kesenian dongkrek : internalisasi nilai dan ketahanan budaya fileiv kesenian dongkrek :...

89
Kesenian Dongkrek Internasilisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif Yudi Hartanto Anjar Mukti Wibowo 2019

Upload: dodiep

Post on 05-Aug-2019

260 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek Internasilisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif

Yudi Hartanto

Anjar Mukti Wibowo

2019

Page 2: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

ii Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KATALOG DALAM TERBITAN ( KDT )

Kesenian Dongkrek Internasilisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Penulis

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Desain Cover

Muhammad Hanif

Layout

Lutfiah, S.H.I.

Setyaningrum

Copyright © 2019 Jakad Publishing Surabaya

Diterbitkan & Dicetak Oleh

CV. Jakad Publishing Surabaya 2019

Anggota IKAPI No. 222/JTI/2019

Jl. Gayung Kebon Sari I No. 1 Surabaya

Telp. : 081234408577

E-mail : [email protected]

Cetakan Pertama, September 2018

Cetakan Kedua, April 2019

ISBN : 978-602-52855-2-3

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang

Ketentuan Pidana Pasal 112 - 119

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta.

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau

memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini

tanpa izin tertulis dari penerbit

Page 3: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur alhamdulillah atas perkenan dan ridlo Allah

SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis dapat mewujudkan karya

tulis Bahan Ajar Kesenian Dongkek sebagai acuan yang tersusun

secara sistematis guna memberikan panduan belajar kepada

mahasiswa/i sehingga mempermudah dalam proses pembelajaran.

Dalam kehidupan masyarakat Indonesia di era globalisasi

dan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dewasa ini tidak bisa

menghindarkan diri dari hubungan dengan budaya dari luar. Jika

masyarakat tidak selektif dan kurangnya kesadaran terhadap

kebudayaan yang telah dimilikinya, maka jati diri kebudayaan

yang dimiliki baik lokal maupun nasional lambat laun akan pudar.

Sebaliknya jika masyarakat memiliki kesadaran budaya, ketahanan

budaya, kemampuan melestarikan dan menjaganya maka budaya

luar dapat dijadikan sebagai unsur pendorong kebudayaan ke arah

yang lebih maju dan modern.

Bangsa Indonesia memiliki kesenian lokal dan nasional

yang beraneka ragam yang tersebar dari Sabang sampai Merauke,

salah satunya yaitu kesenian Dongkrek. Kesenian ini merupakan

kesenian tradisional khas Kabupaten Madiun yang hingga kini

masih didukung oleh masyarakat Madiun tentunya dengan nilai-

nilai budaya yang mendorongnya.

Namun tidak sedikit masyarakat belum memahami dan

menjadikannya sebagai sumber inspirasi menyikapi masalah hidup

dan kehidupan terutama yang berkaitan dengan interaksi sosial di

era globalisasi dewasa ini. Untuk itu buku ini hadir sebagai ikhtiar

untuk mengenkulturasi dan mensosialisasikan nilai-nilai

keutamaan (adiluhung) kesenian Dongkrek yang potensial untuk

Page 4: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

iv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

dijadikan sumber internalisasi nilai dalam memperkokoh

ketahanan budaya.

Buku ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Direktur Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan

Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan

Tinggi.

2. Rektor Universitas PGRI Madiun atas motivasinya untuk selalu

menulis buku.

3. Ketua LPPM Universitas PGRI Madiun atas fasilitasnya.

4. Para seniman dan pemerhati kesenian Dongkrek atas

informasinya.

5. Semua pihak yang tidak disebut satu persatu atas inspirasi dan

bantuannya.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu kami harapkan dari semua pihak

untuk memberi sumbangan pemikiran baik kritik maupun saran

untuk perbaikan buku ajar ini sehingga pada penyusunan

berikutnya akan lebih baik.

