2010-plbhn-4.pdf
Post on 24-Sep-2015
11 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
74
4.1. PENGANTAR
Terminal general cargo digunakan untuk menangani bongkar/muat general
cargo dan umumnya merupakan terminal tertua yang ada dalam lingkungan
suatu pelabuhan sesuai sejarah jenis muatan yang lebih dulu berkembang.
Saat ini sebagian besar muatan general cargo beralih ke peti kemas, sehingga
volume lalu lintas general cargo mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Perencanaan terminal general cargo dapat dilakukan pada terminal yang
sudah ada berupa modifikasi fasilitas atau berupa pembangunan terminal
baru sama sekali. Pada beberapa terminal general cargo yang sudah
terbangun (terutama pembangunan pada masa penjajahan Belanda)
umumnya tidak dipersiapkan untuk mengantisipasi penggunaan crane darat
(gantry crane), sehingga operasional terminal hanya dapat menggunakan
crane kapal (ships gear) atau memakai tenaga manusia. Untuk itu
perencanaan terminal baru harus memperhatikan perkembangan teknologi
bongkar/muat dan prosedur operasional yang akan diterapkan. Perencanaan
terminal juga harus memerhatikan prosedur penanganan muatan baik mulai
diturunkan dari kapal hingga keluar terminal maupun sebaliknya. Dan alur
perjalanan peralatan dan pergantian penggunaan alat pada masing-masing
tahap penanganan muatan merupakan tahap penting dalam perencanaan
terminal.
-
75
4.2. ARUS MUATAN
Gambar 4.1 menunjukkan arus muatan dalam proses pengangkutan muatan
general cargo.
Untuk dapat melakukan proses secara baik dibutuhkan fasilitas bangunan dan
peralatan dalam jumlah dan ukuran yang memadai.
Gambar 4.1. Arus muatan di Terminal General Cargo
4.3. TATA LETAK FASILITAS BANGUNAN
Gambar 4.2. menunjukkan garis besar kebutuhan dimensi areal terminal
general cargo untuk kapal dari laut, bukan kapal dari sungai (inland water
transport).
KAPAL
DERMAGA
PENGIRIMAN
LANGSUNG
GUDANG
LINI I
LAPANGAN
PENUMPUKAN
GUDANG LINI II
CONSIGNEES
SHIPPERS
-
76
a. Berdasar gambar tersebut tampak ukuran apron yang dibutuhkan minimal
25 m, padahal di sebagian besar terminal general cargo di Indonesia masih
berukuran dibawah 15 m. Hal ini menjadi hambatan untuk pengoperasian
gantry crane ataupun multi purpose crane (Gambar 4.4), sebagai gantinya
umumnya dioperasikan mobile crane (Gambar 4.4) dibantu forklift
(Gambar 4.5) dan trailer (Gambar 4.6). Adanya peralatan-peralatan ini
membantu meningkatkan daya tampung terminal, sebagai contoh bila
tidak menggunakan peralatan (pakai tenaga manusia) kecepatan
bongkar/muat hanya mencapai 17 ton/gang/jam, sedang dengan
peralatan yang memadai bisa menjadi 40 ton/gang/jam disamping itu
jumlah orang per gang bisa dikurangi misal dari 8 orang menjadi cukup 4
orang.
b. Lebar gudang lini I : (gudang sementara posisi di depan dermaga)
Untuk bangunan gudang tua di Indonesia (bangunan sekitar tahun 1970
kebawah), umumnya mempunyai lebar 20 40 m dengan sistem struktur
rangka. Lebar 50 m merupakan ukuran yang lebih baik karena
didalamnya peralatan bongkar/muat dapat bergerak secara leluasa, dan
lebih efisien lagi bila digunakan struktur kuda-kuda Plate girder
sehingga atap lebih tinggi, dan luasan tambahan dapat dimanfaatkan.
Ukuran lebar gudang terbesar sekitar 70 m, sedang panjangnya bervariasi
tergantung kebutuhan ukuran luas gudang sebaiknya gudang tidak terlalu
panjang agar manuver truk-trailer keluar/masuk dermaga mudah.
