9 bab ii kajian pustaka 2.1 proyek konstruksi. proyek konstruksi
Post on 12-Jan-2017
254 Views
Preview:
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proyek Konstruksi.
Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang saling
berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu (bangunan/konstruksi) dalam batasan
waktu, biaya dan mutu tertentu.
Proyek merupakan sekumpulan aktivitas yang saling berhubungan dimana
ada titik awal dan titik akhir serta hasil tertentu. Proyek biasanya bersifat lintas
fungsi organisasi sehingga membutuhkan berbagai keahlian (skills) dari berbagai
profesi dan organisasi. Setiap proyek adalah unik, bahkan tidak ada dua proyek
yang persis sama. Proyek adalah aktivitas sementara dari personil, material, serta
sarana untuk menjadikan/mewujudkan sasaran-sasaran (goals) proyek dalam kurun
waktu tertentu yang kemudian berakhir (PT. PP, 2003).
Rangkaian kegiatan dalam proyek konstruksi diawali dengan lahirnya suatu
gagasan yang muncul dari adanya kebutuhan dan dilanjutkan dengan penelitian
terhadap kemungkinan terwujudnya gagasan tersebut (studi kelayakan).
Selanjutnya dilakukan desain awal (preliminary design), desain rinci (detail
design), pengadaan (procurement) sumber daya, pembangunan di lokasi yang telah
disediakan (konstruksi) dan pemeliharaan bangunan yang telah didirikan
(maintenance) sampai dengan penyerahan bangunan kepada pemilik proyek.
2.1.1 Karakteristik Proyek Konstruksi
Dari pengertian diatas terlihat bahwa ciri pokok proyek adalah :
1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau akhir hasil kerja
10
2. Jumlah biaya, kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan diatas telah
ditentukan.
3. Mempunyai awal kegiatan dan mempunyai akhir kegiatan yang telah
ditentukan atau mempunyai jangka waktu tertentu.
4. Rangkaian kegiatan hanya dilakukan sekali (non rutin), tidak berulang – ulang,
sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik (tidak identik tapi sejenis).
5. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang kegiatan proyek berlangsung.
2.1.2 Sasaran Proyek dan Tiga Kendala (Triple Constraint)
Telah disebutkan bahwa tiap proyek memiliki tujuan khusus, misalnya
rumah tinggal, bangunan perkantoran, bangunan pendidikan, jalan raya, jembatan,
instalasi pabrik dan lain - lain. Dapat pula berupa produk hasil kerja pengembangan
dan penelitian. Di dalam proses mencapai tujuan tersebut telah ditentukan batasan
yaitu besar biaya (anggaran) yang dialokasikan, dan jadwal serta mutu yang harus
dipenuhi. Ketiga batasan tersebut diatas disebut tiga kendala (Triple Constaint).
Ketiga batasan tersebut bersifat tarik menarik, artinya jika ingin meningkatkan
kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak, maka umumnya harus diikuti
dengan menaikkan mutu, yang selanjutnya berakibat pada naiknya biaya melebihi
anggaran. Sebaliknya bila ingin menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi
dengan mutu dan jadwal.
2.1.3 Tahapan Proyek Konstruksi
Tahapan proyek konstruksi terdiri dari :
1. Tahap Perencanaan (Planning)
a. Gagasan dan ide (needs)
b. Studi kelayakan
11
Aspek yang ditinjau dalam studi kelayakan adalah teknis, ekonomi,
lingkungan dan lain – lain.
Pihak yang terlibat adalah pemilik dan dapat dibantu oleh konsultan studi
kelayakan atau konsultan manajemen konstruksi.
2. Tahap Perekayasaan dan Perancangan (Engineering and Design).
a. Tahap pra rancangan, mencakup kriteria desain, skematik desain, estimasi
biaya konseptual
b. Tahap pengembangan rancangan, merupakan pengembangan dari tahap
pra rancangan, estimasi terperinci.
c. Tahap desain akhir, dengan hasil gambar detail, spesifikasi, daftar volume,
rencana anggaran biaya, syarat – syarat administrasi dan peraturan –
peraturan umum.
Pihak- pihak yang terlibat adalah konsultan perencana, konsultan manajemen
konstruksi, konsultan rekayasa nilai dan atau konsultan quantity surveyor.
3. Tahap pengadaan/pelelangan (procurement)
a. Pengadaan jasa konstruksi
b. Pengadaan material dan peralatan
Pihak yang terlibat adalah pemilik, kontraktor dan konsultan manajemen
konstruksi.
4. Tahap pelaksanaan (construction)
a. Merupakan pelaksanaan hasil perancangan dengan surat perintah kerja dan
kontrak.
b. Perlu manajemen proyek.
12
Pihak yang terlibat adalah konsultan pengawas dan atau konsultan manajemen
konstruksi, kontraktor, sub kontraktor, suplier dan instansi terkait.
5. Tahap test operasional (commissioning)
Pengujian dari fungsi masing – masing bagian bangunan.
Pihak yang terlibat adalah konsultan pengawas dan atau konsultan manajemen
konstruksi, pemilik, kontraktor, sub kontraktor, suplier.
6. Tahap pemanfaatan dan pemeliharaan (operasional and maintenance)
a. Operasional setelah dilakukan pembayaran total sebesar 95% dari nilai
kontrak.
b. Pemeliharaan umumnya dilakukan selama enam bulan dengan jaminan
pemeliharaan yang ditahan oleh pemilik.
Pihak yang terlibat adalah konsultan pengawas dan atau konsultan manajemen
konstruksi, pemilik dan pemakai.
2.2 Pengertian Lelang dan Peserta Lelang
Lelang merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan barang/jasa
dengan cara menciptakan persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa
yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang
telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak yang terkait secara taat azas sehingga
terpilih penyedia terbaik. (Ervianto, 2005).
Lelang merupakan salah satu cara bagi pengguna barang dan jasa untuk
mencari penyedia barang dan jasa, sedangkan bagi penyedia jasa mengikuti lelang
merupakan salah satu cara untuk menjaga agar perusahaan tetap memiliki
pekerjaan sehingga adanya arus pemasukan kas, memperoleh laba dan keuntungan,
mendapatkan pengalaman dan teknologi baru, menjaga kelangsungan kontak
13
dengan pemilik pekerjaan, subkontraktor, serta mempertahankan ikatan kerja
dengan staf dan pekerja yang cakap (Soeharto, 1997).
