16840616 proposal penelitian tindakanuts
Post on 14-Feb-2015
26 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKANOleh:
M. SYUKRI
A. JUDUL: PENGEMBANGAN MODEL DISAIN PEMBELAJARAN MOTIVASIONAL DALAM PENDIDIKAN KETERAMPILAN UNTUK PEMBERDAYAAN SANTRI DI PESANTREN(Kasus: Pembelajaran Keterampilan Di Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat)
B. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan dalam kaitannya
dengan Sistem Pendidikan Nasional merupakan salah satu jenis pendidikan dalam
satuan pendidikan luar sekolah yang dilembagakan. Selain sebagai bagian dari
masyarakat belajar dan komunitas sosial, pesantren juga merupakan sistem dan lembaga
yang berakar mendalam dalam kultur masyarakat Indonesia. Sebagai “institusi
kultural”, Hadimulyo (dalam Rahardjo, 1985: 99) menggambarkan pesantren sebagai
sebuah budaya yang mempunyai karakteristik sendiri tetapi juga membuka diri terhadap
pengaruh dari luar.
Pendidikan pesantren yang menekankan pada kerelaan menerima kehidupan
secara praktis, kerja nyata, dan menerima jenis pekerjaan apa saja yang menurut syariat
Islam dinilai tidak bertentangan (halal), secara tradisional telah memperlihatkan
kemandirian dalam masyarakat. Latihan keterampilan dan usaha produksi, misalnya,
menurut Ali Syaifullah (dalam Rahardjo, 1988: 187) telah lama dilaksanakan sebelum
pemerintah menggalakan pendidikan keterampilan dan menengok ke dunia pesantren
untuk mencari kemungkinan-kemungkinan pengembangannya.
Pendidikan agama yang diberikan di pesantren dapat memberikan semangat
berusaha di kalangan santri (Sunyoto, 1988: 75). Dalam kaitannya dengan
pembangunan sumber daya manusia, di mana pondok pesantren yang umumnya dihadiri
kaum muda dalam usia kerja sangat berhubungan dan memungkinkan mengambil
peranan dalam menyiapkan angkatan kerja. Pendidikan keterampilan di pesantren jika
direncanakan secara tepat, maka program ini memiliki kemungkinan berkembang
menjadi unsur luar sekolah yang penting bagi pesantren (Wahid, 1978). Maksudnya,
28
semacam program de-schooling, di mana kegiatan keterampilan tidak terlalu
direncanakan secara kaku dengan menggunakan tenaga pengajar formal, melainkan
cukup dilayani oleh anggota masyarakat sebagai sumber belajar yang berasal dari
dalam dan atau luar pesantren itu sendiri. Konsep pendidikan semacam ini mirip
dengan gagasan sekolah-masyarakat (community schools).
Dalam masyarakat yang kritis, tumbuh dan berkembang berbagai model
pembelajaran atau pelatihan keterampilan yang dalam penerapan dan pengembangannya
beragam pula bagi pendidikan masyarakat, termasuk di pesantren. Kegiatan tersebut
pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai bentuk pendidikan luar sekolah. Penyediaan
program layanan dan bimbingan bagi warga belajar (santri) berjangka pendek untuk
masing-masing jenis keterampilan dan berorientasi pada kerja nyata dalam kehidupan
setelah keluar dari pesantren diharapkan akan dihasilkan oleh program pendidikan
keterampilan di pesantren (Wahid, 1978). Pendidikan dalam berbagai jalur dan
bentuknya tersebut, merupakan potensi dan sebagai salah satu kekuatan sosial dalam
menyiapkan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Jika pesantren dipandang
sebagai “masyarakat belajar” dan dianggap sebagai “potensi pembangunan”, maka
sistem pendidikan Islam ini menempatkan “santri” sebagai sentralnya (learners centre).
Beberapa kajian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, seperti Geertz (1960;
1981), misalnya mengamati pesantren sebagai sumber terbentuknya varian santri
dengan segala nilainya di dalam masyarakat Jawa. Penelitian Geertz (1968) yang lain
melihat pesantren sebagai bagian dari modernisasi masyarakat Islam. Jay (1969)
meneliti pengaruh pesantren terhadap nilai-nilai masyarakat Jawa. Peneliti Barat yang
lain secara khusus adala Castle (1966) yang membahas pesantren Gontor yang telah
memakai sistem klasikal dan tidak lagi memakai kitab-kitab Islam klasik sebagai buku
teks dalam pengajarannya (Prasodjo, 1974:1-2). Sedang peneliti Indonesia yang
membahas tentang pesantren terhitung masih kecil jumlahnya,. di antaranya Rahardjo
(1974), Prasodjo (1974), Saridjo (1980), Dhofier (1982), dan Wahid (1983). Sunyoto
(1990), misalnya secara khusus meneliti ajaran tasauf dan pembinaan sikap hidup santri,
dan Arifin (1992) membahas kepemimpinan kyai dan pengajaran kitab Islam klasik
yang disebutnya sebagai hal esensial dari keberadaan pondok pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam. Engking (2001) dalam kajiannya tentang pengembangan
28
model pendidikan keterampilan dalam sistem pendidikan terpadu pesantren sebagai
proses pemberdayaan santri di pondok pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis Jawa
Barat, menyimpulkan bahwa secara umum penyelenggaraan pendidikan keterampilan di
pondok pesantren Darussalam memiliki permasalahan mendasar, terutama lemah dalam
penataan manajemen.
Fokus kajian dalam penelitian ini tentang pengembangan disain pembelajaran
motivasional melalui pendidikan keterampilan untuk pemberdayaan santri di Pondok
Pesantren Darussalam Sengkubang Kabupaten Pontianak Kalaimantan Barat. Model
pendekatan partisifatif dalam pemberdayaan santri sebagai bagian dari program
pengembangan disain pembelajaran dalam upaya mengembangkan pendidikan luar
sekolah di pesantren. Guna memecahkan masalah pembelajaran yang demikian, maka
salah satu bentuk usaha yang perlu segera dilakukan adalah megembangkan strategi
pembelajaran yang mampu mengoptimalkan motivasi belajar siswa dalam rangka
meningkatkan kualitas penguasaannya terhadap isi pembelajaran. Hal ini sejalan
dengan pendapat Ardhana (1992:80), bahwa persoalan yang dihadapi pendidik
di Indonesia dewasa ini bukan hanya terbatas pada usaha buat pengajaran lebih baik,
melainkan yang lebih penting adalah bagaimana menanamkan motivasi untuk belajar
dan bekerja pada anak didiknya, karena motivasi merupakan variabel antara yang
menjembatani pengajaran dengan prestasi belajar. Masalah motivasi ini sangat
penting, karena motivasi meru-pakan faktor yang sangat menentukan pencapaian
prestasi, baik. prestasi akademik maupun prestasi dalam bidang lain. Dalam dunia
pendidikan sulit dibayangkan prestasi tinggi bisa tercapai dengan sekedar
mengandalkan kemam.puan tanpa pengerahan usaha (motivasi) yang memadai
(Ardhana, 1990).
Adapun beberapa alasan yang mendasari dipilihnya pondok pesantren sebagai
obyek penelitian ini. Pertama, ada kecenderungan bahwa di pesantren telah mulai
memberikan program pendidikan yang bukan semata-mata agama, tetapi juga
menyediakan bidang keterampilan praktis, paling tidak pada pondok-pondok pesantren
besar (Syaifullah, 1988). Kedua, pondok pesantren yang umumnya dihadiri kaum muda
dalam usia kerja sangat berhubungan dengan kemungkinan pengambilan peran dan
kebijaksanaan dalam menyiapkan angkatan kerja. Ketiga, pola pembinaan anak didik
28
(santri) bersifat life-long education, di mana pendidikan di pesantren tidak terbatas oleh
umur, waktu, dan tempat dalam situasi hubungan yang bersifat kekeluargaan (informal).
