09e00101_analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di perairan...

Upload: john-karuwal

Post on 30-Oct-2015

208 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Kualitas Air

TRANSCRIPT

  • ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN VEGETASI AKUATIK DI

    PERAIRAN PARAPAT DANAU TOBA

    T E S I S

    Oleh

    EVA FITRA 067030009/BIO

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    M E D A N 2 0 0 8

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN VEGETASI AKUATIK DI

    PERAIRAN PARAPAT DANAU TOBA

    TESIS

    Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi

    pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

    Oleh

    EVA FITRA 067030009/BIO

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    M E D A N 2 0 0 8

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Judul Tesis : ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN VEGETASI AKUATIK DI PERAIRAN PARAPAT DANAU TOBA

    Nama Mahasiswa : Eva Fitra Nomor Pokok : 067030009 Program Studi : Biologi

    Menyetujui Komisi Pembimbing

    (Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc) (Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Ketua Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Dr. Dwi Suryanto, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc) Tanggal lulus: 2 September 2008

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 4Telah diuji pada

    Tanggal 2 September 2008

    PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc

    Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS 2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D 3. Dr.Dwi Suryanto, M.Sc

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • PERNYATAAN

    T E S I S

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Medan, 2 September 2008

    Eva Fitra

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • ABSTRAK Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik telah diteliti pada bulan Januari 2008-April 2008. Metode yang digunakan dalam menentukan lokasi pengambilan sampel adalah Purpose Random Sampling. Analisis kualitas air dilihat dari kandungan faktor fisik kimia air yang dianalisis di Puslit SDAL Universitas Sumatera Utara. Identifikasi sampel vegetasi akuatik dilakukan di Laboraturium Ekologi FMIPA Universitas Sumatera Utara Hasil penelitan menunjukkan sifat fisika kimia perairan Danau Toba (BOD5, COD, fosfat,NO3-N, Amonia) berdasarkan PP No 82 tahun 2001,telah melewati ambang batas baku mutu air untuk golongan I sehingga perairan Danau Toba khususnya kawasan Parapat tercemar sedang sampai berat sehingga tidak layak di jadikan sebagai sumber air minum. Di perairan Danau Toba ditemukan 8 spesies vegetasi akuatik yaitu Eichhornia crassipes, Nelumbo lutea, Peltandra virginica, Hydrilla verticillata, Pistia stratiodes, Ipomoea aquatica, Marsilea villosa dan Typha angustifolia. Analisis persentase dari kerapatan dan frekwensi kehadiran diperoleh hasil bahwa spesies yang dominan di perairan Danau Toba adalah Hydrilla verticillata dengan Indeks Nilai Penting berkisar 80,04% sampai 81,88%. Indeks keanekaragaman vegetasi akuatik diperoleh nilai berkisar 1,06 1,33, Indeks keseragaman 0,68 0,97, Indeks similaritas sebesar 40%. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa COD, temperatur dan amonia berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman vegetasi akuatik yang terdapat di perairan Danau Toba. Kata Kunci : Kualitas air, Keanekaragaman, Vegetasi, Danau

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • ABSTRACT

    The analysis of water quality and the correlation with the aquatic vegetation diversity has been analyzed in January 2008-April 2008. The method in determining the sample location is Purpose Random Sampling. The analysis of water quality can bee seen based on the physical-chemical content which analyzed in The Center of Environment Effect (PUSLITDAL) and identification of aquatic vegetation sample perform in the Ecology laboratory of FMIPA North Sumatera University.

    The result of this research showed physicalchemical nature of Lake Toba Waterway (BOD5, COD, Phosphate, NO3-N, Ammonia) based on PP No. 82 year 2001, has passed the threshold of water quality for Type 1 therefore the Lake Toba Waterway particularly Parapat area included in middle and high polluted and cannot be used as drinking water.

    In Lake Toba Waterway showed 8 species aquatic vegetation such as, Eichhornia crassipes, Nelumbo lutea, Peltandra virginica, Hydrilla verticillata, Pistia stratiodes, Ipomoea aquatica, Marsilea villosa and Typha angustifolia.

    The analysis percentage of density and presentation frequency showed result that dominant species in Lake Toba Waterway is Hydrilla verticillata (with Importance Value Index about 80, 04% to 81, 88%. The aquatic vegetation diversity Index get value for about 1, 06 1, 33. Diversity index 0, 68 0, 97. Similarity index for about 40%. The result of Pearson correlation test showed that COD, temperature, ammonia correlated or same course with real effect toward of aquatic vegetation diversity in Lake Toba Waterway. Keywords : Water Quality, Diversity, Vegetation, Lake

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan Ridho-Nya penulis dapat

    menyelesaikan penelitian Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan

    Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Parapat Danau Toba, dibuat

    sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister

    Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

    Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof.Dr.Ing.Ternala Alexander

    Barus, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing I dan Prof.Dr.Retno Widhiastuti, MS

    sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan

    selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan hasil

    penelitian ini.

    Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc sebagai ketua Program Studi Magister Biologi

    2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution M.Sc, Ph.D sebagai penguji yang telah banyak

    memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil

    penelitian ini.

    3. Seluruh Dosen dan staff pengajar di Sekolah Pascasarjana jurusan Biologi yang

    telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu

    4. Gubernur Propinsi Sumatera Utara dan Ketua Bapeda Sumatera Utara yang telah

    memberikan beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

    studi S2.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 5. Suami (Ifwandi), Ibunda (Sartini), serta anak-anak tercinta (Yona, Bayu, Amel)

    yang telah memberikan doa dan semangatnya.

    6. Dr.Rer.Nat Binari Manurung, MSi. dan Keluarga yang telah memberikan

    masukan dalam penyelesaian penulisan tesis

    7. Keluarga Besar Unit SMA Negeri 19 Medan

    8. Bapak Drs.H.Paimin yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

    melanjutkan pendidikan S2

    9. Teman-teman dalam tim penelitian dan adik-adik mahasiswa S1 Departemen

    Biologi FMIPA USU Medan yang telah meluangkan waktunya menemani penulis

    sejak awal survei sampai pada saat penelitian.

    Akhir kata semoga Allah selalu memberikan rahmatnya dalam kita mengejar ilmu dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

    Terima kasih

    Medan, Agustus 2008 Penulis

    Eva Fitra

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • RIWAYAT HIDUP

    EVA FITRA lahir pada tanggal 10 April 1970 di Payakumbuh, Sumatera

    Barat, anak dari pasangan H. Muhammad Yasin dan Sartini. Penulis merupakan anak

    ke-3 dari tiga bersaudara.

    Pada tahun 1983 penulis menamatkan pendidikan dasarnya pada SD Negeri 8

    Payakumbuh, kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMP Negeri 3 Medan sampai

    tahun 1986. Setelah tamat kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 5 Medan sampai

    tahun 1989. Tahun 1989 penulis melanjutkan ke IKIP Negeri Medan mengambil

    program S1 Jurusan Pendidikan Biologi dan tamat tahun 1994. Pada bulan Desember

    1994 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, ditugaskan di SMA Negeri 1

    Hinai Kabupaten Langkat. Penulis mengajar di Hinai sampai tahun 2005, lalu pindah

    ke SMA Negeri 19 Medan dan bertugas disana sampai sekarang.

    Tahun 2006 penulis mendapat beasiswa dari Pemerintah Propinsi Sumatera

    Utara untuk melanjutkan pendidikan S2 dengan Program Studi Biologi di Sekolah

    Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • DAFTAR ISI

    Halaman ABSTRAK i ABSTRACT..................................................................................................... ii KATA PENGANTAR..................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR....................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 4 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6

    2.1. Ekosistem Danau..................................................................... 6 2.2. Ekosistem Danau Toba ........................................................... 9 2.3. Vegetasi Akuatik (Makrohidrofita)......................................... 12 2.4. Faktor-Faktor Fisik dan Kimia yang Mempengaruhi Kualitas Air ........................................................................................... 13

    BAB III BAHAN DAN METODE............................................................. 20

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 20 3.2 Pengukuran Faktor Fisik Kimia Air ........................................ 21 3.3 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet ................. 24 3.4 Pengambilan Sampel Tumbuhan................................................ 25 3.5 Analisis Data.............................................................................. 26

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 32

    4.1. Sifat Fisika dan Kimia Perairan .............................................. 32 4.2. Sifat Fisika-Kimia Perairan Danau Toba Berdasarkan Metode Storet .......................................................................... 46

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 4.3. Coliform Perairan Danau Toba ............................................... 48 4.4. Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Hasil Penelitian.............. 50 4.5. Nilai Kerapatan Populasi Tumbuhan (KP), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) dan Nilai Penting (NP)....... 59 4.6. Nilai Keanekaragaman (H) dan Keseragaman (E) dan Uji Perbedaan Keanekaragaman (Uji t Hutcheson).................... 61 4.7. Indeks Similaritas (IS) ............................................................ 63 4.8. Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Faktor Fisika-Kimia dengan Indeks Keanekaragaman Vegetasi Akuatik................ 64

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 67

    5.1. Kesimpulan ............................................................................. 67 5.2. Saran ....................................................................................... 68