Surabaya, 15 April 2019

Penulis

Page 5: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo v

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................. i

Kata Pengantar ........................................................................... iii

Daftar Isi ........................................................................................ v

Daftar Gambar ........................................................................... vii

Daftar Tabel ............................................................................... viii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................ 1

BAB II : INTERNALISASI NILAI KESENIAN TRA-

DISIONAL DAN KETAHANAN BUDAYA

DALAM IKHTISAR TEORITIS ......................... 5

A. Kesenian Tradisional ...................................... 5

B. Ketahanan Budaya .......................................... 6

C. Kesadaran Budaya ........................................... 8

D. Internalisasi Nilai ............................................. 10

E. Model Pembelajaran-Internalisasi Nilai ..... 14

BAB III : KESENIAN DONGKREK ..................................... 23

A. Sejarah Kesenian Dongkrek .......................... 23

B. Peralatan Kesenian Dongkrek ...................... 29

C. Pertunjukan Kesenian Dongkrek ................ 35

D. Sifat Kesenian Dongkrek ................................ 37

E. Fungsi Kesenian Dongkrek ........................... 38

F. Nilai Budaya Kesenian Dongkrek ............... 42

Page 6: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

vi Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

BAB IV : POTENSI NILAI KESENIAN DONGKREK

DALAM PENDIDIKAN KARAKTER

BANGSA ................................................................ 47

BAB V : UPAYA INTERNALISASI NILAI KESENIAN

DONGKREK GUNA MEMPERKOKOH KE-

TAHANAN BUDAYA .......................................... 55

BAB VI : PENUTUP ................................................................. 63

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 65

GLOSARIUM .............................................................................. 71

INDEKS ........................................................................................ 75

BIODATA PENULIS ................................................................. 77

Page 7: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Festival Seni Dongkrek Tingkat SD, SLTP

dan SLTA ................................................................. 38

Gambar 3.2 Pertunjukan Dongkrek dalam Upacara

Bersih Desa .............................................................. 39

Gambar 3.3 Pertunjukan Dongkrek dalam Karnaval ........... 40

Gambar 3.4 Pementasan Kesenian Dongkrek dalam

Peresmian ................................................................ 41

Gambar 5.1 Siswa SMPN 1 Dolopo Latihan Seni

Dongkrek ................................................................. 56

Gambar 5.2 Grup Dongkrek SMA Negeri Saradan

dalam Lomba (Festival) Seni Tradisi-

Dongkrek ................................................................. 67

Gambar 5.3 Contoh Buku Bacaan Tentang Dongkrek

(Karya Fitriandhita dan Tim Direktorat

Kepercayaan terhadap TYE dan Tradisi

Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemen-

dikbud ...................................................................... 58

Gambar 5.4 Kaos Bermotif Kesenian Dongkrek .................... 59

Gambar 5.5 Seorang sekaligus seniman Topeng Dong-

krek Andri Suwito (44) warga Desa Sumber-

bening,Kecamatan Balerejo, Kabupaten

Madiun, Jawa Timur, membuat replika penari

Dongkrek ................................................................. 60

Gambar 5.6 Modifikasi Grup Seni Dongkrek Desa Kare ..... 61

Page 8: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

viii Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Topeng Kesenian Dongkrek dan Maknanya ........ 30

Tabel 3.2 Alat Musik Utama Kesenian Dongkrek dan

Maknanya ..................................................................... 32

Tabel 4.1 Realisasi Nilai dalam Pendidikan Karakter ........... 50

Page 9: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 1

BAB I

PENDAHULUAN

Kehidupan masyarakat Indonesia di era globalisasi dan

Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dewasa ini tidak bisa

menghindarkan diri dari hubungan dengan budaya dari luar. Jika

masyarakat tidak selektif dalam berinteraksi dengan budaya luar

dan kurangnya kesadaran terhadap kebudayaan yang telah

dimilikinya, maka jati diri kebudayaan yang dimilikinya baik lokal

atau nasional lambat laun akan pudar. Sebaliknya, jika masyarakat

memiliki kesadaran budaya, ketahanan budaya, kemampuan

melestarikan dan menjaganya maka budaya luar dapat dijadikan

sebagai unsur pendorong kebudayaan ke arah yang lebih maju dan

modern.

Salah satu unsur kebudayaan yang banyak menarik

perhatian masyarakat yaitu kesenian. Hatta (2010) menyampaikan

bahwa kesenian merupakan salah satu bagian penting dari

kebudayaan. Kesenian sebagai ekspresi dan artikulasi dari hasil

cipta, karsa dan karya dapat ditransformasikan sebagai milik dan

kebanggaan bersama yang dipangku oleh suatu masyarakat (lokal

atau nasional), sehingga kesenian dapat berperan untuk

meningkatkan ketahanan budaya berupa kekuatan dan keteguhan

sikap dalam mempertahankan budaya asli, termasuk budaya

daerah, dari pengaruh budaya asing yang dapat merusak atau

membahayakan kelangsungan hidup bangsa.