Keempat, pesantren membina sikap mandiri bagi peserta didik (santri) dengan
berorientasi baik pada self-employment maupun social-employment, di mana anak didik
diharapkan dapat menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri dan kalau dapat
menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat (Sunyoto, 1990: 3).
Berkaitan dengan alasan di atas, ada beberapa pertimbangan yang mendasari
dipilihnya Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang Kabupaten Pontianak, antara lain
ialah hasil studi pendahuluan di lapangan, di mana pondok pesantren ini memiliki 520
santri, yang terbagi atas: 311 santri mukim yang terdiri dari 173 santri laki-laki dan
138 santri perempuan serta 209 santri yang tidak mukim yang terdiri dari 94 santri
putra dan 115 santri putri. Pondok Pesantren ini dipimpin oleh seorang pengasuh dan
48 guru (ustadz). Pondok Pada tahun 2002 pesantren ini termasuk satu dari 10 pondok
pesantren yang terdaftar dalam Ajuan Penetapan Prinsip Pondok Pesantren Unggulan,
yang menyenggarakan pendidikan keterampilan di bidang Peternakan, Pertanian, Home
Industri, dan Busana. Namun demikian, dari hasil studi pendahuluan menunjukkan
bahwa semakin berkurangnya jumlah santri yang tekun mengikuti kegiatan pendidikan
keterampilan dibanding pertama kali program pendidikan keterampilan diterapkan di
pesantren tersebut. Selain itu semakin berkurangnya jenis keterampilan yang diajarkan
dibanding beberapa bulan sebelumnya. Dengan kata lain, semula ada empat jenis
keterampilan diajarkan kepada santri, namun hanya bertahan kurang 1 tahun sehingga
pada saat dilakukan studi awal hanya satu jenis keterampilan yang masih diajarkan dan
hanya diikuti oleh sebagian kecil santri yang berminat mengikuti program tersebut.
Oleh karena itu, yang menjadi fokus masalah dalam peneltian ini adalah bagaimana
disain pembelajaran motivasional dalam pendidikan keterampilan untuk memberdayaan
santri di Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang.
Berbagai jalur dan bentuk pendidikan telah berkembang dalam masyarakat,
maka tentu beragam pula model dan disain pembelajaran keterampilan sesuai dengan
kebutuhan warga belajar dalam latar sosial budaya masyarakat.. Oleh karenanya,
konteks ini yang penting untuk diteliti adalah bagaimana disain pembelajaran
motivasional dalam pendidikan keterampilan untuk pemberdayaan santri sebagai
28
pengembangan pendidikan luar di Pondok Pesantren Darussalam di Desa Sengkubang
Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat.
C. PERMASALAHAN
Permasalahan mendasar pertama yang dihadapi dalam penelitian tindakan
ini adalah “hampir sebahagian besar santri (santri mukim) di Pondok Pesantren
Darussalam Sengkubang Kabupaten Pontianak tidak termotivasi dalam belajar
keterampilan, santri seharusnya menunjukkan motivasi tinggi dalam kegiatan
belajarnya”. Permasalahan kedua dalam meningkatkan motivasi belajar
keterampilan bagi santri di pesantren tersebut, instruktur/fasilitator/guru (praktisi)
harus mampu menerapkan strategi pembelajaran motivasional, namun dalam
kegiatan mengajaranya selama ini mereka (praktisi) tidak pernah memperhatikan
masalah ini. Berpijak dari permasalahan tersebut maka kebutuhan akan adanya
disain pembelajaran keterampilan yang mampu meningkatkan daya tarik
pembelajaran sehingga motivasi belajar santri menjadi lebih optimal sehingga
mendorong timbulnya gagasan untuk mengembangkan model bahkan teori "Disain
pembelajaran motivasional" dalam pembelajaran keterampilan di pesantren melalui
penelitian tindakan.
Pada dasarnya disain pembelajaran motivasional dalam pembelajaran
keterampilan bermaksud monghasilkan pembelajaran yang menarik perhatian,
berkaitan dengan minat dan relevansi kebutuhan menjanjikan (menumbuhkan)
keyakinan santri (santri mukim) akan keberhasilan belajarnya, dan pada akhirnya
dapat memberikan kepuasan, pada diri santri dalam belajar. Dengan penerapan
disain motivasional tersebut, pada akhirnya akan mampu meningkatkan efektivitas
pengajaran di kelas maupun di luar kelas. Hal ini sebagaimana dilakukan Keller
(1983) di Amerika Serikat, yang oleh Reigeluth (1983) diharapkan sebagai salah
satu landasan bagi pengembangan disain dan teori pembelajaran di masa
mendatang. Disain pembelajaran motivasional ini pada dasarnya memang
bertujuan menghasilkan pembelajaran yang menarik, bermakna dan menantang
bagi santri (siswa) dalam belajar.
Salah satu usaha untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dapat
dilakukan melalui pengembangan disain pembelajaran yang berkaitan dengan
28
motivasi. Dalam pengembangan teori maupun model pembelajaran yang ada
selama ini, motivasi masih belum mendapat perhatian secara.eksplisit dalam
pembelajaran keterampilan di pondok pesantren, Walaupun beberapa teori
pembelajaran telah memasukkan dimensi motivasi sebagai salah satu elemennya,
namun belum ada teori pembelajaran yang mempreskripsikan motivasi secara
seksama sebagai prosedur dalam menunjang penguasaan isi pembelajaran
(Keller,1983). Padahal untuk meningkatkan kualitas penguasaan santri atau siswa
sebagai warga belajar dalam pembelajaran, termasuk pembelajaran keterampilan,
kehadiran teori maupun model pembelajaran yang secara seksama
mempreskripsikan motivasi sangat diperlukan. Snelbecker (1983) juga mengakui
pengabaian ini dalam rancangan teori maupun praktek pembelajaran yang ada
selama ini.
Dari studi pendahuluan ditemukan beberapa kendala yang dihadapi oleh
lembaga pendidikan keagamaan ini dalam menerapkan dan mengembangkan sistem
pendidikan keterampilan bagi santrinya. Kendala-kendala yang menonjol untuk lebih
dicermati dan dikaji lebih mendalam secara komprehensif diantaranya beberapa jenis
dari program keterampilan tersebut pembelajarannya tidak berlangsung secara efektif
dan berkesinambungan. Bahkan ada yang terhenti penyelenggaraannya. Yang lebih
menarik lagi, di mana jika ditanya kepada santri-santri yang belajar sebagai santri
mukim mengetakan mereka bahkan membutuhkan keterampilan praktis-aplikatif
sebagai bekal setelah menamatkan atau menyelesaikan pendidikan di pesantren. Hal
yang sama juga diungkapkan oleh beberapa pengasuh (ustadz) yang mengajar di
pesantren tersebut. Dari kondisi objektif tersebut, pertanyaan yang dapat diajukan
adalah bagaimana model pengelolaan program pembelajaran keterampilan yang selama
ini diterapkan di pesantren Darussalam tersebut? Apakah spirit yang melandasi
pembelajarannnya kurang bersentuhan dengan nilai-nilai atau ajaran Islam? Bagaimana
sistem penguatan kelembagaan, organisasi dan institusi kemasyarakatan, dan partisipasi
anggota masyarakat? Sesungguhnya banyak pertanyaan yang dapat diajukan untuk
dapat mengetahui dan memahami persoalan-persoalan pembelajaran keterampilan di
pesantren ini.
