prosiding seminar heritage cirebon 2017

18
Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017 June 21, 2017 by iplbi PROSIDING SEMINAR HERITAGE CIREBON 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon Universitas Indraprastha Universitas Trisakti Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia ISBN Online: (Sedang Diproses) ISBN Cetak: (Sedang Diproses) http://seminar.iplbi.or.id/prosiding-seminar-heritage-cirebon-2017/ PEMBICARA KUNCI Pemaknaan Tempat dalam Pelestarian Arsitektur Widjaja Martokusumo Halaman 01-10 BANGUNAN WARISAN Hasil Penelitian Adaptasi Gedung Museum Kota Makassar Terhadap Iklim Tropis Lembab Andi Eka Oktawati, Wasilah Sihabuddin Halaman A 001-010 Akulturasi Budaya pada Masjid Gedhe Mataram Jogjakarta Endang Setyowati, Gagoek Hardiman, Titien Woro Murtini Halaman A 011-018 Karakteristik Benteng Fort Rotterdam sebagai Urban Artefact Kota Makassar Andi Hildayanti, Wasilah Halaman A 019-026 Konsep Desain Atap Aula Timur dan Aula Bara Institut Teknologi Bandung Yohana Friscila Ezra Sitorus Halaman A 027-032 Penerapan Tradisi “Payango” pada Rumah Tinggal Masyarakat Gorontalo sebagai Upaya Pelestarian Budaya Lokal Ernawati , Heryati , M Muhdi Ataufiq Halaman A 033-040 Penyesuaian Ruang Arsitektur dalam Kehidupan Berbudaya Masyarakat Migran Madura Abraham Mohammad Ridjal Halaman 041-050 Perpaduan Gaya Arsitektur Jawa Kuno, Tiongkok, dan Eropa pada Arsitektur Masjid Agung Banten Mohammad Thareq Defa Halaman A 051-054 Simbolisme Masjid Agung Demak Marwoto 1, Elisya Wulandari Halaman A 055-062 Studi Langgam pada Hotel Toeng Hoa Dengan Observasi Ornamen Bangunan Lucky Lukman Hakim Halaman A 063-066 Tipologi Arsitektural Stasiun Bringin, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah Nafiah Solikhah Halaman A 067-074 Tipologi Masjid Kagungan Dalem di Imogiri, Bantul Endah Tisnawati, Dita Ayu Rani Natalia Halaman A 075-082 Diskursus Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Perspektif Indonesia Adang Sujana Halaman A 083-090 Adaptasi Gaya Eropa pada Kantor Gubernur Jawa Timur Aysha Nurshabira Halaman 091-094

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

June 21, 2017 by iplbi PROSIDING SEMINAR HERITAGE CIREBON 2017

Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon

Universitas Indraprastha

Universitas Trisakti

Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

ISBN Online: (Sedang Diproses)

ISBN Cetak: (Sedang Diproses) http://seminar.iplbi.or.id/prosiding-seminar-heritage-cirebon-2017/

PEMBICARA KUNCI Pemaknaan Tempat dalam Pelestarian Arsitektur

Widjaja Martokusumo

Halaman 01-10

BANGUNAN WARISAN Hasil Penelitian Adaptasi Gedung Museum Kota Makassar Terhadap Iklim Tropis Lembab

Andi Eka Oktawati, Wasilah Sihabuddin

Halaman A 001-010 Akulturasi Budaya pada Masjid Gedhe Mataram Jogjakarta

Endang Setyowati, Gagoek Hardiman, Titien Woro Murtini

Halaman A 011-018

Karakteristik Benteng Fort Rotterdam sebagai Urban Artefact Kota Makassar Andi Hildayanti, Wasilah

Halaman A 019-026

Konsep Desain Atap Aula Timur dan Aula Bara Institut Teknologi Bandung

Yohana Friscila Ezra Sitorus Halaman A 027-032

Penerapan Tradisi “Payango” pada Rumah Tinggal Masyarakat Gorontalo sebagai Upaya Pelestarian Budaya Lokal

Ernawati , Heryati , M Muhdi Ataufiq Halaman A 033-040

Penyesuaian Ruang Arsitektur dalam Kehidupan Berbudaya Masyarakat Migran Madura

Abraham Mohammad Ridjal

Halaman 041-050 Perpaduan Gaya Arsitektur Jawa Kuno, Tiongkok, dan Eropa pada Arsitektur Masjid Agung Banten

Mohammad Thareq Defa

Halaman A 051-054

Simbolisme Masjid Agung Demak Marwoto 1, Elisya Wulandari

Halaman A 055-062

Studi Langgam pada Hotel Toeng Hoa Dengan Observasi Ornamen Bangunan

Lucky Lukman Hakim

Halaman A 063-066

Tipologi Arsitektural Stasiun Bringin, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah

Nafiah Solikhah

Halaman A 067-074 Tipologi Masjid Kagungan Dalem di Imogiri, Bantul

Endah Tisnawati, Dita Ayu Rani Natalia

Halaman A 075-082

Diskursus Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Perspektif Indonesia

Adang Sujana

Halaman A 083-090

Adaptasi Gaya Eropa pada Kantor Gubernur Jawa Timur Aysha Nurshabira

Halaman 091-094

Page 2: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Akulturasi Budaya dalam Makna dan Fungsi di Masjid Agung Sumenep

Adisti Yonita Widiatami Halaman A 095-102

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

Firdha Ruqmana

Halaman A 103-108 Analisis Tujuh Prinsip Desain pada Bangunan Utama Hogere Burger School Semarang, SMA 1 Semarang

Annisa Yulita Pertiwi

Halaman A 109-116

Ekspresi Majapahit Dalam Ornamen Bangunan Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon Yanuar Mandiri

Halaman A 117-124

Ekspresi Tropis dalam Modernitas Karya A.F. Aalbers. Studi Kasus De Driekleur

Andrew Cokro Putra, Bambang Setia Budi Halaman A 125-132

Ekspresi Vernakular Minangkabau pada Masjid Raya Gantiang

Ganda Saputra Sinaga

Halaman A 133-138

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan

Rihan Rizaldy Wibowo

Halaman A 139-144

Identifikasi Elemen Arsitektur Khas C.P. Wolff Schoemaker dalam Arsitektur Masjid Raya Cipaganti Raudina Rachmi, Bambang Setia Budi

Halaman A 145-152

Keberagaman Ornament pada Fasad Bangunan Bank Indonesia Bandung

Afif Muhammad Edi Halaman A 153-160

Konsep Keabadian, Serta Kajian Tektonika Arsitektur Candi di Jawa Timur Yang Disandingkan dengan Gereja Puh Sarang

Kadiri

R.Bambang Gatot Soebroto, Nuffida Halaman A 161-170

Konservasi Gedung Lawang Sewu sebagai Warisan Sejarah Indonesia

Jovita Liyonis

Halaman A 171-174 Makna Bangunan Menara Masjid Agung Banten

Ulama Andika

Halaman A 175-180

Masjid Agung Kasepuhan Cirebon sebagai Masjid Kuno di Indonesia dengan Orientasi Kiblat

Imega Reski

Halaman A 181-186

Memaknai Lukisan Kaca Patri Lawang Sewu, Semarang

Jovani Debora Emmanuella Halaman A 187-192

Pencahayaan Menggunakan Atap Kaca pada gedung Ned.- Ind. Gas. Mij., Showroom en kantoor; Becker en Co

Khalil Ambiya

Halaman A 193-196 Pengantar Tipologi Pintu dan Jendela pada Bangunan Gedung Sate Bandung

Desti Sukmamiranti

Halaman A 197-202

Pengaruh Hindu pada Atap Masjid Demak Nugraha Pratama

Halaman A 203-206

Pengaruh Kebudayaan Cina terhadap Arsitektur Masjid Mantingan

Hasna Anindyta Halaman A 207-212

Perpaduan Budaya Islam dan Hindu dalam Masjid Menara Kudus

Andanti Puspita Sari Pradisa Halaman A 213-218

Perpaduan Gaya Arsitektur Eropa dan Timur Tengah pada Bangunan Masjid Istiqlal Jakarta

