypass ditunjukan
pada gambar 3.4.
Gambar 7. Grafik Kenaikan Ampere 453-PF1
Dari grafik diatas kenaikan ampere motor 453-PF1 berbanding lurus dengan kanaikan bukaan pipa
bypass. Pada bukaan bypass 70 %, ampere motor 453-PF1 sebesar 4.85 A.
99
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
4.3 Penggantian Bearing dan Seal Rotary feeder 453-RF1
Gambar 8. Grafik Penggantian Bearing dan Seal Rotary Feeder 453-RF1
Data diatas menunjukan jumlah penggantian bearing dan seal rotary feeder 453-RF1. Sebelum
pemasangan pipa bypass453-PF1 jumlah penggantian bearing dan seal453-RF1 sebanyak 10 kali.
Jumlah tersebut berkurang setelah pemasangan pipa bypass menjadi 2 kali.
4.4 Perhitungan Efisiensi Biaya
Efisiensi biaya yang dimaksud yaitu perbandingan jumlah biaya sebelum dan sesudah pemasangan
pipa bypass 453-PF1. Total biaya dihitung dengan menjumlahkan biaya pemakaian solar serta
penggantian bearing dan seal pada saat perbaikan rotary feeder 453-RF1.
4.4.1 Total biaya sebelum pemasangan pipa bypass
Biaya penggunaan solar :
Jumlah biaya penggunaan solar di calcinerpada saat suplai batubara halus dari pfister feeder 453-
PF1 terhenti dapat dihitung sebagai berikut :
Keterangan :
37.07 liter/min = Jumlah rata-rata penggunaan solar di calciner saat 453-PF1
stop
120 min = Waktu penggantian bearing dan seal rotary feeder 453-RF1
RP. 8.371.69 = Harga solar per liter
10 = Jumlah penggantian bearing dan seal periode Agustus-
Oktober 2014
Biaya penggantian bearing dan seal :
Jumlah biaya penggantian bearing dan seal rotary feeder 453-RF1 dapat dihitung sebagai berikut :
Keterangan :
2 = Jumlah bearing rotary feeder 453-RF1
100
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Rp. 920.000 = Harga 1 bearing rotary feeder 453-RF1
Rp. 110.000 = Harga solar per liter
6 = Harga 1 sealrotary feeder 453-RF1
10 = Jumlah penggantian bearing dan seal periode Agustus-
Oktober 2014
Total biaya :
4.4.2 Total biaya setelah pemasangan pipa bypass
Biaya penggunaan solar :
Biaya penggantian bearing dan seal :
Total biaya :
Jadi total efisiensi biaya yaitu :
V. KESIMPULAN
Pemasangan pipa bypass pada sistem pfister feeder453-PF1 berhasil menurunkan frekuensi
kerusakan bearing dan seal rotary feeder453-RF1sebanyak 80%. Data ini merupakan perbandingan
periode pengukuran yang sama pada kurun waktu Februari-April 2015 dengan Agustus-Oktober
2014.
VI. DAFTAR PUSTAKA [1] Nagulmeera, Shaik and Anilkumar M., Design, Modeling and Analysis of Rotary Air-Lock Valve, International
Journal Of Computational Engineering Research (ijceronline.com) Vol. 03 Issue. 12, 2013
[2] Pfister, Rotor weighfeeder TRW-S/D, Highly accurate and reliable gravimetric feeding for a variety of solid
secondary fuels, Product brochure 2009, Germany
[3] Khurmi, R.S., and Gupta, J.K., 2005, A Text Books of Machine Design, Eurasia Publishing House (Pvt) Ltd, Ram
Nagar, New Delhi 110055.
[4] W.K. Hiromi Ariyaratne, Morten C. Melaaen, Lars-Andrea Tokheim, Optimum Feeding Rate of Solid Hazardous
Waste in a Cement Kiln Burner. International Journal Of Energy and environment 3. Volume 4, Issue 5, pp. 777-
786, 2013.
101
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Kajian potensi energi listrik mikro hidro pada outfall kanal train e-f kilang badak lng
Ahmad Febrian Ramadhani1;Cintya Melinda Joni
2;Ferri Yohanes
3,Eko Wahyu Susilo
4
1. Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta, Depok, Indonesia
2. Dosen Jurusan Teknik Perawatan Mekanikal Rotating LNG Academy, Bontang, Indonesia
3. Dosen Jurusan Teknik Perawatan Listrik Instrumentasi LNG Academy, Bontang, Indonesia E-mail : cintya.melinda@gmail.com
Abstrak
Proses pencairan LNG pada Process Train Badak LNG menggunakan air laut (Sea Cooling Water) sebagai media
pendingin. Sea Cooling Water dari Process Train akan dikembalikan ke laut melalui pipa outfall yang menuju ke kanal.
Outfall tersebut memberikan peluang yang bagus untuk pengembangan pembangkit energi listrik dalam skala mikro
(mikrohidro) maupun piko (pikohidro).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi energi air di outfall kanal kilang Badak LNG untuk membangkitkan
energi listrik. Pembangkit listrik yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya bagi lampu penerangan jalan
dan gedung SHE-Q. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey lapangan serta pengambilan
data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aliran outfall kanal Train E-F memiliki potensi untuk dijadikan sumber
pembangkit listrik tenaga air. Dari data yang terkumpul, dianalisis dan disimpulkan bahwa outfall kanal ini memiliki
ketinggian jatuh air sekitar 3 m dan debit aliran air 9,45 m3/s. Diperkirakan dari potensi ini dapat dihasilkan listrik
dengan kapasitas daya 320 kW.
Kata kunci : mikro hidro, outfall kanal, debit, daya, head.
Abstract
Liquefaction process at Process Train Badak LNG uses sea water (Sea Cooling Water) as refrigerant. Sea Cooling Water
from Process Train will be discharged to the sea by outfall pipe to canal. The head of outfall has a potential energy as a
good chance for the development of microhydro or picohydro power plant.
The purpose of this research is to examine water energy which comes out at outfall canal Train E-F to create
hydroelectricity. It can be used as street lighting and also SHE-Q building. The method used in this research is field
survey and take data.
The result is the flow of outfall canal train E-F has a potential as hydroelectric source. From the collected and analyzed
data, the conclusion is the outfall canal has head around 3 m and the flow is 9,45 m3/s. The output power that can be
produced is around 320 kW.
Keywords: micro hydro, outfall canal, flow, power, head.
I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
PT Badak Natural Gas Liquefaction lebih dikenal dengan PT Badak NGL adalah perusahaan
penghasil LNG (Liquid Natural Gas) terbesar di Indonesia dan di dunia. Berlokasi di Bontang,
Kalimantan Timur, perusahaan ini memiliki 8 process train (A - H) yang mampu menghasilkan 22,5
Mtpa LNG (juta metrik ton LNG per tahun).
Untuk menjaga kelancaran dan keandalan produksi dan operasional pengiriman, PT Badak NGL
telah menjalankan keselamatan & program pengendalian lingkungan, untuk memantau dan
meningkatkan semua aspek kinerja ini, semua karyawan, dan keluarga berpartisipasi dalam
pelaksanaan program-program, untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan, kesehatan dan
pengendalian lingkungan. Program-program konservasi energi yang dilakukan seperti proses
penggantian lampu merkuri dengan lampu LED dan program pemasangan solar cell. Program
tersebut dijalankan karena komitmen perusahaan untuk menurunkan konsumsi energi tidak
terbarukan.
Program-program merupakan upaya perusahaan dalam mewujudkan bisnis yang berwawasan
lingkungan, yang terlahir dari inovasi-inovasi pekerja yang diakomodir dalam bentuk "Quality
Improvement Program" yang dilaksanakan setiap tahun. Salah satu program yang disusun adalah
Green Electricity. Program pemasangan solar cell yang telah disebutkan diatas merupakan salah
satu contoh program yang tersusun dalam program Green Electricity. Dalam pengertiannya Green
102
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Electricity merupakan potensi-potensi yang bisa dijadikan sumber energi pembangkit listrik. Dalam
penelitian ini potensi yang ditemukan bahwa energi potensial jatuhnya air di outfall kanal Train E-F
kilang Badak LNG.
Pemanfaatan energi tersebut memberi peluang terhadap adanya potensi pembangkit listrik tenaga
mikro hidro (PLTMH). Debit aliran airnya dapat menghasilkan daya keluaran puluhan hingga
ratusan watt, tergantung debit air yang keluar. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini
dilakukan suatu kajian tentang potensi energi air yang dimiliki oleh aliran air di oufall kanal Train
E-F yang bisa dimanfaatkan untuk membuat suatu pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH).
Hasil kajian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk pemngembangan selanjutnya sehingga
dapat direalisasikan suatu pembangkit listrik tenaga mikro hidro.
Debit aliran airnya dapat menghasilkan daya keluaran puluhan hingga ratusan watt, tergantung debit
air yang keluar. Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini dilakukan suatu kajian tentang potensi
energi air yang dimiliki oleh aliran air di oufall kanal Train E-F yang bisa dimanfaatkan untuk
membuat suatu pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH). Hasil kajian ini diharapkan dapat
dijadikan acuan untuk pemngembangan selanjutnya sehingga dapat direalisasikan dan dimanfaatkan
secara nyata.
TUJUAN
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menghasilkan sebuah kajian potensi energi yang dimiliki
oleh aliran outfall kanal Train E-F. Tujuan lainnya yaitu :
1. Menganalisis potensi hidrolik yang dapat dihasilkan pada keluaran air outfall kanal Train E-
F
2. Menganalisis kapasitas daya yang dapat dibangkitkan
3. Menganalisis tipe turbin dan kemungkinan tipe generator yang dapat digunakan pada
instalasi pembangkit outfall kanal Train E-F.
II. PERENCANAAN SISTEM
1. Lokasi
Lokasi potensial untuk PLTMH ini berada pada area kilang Badak LNG yang terletak di kota
Bontang, propinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Lokasi tersebut berupa sebuah outfall yang
digunakan sebagai saluran pembuangan Sea Cooling Water. Outfall kanal yang dipilih merupakan
outfall kanal Train E-F yang lokasinya lebih dekat dengan gedung SHE-Q sehingga instalasinya
akan lebih sederhana.
103
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 1. Outfall Kanal Train E-F
2. Pengukuran Debit
Debit merupakan jumlah air yang mengalir di dalam saluran atau sungai per unit waktu. Pada
analisis ini, debit air berdasarkan data sekunder yang didapatkan, besar flow debit dari pipa
keluaran Sea Cooling Water adalah 9,45 m3/s. Output dari pipa ini kan mengalir mengisi bendungan
berukuran 11,2m x 5,3m x 6m dengan volume 356,10 m3. Digunakan pipa pesat berukuran 48’’
untuk mengalirkan air dari bendungan ke turbin. Hal ini ditujukan untuk menambah kecepatan air.
Material pipa pesat pada umumnya adalah stainless steel.
3. Pengukuran Tinggi Jatuh Air
Pengukuran tinggi jatuh air antara keluaran outfall kanal dengan lokasi turbin dapat diketahui dari
gambar konstruksi sipil yang didapat dari data yang sudah ada di Badak LNG. Gambar konstruksi
tersebut Dari gambar konstruksi tersebut didapat bahwa yang memungkinkan adalah sebesar 3 m.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1 merupakan gambar konstruksi bendungan outfall kanal Train E-F. Konstruksinya
memiliki 2 tahap bendungan. Bendungan 1 terhubung dengan pipa keluaran dari Process Train
dengan debit air 9,45 m3/s. Air akan jatuh ke bendungan 2 ketika ketinggiannya mencapai 10 m dari
dasar konstruksi. Bendungan 2 memiliki batas ketinggian air sebesar 7 m dari dasar konstruksi. Air
akan jatuh keluar menuju kanal melalui outfall.
Sistem PLTMH untuk analisis ini akan memanfaatkan bendungan 1. Bendungan 1 akan ditutup
secara penuh dan air akan mengalir melewati pipa pesat berukurang 48’’. Panjang pipa pesat ini
diestimasikan mencapai 13 m. Head yang digunakan sekitar 3 m berdasarkan perbedaan ketinggian
antara bendungan 1, bendungan 2, dan daerah alir menuju kanal. Daerah alir menuju kanal ini
memiliki ketinggian air sebesar 5,9 m.
104
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 2. Desain Konstruksi Kanal Outfall Kanal Train E-F
Turbin akan dikopel dengan generator dimana turbin akan digunakan dalam sumbu
vertikal.Bendungan 2 akan ditiadakan untuk memaksimalkan head. Head yang diestimasi pada
gambar dibawah ini merupakan head minimum dari range yang ditentukan diatas.
Gambar 3. Sketsa Sederhana Konstruksi PLTMH Outfall Kanal Train E-F
105
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
POTENSI HIDROLIK
Potensi hidrolik adalah potensi energi dalam bentuk potensial yang ditimbulkan oleh tekanan air
akibat gaya gravitasibumi. Besarnya potensi hidrolik dapat ditentukan oleh besarnya debit air (Q)
dan ketinggian kemiringan sungai atau head (h). Secara matematis, besarnya potensi hidrolik dari
suatu potensi energi mikrohidro dapat dijelaskan dengan persamaan berikut:
𝑷𝒉 = 𝝆 × 𝒈 × 𝑸 × 𝒉
Keterangan:
Nilai dari masing-masing parameter berdasarkan data sekunder yang didapatkan akan dimuatpada
tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Parameter Potensi Hidrolik
No. Parameter Simbol Satuan Nilai
1. Head h m 3
2. Debit Q m3/s 9,45
3. Gravitasi g m/s2 9,81
4. Potensi Hidrolik Ph kW 278
KAPASITAS DAYA PEMBANGKIT
Besarnya kapasitas daya yang dibangkitkan tergantung pada efisiensi turbin dan generator. Secara
teoritis kapasitas daya pembangkit dapat dihitung menggunakan rumus berikut.
Keterangan : Pel = Kapasitas daya yang dibangkitkan (kW),
= Efisiensi total dari generator dan turbin (%),
Ph = Potensi hidrolik (kW).
Potensi kapasitas daya dari PLTMH outfall kanal Train E-F ini dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2. Parameter Daya Terbangkit
No. Parameter Simbol Satuan Nilai
1. Head H m 3
2. Debit Terukur Qm m3/s 9,45
3. Potensi hidrolik Ph kW 278
4. Estimasi efisiensi turbin ηT % 90
5. Estimasi efisiensi generator ηG % 85
6. Estimasi efisiensi mekanik ηM % 90
7. Estimasi daya terbangkit Pel kW 191,4
𝝆
Ph = Potensi hidrolik (kW)
H = tinggi jatuh air efektif (m)
Q = debit air (m3/s)
g = gravitasi (m/s2)
= massa jenis air (1000 kg/m) 3
)
(1-1)
(1-2)
106
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 4. Losses Sistem PLTMH
Pada saat konversi energi potensial menjadi energi listrik, sebagian energi akan hilang. Hal ini biasa
disebut losses. Diasumsikan pada sistem ini tidak terdapat losses pipa (friction losses) sehingga
losses hanya terdapat pada turbin dan generator.
PEMILIHAN TURBIN
Sistem ini menggunakan 2 buah pipa pesat dan 2 buah turbin. Pemilihan turbin didasarkan pada
nilai head dan debit sistem. Berdasarkan aliran air pada sudunya, turbin dibagi menjadi 2 jenis
yaitu:
a. Turbin Impuls
Turbin Impuls merupakan turbin tekanan sama karena aliran air yang keluar dari nozzle tekanannya
sama dengan tekanan atmosfer. Turbin impuls dibagi menjadi beberapa jenis yaitu, turbin pelton,
crossflow, dan turgo.
b. Turbin Reaksi
Turbin Reaksi merupakan turbin yang bekerja berdasarkan prinsip perbedaan tekanan yang
disebabkan oleh sudu turbin yang memiliki bentuk khusus. Perbedaan tekanan ini memberikan gaya
pada sudu sehingga dapat menggerakan turbin. Turbin reaksi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu,
turbin francis, kaplan, propeller.
Gambar 5. Grafik Pemilihan Turbin
107
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Sistem ini termasuk sistem dengan debit tinggi dan head rendah sehingga tipe turbin yang
memungkinkan untuk digunakan adalah Turbin jenis Propeller. Turbin Propeler umumnya memiliki
efisiensi antara 72% - 92%.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan data-data, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
a. Secara teori, potensi hidrolik yang dihasilkan oleh sistem PLTMH outfall kanal Train E-F
adalah 278 kW. Sistem ini memiliki debih sebesar 9,45 m3/s head sebesar 5m.
b. Berdasarkan data debit dan head, besarnya kapasitas daya terbangkit mencapai 191,4 kW
oleh karena itu pembangkit ini termasuk kedalam jenis pembangkit listrik tenaga mikro
hidro.
c. Pemilihan turbin dilakukan berdasarkan debit dan head desain. Turbin yang cocok untuk
digunakan pada sistem dengan kondisi tersebut adalah Turbin Propeller dengan efisiensi
90%. Serta digunakan generator didasarkan pada daya listrik yang mampu dibangkitkan.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Firmansyah, Ifhan. dkk. Studi Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)
Dompyong 50 kW di Desa Dompyong, Bendungan, Trenggalek untuk Mewujudkan Desa Mandiri Energi (DME).
Surabaya. FTI-ITS.
[2] Ratnata, I Wayan. dkk. 2013. Analisis Potensi Pembangkit Energi Listrik Tenaga Air di Saluran Air Sekitar
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.
[3] Desmiwarman dan Valdi Rizki Yandri. 2015. Pemilihan Tipe Generator yang Cocok untuk PLTMH Desa Guo,
Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Padang. Politeknik Universitas Andalas, Kampus Unand Limau Manis.
[4] European Small Hydropower Association – ESHA. 2004. Guide on How to Develop a Small Hydropower Plant.
Brussels. ESHA.
108
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Perancangan suplai tegangan cadangan untuk mengantisipasi supaya baterai ups di electric
room 5 tidak kehabisan daya
Narko
1; Fatahula
2; Sagi
3
1. Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta
2. Teknik Elektro Politeknik Negeri Jakarta
3. Electrical Maintenance Department narkoelectric@gmail.com
Abstrak
Uninterruptible Power Supply (UPS) adalah komponen penting dalam sistem kontrol yang berguna menyimpan energi
listrik sementara.Penyimpanan energi ini dilakukan di dalam baterai UPS dimana baterai ini memiliki kapasitas tertentu
sesuai dengan kebutuhan beban. Baterai UPS hanya bisa bertahan rata-rata 2 jam jika tidak mendapat suplai tegangan
dari luar. Kegagalan dalam proses suplai tegangan ini dapat menyebabkan daya baterai UPS habis sehingga beberapa
komponen dalam sistem kontrol tidak dapat bekerja. Hal ini dapat dihindari dengan melakukan penambahan suplai
tenaga listrik cadangan pada sistem UPS. Sumber tegangan cadangan ini diambil dari generator set yang sudah ada.
Pengambilan tegangan cadangan untuk suplai UPS ini disertai dengan sistem kontrol untuk menjamin keamanan ketika
terjadi pengalihan tegangan dari sumber utama ke sumber tegangan cadangan.Sistem kontrol yang digunakan adalah
sistem kontrol konvensional dengan menggunakan kontaktor.Sistem kontrol ini diharapkan dapat mempermudah
pengalihan sumber listrik untuk UPS ketika terjadi masalah pada sumber utama.
Kata kunci: UPS, baterai UPS, tegangan cadangan, efisiensi, keamanan.
Abstract
Uninterruptable Power Supply (UPS) is an important component in the control system. It is useful for temporarily
storing electrical energy. Energy storage is carried out in the UPS batteries. These batteries have a certain capacity
according to the load requirements. UPS batteries only last an average of 2 hours if it does not get a supply voltage from
the outside. Failure in the distribution of this voltage can cause exhaustion of the UPS batteries so some components in
the control system can not work. To avoid this, the UPS system should get a backup voltage source. Backup voltage
source is taken from an existing generator set. Making backup voltage is accompanied by a control system to ensure
security in the event of transferring voltage from the main voltage source to the backup voltage. The control system
used is conventional control system using the contactor. We hope it can transfer voltage from main to the backup
voltage easily if there is problem with main voltage from main power.
Key words: UPS, UPS battery, backup voltage, efficiency, safety.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendistribusian tenaga listrik dari sumber utama baik dari PLN maupun dari Main Generator Set
tidak selalu dapat menyuplai energi listrik secara terus menerus. Hal ini dikarenakan adanya
kemungkinan kerusakan dalam sistem distribusi tenaga listrik, sehingga ketika pasokan listrik dari
sumber utama terhenti maka komponen di pabrik, terutama di area kiln membutuhkan suatu suplai
cadangan untuk menjamin berlangsungnya proses produksi. Suplai cadangan ini berupa Generator
Set (Genset) yang ada di masing-masing Electric Room.
UPS merupakan alat untuk menyediakan daya listrik sementara jika terjadi pemutusan pasokan
energi listrik dari sumber utama [2;3;5]. Namun UPS ini hanya bisa bertahan maksimal 2 jam.
Sebelum mencapai 2 jam harus di suplai oleh sumber energi lain yaitu Generator Set. Terdapat tiga
UPS yaitu: UPS 421 (area Kiln), 422 (area Cooler) dan 423 (area Coal Mill) di Electric Room (ER)
5, tetapi dua buah UPS diantaranya (UPS 422 dan 423) belum mendapatkan suplai dari Generator
Set. Sehingga jika terjadi pemadaman atau kegagalan sistem distribusi yang lebih dari 2 jam, dua
buah UPS tadi akan kehabisan daya baterai.
Pengalihan pasokan energi listrik dari sumber utama ke Generator Set harus dilakukan seefektif dan
seefisien mungkin. Beberapa peralatan di area kiln seperti: sistem kontrol, indikasi alat, motor
inching kiln, Bag Filter, Butterfly Valve harus mendapatkan pasokan daya secara terus menerus.
Data dan indikasi pada alat tersebut akan hilang jika pasokan daya tiba-tiba terputus. Kehilangan
109
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
indikasi alat dapat mengkacaukan keseluruhan sistem produksi. Indikasi ini juga sangat menentukan
keselamatan pengguna, operator atau bahkan alat itu.
II. METODE PENELITIAN
1. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Adanya
Pemadaman
Listrik
Observasi Studi
Litelatur
Pengambilan
Data TIS
Root Cause
Analysis
Analisis
Masalah
Sistem Kerja
Distribusi
Listrik
A
Konsultasi
Penentuan Sistem Kerja Rangkaian
Kontrol
A
Apakah Rangkaian
sudah Benar dan
Aman?
Kesimpulan dan Laporan
Selesai
N
Y
Desain Layout
Panel Kontrol
Simulasi Program
Desain Kelistrikan
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
2. Root Cause Analysis (RCA)
Selama satu tahun terakhir ini banyak dijumpai masalah dalam proses produksi semen baik yang
disebabkan oleh mekanik maupun listrik. Masalah ini mengakibatkan terhentinya proses produksi.
Di bawah ini adalah grafik Running Hour dari beberapa alat di area kiln.
Gambar 2. Runing Hour Alat di Area Kiln
Keterangan gambar:
110
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
1. 481-BL2.M1:R_RHR (Blower untuk udara pematik)
2. 471-FN1.M1:R_RHR (Cooler ID Fan)
3. 461-AD1.M1:R_RHR (Penggerak tambahan untuk kiln)
4. 461-MD1.M1:R_RHR (Penggerak utama untuk kiln)
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa beberapa alat di area kiln telah mati selama 10 jam 45 menit
akibat sumber listrik yang bermasalah. Kegagalan distribusi sumber listrik tersebut tidak hanya
mematikan alat-alat diatas melainkan semua komponen dengan sumber listrik yang sama. Hal ini
tentu berdampak pada beberapa alat yang seharusnya tidak diperbolehkan mati selama waktu
tersebut. Jika hal itu terjadi maka suplai cadangan yang dapat digunakan adalah baterai UPS.
Namun demikian baterai UPS hanya mampu menyuplai bebannya selama 2 jam.
3. Penentuan Sistem Kerja Rangkaian
UPS 422 dan 423 dapat dilakukan pengisian dari Generator Set jika sumber listrik utama off. Dan
jika sumber utama on maka pengisian UPS harus berganti ke sumber utama secara otomatis. Jika
sumber utama on maka pengisian UPS dari Generator Set tidak dapat dilakukan. Ini adalah sistem
interlock untuk keamanan UPS dari hubung singkat antara sumber listrik utama dengan sumber
listrik dari Generator Set.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Gambar Perancangan
Gambar diagram pengawatan ini dibuat berdasarkan pengujian yang dilakukan dengan Software
Fluidsim. Dari pengujian tersebut dapat dilihat bahwa rangkaian ini bisa bekerja dengan baik tanpa
adanya hubung singkat. Di bawah ini adalah gambar rangkaian yang dibuat dengan Software
Autocad.