Peserta diartikan sebagai turut berperan serta dalam suatu kegiatan.
Selanjutnya penyedia jasa sebagai peserta didalam lelang diartikan sebagai peran
penyedia jasa mulai dari proses pendaftaran untuk ikut lelang, proses pemasukan
penawaran, hingga akhirnya penetapan pemenang lelang (proses awal sampai akhir
lelang). Penyedia jasa yang hanya berperan serta sampai pada pendaftaran saja
tidak dikategorikan sebagai peserta lelang.
Menurut Standar Dokumen Pengadaan (SDP) barang/jasa pemerintah secara
elektronik dengan e-tendering yang dimaksud sebagai peserta lelang adalah
penyedia jasa yang menyampaikan dokumen penawaran yang dapat dibuka dan
dapat dievaluasi yang sekurang kurangnya memuat harga penawaran, daftar
kuantitas dan harga, jangka waktu penawaran dan spesifikasi barang/bahan yang
ditawarkan. Kontraktor sebagai penyedia jasa tentunya memiliki pertimbangan
untuk ikut atau tidaknya didalam kegiatan lelang. Pertimbangan tersebut didasarkan
pada pengalaman, penilaian dan persepsi masing-masing orang yang berperan
dalam proses lelang terhadap faktor-faktor yang dihadapi seperti misalnya kondisi
ekonomi, karakteristik proyek yang dilelangkan, dokumen proyek, kondisi lelang,
dan karakteristik kontraktor itu sendiri.
2.3 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh
barang/jasa oleh K/L/D/I yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan
sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa, yang
14
menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) (Anonim, 2012).
2.3.1 Pengadaan Barang/Jasa Secara Konvensional
Pengadaan barang/jasa secara konvensional atau manual adalah pengadaan
barang/jasa yang dilaksanakan dengan tatap muka biasa (manual), yaitu dengan
cara korespondensi secara manual tanpa menggunakan teknologi informasi dan
transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang - undangan, yaitu :
a. Pengumuman melalui media massa (koran nasional), dan papan
pengumuman K/L/D/I bersangkutan.
b. Pendaftaran bagi peserta yang berminat mendaftar wajib secara fisik untuk
melakukan proses pendaftaran.
c. Dokumen lelang dalam bentuk hard copy dan peserta yang mengambil
dokumen lelang wajib datang langsung.
d. Penjelasan pekerjaan (aanwijzing) dilakukan melalui tatap muka pada
waktu dan tempat yang sudah ditentukan.
e. Pemasukan dokumen penawaran dibawa langsung ke tempat dan waktu
yang sudah ditentukan dalam pelelangan dalam bentuk hard copy.
f. Pembukaan dokumen penawaran dilakukan secara tatap muka pada tempat
dan waktu yang sudah ditentukan pada pelelangan.
g. Sanggahan lelang bisa dilakukan dengan datang langsung ke tempat
pelelangan.
2.3.2 Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik
Pengadaan barang/jasa secara elektronik adalah pengadaan barang/jasa
yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi
15
elektronik sesuai dengan ketentuan perundang- undangan, yang tata cara pemilihan
penyedia barang/jasanya dilakukan dengan tata cara e-tendering yaitu tata cara
pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti
oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara
elektronik dengan cara menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang telah
ditentukan (Anonim, 2012).
2.3.3 Para Pihak Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Menurut Perpres nomor 70 tahun 2012, menerangkan bahwa ada beberapa
pihak dan organisasi yang berperan dalam proses pengadaan barang/jasa
pemerintah yang pengadaannya melalui penyedia barang/jasa diantaranya :
a. Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
b. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
c. Unit Layanan Pengadaan (ULP)/Pejabat Pengadaan.
d. Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa para pihak yang terkait diatas
harus mematuhi etika- etika :
a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk
mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan
barang/jasa.
b. Bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan
dokumen pengadaan barang/jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan
untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa.
c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang
berakibat persaingan tidak sehat.
16
d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan
sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak.
e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak
yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung.
f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran
keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa.
g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi
dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara.
h. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi
atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau
kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan
pengadaan barang/jasa.
2.3.3.1 Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Pengguna Anggaran (PA) merupakan pejabat pemegang kewenangan
penggunaan anggaran K/L/D/I atau pejabat yang disamakan pada instansi lain
pengguna APBN/APBD. Sesuai dengan Perpres Nomor 70 tahun 2012, PA
memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut :
a. Menetapkan Rencana Umum Pengadaan.
b. Mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di
website K/L/D/I.
c. Menetapkan PPK.
d. Menetapkan Pejabat Pengadaan.
e. Menetapkan Panitia/Pejabat penerima hasil pekerjaan.
17
f. Menetapkan pemenang pada pelelangan atau penyedia pada penunjukan
langsung untuk paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya
dengan nilai di atas Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
g. Menetapkan pemenang pada seleksi atau penyedia pada penunjukan
langsung untuk paket pengadaan jasa konsultasi dengan nilai di atas Rp.
10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupiah).
h. Mengawasi penggunaan anggaran.
i. Menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan.
j. Menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan,
dalam hal terjadi perbedaan pendapat.
k. Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh dokumen pengadaan
barang/jasa.
Dengan pertimbangan besarnya beban pekerjaan atau rentang kendali
organisasai maka, PA pada Pemerintah Daerah dapat mengusulkan satu atau
beberapa KPA yang memiliki kewenangan sesuai pelimpahan oleh PA kepada
Kepala Daerah untuk ditetapkan.
2.3.3.2 Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, yang mempunyai tugas pokok dan
kewenangan :
a. Menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/ jasa yang meliputi,
spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri dan rancangan kontrak.
b. Menerbitkan surat penunjukan penyedia barang/ jasa.
18
c. Menandatangani kontrak.
d. Malaksanakan kontrak dengan penyedia barang/jasa.
e. Mengendalikan pelaksanaan kontrak.
f. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/jasa kepada PA
atau KPA.
g. Menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa kepada PA atau KPA.
dengan berita acara penyerahan.
h. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan
hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA atau KPA.
i. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
pengadaan barang/jasa.
