09e00101_analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di perairan...
Post on 30-Oct-2015
208 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN VEGETASI AKUATIK DI
PERAIRAN PARAPAT DANAU TOBA
T E S I S
Oleh
EVA FITRA 067030009/BIO
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2 0 0 8
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN VEGETASI AKUATIK DI
PERAIRAN PARAPAT DANAU TOBA
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
EVA FITRA 067030009/BIO
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2 0 0 8
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Judul Tesis : ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN VEGETASI AKUATIK DI PERAIRAN PARAPAT DANAU TOBA
Nama Mahasiswa : Eva Fitra Nomor Pokok : 067030009 Program Studi : Biologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc) (Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Ketua Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Dr. Dwi Suryanto, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc) Tanggal lulus: 2 September 2008
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
4Telah diuji pada
Tanggal 2 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc
Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS 2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D 3. Dr.Dwi Suryanto, M.Sc
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
PERNYATAAN
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 2 September 2008
Eva Fitra
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
ABSTRAK Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik telah diteliti pada bulan Januari 2008-April 2008. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel adalah Purpose Random Sampling. Analisis kualitas air dilihat dari kandungan faktor fisik kimia air yang dianalisis di Puslit SDAL Universitas Sumatera Utara. Identifikasi sampel vegetasi akuatik dilakukan di Laboraturium Ekologi FMIPA Universitas Sumatera Utara Hasil penelitan menunjukkan sifat fisika kimia perairan Danau Toba (BOD5, COD, fosfat,NO3-N, Amonia) berdasarkan PP No 82 tahun 2001,telah melewati ambang batas baku mutu air untuk golongan I sehingga perairan Danau Toba khususnya kawasan Parapat tercemar sedang sampai berat sehingga tidak layak di jadikan sebagai sumber air minum. Di perairan Danau Toba ditemukan 8 spesies vegetasi akuatik yaitu Eichhornia crassipes, Nelumbo lutea, Peltandra virginica, Hydrilla verticillata, Pistia stratiodes, Ipomoea aquatica, Marsilea villosa dan Typha angustifolia. Analisis persentase dari kerapatan dan frekwensi kehadiran diperoleh hasil bahwa spesies yang dominan di perairan Danau Toba adalah Hydrilla verticillata dengan Indeks Nilai Penting berkisar 80,04% sampai 81,88%. Indeks keanekaragaman vegetasi akuatik diperoleh nilai berkisar 1,06 1,33, Indeks keseragaman 0,68 0,97, Indeks similaritas sebesar 40%. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa COD, temperatur dan amonia berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman vegetasi akuatik yang terdapat di perairan Danau Toba. Kata Kunci : Kualitas air, Keanekaragaman, Vegetasi, Danau
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
ABSTRACT
The analysis of water quality and the correlation with the aquatic vegetation diversity has been analyzed in January 2008-April 2008. The method in determining the sample location is Purpose Random Sampling. The analysis of water quality can bee seen based on the physical-chemical content which analyzed in The Center of Environment Effect (PUSLITDAL) and identification of aquatic vegetation sample perform in the Ecology laboratory of FMIPA North Sumatera University.
The result of this research showed physicalchemical nature of Lake Toba Waterway (BOD5, COD, Phosphate, NO3-N, Ammonia) based on PP No. 82 year 2001, has passed the threshold of water quality for Type 1 therefore the Lake Toba Waterway particularly Parapat area included in middle and high polluted and cannot be used as drinking water.
In Lake Toba Waterway showed 8 species aquatic vegetation such as, Eichhornia crassipes, Nelumbo lutea, Peltandra virginica, Hydrilla verticillata, Pistia stratiodes, Ipomoea aquatica, Marsilea villosa and Typha angustifolia.
The analysis percentage of density and presentation frequency showed result that dominant species in Lake Toba Waterway is Hydrilla verticillata (with Importance Value Index about 80, 04% to 81, 88%. The aquatic vegetation diversity Index get value for about 1, 06 1, 33. Diversity index 0, 68 0, 97. Similarity index for about 40%. The result of Pearson correlation test showed that COD, temperature, ammonia correlated or same course with real effect toward of aquatic vegetation diversity in Lake Toba Waterway. Keywords : Water Quality, Diversity, Vegetation, Lake
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan Ridho-Nya penulis dapat
menyelesaikan penelitian Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan
Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Parapat Danau Toba, dibuat
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister
Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof.Dr.Ing.Ternala Alexander
Barus, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing I dan Prof.Dr.Retno Widhiastuti, MS
sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan
selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan hasil
penelitian ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc sebagai ketua Program Studi Magister Biologi
2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution M.Sc, Ph.D sebagai penguji yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil
penelitian ini.
3. Seluruh Dosen dan staff pengajar di Sekolah Pascasarjana jurusan Biologi yang
telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu
4. Gubernur Propinsi Sumatera Utara dan Ketua Bapeda Sumatera Utara yang telah
memberikan beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi S2.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
5. Suami (Ifwandi), Ibunda (Sartini), serta anak-anak tercinta (Yona, Bayu, Amel)
yang telah memberikan doa dan semangatnya.
6. Dr.Rer.Nat Binari Manurung, MSi. dan Keluarga yang telah memberikan
masukan dalam penyelesaian penulisan tesis
7. Keluarga Besar Unit SMA Negeri 19 Medan
8. Bapak Drs.H.Paimin yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
melanjutkan pendidikan S2
9. Teman-teman dalam tim penelitian dan adik-adik mahasiswa S1 Departemen
Biologi FMIPA USU Medan yang telah meluangkan waktunya menemani penulis
sejak awal survei sampai pada saat penelitian.
Akhir kata semoga Allah selalu memberikan rahmatnya dalam kita mengejar ilmu dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Terima kasih
Medan, Agustus 2008 Penulis
Eva Fitra
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
RIWAYAT HIDUP
EVA FITRA lahir pada tanggal 10 April 1970 di Payakumbuh, Sumatera
Barat, anak dari pasangan H. Muhammad Yasin dan Sartini. Penulis merupakan anak
ke-3 dari tiga bersaudara.
Pada tahun 1983 penulis menamatkan pendidikan dasarnya pada SD Negeri 8
Payakumbuh, kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 3 Medan sampai
tahun 1986. Setelah tamat kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 5 Medan sampai
tahun 1989. Tahun 1989 penulis melanjutkan ke IKIP Negeri Medan mengambil
program S1 Jurusan Pendidikan Biologi dan tamat tahun 1994. Pada bulan Desember
1994 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, ditugaskan di SMA Negeri 1
Hinai Kabupaten Langkat. Penulis mengajar di Hinai sampai tahun 2005, lalu pindah
ke SMA Negeri 19 Medan dan bertugas disana sampai sekarang.