1. Diagram Kontrol
Gambar 3. Diagram Kontrol UPS 422 dan 423
111
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2. Diagram Daya
Gambar 4. Diagram Daya UPS 422 dan 423
3. Panel Kontrol
Gambar 5. Panel Kontrol
4. Diagram Rangkaian kontrol
Diagram waktu adalah diagram yang menunjukkan komponen kontrol (tombol tekan dan kontaktor)
sedang on atau off. Diagram ini dapat mempermudah pembacaan prinsip kerja dari rangkaian
pengawatan. Di bawah ini merupakan gambar diagram waktu dari rangkaian yang sudah dibuat.
6. Diagram Waktu Rangkaian Kontrol
Keterangan gambar:
A. Sumber utama ON
B. Sumber utama OFF
112
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
C. Mulai pengisian UPS 422 dari generator set
D. Mulai pengisian UPS 423 dari generator set
E. Stop pengisian UPS 422 dari generator set
F. Stop pengisian UPS 422 dari generator set
G. Mulai pengisian UPS 423 dari generator set
H. Mulai pengisian UPS 422 dari generator set
I. Sumber utama ON untuk UPS 422
J. Sumber utama ON untuk UPS 423
2. Desain Sistem Kelistrikan ER 5
1. Sistem Kelistrikan sebelum Perancangan
UPS
421
UPS
422
UPS
423
Baterai
Bening
ACB
422
ACB
423
ACB
421
COAL MILL
COOLER
KILN
GEN
SET
Sumber
Utama
Tegangan
menengah
IN
OUT Gambar 7. Sistem Kelistrikan sebelum Perancangan
Gambar di atas menunjukan bahwa UPS 422 dan UPS 423 hanya mendapatkan suplai tegangan dari
sumber utama melalui busbar masing-masing. Sedangkan UPS 421 mendapatkan suplai tegangan
dari sumber utama melalui busbar kiln dan dari generator set. Sehingga jika terjadi masalah pada
sumber utama maka UPS 422 dan UPS 423 tidak mendapatkan suplai tegangan cadangan. Hal ini
yang menyebabkan UPS 422 dan UPS 423 mengalami kehabisan daya baterai ketika terjadi
masalah pada sumber utama selama 2 jam atau lebih.
2. Sistem Kelistrikan sesudah Perancangan
Di bawah ini adalah desain sistem kelistrikan ER 5 setelah perancangan. Garis merah menunjukan
jalur perancangan suplai tenaga listrik cadangan untuk UPS 422 dan 423.
UPS
421
UPS
422
UPS
423
Baterai
Bening
ACB
ACB
ACB
COAL MILL
COOLER
KILN
GEN
SET
Sumber
Utama
Tegangan
menengah
IN
OUT
Feeder
Panel
Kontrol
Gambar 8.Sistem Kelistrikan setelah Perancangan
Gambar di atas menunjukkan bahwa UPS 422 dan UPS 423 mendapatkan suplai tegangan dari
sumber utama melalui busbar masing-masing dan dari generator set melalui busbar kiln. Sehingga
jika terjadi masalah di sumber utama maka kedua UPS ini masih mempunyai suplai tegangan
113
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
cadangan dari generator set. Hal inilah yang dapat mengantisipasi habisnya daya baterai UPS di ER
5 jika terjadi masalah pada sumber utama.
IV. KESIMPULAN
a. Perancangan suplai tegangan listrik cadangan ini mampu mengantisipasi habisnya baterai
UPS di ER 5 dengan memanfaatkan Generator Set yang ada. Sehingga semua alat maupun
indikasi yang tersuplai oleh UPS tetap bisa bekerja sesuai fungsinya meskipun sumber
utama bermasalah. Hal ini akan meningkatkan keamanan pada alat maupun penggunanya.
b. Perancangan sistem kontrol ini mampu melakukan pengalihan pasokan tegangan untuk UPS
dengan efektif dan efisien.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Aprilawati, Hidayah. Perancangan Instalasi Genset di PT. Aichi Tex Indonesia. Bandung
[2] Hendrawan, Herman, dkk. (2013). Analisis Back-up System sebagai Penyuplai Daya Listrik di Gedung Bertingkat
Bogor Trade Mall (BTM). Bogor
[3] Fajar, Muhamad Cesar. (2014). Electrical Sizing Calculation pada Uninteruptible Power Supply (UPS) di North
Duri Development Area-13 (NDD-13) Project-Chevron Pacific Indonesia. Semarang
[4] Purhadi, Ignatius Agus, Khoiri, M. (2009). Rancang Bangun Simulasi Otomasi Catu Daya Darurat Tanpa
Terputus. Yogyakarta
[5] Suryawan, Maman. (2012). Perakitan dan Pengujian Panel Atomatic Transfer Switch (ATS)-Automatic Main
Failure (AMF) Produksi PT. Berkat Manunggal Jaya. Semarang
114
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Kajian fly ash dispersion dengan metode computational fluid dynamics
Candra Damis Widiawaty1; Ahmad Indra Siswantara
2; Adi Syuriadi
1
1. Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta,
2. Dept. Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, candamis@gmail.com
Abstrak
Fly ash dispersion adalah kajian terhadap sebaran partikulat yang dihasilkan oleh stack pada sistem pembangkit listrik
tenaga uap. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketinggian stack terhadap sebaran gas SO2, NO2, dan
partikel pada PLTU Parit Baru CFSPP 2x50 MW Kalimantan Barat. Ada dua desain yaitu S80 dan S100. S80 adalah
stack berdiameter 3,15m dan tinggi 80m sedangkan S100 berdiameter 3,15m dan tinggi 100m.
Penelitian ini menggunakan metode computational fluid dynamics. Tahapannya adalah pembangkitan grid, validasi
grid, kondisi sempadan, dan analisis hasil. Parameter input adalah laju volum gas 377000m3/h dengan komposisi
SO2=375mg/m3, NO2=650mg/m
3, dan partikulat 150mg/m
3.
Hasi penelitian menunjukan desain S100 lebih baik dibandingkan desain S80. Pada jarak 5950 m dari S80, polutan SO2,
CO2, dan partikulat mulai mengkontaminasi udara, sedangkan S100 pada jarak 6250m. S80 menghasilkan konsentrasi
polutan lebih tinggi sebesar 20% dibandingkan dengan S100.
Kata kunci : stack, sebaran gas, polutan, computational fluid dynamics, SO2, NO2, partikulat
Abstract
Fly ash dispersion is one of the applied scien that analysis the particulate dispersion from stack in power plant.
The purpose of this researh is to analyze the effect of stack height corncerning in fly ash dispersion of SO2, NO2, and
particulate at PLTU Parit Baru CFSPP 2x50 MW West Kalimantan . There are two design S80 and S100. S80 has
3,14m diameter and 80m height, where as S100 has 3,14m diameter and 100m height.
This researh used computational fluid dynamics method. The procedures are grid generation, gid validation, boundary
condition, and analysis. Input parameter are volume flow 377000m3/h which is consist of SO2=375mg/m
3,
NO2=650mg/m3, and particulate 150mg/m
3.
The result shows performance of S100 is better than S80. The pollutan of SO2, NO2, and particulate contaminated the
air in 5950m from the S80. Where as the pollutan contaminated air in 6250m from S100. Inspite of that the S80
produced 20%higher pollutant than S100.
Keyword : stack, fly ash dispersion, pollutant, computational fluid dynamics, SO2, NO2, particulate
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan peningkatan jumlah pembangkit listrik tenaga uap, maka diprediksikan konsumsi
batubara untuk pembangkit listrik akan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 8,2% per tahun,
sehingga kebutuhan batubara dari 53 juta ton pada tahun 2012 menjadi 321 million ton pada tahun
2035[1]. Sisa pembakaran batubara akan dilepaskan ke lingkungkan melalui Stack. Sisa
pembakaran batubara mengandung NOx,SOx, dan partikel yang dapat berdampak negatif jika
konsentrasinya di atas ambang batas. Konsentrasi ambang batas SO2 maksimum 750mg/Nm3, NO2
maksimum 850 mg/Nm3, dan partikel maksimum150mg/Nm
3[3].
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian fly ash dispersion dengan metode CFD pada dua
rancangan stack yaitu S80 diameter dalam 3m serta tinggi 80m, dan S100 diameter dalam 3m dan
tinggi 100m. Parameter input adalah laju volum gas 377000m3/h dengan komposisi
SO2=375mg/m3, NO2=650mg/m
3, dan partikulat 150mg/m
3.Hasil penelitian ini adalah
perbandingan konsentrasi SO2, NO2, dan partikel pada ketinggian 10m dan 2m dari permukaan
tanah pada S80 dan S100.
115
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
II. METODOLOGI
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Computational fluid dynamics dengan tahapan
sebagai berikut :
Mulai
Data Perancangan
Pre Processor
Processor
Post Proccesor
Verifikasi
Hasil
Selesai
Tidak
Ya
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Tahapan awal adalah verifikasi data perancangan stack dan gas buang. Tahapan kedua adalah pre
processor meliputi pembangkitan grid, validasi mesh, dan kondisi sempadan. processor adalah
perhitungan yang dilakukan oleh software CFDSOF. Post processor adalah penampilan hasil
berupa kontur dan grafik. Tahapan ketiga adalah verifikasi hasil jika tidak sesuai dengan fenomena
secara teoritik maka harus diulang proses pre processor, processor, dan post processor.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter simulasi yang digunakan sebagai berikut :
Input parameter :
1. Kecepatan angin : 3 m/s
2. Volume flow gas buang : 377000 m3/h
2. Gas buang temperatur : 128oC
3. Temperatur ambient : 29oC
4. Spesies : SO2 = 375 mg/m;NO2 = 650mg/m;Partikel = 150 mg/m
3
5. Domain of x : xmin =-500m, xmax = 12500 m; ymin =0m, ymax = 1000 m;
zmin =0m, zmax = 800 m
6. Dimensi Stack : S100 diameter dalam 3m, tinggi 100m; S80 diameter dalam
3m,tinggi 80 m
116
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Skema simulasi
Gambar 2. Skema Simulasi
Simulasi ini tiga dimensi dengan domain x=13000, y=1000m, dan z=800m. Sisi inlet diaktifkan
profile kecepatan karena kecepatan berubah terhadap tinggi sesuai dengan data perancangan.
Adanya perbedaan temperatur ambient dengan gas buang stack maka diaktifkan perpindahan panas.
Gas buang satck terdiri dari SO2,NO2,dan partikel maka diaktifkan spesies. Hasil Simulasi sebagai
berikut :
Gambar 3. Nilai normalisasi konsentrasi polutan S100 dan S80 pada 2 m dari ground level
117
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Pada ketinggian 2 m dari ground level, konsentrasi polutan yang dihasilkan S80 lebih besar
dibandingkan S100, yaitu SO2 26% lebih tinggi dari S100, NO2 26% dan partikel 26% lebih tinggi
dari S100.
Gambar 4. Nilai normalisasi konsentrasi polutan S100 dan S80 pada 10 m
dari ground level
Pada ketinggian 10 m dari ground level, konsentrasi polutan yang dihasilkan S80 juga lebih besar
dibandingkan S100, yaitu SO2 9% lebih tinggi dari S100, NO2 23% dan partikel 23% lebih tinggi
dari S100.
Gambar 5. Jarak jatuh polutan dari stack pada ketinggian 2 m dari ground level
Ketinggain stack juga mempengaruhi jarak jatuh polutan dari stack, pada S80 polutan mulai
terdispersi ke lingkungan pada jarak 5950m dari stack sedangkan S100 mulai terdispersi ke
lingkungan pada jarak 6250m dari stack.
5950m
6250 m S100
S80
118
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Pada ketinggian 10 m dari ground level polutan yang keluar dari S100 untuk SO2 9% lebih kecil
dibandingkan S80, NO2 23% lebih kecil dibandingkan S80, dan partikel 23% lebih kecil
dibandingkan S80. Pada ketinggian 2 m dari ground level polutan yang keluar dari S100 untuk SO2
11% lebih kecil dibandingkan S80, NO2 26% lebih kecil dibandingkan S80, dan partikel 26% lebih
kecil dibandingkan S80. Polutan mulai terdispersi ke lingkungan pada jarak 5950m dari S80
sedangkan pada S100 pada jarak 6250m. Ketinggian stack mempengaruhi jumlah polutan dan area
yang terdispersi ke lingkungan.
Saat polutan keluar dari stack memiliki temperatur lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitar
sehingga polutan pada awalnya bergerak ke atas kemudian turun sesuai dengan fenomena bouyant.
S100 memiliki tinggi 100 m dimana polutan memiliki waktu dispersi lebih lama dibandingkan S80.
sehingga polutan yang dihasilkan oleh S100 lebih kecil dibandingkan S80. Begitu pula jarak jatuh
polutan dari stack, S100 lebih jauh dibandingkan S80 yaitu S100 6250 m sedangkan S80 5950m.
IV. KESIMPULAN
Kinerja S100 lebih baik dibandingkan S80. Pada ketinggian 10 m dari ground level polutan yang
keluar dari S100 untuk SO2 9% lebih kecil dibandingkan S80, NO2 23% lebih kecil dibandingkan
S80, dan partikel 23% lebih kecil dibandingkan S80. Pada ketinggian 2 m dari ground level polutan
yang keluar dari S100 untuk SO2 11% lebih kecil dibandingkan S80, NO2 26% lebih kecil
dibandingkan S80, dan partikel 26% lebih kecil dibandingkan S80. Polutan mulai terdispersi ke
lingkungan pada jarak 5950m dari S80 sedangkan pada S100 pada jarak 6250.
V. UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didukung oleh PT.CCIT GROUP INDONESIA yang telah memberikan ijin
menggunakan software CFDSOF untuk melakukan flow simulation perancangan Stack.
VI. DAFTAR PUSTAKA [1] Agus Sugiona,et al. Outlook Energi Indonesia 2014. Jakarta.
[2] CFDSOF User Guide and Technical Reference
[3] Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008
[4] PT.CCIT GROUP. Laporan Analysis of fly ash dispersin with CFD Method at PLTU Parit Baru CFSPP
2x55 MW West Kalimantan.2014.
[5] Toncu D.Cristina, Bogoi Alina, Stanciu V, dan Danaila S. Solving SO2 Dispersion from Combustion Stack
gasUsing Plume Reflection On The Ground For Continous Point Source Model. 2011. ISSN 1454-2358. Vol.73,
Iss 3.
.
119
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Modifikasi sampler hot meal pada preheater cilacap plant
Bobi Rasyiid Ar Razzaaq
1,Rudi Edial
2 Teknik Mesin, Konsentrasi Rekayasa Industri Semen, Politeknik Negeri Jakarta
Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta
bobi.rasyiid@gmail.com
Abstrak
Secara umum pembuatan klinker pada pabrik semen dimulai dari mencampur dan menggiling semua bahan baku dan
dilanjutkan dengan tahap pemanasan awal di preheater sebelum dibakar di dalam kiln.Hot meal merupakan sebutan
meterial panas dalam preheateryang diambil untuk mengetahui kualitas pertukaran panas dan kandungan kimianya.
Pada Cilacap plant pengambilan dilakukan pada preheater lantai 6 (30 m) dengan metode snap,yaitu memasukan
lengan bantu berupa pipa galvanis 1”sepanjang 730 mm secara manual, dimana terdapat potensi bahaya semburan
apidengan suhu 800°C dan gas CO2 dari preheateryangdapat menimbulkan cidera fatal, walaupun mereka harus
menggunakan baju tahan api dan alat pelindung diri lainya. Untuk itu penulis memiliki ide untuk mengganti metode
pengambilandari manual menjadi otomatis. Dengan menerapkan konsepgripping and rolling, modifikasi ini
menggunakan duaV-grooved roller yang terhubung dengan motor DC yang berfungsi menjepit dan menggerakan lengan
bantu. Modifikasi ini bertujuan agar pengambilan sampel akan menjadi lebih cepat dan efektif karena contoh sampel
yang sudah siap dibawa. Kecelakaan fatal yang disebabkan semburan api dan gas dapat dihilangkan karena tidak
melibatkan aktifitas langsung pada proses pengambilan.
Kata kunci : Hot meal, Preheater, Sampler, metodeSnap, Otomatis,
Abstract
Modification hot meal sampler at preheater Cilacap plant – Generaly, The manufacturing process of clinker at cement
plant is begun with mixing and milling raw materials, then continued with preheating at preheater before burned inside
of kiln. Hot meal ishot materials inside of preheater thatshould be taken for monitoring heat exchange and chemical
compounds. At Cilacap plant, sampling is taken at preheater 6th
floor (30m), using snap methodwhich is manualy
takenby usinggalvanized pipe 1” 730mm length as extended arm into preheater, it means there are potential hazzards
from fire at 800°C and CO2that \possibility cause fatal injuryaltough they also wear fire-proof cloth and the other
personal protective equipments. To solve the problem, writer have an idea to change sampling method from manual to
automatic Based on Gripping and rolling, modification is using two V-grooved roller that connected to DC motor to
gripping and moving extended arm.As the result, sampling process will be faster and more efective because the sample
is ready. No more fatal accident from fire and chemical gas because there are no dirrect activity at sampling process.
Keywords: Hot meal, Preheater, Sampler, Snap method, Otomatic,
120
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sample hot meal atau raw meal panas diambil satu kali setiap awal shift oleh seorang PQC member
yang berkompeten. Pengambilan dilakukan pada lantai 6 Preheater dengan ketinggian dengan
sistem pengambilan menggunakan metode snap, yaitu alat sampler dimasukan untuk menangkap
jatuhnya material yang ada di dalam kalsiner. Proses pengambilanya, karyawan tersebut harus
memasukan lengan sampler secara manual, selain itu disamping harus mengenakan seragam
lapangan lengan panjang, helemdansepatu savety mereka juga harus mengenakanbaju dan sarung
tangan tahan api, masker kimia,danfull face mask, sebagai APD(Alat Perlindungan Diri) mereka
terhadap paparan panas dan gas CO2 dengan suhu pembakaran mencapai 800° C yang terdapat
pada preheater.Dimana hal ini dapat menimbulkan bahaya yang fatal apabila preheater mengalami
masalah sewaktu waktu dan menyebabkan gas yang terdapat didalamnya menyembur keluar. Untuk
lokasi pengambilan sampler itu tersendiri penulis rasa cukup susah disamping posisinya yang
rendah dimana karyawan tersebut harus menundukan badanya untuk mengambil sampel hot meal,
sehingga ada potensi bahaya dari kondisi dan lingkungan bagi karyawan yang bertugas mengambil
sample tersebut.
Gambar1. Proses pengambilan sampel Hot Meal secara manual pada Preheater lantai 6 Kalsiner ILC dan SLC
121
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
II. METODE PENELITIAN
Start
Identifikasi
Masalah
Pengolahan Data
Penyusunan konsep
Perancangan
Perhitungan Teknik
Perakitan
Sesuai dengan
perencanaan
Evaluasi hasil dan
saran
Pembuatan Laporan
Ya
Tidak
Selesai
Gambar2. Diagram alir proses modifikasi
Dari bagan tersebut dapat dijelaskan metodologi pelaksanaan program sebagai berikut :
a. Identifikasi Masalah
Pada tahap ini, dilakukan survey langsung pada tempat pengambilan sample dan
menganalisis potensi bahaya yang ada dan kemungkinan modifikasi yang dapat
diaplikasikan. Lalu semua data tersebut didiskusikan kepada pembimbing untuk
memperkuat teori.
b. Pengolahan Data
Berdasarkan identifikasi yang diperoleh, penulis mengolah data data lapangan dan
menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen yang akan memakai alat tersebut.
c. Penyusunan Konsep Perancangan
Setelah data diperolaeh dikembangkanya konsep konsep modifikasi yang di dapat dan
menentukan spesifikasi yang dibutuhkan pada modifikasi sampler yang diinginkan. Lalu
pembuatan sketsa gambar teknik untuk mempermudah perancangan modifikasi alat tersebut.
d. Perhitungan Teknik
122
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Pada tahap ini, penulis menghitung dan menentukan spesifikasi secara detail tentang
material dan alat yang dibutuhkan, terutama dalam menahan beban kerja dan penggerak
yang dipakai.
e. Perakitan
Dari penghitungan teknik dan gambar yang telah terbentuk penulis mulai membangun alat
tersebut
f. Uji coba
Dilakukan uji coba tentang alat yang sudah penulis buat dan dibandingkan dengan tujuan
apakah sudah sesuai dengan permintaan konsumen atau tidak.
g. Evaluasi hasil dan saran
Dilakukan evaluasi hasil setelah pembuatan modifikasi alat tersebut dan mengumpulkan
data tentang proses pembuatan alat serta menambahkan saran untuk kedepanya apabila akan
dibuat / diperbaharui lebih lanjut.
h. Pembuatan Laporan
Setelah semua aspek terbentuk, penulis membuat laporan akhir dan dibukukan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Modifikasi Alat
Gambar3. Modifikasi alat pengambil sampelhot meal
2. Bagian-Bagian Mesin
Peralatan / komponen utama pada sistem modifikasi alat samper seperti yang ditunjukan pada
gambar, terdiri dari :
1. Motor dengan gear box
Keterangan:
1. Motor DC 2. V- Grooved wheel 3. Shaft 4. Coupling 5. Bearing 6. Dudukan Bearing 7. Bolt M8 8. Spring tarik 9. Lengan Penjepit 10. Base Plate 11. Support Base Plate 12. Flang 13. Lengan Sampler
123
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Motor listrik bertenaga tegangan DC dengan torsi yang cukup tinggi yang berfungsi sebagai
penggerak roda yang menbentuk gerakan maju mundur pada alat pengambil sampel tersebut.
2. V-Grooved Wheel
Roda yang terbentuk dari round bardengan dimensi x 50 mm yang telah di machining
dengan bentuk V- grooveddengan sudut 120°yang berfungsi mencengkram lengan
pengambil sampel uantuk menggantikan kinerja tangan menusia.
3. Shaft
Berupa besi pejal ST 37 berdimensi Bergungsi sebagai poros roda penjepit yang terhubung
ke motor.
4. Coupling
Berfungsi mentransmisikan gaya yang terbentuk dari motor ke shaft roda agar roda tersebut
dapat berputar.
5. Bearing
Bergungsi utnuk mengurangi koefisien gesek antara shaft dengan roda.
6. Dudukan Bearing
Berfungsi sebagai tempat dudukan dari bearing untuk shaft roda
7. Bolt M8
Berfungsi untuk menarik spring untuk mendapatkan gaya tekan yang menjepit roda bawah.
8. SpringTarik
Berfungsi untuk membuat gaya jepit pada proses pencengkraman roda
9. Lengan penjepit
Sebagai lengan penghubung antara roda atas dengan spring untuk proses pencengraman roda
10. Base Plate
Berfungsi sebagai plat dasar sebagai tempat pemasangan alat penunjang modifikasi sampler
11. Support Base Plate
Berfungsi sebagai tumpuan bantu pada base plat yang terhubung ke flang.
12. Flang
Berfungsi untuk menghubungkan lengan pengambil dengan bagian utama dari pengambil
sampler.
13. Lengan sampler
Bagian ini berupa pipa galvanis dengan travel lengthsepanjang 760 mm yang berfungsi
sebagai lengan bantu pengambil sampel dengan gerakan maju dan mundur untuk
memasukan sampler ke dalam preheater.
3. MekanismeKerja Alat
Mekanisme kerja modifikasi ini cukup sederhana dimana keseluruhan alat ini ditujukan untuk
mengganti kinerja tangan yang mengambil sampel secara manual. Yaitu ketika motor bekerja, motor
tersebut akan menggerakan roda bawah yang sudah mencengkram lengan sampel. Ketika roda
tersebut digerakan maju maka lengan sampel tersebut juga akan maju untuk mengambil material.
Lalu setelah material terambil, maka arah putaran motor akan dibalik yang menyebabkan gerakan
mundur pada lengan sampler untuk menuju tempat penuangan sampler tersebut. Untuk proses
penuangan material tersebut, lengan sampler dimodifikasi sehingga memiliki memutar 180°,
sehingga apabila ketika lengan bergerak maju, maka posisi sampler menghadap atas untuk
menerima sampel, dan ketika lengan digerakan mundur maka posisi sampler akan menghadap
bawah untuk menuangkan sampel tersebut.
IV. KESIMPULAN
1. Proses pengambilan sampel yang dibantu dengan sistem roda penjepit lengan berfungsi
untuk mempermudah proses perngambilan sample hot meal dimana sebelumnya
124
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
pengambilan diambil secara manual kemudian digantikan dengan sistem berpenggerak
motor.
2. Dengan adanya modifikasi ini, proses pengambilan mengurangi aktifitas manusia disekitar
alat sampler, dimana terdapat potensi bahaya tersembur gas panas dan sisa pembakaran
dalam preheater yang dapat menyembur sewaktu waktu apabila terdapat permasalahan pada
preheater.
V. DAFTARPUSTAKA [1] Cement Kiln. January 10, 2015. http://www.wikipedia.org/wiki/Cement_kiln.
[2] Ghosh, S.N. Advances in Cement Technology: Chemistry. Manufacture and Testing. CRC Press, 2003.
[3] Gosh, S.N. Cement And Concrete Sience Technology. Thomas Telford, 1991.
