proposal penelitian

48
1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................... .. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran...….………………………………………… 1. LSM atau NGO secara garis besar………………………..................... 2. Dampak Dari Keterlibatan LSM atau NGO………………………....... a. Dampak dalam Aspek Sosial………………………....................... b. Dampak dalam Aspek Ekonomi……………………….................. c. Dampak dalam Aspek Kemasyarakatan ………………………...... B. Rumusan Masalah …………………..………………………………....... C. Tujuan Penelitian……………………………………………………....... i ii iii 1 1 4 6 7 8 9 9 9 11 15 15 20 21 24

Upload: dikdik

Post on 19-Jun-2015

1.221 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Penelitian

1

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................... …

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... …

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemikiran...….…………………………………………

1. LSM atau NGO secara garis

besar……………………….....................

2. Dampak Dari Keterlibatan LSM atau

NGO……………………….......

a. Dampak dalam Aspek

Sosial……………………….......................

b. Dampak dalam Aspek

Ekonomi………………………..................

c. Dampak dalam Aspek Kemasyarakatan

………………………......

B. Rumusan Masalah

…………………..……………………………….......

C. Tujuan

Penelitian…………………………………………………….......

i

ii

iii 1 1 4 6 7 8 9 9 9

11

15

15

20

21

24

Page 2: Proposal Penelitian

2

D. Manfaat

Penelitian...…………………………………………………......

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Civil

Soseity..…………….……........................…………………

B. Konsep Pemberdayaan

Masyarakat.........................…………………...

1. Pengertian

Pemberdayaan………………………..................................

2. Prinsip

Pemberdayaan………………………........................................

3. Bentuk

Pemberdayaan………………………........................................

4. Proses

Pemberdayaan……………………….........................................

C. Keberadaan ED (eksekutif daerah) WALHI Sultra secara garis

besar dalam penanganan konflik SDA dan SDM di Sultra

..................

D. Kerangka

Fikir……………………………………………………...........

BAB III METODE PENELITIAN

27

36

38

39

40

40

41

41

41

42

42

42

44

Page 3: Proposal Penelitian

3

A. Pendekatan

Penelitian……..…………………………………….............

B. Jenis

Penellitian.…………………………………………………….........

C. Lokasi

Penelitian……………………………………………………........

D. Tehnik Pengumpulan

Data……………………………………………...

1. Data

Primer……………………………………………………............

2. Data

Skunder…………………………………………………….........

E. Teknik Analisa

Data……………………………………………………..

1. Reduksi

data……………………………………………………...........

2. Penyajian

Data…………………………………………………….......

F. Penarikan

kesimpulan…………………………………………………..

DAFTAR

Page 4: Proposal Penelitian

4

PUSTAKA.............................................................................................

Page 5: Proposal Penelitian

5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan diumumkannya UU No.22/99 dan UU no 25/99 Indonesia membuat

langkah maju dan sangat pesat yaitu denga penyerahan sejumlah besar fungsi

kekuasaan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepemerintah daerah, dalam hal

ini Indonesia ingin mengembangkan suatu nagara desentralisasi yang lebih baik.

(PKPM-BAPENAS-JICA)

Dalam keadaan ini penting untuk mempromosikan otonomi daerah yang dapat

menghasilkan pembangunan fungsi yang lebih baik antara pusat dan daerah. Dan

untuk memperkokoh fungsi pemerintah pusat, pemerintah daerah serta penguatan

masyarakat lokal. Hal ini penting guna mekanisme semua tingkatan dalam konteks ini

penting sekali pihak pemerintah dan daerah dankhususnya LSM-LSM lokal untuk

semakin mendekati masyarakat dan menginduksi massyarakat lokal untuk dapat

mengambil inisiatif sendiri.

1. LSM atau NGO secara garis besar.

Istilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berasal dari suatu seminar yang

diselenggarakan Sekretariat Bina Desa (SBD) di Ungaran, Jawa Tengah 1978.

Prof.Dr. Sayogyo mengutarakan pendapatnya dalam penyebutan berbagai kelompok,

lembaga atau organisasi yang bermunculan pada waktu itu, yang sangat aktif dalam

upaya-upaya pembangunan terutama diantara lapisan masyarakat bawah. (Bambang

Ismawan)

Page 6: Proposal Penelitian

6

Lebih lanjut Bambang Ismawan menulis dalam artikelnya Di kalangan

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), kelompok, lembaga atau organisasi tersebut

disebut Non Government Organization (NGO) yang kemudian dalam suatu

konferensi (1976) Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) diterjemahkan menjadi

Organisasi Non Pemerintah (disingkat ORNOP).

Bambang Ismawan mengatakan dalam mencari istilah Indonesia bagi NGO,

kemudian menemukan istilah yang sering dipakai oleh Kementrian Kerjasama

International Jerman (Barat) yaitu Self Help Promoting Institute (SHPI) dan Self Help

Organization (SHO), masing-masing dimaksudkan sebagai lembaga yang didirikan

dengan tujuan menolong yang lain, sedang yang kedua dimaksudkan untuk menolong

diri sendiri. Penulis pikir istilah ini cocok untuk Indonesia. Dan atas saran Prof.

Sayogyo kemudian diperkenalkan istilah Lembaga Pengembangan Swadaya

Masyarakat (LPSM) untuk SHPI dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk

SHO.

Dalam Seminar (kerjasama antara SBD dan WALHI) di Gedung YTKI 1981

antara lain dimaksudkan memberi masukan pada Undang-undang Lingkungan Hidup

yang sedang disusun DPR, untuk memudahkan pemahaman di masyarakat disepakati

menggunakan satu istilah saja yaitu LSM.

Istilah LSM lalu didefinisikan secara tegas dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri

(Inmendagri) No. 8/1990, yang ditujukan kepada gubernur di seluruh Indonesia

tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat. Lampiran II dari Inmendagri

menyebutkan bahwa LSM adalah organisasi/lembaga yang anggotanya adalah

Page 7: Proposal Penelitian

7

masyarakat warganegara Republik Indonesia yang secara sukarela atau kehendak

sendiri berniat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh

organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan

taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian

secara swadaya.

Dalam Pilot Proyek Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat

(PPHBK) istilah LSM mencakup pengertian LPSM (Lembaga Pengembangan

Swadaya Masyarakat) dan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). PPHBK yang

dikelola oleh Bank Indonesia dimaksudkan menghubungkan Bank (formal) dengan

KSM (non formal) dalam bidang permodalan. Sejak diperkenalkan Bank Indonesia

tahun 1988, skema HBK telah berjalan sangat baik, hingga September 2001,

dilaksanakan di 23 propinsi, mencakup lebih dari 1000 kantor bank partisipan, 257

LPSM, 34.227 kelompok swadaya masyarakat dengan anggota sekitar 1.026.810

KK, menyalurkan kredit (akumulasi) Rp 331 milyar, memobilisasi tabungan beku

(akumulasi) Rp 29,5 milyar, dan tingkat pengembalian kredit 97,3%.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian LSM mencakup dua

kategori yaitu KSM dan LPSM. Disamping itu ada kategori ketiga yang disebut LSM

Jaringan, yaitu suatu bentuk kerjasama antara LSM dalam bidang kegiatan atau minat

tertentu, misalnya :

1. Sekretariat Bina Desa (SBD), berdiri 1974, merupakan forum dari LSM yang

bekerja di kawasan pedesaan

Page 8: Proposal Penelitian

8

2. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), berdiri 1976, merupakan wadah

kebersamaan LSM yang memusatkan perhatian pada upaya pelestarian

lingkungan

3. Forum Indonesia untuk Keswadayaan Penduduk (FISKA), berdiri 1983,

merupakan forum LSM yang bergerak dibidang kependudukan

4. Forum Kerjasama Pengembangan Koperasi (FORMASI), berdiri 1986,

merupakan forum LSM yang bekerja mengembangkan koperasi

5. Forum Pengembangan Keswadayaan (Participatory Development Forum- PDF),

berdiri 1991, merupakan peningkatan dari Forum Kerjasama LSM -- PBB (NGO -

UN Cooperation Forum) yang didirikan pada 1988. PDF menggabungkan

berbagai LSM berinteraksi dengan Pemerintah, dunia usaha dan badan-badan

Internasional dalam suatu forum untuk mengembangkan peran serta berbagai

aktor dalam pembangunan

2. Dampak Dari Keterlibatan LSM atau NGO

Dengan memahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan

penyelenggaraan kelompok swadaya, dapatlah kemudian disusun program-program

pengembangan yang merupakan peran LSM untuk mendorong keberhasilan

penyelenggaraan kelompok swadaya. Berdasarkan pengalaman ada 5 (lima) program

pengembangan yang dapat disusun untuk mendorong keberhasilan kelompok

swadaya yang disalurkan melalui tenaga-tenaga pendamping kelompok, yaitu :

Page 9: Proposal Penelitian

9

1. Program Pengembangan sumber daya manusia, meliputi berbagai kegiatan

pendidikan dan latihan baik pendidikan dan latihan untuk anggota maupun

untuk pengurus yang mencakup pendidikan dan letihan tentang ketrampilan

mengelola kelembagaan kelompok, ketrampilan teknik produksi, maupun

ketrampilan mengelola usaha.