Tahun 2006 penulis mendapat beasiswa dari Pemerintah Propinsi Sumatera
Utara untuk melanjutkan pendidikan S2 dengan Program Studi Biologi di Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK i ABSTRACT..................................................................................................... ii KATA PENGANTAR..................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR....................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 4 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6
2.1. Ekosistem Danau..................................................................... 6 2.2. Ekosistem Danau Toba ........................................................... 9 2.3. Vegetasi Akuatik (Makrohidrofita)......................................... 12 2.4. Faktor-Faktor Fisik dan Kimia yang Mempengaruhi Kualitas Air ........................................................................................... 13
BAB III BAHAN DAN METODE............................................................. 20
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 20 3.2 Pengukuran Faktor Fisik Kimia Air ........................................ 21 3.3 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet ................. 24 3.4 Pengambilan Sampel Tumbuhan................................................ 25 3.5 Analisis Data.............................................................................. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 32
4.1. Sifat Fisika dan Kimia Perairan .............................................. 32 4.2. Sifat Fisika-Kimia Perairan Danau Toba Berdasarkan Metode Storet .......................................................................... 46
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
4.3. Coliform Perairan Danau Toba ............................................... 48 4.4. Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Hasil Penelitian.............. 50 4.5. Nilai Kerapatan Populasi Tumbuhan (KP), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) dan Nilai Penting (NP)....... 59 4.6. Nilai Keanekaragaman (H) dan Keseragaman (E) dan Uji Perbedaan Keanekaragaman (Uji t Hutcheson).................... 61 4.7. Indeks Similaritas (IS) ............................................................ 63 4.8. Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Faktor Fisika-Kimia dengan Indeks Keanekaragaman Vegetasi Akuatik................ 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 67
5.1. Kesimpulan ............................................................................. 67 5.2. Saran ....................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1. Berbagai Parameter Fisika-Kimia yang Diukur ................................ 23 3.2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air............ 25 4.1. Hasil Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Perairan Danau Toba pada Tiga Stasiun Pengamatan. ......................................................... 32 4.2 Nilai Perbandingan Parameter Fisika Kimia Ketiga Stasiun Pengamatan Berdasarkan Uji Kruskal Wallis .................................. 33 4.3 Ratio Nilai Rata-Rata BOD5 : COD yang Diukur pada Tiga Stasiun Pengamatan........................................................................................ 39 4.4 Kondisi Fisika-Kimia Air Yang Terdapat di Perairan Danau Toba Menurut Metode Storet...................................................................... 47 4.5. Hasil Uji Coliform pada Tiga Stasiun Penelitian di Perairan Danau Toba ...................................................................................... 49 4.6. Keanekaragaman Jenis Vegetasi Akuatik Pada Tiga Stasiun Pengamatan di Perairan Danau Toba ............................................... 50 4.7. Nilai Kerapatan Populasi (KP Ind/m2) Kerapatan Relatif (KR%), Frekuensi Kehadiran (FK%) dan Nilai Pentintg (NP)...................... 59 4.8. Nilai Keanekaragaman (H) dan Keseragaman (E) dari Komunitas Vegetasi Akuatik pada Setiap Stasiun Pengamatan ....... 62 4.9. Nilai th Pada Uji Perbedaan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Antar Tiga Stasiun Pengamatan ....................................................... 63 4.10. Indeks Similaritas Antar Stasiun Pengamatan................................... 63 4.11. Hasil Analisis Korelasi Pearson Antara Sifat Fisika-Kimia Perairan Danau Toba dengan Keanekaragman Vegetasi Akuatik ... 65
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Penampang Suatu Ekosistem Danau .................................................. 7
4.1. Eichhornia crassipes................ ................................................. 52
4.2. Nelumbo lutea ........................................................................... 53
4.3. Peltandra virginica.................................................................... 54
4.4. Hydrilla verticillata ................................................................... 55
4.5. Pistia stratiodes......................................................................... 55
4.6. Ipomoea aquatica ...................................................................... 57
4.7. Marsilea villosa......................................................................... 57
4.8. Typha angustifolia ..................................................................... 58
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1 Data Vegetasi Akuatik di Perairan Danau Toba................................. 72
2 Contoh Perhitungan (KP, KR, FM, FR, INP, H dan IS) ................... 74
3 Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 79
4 Foto-foto Hasil Penelitian................................................................... 80
5 Tabel Uji Korelasi Pearson................................................................. 84
6 Hasil Uji Faktor Fisika Kimia dari Laboratorium Kimia Puslit USU 85 7 Hasil Uji Colifecal dari Laboratorium Mikrobiologi USU ................ 86
8 PP No.82 Tahun 2001 Tentang Baku Mutu Air Golongan I .............. 88
9 Cara Kerja Metode MPN (Most Probability Number) ....................... 90
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
17
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia yang terbentuk secara
Vulkono-Tektonik, terletak di pegunungan Bukit Barisan. Luas permukaan danau
+1.100 km2 dengan total volume air +1.258 km3. Perairan terdalam berkisar 499 m
dan berada pada ketinggian 995 m di atas permukaan laut, dikelilingi oleh tebing dan
gunung-gunung dengan ketinggian maksimal 2.1257 m. Danau Toba terletak antara
20-30 LU dan 980-990 BT. Dasar danau kebanyakan terdiri dari batu-batu, pasir dan
pada bagian tertentu terdapat endapan lumpur (Ondara, 1969 dalam Eyanoer et al,
1980).
Danau Toba merupakan fungsi sumberdaya air yang mempunyai nilai sangat
penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta ekonomi. Hal ini berkaitan
dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai organisme air, sebagai sumber air
minum bagi masyarakat sekitar, sebagai tempat penangkapan ikan dan budidaya ikan
dalam keramba jaring apung, kegiatan transportasi air, menunjang berbagai jenis
industri seperti kebutuhan air untuk industri pembangkit listrik Sigura-Gura dan
Asahan. Tak kalah pentingnya adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata
yang sudah terkenal ke mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan
pariwisata di Provinsi Sumatera Utara.
1 Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Pemanfaatan air Danau Toba yang sangat beragam di satu sisi membutuhkan
kualitas air danau yang baik serta memenuhi persyaratan tertentu. Sebaliknya
pemanfaatan danau bagi berbagai aktivitas masyarakat tersebut juga memberikan
imbas terhadap penurunan kualitas airnya, dimana Danau Toba juga digunakan
sebagai tempat membuang berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan
pertanian di sekitar Danau Toba, limbah domestik dari pemukiman dan perhotelan,
limbah nutrisi dari sisa pakan ikan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan yang
dibudidayakan, limbah pariwisata dan transportasi air.
Dari berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi telah terjadi
penurunan kualitas air di lokasi-lokasi yang terkena dampak kegiatan masyarakat.
Hasil analisis laboratorium terhadap sampel air danau yang diambil pada waktu
terjadinya kematian massal ikan mas di perairan Haranggaol Danau Toba pada bulan
November 2004 menunjukkan bahwa nilai kelarutan oksigen (DO) telah turun pada
nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 2,95 mg/l, hal ini menunjukkan bahwa
ketersediaan oksigen sudah sangat terbatas. Selanjutnya nilai BOD (Biochemical
Oxygen Demand) sebesar 14 mg/l memberikan indikasi tingginya bahan organik di
dalam air. Bahan organik tersebut kemungkinan berasal dari sisa pakan yang tidak
habis dikonsumsi oleh ikan budidaya. Demikian juga konsentrasi zat-zat nutrisi
seperti nitrogen dan fosfor telah jauh melebihi ambang batas yang ditetapkan (Barus,
2007).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Penelitian yang dilakukan oleh Terangna et al, (2002) dalam Barus (2007)
tentang sifat fisik, kimia air di ekosistem Danau Toba menunjukkan bahwa lokasi
yang berada di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau) masih bersifat
oligotrofik (miskin zat hara). Hal tersebut ditandai dengan kandungan nutrisi yang
rendah, kecerahan air mencapai 11-14 m dari kadar oksigen masih terdeteksi sampai
ke dasar danau dengan kedalaman lebih dari 200 m. Pada lokasi yang dekat dengan
pemukiman dan lokasi budidaya ikan dalam jaring apung terdeteksi memiliki kadar
nutrisi yang tinggi yang ditandai dengan pertumbuhan eceng gondok yang cukup
subur.
Penurunan kualitas air akan menyebabkan terjadinya perubahan ekologis pada
perairan Danau Toba, yang memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman
organisme yang hidup di dalamnya. Keanekaragaman spesies dapat dijadikan
sebagai indikator kualitas air. Suatu komunitas dikatakan memiliki
keanekaragaman spesies yang tinggi bila terdapat banyak spesies dengan jumlah
individu masing-masing species relatif merata. Bila suatu komunitas hanya terdiri
dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata maka komunitas
tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah dan itu menjadi indikasi bahwa
suatu perairan telah tercemar.
Vegetasi akuatik sebagai salah satu komponen komunitas Danau Toba juga
dapat memberikan petunjuk tentang kualitas danau tersebut. Secara kasat mata, di
beberapa kawasan Danau Toba kita bisa melihat tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan
air terutama eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang telah menutupi lapisan
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
permukaan danau. Hal ini terjadi akibat proses eutrofikasi (pengayaharaan) yang
merupakan suatu gejala peningkatan unsur hara terutama nitrogen dan fosfor
sehingga terjadi ledakan populasi vegetasi air (blooming). Sejauh ini belum ada
penelitian tentang hubungan kualitas air dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di
perairan Danau Toba khususnya kawasan Parapat, sehubungan dengan hal tersebut
penelitian ini perlu dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah
Danau Toba merupakan salah satu perairan yang umum digunakan untuk
berbagai aktivitas masyarakat seperti industri, pemukiman, perikanan, dan pariwisata.
Pemanfaatan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air yang
berdampak pada kehidupan organisme perairan termasuk vegetasi akuatik. Sejauh ini
belum diketahui bagaimana hubungan antara kualitas air dengan keanekaragaman
vegetasi akuatik yang terdapat di perairan Danau Toba.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas perairan Danau Toba
khususnya kawasan Parapat serta hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi
akuatik.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
1.4. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini dapat diperoleh gambaran tentang kualitas air di perairan
Parapat Danau Toba. Dari data yang didapatkan di lapangan diharapkan dapat
memberikan informasi yang berguna bagi instansi yang memiliki kewenangan dalam
pengelolaan perairan Danau Toba.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Danau
Lebih kurang tiga perempat bagian dari permukaan bumi tertutup air. Dari
segi ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau
seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut,
air laut dan air payau merupakan bagian terbesar yaitu lebih dari 97%. Walaupun
habitat air tawar menempati bagian yang sangat kecil, namun sangat penting bagi
manusia sebagai sistem pembuangan (Michael, 1994).
Sebagian besar air tawar yang ada di permukaan bumi tersimpan dalam
bentuk massa es yang sangat besar di daerah kutub dan sebagai gletser di daerah
pegunungan tinggi. Selain itu, air tawar juga terdapat dalam tanah yang muncul
sebagai mata air, mengalir di permukaan sebagai sungai, dan menggenang dalam
danau dan kolam yang jumlahnya + 0,3% dari total volume air. Jumlah yang sedikit
inilah yang dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia dan jasad hidup lainnya
(Barus, 2007).
Ekosistem air tawar dibagi menjadi 2 jenis yaitu air diam misalnya kolam, danau
dan waduk, serta air yang mengalir seperti misalnya sungai. Air diam digolongkan
sebagai perairan lentik, sedangkan air yang mengalir deras disebut lotik. Perairan
lentik atau perairan menggenang dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu rawa,
danau dan waduk (Barus, 2004).