[4] Holcim Group Support Ltd. Holcim Group Regional Support. Vol. 1. 2003.
125
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Rancang bangun steam curing box untuk mempercepat laju hidrasi semen
Akhmad Febri Romadon1, Hamdi
2
1. Mahasiswa Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta Konsentrasi Rekayasa Industri Semen
2. Dosen Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta akhmadfebriromadon@gmail.com
Abstrak
Prosedur yang direkomendasikan untuk mengukur kuat tekan beton adalah melakukan uji kuat tekan beton silinder.
Metode perawatan beton memiliki pengaruh terhadap kuat tekan beton. Perawatan dengan uap adalah sebuah teknik
untuk memperoleh strength awal yang tinggi dalam produksi beton pracetak. Saat ini, Laboratorium Beton Holcim
Indonesia Pabrik Cilacap belum memiliki steam curing box yang dapat mempercepat proses hidrasi semen. Metode
perawatan beton yang digunakan adalah normal curing. Oleh karena itu, diperlukan steam curing box untuk menerapkan
metode perawatan uap.
Pembuatan steam curing box menggunakan stainless plate tebal 3 mm dan steel plate tebal 1,2 mm sebagai cover.
Terdapat glasswool yang berfungsi sebagai peredam panas. Periode pemanasan dan periode penguapan dikontrol oleh
sebuah temperature controller berdasarkan pembacaan sensor suhu.
Hasil rancang bangun adalah sebuah steam curing box untuk menampung benda uji beton silinder berukuran Ø150mm
x 300mm. Benda uji tersebut diletakkan pada sebuah screen yang terbuat dari stainless round bar diameter 8 mm.
Kapasitas maksimum adalah sembilan benda uji beton dengan daya elemen pemanas 2000 Watt. Selain itu, ada dua cara
pengoperasian (manual dan auto) yang dilengkapi dengan emergency switch sebagai alat pengaman.
Kata kunci : beton, kuat tekan, perawatan uap, pracetak, suhu
Abstract
The recommended procedure to measure the concrete strength is to perform compressive strength cylinder test. The
method of curing has the effect to the concrete compressive strength. Steam curing is a technique for obtaining high
early strength in precast concrete production. Nowadays, Concrete Laboratory Holcim Indonesia Cilacap Plant doesn’t
have the steam curing equipment which can accelerate the hydration process of cement. The curing method used is
normal curing. Therefore, it needs a steam curing equipment for applying the steam curing method.
The manufacturing of steam curing box used stainless plate 3 mm thickness and steel plate 1,2 mm thickness. There is
glasswool for heat shock. Heating and steaming period are controlled by a temperature controller based on temperature
sensor readings.
The result of the design and construction is a steam curing box for containing cylindrical concrete test specimens which
have the size Ø150mm x 300mm. Those are placed on the screen which made from stianless round bar 8 mm diameter.
The maximum capacity is nine concrete specimens and it has power 2000 Watt for heating element. In addition, there
are two ways of operation (manual and auto) which equipped by emergency switch as a safety device.
Keywords: concrete, compressive strength, steam curing, precast, temperature
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam acuan yang ada, yaitu ASTM C 684 – 99 (Reapproved 2003) tentang Standar Metode Tes
untuk Membuat, Mempercepat Perawatan, dan Pengujian Kuat Tekan Benda Uji Beton, terdapat
beberapa metode perawatan benda uji yang digunakan. Metode perawatan dengan uap (steam
curing) dalam proses perawatan beton dapat menghasilkan strength awal yang tinggi pada beton
usia muda. Metode ini juga digunakan oleh perusahaan – perusahaan precast concrete dalam
membuat produknya.
Beton pracetak/ precast concrete adalah beton yang dibuat di cetakan dengan ukuran yang sudah
ditentukan atau disesuaikan dengan kebutuhan. Agar beton tersebut dapat segera dibuka dari
cetakan dan tidak menunggu waktu yang lama, maka diperlukan steam curing sehingga bisa
menghemat biaya dan efisien waktu.
Steam curing box merupakan alat yang digunakan untuk mempercepat laju hidrasi semen seiring
dengan peningkatan temperatur. Saat ini concrete laboratory PT Holcim Indonesia Tbk Pabrik
Cilacap belum mempunyai steam curing box yang dapat mempercepat laju hidrasi semen. Oleh
karena itu, dilakukan rancang bangun steam curing box agar concrete laboratory PT Holcim
126
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Indonesia Tbk Pabrik Cilacap dapat menerapkan metode perawatan uap pada benda uji kuat tekan
beton seperti pada precast concrete industrial.
II. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Diagram Penyelesaian Masalah
Tidak
Ya
Sesuai dengan
Perancangan?
Pemilihan Konsep
Perancangan
Perencanaan dan
Perhitungan
Pembuatan dan
Perakitan
Pembahasan dan
Pembuatan laporan
Mulai
Selesai
Studi Literatur
Observasi Lapangan
127
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Rancang Bangun
Gambar 2. Steam Curing Box Overall
Keterangan gambar :
1 = stainless plate tebal 3 mm
2 = steel plate tebal 1,2 mm
3 = lapisan glasswool
4 = drain water
5 = water heater
6 = stainless round bar screen
128
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 3. Electrical Panel of Steam Curing Box
Keterangan gambar :
1 = Indicator Lamp (sebagai tanda ketika heater dalam keadaan on)
2 = Emergency Switch (alat pengaman untuk mematikan steam curing box)
3 = Push Button (start secara manual dan tidak ada batasan waktu steaming period)
4 = Selector Switch (terdapat tiga pilihan: manual, off, dan auto)
5 = Indicator Lamp (sebagai tanda ketika steam curing box telah siap runnning)
6 = Display Temperature (untuk menampilkan suhu di dalam steam curing box)
7 = Push Button (start secara auto dan ada batasan waktu steaming period)
2. Spesifikasi Steam Curing Box
Steam curing box yang telah dibuat memiliki spesifikasi sebagai berikut : Tabel 1. Spesifikasi Steam Curing Box
No. Aspect Spesifikasi
1 Power Heater 2000 W
2 Temperature Sensor Thermocouple type K
3 Temperature Controller OMRON E5CS-R1KJ
4 Timer OMRON H3CR
5 Operation Mode Manual Auto
6 Temperature Curing Cycle Rising temperature up to set
point
Maximum temperature
holding time
Rising temperature up to set
point
Maximum temperature
holding time
Automatically turned off
based on the selected time
7 Maximum Capacity 9 cylindrical concrete test specimens
(9 x Ø150 mm x 300 mm)
8 Overall Dimension 766 x 766 x 700 mm
3. Perhitungan Perpindahan Panas
Steam curing box yang dibutuhkan adalah memiliki kemampuan untuk memanaskan sejumlah air
hingga mencapai suhu uap air 60⁰C – 70⁰C dalam waktu kurang lebih satu jam. Untuk mengetahui
kebutuhan power heater, jumlah air, dan waktu pemanasan yang dibutuhkan, dilakukan sebuah
perhitungan dengan rumus sebagai berikut :
𝑄 = 𝑚1. 𝑐.∆𝑇 + 𝑚2. 𝐿 [3]
Keterangan :
Q = jumlah kalor (J)
129
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
m1 = massa air keseluruhan (kg)
m2 = massa air yang menguap (kg)
c = kalor jenis air (J/kgK)
∆T = perubahan suhu (K)
L = kalor laten (J/kg)
P = Q.t [3]
Keterangan :
P = daya (Watt)
Q = jumlah kalor (J)
t = waktu (s)
Sehingga :
𝑃. 𝑡 = 𝑚1. 𝑐.∆𝑇 + 𝑚2. 𝐿
Untuk menghitung waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu uap air 70⁰C dengan 10 liter air
dan power heater 2000 W adalah sebagai berikut :
Power (P) = 2000 Watt
Volume air (m1) = 10 liter
Kalor jenis air (C) = 4200 J/kg⁰C
Suhu awal (⁰C) = 30⁰C
Suhu akhir (⁰C) = 70⁰C
Perubahan suhu (∆T) = 40⁰C
Kalor laten (L) = 2260000 J/kg
Volume air yang menguap (m2) = 0,6 liter
𝑡 =𝑚1. 𝑐.∆𝑇 + 𝑚2. 𝐿
𝑃
𝑡 = 51 𝑚𝑖𝑛 Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa power heater 2000 W dapat digunakan
untuk memanaskan 10 liter air hingga mencapai suhu uap air 70⁰C selama 51 menit.
4. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton
Hasil yang diharapkan adalah steam curing box dapat digunakan untuk mempercepat laju hidrasi
semen pada benda uji beton berbentuk silinder dengan ukuran Ø150 mm x 300 mm. Untuk
mengetahui pengaruh steam curing box, maka dilakukan pengujian kuat tekan beton yang telah
melalui perawatan uap dan beton yang tidak melalui perawatan uap.
Untuk mengetahui hasil perawatan uap pada beton, dilakukan tiga kali percobaan perawatan uap
pada beton dengan steaming period yang berbeda – beda (4 jam, 6 jam, dan 8 jam). Dalam
percobaan ini diawali proses mixing dengan mix design yang sudah ditentukan. Berikut tabel mix
design yang digunakan pada percobaan : Tabel 2. Mix Design per m
3 Beton
No. Material Jumlah Satuan
1 Semen GU 370 kg
2 Air 185 liter
3 Pasir Fraksi 1 135,5 kg
4 Pasir Fraksi 2 434,9 kg
5 Pasir Fraksi 3 142,6 kg
6 Split 1/2 801 kg
7 Split 2/3 343 kg
8 Retarder 0,37 liter
Adapun komposisi material yang digunakan untuk membuat enam benda uji beton silinder dalam
satu kali percobaan adalah sebagai berikut :
130
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tabel 3. Komposisi Beton per 43 liter Beton
No. Material Jumlah Satuan
1 Semen GU 16 kg
2 Air 7,5 liter
3 Pasir Fraksi 1 5,85 kg
4 Pasir Fraksi 2 18,79 kg
5 Pasir Fraksi 3 6,16 kg
6 Split 1/2 34,62 kg
7 Split 2/3 14,84 kg
8 Retarder 0,16 liter
Siklus perawatan uap terdiri dari delay period, heating period, steaming period, dan cooling
period.[2] Berikut grafik siklus perawatan uap yang dilakukan dalam tiga percobaan pada benda uji
beton silinder berukuran Ø150 mm x 300 mm :
Gambar 3. Siklus Perawatan Uap
Berikut grafik perbandingan compressive strength beton yang telah melalui perawatan uap dan dan
tidak melalui perawatan uap :
Gambar 4. Perbandingan Compressive Strength beton Steamed dan Non Steamed
Berikut tabel hasil pengujian kuat tekan beton yang telah melalui perawatan uap dan tidak melalui
perawatan uap :
020406080
100120140160180
A B C A B C A B C A B C A B C A B C
Steam 4 Jam
Non Steam 4 Jam
Steam 6 Jam
Non Steam 6 Jam
Steam 8 Jam
Non Steam 8 Jam
124 119 118
12 12 12
144 141 139
14 15 15
161 155 159
19 20 20
Stre
ngt
h (
kg/c
m2 )
Specimens
Perbandingan Compressive Strength beton Steamed dan Non Steamed
131
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tabel 4.Hasil Uji Kuat Tekan Beton Steamed dan Non-Steamed
No. Trial Specimen Massa
(kg)
Strength
(kg/cm2)
Steam
Period
Non
Steam
Period
Average
Strength
(kg/cm2)
1
I
A 12,77 123,98 4 jam -
120,48 2 B 12,75 119,16 4 jam -
3 C 12,79 118,31 4 jam -
4 A 12,85 12,29 - 4 jam
12,33 5 B 12,87 12,29 - 4 jam
6 C 12,83 12,41 - 4 jam
7
II
A 12,68 144,46 6 jam -
141,53 8 B 12,66 141,45 6 jam -
9 C 12,70 138,67 6 jam -
10 A 12,73 13,73 - 6 jam
14,42 11 B 12,77 14,70 - 6 jam
12 C 12,80 14,82 - 6 jam
13
III
A 12,66 160,72 8 jam -
158,35 14 B 12,64 155,18 8 jam -
15 C 12,77 159,16 8 jam -
16 A 12,82 19,40 - 8 jam
19,64 17 B 12,87 19,52 - 8 jam
18 C 12,78 20,00 - 8 jam
Berdasarkan perbandingan data tersebut dapat diketahui bahwa steam curing box dapat
mempercepat laju hidrasi semen pada beton setelah melalui perawatan uap.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil rancang bangun steam curing box yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
a. Rancang bangun steam curing box untuk mempercepat laju hidrasi semen telah berhasil
dilakukan.
b. Dengan adanya steam curing box, concrete laboratory PT Holcim Indonesia Tbk Pabrik
Cilacap dapat menerapkan perawatan uap pada benda uji beton.
c. Steam curing box memiliki daya elemen pemanas air 2000 Watt yang cukup untuk
mempercepat laju hidrasi semen pada sembilan benda uji beton silinder berukuran diameter
150 mm dan tinggi 300 mm.
d. Steam curing box memiliki dua cara pengoperasian yang berbeda (manual dan auto) serta
memiliki emergency switch sebagai safety device.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] ASTM C 684-99 (Reapproved 2003),”Standard Test Method for Making, Accelerated Curing, and Testing
Concrete Compression Test Specimens”. Annual Book of ASTM Standards.
[2] Neville A.M., Brooks J.J., “Concrete Technology”, London, Longman Group UK Limited, 2010, 2nd ed., p.188.
[3] Widodo Tri, “Fisika untuk SMA/MA Kelas X”, Jakarta, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009,
p.100-104.
132
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Meminimalkan penurunan feed rateraw mill melalui peningkatan availability 311-re1
Hengki Setiawan1, Djedjen Ahmad
2, Junaedi
3
1. Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta.
2. Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Jakarta
3. RMK Production,,Production Departement, PT. Holcim Indonesia. Tbk
Jamal.s.hengky@gmail.com
Abstrak
311-BC1 adalah alat transport utama penyuplay material Premix ke 331-3B1. Matinya 311 BC1 akan berpengaruh pada
Availability 311-RE1. Sering matinya 311-BC1 diharapkan bisa diminimalkan frekuensinya. Salah satu penyebab
matinya BC1 adalah jatuhnya material Premix dan menarik Rope Switch. Untuk mengurangi banyaknya jatuhan
material Premix di luar proses Reclaiming, perlu dilakukan modifikasi pada Reclaimer. Pada bagian bawah
PlateformReclaimer harus dipasang pemecah material Deadstock dan pengarah material ke outlet Chute. Fungsi dari
pemecah material Deadstock ini adalah untuk membuat bentuk cekungan pada Deadstock Stockpile sehingga material
yang jatuh di luar proses Reclaiming akan tertahan pada cekungan tersebut dan tidak jatuh ke BC. Selain pemecah
material, pada Outlet Chute akan ditambahkan Additional Chute yang berfungsi sebagai penerima material Deadstock
yang sudah pecah dari pengarah material yang sudah dipasang. Metode penelitianJika hasil modifikasi ini masih belum
maksimal, action yang harus dilakukan adalah pemasangan Cover pada Rope Switch. Diatas Rope Switch akan dipasang
cover untuk mencegah material yang jatuh dari stockpile langsung mengenai Rope Switch dan mematikan BC. Hasil
dari modifikasi ini diharapkan mampu mengurangi Frekuensi matinya BC akibat Rope Switch yang tertimpa material.
Kata kunci: Rope Switch, Availability, Additional Chute
Abstract
311-BC1 is main transporting equipment that supply Premix material to 331-3B1. Availability of 311-RE1 is depend on
311-BC1. Its expected to reduce the frequency of 311-BC1 Unavailability. 311-BC1 is usually shuted off by falling
material which pulled the Rope Switch. To reduce amount of material falling outside of reclaiming process, we need to
modificate the Reclaimer. Below the Plateform of Reclaimer, we need to install Deadstock Material Breaker and
Material way Outlet Chute. The function of Deadstock material Breaker is to make Concave Shape on the Deadstock of
Stockpile, So the falling material outside of reclaiming process will endured on the concave Shape and didn’t fall
through the Rope Switch. We also need to install additional Chute on the outlet chute of Reclaimer, which the function
is to receive Deadstock material which already Broke from material ways. If the modification result isn’t good enough,
we need to install Cover above Rope Switch. So the falling material from stockpile didn’t get the Rope Switch and pull
it. We expect the result of this modification can Reduce the frequency on unavailability 311-BC1 which cause of
material falling from the Stockpile.
Key word: Rope Switch, Availability, Outlet Chute.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Material Premix yang akan digiling di Raw Mill memiliki proporsi 98% dari total material yang
digiling. Jika suplai material Premix ke Bin 331-3B1 terganggu, maka akan berpengaruh pada Feed
Rate Raw Mill. Ketika suplai material ke Bin terganggu dan kapasitas Feeding ke Raw Mill stabil,
maka level material di Bin akan semakin menurun. Operator Raw Mill akan menurunkan Feed Rate
Raw Mill selama suplai material ke Bin 331-3B1 masih terganggu. Jika suplai material Premixke
Binterganggu dalam waktu yang cukup untuk menurunkan level material pada batas terendah, maka
operator akan mematikan Raw Mill.
Beberapa masalah yang sering mengganggu suplai material Premix ke 331-3B1 antara lain:
1) Matinya 311-BC1 akibat material yang jatuh dan menarik Rope Switch BC.
2) 311-BC1 miring dan mengakibatkan sensor Belt Drift tersentuh.
3) Turunnya pressure Rail Clamp yang mengakibatkan Rake tidak bergerak sehingga mematikan
Reclaimer.
133
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
4) Longsoran material Stockpile hasil penggarukan Rake yang mengakibatkan motor Main Chain
Overload.
5) Scraper311-RE1 yang sering patah/rusak.
Dari beberapa masalah di atas, sering matinya311-BC1 akibat material yang jatuh menjadi masalah
yang harus segera ditemukan solusinya. Matinya 311-BC1 sangat mengganggu suplai material
ke331-3B1. Untuk mereadykan kembali 311-BC1 membutuhkan waktu yang tidak menentu. Jika
operator segera mengetahui 311-BC1 mati, maka BC tersebut bisa segera dijadikan Available
kembali sebelum level material di Bin sampai pada batas terendah. Namun, jika operator tidak
segera mengetahui matinya 311-BC1, level pada Bin akan mencapai batas terendah dan akan
otomatis mematikan Raw Mill.
II. METODE PELAKSANAAN
1. Observasi Masalah
Observasi yang dilakukan berupa analisis Visual di lokasi Equipment dan dari display CCR. Untuk
mengetahui 311-BC1 dan 311-RE1 dalam kondisi Unavailable karena Rope Switch yang tertarik,
bisa dilihat dari display CCR. Ketika 311-BC1 dan 311-RE1 Unavailable, tindakan yang harus
dilakukan adalah mengaktifkan kembali Rope Switch dari local (lokasi Equipment). Dalam
melakukan pengaktifan Rope Switch, kita sekaligus melakukan analisis dari bagian Rope Switch
nomor berapakah yang tertarik. Kita bisa mengetahui penyebab tertariknya Rope Switch tersebut
dengan melihat kondisi di local. Dari hasil observasi, disimpulkan beberapa penyebab tertariknya
Rope Switch, antara lain :
1. Tertimpa longsoran material dari Stockpile ketika proses Stacking. Kasus yang pertama ini
bisa diamati dari posisi Rope Switch yang tertarik apakah masuk dalam Range Travel dalam
proses Stacking. Jika masuk dalam Range, penyebab tertariknya Rope Switch bisa dipastikan
berasal dari longsoran material Stacking.
2. Tertimpa tumpahan material dari atas Belt Conveyor. Kondisi ini bisa terjadi jika Load
material dari Reclaimer terlalu banyak sehingga material akan tumpah dari BC.
3. Ditarik secara manual karena sedang ada kegiatan di sekitar Belt Conveyor untuk
memastikan keselamatan kerja.
Dalam kasus matinya 311-BC1 penyebab yang paling sering terjadi adalah longsornya material
ketika proses Stacking. Ukuran batu kapur maupun Clay yang masih terlalu besar ketika dicurahkan
dari Stacker akan langsung tergelincir menuju ujung Deadstock. Kondisi ujung Deadstock yang
tanpa penghalang akan menyebabkan batu kapur maupun Clay akan tetap tergelincir dan jatuh
menuju BC. Jika material jatuh tepat di atas BC, maka hal itu tidak menjadi masalah, namun ketika
material jatuh di luar BC dan mengenai Rope Switch, Belt Conveyor akan mati dan mengakibatkan
Reclaimer menjadi mati.
2. Penentuan Penyelesaian Masalah
Berdasarkan observasi yang dilakukan di lokasi Equipment, untuk mendapatkan solusi dari
permasalahan matinya BC, mahasiswa melakukan diskusi dengan beberapa pembimbing Plant.
Untuk mengurangi frekuensi matinya BC akibat material yang tergelincir dari Stockpile ditetapkan
untuk membuat Trap material yang meluncur melewati ujung deadstock. Trap yang dibuat berupa
cekungan di ujung Deadstock. Untuk membuat bentuk cekungan di ujung Deadstock diperlukan alat
untuk memecah material Deadstock yang telah mengeras. Selain pemecah material, pemasangan
pengarah material juga diperlukan sebagai alat pembuang material Deadstock yang telah terpecah.
Material yang diarahkan oleh pengarah material akan dimasukkan ke Outlet Chute tambahan
(Additional Chute) yang akan dipasang satu paket dalam proyek ini.
134
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
3. Fabrikasi Alat.
a. Tahap Persiapan
Tahap yang pertama yaitu persiapan alat. Persiapan alat dilakukan ketika akan melakukan fabrikasi
alat di workshop. Berikut alat-alat yang digunakan untuk proses pekerjaan modifikasi di Reclaimer:
- Tabung acetylene dan oksigen - Blanket
- Mesin las portable - Hand gloves
- Welding mask - Full mask
- Gerinda - Roll kabel
- Kawat Las RD718, diameter 3.2 mm
Selain mempersiapkan alat-alat, material yang akan digunakan juga dipersiakan, antara lain :
- Mildsteel dengan tebal 6mm, 1200x3200 sebanyak 5 lembar.
- C beam 150mm
- Besi Siku
b. Tahap Fabrikasi
Proses Fabrikasi seluruhnya dilakukan di Workshop mekanik. Dalam tahap fabrikasi, yang
dilakukan pertama kali adalah melakukan pemotongan material yang akan dipakai. Pemotongan
Mildsteel dilakukan dengan menggunakan Cutting Torch sesuai dengan bentuk yang dibutuhkan.
Setelah dilakukan pemotongan, material digerinda untuk menghilangkan permukaan kasar pada
ujung bekas pemotongan. Hasil pemotongan material yang telah digerinda kemudian dirangkai dan
disatukan menggunakan mesin las. Pengelasan menggunakan system SMAW dengan kawat las
RD718 diameter 3,2mm. Proses fabrikasi dilakukan bertahap, yaitu menyelesaikan 1 part
dilanjutkan dengan part yang lain.
Gambar 1. Desain Additional Chute
135
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
c. Tahap Pemasangan
Tahap Pemasangan dilakukan di lokasi Equipment yang dimodifikasi. Part-part modifikasi yang
telah selesai difabrikasi diangkut ke lokasi Reclaimer. Proses pemasangan yang dilakukan pertama
kali adalah pemasangan additional Chute. Dalam pemasangan additional Chute, ada beberapa alat
tambahan yang digunakan, antara lain :
- Chainblock
- Webbing Sling
- Full Body Hardness
- Besi penyangga.
Dalam pemasangan additional chute, pekerja harus mendapatkan Hot work permit karena
melakukan pengelasan diatas Belt Conveyor. Pemasangan additional chute harus diangkat
menggunakanchainblock karena additional chute memiliki ukuran besar dan berat. Setelah
additional chute terpasang, part yang dipasang selanjutnya adalah Pemecah material. Pemecah
material dipasang pada bagian samping platform dan terpendam setengah bagian pada material
deadstock. Part terakhir yang dipasang adalah peengarah material yang berbentuk menyerupai
huruf Y. Pengarah material dipasang pada frame yang ada dibawah platform.Pengarah material ini
diharapkan mampu membersihkan material deadstock yang terpecah menuju outlet chute.
Gambar 2. Pemasangan Additional Chute
d. Tahap Pengetesan Equipment
Setelah semua part modifikasi terpasang, harus dilakukan test run pada equipment untuk
memastikan modifikasi berhasil dan tidak mengganggu system equipment. Pada saat test run,
system equipment berjalan normal dan tidak ada yang terganggu akibat modifikasi.
4. Evaluasi Modifikasi dan Pengaruh terhadap masalah
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui efek dari modifikasi yang telah dilakukan, apakah berfungsi
sesuai dengan tujuan dan memberikan solusi dari permasalahan matinya BC akibat Rope Switch
136
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
yang tertarik. Selain itu, evaluasi juga dimaksudkan untuk mengontrol kondisi equipment setelah
dilakukan modifikasi. Hasil dari Evaluasi akan dimasukkan ke dalam hasil dari Tugas Akhir ini.