Fatimatuz Zahra

Halaman A 219-226

Page 3: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta

Indah Mega Ashari Halaman A 227-232

Pertimbangan Penentuan Ketinggian Panggung pada Rumah Melayu Kampar

Ratna Amanati

Halaman A 233-238 Ragam Ornamen Arsitektur Masjid Sultan Abdurrahman Pontianak

Shinta Rizkia Putri

Halaman A 239-246

Sayap Timur Gedung Sate Kemegahan Arsitektur, Kekayaan Sejarah, dan Keberlangsungannya dalam Era Milenium Annisa Fadhilah Farid

Halaman A 247-250

Sejarah Pembangunan dan Renovasi pada Masjid Agung Bandung

Andita Aprilina Nugraheni Halaman A 251-258

Sejarah Terbentuknya Langgam Masjid Jami Angke

Putri Isti Karimah

Halaman A 259-264

Transformasi Bentuk Arsitektur Masjid Agung Palembang

Setyo Nugroho, Husnul Hidayat

Halaman A 265-272

Usaha Preservasi pada Masjid Jami Kalipasir, Tangerang, Banten Maretta Arninda Dianty

Halaman A 273-278

Kasus Studi Analisis Penulis Mengenai Akulturasi Budaya pada Aula Timur ITB Muhammad Hafiz Asyraf, Bambang Setia Budi

Halaman A 279-284

Arsitektur Makam Siti Fatimah binti Maimun Gresik

Luqman Arifin Siswanto Halaman A 285-288

Desain Fasad Depan dan Ornamen pada Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI di Kota Cimahi

Jeremy Meldika

Halaman A 289-294 Elemen-Elemen Arsitektural Post Kantoor di Tanah Deli

Lia Veronica Wirjono

Halaman A 295-302

Fungsi Makna Bentuk Gereja Katedral Santo Petrus Bandung

Hero Renaldi

Halaman A 303-310

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten

Alya Nadya Halaman A 311-316

Gedung Pengadilan Landraad, Memori dan Upaya Pelestariannya

Muhammad Fajri Arief Mahmuda

Halaman A 317-320 Gedung Sate, Keindahan Ornamen Arsitektur Indo-Eropa

I Gusti Ayu Ceri Chandrika Meidiria

Halaman A 321-326

Grand Hotel Preanger dari Waktu ke Waktu, Sebuah Montase Sejarah Eko Bagus Prasetyo, Bambang Setia Budi

Halaman A 327-336

Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Rumah Ketib Anom di Kauman Surakarta

Ardhini Zulfa Halaman A 337-344

Jejak Societeit Concordia di Bandung

Gusti Reynaldi Cakramurti Halaman A 345-350

Kemiripan Arsitektur Tiang Masjid Ampel Karangasem Bali dengan Masjid Agung Demak

Afrizal Fikri

Halaman A-351-354

Page 4: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Langkah Awal Konservasi Kediaman Raden Saleh

Lady Viona Yacup Halaman A 355-358

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

Safira

Halaman A 359-364 Masjid Agung Banten Perpaduan Tiga Budaya dalam Satu Arsitektur

Bintang Widya Laksmi

Halaman A 365-368

Masjid Cipari, Masjid Tertua dan Unik di Garut Annisa Maharani

Halaman A 369-374

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

Franciska Tjandra Halaman A 375-380

Masjid dan Makam Sendang Duwur, Perwujudan Akulturasi

Ayeesha Putri Zarifa

Halaman A-381-384

Masjid Pacinan Tinggi, Hancur atau Belum Selesai

Rizkia Amalia

Halaman A 385-392

Masjid Raya Cipaganti, Heritage Kota Bandung yang Memadukan Gaya Arsitektur Jawa dan Eropa Zulva Fachrina

Halaman A 393-398

Masjid Sultan Suriansyah Sebagai Simbol Dimulainya Pergerakan Islam di Kalimantan Selatan

Noortieni Khairulisa Halaman A 399-402

Masjid Wapauwe, Saksi Perkembangan Islam di Wilayah Timur Nusantara

Dwi Astuti

Halaman A 403-408 Masjid Tua Ternate, Warisan Berharga Sultan yang perlu dilestarikan

Muhammad Fadhil Fathuddin

Halaman A 409-414

Nilai Arsitektur Lokal Masjid Gunung Pujut, Lombok, NTB Yuninda Dian Pamungkas

Halaman A 415-418

Pelestarian Bangunan Bersejarah di Kota Lhokseumawe

Cut Azmah Fithri, Sisca Olivia, Nurhaiza Halaman A 419-426

Pelestarian Bangunan dan Obyek Peninggalan Di Kutai Kartanegara Sebagai Pembentuk Identitas Kota

Eva Elviana, Diyan Lesmana

Halaman A 427-434 Penelusuran Warisan Budaya Jakarta melalui Heritage Bangunan Masjid Al-Alam Marunda

Ahmad Darmawan

Halaman A 435-440

Pengaruh Belanda dalam Arsitektur Masjid Agung di Priangan 1800 – 1942 Annisha Ayuningdiah

Halaman A 441-448

Pengaruh Kepemimpinan Keraton pada Arsitektur Masjid Agung Surakarta

Lilis Yuniati Halaman A 449-454

Penghawaan dan Pengaruh Psikologi pada Aula Barat dan Aula Timur ITB

Muhammad Fahry Aziz, Bambang Setia Budi

Halaman A 455-462 Perkuatan Struktur Pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya, Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta

Augustinus Madyana Putra, Andi Prasetiyo Wibowo

Halaman A 463-468 Perpaduan antara Tradisi Islam dan Kebudayaan Eropa pada Arsitektur Istana Maimun

Pipin Kurniawati

Halaman A 469-472

Page 5: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Perpaduan Elemen Arsitektur Tradisional dan Eropa pada Masjid Agung Manonjaya

Maulidinda Nabila Halaman A 473-478

Perubahan Atap Masjid Agung Garut

Devinna Febrianni

Halaman A 479-484 Perubahan pada Masjid Tuo Kayu Jao Setelah Pemugaran

Alisha Dwi Nefertity

Halaman A 485-490

Perubahan pada Menara Masjid Sunan Ampel Surabaya Tahun 1870-2012 Arif Satya Wirawan, Bambang Setia Budi

Halaman A 491-498

Ragam Motif dan Warna Tegel Kunci pada Keraton Yogyakarta

Fida Windari Dewi, Bambang Setia Budi Halaman A 499-504

Sejarah Kantor Nederlands-Indische Spoorweg (NIS) di Semarang

Faisal Prabowo

Halaman A 505-510

Sejarah Stasiun Bandung dari Masa ke Masa

Muhammad Aodyra Khaidir

Halaman A 511-514

Studi Dokumentasi Area Siti Inggil Keraton Kasepuhan Cirebon Farhatul Mutiah

Halaman A 515-520

Studi Kasus Bangunan Cagar Budaya, Dokumentasi Gedung “Eks Museum Mpu Tantular”Jalan Taman Mayangkara no.6,

Surabaya Andy Mappajaya, Josef Prijotomo,Josephine Roosandriantini, Angger Sukma Mahendra,Tanti Satriana Rosary N, Tjahja

Tribinuka, Nur Endah Nuffida, M.Dwi Hariadi, V.Totok Noerwasito , Nurfahmi Muchlis, Murtijas Sulistijowati

Halaman A 521-524

Tantangan konservasi pada Rumah Bandung Rangki dan Sri Dandan di Desa Bali Aga Pedawa, Buleleng-Bali Tri Anggraini Prajnawrdhi

Halaman A 525-532

Transformasi Atap Masjid Raya Bandung

Zuhrissa Putrimeidia Aswati Halaman A 533-538

Transformasi Tipologi bentuk Kubah masjid raya Baiturrahman sebagai bangunan bersejarah di Aceh