Bangsa Indonesia memiliki kesenian lokal dan nasional yang

luar biasa banyaknya dengan beragai keanekaragamannya yang

tersebar dari Sabang sampai Merauke, salah satunya yaitu kesenian

Dongkrek. Kesenian ini merupakan kesenian tradisional khas

Page 10: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

2 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Kabupaten Madiun yang hingga kini masih didukung oleh

masyarakat. Masyarakat Madiun mendukung dan/atau me-

lestarikan kesenian Dongkrek tentunya ada nilai-nilai budaya yang

mendorongnya. Namun tidak sedikit warga masyarakat yang

belum mengetahui, memahami, dan menjadikannya sebagai

sumber inspirasi menyikapi masalah hidup dan kehidupan

terutama berkaitan dengan interaksi sosial di era global dewasa ini.

Untuk itu maka buku ini hadir sebagai ikhtiar untuk

mengenkulturasi dan mensosialisasikan nilai-nilai keutamaan

(adiluhung) kesenian Dongkrek yang potensial untuk dijadikan

sumber internalisasi nilai dalam memperkokoh ketahanan budaya.

Enkulturasi dan sosialisasi nilai kesenian Dongkrek dalam

internalisasinya gayut dengan pembelajaran tentang nilai.

Pembelajaran nilai sebagai upaya sadar untuk memberdayakan

kemampuan peserta didik agar mampu membangun dirinya dan

bersama-sama mampu membangun masyarakat dan bangsa.

Pembelajaran nilai ini membutuhkan sumber pembelajaran sebagai

kemampuan yang dipercayai yang ada pada sesuatu untuk

memuaskan manusia sehingga mendorong individu atau

kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang ingin

dicapai atau sebagai sesuatu yang dibutuhkan melalui keputusan.

Perwujudannya yaitu norma-norma, baik norma agama, susila,

sosial, dan hukum. Hal ini juga sejalan dengan implementasi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang

Pemajuan Kebudayaan Pasal 1 yang menyatakan bahwa pemajuan

kebudayaan merupakan upaya bangsa Indonesia untuk

meningkatkan ketahanan budaya dan konstribusi budaya

Indonesia di tengah peradaban dunia melalui perlindungan,

pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.

Page 11: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 3

Kepatuhan untuk bersikap dan berperilaku sebagaimana

yang diharapkan oleh norma dapat disemai melalui proses

penghayatan terhadap nilai-nilai adiluhung (nilai kesenian

Dongkrek) ke dalam pribadi seseorang melalui pembelajaran

secara utuh. Tujuannya; (1) agar subyek yang diinternalisasi

mengetahui (knowing), (2) subyek yang diinternalisasi mampu

melaksanakan dan/atau mengerjakan yang ia ketahui (doing), dan

(3) Agar subyek yang diinternalisasi menjadi orang seperti yang ia

ketahui itu (being). Sehingga warga masyarakat terutama generasi

penerus yang mengenyam pendidikan persekolahan akan memiliki

kekuatan dan keteguhan sikap individu, kelompok sosial, atau

suatu bangsa dalam mempertahankan nilai budayanya dari

pengaruh budaya asing yang kemungkinan dapat merusak atau

membahayakan kelangsungan hidup bangsa, serta mampu

menyeleksi untuk memodernisasi budaya yang dimilikinya tanpa

menghilangkan nilai aslinya.

Page 12: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

4 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Page 13: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 5

BAB II

INTERNALISASI NILAI KESENIAN TRADISIONAL DAN

KETAHANAN BUDAYA DALAM IKHTISAR TEORITIS

A. Kesenian Tradisional

Kesenian diartikulasikan sesuai dengan tuntutan

perkembangan sosial, sehingga mudah beradaptasi dan

mendorong kepekaan umum terhadap nilai-nilai keagungan

seni (Hatta, 2010). Koentjaraningrat (2009:166) menyampaikan

bahwa kesenian merupakan kompleksitas dari berbagai ide-ide,

norma-norma, gagasan, nilai-nilai, serta peraturan dimana

kompleks aktivitas dan tindakan tersebut berpola dari manusia

itu sendiri dan pada umumnya berwujud dalam berbagai

benda-benda hasil ciptaan manusia. Sedangkan kesenian

tradisional menurut Prestia dan Susetyo (2013) berkaitan adat

kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan dalam

masyarakat. Tradisional juga dimaknai sebagai sikap dan cara

berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada

norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. Hal

ini sejalan dengan pendapat Sutiyono (2012:123) bahwa seni

tradisi merupakan seni yang hidup sejak lama yang diwariskan

secara turun temurun.