Diagram Alir Pelaksanaan Tugas Akhir : start
Mencari solusi masalah
matinya BC
Diskusi dengan Mekanik
Menentukan Solusi
Gambar Desain
Fabrikasi
Pemasangan Pada Reclaimer
Supervisi
Pengetesan
Stop
Disetujui
Tidak
Ok
Melakukan Upgrading sesuai
kekurangan pada modifikasi
Tidak Ok
Melakukan pengamatan
penyebab matinya BC
Gambar 3.
III. HASIL & PEMBAHASAN
1. Pengaruh Pemasangan Pemecah Material
Tujuan dari pemasangan pemecah material adalah untuk mebuat bentuk cekungan pada ujung
deadstock. Pembuatan bentuk cekungan dilakukan dengan cara memecah material Deadstock yang
telah mengeras menggunakan pemecah material dari Mildsteel. Pemecah material dipasang pada sisi
selatan Platform Reclaimer dengan posisi setengah terpendam, sehingga ketika Reclaimer bergerak,
pemecah material akan menabrak Material Deadstock yang telah mengeras. Pemecah material
diharapkan mampu memecahkan material Deadstock dan membuat bentuk cekungan.
Dari hasil pemasangan pemecah material yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa material
Deadstock berhasil dipecahkan dan mulai terbentuk Cekungan pada ujung Deadstock.Hasil pecahan
material Deadstock tidak semuanya langsung masuk ke dalam Additional Chute, melainkan ada
beberapa yang masih tertinggal di ujung Deadstock
137
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2. Pengaruh Pemasangan Pengarah Material
Pemasangan pengarah material yang awalnya di tujukan untuk membersihkan material yang telah
terpecah mengalami beberapa kendala. Hasil pecahan material deadstock yang terbentuk memiliki
ukuran yang cukup besar. Dengan ukuran pecahan material yang besar, pengarah material tidak
mampu mengakomodasi dan fungsinya menjadi hilang. Material dengan ukuran yang besar menjadi
tersangkut diantara pengarah material dan platform, sehingga pecahan material yang lain pun tidak
dapat diarahkan menuju Outlet Chute. Selain tidak dapat diarahkan menuju Outlet Chute, akibat
dari material yang tersangkut ini adalah menjadikan material yang lain dengan ukuran besar jatuh
langsung di atas BC tanpa melalui Outlet Chute.
3. Pengaruh Pemasangan Additional Chute
Dari pengamatan yang telah dilakukan, hasil pemasangan additional chute menunjukkan bahwa
chute tambahan mampu menampung dan mengarahkan material pecahan deadstock ke dalam BC.
Additional Chute akan berfungsi optimal ketika hasil pecahan deadstock berukuran kecil dan
berhasil digaruk oleh pengarah material. Ada kondisi yang menyebabkan fungsi additional chute
tidak tercapai, yaitu ukuran material pecahan deadstock terlalu besar sehingga tertahan di additional
Chute.
4. Pengaruh Modifikasi Terhadap Frekuensi Matinya 311-BC1
Pengamatan yang dilakukan mulai tanggal 14 Mei 2015 sampai tanggal 18 Mei 2015setelah
dilakukan modifikasi menunjukkan Frekuensi matinya 311-BC1 menjadi menurun. Namun, hasil
pengamatan tersebut belum dapat dijadikan acuan sebagai bentuk keberhasilan Tugas Akhir ini.
Pengamatan masih akan dilakukan pada saat dilakukan proses Stacking. Karena, kasus matinya 311-
BC1 lebih sering terjadi ketika sedang dilakukan proses Stacking. Sampai tanggal 20 Mei 2015
proses Stacking belum dilakukan karena material yang ada di Stockpile belum sepenuhnya digiling.
Lamanya proses penghabisan material di Stockpile adalah terjadinya masalah pada Reclaimer yang
menyebabkan Stop produksi.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil modifikasi yang telah dilakukan, tujuan Tugas Akhir yang pertama berhasil dicapai, yaitu
membuat bentuk cekungan pada ujung Stockpile untuk menahan material yang jatuh agar tidak
mengenai Rope Switch 311-BC1. Sedangkan, tujuan Tugas Akhir yang kedua mengurangi Frekuensi
matinya 311-BC1 belum didapatkan datanya karena proses stacking yang belum dilakukan sampai
saat Full Paper ini ditulis.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Vossloh Kiepe Gmbh, Manual Book “Component for Pull Rope Systems”
[2] Robins, ThyssenKrupp (2006). Reclaiming system and Equipments.
[3] McTruck, J R. Portal and Bridges Scraper Reclaimers- a Comparison.
[4] Tenova Takraff Manual Book, Scraper Reclaimer Technology Optimal solutions for Bulk Materials Handling.
[5] FLSmidth manual Book. Stacker and reclaimer systems for cement plants.
138
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
BIDANG KONVERSI ENERGI DAN PERAWATAN DAN PERBAIKAN
139
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Rancang bangun sentralisasi kwh meter untuk optimalisasi sistem dan perhitungan key
performance indicator (kpi)
Ahmad Fauzi Basri
1; Fatahula
2, M Avid Fasyamsi
3, Achmad Arief
4
1.Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta Konsentrasi Rekayasa Industri Semen
2. Teknik Elektro, Politeknik Negeri Jakarta
3.Engineering Support, PT Holcim Indonesia Narogong
4.Electric Utility team Leader, PT.Holcim Indonesia Narogong ahmadfauzi.basri@yahoo.com
Abstrak
Pembagaian power distribusi mempengeruhi nilai KPI (Key Performance Indicator) untuk konsumsi power per ton grup
di masing-masing area. (Vacuum Circuit Breaker) VCB 22B merupakan suplai ER2 untuk power area Crusher.
Perhitungan KPI produksi area Crusher tidak akurat dikarenakan power terbagi untuk beberapa equipment pada
produksi area Raw Mill. Perhitungan KPI sangatlah penting karena menjadi acuan kinerja produksi masing-masing area.
Pengukuran kWh yang tergabung merugikan produksi area Crusher karena nilai KPI penggunaan power per ton
menjadi lebih besar. Pembuatan sentralisasi kWh meter di ER2 (Electric Room) adalah cara yang diterapkan untuk
menyelesaikan permasalahan ini. KWh meter yang digunakan adalah PowerLogic Series PM800 tipe digital. Kwh
meter tipe ini dapat langsung menampilkan hasil pengukuran dengan jelas pada layar. Hasil pengukuran digital juga
dapat dihubungkan dengan sistem CCR (Central Control Room). Pengukuran yang ditunjukkan merupakan pengukuran
langsung dari CT (Current Transformer) pada setiap fasa sumber pada equipment. kWh meter ini akan menunjukkan
pengukuran beban masing-masing equipment. Sehingga pengukuran konsumsi power area Crusher produksi dan
Rawmill produksi dapat dipisahkan. Proses monitoring beban aktual saat test run juga dapat dilakukan dengan lebih
efektif. Hal ini dikarenakan tidak membutuhkan pengukuran manual satu persatu pada masing-masing equipment.
Kata Kunci :KWH meter, Power, KPI, Crusher
Abstract
Power distribution system influents to the result of KPI(Key Performance Indicator)for power consumtion group in
production area. (Vacuum Circuit Breaker) VCB 22B supplies power to ER2 for power source Crusher area. KPI
calculation of Crusher production area can not be measured correctly because power distribution is devided to several
equipment in Rawmill production area. KPI is very important because it is a reference to know about performance in
every production area. Power calculation in ER2(Electric Room) has combined so it harms Crusher Production area.
Because the result of power measurement for KPI Crusher area is wrong so KPI value for calculation power per ton is
high. Making Centralisation of KWh meter in ER2 is done for solving the problem. PowerLogic Series PM800 is used
for this project. This digital type can directly show the value of measurement clearly on the screen. The result of
measurement also can be connected to the CCR (Central Control Room) system. The measurement which is showed on
screen is directly measure from CT (Current Transformer) in every phasa. So, power measurement each equipment in
Crusher production and Rawmill production can be sparated. Monitoring process for measuring actual load can be done
more effectively.Because it don’t need to measure the load in every line phasa manually.
Key Word : KWH meter, Power, KPI, Crusher
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
PT. Holcim Indonesia Tbk merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang produksi
semen. Seluruh proses pembuatan semen dari pertambangan hingga pengepakan semen
membutuhkan energi listrik. Listrik di PT.Holcim Indonesia Narogong Plant dibagi menjadi 2 line
utama yang disuplai dari PLN Nar 1 sebesar 70 kV dan Nar 2 150 kV. Supplai PLN tersebut dibagi
menjadi 3 Switchgear Room, MSS (Main Substation Switchgear) Nar 2, New MSS Nar 1, dan
Narogong 1 Room 7. Setiap MSS room dibagi menjadi beberapa VCB (Vacuum Circuit Breaker)
yang akan menyuplai Electric Room (ER) pada setiap area equipment utama produksi.
ER2 merupakan Electric Room untuk suplai listrik di area Crusher dan tambang khususnya Crusher
silika. ER2 dibagi menjadi 5 Motor Control Center (MCC) station, yaitu MCC-C1, MCC-C2, MCC-
C3, MCC-C4 dan MCC-B3. Suplai listrik pada ER2 diambil dari VCB 22 dari MSS Nar 2 yang
merupakan kontrol kWh meter untuk perhitungan KPI (Key Performance Indicator) produksi area
140
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Rawmill dan Crusher. Perhitungan KPI tidak akurat karena perhitungan power untuk penggunaan
energi setiap 1 ton produksi salah. Hal ini disebabkan karena ER2 menyuplai equipment-equipment
tergabung untuk area Rawmill dan Crusher sehingga perhitungan daya tidak akurat.Padatnya jadwal
pekerjaan rutin harus dikerjakan setiap minggunya membuat semua pekerjaan harus dilakukan
dengan efektif. Test Run merupakan pekerjaan yang harus dikerjaan setelah dilakukan PM
(Preventive Maintenance). Hal yang perlu diperhatikan dalam test run adalah beban aktual pada
masing-masing equipment. Pengukuran beban yang dilakukan memmbutuhkan waktu yang lama dan
hasil pengukuran tidak akurat khususnya untuk balance setiap fasa.
Dengan melakukan Projek sentralisasi ini akan didapatkan beberapa keuntungan yaitu : Perhitungan
KPI area Crusher akan lebih akurat, hal ini karenapengukuran dilakukan pada masing-masing
equipment. Proses monitoring beban aktual juga dapat dilakukan dengan lebih efektif karena semua
pengukuran ditampilkan pada layar.
II. METODE PENELITIAN
1. Perancangan Sentralisasi KWh Meter
Setelah semua data telah dikumpulkan, maka selanjutnya adalah proses perancangan alat.
Perancangan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
Data yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Pembagian tata letak MCC di ER2. Data untuk tata letak kWh meter yang akan dipasang
didapat dari pemetaan yang ada untuk ER2.
2. Rembagian alur material antara Crusher dan Raw Mill. Data yang didapatkan dari Flowsheet
produksi untuk Narogong 2.
3. Beban yang mengalir dari masing-masing equipment. Data ini dibutuhkan untuk
menentukan spesifikasi rasio dari CT.
4. Data konsumsi listrik Narogong 2, data ini dapat diambil langsung dari TIS (Technical
Information System) serta untuk semua konsumsi listrik yang harus dibayarkan ke PLN
diambil dari departement akuntansi.
Pada tahap ini perancangan yang dilakukan untuk menentukan spesifikasi rasio CT. Pendataan
equipment yang akan diinstall kWh meter dilihat dari alur material yang ada. Hal ini untuk
memisahkan nilai perhitungan nilai KPI (Key Performance Indicator). Pendataan semua rak MCC
untuk mendapatkan rasio dari setiap equipment. Pendataan kebutuhan rasio CT yang dibutuhkan
terdaftar pada tabel berikut :
141
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tabel 1. Nilai rasio yang dibutuhkan
Stasiun Equipment Rasio CT
MCC-C1
1 1R03 Gudang Handak 400/5
2 1R04 314 RE1 600/5
3 1F03 314 - BC1 300/5
4 2F05 314 - BC2 200/5
MCC-C2
1 1R04 Triper X1D 100/5
2 2F02 X1D - BC3 200/5
3 2F03 X1D - BC2 200/5
4 3F03 X1D - RC1.M1 400/5
5 4F01 X1D - RC1.M2 500/5
MCC-C3
1 1R02 324-BC3.M1 200/5
2 2R03 324-BC4.M1 200/5
3 2F03 32D.RE1 200/5
MCC-C4
1 1R04 256 TR1 100/5
2 1R05 324 RE1 200/5
3 1F02 32A-BC1.M1 200/5
4 1F03 22C-BC4.M1 400/5
5 3F03 32A-RE1 400/5
MCC-B3
1 1F07 214.TR1/Tripper Lamestone 200/5
b. Perancangan instalasi kWh meter
Perancangan kWh meter ini meliputi :
1. Tata letak panel di dalam ER2. Tata letak ini akan berpengaruh pada penarikan kabel dan
jalur instalasi CT untuk setiap Equipment.
Gambar 1. Tata letak panel kWh meter
2. Koneksi KWh meter dengan CT yang dipasang pada masing-masing equipment yang akan
memisahkan pengukuran equipment area Crusher dengan area Rawmill. Berikut merupakan
hasil dari perancangan untuk koneksi Sentralisasi kWh meter :
142
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Terminal Input kWh meter
L1 power
N1 power
Ground
V1
V2
V3
VN
R
S
T
Ground
Terminal Input kWh meter
R
S
T
Ground
MCB Utama Equipment
R S T
R-S1/TB1
S-S1/TB2
T-S1/TB3
S2/TB4
R S T N Gr
VN
Ground
Ground
L1
powerN1
powerGrnd
V1
V2
V3
VN
K
Y
C1
S1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
R
Grnd
S
Grnd
T
Grnd
MC
B in
pu
t
teg
an
ga
n
MC
B
po
we
r
PM
80
0
Alamat Berdasarkan
Stasiun pada MCC
13
14
15
16
Port Pada kWh
DI Pink
DI Abu-abu
AO (+)
AO (-)
Gambar 2. Koneksi pada panel
2. Perancangan Dudukan Panel
A. Dudukan Panel kWh meter
Panel kWh meter yang akan dibuat akan memerlukan beberapa pegaturan untuk ketinggian untuk
tampilan layar sentralisasi kWh meter. Beberapa perhitungan dilakukan untuk menentukan material
dan design untuk dudukan panel. Berikut hasil perhitungandan perancangan dudukan :
a. Panel kWh meter
Steel plate 2mm, volume dari plat panel 120 x 80 x 34 cm
Maka total berat Panel Box=volume x massa jenis =6,48 x 7,86 3= 50.93 kg
b. Kwh meter Pm800 21 buah @800 gr =21 x 0,8 =16,8 kg
c. MCB 3 phasa 5 buah @600 gr =5 x 0,6 = 3 kg
d. MCB 2 phasa 2 buah @450 gr =2 x 0,45=0,9 kg
e. Berat kabel total di dalam panel 28m @1 kg =28 kg
Catatan : massa jenis = 7,86 kg/dm3
Berat total yang akan ditopang oleh dudukan = 108,83 kg agar mempermudah perhitungan
dan safety maka diambil nilai beban total 110 kg.
Moment Bending Diketahui :
Berat total adalah 110 kg maka W= m.g = 110x10= 1100 N
Panjang dudukan yang akan dibuat 80 cm
Dibuat sebanyak 4 kaki
Bahan yang digunakan L beam 65 x 65x 4mm st33 dengan yeld Strenght 185 N/mm2
Momen Bending Mb = F.l/8 1100.800/8= 110000 Nmm
𝑾𝒃 =𝒎𝒃
𝝈𝒃 𝑾𝒃 =
𝟏𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎 𝑵𝒎𝒎
𝟏𝟖𝟓 𝑵/𝒎𝒎𝟐 𝑾𝒃 =594.59 mm
3
594.59 mm3
adalah nilai minimal yang dibutuhkan untuk penentuan material yang
digunakan pada dudukan. Berdasarkan table book Metal Trade hal 148, maka material yang
digunakan adalah L beam 30 x 30 x 3mm dengan (section modulus) Wb = 0,65 cm3
atau =
650 mm3. Dalam pembuatan dudukan ini material yang digunakan adalah L beam 60 x 60 x
5mm dengan nilai Wb =4,45 cm
3 atau = 4450 mm
3, jadi material yang digunakan lebih dari
cukup.
143
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 3. dudukan panel kwh meter Gambar 4. Dudukan Panel
Buckling
Berdasarkan Mechanical and Metal Trades Handbook hal 148 :
Material yang digunakan adalah L beam 60 x 60 x 5mm dengan momen inersia =
19,4 cm4
Panjang dudukan adalah = 75 cm
Safety factor = 4 untuk beban tetap.
Yield Strength St33 = 185 kN/mm2= 18500000 N/cm
2
𝑭 =𝝅𝟐𝑬 𝒊
𝒍𝟐𝒗
Jadi beban buckling maksimal yang dapat ditahan oleh dudukan adalah 629086.3 N =
629.1 kN. Dengan melihan beban total dari panel box dan semua komponen yang ada
1100 N = 1,1 kN maka dudukan lebih dari cukup untuk menopang berat panel.
3. Instalasi dan pemasangan kWh meter
Tahapan ini merupakan realisasi setelah semua perancangan dan planning diselesaikan. Langkah
selanjutnya adalah pemilihan vendor untuk instalasi alat. Tahapan-tahapan instalasi kWh meter
sebagai berikut:
a. Penyiapan semua alat yang dibutuhkan.
b. Pembuatan panel box instalasi
c. Penarikan kabel
d. Pemasangan kWh meter dan instalasi
e. Instalasi komponen dan terminal pada panel
f. Pemasangan CT (Current Transformer)
Pemasangan CT harus memperhatikan safety karena pemasangan harus menunggu equipment off.
Karena Instalasi CT ini harus melepas terminasi kabel untuk input ke setiap equipment yang akan
diukur penggunaan dayanya. Dan pemasangan CT ini diambil waktu saat equipment sedang dalam
PM (Preventive Maintenance).
144
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 5. Pemasangan komponen Panel Gambar 6. Instalasi CT
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengujian kerja dan fungsi kWh meter
Pengujian alat dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi kesalahan instalasi KWh meter. Langkah
yang dilakukan untuk proses pengujian dan fungsi alat adalah :
a. Siapkan Clamp meter yang sudah dikalibrasi.
b. Ukur beban pada masing-masing phasa saat equipment pada posisi on.
c. Bandingkan nilai yang ditunjukkan Clamp meter dengan nilai yang tertera pada kWh meter.
d. Jika terjadi perbedaan maka lakukan proses kalibrasi pada kWh meter.
e. Semua proses ini dilakukan bergantian pada masing-masing equipment.
Dibawah ini merupaka grafik perbandingan pengukuran manual dengan pengukurna pada kWh
meter :
Gambar 7. Clamp meter Gambar 8.Grafik Phasa R
050
100150200
Gu
dan
g …
31
4 -
BC
1
Trip
er …
X1
D -
BC
2
X1
D -…
32
4-…
32
4-…
25
6 T
R1
32
A-…
Am
pe
r
Equipment
Phasa R
R Kwh
R Clamp
145
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 9. kWh meter Gambar 10. Grafik Phasa S
Gambar 11. Grafik Phasa T
2. Efisiensi waktu pekerjaan
Pada bagian ini ditunjukkan grafik perbandingan waktu yang dibutuhkan dalam melakukan proses
persiapan monitoring sampai siap pencatatan beban aktual equipment. Waktu yang dibutuhkan
untuk mengetahui beban aktual pada kWh meter akan lebih cepat karena tidak memerlukan waktu
untuk perpindahan saat mengukur equipment lainnya.
Gambar 12. Grafik Perbandingan waktu yang dibutuhkan untuk proses persiapan monitoring
Pada grafik tersebut dapat diambil kesimpulan waku untuk memonitoring beban aktual dengan kWh
meter akan lebih efektif. Dan pada praktek lapangan waktu lebih ini dapat digunakan untuk lebih
teliti saat memonitoring.
3. Perhitungan KPI
Perhitungan KPI ini merupakan tahapan terakhir dalam projek ini. Perhitungan untuk mencari nilai
KPI area Crusher dengan lebih akurat. Nilai KPI konsumsi power per ton akan diambil dari nilai
yang terukur dari kWh meter untuk konsumsi power dan TIS (Technical Information System) untuk
banyaknya hasil produksi.’
0
100
200
MCC-C1MCC-C2MCC-C3MCC-C4MCC-B3Wak
tu (
s)
Panel
Perbandingan Manual dengan Otomatis
Otomatis
Manual
146
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Penggunaan energy listrik ( kWh)
SEC (Spesific Energy Consumtion) = ----------------------------------------------
Produksi tyang dihasilkan (t)
IV. KESIMPULAN
Hasil pengukuran beban yang ditampilkan pada projek telah sesuai dengan kebutuhan dengan
menampilkan pengukuran sesuai dengan beban dengan pengukuran manual. Waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan persiapan dan proses monitoring juga lebih efektif.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Alexandra von Meier, 2006, Electric Power Systems, Canada : John Wiley & Sons, Inc ISBN-13: 978-0-471-
17859-0
[2] Herman D.S, 2007, Elektronika : Teori dan Penerapan, Jember : Penerbit Cerdas Kreatif, ISBN 978-602-98174-7-8
[3] Kadir, A., Distribusi dan Utilisasi Tenaga Listrik, Jakarta : UI – Press, 2000.
[4] J.Klaue, S.Appelt, Electrical Engineering Basic Technology, Willey Eastern Ltd, New Delhi, 1993
[5] PowerLogic Series 800 Power Meter Installastion Guide, 2011
[6] H.Surya, Electrical Transmission and Distribution Improvement, Training 2013, Politeknik Negeri Bandung
147
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Analisa kegagalan alignment poros pada pompa P-30 di Chevron Gunung Salak
Andi Ulfiana, Bonita Asri, Emir Ridwan, Giovanni Ronatio
Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta Bonitaasri@yahoo.com, Ronasuka14@yahoo.com
Abstrak
Pompa adalah mesin atau peralatan mekanis yang digunakan untuk memindahkan fluida dari tempat rendah ke tempat yang
lebih tinggi. Piping strain adalah sebuah kondisi dimana flange pada pipa tidak pada posisi sejajar tetapi dipaksa untuk
disejajarkan sehingga menyebabkan kerusakan pada kopling pompa. Nilai piping strain sebelum adanya perbaikan adalah
0.025. Setelah dilakukan perbaikan, maka didapatkan hasil 0.001. Pada poros pompa P-30 ditemukan adanya misalignment,
dimana pada posisi vertical terjadi offset sebesar -106,3 mils dan -86,0 mils, dan pada posisi horizontal terjadi offset sebesar
-12,1 mils dan -10,1 mils, serta terjadi piping strain sebesar 0.025 inch = 0.6 mm. Setelah dilakukan koreksi misalignment
pada pompa P-30 diperoleh hasil pada posisi vertical terjadi offset sebesar -1.3 mils dan 3.3 mils dan pada posisi horizontal
terjadi offset terjadi sebesar -2.3 mils dan -1.5 mils.
Kata Kunci : Pompa, misalignment, piping strain, kopling, offset.
Abstact
Pump is a machine or mechanical equipment used to move fluid from a lower to a higher place . Piping strain is a condition
where the flange on the pipeline is not in a parallel position but was forced to be aligned causing damage to the coupling of
the pump. Piping strain before repaired is 0.025 . After repairs is 0001 . Misalignment was found on P - 30 pump shaft , the
vertical offset is -106.3 mils and -86.0 mils , and the horizontal offset is -12.1 mils and -10.1 mils , and piping strain is 0.025
inch = 0.6 mm . After the correction of misalignment of the pump P – 30, the vertical offset is -1.3 mils and 3.3 mils and the
horizontal offset is -2.3 mils and -1.5 mils .
Key Words : Pump, misalignment, piping strain, coupling, offset
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Chevron Geothermal Salak terletak di Gunung Salak,
Sukabumi, Jawa Barat merupakan pembangkit listrik yang mensuplai listrik Jawa dan Bali. Salah satu
komponen pendukung pada PLTP Chevron adalah pompa sentrifugal P-30 yang berlokasi di Resource
Production Facility (AWI 1). Pompa P-30 berfungsi sebagai alat bantu untuk memompakan kondensat
dari cooling tower basin ke sumur injeksi. Kerusakan pada pompa kondensat dapat menyebabkan
terganggunya proses pembangkitan tenaga listrik. Salah satu penyebab kerusakan pada pompa di PLTP
Chevron Geothermal Salak adalah akibat misalignment.
Misalignment adalah suatu kondisi dimana dua poros yang dikopling berada pada posisi yang tidak
sejajar. Hal ini dapat berakibat terjadinya vibrasi yang tinggi pada mesin.
Vibrasi adalah suatu hal yang tidak diharapkan muncul pada saat mesin beroperasi. Pada mesin berputar,
vibrasi merupakan keadaan yang paling umum terjadi dan sering kali menghambat performa mesin dan
memperpendek umur dari suatu komponen.