Selain tugas pokok dan kewenangan tersebut diatas, PPK juga dapat :
a. Mengusulkan kepada PA atau KPA untuk melakukan perubahan paket
pekerjaan dan perubahan jadwal kegiatan
b. Menetapkan tim pendukung.
c. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer)
untuk membantu pelaksanaan tugas ULP.
d. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia
barang/jasa.
2.3.3.3 Unit Layanan Pengadaan
Unit Layanan Pengadaan adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi
melaksanakan pengadaan barang/jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen,dapat
berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada, yang mempunyai tugas
pokok dan kewenangan:
19
a. Menyusun rencana pemilihan penyedia barang/jasa.
b. Menetapkan dokumen pengadaan.
c. Menetapkan besaran nominal jaminan penawaran.
d. Mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa di website K/L/D/I
masing - masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta
menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam portal pengadaan
nasional.
e. Menilai kualifikasi penyedia barang/jasa melalui prakualifikasi atau
pascakualifikasi.
f. Melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran
yang masuk.
g. Menjawab sanggahan.
h. Menetapkan penyedia barang/jasa untuk pelelangan atau penunjukan
langsung paket pengadaan barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya
yang bernilai paling tinggi Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
dan menetapkan seleksi atau penunjukan langsung untuk paket pengadaan
jasa konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
i. Menyerahkan salinan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa kepada
PPK.
j. Menyimpan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa.
k. Membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan kepada Menteri,
Pimpinan Lembaga, Kepala Daerah atau Pimpinan Instansi.
20
l. Memberikan pertangungjawaban atas pelaksanaan kegiatan pengadaan
barang/jasa kepada PA.
2.3.3.4 Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Panitia/Pejabat penerima hasil pekerjaan adalah panitia/pejabat yang
ditetapkan oleh PA atau KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil
pekerjaan, yang mempunyai tugas pokok dan kewenangan :
a. Melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak.
b. Menerima hasil pengadaan barang/jasa setelah melalui
pemeriksaan/pengujian.
c. Membuat dan menandatangani berita acara serah terima hasil pekerjaan.
2.4 Tata Cara E- Tendering
Menurut Perpres Nomor 70 Tahun 2012, e-tendering adalah tata cara
pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti
oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada SPSE dengan cara
menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Sesuai
dengan peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
(LKPP) Nomor 18 Tahun 2012 tentang tata cara e-tendering, ruang lingkup tata
cara e-tendering meliputi :
a. Pengadaan barang/jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik
sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD.
b. Pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia,
Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
21
Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan
pada APBN/APBD.
c. Pengadaan barang/jasa yang dananya baik sebagian atau seluruhnya berasal
dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri yang berpedoman pada ketentuan Perpres
nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah.
2.4.1 Metode E-Tendering
Metode e-tendering terdiri dari :
a. E-lelang untuk untuk pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa
lainnya
b. E-seleksi untuk pemilihan penyedia jasa konsultansi.
2.4.2 Proses Pemilihan metode E-Tendering
Dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa dengan tata cara e-tendering
ada beberapa pihak yang terlibat diantaranya; PPK, ULP, penyedia barang/jasa dan
LPSE. Secara umum proses tata cara e-tendering dapat dibagi menjadi beberapa
tahap aktivitas:
a. Tahap persiapan pemilihan
1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Pada tahap persiapan pemilihan, PPK menyerahkan yang berisikan
paket, spesifikasi teknis, HPS dan rancangan umum kontrak kepada
ULP.
2. Unit Layanan Pengadaan (ULP)
a. ULP menerima, menyimpan dan melaksanakan pemilihan
berdasarkan surat yang disampaikan oleh PPK.
22
b. ULP menyerahkan surat keputusan tentang kepanitiaan untuk paket
pemilihan kepada LPSE untuk mendapatkan kode akses untuk
masing – masing nama yang tertera dalam kepanitian.
c. ULP membuat dokumen pengadaan dalam softcopy.
3. Penyedia barang/jasa
a. Penyedia barang/jasa yang belum mendapat kode akses aplikasi
SPSE wajib melakukan pendaftaran pada aplikasi SPSE dan
melaksanakan verifikasi pada LPSE untuk mendapatkan kode akses
aplikasi SPSE.
b. Untuk penyedia barang/jasa yang saling bergabung dalam suatu
konsorsium atau bentuk kerjasama lain, maka semua anggota berhak
untuk mendapatkan kode akses aplikasi SPSE.
4. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
a. LPSE menerima, menyimpan dan menerbitkan kode akses terhadap
nama - nama yang tercantum dalam surat keputusan tentang
penunjukan/pengangkatan PPK, Kelompok Kerja Unit ULP,
kepanitian untuk paket pemilihan.
b. LPSE melakukan verifikasi jati diri pimpinan perusahaan terhadap
penyedia barang/jasa yang telah melaksanakan pendaftaran melalui
aplikasi SPSE namun belum tercatat sebagai pengguna SPSE.
b. Pelaksanaan Pemilihan
1. Unit Layanan Pengadaan (ULP)
a. Pembuatan paket dan pendaftaran
23
Kelompok Kerja ULP membuat paket dengan informasi sistem
pengadaan yang digunakan beserta jadwal serta dokumen
pengadaan.
b. Pemberian penjelasan
Proses penjelasan pekerjaan dilakukan secara online, sesuai jadwal
yang telah ditetapkan.
c. Pemasukan kualifikasi
Data kualifikasi disampaikan oleh penyedia barang/jasa ke dalam
form isian elektronik kualifikasi.
d. Pemasukan penawaran.
Dokumen penawaran diunggah (upload) berbentuk file yang sudah
dienkripsi menggunakan Aplikasi Pengaman Dokumen (APENDO)
e. Pembukaan penawaran dan evaluasi.
Dokumen penawaran peserta lelang di unduh (download) dan
dideskripsi dengan menggunakan APENDO.
f. Sanggahan
Peserta pemilihan yang dapat menyanggah adalah yang
menyampaikan dokumen penawaran.