2. Program pengembangan kelembagaan kelompok, dengan membantu

menyusun peraturan rumah tangga, mekanisme organisasi, kepengurusan,

administrasi dan lain sebagainya.

3. Program pemupukan modal swadaya, dengan membangun sistem tabungan

dan kredit anggota serta menghubungkan kelompok swadaya tersebut dengan

lembaga-lembaga keuangan setempat untuk mendapatkan manfaat bagi

pemupukan modal lebih lanjut.

4. Program pengembangan usaha, baik produksi maupun pemasaran, dengan

berbagai kegiatan studi kelayakan, informasi pasar, organisasi produksi dan

pemasaran dan lain-lain.

5. Program penyediaan informasi tepat guna, sesuai dengan kebutuhan

kelompok swadaya dengan berbagai tingkat perkembangannya. Informasi ini

dapat berupa eksposure program, penerbitan buku-buku maupun majalah-

majalah yang dapat memberikan masukan-masukan yang mendorong inspirasi

ke arah inovasi usaha lebih lanjut.

Page 10: Proposal Penelitian

10

Membawakan peran nyata dalam pembangunan pertanian dan pedesaan, dengan

menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tersebut diatas, keberadaan LSM yang banyak

itu akan berdampak positif seperti diuraikan dibawah ini:

a. Dampak dalam Aspek Sosial

Melalui proses pendidikan yang diberikan kepada kelompok swadaya diharapkan

wawasan pemikiran mereka pun semakin meningkat; sehingga mempunyai

kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam usaha mencukupi kebutuhan

hidup. Peningkatan pendidikan yang terjadi pada kelompok swadaya dapat melalui

dua jalur, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Peningkatan pendidikan secara

langsung terjadi apabila kelompok swadaya mendapatkan penyuluhan, pelatihan,

konsultasi, dan sebagainya. Sedangkan, peningkatan pendidikan secara tidak

langsung terjadi sejalan dengan terintegrasinya orang-orang desa dalam suatu

kelompok swadaya. Melalui kelompok tersebut setiap anggota berinteraksi

menumbuhkan kesadaran akan posisi mereka. Penyadaran diri merupakan langkah

awal untuk memulai memikirkan alternatif-alternatif baru yang mungkin dapat

ditempuh dalam usaha memperbaiki tingkat kehidupan. Di samping itu, dengan

adanya kesadaran akan posisi yang dimilikinya menyebabkan kelompok swadaya

berani memperjuangkan hak-hak mereka dengan mengaktualkan potensi yang ada

pada mereka serta mengikis kelemahan-kelemahan yang ada.

Melalui aktifitas yang dilakukan, intervensi pembinaan membantu pemecahan

permasalahan-permasalahan sosial yang terdapat dalam kelompok masyarakat.

Melalui sistem pendekatan terlibat langsung dengan kelompok, pola pembinaan

Page 11: Proposal Penelitian

11

bersama kelompok yang bersangkutan mampu mengidentifikasikan permasalahan

yang dihadapi secara mendalam. Akibatnya penanganan terhadap masalah yang

dihadapi kelompok dapat dilakukan secara tepat sasaran dan lebih tuntas. Di Samping

itu, berkat interaksi yang intens antara para pembina dengan kelompok, sementara

para pembina telah dilatih secara khusus dan selalu diberikan masukan untuk

meningkatkan kemampuannya dalam membina kelompok dan menghubungkannya

dengan berbagai pelayanan setempat, maka terjadilah proses transformasi sosial.

b. Dampak dalam Aspek Ekonomi

Dalam, bidang ekonomi, intervensi pembinaan akan mampu mendorong

masyarakat kecil untuk melakukan pemupukan modal. Selama ini faktor yang selalu

dikemukakan tentang penyebab tidak berhasilnya masyarakat miskin dalam

memperbaiki kehidupan adalah karena mereka tidak mampu untuk melakukan

pemupukan modal yang dapat dipergunakan sebagai pengembangan usaha. Dengan

sistem kelompok, maka modal yang kecil dari setiap warga dapat berkembang

menjadi besar, sehingga dapat dipergunakan sebagai modal usaha. Di samping itu,

dengan adanya modal yang terkumpul dapat mengundang partisipasi dana lebih besar

dari pihak ketiga. Saat ini terbuka kemungkinan Bank melayani kelompok-kelompok

swadaya yang berstatus non formal. Kemampuan permodalan kelompok yang

semakin bertambah memberikan peluang semakin besar untuk mengembangkan

usaha produktif.

Usaha produktif yang dilakukan kelompok menyebabkan terbukanya kesempatan

kerja atau usaha bagi kelompok itu sendiri maupun masyarakat luas. Hal ini

Page 12: Proposal Penelitian

12

berdasarkan kenyataan bahwa satu usaha produktif yang dilakukan, misalnya

peternakan atau industri kecil, tentu memerlukan usaha lain untuk menunjang

keberhasilan usaha produktif pokok. Usaha-usaha lain dari usaha pokok inilah yang

membuka kesempatan kerja baru (diversifikasi) dan peningkatan pendapatan warga

masyarakat.

c. Dampak dalam Aspek Kemasyarakatan

Proses interaksi didalam kelompok dengan sesama anggota maupun dengan

berbagai sumber pelayanan dan pembinaan semakin meningkatkan wawasan

berbangsa dan bernegara. Adanya kelompok sebagai wadah mengaktualisasikan diri

warga masyarakat pedesaan menyebabkan mereka merasa terlibat dalam proses

pembangunan. Keterlibatan mereka dalam pembangunan tidak lagi pasif, tetapi

menjadi aktif karena telah turut berusaha dalam berbagai kegiatan produktif yang

memberikan andil dalam sistem perekonomian yang lebih luas.

Kesadaran untuk turut berperan serta dalam kegiatan kelompok tersebut

mempunyai dampak lebih lanjut, yaitu adanya kesediaan mereka untuk berpartisipasi

dalam program-program pembangunan yang ditawarkan pemerintah. Proses

pengembangan kemandirian dan kesadaran berpartisipasi telah menjembatani

kesenjangan sosial di tingkat lokal. Dengan menyempitnya kesenjangan sosial berarti

stabilitas sosial politik pun dapat terus berlanjut. Sementara itu, pengalaman lapangan

LSM yang merupakan hasil kaji tindak (participatory action research) dapat

merupakan rekomendasi bagi perbaikan dan peningkatan dari pendekatan

pembangunan. (Bambang Ismawan)

Page 13: Proposal Penelitian

13

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas mengenai pran serta LSM dan dampak yang di

timbulkan dari peranserta LSM itu maka penulis merumuskan masalah sebagai

berikut:

a. Bagaimana peran Walhi Sultra sebagai kekuatan pengimbang, institusi

perantara, dan pemberdayaan masyarakat dalam Peningkatan Pegetahuan

terhadap akses lingkungan hidup?

b. Factor-faktor pendukung dan penghambat apa saja yang mempengaruhi peran

WALHI dalam mengaktualisasikan peran-peran tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, peneliti akan membatasi masalah penelitian

pada hal-hal berikut :

a. Untuk menganalisis seberapa besar peran Walhi Sultra sebagai kekuatan

pengimbang, institusi perantara, dan pemberdayaan masyarakat dalam

peningkatan pengetahuan terhadap lingkungan hidup.

b. Untuk mengetahui mengetahui faktor-fasktor pendukung dan penghambat

apa saja yang mempengaruhi peran WALHI dalam peningkatan pengetahuan

terhadap lingkungan hidup,

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut

Page 14: Proposal Penelitian

14

a. Manfaat teoritis, yakni melalui penelitian ini diharapkan dapat

mengembangkan konsep-konsep teoritis berkaitan dengan kajian

pemberdayaan masyarakat dalam pengetahuan mengenai lingkuangan hidup.

b. Manfaat aplikasi, studi ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

WALHI khususnya dan gerakan Organisasi Non profit pada umumnya

tentang peran yang harus dilakukan dalam proses pemberdayaan masyarakat

di daerah dampingannya.