Proses alignment sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya misalignment pada kedua poros yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada mesin.
Misalignment mengakibatkan kerusakan disc pack kopling pompa P-30 pada PLTP Chevron Geothermal
sehingga pompa berhenti beroperasi dan harus dilakukan penggantian disc pack yang rusak. Disc pack
kopling terletak diantara dua poros yang dikopling.
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisa penyebab terjadinya kerusakan pada poros pompa P-30
2. Melakukan pengetesan pada komponen yang telah diperbaiki
148
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
II. EXPERIMEN Data sebelum kerusakan dan setelah dilakukan perbaikan diperoleh dari observasi di lapangan.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerusakan pompa P-30 terjadi karena adanya piping strain yang disebabkan oleh
pemasangan strainer. Setelah strainer terpasang, tidak dilakukan alignment ulang pada pipa
sehingga menyebabkan misalignment dan disc pack kopling rusak.
149
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 2. Graphic Result Offset Misalignment P-30
(Sumber:Laser Alignment ReportCGS)
Gambar 3. Kerusakan Flange Pipa
(Sumber:Laser Alignment ReportCGS)
Gambar 4. Kerusakan pada Disc Pack Coupling
150
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Standard toleransi : perpindahan yang lebih besar dari 0.002 inch mengindikasi adanya stress dari luar pada mesin.
Stress pada pipa seharusnya dibetulkan sebelum mesin berjalan. (API 686 Standard)
Piping strain adalah sebuah kondisi dimana flange pada pipa tidak pada posisi sejajar tetapi dipaksa untuk
disejajarkan. Pipingstrain menyebabkan adanya distorsi dan ketidaklurusan center antara pipa dan pompa.
Pipingstrain yang tersambung menyebabkan misalignment pada pompa. Sesuai dengan data yang diperoleh pada
tanggal 5 Juli 2015, terdapat piping strain sebesar 0.025 inch = 0.6 mm.
Gambar 5. Graphic Result offset misalignment P-30
(Sumber:Laser Alignment ReportCGS)
Setelah dilakukan koreksi misalignment pompa P-30, pada posisi vertikal terjadi offset sebesar
-1.3 mils dan 3.3 mils dan pada posisi horizontal terjadi offset sebesar -2.3 mils dan -1.5 mils. Batas
ini masuk ke dalam batas toleransi maksimum yang diizinkan.
Gambar 6. Pipa yang Sudah diperbaiki
151
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan masalah ini adalah :
1. Terjadinya kegagalan poros (misalignment) pada pompa P-30 menyebabkan disc pack kopling
rusak.
2. Sebelum perbaikan misalignment posisi vertikal terjadi offset sebesar -106,3 mils dan -86,0 mils.
Selanjutnya pada posisi horizontal terjadi offset terjadi sebesar -12,1 mils dan -10,1 mils. Setelah
dilakukan perbaikan pada posisi vertikal, offset menjadi-1.3 mils dan 3.3 mils. Pada posisi
horizontal, offset menjadi -2.3 mils dan -1.5 mils.
3. Pada kerusakan di pipa terjadi piping strain sebesar 0.025 inch, setelah dilakukan perbaikan
alignment, piping strain menjadi 0.001 inch.
4. Setelah penulis meneliti kerusakan pompa P-30, penyebab kerusakan adalah adanya pemasangan
strainer pada pipa suction. Setelah strainer terpasang, alignment pipa tidak dibaca ulang
sehingga menyebabkan misalignment dan disc pack kopling rusak.
V. DAFTAR PUSTAKA [1]. API Recomended Practices 686. 2
nd EDITION. “Machinery Installation and Design”. 2009.
[2]. Chevron Alignment Trainee Module. 2006..
[3]. “Laser and Dial Shaft Alignment”, Copyright 2011 – PT. Putranta Adfi Mandiri – sole agent Pruftechnik AG, Germany
[4]. Piotrowski, J. “Shaft Alignment Handbook”, 3rd
Edition, Marcel Dekker, N.Y.
[5]. Robertson C, John. Vibration Analyst Seminar. 2003.
[6]. Romizi Riza. Dasar “Metode Alignment”. PT. Indolign Selaras
[7]. Sonto, Sutrisno, “Intermediate Alignment”. April 2010.
[8]. Sugiato, “Machinery Alignment”. PT. LNG Badak
152
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Optimalisasi sparepart “pd mrp” untuk mengurangi nilai inventory pt holcim cilacap
Rizka Maulia Zulfiani1, Grenny Sudarmawan
2
1. Teknik Mesin, Konsentrasi Rekayasa Industri Semen, Politeknik Negeri Jakarta
2. Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta rizka.maulia.z@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini akan menjelaskan tentang bagaimana mengurangi nilai inventory di warehouse PT Holcim Indonesia
Pabrik Cilacap yang jumlahnya sudah mencapai 62,6 Milyar rupiah pada tahun 2014. Penyumbang terbesar nilai
inventory tersebut adalah material tipe PD MRP yaitu material yang dipesan melalui perencanaan pekerjaan perawatan
dan merupakan material yang sifatnya non-stock yang seharusnya langsung diambil ketika barang tersebut sampai di
warehouse. Sparepart yang disimpan terlalu lama dapat mengalami kerusakan atau bahkan menjadi obsolete.
Metode FSN analisis, ABC analisis dan History-No History digunakan untuk mengetahui material mana saja yang akan
diteliti lebih lanjut. Selanjutnya material akan dikategorikan menjadi material yang masih digunakan dan material yang
sudah tidak digunakan. Material yang sudah tidak digunakan akan diajukan untuk di write off sehingga berdampak pada
berkurangnya nilai inventory.
Material yang diteliti adalah material sparepart yang tidak dikonsumsi selama lebih dari 2 tahun berdasarkan FSN
analisis dan kategori A berdasarkan ABC analisis sebanyak 345 material dengan total nilai 9.5 Milyar. Dengan hasil
akhir berupa 73.21% material akan digunakan, 5.62 % material sudah digunakan, 1.09% material akan di transfer
posting, 20.07% material sudah tidak digunakan dan akan di write-off. Total pengurangan nilai inventory yang didapat
pada penelitian ini sebesar 26.79% atau Rp.2.558.854.472,-.
Kata kunci: Nilai inventory, PD MRP, FSN, ABC, History-No History
Abstract
This research explained about how to reduce parts and supplies inventory value which up to 62 Bio at warehouse of
Holcim Indonesia Cilacap Plant in 2014. The highest contributor of inventory value is PD MRP type of materials which
are reserved through a maintenance planning process, has no held stock and should be directly taken after arrived in
warehouse. High amount of inventory in long period have potential to became obsolete or damage.
FSN analysis, ABC analysis and History-No History classification generated to know the materials that will be checked.
Those materials will be segregated into used and not used item. Not used items will be written off to reduce inventory
value.
By FSN and ABC analysis, total object of this research is 345 materials worth of 9.5 Bio which not issued over 2 years
and materials with A category. The result are 73.21% materials considered to be used, 5.62% materials has been used,
1.09% materials will be transfer posted, the last 20.07% is not used materials and considered to be write-off. Total
reduction of inventory value in this project is 26.79% or Rp.2.558.854.472,-.
Keywords: Inventory value, PD MRP, FSN, ABC, History-No History
I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Net working capital (NWC) atau modal kerja bersih perusahaan seringkali didefinisikan sebagai
selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar, dimana jumlahnya sangat ditentukan oleh jenis
usaha dari masing-masing perusahaan [1]. Komponen modal kerja adalah kas, surat berharga,
piutang dan inventory serta hutang lancar [2]. Modal kerja erat kaitannya dengan laba perusahaan,
dimana laba dapat ditingkatkan dengan menurunkan jumlah account receivables dan inventories
[3]. Menyimpan inventory memang hal penting dan sangat dibutuhkan, namun jika jumlahnya
terlalu banyak justru akan merugikan. Jumlah inventory yang berlebihan hanya akan berdampak
pada penggunaan modal yang sia-sia [4]. Inventory adalah bahan-bahan, bagian yang disediakan,
dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam suatu perusahaan untuk proses produksi, serta
barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau
pelanggan setiap waktu dan bertujuan untuk memastikan penyediaan stok material/barang [5].
Diperlukan perencanaan yang baik dan teliti sebelum melakukan pemesanan barang untuk
meminimalisir kerugian akibat overstock.
153
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Berdasarkan data SAP desember 2014, total nilai inventory di PT Holcim Indonesia Tbk Pabrik
Cilacap mencapai Rp.62.696.906.402,- jauh melebihi target tahun 2014 yang sebesar 47 Milyar.
Inventory ini tersusun dari MRP (Material Requirement Planning) dengan tipe V1 (Manual Reorder
Point with external requirements), ND (No Planning) dan PD (Planning). V1 (Manual Reorder
Point with external requirements) terbagi menjadi 2 yaitu critical sparepart dan non-critical
sparepart. ND (No Planning) adalah material yang dikirim oleh beberapa vendor karena sudah
adanya kontrak dengan warehouse tentang pengadaan suatu material. Dan PD (Planning) adalah
material yang dipesan karena adanya order, reservasi, CAPEX, merupakan material non-stock dan
hanya dipesan ketika ada permintaan [6]. Penyumbang terbesar nilai inventory diatas adalah
material dengan tipe PD MRP. Material ini sudah tidak diproses atau mengendap di warehouse
dalam waktu yang lama, sehingga terus menambah nilai inventory setiap tahunnya dan sekarang
sudah mencapai 43.5 Milyar.
Tujuan penelitian ini adalah mengurangi nilai inventory dari material tipe PD MRP melalui proses
optimalisasi. Proses optimalisasi yang dilakukan berupa pemisahan material yaitu antara material
yang masih digunakan dan material yang sudah tidak digunakan. Material yang masih digunakan
akan di reschedule untuk keperluan perawatan (maintenance) sementara material yang sudah tidak
digunakan akan di write-off atau di transfer posting ke pabrik lain. Dengan berkurangnya material
maka berkurang pula nilai inventory untuk tipe PD MRP.
Beberapa analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain FSN analisis, ABC analisis,
dan history-no history analisis. FSN analisis digunakan untuk mengontrol material obsolete baik
sparepart, bahan mentah atau komponen pelengkap. Material diklasifikasikan menjadi Fast moving,
Slow Moving dan Non Moving berdasarkan pola konsumsi. Kategori Fast Moving adalah material
yang dikonsumsi selama satu tahun terakhir, material yang dikonsumsi dalam rentang waktu satu
sampai tiga tahun dikategorikan menjadi Slow Moving dan untuk material yang tidak dikonsumsi
selama lebih dari 3 tahun merupakan kategori Non-Moving [4]. ABC analisis menggolongkan stok
berdasarkan tingkat kepentingan serta kontribusi masing-masing material tersebut terhadap biaya
tahunan untuk sistem inventory. Penggolongan material pada ABC analisis yaitu kategori A
(material dengan harga tinggi) yang meyumbang 70-80% total nilai dari seluruh material dengan
jumlah material sebanyak 10-20%, kategori B (material dengan harga sedang) yang meyumbang
15-20% total nilai dari seluruh material dengan jumlah material sebanyak 20-40% dan kategori C
(material dengan harga murah) yang meyumbang 5-10% total nilai dari seluruh material dengan
jumlah material sebanyak 40-70% [7]. History-No history analisis yaitu analisis berdasarkan sejarah
pemakaian atau pembelian suatu material. Yang dimaksud dengan material yang memiliki history
yaitu material yang memiliki catatan work order di SAP maupun material yang termasuk BOM (Bill
of Material) pada Technical Structure. Sementara material no history adalah material yang tidak
memiliki catatan pemakaian maupun pembelian pada SAP. Material-material tersebut akan dibagi
ke setiap work center sesuai dengan data yang ada pada history dan untuk material no history akan
dibagi dalam 2 kelompok yaitu material mekanik dan material elektrik.
II. EKSPERIMEN
Terdapat beberapa metode yang akan digunakan guna menunjang terlaksananya tugas akhir dengan
baik. Sumber data dan tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan dan pengolahan data
Data untuk keperluan penelitian diperoleh dari SAP (System Application and data Processing)
dengan beberapa Transaction Code dan juga diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan
beberapa pihak terkait. Data yang didapatkan berupa total nilai inventory di warehouse PT Holcim
Indonesia pabrik Cilacap lengkap dengan seluruh informasi yang dibutuhkan seperti material
penyususn inventory dengan nilai dan jumlah material, work order, function location, equipment,
work center, MRP type, MRP Controller, valuation class, usia material berdasarkan tanggal
transaksi terakhir, dan reservasi yang pernah dibuat untuk semua material tersebut.
154
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2. Analisis Data
Proses analisis yang dilakukan terbagi menjadi 3 tahapan. Pertama yaitu FSN analisis yang
dilakukan untuk mendapatkan daftar material yang sudah tidak di proses (mengendap) selama lebih
dari 2 tahun di warehouse. Kedua yaitu ABC analisis yang dilakukan untuk mendapatkan daftar
material yang termasuk dalam kategori A. Dan tahapan terakhir yaitu history-no history analisis.
Material-material yang sudah melalui tahapan FSN dan ABC analisis akan dibagi ke setiap work
center sesuai dengan data yang ada pada history dan untuk material no history akan dibagi dalam 2
kelompok yaitu material mekanik dan material elektrik.
3. Stock take material bersama Penanggung Jawab Lapangan di warehouse
Stock take adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui apakah jumlah material yang ada pada
sistem SAP sesuai dengan jumlah material di bin (rak penyimpanan) serta mengetahui kondisi
aktual suatu material, apakah masih laik pakai atau tidak. Proses ini melibatkan Planner, Team
Leader Area, PM Team serta Engineer selaku pemesan material. Mereka akan memutuskan apakah
material-material tersebut akan di digunakan dan di reschedule atau akan di write-off saja dengan
mempertimbangkan kondisi aktual yang ada pada lapangan dan kondisi material itu sendiri.
4. Pengelompokan Material dan Proses write-off
Setelah proses stocktake selesai dilaksanakan dan keputusan yang akan diambil untuk setiap
material sudah ditetapkan, maka material-material tersebut akan dikelompokan menjadi material
yang masih digunakan dan material yang akan di write-off. Daftar material yang masih digunakan
akan diserahkan pada planner dan team leader area untuk dilakukan reschedule pemesanan dan
penggunaan, sementara daftar material yang akan di write-off lengkap dengan alasan write-off
material akan diserahkan kepada Manager warehouse sebagai syarat pembuatan proposal write-off
material.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Total nilai inventory di PT Holcim Indonesia Pabrik Cilacap berdasarkan data dari SAP (System
Application and data Processing) yang diambil pada tanggal 26 Desember 2014 sebesar
Rp.62.696.906.402,- dengan rincian jumlah material dan nilai sebagai berikut: Tabel 1 Total Nilai Inventory Keseluruhan Pabrik Cilacap I400
Total Inventory keseluruhan Pabrik Cilacap I400
Tipe MRP Total Material Total Nilai
ND 4360 855,192,394
PD 7767 43,515,523,974
V1 1025 18,326,190,034
Total 13152 62,696,906,402
1. FSN Analisis untuk Tipe PD MRP
Menyesuaikan dengan tujuan awal dari tugas akhir, FSN analisis yang digunakan mengacu pada
kategori berikut:
Fast Moving yaitu material yang dipesan dalam satu tahun terakhir atau material yang dikonsumsi
selama satu tahun terakhir.
Slow Moving yaitu material yang dipesan atau dikonsumsi dalam periode 1-2 tahun terakhir.
Non-Moving yaitu material yang tidak dipesan atau menganggur di warehouse selama lebih dari 2
tahun.
Berikut adalah hasil FSN analisis untuk material HPAR (sparepart) kategori PD MRP dengan kode
IPM (Maintenance Part) di lokasi penyimpanan I400 (Cilacap Plant) berdasarkan data yang diambil
pada akhir tahun 2014.
155
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tabel 2 FSN Analisis Khusus PD, IPM, HPAR Pabrik Cilacap I400
FSN Analisis Khusus PD, IPM, HPAR
Kategori Kode Total Material Total Value
Fast Moving F 325 6,894,043,699
Slow Moving S 172 2,687,953,407
Non Moving N 1450 11,931,083,414
Total 1947 21,513,080,520
2. ABC Analisis untuk Kategori Non Moving Material Tipe PD MRP
ABC analisis dilakukan dengan menggunakan slah satu menu pada SAP. Prosentase perbandingan
ABC analisis yang akan digunakan adalah 80% untuk kategori A, 15% untuk kategori B dan 5%
untuk kategori C berdasarkan total nilai material (valuation stock value). Berikut adalah kotak
dialog segment sizes hasil ABC analisis.
Gambar 1 Hasil ABC Analisis material non-moving pada SAP
3. Penentuan History-No History untuk material Kategori A
Tahapan awal untuk mengetahui history suatu material adalah mencari apakah material-material
tersebut merupakan bagian dari BOM equipment atau BOM material pada SAP. Pencarian tidak
hanya dilakukan untuk I400 (Cilacap Plant) namun dapat diperluas ke pabrik lain yang hampir
memiliki konstruksi serupa yaitu I300 (Narogong Plant). Tidak semua material yang termasuk
dalam kategori A merupakan bagian dari BOM, oleh karena itu tahapan kedua perlu dilakukan yaitu
dengan mencari work order yang digunakan untuk memesan material tersebut. Dari work order
tersebut dapat diketahui work center pemesan material. Ketika kedua proses diatas sudah dilakukan,
dan history tetap tidak ditemukan, maka material tersebut termasuk material no history. Material no
history ini akan dikelompokan menjadi dua yaitu sparepart mekanik dan sparepart elektrik. Hasil
pengelompokan material adalah sebagai berikut: Tabel 3 Rincian material tiap work center metode history-no history
Jumlah Material per Work Center (SEBELUM Stocktake & Diskusi)
History No History
Work Center Jumlah Material Nilai Jenis Jumlah Material Nilai
CC.EL-01 21 637,574,705
Sp
arep
art
Mek
anik
55 1,325,069,625
CC.EL-02 46 1,224,952,666
CC.EL-03 8 351,701,802
CC.EL-04 9 226,901,160
CC.EL-05 7 111,571,999
CC.LB-02 33 940,588,101
CC.ME-04 39 1,103,228,749
CC.ME-05 26 791,147,480
CC.ME-06 25 1,086,182,211
Sp
arep
art
Ele
ktr
ik
54 1,180,494,040
CC.ME-07 2 113,859,350
CC.ME-ES 1 29,858,222
CC.MS-01 10 209,084,790
CC.PM-02 2 85,652,941
CC.PP-01 1 11,281,587
CC.PP-02 3 43,400,000
CC.PP-03 3 80,463,102
TOTAL 236 7,047,448,865 TOTAL 109 2,505,563,665
156
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
4. Keputusan Hasil Diskusi untuk Material Non Moving Kategori A
Berdasarkan hasil diskusi terdapat 3 keputusan untuk material-material tersebut yaitu material akan
digunakan, material akan diajukan untuk di transfer posting ke Narogong dan material yang sudah
obsolete maupun sudah tidak dipakai akan di write-off. Untuk material yang sudah digunakan
dicatat sebagai pengurangan material. Berikut rincian hasil keputusan untuk setiap material:
Tabel 4 Hasil keputusan untuk material non-moving kategori A
Klasifikasi Akan Digunakan Write-Off Transfer Posting Pengurangan
Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp)
With
History 187 5,133,513,075 28 1,083,662,704 3 104,420,840 28 536,810,108
Without
History 79 1,860,644,983 33 833,960,820 0
- -
-
Total 266 6,994,158,058 61 1,917,623,524 3 104,420,840 28 536,810,108
Total Besar Pengurangan Hasil Write-Off dan Penggunaan Material Rp. 2,558,854,472
Tabel 5 Rincian pengurangan material hasil tugas akhir
Rincian Pengurangan
Work Center
Material Yang Sudah habis
Terpakai
Material Yang berkurang
Karena Dipakai
Jumlah Nilai Jumlah Nilai
CC.EL-01 2 Rp. 104,730,000 3 Rp. 12,127,804
CC.EL-02 3 Rp. 83,281,000 4 Rp. 23,076,367
CC.EL-04 - - 1 Rp. 3,228,707
CC.ME-04 4 Rp. 57,236,406 1 Rp. 8,141,972
CC.ME-05 4 Rp. 120,310,757 1 Rp. 12,555,600
CC.ME-06 1 Rp. 20,191,501 1 Rp. 19,672,737
CC.MS-01 - - 1 Rp. 6,881,786
PROJECT
(NSC11517) 2 Rp. 65,375,471 - -
TP (NAROGONG) - - 1 Rp. 7,700,000
TOTAL 16 Rp. 451,125,135 13 Rp. 93,384,973
TP (NAROGONG) : Transfer Posting Plant to Plant ke Pabrik Narogong
Gambar 2 Grafik hasil tugas akhir
5. Hasil Pengurangan Nilai Inventory Material Non Moving Kategori A Tipe PD MRP
Sebelum tugas akhir ini dilaksanakan total nilai untuk material non-moving kategori A dengan tipe
PD MRP sebesar Rp. 9.553.012.530,-. Setelah proses optimalisasi dilakukan terjadi pengurangan
nilai inventory yang diperoleh dari gabungan antara total nilai material write-off, total nilai material
157
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
transfer posting plant to plant dan total nilai pengurangan material yang sudah dikonsumsi. Jika
proses pengajuan write-off material dan transfer posting plant to plant disetujui oleh manager dan
dewan direksi maka total pengurangan yang didapaat sebesar Rp. 2.366.509.763,- dengan
prosentase sebesar 24,77% dari total nilai awal. Berikut adalah rincian perhitungan pengurangan
nilai inventory hasil dari tugas akhir ini.
Tabel 6 Prosentase hasil tugas akhir
KETERANGAN TOTAL NILAI
Nilai Inventory Sebelum TA Rp. 9,553,012,530
Pengurangan Total Nilai Inventory Rp. 2,558,854,472
Nilai Inventory Setelah TA Rp. 6,994,158,058
Prosentase Hasil Akhir 26.79%
IV. KESIMPULAN
a. Total nilai inventory secara keseluruhan di PT Holcim Cilacap adalah Rp.62.696.906.402,-
dengan nilai inventory tipe PD MRP sebesar Rp.43.515.523.974,-. Dimana nilai PD MRP
mencapai 69.4% dari total inventory yang ada sementara 30.6% sisanya merupakan tipe ND
dan V1.
b. Optimalisasi dapat dilakukan dengan analisis yang berdasarkan konsumsi tahunan (FSN
analisis), nilai total material (ABC analisis) dan sejarah konsumsi maupun pemesanan
(history-no history).
c. Total pengurangan nilai inventory dengan tipe PD MRP yang diperoleh berupa pemakaian
material, write-off material dan transfer posting material dengan total penghematan sebesar
Rp. 2.558.854.472,- (Dua milyar lima ratus lima puluh delapan juta delapan ratus lima puluh
empat ribu empat ratus tujuh puluh dua rupiah)
d. Penumpukan sparepart PD MRP dapat dicegah dengan perencanaan (planning) yang baik
dan teliti sebelum melakukan pemesanaan material, juga dengan melaksanakan write-off
untuk material yang sudah terlalu lama mengendap (aging sparepart) di warehouse secara
rutin setiap tahunnya.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Syamsudin, Lukman. Manajemen Keuangan Perusahaan. 7nd. Jakarta: Rajawali Pers, 2002.
[2] Syafarudin, Alwi. Alat-alat Analisis dalam Pembelanjaan. Yogyakarta, 1993.
[3] Deloof, M. "Does Working Capital Management Affects Profitability of Belgian Firm?" Journal of Business
Finance and Accounting 30, no. 3-4, pp. 573-587, 2003.
[4] Sharif, K. "An Optimal Inventory Control Planning for an Indian Industry." pp: 129-133, 2012.
[5] Rangkuti, Freddy. Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: Grafindo Persada, 2004.
[6] SAP-PM, BPP Re-Documentation Team. Maintainance Notification. 4.0. Edited by HSEA PM Team. Holcim
Services (Asia) Ltd, 2004.
[7] Tanwari, A, Abdul Qayoom Lakhiar, and Ghulam Yasin Shaikh. "ABC Analysis as an Inventory Control
Technique." Quaid-E-Awam University Research Journal Of Engineering and Mnagement 1, no. 1, pp: 33-50,
2000.
158
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Analisis kekuatan suspensi pegas daun truk dengan metode finite element
Firmansyah Wahyu A.F.C; Seti Atmawan;Ery Muthoriq;Herman M.K.
Program Studi Teknik Keselamatan Otomotif,Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan firmansyahwahyu14@gmail.com
Abstrak
Suspensi pegas daun digunakan pada kendaraan dengan kapasitas muatan yang besar .Pegas daun ini memberikan nilai
pantulan akibat beban yang diterima,yang akan mengalami kondisi terberat dalam beban tekan yang berulang ulang
,sehingga berpotensi untuk gagal akibat lewat batas lelah materialnya.Seringnya menahan muatan yang besar maka
pegas mengalami patah pada daunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pemodelan dan kekuatan suspensi
pegas daun kendaraan truk dengan menggunakan Finite Element Method. Langkah pertama dimulai dengan
perhitungan beban axle belakang truk.Beban yang dianalisis adalah beban static berupa berat kendaraan dan muatan.