28
Penelitian ini secara khusus berusaha menemukenali dan mendeskripsikan
disain pembelajaran motivasional dalam pendidikan keterampilan untuk menumbuh-
kembangkan potensi pribadi, dan pembinaan sikap mandiri santri. Disamping itu,
penelitian ini secara khusus juga berusaha menemukan faktor-faktor yang mendukung
pendekatan pembelajaran partisipatif-kolaboratif, terutama faktor yang menjadi pijakan
dalam proses belajar-membelajarkan santri di bidang keterampilan dan pembinaan sikap
mandiri. Selain faktor-faktor pendukung tersebut juga akan diungkapkan faktor
penghambat dalam pengelolaan program pembelajaran keterampilan.
Hal ini sebagaimana dilakukan Keller (1983) di Amerika Serikat, yang oleh
Reigeluth (1983) diharapkan sebagai salah satu landasan bagi pengembangan
disain dan teori pembelajaran di masa mendatang. Disain pembelajaran
motivasional ini pada dasarnya memang bertujuan menghasilkan pembelajaran
yang menarik, bermakna dan menantang bagi santri atau siswa sebagai warga
belajar dalam belajarnya.
Bagaimanapun usaha untuk mengatasi masalah strategi pengajaran
motivasi perlu dikembangkan, atau minimal harus dicari. Dan salah satu usaha
yang mungkin harus dilakukan saat ini adalah mengembangkan disain
pembelajaran motivasional melalaui penelitian tindakan. Upaya ini sangat
mendesak dilakukan guna mendapat hasil pengujian emperik yang sahih dan
terpercaya tentang disain pembelajaran motivasional yang dapat memberi
pengaruh yang baik terhadap peningkatan motivasi belajar santri. Hal ini sejalan
dengan pendapat Degeng R.. Miarso (1993) bahwa perbaikan kualitas
pembelajaran harus diawali dari disain belajaran. Dengan demikian memang
diperlukan suatu upaya pengembangan teori pengajaran khususnya yang berupa
disain pembalajaran motivasional bagi santri, agar keperluan praktis a kan adanya
model tersebut terpenuhi. Masalah pokok penelitian tersebut selanjutnya diangkat
sebagai fokus kajian dalam penelitian tindakan ini.
Secara opersional masalah pokok penelitian tindakan di atas dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Santri seharusnya menunjukkan perhatian/minat yang tinggi terhadap
pembelajaran keterampilan, namun kenyataannya santri kurang sekali
28
menunjukkan perhatian pada pembelajaran keterampilan yang
diselenggarakan di Pesantren..
2. Santri seharusnya merasakan relevansi materi pembelajaran keterampilan
praktis yang dihadapinya, namun kenyataannya santri Pondok Pesantren
ini kurang merasakan relevansi materi pembelajaran keterampilan yang
diajarkan kepadanya.
3. Santri seharusnya menunjukkan keyakinan diri yang tinggi dalam
belajar/menghadapi tugas dan pekerjaan yang akan dilaukan di masyarakat
setelah mereka menamatkan pendidikan di pesantren, namun kenyataannya
santri merasa sangat kurang yakin terhadap kemampuan belajarnya dalam
bidang keterampilan.
4. Santri seharusnya.merasakan kepuasan terhadap setiap pembelajaran jenis
keterampilan yang dipelajarinya, namun kenyatannya santri sering tidak
merasa puas terhadap kegiatan setiap jenis pembelajaran keterampilan atau
isi pembelajaran dipelajarinya.
D. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan
mengembangkan model disain pembelajaran motivasional dalam pembelajaran
keterampilan yang diberikan pada santri di luar pengajaran bidang keagamaan sebagai
pengembangan pendidikan luar sekolah di pondok pesantren Darussalam Sengkubang..
Tujuan umum tersebut dapat dirinci menjadi tujuan khusus penelitian sebagai
berikut:
1. Memerikan (mendeskripsikan) model awal pengelolaan pembelajaran keterampilan
yang dilaksanakan di pondok pesantren Darussalam Sengkubang.
2. Memerikan potensi sosial budaya yang dapat mendukung pengembangan model
pengelolaan dan disain pembelajaran motivasional dalam memberikan pembelajaran
keterampilan di Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang.
3. Memerikan konseptualisasi model disain pembelajaran motivasional bagi santri
dalam belajar keterampilan di Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang.
4. Memerikan validasi model konseptual disain pembelajaran motivasional dalam
pengajaran keterampilan bagi santri Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang
28
5. Mengaplikasikan model disain pembelajaran keterampilan yang motivasional
santri Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang.
6. Mengevaluasi dan mengembangkan model disain pembelajaran motivasional
dalam pembelajaran keterampilan yang dapat dideseminasikan dan
didiversifikasikan pada latar pondok pesantren yang memiliki karakteristik yang
sama.
E. SIGNIFIKANSI DAN MANFAAT PENELITIAN
Simpul-simpulan dari temuan penelitian diharapkan mempunyai arti penting
atau bermanfaat, baik yang bersifat teoritis maupun praktis.
Dari segi teoritis pentingnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
yang berarti bagi program pengembangan pendidikan luar sekolah sekolah (non-formal)
di pondok pesantren melalui pendidikan keterampilan yang berkaitan dengan model
disain pembelajaran motivasional dalam upaya pembinaan aspek kepribadian dan sikap
mandiri. khususnya melalui program pendidikan keterampilan. Secara teoritik, menurut
Soedomo (1992: 4), layanan pendidikan luar sekolah memiliki daur program sebagai
berikut: (1) perencana, (2) pelaksanaan, (3) penilaian, dan (4) tindak lanjut.
Kemampuan menemukenali kebutuhan belajar, merancang strategi pembelajaran, dan
mengorganisasikan dan mengadministrasikan program belajar serta membantu menilai
program belajar keterampilan di pondok pesantren, ditinjau dari segmen ketenagaan
yang bisa diisi atau ditawarkan sebagai pengembang atau pengelola program belajar.
Pentingnya penelitian ini dari segi praktis secara rinci diuraikan antara lain
sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data mengenai potensi pesantren
yang berkait dengan kemungkinan peranan pesantren sebagai agent of
development di masyarakat daerah sekitarnya dan mampu berdiri sendiri dengan
produk yang dihasilkannya.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kemungkinan
pembinaan kepribadian dan sikap mandiri anak didik (santri) di pesantren,
khususnya yang melalui pola atau model pembelajaran keterampilan yang
bersifat praktis.
28
3. Penelitian ini tentang model pengelolaan pembelajaran keterampilan berbasis
sosial budaya di pondok pesantren. Penelitian semacam ini, masih kurang
diperhatikan dan jenis penelitian ini yang mampu mencerminkan potensi
keragaman yang strategik untuk dikembangkan dalam pembangunan (Soedomo,
1989; Sunyoto, 1990: 8). Pada sistem lain, penelitian ini dipandang sebagai
penelitian yang berperanan dalam pencermatan pembangunan, sehingga hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam proses pengambilan
keputusan pembangunan pendidikan (Soedomo, 1989: 2-3).
4. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi bahan kajian/penelitian tentang
pesantren sebagai salah satu sistem lembaga pendidikan luar sekolah dalam
setting pembelajaran bidang keterampilan praktis di pondok pesantren.
F. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS TINDAKAN
1. Kerangka Konseptual
a. Motivasi dalam Pembelajaran
Motivasi merupakan salah satu elemen pokok yang tidak mungkin
dipisahkan dari kegiatan proses pembelajaran. Keller (1983), mengklasifikasikan
motivasi dalam pembelajaran menjadi dua jenis, yaitu: (1) motivasi yang ada
dalam pembelajaran, dan (2) motivasi yang ada dalam individu siswa. Bertolak
dari permasalahan motivasi itu, Keller (1983;1998;1990) menegaskan bahwa
perlu dikembangkan “disain pembelaja-an motivasional” yang sangat diperlukan
dalam kegiatan pembelajaran.
