al-mu'a
TRANSCRIPT
i
AL-MU'A<WI<YA<T :
HADIS-HADIS POLITIS KEUTAMAAN SAHABAT
Disusun Untuk Memperoleh Doktor Pemikiran Islam
Oleh:
Muhammad Babul Ulum
12.3.00.1.05.01.0014
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Swt yang karena kasih-Nya karya ini selesai di
sela-sela kesibukan mencari karunia-Nya di muka bumi. Kepada para hamba Tuhan
yang melalui tangan mereka Tuhan alirkan kasih-Nya saya ucapkan banyak terima
kasih yang karena uluran tangan mereka tugas berat ini dapat selesai dalam waktu
dan tempo yang sesingkat-singkatnya. Semoga Tuhan membalas kebaikan mereka
dan menjadikannya timbangan kebaikan di hari akhir kelak. Mereka itu adalah Prof.
Dr. Said Aqil Husain al-Munawwar, MA dan Prof. Dr. Bambang Pranowo, MA
sebagai promotor. Prof. Dr. Dede Rasyada, Rektor UIN Syarif Hidayatullah. Prof.
Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. Suwito, Dr. Yusuf Rahman selaku pimpinan SPs
UIN Syarif Hidayatullah beserta seluruh jajarannya baik di bagian administrasi,
perpustakaan, keamaan, kebersihan yang dengan ketulusannya berhasil menciptakan
kampus yang asri nan nyaman.
Tak lupa terima kasih saya kepada mu'allim thani> yang mendukung studi ini
dan memberi kesempatan kepada saya mengeksplorasi pikiran-pikiran 'sesat'nya
yang karena itu pula saya dikelompokkan ke dalam 'orang-orang yang sesat.' Juga
kepada keluarga besar SV di Graha Haidara yang merelakan fasilitas kantor untuk
mendukung penyelesaian karya ini. Kepada Usmif yang saya repotkan dengan
terjemahan. Kepada P. Harmonis beserta keluarga di Buah Batu yang menyediakan
istananya yang penuh berkah untuk menampung saya. Semoga Tuhan membantu
dan melindungi usahanya seperti Dia membantu dan melindungi usaha kekasih-Nya
ke Syam. Semoga karya ini menambah semangat juangnya dalam berdakwah
menyebarkan misi suci keluarga Nabi. Juga untuk jama'ah Misykat, jama'ah malam
Reboan, dan seluruh anggota Daeng Syam's di seluruh Indonesia yang telah bersedia
berbagi kebingunan dan mendengar keluhan saya dalam memahami ajaran agama
Islam yang kita warisi dari Muawiyah bin Abu Sufyan. Bahtera cinta safinatun naja
pasti berlabuh di dermaga harapan. Langkah kaki yang seribu dimulai dari pijakan
kaki yang pertama. Pijakan kaki itu sudah dimulai di gedung Asia Afrika. Layar
sudah dikembangkan pantang untuk surut ke belakang. Memang butuh kesabaran
untuk sampai pada cita dan harapan.
Last but not least terima kasih yang tak terhingga untuk istri tercinta Deuis
Sri Hidayati beserta dua jagoan kecil, Muhammad AM dan M. Ahamadi N, yang
telah merelakan waktu-waktu kebersamaan untuk menyelesaikan karya ini. Semoga
Tuhan menggantinya dengan kebersamaan yang abadi di Surga nanti. Untuk Mamah
di Cijenuk semoga doa dan harapannya dikabulkan Dia yang Mahatahu atas segala
sesuatu. Untuk semua nama tersebut di atas maupun yang belum sempat saya sebut
baik di Bandung, Jakarta, Pekalongan, Tasikmalaya dan di mana pun mereka berada
di seluruh muka bumi ini wa bi al-khus}u>s} Pewaris Kerajaan Tuhan yang dengannya
Tuhan akan sebarkan cinta kasih-Nya pada alam semesta. Tidak lupa untuk
almarhum ayahanda, Victor Abdullah, Uhdi> ha>dha al-'amal h}ubban wa-birran wa-wafa>`an.
iv
v
Dengan ini saya,
Nama : Muhammad Babul Ulum
N I M : 12.3.00.1.05.01.0014
Judul Disertasi : Al-Mu'a>wi>ya>t : Hadis-Hadis Politis Keutamaan
Sahabat.
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa disertasi ini murni karya
saya sendiri, bebas dari plagiasi, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan
sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya,
sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya yang dapat berakibat pada
pembatalan gelak akademik.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Jakarta, 18 November 2014
Muhammad Babul Ulum
vi
vii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disertasi berjudul: al-Mu'a>wi>ya>t: Hadis-Hadis Politis Keutamaan Sahabat, yang
ditulis oleh Muhammad Babul Ulum dengan Nomor Induk Mahasiswa:
12.3.00.1.05.01.0014, sudah sesuai dengan saran pembimbing dan dapat
diajukan untuk ujian pendahuluan.
Pembimbing I :
Prof. Dr. Said Aqil Husein al-Munawar, MA ( )
Pembimbing II:
Prof. Dr. Bambang Pranowo, MA ( )
viii
ix
ABSTRAK
Aliansi politik menentukan kriteria penilaian hadis. Kesahihan dan kedaifan
hadis ditentukan oleh keberpihakannya pada penguasa. Hadis yang mendukung
penguasa cenderung diterima, perawinya diapresiasi. Hadis yang mendukung oposisi
cenderung ditolak, perawinya dipersekusi. Seorang rawi semakin dekat dengan
penguasa cenderung semakin tinggi penilaian kualitas hadis yang diterima. Semakin
dekat dengan oposisi cenderung semakin rendah penilaian kualitas hadis yang
dibawa.
Disertasi ini mendukung pendapat yang menyebut pemalsuan hadis terjadi
sejak dini bahkan di masa hidup Nabi. Karena motif politik sahabat yang berkuasa
membuat hadis yang berbeda dengan hadis Nabi. Dengan dukungan struktur dan
infrastruktur kekuasaan yang dimiliki hadis-hadis tersebut disebarkan secara
terstruktur, sistematis, dan masif sehingga menjadi ideologi negara yang haram
diganggu gugat. Kesimpulan ini sejalan dengan pendapat mayoritas sarjana Barat
dan sarjana Islam non mainstream. Seperti Herbert Berg, Maya Yazigi, Avraham
Hakim, Asma Afsaruddin, Mah}mu>d Abu> Rayyah, Kamaruddin Amin, Fu`ad Jabali.
Sebaliknya, mayoritas sarjana Islam menolak pendapat tersebut. Sahabat
diasumsikan memiliki ketakwaan tingkat tinggi yang memustahilkan mereka bahkan
untuk sekedar berfikir berbuat dosa. Dan dusta dengan mengatasnamakan Nabi dosa
besar yang pasti dijauhi. Tuduhan sahabat memalsukan hadis adalah a historis.
Pendapat ini dianut oleh mainstream sarjana Islam. Di antaranya Israr Khan,
Azami, Mus}t}afa> al-Siba>̀ i>, 'Aja>j al-Khat}i>b.
Disertasi ini berhasil membuktikan hadis-hadis palsu tentang keutamaan
sahabat yang yang dibuat atas pesanan Mu'a>wiyah ibn Abi> Sufya>n yang oleh sebab
itu disebut dengan al-Mu'awi>ya>t. Sumber utama penelitian ini adalah Kita>b Fad}a>̀ il al-S}ah}abah Ibn Hanbal,
Khas}a>`is} Ami>r al-Mu`mi>n al-Nasa>`i>, al-S}ah}i>h} min Si>rat al-Nabi> al-'A'z{am Ja'far
Murtaz}a al-'A<mili>, Sharh} Nahj al-Bala>ghah Ibn Abi> al-H}adi>d al-Mu'tazili>, dan Kita>b
Sulaim ibn Qays al-Hila>li>. Data yang diperoleh dalam sumber di atas dibaca dengan
metode gabungan antara (1) Metode Takhrij yang dipakai untuk mengetahui kualitas
sanad. Dan (2) Metode sosio historis yang dipakai untuk membaca matan hadis.
x
ABSTRACT
The political alliance has played a role in determining the criteria and the
value of the traditions. The hadeths are considered s}ah}i>h} or d}a'i>f based on the
position whether they are in favor or against the current ruler. Those in favor were
accepted and the transmitters were acknowledged. And those against were opposed
and the transmitters were persecuted. The closer any transmitter get to the elites, the
better chances their hadeth are accepted. The further they are, the less chances they
survived.
The dissertation supports the theory that the hadith (traditions) forgery has
been made and even started during the lifetime of the Prophet (peace be upon him
and his family). Due to political motives those companions who rose to power—
engineered, designed, and fabricated so many traditions associated with the Prophet
(pbuh). They disseminate the idea sistematically, well organized, and massively in
such a way that it became a nation-state ideology that is forbidden even to be
questioned. The conclusion is in accordance with the conclusion of so many
Western scholars and non-mainstream moslem intellectuals. Among them are
Herbert Berg, Maya Yaziqi, Avraham Hakim, Mah}mu>d Abu> Rayyah, Kamaruddin
Amin, Fu`ad Jabali.
On the contrary, majority of muslem thinkers refuse the idea. The
companions of the Prophet are assumed to be the most piety and devout people that
it is almost impossible for them just to think of indecent acts. Attributing false
statements to the Prophet is a serious offense. Therefore, there is no way any of
them would have done this. Such claim should be considered ahistoric. Supporters
of this idea are among them Israr Khan, Mus}t}afa> al-Siba>’i>, 'Aja>j al-Khat}i>b.
The dissertation intends and proves that the allegedly forged traditions on
the merits of the companions were in fact supported and sponsored by Mu’awiyah
bin Abi Sufyan. Hence, the theory gained its name: al-Mu'a>wi>ya>t. The main resources for the research are Kita>b Fad{a>̀ il al-S}ah}a>bah Ibn
H{anbal, Khas}a>`is Ami>r al-Mu`mini>n al-Nasa>̀ i>, al-S}ah}i>h} min S}i>rat al-Nabi> al-A’z}am
Ja’far Murtad{a> al-'A<mili>, Sharh{ Nahj al-Bala>ghah Ibn Abi> al-H{adi>d al-Mu’tazili>,
Kita>b Sulaym ibn Qays al-Hila>li>. Some of the methods used to digest and study the
datas are combination of (1) takhri>j method to recognize the quality of the chain of
transmissions (sanad) and (2) sosio-historical approach to read the content of the
traditions (matan).
xi
فكرة تجريديةو معيار صحة الرواية أو عدمها منوط بالتحالف السياسي . فما وافقت النظام الحاكم قبلت
وثقت رّواتها وما وافقت المعارضة ردت وضّعفت رواتها . فالراوي كلما ازداد تقرّبا إلى الحكام تعالى معيار ثقته وكلما ازداد تقربا إلى المعارضة تداني معيار ضعفه .
اتفق هذا البحث مع النظرية القائلة بأن األحاديث الموضوعة ظهرت في عصرها الباكر وحتى الله صلى الله عليه وآله وسلم . وألغراض سياسية فالصحابة التي تصدت مقاليد الحكم في عصر رسول
ومن ثم يبثونها بالطريقة وضعت االحاديث المخالفة لما وردت من النبي صلى الله عليه وآله وسلمين الغربيين الممنهجة حتى اصبحت اعتقاد الدولة الــــغير قابلة للنقاش . هذا ما ذهب إليه أكثرية المستشرق
كــــــــ هيربيرت بيرق و مايا يازيقي و أبراهم حكيم و هوتينغ وأقلية المسليمين كـــــحسين يعقوب وناصر رافع محمدي و محمود أبو رية وأحمد أمين .
خالفا على ذلك فإن أكثرية المسلمين رفضت هذه النظرية وهم يرون بأن ثقافة الصحابة مع قوي حالت دون مجّرد تفكيرهم عن الذنب مع أن الكذب على رسول الله صلى الله مستواهم العلمي والت
عليه وآله وسلم من الكبائر يجب اجتنابه . و النظرية القائلة بأن الصحابة هم أول من اخترع األحاديث ـــــــ زهري الموضوعة نظرية الال تاريخية وال أساس لها في المصادر المعتمدة. وهو قول أكثرية المسلمين كــ
أبو نواس و عطية العليا وأبو شهبة والسباعي وإسرا خان .أثبت هذا البحث الروايات الموضوعات بشأن أصحاب النبي التى وضعت واخترعت بأمر من
معاوية بن أبي سفيان و على هذا فسميت بالمعاوياتخصائص أمير اعتمد هذا البحث على المصادر الرئيسية كفضائل الصحابة البن حنبل و
المؤمنين للنسائي والصحيح من سيرة النبي األعظم لجعفر مرتضى العاملي وشرح نهج البالغة البن أبي رواتها أو عدمها الحديد المعتزلي وكتاب سليم بن قيس الهاللي . واستخدم منهج التخريج لمعرفة ثقة
. متماشيا مع منهج النقد التاريخي لقرائة متن الرواية
xii
xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
q ق z ز ` أ
k ك s س b ب
l ل sh ش t ت
m م {s ص th ث
n ن {d ض J ج
w و {t ط {h ح
h هـ {z ظ kh خ
y ي ' ع d د
gh غ dh ذ
f ف r ر
B. Vokal dan Diftong
Vokal pendek Vokal panjang Diftong
ay أي <a ءا a أ
aw أو <i إي i إ
`ba بأ <u او u ا
C. Kata sandang dan Syaddah
1. Kata sandang alif lam baik bergabung dengan huruf qamariyah atau
syamsiyah ditrasliterasikan dengan al. Misal, al-qamar :القمر
al-Shams الشمس
2. Huruf syaddah dilambangkan dengan konsonan ganda. Misal, al-
qayyu>m : القيّوم
3. Ta> marbu>t}ah ditransliterasikan dengan huruf (h) baik bila sendiri atau
bersama kata lain. Dan (t) bila diidhafahkan. Seperti al-maktabah : المكتبة
al-maktabah al- isla>mi>yah : المكتبة اإلسالمية. maktabat al-isla>m: مكتبة اإلسالم
xiv
xv
Daftar Isi
Pengantar ......................................................................................... iii
Pernyataan Bebab Plagiasi .............................................................. vi
Persetujuan Pembimbing ................................................................. viii
Abstrak ............................................................................................. x
Pedoman Transliterasi ..................................................................... xiii
Daftar Isi .......................................................................................... xv
Bab I : Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................... 11
C. Signifikansi Penelitian ................................................... 12
D. Penelitian Terdahulu ..................................................... 14
E. Metodologi Penelitian .................................................... 17
F. Sistematikan Penulisan ................................................... 20
Bab II : SAHABAT NABI
A. Sahabat ........................................................................... 21
1. Rekonstruksi Sahabat ................................................. 21
2. Desakralisasi Sahabat ................................................. 34
Bab III : HADIS NABI
A. Polemik Tadwin ............................................................ 45
B. Pemalsuan Hadis ........................................................... 53
C. Otentisitas Hadis ........................................................... 55
1. Tesis Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht ............... 56
2. Argumentasi Mustafa Azami .................................... 57
Bab IV: GEOSOSIAL POLITIK MASYARAKAT ARAB
A. Historiografi Arab ......................................................... 65
1. Awal Penulisan Sejarah Islam .................................. 68
B. Jazirah Arabia ............................................................... 71
1. Mekkah ..................................................................... 72
2. Madinah .................................................................... 79
C. Masa Kenabian ............................................................... 85
1. Fajar Dakwah ............................................................ 87
a. Tari>kh al-T}abari> .................................................... 89
b. Ta>rikh ibn al-Athi>r ................................................ 89
c. Tafsi>r al-T}abari> ...................................................... 89
2. Senja Dakwah ............................................................ 99
xvi
a. Wasiat dalam Perjanjian Lama .............................. 100
b. Wasiat dalam Referensi Islam ............................... 103
i. Riwayat Muslim ................................................ 108
ii. Riwayat Tirmidzi .............................................. 109
Bab V : GENESIS AL-MU'A<WI><YA<T
A. Landasan Epistemologi ................................................ 113
B. Teori Konspirasi ........................................................... 120
C. Otoritas Ahl Bayt versus Sahabat ................................. 123
D. Aktor Intelektual ........................................................... 128
1. Saif b. 'Umar ............................................................. 129
2. Ka'ab al-Ah}ba>r........................................................... 131
E. Modus Operandi ............................................................ 132
Bab VI : HADIS-HADIS AL-MU'A<WI>YA<T A. Fad}a>̀ il 'Ali> .................................................................... 135
1. Hadis Ghadir ............................................................ 138
2. Hadis Manzilah ........................................................ 146
3. Hadis Rayah ............................................................. 150
B. Al-Matha>lib ................................................................... 152
1. Kekufuran Abu Thalib ............................................. 152
2. Amarah Fathimah ..................................................... 154
C. Al-Mana>qib ................................................................... 158
1. Mana>qib Abu Bakar ................................................. 159
2. Mana>qib Umar b. Khat}t}a>b ..................................... 164
3. Mana>qib Uthma>n b. 'Affa>n ...................................... 169
Bab VII : PENUTUP ...................................................................... 172
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Disertasi ini ingin membantah teori'ada>lat al-s}ah}a>bah yang oleh mainstream ahli hadis dimaknai sebagai keterbebasan sahabat dari penyebaran hadis palsu secara
sengaja.1 Menurut Israr Khan, ada banyak fakta yang mendukung keadilan sahabat.2
Kesetiaan, ketaatan dan kesiapan sahabat untuk berkorban jiwa raga serta kecintaan
kepada Nabi yang melebihi kecintaan kepada diri mereka sendiri memustahilkan
mereka untuk berbuat bahkan sekadar berpikir dusta atas nama Nabi. Sahabat adalah
penjaga sunah Nabi dari segala upaya pemalsuan.3
Ketaatan yang Israr sebut sebagai 'fakta' yang menunjukkan kesetiaan
sahabat ternyata berbenturan dengan fakta lain yang menunjukkan ketidaktaatan
sebagian mereka terhadap Nabi.4 Argumentasi siap berkorban membela Nabi
bertentangan dengan fakta lain yang menunjukkan upaya sebagian mereka
menghindari5 bahkan melarikan diri dari medan perang.6 Perilaku sebagian sahabat
banyak yang bertentangan dengan petunjuk al-Qur`an dan sunah Nabi. Wali>d ibn
'Uqbah adalah contoh sahabat yang masih minum anggur.7 Walau sudah menjadi
1Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis (Bandung: Hikmah,
2009), 48. 2Ahli hadis memaknai 'ada>lah sebagai karakter yang melekat kuat pada seseorang sehingga
mampu membawanya pada kualitas ketakwaan tingkat tinggi, menjauhi perbuatan mungkar dan bahkan
hal-hal sepele yang dapat merusak harga dirinya. Untuk dinilai adil, Ibn al-Muba>rak mensyaratkan lima
kriteria yang harus dipenuhi. (1) secara umum dikenal adil, (2) tidak minum nabi>dh, (3) agamanya
tidak rusak, (4) tidak berdusta, (5) berakal sehat. Junayd Ashraf Iqba>l Ah}mad, al-'Ada>lah wa-al-D}abt} wa-Atharihima> fi> Qabu>l al-Ah}adi>th aw Raddiha> (al-Riya>d}: Maktabat al-Rushd, 1427 H/ 2006 M), 34.
3Israr Ahmad Khan, Authentification of Hadith; Redefining the Criteria (New York: The
International Institute of Islamic Thought, 1431 H/2010 M), 2. Argumentasi yang senada selalu diulang
oleh para pendukung keadilan sahabat untuk membantah para pengkritiknya. Lihat, misalnya, Mus}t}afa>
al-Siba>'i>, al-Sunnah wa-Maka>natuha> fi al-Tashri>' al-Isla>mi> (Beirut: Da>r al-Warra>q, 1419 H/1998 M),
94. Muhammad Mat}a>r al-Zahra>ni>, Tadwi>n al-Sunnah al-Nabawi>yah Nash`atuhu wa-Tat}a>wuruhu (Madinah: Da>r al-Khud}ayri>, 1419 H/1998 M), 27.
4Dalam perdamaian Hudaibiah 'Umar menentang keras keputusan Nabi yang bersedia
menandatangani traktat perdamaian yang menurutnya sangat merugikan umat Islam. Martin Lings,
Muhammad His Life Based on the Earliest sources (London: George Allen & Unwim, Ltd, 1983), 254.
W. Montgomery Watt, Muhammad at Madina (Oxford: University Press, 1972), 50.
5Dengan menukil dari beberapa kitab sejarah seperti al-Magha>zi> karya al-Wa>qidi>, Ja'far
Murtad}a> al-'A<mili> menceritakan keengganan elit Muhajirin mengikuti Nabi keluar menyongsong
Quraisy Mekkah di Badar. Ja'far Murtad}a> al-'A<mili>, al-S{ah}i>h} min Si>rat al-Nabi> al-A'z}am (Beirut: al-
Markaz al-Isla>mi> li-al-Dira>sa>t, 1428 H/2006 ), 5: 283.
6Perang Uhud dan Hunain yang diabadikan al-Qur`an menunjukkan banyaknya sahabat yang
lari tunggang langgang saat pertempuran sedang memuncak. Al-Qur`an menyebut mereka yang lari
dari medan tempur sebagai orang yang diancam dengan neraka Jahanam, Qs al-Anfa>l 16. Martin Lings
menceritakan bagaimana reaksi sahabat saat Nabi memanggil mereka untuk kembali. "The prophet
called to them to return, but their ears were closed to his voice, nor were their minds open to any
thought but flight." Martin Lings, Muhammad His Life, 183.
7Fu`ad Jabali, Sahabat Nabi, Siapa, Ke Mana, dan Bagaimana (Bandung: Mizan, 2010), 72.
''Abd Rah}ma>n ibn 'Umar ibn Khat}t}a>b adalah sahabat lain yang masih minum khamar. Samrah ibn
Jundub selain peminum juga penjual khamar di masa 'Umar berkuasa. Mughi>rah ibn Shu'bah berzina
dengan Ummu Jami>l bt Amr. Kari>m al-Sira>ji>, al-Usus al-Di>ni>yah li-al-Ittija>ha>t al-Salafi>>yah (Beirut:
Da>r al-Sala>m, 2010), 203-204. Lihat juga Kamaruddin Amin, Menguji Kembali, 53.
2
khalifah, 'Umar ibn Khat}t}a>b masih mabuk, bahkan di saat-saat terakhir menjelang
ajalnya beliau tidak bisa meninggalkan kebiasaannya minum anggur, tulis al-Jas}s}a>s}
(w. 370 H).8
Semua fakta di atas jelas-jelas menunjukkan perilaku sebagian sahabat
('Umar ibn Khat}t}a>b, Wali>d ibn 'Uqbah) yang bertentangan dengan prinsip keadilan
yang dibuat ahli hadis. Namun demikian, arus mainstream masih memegang teguh
doktrin warisan ini. Kaidah jarh} wa-ta'di>l tidak diberlakukan surut.9 Sahabat
dikecualikan dari syarat 'ada>lah yang harus dimiliki seorang rawi betapapun banyak
perilaku sebagian mereka yang bertabrakan dengan kriteria 'ada>lah yang telah
dirumuskan.10
Ada cognitive dissonance dalam membaca sejarah sahabat. Ada jarak antara
doktrin dengan realitas sejarah, tulis Fu`ad Jabali.11 Perilaku sebagian sahabat
('Umar ibn Khat}t}a>b, Wali>d ibn 'Uqbah) ternyata tidak seindah yang dibayangkan.
Sejak halaman pertama sejarah, sebagian sahabat sudah penuh dengan noda hitam
penyimpangan dan merah darah peperangan. Nyawa-nyawa tak berdosa
dikorbankan demi syahwat politik segelintir elit sahabat. Tidak salah jika Munawir
Sjadzali menyebut sahabat sebagai political animals.12
Namun sayang, bagaimana menerangkan kontradiksi seperti ini adalah
masalah yang dibiarkan mengambang oleh ahli hadis. Bagaimana mendamaikan
penyimpangan sebagian sahabat dengan doktrin keadilan sahabat, menurut Amin,
melahirkan perdebatan sirkular yang tidak berujung pangkal.13 Pilihan aman lebih
diminati semua pihak yang terlibat dalam polemik tentang sahabat. Dalam
membahas fitnah antar sahabat, misalnya, tidak ada yang berani menyebut kubu
mana yang benar. Semuanya, menurut Jabali, berujung pada konsekuensi yang
sama; menggantung keputusan,14 menghindari label sesat, atau tuduhan Syi'ah
pencacimaki sahabat, atau antek orientalis penghancur Islam yang halal darahnya,
serta banyak tuduhan lain yang ditujukan kepada mereka yang berbeda dengan
paham mainstream.15
8Abu> Bakr Ah{mad al-Ra>zi>al-Jas}s}a>s}, Ah}ka>m al-Qur`a>n (Beirut: Da>r al-Fikr, 1993), 2:652.
بالنبيذ فشربه .روي عن ابن ميمون أنه عندما طُعن عمر فقد أُِتَي 9Daniel Brown, Rethinking Tradition in Modern Islamic Thought (Cambridge: Universities
Press, 1996), 85-87. 10Tentang sahabat, Ibn Taimiah berpendapat, "The Campanions were not perfect. Mughira
ibn Shu'ba had lied, and Walid ibn Uqba was a known drunkard. But none had ever lied about the
Prophet." Jonathan A.C. Brown, Hadith Muhammad's Legacy in the Medieval and Modern World
(Oxford: Oneworld Publication, 2009), 87. Tentang wali>d ibn Uqba> yang karena mabuk, shalat subuh
empat rakaat di zaman Usman, lihat Junayd Ashraf Iqba>l Ah}mad, al-'Ada>lah wa-al-D}abt}, 116.
11Fu`ad Jabali, Sahabat Nabi, 69.
12Munawir Sjadzali, Islam and Govermental System (Jakarta: INIS, 1991), 162.
13Kamaruddin Amin, Menguji Kembali, 120. 14Fu`ad Jabali, Sahabat Nabi, 63-76. 15Kajian yang serius tentang sahabat akan melahirkan tuduhan negatif bagi pelakunya. Hanya
karena menyebut keterlibatan sahabat dalam pemalsuan hadis Ah}mad Ami>n dan Abu> Rayyah dituduh
Abu> Shuhbah sebagai antek Orientalis yang hendak merusak ajaran Islam. Lihat Abu> Shuhbah, Difa>' 'an al-Sunnah wa-Radd Shubha>t al-Mustashriqi>n wa-al-Kutta>b al-Mu'a>s}iri>n (Kairo: Maktabat al-
Sunnah, 1989). Lihat juga Mah}mu>d Abu> Rayyah, Shaykh al-Mud}i>rah Abu Hurayrah (Kairo: Da>r al
Ma'a>rif, 1969). Al-Siba>'i> menuduh mereka yang mempermasalahkan sahabat sebagai Syi'ah Rafidhah
yang gemar mencaci sahabat, al-Sunnah wa-Maka>natuha>, 96-97. Abu> A'la> al-Mawdu>di> disesatkan
3
Berangkat dari masalah tersebut disertasi ini hadir untuk menemukan ujung
polemik--meminjam istilah Jonathan Brown--'ayam-telur'16 ini dengan menyebut
sahabat sebagai pihak yang bertanggungjawab atas merebaknya hadis palsu. Kajian
ini sepakat dengan arus utama sarjana Barat, seperti Herbert Berg,17 Maya Yazigi,18
Avraham Hakim,19 G.R.Hawting,20 dan sarjana Islam non mainstream seperti S{adi>q
al-Najmi>,21Ah}mad H{usayn Ya'qu>b,22 Na>s}ir Rafi>'i> al-Muh}ammadi>23 yang menyebut
sahabat memalsukan hadis Nabi. Dan kelak sahabat yang terbukti memalsukan hadis
perlu dipertimbangkan kembali posisi kesahabatannya dengan segala
konsekuensinya yang sekaligus untuk membantah pendapat Israr Khan,24 Atiyatul
Ulya,25 Mus}tafa> al-Siba>'i>,26 Abu> Shuhbah,27 M. M. Azami,28 'Abd al Mun'im S{a>lih}
al-'Arabi>,29 Hasyim Kamali,30 Junayd Ashraf Iqba>l Ah}mad,31 Muh}ammad Mah}mu>d
Lat}i>f al-Fahda>wi32 > yang menyebut tuduhan pemalsuan kepada sahabat sebagai
ahistoris.
Polemik keadilan sahabat yang tidak berujung pangkal ini menurut penulis
karena kesalahan penanggalan akar masalah yang sesungguhnya. Baik penolak
hanya karena memandang sahabat sebagai manusia biasa yang bisa berbuat salah seperti yang lainnya.
Daniel Brown, Rethinking Tradition, 86.
16Jonathan A.C. Brown, Hadith Muhammad's Legacy, 86. 17Herbert Berg, The Development of Exegesis in Early Islam: The Authenticity of Muslim
Literature from the Formative Period (London: Curzon Press, 2000), 9.
18Maya Yazigi, "Hadith al-'Ashara or the Political Uses of a Tradition ", Studia Islamica, no
86 (1997). htttp/www.jstor.org/stable/1595809. Diakses 04/09/2012.
19Avraham Hakim, Conflicting Images of Lawgivers: The Caliph and The Prophet;Sunnat
Umar and Sunnat Muhammad, 160. Avraham Hakim, "Muḥammad's Authority and Leadership
Reestablished : The Prophet and 'Umar ibn al-Khaṭṭāb, Revue de l'histoire des religions, T.
226, Fasc. 2 (AVRIL - JUIN 2009). http://www.jstor.org/stable/23618203 Diakses: 17/09/2014
20G. R. Hawting, The First Dynasty of Islam the Umayyad Caliphate ad 661-750 (London:
Routledge, 2000), 2.
21Muh{ammad S}adi>q al-Najmi>, Ad}wa>̀ 'ala> al-S>}ah}i>h}ayn (Qum: Mu`assasat al-Ma'a>rif al-
Isla>mi>yah, 1419 H/2000 M), 18.
22Ah{mad H{usayn Ya'qu>b, Naz}ariyat 'Ada>lat al-S}ah}a>bah (Beirut: al-Da>r al-Isla>mi>yah, 1420
H/2000 M), 109.
23Na>s}ir Rafi'i al-Muh{ammadi>, Duru>s fi Wad}'i> al-H{adi>th (Qum: Da>r al-Mus}t}afa> al-'A<lami>yah,
1430 H/2010 M), 53.
24Israr Ahmad Khan, Authentification of Hadith; Redefining the Criteria (New York: The
International Institute of Islamic Thought, 1431 H/2010 M), 25Atiyatul Ulya, "Hadis Dalam Perspektif Sahabat; Kajian Ketaatan Sahabat Terhadap Rasul
Dalam Konteks Pemahaman Hadis", Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
26Mus}t}afa al-Siba>'i>, al-Sunnah wa-Maka>natuha> fi al-Tashri>' al-Isla>mi> (Kairo: Da>r al-Warra>q,
t.t.), 93.
27Abu> Shuhbah, Difa>' 'an al-Sunnah wa-Radd Shubha>t al-Mustashriqi>n wa-al-Kutta>b al-Mu'a>s}iri>n (Kairo: Maktabat al-Sunnah, 1989)
28M. M. Azami, Studies in Early Hadith Literature (Indianapolis: American Trust
Publication, 1978), 15.
29Abd al-Mun'im S}a>lih} al-'Ula> al-'Arabi>, Difa>' 'an Abi> Hurayrah (Beirut: Maktabat al-
Nahd}ah, 1981).
30Mohammad Hasyim Kamali, A Texbook of Hadith Studies (Leicestershire: The Islamic
Foundation, 2005), 187.
31Junayd Ashraf Iqba>l Ah}mad, al-'Ada>lah wa-al-D}abt}, 105. 32Muh}ammad Mah}mu>d Lat}i>f al-Fahda>wi>,'Ada>lat al-S{ah{a>bah 'inda al-Muslimi>n (al-Riya>d}:
Maktabat al-Rashi>d, 1428 H/2007 M), 88.
4
maupun penerima doktrin ini sepakat bahwa konflik politik antar sebagian sahabat
yang disebut dengan fitnah menjadi titik awal munculnya hadis palsu. Berbeda
dengan Schacht,33 sarjana Islam memaknai fitnah yang dimaksud adalah chaos
politik yang menyebabkan tewasnya 'Uthma>n secara mengenaskan dan berlanjut
pada Perang Jamal, lalu S}iffi>n dan kembalinya elit Quraisy lama, golongan
aristokrat Mekkah, para penentang dakwah Nabi ke tampuk kekuasaan.
Kesalahan membaca peristiwa ini akan mengakibatkan pemahaman yang
tidak utuh atau malah salah dalam memandang konflik di antara sahabat, seperti
yang tampak dalam kesimpulan sarjana Jerman, Miklos Muranyi.
Sebagaimana disebut Jabali, Muranyi berpendapat tidak ada sahabat yang
bereaksi mencegah para pemberontak saat menyerbu Madinah sehingga mereka
leluasa bergerak dan, akibatnya, 'Uthma>n terbunuh. Kematian 'Uthma>n bisa dicegah
sekiranya sahabat tidak bersikap pasif.34
Berbeda dengan temuan Muranyi, dokumentasi sejarah yang lebih awal
justru menyebut elit sahabat terlibat kudeta penggulingan 'Uthma>n. Adalah T}alh}ah
dan Zubayr, selain 'A<̀ isha >h, Umm al-Mu`mini>n, dan 'Amr ibn 'A<s} penggerak utama
pemberontakan terhadap Uthma>n.35 T{alh}ah adalah salah satu eksekutor 'Uthma>n dan
dibalas dengan perlakukan serupa oleh Marwan dalam Perang Jamal.36 Ucapan
'A<̀ ishah yang menyebut 'Uthma>n sebagai na'thal sangat terkenal: "Bunuhlah si
na'thal ia telah kafir."37Abu> Sa'i>d al-Khudri> menyebut delapan ratus sahabat
menyaksikan pembunuhan 'Uthma>n dan membiarkannya.38 'Amr ibn 'A<s} melarang
jasad 'Uthma>n dishalati.39 Dan T{alh}ah dengan dukungan kaum Ans}a>r merintangi
penguburan jasad Uthma>n sehingga terlantar selama tiga hari.40
33Josep Schacht memaknai kata "fitnah" dengan terbunuhnya Khalifah Wali>d ibn Yazi>d. pada
tahun 126 H. Sedangkan Robson memaknainya dengan upaya Ibn Zubayr yang memisahkan diri dari
rezim Damaskus. Adapun mayoritas sarjana Muslim memaknainya dengan tragedi terbunuhnya
Khalifah 'Uthma>n. Herbert Berg, The Development, 39. M. M. Azami, Studies in Early Hadith
Literature, 216. G. H. A Juynboll, "Some Notes on Islam's First fuqaha Disstilled from Early hadith
Literature." Arabica Journal, T. 39, no. 3 (Nov, 1992), 290-291. http://www.jstor.org/stable/4057003.
Diakses 04/09/2012, 05:37.
34Fu`ad Jabali, Sahabat Nabi, 6.
35Ibn Abi> al-H>{adi>d, Sharh{ Nahj al-Bala>ghah, tah}qi>q Muh}ammad Abu> al-Fad}l Ibra>him
(Beirut: Da>r al-Jayl, 1987), 2: 144.
36Dibanding dengan sumber lain, al-H{a>kim menceritakan eksekusi T{alh}ah dengan lebih
lengkap. Pada Perang Jamal Marwa>n ibn al-H{akam bergabung dengan pasukan 'A<'ishah, agar leluasa
memberi perhitungan kepada T{alh}ah yang bergabung bersama 'A<'ishah. Mula-mula Marwa>n membidik
T{alh}ah dengan anak panah. Setelah roboh Marwa>n menyembelihnya barangkali persis seperti T{alh}ah
menyembelih 'Uthma>n. Setelah puas melampiaskan dendamnya, Marwa>n berkata kepada Abba>n, putra
'Uthma>n:"Alyawma laqad kafaytu laka ah{ada qatlati abi>ka." 'Abd Allah al-H{a>kim al-Ni>sa>bu>ri>, al-Mustadrak 'ala> al-S}ah{i>h}ayn ((Beirut: Da>r al-Fikr, t.t), 3: 371.
37Abu> Ja'far Muh{ammad ibn Jari>r al-T{abari>,Ta>ri>kh al-Umam wa-al-Mulu>k (Beirut: Da>r al-
Kutub al-'Ilmi>yah, 1426 H/2005 M), 3: 12.
38Ibn Abi> al-H{adi>d, Sharh{ Nahj al-Bala>ghah, 2: 28.
39Nu>ri> Ja'fari>, 'Ali> wa-Muna>wi`u>h (Kairo: Da>r al-Mu'allim,1396 H/ 1976 M), 118.
40T{a>ha> H{usayn, al-Fitnat al-Kubra>, 8, dalam Nu>ri> Ja'fari>, 135. Muh{ammad ibn Jari>r al-
T{abari>,Ta>ri>kh al-Umam wa-al-Mulu>k, 2: 687. Abu> Muh{ammad 'Abd Allah ibn Muslim ibn Qutaybah
al-Dinawari>, al-Ima>mah wa-al-Siya>sah (Kairo: Must}afa> al-Ba>bi> al-H{alabi> wa-Awla>duh, 1388 H/1979
M), 1: 45.
5
Fakta sejarah yang sangat terang benderang ini luput dari penelitian
Muranyi. Hal ini terjadi karena dua kemungkinan. Pertama, Muranyi memang tidak
membaca berbagai sumber yang menyebut keterlibatan sahabat dalam fitnah
Uthma>n. Tetapi, sepertinya, kesimpulan seperti ini mustahil terjadi pada orientalis
yang dikenal serius dan ulet dalam mengkaji Islam ini. Karena keseriusan dan
keuletannya, ia bahkan dapat melakukan dan menemukan apa yang tidak dilakukan
dan ditemukan oleh sarjana Islam sekalipun. Kedua, ia salah membaca peristiwa
tersebut karena hanya mengandalkan sumber mainstream yang hendak memelihara
citra sahabat.41
Dari sini tampak jika Muranyi hanyut dalam narasi sejarah yang
dikonstruksi oleh kelompok mainstream.42 Citra sahabat dibersihkan dari perilaku
yang merusak keadilannya. Dalam kasus seperti ini, pilihan mainstream tidak hanya
diam, tapi juga menyembunyikan bahkan menghilangkan dan mengubah catatan-
catatan hitam yang sekiranya menyebar bakal merusak reputasi sahabat. Ibn Hisha>m
menyebutnya ashya>` yashnu'u al-h{adi>th bihi.43 Hal itu dilakukan dalam upaya
mempertahankan doktrin keadilan sahabat yang sangat disakralkan. Menurut
kesimpulan awal penulis, semua argumentasi yang dibangun dalam diskursus ilmu
hadis seperti pelarangan penulisan hadis, misalnya, terkait dengan upaya
mempertahankan doktrin ini.
Di sini ada dua pilihan, apakah menerima doktrin keadilan sahabat atau
menolaknya. Disertasi ini cenderung pada pilihan kedua. Karena itu, meminjam
istilah Harun Nasution, sahabat harus ditinjau dari berbagai aspek. Tidak melulu
pada aspek ilmu hadis yang mensucikan mereka. Aspek sejarah yang meliputi latar
belakang sosial, kultur, politik pun mutlak diperlukan untuk dapat membaca sahabat
dengan benar. Dalam kesimpulan awal penulis, ada kaitan erat antara doktrin agama
yang kita anut dengan kondisi sosial politik dibalik lahirnya doktrin tersebut, satu
diantaranya tentang keadilan sahabat. Kesimpulan ini sejalan dengan tesis
Montgomery Watt yang menyebut bahwa sebuah doktrin yang abstrak sekalipun
pasti memiliki relevansi politiknya.44
Doktrin'ada>lat al-s}ah}a>bah tidak muncul seketika. Ia berkaitan erat dengan
konflik politik yang terjadi di antara sahabat Nabi. Perdebatan-perdebatan teologis
yang pada akhirnya melahirkan beberapa aliran dalam Islam diawali oleh konflik
politik antar sahabat.45
41Bagaimana sumber mainstream membaca tewasnya 'Uthma>n dan pelbagai konflik yang
terjadi di antara sahabat Nabi, lihat Muh}ammad Mah}mu>d Lat}i>f, 'Ada>lat al-S}ah}a>bah, 263. Junayd
Ashraf Iqba>l Ah}mad, al-'Ada>lah wa-al-D}abt} wa-Atharihima, 123-129.
42Namun sayang argumentasi yang dibangun sangat rapuh, saling bertentangan. Ada yang
berpendapat bahwa sahabat benar-benar tidak mengetahui bahwa 'Uthma>n telah dikepung. Al-Nawawi>,
Sharh} S}ah}i>h} Muslim (Beirut: Da>r al-Qalam, 1987), 7: 158. Pendapat lain menyebut mereka yang hadir
kewalahan menghalau aksi kaum permberontak, karena kalah jumlah. Lihat Fu`ad Jabali, Sahabat
Nabi, 70.
43Ibn Hisha>m, al-Si>rah al-Nabawi>yah, tah}qi>q T{a>ha> 'Abd al-Ra'u>f Sa'ad (Beirut: Da>r al-Jayl, t.
t.), 78. Apa catatan yang dirubah atau dihilangkan kita akan melihatnya pada bab IV.
44Montgomery Watt, The Formative Period of Islamic Thought, 5, dalam Samsuddin Arif,
Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (Jakarta: Gema Insani Press), 55.
45Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah Analisa dan Perbandingan (Jakarta:
UI-Press. 1986), 3-12.
6
Bermula dari wafatnya Nabi, konflik tersebut terus memuncak dengan
terbunuhnya 'Uthma>n dan mencapai klimaksnya dengan dilengserkannya 'Ali> dari
kursi khilafah. Naiknya Mu'a>wiyah sebagai pemimpin tunggal inilah pada tahap
selanjutnya mempengaruhi perjalanan sejarah dan ajaran umat Islam.46 Semua
babakan peristiwa tersebut saling terkait. Meminjam teori 'Ulu>m al-Qur`a>n, ada
muna>sabah antar satu episode dengan episode sebelum dan sesudahnya. Pembacaan
yang sepotong-potong hanya akan melahirkan kesimpulan yang salah. Kesalahan itu
kita terima begitu saja tanpa keberanian mempertanyakannya. Dan disertasi ini hadir
untuk menguji ulang argumentasi warisan yang kita anggap sebagai taken for
granted itu.
Semua sumber terpercaya membuktikan bahwa Mu'a>wiyah, menurut Harun
Nasution, menduduki kursi khilafah dengan cara licik.47 Berbeda dengan para
khalifah sebelumnya, Mu'a>wiyah tidak lebih dari seorang t}ali>q.48 Ia bukan dari
kelompok Muha>jiri>n dan Ans}a>r. Jangankan menjadi khalifah sekedar untuk menjadi
anggota dewan syura yang memilih khalifah saja Mu'a>wiyah tidak berhak karena itu
adalah privilege yang hanya dimiliki oleh dua kelompok ini.49 Akan tetapi, dengan
kelicikannya, ia berhasil menggapai ambisinya dengan menyingkirkan tokoh sahabat
yang bahkan, menurut kelompok Islam di luar arus mainstream, lebih berhak dari
semua sahabat yang lain yaitu 'Ali> ibn Abi> T}a>lib50
Dibandingkan dengan 'Ali> atau para khalifah sebelumnya, legitimasi
Mu'a>wiyah sangat lemah. Untuk memperkuatnya, pertama-tama, ia melakukan black
campaign terhadap seteru utamanya. 'Ali> wajib dicaci maki pada setiap khutbah.
Tradisi memaki 'Ali> menjadi sunah Mu'a>wiyah yang menjadi ritual wajib di setiap
mimbar Jum'at. Selanjutnya, untuk memperoleh kesetiaan, Mu'a>wiyah menghalalkan
segala cara: penyuapan, penyiksaan dan pembunuhan terutama terhadap kaum Ans}a>r
yang telah membela dakwah Nabi dari penindasan Abu> Sufya>n, ayah Mu'a>wiyah.51
Dengan politik Machiavelli,52 Mu'a>wiyah kuat tapi lemah secara teologis
betapapun telah terjadi banyak perubahan ajaran agama.53 Mu'a>wiyah masih belum
46Uri Rubin, "Prophet and Caliph: The Biblical Foundations of the Umayyad Authority",
dalam Method and Theory in the Study of Islamic Origins, editor Herbert Berg (Leiden: Koninklijke
brill, NV, Netherlands, 2003), 88. 47Harun Nasution, Teologi Islam., 7.
48Sebutan bagi mereka yang masuk Islam setelah penaklukan Mekkah. G.R. Hawting, The
First Dynasty of Islam The Umayyad Caliphate (London: Routledge, 2000), 11.
49Fu`ad Jabali, Sahabat Nabi, 165.
50Merujuk sabda 'Ali> ibn Abi> T{a>lib mengomentari apa yang terjadi di Saqi>fah Bani> Sa>'idah,
setelah Quraisy berhasil memenangkan perdebatan dengan Ans}a>r dengan argumentasi pohon
Rasulullah Saw. 'Ali> berkata, “Mereka telah mengambil pohon tapi melupakan buah.” Artinya, jika
kedekatan dengan Nabi menjadi alasan imigran Mekkah lebih berhak menjadi Khalifah dari kaum
Ans}a>r, maka sejatinya ada yang lebih berhak dari seluruh imigran Mekkah, yaitu dirinya yang memiliki
hubungan kekerabatan yang lebih dekat dari semua kaum Muslimin waktu itu. Tama>m Nahj al-Bala>ghah, tah}qi>q S}a>diq al-Mu>sawi> (Beirut: al-Da>r al-Isla>mi>yah, 1414), 310, 476.
51Kari>m al-Sira>ji>, al-Usus al-Di>ni>yah, 36. Ta>ha> H{usayn, Isla>mi>ya>t , 845.
52Nu>r Ja'fari>, 'Ali> wa-Muna>wi`u>h, 198. S}a>`ib Abd al-H{ami>d, 'Ilm al-Ta>ri>kh wa-Mana>hij al-Mu`arrikhi>n fi 'Ilm al-Ta>ri>kh (Beirut: Markaz al-Ghadi>r, 2008), 104.
53Perubahan itu terjadi bahkan jauh sebelum Mu'a>wiyah berkuasa. Lihat pengakuan tulus
Bara` ibn 'A<zi>b tentang pemalsuan hadis dalam S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, Kitab al-Magha>zi>bab Ghazwat al-H{udaybi>yah (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), 5: 64.
7
dipandang sebagai khalifah yang sah terutama oleh tokoh sahabat dan, karena itu,
tidak berhak menduduki kursi khilafah. Karena itu, dapat dipahami bila Mu'a>wiyah
menjadikan terbunuhnya 'Uthma>n sebagai dalil pembenar melawan'Ali> dan bukan
alasan primodial seperti argumentasi Abu> Bakr dan 'Umar terhadap Ans}a>r, apalagi
keutamaan dalam Islam.54 Maka, untuk memberikan legitimasi teologis, Mu'a>wiyah,
menurut Ibn Abi> al-H{adi>d, membayar sekelompok orang untuk membuat hadis-
hadis palsu yang mendukung kekuasaannya. Disertasi ini berusaha untuk menelusuri
hadis-hadis pesanan Mu'a>wiyah yang dalam kajian ini penulis sebut dengan al-Mu'a>wi>ya>t.
Ciri umum al-Mu'a>wi>ya>t menggambarkan generasi sahabat sebagai manusia
sempurna yang adil, dan cela bagi siapa yang mengkritik atau sekedar
mempertanyakan perilaku mereka. Dan Mu'a>wiyah adalah sahabat, maka cela bagi
siapa yang mempermasalahkan perilakunya.55 Asumsinya, Mu'a>wiyah adalah
sahabat, dan 'Ali> juga sahabat. Maka Mu'a>wiyah dan 'Ali> sama-sama adil. Jika 'Ali>
berhak menjadi khalifah karena ia seorang sahabat dan semua sahabat itu adil, maka
Mu'a>wiyah pun berhak menjadi khalifah karena ia juga seorang sahabat, dalam
definisi yang dibuat oleh ahli hadis. Bagaimana mungkin pemalsu hadis disebut adil.
Mengapa ini terjadi dan menjadi doktrin agama yang tidak boleh diganggugugat.
Pertanyaan besar ini yang akan dicari jawabannya dalam disertasi ini.
Konflik politik 'Ali>-Mu'a>wiyah sejatinya bukan karena sebab terbunuhnya
'Uthma>n an sich. Mu'a>wiyah membajaknya untuk membalaskan dendam Perang
Badar yang tidak pernah padam. Dan Perang Badar--juga ghazawa>t yang lain seperti
Ah}za>b--adalah perang antara keimanan melawan kekufuran.56 Dalam konteks ini
sejatinya konflik 'Ali>-Mu'a>wiyah dapat dibaca dengan benar. Sejak zaman jahiliah
ada kompetisi politik antara Bani Ha>shim dan Bani Umayyah.57 Pada suatu saat
kompetisi itu dimenangkan oleh Bani Ha>shim ketika Nabi memegang kekuasaan dan
54Pada perdebatan Saqifah argumentasi yang dibangun Umar adalah bahwa Nabi dari
Quraisy maka penggantinya pun harus dari Quraisy juga. Karena Bangsa Arab tidak akan rela bila
dipimpin oleh seseorang dari luar Quraisy. Setelah melalui perdebatan sengit yang bahkan hampir
terjadi pertumpahan darah, akhirnya kaum Ans}a>r mengalah pada keinginan elit Quraisy yang dimotori
oleh 'Umar ibn Khat}t}a>b. Ibn Qutaybah, al-Ima>mah wa-al-Siya>sah, 84 dalam Ah}mad H{usayn Ya'qu>b,
Naz}ariyat 'Ada>lat al-S}ah}a>bah, 110. 55Ahli hadis memandang semua sahabat adil dan pasti benar. Kaum Muslimin dibolehkan
mengikuti siapa saja dari mereka, yang mengkritik mereka disebut zindiq. Kaidah jarh} wa-ta'di>l tidak
diberlakukan pada sahabat. Ha>shim Ma'ru>f al-H{asani>, Dira>sa>t fi al-H{adi>th wa-al-Muh{addithi>n (Beirut:
Da>r al-Ta'a>ruf li-al-Mat}bu>'a>t, 1978), 71. Mereka menutup mata dari perilaku sebagian sahabat yang
menyimpang dari kaidah keadilan. Di sini ada inkonsistensi dalam memandang perilaku sahabat.
Pandangan seperti ini bila dibiarkan sangat berbahaya. Karena orang bisa saling membunuh untuk
sebuah kekuasan. Dan memang seperti ini yang selama ini terjadi dalam sejarah panjang umat Islam
sepeninggal Nabi Saw. Dengan dalih ijtihad, seorang penguasa membunuh lawan politiknya. Dalam
praktek yang lebih moderat, penguasa seringkali memakai dalil agama dalam menindas lawan
politiknya. Fatwa MUI Jatim tentang Syi'ah adalah ekses dari doktrin seperti ini. Lihat Muhammad
Babul Ulum, Kesesatan Sunni Syi'ah (Depok: Aksara Pustaka, 2013). 56Merujuk pada ucapan 'Amma>r ibn Ya>sir pada Perang Siffi>n:Si>ru> ila> al-ahza>b a'da>`u al-nabi>;
si>ru> fa-khayru al-na>s atba>'u 'Ali>. Ibn al-Kathi>r, al-Bida>yah wa-al-Niha>yah (Beirut: Dar al-Fikr), 3: 157.
Muhammad Babul Ulum, Merajut Ukhuwah, 57.
57Nu>r Ja'fari>, 'Ali> wa-Muna>wi`u>hu, 12. 'Abba>s Mah}mu>d al-'Aqqa>d, Isla>mi>ya>t (Kairo: Da>r al-
Sha'b, 1969), 27. Nazeer Ahmed, Islam In Global History From the Death of Prophet Muhammed to
the First World War (Chicago: American Institute of Islamic History and Culture, 2000), 46.
8
merebut Jazirah Arab. Tiga puluh tahun kemudian, setelah Nabi wafat, kekuasaan
beralih lagi kepada kelompok Bani Umayyah.58
Dalam suratnya kepada Mu'a>wiyah, 'Ali> menulis:59
، وأعف الفريقين من القتال وقد دعوت إلى الحرب فدع الناس جانبا واخرج إلى ليعلم أينا المرين على قلبه والمغطى على بصره، فأنا أبو حسن قاتل جدك وخالك وأخيك شدحا يوم بدر، وذلك السيف معي، وبذلك القلب ألقى عدوي. مااستبدلت دينا، وال استحدثت نبيا، وإني لعلى المنهاج الذي تركتموه طائعين
ودخلتم فيه مكروهين.
"Engkau mengajakku berperang. Tinggalkan orang-orang,
keluarlah sendirian untuk menyelamatkan kedua kelompok dari
pertempuran agar diketahui siapa di antara kita yang tertutup
matahatinya. Aku Abu> H{asan, pembunuh kakekmu, pamanmu, dan
saudaramu di Perang Badar. Pedang itu masih bersamaku. Dengan
semangat yang sama, aku temui musuhku. Aku tidak pernah
mengganti agama atau mencari nabi baru. Aku selalu berada di
jalan yang kamu tinggalkan dengan sukarela dan memasukinya
dengan terpaksa."
Mu'a>wiyah tidak sungguh-sungguh dalam menuntut balas darah 'Uthma>n.
Sejarah mencatat saat 'Uthma>n dikepung dan beberapa kali menulis surat kepada
Mu'a>wiyah di Sha>m untuk membantunya menghadapi para pemrotes, Mu'a>wiyah
tidak segera memenuhi permintaannya. Menurut Hawting, Mu'a>wiyah sengaja
mengorbankan 'Uthma>n untuk merebut kembali kejayaan aristokrat lama.60
Civil war consciously engineered by the old aristocracy in order to regain
the position it had lost with the triumph of Islam. In this view Muawiyah plays an
active role by delaying answering the appeals for the caliph Uthman for help when
he was faced with the rebellious Egyptian soldiers in Medina.
"Perang sipil dibuat oleh golongan aristokrat Mekkah lama untuk merebut
kembali posisi yang hilang karena kemenangan Islam. Dalam konteks ini Muawiyah
memainkan peran penting dengan menunda permintaan bantuan yang diajukan
Usman saat menghadapi para pemberontak Mesir di Medinah."
58Merujuk pada riwayat Imam Ahmad: 'An Rasu>lillah, "Al-Khila>fatu thala>thu>na 'a>man thumma yaku>nu ba'da dha>lika al-mulka." Jala>l al-Di>n Abd Rah{ma>n ibn Abu> Bakr al-Suyu>t}i>, Ta>rikh al-Khulafa>`,tah}qi>q Muh}ammad Muh}yi al-Di>n 'Abd al-H{ami>d (Beirut: Da>r al-Jayl, t. t.), 12.
59Muh}ammad 'Abduh, Sharh} Nahj al-Bala>ghah (Kairo: al-Mat}ba'ah al-Rah}ma>ni>yah, t. t ), 2:
35.
60G. R. Hawting, The First Dynasty of Islam, 31. Berbeda dengan mainstream yang melihat
pembunuhan 'Uthma>n masih menyimpan banyak misteri, lihat Abdul Aziz, Chiefdom Madinah Salah
Paham Negera Islam (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011), 258. Disertasi ini melihat sebaliknya. Peristiwa
tersebut sangat terang benderang, para elit sahabat tidak hanya memprovokasi bahkan terlibat
pembunuhan langsung.
9
Justru 'Ali> yang telah berulang kali berusaha menyelamatkan 'Uthma>n tapi
'Uthma>n sendiri yang memintanya menghentikan usahanya.61 Dalam suratnya yang
lain, 'Ali> menulis kepada Mu'a>wiyah:62
فلك أن تجاب عن هذه لرحمك منه، فأينا ثم ذكركت ما كان من أمري وأمر عثمان، كان أعدى له، وأهدى إلى مقاتله، أمن بذل له نصرته فاستقعده واستكفه؟ أمن
استنصره فتراخى عنه وبث المنون إليه حتى أتى قدره عليه؟!
" Kemudian kamu sebut urusanku dengan 'Uthma>n. Kamu berhak
beroleh jawaban tentangnya karena hubungan kekerabatanmu
dengannya. Siapa di antara kita yang lebih melapangkan jalan pada
kematiannya? Apakah orang yang berusaha menolongnya tapi ia
('Uthma>n) malah menghentikannya? Atau ia yang kepadanya
'Uthma>n meminta tolong, tapi malah mengirim harapan kosong
sehingga melapangkan jalan bagi kematiannya?"
'Uthma>n tewas di tangan para pemrotes yang dimotori oleh para pembesar
sahabat. Salah satu eksekutornya adalah T{alh}ah yang diasumsikan sebagai satu dari
sepuluh sahabat yang dijamin surga.63 Tapi, rezim Umayyah berhasil membajak
peristiwa tersebut untuk kepentingan politiknya. Pada masa Mu'a>wiyah, 'Ali> dituntut
bertanggungjawab atas tewasnya 'Uthma>n. Pada masa berikutnya disebarkan
informasi bahwa 'Uthma>n dibunuh oleh para pemberontak yang diagitasi oleh Ibn
Saba` yang berhasil memprovokasi kaum Muslimin dan menyulut api fitnah dan Ibn
Saba` adalah peletak dasar paham Syi'ah yang pertama kali berkreasi menciptakan
hadis palsu untuk mendukung ideologinya.64
Dalam isu pemalsuan hadis, ada banyak fakta sejarah yang seringkali
dilewatkan. Pendukung doktrin keadilan sahabat seperti al-Siba>'i> menafikan
pemalsuan hadis oleh sahabat dengan dalih tidak ditemukan riwayat yang
mendukung tesis tersebut.65 Dalam konsepsi umum, Syi'ah dan Mu'tazilah dianggap
sebagai ahli bid'ah yang gemar memalsukan hadis untuk mendukung kebid'ahannya,
61Para pemuka sahabat meminta 'Ali> menyampaikan protes mereka atas kebijakan Uthma>n
yang telah jauh menyimpang dari pendahulunya. Alih-alih mendengar suara rakyat, 'Uthma>n malah
membungkam suara-suara kritis yang berusaha menyadarkannya. Ibn Athi>r, al-Ka>mil fi al-Ta>ri>kh, tah}qi>q Abu> al-Fida> 'Abd Allah al-Qa>d{i> (Beirut: Da>r al Kutub al-'Ilmi>yah, 1998), 3: 43-44.
62Muhammad Abduh, Sharh} Nahj al-Bala>ghah, 2: 35.
63'Abd Allah al-H{a>kim al-Ni>sa>bu>ri >, al-Mustadrak 'ala> al-S}ah}i>h}ayn, 3: 371.
64'Aja>j al-Khat}i>b, al-Sunnah Qabl al-Tadwi>n, 195. Al-Siba'>i, al-Sunnah wa-Maka>natuha>, 96.
Israr Akhmad Khan, Authentication of Hadith, 3.
65Erfan Soebahar melakukan kajian perbandingan antara pemikiran al-Siba>'i> dengan Ah}mad
Ami>n tentang otentisitas hadis. Argumentasi Ah{mad Ami>n yang menyebut pemalsuan dilakukan oleh
sahabat sejak Nabi masih hidup dibantah oleh al-Siba>'i> dengan argumentasi kesejarahan. Menurut al-
Siba>'i> mustahil sahabat yang ikhlas berjuang memalsukan hadis Nabi. M. Erfan Soebahar, Menguak
Keabsahan al-Sunnah; Kritik Mushthafa al-Siba'i terhadap Pemikian Ahmad Amin Mengenai Hadits
dalam Fajr al-Islam (Jakarta: Prenada Media, 2003), 29.
10
oleh karena itu riwayat mereka ditolak. Hadis yang diterima hanyalah yang
diriwayatkan oleh Ahlussunnah saja.66 Padahal, dari kelompok Ahlussunah pun
banyak yang memalsukan hadis untuk mendukung mazhabnya. Akan tetapi, hampir
dalam semua pembahasan pemalsuan hadis jarang bahkan hampir-hampir tidak
ditemukan kalimat Ahlussunah sebagai salah satu pihak yang juga berkontribusi
dalam pemalsuan hadis.67
Di sini, meski terasa samar, ada upaya membersihkan pihak yang
sebenarnya bertanggungjawab penuh atas terjadinya dan menyebarnya hadis-hadis
palsu. Siapakah mereka? Dari uraian pendahuluan di atas, sudah dapat diketahui
dengan jelas, yaitu sahabat. Mereka melarang penulisan hadis Nabi.68 Mereka pula
yang mentradisikan sunah sahabat yang berbeda dengan sunah Nabi.69 Karena itu,
merekalah sejatinya yang bertanggungjawab atas maraknya peredaran hadis palsu,
seperti diakui sendiri oleh Bara>̀ ibn 'A<zi>b. Tapi, anehnya umat Islam dilarang
mempermasalahkan mereka. Mereka semua udu>l. Tidak mungkin mereka
mendustakan Nabi. Padahal, hampir semua Nabi hidup dikelilingi oleh para
pendusta. Mereka hidup dalam derita. Bahkan, tak sedikit mati dibunuh orang
dekatnya. Dan, yang terjadi pada Nabi-Nabi terdahulu pun terulang kembali kepada
Nabi kita Muhammad Saw.70
Berbagai argumentasi dibangun dengan disandarkan pada riwayat yang
diasumsikan sebagai hadis Nabi. Padahal riwayat-riwayat tersebut dibuat
belakangan dengan motif politik. Karena itu penelitian ulang mutlak diperlukan
dengan menelisik beragam persoalan di balik lahirnya 'hadis-hadis' tersebut.
Bagaimana konstelasi sosial politik yang melatarbelakangi lahirnya 'hadis-hadis'
66Abu> al-H{usayn Muslim ibn al-Hajja>j al-Qushayri> al-Ni>sa>bu>ri>, S}ah}ih} Muslim (Beirut: Dar
al-Fikr, 2008), 1: 10.
67Tentang kelompok yang memalsukan hadis, lihat Akram D{iya>` al-'Umari>, Buh}u>th fi Ta>ri>kh al-Sunnah al-Musharrafah (Beirut: Mu`assasat al-Risa>lah, Cetakan ke-IV, 1405 H/1984 M), 41-43.
68Menurut 'Aja>j al-Khat}i>b hadis sudah ditulis sejak Nabi masih hidup. Riwayat pelarangan
dinasakh oleh riwayat yang membolehkan. Sementara ulama lain menyebutkan larangan penulisan
hadis terjadi saat timbul kekhawatiran tercampurnya hadis Nabi dengan ayat al-Qur`an. Dan saat
kekhawatiran itu hilang maka penulisan hadis menjadi boleh. Dengan melihat riwayat 'Abd Allah ibn
'Amr ibn 'A<s }diketahui elit Quraisy sejatinya yang melarang, bukan Nabi. Abu Bakar dan Umar saat
menjadi khalifah membakar kompilasi hadis yang dimiliki oleh sahabat yang lain. Mengapa mereka
membakar hadis-hadis Nabi, jawabannya dapat ditemukan pada bab-bab setelah ini.
69Avraham Hakim, "Muh{ammad's Authority and Leadership Reestablished: The
Prophet and 'Umar ibn al-Khat}t}āb," Revue de l'histoire des religions, T. 226, Fasc. 2 (AVRIL - JUIN 2009), 181-200. http://www.jstor.org/stable/23618203. Diakses 20/06/2014.
70Merujuk pada riwayat Ah}mad dari Sahal ibn Sa’ad al-Ans}a>ri>, Rasulullah Saw: “Demi yang
jiwaku berada di tangan-Nya. Kalian akan mengikuti sunah-sunah kaum terdahulu, selangkah demi
selangkah.” Al-T{abra>ni> menambahkan dalam Majma’ al-Zawa>̀ id, “Bahkan hingga mereka masuk ke
lubang biawak pun kalian pasti mengikutinya.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu
kaum Yahudi dan Nasrani? Beliau menjawab, “Lalu siapa kalau bukan Yahudi dan Nasrani.” Murtad{a
al-Askari>, Khamsu>n wa-Mi`ahS}ah}a>bi> Mukhtalaq (Beirut: Da>r al-Bi'thah, 1974), 50-51. Seperti
diabadikan dalam al-Qur'an kaum Yahudi gemar membunuh Nabinya. Umat Islam pun mengikuti jejak
mereka hendak membunuh Nabinya sendiri. Ibn H{azm dalam al-Muh}alla, 11: 225 menyebut elit
Quraisy hendak membunuh Nabi sepulang dari Tabuk. Nabi memberitahu nama-namanya kepada
H{udhayfah yang karena itu H{udhayfah tidak menshalati mereka saat meninggal. Di antara mereka tiga
khalifah sebelum 'Ali>. Ja'far Murtad}a> al-'A<mili>, al-S}ah}i>h} min S}i>rat al-Nabi> al-A'z}am (Beirut: al-
Markaz al-Isla>mi> li-al-Dira>sa>t, 1428 H/2007), 33: 144.
11
tersebut? Kajian ini mencoba untuk menemukan jawabannya pada bab-bab yang
akan datang.
Di sini perlu dipertegas bahwa upaya ini bukan berarti meragukan hadis
sebagai sumber ajaran Islam. Dan, inilah kesalahan mayoritas umat Islam ketika
muncul kritik terhadap hadis yang dianggapnya sebagai upaya menghancurkan salah
satu sumber ajaran Islam. Kritik hadis pada hakekatnya bukan pada hadis dalam
makna yang sebenarnya tapi pada sesuatu yang diasumsikan sebagai hadis dengan
mata rantai rawi yang meriwayatkannya termasuk di dalamnya sahabat.
Atas dasar itulah disertasi ini dikhususkan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas jelaslah bahwa banyaknya hadis palsu yang
beredar, terutama tentang keutamaan sahabat, dibuat atas pesanan Mu'a>wiyah
dengan motif politik. Hadis-hadis tersebut dalam kajian ini disebut al-Mu'a>wi>ya>t. Sebagai penguasa tunggal, tidaklah sulit bagi Mu'a>wiyah menjadikannya bagian dari
ideologi negara. Hadis-hadis yang mendukung kekuasaannya dianggap sahih.
Sebaliknya, yang mendukung lawan politiknya dianggap lemah. Tesis utama
disertasi ini adalah aliansi politik mempengaruhi kriteria penilaian kualitas hadis.
Ke-thiqah-an dan ke-d}a'if-an rawi ditentukan oleh kesetiaan pada penguasa. Dalam
hipotesa penulis al-Mu'a>wiya>t adalah hadis-hadis palsu tentang keutamaan sahabat
yang dibuat dengan latar belakang konflik politik. Bagaimana modus pemalsuan itu
terjadi? Bagaimana konstelasi sosial politik yang melatarbelakangi lahirnya hadis-
hadis tersebut? Inilah pertanyaan besar yang akan dijawab oleh disertasi ini. Untuk
sampai pada jawaban pertanyaan di atas, muncullah berbagai persoalan yang saling
saling terkait, di antaranya:
1. Pembahasan Pemalsuan hadis meniscayakan kita untuk melihat kembali
definisi beberapa teori ilmu hadis klasik, seperti tentang sahabat dan
keadilan sahabat, ke-thiqah-an danke-d}a'i>f-an rawi.
2. Hakikat al-Mu'a>wi>ya>t dapat dipahami dengan membaca konstelasi politik
masyarakat Arab di masa jahiliah, kenabian, dan pasca kenabian.
3. Terkait al-Mu'a>wi>ya>t, perlu diketahui bagaimana proses penulisan dan
penyebaran hadis secara umum, serta waktu mulai munculnya hadis-hadis
palsu; siapa yang membuat dan menyebarkannya.
Kajian ini tidak meneliti semua riwayat keutamaan sahabat, tapi hanya tiga
khalifah sebelum 'Ali> yang riwayatnya diambil berdasarkan metode purposive
sampling.
C. Signifikansi Penelitian
Mu'a>wiyah, seperti yang dipaparkan sebelumnya, berhasil membuat ajaran
agama yang baru dengan membuat banyak riwayat palsu terutama tentang
keutamaan sahabat. Dengan dukungan struktur dan infrastruktur kekuasaan yang
dimilikinya, ia berhasil mempromosikannya kepada masyarakat luas sehingga
dianggap sebagai bagian dari ajaran agama yang sesungguhnya.
12
Dalam teori Ibn Kathi>r: al-na>s 'ala> di>ni mali>kihim.71 Orang-orang cenderung
untuk mengikuti agama penguasanya. Karena al-Mu'awi>ya>t menjadi keyakinan
negara, maka riwayat-riwayat tersebut dianggap sahih dan siapa yang
menyebarkannya dianggap thiqah. Sebaliknya, siapa yang menolaknya dituduh d}a'i>f. Ke-thiqah-an dan ke-d}a'i>f-an seseorang ditentukan berdasarkan kesetiaan pada
kebijakan penguasa, bukan pada kualitas individu. Dalam bahasa modern aliansi
politik menjadi penentu dipakai tidaknya seorang ahli. Hasilnya bisa ditebak, hadis
yang disebarkan oleh para pendukung penguasa dan yang mendiskreditkan lawan
politiknya, diterima. Sedangkan yang mendukung lawan politiknya, ditolak.
Demikian halnya dengan beberapa teori ulumul hadis yang dirumuskan ahli
hadis klasik. Teori-teori tersebut dibangun untuk melindungi produk yang telah ada,
yaitu kompilasi riwayat yang terhimpun dalam pelbagai kitab hadis yang dikenal
sekarang. Hadis didefinisikan sebagai apa saja yang disandarkan kepada Nabi
berupa ucapan, perbuatan, pernyataan, sifat fisik non fisik atau akhlak.72 Definisi
hadis yang seperti ini, meski diterima tanpa reserve, ternyata tidak ja>mi' wa-ma>ni'. Sebab dalam ilmu hadis yang dinisbahkan kepada selain Nabi pun, juga disebut
dengan hadis. Hanya saja namanya berbeda; yang dinisbahkan kepada Nabi disebut
hadis marfu>', kepada sahabat hadis mawqu>f, kepada tabiin hadis maqt}u>' dan yang
dinisbahkan kepada Allah Swt. yang bukan al-Qur’an disebut hadis Qudsi.73
Tentu saja istilah-istilah tersebut mengandung kontradiksi, karena bukan
hadis namanya bila tidak berkenaan dengan Nabi Saw. Dan kontradiksi seperti itu
kita terima begitu saja seakan-akan seperti kitab suci yang tidak boleh dipertanyakan
kebenarannya. Bila keadaan seperti ini terus berlanjut, kelak, generasi mendatang
pun akan mewarisi lagi kontradiksi-kontradiksi yang kita warisi dari para pendahulu
kita, termasuk di antaranya doktrin keadilan sahabat.
Semua orang sepakat pentingnya hadis dalam merealisasikan ajaran Islam.
Mereka harus merujuk pada hadis Nabi, tentu saja setelah al-Qur`an. Bahkan,
menurut Jalaluddin Rakhmat, ketika merujuk pada al-Qur`an pun harus melihat
hadis. Dan, karena banyaknya hadis-hadis palsu yang dianggap sebagai bagian dari
ajaran agama, maka umat Islam, terlebih komunitas akademis, harus bersikap kritis
dalam menerima hadis, walau kelak akan dituduh sebagai agen orientalis yang
71Abu> al-Fida>` al-H{a>fiz} ibn al-Kathi>r al-Dimishqi>, al-Bida>yah wa-al-Niha>yah (Beirut: Da>r
al-Fikr, 1421 H/2001 M), 9: 177. 72Mus}t}afa> H{asani> al-Siba>’i >, al-Sunnah wa-Maka>natuha, 59. Mah}mu>d al-T}ah}h}a>n, Taysi>r
Mus}t}alah} al-H{adi>th (Riya>d}: 1991), cet. ke-4, 15. 73Endang Soetari, Syarah dan Kritik Hadis dengan Metode Takhrij (Bandung: Amal Bakti
Press, 2008), 12. Definisi yang tidak ja>mi' wa-ma>ni' ini belakang hari mengundang kritik kaum
Orientalis terhadap hadis Nabi. Mereka meragukan otentisitas hadis Nabi yang mereka anggap sebagai
rekaman praktik kaum Muslimin generasi awal. Bahkan, sebagian praktik tersebut berasal dari
kebiasaan Jahiliah yang dilestarikan oleh Islam. Sebagian lagi hanyalah interpretasi para ahli hukum
Islam (fuqaha>`) terhadap tradisi yang telah ada ditambah unsur-unsur yang berasal dari kebudayaan
Yahudi, Romawi, dan Persia. Menurut mereka tidak ada dalam ‘hadis’ tersebut yang benar-benar
berasal dari Nabi. Joseph Schacht, The Origins of Muhammadan Jurisprudence, 163-167. Lihat
Muhammad Babul Ulum, "Syarah dan Kritik dengan Metode Takhrij Hadis-Hadis Menjamak Shalat
tanpa Udzur Safar," Tesis, UIN Sunan Gunung Djati, 2010.
13
mengusung agenda salibis. Para tokoh panutan telah memulai upaya ini, dan,
disertasi ini hanya mengikuti langkah mereka.74
Seperti Nabi Ibrahim yang mempertanyakan Tuhan bagaimana al-mawta> hidup kembali, kajian ini mempertanyakan bagaimana al-Mu'a>wi>ya>t hidup di
tengah-tengah kaum Muslimin, diyakini dan menjadi doktrin yang tidak boleh
diganggugugat. Dengan harapan, kaum Muslimin, paling tidak kita di Indonesia,
memahami apa yang tersembunyi di balik doktrin keagamaan yang kita warisi.
Sehingga sekiranya ada orang lain yang berbeda dengan kita dalam memahami
doktrin yang sama, kita dapat menerimanya dengan lapang dada, bukan dengan
busung dada. Jika hal ini dapat terealisir, maka kajian ini dapat memberikan empat
manfaat utama sebagai berikut:
1. Dapat memahami al-Mu'a>wi>ya>t dengan setting sosio historis yang melatar
belakangi kemunculannya yang terkait erat dengan konstelasi politik yang
bukan saja terjadi pada waktu itu, tapi juga pada masa masa jahiliah,
kenabian dan pasca kenabian.
2. Dapat memberikan informasi yang berimbang tentang proses penulisan dan
penyebaran hadis secara umum, serta waktu mulai munculnya hadis-hadis
palsu, juga tentang siapa yang membuat dan yang menyebarkannya.
3. Dapat memberikan pemahaman alternatif tentang berbagai teori ulumul
hadis yang dibuat oleh para ahli hadis klasik, seperti tentang sahabat dan
keadilan sahabat, ke-thiqah-an dan ke-d}a'i>f -an dll.
4. Hasil kajian ini paling tidak dapat memberikan tambahan referensi ilmiah
baru bagi mereka yang menginginkan pemahaman ajaran agama yang
mencerahkan dan mencerdaskan. Dan, terutama sekali, bagi mereka yang
ingin menyegarkan pemahaman ajaran agama atau merekonstruksinya.
D. Penelitian Terdahulu
Secara umum riwayat-riwayat tentang keutamaan sahabat sudah banyak
tersebar di berbagai kitab matan. Tanpa kajian yang mendalam, kita tidak tahu mana
diantara riwayat-riwayat tersebut yang bernuansa politis. Dan, apalagi, al-Mu'a>wi>ya>t, karena memang baru dirumuskan dalam kajian ini. Namun, ada
beberapa karya yang, dalam satu lain hal, memunculkan persoalan-persoalan
relevan, diantaranya:
74Seperti Muh{ammad al-Ghaza>li> yang mempertanyakan beberapa hadis sahih yang ditulis
Bukhari. Terjadi polemik sengit antara al-Ghaza>li> dengan para ahli hadis modern yang dimotori al-
Alba>ni>. Bahkan al-Ghaza>li> sampai dituduh sebagai ingkar sunah. Dosanya hanya satu:
mempermasalahkan beberapa hadis riwayat Bukha>ri> yang dianggap paling otoritatif setelah al-Qur`an.
Tokoh lain yang melakukan hal serupa adalah Muh}ammad ibn al-Qaymaz al-Dhahabi> dalam karyanya
man tukullima fi>hi wa-huwa mawthu>q. Al-Dhahabi> menilai thiqah banyak rawi yang dianggap d}a'i>f oleh para ahli hadis klasik. Artinya, ia mempermasalahkan teori yang telah dibangun sebelumnya. Dan
di Indonesia Jalaluddin Rakhmat adalah pioner dalam bidang ini. Sejak lama Kang Jalal
mempertanyakan beberapa hadis yang kita warisi begitu saja, taken for granted. Catatan-catatan
kritisnya terhadap riwayat yang dinisbahkan kepada Nabi dihimpun dalam bukunya al-Mushthafa
Manusia Pilihan Yang Disucikan (Bandung: Sembiosa Rekatama, 2010). Muh}ammad al-Gha>zali>, al-Sunnah al-Nabawi>yah bayna Ahl al-Fiqh wa-Ahl al-Hadi>th (Kairo: Da>r al Shuru>q, 1990).
14
Sahabat Nabi; Siapa, ke Mana, dan Bagaimana, yang ditulis oleh Fu`ad
Jabali.75 Dalam disertasinya ini Jabali membahas aliansi politik sahabat dalam
Perang S}iffi>n. Kajiannya menjadi pijakan awal disertasi ini yang memandang Perang
S}iffi>n bukan sekedar kudeta terhadap penguasa yang sah. Sementara Jabali
membatasi kajiannya pada Perang S}iffi>n, disertasi ini akan membahas pelbagai
peristiwa politik yang terjadi jauh sebelum meletusnya Perang S}iffi>n. Karena,
sejatinya, ada benang merah antara Perang S}iffi>n yang kemudian melahirkan banyak
al-Mu'a>wi>ya>t dengan beragam peristiwa yang terjadi di masa-masa sebelumnya.
Disertasi ini memandang konflik laten Ha>shim-Umayyah sebagai sebab utama
pemberontakan Mu'a>wiyah. Tentang konflik antar sahabat yang berkaitan erat
dengan konsep keadilan dibahas Jabali dengan menampilkan polemik di antara
ulama terdahulu yang semuanya membiarkannya mengambang. Disertasi ini hadir
untuk memberi kata akhir terkait fitnah tersebut, selain juga untuk merekonstruksi
definisi sahabat.
Senada dengan Jabali, Kamaruddin Amin dalam disertasinya yang
diterbitkan dengan judul Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis,76
menyebut pembahasan ahli hadis yang tidak pernah tuntas dalam upaya
mendamaikan teori keadilan sahabat dengan perilaku mereka yang menyimpang.
Menurut Kamaruddin, ahli hadis mengartikan 'ada>lat al-s}ah}a>bah dengan
keterbebasan mereka dari upaya memalsukan hadis. Kamaruddin mensiyalir kaidah
kesahihan hadis yang dirumuskan tidak diberlakukan secara konsisten oleh para
kodifikator hadis generasi pertama. Sekiranya konsisten, akan banyak hadis yang
semula dianggap sahih menjadi tidak sahih. Disertasi ini menganggap al-Mu'a>wi>ya>t sebagai bagian dari ketidakkonsistenan tersebut. Oleh karena itu, kajian yang serius
untuk menemukan apa dibalik lahirnya riwayat-riwayat tersebut mutlak diperlukan.
Seolah memperkuat dua pendahulunya di atas, Muhammad Zain, dalam
disertasinya77 yang dipertahankan dalam sidang terbuka di UIN Sunan Kalijaga pada
27 Juni 2007 menyebut banyak nama sahabat yang menyimpang. Muhammad Zain
berhasil meruntuhkan mitos keadilan sahabat yang sangat disakralkan. Dengan
dukungan data yang akurat, ia membuktikan bahwa keadilan sahabat lebih sering
dibanggakan daripada dibuktikan. Doktrin ini sangat kental muatan politisnya.
Dengan data yang kuat, ia berhasil mendekonstruksi sakralitas sahabat dengan tepat.
Kesimpulannya membawa kita pada kajian Maya Yazigi tentang hadis sepuluh
sahabat yang dijamin masuk surga.
Yazigi meneliti hadis al-'ashrah al-mubashshari>n bi-al-jannah dalam empat
dari enam kanonik hadis.78 Menurutnya, hadis ini muncul sepeninggal Nabi saat isu
suksesi menjadi perbincangan hangat di antara umat Islam. Adalah imigran Mekkah
yang mula-mula mempromosikannya untuk merebut posisi pemimpin negara dari
pribumi Madinah. Nuansa politis hadis ini semakin jelas dalam personifikasi
75Fu`ad Jabali, Sahabat Nabi, ke Mana, dan Bagaimana (Bandung: Mizan, 2010)
76Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis (Bandung: Hikmah,
2009)
77Muhammad Zain, "Profesi Sahabat Nabi dan Hadis yang Diriwayatkannya (Tinjauan Sosio-
Antropologis)", Disertasi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007.
78Maya Yazigi, "Hadith al-'Ashara or Political Uses of a Tradition", Studia Islamica, No 86,
(1997). http/www.jstor.org/stable/1595809, diakses 04/09/2012.
15
kesepuluh nama yang semuanya berasal dari suku Quraisy. Dalam perjalanan
selanjutnya, khususnya setelah abad kesepuluh kelompok Sunni menjadikannya
sebagai doktrin untuk menghadapi perkembangan politik Syi'ah dan ancaman
ideologi. Temuan Yazigi memperkuat temuan R. Marston Speight berikut yang
mencurigai banyaknya hadis palsu dalam kanonik hadis yang ada sekarang.
Narrative Structure in the Hadith karya R. Marston Speight.79 Kajian lanjut
dari disertasi Speight di Hartford Seminary Foudation, dengan judul "The Musnad of al-T{aya>lisi>: A Study of Islamic Hadith as Oral Literature." Menurut pengamatan
Speight, sarjana Barat tertarik meneliti hadis diantaranya disebabkan oleh gejala
umum hadis yang susunan kalimatnya tampak miskin kosakata, dan kurang artistik.
Senada dengan Marston Abu> Rayyah dalam ad}wa>`-nya menyebut mayoritas matan
hadis yang ia temukan tidak memiliki nilai balaghah sekelas syair Arab kuno. Hal
ini memunculkan kecurigaan bahwa apa yang dianggap genuine dari Nabi itu
sebenarnya dibuat sepeninggalnya. Karena itu, Speight mencoba untuk membaca
matan hadis dengan metode kritik sejarah yang muncul dimasa renaissance. Dengan
metode yang sama, disertasi ini mencoba untuk membaca riwayat fad}a>̀ il al-s{ah{a>bah,
yang menurut Asma Afsaruddin dibuat setelah Abu> Bakr terpilih menjadi khalifah.
Dalam perkembangannya riwayat-riwayat tersebut dipakai oleh kelompok Sunni
dalam menghadapi doktrin Syi'ah terkait suksesi kepemimpinan sepeninggal Nabi.80
Penelusuran M. J. Kister81 dalam pelbagai kitab sirah dan matan membawa
pada kesimpulan bahwa Bani Mudar adalah kabilah yang dipilih Tuhan untuk
membela dakwah Nabi. Menurutnya, banyak kemenangan besar yang diraih setelah
mereka masuk Islam. Bani Mudar adalah aliansi politik Abu> Sufya>n yang putranya,
Mu'a>wiyah, berhasil menduduki posisi terhormat pada masa tiga khalifah sebelum
'Ali>. Mengapa Mu'a>wiyah yang masuk Islam belakangan menjadi terhormat di masa
tiga khalifah pertama? Kister hanya menarasikan pelbagai riwayat apa adanya. Dan
disertasi ini akan mencari sebab apa dibalik merebaknya riwayat-riwayat jenis ini.
Michael A. Cook "The Opponents of the Writing of Tradition in Early
Islam."82 Dengan menganalisis kajian Horovitz, Cook menyimpulkan bahwa tradisi
lisan (pelarangan penulisan hadis) dan pola penyandaran pada otoritas yang dikenal
dengan isna>d adalah sesuatu yang dipinjam Islam dari agama Yahudi. Klaim seperti
ini, sekiranya benar, dan karenanya perlu penelitian lanjut, menguatkan dugaan
penulis akan sebuah konspirasi besar untuk menjauhkan umat Islam dari hadis Nabi
yang asli, yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman
mengubah firman Tuhan. Maka untuk mengungkap konspirasi besar ini kita perlu
meninjau kembali konsep larangan penulisan hadis yang belum selesai
diperdebatkan hingga saat ini.
79R. Marston Speight, "Narrative Structure in the Hadith," Journal of Near Eastern Studies,
vol. 59, No. 4 (Oct., 2000), pp. 2655-267. http://www.jstor.org/stable/545783. Diakses 03/09/2012,
80Asma Afsaruddin, Excelence and Precedence: Medieval Islamic Discourse on Legitimate
Leadership (Leiden: Koninklijke Brill NV, 2002)
81M. J. Kister, " O God. Tighten The Grip on Mudar; Some Socio-Economic and Religious
Aspecth of an Early Hadith", Journal of the Economic and Social History of the Orient, Vol. 24, No. 3
(Okt., 1981), 242-273. Brill. http://www.jstor.org/stable/3631907,
82Michael Cook, "The Opponents of the Writing of Tradition in Early Islam." Arabica, T. 44,
Fasc. 4. Voix et Calame en Islam Medival (Oct., 1997), 437-530. http://www.jstor.org/stable/4057289.
Diakses 09/06/2014.
16
Berbeda dengan semua kajian di atas, Muh}ammad Mah}mu>d Lat}i>f al-
Fahda>wi> mencoba untuk mempertahankan doktrin keadilan sahabat dalam bukunya
'Ada>lat al-S}ah{a>bah 'Inda al-Muslimi>n.83Al-Fahda>wi >menampilkan pendapat pelbagai
aliran Islam, seperti Mu'tazilah, Imamiah, Zaidiah, Khawarij yang berbeda dengan
Ahlussunah. Ia berupaya membangun rasionalitas doktrin keadilan sahabat dengan
dukungan ayat-ayat suci maupun hadis yang ditafsirkan secara subyektif.
Kecenderungan ideologinya tampak sangat kental, meskipun ia telah berusaha untuk
netral dengan menampilkan referensi pihak-pihak yang berseberangan dengannya.
Argumentasi yang ia bangun mengingatkan kita pada penelitian Nashir Qifari yang
dikritik oleh Zeid B Smeer.84
Senada dengan al-Fahda>wi>, Junayd Ashraf Iqba>l Ah}mad dalam disertasinya
yang diterbitkan dengan judul al-'Ada>lah wa-D}abt} wa-Atharihima> fi> Qabu>l al-Ah}a>di>th aw raddiha>,85 juga menyinggung teori keadilan sahabat yang menjadi
doktrin umum ahli hadis. Sama seperti al-Fahda>wi, Junayd Ashraf juga berusaha
mempertahankan doktrin keadilan sahabat dengan dukungan ayat-ayat suci ataupun
hadis nabi menurut yang ia pahami. Menurutnya, siapa saja yang terbukti sebagai
sahabat ia pasti adil. Meskipun ada di antara sahabat yang melakukan dosa besar,
seperti minum khamar dan berzina, hal tersebut tidak serta merta menggugurkan
keadilan mereka, karena mereka segera bertaubat dan kembali ke jalan yang benar.
Argumentasi Junayd tersebut bertolak belakang dengan laporan al-Jas}s}a>}s (w. 370 H)
yang menyebut salah satu sahabat besar, 'Umar ibn Khat}t}a>b, yang masih terus
minum hingga menjelang ajal.86
E. Metodologi Penelitian
1. Sumber
Penelitian ini termasuk jenis kajian kepustakaan. Berbagai sumber yang
terkait dengan tema penelitian menjadi sangat dibutuhkan. Ada dua variabel penting
yang dipakai untuk menemukan al-Mu'a>wi>ya>t dalam kajian ini: sosok 'Ali> dan
pilihan politik yang diambil sahabat dalam setiap peristiwa yang terjadi. Pilihan
politik ini tidak hanya terbatas pada saat meletusnya konflik 'Ali>-Mu'a>wiyah saja.
Informasi lain tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi jauh sebelum
meletusnya Perang S}iffi>n, serta hubungannya dengan Nabi, juga penting untuk
mengidentifikasi al-Mu'a>wi>yat. Karena itu, sumber paling penting untuk mendapat
informasi sejenis adalah kitab-kitab sejarah seperti Si>rat Ibn Hisha>m, Ta>ri>kh al-T{>abari>, al-Ka>mil fi> al-Ta>ri>kh karya Ibn al-Athi>r, Sharh} Nahj al-Bala>ghah karya Ibn
83Muh}ammad Mah}mu>d Lat}i>f al-Fahda>wi>, 'Ada>lat al-S}ah}a>bah 'Inda al-Muslimi>n (al-Riya>d}:
Maktabat al-Rashi>d, 1428 H/2008 M). 84Zeid B. Smeer, Kredibilitas Kritik Nashir al-Qifari Terhadap Hadis-Hadis Syi'ah Imamiyah
(Jakarta: Arifa Publishing, 2011)
85Junayd Ashraf Iqba>l Ah}mad, al-'Ada>lah wa-al-D}abt} wa-Atharihima> fi> Qabu>l al-Ah}a>di>th aw Raddiha>(al-Riya>d}: Maktabat al-Rashi>d, 1427 H/2006 M).
86Ibn Qayyim menolak pendapat yang menyebut Umar mabuk yang menurutnya riwayat
tersebut datang dari Sa'i> ibn Dhi> Lu'wah. Lihat, Abu> al-Farj 'Abd al-Rah}ma>n ibn 'Ali> ibn al-Jawzi>,
Kita>b al-Mawd}u>'a>t (Beirut: Da>r al-Kutub al-'Ilmi>yah, 1415 H/1995 M), 2: 443. Dengan metode
abduktif riwayat yang datang dari jalur Ibn Maymu>n yang menyebut 'Umar minum setelah ditusuk oleh
Ibn Muljam yang dibawakan al-Jas}s}a>s} lebih dapat dipertanggungjawabkan. Lihat, Al-Jas}s}a>s}, Ah}ka>m al-Qur`a>n, 2: 652.
17
Abi> al-H{adi>d al-Mu’tazili> bisa juga digolongkan dalam kitab ta>ri>kh. Al-S}ah}i>h} min Si>rat al-Nabi> al-A'z{am karya Ja'far Murtad{a> al-'A<mili>, H{aya>t Muh{ammad karya
H{usayn H}aykal, Muhammad his life based on the earliest sources karya Martin
Lings. Muhammad At Madina karya Montgomery Watt.
Karena kajian ini menyangkut riwayat yang diasumsikan sebagai hadis, kita
tidak bisa mengesampingkan kitab matan yang ada, khususnya yang memuat fad}a>`il sahabat seperti, Fad}a>`il Ami>r al-Mu`mini>n 'Ali> ibn Abi> T}a>lib karya Ibn H{anbal,
Khas}a` is} Ami>r al-Mu`mini>n karya al-Nasa>`i>, serta kitab induk hadis yang lainnya.
Maka, secara otomatis publikasi Rija>l sepertiTahdhi>b al-Kama>l karya al-Mizzi dan
Tahdhi>b al-Tahdhi>b karya Ibn H{ajar al-'Asqala>ni> tidak bisa diabaikan. Semua
referensi tersebut termasuk sumber primer. Adapun sumber pendukung penelitian ini
terdiri dari pelbagai kitab yang relevan dengan tema penelitian. Seperti al-Sunnah wa-Maka>natuha fi> al-Tashri>' al-Isla>mi> karya al-Siba>'i>. Difa>' 'an al-Sunnah wa-Radd Shubha>t al-Mustashriqi>n wa-al-Kutta>b al-Mu'a>s}iri>n karya Abu> Shuhbah. Al-Ad}wa>̀ 'ala> al-Sunnah al-Nabawi>yah karya Abu> Rayyah. Al-Rah}i>q al-Makhtu>m karya S}afi>
Allah al-Muba>rakfu>ri>. Ma'a>lim al-Madrasatayn karya Murtad}a> al-'Askari>. Studies in Early Hadith Literature karya M. M. Azami.
2. Metode Penelitian
Al-Mu'a>wi>ya>t dibuat untuk menandingi banyaknya riwayat tentang
keutamaan 'Ali>. Maka, langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
menemukan khas}a`is} 'Ali> yang diriwayatkan al-Nasa>̀ i>. Pilihan jatuh pada al-Nasa>̀ i
bukan tanpa alasan. Ia dikenal sebagai rawi yang banyak meriwayatkan keutamaan
'Ali> yang, karenanya, ia disiksa dan meninggal akibat siksaan yang ia terima.
Dosanya hanya satu: meriwayatkan hadis-hadis keutamaan 'Ali> dan menolak riwayat
tentang keutamaan Mu'a>wiyah, karena menurutnya, tidak ada satupun riwayat
tentang Mu'a>wiyah yang sahih. Riwayat-riwayat tersebut dikomparasikan dengan
riwayat Ibn H{anbal dalam fad{a>`il-nya. Setelah itu upaya dilakukan dengan
menelusuri kitab fad}a>`il al-s}ah}a>bah yang tersebar dalam berbagai kitab matan. Tidak
semua sahabat, hanya tiga khalifah sebelum 'Ali> yang untuk mereka al-Mu'a>wiya>t dibuat.
Setelah hadis-hadis yang diasumsikan sebagai al-Mu'a>wi>yat dan
tandingannya ditemukan, selanjutnya penulis menentukan otentisitas dan kualitasnya
dengan memakai metode gabungan; metode takhri>j dan historical critical methode yang dikembangkan sarjana Barat.87
Takhri>j berarti penyebutan hadis dengan masing-masing sanadnya, dan
menyebutkan sumber aslinya, kemudian dijelaskan kualitasnya, bila diperlukan.
Metode ini dikembangkan oleh sarjana Islam dalam meneliti otentisitas dan kualitas
hadis.88 Dalam penelitian ini sanad-sanad yang berhasil teridentifikasi diteliti
kualitas masing-masing perawinya dengan memakai Tahdhi>b al-Tahdhi>b karya Ibn
H{ajar al-'Asqala>ni> sebagai rujukan utama. Kitab Tahdhi>b merupakan intisari dari
87Jonathon A.C. Brown, Hadith Muhammad's Legacy, 200.
88Endang Soetari, Syarah dan Kritik Hadis dengan Metode Takhrij (Bandung: Amal Bakti
Press, 2008), 12. Mah{mu>d al-T{ah{h{a>n,Us}u>l al-Takhri>j wa-Dira>sat al-Asa>nid (Riya>d}: Maktabat al-
Rushd, 1983), 9.
18
pelbagai kitab rija>l sebelumnya seperti al-Kama>l karya al-Mizzi> beserta karya revisi
atau tambahan terhadap karya tersebut seperti Tahdhi>b al-Kama>l karya al-Dhahabi>
dan Ikma>l Tahdhi>b al-Kama>l karya al-Mughalt}a>. Semua kitab tersebut adalah
ringkasan dari al-Kama>l fi> Asma>`i al-Rija>l karya Muh{ammad Abd al-Ghani> al-
Maqdsi> al-Jama>’ili> yang disebut-sebut sebagai karya paling komprehensif dalam
menyebut rija>l hadis.89
Namun demikian, pendekatan 'ilm al-rija>l bukan tanpa kritik. Menurut
Kamarudin, kitab rijal diragukan otentisitasnya oleh sarjana Barat,90 karena beberapa
alasan. (1) Penilaiannya subyektif dan berdasarkan asumsi. (2) Atas dasar apa ulama
abad III dan IV mendasarkan penilaiannya pada ulama abad I. Dan, karena itu, (3)
Sumber yang otentisitasnya diperdebatkan hanya melahirkan argumentasi sirkular
yang tidak berujung.91
Kritik sarjana Barat tersebut menjelaskan kepada kita mengapa seorang rawi
dinilai berbeda oleh dua kritikus rijal. Bukan itu saja ternyata kritik sanad tidak
diberlakukan secara konsisten terhadap hadis-hadis yang dihimpun para mudawwin.
Sekiranya konsisten dengan aturan ilmu hadis tradisional ini maka, menurut
Kamaruddin, akan ditemukan banyak hadis bahkan sebagian besar hadis yang
semula dianggap otentik ternyata tidak otentik. Al-Mu'a>wi>ya>t dalam penelitian ini
adalah bukti ketidakkonsistenan tersebut. Oleh karena itu mutlak diperlukan
pendekatan lain yang tidak hanya sebagai pelengkap tapi sebagai hakim bagi
subyektifitas kritikus hadis, yaitu sociological approach.92
Menurut Abuddin, belum banyak dilakukan studi hadis dengan pendekatan
sosiologis, terutama di kalangan sarjana Muslim.93 Padahal, menurut Azyumardi,
hadis sebagai sumber utama karya historis Islam awal dapat didekati dengan
memakai pendekatan ilmu-ilmu sosial.94 Pendekatan ini telah ditawarkan baik oleh
sarjana hadis kontemporer yang dihasilkan Sekolah Pascasarjana UIN Ciputat
seperti Syuhudi Ismail95 dan Erfan Soebahar,96 maupun Cendekiawan Muslim di
luar Ciputat seperti Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal).97 Erfan menyebut metode yang
ia tawarkan dengan sosio historis. Senada dengan Kang Jalal, Syuhudi Ismail
menyebutnya metode kritik sejarah. Sudarnoto menyebutnya dengan total history
atau new history.98 Menurut Azyumardi, sejarah yang dikonstruksikan dan
89Muhammad Babul Ulum, "Kritik Hadis Dengan Metode Takhrij," Tesis, UIN Sunan
Gunung Djati, Bandung, 2010. 90Kamaruddin Amin, Menguji Kembali, 29.
91Kamaruddin Amin, Menguji Kembali, 56.
92Atha' Muhdzar, "Materi Mata Kuliah PMSI," SPs UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012.
93Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Grafindo: Jakarta, 2004), 249.
94Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer, Wacana, Aktualitas, dan Aktor Sejarah
(Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002), 12-20. Senada dengan itu, Motzki juga menyebut hadis sebagai
sumber utama sejarah awal islam. Harald Motzki, Dating Muslim Tradition: A Survey (Leiden:
Koninklijke Brill NV, 2005), 204. http://www.jstor.org/stable/4057795. Diakses 04/09/2012, 03:24.
95Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis; Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Sejarah (Jakarta: Bulang Bintang, 1995)
96Erfan Soebahar, Menguak Fakta, 244.
97Jalaluddin Rakhmat, al-Mushthafa Manusia Pilihan Yang Disucikan (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2008)
98Sudarnoto Abdul Hakim, "Materi Mata Kuliah PMSI," SPs UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2012.
19
disosialisasikan pada masyarakat pada umumnya adalah sejarah politik. Dan sejarah
politik adalah sejarah penguasa, sejarah para elit, sejarah mainstream atau yang
dipandang sebagai mainstream. Dalam sejarah ini, tidak ada tempat bagi gerakan di
luar mainstream. Mereka dianggap sebagai manusia tanpa sejarah. Karena itu,
sejarah sosial lahir sebagai protes atas sejarah elitis tersebut.99
Kuntowijoyo memandang sejarah sosial yang dikembangkan oleh mazhab
annales Perancis adalah kajian tentang pelbagai peristiwa sejarah dengan
menggunakan teori dan konsep ilmu-ilmu sosial. Dengan metode ini, sejarawan
mampu menerangkan pelbagai peristiwa dengan lebih jelas, sekalipun terkadang
masih terikat pada model teoritisnya.100
Asumsi dasar disertasi ini melihat al-Mu'a>wi>ya>t dikonstruksikan dan
disosialisasikan oleh penguasa secara sistematis dan terstruktur sehingga menjadi
bagian kehidupan sehari-hari, menjadi taken for granted yang mempengaruhi
mentalitas kita. Nyaris tidak ada yang berani menggugat sahabat yang perilakunya
menyimpang karena takut dianggap sebagai dosa besar, zindiq dan/atau tuduhan-
tuduhan negatif lainnya. Siapa saja yang disebut sahabat dipersepsikan sebagai
'malaikat-malaikat' yang tak berdosa. Kesalahan yang mereka lakukan harus
ditafsirkan dalam konteks ijtihad: yang benar dapat dua pahala, yang salah dapat
satu pahala. Walaupun sahabat minum khamar masih dapat pahala. Walaupun
menentang Nabi juga masih dapat pahala. Dan walaupun ijtihadnya menyebabkan
ribuan orang meninggal masih juga dapat pahala. Itulah sejarah sahabat yang
dikonstruksikan kepada kita. Mereka para elit masyarakat yang mempengerahui
kesejarahaan kita. Dengan kaca mata sosio historis, disertasi ini mencoba untuk
melihat mereka dalam perspektif yang lain.
Dari beberapa pengertian yang dipromosikan Azyumardi kajian ini
memaknai setting sosio historis sebagai sejarah protes, sejarah gerakan sosial di luar
mainstream. Dan sepanjang sejarah Islam 'Ali> dan pengikutnya adalah pihak yang
berada di luar mainstream. Leopad von Ranke, sejarawan Jerman berkata, "Wie es
eigntlich gewesen"101 Mengapa 'Ali> di luar mainstream dan berbeda dengan
mayoritas sahabat? Dengan prinsip analogi yang dipakai metode kritik sejarah kita
dapat mengungkap dibalik apa yang sebenarnya terjadi.
One of the principles of Historical Critical Methode was thus the principle
of analogy, which dictates, although cultures can differ dramatically from place to
place, and area to area, human societies always function in essentially the same
way.102
"Analogi adalah salah satu prinsip metode kritik sejarah. Meski kebudayaan
dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain, tapi fungsi sosial manusia selalu
sama."
99Azyumardi Azra dalam Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci; Hijaz 1800-
1925 (Jakarta: Logos, 1999), x.
100Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogya: Tiara Wacana, 2003), 39.
101Harald Motzki, Dating Muslim Tradition: A Survey, 204. 102Jonathan Brown, Hadith Muhammad's Legacy, 202. Fikret Karcic, "Textual Analysis in
Islamic Studies: A Short Historical and Comparative Survey," Journal Islamic Studies, Vol. 45, No. 2
(2006), 213. http://www.jstor.org/stable/2083915. (Diakses 03/09/2012, 22:59)
20
Jauh sebelum sarjana Barat, 'Ali> lebih dahulu mempromosikan prinsip
analogi dalam membaca sejarah manusia, wa-bi-al-khus}u>s} sejarah keberagamaan
manusia. Istadil 'ala> ma> yaku>nu bima> qad ka>na fa-inna al-ashya>`a bi-al-umu>ri musha>bihun. Nabi mengindikasikan apa yang terjadi pada umat Yahudi dan Nasrani
akan menimpa umat Islam. Samiri, sahabat Musa, memalsukan ajaran Musa. Paulus,
sahabat Yesus, mengubah sabda Yesus. Lalu siapa yang memalsukan sabda
Muhammad? itulah yang akan dibuktikan oleh disertasi ini.
F. Sistematikan Penulisan
Penulisan disertasi ini dibuat dalam beberapa bab yang saling terkait,
sebagai berikut:
Bab I: Pada bab ini dibahas latar belakang masalah mengapa penelitian ini
harus ada. Pembahasannya meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah,
signifikansi, penelitian terdahulu, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Bab II: Fokus kajian pada bab ini sahabat Nabi. Kajian ini mencoba untuk
mempromosikan definisi baru tentang sahabat yang berbeda dengan rumusan ahli
hadis klasik. Tidak sekadar berbeda tapi berdasarkan hadis dan ayat al-Qur`an.
Bab III: Bagian ini akan melihat proses tadwi>n dan pemalsuan hadis yang
yang berbeda dengan perspektif mainstream. Kedua masalah ini saling terkait. Siapa
sejatinya yang melarang tadwi>n. Dan siapa yang pertama kali berkreasi dengan
hadis palsu. Dan, terakhir, bab ini ditutup dengan membahas perbandingan antara
metodologi sarjana Islam dan sarjana Barat dalam melihat otentisitas hadis.
Bab IV: Al-Mu'a>wi>ya>t lahir akibat konfilik politik 'Ali>-Mu'a>wiyah. Konflik
tersebut adalah kelanjutan dari konflik laten antara Bani Ha>shim dengan Bani
Umayyah pada masa jahiliah. Karena itu, untuk mengetahui apa sesungguhnya yang
terjadi, kita tidak bisa mengabaikan pelbagai peristiwa politik yang terjadi sebelum
'Ali> berkuasa, yang berarti kita harus membuka kembali lembaran-lembaran
peristiwa yang terjadi pada masa para khalifah sebelumnya. Dan pembicaraan
tentang khalifah sebelum 'Ali> mengharuskan kita membuka kembali lembaran
peristiwa di masa Nabi. Dan, pada akhirnya, meniscayakan kita untuk melihat
kembali lembaran-lembaran peristiwa di masa jahiliah.
Bab V: Al-Mu'a>wi>ya>t adalah istilah baru yang penulis promosikan. Penulis
berharap, ke depan, istilah ini menjadi cabang dari obyek kajian ulumul hadis.
Karena itu untuk mengetahui apa dan mengapa istilah ini muncul, penulis mencoba
untuk memberikan landasan epistemologi terhadap istilah yang baru ini.
Bab VI: Al-Mu'a>wi>ya>t dibuat untuk menandingi banyaknya riwayat tentang
keutamaan 'Ali> ibn Abi> T{a>lib, maka untuk mengidentifikasinya, pertama-tama, kita
harus mengetahui terlebih dahulu apa saja keutamaan 'Ali> serta mengapa dan
bagaimana riwayat tersebut muncul. Selanjutnya, sesuai dengan tujuannya Al-Mu'a>wi>ya>t diciptakan untuk membentuk gambaran yang sempurna tentang para
sahabat Nabi. Apa saja riwayat tentang keutamaan 'Ali> yang berhasil teridentifikasi
akan dicarikan tandingannya. Tidak semua sahabat, hanya tiga khalifah yang
berkuasa sebelum 'Ali>, yang untuk mereka al-Mu'a>wi>ya>t dicipta. Dan pemilihan
riwayatnya pun berdasarkan metode purposive sampling. Lalu, untuk mengetahui
kualitas al-Mu'a>wi>ya>t di sini, kita membacanya dengan metode sosio historis yang
21
digagas sarjana Barat yang digabung dengan metode kritik rija>l yang diandalkan
sarjana Islam.