Armelia Dafrina

Halaman A 539-546

Unsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro

Uswatun Chasanah

Halaman A 547-554

KAWASAN WARISAN Hasil Penelitian Aspek Intangible di Balik Jejak Rancang Bangun Arsitektur Kolonial Masa Pengembangan Wilayah Kota Malang 1917-1929

Noviani Suryasari

Halaman B 001-008 Commercial Property Development and Heritage Conservation in Ho Chi Minh City’s District One

Laras Primasari, Athina Ardhyanto

Halaman B 009-016

Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali I Gusti Ngurah Wiras Hardy

Halaman B 017-024

Identifikasi Karakter Kawasan Cagar Budaya Pakualaman Yogyakarta

Angela Upitya Paramitasari Halaman B 025-032

Identifikasi Tujuan Wisata Reliji Masjid-Masjid Cirebon

Dhini Dewiyanti, Dini Rosmalia, Sally Oktaviana Halaman B 033-038

Kajian Facade Rumah Tradisional Kampoeng Batik Jetis Sidoarjo

Dyan Agustin, Wiwik Dwi S

Halaman B 039-044

Page 6: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Kajian Model Revitalisasi Kawasan Heritage Kesawan Medan

Dwi Lindarto Hadinugroho Halaman B 045-052

Karakteristik Kawasan Tamansari Watercastle sebagai Warisan Budaya Kraton Yogyakarta

Riana Viciani G, Himasari Hanan

Halaman B 053-060 Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah

I Made Suarya, I Nyoman Widya Paramadhyaksa, Ni Ketut Agusinta Dewi, I Gusti Agung Bagus Suryada

Halaman B-061-068

Konstruksi Tipologi Lanskap Budaya Jawa Kuno dari Relief Candi Panataran di Propinsi Jawa Timur Chairul Maulidi, Wara Indira Rukmi

Halaman B 069-072

Kosmologi Elemen Lanskap Budaya Cirebon

Dini Rosmalia, L. Edhi Prasetya Halaman B 073-082

Pelestarian dan Penataan Bangunan Kota (Urban Heritage) di Kabupaten Magelang

Indah Yuliasari

Halaman B 083-088

Pelestarian Kawasan Kampung Arab Almunawar Palembang

Retno Purwanti

Halaman B 089-094

Pelestarian Makna Universal, Kelokalan dan Wujud Arsitektur Bangsal Sitihinggil Di Kraton Yogyakarta Alwin Suryono

Halaman B 095-102

Penelusuran Nilai Tangible dan Intangible Heritage dalam Tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang Gianyar

Made Prarabda Karma Halaman B 103-110

Pengaruh Adaptasi Arsitektur Tropis pada Bangunan Kolonial di Koridor Jalan Blang Mee Samudera Pase

Nova Purnama Lisa, Nurhaiza

Halaman B 112-118 Pengaruh Kualitas Bangunan dan Kondisi Lingkungan Bangunan Bersejarah Terhadap Wisata Budaya di Kota Medan

Yuanita F.D Sidabutar, Sirojuzilam, Suwardi Lubis, Rujiman

Halaman B 119-128

Peran Aspek Lokal Dalam Perancangan Arsitektur Kota Karya Karsten Albertus Sidharta Muljadinata, Antariksa, Purnama Salura

Halaman B 129-136

Persepesi Masyarakat terhadap Nilai Sakral dari Alun-alun Bandung

Heru Wibowo, Tri Widianti Natalia

Halaman B 137-140

Perubahan Ruang Bermukim di Kampung Kapitan Palembang

Irma Indriani

Halaman B 141-148 Pesanggrahan Ambarukmo, Mengingat yang Terlupakan

Yudha Pracastino Heston, Rr. Dyah Kartika

Halaman B 149-156

Pola Tata Ruang Kampung Kwarasan Magelang Karya Thomas Karsten M. Maria Sudarwani, Iwan Priyoga

Halaman B 157-160

Prinsip Rancangan Koridor Komersial di Kawasan Kota Tua Kota Gorontalo

Elvie F. Mokodongan, Y.P. Erick. Ambarmoko Halaman B-161-170

Revitalisasi Situs Patirtan Watugede Singosari Sebagai Obyek Wisata Spiritual Berkelanjutan

Junianto, Rosalia Niniek Sri Lestari, A. Tutut Subadyo

Halaman B 171-176

Sejarah dan Perkembangan Kota Denpasar sebagai Kota Budaya

Ni Made Yudantini, Kadek Agus Surya Darma, Wayan Wiryawan

Halaman B 177-184

Diskursus

Analisis VGA Sebuah Pendekatan untuk Membaca Nilai Integrasi Ruang pada Bangunan Ndalem Joyokusuman Yogyakarta

Sidhi Pramudito, Gerarda Orbita Ida Cahyandari, Vincentia Reni Vita Surya

Halaman B 185-192

Page 7: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Konservasi Nilai-nilai Hunian Bali Aga (Bali Kuno) dalam Wisata Budaya di desa Penglipuran, Bangli

Ida Ayu Dyah Maharani, Imam Santosa, Prabu Wardono, Widjaja Martokusumo Halaman B 193-200

Letak Gedung De Vries di Bandung

Moch Ginanjar Busiri

Halaman B 201-204 Pengaruh Budaya Jawa-Hindu dalam Kompleks Makam Imogiri, Yogyakarta

Nindyasti Dilla Himaya

Halaman B 205-210

Ragam Ornamentasi Pada Fasad Bangunan Kolonial Di Jalan Groote Postweg, Bandung Nahrul Ulum

Halaman B 211-218

Rekomendasi Restorasi Fasade De Drie Locomotiven

Teresa Zefanya, Bambang Setia Budi Halaman B 219-226

Sambuangan Taguk Pulih Sebagai Wujud Saujana Arsitektur Suku Bajo

Syahriana Syam, Ananto Yudono, Ria Wikantari, Afifah Harisah

Halaman B 227-234

Siapa Pemilik Sense of Place? Tinjauan Dimensi Manusia dalam Konservasi Kawasan Pusaka Kota Lama

Christin Dameria, Roos Akbar, Petrus Natalivan

Halaman B 235-240

Studi Dampak Pembangunan Stasiun Bandung Terhadap Daerah Sekitarnya Febri Nur Fitrianto

Halaman B 241-246

Sudut Pandang Baru Terhadap Revitalisasi dan Adaptasi Kompleks Gedung Galeri Nasional Indonesia

Jarot Mahendra Halaman B 247-254

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta

Steven Nio, Julia Dewi

Halaman B 255-260 Wajah Militair Hospitaal dan ‘Kota Militer’ Cimahi

Aileen Kartiana Dewi

Halaman B 261-266

Kasus Studi Dualisme Fungsi Sumur Gumuling sebagai Masjid dan Benteng Pertahanan

Retno Rosati Rosati

Halaman B 267-274

Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial Di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta

Hazimah Ulfah Az Zaky

Halaman B 275-282

Identifikasi Perubahan Tatanan Spasial Karang di Desa Taro Kelod Gianyar Bali

Annisa Nurul Lazmi, Dita Ayu Rani Natalia Halaman B 283-292

Konsep Rancangan Ruang Terbuka Publik dengan Pendekatan Naratif Kasus Studi: Taman Lapangan Banteng Jakarta

Jessica Apriliani, Julia Dewi

Halaman B 293-296 Konservasi Puri Smarapura di Klungkung, Bali

Ni Ketut Agusintadewi

Halaman B 297-304

Penelaahan Wajah Braga Dulu dan Sekarang Yasmin Chairani Ulfhah

Halaman B 305-312

Pengantar Arsitektur Bangunan Perumahan Militer Pada Zaman Kolonial Di Kota Cimahi