Kebutuhan luasan gudang, penentuan kebutuhan luasnya sama dengan
lapangan penumpukan.
Luas yang dibutuhkan dapat dihitung sebagaimana berikut:
f1 * f2 * T * t Agd= ----------------------- dimana:
m * h * * 365
-
77
f1 = perbandingan luas bersih yang ditempati muatan dibanding luas
kotor yaitu seluruh areal yang dibutuhkan untuk manuver peralatan dan
pengangkatan barang per ton barang = 1,5
f2 = cadangan luasan untuk barang berserakan dan barang rusak = 1,2
T = tonase muatan melalui gudang [ton/tahun]
t = waktu penimbunan rata-rata [hari]
m = prosentase pemakaian rata-rata dalam setahun
h = tinggi timbunan rata-rata [m]
= berat jenis barang rata-rata = 1,2 t/m2
Disamping dengan perhitungan diatas dapat juga digunakan pendekatan
dengan menghitung kebutuhan luas lahan untuk masing-masing jenis
muatan yang memiliki densitas atau kerapatan berbeda sebagai mana
tabel 4.1. dibawah. Setiap muatan dapat ditumpuk dengan ketinggian
maksimum sesuai daya jangkau forklift sekitar 6 m dan kemampuan
muatan untuk untuk ditumpuki.
Tabel 4.1. Densitas berbagai jenis muatan
-
78
c. Jarak daerah untuk bongkar/muat isi truk adalah 40 m sampai 45 m.
Pada daerah ini lantai gudang dibuat lebih tinggi 1 sampai 1,2 m dari
elevasi jalan agar lalu lintas pemuatan atau penurunan barang dapat
berlangsung mudah (periksa Gambar 4.2.C)
d. Jalan raya selebar minimal 7 m (2 jalur) untuk satu arah, lebar maksimum
10 m. Sistem perkerasan yang disarankan adalah Perkerasan Berat (heavy
duty pavement), dan yang banyak digunakan sekarang ini adalah paving
block dari beton berkekuatan tinggi (fc =minimal 450 kg/cm2).
e. Lapangan Penumpukan diadakan bila dibutuhkan berdasar perhitungan
subbab 2.4. Lebar maksimal disarankan 70 m dari struktur beton cor
setempat dengan kekuatan tinggi, atau cukup tanah diperkeras sehingga
tidak becek pada waktu hujan.
f. Jalan raya, bisa digabung dengan d) bila volume lalu lintas sedikit.
g. Loading area disisi ini dapat diadakan atau ditiadakan bergantung
ada/tidak jalan raya, bila jalan raya f) tidak ada maka g) tidak perlu ada.
h. Posisi gudang lini II atau disebut Warehouse sebagai gudang untuk
penyimpanan jangka waktu panjang. Ketentuan ukuran sama dengan b).
i. Loading area disisi ini dapat diadakan atau ditiadakan bergantung
ada/tidak jalan raya dan jalan kereta api, bila jalan raya j) dan jalan kereta
api k) tidak ada maka i) tidak perlu ada, tetapi bila salah satu ada maka i)
harus ada.
j. Jalan raya, bisa digabung dengan d) bila volume lalu lintas sedikit.
k. Jalan kereta api diperlukan untuk mengurangi beban jalan raya dan untuk
angkutan jarak jauh. Lebar bervariasi maksimum 25 m untuk double
tracks.
Gambar 4.7 menunjukkan tata letak terminal general cargo dengan
pengaturan model lama di Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin.
Gambar 4.8 menunjukkan penyusunan tata letak terminal dengan pengaturan
modern dan perkiraan kebutuhan luas lahannya.
-
79
Terminal modern untuk general cargo biasanya dimodifikasi juga sebagai
terminal multipurpose untuk mengantisipasi container tetapi dalam jumlah
sedikit, lihat gambar 4.9.
4.4. KEBUTUHAN PERALATAN
Peralatan operasional bongkar/muat semakin menjadi kebutuhan utama
sebagai konsekuensi peningkatan arus bongkar/muat dan kebutuhan untuk
meningkatan kecepatan penanganan bongkar/muat.