Pengembangan disain ini didasari atas teori motivasi yang mengatakan bahwa
tingkah laku seseorang adalah merupakan fungsi dari orang (person) dan lingkungan
(environment), yang secara matematis dapat dilukiskan sebagai: H = f (P & E).
Bertitik tolak pada hal itu, dibuat suatu model motivasi, unjuk kerja dan pengaruh
pembelajaran. Dan inilah akhirnya yang dijadikan landasan berpijak dari "disain
pembelajaran motivasional". Disain ini didasari atas anggapan-anggapan bahwa motif-
motif dan harapan-harapan siswa dapat dikembangkan dan ditingkatkan dengan
menggunakan strategi motivasional. Dengan penggunaan strategi Motivasional tersebut,
diharapkan akan tumbuh usaha (effort) seoptimal mungkin terhadap proses pembelajaran.
28
Usaha siswa perlu ditumbuhkan karena faktor usaha berkaitan erat dengan motivasi dan
pengharapan yang ada pada diri individu.
Disain pembelajaran motivasional ini didasari atas anggapan terdapat empat
kategori variabel utama motivasi yang harus dipahami perancang pembelajaran, termasuk
pembelajaran keterampilan agar dapat menghasilkan pembelajaran yang menarik,
bermakna dan betul-betul menantang. keempat. kondisi-kondisi tersebut adalah perhatian
(attention), relevansi (relevance), dan keyakinan (confidence) serta kepuasan
(satisfaction). Kemudian berdasarkan kategori variabel-variabel itulah dikembangkan
disain pembelajaran, yang mampu.meningkatkan motivasi santri dalam belajar
keterampilan.
1) Perhatian (Attention).
Keller (1987) menyamakan perhatian denqan minat yaitu sesuatu yang
berhubungan dengan munculnya hasrat ingin tahu pada diri seseorang. Guna
membangkitkan minat santri terhadap pembelajaran yang dihadapi, Keller (1987)
mengajukan tiga strategi yaitu: (a) membangkitkan daya persepsi (perceptual
arousal), (b) menumbuhkan hasrat meneliti (inquiry arousal) dan variasi
(variability). Untuk membangkitkan daya persepsi pada pembelajaran dapat
dilakukan dengan cara mendisain isi pembelajaran dengan hal-hal yang baru,
mengherankan, atau hal-hal yang tak menentu. Sedangkan untuk menumbuhkan
hasrat meneliti pada diri santri (siswa), dapat dilakukan dengan menggunakan
simulasi pemberian informasi, dengan mengajukan pertanyaan--pertanyaan yang
memerlukan pemecahan oleh santri (siswa). Pada sisi lain agar perhatian santri
tetap terpelihara selama pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan
unsur-unsur pembelajaran yang . bervariasi. Jadi untuk manarik perhatian santri
(siswa) agar selalu terpusat pada pembelajarannya, maka materi pembelajaran
keterampilan yang dirancang harus menggunakan strategi-strategi seperti yang
dijelaskan di atas.
2) Relevansi (Relevance)
Setelah perhatian santri tertuju pada pembelajaran keterampilan, maka pada
diri santri akan timbul pertanyaan.tentang relevansi pembelajaran itu, khususnya
bagi dirinya sendiri.. Santri akan mempertanyakan pentingnya pembelajaran
28
keterampilan tersebut dalam kaitannya dengan pembelajaran lainnya dan juga bagi
kehidupnnya kelak. Guna meningkatkan relevansi pembelajaran keterampilan
dengan kebutuhan santri (siswa), KeI11er dkk (1983;1990) mengajukan tiga
strategi yaitu: (a) keakraban (familiarity), (b) berorientasi pada tujuan (goal
orientation), dan (c) motif yang sesuai (motive matching). untuk menumbuhkan
rasa keakraban dengan isi pembelajaran, dapat dilakukan dengan menggunakan
bahasa yang kongrit, contoh maupun konsep-konsep yang berhubungan dengan
pengalaman dan nilai kehidupan siswa. Sedangkan agar pembelajaran keterampilan
itu berorientasi pada tujuan, maka dilakukan dengan menyajikan contoh-contoh
atau pernyataan isi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan kegunaan
pembelajaran keterampilan . Dan guna membuat isi pembelajar agar sesuai dengan
motif diri santri maka dapat dilakukan dengan menggunakan strategi mengajar
yang sesuai dengan karakteristik santri. Penerapan strategi-strategi tersebut dalam
pengelolaan isi pembelajaran keterampilan dapat meningkatkan relevansi isi
pembelajaran pada kebutuhan belajar santri.
3) Keyakinan (Confidence)
Harapan positif dalam usaha mencapai kesuksesan prasyarat ketiga dalam
usaha menumbuhkan motivasi belajar santri. Guna menumbuhkan harapan positif
atau keyakinan diri santri (siswa) Keller (1983; 1987) mengajukan tiga strategi
yaitu (a) harapan untuk sukses (expectancy far success), (b) prasyarat belajar
(learning requirment), dan (c) kontrol pribadi (personal control). Agar harapan
atau keyakinan untuk sukses terhadap pembelajaran keterampilan tumbuh dalam
diri santri, dapat dilakukan dengan menyajikan tingkat tantangan isi
pembelajaran keterampilan yang memungkinkan santri mendapat pengalaman
sukses yang bermakna; hal ini dilakukan misalnya dengan menyusun isi
pembelajaran keterampilan dari mudah (sederhana) ke sulit, menyesuaikan
tingkat kesulitan dan sebagainya. Sedangkan untuk menumbuhkan kemampuan
kontrol pribadi dapat dilakukan dengan menyajikan umpan balik dan kesempatan
untuk mngendalikan atau mengatur kemampuan atribusi internal akan kesuksesan
yang telah dibuatnya. Pada satu sisi untuk menerapkan strategi prasyarat belajar
dilakukan dengan membantu santri memperkirakan kemungkinan suksesnya,
28
menyajikan prasyarat unjuk kerja dan kriteria evaluasi. Dengan menerapkan
strategi-strategi tersebut dalam pembelajaran keterampilan, maka santri (siswa)
akan memiliki keyakinan diri dalam roses belajarnya.
4) Kepuasan (Satisfaction)
Santri (warga belajar) atau siswa baik secara perorangan maupun
kelompok tidak akan termotivasi belajar, jika hasil usahanya tidak sesuai
dengan harapannya. Hal ini akhirnya menimbulkan rasa ketidakpuasan pada diri
santri (warga belajar) atau siswa dalam belajar. Untuk menumbuhkan kepuasan
dalam pembelajaran, Keller (1990) mengajukan tiga strategi, yaitu: (a) kon-
sekuensi alami (natural consequences), (b) konsekuensi positif (positive
consequences), dan (c) kewajaran (equity). Guna dapat memberi rasa. kepuasan
dalam pembelajaran bagi santri (siswa), dapat dilakukan dengan jalan menyajikan
kesempatan untuk menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang baru
dikuasainya dalam situasi nyata yang menantang. Sedangkan konsekuensi positif
dapat dilakukan dengan memberikan umpan balik dan penguatan yang dapat
mempertahankan perilaku yang diinginkan. Strategi kewajaran yang dilakukan
dengan mempertahankan standar dan konsekuensi secara konsisten pada setiap
penyelesaian tugas atau pekerjaan.