2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
a. Surat penunjukan penyedia barang/jasa
b. Penandatangan kontrak
c. Aturan Lain
1. Pengumuman pemilihan dan pengumuman pemenang
24
2. Evaluasi ulang, penyampaian ulang dokumen penawaran atau pemilihan
ulang
3. Surat jaminan penawaran
4. Perubahan jadwal
5. Pengenaan sanksi
6. Persiapan dan pelaksanaan audit.
2.5 Pelelangan Gagal dan Tindak Lanjut Pelelangan Gagal
Pihak – pihak yang dapat menyatakan bahwa suatu pelelangan gagal yaitu
ULP, PA atau KPA, Menteri/Kepala Lembaga/Pimpinan Instansi lainnya dan
Kepala Daerah.
ULP menyatakan pelelangan gagal apabila :
a. Jumlah peserta yang lulus kualifikasi pada proses prakualifikasi kurang dari
tiga peserta.
b. Jumlah peserta yang memasukkan dokumen penawaran kurang dari tiga.
c. Sanggahan dari peserta terhadap hasil prakualifikasi ternyata benar.
d. Tidak ada penawaran yang lulus evaluasi penawaran.
e. Dalam evaluasi penawaran ditemukan bukti atau indikasi terjadi persaingan
tidak sehat.
f. Harga penawaran terendah terkoreksi untuk kontrak harga satuan dan kontrak
gabungan lumpsum dan harga satuan lebih tinggi dari HPS.
g. Seluruh harga penawaran yang masuk untuk kontrak lumpsum diatas HPS.
h. Sanggahan dari peserta atas pelaksanaan pelelangan yang tidak sesuai dengan
ketentuan Perpres dan dokumen pengadaan ternyata benar.
25
i. Sanggahan dari peserta atas kesalahan substansi dokumen pengadaan ternyata
benar.
j. Calon pemenang dan calon pemenang cadangan satu dan dua, setelah
dilakukan evaluasi dengan sengaja tidak hadir dalam klarifikasi dan/atau
pembuktian kualifikasi.
PA atau KPA menyatakan pelelangan gagal apabila:
a. PA atau KPA sependapat dengan PPK yang tidak bersedia menandatangani
surat penunjukan penyedia barang/jasa karena proses pelelangan tidak sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
b. Pengaduan masyarakat adanya dugaan KKN yang melibatkan ULP atau PPK
ternyata benar
c. Dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan
pelelangan dinyatakan benar oleh pihak berwenang.
d. Sanggahan dari penyedia barang/jasa atas kesalahan prosedur yang tercantum
dalam dokumen pengadaan penyedia barang/jasa ternyata benar.
e. Pelaksanaan pelelangan tidak sesuai atau menyimpang dari dokumen
pengadaan.
f. Calon pemenang dan calon pemenang cadangan satu dan dua mengundurkan
diri.
Menteri/Kepala Lembaga/Pimpinan Instansi lainnya menyatakan pelelangan gagal,
apabila:
a. Sanggahan banding dari peserta atas terjadinya pelanggaran prosedur dalam
pelaksanaan pelelangan yang melibatkan KPA, PPK dan ULP ternyata benar.
26
b. Pengaduan masyarakat atas terjadinya KKN yang melibatkan KPA ternyata
benar.
Kepala Daerah menyatakan pelelangan gagal apabila :
a. Sanggahan banding dari peserta atas terjadinya pelanggaran prosedur dalam
pelaksanaan pelelangan yang melibatkan PA, KPA dan ULP ternyata benar.
b. Pengaduan masyarakat atas terjadinya KKN yang melibatkan KPA, ternyata
benar.
Pelelangan gagal dapat diartikan gagal terpilihnya penyedia barang/jasa
dalam suatu proses pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah sehingga untuk
memperoleh penyedia barang/jasa harus dilakukan proses pemilihan penyedia
barang/jasa ulang.
Apabila pelelangan dinyatakan gagal maka selanjutnya ULP
memberitahukan kepada seluruh peserta dan mencari tahu penyebab terjadinya
pelelangan gagal, untuk bisa diambil tindakan selanjutnya. Tindakan selanjutnya
bisa berupa evaluasi ulang, penyampaian ulang dokumen penawaran, pelelangan
ulang atau penghentian proses lelang dan tindakan lainnya tergantung dari
penyebab gagalnya pelelangan.
2.6 Harga Perkiraan Sendiri
HPS diatur dalam Perpres nomor 70 tahun 2012, tentang tata cara
pengadaan barang/jasa pemerintah, pasal 66, yang menguraikan tentang komponen
HPS, kegunaan, waktu penyusunan dan dasar penyusunan HPS. HPS adalah harga
barang/jasa yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan. Nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia. Yang dimaksud
dengan nilai total HPS adalah hasil perhitungan seluruh volume pekerjaan
27
dikalikan dengan harga satuan ditambah dengan seluruh beban pajak dan
keuntungan. Berdasarkan HPS yang ditetapkan oleh PPK (kecuali HPS untuk
kontes/sayembara), ULP/Pejabat Pengadaan mengumumkan nilai total HPS.
Rincian harga satuan dalam perhitungan HPS bersifat rahasia.
2.6.1 Komponen Harga Perkiraan Sendiri
HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead
yang dianggap wajar. Penyusunan HPS ini dikalkulasikan secara keahlian
berdasarkan data yang dapat dipertanggung jawabkan meliputi :
1. Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa di lokasi barang/jasa
diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan
barang/jasa;
2. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat
Statistik (BPS);
3. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait
dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
4. Daftar biaya/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor
tunggal;
5. Biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan
mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank
Indonesia;
7. Hasil perbandingan dengan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan
instansi lain maupun pihak lain;
28
8. Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana
(engineer’s estimate);
9. Norma indeks; dan/atau
10. Informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
2.6.2 Kegunaan dan Waktu Penetapan HPS
Kegunaan HPS adalah :
1. Alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;
2. Dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah;
3. Dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran
yang nilainya lebih rendah dari 80% (delapan puluh persen) nilai total HPS.
4. HPS bukan sebagai dasar untuk menentukan besaran kerugian negara.
Waktu Penetapan HPS :
a. Paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir
pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau
b. Paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir
pemasukan penawaran ditambah dengan waktu lamanya proses
prakualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
2.7 Teknik Sampling
2.7.1 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono, 2013). Bila hasil
penelitian akan digeneralisasikan (kesimpulan data sampel untuk populasi) maka
sampel yang digunakan sebagai sumber data harus representatif, hal ini dapat
29
dilakukan dengan cara mengambil sampel dari populasi secara random sampai
jumlah tertentu (Riduwan, 2009).