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • DAFTAR TABEL

    No. Judul Halaman

    3.1. Berbagai Parameter Fisika-Kimia yang Diukur ................................ 23 3.2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air............ 25 4.1. Hasil Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Perairan Danau Toba pada Tiga Stasiun Pengamatan. ......................................................... 32 4.2 Nilai Perbandingan Parameter Fisika Kimia Ketiga Stasiun Pengamatan Berdasarkan Uji Kruskal Wallis .................................. 33 4.3 Ratio Nilai Rata-Rata BOD5 : COD yang Diukur pada Tiga Stasiun Pengamatan........................................................................................ 39 4.4 Kondisi Fisika-Kimia Air Yang Terdapat di Perairan Danau Toba Menurut Metode Storet...................................................................... 47 4.5. Hasil Uji Coliform pada Tiga Stasiun Penelitian di Perairan Danau Toba ...................................................................................... 49 4.6. Keanekaragaman Jenis Vegetasi Akuatik Pada Tiga Stasiun Pengamatan di Perairan Danau Toba ............................................... 50 4.7. Nilai Kerapatan Populasi (KP Ind/m2) Kerapatan Relatif (KR%), Frekuensi Kehadiran (FK%) dan Nilai Pentintg (NP)...................... 59 4.8. Nilai Keanekaragaman (H) dan Keseragaman (E) dari Komunitas Vegetasi Akuatik pada Setiap Stasiun Pengamatan ....... 62 4.9. Nilai th Pada Uji Perbedaan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik Antar Tiga Stasiun Pengamatan ....................................................... 63 4.10. Indeks Similaritas Antar Stasiun Pengamatan................................... 63 4.11. Hasil Analisis Korelasi Pearson Antara Sifat Fisika-Kimia Perairan Danau Toba dengan Keanekaragman Vegetasi Akuatik ... 65

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • DAFTAR GAMBAR

    No. Judul Halaman

    2.1. Penampang Suatu Ekosistem Danau .................................................. 7

    4.1. Eichhornia crassipes................ ................................................. 52

    4.2. Nelumbo lutea ........................................................................... 53

    4.3. Peltandra virginica.................................................................... 54

    4.4. Hydrilla verticillata ................................................................... 55

    4.5. Pistia stratiodes......................................................................... 55

    4.6. Ipomoea aquatica ...................................................................... 57

    4.7. Marsilea villosa......................................................................... 57

    4.8. Typha angustifolia ..................................................................... 58

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No. Judul Halaman

    1 Data Vegetasi Akuatik di Perairan Danau Toba................................. 72

    2 Contoh Perhitungan (KP, KR, FM, FR, INP, H dan IS) ................... 74

    3 Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 79

    4 Foto-foto Hasil Penelitian................................................................... 80

    5 Tabel Uji Korelasi Pearson................................................................. 84

    6 Hasil Uji Faktor Fisika Kimia dari Laboratorium Kimia Puslit USU 85 7 Hasil Uji Colifecal dari Laboratorium Mikrobiologi USU ................ 86

    8 PP No.82 Tahun 2001 Tentang Baku Mutu Air Golongan I .............. 88

    9 Cara Kerja Metode MPN (Most Probability Number) ....................... 90

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 17

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia yang terbentuk secara

    Vulkono-Tektonik, terletak di pegunungan Bukit Barisan. Luas permukaan danau

    +1.100 km2 dengan total volume air +1.258 km3. Perairan terdalam berkisar 499 m

    dan berada pada ketinggian 995 m di atas permukaan laut, dikelilingi oleh tebing dan

    gunung-gunung dengan ketinggian maksimal 2.1257 m. Danau Toba terletak antara

    20-30 LU dan 980-990 BT. Dasar danau kebanyakan terdiri dari batu-batu, pasir dan

    pada bagian tertentu terdapat endapan lumpur (Ondara, 1969 dalam Eyanoer et al,

    1980).

    Danau Toba merupakan fungsi sumberdaya air yang mempunyai nilai sangat

    penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta ekonomi. Hal ini berkaitan

    dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai organisme air, sebagai sumber air

    minum bagi masyarakat sekitar, sebagai tempat penangkapan ikan dan budidaya ikan

    dalam keramba jaring apung, kegiatan transportasi air, menunjang berbagai jenis

    industri seperti kebutuhan air untuk industri pembangkit listrik Sigura-Gura dan

    Asahan. Tak kalah pentingnya adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata

    yang sudah terkenal ke mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan

    pariwisata di Provinsi Sumatera Utara.

    1 Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Pemanfaatan air Danau Toba yang sangat beragam di satu sisi membutuhkan

    kualitas air danau yang baik serta memenuhi persyaratan tertentu. Sebaliknya

    pemanfaatan danau bagi berbagai aktivitas masyarakat tersebut juga memberikan

    imbas terhadap penurunan kualitas airnya, dimana Danau Toba juga digunakan

    sebagai tempat membuang berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan

    pertanian di sekitar Danau Toba, limbah domestik dari pemukiman dan perhotelan,

    limbah nutrisi dari sisa pakan ikan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan yang

    dibudidayakan, limbah pariwisata dan transportasi air.

    Dari berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi telah terjadi

    penurunan kualitas air di lokasi-lokasi yang terkena dampak kegiatan masyarakat.

    Hasil analisis laboratorium terhadap sampel air danau yang diambil pada waktu

    terjadinya kematian massal ikan mas di perairan Haranggaol Danau Toba pada bulan

    November 2004 menunjukkan bahwa nilai kelarutan oksigen (DO) telah turun pada

    nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 2,95 mg/l, hal ini menunjukkan bahwa

    ketersediaan oksigen sudah sangat terbatas. Selanjutnya nilai BOD (Biochemical

    Oxygen Demand) sebesar 14 mg/l memberikan indikasi tingginya bahan organik di

    dalam air. Bahan organik tersebut kemungkinan berasal dari sisa pakan yang tidak

    habis dikonsumsi oleh ikan budidaya. Demikian juga konsentrasi zat-zat nutrisi

    seperti nitrogen dan fosfor telah jauh melebihi ambang batas yang ditetapkan (Barus,

    2007).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Penelitian yang dilakukan oleh Terangna et al, (2002) dalam Barus (2007)

    tentang sifat fisik, kimia air di ekosistem Danau Toba menunjukkan bahwa lokasi

    yang berada di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau) masih bersifat

    oligotrofik (miskin zat hara). Hal tersebut ditandai dengan kandungan nutrisi yang

    rendah, kecerahan air mencapai 11-14 m dari kadar oksigen masih terdeteksi sampai

    ke dasar danau dengan kedalaman lebih dari 200 m. Pada lokasi yang dekat dengan

    pemukiman dan lokasi budidaya ikan dalam jaring apung terdeteksi memiliki kadar

    nutrisi yang tinggi yang ditandai dengan pertumbuhan eceng gondok yang cukup

    subur.

    Penurunan kualitas air akan menyebabkan terjadinya perubahan ekologis pada

    perairan Danau Toba, yang memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman

    organisme yang hidup di dalamnya. Keanekaragaman spesies dapat dijadikan

    sebagai indikator kualitas air. Suatu komunitas dikatakan memiliki

    keanekaragaman spesies yang tinggi bila terdapat banyak spesies dengan jumlah

    individu masing-masing species relatif merata. Bila suatu komunitas hanya terdiri

    dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata maka komunitas

    tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah dan itu menjadi indikasi bahwa

    suatu perairan telah tercemar.

    Vegetasi akuatik sebagai salah satu komponen komunitas Danau Toba juga

    dapat memberikan petunjuk tentang kualitas danau tersebut. Secara kasat mata, di

    beberapa kawasan Danau Toba kita bisa melihat tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan

    air terutama eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang telah menutupi lapisan

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • permukaan danau. Hal ini terjadi akibat proses eutrofikasi (pengayaharaan) yang

    merupakan suatu gejala peningkatan unsur hara terutama nitrogen dan fosfor

    sehingga terjadi ledakan populasi vegetasi air (blooming). Sejauh ini belum ada

    penelitian tentang hubungan kualitas air dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di

    perairan Danau Toba khususnya kawasan Parapat, sehubungan dengan hal tersebut

    penelitian ini perlu dilakukan.

    1.2. Perumusan Masalah

    Danau Toba merupakan salah satu perairan yang umum digunakan untuk

    berbagai aktivitas masyarakat seperti industri, pemukiman, perikanan, dan pariwisata.

    Pemanfaatan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air yang

    berdampak pada kehidupan organisme perairan termasuk vegetasi akuatik. Sejauh ini

    belum diketahui bagaimana hubungan antara kualitas air dengan keanekaragaman

    vegetasi akuatik yang terdapat di perairan Danau Toba.

    1.3. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas perairan Danau Toba

    khususnya kawasan Parapat serta hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi

    akuatik.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 1.4. Manfaat Penelitian

    Dari penelitian ini dapat diperoleh gambaran tentang kualitas air di perairan

    Parapat Danau Toba. Dari data yang didapatkan di lapangan diharapkan dapat

    memberikan informasi yang berguna bagi instansi yang memiliki kewenangan dalam

    pengelolaan perairan Danau Toba.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 22

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Ekosistem Danau

    Lebih kurang tiga perempat bagian dari permukaan bumi tertutup air. Dari

    segi ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau

    seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut,

    air laut dan air payau merupakan bagian terbesar yaitu lebih dari 97%. Walaupun

    habitat air tawar menempati bagian yang sangat kecil, namun sangat penting bagi

    manusia sebagai sistem pembuangan (Michael, 1994).

    Sebagian besar air tawar yang ada di permukaan bumi tersimpan dalam

    bentuk massa es yang sangat besar di daerah kutub dan sebagai gletser di daerah

    pegunungan tinggi. Selain itu, air tawar juga terdapat dalam tanah yang muncul

    sebagai mata air, mengalir di permukaan sebagai sungai, dan menggenang dalam

    danau dan kolam yang jumlahnya + 0,3% dari total volume air. Jumlah yang sedikit

    inilah yang dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia dan jasad hidup lainnya

    (Barus, 2007).

    Ekosistem air tawar dibagi menjadi 2 jenis yaitu air diam misalnya kolam, danau

    dan waduk, serta air yang mengalir seperti misalnya sungai. Air diam digolongkan

    sebagai perairan lentik, sedangkan air yang mengalir deras disebut lotik. Perairan

    lentik atau perairan menggenang dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu rawa,

    danau dan waduk (Barus, 2004).