Page 15: Proposal Penelitian

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR

Sehubungan dengan permasalahan yang diteliti, perlu kiranya untuk

menelaah konsep dan teori sebagai upaya untuk memperoleh definisi konseptual yang

sesuai, maka dalam penelitian ini perlu dilakukan tinjauan kepustakaan guna

memperoleh suatu kerangka pemikiran yang pada prinsipnya bertujuan: pertama,

untuk memperluas wawasan yang berkaitan dengan topik penelitian. Sesuai dengan

konteks penelitian ini, kerangka pemikiran yang dimaksud meliputi: Konsep civil

society, Konsep Pemberdayaan Masyarakat.

Kedua, hasil dari tinjauan pustaka dapat digunakan untuk menganalisis

temuan-temuan lapangan dari objek yang diteliti dengan menggunakan teori dan

konsep yang dikemukakan dibawah ini.

Kemudian pula pada bab ini penulis akan memaparkan sejarah rigkas berdirinya

WALHI di Sulawesi Tenggara, atau Keberadaan ED (eksekutif daerah) WALHI

Sultra secara garis besar dalam penanganan konflik SDA dan SDM di Sultra,

Kerangka Fikir.

CIVIL SOSIETY

Konsep civil society memiliki akar yang kuat dalam sejarah peradaban

masyarakat barat. Namun, dalam jangka waktu yang cukup lama, konsep tersebut

seolah terlupakan dalam diskursus ilmu social modern. Barulah muncul dan menguat

kembali ketika terjadi gelombang reformasi melanda Eropa Timur dan Tengah di

tahun-tahun pertengahan 80-an dan awal 90-an. Gelombang reformasi ini

Page 16: Proposal Penelitian

16

menggunakan civil society sebagai dasar dan arah perjuangan. Selanjutnya, konsep ini

menjadi bahan perbincangan dan kajian di tingkat teoritik, dan menjadi rujukan

gerakan ditingkat praktisi, di banyak negara belahan dunia, termasuk Indonesia.

(Rahmat :11-12).

Konsep civil society merupakan konsep yang megandung banyak problema

interpretasi dalam perkembangan sejarahnya. Hal ini bukan saja karena teori

mengenai hal tersebut mengalami perkembangan dan perubahan, namun juga karena

konteks ini dimana teori-teori tersebut di kembangkan juga mengalami

perkembangan. Namun, agar menggunakan konsep tersebut dapat dikontekstualisasi,

maka paling tidak, ada kerangka teori yang di jadikan landasan, dan secara garis besar

dapat diklasifikasikan sebagai berikut. (Karni 1999: 21-31, Hikam: 1996, 123-141).

Pertama, civil society sebagai system kenegaraan muncul lebih awal bahkan orang

dapat melacak sampai ke zaman yunani. Aristoteles menyebutnya dengan koinonia

politike, yaitu sebuah kelompok asosiasi, atau komunitas politik dimana warga negara

atau anggotanya (citizen) terlibat langsung dalam pengambilan keputusan.

Kedua civil society dimaknai sebagai visi etis dalam kehidupan bermasyarakat.

Hal ini dilakukan oleh Adam Ferguson, seorang filosof skotlandia, sebagai antisipasi

terhadap perubahan social yang diakibatkan oleh revolusi industry dan munculnya

kapitalisme. Dimana keduanya ini mengakibatkan lunturnya tanggung jawab social

masyarakat dan menguatnya pemenuhan kepentingan pribadi, civil society diharapkan

dapat memelihara tanggungjawab social yang akan menghalangi munculnya

despotisme. Karena dalam civil society solidaritas social muncul didasari oleh

Page 17: Proposal Penelitian

17

sentiment moral dan sikap saling menyayangi. civil society dipahami sebagai lawan

dari masyarakat primitive atau masyarakat bar-bar. (Gellner 1995, 68-90)

Ketiga civil society sebagai sebuah elemen ideology kelas dominan. Hegel, mulai

memisahkan civil society, atau disebutnya dengan buergerliche gesselschaft, dari

negara lembaga negara tersusun dari elemen-elemen keluarga, korporasi/asosiasi, dan

aparat administrasi/legal. Dalam susunan tersebut, civil society adalah lembaga social

yang berada diantara keluarga dan negara (administrasi/legal), yang dipergunakan

oleh warga sebagai ruang untuk mencapai pemuasan kepentingan individu dan

kelompok. Namun civil society masih belum mampu mengontrol dan mengatasi

konflik internalnya. civil society cenderung melumpuhkan dirinya sendiri (a self

crippling entity) karena itu civil society membutuhkan negara sebagai identitas

penjelmaan ide universal, untuk melindungi civil society lewat control hukum,

admiinistrasi, dan politik, dengan demikian, posisi negara berada diatas civil society.

(chandoke 2001 : 174).

Keempat civil society sebagai kekuatan pengimbang dari negara. Posisi civil

society tidak apriori sebagai subordinasi dari negara. civil society dalam dirinya

memiliki kekuatan politis yang dapat mengekang atau mengontrol kekuatan

intervensionis negara. civil society dimenggerti sebagai wilayah kehidupan social

yang terorganisasi dengan cirri-ciri kesukarelaan, keswasembadaan, keswadayaan,

dan kemandirian berhadapan dengan negara. Ini justru merupakan sumber legitimasi

keberadaan negara kendatipun tidak sepenuhnya mengontrol yang terakhir. Sebab

Page 18: Proposal Penelitian

18

bagaimanapun juga negara memiliki kapasitas berbeda dengan dan lebih bersifat

inklusif. (Alexis de tocqueville dalam Hikam 1999 : 130).

Civil society sebagai asyarakat madani yang dieksplorasinya dari pengalaman

masyarakat madinah di masa Nabi Muhammad SAW. civil society adalah suatu

masyarakat yang dipenuhi nilai-nilai keadaban (civility) dengan cirri-ciri;

egalitarisme penghargaan terhadapp orang berdasarkan prestasi, keterbukaan

partisipasi seluruh anggota masyarakat secara aktif, kepatuhan terhadap norma dan

hokum, toleransi, pluralism, musyawarah dan penegakan hokum dan keadilan.

(Noercholish Madjid: 1996, 51-55).

civil society menghargai kebebasan individu namun menolak anarki;

memperjuangkan kebebasan berekspresi, tetapi juga menuntut tanggung jawab etik;

menolak intevensi negara, tetapi memerlukan negara sebagai pelindung penengah

konflik, baik internal maupun eksternal. Negara memang tidak mesti dilihat langsung

sebagai lawan, karena negara juga memiliki elemen yang siknifikan bagi

pertumbuhan civil society, seperti pranata hukum. (Karni 1999: 36).

Dari paparan diatas terlihat paling tidak ada dua pengertian civil society yaitu:

civil society sebagai institusi atau kelompok-kelompok masyarakat yang terorganisir

secara swadaya, sukarela, dan mandiri. Yang kedua dalam pengertian sebagai tatanan

nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang meliputi; keterkaitan dan kepatuhan terhadap

norma dan hokum, toleransi dan penghargaan terhadap pluralism, solidaritas dan

egalitarisme, kebebasan, partisipasi serta kemandirian.

Page 19: Proposal Penelitian

19

Dalam analisa civil society ada dua versi yaitu civil society dalam pengertian civil

society yang menekankan kemampuan untuk mengembangkan nilai-nilai keadaban

(civility) bagi kelompok-kelompok maupun dalam kehidupan warga negara atau

mesyarakat secara umum. Pengertian ini selanjutnya di sebut civil society I (CS I).

sedangkan yang kedua dalam pengertian sebagai suatu ruang bagi tindakan yang

independen dari negara dan yang mampu melakukan perlawanan terhadap rezim yang

tirani. Yang kedua ini selanjutnya disebut civil society II (CS II). (foley dan Edwards

1996).

A. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

1. Pengertian Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan pada hakikatnya dapat dipandang sebagai upaya

untuk mewujudkan keberdayaan, yaitu kemampuan dan kemandirian. Menurut

Kartasasmita (1996:2) keberdayaan merupakan unsur-unsur yang memungkinkan

suatu masyarakat bertahan (survive) dan dalam pengertian dinamis mengembangkan

diri dan mencapai kemajuan. Unsur-unsur yang menjadi sumber keberdayaan

masyarakat dimaksud adalah nilai kesehatan, pendidikan, prakarsa, kekeluargaan,

kegotongroyongan, kejuangan dan sebagainya.

Disini MacArdle (1989) seperti yang dikutip Hikmat (2001:6) mengatakan

pemberdayaan adalah upaya untuk menciptakan dan meningkatkan partisipasi aktif

masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan. Senada dengan pendapat

diatas Ife (1995:182) mengemukakan :

Page 20: Proposal Penelitian

20

“Empowerment means providing people which it was resource,

opportunities, knowledge and skill to increase their capacity to determine

their own future and to participate in and effect the life of their community”.

(Pemberdayaan berarti menyiapkan kepada masyarakat sumber daya,

kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri

masyarakat itu dalam menentukan masa depan mereka, serta untuk

berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat

itu sendiri).

Pemberdayaan menurut pengertian diatas menunjukkan upaya dari suatu

pihak dalam menggerakkan partisipasi masyarakat dan memperkuat kemampuan

masyarakat lapisan bawah yang masih berada dalam kondisi tidak mampu

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan, keterbelakangan dan membutuhkan

pertolongan agar lebih berdaya dalam kemandirian, keswadayaan, partisipasi dan

demokratisasi.

Shardlow (1998:32) berpandangan bahwa pemberdayaan adalah sebagai

berikut :

“empowerment is centrally about people taking control of their own lives

and having the power to shape their own future”.

(pemberdayaan pada intinya adalah bagaimana individu, kelompok, atau

komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan

Page 21: Proposal Penelitian

21

mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan

mereka).

Selanjutnya Payne (1997) dikutip Adi (2003:54) mengatakan :

“ to help clients gain power of decision and action over their own lives by

reducing the effect of social or personal blocks to exercising existing power,

by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring

power from the environment to clients “

(membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan yang akan dia lakukan yang terkait dengan diri

mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam

melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan

dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, antara lain

melalui transfer daya dari lingkungan).

Yang dimaksud dengan klien disini adalah individu, keluarga, kelompok

dan komunitas, sehingga dengan pemberdayaan sebagai proses diharapkan mereka

mampu mengontrol kehidupannya dan menentukan masa depan yang mereka

inginkan.

Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, yang menjadi dasar pandangan

adalah upaya yang dilakukan haruslah diarahkan langsung pada akar

permasalahannya yaitu meningkatkan kemampuan dari bagian masyarakat yang

Page 22: Proposal Penelitian

22

tertinggal. Untuk lebih memahami definisi pemberdayaan tersebut dapat dilihat pada

tabel berikut ini :

Tabel 1

Definisi Pemberdayaan

No. Nama Ahli Definisi Pemberdayan

1. MacArdle

(1989) dikutip

Hikmat

(2001:6)

“Pemberdayaan adalah upaya untuk menciptakan dan

meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap

proses pengambilan keputusan.”

2. Ife (1995:182) “empowerment means providing people which it was

resource, opportunities, knowledge and skill to increase their

capacity to determine their own future and to participate in

and effect the life of their community”.

(Pemberdayaan berarti menyiapkan kepada masyarakat

sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk

meningkatkan kapasitas diri masyarakat itu dalam

menentukan masa depan mereka, serta untuk berpartisipasi

dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat

itu sendiri).

Page 23: Proposal Penelitian

23

3. Sardlow

(1998:32)

“empowerment is centrally about people taking control of

their own lives and having the power to shape their own

future”

(pemberdayaan pada intinya adalah bagaimana individu,

kelompok, atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan

mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa

depan sesuai dengan keinginan mereka).

4. Payne (1997)

dikutip Adi

(2003:54)

“ to help clients gain power of decision and action over their

own lives by reducing the effect of social or personal blocks

to exercising existing power, by increasing capacity and self

confidence to use power and by transferring power from the

environment to clients “

(membantu klien memperoleh daya untuk mengambil

keputusan dan menentukan tindakan yang akan dia lakukan

yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek

hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal

ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa

percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, antara

lain melalui transfer daya dari lingkungan)”.

Sumber : Literatur.

Page 24: Proposal Penelitian

24

Dari beberapa pandangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pemberdayaan adalah suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian

masyarakat yang mengarah kepada usaha merubah individu dan komunitas dari

kondisi yang serba terbatas dan tidak berdaya menjadi lebih mampu dan berdaya

untuk mengatasi segala keterbatasan serta dapat mengembangkan dirinya sehingga

mampu mengambil langkah dan berperan serta/berpartisipasi dalam berbagai kegiatan

pembangunan.

2. Prinsip Pemberdayaan

Didalam melakukan pemberdayaan keterlibatan masyarakat yang akan

diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai

secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat, memliki beberapa

tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan

mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan

(empowering) masyarakat dengan pengalaman merancang, melaksanakan dan

mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi (Kartasasmita,

1996:249).

Untuk itu diperlukan suatu perencanaan pembangunan yang didalamnya

terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat. Dalam perencanaan

pembangunan seperti ini, terdapat dua pihak yang memiliki hubungan yang sangat

erat yaitu pertama, pihak yang memberdayakan (Community Worker) dan kedua,

pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak harus saling mendukung

Page 25: Proposal Penelitian

25

sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan hanya dijadikan

objek, tapi lebih diarahkan sebagai subjek (pelaksana).

3. Bentuk Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan suatu bentuk upaya memberikan kekuatan,

kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan berbagai bentuk inovasi kreatif sesuai

dengan kondisi, yang secara potensial dimiliki. Disamping itu secara bertahap

masyarakat juga didorong untuk meningkatkan kapasitas dirinya untuk mengambil

peran yang sejajar dengan mereka yang lebih berdaya melalui proses penyadaran.

Menurut Prijono (1996:208-209), pemberdayaan terdiri dari pemberdayaan

pendidikan, ekonomi, sosial budaya, psikologi dan politik. Pemberdayaan pendidikan

merupakan faktor kunci yang ditunjang dan dilengkapi oleh pemberdayaan yang lain,

yaitu :

a. Pemberdayaan pendidikan. Pendidikan merupakan kunci pemberdayaan

masyarakat. Oleh karena pendidikan dapat meningkatkan pendapatan,

kesehatan, produktivitas. Seringkali masyarakat berpendidikan rendah

yang salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi, karean dalam

pendidikan itu sendiri membutuhkan biaya yang cukup banyak.

b. Pemberdayaan ekonomi. Akses dan penghasilan atas pendapatan bagi

setiap orang merupakan hal yang penting karena menyangkut

otonominya (kemandirian). Sehingga dengan faktor ekonomi tersebut

Page 26: Proposal Penelitian

26

memungkinkan manusia untuk mengontrol dan mengendalikan

kehidupannya sesuai dengan yang mereka inginkan.

c. Pemberdayaan sosial budaya. Dalam kehidupan masyarakat hendaknya

tidak ada pembedaan-pembedaan peran dan tanggung jawab dalam

kehidupan bermasyarakat. Setiap manusia hendaknya memiliki peran

dan tanggung jawab yang sama sehingga dapat berpartisipasi dalam

kehidupan bermasyarakat secara bersama-sama.

d. Pemberdayaan psikologi. Pemberdayaan sebagai perubahan dalam cara

berfikir manusia. Pemberdayaan tidak bermaksud membekali manusia

dengan kekuasaan dan kekayaan, tetapi membuat mereka sadar terhadap

dirinya dan apa yang diinginkan dalam hidup ini. Interaksi antar

masyarakat didasarkan atas pengambilan keputusan bersama, tanpa ada

yang memrintahakan dan diperintah, tidak ada yang merasa menang atau

dikalahkan. Pemberdayaan didasarkan atas kerja sama, untuk mencapai

dengan hubungan timbal balik yang saling memberdayakan.

e. Pemberdayaan politik. Dalam pemberdayaan politik pada intinya adalah

bagaimana setiap orang dapat memiliki peluang dan partisipasi yangs

sama dalam kegiatan-kegiatan politik. Seperti kesempatan bersama

dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan, keterlibatan

lembaga-lembaga politik, kesempatan untuk memberikan pendapat dan

menyampaikan hak suara dan lain sebagainya.