Dalam melaksanakan penelitian, walaupun tersedia populasi yang terbatas
dan homogen, ada kalanya peneliti tidak melakukan pengumpulan data secara
populasi, tetapi mengambil sebagian dari populasi yang dianggap mewakili
populasi (representatif). Hal ini berdasarkan pertimbangan yang logis, seperti
kepraktisan, keterbatasan biaya, waktu, tenaga dan adanya percobaan yang bersifat
merusak (destruktif). Dengan meneliti secara sampel diharapkan hasil yang telah
diperoleh akan memberikan kesimpulan dan gambaran yang sesuai dengan
karakteristik populasi. Jadi, hasil kesimpulan dari penelitian sampel dapat
digeneralisasikan terhadap populasi (Riduwan, 2009).
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulanya akan dapat
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul-betul representatif (mewakili) (Sugiyono, 2013).
Pengambilan data dalam penelitian dapat dilakukan dengan sampling.
Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel atau suatu cara
mengambil sampel yang representatif dari populasi. Ada dua macam teknik
pengambilan sampling dalam penelitian yang umum dilakukan (Riduwan, 2009)
yaitu :
1) Probability Sampling
Probability Sampling adalah teknik sampling untuk memberikan peluang yang
sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Yang tergolong teknik probability sampling yaitu :
30
a. Simple Random Sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota
populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan)
dalam anggota populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi
dianggap homogen (sejenis).
b. Proportionate Stratified Random Sampling adalah pengambilan sampel dari
anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional, dilakukan
sampling ini apabila anggota populasinya heterogen (tidak sejenis).
c. Disproportionate Stratified Random Sampling ialah pengambilan sampel
dari anggota populasi secara acak dan berstrata tetap sebagian ada yang
kurang proporsional pembagiannya, dilakukan sampling ini apabila anggota
populasinya heterogen (tidak sejenis).
d. Area Sampling/Cluster Sampling (sampling daerah/wilayah) ialah teknik
sampling yang dilakukan dengan cara mengambil wakil dari setiap wilayah
geografis yang ada.
2) Non Probability Sampling
Non Probability Sampling adalah teknik sampling yang tidak memberi
kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota
sampel. Antara lain :
a. Systematic Sampling ialah pengambilan sampel berdasarkan atas urutan dari
anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
b. Quota Sampling ialah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan
c. Accidental Sampling ialah penentuan sampel berdasarkan faktor
spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan
32
2.7.3 Skala Pengukuran Variabel
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan
untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur sehingga
alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data
kuantitatif.
2.7.3.1 Jenis Skala Pengukuran
Maksud dari skala pengukuran ini untuk mengklasifikasikan variabel yang
akan diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan
langkah penelitian selanjutnya.
Jenis -jenis skala pengukuran ada empat yaitu :
1. Skala Nominal
Skala nominal yaitu skala yang paling sederhana disusun menurut jenis atau
fungsi bilangan hanya sebagai simbol untuk membedakan sebuah karakteristik
dengan karakteristik lainnya.
Contoh data nominal :
Jenis kulit: Hitam (1), Kuning (2), Putih (3), angka 1, 2, 3 sebagai label saja
2. Skala Ordinal
Skala ordinal adalah skala yang didasarkan pada ranking diurutkan dari jenjang
yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya.
Contoh : Mengukur tingkat prestasi
3. Skala Interval
Skala interval adalah skala yang menunjukkan jarak antara satu data dengan
data yang lain dan mempunyai bobot yang sama.
Contoh : Skor ujian perguruan tinggi, A, B, C, D dan E
33
4. Skala Ratio
Skala ratio adalah skala pengukuran yang mempunyai nilai nol mutlak dan
mempunyai jarak yang sama. Misalnya umur manusia dan ukuran timbangan
keduanya tidak memiliki angka nol negatif.
2.7.3.2 Tipe Skala Pengukuran
Para ahli sosiologi membedakan dua tipe skala pengukuran menurut gejala
sosial yang di ukur, yaitu:
1. Skala pengukuran untuk mengukur perilaku susila dan kepribadian. Termasuk
dalam tipe ini adalah: skala sikap, skala moral, test karakter, skala partisipasi
sosial.
2. Skala pengukuran untuk mengukur berbagai aspek budaya lain dan lingkungan
sosial. Termasuk tipe ini adalah: skala sikap, skala mengukur status sosial
ekonomi, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, kemasyarakatan, kondisi
rumah tangga dan lain - lain.
Selanjutnya akan dibahas hanya tentang skala sikap. Ada lima macam skala sikap
yang sering dipergunakan dalam penelitian, yaitu (Riduwan, 2009) :
1. Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala
Likert ini maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan
(Sugiyono, 2013).
34
Jawaban setiap pertanyaan/pernyataan mempunyai gradasi dari sangat positif
sampai sangat negatif yang dapat berkata-kata antara lain:
a. Sangat Tinggi/Sangat Penting/Sangat Benar/Sangat Berpengaruh : 5
b. Tinggi/Penting/Benar/Berpengaruh : 4
c. Cukup Tinggi/Cukup Penting/ Cukup Benar/ Cukup Berpengaruh : 3
d. Rendah/Kurang Penting/Salah/Tidak Berpengaruh : 2
e. Sangat Rendah/Tidak Penting/Sangat Salah/Sangat Tidak Berpengaruh :1
Dengan demikian, semakin besar nilai yang di dapat individu, maka semakin
mempengaruhi nilai variabel yang bersangkutan.
2. Skala Guttman
Skala Guttman adalah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat
tegas, jelas dan konsisten. Misanya, yakin - tidak yakin, ya-tidak, benar-salah,
positif-negatif dan lain sebagainya.
3. Skala Simantict defferensial
Skala Simantict defferensial atau skala perbedaan semantic berisikan
serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub), seperti panas-dingin, popular-
tidak popular dan sebagainya.
4. Rating Scale
Dalam rating scale data mentah yang di dapat berupa angka kemudian
ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.
5. Skala Thurstone
Skala Thurstone meminta responden untuk memilih pertanyaan yang ia setujui
dari beberapa pertanyaan yang menyajikan pandangan yang berbeda - beda.