6 Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
23
Suatu perairan disebut rawa bila perairan tersebut dangkal dengan tepi yang
landai serta dipenuhi oleh tumbuhan air. Perairan disebut waduk bila terbentuk akibat
pembendungan sungai. Perairan disebut danau bila perairan itu dalam dengan tepi
yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan
air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan proses terjadinya danau
dikenal dengan danau tektonik (terjadi akibat gempa) dan danau vulkanik (akibat
aktivitas gunung berapi). Danau tektonik umumnya sangat dalam sedangkan danau
vulkanik umumnya memiliki sumber air atau gas panas (Barus, 2004).
Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu seperti
Gambar 2.1 berikut ini.
Zona Limnetik
Batas Penetrasi Cahaya
Zona Profundal
Fotik
Afotik
Zona Litoral
Benthal
Sumber : Barus (2004)
Gambar 2.1. Penampang Suatu Ekosistem Danau
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan
zona profundal. Litoral adalah zona yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari
sedangkan zona profundal adalah bagian perairan yang dalam dan tidak dapat
ditembus oleh cahaya matahari (Barus, 2004).
Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi yang merupakan habitat nekton
dan plankton disebut zona plagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal yaitu zona pada
permukaan air yang merupakan habitat kelompok nueston dan pleuston. Berdasarkan
pada daya tembus cahaya matahari ke dalam lapisan air, dapat dibedakan antara zona
fotik di bagian atas yaitu zona yang dapat ditembus cahaya matahari dan zona afotik
di bagian bawah yaitu zona yang tidak ditembus cahaya matahari (Barus, 2004).
Payne (1986) mengatakan, air danau bersumber dari air hujan yang turun di
sekitar permukaan danau, air sungai yang mengalir ke danau dan air tanah yang
berada di sekitar danau tersebut. Kehilangan air danau disebabkan oleh evaporasi,
pemakaian air danau untuk aktivitas pertanian di sekitar danau dan juga disalurkan
melalui sungai.
Berdasarkan kandungan nutrisinya, Welch (1980) menggolongkan danau
menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Danau Oligotropik, yaitu danau yang sangat dalam, miskin akan nutrient (bahan
organik yang tersuspensi) di dasar perairan seperti kalsium, nitrogen dan fosfor,
material humus sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, kandungan
oksigennya tinggi dan merata di setiap kedalaman serta banyak ditumbuhi oleh
tumbuhan air yang besar (makrohidrofita).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
b. Danau Eutropik, merupakan danau yang relatif dangkal, kaya akan nutrisi seperti
kalsium, nitrogen dan fosfor, oksigen terlarut pada stratifikasi kedalaman sangat
bervariasi, rendah atau tidak ada sama sekali, dan biasanya sangat padat ditumbuhi
oleh tumbuhan makrohidrofita.
c. Danau Distropik, merupakan danau yang dangkal dan temperatur bervariasi,
sedikit mengandung nutrien, material humus sangat banyak, oksigen terlarut
hampir tidak ada pada daerah-daerah yang dalam dan sedikit dijumpai tumbuhan
air yang besar-besar.
2.2. Ekosistem Danau Toba
Danau Toba dilihat dari asal proses terbentuknya merupakan danau volcano-
tektonik yang menurut Van Bemmelen (1949) dikatakan terbentuknya akibat
proses tanah terban yang terjadi karena bagian kedalamannya yang berupa magma
naik ke permukaan melalui celah tektonik membentuk gunung api. Ruang yang
ditinggalkan oleh magma membentuk rongga di dalam kerak bumi dan kemudian
beban di permukaannya mengalami terban dan terpotong menjadi beberapa bagian.
Bagian yang cukup besar berada pada bagian tengah dengan posisi miring ke arah
barat berupa pulau Samosir, dan bagian lain yang posisinya lebih rendah
selanjutnya tergenang air permukaan membentuk danau. Erupsi magma di bagian
barat yang muncul ke permukaan membentuk gunung api Pusuk Bukit (1981 m)
sedangkan di sekeliling bagian yang terban terbentuk dinding terjal atau caldera
rim. Luas keseluruhan danau termasuk pulau Samosir adalah 1.810 kilometer
persegi, dengan luas danau lebih dari 1.100 kilometer (Bapedalda Sumut, 2000).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Ukuran panjang Danau Toba lebih dari 87 kilometer dengan lebar maksimum
31,5 kilometer. Permukaan air danau berada pada elevasi + 905 meter di atas
permukaan laut, dikelilingi oleh tebing dan gunung-gunung dengan ketinggian
maksimal 2.157 meter (Dalok Uludarat). Kedalaman air danau diukur pada penelitian
ini dengan kedalaman 499 meter dan menurut informasi ada beberapa tempat yang
kedalamannya lebih dari 1.000 meter (Bapedalda Sumut, 2000).
Batuan penyusun di sekeliling danau terutama adalah bahan volkanik dari
jenis Rio-dasit, Breksi volkanik dan Tuff, sedangkan di sisi bagian timur sebelah
utara kota wisata Prapat terdapat Batu Marmer. Pada sisi barat laut di selatan
Tongging terdapat Batu liat (clay stone) dan skis, sedangkan pada pulau Samosir
sebagian besar terdiri atas batu liat diatomae, Tuff, batu pasir. Hasil pelapukan batuan
tersebut membentuk tanah Andosol, mediteran, dan Alivial, dengan tekstur terutama
geluk berdebu dan geluk pasiran. Tanah Aluvial berada di bagian tenggara dan
selatan yaitu di wilayah Porsea, Laguboti, dan Balige. Tanah Andosol berada di
dataran tinggi seperti Tanah Karo di bagian utara (Purba, Saribu Dolok, dan Merek)
di selatan Tele di bagian barat, dan Litongnihuta - Silanduk di bagian selatan dekat
Siborong-borong. Pada lereng-lereng terjal memiliki jenis tanah Lotosol (Bapedalda
Sumut, 2000).
Penutup lahan yang dominan di daerah penangkap air di sekitar danau
Samosir adalah rumpur (89.562 ha), perladangan (8.069 ha), hutan dan semak (+
56.000 ha), sawah dan lahan budidaya lain (+ 30.000 ha). Secara adminsitratif
wilayah ini termasuk ke dalam 5 kabupaten yaitu (1) Karo, (2) Dairi, (3) Simalungun,
(4) Toba-Samosir, (5) Tapanuli Utara, dengan penduduk yang dominan adalah suku
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Batak. Iklim yang sejuk dengan panorama indah dan adat istiadat spesifik menjadikan
wilayah ini sebagai tujuan wisata sejak sebelum terbentuknya pemerintahan Republik
Indonesia (Bapedalda Sumut, 2000).
Danau Toba ini merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai sangat
penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan
dengan fungsi danau sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air
minum bagi masyarakat sekitarnya, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan
budidaya perikanan serta menunjang berbagai jenis kegiatan industri. Tak kalah
penting adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke
mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan kepariwisataan di Sumatera
Utara (Barus, 2007).
Secara umum kondisi perairan Danau Toba masih tergolong Oligotropik
(miskin zat hara). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lokasi yang
terletak di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau), kecerahan air mencapai
11-14m dengan kandungan nutrisi dalam air masih rendah dan kadar oksigen masih
terdeteksi sampai ke dasar danau pada kedalaman antara 200 500 m. Pada bagian
pinggir Danau Toba yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas penduduk serta
lokasi budidaya ikan dalam jarring apung terdeteksi kadar nutrisi yang tinggi. Secara
kasat mata di beberapa kawasan pinggiran Danau Toba kita bisa melihat tumbuhnya
berbagai jenis tumbuhan air terutama jenis eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang
telah menutupi lapisan permukaan danau. Hal ini terjadi akibat proses eutrofikasi
(pengayaharaan) yang merupakan suatu gejala peningkatan unsur hara, terutama
fosfor dan nitrogen di suatu ekosistem air (Barus, 2007).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
2.3. Vegetasi Akuatik (Makrohidrofita)
Komunitas vegetasi sering merupakan suatu sistem organisasi yang kompleks,
terdiri dari kelompok-kelompok tumbuhan dari tingkatan yang berbeda dalam
adaptasinya terhadap cahaya dan substrat dan berbeda tanggapannya terhadap musim.
Perbedaan beberapa tipe komunitas dalam suatu hamparan wilayah jarang terlihat
terpisah-pisah secara jelas, mereka seolah-olah menyatu dalam suatu spektrum
ekologi yang terdiri dari atas spesies dan bentuk hidup. Makin kecil perbedaan
transisi yang terjadi antara komunitas, makin kabur zonasi vegetasi yang tampak.
Dengan kenyataan ini, maka ditinjau dari sudut ekologis, maka pembagian tumbuhan
air terutana makrohidrofita berdasarkan atas bentuk hidupnya mempunyai arti yang
cukup penting. Kebanyakan komunitas makrohidrofita tidak dapat dibedakan bila
hanya ditinjau dari komposisi floristiknya saja, karena banyak dari anggota
speciesnya mempunyai penyebaran yang sangat luas, baik ditinjau secara geografis
maupun ekologis, sedangkan suatu bentuk hidup atau gabungan bentuk hidup
tumbuhan sering menguasai suatu komunitas makrohidrofita, sehingga dengan
demikian secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan komposisi floristiknya
dapat digunakan untuk menentukan ciri komunitas makrohidrofita tersebut (Sarjono,
1982).