Page 27: Proposal Penelitian

27

Dalam pelaksanaannya, pemberdayaan yang menurut Midgley dalam Adi

(2003:49-50) diidentikkan dengan pembangunan sosial yang dapat dilakukan oleh

individu, masyarakat/atau komunitas maupun oleh pemerintah, yaitu :

a. Pembangunan sosial melalui individu (Social Development By

Individual), dimana individu-individu dalam masyarakat secara swadaya

membentuk usaha pelayanan masyarakat pada pendekatan individual

ataupun perusahaan (individuals or enterprise approach).

b. Pembangunan sosial melalui komunitas (Social Development By

Communities), dimana kelompok masyarakat secara bersama-sama

berupaya mengembangkan komitas lokalnya. Pendekatan ini lebih

dikenal dengan nama pendekatan komunitarian (communitarian

approach).

c. Pembangunan sosial melalui pemerintah (Social Development By

Goverments), dimana pembangunan sosial dilakukan oleh lembaga-

lembaga didalam organisasi pemerintah (governmental agencies).

Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama pendekatan statis (statist

approach).

Dari beberapa pendapat diatas jelas dikatakan bahwa dalam melakukan

langkah perencanaan pemberdayaan, harus meliputi bidang politik, hukum dan

ekonomi sehingga masyarakat dapat berperan didalam pembangunan dengan aturan

yang jelas demi peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Namun agar

Page 28: Proposal Penelitian

28

pemberdayaan dapat berjalan dengan baik, maka pemberdayaan dibidang pendidikan

merupakan faktor kunci dari pemberdayaan masyarakat.

4. Proses Pemberdayaan

Pemberdayaan sebagai suatu proses perlu adanya pengembangan dari

keadaan yang tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya guna mencapai

kehidupan yang lebih baik. Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar mampu

mentransfer daya adalah dengan strategi peningkatan pendidikan dan kesadaran,

sebagaimana Ife (1995:64), mengemukakan sebagai berikut:

“Empowerment through educationan and consciousness raising emphasizes

the importance of an educative process (broadly understood) in equipping

people to increase their power. This incorporates notion of consciousness

raising : helping people to understand the society and the structures of

oppression, giving people the vocabulary and the skill to work towards

effective change, and so on.”

(Pemberdayaan melalui peningkatan pendidikan dan kesadaran menekankan

pada pentingnya proses pendidikan (pengertian secara luas) untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat. Kerja sama ini menekankan pada

kesadaran meningkatkan: membantu masyarakat untuk memahami

masyarakat dan strukturnya, memberikan masyarakat wawasan dan

keterampilan untuk bekerja menghadapi perubahan secara efektif, dan

seterusnya).

Page 29: Proposal Penelitian

29

Agar proses pemberdayaan sesuai dengan tujuannya Adi (2001:32-33)

mengatakan perlu adanya intervensi sosial yang dijabarkan melalui dua intervensi

yakni internesi makro yaitu intervensi yang dilakukan di tingkat komunitas dan

organisasi sedangkan intervensi mikro adalah suatu intervensi yang dilakukan pada

level individu, keluarga dan kelompok.

Dalam penerapannya dilapangan Adi (2001:160) menyatakan ada 2 (dua)

pilihan pendekatan yang dapat dilakukan. Pendekatan direktif yang dilakukan

berdasarkan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan yang

baik bagi masyarakat, sedangkan pendekatan non direktif dilakukan berdasarkan

asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan baik bagi

mereka.

Menurut Hogan (2000:20) seperti yang dikutip Adi (2001:212), tahapan-

tahapan yang menggambarkan proses pemberdayaan yang berkelanjutan sebagai

suatu siklus, yaitu :

1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak

memberdayakan.

2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan pentidak

berdayaan.

3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek.

4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna.

5. Mengembangkan rencana aksi dan mengimplementasikannya.

Page 30: Proposal Penelitian

30

Terkait dengan hal tersebut, Lapera (2001:57-59) mengungkapkan langkah

perencanaan pemberdayaan ini dapat dilakukan dalam bidang:

1. Di bidang politik, pada bidang ini adalah mengerakkan perubahan

sedemikian rupa, sehingga dipenuhi syarat minimal bagi sebuah kondisi

baru yaitu menyangkut kepastian akan hak-hak dasar rakyat untuk ambil

bagian dalam proses politik dan penyelenggaraan pemerintahan. Inti dari

usaha pemberdayaan di bidang politik ini adalah menghilangkan seluruh

hambatan yang selama ini menutup peluang bagi masyarakat untuk bisa

ambil bagian secara konstruktif dalam proses pembangunan dan

pengambilan keputusan.

2. Di bidang hukum, di bidang ini diperlukan suatu kondisi minimal yang

berkembang memperkuat identitas masyarakat (komunitas), termasuk

identitas lokal yang antara lain dapat mengacu pada nilai-nilai dan

norma hukum adat setempat. Penguatan institusi lokal sudah tentu tidak

dilakukan dengan mata tertutup, melainkan dengan pikiran kritis,

sehingga jelas mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus

ditinggalkan.

3. Di bidang ekonomi, program di lapangan ekonomi diawali dengan

langkah redistribusi sumber-sumber ekonomi. Hal ini dilakukan untuk

memenuhi syarat dasar bagi pemenuhan konsumsi dan tingkat produksi

tertentu di kalangan masyarakat.

Page 31: Proposal Penelitian

31

Sesuai uraian diatas, dapat dikatakan proses pemberdayaan sebaiknya

mampu mentransfer daya dengan upaya peningkatan kapasitas masyarakatnya secara

berkelanjutan dalam meningkatkan daya dan kemampuan yang ada baik secara

individu, organisasi dan komunitas, yang merupakan upaya peningkatan

kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat.

B. Keberadaan ED (eksekutif daerah) WALHI Sultra secara garis besar dalam

penanganan konflik SDA dan SDM di Sultra.

Walhi Sultra adalah bagian dari organisasi yang concern dengan perjuangan

lingkungan hidup nasional yang tergabung dalam forum Wahana Lingkungan Hidup

Indonesia (WALHI). Eksistensi Walhi di Sulawesi Tenggara di mulai sejak awal

tahun 1990-an namun keanggotaannya masih bersifat personal yang aktif mengikuti

rangkaian kegiatan Eksekutif Nasional Walhi.

Pada pertengahan tahun 1996 dimulai babak baru Walhi Sulawesi Tenggara

dengan ditetapkannya Eksekutif Walhi Sulawesi Tenggara di bawah kepemimpinan

Haris Palisuri sebagai Direktur Eksekutif Daerah dan menempatkan Arsyad Abdullah

sebagai Dewan Nasional Walhi perwakilan Sulawesi Tenggara. Sejak saat itulah

eksistensi Walhi Sulawesi Tenggara semakin nampak dan memengaruhi kebijakan

pengelolaan sumber daya alam di sulawesi tenggara.

Concern walhi sultra di bidang advokasi diawali dengan melakukan

pendampingan terhadap masyarakat lambuya selatan yang berkonflik dengan PT.

Sumber Madu Bukari atas dukungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan

Page 32: Proposal Penelitian

32

Pemerintah Kabupaten Kendari (sekarang Konawe) untuk pembangunan perkebunan

tebu dan pabrik gula di Kecamatan Lambuya Selatan namun mengorbankan lahan

masyarakat dengan biaya ganti rugi 50 rupiah/m3. sikap arogansi yang konspiratif

(pengusaha-penguasa) tersebut otomatis mendapat perlawanan dari masyarakat

lambuya selatan yang kemudian mendapat dukungan dari Walhi Sultra.

Dukungan yang diberikan oleh Walhi Sultra adalah pengorganisasian,

peningkatan kapasitas, kampanye lokal-nasional, back up lawyer dan resolusi konflik.