35
Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara 1 sampai dengan
10, tetapi nilai-nilainya tidak diketahui oleh responden.
2.8 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian harus berkualitas yang sudah distandarkan sesuai
dengan kriteria teknik pengujian validitas dan reliabilitas. Sebelum instrumen/alat
ukur digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, maka perlu dilakukan uji
coba kuesioner untuk mencari kevalidan dan reliabilitas alat ukur tersebut.
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengukur apa yang hendak di ukur. Instrumen yang reliabel berarti instrument
yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan
menghasilkan data yang sama. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan
pada suatu kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut. Sedangkan suatu kuisioner dikatakan reliabel (andal) jika
jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu.
Dengan menggunakan instrumen yang valid dan realibel dalam
pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan
realibel. Jadi instrument yang valid dan realibel merupakan syarat untuk
mendapatkan hasil penelitian yang valid dan realibel.
Pengujian validitas dan reliabilitas adalah proses menguji butir-butir
pertanyaan yang ada dalam sebuah angket, apakah isi dari butir pertanyaan tersebut
sudah valid dan reliabel. Analisis dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu,
baru diikuti oleh uji reliabilitas. Jadi jika sebuah butir tidak valid, baru otomatis
36
dibuang. Butir-butir yang sudah valid baru kemudian secara bersama diukur
reliabilitasnya.
2.8.1 Uji Validitas
Uji validitas sering digunakan untuk mengukur ketepatan suatu item dalam
kuesioner, apakah item-item pada kuesioner tersebut sudah tepat dalam mengukur
apa yang ingin diukur. Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau
dukungan terhadap item total (skor total). Perhitungan dilakukan dengan cara
mengkorelasikan antara skor item dengan skor total item. Dari hasil perhitungan
korelasi akan didapat suatu koefisien korelasi yang digunakan untuk mengukur
tingkat validitas suatu item dan untuk menentukan apakah suatu item layak
digunakan atau tidak. Pada program Statistical Package for the Social Sciences
(SPSS) teknik pengujian yang sering digunakan untuk uji validitas adalah
menggunakan korelasi Bivariate Pearson (Produk Momen Pearson) dan Corrected
Item-Total Correlation (Priyatno, 2010).
Pada uji validitas dengan menggunakan Corrected Item-Total Correlation
dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor total item dengan
skor total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang over
estimasi (estimasi nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya). Atau dengan kata
lain, analisis ini menghitung korelasi tiap item dengan skor total tetapi skor total ini
tidak termasuk skor item yang akan dihitung. Kriteria pengujian adalah sebagai
berikut:
a. Jika Rhitung ≥ Rtabel maka instrumen atau item pertanyaan berkorelasi
signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid)
37
b. Jika Rhitung < Rtabel maka instrumen atau item pertanyaan tidak berkorelasi
signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid) (Priyatno, 2010)
Ketentuan nilai r tidak lebih dari harga ( -1 ≤ r ≤ +1 ) :
1. Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna
2. r = 0 artinya tidak ada korelasi
3. r = 1 berarti korelasinya sangat kuat.
(Riduwan, 2009 ).
Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item yang akan digunakan,
biasanya dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05,
artinya suatu item dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor total.
Untuk pembahasan ini dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi dengan kriteria
r kritis pada taraf signifikansi 0,05 atau 5%. Dibawah ini Tabel nilai r Product
Moment.
Tabel 2.1Nilai – Nilai r Product Moment
NTaraf Signifikan
5%N
Taraf Signifikan5%
NTaraf Signifikan
5%
3 0,997 27 0,381 56 0,2634 0,950 28 0,374 60 0,2545 0,878 29 0,387 65 0,2446 0,811 30 0,361 70 0,2357 0,754 31 0,355 75 0,2278 0,707 32 0,349 80 0,2209 0,688 33 0,344 85 0,213
10 0,632 34 0,339 90 0,20711 0,602 35 0,334 95 0,20212 0,576 36 0,329 100 0,19513 0,553 37 0,325 125 0,17614 0,532 38 0,320 150 0,15915 0,514 39 0,316 175 0,14816 0,497 40 0,312 200 0,13817 0,482 41 0,308 300 0,11318 0,468 42 0,304 400 0,09819 0,458 43 0,301 500 0,088
38
Lanjutan Tabel 2.1Nilai – Nilai r Product Moment
NTaraf Signifikan
5%N
Taraf Signifikan5%
NTaraf Signifikan
5%
20 0,444 44 0,297 600 0,08021 0,433 45 0,294 700 0,07422 0,423 46 0,291 800 0,07023 0,413 47 0,288 900 0,06524 0,404 48 0,284 1000 0,06225 0,396 49 0,28126 0,388 50 0,279
Sumber: Sugiyono, 2013
Signifikansi artinya meyakinkan atau berarti dalam penelitian mengandung
arti bahwa hipotesis yang telah terbukti pada sampel dapat diberlakukan pada
populasi. Jika tidak signifikan berarti kesimpulan pada sampel tidak berlaku pada
populasi (tidak ada generalisasi) atau hanya berlaku pada sampel saja. Tingkat
signifikansi 5% atau 0,05 artinya kita mengambil risiko salah dalam mengambil
keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya 5% dan benar
dalam mengambil keputusan sedikit-dikitnya 95% (tingkat kepercayaan). Atau
dengan kata lain kita percaya bahwa 95% dari keputusan untuk menolak hipotesa
yang salah dan benar. Ukuran 0,05 atau 0,01 adalah ukuran yang umum sering
digunakan dalam penelitian. Taraf kesalahan yang lebih kecil atau lebih teliti
biasanya digunakan untuk penelitian-penelitian tertentu, misalnya untuk meneliti
makanan, minuman atau obat (Priyatno, 2010).
2.8.2 Uji Realibilitas
Reliabilitas adalah keandalan/konsistensi alat ukur (keajegan alat ukur)
tersebut dalam mengukur apa yang hendak diukur, artinya kapanpun alat ukur itu
digunakan akan memberikan hasil yang sama. Sehingga reliabilitas merupakan
ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang
40
Metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala Alpha Cronbach 0
sampai 1. Jika skala itu dikelompokan kedalam lima kelas dengan ring yang sama,
maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterprestasikan sebagai berikut :
1. Nilai alpha Cronbach 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel
2. Nilai alpha Cronbach 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel
3. Nilai alpha Cronbach 0,42 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel
4. Nilai alpha Cronbach 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel
5. Nilai alpha Cronbach 0,81 s.d. 1,00, berarti sangat reliabel
(Triton, 2005).