Kemudian dilanjutkan dengan pemodelan geometri suspensi pegas daun. Setelah pemodelan geometri, langkah
berikutnya adalah pemodelan beban dan tumpuan. Jenis pemodelan tumpuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
model tumpuan menggunakan tumpuan fix dan roller. Dari simulasi Solidworks yang sudah dilakukan, diketahui
kekuatan suspensi pegas daun truk. Besar tegangan maksimum yang terjadi pada suspensi pegas daun adalah 233 MPa.
Sedangkan material yang digunakan memilki yield strength 1158 MPa. Dari hasil tersebut dapat dihitung bahwa safety
factor yang dihasilkan adalah 4,9.
Kata kunci: finite element method, suspensi pegas daun, yield strength, Solidworks, fix dan roller
Abstract
Leaf spring suspension is used on vehicles with a large payload capacity.The leaf springs provide reflections due to the
load value received. It will experience the toughest conditions in the repeated compressive loads, so the potential to fail
due to fatigue limit of the material through . With often hold large loads so broken on experience spring leaves.This
study aims to determine how the modeling and the strength of the leaf spring suspension trucks using Finite Element
Method. The first step begins with a rear axle load calculation ,then analyzed are static loads such as heavy vehicles .
Then proceed with leaf spring suspension geometry modeling. After modeling the geometry, the next step is modeling
the load and pedestal. Type pedestal modeling performed in this research is the foundation of the model using fixed
pedestal and roller..From Finite Element Method is , it is known the power of truck leaf spring suspension.Maximum
tension that occurs in the leaf spring suspension is 233 MPa. While the materials used have the yield strength of 1158
MPa. From these results it can be calculated that the resulting safety factor is 4,9.
Keyword:finite element method, leaf spring, yield strength, Solidworks, fixed and roller
I. PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Pegas merupakan komponen yang didesain memiliki kekakuan yang relatif rendah dibanding
dengan rigid normal, sehingga memungkinkan untuk menerima gaya yang dibebankan padanya
sesuai dengan tingkatan tertentu (1).Fungsi utama dari pegas daun adalah memberikan nilai
pantulan akibat beban yang diterima sehingga dapat memberikan kenyamanan. Oleh karena itu
perlu dilakukan perhitungan tegangan maksimal, momen bending dan defleksi yang terjadi
(2).Karena suspensi pegas daun ini digunakan pada kendaraan dengan kapasitas muatan yang besar
maka sering mengalami patah pada pegas daunnya.
Dengan mengetahui berat kendaraan dan muatan (GVW) lalu pengukuran dimensi suspensi pegas
daun,selanjutnya dapat dilakukan pemodelan geometri suspensi pegas daun dengan Software
Solidworks.Dalam penelitian ini dilakukan pembebanan dengan cara pembebenan fix dan
roller.Dari pemodelan ini dapat diketahui kondisi sebenarnya dari pegas daun ,ini bertujuan untuk
mengetahui tegangan maksimum yang diterima oleh suspensi pegas daun. Dengan mengetahui
tegangan maksimum maka bisa diketahui beban yang diterima suspensi pegas daun tidak melebihi
kekuatan material yang digunakan, serta mengetahui titik kritis bagian suspensi pegas daun.
159
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
II. TINJAUAN PUSTAKA
Faktor Keamanan.
Dalam merancang bagian untuk melawan kegagalan, diasumsikan bahwa tekanan internal tidak
melebihi kekuatan material. Jika bahan yang digunakan adalah rapuh, maka itu adalah kekuatan
luluh desainer yang biasanya tertarik, karena sedikit deformasi merupakan kegagalan distorsi
energi.Teori ini juga disebut teori Von Mises.Teori yang cocok untuk digunakan dalam bahan (3).
Safety Factor
Pada pembebanan vertikal, safety factor yang sering digunakan untuk kendaraan adalah 4,5 (4).
Suspensi Pegas Daun
Suspensi daun adalah salah satu item yang potensial untuk penurunan berat dalam mobil karena
menyumbang sepuluh sampai dua puluh persen dari berat unsprung. Pegas daun harus menyerap
getaran vertikal, guncangan dan beban benjolan dengan cara semi defleksi sehingga bahwa energi
potensial yang tersimpan dalam pegas daun sebagai energi regangan dan kemudian dilepaskan
secara perlahan. Dengan demikian kapasitas penyimpanan energi regangan elastis merupakan
kriteria penting saat memilih bahan untuk pegas daun (5).
Efek Shackle
Untuk pegas daun dipasang sebagai salah satu ujung tetap dan ujung lainnya dengan shackle, fungsi
shackle adalah untuk memungkinkan pegas daun bergerak bebas.Ketika pegas daun berdefleksi,
bentuk dan kurva mulai berubah dan ayunan shackle membuat sudut dengan garis lurus. Gaya yang
diberikan pada pegas daun baik dapat kompresi atau ketegangan, tergantung pada arah yang ayunan
shackle (6).
Solidworks
SolidWorks adalah 3D mekanik CAD ( computer-aided design ) program yang berjalan pada
Microsoft Windows dan sedang dikembangkan oleh Dassault Systèmes SolidWorks Corp , anak
perusahaan dari Dassault Systèmes, SA . SolidWorks saat ini digunakan oleh lebih dari 2 juta
insinyur dan desainer di lebih dari 165.000 perusahaan di seluruh dunia.
SolidWorks memanfaatkan fitur berbasis parametrik pendekatan untuk membuat model dan
rakitan.File SolidWorks menggunakan Microsoft Structured Penyimpanan format file. Ini berarti
bahwa terdapat berbagai file tertanam dalam setiap SLDDRW (menggambar file), SLDPRT (bagian
file), SLDASM (perakitan file) file, termasuk bitmap pratinjau dan metadata sub-file (7).
Meshing
Meshing adalah proses di mana objek tersebut didiskritisasi menjadi bagian-bagian yang sangat
kecil yang dikenal sebagai elemen (8).
Analisis Tegangan
Perhitungan stres dilakukan untuk memperkirakan penurunan kekuatan pegas yang dihasilkan dari
patahan yang ada sebelum kecelakaan dan pertengahan segregasi. Data uji contoh pegas juga
digunakan untuk memberikan dasar untuk memperkirakan penurunan kekuatan. Perkiraan
pengurangan kekuatan yang kemudian digunakan untuk menentukan jika gaya yang besar
dikenakan pada pegas. Analisis tegangan terbatas elemen yang digunakan untuk mempelajari
tegangan tarik melintang di lokasi fraktur. Pegas daun langsung ke frame kendaraan di depan ujung
dan melalui perakitan tetap di akhir (9).
160
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Finite Elemen Analisis
Finite Elemen Analisis dilakukan pada kondisi statis model suspensi daun, sehingga distribusi
tegangan dapat diamati untuk analisis zona stres yang tinggi (10).
II. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Penelusuran pustaka penelitian yang meliputi tentang analisis kekuatan suspensi pegas daun
dengan finite element method.
2. Pengambilan data kendaraan berupa berat total kendaraan,berat axle depan dan berat axle
belakang.
3. Perhitungan suspensi pegas daun.
4. Permodelan suspensi pegas daun.
5. Pemodelan beban dan tumpuan suspensi pegas daun menggunakan Solidworks.
6. Simulasi statis menggunakan Solidworks.
7. Pembahasan analisis
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan Beban Vertikal
Diperlukan beberapa langkah untuk mengetahui beban ketika terkena beban vertikal .Yaitu langkah
pertama adalah melakukan penimbangan kendaraan untuk mengetahui beban axle depan dan axle
belakang ,yang kedua melakukan pengukuran dimensi suspensi daun kendaraan .Kemudian
melakukan penghitungan beban yang diterima ketika terkena beban vertikal, lalu menganalisis gaya
gaya vertikal yang mengenai suspensi pegas daun..Lalu gaya tersebut sebagai input untuk
disimulasikan ke Solidworks.
Besar Beban Axle Akibat Beban Vertikal.
Beban vertikal yang terjadi karena berat kendaraan ,maka langkah pertama adalah melakukan
penimbangan dan pengukuran berat kendaraan meliputi beban axle depan ,axle belakang, berat total
kendaraan
a) Berat axle depan (Wr) : 1419 kg
b) Berat axle belakang (Wf) : 936 kg
c) Berat kosong : 2355 kg
d) GVW : 8250 kg
Pengukuran Dimensi Suspensi Pegas Daun
Pegas 1 Panjang :1300mm
Tebal :12mm
Lebar :70mm
Pegas 2 Panjang :1300mm
Tebal :12mm
Pegas 3 Panjang :1100mm
Tebal :12mm
Pegas 4 Panjang :770mm
Tebal :12mm
Pegas 5 Panjang :550mm
Tebal :12mm
Pegas 6 Panjang :340mm
Tebal :12mm
161
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Suspensi Pegas Daun
Pegas daun dipasang diatas poros roda belakang dan pegas daun dipasang dibawah poros roda
belakang. Kebanyakan pegas daun dipasang tepat ditengah-tengah panjang pegas tersebut sehingga
bagian depan dan belakang sama panjang. Pada kendaraan-kendaraan yang berat seperti truk dan
bus, pegas daun mengalami beda tekanan pada saat kosong dan berisi muatan penuh. Untuk
memenuhi beban saat pengangkutan pada kendaraan.
Pada ujung plat terpanjang dibentuk mata pegas untuk pemasangannya. Sementara itu bagian
belakang dari plat baja paling atas dihubungkan dengan kerangka menggunakan ayunan yang dapat
bergerak bebas saat panjang pegas berubah-ubah karena pengaruh perubahan beban.
Gambar 1.Pegas Daun
Material Pegas Daun
Besi Karbon Plain, Chromium vanadium ,Chromium ,Nickel,Molybdenum,Silicon adalah tipe
material yang digunakan untuk mendesign pegas daun.Material yang digunakan pada penelitian ini
adalah 65Si7 (11)
Tabel 1 Material pegas daun
Parameter Value
Material Spring 65Si7
Young Modullus 210.000 Mpa
Poisson Ratio 0,26
Tensile Strength 1272 Mpa
Yield Strength 1158 Mpa
Pemodelan Fix dan Roller pada Pegas 1
Pada Solidworks Simulation terdapat fasilitas fix dan roller ,jenis tumpuan fix dan roller ini
diaplikasikan pada dudukan suspensi pegas daun nomor 1 ,karena pada dudukan ini tidak benar
benar fix dan terdapat shackle yang dapat bergerak serta pengaruh dari karet.
Gambar 2. Shackle
162
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Pemodelan geometri Pegas 1
Gambar 3.Pemodelan Geometri
Proses Meshing
Gambar 4. Proses Meshing
Hasil Simulasi
Gambar 5.Hasil Simulasi
Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa tegangan maksimum mencapai 233 MPa untuk
pemodelan fix dan roller.Tegangan yang terjadi pada pemodelan ini berada pada di tumpuan
suspensi daun.Untuk tumpuan fix tidak dapat bergerak ketika suspensi daun dibebani, namun pada
roller dapat bergerak yang menunujukkan shackle pada suspensi daun yang memunkinkan pegas
dapat bergerak bebas.
Ketika pegas daun dibebani maka pegas nomor 1 akan mendapatkan tegangan awal dan arahnya
berlawanan sehingga pegas daun nomor 1
163
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
mengalami tegangan yang lebih kecil dibanding pegas yang lain.Pegas daun nomor 1 ini memang
dikonstruksikan untuk mengalami tegangan yang lebih kecil karena juga mengalami beban
tambahan akibat dari selama mengemudi.
Pemodelan Fixed pada pegas 2,3,4,5,6
Pada pemodelan fixed ini diaplikasikan pada dudukan Ubolt yang berada di tengah karena pada
graduated leaves mengalami tegangan yang searah dengan gaya normal.
Pemodelan Pegas 2
Pemodelan Geometri
Gambar 6.Pemodelan Geometri
Hasil Simulasi
Gambar 7.Hasil Simulasi
Berdasarkan Hasil simulasi yang telah dilakukan maka pada pemodelan fix ini pegas daun
mengalami tegangan sebesar 452,6 Mpa.
164
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Pemodelan Pegas 3
Pemodelan Geometri
Gambar 8. Pemodelan Geometri
Hasil Simulasi
Gambar 9.Hasil Simulasi
Berdasarkan hasil simulasi pada pegas 3 mengalami tegangan sebesar 359 Mpa.
Pemodelan Pegas 4
Pemodelan Geometri
Gambar 10.Pemodelan Geometri
165
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Hasil Simulasi
Gambar 11.Hasil Simulasi
Berdasarkan hasil simulasi pegas daun nomor 4 mengalami tegangan sebesar 239,9 Mpa.
Pemodelan Pegas 5
Pemodelan Geometri
Gambar 12.Pemodelan Geometri
Hasil Simulasi
Gambar 13.Hasil Simulasi
Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan maka pada pegas daun nomor 5 mengalami
tegangan sebesar 229,2 Mpa.
166
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Pemodelan Pegas 6
Pemodelan Geometri
Gambar 14.Pemodelan Geometri
Hasil Simulasi
Gambar 15.Hasil Simulasi
Hasil simulasi menunjukkan pegas daun nomor 6 mengalami tegangan sebesar 91,8 Mpa.
Berdasarkan Pemodelan pada Graduated leaves maka pada pegas mengalami tegangan yang tinggi
,ini karena beban yang searah pada gaya normal yang ditumpu oleh dudukan U Bolt.Pada
pemodelan Fixed ini didapat tegangan yang paling tinggi yaitu pada pegas nomor 2 sebesar 452
MPa, jika dibandingkan dengan yang Master leaves maka tegangan ini lebih tinggi.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil simulasi Solidworks yang dilakukan hasil yang mendekati sebenarnya adalah
dengan tumpuan fix dan roller. Pemodelan dengan menggunakan tumpuan fix dan roller lebih
akurat untuk menganalisis kekuatan axle kendaraan karena pada pegas terdapat shackle yang dapat
bergerak bebas. Setiap pegas daun yang mempunyai panjang dan tebal berbeda maka tegangan akan
berbeda pula.Tegangan maksimum yang terjadi pada master leave dengan panjang:1300mm,
tebal:12mm, lebar:70mm sebesar 233 MPa ,sedangkan yield strength bahan sebesar 1158 MPa.
Karena tegangan maksimum masih dibawah yield strength maka kekuatan bahan masih dalam taraf
relatif aman. Untuk hasil safety faktor sebesar 4,9.
Sedangkan untuk graduated leaves yang mengalami tegangan maksimum adalah pegas daun nomor
2 dengan panjang :1300 mm dan tebal :12 mm sebesar 452 Mpa, sesuai kejadian pada kendaraan
yang sering terjadi patah adalah pada graduated leaves.
167
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Daryono.” Analisa Umur Pegas Daun Pada Suspensi Kendaraan Roda Empat”.2007.
[2] Hidayat,T.”Analisa Kegagalan Pegas Daun (Leaf Spring) Pada Toyota Kijang Kapsul 7K-EI”.2000
[3] Javad.T, Alimardani R,Mohtasebi S.S.”Static and dynamic analysis of front axle housing of tractor using finite
elements methods”.2011
[4] Prof .Dr.Kaukeart Boonchukosol:Vehicle structure analysis.
[5] Vijayarangan.S,Kumar,M.S.”Static Analysis And Fatigue Life Prediction Of Steel And Composite Leaf Spring
For Light Passanger Vehicle”.Vol 66.2007
[6] Saelem S,Chantranuwathana ,S, Panichanun K.”Experimental Verification of Leaf Spring Model by Using a Leaf
Spring Test Rig”.2009
[7] SurjoW.A, J.Edy,A.y.Rozzaqi.”Pengembangan rancangan nozzle waterjet untuk meningkatkan kecepatan renang
pada tank BMP-3F(Infantry Fighting Vehicle)”.vol2.2013
[8] Choudhary S, Srivastava A.”Design and Structural Analysis of Jute/E-glass Woven Fiber Reinforced Epoxy Based
Hybrid Composite Leaf Spring under Static Loading”.Vol 3.2013
[9] Baviskar A. C. Bhamre V. G. Sarode S. S. 2013.”Design and Analysis of a Leaf Spring for automobile suspension
system: A Review”.Vol.3.2013
[10] Mahakalkar S,G.Dubay D.N. “Stress Analysis of a Mono-parabolic Leaf Spring-A Review”.2013
[11] Amrute A.H ,Karlus E.N,Rathore R,K.”Design and Assesment Of Multi Leaf Spring”.Vol 1.2013
168
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Studi kasus optimalisasi kerja alat angkut untuk meningkatkan feed rate crusher
limestonequarry narogong pt. holcim indonesia, tbk
Muliyanto
1, Sugeng Mulyono
2, Jufrill Appangallo
3
1. Teknik Mesin, Konsentrasi Rekayasa Industri Semen, Politeknik Negeri Jakarta
2. Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Jakarta
3. Departemen Quarry,PT. Holcim Indonesia, Tbk mulyanto141@gmail.com
Abstrak
Pada proses pembuatan semen PT. Holcim Indonesia, Tbk diperlukan batu kapur sebagai bahan baku utama, yang
disuplai dariquarry Narogong.Crusher merupakan tempat untuk proses crushing bahan baku dari ukuran besar menjadi
lebih kecil sesuai spesifikasi yang ditetapkan.Dalam satu hari di quarry Narogong dibagi menjadi dua shift, yaitu shift
pagi mulai pukul 08.00-16.00 WIB dan shift sore mulai pukul 16.00-24.00 WIB. Target feed rate dalam satu shift 950
ton/jam untuk crusher Nar 1 dan 1500 ton/jam untuk crusher Nar 2. Target tersebut harus tercapai untuk memenuhi
kebutuhan material batukapur ke proses selanjutnya yaitu Raw Mill. Saat crushing dua crusher bersamaanfeed rate
crusherseringdibawah target,menyebabkanketersediaan material batu kapur di stockpilesedikit.Fokus dari tugas akhirini
untuk meningkatkan feed rate crusher. Penyebab feed rate crusherdibawah target yaituproduktifitas alat angkut rendah
dan pengoperasian crusher yangkurang baik. Rendahnya produktifitas alat angkut karena cycle time alat angkut tinggi,
muatannya tidak optimal, jam kerja efektifnya rendah dan ketersediaan material peledakan kurang.Cycle time alat
angkut tinggi karena jalan tambang tidak sesuai spesifikasi teknis, seperti jarak loading point menuju crusher jauh,
grade jalan lebih dari 10%, lebar jalan kurang dari 3.5 x lebar alat angkut terbesar, dan jalan tambang yang dilalui alat
angkut bergelombang. SOP (Standar Operasional Prosedur) pengoperasian alat angkut yang tidak dilaksanakan dengan
baik oleh operator alat angkut, merupakan salah satu penyebab jam kerja efektif alat angkut rendah.Ketersediaan alat
angkut yang mencukupi akan menunjang produktifitas alat angkut. Untuk meningkatkan feed rate crusherdapat
dilakukan metode optimalisasi kerja alat angkut.Dengan memperpendek jarak crusher menuju loading point akan
membuat cycle time alat angkut lebih cepat. Jam kerja efektif alat angkut ditingkatkan dengan menerapkan SOP
pengoperasian alat angkut dengan baik.Selanjutnya,rekalkulasi ketersediaan alat angkut dilakukan untuk crushing dua
crusherbersamaan. Serta mengevaluasi sistem dua shift crushing dua crushersecara bersamaan menjadi sistem tiga shift
crushingsecara bergantian antaracrusher Nar 1 dan Nar 2. Dengan metode tersebut,diharapkan produktifitas alat angkut
akan meningkat sehingga meningkatkan feed rate crusher.
Kata Kunci:Crusher, feed rate, alat angkut, cycle time
Abstract
In the cement manufacturing process PT. Holcim Indonesia, Ltd needed limestone as the main raw material, which is
supplied from the Quarry Narogong. Crusher is a place for crushing raw material for the process of large size into
smaller ones according to specifications set. In one day in the Quarry Narogong divided into two shifts, namely the
morning shift started at 08.00-16.00 WIB and afternoon shift starts at 16.00-24.00 WIB. Target feed rate crusher Nar 1
is 950 ton/hour and feed rate crusher Nar 2 is 1500 ton/hour. The target is to be achieved to meet the needs of limestone
material to the next process is the Raw Mill. When the two crusher crushing simultaneously feed rate crusher is often
lower than the target, making the availability of limestone in the stockpile material slightly. The focus of this thesis to
increase the feed rate crusher. Causes feed rate crusher below the target of conveyance low productivity and poor
operation of the crusher. The low productivity of conveyance becausehigh cycle timeof conveyance, the charges do not
optimal, low effective working hours and the availability of material blasting less. High cycle time of conveyance
because of the way mine do not match the technical specifications, such as the loading point to the crusher distance
away, the grade of road is more than 10%, the width of road is less than 3.5 x width of the largest transportation
equipment, and mining roads that passed conveyance corrugated. SOP (Standard Operations Procedure) operation of
conveyances that are not implemented properly by the operator conveyance, is one cause of the working hour
effectively lower conveyance. The availability of sufficient transport will support the productivity of conveyance. To
increase the feed rate crusher can do optimization methods work conveyance. By shortening the distance of the crusher
to the loading point will make the cycle time faster conveyance. Effective working hours increased conveyance that
implement the SOP operation of conveyances well. Furthermore,the availability of conveyance recalculation is done for
crushing two crusher simultaneously. As well as evaluating the two shift system crusher crushing two simultaneously
into three shifts crushing system alternating between crusher Nar 1 and Nar 2. With this method, the expected
productivity will increase conveyances thereby increasing the feed rate crusher.
Keywords : Crusher, feed rate, conveyance, cycle time
169
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
I. PENDAHULUAN
Latar belakang Quarry Department adalah departemen yang bertanggung jawab dalam penyediaan raw
material untuk proses pembuatan clinkerdi pabrik semen PT. Holcim Indonesia, Tbk. Tahapan proses penambangan meliputi Stripping & Development (pembukaan lahan), Drilling(pemboran), Blasting (peledakan), Loading (pemuatan), Hauling (pengangkutan), Dumping (penumpahan), dan Crushing (penghancuran). Setelah melalui tahapan-tahapan penambangan material akan disimpan di stockpile atau storage sebagai tempat penyimpanan sementara. Material dari stockpile akan masuk ke proses selanjutnya yaitu Raw Mill.
Gambar 1. Pelaksanaan pembangan limestone
Dalam proses penambangan tidak terlepas dari adanya unit alat berat.Tersedianya alat berat
yang cukup akan menunjang proses penambangan. Unit alat berat yang ada di Quarry
Narogong PT. Holcim Indonesia, Tbk yaitu Track Drill (TD), Dozer (DZ), Excavator, Motor
Grader (MG), Wheel Loader (WL), dan Dump Truck (DT). PT. Holcim Indonesia, Tbk Quarry
Narogong memiliki crusher limestone,crusher silica/iron sand, dan crusher shale. Untuk
menyuplai material limestone di plant Narogong, Quarry Narogong mempunyai dua crusher
limestone. Yaitu crusher Nar 1 untuk menyuplai material ke plant Narogong 1, dan crusher Nar
2 untuk menyuplai material ke plant Narogong 2.Tim Penyedia Bahan Mentah (PBM) atau tim
operasional akan mengatur pembagian alat angkut yang akan crushing ke crusher Nar 1 dan
crusher Nar 2.Yang menunjang suplai material ke crusher yaitu WL sebagai alat muat dan DT
sebagai alat angkut. Cycle time (CT) alat angkut sangat mempengaruhi suplai material
dicrusher. Semakin lama CTalat angkut,suplai material persatuan waktu ke crusher semakin
berkurang. Jarak loading point dengan crusher yang jauh menyebabkan CT alat angkut akan
lebih lama, sehingga menurunkan produktifitas alat angkut dan crusher.
Dalam satu hari di Quarry Narogong tim PBM atau operasinal dibagi menjadi dua shift,
yaitu shift pagi mulai pukul 08.00-16.00 WIB dan shift sore mulai pukul 16.00-24.00 WIB
dengan sistem crushing dua crusher bersamaan. Target feed rate dalam satu shift 950 ton/jam
untuk crusher Nar 1 dan 1500 ton/jam untuk crusher Nar 2. Target tersebut harus tercapai untuk
menyuplai kebutuhan material ke proses selanjutnya. Saat crushing dua crusher bersamaan
seringtidak tercapai feed rate yang sudah ditargetkan. Karena peranannya yang penting dalam
proses produksi maka dilakukan studi kasus ini dalam tugas akhir.
170
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tujuan dari tugas akhir ini adalah memberikan masukan atau rekomendasi kepada
penanggung jawab PBM atau operasional untuk meningkatkan kinerja alat angkut agar lebih
efektif dan efisien.