Muhammad Rizky Mulyana Halaman B 313-316

Pengaruh Arsitektur Hindu pada Masjid Tuha Indrapuri

Dininta Annisa Halaman B 317-320

Pengelolaan Kawasan Kota Heritage Pesisir Berbasis Pariwisata Kreatif Studi Kasus Kawasan Kota Lama Semarang

Mussadun

Halaman B 321-326

Page 8: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Perkembangan Pola Tata Ruang Kawasan Destinasi Pariwisata Kepulauan di Pulau Batam

Nurul Nadjmi Halaman B 327-336

Studi Deret Pohon Mahoni sebagai Elemen Lanskap Heritage pada Aksis Struktur Ruang Kota Kolonis di Kota Metro

Fritz Akhmad Nuzir

Halaman B 337-340

Pengabdian Pendampingan dalam Pendataan Bangunan di Kawasan Permukiman Tradisional 3-4 Ulu Palembang

Tutur Lussetyowati, Meivirina Hanum, Ari Siswanto

Halaman B 341-348

WARISAN SEJARAH

Hasil Penelitian Cultural Attachment sebagai Pembentuk Sense of Place Kampung Bugisan, Yogyakarta

Emmelia Tricia Herliana, Himasari Hanan, Hanson Endra Kusuma Halaman C 001-008

Identifikasi Geometri sebagai Dasar Bentuk pada Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Barat

Erlina Laksmiani Wahjutami

Halaman C 009-016

Intangible Cultural Heritage Candi Sumberawan dalam Perspektif Kosmologi

Ema Y. Titisari, Antariksa, Lisa Dwi W, Surjono

Halaman C 017-022

iTripbudaya Aplikasi Berbasis Android Untuk Pengembangan Heritage Tourism di Kota Gresik Karina Pradinie, Putu Gde Ariastita, Azka Nur Medha

Halaman C 023-028

Pariwisata dan Pelestarian Suatu Pendekatan untuk Mencegah Kerusakan Pada Bangunan Candi Masa Sriwijaya

Ari Siswanto, Farida, Ardiansyah, Hendi Warlika Sedoputra Halaman C 029-038

Pencarian Intisari Pesan Fundamental dalam Tradisi dan Seting Pementasan Calonarang di Desa Getakan, Klungkung, Bali

I Nyoman Widya Paramadhyaksa

Halaman C 039-046

Diskursus Alkuturasi Budaya Hindu Budha Pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram

Fenyta Rizky Rahmadhani

Halaman C 047-052 Arsitektur Vernakular, Penelusuran Pengaruh Tradisi atas Lingkung Bina

Ami Arfianti, Josef Prijotomo, Purwanita Setijanti

Halaman C 053-060

Biro Arsitek AIA ( Algemeen Ingenieur Architectenbureau ) dan karyanya di Batavia

Alvin Fauzi

Halaman C 061-068

Caruban Sebagai Asal Nama “ Cirebon” Eksplorasi Spirit Arsitektur

Sudarmawan Juwono, Dwi Aryanti, Kiki Maria Halaman C 069-076

Gaya Arsitektur Bioskop Majestic di Bandung

Adin Baskoro Pratomo

Halaman C 077-080 Pandangan Lintas Budaya Terhadap Tempat-Tempat Suci Bersejarah (Historic Sacred Places) di Minahasa, Sulawesi Utara

Cynthia E.V Wuisang, Dwight, M. Rondonuwu

Halaman C 081-088

Permasalahan Cagar Budaya Living Monument Milik Perorangan di Perkotaan Yuni Rahmawati

Halaman C 089-096

Schoemaker dan Jejaknya di Kota Bandung

Anisa Chandra Kharimah Halaman C 097-102

Tinjauan Kritis Terhadap Peraturan Menteri PURP Nomor 01 PRTM 2015

Yanto Horas Mangihut Manurung Halaman C 103-110

Valuasi Cagar Budaya, Perspektif Manajemen Sumber Daya Budaya

R. Ahmad Ginanjar Purnawibawa

Halaman C 111-116

Kasus Studi

Page 9: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Adaptasi Karya Arsitektur Wolff Schoemaker terhadap Iklim Tropis di Kota Bandung, Indonesia

Dhaifina Mazaya Halaman C 117-124

Bangunan Berarsitektur Tradisional Jawa dengan Pengaruh Arsitektur Eropa

Haneke Tiara

Halaman C 125-128 Kajian Pemikiran Akulturasi Henry Maclaine Pont Pada Elemen Desain Interior Aula Timur dan Aula Barat ITB

Guino Verma

Halaman C 129-136

Kota Pusaka dan Pemikiran Kembali tentang Historical Attachment dalam Persepsi Masyarakat Studi Kasus: Parakan, Temanggung

Ari Widyati Purwantiasning, Kemas Ridwan Kurniawan

Halaman C 137-144

Refleksi Budaya Komunitas Islam Aboge Cikakak Pada Masjid Saka Tunggal Banyumas Awaliyah Mudhaffarah

Halaman C 145-150

Savepasarcinde Upaya Penyelamatan Bangunan Cagar Budaya

Johannes Adiyanto

Halaman C 151-158

Telaah Wujud Kebudayaan Dalam Arsitektur Tradisional Makassar

Imriyanti, Shirly Wunas, Mimi Arifin, Idawarni J. Asmal

Halaman C 159-164

Page 10: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | PENELITIAN

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 177

Sejarah dan Perkembangan Kota Denpasar sebagai Kota

Budaya

Ni Made Yudantini(1), Kadek Agus Surya Darma(1), Wayan Wiryawan(1)

nmy [email protected]

(1)Laboratorium Perumahan dan Permukiman, Program Studi A rsitektur, F akultas Teknik, Univ ersitas Uday ana.

Abstrak

Kota Denpasar merupakan ibukota Propinsi Bali yang didirikan pada masa pra-kolonial dimana Kota

Denpasar mendapat pengaruh sistem pemerintahan kolonial. Asal mula perkembangan kota dapat

dilihat dari sejarah Bali termasuk era pra-sejarah, periode Bali Kuno, periode Majapahit, dan

pengaruh periode kedatangan Eropa ke Bali, memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap

perubahan karakter sosial-budaya kota. Periode Kemerdekaan Indonesia mengakibatkan dampak

terhadap sistem struktur pemerintahan dan pembangunan kota yang cenderung mengakibatkan

pertumbuhan penduduk, timbulnya masalah sarana-prasarana dan utilitas kota. Melalui studi kasus

pada Kota Denpasar, dengan penjelajahan evolusi sejarah dan observasi terhadap peninggalan-

peninggalan yang masih terdapat di Kota Denpasar, pene litian in i menyajikan informasi,

dokumentasi tentang warisan budaya Kota Denpasar yang dilandasi oleh nilai budaya lokal Tri Hita

Karana, serta perkembangannya. Penelitian ini juga bertujuan untuk konservasi kekayaan warisan

budaya di Kota Denpasar termasuk tempat suci (pura), puri (kerajaan), pasar tradisional, alun-alun,

arsitektur kolonial, ruang terbuka hijau, koridor sungai dan lingkungan sekitarnya untuk menuju

transformasi Kota Denpasar menjadi Kota Budaya.

Kata-kunci : Kota Denpasar, Kota Budaya, sejarah, Tri Hita Karana, warisan budaya

Pendahuluan

Kota Denpasar merupakan salah satu kota di Bali dan menjadi pusat perkembangan bisnis,

pendidikan dan pemerintahan. Pertumbuhan Kota Denpasar tidak terlepas dari pengaruh

perkembangan global dan teknologi. Kota Denpasar tumbuh dan berkembang juga karena adanya

pembauran atau perpaduan budaya dan konsepsi pola pikir warga kotanya. Perpaduan ini

menciptakan budaya daerah dan kehidupan sosial warga yang berhubungan dengan ruang dan

waktu. Berdasarkan sejarah, sistem pemerintahan Kota Denpasar telah mengalami beberapa sistem,

mulai dari ibu kota kerajaan pada jaman kolonial, kemudian menjadi ibukota administratif pada

jaman kemerdekaan untuk wilayah ibukota, sampai akhirnya sekarang menjadi sebuah kota.