Hingga saat ini masyarakat lambuya selatan dapat mempertahankan haknya melalui

perjuangan yang panjang bahkan melalui intimidasi, pemenjaraan dan faith accompli.

Sejak saat itu, Walhi Sultra mejadi kekuatan kritis yang bekerja bersama

masyarakat tertindas untuk meningkatkan resistensi atas kebijakan pembangunanisme

yang tidak populer demi mengejar peningkatan pendapata asli daerah (PAD). Walhi

Sultra juga mengedepankan partisipasi masyarakat dalam perjuangan lingkungan

hidup dengan memperluas organisasi rakyat dan organisasi masyarakat adat sebagai

organisasi yang resisten terhadap kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak

memihak pada kelestarian lingkungan dan keadilan antar generasi.

Untuk mempertahankan eksistensinya, Walhi Sultra memegang prinsip dan 10

nilai Walhi yakni (1) Demokrasi, (2) Keadilan Antar Generasi, (3) Keadilan Gender,

(4) Penghormatan Terhadap Makhluk Hidup, (5) Persamaan Hak Masyarakat Adat,

(6) Solidaritas Sosial, (7) Anti Kekerasan, (8) Keterbukaan, (9) Keswadayaan, (10)

Profesionalisme.

Page 33: Proposal Penelitian

33

Untuk mewujudkan visi walhi maka kebersamaan walhi dengan komunitas selain

mengutamakan partisipasi juga memboboti setiap diskusi, pelatihan maupun

pertemuan formal-informal lainnya dengan perspektif politik baik ekologi politik

maupun ekonomi politik sebagai penyebab utama penindasan yang dilakukan oleh

trio penguasa, pengusaha dan kreditur internasional. Walhi Sultra meyakini bahwa

kesadaran masyarakat meliputi 4 (empat) hal utama yakni Ideologi, Politik,

Organisasi dan Movement. Kesadaran tersebut harus terintegrasi dalam diri setiap

kader Walhi Sultra sebagai modal kuat menghadapi penetrasi kapitalisme yang

semakin kuat mencengkramkan modal bagi penghancuran ekologi dan ekonomi

secara global. Perlawanan bagi perusak lingkungan tidak akan menjacapai

kemenangan sejati tanpa mengintegrasikan 4 (empat) kesadaran tersebut.

Saat ini Walhi Sultra didukung oleh 15 (lima belas) lembaga anggota yang

bekerja di 8 (delapan) kabupaten dan 2 (dua) Kota se- Sulawesi Tenggara. Selain itu,

Walhi Sultra didukung oleh jaringan lokal, nasional dan internasional untuk

mendesakkan perubahan tata kelola bumi beserta isinya yang meng-arus-utamakan

kelestarian lingkungan dan keadilan antar generasi.

a. Visi

Walhi Sultra berusaha mewujudkan suatu tatanan sosial, ekonomi, dan politik

yang adil dan demokratis yang menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber

kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat.

b. Misi Dan Nilai-Nilai Dasar

Page 34: Proposal Penelitian

34

� Walhi adalah jaringan pembela lingkungan hidup yang independen untuk

mewujudkan tatanan masyarakat dan tatanan lingkungan hidup yang adil serta

demokratis.

� Walhi percaya hal lingkungan hidup yang sehat yang layak adalah hak asasi

manusia.

� WALHI menjujung tinggi keadilan gender, hak-hak masyarakat marjinal dan

hak-hak mahluk hidup.

� WALHI percaya gerakan lingkungan hidup terus berkembang menjadi

gerakan sosial yang mengutamakan solidaritas, aksi-aksi konfrontatif yang

kreatif dan tanpa kekerasan.

� WALHI percaya organisasi yang demokratis, terbuka, bertanggungjawab dan

profesional akan mampu melindungi hak-hak masyarakat dan keberlanjutan

lingkungan hidup.

c. Pengambilan Keputusan

Forum pengambilan keputusan tertinggi WALHI SULTRA adalah dalam

pertemuan anggota setiap tiga tahun yang disebut Pertemuan Daerah Lingkungan

Hidup (PDLH). Forum ini menerima dan mensahkan pertanggungan jawab Eksekutif

Daerah, Dewan Daerah serta Majelis Etik Daerah; merumuskan strategi dan

kebijakan dasar Organisasi; dan Memilih Fungsionaris Organisasi Selama 1 (satu

Priode) atau 3 (tahun) kepengurusan.

Page 35: Proposal Penelitian

35

Setiap tahun diselenggarakan pula Konsultasi Daerah Lengkungan Hidup

(KDLH) sebagai forum konsultasi antar komponen WALHI SULTRA dan evaluasi

program setiap tahun.

Setiap 3 (tiga) bulan dilaksanakan rapat kordinasi Eksekutif Daerah dan

Dewan Daerah untuk melakukan evaluasi program dan pembahasan kemungkinan

program baru berdasarkan hasil evaluasi.

d. Isu Strategis

1. Walhi Mandiri

2. Tata Pemerintahan yang Baik dan Bersih

3. Membangun Perlawanan Rakyat Melawan Neo-Imperialisme

e. Program

1. Pengorganisasian Rakyat

1.1. Pendidikan Kader

Pendidikan kader rakyat langkah awal perluasan organisasi rakyat dengan

menggunakan siklus Didik-Organisir-Mobilisir. Keberadaan organisasi rakyat

tersebut sebagai wadah massa kritis yang telah dididik melalui jenjang pendidikan

kader walhi yang dipersiapkan menjadi pemimpin politik diwilayah masing-masing

sekaligus meningkatkan massa kritis baik secara kuantitas maupun kualitas yang

menjadi akan memperkuat resistensi terhadap kebijakan negara yang tidak

menyeimbangkan kepentingan pembangunan dengan kepentingan keberlanjutan

sumberdaya alam dan keadilan antar generasi. Memajukan kesadaran kritis menjadi

kesadaran politik merupakan hasil dari refleksi atas pendidikan rakyat yang dilakukan

Page 36: Proposal Penelitian

36

Walhi Sultra selama ini yang telah gagal mereduksi kebijakan-kebijakan yang

berkontribusi terhadap perusakan lingkungan hidup sehingga resistensi rakyat masih

bersifat parsial, kasuistik dan temporal. Dengan meningkatnya kesadaran kritis rakyat

diyakini akan membawa perubahan yang signifikan dalam pengelolaan negara karena

akan sarat dengan kontrol rakyat secara langsung maupun tidak langsung.

1.2. Pembangunan Organisasi Rakyat

Rakyat terdidik kemudian didorong untuk membangun organisasi mandiri

yang dapat menjadi wadah efektif bagi perjuangan lingkungan hidup yang

bersinggungan dengan kebijakan negara. Olehnya organisasi yang terbentuk bukanlah

organisasi apolitis yang hanya berurusan dengan kerja bakti, reboisasi dan aktivitas

insidentil lainnya. Keberadaan organisasi rakyat yang dimaksud akan secara langsung

berhadapan dengan kebijakan pemerintah yang berpotensi melakukan pengrusakan

lingkungan hidup dan pengabaian hak azasi rakyat baik hak sipil dan politik maupun

hak ekonomi, sosial, budaya.

1.3. Mobilisasi Aksi Penentangan Kebijakan Yang Tidak Populer

Massa sadar yang terorganisir akan melakukan perjuangan lingkungan hidup

dengan berbagai cara untuk melawan kebijakan negara yang berpotensi atau nyata-

nyata melakukan eksploitasi dan pengrusakan lingkungan hidup. Mobilisasi aksi

dilakukan dapat berupa petisi, dialog dengan pengambila kebijakan, boikot produk,

demonstrasi dan mogok massal. Hal ini dilakukan untuk mendesakkan perubahan

kebijakan yang didekasikan bagi lingkungan hidup yang sehat, keberlanjutan

kehidupan dan keadilan antar generasi. Mobilisasi massa kritis juga diperuntukkan

Page 37: Proposal Penelitian

37

bagi perubahan komposisi pengambil kebijakan yang dimungkinkan melalui

pemilihan umum baik ditingkat Parlemen, Presiden dan Wakil, serta Kepala daerah

hingga ke tingkat pedesaan.