II. METODE PELAKSANAAN
2.1 Studi Lapangan
Melakukan pengamatan secara langsung terhadap pengoperasian alat angkut berdasarkan SOP
(Standar Operasional Prosedur) pengoperasian alat angkut, mengamati kinerja operator alat angkut,
dan mengamati perawatan jalan yang dilalui alat angkut sertaspesifikasi teknis jalan tambang.
2.2 Pengumpulan Data
Data primer
Data primer adalah data-data yang diambil langsung dari lapangan. Data yang diambil antara lain :
Data waktu edar atau cycle time alat angkut, data ini untuk melakukan perhitungan
produktifitas alat angkut. Waktu edar alat angkut adalah waktu yang diperlukan oleh suatu
alat angkut untuk berproduksi satu siklus. Data waktu edar alat angkut terdiri dari waktu
pemuatan (detik), waktu hauling isi (detik), waktu tunggu sebelum dumping (detik), waktu
manuver sebelum dumping (detik), waktudumping (detik), waktu hauling kosong (detik),
waktu tunggu sebelum pemuatan (detik), waktu manuver sebelum pemuatan (detik).
Gambar 2. Alur waktu edar atau cycle time alat angkut
Data waktu kerja, terdiri dari waktu kerja yang tersedia, waktu kerja efektif, dan waktu
hambatan baik waktu standby, waktu repair dan ataupun waktu maintenance.
171
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Data sekunder
Data sekunder adalah data-data yang diambil baik dari arsip-arsip perusahaan maupun data dari
penelitian yang pernah dilakukan. Data-data yang diambil antara lain :
Data tipe atau spesifikasi alat muat dan alat angkut yang digunakan oleh tim operasional.
Data jumlah alat muat dan alat angkut yang digunakan oleh tim operasional.
Data jam kerja efektif alat angkut.
Data ketersediaan waktu kerja alat angkut.
Data RCPS (Root Cause Problem Solving) yang dilakukan tim quarry Narogong.
Data jalan tambang yang tidak sesuai spesifikasi teknis (jalan tambang memutar).
Hasil diskusi dengan pihak-pihak yang berkompeten (operator crusher, tim operasional, tim
planning, dantim maintenance heavy equipment).
2.3 Pengolahan Data
Pengolahan berkas data RCPS akan didapatkan penyebab serta solusi penyelesaian masalah feed
rate crusher dibawah target. Pengolahan waktu kerja akan didapatkan efisiensi kerja alat angkut.
Pengolahan waktu edar alat angkut, efisiensi kerja alat angkut dan kondisi jalan yang dilalui oleh
alat angkut akan menghitung produktifitas alat angkut. Pengolahan data tipe alat muat dan alat
angkut yang digunakan akan didapatkan keselarasan kerja alat muat dengan alat angkut. Serta
pengolahan data jumlah alat angkut yang digunakan tim operasional dapat menentukan ketersediaan
alat angkut untuk crushing dua crusher secara bersamaan.
Untuk memudahkan peneliti dalam proses studi kasus ini dan pengolahan data maka dibuat diagram
alir pelaksanaan studi kasus dalam tugas akhir.
Mulai
Studi literatur
RCPS (Root Cause
Problem Solving)
Akar masalah
Alternatif penyelesaian
masalah
Penyelesaian masalah
Pengumpulan data
Mengolah data
Hasil perhitungan produktifitas alat angkut
Hasil pengamatan pemeliharaan jalan
Hasil perhitungan jam kerja efektif alat
angkut
Hasil perhitungan ketersediaan alat angkut
Memberikan hasil studi kasus kepada tim
Penyedia Bahan Mentah (PBM) sebagai
rekomendasi/masukan
Selesai
Cycle time alat angkut
Jarak loading point menuju
crusher
Ketersediaan alat angkut
Pemeliharaan jalan
Jam kerja efektif alat angkut
Hasil
pengolahan
data
Gambar 3. Diagram alir pelaksanaan tugas akhir
172
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 RCPS (Root Cause Problem Solving)
Berikut adalah data RCPS yang diambil dari berkas data RCPS yang telah dilakukan oleh timquarry
untuk mengetahui penyebab feed rate crusher dibawah target serta solusi pemecahan masalahnya.
Gambar 4. Root Cause Problem Solving timquarry
Gambar 5. Root Cause Problem Solving timquarry
173
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 6. Root Cause Problem Solving timquarry
Gambar 7. Root Cause Problem Solving timquarry
174
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 8. Root Cause Problem Solving timquarry
Gambar 9. Root Cause Problem Solving timquarry
Dari data RCPS yang sudah dilakukan, salah satu penyebab feed rate crusher dibawah target adalah
produktifitas alat angkut yang rendah. Dengan permasalahan yang paling banyak muncul, sehingga
perlu diprioritaskan pemecahan masalahnya. Setela dilakukan observasi pada data RCPS yang
175
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
sudah dilakukan masih ditemukan penyebab produksi alat angkut rendah, sehingga peneliti
memasukkan masalah tersebut serta mencari solusi pemecahan masalahnya.
Gambar 10. Root Cause Problem Solving hasil observasi
Setelah observasi dilakukan dan menemukan masalah yang lain muncul yaitu ketersediaan alat
angkut, serta jam kerja efektif alat angkut rendah. Maka solusi pemecahan masalahnya adalah
rekalkulasi kebutuhan alat angkut untuk crushing dua crusher dan menekankan kepada operator alat
angkut untuk menerapkan SOP pengoperasian alat angkut dilaksanakan lebih baik.
3.2 SOP (Standar Operasional Prosedur) Operasional
Berdasarkan hasil diskusi dengan tim operasional, SOP pengoperasian alat angkut pada shift pagi
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. SOP pengoperasian alat angkut
Jam (WIB) Keterangan
08.00 – 08.10 Semua SI dan Leader meeting pagi menyampaikan hasil operasional hari
sebelumnya
08.00 – 08.20 Leader PBM meeting dengan tim operasional untuk kegiatan operasional
08.30 Alat angkut mulai crushing di crusher
11.30 Istirahat
13.00 Mulai crushing setelah istirahat
15.30 Selesai crushing
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung alat angkut mulai crushing jam 08.48 WIB, alat
angkut mulai turun untuk istirahat jam 11.22 WIB, mulai crushing setelah istirahat jam 13.15 WIB,
dan selesai crushing jam 15.22 WIB.
3.3 Waktu Kerja Efektif Alat Angkut
176
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Dari SOP yang dibuat waktu kerja efektif alat angkut adalah 5 jam 30 menit per shift pagi.
Berdasarkan hasil pengamatan waktu kerja efektif alat angkut 4 jam 41 menit per shift pagi.
Sehingga pada shift pagi terdapat perbedaan 49 menit waktu kerja efektif alat angkut.Dalam satu
shift tersedia 8 jam kerja dengan istirahat 1 jam jadi waktu yang tersedia adalah 7 jam kerja. Dari
data tersebut dapat dihitung efisiensi kerja alat angkut dengan rumus sebagaiberikut :
(1)
x 100%
Jadi efisiensi kerja berdasarkan SOP yang dibuat adalah sebesar 78%. Namun pada kenyataan
berdasarkan pengamatan adalah sebagai berikut :
x 100%
Jadi efiensi kerja pada aktualnya adalah sebesar 67%.
Untuk meningkatkan waktu kerja efektif alat angkut dapat dilakukan metode antara lain :
Saat semua SI dan leader meeting pagi operator alat angkut dapat melakukan pengecekan
kondisi alat angkut dan memanaskan mesin, sehingga selesai meeting dengan leader PBM
bisa langsung berangkat ke lokasi pemuatan.
Diareacrusher dipasang jam agar operator alat angkut istirahat dan selesai crushing sesuai
dengan SOP yang dibuat.
Menekankan kepada operator alat angkut untuk mengoperasikan alat angkut sesuai SOP
pengoperasian alat angkut.
3.4 Jumlah dan Jenis Peralatan Tambang Development dan Operasional Quarry Narogong
Tabel 2. Jumlah alat development dan operasional
No. Jenis alat Tipe Kapasitas Jumlah Keterangan
1. Dump
Truck
777 D 85 ton 5 unit Operasional pengangkutan dan
development 773 D 45 ton 2 unit
773 D/E 45 ton 6 unit
2. Buldozer D 10 R - 2 unit Development
3. Back Hoe Cat 379 3 m3
1 unit Development
4. Buldozer D 8 N - 1 unit Operasional
5. Wheel
Loader
992 K 11.5 m3
2 unit Operasional pemuatan
990 H 9.2 m3
2 unit
6. Surface
Miner
Writgen
2200
235 ton/jam 1 unit Operasional
7. Dump
Truck
Hino 25 ton 4 unit Operasional pengangkutan
Berdasarkan tabel 1 terdapat dua tipe alat muat yang digunakan yaitu 992 K dan 990 H dengan
kapasitas yang berbeda. Begitu juga dengan alat angkut terdapat dua tipe yang digunakan yaitu 777
dan 773 dengan kapasitas yang berbeda juga. Untuk keselarasan kerja alat muat dengan alat angkut
maka alat muat tipe 992 K dipasangkan dengan alat angkut tipe 777, sedangkan alat muat tipe 990
H dipasangkan dengan alat angkut 773. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan masih ada
ketidakselarasan alat muat dengan alat angkut sehingga kerja alat muat ataupun alat angkut kurang
efektif dan efisien, karena dapat menyebabkan antrian alat angkut diarea pemuatan (loading point)
ataupun diarea crusher sehingga waktu edar alat angkut tinggi.Alat angkut yang digunakan untuk
177
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
operasional sebanyak 10 unit yaitu 5 unit tipe 777 dan 5 unit tipe 773 untuk crushing dua crusher
bersamaan.
3.5 Waktu Edar Alat Angkut
Data waktu edar alat angkut terdiri dari waktu pemuatan (detik), waktu hauling isi (detik), waktu
tunggu sebelum dumping (detik), waktu manuver sebelum dumping (detik), waktu dumping (detik),
waktu hauling kosong (detik), waktu tunggu sebelum pemuatan (detik), waktu manuver sebelum
pemuatan (detik). Waktu edar alat angkut yang dihitung adalah alat angkut tipe 773 dan tipe 777.
Tabel 3. Waktu edar alat angkut ke Nar 1
DT Waktu
pemuatan
(detik)
Waktu
hauling
isi
(detik)
Waktu
tunggu
sebelum
dumping
(detik)
Waktu
manuver
sebelum
dumping
(detik)
Waktu
dumping
(detik)
Waktu
hauling
kosong
(detik)
Waktu
tunggu
sebelum
pemuatan
(detik)
Waktu
manuver
sebelum
pemuatan
(detik)
Total
waktu
edar
(menit)
777 313 193 290 22 251 326 41 24 23.3
777 268 421 337 30 117 256 35 18 24.7
777 360 359 785 14 941 344 0 24 47.1
777 280 374 816 35 297 363 0 16 36.4
773 213 387 1223 32 27 392 0 21 38.3
773 63 338 1208 35 33 398 0 32 35.1
773 68 383 361 28 26 332 0 26 20.4
773 73 443 886 31 166 423 0 24 34.1
Rata-rata 32.4
Tabel 4. Waktu edar alat angkut ke Nar 2
DT Waktu
pemuatan
(detik)
Waktu
hauling
isi
(detik)
Waktu
tunggu
sebelum
dumping
(detik)
Waktu
manuver
sebelum
dumping
(detik)
Waktu
dumping
(detik)
Waktu
hauling
kosong
(detik)
Waktu
tunggu
sebelum
pemuatan
(detik)
Waktu
manuver
sebelum
pemuatan
(detik)
Total
waktu
edar
(menit)
777 105 263 87 24 38 271 36 22 14.1
777 135 288 58 27 40 261 41 26 14.6
777 161 291 109 25 38 281 135 30 17.8
777 159 304 386 21 40 252 39 30 20.5
773 107 258 39 22 25 279 50 37 13.6
773 119 243 0 23 28 263 27 20 12.1
773 112 299 42 24 27 282 0 35 13.7
773 155 286 75 27 28 245 110 24 15.8
Rata-rata 15.3
3.6 Jalan Tambang Yang Memutar
Waktu edaralat angkut yang tinggi salah satu penyebabnya karena jalan tambang yang memutar
sehingga waktu tempuhnya lama. Setelah dilakukan pengamatan untuk memperpendek waktu
tempuh alat angkut solusinya adalah memendekkan jarak crusher menuju loading point dengan cara
pembuatan jalan baru.
178
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 11. Rencana pembuatan jalan baru
Rencana pembuatan jalan baru ini jika direalisasikan akan memangkas jarak yang awalnya 1.1 km
menjadi 850 m. Sehingga dengan kecepatan alat angkut 40 km/jam (batas kecepatan maksimum
diarea quarry) dapat ditempuh dalam waktu 1.3 menit. Dengan lebar jalan 30 meter untuk jalur dua
arah jalan yang dilalui oleh alat angkut.
Gambar 12. Rencana jalan baru
3.7 Produktifitas Alat Angkut
Untuk memenuhi target feed rate crusher harus mengetahui produktifitas alat angkut yang
menyuplai material ke crusher. Produktifitas alat angkut dapat dihitung menggunakan rumus seperti
berikut :
(2)
Q
q
= produksi per jam (ton/jam)
= produksi per siklus (ton)
V = 40 km/jam
t = 1.3 menit
850 m
1.1km w = 30 m
w = 30 m
Crusher Nar 2
Loading point
179
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Jumlah pengisian bak bucket berdasarkan pengamatan adalah 3 untuk tipe alat angkut 773 dengan
pasangan alat muat 990 H. Sedangkan jumlah pengisian bak bucket untuk tipe alat angkut 777
dengan pasangan alat muat 992 K adalah 5.
Tipe 773 ke Nar 1
55.83 bcm/jam x 1.65 (density material)
92. 12 ton/jam
Tipe 777 ke Nar 1
105.45 bcm/jam x 1.65 (density material)
173.99 ton/jam
Jadi produktifitas alat angkut ke crusher Nar 1 adalah 266.11 ton/jam.
Tipe 773 ke Nar 2
118.24 bcm/jam x 1.65 (density material)
196 ton/jam
Tipe 777 ke Nar 2
223.33 bcm/jam x 1.65 (density material)
368.49 ton/jam
Jadi produktifitas alat angkut ke crusher Nar 2 adalah 564.49 ton/jam.
3.8 Ketersediaan Alat Angkut
Dengan target yang sudah ditetap dan produktifitas alat angkut telah diketahui maka kebutuhan alat
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
(3)
Dimana :
Crusher Nar 1
E
CT
60
= efisiensi kerja
= waktu edar (menit)
= konversi jam ke menit
N
Tp
Pa
= jumlah alat yang dibutuhkan
= target produksi yang akan dicapai (ton/jam)
= produksi alat angkut (ton/jam)
180
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Jadi untuk mencapai target feed rate crusher Nar 1 sebesar 950 ton/jam dibutuhkan alat angkut
sebanyak 10 unit dengan perhitungan menggunakan alat angkut dengan kapasitas 45 ton.
Crusher Nar 2
Jadi untuk mencapai target feed rate crusher Nar 2 sebesar 1500 ton/jam diburuhkan alat angkut
sebanyak 8 unit dengan perhitungan menggunakan alat angkut dengan kapasitas 45 ton.
3.9 Evaluasi Sistem Dua Shift dengan Crushing Dua Crusher Bersamaan
Dengan jumlah alat angkut yang digunakan oleh tim operasional berjumlah 10 unit, dengan
perhitungan kebutuhan alat angkut yang sudah dilakukan yaitu 18 unit dengan rincian 10 unit untuk
Nar 1 dan8 unit untuk Nar 2, maka sistem crushing dua crusher bersamaan kurang efektif karena
keterbatasan alat angkut. Untuk itu direkomendasikan crushing satu crusher secara bergantian
dengan sistem tiga shift karena jumlah alat angkut mencukupi untuk crushing satu crusher secara
bergantian.
IV. KESIMPULAN
Untuk meningkatkan produktiftitas alat angkut sehingga feed rare crusher meningkat dan bias
mencapai target dapat dilakukan antara lain :
Memperpendek waktu tempuh alat angkut dengan memendekkan jarak crusher
menujuloading point dengan cara membuat jalan baru yang sesuai dengan spesifikasi teknis.
Meningkatkan jam kerja efektif alat angkut dengan cara menerapkan SOP pengoperasian
alat angkut dengan baik.
Penerapan keselarasan pasangan alat muat dengan alat angkut yaitu alat muat dengan
kapasitas besar mengisi alat angkut yang kapasitasnya besar, sedangkan alat muat yang
kapasitasnya kecil mengisi alat angkut yang kpasitasnya kecil.
Melakukan rekalkulasi kebutuhan alat angkut untuk crushing dua crusher bersamaan.
Mengubah sistem dua shift dengan crushing bersamaan menjadi sistem tiga shift dengan
crushing bergantian (single crusher).
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Subhan. Hariz, Sudarmono. Djuki, Syarifudin, “ANALISA KEMAMPUAN KERJA ALAT ANGKUT UNTUK
MENCAPAI TARGET PRODUKSI OVERBURDEN 240.000 BCM PERBULAN DI SITE PROJECT DARMO
PT. ULIMA NITRA TANJUNG ENIM SUMATRA SELATAN”, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik,
Universitas Sriwijaya, 2013.
[2] Sundari. Woro, “OPTIMALISASI KERJA ALAT GALI MUAT DAN ALAT ANGKUT UNTUK
PENINGKATAN PRODUKSI NIKEL STUDI KASUS PADA PT. TIMAH EKSPLOIMIN DESA BALIARA
KECAMATAN KABAENA BARAT KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA”,
Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012), Kupang, 13 Nopember 2012.
[3] Hasan. Harjuni, “PENGGUNAAN “RIPPER” DALAM MEMBANTU EXCAVATOR BACK HOE PADA
PENGUPASAN OVERBURDEN TANPA PELEDAKAN (Blasting) PADA TAMBANG BATUBARA SKALA
KECIL”, Jurnal “APLIKA” Volume 8 Nomor 1, Pebruari 2008.
[4] Nurhakim, “Buku Panduan KULIAH LAPANGAN II Edisi ke-2”, Program Studi Teknik Lapangan – FT Unlam,
NHK-8401@Unlam.Bjb©2003-2004.
181
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Meningkatkan performa sistem purging bag filter
Andika Firda Noya
1, Seto Tjahyono
2
1. Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta Konsentrasi Rekayasa Industri Semen
2. Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta anoya0815@gmail.com
Abstrak Dalam proses pembuatan semen, dibutuhkan alat pemisah debu/material halus yang bercampur dengan udara agar tidak
menimbulkan polusi bagi daerah sekitar, disebut dust collector, salah satunya adalah bag filter. Penumpukan material
halus pada filter bag disebut dust cake. Differential pressure merupakan perbedaan tekanan antara inlet dan outlet (bag
filter). Pengaturan cleaning sequence dan off time (frequency of pulse jet cleaning) yang tidak sesuai membuat dust cake
pada filter bag sehingga proses cleaning terganggu dan meningkatkan differential pressure. Setting waktu off time yang
sekarang adalah 22.5 detik, urutan cleaning 1-2-3-4-5-6-7-8 dan differential pressure tertinggi 198,083 mmH2O.
Solusi yang direkomendasikan adalah mengganti controller-nya, dimana controller yang sekarang adalah redecam
dengan setting off time tercepat 22.5 detik diganti dengan goyen timer controller dengan setting off time 5-180 detik dan
on time 35-350 milidetik. Dan cleaning sequence yang direkomendasikan 1-4-7-2-5-8-3-6.
Hasil tugas akhir adalah sebuah controller dengan pengaturan waktu off time 7 detik, on time 100 milidetik, cleaning
sequence 1-4-7-2-5-8-3-6 dan penurunan differential pressure dari 198,083 mmH2O menjadi < 100 mmH2O.
Kata Kunci: Dust collector, bag filter, differential pressure, cleaning.
Abstract
Meningkatkan Performa Sistem Purging Bag Filter. At cement production, a de-dusting equipment is needed, called
dust collector, one of it is bag filter. It filters fine dust and air. Dust formation on filter bag is known as dust cake.
Differential pressure is difference inlet and outlet pressure of bag filter. Incorrect setting in cleaning sequence and off
time (frequency of pulse jet cleaning) can make dust cake, disturbing the cleaning process and makes differential
pressure higher. The currently setting off time 22.5 s, cleaning sequence 1-2-3-4-5-6-7-8 and the highest differential
pressure 198,083 mmH2O.
The recommendation is changing the controller, from redecam with the fastest setting time 22.5 s to goyen timer
controller with range setting time 5-180 s and on time 35-350 ms. And recommended cleaning sequence 1-4-7-2-5-8-3-
6.
The result is a controller with setting off time 7 s, on time 100 ms and cleaning sequence 1-4-7-2-5-8-3-6. Decrease
differential pressure from 198,083 mmH2O to < 100 mmH2O.
Keywords: Dust collector, bag filter, differential pressure, cleaning.
I. PENDAHULUAN
Dalam proses produksi semen, dibutuhkan pengumpul/penyaring debu agar tidak menyebabkan
polusi bagi daerah sekitar, disebut dust collector. Salah satu jenis dari dust collector adalah bag
filter. Bag filter adalah penyaring berbentuk tabung dengan automatic cleaning device. Bag filter
dengan HAC (Holcim Asset Code) 563-BF1 berlokasi di peng-grinding-an akhir. 563-BF1 terdiri
dari 1 kompartemen dengan jumlah filter bag 80. Penumpukan material halus pada filter bag
disebut dust cake. Pengaturan cleaning sequence dan off time (frequency of pulse jet cleaning) yang
tidak sesuai dapat meningkatkan pembentukan dust cake pada filter bag sehingga proses cleaning
terganggu dan meningkatkan differential pressure. Differential pressure adalah perbedaan tekanan
antara inlet dan outlet bag filter. Penulis bertujuan untuk meningkatkan performa sistem purging
bag filter 563-BF2 sehingga differential pressure menurun.
II. TEORI
Bag filter terdiri dari tiga bagian yaitu cleaner air plenum (dibagian atas), filtration housing yang
terdiri dari filter bags (dibagian tengah) dan dust storage hopper (dibagian bawah). Filter bags
ditopang oleh tube sheet yang memisahkan antara filtration housing dan plenum.
182
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 1. Bag Filter
Udara yang bercampur dengan material halus masuk melalui inlet bag filter karena tarikan dari fan.
Udara tersebut kemudian mengalir ke filter bags, dimana fine dust akan menempel dibagian luar
filter bags (filtering). Kemudian udara bersih mengalir menuju plenum dan keluar melalui outlet
duct bag filter. Sedangkan fine dust yang menempel pada filter bags dibersihkan dengan udara
bertekanan (cleaning), sehingga fine dust jatuh ke bagian bawah bag filter kemudian kembali ke
proses.
Control timer goyen merupakan device yang berfungsi untuk mengatur pulse time dan pulse
sequence pada sistem cleaning bag filter. Goyen dapat mengontrol 10 solenoid valves. Apabila
valve yang dikontrol lebih dari 10, kita bisa menambahkan TBMS-10 slave. Terdapat 4 slaves dan
masing-masing slave dapat mengontrol 10 solenoid valves. Sehingga solenoid valves yang dapat
dikontrol sebanyak 50.
Gambar 1. Control Timer Goyen
183
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
III. EKSPERIMEN
Studi ini dilakukan secara eksperimental dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Merubah urutan purging bag filter dari 1-2-3-4-5-6-7-8 menjadi 1-4-7-2-5-8-3-6 pada pulse
controller.
1 2 3 4 5 6 7
Cleaning DirtyClean Dirty Dirty Dirty Dirty
1 2 3 4 5 6 7
Dirty DirtyClean Clean Dirty Dirty Cleaning
Gambar 3. Cleaning sequence sekaran Gambar 3.2 Cleaning sequence yang direkomendasikan
2. Mengatur durasi on-time menjadi 0.1 detik pada pulse controller.
Gambar 4. Pengaturan waktu on-time
Masukan security code
Tekan tombol select, hingga lampu on-time menyala. Atur, Up untuk menambah dan Down
untuk mengurangi waktu on-time.
Atur waktu on-time hingga display menunjukan angga 100 (ms).
3. Merubah waktu off-time pada pulse controller.
184
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 5. Pengaturan waktu off-time
Masukan security code
Tekan tombol select, hingga lampu off-time menyala. Atur, Up untuk menambah dan Down
untuk mengurangi waktu off-time.
Atur waktu off-time dari 20, 18, 15, 12, 10, dan 7 detik. Masing-masing pengaturan di ambil
datanya perhari.
4. Monitoring data dari TIS (Technical Information System)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah diterapkannya controller yang baru diperoleh data differential pressure sebagai berikut:
Gambar 6. Grafik differential pressure selama satu tahun
Grafik di atas menunjukan differential pressure bag filter 563-BF2 selama satu tahun dengan nilai
differential pressure tertinggi sebelum pengoptimalan adalah 198,083 mmH2O menurun menjadi
kurang dari 100 mmH2O. Pengaturan urutan purging bag filter dapat mengurangi penempelan
kembali fine dust pada filter bag, sehingga pembentukan dust cake menurun. Menurunnya
pembentukan dust cake mempermudah aliran udara mengalir pada saat proses penyaringan serta
mempermudah rontoknya fine dust pada filter bag pada saat proses pembersihan (cleaning).