Denpasar awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Badung sebelum menjadi sebuah kota. Pola

lintas dari pola kerajaan atau Catus Patha/Pempatan Agung menciptakan pusat ibukota selama era

kerajaan di Jawa dan Bali (Bappeda, 2011). Dengan pengaruh perkembangan Kota Denpasar di

masa lalu, tentu saja meninggalkan budaya, pola pikir, adat istiadat serta peninggalan kekayaan

warisan budaya mulai jaman kerajaan, colonial dan kemerdekaan. Dengan adanya peninggalan-

peninggalan warisan kebudayaan ini, maka Kota Denpasar merumuskan visi Kota Denpasar sebagai

kota yang berwawasan budaya dengan mewujudkan Bali yang harmoni dan berkelanjutan di segala

bidang (Bappeda, 2011). Warisan budaya ditekankan pada kegiatan seni, kegiatan sosial, serta

peninggalan-peninggalan masa lalu seperti pura, puri, peken, alun-alun/ruang terbuka hijau,

arsitektur peninggalan colonial dan style lainnya, koridor sungai dan tempat-tempat lain yang

Page 11: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Sejarah dan Perkembangan Kota Denpasar sebagai Kota Buday a

B 178 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

berkaitan dengan sejarah masa lampau. Selain itu, Kota Denpasar sebagai kota urban terdiri dari

masyarakat campuran atau plural berdasarkan budaya yang muncul sebagai karakteristik Kota

Denpasar. Adanya pikiran terbuka, kerjasama, dan kesetaraan sebagai karakteristik dari masyarakat

multicultural, yang terdiri dari budaya yang dipengaruhi oleh agama Hindu, dan diperkaya dengan

keragaman multi-budaya, etnis dan keragaman bangsa Indonesia. Keberagaman budaya ini telah

menciptakan warna dan keunikan budaya di Kota Denpasar (Bappeda, 2011; Geriya, 2010).

Pesatnya perkembangan global dan teknologi juga turut mengambil peran dalam munculnya

permasalahan-permasalahan kota yang cukup signifikan dan tidak kalah pentingnya menurunkannya

rasa kesadaran akan keberadaan kekayaan warisan budaya. Untuk itulah penelitian ini memaparkan

informasi tentang evolusi sejarah Kota Denpasar, menguraikan dokumentasi dari observasi pada

obyek-obyek warisan budaya untuk tujuan konservasi terhadap warisan budaya yang ada di Kota

Denpasar. Diharapkan, penelitian ini juga menjadi sumbangsih untuk memperkaya pengetahuan

tentang warisan budaya masa lampau di Kota Denpasar.

Metodelogi

Dalam penulisan artikel in i, merupakan hasil penelitian tentang sejarah berdasarkan qualitative

research. Pengumpulan data berupa data sekunder yaitu studi literatur tentang sejarah Bali dan Kota

Denpasar baik melalu i arsip dan dokumen instansi terkait, Internet, serta sumber-sumber sejarah

lainnya. Observasi dilakukan untuk memahami keberadaan warisan budaya di Kota Denpasar

kemudian disajikan dalam bentuk informasi sejarah dan dokumentasi warisan budaya Kota Denpasar.

Keluaran dari penelitian ini diharapkan untuk lebih memahami tentang sejarah Kota Denpasar serta

perkembangannya pada masa sekarang.

Sejarah Bali dalam Pembentukan Kota Denpasar

Kota Denpasar tidak terlepas dari sejarah Bali dimana ada lima periode sejarah yaitu pra-sejarah,

Bali Kuno, Kerajaan Majapahit, kedatangan warga asing, dan jaman Kemerdekaan (Adhika, 1994;

Alit, 1996; Hardiati, 2013). Periode pra-sejarah adalah ketika kehidupan masyarakat didasarkan pada

kondisi alam seperti hidup di gua-gua dan menggunakan sumber daya air. Periode ini

memperkenalkan teknik pertanian, "subak" sistem irigasi dan produksi padi di daerah Cekik (Ardika,

2013). Bukti lain adalah kapak batu dan adzes di Desa Sembiran, dan drum perunggu di daerah

Pejeng, Ubud. Periode Bali Kuno (abad ke-9) adanya pengaruh Hindu dari Jawa dimana melahirkan

sistem hidup komunal masyarakat di desa-desa tradisional (desa adat), adanya pura Kahyangan Tiga,

bale banjar, serta pola pempatan agung. Periode ketiga yaitu pengaruh Kerajaan Majapahit di Bali -

yang dimulai pada tahun 1343 dan didahului oleh inspansi Patih Gajah Mada ke Bali. Selama era ini,

sistem sosial kasta (Tri Wangsa yang terdiri dari Brahmana, ksatrya, dan Wisya) diperkenalkan oleh

Dang Hyang Nirartha pada tahun 1480, dimana Brahmana memegang peranan penting pada masa

ini (Pringle, 2004). Adanya kaligrafi Bali pada daun lontar/palm yang berisikan tentang terapi, filsafat,

dan norma-norma arsitektur (Hasta Kosala-Kosali). Geertz (1975) menyimpulkan bahwa Bali pada

tahun 1478, seiring jatuhnya Kerajaan Majapahit, membawa perubahan besar dalam budaya Bali

dan masyarakat. Banyak pendeta, tokoh-tokoh masyarakat datang ke Bali dan tercipta perubahan

pengetahuan di bidang agama, sastra, budaya dan polit ik.

Periode kedatangan warga asing dimulai dengan jatuhnya Kerajaan Majapahit di 1515. Periode ini

juga mengakibatkan pengaruh pada kedua sistem budaya dan sosial Bali. Penggunaan "uang

kepeng" (koin Cina), piring Cina, serta penggunaan ornament. Pengaruh dalam arsitektur

menentukan tata letak bangunan, fungsi, ornamen, bahan bangunan dan konstruksi. Kedatangan

pelaut Belanda di Bali pada 1597 yang dipimpin oleh Kapten Cornelis de Houtman dan diikuti

pembentukan Dutch East India Company (VOC) pada tahun 1602. Selama periode ini, ada beberapa

Page 12: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Ni Made Yudantini

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 179

pemberontakan dan peperangan seperti Kerajaan Klungkung, Kerajaan Badung, Kerajaan

Karangasem, dan Kerajaan Tabanan. Kedatangan orang asing membawa pengaruh terhadap

perubahan gaya bangunan dengan gaya Barat seperti gedung perkantoran, sekolah, istana (loji).

Belanda melihat perubahan ini berdampak pada hancurnya arsitektur tradisional Bali, kemudian

Belanda membuat undang-undang yang disebut Balisering untuk menjaga keberlanjutan arsitektur

tradisional Bali (Geertz, 1975). Struktur pemerintah Belanda memberi pengaruh pada struktur

pemerintahan tradisional dengan otoritas tertinggi adalah raja dengan dibantu oleh seorang

controleur. Dalam struktur pemerintahan tradisional juga memperkenalkan patih (wakil

bupati/menteri untuk raja), punggawa, perbekel dan terendah adalah kelian.

Selama Perang Dunia II, Belanda diusir oleh Jepang, dan kemudian Indonesia merdeka pada tahun

1945, meskipun Belanda tidak mencoba untuk memerintah lagi, pada pertempuran tahun 1946 di

Marga-Tabanan yang mengakhiri penjajahan Belanda. Periode kemerdekaan memperkenalkan

sistem pemerintahan resmi dengan perencanaan top-down dan perencanaan bottom-up. Bali

ditetapkan sebagai tujuan wisata melalui Rencana Induk Pariwisata di Bali yang dibuat oleh SCETO

(konsultan Perancis) pada tahun 1966-1972. Ada sekitar 21 daerah yang diplot sebagai daerah

pariwisata seperti Nusa Dua, Kuta, Sanur (Denpasar), serta Ubud. Pada tahun 1930 dengan

kedatangan antropolog Margaret Mead dan Gregory Bateson, seniman Miguel Covarrubias dan

Walter Spies, dan musikolog Colin McPhee membantu munculnya pariwisata di Bali. Sejak itulah Bali

semakin terkenal dengan tujuan pariwisata di mata dunia (Alit, 1996; Ardika, 2013).