2. Kampanye

1.1. Seminar

Diseminasi posisi Walhi Sultra atau hasil studi dan investigasi tentang

kerusakan lingkungan diwilayah tertentu penting dilakukan oleh Walhi Sultra yang

melibatkan berbagai pihak. Seminar merupakan salah satu wadah yang dianggap

efektif untuk melakukan desiminasi yang sekaligus memberi ruang bagi berbagai

pihak memberikan masukan yang konstruktif untuk penyempurnaan hasil.

1.2. Siaran Pers

Untuk memperluas dukungan publik terhadap penanganan masalah secara

lingkungan yang sedang di advokasi walhi maka siaran pers merupakan alat yang

efektif karena akan secara langsung memberikan informasi kepada pembaca.

1.3. Distribusi Film

Pembuatan film dokumenter semakin penting menjadi alat kampanye karena

alat pemutar film tidak asing lagi bagi masyarakat bahkan sampai ke pelosok

pedesaan. Selain melakukan pemutaran film secara langsung ke berbagai wilayah

komunitas, pembuatan film juga akan didistribusikan ke elemen organisasi/lembaga

lainnya untuk dilakukan pemutaran di wilayah dampingan masing-masing serta dapat

mengambil manfaat dari pemutaran film tersebut untuk replikasi metode penanganan

masalah.

Page 38: Proposal Penelitian

38

1.4. Distribusi Buletin

Buletin merupakan alat kampanye lain yang selama ini bermanfaat bagi

pendidikan massa kritis karena dapat mendistribusikan informasi secara reguler ke

komunitas dampingan walhi. Dengan demikian hubungan dengan masyarakat

dampingan tetap terjalin dan dapat membantu kader rakyat untuk mengetahui

perkembangan informasi secara nasional maupun internasional.

3. Litigasi

1.1. Legal Standing

Sebagai upaya untuk meningkatkan efek jera bagi pelaku perusak lingkungan

dengan menggunakan perangkat hukum formal yang diakui oleh negara. Walaupun

pendekatan ini seringkali mendapatkan hambatan karena penegakan hukum yang

masih belum berjalan namun membuat banyak perusahaan perusak lingkungan

menjadi berhati-hati dalam mengoperasionalkan usahanya yang dapat menimbulkan

dampak kerusakan lingkungan.

1.2. Legal Drafting

Sebagai upaya untuk mendesakkan perubahan kebijakan di berbagai sektor yang

berkontribusi langsung bagi dampak lingkungan atau kebijakan yang memberikan

akses yang besar bagi ekspansi perusahaan yang bersifat eksploitatif, merusak

lingkungan serta memiskinkan rakyat.

4. Studi Geopolitik

Agar dapat menjabarkan peta permasalahan lingkungan sebagai dampak dari

kebijakan negara yang tidak berpihak maka menjadi penting untuk melakukan studi

Page 39: Proposal Penelitian

39

yang memetakan tingkat kerusakan lingkungan sebagai dampak langsung dari

kebijakan yang mengejar pertumbuhan pendapatan daerah melalui eksploitasi

sumberdaya alam secara berlebihan. Pemetaan tersebut juga disertai dengan data

tentang situasi politik daerah serta kecenderungan pilihan politik masyarakat yang

berdampak pada komposisi parlemen dan pejabat kepala daerah sebagai pintu masuk

bagi ekspansi modal. Dengan mengetahui peta geopolitik akan memberikan

pemahaman yang baik dan membantu mengarahkan tujuan advokasi secara tepat dan

efektif.

5. Resolusi Konflik

Kebijakan negara yang tidak berpihak kepada masyarakat telah banyak

menimbulkan konflik yang memperhadapkan masyarakat vs penguasa-penguasa

secara vis-a-vis. Kecenderungan ini selalu menempatkan masyarakat sebagai pihak

yang terkalahkan karena tidak didukung oleh sumberdaya yang memadai sebaliknya

penguasa dapat menggunakan seluruh perangkat kenegaraan untuk melumpuhkan

perlawanan rakyat baik aparat penegak hukum (polisi, jaksa dan Hakim), paramiliter

bahkan kekuatan militer. Olehnya dibutuhkan kemampuan resolusi konflik agar dapat

melakukan penanganan konflik secara damai, dialogis dan konstruktif untuk

diperkenalkan kepada pemerintah daerah.

f. Jaringan

WALHI SULTRA adalah bagian dari WALHI yang telah memiliki eksekutif

daerah di 25 Provinsi. Selain itu, WALHI adalah anggota dari Friends Of The Earth

Page 40: Proposal Penelitian

40

yang aktif melakukan berbagai agenda pembelaan lingkungan bertaraf lokal, nasional,

regional dan internasional.

Dari pendahuluan di atas mengenai lembaga swadaya masybarakat secara

garis besar, dampak yang di timbulkan oleh LSM tersebut mulai dari dampak sosial,

dampak ekonomi, dan dampak aspek kemasyarakatan. Serta profil LSM WALHI

dalam peranserta penanganan konflik yang terjadi di Indonesia dan sultra pada

khususnya, maka penulis tertarik meneliti “Analisis Peranserta Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) Walhi Dalam Peningkatan Pengetahuan Dan Kesadaran Terhadap

Lingkungan Hidup Masyarakt Di Kabupaten Konawe Utara”.

C. Kerangka Fikir

Peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam peningkatan penegtahuan

terhadap masyarakat serta kesadaran terhadap lingkungan hidup memang sangat

diperlukan, Melalui proses pendidikan yang diberikan kepada kelompok swadaya

diharapkan wawasan pemikiran mereka pun semakin meningkat; sehingga

mempunyai kemampuan untuk memikirkan banyak alternatif dalam usaha mencukupi

kebutuhan hidup. Melalui aktifitas yang dilakukan, intervensi pembinaan membantu

pemecahan permasalahan-permasalahan sosial yang terdapat dalam kelompok

masyarakat. Melalui sistem pendekatan terlibat langsung dengan kelompok, pola

pembinaan bersama kelompok yang bersangkutan mampu mengidentifikasikan

permasalahan yang dihadapi secara mendalam. Akibatnya penanganan terhadap

masalah yang dihadapi kelompok dapat dilakukan secara tepat sasaran dan lebih

Page 41: Proposal Penelitian

41

tuntas. Di Samping itu, berkat interaksi yang intens antara para pembina dengan

kelompok, sementara para pembina telah dilatih secara khusus dan selalu diberikan

masukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam membina kelompok dan

menghubungkannya dengan berbagai pelayanan setempat, maka terjadilah proses

transformasi sosial.

Dengan adanya LSM dalam membantu penigkatan pengetahuan keterlibatan

mereka dalam pembangunan tidak lagi pasif, tetapi menjadi aktif karena telah turut

berusaha dalam berbagai kegiatan produktif yang memberikan andil dalam sistem

perekonomian yang lebih luas. Kesadaran untuk turut berperan serta dalam kegiatan

kelompok tersebut mempunyai dampak lebih lanjut, yaitu adanya kesediaan mereka

untuk berpartisipasi dalam program-program pembangunan yang ditawarkan

pemerintah. Proses pengembangan kemandirian dan kesadaran berpartisipasi telah

menjembatani kesenjangan sosial di tingkat lokal. Dengan menyempitnya

kesenjangan sosial berarti stabilitas sosial politik pun dapat terus berlanjut. Untuk itu,

pengalaman lapangan LSM yang merupakan hasil kaji tindak (participatory action

research) dapat merupakan rekomendasi bagi perbaikan dan peningkatan dari

pendekatan pembangunan.

Page 42: Proposal Penelitian

42

BAB III

METODE PEMELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini dipergunakan pendekatan kualitatif, karena pada hakikatnya pendekatan ini dipandang relevan digunakan untuk mengamati gejala-gejala sosial dalam suatu masyarakat, khususnya mengenai peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup yang di lakukan oleh LSM WALHI. Kirk dan Miller dalam Moleong (2000:3) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.

Selanjutnya dalam pendekatan kualitatif ini, peneliti langsung ke lokasi penelitian yakni untuk melakukan pengamatan guna memperoleh informasi mendalam mengenai peran WALHI sebagai kekuatan pengimbang, dalam peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan Hidup. termasuk factor pendukung dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam mengaktualisaikan peran-peran tersebut. Hal ini berdasarkan tujuan penelitian kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2000:3).

Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif sangat erat kaitannya dengan perumusan masalah, dimana masalah penelitian dijadikan sebagai acuan dalam menentukan fokus penelitian. Disamping itu yang menjadi penekanan dalam pendekatan ini adalah unsur manusia sebagai instrumen penelitian. Hal tersebut sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang lentur dan mengikuti pola pemikiran manusia, sehingga mampu secara tanggap merespon kondisi dan kenyataan di lapangan selama pelaksanaan penelitian. Dengan demikian dalam penelitian ini segalanya ditentukan dari hasil akhir pengumpulan data yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya di lapangan.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analistis yaitu berusaha untuk mendapatkan gambaran secara mendalam, sistematis, factual dan akurat tentang fakta-fakta serta hubungan antara fenomena social yang diselidiki, (Nazir. M: 1999:63).

Berkaitan dengan metode penelitian deskriptif, Neuman (1997:19-20) menyatakan bahwa :

Descriptive research presents a picture of the specific details a situation, social setting, or relationship. Much of social research found in scholarly journals or used for making policy decisions is descriptive.

(Penelitian deskriptif menyajikan suatu gambaran dari suatu keadaan, latar belakang sosial ataupun hubungan antar sesuatu secara terperinci. Penelitian sosial yang banyak ditemukan pada jurnal-jurnal pendidikan atau digunakan untuk menyusun suatu kebijakan menggunakan metode deskriptif).

Sementara itu Nawawi dan Martini (1992:211) menegaskan bahwa salah satu ciri penelitian kualitatif yaitu data yang dikumpulkan bersifat deskriptif dimana data yang ditampilkan umumnya berbentuk uraian dan kalimat-kalimat yang merupakan gambaran faktual dan akurat, serta hubungan antar masalah yang diteliti. Dengan demikian peneliti membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai pengembangan masyarakat sebagai proses dalam pemberdayaan masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan kebijakan Program Gema Assalam di Mukim Meuraxa termasuk kendala-kendala yang dihadapi serta upaya-upaya mengatasinya.

C. Lokasi Penelitian

Dipilihnya WALHI sebagai lokasi penelitian di karenakan peneliti menilai selain walhi adalah organisasi yang sangat besar dan daerah dampingannya tersebar hampir di seluruh pelosok Indonesia, selain itu walhi Sultra banyak mengambil peran dalam pemberdayaan masyarkat dalam hal ini peningkatan pengetahuan dan kesadaran terhadap lingkungan hidup, dan selain untuk menghemat waktu dan pengeluaran biaya yang begitu besar peneliti mengambil inisiatif untuk melakukan penelitian ini di kantor WALHI Kendari yang berlokasi di jalan Bunga Tanjung No. 76.

D. Teknik Pengumpulan Data

Page 43: Proposal Penelitian

43

Data merupakan bagian terpenting dalam penelitian mengingat hakekat

dari penelitian merupakan pencarian data untuk diinterpretasikan dan dianalisis. Data

dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu data primer dan data sekunder.

Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

2. Data Primer

Diperoleh melalui Wawancara Mendalam (indepth-interview) secara semi

terstruktur dan observasi (pengamatan langsung). Wawancara mendalam

dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka

secara langsung kepada informan, dan diharapkan mendapat penjelasan

mengenai pendapat, sikap dan keyakinan informan tentang hal-hal yang

berhubungan dengan masalah penelitian ini. Sementara itu observasi

dilakukan untuk dapat melihat secara langsung berdasarkan pengalaman

sehingga tidak terjadi keraguan dalam mempercayai data dan mengecek

kepercayaan data yang ada di lapangan.

3. Data sekunder,

Diperoleh melalui Studi Kepustakaan (library research) dengan cara

membaca berbagai literatur seperti buku, jurnal, internet dan sumber bacaan

lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Page 44: Proposal Penelitian

44

Mengingat penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka peneliti

dalam menganalisa data mempergunakan model interaktif sebagaimana dikemukakan

oleh Miles dan Huberman (1992:15-21) yang meliputi kegiatan reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan. Mengenai ketiga kegiatan tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan tertulis lapangan. Dengan perkataan lain, reduksi data merupakan suatu

bentuk analisa yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang

yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan

akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi secara sederhana dan dapat dijelaskan.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan alur penting dari kegiatan analisis. Peneliti dalam hal

ini membatasi suatu penyajian sebagai kumpulan informasi yang tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan.

F. Penarikan Kesimpulan

Dalam pengumpulan data, peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data

sampai penyusunan kesimpulan. Artinya berdasarkan data yang diperoleh di

lapangan maka peneliti selanjutnya menyusun pemahaman arti dari segala peristiwa

melalui reduksi data, diikuti penyusunan data dalam bentuk deskripsi secara

sistematis. Reduksi data dan sajian data disusun pada waktu peneliti mendapatkan

Page 45: Proposal Penelitian

45

unit data yang diperlukan dalam penelitian. Setelah pengumpulan data berakhir,

peneliti berusaha menarik kesimpulan berdasarkan verifikasi data lapangan tersebut.

Alur kegiatan analisis data ini selanjutnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2

Analisis Data Model Interaktif

Sumber : Miles dan Huberman (1992:20).

Pengumpulan Data

Penarikan Kesimpulan

Penyajian Data

Reduksi Data

Page 46: Proposal Penelitian

46

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan

Intervensi Komunitas. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Adi, Isbandi Rukminto. 2003. “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas”. Edisi Revisi 2003. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Asori S, Karni, 1999, Civil Society Dan Umat, Sintesa Diskursi Rumah Demokrasi, Logos, Jakarta

Ernes Gellner, 1995, Membangun Masyarakat Sipil, Prasyarat Menuju Kebebasan, Mizan, Bandung.

Hikmat, Harry. 2001. “Strategi Pemberdayaan Masyarakat”. Bandung : Humaniora Utama Press.

Ife, Jim. 1995. “Community Development, Creating Community Alternatives-visions,

Analisys and practice”. Australia : Longman Pty Ltd.

Kartasasmita, Ginanjar. 1996. “Pemberdayaan Masyarakat : Konsep Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat”. Jakarta : Bappenas.

Lapera. 2001. “Politik Pemberdayaan”. Yogyakarta : Lapera Pustaka Utama.

Madjid, Noercholish, 1996, Menuju Masyarakat Madani, Dalam Ulumul Qur’an, Jurnal Ilmu Dan Kebudayaan, no.2/vii/1996.

Page 47: Proposal Penelitian

47

Micahel W. foley dan Bob Edwards, 1996, the paradox of civil society, journal of democracy, 7.3, dalam http://muse.jhu.edu/demo/journal_of_democracy/7.3foley.html

Miles, Mathew B. 1992. Analisa Data Kualitatif, Jakarta :Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexy, J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya

Muhammad AS Hikam, 1999, Demokrasi Dan Civil Society, LP3ES, Jakarta.

Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. 1992. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada Unversity Press.

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Neera Chandoke, 2001, Benturan Masyarakat Sipil, Istawa, Yogyakarta.

Neuman, Lawrence. 1997. Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches. 3rd Edition, Boston : Allyn and Bacon

Noercholish Madjid, 1996, Menuju Masyarakat Madani, Dalam Ulumul Qur’an, Jurnal Ilmu Dan Kebudayaan, No.2/VII/1996.

Prijono, Onny S dan A.M.W. Pranarka (penyunting). 1996. Pemberdayaan : Konsep, Kebijakan, dan Implementasi, Jakarta : Centre For Strategic and International Studies (CSIS).

PKPM-BAPENAS-JICA, 2004, Manajemen pemberdayaan masyarakat (community

empowerment management), Jakarta, secretariat pkpm

Page 48: Proposal Penelitian

48

Shardlow, Steven. 1998. ”Values, Ethics and Social Work dalam Adam, Robert., Lena Dominelli dan Malcolm Payne (eds). Social Work : Themes, Issues and Critical Debates”. London : MacMillan Press Ltd.

Artikel : UU No.22/99 dan UU no 25/99

Hartono : PROFIL WALHI SULAWESI TENGGARA SEKILAS TENTANG WALHI SULTRA

Bambang Ismawan, PARTISIPASI DAN DIMENSI KESWADAYAAN: PENGALAMAN LSM

MEMBANGUN KESWADAYAAN MASYARAKAT, Artikel - Th. II - No. 3 - Mei 2003