Dalam karya seni tradisional tersirat dan tersurat pesan

dari masyarakatnya berupa pengetahuan, gagasan, keper-

cayaan, nilai, norma sebagai nilai budaya. Nilai budaya tersebut

menurut Uhi (2016:76-77) merupakan konsepsi umum yang

terorganisir dan dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam

hubungannya dengan lingkungan alam dan sosial, serta dengan

sang maha pencipta. Kluckhohn (dalam Koetjaraningrat, 2009)

Page 14: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

6 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

juga menegaskan bahwa nilai budaya tersebut dibangun ke

dalam suatu sistem nilai budaya yang berupa pandangan hidup

(word view) bagi manusia penganutnya dan berfungsi sebagai

pedoman bagi sikap mental, cara berpikir, dan bertingkah laku.

Hatta (2010) menegaskan bahwa kesenian termasuk kesenian

tradisional dengan kandungan nilai budaya sebagaimana

disampaikan di atas bila dapat diinternalisasikan pada diri

sebagai milik bersama dan kebanggaan bersama yang dipangku

oleh suatu masyarakat (lokal atau nasional), maka kesenian

akan dapat berperan untuk meningkatkan ketahanan budaya

B. Ketahanan Budaya

Ketahanan budaya merupakan kekuatan dan keteguhan

sikap suatu bangsa dalam mempertahankan budaya asli,

termasuk budaya daerah, dari pengaruh budaya asing yang

kemungkinan dapat merusak atau membahayakan

kelangsungan hidup bangsa. Ketahanan budaya berkaitan erat

dengan internalisasi atau proses transformasi nilai-nilai yang

telah teruji pada jamannya dan prospektus diwariskan kepada

berikutnya sebagai bekal membangun dirinya dan bersama-

sama dengan sesamanya membangun masyarakat dan bangsa

(Hoebel,1958). Munawaroh (2013) juga mengutarakan bahwa

konsepsi ketahanan budaya merujuk pada kemampuan budaya

lokal dalam merespon hegemoni kebudayaan asing.

Kebudayaan asing akan menyebabkan terjadinya ketegangan,

kegoncangan, atau menimbulkan kerentanan bagi kebudayaan

lokal. Oleh karena itu nilai-nilai lokal atau nasional yang

adiluhung perlu diinternalisasi kepada generasi penerus agar

punya kesadaran dan kemampuan untuk menyeleksinya.

Page 15: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 7

Hasil dari proses internalisasi adalah identitas. Identitas

sebagai penanda pribadi dalam sebuah kelompok masyarakat

digunakan untuk membuat seseorang memiliki rasa

bertanggung jawab. Proses internalisasi bertujuan untuk

membuat mereka menjadi bertanggung jawab. Proses

internalisasi memiliki dua aspek utama, yaitu pendidikan

formal dan informal. Pendidikan formal dilakukan melalui

sebuah lembaga pendidikan, sedangkan pendidikan informal

yang disebut sebagai child training dilakukan oleh keluarga dan

teman (Soekanto dan Sulistyowati,2014)

Upaya pewarisan kebudayaan menurut Kaplan dan

Manners (2012) memiliki syarat-syarat yakni sistem budaya

tersebut memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat

hidup terus sebab pelestarian kebudayaan dan fungsi

kebudayaan dapat dipertahankan apabila dapat menyelaraskan

dengan dinamika jaman akan tetapi kalau tidak bisa

menyelaraskannya maka akan terjadi perubahan fungsi yang

tidak seharusnya. Adapun cara membudayakan menurut

Hastrup dan Hervik (1994) dapat dilakukan dengan dengan 2

(dua) cara yaitu; (1) Culture Experience, dan (2) Culture Knowledge.