Menurut Mitchell (1974) makrohidrofita dibedakan dalam 4 bentuk hidup,
yaitu :
1. Makrohidrofita terapung bebas yaitu tumbuhan berakar tetapi hidup terapung di
permukaan air.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
2. Makrohidrofita berdaun terapung yaitu tumbuhan berakar di dasar badan perairan
dengan daunnya terapung di permukaan air.
3. Makrohidrofita tenggelam yaitu seluruh tubuh tumbuhan berada di dalam air, dan
akarnya umumnya masuk ke dasar badan perairan. Termasuk ke dalam golongan
ini makrohidrofita yang tidak mempunyai akar dan hidup melayang di dalam air.
4. Makrohidrofita yang muncul di atas permukaan, hidup tumbuh di dasar perairan
dan sebagian dari tubuhnya muncul di atas permukaan air.
Menurut Spence (1971) dalam Sarjono (1982) di beberapa danau di
Skotlandia, mencatat bahwa kedalaman dan gerakan air serta kondisi substrat dan
kelandaian dasar suatu danau mempunyai peranan penting terhadap penyerbukan dari
species makrohidrofita yang muncul di atas permukaan air, yang berdaun terapung
dan yang tenggelam pada danau itu.
2.4. Faktor-Faktor Fisik dan Kimia yang Mempengaruhi Kualitas Air
1. Temperatur
Temperatur air merupakan pembatas utama pada suatu perairan karena
organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan-
perubahan temperatur. Menurut hukum Vants Hoffs, kenaikan temperatur sebesar
100C akan menaikkan metabolisme 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju respirasi
akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Dengan naiknya temperatur akan
menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang (Barus, 1996).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Pola temperatur di suatu ekosistem danau akan mengalami fluktuasi secara vertikal
sesuai dengan kedalaman lapisan air dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari
tahunan, letak geografis serta ketinggian danau di atas permukaan laut, pertukaran
panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga faktor kanopi (penutup
vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Di samping itu pola temperatur
perairan juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (karena aktifitas
manusia) seperti limbah. Temperatur yang optimum akan mendukung kehidupan
organisme air yang hidup di dalamnya (Barus, 2004).
2. pH
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan.
Dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam
keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Organisme akuatik dapat
hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi
antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik
umumnya berkisar antara 7 - 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun
sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik (Barus,
1996). pH air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan
dan mempengaruhi ketersediaan unsur hara serta toksinitas dari unsur renik (Barus,
2004).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
3. Kelarutan Oksigen (DO)
Oksigen merupakan salah satu faktor terpenting dalam setiap sistem perairan
yang diperlukan organisme untuk melakukan respirasi. Sumber utama oksigen
terlarut berasal dari atmosfir dan proses fotosintesis dan dari tumbuhan air lainnya.
Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung permukaan air oleh angin dan
arus. Jumlah oksigen terlarut di suatu ekosistem danau dipengaruhi oleh faktor
temperatur. Kelarutan oksigen dalam air akan meningkat apabila temperatur air
menurun dan begitu juga sebaliknya (Michael, 1994).
Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Kelompok organisme air yang mempunyai sistem respirasi melalui insang dan kulit secara langsung akan sangat terpengaruh dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Aktivitas fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air meningkatkan jumlah oksigen terlarut yang mencapai maksimum pada sore hari dan turun lagi malam hari karena aktivitas untuk mengikat gas, respirasi tumbuhan dan hewan air (Michael, 1994).
4. BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand)
Nilai BOD dapat dinyatakan sebagai jumlah oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik. Penguraian
bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air
lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan
mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 1995).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Proses penguraian senyawa organik biasanya diukur selama 5 hari (BOD5),
karena diketahui dari hasil jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai
+70%. Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk
menguraikan senyawa organik secara biologis seperti sampah rumah tangga. Untuk
produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan
sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme. Oleh karena itu di
samping mengukur nilai BOD perlu dilakukan pengukuran terhadap jumlah oksigen
yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dikenal sebagai COD (Chemical
Oxygen Demand) yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD
diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis
maupun terhadap senyawa yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus,
2004).
5. Nitrogen dan Fosfor
Nitrogen dan Fosfor sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu ekosisten air. Seperti diketahui
bahwa fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor sebagai sumber nutrisi utama bagi
pertumbuhannya. Dengan demikian maka peningkatan unsur nitrogen dan fosfor dalam air akan dapat meningkatkan populasi
alga secara massal yang menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air (Barus, 2004).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
6. Klorida
Konsentrasi klor dalam air terutama dipengaruhi oleh proses perombakan
kimiawi dari substrat. Klor sebagian besar berasal dari substrat tanah dan sedimen
yang mengandung klor, juga berasal dari atmosfer melalui curah hujan dan yang tak
kalah pentingnya adalah klor yang terdapat dalam limbah cair yang juga akan masuk
ke dalam air (Barus, 2004).
Kandungan klor dalam air yang bersumber dari substrat dan sedimen yang
kaya klor dapat mencapai konsentrasi antara 100 - 1000 mg/l. Namun apabila aspek
geologis tersebut tidak ada, maka konsentrasi klor dalam air yang lebih besar dari 30
mg/l merupakan indikasi adanya pencemaran (Barus, 2004).
7. Sulfat
Pada perairan yang tidak mengalami pencemaran umumnya ditemukan konsentrasi sulfat antara 10 - 30 mg/l. namun akibat kelarutan yang tinggi dari gips menyebabkan
konsentrasi sulfat mencapai 100 mg/liter. Selain itu emisi pencemar udara melalui curah hujan juga dapat memberikan kontribusi bagi konsentrasi sulfat dalam air, meskipun proporsinya relatif sedikit
(Barus, 2004). Sulfat merupakan unsur yang dibutuhkan oleh organisme autotrof dan bakteri
heterotrof serta jamur sebagai susmber nutrisi untuk memenuhi kebutuhan unsur
belerang. Konsentrasi sulfat yang tinggi dalam air (> 250 mg/l) mempunyai efek
patogen terhadap manusia, terutama gangguan dalam proses pencernaan (Barus,
2004).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
8. Besi
Dalam ekosistem air, besi umumnya tidak terdapat dalam keadaan terlarut.
Tetapi menurut Schwoerbel, 1977 (dalam Barus, 2004) bila kejenuhan oksigen
berada di bawah 50% dan banyak mengandung karbondioksida terlarut serta
mempunyai nilai pH lebih rendah dari 7,5 akan menyebabkan besi (Fe) terdapat
dalam bentuk terlarut di dalam air. Kondisi seperti ini biasanya dijumpai pada air
tanah maupun pada mata air serta pada daerah-daerah yang dalam di suatu danau.
Pada mata air akibat terjadinya kontak dengan udara akan menyebabkan Fe-2-
karbonat terlarut membentuk Fe-3-Hydroksid yang berbentuk gumpalan. Gumpalan
ini akan menghambat pernapasan organisme air yang dapat menyebabkan kematian
organisme tersebut (Barus, 2004).
9. Kecerahan (Penetrasi Cahaya)
Intensitas cahaya matahari mempengaruhi produktivitas primer. Hasil
perubahan energi cahaya matahari menjadi energi kimia dapat diperoleh melalui
proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesa sangat tergantung pada
intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO2, oksigen terlarut dan temperatur perairan.
Oleh karena itu tumbuhan hijau sangat tergantung pada kecerahan suatu perairan
karena mempengaruhi proses fotosintesis (Barus, 2004).
10. Padatan Terlarut Total (TDS)
TDS mempengaruhi ketransparanan dan warna air. Sifat transparan air ada
hubungannya dengan produktifitas. Transparan yang rendah menunjukkan
produktivitas tinggi. Cahaya tidak dapat tembus banyak jika konsentrasi bahan
tersuspensi tinggi (Sastrawijaya, 2000).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu
contoh air. Penentuan padatan terlarut total dapat cepat menentukan kualitas air,
caranya dengan mengukur derajat konduktifitas air. Derajat konduktivitas air
sebanding dengan padatan terlarut total dalam air tersebut. Pada umumnya suatu
danau menjadi eutrofikasi bila padatan terlarut total melebihi 100 bpj (bagian per
juta) (Sastrawijaya, 2000).
11. Bakteri Coli (Colifekal)
Colifekal adalah bakteri Coli yang berasal dari kotoran manusia dan hewan
mamalia. Bakteri ini bisa masuk ke perairan bila ada buangan feses yang masuk ke
dalam badan air. Kalau terdeteksi ada bakteri Colifekal di dalam air maka air itu
kemungkinan tercemar sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber air minum
(Sastrawijaya, 2000).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
36
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Girsang Sipanganbolon dan Kecamatan
Ajibata. Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2008 sampai April 2008.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Purposive Random
Sampling yaitu dengan menentukan 3 (tiga) stasiun pengambilan sampel berdasarkan
rona lingkungan yang ada yaitu :
Stasiun 1
Lokasi stasiun 1 berada pada area yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas masyarakat seperti pasar
tradisional, transportasi air (pelabuhan), hotel dan rumah makan. Lokasi ini terletak pada pada titik 2.39.51,84 LU dan
98.55.40,16 BT di Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Stasiun 2
Berada pada area budidaya ikan dalam keramba jaring apung, pada titik
2.42.10,9 LU dan 98.55.12,72 BT di Kecamatan Girsang Sipanganbolon.