    6 Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 23

    Suatu perairan disebut rawa bila perairan tersebut dangkal dengan tepi yang

    landai serta dipenuhi oleh tumbuhan air. Perairan disebut waduk bila terbentuk akibat

    pembendungan sungai. Perairan disebut danau bila perairan itu dalam dengan tepi

    yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan

    air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan proses terjadinya danau

    dikenal dengan danau tektonik (terjadi akibat gempa) dan danau vulkanik (akibat

    aktivitas gunung berapi). Danau tektonik umumnya sangat dalam sedangkan danau

    vulkanik umumnya memiliki sumber air atau gas panas (Barus, 2004).

    Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu seperti

    Gambar 2.1 berikut ini.

    Zona Limnetik

    Batas Penetrasi Cahaya

    Zona Profundal

    Fotik

    Afotik

    Zona Litoral

    Benthal

    Sumber : Barus (2004)

    Gambar 2.1. Penampang Suatu Ekosistem Danau

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan

    zona profundal. Litoral adalah zona yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari

    sedangkan zona profundal adalah bagian perairan yang dalam dan tidak dapat

    ditembus oleh cahaya matahari (Barus, 2004).

    Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi yang merupakan habitat nekton

    dan plankton disebut zona plagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal yaitu zona pada

    permukaan air yang merupakan habitat kelompok nueston dan pleuston. Berdasarkan

    pada daya tembus cahaya matahari ke dalam lapisan air, dapat dibedakan antara zona

    fotik di bagian atas yaitu zona yang dapat ditembus cahaya matahari dan zona afotik

    di bagian bawah yaitu zona yang tidak ditembus cahaya matahari (Barus, 2004).

    Payne (1986) mengatakan, air danau bersumber dari air hujan yang turun di

    sekitar permukaan danau, air sungai yang mengalir ke danau dan air tanah yang

    berada di sekitar danau tersebut. Kehilangan air danau disebabkan oleh evaporasi,

    pemakaian air danau untuk aktivitas pertanian di sekitar danau dan juga disalurkan

    melalui sungai.

    Berdasarkan kandungan nutrisinya, Welch (1980) menggolongkan danau

    menjadi 3 jenis, yaitu :

    a. Danau Oligotropik, yaitu danau yang sangat dalam, miskin akan nutrient (bahan

    organik yang tersuspensi) di dasar perairan seperti kalsium, nitrogen dan fosfor,

    material humus sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali, kandungan

    oksigennya tinggi dan merata di setiap kedalaman serta banyak ditumbuhi oleh

    tumbuhan air yang besar (makrohidrofita).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • b. Danau Eutropik, merupakan danau yang relatif dangkal, kaya akan nutrisi seperti

    kalsium, nitrogen dan fosfor, oksigen terlarut pada stratifikasi kedalaman sangat

    bervariasi, rendah atau tidak ada sama sekali, dan biasanya sangat padat ditumbuhi

    oleh tumbuhan makrohidrofita.

    c. Danau Distropik, merupakan danau yang dangkal dan temperatur bervariasi,

    sedikit mengandung nutrien, material humus sangat banyak, oksigen terlarut

    hampir tidak ada pada daerah-daerah yang dalam dan sedikit dijumpai tumbuhan

    air yang besar-besar.

    2.2. Ekosistem Danau Toba

    Danau Toba dilihat dari asal proses terbentuknya merupakan danau volcano-

    tektonik yang menurut Van Bemmelen (1949) dikatakan terbentuknya akibat

    proses tanah terban yang terjadi karena bagian kedalamannya yang berupa magma

    naik ke permukaan melalui celah tektonik membentuk gunung api. Ruang yang

    ditinggalkan oleh magma membentuk rongga di dalam kerak bumi dan kemudian

    beban di permukaannya mengalami terban dan terpotong menjadi beberapa bagian.

    Bagian yang cukup besar berada pada bagian tengah dengan posisi miring ke arah

    barat berupa pulau Samosir, dan bagian lain yang posisinya lebih rendah

    selanjutnya tergenang air permukaan membentuk danau. Erupsi magma di bagian

    barat yang muncul ke permukaan membentuk gunung api Pusuk Bukit (1981 m)

    sedangkan di sekeliling bagian yang terban terbentuk dinding terjal atau caldera

    rim. Luas keseluruhan danau termasuk pulau Samosir adalah 1.810 kilometer

    persegi, dengan luas danau lebih dari 1.100 kilometer (Bapedalda Sumut, 2000).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Ukuran panjang Danau Toba lebih dari 87 kilometer dengan lebar maksimum

    31,5 kilometer. Permukaan air danau berada pada elevasi + 905 meter di atas

    permukaan laut, dikelilingi oleh tebing dan gunung-gunung dengan ketinggian

    maksimal 2.157 meter (Dalok Uludarat). Kedalaman air danau diukur pada penelitian

    ini dengan kedalaman 499 meter dan menurut informasi ada beberapa tempat yang

    kedalamannya lebih dari 1.000 meter (Bapedalda Sumut, 2000).

    Batuan penyusun di sekeliling danau terutama adalah bahan volkanik dari

    jenis Rio-dasit, Breksi volkanik dan Tuff, sedangkan di sisi bagian timur sebelah

    utara kota wisata Prapat terdapat Batu Marmer. Pada sisi barat laut di selatan

    Tongging terdapat Batu liat (clay stone) dan skis, sedangkan pada pulau Samosir

    sebagian besar terdiri atas batu liat diatomae, Tuff, batu pasir. Hasil pelapukan batuan

    tersebut membentuk tanah Andosol, mediteran, dan Alivial, dengan tekstur terutama

    geluk berdebu dan geluk pasiran. Tanah Aluvial berada di bagian tenggara dan

    selatan yaitu di wilayah Porsea, Laguboti, dan Balige. Tanah Andosol berada di

    dataran tinggi seperti Tanah Karo di bagian utara (Purba, Saribu Dolok, dan Merek)

    di selatan Tele di bagian barat, dan Litongnihuta - Silanduk di bagian selatan dekat

    Siborong-borong. Pada lereng-lereng terjal memiliki jenis tanah Lotosol (Bapedalda

    Sumut, 2000).

    Penutup lahan yang dominan di daerah penangkap air di sekitar danau

    Samosir adalah rumpur (89.562 ha), perladangan (8.069 ha), hutan dan semak (+

    56.000 ha), sawah dan lahan budidaya lain (+ 30.000 ha). Secara adminsitratif

    wilayah ini termasuk ke dalam 5 kabupaten yaitu (1) Karo, (2) Dairi, (3) Simalungun,

    (4) Toba-Samosir, (5) Tapanuli Utara, dengan penduduk yang dominan adalah suku

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Batak. Iklim yang sejuk dengan panorama indah dan adat istiadat spesifik menjadikan

    wilayah ini sebagai tujuan wisata sejak sebelum terbentuknya pemerintahan Republik

    Indonesia (Bapedalda Sumut, 2000).

    Danau Toba ini merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai sangat

    penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan

    dengan fungsi danau sebagai habitat berbagai jenis organisme air, sebagai sumber air

    minum bagi masyarakat sekitarnya, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan

    budidaya perikanan serta menunjang berbagai jenis kegiatan industri. Tak kalah

    penting adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke

    mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan kepariwisataan di Sumatera

    Utara (Barus, 2007).

    Secara umum kondisi perairan Danau Toba masih tergolong Oligotropik

    (miskin zat hara). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lokasi yang

    terletak di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau), kecerahan air mencapai

    11-14m dengan kandungan nutrisi dalam air masih rendah dan kadar oksigen masih

    terdeteksi sampai ke dasar danau pada kedalaman antara 200 500 m. Pada bagian

    pinggir Danau Toba yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas penduduk serta

    lokasi budidaya ikan dalam jarring apung terdeteksi kadar nutrisi yang tinggi. Secara

    kasat mata di beberapa kawasan pinggiran Danau Toba kita bisa melihat tumbuhnya

    berbagai jenis tumbuhan air terutama jenis eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang

    telah menutupi lapisan permukaan danau. Hal ini terjadi akibat proses eutrofikasi

    (pengayaharaan) yang merupakan suatu gejala peningkatan unsur hara, terutama

    fosfor dan nitrogen di suatu ekosistem air (Barus, 2007).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 2.3. Vegetasi Akuatik (Makrohidrofita)

    Komunitas vegetasi sering merupakan suatu sistem organisasi yang kompleks,

    terdiri dari kelompok-kelompok tumbuhan dari tingkatan yang berbeda dalam

    adaptasinya terhadap cahaya dan substrat dan berbeda tanggapannya terhadap musim.

    Perbedaan beberapa tipe komunitas dalam suatu hamparan wilayah jarang terlihat

    terpisah-pisah secara jelas, mereka seolah-olah menyatu dalam suatu spektrum

    ekologi yang terdiri dari atas spesies dan bentuk hidup. Makin kecil perbedaan

    transisi yang terjadi antara komunitas, makin kabur zonasi vegetasi yang tampak.

    Dengan kenyataan ini, maka ditinjau dari sudut ekologis, maka pembagian tumbuhan

    air terutana makrohidrofita berdasarkan atas bentuk hidupnya mempunyai arti yang

    cukup penting. Kebanyakan komunitas makrohidrofita tidak dapat dibedakan bila

    hanya ditinjau dari komposisi floristiknya saja, karena banyak dari anggota

    speciesnya mempunyai penyebaran yang sangat luas, baik ditinjau secara geografis

    maupun ekologis, sedangkan suatu bentuk hidup atau gabungan bentuk hidup

    tumbuhan sering menguasai suatu komunitas makrohidrofita, sehingga dengan

    demikian secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan komposisi floristiknya

    dapat digunakan untuk menentukan ciri komunitas makrohidrofita tersebut (Sarjono,

    1982).

    Menurut Mitchell (1974) makrohidrofita dibedakan dalam 4 bentuk hidup,

    yaitu :

    1. Makrohidrofita terapung bebas yaitu tumbuhan berakar tetapi hidup terapung di

    permukaan air.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 2. Makrohidrofita berdaun terapung yaitu tumbuhan berakar di dasar badan perairan

    dengan daunnya terapung di permukaan air.

    3. Makrohidrofita tenggelam yaitu seluruh tubuh tumbuhan berada di dalam air, dan

    akarnya umumnya masuk ke dasar badan perairan. Termasuk ke dalam golongan

    ini makrohidrofita yang tidak mempunyai akar dan hidup melayang di dalam air.

    4. Makrohidrofita yang muncul di atas permukaan, hidup tumbuh di dasar perairan

    dan sebagian dari tubuhnya muncul di atas permukaan air.

    Menurut Spence (1971) dalam Sarjono (1982) di beberapa danau di

    Skotlandia, mencatat bahwa kedalaman dan gerakan air serta kondisi substrat dan

    kelandaian dasar suatu danau mempunyai peranan penting terhadap penyerbukan dari

    species makrohidrofita yang muncul di atas permukaan air, yang berdaun terapung

    dan yang tenggelam pada danau itu.

    2.4. Faktor-Faktor Fisik dan Kimia yang Mempengaruhi Kualitas Air

    1. Temperatur

    Temperatur air merupakan pembatas utama pada suatu perairan karena

    organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan-

    perubahan temperatur. Menurut hukum Vants Hoffs, kenaikan temperatur sebesar

    100C akan menaikkan metabolisme 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju respirasi

    akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Dengan naiknya temperatur akan

    menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang (Barus, 1996).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Pola temperatur di suatu ekosistem danau akan mengalami fluktuasi secara vertikal

    sesuai dengan kedalaman lapisan air dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari

    tahunan, letak geografis serta ketinggian danau di atas permukaan laut, pertukaran

    panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga faktor kanopi (penutup

    vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Di samping itu pola temperatur

    perairan juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (karena aktifitas

    manusia) seperti limbah. Temperatur yang optimum akan mendukung kehidupan

    organisme air yang hidup di dalamnya (Barus, 2004).

    2. pH

    Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan.

    Dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam

    keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Organisme akuatik dapat

    hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi

    antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik

    umumnya berkisar antara 7 - 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun

    sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan

    menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik (Barus,

    1996). pH air dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan

    dan mempengaruhi ketersediaan unsur hara serta toksinitas dari unsur renik (Barus,

    2004).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 3. Kelarutan Oksigen (DO)

    Oksigen merupakan salah satu faktor terpenting dalam setiap sistem perairan

    yang diperlukan organisme untuk melakukan respirasi. Sumber utama oksigen

    terlarut berasal dari atmosfir dan proses fotosintesis dan dari tumbuhan air lainnya.

    Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung permukaan air oleh angin dan

    arus. Jumlah oksigen terlarut di suatu ekosistem danau dipengaruhi oleh faktor

    temperatur. Kelarutan oksigen dalam air akan meningkat apabila temperatur air

    menurun dan begitu juga sebaliknya (Michael, 1994).

    Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Kelompok organisme air yang mempunyai sistem respirasi melalui insang dan kulit secara langsung akan sangat terpengaruh dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Aktivitas fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air meningkatkan jumlah oksigen terlarut yang mencapai maksimum pada sore hari dan turun lagi malam hari karena aktivitas untuk mengikat gas, respirasi tumbuhan dan hewan air (Michael, 1994).

    4. BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand)

    Nilai BOD dapat dinyatakan sebagai jumlah oksigen yang diperlukan oleh

    mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik. Penguraian

    bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air

    lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan

    mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 1995).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Proses penguraian senyawa organik biasanya diukur selama 5 hari (BOD5),

    karena diketahui dari hasil jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai

    +70%. Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk

    menguraikan senyawa organik secara biologis seperti sampah rumah tangga. Untuk

    produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan

    sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme. Oleh karena itu di

    samping mengukur nilai BOD perlu dilakukan pengukuran terhadap jumlah oksigen

    yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dikenal sebagai COD (Chemical

    Oxygen Demand) yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD

    diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses

    oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis

    maupun terhadap senyawa yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus,

    2004).

    5. Nitrogen dan Fosfor

    Nitrogen dan Fosfor sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu ekosisten air. Seperti diketahui

    bahwa fitoplankton dan tumbuhan air lainnya membutuhkan nitrogen dan fosfor sebagai sumber nutrisi utama bagi

    pertumbuhannya. Dengan demikian maka peningkatan unsur nitrogen dan fosfor dalam air akan dapat meningkatkan populasi

    alga secara massal yang menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air (Barus, 2004).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 6. Klorida

    Konsentrasi klor dalam air terutama dipengaruhi oleh proses perombakan

    kimiawi dari substrat. Klor sebagian besar berasal dari substrat tanah dan sedimen

    yang mengandung klor, juga berasal dari atmosfer melalui curah hujan dan yang tak

    kalah pentingnya adalah klor yang terdapat dalam limbah cair yang juga akan masuk

    ke dalam air (Barus, 2004).

    Kandungan klor dalam air yang bersumber dari substrat dan sedimen yang

    kaya klor dapat mencapai konsentrasi antara 100 - 1000 mg/l. Namun apabila aspek

    geologis tersebut tidak ada, maka konsentrasi klor dalam air yang lebih besar dari 30

    mg/l merupakan indikasi adanya pencemaran (Barus, 2004).

    7. Sulfat

    Pada perairan yang tidak mengalami pencemaran umumnya ditemukan konsentrasi sulfat antara 10 - 30 mg/l. namun akibat kelarutan yang tinggi dari gips menyebabkan

    konsentrasi sulfat mencapai 100 mg/liter. Selain itu emisi pencemar udara melalui curah hujan juga dapat memberikan kontribusi bagi konsentrasi sulfat dalam air, meskipun proporsinya relatif sedikit

    (Barus, 2004). Sulfat merupakan unsur yang dibutuhkan oleh organisme autotrof dan bakteri

    heterotrof serta jamur sebagai susmber nutrisi untuk memenuhi kebutuhan unsur

    belerang. Konsentrasi sulfat yang tinggi dalam air (> 250 mg/l) mempunyai efek

    patogen terhadap manusia, terutama gangguan dalam proses pencernaan (Barus,

    2004).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 8. Besi

    Dalam ekosistem air, besi umumnya tidak terdapat dalam keadaan terlarut.

    Tetapi menurut Schwoerbel, 1977 (dalam Barus, 2004) bila kejenuhan oksigen

    berada di bawah 50% dan banyak mengandung karbondioksida terlarut serta

    mempunyai nilai pH lebih rendah dari 7,5 akan menyebabkan besi (Fe) terdapat

    dalam bentuk terlarut di dalam air. Kondisi seperti ini biasanya dijumpai pada air

    tanah maupun pada mata air serta pada daerah-daerah yang dalam di suatu danau.

    Pada mata air akibat terjadinya kontak dengan udara akan menyebabkan Fe-2-

    karbonat terlarut membentuk Fe-3-Hydroksid yang berbentuk gumpalan. Gumpalan

    ini akan menghambat pernapasan organisme air yang dapat menyebabkan kematian

    organisme tersebut (Barus, 2004).

    9. Kecerahan (Penetrasi Cahaya)

    Intensitas cahaya matahari mempengaruhi produktivitas primer. Hasil

    perubahan energi cahaya matahari menjadi energi kimia dapat diperoleh melalui

    proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesa sangat tergantung pada

    intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO2, oksigen terlarut dan temperatur perairan.

    Oleh karena itu tumbuhan hijau sangat tergantung pada kecerahan suatu perairan

    karena mempengaruhi proses fotosintesis (Barus, 2004).

    10. Padatan Terlarut Total (TDS)

    TDS mempengaruhi ketransparanan dan warna air. Sifat transparan air ada

    hubungannya dengan produktifitas. Transparan yang rendah menunjukkan

    produktivitas tinggi. Cahaya tidak dapat tembus banyak jika konsentrasi bahan

    tersuspensi tinggi (Sastrawijaya, 2000).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu

    contoh air. Penentuan padatan terlarut total dapat cepat menentukan kualitas air,

    caranya dengan mengukur derajat konduktifitas air. Derajat konduktivitas air

    sebanding dengan padatan terlarut total dalam air tersebut. Pada umumnya suatu

    danau menjadi eutrofikasi bila padatan terlarut total melebihi 100 bpj (bagian per

    juta) (Sastrawijaya, 2000).

    11. Bakteri Coli (Colifekal)

    Colifekal adalah bakteri Coli yang berasal dari kotoran manusia dan hewan

    mamalia. Bakteri ini bisa masuk ke perairan bila ada buangan feses yang masuk ke

    dalam badan air. Kalau terdeteksi ada bakteri Colifekal di dalam air maka air itu

    kemungkinan tercemar sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber air minum

    (Sastrawijaya, 2000).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 36

    BAB III BAHAN DAN METODE

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilakukan di Kecamatan Girsang Sipanganbolon dan Kecamatan

    Ajibata. Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2008 sampai April 2008.

    Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Purposive Random

    Sampling yaitu dengan menentukan 3 (tiga) stasiun pengambilan sampel berdasarkan

    rona lingkungan yang ada yaitu :

    Stasiun 1

    Lokasi stasiun 1 berada pada area yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas masyarakat seperti pasar

    tradisional, transportasi air (pelabuhan), hotel dan rumah makan. Lokasi ini terletak pada pada titik 2.39.51,84 LU dan

    98.55.40,16 BT di Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Stasiun 2

    Berada pada area budidaya ikan dalam keramba jaring apung, pada titik

    2.42.10,9 LU dan 98.55.12,72 BT di Kecamatan Girsang Sipanganbolon.

    Stasiun 3

    Berada pada titik 2.39.17,64 LU dan 98.55.28,92 BT di Kecamatan

    Ajibata. Lokasi ini jauh dari segala aktivitas masyarakat.

    3.2 Pengukuran Faktor Fisik Kimia Air

    20

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Pengukuran faktor fisik kimia air digunakan untuk menentukan kualitas air.

    1. Temperatur

    Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer Hg skala 0 - 500C.

    Termometer dimasukkan ke dalam air sedalam 10 cm dan dibiarkan selama 3

    menit, lalu diangkat dan dibaca.

    2. pH air

    Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH-meter. Elektroda dari pH-meter

    dimasukkan ke dalam sampel air yang diukur, selanjutnya setelah angka yang

    tertera pada display stabil, langsung dibaca.

    3. DO

    Pengukuran dilakukan dengan menggunakan DO-meter (oksimeter). Elektroda

    dari oksimeter dimasukkan ke dalam sampel air, selanjutnya nilai konsentrasi

    oksigen terlarut dapat dibaca pada display.

    4. BOD

    Sampel air yang akan diukur nilai BOD nya dimasukkan ke dalam 3 botol

    Winkler. Botol pertama langsung diukur nilai DO nya secara insitu yang

    digunakan sebagai nilai awal sebelum inkubasi (G1). Sisa 2 botol lainnya

    dimasukkan ke inkubator dan di inkubasi selama 5 hari pada suhu 200C (G2 dan

    G3). Setelah 5 hari diukur DO botol G2 dan G3. selanjutnya dihitung nilai BOD

    dengan rumus :

    BOD = G1 - 2

    32 GG + mg/l O2

    5. COD

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Pengukuran dilakukan dengan metode Reflux.

    6. Penetrasi Cahaya

    Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat keping Secci yang berbentuk

    bulat dengan diameter 20 cm. Keping Secci diberi tali yang mempunyai ukuran

    lalu dimasukkan ke badan perairan sampai pada kedalaman keping Secci tersebut

    tidak terlihat dari permukaan. Selanjutnya diukur panjang dari permukaan

    sampai pada posisi keping Secci tersebut.

    7. Logam Berat

    Arsen, Besi dan Timbal termasuk dalam logam berat yang dapat dianalisis di

    laboratorium. Penentuan kadar logam berat di air dapat dilakukan dengan metode

    AAS (Atomic Absorption Spektrophotometri).

    8. Uji Colifecal

    Uji colifecal dilakukan untuk mengetahui kandungan bakteri coli yang terdapat

    di perairan. Uji ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU

    dengan menggunakan metode MPN (Most Probability Number). Metode MPN

    terdiri dari 3 tahap yaitu :

    a. Uji pendugaan (Presumptive Test)

    b. Uji penegasan (Confirmed Test)

    c. Uji lengkap (completed Test)

    Cara kerja metode MPN ini terlampir pada Lampiran 9

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Pengukuran faktor fisik dan kimia air digunakan untuk menentukan kualitas

    air. Berbagai parameter fisik, kimia dan biologi yang diukur serta metode

    pengukurannya adalah sebagai berikut :

    Tabel 3.1. Berbagai Parameter Fisika-Kimia yang Diukur

    Logam berat

    Parameter Metode Pengukuran Lokasi FISIK :

    - Temperatur - TDS - Kecerahan

    KIMIA : - pH - BOD5 - COD - DO - Phospat - Nitrogen - Arsen - Besi - Timbal - Klorida - Fluorida - Sulfat - Minyak &

    Lemak

    BIOLOGI : - Coliform - Colifekal

    Termometer Timbangan Elektronik Keping Secchi pH meter Metode Winkler / Titrimetri Metode Reflux / Titrimetri Metode Winkler / Titrimetri Metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry)

    Oil Analizer MPN MPN

    Lapangan Puslit USU Lapangan Lapangan Lab. Ekologi USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Puslit USU Lab. Mikrobiologi USULab. Mikrobiologi USU

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 3.3 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet

    Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air

    dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan

    status mutu air. Perairan Danau Toba peruntukannya adalah air golongan I karena

    Danau Toba juga dipakai untuk sumber air minum. Penentuan status mutu air adalah

    dengan menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United Stated - Enviromental

    Protection Agency) dengan mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas yaitu :

    1. Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu 2. Kelas B : baik, skor = - 1 s/d 10 tercemar ringan 3. Kelas C : sedang, skor = - 11 s/d 30 tercemar sedang 4. Kelas D : buruk, skor - 31 tercemar berat

    Prosedur Penggunaan : 1. Lakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga

    membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).

    2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai

    baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

    3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran baku mutu) maka diberi skor 0.

    4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran >

    baku mutu) maka diberi skor :

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Tabel 3.2. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air

    Parameter Jumlah Parameter Nilai Fisika Kimia Biologi

    < 10 Maksimum Minimum Rata-rata

    - 1 - 1 - 3

    - 2 - 2 - 6

    - 3 - 3 - 9

    10 Maksimum Minimum Rata-rata

    - 2 - 2 - 6

    - 4 - 4 - 12

    - 6 - 6 - 18

    5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari

    jumlah skor yang di dapat dengan menggunakan sistem nilai.

    3.4 Pengambilan Sampel Tumbuhan

    Pengambilan sampel tumbuhan dilakukan pada 3 (tiga) lokasi yang berbeda

    yaitu pada daerah yang dekat dengan pemukiman dan aktivitas masyarakat, daerah

    budidaya ikan jaring apung (keramba), dan daerah yang jauh dari segala aktivitas

    masyarakat (alami). Sampel tumbuhan diambil dengan membuat kuadrat dari bingkai

    kayu dengan ukuran 1 m x 1 m yang dianggap sebagai plot. Pada tiap titik

    pengambilan sampel tumbuhan yang ditentukan, bingkai kayu diletakkan di atas

    permukaan air. Agar bingkai tidak bergerak, maka pada keempat sudutnya

    ditancapkan batang bambu tegak lurus ke dasar danau. Semua tumbuhan yang

    terdapat di dalam bingkai diambil dengan menggunakan gunting rumput.

    Seluruh sampel dari masing masing bingkai dimasukkan ke dalam kantung plastik

    yang sudah diberi label. Karena sampel tumbuhan yang diambil terdiri dari

    tumbuhan dengan berbagai bentuk hidup terapung, tenggelam, berdaun terapung

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • dan muncul di atas permukaan, maka diperlukan sederetan kuadrat yang terletak

    dari dasar danau, membatasi suatu kuadrat berbentuk kotak. Semua tumbuhan

    yang terdapat dalam kotak tersebut diambil dengan cara seperti yang telah

    diterangkan di atas.

    Sampel yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri morfologi yang sama

    dan dihitung jumlah dari masing-masing jenis. Tiap jenis tumbuhan diambil

    beberapa sebagai sampel dan dimasukkan ke dalam plastik, lalu diberi larutan

    alkohol 70%. Sampel diidentifikasi di Laboratorium Ekologi Fakultas Matematika

    dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dengan mengacu kepada

    buku Prescott (1969) dan buku Lopinot (1971).

    3.5 Analisis Data

    Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data fisika-kimia air, data

    mikrobiologi (Colifekal) dan data vegetasi air yang terdapat di Danau Toba. Data

    fisika-kimia air dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Khusus untuk

    data biologi, data yang dimaksud adalah data keanekaragaman vegetasi akuatik. Dari

    data-data tersebut selanjutnya dicari indeks nilai pentingnya (INP), dan dengan

    bertitik tolak dari data tersebut maka dilakukan analisis indeks diversitas, indeks

    kesamaan, uji perbedaan keanekaragaman vegetasi akuatik antar stasiun melalui uji t

    Hutcheson. Analisis korelasi Pearson antara faktor fisika-kimia perairan dengan

    keanekaragaman vegetasi akuatik juga dilakukan dengan menggunakan program

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • SPSS Versi 16.

    1. Indeks Nilai Penting (INP)

    Indeks nilai penting tiap spesies tumbuhan yang terdapat di perairan danau Toba

    dihitung melalui pendekatan sebagai berikut (Brower et al. 1990):

    INP = KR + FR

    Dimana: INP: Indeks Nilai Penting

    KR : Kerapatan Relatif

    FR: Frekwensi Relatif

    a. Kerapatan Populasi (KP)

    plotareaLuasjenissuatuindividuJumlahmindKP

    /)/( 2 =

    b. Kerapatan Relatif (KR)

    %100tanker

    tan(%) xjenisseluruhapaJumlah

    jenissuatuKerapaKR =

    c. Frekuensi Kehadiran ( FK )

    plottotalJumlahjenissuatuditempatiyangplotJumlahFK =

    d. Frekuensi Relatif (FR)

    FR =%100X

    jenisseluruhFKjenissuatuFK

    dengan, FR : 0-25 % = sangat jarang

    25-50 % = jarang

    50-75 % = sering

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • >75 % = sangat sering (Michael, 1994)

    2. Uji t Hutcheson

    Adapun rumus dari uji t Hutcheson yang dipergunakan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan dari

    keanekaragaman vegetasi akuatik antar stasiun adalah sebagai berikut (Zar, 1999):

    t = H`1 H`2 / SH`1-SH`2

    dimana :

    t : nilai t hitung yang dicari

    H` : indeks keanekaragaman

    SH` : Standard deviasi keanekaragaman

    Nilai standard deviasi keanekaragaman dapat dihitung dari variansi

    keaneragaman berikut ini:

    SH`1-H`2 = S2H`1 + S2H`2

    Selanjutnya, variansi keanekaragaman dapat dihitung melalui pendekatan

    berikut ini:

    S2H` = ni ln2ni ( ni ln ni )2 /N / N2

    dimana :

    ni : jumlah individu tiap takson

    N : jumlah total dari individu keseluruhan takson

    Sementara itu nilai Derajat Bebas (v) yang digunakan untuk mendapatkan

    nilai t tabel pada Tabel t dihitung melalui persamaan berikut ini:

    v = (S2H`1 + S2H`2)2 / (S2H`1)2 /N1 + (S2H`2)2 /N2

    Kriteria:

    th < t tab. pada 0.05 : tolak Ha, terima Ho

    th > t tab. pada 0.05 : terima Ha, tolak Ho

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 3. Indeks Keanekaragaman Shannon Winner

    Untuk mengukur indeks diversitas tumbuhan air yang terdapat pada perairan

    Danau Toba digunakan rumus sebagai-berikut (Brower et al., 1990)

    H1 = - Pi Ln Pi

    Dimana H1 = Indeks Diversitas Shannon Winner

    Pi = Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan

    jenis (ni / N)

    In = Logaritma natural

    Kriteria (Krebs, 1985)

    Jika nilai H1 = 0 2,302 : keanekaragaman rendah

    H1 = 2,302 6,907 : keanekaragamn sedang

    H1 6,907 : keanekaragaman tinggi

    4. Indeks Equitabilitas (keseragaman)

    Indeks keseragaman diukur dengan menggunakan rumus berikut ini (Zar, 1999):

    E = maxHH i

    Dimana H i = indeks keanekaragaman shannon winner

    H max = indeks keanekaragaman max (In S)

    S = jumlah species

    Nilai E berkisar 0 1.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Semakin kecil nilai E, maka semakin kecil keseragaman suatu populasi,

    sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi akan menunjukkan keseragaman

    artinya pada komunitas tersebut tidak dijumpai kelompok organisme yang terlalu

    dominan (Krebs, 1985).

    5. Indeks Kesamaan (IS)

    Kesamaan antar dua komunitas yang terdapat pada dua stasiun pengamatan yang

    berbeda dicari dengan menggunakan rumus berikut ini (Brower et al, 1990):

    IS = bac+2

    Dimana a = jumlah species pada stasiun A

    b = jumlah species pada stasiun B

    c = jumlah species yang sama pada stasiun A dan B

    Kriteria :

    Menurut aturan Kendeigh (1980), jika indeks kesamaan dari dua komunitas yang

    dibandingkan lebih besar dari 50%, maka kedua komunitas yang dibandingkan itu

    masih dapat dipandang sebagai suatu komunitas, sebaliknya bilamana di bawah

    50%, maka kedua komunitas yang dibandingkan itu dapat dianggap sebagai dua

    komunitas yang berbeda.

    6. Uji Kruskal Wallis

    Untuk mengetahui perbandingan parameter fisik kimia dari tiga stasiun digunakan

    uji Kruskal Wallis dengan menggunakan metode komputerisasi SPSS ver. 16.00.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 7. Analisis Korelasi (r)

    Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui keberartian hubungan

    antara keanekaragaman dan kelimpahan vegetasi akuatik yang terdapat di Danau

    Toba dengan sifat fisika-kimia airnya. Analisis dilakukan dengan metode

    komputerisasi SPSS ver. 16.00 (Santoso, 2008).

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 48

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Sifat Fisika dan Kimia Perairan

    Faktor fisika dan kimia perairan yang diamati pada penelitian ini adalah

    temperatur, TDS, kecerahan, pH, BOD5, COD, DO, fosfat, NO3-N, NO2-N, NH3-N,

    besi, timbal, klorida dan sulfat. Hasil penelitian perihal faktor fisika-kimia dari

    Perairan Danau Toba tersebut disajikan pada Tabel 4.1.

    Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Faktor Fisika - Kimia Perairan Danau Toba pada Tiga Stasiun Pengamatan

    Stasiun I Stasiun II Stasiun III No Parameter

    x sd x sd x sd 1 Temperatur (C) 26,59 0,36 25,11 0,20 24,61 0,45 2 TDS (mg/l) 87,53 1,74 85,80 0,83 82,40 5,59 3 Kecerahan (m) 7,94 0,30 6,81 1,15 4,29 0,18 4 pH 7,41 0,02 7,30 0,04 7,40 0,03 5 BOD5 2,5 0,07 2,6 0,071 1,5 0,01 6 COD (mg/l) 30,21 0,04 26,87 1,25 26,02 0,32 7 DO (mg/l) 7,2 0,15 7,0 0,07 6,9s 0,04 8 Fosfat (mg/l) 0,23 0,02 0,25 0,02 0,35 0,03 9 NO3-N (mg/l) 15,47 0,47 12,22 0,39 10,29 0,09 10 NO2-N (mg/l) O,05 0,01 0,02 0,01 0,04 0,01 11 NH3-N (mg/l) 1,57 0,07 1,63 0,01 0,09 0,00 12 Besi (mg/l) 0,05 0,01 0,02 0,00 0.06 0,01 13 Timbal (mg/l) 0,01 0,00 0,01 0,00 0,01 0,00 14 Klorida (mg/l) 17,08 0,45 11,70 0,18 13,87 0,35 15 Sulfat (mg/l) 145,40 3,84 143,60 2,70 153,20 5,80

    Keterangan : Stasiun I : Daerah dekat pemukiman penduduk dan pelabuhan kapal Stasiun II : Daerah budidaya ikan (Jaring apung)

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 49

    Stasiun III : Daerah tengah danau dan relatif alami Tabel 4.2. Nilai Perbandingan Parameter Fisika Kimia Ketiga Stasiun

    Pengamatan Berdasarkan Uji Kruskal Wallis

    No Parameter X Signifikansi dan Peluang 1 Temperatur (C) 11,094** 0,004 2 TDS (mg/l) 4,564 0,102 3 Kecerahan (m) 12,500** 0,002 4 pH 7,495* 0,024 5 BOD5 10,298** 0,006 6 COD (mg/l) 10,220** 0,006 7 DO (mg/l) 10,223** 0,006 8 Phospat (mg/l) 10,149** 0,006 9 NO3-N (mg/l) 12,500** 0,002 10 NO2-N (mg/l) 10,303** 0,006 11 NH3-N (mg/l) 10,633** 0,005 12 Besi (mg/l) 10,349** 0,006 13 Timbal (mg/l) - - 14 Klorida (mg/l) 12,500** 0,002 15 Sulfat (mg/l) 6,841* 0,033

    32

    1. Temperatur

    Radiasi cahaya matahari yang tiba pada permukaan perairan akan memberikan

    suatu panas pada badan perairan. Jika jumlah radiasi yang berhasil diserap oleh oleh

    permukaan perairan berbeda, maka temperatur (jumlah panas) yang dimiliki oleh

    perairan tersebutpun juga akan berbeda. Hasil pengukuran menunjukkan temperatur

    pada Perairan Danau Toba berkisar antara 24,61-26,59C. Temperatur perairan pada

    Stasiun 1 tampak lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur yang terukur pada

    kedua stasiun lainnya, sementara itu temperatur pada Stasiun 3 tampak lebih rendah.

    Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis, temperatur yang terukur pada ketiga stasiun

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 11,094; P = 0,004).

    Temperatur pada Stasiun 1 lebih tinggi karena pengaruh berbagai aktivitas

    manusia seperti pemukiman, perhotelan dan pelabuhan. Pola temperatur perairan

    dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (yang diakibatkan oleh aktivitas

    manusia) seperti limbah serta hilangnya pelindung badan perairan yang menyebabkan

    cahaya matahari langsung mengenai permukaan air sehingga terjadi peningkatan

    temperatur. Hilangnya pelindung berupa pohon-pohon di pinggiran Danau Toba

    karena di konversi sebagai areal pemukiman, perhotelan dan pelabuhan.

    Stasiun 3 lebih rendah temperaturnya karena berada pada areal yang masih

    alami, banyak vegetasi terestrial berupa pohon-pohon yang tinggi sehingga membuat

    temperatur permukaan air lebih rendah. Walaupun terdapat perbedaan yang nyata

    temperatur antar stasiun pengamatan, temperatur yang dimiliki perairan tersebut

    jika dihubungkan dengan kehidupan vegetasi akuatik masih termasuk kisaran

    temperatur yang relatif optimumTemperatur suatu perairan dapat mempengaruhi

    kelulushidupan makhluk hidup yang berada di dalamnya termasuk vegetasi akuatik.

    Hal itu terjadi karena temperatur suatu perairan akan mempengaruhi kelarutan

    oksigen yang sangat diperlukan organisme untuk metabolismenya. Semakin tinggi

    temperatur suatu perairan, kelarutan oksigennya semakin menurun. Temperatur

    yang tinggi dapat juga meningkatkan daya toksisitas senyawa-senyawa nitrogen,

    seperti NO2, NH4 dan NH3.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 2. Total Dissolved Solid (TDS)

    Jumlah padatan terlarut pada perairan

    berpengaruh terhadap penetrasi cahaya. Semakin tinggi padatan

    terlarut berarti akan semakin menghambat penetrasi cahaya ke

    dalam perairan. Hal ini secara langsung akan berakibat terhadap

    penurunan aktivitas dari fotosintesis oleh organisme berklorofil yang

    terdapat pada perairan misalnya hidrofita dan fitoplankton. Dari

    pengukuran yang telah dilakukan, besarnya nilai padatan terlarut

    pada Perairan Danau Toba berkisar 82,40 - 87,53 mg/l.

    Padatan terlarut pada Stasiun 1 tampak lebih tinggi dibandingkan pada dua

    stasiun pengamatan lainnya, sedangkan yang terkecil terdapat pada Stasiun 3.

    Berdasarkan uji statistik Kruskal-Wallis, padatan terlarut pada ketiga stasiun

    pengamatan berbeda secara tidak nyata (X2 = 4,564; P = 0,102). Padatan terlarut pada

    Stasiun 1 lebih tinggi karena lokasi Stasiun 1 yang berada pada area yang dekat

    dengan aktivitas manusia sehingga banyak menghasilkan limbah yang masuk ke

    badan perairan dan akhirnya menambah jumlah partikel terlarut. Pada Stasiun 3 yang

    jauh dari segala aktivitas manusia memiliki nilai TDS yang lebih rendah karena tidak

    adanya limbah yang masuk ke perairan. Jika dihubungkan dengan baku mutu air

    golongan I, nilai padatan terlarut yang diperoleh pada Perairan Danau Toba masih

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • tergolong rendah. Itu berarti berdasarkan padatan terlarut Perairan Danau Toba masih

    belum tercemar.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 3. Kecerahan

    Kecerahan suatu perairan berkaitan dengan padatan tersuspensi, warna air dan

    penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Partikel yang terlarut pada perairan

    dapat menghambat cahaya yang datang, sehingga dapat menurunkan intensitas

    cahaya yang tersedia bagi organisma fotosintetik seperti alga, fitoplankton dan

    hidrophyta lainnya (Odum, 1984).

    Hasil pengukuran kecerahan pada tiga stasiun pengamatan berkisar antara

    4,29 - 7,94 m. Kecerahan tertinggi dijumpai pada Stasiun 3, sedangkan yang terendah

    pada Stasiun 1. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa kecerahan pada ketiga

    stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 12,500; P = 0,002). Pada Stasiun 1

    kecerahan lebih rendah karena banyaknya padatan terlarut dan padatan tersuspensi

    yang berasal dari limbah aktivitas manusia, sedangkan di Stasiun 3 kecerahan lebih

    tinggi karena sedikit partikel terlarut dan partikel tersuspensi sehingga warna air lebih

    bening. Kecerahan yang diperoleh pada ketiga stasiun pengamatan masih tergolong

    layak bagi kehidupan organisme.

    4. Derajat keasaman (pH)

    Derajat keasaman (pH) merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan

    sebagai faktor pembatas pada perairan (Michael, 1984). Dalam hal ini sebagian besar

    biota perairan sensitif terhadap perubahan nilai pH. Hasil penelitian menunjukkan,

    nilai pH Perairan Danau Toba berkisar 7,30 - 7,41. pH terendah ditemukan pada

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • Stasiun 2, sedangkan tertinggi pada Stasiun 1. Uji Kruskal - Wallis menunjukkan

    perbedaan pH antar ketiga stasiun pengamatan berbeda nyata (X2 = 7,495; P = 0,024).

    pH di Stasiun 1 tinggi diakibatkan oleh komposisi kimia dan substrat dasar

    perairan yang mungkin mengandung zat kapur lebih banyak sehingga menaikan nilai

    pH. Stasiun 2 nilai pH lebih rendah juga dapat di hubungkan dengan nilai BOD5 ysng

    lebih tinggi. Adanya kandungan bahan organik yang lebih tinggi pada Stasiun 2 akan

    menghasilkan asam organik yang lebih banyak pula melalui proses penguraian bahan

    organik secara aerob. Kandungan asam organik tersebut dapat menyebabkan

    terjadinya penurunan nilai pH. pH Perairan Danau Toba masih tergolong pH yang

    layak bagi kehidupan organisma akuatik. Wetzel dan Likens (1979) menyatakan, efek

    letal atau mematikan dari kebanyakan asam terhadap organisma akuatik tampak

    ketika pH perairan lebih kecil dari 5 (lima).

    5. Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

    Nilai rata-rata BOD5 Perairan Danau Toba sewaktu penilitian berkisar 1,10

    2,8 mg/l. BOD5 tertinggi sebesar 2,8 mg/l diperoleh pada Stasiun 2 sedangkan yang

    terendah sebesar 1,10 mg/l diperoleh pada Stasiun 3. Nilai BOD5 yang diperoleh

    pada prinsipnya mengindikasikan tentang kadar bahan organik di dalam air karena

    nilai BOD5 merupakan nilai yang menunjukkan kebutuhan oksigen oleh bakteri aerob

    untuk mengoksidasi bahan organik didalam air sehingga secara tidak langsung juga

    menunjukkan keberadaan bahan organik didalam air. Dengan demikian maka

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • kebutuhan oksigen oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan organik pada lokasi

    pengamatan berkisar 1,10 2,8 mg/l. Nilai ini relatif kecil dibandingkan dengan nilai

    kelarutan oksigen yang diperoleh pada lokasi pengamatan yang berkisar antara 6,8

    7,2 mg/l. Nilai BOD5 ini menunjukkan bahwa belum terjadi pencemaran limbah

    organik yang berat pada lokasi pengamatan.

    Dari uji Kruskal Wallis terhadap nilai BOD5 menunjukkan bahwa BOD5 pada

    ketiga stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 10, 298; P= 0,006). Tingginya

    nilai BOD5 pada Stasiun 2 mengindikasikan bahwa kandungan bahan organik di

    Stasiun 2 lebih tinggi dari pada Stasiun 1 dan 3. Bahan organik ini kemungkinan

    berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan oleh ikan sehingga terlarut di

    dalam air, sedangkan Stasiun 3 BOD5 lebih rendah karena lebih sedikit bahan organik

    yang terdapat di air tersebut. Hal ini karena kondisi alam yang jauh dari aktivitas

    manusia dan kegiatan keramba ikan dalam jaring apung.

    6. Chemical Oxygen Demand (COD)

    Nilai rata-rata COD Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 26,02 -

    30,21 mg/l. COD tertinggi diperoleh pada Stasiun 1 sedangkan terendah pada Stasiun

    3. Nilai COD pada ketiga stasiun penelitian ini berdasarkan uji Kruskal-Wallis

    berbeda sangat nyata (X2 = 10,220; P = 0,006). Nilai COD menunjukkan jumlah total

    oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi yang berlangsung secara kimiawi.

    Dengan demikian umumnya nilai COD akan selalu lebih besar dibandingkan dengan

    nilai BOD5, karena BOD5 terbatas hanya terhadap bahan organik yang bisa diuraikan

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • secara biologis saja, sementara nilai COD menggambarkan kebutuhan oksigen untuk

    total oksidasi baik terhadap senyawa yang dapat diuraikan secara biologis maupun

    terhadap senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis.

    Ratio antara BOD5 : COD untuk limbah domestik umumnya mempunyai

    perbandingan nilai 1 : 4 (Ginting, 2002). Dari ratio antara BOD5 : COD yang

    diperoleh (Tabel 4.3) terlihat ada kecenderungan bahwa kandungan kimiawi yang

    terdapat di dalam air pada lokasi pengamatan banyak mengandung bahan yang sukar

    atau tidak dapat diuaraikan secara biologis. Harga COD yang diperoleh sewaktu

    penelitian pada Perairan Danau Toba tergolong kurang baik, sebab baku mutu air

    golongan I menurut PP No. 82 tahun 2001 memiliki nilai COD maksimal 10 mg/l.

    Tabel 4.3 Ratio Nilai Rata-Rata BOD5 : COD yang Diukur pada Tiga Stasiun

    Pengamatan Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

    BOD5 (mg/l) 2,5 2,6 1,6 COD (mg/l) 30,21 26,87 26,02

    Ratio BOD5:COD 1 : 12,08 1 : 10,33 1 : 16,26

    7. Dissolved Oxygen (DO)

    Kandungan oksigen terlarut sangat berperan di dalam menentukan

    kelangsungan hidup organisma perairan. Oksigen dalam hal ini diperlukan organisme

    akuatik untuk mengoksidasi nutrien yang masuk ke dalam tubuhnya. Oksigen yang

    terdapat dalam perairan berasal dari hasil fotosintesis organisme akuatik berklorofil

    dan juga difusi dari atmosfir. Peningkatan difusi oksigen yang berasal dari atmosfir

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • kedalam perairan dapat dibantu oleh angin. Tinggi-rendahnya kandungan oksigen

    terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan

    konsentrasi berbagai ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut (Wetzel dan

    Likens, 1979).

    Hasil penelitian menunjukkan kandungan oksigen terlarut Perairan Danau

    Toba berkisar 6,8-7,2 mg/l. Kandungan oksigen terlarut tertinggi ditemukan pada

    Stasiun 1 dan yang terendah pada Stasiun 3. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan

    bahwa kandungan oksigen terlarut antar ketiga stasiun penelitian berbeda sangat

    nyata (X2 = 10,223; P = 0,006).

    Tingginya nilai DO pada Stasiun 1 berkaitan erat dengan melimpahnya jenis vegetasi akuatik yang terdapat disana. Oksigen yang ada di perairan berasal dari hasil fotosintesis hidrofita serta fitoplankton yang berada di dalamnya. Di Stasiun 1 ini jumlah dan jenis vegetasi akuatik sangat banyak sehingga menyebabkan nilai kelarutan oksigennya juga tinggi. Selain itu pada Stasiun 1 ini juga tidak ditemui adanya minyak yang dapat menghambat penyerapan oksigen masuk ke dalam air. Sedangkan nilai DO terendah berada pada Stasiun 3 yang tidak di tumbuhi oleh vegetasi akuatik. Kandungan oksigen terlarut pada Stasiun 3 hanya berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton yang terdapat disana sehingga nilainya rendah. Secara umum kandungan oksigen terlarut pada Perairan Danau Toba masih tergolong sangat layak dalam mendukung kehidupan organisma, sebab menurut Sastrawijaya (2000) kehidupan organisma akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan oksigen terlarutnya minimal 5 mg/l.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 8. Fosfat

    Fosfat yang terukur di Perairan Danau Toba sewaktu penelitian berkisar 0,23 -

    0,35 mg/l. Fosfat tertinggi ditemukan pada Stasiun 3, sedangkan terendah pada

    Stasiun 1. Uji statistik Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

    sangat nyata dari nilai fosfat yang terdapat pada ketiga stasiun pengamatan (X2 =

    10,149; P = 0,006).

    Fosfat pada Stasiun 1 lebih rendah karena pada Stasiun 1 terdapat banyak

    vegetasi akuatik dan fitoplankton. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan vegetasi

    akuatik membutuhkan fosfat dan nitrogen sebagai sumber nutrisi utama bagi

    pertumbuhannya. Tingginya populasi vegetasi akuatik di Stasiun 1 menyebabkan

    konsumsi terhadap fosfat juga tinggi sehingga kandungan fosfat di perairan akan

    semakin berkurang. Sebaliknya pada Stasiun 3 kandungan fosfat lebih tinggi karena

    di sana tidak di jumpai adanya tumbuhan air sehingga pemanfaatan fosfat oleh

    tumbuhan tidak ada. Berdasarkan baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun 2001),

    nilai kandungan fosfat yang dimiliki danau Toba sudah tergolong tidak layak. Dalam

    hal ini nilai yang layak untuk fosfat adalah 0,200 mg/l.

    9. Nitrat (NO3-N)

    Besarnya kandungan rata-rata nitrat (NO3-N) di Perairan Danau Toba berkisar

    10,29-15,47 mg/l. Nilai nitrat tertinggi di jumpai pada Stasiun 1 sedangkan terendah

    di Stasiun 3. Uji stastistik Kruskal-Wallis mengungkapkan bahwa nilai nitrat pada

    ketiga stasiun pengamatan yang diamati berbeda secara nyata (X2 = 12,500; P =

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 0,002). Nitrat pada Stasiun 1 lebih tinggi, karena nitrat merupakan hasil oksidasi

    terakhir dari amonium dan amoniak yang berasal dari limbah domestik. Karena

    Stasiun 1 berada pada lokasi yang dekat dengan aktivitas penduduk maka buangan

    limbah domestik yang mengandung amoniak jelas akan menyebabkan jumlah nitrat

    akan menjadi lebih tinggi. Sebaliknya kandungan nitrat di Stasiun 3 lebih rendah

    karena Stasiun 3 berada jauh dari buangan limbah organik. Dihubungkan dengan nilai

    baku mutu air golongan I (PP No.82 tahun 2001), kandungan nitrat Perairan Danau

    Toba tergolong cukup tinggi artinya telah melampau batas maksimal yang

    diperbolehkan. Dalam hal ini batas maksimal yang diperbolehkan adalah 10 mg/l.

    10. Nitrit (NO2-N)

    Nilai rata-rata kandungan nitrit Perairan Danau Toba yang terukur sewaktu

    penelitian berkisar 0,02-0,05 mg/l. Kandungan nitrit tertinggi dijumpai pada Stasiun 1

    sedangkan yang terendah pada Stasiun 2. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, kandungan

    nitrit pada ketiga stasiun pengamatan berbeda sangat nyata (X2 = 10,303; P = 0,006).

    Kandungan nitrit yang tinggi pada Stasiun 1 karena adanya buangan limbah organik

    dari masyarakat sekitar. Sedangkan pada Stasiun 2 di jumpai kandungan nitrit yang

    lebih rendah yang memberikan indikasi bahwa laju nitrifikasi pada Stasiun 2 lebih

    rendah sehingga kandungan nitrogen lebih banyak dalam bentuk amoniak. Hal ini

    juga dipengaruhi oleh kondisi temperatur yang mungkin kurang optimal bagi

    kehidupan bakteri nitrifikasi. Nilai nitrit yang diperoleh sewaktu penelitian masih

    berada pada kisaran aman baku mutu air golongan I (PP No.82 tahun 2001). Dalam

    hal ini nilai nitrit yang diperbolehkan 0,06 mg/l.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 11. Amoniak (NH3-N)

    Besar harga rata-rata amoniak yang diperoleh pada Perairan Danau Toba

    sewaktu penelitian berkisar 0,09-1,63 mg/l. Nilai tertinggi ditemukan pada Stasiun 2

    sedangkan terendah pada Stasiun 3. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa nilai

    amoniak pada ketiga stasiun penelitian berbeda sangat nyata (X2 = 10,633; P =

    0,005). Kandungan amoniak tertinggi pada Stasiun 2 karena adanya pencemaran

    bahan organik yang berasal dari pakan ikan yang tidak habis termakan, sehingga

    amoniak terakumulasi di perairan.

    Proses oksidasi amoniak menjadi nitrit dan nitrit menjadi nitrat dipengaruhi oleh

    temperatur air dan kelarutan oksigen dalam air. Temperatur air berpengaruh

    karena proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri aerob akan berlangsung pada

    kisaran temperatur yang optimal bagi kehidupan bakteri pengurai amoniak dan itu

    juga tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut di air.

    Pada Stasiun 3 kadar amoniak lebih rendah karena lokasi 3 jauh dari aktivitas

    manusia dan kegiatan kerambah ikan jaring apung sehingga bahan organiknya juga

    lebih rendah. Dibandingkan dengan nilai baku mutu air golongan I (PP No. 82

    tahun 2001) nilai amoniak Perairan Danau Toba tergolong tinggi, yakni

    melampaui batas dari yang diperbolehkan 0,5 mg/l. Itu berarti dari segi kadar

    amoniak, Perairan Danau Toba tergolong telah tercemar.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 12. Besi

    Kandungan besi rata-rata yang berhasil diukur selama penelitian di Perairan

    Danau Toba berkisar 0,02-0,06 mg/l. Kandungan besi tertinggi ditemukan pada

    Stasiun 3 sedangkan terendah pada Stasiun 2. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan,

    kandungan besi pada ketiga stasiun penelitian berbeda sangat nyata (X2 = 10,349; P =

    0,006). Kandungan besi pada Stasiun 3 lebih tinggi dibandingkan Stasiun 1 dan

    Stasiun 2 karena kondisi dasar Danau yang sangat dalam (lebih dari 100 m). Besi

    dapat terlarut didalam air bila danau memiliki dasar yang sangat dalam kemudian

    didukung oleh pH air yang kurang dari 7,5 serta banyak mengandung karbondioksida

    terlarut. Faktor ini mendukung tingginya kandungan besi di Stasiun 3, sedangkan

    pada Stasiun 1 dan 2 dasar danau lebih landai sehingga besi terdapat dalam substrat.

    Dihubungkan dengan nilai baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun 2001),

    kandungan besi yang terdapat pada Perairan Danau Toba masih tergolong aman,

    sebab kandungan yang ditolerir hingga 0,3 mg/l.

    13. Timbal

    Kandungan rata-rata timbal pada tiga stasiun penelitian di Perairan Danau

    Toba relatif sama, yaitu 0,01 mg/l. Kandungan timbal sebesar 0,01 mg/l ini masih

    tergolong aman sebab nilai yang ditolerir baku mutu air golongan I (PP No. 82 tahun

    2001) adalah 0,03. Jadi kandungan timbal Perairan Danau Toba masih di bawah

    ketentuan baku mutu air golongan I.

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 14. Klorida

    Kandungan rata-rata klorida Perairan Danau Toba pada tiga stasiun penelitian

    berkisar 11,70 - 17,08 mg/l. Kandungan klorida tertinggi ditemukan pada Stasiun 1

    sedangkan terendah di Stasiun 2. Kandungan klorida pada ketiga stasiun pengamatan

    tersebut menurut uji Kruskal-Wallis berbeda secara sangat nyata (X2 = 12,500; P =

    0,002). Tingginya kandungan Klorida pada Stasiun 1 mengindikasikan bahwa

    perairan pada Stasiun 1 telah dicemari oleh limbah cair yang berasal dari aktifitas

    masyarakat. Menurut Brehm & Meijering (1990) dalam Barus (2004) klor yang

    terdapat dalam air bersifat allochton, sebagian besar berasal dari sustrat tanah dan

    sedimen yang mengandung klor, sebagian kecil dari atmosfer melalui curah hujan dan

    tak kalah penting adalah klor yang terdapat pada limbah cair yang juga masuk

    kedalam air, sedangkan pada Stasiun 2 klornya lebih rendah karena disini bahan

    pencemarnya bukan berupa limbah cair tapi berupa pakan ikan yang merupakan

    bahan kimia organik.

    15. Sulfat

    Kadar rata-rata sulfat Perairan Danau Toba yang diperoleh selama penelitian

    berkisar 143,60 - 153,20 mg/l. Nilai tertinggi diperoleh pada Stasiun 3 sedangkan

    terendah pada Stasiun 2. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan kadar sulfat antar ketiga

    stasiun pengamatan berbeda secara nyata (X2 = 6,841; P = 0,033). Kandungan sulfat

    yang tinggi pada Stasiun 3 kemungkinan besar disebabkan oleh aspek geologis. Bila

    suatu perairan tidak mengalami pencemaran tapi kelarutan gips cukup tinggi akan

    Eva Fitra : Analisis kualitas air dan hubungannya dengan keanekaragaman vegetasi akuatik di Perairan parapat danau toba, 2008. USU Repository2008

  • 63

    menyebabkan konsentrasi sulfat juga tinggi. Disini juga tidak ditemukan adanya

    vegetasi autotrof sehingga kandungan sulfat menumpuk karena tidak pernah

    dikonsumsi sebagai nutrisi. Jika dibandingkan dengan baku mutu air golongan I,

    kadar sulfat Perairan Danau Toba masih berada dalam batas yang aman. Dalam hal

    ini menurut baku mutu air g