Metode alpha Cronbach untuk menentukan apakah setiap instrumen
reliabel atau tidak, dengan memanfaatkan bantuan dari software SPSS yang mampu
melakukan perhitungan lebih cepat dan akurat. Instrumen dikatakan reliabel apabila
nilai Alpha Cronbach ≥ 0,6.
2.9 Analisis Statistik
2.9.1 Analisis Deskriptif
Menurut Sugiyono (2013), statistik deskriptif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Statistik deskriptif
dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak
ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil.
Statistik deskriftif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan
penyajian data sehingga menaksir kualitas data berupa jenis variabel, ringkasan
41
statistik (mean, median, modus, standar deviasi, frequencies, etc). Modus
digunakan untuk memperoleh jumlah data pada nilai-nilai sebuah variabel tunggal.
2.9.2 Analisis Faktor (FaktorAnalysis)
Faktor analisis termasuk variasi seperti analisis komponen dan faktor
analisis umum adalah pendekatan statistik yang dapat digunakan untuk
menganalisis hubungan diantara beberapa variable dan menjelaskan variabel-
variabel ini dalam keadaan umumnya berdasarkan dimensi (faktor). Tujuannya
adalah untuk mencari cara menyingkat informasi yang terdapat dalam beberapa
variabel asal menjadi serangkaian variabel yang lebih kecil (faktor) dengan
meminimalkan kehilangan informasi (Hair dkk, 1995) dalam (Yamin dan
Kurniawan, 2009).
Faktor analisis adalah salah satu keluarga analisis multivariat yang
bertujuan untuk meringkas atau mereduksi variabel amatan secara keseluruhan
menjadi beberapa variabel atau dimensi baru, akan tetapi variabel atau dimensi
baru yang terbentuk tetap mampu mempresentasikan variabel utama. Dalam
analisis faktor dikenal ada dua pendekatan utama, yaitu exploratory factor analysis
dan confirmatory factor analysis. Kita menggunakan exploratory factor analysis
bila banyaknya faktor yang akan terbentuk tidak ditentukan terlebih dahulu.
Sebaliknya confirmatory factor analysis digunakan apabila faktor yang terbentuk
telah ditetapkan terlebih dahulu (Yamin dan Kurniawan, 2009).
Secara prinsip, analisis faktor mencoba menemukan hubungan (inter-
relationship) antar sejumlah variable-variabel yang awalnya saling independen satu
dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang
lebih sedikit dari jumlah variabel awal (Santoso, 2012).
42
Oleh karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi -
asumsi terkait dengan korelasi yang akan digunakan (Santoso, 2012) antara lain:
1. Besar korelasi atau korelasi antar independen variabel harus cukup kuat,
misalnya diatas 0,5.
2. Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap tetap
variabel yang lain, justru harus kecil. Pada SPSS, deteksi terhadap korelasi
parsial diberikan lewat pilihan Anti-Image Correlation.
3. Pengujian seluruh matrik korelasi (korelasi antar variabel) yang diukur
dengan besaran Bartlett Test of Sphericity atau Measure Sampling Adequancy
(MSA). Pengujian ini mengharuskan adanya korelasi yang signifikan diantara
paling sedikit beberapa variabel.
Selain asumsi diatas dapat juga dilihat nilai determinant of corelation
matrix, dimana nilai determinan yang mendekati nol menunjukkan bahwa korelasi
antara variabel mempunyai nilai koefisien korelasi antar variabel yang cukup
tinggi.
Berikut tahapan analisis faktor adalah sebagai berikut (Santoso, 2012) :
1. Menilai variabel yang layak
Tahap pertama pada analisis faktor adalah menilai mana saja variabel yang
dianggap layak (appropriateness) untuk dimasukkan dalam analisis
selanjutnya. Pengujian ini dilakukan dengan memasukkan semua variabel
yang ada, kemudian pada variabel – variabel tersebut dikenakan sejumlah
pengujian. Logika pengujian adalah jika sebuah variabel memang
mempunyai kecenderungan mengelompok dan membentuk sebuah faktor,
maka variabel tersebut akan mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan
43
variabel lain. Sebaliknya, variabel dengan korelasi yang lemah dengan
variabel lain cenderung tidak akan mengelompok dalam faktor tertentu.
Beberapa pengukuran yang dapat dilakukan antara lain dengan
memperhatikan, angka Kaiser Meyer Oikin (KMO) and Bartlett’s test dan
nilai Measure of Sampling Adequancy (MSA)
a. Kaiser Meyer Oikin (KMO)
Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah
terambil telah cukup untuk difaktorkan. Nilai KMO harus lebih besar
dari 0,5 dengan signifikansi < 0,05 memberikan indikasi bahwa korelasi
diantara pasangan variabel dapat dijelaskan oleh variabel lainnya,
sehingga analisis faktor layak digunakan. Sebaliknya nilai KMO yang
lebih kecil dari 0,5 memberikan indikasi bahwa korelasi diantara
pasangan - pasangan variabel tidak dapat dijelaskan oleh variabel lainnya
sehingga analisis faktor tidak layak digunakan.
b. Measure of Sampling adequacy (MSA)
Tujuan pengukuran MSA adalah untuk menentukan apakah proses
pengambilan sampel telah memadai atau tidak. Angka MSA berkisar
antara 0 sampai 1 dengan kriteria yang digunakan sebagai interpretasi
adalah:
1. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa
kesalahan oleh variabel yang lain.
2. Jika MSA > 0,5, maka variabel tersebut dapat diprediksi dan bisa
dianalisis lebih lanjut.
44
3. Jika MSA < 0,5 variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa
dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya
(Santoso, 2012).
Apabila dalam pengujian ada variabel dengan nilai MSA dibawah 0,5
maka variabel tersebut dikeluarkan dan dilakukan pengujian ulang.