Stasiun 3
Berada pada titik 2.39.17,64 LU dan 98.55.28,92 BT di Kecamatan
Ajibata. Lokasi ini jauh dari segala aktivitas masyarakat.
3.2 Pengukuran Faktor Fisik Kimia Air
20
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Pengukuran faktor fisik kimia air digunakan untuk menentukan kualitas air.
1. Temperatur
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer Hg skala 0 - 500C.
Termometer dimasukkan ke dalam air sedalam 10 cm dan dibiarkan selama 3
menit, lalu diangkat dan dibaca.
2. pH air
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH-meter. Elektroda dari pH-meter
dimasukkan ke dalam sampel air yang diukur, selanjutnya setelah angka yang
tertera pada display stabil, langsung dibaca.
3. DO
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan DO-meter (oksimeter). Elektroda
dari oksimeter dimasukkan ke dalam sampel air, selanjutnya nilai konsentrasi
oksigen terlarut dapat dibaca pada display.
4. BOD
Sampel air yang akan diukur nilai BOD nya dimasukkan ke dalam 3 botol
Winkler. Botol pertama langsung diukur nilai DO nya secara insitu yang
digunakan sebagai nilai awal sebelum inkubasi (G1). Sisa 2 botol lainnya
dimasukkan ke inkubator dan di inkubasi selama 5 hari pada suhu 200C (G2 dan
G3). Setelah 5 hari diukur DO botol G2 dan G3. selanjutnya dihitung nilai BOD
dengan rumus :
BOD = G1 - 2
32 GG + mg/l O2
5. COD
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Pengukuran dilakukan dengan metode Reflux.
6. Penetrasi Cahaya
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat keping Secci yang berbentuk
bulat dengan diameter 20 cm. Keping Secci diberi tali yang mempunyai ukuran
lalu dimasukkan ke badan perairan sampai pada kedalaman keping Secci tersebut
tidak terlihat dari permukaan. Selanjutnya diukur panjang dari permukaan
sampai pada posisi keping Secci tersebut.
7. Logam Berat
Arsen, Besi dan Timbal termasuk dalam logam berat yang dapat dianalisis di
laboratorium. Penentuan kadar logam berat di air dapat dilakukan dengan metode
AAS (Atomic Absorption Spektrophotometri).
8. Uji Colifecal
Uji colifecal dilakukan untuk mengetahui kandungan bakteri coli yang terdapat
di perairan. Uji ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU
dengan menggunakan metode MPN (Most Probability Number). Metode MPN
terdiri dari 3 tahap yaitu :
a. Uji pendugaan (Presumptive Test)
b. Uji penegasan (Confirmed Test)
c. Uji lengkap (completed Test)
Cara kerja metode MPN ini terlampir pada Lampiran 9
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Pengukuran faktor fisik dan kimia air digunakan untuk menentukan kualitas
air. Berbagai parameter fisik, kimia dan biologi yang diukur serta metode
pengukurannya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1. Berbagai Parameter Fisika-Kimia yang Diukur
Logam berat
Parameter Metode Pengukuran Lokasi FISIK :
- Temperatur - TDS - Kecerahan
KIMIA : - pH - BOD5 - COD - DO - Phospat - Nitrogen - Arsen - Besi - Timbal - Klorida - Fluorida - Sulfat - Minyak &
Lemak
BIOLOGI : - Coliform - Colifekal
Termometer Timbangan Elektronik Keping Secchi pH meter Metode Winkler / Titrimetri Metode Reflux / Titrimetri Metode Winkler / Titrimetri Metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry)
Oil Analizer MPN MPN
Lapangan Puslit USU Lapangan Lapangan Lab. Ekologi USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Lab. Mikrobiologi USULab. Mikrobiologi USU
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
3.3 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet
Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air
dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan
status mutu air. Perairan Danau Toba peruntukannya adalah air golongan I karena
Danau Toba juga dipakai untuk sumber air minum. Penentuan status mutu air adalah
dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United Stated - Enviromental
Protection Agency) dengan mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas yaitu :
1. Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu 2. Kelas B : baik, skor = - 1 s/d 10 tercemar ringan 3. Kelas C : sedang, skor = - 11 s/d 30 tercemar sedang 4. Kelas D : buruk, skor - 31 tercemar berat
Prosedur Penggunaan : 1. Lakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga
membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).
2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai
baku mutu yang sesuai dengan kelas air.
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran baku mutu) maka diberi skor 0.
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran >
baku mutu) maka diberi skor :
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Tabel 3.2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air
Parameter Jumlah Parameter Nilai Fisika Kimia Biologi
< 10 Maksimum Minimum Rata-rata
- 1 - 1 - 3
- 2 - 2 - 6
- 3 - 3 - 9
10 Maksimum Minimum Rata-rata
- 2 - 2 - 6
- 4 - 4 - 12
- 6 - 6 - 18
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari
jumlah skor yang di dapat dengan menggunakan sistem nilai.
3.4 Pengambilan Sampel Tumbuhan
Pengambilan sampel tumbuhan dilakukan pada 3 (tiga) lokasi yang berbeda
yaitu pada daerah yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas masyarakat, daerah
budidaya ikan jaring apung (keramba), dan daerah yang jauh dari segala aktivitas
masyarakat (alami). Sampel tumbuhan diambil dengan membuat kuadrat dari bingkai
kayu dengan ukuran 1 m x 1 m yang dianggap sebagai plot. Pada tiap titik
pengambilan sampel tumbuhan yang ditentukan, bingkai kayu diletakkan di atas
permukaan air. Agar bingkai tidak bergerak, maka pada keempat sudutnya
ditancapkan batang bambu tegak lurus ke dasar danau. Semua tumbuhan yang
terdapat di dalam bingkai diambil dengan menggunakan gunting rumput.
Seluruh sampel dari masing masing bingkai dimasukkan ke dalam kantung plastik
yang sudah diberi label. Karena sampel tumbuhan yang diambil terdiri dari
tumbuhan dengan berbagai bentuk hidup terapung, tenggelam, berdaun terapung
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
dan muncul di atas permukaan, maka diperlukan sederetan kuadrat yang terletak
dari dasar danau, membatasi suatu kuadrat berbentuk kotak. Semua tumbuhan
yang terdapat dalam kotak tersebut diambil dengan cara seperti yang telah
diterangkan di atas.
Sampel yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri morfologi yang sama
dan dihitung jumlah dari masing-masing jenis. Tiap jenis tumbuhan diambil
beberapa sebagai sampel dan dimasukkan ke dalam plastik, lalu diberi larutan
alkohol 70%. Sampel diidentifikasi di Laboratorium Ekologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dengan mengacu kepada
buku Prescott (1969) dan buku Lopinot (1971).
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data fisika-kimia air, data
mikrobiologi (Colifekal) dan data vegetasi air yang terdapat di Danau Toba. Data
fisika-kimia air dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Khusus untuk
data biologi, data yang dimaksud adalah data keanekaragaman vegetasi akuatik. Dari
data-data tersebut selanjutnya dicari indeks nilai pentingnya (INP), dan dengan
bertitik tolak dari data tersebut maka dilakukan analisis indeks diversitas, indeks
kesamaan, uji perbedaan keanekaragaman vegetasi akuatik antar stasiun melalui uji t
Hutcheson. Analisis korelasi Pearson antara faktor fisika-kimia perairan dengan
keanekaragaman vegetasi akuatik juga dilakukan dengan menggunakan program
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
SPSS Versi 16.
1. Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks nilai penting tiap spesies tumbuhan yang terdapat di perairan danau Toba
dihitung melalui pendekatan sebagai berikut (Brower et al. 1990):
INP = KR + FR
Dimana: INP: Indeks Nilai Penting
KR : Kerapatan Relatif
FR: Frekwensi Relatif
a. Kerapatan Populasi (KP)
plotareaLuasjenissuatuindividuJumlahmindKP
/)/( 2 =
b. Kerapatan Relatif (KR)
%100tanker
tan(%) xjenisseluruhapaJumlah
jenissuatuKerapaKR =
c. Frekuensi Kehadiran ( FK )
plottotalJumlahjenissuatuditempatiyangplotJumlahFK =
d. Frekuensi Relatif (FR)
FR =%100X
jenisseluruhFKjenissuatuFK
dengan, FR : 0-25 % = sangat jarang
25-50 % = jarang
50-75 % = sering
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
>75 % = sangat sering (Michael, 1994)
2. Uji t Hutcheson
Adapun rumus dari uji t Hutcheson yang dipergunakan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan dari
keanekaragaman vegetasi akuatik antar stasiun adalah sebagai berikut (Zar, 1999):
t = H`1 H`2 / SH`1-SH`2
dimana :
t : nilai t hitung yang dicari
H` : indeks keanekaragaman
SH` : Standard deviasi keanekaragaman
Nilai standard deviasi keanekaragaman dapat dihitung dari variansi
keaneragaman berikut ini:
SH`1-H`2 = S2H`1 + S2H`2
Selanjutnya, variansi keanekaragaman dapat dihitung melalui pendekatan
berikut ini:
S2H` = ni ln2ni ( ni ln ni )2 /N / N2
dimana :
ni : jumlah individu tiap takson
N : jumlah total dari individu keseluruhan takson
Sementara itu nilai Derajat Bebas (v) yang digunakan untuk mendapatkan
nilai t tabel pada Tabel t dihitung melalui persamaan berikut ini:
v = (S2H`1 + S2H`2)2 / (S2H`1)2 /N1 + (S2H`2)2 /N2
Kriteria:
th < t tab. pada 0.05 : tolak Ha, terima Ho
th > t tab. pada 0.05 : terima Ha, tolak Ho
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
3. Indeks Keanekaragaman Shannon Winner
Untuk mengukur indeks diversitas tumbuhan air yang terdapat pada perairan
Danau Toba digunakan rumus sebagai-berikut (Brower et al., 1990)
H1 = - Pi Ln Pi
Dimana H1 = Indeks Diversitas Shannon Winner
Pi = Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan
jenis (ni / N)
In = Logaritma natural
Kriteria (Krebs, 1985)
Jika nilai H1 = 0 2,302 : keanekaragaman rendah
H1 = 2,302 6,907 : keanekaragamn sedang
H1 6,907 : keanekaragaman tinggi
4. Indeks Equitabilitas (keseragaman)
Indeks keseragaman diukur dengan menggunakan rumus berikut ini (Zar, 1999):
E = maxHH i
Dimana H i = indeks keanekaragaman shannon winner
H max = indeks keanekaragaman max (In S)
S = jumlah species
Nilai E berkisar 0 1.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Semakin kecil nilai E, maka semakin kecil keseragaman suatu populasi,
sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi akan menunjukkan keseragaman
artinya pada komunitas tersebut tidak dijumpai kelompok organisme yang terlalu
dominan (Krebs, 1985).
5. Indeks Kesamaan (IS)
Kesamaan antar dua komunitas yang terdapat pada dua stasiun pengamatan yang
berbeda dicari dengan menggunakan rumus berikut ini (Brower et al, 1990):
IS = bac+2
Dimana a = jumlah species pada stasiun A
b = jumlah species pada stasiun B
c = jumlah species yang sama pada stasiun A dan B
Kriteria :
Menurut aturan Kendeigh (1980), jika indeks kesamaan dari dua komunitas yang
dibandingkan lebih besar dari 50%, maka kedua komunitas yang dibandingkan itu
masih dapat dipandang sebagai suatu komunitas, sebaliknya bilamana di bawah
50%, maka kedua komunitas yang dibandingkan itu dapat dianggap sebagai dua
komunitas yang berbeda.
6. Uji Kruskal Wallis
Untuk mengetahui perbandingan parameter fisik kimia dari tiga stasiun digunakan
uji Kruskal Wallis dengan menggunakan metode komputerisasi SPSS ver. 16.00.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
7. Analisis Korelasi (r)
Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui keberartian hubungan
antara keanekaragaman dan kelimpahan vegetasi akuatik yang terdapat di Danau
Toba dengan sifat fisika-kimia airnya. Analisis dilakukan dengan metode
komputerisasi SPSS ver. 16.00 (Santoso, 2008).
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sifat Fisika dan Kimia Perairan
Faktor fisika dan kimia perairan yang diamati pada penelitian ini adalah
temperatur, TDS, kecerahan, pH, BOD5, COD, DO, fosfat, NO3-N, NO2-N, NH3-N,
besi, timbal, klorida dan sulfat. Hasil penelitian perihal faktor fisika-kimia dari
Perairan Danau Toba tersebut disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Faktor Fisika - Kimia Perairan Danau Toba pada Tiga Stasiun Pengamatan
Stasiun I Stasiun II Stasiun III No Parameter
x sd x sd x sd 1 Temperatur (C) 26,59 0,36 25,11 0,20 24,61 0,45 2 TDS (mg/l) 87,53 1,74 85,80 0,83 82,40 5,59 3 Kecerahan (m) 7,94 0,30 6,81 1,15 4,29 0,18 4 pH 7,41 0,02 7,30 0,04 7,40 0,03 5 BOD5 2,5 0,07 2,6 0,071 1,5 0,01 6 COD (mg/l) 30,21 0,04 26,87 1,25 26,02 0,32 7 DO (mg/l) 7,2 0,15 7,0 0,07 6,9s 0,04 8 Fosfat (mg/l) 0,23 0,02 0,25 0,02 0,35 0,03 9 NO3-N (mg/l) 15,47 0,47 12,22 0,39 10,29 0,09 10 NO2-N (mg/l) O,05 0,01 0,02 0,01 0,04 0,01 11 NH3-N (mg/l) 1,57 0,07 1,63 0,01 0,09 0,00 12 Besi (mg/l) 0,05 0,01 0,02 0,00 0.06 0,01 13 Timbal (mg/l) 0,01 0,00 0,01 0,00 0,01 0,00 14 Klorida (mg/l) 17,08 0,45 11,70 0,18 13,87 0,35 15 Sulfat (mg/l) 145,40 3,84 143,60 2,70 153,20 5,80
Keterangan : Stasiun I : Daerah dekat pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal Stasiun II : Daerah budidaya ikan (Jaring apung)
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
49
Stasiun III : Daerah tengah danau dan relatif alami Tabel 4.2. Nilai Perbandingan Parameter Fisika Kimia Ketiga Stasiun
Pengamatan Berdasarkan Uji Kruskal Wallis
No Parameter X Signifikansi dan Peluang 1 Temperatur (C) 11,094** 0,004 2 TDS (mg/l) 4,564 0,102 3 Kecerahan (m) 12,500** 0,002 4 pH 7,495* 0,024 5 BOD5 10,298** 0,006 6 COD (mg/l) 10,220** 0,006 7 DO (mg/l) 10,223** 0,006 8 Phospat (mg/l) 10,149** 0,006 9 NO3-N (mg/l) 12,500** 0,002 10 NO2-N (mg/l) 10,303** 0,006 11 NH3-N (mg/l) 10,633** 0,005 12 Besi (mg/l) 10,349** 0,006 13 Timbal (mg/l) - - 14 Klorida (mg/l) 12,500** 0,002 15 Sulfat (mg/l) 6,841* 0,033
32
1. Temperatur
Radiasi cahaya matahari yang tiba pada permukaan perairan akan memberikan
suatu panas pada badan perairan. Jika jumlah radiasi yang berhasil diserap oleh oleh
permukaan perairan berbeda, maka temperatur (jumlah panas) yang dimiliki oleh
perairan tersebutpun juga akan berbeda. Hasil pengukuran menunjukkan temperatur
pada Perairan Danau Toba berkisar antara 24,61-26,59C. Temperatur perairan pada
Stasiun 1 tampak lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur yang terukur pada
kedua stasiun lainnya, sementara itu temperatur pada Stasiun 3 tampak lebih rendah.
Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis, temperatur yang terukur pada ketiga stasiun
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 11,094; P = 0,004).
Temperatur pada Stasiun 1 lebih tinggi karena pengaruh berbagai aktivitas
manusia seperti pemukiman, perhotelan dan pelabuhan. Pola temperatur perairan
dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia) seperti limbah serta hilangnya pelindung badan perairan yang menyebabkan
cahaya matahari langsung mengenai permukaan air sehingga terjadi peningkatan
temperatur. Hilangnya pelindung berupa pohon-pohon di pinggiran Danau Toba
karena di konversi sebagai areal pemukiman, perhotelan dan pelabuhan.
Stasiun 3 lebih rendah temperaturnya karena berada pada areal yang masih
alami, banyak vegetasi terestrial berupa pohon-pohon yang tinggi sehingga membuat
temperatur permukaan air lebih rendah. Walaupun terdapat perbedaan yang nyata
temperatur antar stasiun pengamatan, temperatur yang dimiliki perairan tersebut
jika dihubungkan dengan kehidupan vegetasi akuatik masih termasuk kisaran
temperatur yang relatif optimumTemperatur suatu perairan dapat mempengaruhi
kelulushidupan makhluk hidup yang berada di dalamnya termasuk vegetasi akuatik.
Hal itu terjadi karena temperatur suatu perairan akan mempengaruhi kelarutan
oksigen yang sangat diperlukan organisme untuk metabolismenya. Semakin tinggi
temperatur suatu perairan, kelarutan oksigennya semakin menurun. Temperatur
yang tinggi dapat juga meningkatkan daya toksisitas senyawa-senyawa nitrogen,
seperti NO2, NH4 dan NH3.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
2. Total Dissolved Solid (TDS)
Jumlah padatan terlarut pada perairan
berpengaruh terhadap penetrasi cahaya. Semakin tinggi padatan
terlarut berarti akan semakin menghambat penetrasi cahaya ke
dalam perairan. Hal ini secara langsung akan berakibat terhadap
penurunan aktivitas dari fotosintesis oleh organisme berklorofil yang
terdapat pada perairan misalnya hidrofita dan fitoplankton. Dari
pengukuran yang telah dilakukan, besarnya nilai padatan terlarut
pada Perairan Danau Toba berkisar 82,40 - 87,53 mg/l.
Padatan terlarut pada Stasiun 1 tampak lebih tinggi dibandingkan pada dua
stasiun pengamatan lainnya, sedangkan yang terkecil terdapat pada Stasiun 3.
Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis, padatan terlarut pada ketiga stasiun
pengamatan berbeda secara tidak nyata (X2 = 4,564; P = 0,102). Padatan terlarut pada
Stasiun 1 lebih tinggi karena lokasi Stasiun 1 yang berada pada area yang dekat
dengan aktivitas manusia sehingga banyak menghasilkan limbah yang masuk ke
badan perairan dan akhirnya menambah jumlah partikel terlarut. Pada Stasiun 3 yang
jauh dari segala aktivitas manusia memiliki nilai TDS yang lebih rendah karena tidak
adanya limbah yang masuk ke perairan. Jika dihubungkan dengan baku mutu air
golongan I, nilai padatan terlarut yang diperoleh pada Perairan Danau Toba masih
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
tergolong rendah. Itu berarti berdasarkan padatan terlarut Perairan Danau Toba masih
belum tercemar.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
3. Kecerahan
Kecerahan suatu perairan berkaitan dengan padatan tersuspensi, warna air dan
penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Partikel yang terlarut pada perairan
dapat menghambat cahaya yang datang, sehingga dapat menurunkan intensitas
cahaya yang tersedia bagi organisma fotosintetik seperti alga, fitoplankton dan
hidrophyta lainnya (Odum, 1984).
Hasil pengukuran kecerahan pada tiga stasiun pengamatan berkisar antara
4,29 - 7,94 m. Kecerahan tertinggi dijumpai pada Stasiun 3, sedangkan yang terendah
pada Stasiun 1. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa kecerahan pada ketiga
stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 12,500; P = 0,002). Pada Stasiun 1
kecerahan lebih rendah karena banyaknya padatan terlarut dan padatan tersuspensi
yang berasal dari limbah aktivitas manusia, sedangkan di Stasiun 3 kecerahan lebih
tinggi karena sedikit partikel terlarut dan partikel tersuspensi sehingga warna air lebih
bening. Kecerahan yang diperoleh pada ketiga stasiun pengamatan masih tergolong
layak bagi kehidupan organisme.
4. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan
sebagai faktor pembatas pada perairan (Michael, 1984). Dalam hal ini sebagian besar
biota perairan sensitif terhadap perubahan nilai pH. Hasil penelitian menunjukkan,
nilai pH Perairan Danau Toba berkisar 7,30 - 7,41. pH terendah ditemukan pada
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
Stasiun 2, sedangkan tertinggi pada Stasiun 1. Uji Kruskal - Wallis menunjukkan
perbedaan pH antar ketiga stasiun pengamatan berbeda nyata (X2 = 7,495; P = 0,024).
pH di Stasiun 1 tinggi diakibatkan oleh komposisi kimia dan substrat dasar
perairan yang mungkin mengandung zat kapur lebih banyak sehingga menaikan nilai
pH. Stasiun 2 nilai pH lebih rendah juga dapat di hubungkan dengan nilai BOD5 ysng
lebih tinggi. Adanya kandungan bahan organik yang lebih tinggi pada Stasiun 2 akan
menghasilkan asam organik yang lebih banyak pula melalui proses penguraian bahan
organik secara aerob. Kandungan asam organik tersebut dapat menyebabkan
terjadinya penurunan nilai pH. pH Perairan Danau Toba masih tergolong pH yang
layak bagi kehidupan organisma akuatik. Wetzel dan Likens (1979) menyatakan, efek
letal atau mematikan dari kebanyakan asam terhadap organisma akuatik tampak
ketika pH perairan lebih kecil dari 5 (lima).
5. Biochemical Oxygen Demand (BOD5)
Nilai rata-rata BOD5 Perairan Danau Toba sewaktu penilitian berkisar 1,10
2,8 mg/l. BOD5 tertinggi sebesar 2,8 mg/l diperoleh pada Stasiun 2 sedangkan yang
terendah sebesar 1,10 mg/l diperoleh pada Stasiun 3. Nilai BOD5 yang diperoleh
pada prinsipnya mengindikasikan tentang kadar bahan organik di dalam air karena
nilai BOD5 merupakan nilai yang menunjukkan kebutuhan oksigen oleh bakteri aerob
untuk mengoksidasi bahan organik didalam air sehingga secara tidak langsung juga
menunjukkan keberadaan bahan organik didalam air. Dengan demikian maka
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
kebutuhan oksigen oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan organik pada lokasi
pengamatan berkisar 1,10 2,8 mg/l. Nilai ini relatif kecil dibandingkan dengan nilai
kelarutan oksigen yang diperoleh pada lokasi pengamatan yang berkisar antara 6,8
7,2 mg/l. Nilai BOD5 ini menunjukkan bahwa belum terjadi pencemaran limbah
organik yang berat pada lokasi pengamatan.
Dari uji Kruskal Wallis terhadap nilai BOD5 menunjukkan bahwa BOD5 pada
ketiga stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 10, 298; P= 0,006). Tingginya
nilai BOD5 pada Stasiun 2 mengindikasikan bahwa kandungan bahan organik di
Stasiun 2 lebih tinggi dari pada Stasiun 1 dan 3. Bahan organik ini kemungkinan
berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan oleh ikan sehingga terlarut di
dalam air, sedangkan Stasiun 3 BOD5 lebih rendah karena lebih sedikit bahan organik
yang terdapat di air tersebut. Hal ini karena kondisi alam yang jauh dari aktivitas
manusia dan kegiatan keramba ikan dalam jaring apung.
6. Chemical Oxygen Demand (COD)
Nilai rata-rata COD Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 26,02 -
30,21 mg/l. COD tertinggi diperoleh pada Stasiun 1 sedangkan terendah pada Stasiun
3. Nilai COD pada ketiga stasiun penelitian ini berdasarkan uji Kruskal-Wallis
berbeda sangat nyata (X2 = 10,220; P = 0,006). Nilai COD menunjukkan jumlah total
oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi yang berlangsung secara kimiawi.
Dengan demikian umumnya nilai COD akan selalu lebih besar dibandingkan dengan
nilai BOD5, karena BOD5 terbatas hanya terhadap bahan organik yang bisa diuraikan
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
secara biologis saja, sementara nilai COD menggambarkan kebutuhan oksigen untuk
total oksidasi baik terhadap senyawa yang dapat diuraikan secara biologis maupun
terhadap senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis.
Ratio antara BOD5 : COD untuk limbah domestik umumnya mempunyai
perbandingan nilai 1 : 4 (Ginting, 2002). Dari ratio antara BOD5 : COD yang
diperoleh (Tabel 4.3) terlihat ada kecenderungan bahwa kandungan kimiawi yang
terdapat di dalam air pada lokasi pengamatan banyak mengandung bahan yang sukar
atau tidak dapat diuaraikan secara biologis. Harga COD yang diperoleh sewaktu
penelitian pada Perairan Danau Toba tergolong kurang baik, sebab baku mutu air
golongan I menurut PP No. 82 tahun 2001 memiliki nilai COD maksimal 10 mg/l.
Tabel 4.3 Ratio Nilai Rata-Rata BOD5 : COD yang Diukur pada Tiga Stasiun
Pengamatan Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
BOD5 (mg/l) 2,5 2,6 1,6 COD (mg/l) 30,21 26,87 26,02
Ratio BOD5:COD 1 : 12,08 1 : 10,33 1 : 16,26
7. Dissolved Oxygen (DO)
Kandungan oksigen terlarut sangat berperan di dalam menentukan
kelangsungan hidup organisma perairan. Oksigen dalam hal ini diperlukan organisme
akuatik untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. Oksigen yang
terdapat dalam perairan berasal dari hasil fotosintesis organisme akuatik berklorofil
dan juga difusi dari atmosfir. Peningkatan difusi oksigen yang berasal dari atmosfir
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
kedalam perairan dapat dibantu oleh angin. Tinggi-rendahnya kandungan oksigen
terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan
konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut (Wetzel dan
Likens, 1979).
Hasil penelitian menunjukkan kandungan oksigen terlarut Perairan Danau
Toba berkisar 6,8-7,2 mg/l. Kandungan oksigen terlarut tertinggi ditemukan pada
Stasiun 1 dan yang terendah pada Stasiun 3. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan
bahwa kandungan oksigen terlarut antar ketiga stasiun penelitian berbeda sangat
nyata (X2 = 10,223; P = 0,006).
Tingginya nilai DO pada Stasiun 1 berkaitan erat dengan melimpahnya jenis vegetasi akuatik yang terdapat disana. Oksigen yang ada di perairan berasal dari hasil fotosintesis hidrofita serta fitoplankton yang berada di dalamnya. Di Stasiun 1 ini jumlah dan jenis vegetasi akuatik sangat banyak sehingga menyebabkan nilai kelarutan oksigennya juga tinggi. Selain itu pada Stasiun 1 ini juga tidak ditemui adanya minyak yang dapat menghambat penyerapan oksigen masuk ke dalam air. Sedangkan nilai DO terendah berada pada Stasiun 3 yang tidak di tumbuhi oleh vegetasi akuatik. Kandungan oksigen terlarut pada Stasiun 3 hanya berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton yang terdapat disana sehingga nilainya rendah. Secara umum kandungan oksigen terlarut pada Perairan Danau Toba masih tergolong sangat layak dalam mendukung kehidupan organisma, sebab menurut Sastrawijaya (2000) kehidupan organisma akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan oksigen terlarutnya minimal 5 mg/l.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
8. Fosfat
Fosfat yang terukur di Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 0,23 -
0,35 mg/l. Fosfat tertinggi ditemukan pada Stasiun 3, sedangkan terendah pada
Stasiun 1. Uji statistik Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
sangat nyata dari nilai fosfat yang terdapat pada ketiga stasiun pengamatan (X2 =
10,149; P = 0,006).