Sekilas Kota Denpasar

Menurut sejarah, Denpasar dibangun dan mencerminkan perubahan kepemimpinan. Kota Denpasar

diyakin i berkaitan dengan keberadaan pohon beringin di sebelah utara pasar yang terletak di sebelah

selatan Puri Satria. Di bawah pohon beringin terdapat taman kerajaan yang dibangun oleh raja I

Gusti Ngurah Gde Pemecutan. Taman ini bernama Taman Denpasar atau taman di utara pasar,

dimana 'den' yang berarti utara dan ‘pasar’ berarti pasar. Di daerah ini raja membangun puri

Denpasar setelah kematian ayahnya di Kerajaan Badung pada tahun 1788. Ibukota Kerajaan Badung

sebelumnya adalah di Puri Satria kemudian dip indahkan ke Puri Denpasar. Puri baru ini menerapkan

pola catuspatha/pempatan agung atau pola lintas jalan (cross-road) sebagai pengaruh dari

perencanaan kota selama pengaruh Kerajaan Majapahit (Bappeda, 2011).

Kota Denpasar terletak antara 08 35'31 "- 08 44'49" Lintang Selatan dan 115 10'23 "- 115 16'27"

Bujur Timur, dan berbatasan dengan wilayah di Utara oleh Kecamatan Megwi dan Kabupaten

Badung; di Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukawati dan Kabupaten Gianyar; d i Selatan

berbatasan dengan Kecamatan Kuta, dan Kabupaten Badung; dan di Barat berbatasan dengan

Kecamatan Kuta Utara dan Kabupaten Badung. Secara administratif, Kota Denpasar memiliki empat

kecamatan dengan 43 desa. Empat kecamatan tersebut yaitu Denpasar Timur (22,31 km²),

Denpasar Selatan (49.99 km²), Denpasar Barat (24,06 km²), dan Denpasar Utara (31,42 km²).

Topografi Kota Denpasar meliputi reklamasi seluas 380 ha di Pantai Serangan. Dengan demikian

Kota Denpasar memiliki luas total 127,78 km² atau 12,778 ha. Kota Denpasar terletak di wilayah

dataran 0-75 m di atas permukaan laut. Kota Denpasar memiliki tiga sungai sebagai sumber air;

Sungai Ayung, Sungai Badung, dan Sungai Mati dan ada beberapa anak sungai termasuk Tukad

Tebe, Tukad Abianbase, Tukad Loloan, Tukad Ngejung, Tukad Punggawa, Tukad Rangda, dan Tukad

Pekasih. Kota Denpasar memiliki dua musim yaitu musim hujan (musim hujan) dan musim ke ring

dan masing-masing melibatkan sekitar enam bulan. Musim hujan rata-rata 236,7 mm per tahun

dengan suhu antara 25.70⁰C dan 28.20⁰C. Kelembaban rata-rata 79,4% dengan mulai dari 79%

menjadi 84% (Neraca Sumber Daya Alam Kota Denpasar, 2009). Populasi Kota Denpasar sebanyak

788.589 jiwa pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 880.600 jiwa pada tahun 2015. Masyarakat

Kota Denpasar sebanyak 47.11% bekerja di sektor perdagangan dan bisnis, 20.9% di sektor jasa

Page 13: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Sejarah dan Perkembangan Kota Denpasar sebagai Kota Buday a

B 180 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

dan sosial, 10.43% di sektor industry dan sisanya tersebar pada sektor tansportasi, komunikasi,

pertanian, keuangan dan ulit itas (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2016).

Masa Lalu hingga Masa Kini Pergerakan Kota Denpasar

Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Denpasar (2011) mengklasif ikasikan sejarah Denpasar

menjadi tiga bagian sebagai berikut; Kota Denpasar dalam periode pra-kolonial; Kota Denpasar di

era modern; dan pada periode pasca-modern.

1. Periode Pra Kolonial

Pendirian Kerajaan Badung

Pada jaman pra-kolonial ini beberapa bukti berupa prasasti dan tempat suci, menyebutkan tentang

Kerajaan Badung (1350) diantaranya prasasti Blanjong Sanur (913), Pura Maospahit di Banjar

Gerenceng dan Desa Tonja yang dibangun pada abad ke -14. Artefak-artefak menyebutkan

kehidupan pada saat itu teroganisisr cukup baik yang ditandai dengan pertanian dengan sistem

subaknya, pengaturan pesisir untuk kegiatan perdagangan di daerah Kuta dan Sanur. Hal ini juga

menunjukkan adanya interaksi antara masyarakat setempat dengan pedagang asing seh ingga

tumbuhnya berbagai komunitas etnis yang juga membentuk struktur desa-desa di Bali. Pada masa

ekspedisi Patih Gajah Mada pada tahun 1343, dikenal dengan seorang panglima Arya Kenceng

pendiri Kerjaan Badung dan Kerajaan Tabanan, yang menyerang Kerajaan Bedahulu kemudian dia

menetap di Desa Buahan Kabupaten Tabanan, dan melahirkan keturunan-keturunan di Puri Alang

Badung, Puri Pamecutan dan Puri Gelogor di Denpasar dan tetap menjalin kerjasama dengan

kerajaan pusat di Kerajaan Sweca Linggarsapura Gelgel di Jawa. Pada pemerintahan Kyai Agung Di

Made, Kerajaan Badung bekerjasama dengan VOC di bidang perdagangan dengan membangun

kantor di pelabuhan Kuta sekitar abad ke-17 (Bappeda, 2011).

Hubungan kekerabatan antara Raja Badung, di Puri Alang Badung dan I Dewa Agung Anom di Puri

Sukawati, berjalan sangat baik dan ini berhubungan dengan warisan kewenangan dari Raja I Gusti

Ngurah Pukulbe Ketewel. Salah satu putra mereka, I Gusti Pukulbe Aeng, adalah reinkarnasi dari I

Dewa Agung Anom di Puri Sukawati, dan ia menjadi pewaris tahta Puri Alang Badung. I Gusti

Pukulbe Aeng kemudian memindahkan tahtanya dan membangun sebuah istana di Puri Satria pada

tahun 1750. Selama pemerintahan I Gusti Gde Rai di Puri Pamecutan, Raja Gusti Pukulbe Aeng di

Puri Satria menguasai Kerajaan Badung. Kedua raja membentuk kemitraan yang solid yang

memungkinkan stabilitas, dan pembentukan kebesaran dan integritas kerajaan Badung.

Pembentukan Puri Denpasar (1788-1906)

Puri Denpasar terbentuk secara resmi dengan raja pertama I Gusti Ngurah Made Pamecutan (1788 -

1813) yang berasal dari keturunan Puri Pamecutan. Pada masanya, beliau berhasil menguasai

Kerajaan Jembrana (1805-1818). Kepemimpinan kemudian dilanjutkan oleh put ra beliau yaitu I Gusti

Gde Ngurah, sedangkan putra keduanya I Gusti Gde Kesiman menjadi raja pertama di Puri Kesiman

(1813-20 Nov 1865). Puri Denpasar selanjutnya diperintah oleh raja kedua yaitu I Gusti Ngurah

Pukulbe (1813-1817). Raja ketiga, I Gusti Made Ngurah yang masih muda sehingga mudah

terpengaruh oleh pamannya di Puri Kesiman dan pada era ini Kerajaan Badung merupakan pusak

bisnis dan kota yang sibuk di bidang perdagangan. Pada masa pemerintahan raja Denpasar ke

empat, I Gusti Gde Ngurah, beliau mendapat gelar Cokorda Denpasar yang dipercaya sebagai raja

yang unggul di Kerajaan Badung meskipun Puri Kesiman tetap merupakan kerajaan yang memegang

andil yang cukup penting di bidang polit ik dan ekonomi. Setelah raja Kesiman I Gusti Gde Kesiman

meninggal tahun 1865, otoritas Kerajaan Badung pindah ke Puri Denpasar. Ada tiga raja yang

memerintah sebelum terjadinya Puputan Badung yaitu I Gusti Gde Ngurah (raja Denpasar V, 1863 -

Page 14: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Ni Made Yudantini

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 181

1883); I Gusti Alit Ngurah yang juga disebut I Gusti Ngurah Pukulbe Pamecutan (raja Denpasar VI,

1883-1902); dan I Gusti Made Agung (raja Denpasar VII, 1902-20 September 1906) yang meninggal

bersama-sama dengan Raja Pamecutan VIII, I Gusti Ngurah Pamecutan (Desember 1890 -1820

September 1906), terbunuh oleh Dewata ring Keris pada awal September 1906 (Bappeda, 2011).

Periode Puputan Badung (1900-1906).

Selama periode Puputan Badung (1906), Badung Raja, I Gusti Alit Ngurah (Raja Denpasar VI)

meninggal pada tahun 1902 dan digantikan oleh adiknya, I Gusti Ngurah Made Agung (Raja

Denpasar VII). Raja Denpasar yang baru diakui sebagai pemimpin yang baik, dengan perilakunya

didasarkan pada nilai-n ilai yang benar dari agama Hindu, seperti yang ditunjukkan dalam Puputan

Badung melawan agresi Belanda, di mana ia membela dan mempertahankan kedau latan wilayah

Badung sampai kematiannya. Pertempuran bermula dari informasi yang salah pada tahun 1904

dimana tongkang Sri Kumala, yang dimiliki oleh kapten Cina, Kwee Tek Tjiang, terdampar di pantai

Sanur. Orang-orang Sanur berusaha untuk membantu menyelamatkan tongkang dan muatannya,

dan aturan tradisional Bali menentukan bahwa pemilik tongkang harus membayar orang Sanur yang

memberikan bantuan. Namun Kwee Tek Tjiang mengeluh kepada Belanda di Singaraja dengan

alasan bahwa tongkang itu disita oleh orang Sanur. Gubernur Belanda, Van Hentz, menggunakan

insiden ini untuk langsung campur tangan dalam Kerajaan Badung memblokade pelabuhan dan

perdagangan dari Kerajaan Badung utara, di Singaraja. Belanda juga dibantu oleh Gianyar dan

Karangasem memblokade sisi timur Bali. Pertempuran ini dimulai pada tanggal 12 September 1906

dimana Belanda mengirim ekspedisi militer ke Selat Badung. Pelabuhan Sanur itu kemudian diduduki

oleh Belanda. Karena benteng yang hanya 5 km dari Puri Denpasar, perkelahian pun terjadi antara

pasukan Badung dan militer Belanda di daerah Sanur sampai Belanda menduduki Puri Kesiman,

Denpasar, dan Pamecutan. Selama pertempuran, raja-raja Denpasar dan Pamecutan

menginstruksikan staf mereka untuk membakar istana dan menghancurkan segala sesuatu di istana

untuk mencegah Belanda melakukan kontrol dan menguasai tempat-tempat ini dan atribut mereka.

Raja dan orang-orang Badung melakukan tradisi Bali mesatya; dalam pertempuran itu berarti

mereka melakukan perang dengan ketulusan dan dengan kekudusan untuk mempertahankan bumi

mereka.

2. Periode Modern (Kolonial-Republik)

Sejak Puputan tahun 1906, Kerajaan Badung dikuasai oleh Belanda dan Belanda memulai

pembangunan di segala bidang termasuk konstruksi, permukiman, museum, sekolah, perkantoran,

pasar, pelabuhan serta infrastruktur lainnya seperti jalan raya, jembatan dan lainnya. Pada masa ini

Denpasar tumbuh dengan beberapa desa tradisional serta adanya multikultrs seperti adanya

permukiman Kampung Jawa. Pola catuspatha/pempatan agung sebagai nol kilometer kota Denpasar,

sebagai pusat pemerintahan pada masa itu. Kedatangan artis, antroplog ke Bali juga ikut

memberikan warna pada perkembangan Kota Denpasar yang secara tidak langsung ikut

mempromosikan budaya Bali, seperti Charlie Chaplin, Margaret Mead, Le Mayeur yg tinggal di Bali

sejak 1932. Sejak kemerdekaan, Denpasar menjadi bagian dari Sunda Kecil pada tanggal 24

Desember 1946 di bawah NIT (Negara Indonesia Timur) dan juga menjadi bagian dari Kabupaten

Badung. Berdasarkan pertimbangan antara Provinsi Bali dan Kabupaten Badung, kesepakatan dibuat

untuk meningkatkan status Kota Administratif Denpasar menjadi Kota Denpasar berdasarkan

Peraturan No. 1/1992, 15 Januari 1992, yang memungkinkan pembentukan Kota Denpasar, dan

diresmikan oleh Menteri dalam Negeri tanggal 27 Februari 1992.

Page 15: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Sejarah dan Perkembangan Kota Denpasar sebagai Kota Buday a

B 182 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

3. Periode Post Modern

Dalam era ini, Kota Denpasar telah dikembangkan dari basis pertanian ke basis pariwisata dan ini

telah mempengaruhi kinerja kota termasuk pengenalan arsitektur post -modern meskipun perubahan

ini belum secepat kota-kota lain di Indonesia. Pariwisata adalah pengaruh yang signifikan dalam

pertumbuhan Denpasar. Ini dimulai dengan pembangunan Bali Beach Hotel (sekarang dikenal

sebagai The Grand Bali Beach) yang didirikan sebelum peraturan pada tinggi bangunan itu

diberlakukan. Perkembangan bandara internasional juga telah dipengaruhi perkembangan lain dalam

Denpasar dan sekitarnya. Sebagai konsekuensinya, pemerintah Bali mengeluarkan aturan untuk

menjaga dan melestarikan arsitektur tradisional Bali melalui peraturan (Perda no 5/2005) termasuk

arsitektur bangunan didefinisikan dalam tiga warna, yaitu Heritage Architecture, Arsitektur

Tradisional Bali, dan Non-arsitektur tradisional Bali.

Warisan Budaya Kota Denpasar dan Perkembangannya

Seperti halnya UNESCO (1972) telah mengklasifikasikan cultural heritage menjadi dua yaitu tangible

(fisik) dan intangible (non-fisik/maya). Demikian juga pemerintah Kota Denpasar telah memetakan

kekayaan warisan budaya yang tersebar di Kota Denpasar berdasarkan sejarah kota dari masa pre-

histori sampai periode saat ini. Warisan budaya in i dapat dikategorikan menjadi warisan budaya dari

masa Megalithik, masa klasik, dan masa Bali Baru (Bappeda, 2011). Dari periode Megalitik, warisan

budaya Kota Denpasar termasuk patung-patung megalitik yang berbentuk manusia, monumental

dan ukiran menunjukkan jenis kelamin atau alat kelamin; batu alam, lumpang batu; tabel batu atau

dolmen; palung batu; bangunan punden berundak terlihat seperti piramida; masker/topeng wajah

dengan ukiran sederhana; takhta batu; dan menhir (batu tegak tinggi sebagai media untuk

menghormati leluhur). Warisan budaya Kota Denpasar era klasik terdiri dari elemen bangunan

(tumpukan batu), candi, prasasti, arca, dan warisan lain seperti lingga dan jaladwara. Warisan

budaya periode Bali Baru terdiri dari istana/puri, museum, hotel, universitas, permukiman tradisional

termasuk pura Tri Kahyangan Tiga, pola perumahan tradisional, tempat pertemuan masyarakat (bale

banjar), pasar tradisional, pemakaman Bali (setra), dan permukiman masyarakat non-lokal seperti

rumah panggung, loteng, rumah toko, masjid, dan makam kuno (Bappeda, 2011, pp. 9 -11).