Investasi pada peralatan ini memang membutuhkan biaya besar dan
manajemen yang teliti dan terampil, namun merupakan satu-satunya jalan
untuk meningkatkan kapasitas dan daya tampung pelabuhan.
Pengadaan peralatan harus dipertimbangkan dengan seksama dan
pengadaannya seoptimal mungkin. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pengadaan peralatan meliputi:
- Kapasitas alat sesuai yang dibutuhkan, terutama daya angkat dan
daya jangkau, serta kecepatan bergerak dan memindah barang.
- Ukuran badan alat, harus dipilih sesuai ruangan tempat alat
dioperasikan, misal untuk operasi masuk ke gudang harus forklift
yang tidak lebar dengan daya angkat garpu (mast height) cukup
tinggi.
- Type dan modifikasi model garpu (fork) disesuaikan kebutuhan,
misal bentuk lurus untuk mengangkat pallet, bentuk clam (dijepit)
untuk drum atau prestrapped cargo, dan bentuk mencengkeram
untuk pipa atau kayu gelondongan
- Kekuatan mesin dan kemampuan fisik peralatan
Untuk penentuan jumlah alat harus dibandingkan antara pengeluaran
terhadap pemasukan. Pengeluaran terdiri dari harga alat, biaya operasional,
perawatan, dan kebutuhan jumlah operator, sedang pemasukan terdiri dari
produktivitas muatan yang dapat ditangani dan perkiraan harga depresiasi
alat.
-
80
Penyediaan peralatan yang mencukupi merupakan bagian dari rangkaian
kinerja operasional yang menentukan nilai akhir kinerja yang digunakan.
Penggunaan gantry crane:
Harga antara USD 600.000 (kapasitas per sekali angkat 12 ton) sampai
USD 900.000 (kapasitas 16 20 ton).
Waktu per siklus kerja pengangkatan (cycle time) 4 sampai 6 menit.
Perhitungan kapasitas rata-rata alat/jam (Ca) = Kapasitas rata-
rata/angkatan (Cc) dikalikan jumlah rata-rata angkutan/jam (n).
Ca = Cc *n
Kebutuhan jumlah Crane (N) = target kapasitas bongkar/muat rata-
rata perjam (Cd) dibagi kapasitas rata-rata alat/jam (Ca).
N = Cd/Ca
Bila tidak digunakan gantry crane digunakan ships gear tetapi karena
kapasitasnya terbatas maka seluruh sistem dihitung berdasar kapasitas
peralatan ini.
Bila digunakan Mobile crane yang harganya sekitar USD 2 sampai 2,5
Juta dengan kapasitas maksimum 38 ton dan cycle time sekitar 5
menit.
Penggunaan Forklift:
Harga antara USD 10.000 (kapasitas per sekali angkat 2,5 ton) sampai
USD 60.000 (kapasitas 10 ton).
Waktu per siklus kerja pengangkatan (cycle time) sangat bervariasi
tergantung jarak dermaga ke posisi penimbunan.
Perhitungan kapasitas rata-rata alat/jam (Ca) = Kapasitas rata-
rata/angkatan (Cc) dikalikan jumlah rata-rata angkutan/jam (n).
Ca = Cc *n
Kebutuhan jumlah Forklift (N) = target kapasitas bongkar/muat rata-
rata perjam (Cd) dibagi kapasitas rata-rata alat/jam (Ca).
N = Cd/Ca
Peralatan forklift ini bervariasi antara daya angkut dan bentuk
garpunya, lihat gambar 4.5.
-
81
Penggunaaan variasi peralatan juga perlu diperhitungkan lebih detil dengan
memperhitungkan berbagai kombinasi jumlah dan jenis masing-masing
peralatan sehingga menghasilkan biaya operasional dan biaya pembelian alat
paling ekonomis.
4.5. KINERJA OPERASIONAL
Dalam penentuan kebutuhan berbagai fasilitas di pelabuhan seluruh
perhitungan bergantung pada perkiraan volume arus muatan yang akan lewat
dan perkiraan kapasitas masing-masing fasilitas.
Untuk penentuan arus muatan ini membutuhkan penelitian mendalam
terhadap berbagai kondisi menyangkut muatan yang akan dilayani oleh
pelabuhan tersebut, tidak hanya statistik tetapi juga pengetahuan yang luas
terhadap kondisi ekonomi, keuangan, politik dan bahkan kondisi sosial dalam
produksi pengiriman barang.
Sedangkan untuk penentuan kapasitas masing-masing fasilitas dapat
dilakukan langsung dengan pengamatan Lapangan terhadap kegiatan
operasional, hasil ini merupakan ukuran resmi dari kinerja dan keberhasilan
operasional suatu pelabuhan.
Hal-hal yang menjadi tolok ukur kinerja operasional pelabuhan meliputi:
- produktivitas diukur dari kemampuan kerja per gang dengan
satuan ton/gang/jam, dimana besarnya tergantung jenis muatan
yang ditangani dan penggunaan peralatan.
- Jumlah gang dibutuhkan oleh setiap kapal secara rata-rata,
besarnya akan bervariasi terhadap ukuran kapal dan jumlah
peralatan yang dioperasikan di Lapangan.
- Jumlah jam kerja efektif per tahun, tergantung kebiasaan hidup
pekerja(santai/bekerja keras), hari-hari libur nasional, dan jumlah
shift kerja dalam sehari.
-
82
- Tingkat penggunaan dermaga (=Berth Occupancy Ratio = BOR)
adalah prosentase rata-rata penggunaan dermaga (jam) terhadap
keberadaannya dalam setahun (=24*465 jam).
- Tingkat penggunaan gudang (=Shed Occupancy Ratio = SOR)
adalah prosentase rata-rata penggunaan gudang (jam) terhadap
keberadaannya dalam setahun (=24*465 jam).
- Tingkat penggunaan Lapangan penumpukan (=Yard Occupancy
Ratio = YOR) adalah prosentase rata-rata penggunaan Lapangan
penumpukan (jam) terhadap keberadaannya dalam setahun
(=24*465 jam).
- Berth through put (=BTP) adalah arus muatan rata-rata yang dapat
ditangani melalui suatu dermaga per satuan waktu atau per tahun,
dan meliputi semua jenis muatan yang diangakut melintasi tepi
dermaga dari kapal ke darat atau sebaliknya. Jadi dalam
perhitungan ini tidak dibedakan antara muatan yang hanya transit
sebentar dengan muatan yang akan masuk ke suatu negara secara
permanen. Perhitungan dibedakan antara berbagai jenis terminal
dan dihitung per dermaga atau per m panjang dermaga, satuan
[ton/dermaga/tahun] atau [ton/m/tahun] [ton/dermaga/jam].
BTP = {Jumlah jam kerja efektif/tahun * BOR* Jumlah gang *
produktivitas}/ Panjang 1 dermaga [ton/m/tahun].
- Shed through put (= STP) adalah arus muatan rata-rata yang dapat
ditangani oleh gudang per satuan waktu atau per tahun.
Perhitungan per gudang atau per m2, satuan [ton/gudang/tahun]
atau [ton/m2/tahun].
- Yard throughput (=YTP) adalah arus muatan rata-rata yang dapat
ditangani oleh Lapangan penumpukan per satuan waktu atau per
tahun. Perhitungan per m2 luasan Lapangan penumpukan, satuan
[ton/m2/tahun].
-
83
4.6. OPTIMASI PANJANG DERMAGA
Penentuan jumlah dermaga dapat dihitung dengan memperhatikan
pendekatan sederhana, atau teory antrian atau dengan metode simulasi.
Dalam bahasan ini akan dibahas metode pendekatan sederhana dengan
memasukkan unsur BOR ideal yang berarti sudah mempertimbangkan
pengaruh antrian kapal terhadap jumlah dermaga.
Maka dengan mempelajari tolok ukur kinerja yang ideal dapat ditentukan
apakah jumlah dermaga yang akan disediakan tersebut mencukupi atau tidak
atau bahkan berlebihan. Sehingga selanjutnya dapat dilakukan optimasi
jumlah fasilitas yang akan dibangun.
Rekomendasi UNCTAD mengenai jumlah dermaga dan BOR ideal adalah
sebagai berikut:
Jumlah dermaga 1, BOR = 30%.
Jumlah dermaga 2, BOR = 50%.
Jumlah dermaga 3, BOR = 65%.
Bila digunakan pendekatan perhitungan sederhana, maka penentuan
kebutuhan jumlah dermaga, n, dapat dihitung dengan rumus:
N = V / BTP
dimana:
V = Volume lalu lintas muatan/tahun
BTP = {Jumlah jam kerja efektif/tahun * BOR* Jumlah gang *
produktivitas} [ton/dermaga/tahun].
Selanjutnya studi optimasi diperlukan untuk membandingkan antara biaya
investasi dan pendapatan paling optimal. Disamping itu dari sisi pengguna
jasa fasilitas (user), studi optimasi juga diperlukan agar user tidak dirugikan
terutama akibat antrian terlalu lama atau dampak-dampak lainnya.
-
84
Prosedur optimasi ini dapat dilakukan menggunakan metode analitis berdasar
teori antrian, atau menggunakan model numerik berdasar simulasi logistik
dengan program PROSIM, PORTSIM,dsb.
Untuk itu lebih lanjut perlu dipelajari mengenai distribusi kedatangan kapal
dalam fungsi waktu dan variasi waktu pelayanan (service time) serta variasi
waktu tunggu kapal (waiting time) dan biaya yang ditanggung perusahaan
pelayaran akibat kehilangan waktu tersebut.
-
85
a b c d e f g h i j k
A) Konfigurasi tata letak
6 m
B) Peninggian lantai di posisi c dan i
Kantilever atap 5 m
15 m
min. 30 m
C) Tampak atas kebutuhan ruang manuver trailer
Gambar 4.2. Tata letak Fasilitas terminal general cargo
1 1,2 m
-
86
6 units 1964 BM-TITAN BM K4001/2 & 4
capacity 6 t - rail mounted harbour shore cranes
Capacity - reach 5 t @ 46 m, 6 t @
42 m
Track width 6 metres
Boom reach 10 to 46 metres
Hook hoisting height 26.5 metres
above rails
14.5 metres
below rails
Speeds: Hoisting 4 t-75 m/min 5 t-60 m/min Slewing 1.1 to 2 rpm
Boom hoisting 50 m/min Crane travel 18 m/min
Power: Tension 4 x 480 Volts AC AC/DC converters Ward Leonard
Hoisting 140 Amps Slewing 84 Amps
Boom hoisting 84 Amps Crane travel 25 Amps
Vertical wheel pressure 41 t
Crane weight 127 t
Crane travel distance 2 x 40 metre
Gambar 4.4. Contoh Gantry crane
-
87
1994 GOTTWALD HMK 280 E rubber tyred
mobile harbor crane - only 1400 hours
Capacity Standard 57.4 short tons
\ Heavy cargo 110.2 short tons (max)
Engine Diesel 857-1261 HP @ 1800 rpm
Working speeds Hoisting/Lowering max. 240 (494) ft/min
\ Slewing max. 1.4 rpm
\ Luffing max. 207 ft/min
\ Traveling max. 262 ft/min
Hoisting height above/below ground 98.4 ft / 49.2ft
Turning radius inner / outer 27.9 ft / 59.7 ft
Axles 6 (all steerable) of which 2 driving
Chassis Length X Width 68.9 ft X 22.4 ft
Total weight
464.7 short tons
Gambar 4.4 - Contoh Spesifikasi Multipurpose - Mobile Crane Atas : Merk Gottwald - Type MHK 280-E Bawah : Merk Gottwald - Type MHK 280-69
-
88
Gambar 4.5 Berbagai Macam Type Forklift untuk berbagai Jenis Kemasan
-
74
Gambar 4.7 - Tata letak terminal general cargo di Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin.
-
74
Gambar 4.8.a - Tata letak terminal dengan pengaturan modern (Terminal Besar)
-
75
Gambar 4.8.b - Tata letak terminal dengan pengaturan modern (Terminal Kecil)
-
76
Gambar 4.9 Layout Terminal General Cargo
top related