Fosfat pada Stasiun 1 lebih rendah karena pada Stasiun 1 terdapat banyak
vegetasi akuatik dan fitoplankton. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan vegetasi
akuatik membutuhkan fosfat dan nitrogen sebagai sumber nutrisi utama bagi
pertumbuhannya. Tingginya populasi vegetasi akuatik di Stasiun 1 menyebabkan
konsumsi terhadap fosfat juga tinggi sehingga kandungan fosfat di perairan akan
semakin berkurang. Sebaliknya pada Stasiun 3 kandungan fosfat lebih tinggi karena
di sana tidak di jumpai adanya tumbuhan air sehingga pemanfaatan fosfat oleh
tumbuhan tidak ada. Berdasarkan baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun 2001),
nilai kandungan fosfat yang dimiliki danau Toba sudah tergolong tidak layak. Dalam
hal ini nilai yang layak untuk fosfat adalah 0,200 mg/l.
9. Nitrat (NO3-N)
Besarnya kandungan rata-rata nitrat (NO3-N) di Perairan Danau Toba berkisar
10,29-15,47 mg/l. Nilai nitrat tertinggi di jumpai pada Stasiun 1 sedangkan terendah
di Stasiun 3. Uji stastistik Kruskal-Wallis mengungkapkan bahwa nilai nitrat pada
ketiga stasiun pengamatan yang diamati berbeda secara nyata (X2 = 12,500; P =
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
0,002). Nitrat pada Stasiun 1 lebih tinggi, karena nitrat merupakan hasil oksidasi
terakhir dari amonium dan amoniak yang berasal dari limbah domestik. Karena
Stasiun 1 berada pada lokasi yang dekat dengan aktivitas penduduk maka buangan
limbah domestik yang mengandung amoniak jelas akan menyebabkan jumlah nitrat
akan menjadi lebih tinggi. Sebaliknya kandungan nitrat di Stasiun 3 lebih rendah
karena Stasiun 3 berada jauh dari buangan limbah organik. Dihubungkan dengan nilai
baku mutu air golongan I (PP No.82 tahun 2001), kandungan nitrat Perairan Danau
Toba tergolong cukup tinggi artinya telah melampau batas maksimal yang
diperbolehkan. Dalam hal ini batas maksimal yang diperbolehkan adalah 10 mg/l.
10. Nitrit (NO2-N)
Nilai rata-rata kandungan nitrit Perairan Danau Toba yang terukur sewaktu
penelitian berkisar 0,02-0,05 mg/l. Kandungan nitrit tertinggi dijumpai pada Stasiun 1
sedangkan yang terendah pada Stasiun 2. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, kandungan
nitrit pada ketiga stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 10,303; P = 0,006).
Kandungan nitrit yang tinggi pada Stasiun 1 karena adanya buangan limbah organik
dari masyarakat sekitar. Sedangkan pada Stasiun 2 di jumpai kandungan nitrit yang
lebih rendah yang memberikan indikasi bahwa laju nitrifikasi pada Stasiun 2 lebih
rendah sehingga kandungan nitrogen lebih banyak dalam bentuk amoniak. Hal ini
juga dipengaruhi oleh kondisi temperatur yang mungkin kurang optimal bagi
kehidupan bakteri nitrifikasi. Nilai nitrit yang diperoleh sewaktu penelitian masih
berada pada kisaran aman baku mutu air golongan I (PP No.82 tahun 2001). Dalam
hal ini nilai nitrit yang diperbolehkan 0,06 mg/l.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
11. Amoniak (NH3-N)
Besar harga rata-rata amoniak yang diperoleh pada Perairan Danau Toba
sewaktu penelitian berkisar 0,09-1,63 mg/l. Nilai tertinggi ditemukan pada Stasiun 2
sedangkan terendah pada Stasiun 3. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai
amoniak pada ketiga stasiun penelitian berbeda sangat nyata (X2 = 10,633; P =
0,005). Kandungan amoniak tertinggi pada Stasiun 2 karena adanya pencemaran
bahan organik yang berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan, sehingga
amoniak terakumulasi di perairan.
Proses oksidasi amoniak menjadi nitrit dan nitrit menjadi nitrat dipengaruhi oleh
temperatur air dan kelarutan oksigen dalam air. Temperatur air berpengaruh
karena proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri aerob akan berlangsung pada
kisaran temperatur yang optimal bagi kehidupan bakteri pengurai amoniak dan itu
juga tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di air.
Pada Stasiun 3 kadar amoniak lebih rendah karena lokasi 3 jauh dari aktivitas
manusia dan kegiatan kerambah ikan jaring apung sehingga bahan organiknya juga
lebih rendah. Dibandingkan dengan nilai baku mutu air golongan I (PP No. 82
tahun 2001) nilai amoniak Perairan Danau Toba tergolong tinggi, yakni
melampaui batas dari yang diperbolehkan 0,5 mg/l. Itu berarti dari segi kadar
amoniak, Perairan Danau Toba tergolong telah tercemar.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
12. Besi
Kandungan besi rata-rata yang berhasil diukur selama penelitian di Perairan
Danau Toba berkisar 0,02-0,06 mg/l. Kandungan besi tertinggi ditemukan pada
Stasiun 3 sedangkan terendah pada Stasiun 2. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan,
kandungan besi pada ketiga stasiun penelitian berbeda sangat nyata (X2 = 10,349; P =
0,006). Kandungan besi pada Stasiun 3 lebih tinggi dibandingkan Stasiun 1 dan
Stasiun 2 karena kondisi dasar Danau yang sangat dalam (lebih dari 100 m). Besi
dapat terlarut didalam air bila danau memiliki dasar yang sangat dalam kemudian
didukung oleh pH air yang kurang dari 7,5 serta banyak mengandung karbondioksida
terlarut. Faktor ini mendukung tingginya kandungan besi di Stasiun 3, sedangkan
pada Stasiun 1 dan 2 dasar danau lebih landai sehingga besi terdapat dalam substrat.
Dihubungkan dengan nilai baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun 2001),
kandungan besi yang terdapat pada Perairan Danau Toba masih tergolong aman,
sebab kandungan yang ditolerir hingga 0,3 mg/l.
13. Timbal
Kandungan rata-rata timbal pada tiga stasiun penelitian di Perairan Danau
Toba relatif sama, yaitu 0,01 mg/l. Kandungan timbal sebesar 0,01 mg/l ini masih
tergolong aman sebab nilai yang ditolerir baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun
2001) adalah 0,03. Jadi kandungan timbal Perairan Danau Toba masih di bawah
ketentuan baku mutu air golongan I.
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
14. Klorida
Kandungan rata-rata klorida Perairan Danau Toba pada tiga stasiun penelitian
berkisar 11,70 - 17,08 mg/l. Kandungan klorida tertinggi ditemukan pada Stasiun 1
sedangkan terendah di Stasiun 2. Kandungan klorida pada ketiga stasiun pengamatan
tersebut menurut uji Kruskal-Wallis berbeda secara sangat nyata (X2 = 12,500; P =
0,002). Tingginya kandungan Klorida pada Stasiun 1 mengindikasikan bahwa
perairan pada Stasiun 1 telah dicemari oleh limbah cair yang berasal dari aktifitas
masyarakat. Menurut Brehm & Meijering (1990) dalam Barus (2004) klor yang
terdapat dalam air bersifat allochton, sebagian besar berasal dari sustrat tanah dan
sedimen yang mengandung klor, sebagian kecil dari atmosfer melalui curah hujan dan
tak kalah penting adalah klor yang terdapat pada limbah cair yang juga masuk
kedalam air, sedangkan pada Stasiun 2 klornya lebih rendah karena disini bahan
pencemarnya bukan berupa limbah cair tapi berupa pakan ikan yang merupakan
bahan kimia organik.
15. Sulfat
Kadar rata-rata sulfat Perairan Danau Toba yang diperoleh selama penelitian
berkisar 143,60 - 153,20 mg/l. Nilai tertinggi diperoleh pada Stasiun 3 sedangkan
terendah pada Stasiun 2. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan kadar sulfat antar ketiga
stasiun pengamatan berbeda secara nyata (X2 = 6,841; P = 0,033). Kandungan sulfat
yang tinggi pada Stasiun 3 kemungkinan besar disebabkan oleh aspek geologis. Bila
suatu perairan tidak mengalami pencemaran tapi kelarutan gips cukup tinggi akan
Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008
-
63
menyebabkan konsentrasi sulfat juga tinggi. Disini juga tidak ditemukan adanya
vegetasi autotrof sehingga kandungan sulfat menumpuk karena tidak pernah
dikonsumsi sebagai nutrisi. Jika dibandingkan dengan baku mutu air golongan I,
kadar sulfat Perairan Danau Toba masih berada dalam batas yang aman. Dalam hal
ini menurut baku mutu air g
top related