Keempat kategori variable tersebut merupakan hal yang sangat penting
dalam pengembangan isi pembelajaran keterampilan yang motivasional. Hal ini
sejalan dengan pendapat Jonansen (1990) bahwa strategi-strategi tersebut
merupakan satu-satunya strategi pembelajaran yang berusaha mengekspresikan
motivasi secara seksama sebagai prosedur dalam penguasaan isi pembelajaran.
b. Dukungan Penelitian yang Relevan
Suatu penelitian komprehensif yang bertujuan untuk menguji keampuhan
strategi pembelajaran “disain pembelajaran motivasional” belum banyak
dilakukan, dan lebih-lebih dalam dunia pendidikan di Indonesia hal ini belum
pernah sama sekali dilakukan. Salah satu penelitian yang bertujuan menguji
keampuhan strategi-straregi ini telah dilakukan oleh Veisser & Keller (1990) di
Zimbabwe. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa secara jelas terbukti
keefektifan penggunaan disain pembelajaran motivasional untuk meningkatkan
28
motivasi belajar dan hasil belajar. Di samping itu disebutkan bahwa walaupun
model ini dikembangkan dalam situasi pembelajaran konteks di USA, validasi
yang dilakukan di Zimbabwe memperlihatkan model ini dapat diterapkan dalam
perspektif sosial budaya yang lebih luas. Penelitian kedua yang bertujuan
menguji keampuhan model ini dilakukan oleh Keller & Zuzuki (1989), dengan
mengaplikasikan strategi ini ke dalam pengajaran berprogram (computer assisted
instruction/CAI). Hasil penelitian ini juga menunjukkan keefektifan penggunaan
disain pembelajaran ini.
Mengingat masih terbatas penelitian yang berkaitan dengan “disain
pembelajaran motivasional” ini, Snelbecker (1983) dan Jonassen (1989)
menyarankan perlunya diadakan kajian lebih lanjut tentang strategi motivasional
baik dalam teori pembelajaran maupun dalam praktek pembelajaran. Walaupun
beberapa teknik dan contoh-comtoh yang terkait dalam disain ini telah sesuai
dengan penemuan riset, kiranya penemuan model ini masih menuntut para
disainer dan praktisi secara terus menerus untuk mengkajinya (Snelbecker, 1987).
Demikian pula Anglin (1991) mengatakan bahwa pengujian terhadap disain
pembelajaran motivasional perlu lebih dikembangkan di masa mendatang.
2. Hipotesis Tindakan
Berpijak pada permasalahan dan landasan konseptual yang telah di bahas
di atas, maka hipotesis tindakan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Jika strategi penyampaian dan pengelolaan pembelajaran yang selama ini
digunakan fasilitator dan atau instruktur/guru pembelajaran keterampilan
di Pesantren, diganti dengan strategi penyampaian dan pengelolaan
motivasional berupa : perceptual, araousal inquiry araousal & variability,
santri akan sangat meningkatkan perhatiannya terhadap isi pembelajaran.
2. Jika strategi penyampaian dan pengelolaan pembelajaran yang selama ini
digunakan fasilitator dan atau instruktur/guru dalam pembelajaran
keterampilan di Pesantren, diganti dengan strategi penyampaian dan
pengelolaan motivasional berupa : familiarity, goal orientation & motive
28
matching, santri akan dapat merasakan relevansi isi pembelajaran yang
dipelajarinya.
3. Jika strategi penyampaian dan pengelolaan yang selama ini digunakan
fasilitator dan atau instruktur/guru dalam pembelajaran keterampilan di
Pesantren, diganti dengan strategi penyampaian dan pengelolaan
motivasional berupa : exspectancy for success, learning requirement dan
personal control, maka keyakinan diri santri terhadap pembelajaran/tugas
yang dihadapinya akan semakin meningkat.
4. Jika strategi penyampaian dan pengelolaan pembelajaran yang selama ini
digunakan fasilitator dan atau instruktur/guru dalam pembelajaran
keterampilan di Pesantren, diganti dengan strategi penyampaian dan
pengelolaan motivasional yang berupa: natural sequences, positive
consequences dan equity, maka rasa puas santri dalam menghadapi
pembelajaran akan meningkat.
G. RUANG LINGKUP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
Untuk memperjelas cakupan yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini,
dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek yang
diteliti. Oleh karena itu, keterbatasan penelitian ini, antara lain:
a. Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang
Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat. terbatas pada
konteksnya. Oleh karena itu hasil penelitian ini tidak dimaksudkan untuk
digeneralisasikan dalam konteks dan cakupan yang lebih luas, kecuali dimungkinkan
pada tarap diseminasi dan diversifikasi model pengelolaan pembelajaran
keterampilan berdasarkan konteks latar karakteristik yang sama.
b. Penelitian ini diawali dengan studi pendahuluan untuk menemukenali disain awal
pembelajaran keterampilan yang ada, karena itu penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif sebagai instrumen penelitian adalah peneliti sendiri (Nasution,
1984: 50), sehingga tidak tertutup kemungkinan hasil penelitian berpeluang
bias.Untuk menutup kemungkinan berpihak atau bias (Loflan dan Loflan, dalam
28
Mantja, 1989: 26) digunakan pendekatan verstehan, di mana peneliti telah memiliki
pengertian yang mendalam mengenai norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku bagi
kelompok yang diteliti (Vredenbregt, 1987: 17) dan juga akan diatasi dengan
trianggulasi (Lincoln dan Guba, 1986: 305).
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan model disain pembelajaran
motivasional dalam pendidikan keterampilan, sehingga hal-hal yang lebih mengarah
pada pembelajaran kitab-kitab yang menjadi ajaran pokok tidak akan dibahas lebih rinci
dalam penelitian ini, melainkan hanya dibahas sampai tahap apa yang dapat ditemukan.
2. Definisi Operasional
a.. Motivasi Dalam Pembelajaran
Motivasi merupakan salah satu elemen pokok yang tidak mungkin
dipisahkan dari kegiatan proses pembelajaran. Keller (1983),
mengklasifikasikan motivasi dalam pembelajaran menjadi dua jenis, yaitu:
(1) motivasi yang ada dalam -pembelajaran, dan (2) motivasi yang ada dalam
individu siswa. Bertolak dari permasalahan motivasi itu Keller
(1983;19987;1990) perlu dikembangkan “disain pembelajaran
motivasional” yang sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
b. Pembelajaran adalah cara, baik disengaja atau tidak oleh seseorang dalam
memperoleh dan mencapai pengertian pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Istilah “pembelajaran” (Coombs dan Ahmad, 1984) mengacu pada pendapat
bahwa pendidikan adalah semua usaha yang dilakukan seseorang. Model
pembelajaran mengacu pada bagaimana melakukan dan mengembangkan cara-
cara pembelajaran sehingga produk dari pembelajaran itu berkualitas dan sesuai
dengan tujuan pembelajaran itu sendiri. Dalam hal ini model dimaksudkan sebagai
bentuk dari kegiatan pendidikan keterampilan yang dapat menjadi pedoman dalam
membelajarkan santri di pondok pesantren Darussalam Sengkubang
c. Keterampilan, secara umum diartikan sebagai kecekatan, kecakapan dan
kemampuan untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan cermat dan teliti. Menurut
Legge (1970), keterampilan berarti kemampuan mengkoordinasikan pikiran dan
tenaga dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Legge dalam Sundoyo Pitono,
1990: 12-13). Jadi yang dimaksud dengan keterampilan dalam penelitian ini
28
adalah kecekatan dan kemampuan dalam melakukan suatu kegiatan dengan
cermat dan teliti yang memerlukan satu atau beberapa jenis keterampilan kerja
tertentu secara perseorangan maupun kelompok, baik yang diperoleh di dalam
maupun di luar pondok pesantren Darussalam Sengkubang
d. Pemberdayaan santri.