Ketahanan budaya menurut Breda, Handerson, dan

Hatta (dalam Milyartini dan Alwasilah.2012: 46) harus selalu

diartikan secara dinamis, di mana unsur-unsur kebudayaan

dari luar ikut memperkokoh unsur-unsur kebudayaan lokal

dan tidak sebaliknya. Jadi bicara mengenai ketahanan budaya

pada dasarnya adalah upaya pelestariannya dan pengem-

bangannya secara dinamis dengan upaya-upaya yang lebih

khusus.

Page 16: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

8 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

C. Kesadaran Budaya

Ketahanan budaya suatu bangsa secara subtantif

berhubungan dengan kesadaran budaya (cultural awareness).

Kesadaran budaya adalah kemampuan seseorang atau bangsa

untuk melihat ke luar dirinya sendiri dan menyadari akan

nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang masuk. Selanjutnya,

seseorang atau bangsa dapat menilai apakah hal tersebut

normal dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin

tidak lazim atau tidak dapat diterima di budaya lain. Oleh

karena itu perlu untuk memahami budaya yang berbeda dari

dirinya dan menyadari kepercayaannya dan adat istiadatnya

dan mampu untuk menghormatinya.

Implikasi dari kesadaran budaya terhadap pemahaman

kebutuhan untuk mempertimbangkan budaya, faktor-faktor

penting dalam menghadapi situasi tertentu. Pada tingkat yang

dasar, kesadaran budaya merupakan informasi, memberikan

makna tentang kemanusiaan untuk mengetahui tentang

budaya.

Terbentuknya kesadaran budaya pada individu melalui

berbagai hal dan melibatkan beragam faktor diantaranya

adalah persepsi dan emosi. Adapun tingkatan kesadaran

budaya sebagai berikut:

1. Data dan information

Data merupakan tingkat terendah dari tingkatan informasi

secara kognitif. Data terdiri dari signal-signal atau tanda-

tanda yang tidak melalui proses komukasi antara setiap

kode-kode yang terdapat dalam sistim, atau rasa yang

berasal dari lingkungan yang mendeteksi tentang manusia.

Dalam tingkat ini penting untuk memiliki data dan

Page 17: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 9

informasi tentang beragam perbedaan yang ada. Dengan

adanya data dan informasi maka hal tersebut dapat

membantu kelancaran proses komunikasi.

2. Culture consideration

Setelah memiliki data dan informasi yang jelas tentang

suatu budaya maka dapat memperoleh pemahaman ter-

hadap budaya dan faktor apa saja yang menjadi nilai-nilai

dari budaya tertentu. Hal ini akan memberikan per-

timbangann tentang konsep-konsep yang dimiliki oleh

suatu budaya secara umum dan dapat memaknainya.

Pertimbangan budaya ini dapat memperkuat proses

komunikasi dan interaksi yang akan terjadi.

3. Cultural knowledge

Pengetahuan budaya merupakan faktor penting bagi

seseorang untuk menghadapi situasi yang akan

dihadapinya. Pengetahuan budaya tersebut tidak hanya

pengetahuan tentang budaya orang lain namun juga

penting untuk mengetahui budayanya sendiri. Oleh karena

itu, pengetahuan terhadap budaya dapat dilakukan melalui

pelatihan-pelatihan khusus. Tujuannya adalah untuk

membuka pemahaman terhadap sejarah suatu budaya. Ini

termasuk pada isu-isu utama budaya seperti kelompok,

pemimpin, dinamika, keutaman budaya dan keterampilan

bahasa agar dapat memahami budaya tertertu.

4. Cultural Understanding

Memiliki pengetahuan tentang budaya yang dianutnya dan

juga budaya orang lain melalui berbagai aktivitas dan

pelatihan penting agar dapat memahami dinamika yang

terjadi dalam suatu budaya tertentu. Oleh karena itu,

Page 18: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

10 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

penting untuk terus menggali pemahaman budaya melalui

pelatihan lanjutan. Adapun tujuannya adalah untuk lebih

mengarah pada kesadaran mendalam pada kekhususan

budaya yang memberikan pemahaman hingga pada proses

berfikir, faktor-faktor yang memotivasi, dan isu lain yang

secara langsung mendukung proses pengambilan suatu

keputusan.

5. Cultural Competence

Tingkat tertinggi dari kesadaran budaya adalah kompetensi

budaya. Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat

menentukan dan mengambil suatu keputusan dan

kecerdasan budaya. