akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

13
Kelompok 3 S E J A R A H I N D O N E S I A 01, 02, 11, 20, 21, 30 Akulturasi Islam Dalam Bidang Kalender dan kesenian

Upload: richa-octafira

Post on 18-Jan-2017

66 views

Category:

Education


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

Kelompok 3

SEJAR

AH

IN

DO

NESIA

01, 02, 11, 20, 21, 30

Akulturasi Islam Dalam

Bidang Kalender

dan kesenian

Page 2: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Menjelang tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berusaha membenahi kalender Islam. Perhitungan tahun yang dipakai atas dasar peredaran bulan (komariyah). Umar menetapkan tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M, sehingga sekarang kita mengenal tahun Hijriyah. Sistem kalender itu juga berpengaruh di Nusantara. Bukti perkembangan sistem penanggalan (kalender) yang paling nyata adalah sistem kalender yang diciptakan oleh Sultan Agung. Ia melakukan sedikit perubahan, mengenai nama-nama bulan pada tahun Saka. Misalnya bulan Muharram diganti dengan Sura dan Ramadan diganti dengan Pasa. Kalender tersebut dimulai tanggal 1 Muharam tahun 1043 H. Kalender Sultan Agung dimulai tepat dengan tanggal 1 Sura tahun 1555 Jawa (8 Agustus 1633).

KALENDER DI NUSANTARA

Page 3: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

KALENDER AKULTURASI ISLAM DI INDONESIA

Page 4: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

Selain konsep bulan, nama hari pada kalender Hijriah juga diadopsi kalender Jawa. Lahirlah nama hari Akad/Ngaat, Senen, dan lain-lain mengganti Ahad, Itsnain, dan seterusnya. Itu sekaligus mengganti nama hari dalam kalender Saka, yaitu Radite/Raditya, Soma, dan seterusnya. Konsep tujuh hari kalender Jawa itu dinamai saptawara atau siklus mingguan (minggon).

Masyarakat Jawa juga menganut sistem pancawara (lima hari) yang dikenal dengan hari pasaran Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Konsep pancawara khas Jawa tidak ada baik dalam kalender Hijriah, Saka, maupun Masehi. Konsep hari pasaran lebih tua dibandingkan saptawara. Namun, berbeda dengan penyebutan hari tujuh dalam kalender Masehi yang berasal dari nama benda langit atau dalam kalender Hijriah yang artinya urutan hari, nama hari pasaran berasal dari cerita mitologi tentang Resi Raddhi dan Empu Sengkala yang menciptakan pancawara. Aturan lain khas Jawa adalah siklus delapan tahunan (windu).

NAMA HARI KHAS JAWA

Page 5: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

Pada tahun 682 Masehi, 'Umar bin Al Khattab yang saat itu menjadi khalifah melihat sebuah masalah. Negeri islam yang semakin besar wilayah kekuasaannya menimbulkan berbagai persoalan administrasi. Surat menyurat antar gubernur atau penguasa daerah dengan pusat ternyata belum rapi karena tidak adanya acuan penanggalan.Masing-masing daerah menandai urusan muamalah mereka dengan sistem kalender lokal yang seringkali berbeda antara satu tempat dengan laiinnya.Maka, Khalifah 'Umar memanggil para sahabat dan dewan penasehat untuk menentukan satu sistem penanggalan yang akan diberlakukan secara menyeluruh di semua wilayah kekuasaan islam.

KALENDER ISLAM

Page 6: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

NAMA BULAN DALAM KALENDER ISLAM

Sistem penanggalan yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas di dalam Al Qur'an, yaitu sistem kalender bulan (qomariyah).Nama-nama bulan yang dipakai adalah nama-nama bulan yang memang berlaku di kalangan kaum Quraisy di masa kenabian, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah tersebut beberapa di antaranya menunjukkan kondisi musim.Misalnya, Rabi'ul Awwal artinya musim semi yang pertama.Ramadhan artinya musim panas.

Bentuk lain akulturasi adalah kenduri yang diadakan orang jawa pada hari-hari tertentu, seperti pada tanggal 10 muharram untuk memperingati Hasan-Husen, Maulid Nabi, Ruwahan (Nyadran) untuk menghormati para leluhur/ keluarga yang meninggal.

Page 7: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

KALENDER TIMUR TENGAH PADA

MASA DULU

Page 8: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

Saat ini, Indonesia sebagai negara multikultur, secara resmi menggunakan kalender masehi, namun masyarakat luas masih menggunakan berbagai kalender. Umumnya kalender saat ini mencampurkan kalender Jawa, Hijriah dan Masehi karena kebanyakan orang di Indonesia menggunakan ketiga kalender tersebut dalam kesehariannya, terutama event-event besar seperti Natal, Tahun baru Hijriah, atau mencari ‘hari baik’ dalam kalender jawa untuk ritual tertentu seperti pernikahan. Ini adalah bukti bahwa pengaruh kebudayaan lama yang berakulturasi masih ada sampai sekarang.

KALENDER SAAT INI

Page 9: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

KESENIAN

Alkulturasi dalam bidang kesenian umumnya dimaksudkan untuk dakwah, karena kesenian adalah bidang hiburan yang lebih mungkin untuk diterima dan/atau menarik minat masyarakat

WAYANGWayang adalah seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan ini juga populer di beberapa daerah seperti Sumatera dan Semenanjung Malaya juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu. Awalnya wayang merupakan pertunjukkan yang mengisahkan dongeng Mahabrata atau Ramayana yang merupakan kebudayaan umat Hindu, namun setelah datangnya Islam, wayang menambahkan unsur-unsur Islam di dalam ceritanya sampai merubah beberapa unsur cerita aslinya. Wayang digunakan sebagai media dakwah Islam oleh para wali.

Page 10: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

Tari Seudati adalah salah satu kesenian tari tradisional yang berasal dari Aceh.

Tarian ini diyakini sebagai bentuk baru dari Tari Ratoh atau Ratoih, yang merupakan tarian

yang berkembang di daerah pesisir Aceh. Tari Ratoh atau Ratoih biasanya dipentaskan untuk

mengawali permainan sabung ayam, serta dalam berbagai ritus sosial lainnya, seperti

menyambut panen dan sewaktu bulan purnama. Setelah Islam datang, terjadi proses

akulturasi, dan menghasilkan Tari Seudati, seperti yang kita kenal hari ini.

Kata “seudati” berasal dari Bahasa Arab “syahadati” atau “syahadatain”, yang

artinya pengakuan atas keesaan Allah dan pengakuan bahwa Muhammad adalah nabi utusan-

Nya. Teori lain beranggapan bahwa “seudati” berasal dari kata “seurasi”, yang mengandung

makna kompak dan harmonis. Oleh penganjur Islam zaman itu, Tari Seudati digunakan

sebagai media dakhwah; untuk menyebarluaskan agama Islam. Berbagai cerita tentang

persoalan-persoalan hidup dibawakan dalam tarian ini, dengan maksud agar masyarakat

mendapat petunjuk pemecahan problem-problem hidup sehari-hari mereka.

TARIAN / PERTUNJUKKAN

Page 11: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa. Misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras dan lain- lain.

Menurut sebagian banyak sumber sejarah, kesenian debus Banten bermula pada abad 16

masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570) Debus mulai dikenal pada

masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam. Namun ada juga yang

menyebutkan Debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang

diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu

itu. Yang lainnya menyebutkan bahwa debus berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-

Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien.

Debus saat ini menggunakan berbagai alat musik yang berasal dari Timur tengah.

Sebelum memulai pertunjukkan, para pemain biasanya akan melafalkan doa/mantra,

sebelum Islam datang, mantra yang dilafalkan adalah mantra kepercayaan lama; animisme,

dinamisme dll. Debus saat ini menggunakan surat-surat Al-Quran sebagai doa sebelum

pertunjukkan dimulai, meskipun masih berasa suasana mistis hal ini menunjukkan telah

terjadinya akulturasi budaya antara Banten dan Islam.

Page 12: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

LAGU / TEMBANG

Banyak lagu/tembang yang muncul karena kedatangan Islam.

Terutama di daerah jawa atau sumatra. Lagu-lagu ini digunakan untuk dakwah agama Islam oleh para ulama. Lirik dan bahasa yang digunakan adalah bahasa yang familiar di telinga rakyat namun memiliki maksud tersirat maupun tersurat tentang agama Islam.Contoh: Lir ilir

Page 13: akuturasi budaya di bidang kalender dan kesenian

TERIMA KASIH