V. KESIMPULAN
a. Waktu off-time yang lama menyebabkan pembentukan dust cake pada filter bag. Dust cake
pada filter bag aliran udara terhambat dan meningkatkan differential pressure.
b. Penerapan urutan purging yang direkomendasikan terbukti dapat menurunkan differential
pressure.
Trend: 563-BF2 Timerange: 360d Timebase: PRI
200
137.5
75
12.5
-5027.04.2014
16:36:1026.07.2014
16:36:1024.10.2014
16:36:1022.01.2015
16:36:1022.04.2015
16:36:10
Line Name Descr Ruler Value Unit
563-BF2.P2:PV_AVG Separator 1 bag filter differential pressure22.06.2014 17:48:10 147.8661 mmH2O
Sebelum
Sesudah
185
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
c. Differential pressure menurun hingga 50 %.
VI. DAFTAR PUSTAKA [1] De Luca, Arnaud. “Bag Filter”, Volume 5: 101-117; 2007.
[2] Goyen. “Technical Spesification Guide”. 27 Desember 2014. http://www.goyen.co.kr
[3] Thomas, Richer & Jan C, Kaminsky. Transport and Dust Collecting Manual, Version 1.06. Holcim Group Support
Ltd. 2006
[4] Fuller. “Dust Collectors Manual”, 1996.
[5] TIS. Technical Information System. 2014. http://hc-cc-tis-srv/km/. Inlet and differential pressure bag filter. PT.
Holcim Indonesia Tbk. Cilacap.
[6] TIS. Technical Information System. 2015. http://hc-cc-tis-srv/km/. Inlet and differential pressure bag filter. PT.
Holcim Indonesia Tbk. Cilacap.
[7] Redecam. “Operating and maintenance directions”, 2003.
186
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Studi kasus penyebab kontaminasi semen jenis oil well cement di area cement silo finish mill
narogong 1
Arfani Abdullah1; Djedjen Ahmad
2; Bambang Okinanto
3; Nehru Siregar
4
1. Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta Konsentrasi Rekayasa Industri Semen
2. Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Jakarta
3. Shift Superintendent, Departemen Produksi Finish Mill NAR 1, PT. Holcim Indonesia Tbk.
4. Plant Patroller, Departemen Produksi Finish Mill NAR 1, PT. Holcim Indonesia Tbk.
arfaniabdullah@gmail.com1, djedjen@gmail.com2, bambang.okinanto@holcim.com3, nehru.siregar@holcim.com4
Abstrak
Kontaminasi pada setiap jenis semen berbeda-beda, tergantung dari fungsi semen tersebut, dan spesifikasi dalam
pemakaiannya. Pada oil well cement (OWC), kadar Trikalsium Aluminat (C3A) dibatasi jumlahnya berdasarkan standar
API (American Petroleum Institute) umtuk jenis semen OWC kelas G adalah maksimal 3%. Dalam pengujian
laboraturium PT. Holcim Indonesia pada tanggal 11 Januari 2014 kadar C3A yang terdapat pada semen OWC yang
disimpan di dalam bin sebanyak 6.9%. Kadar C3A yang berlebihan dapat menyebabkan semen tersebut cepat
mengalami pengikatan (setting). Berdasarkan penggunaanya, semen OWC membutuhkan waktu pengikatan yang lama
karena digunakan sebagai casing dari sumur minyak. Kadar C3A yang tinggi dapat disebabkan dari bahan baku (raw
material), proses pembakaran, dan proses pencampuran. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada periode 2013-2015
ternyata kadar C3A yang tinggi dapat juga disebabkan oleh human factor dan kondisi alat cement transport. Contoh
human factor seperti prosedur penutupan manual slide gate dan pengoperasian alat cement transport. Setelah dilakukan
perbaikan pada peralatan dan prosedur kerja, kadar C3A dalam semen OWC dapat diturunkan dari 6.9% menjadi
dibawah 3% pada tahun 2015.
Kata kunci: Oil well cement, Trikalsium aluminat, Human factor, Cement transport
Abstract
Contamination on any type of cement is vary, depending on the function of the cement, and specifications in use. In oil
well cement (OWC), the levels of Tricalcium aluminate (C3A) is limited to 3% for OWC type G based on the API
(American Petroleum Institute) standard. In laboratory testing of PT. Holcim Indonesia on January 11, 2014 C3A
content in OWC cement that stored in the bin is 6.9%. Excessive C3A levels can cause the cement rapidly binding
(setting time). High levels of C3A may caused from raw materials (raw materials), the burning process, and the process
of mixing. From the results of research conducted in the period of 2013-2015, high C3A content is caused by human
factor and condition of the cement transport equipment. Some examples of human factors such as closing procedures of
the manual slide gate in cement transport and the operating procedures of the cement transport system. After the repairs
on the equipment and procedures, C3A content in cement OWC can be reduced from 6.9% to below 3% in the year of
2015.
Keywords: Oil well cement, Tricalcium aluminate, Human factor, Cement transport
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
PT. Holcim Indonesia, Tbk Plant Narogong 1 memproduksi 5 jenis tipe semen, diantaranya:
Semen ASTM Type I, Semen ASTM Type V, Semen ASTM 1157, Semen SNI Type 1, Semen API
10A Class G. Masing-masing tipe semen ditampung di dalam sebuah tabung penyimpanan yang
disebut silo. Di plant Narogong 1 terdapat 10 silo dan 2 bin. Penyimpanan semen dipisahkan
berdasarkan tipe semen. Penyimpanan semen yang terpisah bertujuan untuk menghindari
kontaminasi semen yang berbeda tipe karena masing-masing tipe semen mempunyai standar yang
berbeda. Berdasarkan laporan dari laboraturium pada tahun 2013-2014 telah terjadi kontaminasi di
bin B atau tempat penyimpanan semen tipe API 10A Class G atau Oil Well Cement. Kontaminasi
ditandai dengan fluktuasi kadar C3A yang fluktuatif mencapai 6.9% sedangkan standar menurut
API adalah maksimum 3%. Masalah ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan karena jenis semen
ini termasuk ke dalam semen tipe khusus. Oleh karena itu perlu diadakannya studi kasus untuk
mengetahui penyebab kontaminasi agar dapat meminimalisir terjadinya kontaminasi ketika
memproduksi semen jenis ini.
187
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
II. METODE PENELITIAN
1. Alur Penelitian
Metode pelaksanaan dalam studi ini perlu diperhatikan guna mempermudah pekerjaan secara
struktural. Beberapa metode yang digunakan dalam studi ini dapat dilihat pada diagram berikut.
Gambar 1. Diagram alir proses pelaksanaan tugas akhir
2. Pengamatan Hasil uji laboraturium
Berikut adalah grafik dari hasil pengamatan laboraturium yang menunjukan fluktuasi kadar C3A
dari pengeluaran semen OWC di bin B.
188
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 2. Grafik fluktuasi kadar C3A
Grafik diatas menunjukan kadar C3A yang diatas standarnya yaitu dibawah 3%, hal ini menunjukan
bahwa semen ini tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh API (American Petroleum
Institute).
3. Pengamatan alur material ke bin b dan kondisi di sekitarnya.
Setelah keluar dari penggilingan dan laboraturium menyatakan hasil penggilingan sesuai dengan
standar maka semen akan diarahkan ke bin B. Material berupa semen ini ditransportasikan oleh
beberapa alat transport seperti bucket elevator dan airslide menuju bin B. Terdapat beberapa alat
penunjang transportasi material yang vital jika tidak beroperasi dengan baik. Detail alat-alat di top
silo yang aktif pada saat proses produksi semen OWC dapat dilihat pada gambar 2.3 ditandai
dengan warna hijau.
2,81
2
6,3
5,7
2,742,52
2,74
2,13 2 1,88
2,62,112,01
4,6
3,33
1,82
3,283,1
2,091,67
1,931,871,872,022,092,281,95
6,9
4,54
1,81
2,542,42,04
0
1
2
3
4
5
6
7
8
02.07.2013
16.07.2013
28.07.2013
02.08.2013
27.08.2013
31.08.2013
12.09.2013
13.09.2013
19.09.2013
25.09.2013
03.10.2013
08.10.2013
10.10.2013
14.10.2013
15.10.2013
22.10.2013
24.10.2013
25.10.2013
29.10.2013
06.11.2013
12.11.2013
20.11.2013
26.11.2013
04.12.2013
17.12.2013
24.12.2013
31.12.2013
11.01.2014
04.02.2014
18.02.2014
06.03.2014
18.03.2014
25.03.2014
C3A
Bin B OWC Dispatch Quality
189
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 3. Detail alat dalam produksi tipe semen OWC
Selain mengamati jalur material dan alat-alatnya, perlu diperhatikan juga jalur dedusting untuk bin
B. Berdasarkan pengamatan di top silo semen, jalur dedusting untuk bin b mengambil dari silo 7
dan bergabung dengan silo 5 yang merupakan silo dari jenis semen RFP yang standar kualitasnya
berbeda dengan OWC.
Gambar 4. jalur dedusting
Setelah diamati, jalur dedusting yang bergabung dengan silo lain memiliki kemungkinan terbesar
masuknya debu yang terhisap dari silo 5 dan masuk ke bin B dan menyebabkan semen yang ada di
bin B terkontaminasi oleh semen yang ada di silo 5 dimana standar kualitas yang dimiliki oleh
kedua tipe semen ini berbeda.
= Bin B
= Silo 5
190
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 5.Tampak atas jalur dedusting
Setelah mengamati jalur dedusting, terdapat propotional gate yang belum terhubung ke power
(masih dioperasikan secara manual). Hal ini memungkinkan terjadinya human error saat proses
menutup propotional gate. Apabila alat ini tidak tertutup dengan rapat, maka memungkinkan
material akan masuk ke bin B.
Gambar 6. Proportional Gate masih dioperasikan manual
4. pengamatan sop operasional cement transport
Setelah proses produksi OWC selesai, jalur material menuju bin B harus dipastikan tertutup rapat
agar ketika proses produksi semen dengan jenis yang berbeda tidak masuk ke dalam bin B. Salah
satu yang harus diperhatikan adalah ketika menutup slide gate manual di jalur menuju bin B. Slide
gate ini harus dipastikan tertutup rapat karena merupakan salah satu sistem proteksi untuk
mencegah semen dengan jenis yang berbeda masuk ke dalam bin B. Alat ini ditempatkan sebelum
proportional gate.
191
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 7. Slide gate manual
Apabila proportional gate belum tertutup sempurna dan menyisakan celah, slide gate yang tertutup
rapat akan mencegah material masuk ke dalam bin B.
5. perbaikan alat penunjang operasional cement transport
Perbaikan dilakukan di jalur dedusting bin B dengan menutup jalur hisapan yang bergabung dengan
silo 5 dan membuat jalur baru. Perbaikan ini bertujuan agar material yang terhisap dari silo 5 tidak
masuk ke bin B.
Gambar 8. jalur dedusting sebelum perbaikan
= Bin B
= Silo 5
192
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 9. Jalur dedusting setelah perbaikan
Selanjutnya perbaikan juga dilakukan di proportional gate 59A-PGG dengan menghubungkan
motor ke power agar bisa dikontrol secara auto melalui CCR (Central Control Room) untuk
mencegah human error.
Gambar 10.Proportional gate setelah perbaikan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. hasil uji laBoraturium setelah perbaikan
Setelah dilakukan perbaikan pada jalur dedusting pengamatan kembali dilakukan pada saat proses
produksi OWC untuk mengetahui apakah masih terjadi kontaminasi pada semen OWC. Berikut
perbandingan data kadar C3A sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan pada jalur dedusting.
= Bin B
= Silo 5
Blocked
193
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 11. Grafik perbandingan kadar C3A sebelum dan sesudah mmodifikasi jalur dedusting.
Dapat dilihat perbedaan yang signifikan dari kadar C3A sebelum dan sesudah perbaikan, kadar C3A
cenderung lebih stabil setelah dilakukan perbaikan dan dibawah batas maksimum 3%.
IV. KESIMPULAN
Setelah dilakukan perbaikan pada jalur dedusting, kadar C3A tidak menunjukan kenaikan yang
signifikan dan tetap dibawah standar kualitas maksimum 3%. Hal ini menunjukan penyebab utama
kontaminasi semen jenis OWC di bin B disebabkan oleh jalur dedusting yang bergabung dengan
silo 5 yang berisi semen jenis RFP yang berbeda standar kualitasnya.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Ray, Siddhartha. 2007. Introduction to Materials Handling. New Age International Pvt Ltd Publishers, 1st Ed.
Edition, Chapter 1: 1-8
[2] Bensted, John. 2006. Lea's Chemistry of Cement and Concrete. Elsevier Ltd, 4th Ed. Chapter 14: 783-810
[3] Kohlhaas, B. 1983. Cement Engineers’ Handbook. Bauverlag GmbH, 4th Ed. Chapter VI: 145-146
194
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Meningkatkan Keakuratan Pengambilan Data Dan AnalisaVibrasi Pada Bearing Symetro
Gear 563-MD1 Pada Pabrik Semen
HandikaDwiPrabowo
1, Seto Tjahyono
2
1.TeknikMesinKonsentrasiRekayasaIndustriSemenPoliteknikNegeri Jakarta
2. TeknikMesinPoliteknikNegeri Jakarta handikadwiprabowo20@gmail.com
Abstrak
Cement mil l Cilacap plant menggunakan symetro gear sebagai alat penurun kecepatan motor penggerak dari 590 rpm
menjadi 14,7 rpm. Dalam keadaan symetro gear beroperasi nilai vibrasi harus selalu dipantau, baik secara langsung dari
ruang control/CCR (Central Control Room) ataupun secara tidak langsung oleh pengawas dari preventive maintenance
department. Saat ini pemantauan dan pengambilan data vibrasi kurang optimal karena pengambilan data tidak berasal
dari sumber vibrasi. Hal ini tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk memantau kondisi bearing dan kerusakan secara
mendadak dapat terjadi karena kurangnya tindakan preventive maintenance.
Permasalahan diatas dapat teratasi dengan cara memasang sensor vibrasi pada plummer block bearing yang bertujuan
untuk memantau nilai vibrasi langsung pada sumber vibrasi. Data vibrasi diambil dengan alat deteksi vibrasi
(vibscanner) dan diolah menjadi grafik nilai vibrasi yang dianalisa dikomputer dengan aplikasi Omnitrend.
Dengan adanya pemasangan sensor vibrasi tersebut, maka pengambilan data dan analisa vibrasi menjadi lebih akurat.
Disamping itu, kerusakan pada komponen bearing dapat terindikasi lebih dini sebelum kerusakan yang lebih besar
terjadi. Sehingga umur komponen bearing lebih tahan lama dan memperkecil biaya pemeliharaan. Kata Kunci :Symetro, vibrasi, bearing,vibscanner, omnitrend.
Abstract
Cilacap cement mill plant using symetro gear as aequipment of lowering the motor speed of 590 rpm to 14.7 rpm. In
circumstances symetro operating gear vibration value should always be monitored, either directly from the control room
/ CCR (Central Control Room) or indirectly by the supervisor of the department of preventive maintenance. Currently
vibration monitoring and data acquisition is less than optimal because data collection did not come from the source of
vibration. It can not be used as a reference for monitoring the condition of bearings and sudden failure can occur
because lack of preventive maintenance actions.
The above problems can be resolved by installing a vibration sensor on the plummer block bearing which aims to
monitor the value of the vibrations directly to the source of vibration. Vibration data taken with a vibration detection
(vibscanner) and processed into graphs vibration values analyzed in a computer with Omnitrend applications.
With the installation of the vibration sensor, the vibration data acquisition and analysis becomes more accurate. In
addition, damage to the bearing components can be indicated earlier before more damage occurs. So the life of the
bearing components are more durable and reduce the cost of maintenance.
Keywords: Symetro, vibration, bearing, vibscanner, omnitrend.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cement Mill merupakan jenis grinding media yang digunakan PT. Holcim untuk menghaluskan
klinker dan bahan addictive seperti dolomite, gypsum, pozzolan, dan kemudian dari proses
penghalusan tersebut akan menghasilkan semen. Ball Mill diputar oleh motor dimana motor
mentransferkecepatanputarantinggikesymetro geardan kemudian diubah menjadi kecepatan putaran
rendah. Hal ini disebabkan karena di dalam symetro terdapat gear yang berfungsi untuk
memperlambat putaran dan menghasilkan torsi yang tinggi dengan perbandingan gear tertentu.
Bearing pada symetro gear menahan beban putar dari shaft symetro gear selama operasi ball mill,
hal ini akan menyebabkan terjadinya kenaikan temperatur dan vibrasi pada bearing.
Pengambilan data vibrasi pada pinion gear dilakukan secara langsung dan sensor akan mengirim
sinyal keruang control/CCR (Central Control Room) yang kemudian akan diubah dalam satuan
mm/s. Namun saat ini pengambilan data vibrasi pada bearing symetro gear dilakukan secara tidak
langsung menggunakan vibscanner dan letak pengambilan data vibrasi pada casing symetro/tidak
terlalu dekat
195
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
dengan bearing sehingga pembacaan vibrasi tidak representative. Hal ini akan menyebabkan kondisi
atau tingkat kerusakan komponen bearing tidak terpantau dan sewaktu-waktu dapat terjadi
kerusakan secara mendadak tanpa adanya laporan predictive maintenance terlebih dahulu. Untuk
mendapatkan hasil pembacaan vibrasi bearing yang akurat, maka akan dilakukan penempatan
sensor vibrasi secara permanen pada plummer block bearing di dalam symetro, dan dilakukan
analisa sebelum dan sesudah penempatan sensor vibrasi. Sehingga diperoleh perbedaan nilai vibrasi
yang digunakan sebagai data perbandingan untuk menentukan tingkat keakuratan pengambilan data
dan analisa vibrasi setelah pemasangan sensor vibrasi.
II. METODE PELAKSANAAN
Rangkaian pelaksanaan tugas akhir secara garis besar dapat dilihat pada diagram alir berikut ini.
Pengambilan data vibrasi awal
menggunakan vibscanner
Analisa. Why?
Pengamatan cara pengambilan data vibrasi dan
pemasangan sensor vibrasi secara permanen di lokasi
pertama (di plummer block posisi radial-horizontal)
Analisa vibrasi awal
Pembacaan hasil
vibrasi kurang optimal
Mulai
Pengambilan data vibrasi setelah
pemasangan sensor di lokasi pertama
Pemasangan sensor vibrasi di lokasi kedua
(di plummer block posisi radial-vertical)
Analisa vibrasi
Pengambilan data vibrasi setelah
pemasangan sensor di lokasi kedua
Analisa vibrasi
Analisa data vibrasi di kedua
lokasi pemasangan sensor
Selesai
Persiapan
Hasil dan Kesimpulan
Gambar 1. Flowchart Diagram Pelaksanaan
196
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Tahapan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam tugas akhir ini sebagai berikut :
1. Tahap Diskusi, mendiskusikan permasalahan dengan pihak terkait. Pihak terkait seperti
dosen pembimbing, finish mill mechanical leader and PM team leader.
2. Tahap Pengamatan Awal, mengamati kondisi awal lapangan sebelum dilakukan perubahan
yang berupa pemasangan sensor vibrasi dan pengambilan data vibrasi. Pengamatan
dilakukan di area symetro gear finish mill.
3. Tahap Modifikasi, cara pengambilan data vibrasi dengan cara pemasangan sensor vibrasi di
plummer block bearing symetro gear dan dihubungkan ke vibscanner oleh PM team.
Gambar 2. Titik Pemasangan Sensor Vibrasi
Gambar 3. Letak Sensor Vibrasi Pada Plummer Block Bearing
1. Tahap Pengamatan Akhir, mengamati kondisi yang telah terjadi setelah dilakukan perubahan
berupa pemasangan sensor vibrasi terhadap pengambilan data vibrasi di bearing symetro.
2. Tahap Pengambilan Data, dan mencatat hasil pengamatan vibrasi bearing symetro.
3. Tahap Analisa Data, dengan membandingkan beberapa hasil pengamatan yang telah
dilakukan dengan software Omnitrend. Serta dampak positif yang ditimbulkan di symetro
gear setelah dilakukan pemasangan sensor vibrasi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan dan analisa data vibrasi pada bearing symetro gear
Sensor vibrasi yang terpasang secara radial horizontal pada plumber block bearing akan diambil
data vibrasinya oleh alat vibscanner kemudian akan dianalisa di komputer menggunakan aplikasi
Omnitrend. Hasil data vibrasi tersebut berbentuk spektrum/grafik yang akan mengindikasikan nilai
vibrasi pada bearing tersebut.
197
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 8. Grafik perbandingan spektrum base band
keseluruhan pengukuran pada bearing c
symetro gear
Gambar 4. Spektrum overall velocity
keseluruhan pengukuran pada bearing c
symetro gear
Gambar 5. Grafik spektrum base band sebelum
pemasangan sensor pada bearing c symetro
gear
Gambar 9. Grafik spektrum shock pulse pada bearing c
symetro gear
Gambar 6. Grafik spektrum base band setelah pemasangan
sensor pada bearing c symetro gear
Gambar10. Grafik spektrum shock pulse dan batas mak.
alarm padabearing c symetro gear
Gambar 7. Grafik perbandingan spektum base band sebelum
dan setelah pemasangan sensor vibrasi pada
bearing c symetro gear
Gambar 11. Grafik spektrum acceleration bearing sebelum
pemasangan sensor pada bearing c symetro
gear
198
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Gambar 12. Grafik spektrum acceleration bearing setelah
pemasangan sensor
Gambar 16. Perbandingan gear spectrum pinion pengukuran
keseluruhan
Gambar 13. Grafik spektrum acceleration bearing
keseluruhan pengukuran Gambar 17. Grafik spektrum 10000hz sebelum pemasangan
sensor
Gambar 14. Grafik gear spectrum pinion sebelum
pemasangan sensor
Gambar 18. Grafik spektrum 10000hz setelah pemasangan
sensor
Gambar15. Grafik gear spectrum pinion setelah
pemasangan sensor
Gambar 19. Grafik spektrum 10000hz perbandingan
spektrum keseluruhan pengukuran
199
ISSN 2085-2762
Seminar Nasional Teknik Mesin
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Berikut ini adalah data vibrasi pada bearing C symetro gear dalam beberapa periode pengukuran.
Grafik 20. Grafik Nilai Vibrasi Secara Keseluruhan
Pada spektrum di atas menunjukan bahwa dominan aktifitas vibrasi pada rentang frekuensi dibawah
1000 Hz dan pembacaan nilai vibrasi pada beberapa grafik spektrum terjadi peningkatan nilai
vibrasi secara keseluruhan (overall velocity) karena proses pengambilan data vibrasi langsung pada
sumber vibrasi dan tidak terlalu terpengaruhi sumber vibrasi yang lain. Hal ini akan membantu
dalam proses pemantauan kondisi bearing, mencegah adanya kerusakan bearing secara mendadak
dan mengurangi cost maintenance yang diakibatkan oleh adanya kerusakan komponen bearing
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Melihat data vibrasi yang diperoleh dari pengambilan data dan pembahasan analisa yang telah
dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Indikasi adanya kerusakan pada peralatan berputar, dalam hal ini komponen bearing pada
symetro gear dapat dideteksi dengan bantuan aplikasi Omnitrend.
b. Nilai amplitudo dan pola spektrum vibrasi akan memberikan informasi tentang kondisi suatu
mesin dan komponen-komponenya. Besar kecilnya nilai amplitudo akan menentukan baik atau
buruknya kondisi suatu mesin.
c. Peningkatan nilai vibrasi setelah pemasangan sensor secara radial horizontal mengindikasikan
bahwa terjadi peningkatan keakuratan dalam proses pengambilan data dan analisa vibrasi
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Pemasangan sensor vibrasi dapat diletakkan di bearing symetro gear yang lain (bearing A, B,
dan D) karena data vibrasi yang diambil lebih representative.
b. Letak pemasangan sensor vibrasi dapat diletakkan dalam 3 titik sekaligus yaitu radial
horizontal, radial vertical, danaxial.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Harris, Tedic A and Michael N. Kotzalas, “Essential concepts of Bearing Technology,” CRC Press Taylor &
Francis Group, 2007.
[2] A. Fuller, “Contract Instruction Manual For Symetro Gear TSX-2160A and Barring Gear TTVF-1700T M-746-
02,” FLSmidth, 1996.
[3] Friedman, Alan, “Bearing Wear Example #1 – Inner Race Fault,”DLI Engineering, 2007.
[4] Keller, Jonathan A, Paul Grabill, “Inserted Fault Vibration Monitoring Test For a CH-47D AFT Swash plate
Bearing,” US Army AMCOM CIC, 2007.
[5] Suhardjono, “Analisis Sintal Getaran Untuk Menentukan Jenis Dan Tingkat Kerusakan Bantalan Bola (Ball
Bearing), Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 2005
200
top related