Gambar 1. Pura Maospahit yang terdapat di Banjar Gerenceng, sebagai cagar budaya Kota Denpasar

Page 16: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Ni Made Yudantini

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 183

Seiring dengan perkembangan Kota Denpasar, ada tiga budaya unggulan yang diberikan oleh

UNESCO kepada Kota Denpasar sebagai Warisan Budaya Dunia (Geriya, 2016), antara lain keris

pusaka yang ditetapka UNESCO pada tahun 2005, sistem irigasi tradisional subak yang ditetapkan

UNESCO tahun 2012, dan seni tari Bali d itetapkan pada tahun 2015. Berbagai kegiatan dan

partisipasi aktif telah dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat Kota Denpasar untuk tetap

memelihara dan menumbuhkan kesadaran masyarakatnya akan kekayaan warisan budaya yang

dimiliki. Setidaknya ada lima hal yang diuraikan oleh Geriya (2016) yaitu: 1. Revitalisasi pusaka

budaya sebagai modal pembangunan Kota Denpasar ke depan; 2. Berkembangnya berbagai

kegiatan festival yang berdasarkan pusaka budaya seperti Denpasar Festival, Sanur Village Festival,

Festival Pesona Pulau Serangan; 3. Menguatnya tradisi pusaka seperti ritual Pangerebongan di Desa

Kesiman dan tradisi Med-Medan di Banjar Kaja, Desa Sesetan; 4. Tumbuhnya kader-kader pelestari,

komunitas kreatif hingga dibentuknya Dewan Pusaka Kota Denpasar; 5. Berkembangnya berbagai

kajian, penerbitan dan dokumentasi tentang pusaka Kota Denpasar; 6. Berkembangnya ekonomi

kreatif berbasis pusaka budaya unggulan sehingga meningkatkan taraf ekonomi masyarkat serta

teknologi, pendidikan dan budaya. Dengan demikian, pelestarian yang telah dilakukan oleh Kota

Denpasar tidak saja berbasis pada obyek-obyek yang berwujud secara phisik (tangible) namun juga

telah melestarikan obyek-obyek budaya yang bersifat ‘maya’ ( intangible) sebagai penyeimbang,

penguat dan harmoni terhadap obyek phisik (Geriya, 2016).

Melihat kembali sejarah Kota Denpasar yang telah ditetapkan oleh Bappeda (2011) ke dalam tiga

periode yaitu pra-kolonial, era modern, dan pasca modern, Geriya (2016) melihat perkembangan

Kota Denpasar secara histori lebih dari dua abad (1788-2016) mencerminkan transformasi Continuity

in Changes. Keberlanjutan dalam perubahan ini lebih lanjut dipaparkan oleh Geriya (2016) ke dalam

tiga representasi pokok dan lima tahap pengembangan. Ketiga representasi pokok tersebut terdiri

dari landasan multicultural (budaya tradisional/rakyat hingga modern), landasan legal (penet apan

kelahiran Kota Denpasar 27 Pebruari 1788), dan landasan indentitas (Kota Denpasar sebagai kota

berwawasan budaya). Lima tahap pengembangan dalam rangka memelihara dan mempertahankan

budaya dan identitas Kota Denpasar sebagai kota budaya, terdiri dari pengembangan data dasar

(kajian pemetaan kekayaan dan keragaman pusaka alam, budaya dan sujana); pengembangan

jaringan kota pusaka; penguatan sinergi (sinergi kota berwawasan budaya, kota kreatif dan

Denpasar sebagai kota cerdas); penguatan eksistensi (penghargaan dunia untuk tiga unggulan keris

pusaka, subak dan seni tari); dan pengawalan berkelanjutan (tujuan Sustainable Development Goal’s

2015-2025).

Gambar 2. Salah satu warisan budaya intangible yaitu subak sistem yang masih terjaga di Kota Denpasar,

di Desa Budaya Kertalangu, Kesiman.

Page 17: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017

Sejarah dan Perkembangan Kota Denpasar sebagai Kota Buday a

B 184 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Kesimpulan

Warisan budaya Kota Denpasar telah terpelihara dan terdokumentasi dengan baik yang berupa

tangible dan intangible. Kekayaan warisan budaya ini tidak terlepas dari sejarah masa lampau serta

perkembangannya hingga kini. Pemerintah Kota Denpasar semakin menyadari bahwa warisan

budaya ini harus tetap dijaga dan diperkenalkan kepada generasi penerus, untuk itu berbagai

kegiatan untuk pengenalan dan pemahaman terhadap kekayaan warisan budaya in i telah secara

rutin dilaksanakan sehingga diharapkan senantiasa meningkatkan kewaspadaan, kesadaran akan

nilai-nilai yang terkandung dalam warisan budaya tersebut. Bappeda (2011) menekankan bahwa

konservasi warisan budaya Kota Denpasar harus memiliki tujuan yang jelas untuk melestarikan dan

menjaga warisan f isik termasuk lingkungannya, dan untuk melestarikan nilai -nilai budaya untuk

dapat diwarisankan kepada generasi berikutnya. Konservasi dapat dicapai melalui dokumentasi mutu,

diskusi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai budaya, norma dan estetika,

dan dapat ditunjukkan melalui penampilan fisik dari warisan budaya yang memungkinkan orang

untuk terlibat, memiliki pengalaman dan menghargai warisan budaya ini. Meskipun warisan budaya

Kota Denpasar telah dipetakan secara menyeluruh, namun ke depannya untuk pengatahuan masih

tetap harus dilanjutkan penelitian-penelitian berikutnya untuk menemukembangkan kekayaan

warisan budaya yang mungkin ada belum tergali.

Daftar Pustaka

Adhika, I. M. (1994). Peran Banjar Dalam Penataan Komunitas Perkotaan di Bali, Studi Kasus Kota Denpasar.

Master Thesis. Bandung, Indonesia: Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Program Pasca Sarjana,

Institut Teknologi Bandung.

Alit, I Ketut. (1996). Diskrepansi Pola Pembangunan Fasilitas Lingkungan Secara Adat dan Dinas dalam penataan

Ruang Desa-Desa Wisata di Bali. Master Thesis. Bandung: Institute Teknologi Bandung.

Ardika, I.W. (2009). Sejarah Bali Kuno: Bali Tempo Dulu. Retrieved 28 July 2015, from Museum Purbakala Bali

http://serbasejarah.blogspot.com.au/2011/07/sejarah-bali-kuno-bali-tempodulu.html

Badan Pusat Statistik Kota Denpasar. (2016). Denpasar Dalam Angka 2015. Badan Pusat Statistik Kota Denpasar,

retrieved from https://denpasarkota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/481, 28 Peb 2017.

Bappeda. (2011). Penelusuran Sejarah Kota Denpasar. Denpasar: Pemerintah Kota Denpasar.

Geertz, H. & Geertz, C. (1975). Kinship in Bali: University of Chicago Press

Geriya, I.W. (2016). Denpasar Kota Pusaka: Dalam Paradigma Keunggulan, Kreatif, dan Cerdas Kekuatan Baru

Menuju Harmoni dan Kebahagiaan. Denpasar: Strategic Meeting Organization of World Heritage (OWHC) Asia

Pacific. Hardiati, E.S. (2013). Indonesian Heritage: Sejarah Awal. Bali Pada Periode Klasik Madya: Widya Wahana Library,

Indonesia

Pringle, R. (2004). A Short History of Bali; Indonesia's Hindu Realm. NSW, Australia: Allen & Unwin.

UNESCO. (1972). Convention concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage. Paris:

UNESCO.

Page 18: Prosiding Seminar Heritage Cirebon 2017