Seandainya ada lebih dari satu variabel yang mempunyai MSA dibawah
0,5 maka yang dikeluarkan adalah variabel dengan MSA terkecil.
Kemudian proses pengujian tetap diulang lagi.
2. Susun ekstraksi variabel
Setelah sejumlah variabel terpilih maka dilakukan ekstraksi terhadap variabel
- variabel tersebut sehingga terbentuk beberapa kelompok faktor. Metode
yang digunakan adalah Principal Component Analysis (PCA). Penentuan
terbentuknya jumlah kelompok faktor dilakukan dengan melihat nilai eigen
(Eigen value) yang menyatakan kepentingan relatif masing - masing faktor
dalam menghitung varian dari variabel - variabel yang dianalisis. Eigen value
dibawah 1 tidak dapat digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang
terbentuk.
3. Rotasi kelompok faktor
Setelah faktor – faktor terbentuk, dengan sebuah faktor berisi sejumlah
variabel, mungkin saja sebuah variabel sulit untuk ditentukan akan masuk ke
dalam faktor yang mana. Atau, jika yang terbentuk dari proses faktoring
hanya satu faktor, bisa saja sebuah variabel diragukan apakah layak
dimasukkan dalam faktor yang terbentuk atau tidak. Untuk mengatasi hal
tersebut, bisa dilakukan proses rotasi pada faktor yang terbentuk, sehingga
45
memperjelas posisi sebuah variabel, apakah dimasukkan pada faktor yang
satu atau kefaktor lainnya. Beberapa metode rotasi yang popular dilakukan:
a. Orthogonal Rotation, yakni memutar sumbu 90°. Proses rotasi dengan
metode orthogonal masih bisa dibedakan menjadi: Quartimax, Varimax
dan Equimax.
b. Oblique Rotation, yakni memutar sumbu ke kanan, namun tidak harus
90°. Poroses rotasi dengan metode oblique masih bisa dibedakan menjadi
oblimin, promax, orthoblique dan lainnya.
Metode varimax adalah metode yang paling sering digunakan dalam praktik.
Angka loading faktor menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel
dengan faktor-faktor yang terbentuk. Proses penentuan variabel mana akan
masuk ke faktor yang mana dilakukan dengan melakukan perbandingan besar
korelasi antara variabel dengan faktor yang terbentuk. Variabel dengan faktor
loading dibawah 0,5 dikeluarkan dari model.
4. Menamakan kelompok faktor
Pada tahap ini, faktor – faktor yang terbentuk diberikan nama berdasarkan
faktor loading suatu variabel terhadap faktor terbentuknya. Analisa faktor
tidak menentukan nama tiap faktor dan konsep untuk faktor-faktor yang
dihasilkan sehingga penamaan faktor dalam analisis faktor bersifat subyektif.
Nama dan konsep atau makna tiap faktor bisa ditentukan berdasarkan teori
Surrogate atau bisa diberi nama sesuai dengan variabel tersebar yang
berkelompok pada faktor tersebut.
46
2.9.3 Analisis Korelasi Product Moment
Korelasi produk moment merupakan suatu teknik korelasi yang digunakan
untuk mencari hubungan dan pembuktian hipotesis hubungan dua variabel
(Sugiyono 2013). Untuk mendapatkan nilai hubungan kedua variabel tersebut atau
nilai koefisien korelasi sampel dapat digunakan rumus
)YX(
XYrxy
22............................................................... (2.3)
Dimana :
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan y
X = deviasi rata-rata variabel X = (Xi- X)
Y = deviasi rata-rata variabel Y = (Yi-Y)
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi tersebut,
dibandingkan dengan tabel interpretasi nilai r
Bila sekaligus untuk menghitung persamaan regresi digunakan rumus
]y)(y][n)x(x[n
y)x)((xynrxy
2222......................... (2.4)
Dimana
rxy = koefisien korelasi
x = variabel bebas
y = variabel terikat
n = jumlah sampel
Korelasi Product moment dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak
lebih dari harga (-1≤ r ≤ +1) apabila nilai r = -1 berarti korelasinya negatif
47
sempurna, apabila nilai r = 0 berarti tidak ada korelasi dan bila r = 1 berarti
korelasinya sangat kuat.
Berikut rumus uji signifikansi korelasi product momen
2r1
2nrt
............................................................. (2.5)
Dimana :
t = nilai t hitung
r = nilai koefisien korelasi hasil r hitung
n = jumlah sampel
Distribusi hasil perhitungan (t) atau harga t hitung untuk kesalahan
(α) = 5% uji dua pihak dan derajat kebebasan (dk) = n-2 memiliki kaedah
keputusan yaitu jika t hitung > t tabel berarti valid dan apabila sebaliknya t hitung <
t tabel berarti tidak valid.
2.10 Penelitian – Penelitian Sebelumnya.
Yuniawati dan Yessy (2005) meneliti faktor – faktor yang mempengaruhi
kontraktor untuk mengikuti tender yang berlokasi di Kota Surabaya. Sampel yang
dipilih fokus pada kontraktor dengan kualifikasi menengah dan besar. Dengan
menggunakan analisis deskriptif dan analisis varian, disimpulkan faktor-faktor
yang paling mempengaruhi keputusan kontraktor untuk mengikuti tender adalah
kemampuan finansial owner, identitas owner,nilai kontrak, ketersediaan proyek,
hubungan dengan owner, fluktuasi harga material dan kelengkapan dokumen.
Suciptapura (2012), meneliti partisipasi kontraktor di kota Denpasar dalam
lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik. Sampel yang
dipilih mencakup semua kualifikasi kontraktor dari kualifikasi kecil, menengah dan
48
besar. Variabel yang dipakai dibagi menjadi dua kelompok yaitu kondisi lelang
secara umum dan kondisi lelang elektronik, dengan menggunakan analisis
deskriptif dan analisis faktor menghasilkan faktor dominan yang mempengaruhi
partisipasi kontraktor di kota Denpasar adalah tingkat kesulitan konstruksi proyek,
tingkat keselamatan dan keamanan selama proses pekerjaan, tingkat kepercayaan
diri perusahaan dalam melaksanakan proyek, ketersediaan pekerja proyek, beban
proyek yang sedang dilaksanakan selama lelang berlangsung dan ketersediaan sub
kontraktor yang kompeten di bidangnya.
top related