Kindervater (1979) mengatakan pemberdayaan sebagai proses pemberian
kekuatan atau daya adalah setiap usaha pendidikan yang bertujuan unrtuk
membangkitkan kesadaran, pengertian dan kepekaan anggota kelompok (warga
belajar) terhadap perkembangan sosial, ekonomi politik sehingga akhirnya ia
memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya
dalam masyarakat. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu
anggota masyarakat, akan tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai
budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan dan tanggung jawab
adalah merupakan unsur-unsur yang pokok dalam pemberdayaan. Disamping itu,
hal yang paling penting lainnya adalah peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya, oleh karena
itulah pemberdayaan berkaitan dengan demokrasi (Kartasamita, 1995). Dalam
penelitian ini, pemberdayaan santri adalah proses pemberian kekuatan atau daya
untuk menumbukan dan meningkatkan kesadaran pengertian dan kepekaan
anggota kelompok (warga belajar) terhadap perkembangan sosial, ekonomi,
politik, budaya kepada santri dalam mengikuti pembelajaran keterampilan agar
mereka baik individu maupun kelompok memiliki pengetahuan, keterampilan,
sikap positif, kreatif dan produktif dalam masyarakat setelah menamatkan
pendidikannya di Pondok pesantren.
e. Santri. Santri atau cantrik dalam pemakaian bahasa modern artinya seorang pelajar
sekolah agama, atau penduduk Jawa yang menganut Islam yang sungguh-sungguh
(Dewantara, 1977: 370). Menurut Geetz (1981: 178) istilah santri mungkin
diturunkan dari kata Sansekerta shantri, artinya ilmuan Hindia yang pandai
menulis. Dalam penelitian ini santri adalah peserta didik (siswa) sebagai anak
didik kyai dan belajar agama Islam juga belajar di pendidikan formal dan tinggal
28
di pondok (asrama) serta memperoleh tambahan pendidikan keterampilan selama
dalam pembinaan kyai di pondok pesantren Darussalam Sengkubang.
f. Pondok Pesantren. Pondok pesantren berasal dari kata pondok dan pesantren.
Pondok berasal dari bahasa Arab funduq yang artinya hotel/asrama (Al Habsyi,
1977: 235; Dhofier, 1974: 18). Pondok dalam bahasa Jawa berarti madrasah dan
asrama tempat mengaji, belajar agama Islam (Poerwadarminta, 1976: 764).
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang dilaksanakan dengan sistem
asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentral utama dan masjid sebagai pusat
kegiatannya (Syarif, 1983: 5), di dalamnya terdapat pendidikan formal dan
lembaga pembinaan masyarakat desa sebagai wujud dari pendidikan non-formal
(Ali, 1987: 16-17; Chirzin, 1988: 82). Pesantren yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah pondok pesantren Darussalam yang terletak di desa Sengkubang
Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Kalomantan Barat.
H. METODOLOGI PENELITIAN TINDAKAN
1. Rancangan Penelitian
Pada dasarnya disain penelitian ini merupakan penelitian tindakan. Prosedur
penelitian tindakan ini mengikuti langkah-langkah penelitian yang dikemukakan oleh
Kemmis dan Mc Taggart. Dengan demikian prosedur langkah-langkah pelaksanaan
penelitian ini akan mengikuti prinsip-prinsip dasar penelitian tindakan yang telah umum
dilakukan. Menurut Kemmis dan McTaggart (1988), penelitian tindakan dapat
dipandang sebagai suatu siklus spiral dari: perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi, yang selanjutnya mungkin diikuti dengan siklus spiral berikutnya. Dalam
pelaksanaanya, ada kemungkinan peneliti telah memiliki seperangkat rencana tindakan
(yang didasarkan pada pengalaman) sehingga mereka langsung dapat memulai tahap
tindakan. Ada juga peneliti yang telah memiliki seperangkat data, sehingga mereka
memulai kegiatan pertamanya dengan kegiatan refleksi.
Pada umumnya para peneliti mulai dari fase refleksi awal untuk melakukan studi
pendahuluan (initial reconnaissance) sebagai dasar untuk merumuskan tema penelitian
(thematic concern) yang selanjutnya diikuti dengan perencanaan, tindakan, observasi
dan refleksi. Menurut Waseno (1994:17) proses penelitian tindakan adalah suatu proses
28
daur ulang dari perencanaan – tindakan -- pengamatan (observasi) dan refleksi
(perenungan-pemikiran-evaluatif). Sesuai dengan prinsip dasar penelitian tindakan,
dalam setiap tahap dan siklusnya selalu dilakukan secara partisipatoris dan kolaboratif
antara dosen peneliti dengan fasilitator dan atau instruktur/guru (ustadz) di Pesantren
Darussalam dan personel lain terkait dalam sistem penyelenggaraan pendidikan
keterampilan di Pesantren.
Berpijak pada prinsip-prinsip penelitian tindakan di atas, maka prosedur yang
dilakukan dalam penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut :
a. Tahap Perencanaan
Penelitian
Secara garis besar perencanaan penelitian tindakan ini meliputi kegiatan antara
lain:
1) Refleksi awal : Dalam hal ini peneliti dan praktisi (instruktur, fasilator/guru) dari
yang terlibat dalam kegiatan pendidikan keterampilan di pesantren Darussalam yang
akan dijadikan obyek penelitian, berusaha mengungkapkan dan memahami
persoalan motivasional yang perlu dipecahkan. Dalam tahap ini peneliti dan praktisi
berusaha mengidentifikasi permasalahan motivasional yang ada di pesantren
Darussalam.
2) Setelah pada tahap refleksi awal tim peneliti (peneliti dan praktisi) mengidentifikasi
permasalahan yang ada. Kemudian tim peneliti berusaha merumuskan permasalahan
secara operasaional.
3) Langkah selanjutnya tim peneliti menetapkan rumusan hipotesis tindakan. Mengingat
penelitian tindakan ini lebih ditekankan pada pendekatan naturalistik, maka
hipotesis tindakan yang dirumuskan masih bersifat tentatif, yang kemungkinan bisa
dimodifikasi sesuai dengan kenyataan di lapangan.
4) Menetapkan dan merumuskan rancangan tindakan: dalam tahap ini tim peneliti
secara bersama-sama merumuskan rancangan tindakan yang mencakup:
b) Menetapkan indikator-indikator disain pembelajaran motivasional dan indikator
strategi motivasional.
c) Menyusun rancangan strategi penyampaian dan pengelolaan pembelajaran
motivasional yang merupakan bahan intervensi, meliputi:
28
merancang/mengorganisasi bahan ajar (buku panduan), merancang satuan
pelajaran yang digunakan acuan oleh paraktisi dalam mengajar, merancang alat
evaluasi motivasional. Semuanya ini dirancang berdasarkan prinsip-prinsip
disain pembelajaran motivasional.
d) Menyusun metode dan alat perekaman data yang terdiri : angket, catatan
lapangan, pedoman wawancara, pedoman analisis dokumen, catatan harian.
e) Menyusun perencanaan metode pengolahan data. Dalam hal ini data akan diolah
berdasarkan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Mengingat penelitian tindakan ini lebih menekankan pada pendekatan
naturalistik, maka rancangan tindakan di atas beserta konsekuensi-konsekuensinya
bersifat fleksibel dan tentatif.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Secara prinsip tahap ini merupakan langkah menjalankan atau melakukan
tentang apa-apa yang telah direncanakan oleh praktisi dalam membelajarkan santri di
bidang keterampilan. Berpijak dari prinsip tersebut, maka langkah-langkah tindakan ini
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Melaksanakan/menintervinkan disain pembelajaran motivasional yang telah
direncanakan oleh praktisi. Intervensi ini diwujudkan dalam dua jenis yaitu: (1)
strategi penyampaian yang dilakukan melalui bahan ajar (buku panduan) yang
diberikan pada santri, dan (2) Strategi pengelolaan pembelajaran yang dilakukan
secara langsung oleh praktisi pada saat pengajaran berlangsung. Dalam tahap ini,
peneliti berusaha memberikan pengarahan, motivasi dan ransangan kepada semua
personil yang melakukan, dikenai dan terkait dengan pelaksanaan tindakan ini.
2). Melakukan pengamatan secara sistematis, sadar, kritis . dan obyektif dalam
memantau pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dilakukan oleh peneliti dan
juga oleh praktisi sendiri; dalam hal ini peneliti juga mengamati praktisi
dalam mengintervensikan disain motivasional, di samping juga mengamati
santri-santri yang dikenai tindakan intervensi. Sumarno (1994:4)
mengungkapkan bahwa pengamatan dilakukan secara komprehensif, sehingga
diharapkan dapat mengenali dan merekamnya secara lengkap gejala-gejala
yang memang direncanakan, baik yang mendukung maupun menghambat
28
efektifitas tindakan. pengamatan dilakukan dengan sepengetahuan maupun
tidak sepengetahuan praktisi. Semua hasil-hasil pengamatan direkam dalam
bentuk catatan lapangan, foto-foto, buku harian proyek/jurnal dan sejenisnya.
3) Pada dasarnya dalam pelaksanaan tindakan intervensi disain pembelajaran
motivasional ini dilakukan serangkaian aktivitas secara simultan yaitu (1)
pelaksanaan tindakan interventif, (2) mengamati semua fenomena yang
terjadi, dan (3) sekaligus melakukan refleksi dan pemaknaan terhadap semua
informasi/data yang telah terekam dan terdokumentasi, untuk menentukan
langkah-langkah selanjutnya. Semua siklus kegiatan tersebut dilakukan secara
bersama antara peneliti dan praktisi secara partisipatoris kolaboratif.
c. Tahap Observasi
Pada dasarnya tahap observasi bersamaan dilakukan dengan pelaksanaan
intervensi; begitu tindakan intervensi disain pembelajaran motivasional
dilakukan, segera juga dilakukan observasi terhadap kegiatan ini. Dalam kegiatan
ini peneliti dan praktisi berusaha untuk mengenali, merekam dan
mendekomentasikan semua indikator dari proses dan hasil, perubahan yang
terjadi baik yang diakibatkan oleh tindakan terencana maupun efek sampingan
dan bahkan efek lanjutannya yang diakibatkan adanya intervensi disain
pembelajaran motivasional. Hasil observasi ini diharapkan dapat mengetahui
sedini mungkin gejala yang mengisyaratkan ketidakberhasilan atau kesalahan
rancangan disain pembelajaran motivasional, sehingga informasi itu dapat
dimanfaatkan secepatnya untuk melakukan modifikasi rancangan tindakan.
d. Tahap Refleksi
Setelah semua informasi tentang intervensi disain pembelajaran
motivasional didapat melalui observasi, maka segera dilakukan refleksi. Dalam
hal ini semua informasi yang didapat berusaha dikaji dan dipahami bersama oleh
peneliti dan praktisi. Jadi secara garis besar dalam refleksi ini tim peneliti secara
bersama melakukan analisis - sintesis - memaknai - menerangkankan dan -
menyimpulkan informasi yang telah diperoleh dari tahap mengintervensi dan
mengobservasi. Pada akhirnya dari has i1 refleksi ini dapat mengungkapkan dan
28
merumuskan kesempatan, peluang, hasil yang dicapai dan keterbatasan, serta
konsekuensi dan implikasi dari temuan dan kesimpulan penelitian tindakan disain
pembelajaran motivasional ini. Hasil refleksi dan kesimpulan yang telah dibuat
digunakan sebagai pilakan dasar untuk me-netapkan dan merencanakan tindakan
berikutnya yang dibutuhkan dalam penelitian disain pembelajaran motivasional
ini.
2. Subyek Penelitian.
Subyek (sampel) penelitian ini ditentukan secara purposive berdasarkan
atas beberapa pertimbangan tertentu. Adapun pesantren yang dipilih menjadi
subyek penelitian ini adalah Pesantren Darussalam di desa Sengkubang
Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat.
Adapun santri yang dipilih dan dikenai tindakan intervensi adalah santri
mukim di pondok Pesantren Darussalam. Mengingat disain pembelajaran
motivasional ini terbatas hanya untuk bidang pendidikan keterampilan praktis
yang diajarkan, namun untuk keperluan penelitian tindakan perlu ditetapkan
aplikasinya pada setu jenis keterampilan tertentu. Dalam hal ini jenis
keterampilan yang dipilih adalah keterampilan pertukangan dan home industri.
3. Instrumen Pengumpul Data
Untuk melakukan observasi terhadap intervensi yang dilakukan, tim
peneliti menggunakan beberapa instrumen penelitian yaitu:
1. Catatan lapangan: pada dasarnya bagian ini berisi, deskripsi gambaran
tentang latar pengamatan terhadap tindakan, praktisi dan santri. Di
samping itu catatan lapangan juga berisi refleksi yang memuat kerangka
berpikir dan pendapat peneliti, gagasan dan sejenisnya.
2. Angket: ini khusus diberikan pada santri yang dikenai tindakan intervensi
disain pembelajaran motivasional, untuk melihat bagaimana pendapatnya
mengenai bahan ajar dan strategi pengelolaan motivasional yang mereka
terima.
3. Wawancara: ini khusus dilakukan oleh peneliti kepada praktisi
(instruktur/guru/fasilitaor) yang melakukan tindakan intevensi langsung di
28
kelas maupun di luar kelas. Dan juga wawancara ini dilakukan pada
beberapa santri mukim. Wawancara ini lebih bersifat indepth interview.
4. Foto: teknik ini digunakan untuk memotret pristiwa kelas dan di luar kelas yang
penting yang berkaitan dengan tindakan intervensi.
Buku harian proyek atau jurnal: ini digunakan untuk mencatat gagasan-gagasan dan
kesan-kesan dan apa-apa yang sebenarnya terjadi.
4. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan disain penelitian tindakan ini maka teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik-analisis data kualitatif. Analisis data
merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain guna menambah pemahaman mengenai bahan-bahan
tersebut serta memungkinkan untuk melaoporkan kepada pihak lain apa yang telah
ditemukan (Bogdan dan Biklen, 1982: 145). Seseungguhnya pada penelitian kualitatif,
pengumpulan dan analisis data bukanlah dua kwegiatan yang benar-benar terpisah, akan
tetapi merupakan satu kesatuan kegiatan yang saling berinteraksi. Mc Millan dan
Schumacher (2001: 405) mengemukakan bahwa lima langkah di dalam penelitian
kualitatif merupakan proses interaktif mulai dari penentuan subyek, perekaman data,
analisis dan penyajian data, dan interpretasi tentative selama proses pengumpulan data.
Menurut prosedur ini dari data yang diperoleh selanjutnya dikembangkan menjadi topic,
dan selanjutnya menemukan kategori-kategori baik kategori etik maupun kategori emik
yang untuk selanjutnya ditemukan pola yang dituangkan di dalam struktur naratif dan
representasi visual. Dalam penemuan pola ini peneliti akan menggunakan model
Schumacher dan Mc Millan (2001: 477). Seperti disajikan pada gambar di halaman
berikut:
28
Struktur Representasi narative visual
Tahap 4 Pola-pola (thema/konsep)
Tahap 3 Kategori (etik, emik)
Tahap 2 Topik
Tahap 1 Data
Pekerjaan lapangan: Temuan dan rekaman
Gambar 1: Proses analisis data induktif
5. Proses Analisis Data Induktif
Pada dasarnya analisis data diawali pada saat melakukan refleksi putaran
penelitian. Proses analisis data dimulai dengan menelaah (menganalisis, mensintesis,
memaknai, menerangkan dan menyimpulkan) seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber (catatan lapangan , angket, hasil wawancara, foto, buku harian proyek).
Analisis data dalam penelitian ini menggabungkan proses analisis interaktif yang
dikemukakan Mc Millan dan Schumacher serta oleh Miles dan Huberman (1992) yang
mengemukakan bahwa analisis interaktif merupakan suatu proses siklus interaktif antara
empat komponen yang saling terkait, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3)
penyajian data, dan (4) kesimpulan/verifikasi. Saling keterkaitan antara komponen-
komponen tersebut digambarkan seperti di halaman berikut:
28
Pengumpulan Data Penyajian Data
Resuksi Data Kesimpulan: Verifikasi
Gambar 2: Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif
Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah maka langkah berikutnya ialah mengadakan
reduksi data. Langkah berikutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan, yang
kemudian dikategorisasikan. Kategori-kategori ini dilakukan sambil membuat koding.
Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
Setelah itu mulailah tahap penafsiran data dan mengolah hasil sementara menjadi teori
substantif. Sedangkan teknik untuk memeriksa keabsahan data digunakan teknik
triangulasi, baik triangulasi sumber, metode, penyidik maupun teori. Mengingat
penelitian ini merupakan penelitian tindakan, maka tahap analisis datapun
dilakukan secara partisipatoris, kolaboratif dan kooperatif antara anggota tim
peneliti (peneliti & praktisi).
I. PENYIAPAN PARTISIPASI PENELITI
Mengingat penelitian tindakan ini bersifat partisipatoris, kooperatif dan
kolaboratif antara peneliti dengan praktisi, maka perlu dipandang dilakukan
pelatihan-pelatihan untuk menyiapkan partisipasi tim peneliti. Adapun penyiapan
partisipasi peneliti dilakukan dengan cara:
1. Melakukan diskusi bersama untuk leb,ih memahami konsep-konsep disain
pembelajarann motivasional.
28
2. Melakukan pelatihan bagi praktisi untuk menyusun bahan ajar dengan
pendekatan disain pembelajaran motivasional.
3. Melakukan pelatihan bagi praktisi untuk menyiapkan strategi
pembelajaran motivasional dalam proses belajar mengajar.
4. Melakukan pelatihan bagi praktisi untuk menerapkan strategi pengelolaan
pembelaiaran motivasional dalam proses belajar mengajar.
5. Melakukan pelatihan bagi praktisi dalam mengembangkan alat ukur
motivasi belajar.
Pelatihan ini dilakukan dengan intensif serta dengan waktu yang cukup sehingga
praktisi betul-betul dapat melakukan.
J. JADWAL KEGIATAN PELAKSANAAN PENELITIAN TINDAKAN
TAHUN 2003/2004
No. Kegiatan Bulan ke 10 11 12 01 02 03 04 05 06 07
Persiapan 1. Pelaksanaan Tindakan 2. Membuat Disain Operasional3. Interpretasi Hasil
Pelaksanaan 1. Pelaksanaan Tindakan2. Analisis Data3. Interprestasi Hasil
Penyusun Laporan1. Penyusunan Laporan2. Seminar Hasil Laporan3. Revisi Laporan & Penggandaan
28
DAFTAR BACAAN
Alvin Y. So dan Suwarsono, (1991), Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia, LP3ES, Jakarta.
Amin, M. (1987) , Prospek Perkembangan Pesantren 25 Tahun Mendatang (tahun 2012): Kasus Pesantren Darunnajah, Jakarta: Makalah Seminar Pesantren dalam Lustrum VI IKIP Muhammmadiyah, Jakarta: 26-28 Oktober.
APPEAL. (1966). Pendidikan Berkelanjutan: Arah dan Kebijakan Baru, Bangkok: Ditjen Dikluspora dan UNISCO.
Ardhana, W (1990). Atribusi Terhadap Sebab-Sebab Keberhasilan dan Kegagalan serta Kaitannya dengan Motivasi untuk Berprestasi, Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang, Malang : IKIP Malang.
Ardhana, W (1992). Atribusi Terhadap Sebab-Sebab Keberhasilan dan Kegagalan serta Kaitannya dengan Motivasi untuk Berprestasi, Forum Penelitian, 4, 2; 79-98.
Bogdan, R.C dan Taylor, S. (1975). Introduction and Qualitative Research Methods, New York: Jonh Wiley and Sons, Inc.
Bogdan, R.C dan Biklen, S.K. (1982). Qualitative Reseach for Education: An Introduction toTheory and Metgodes. Boston: Allun dan Bacon, Inc.
Borg, W.R and Gall, M.D. (1989). Educational Research An Introduction. New York: Longman
Cartwright, J. (1999). Cultural Tranformation. London: Prentice Hall.
Collins, D. )1999), Paulo Freire: Kehidupam, Karya dan Pemikirannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Craig, R.L. (1976). Training and Development Handbook: A Guide to Human Resource Development. New York: McGraw-Hill Book Company.
Degeng, N.S. & Miarso, V. (1993). Terapan Teori Kognitif dalam Disain Pembelajaran, Jakarta: Depdikbud-Dirjen Dikti.
Faisal, Sanapiah, (1981), Pendidikan Luar Sekolah di dalam Sistem Pendidikan dan Pembangunan, Nasional, Surabaya: Usaha Nasional.
Geetz Clifford (1981), Abangan, Santri, Priyayi dalam masyarakat Jawa (terjemahan Mahasin), Jakarta: Pustaka Jaya.
28
Geerz, Clinfford (1965), Modernization in a Muslim Society: The Indonesia Case, New York: Religion and Progres in Modern Asia.
Good, T.L & Brophy, J.E (1989). Motivation, dalam Wayan Ardhana, Jakarta: P2LPTK, Depdikbud.
Keller, J.M. & Suzuki, K. (1988). Use of the ARCS Motivational Model in Courseware Design. dalam Jonassen, Instructional Design for Microcomputer Courseware, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Keller, J.M & Visser, J. (1990). The Clinical Use of Motivational Massages: An Inquiry into The Validity of ARCS Model Motivational Design, Instructional Science, 19:467-500.
Kuntowidjojo (1991), Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, Yogyakarta: Mizan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, ( PP.Nomor 73 Tahun 1991), Tentang Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta.
Rahardjo, Dawam M. ed. (1988), Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES.
Saridjo (1985), Pola Pengembangan Pondok Pesantren Pelita IV, Jakarta: P2BKPPP-Depag. RI.
Soedomo, H.M. (1990), Peluang dan Diagnosis Masalah Pendidikan: Kumpulan Pemikiran Awal, Malang: Fakultas Pascasarjana IKIP Malang.
Reigeluth, C.M. (1983). Is Instructional Theories a Live and Well?, dalam Instructional Design Theories and Model: An Overview of Their Current Status. Edited by Reigeluth, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher.
Waseno, I, (1994). Wawasan dan Konsep Dasar Penelitian Tindakan Pendidikan, Makalah disampaikan dan dibahas pada Pelatihan Penelitian Tindakan yang diselenggarakan di IKIP Yogyakarta tanggal 9-12 Januari 1994.
28
top related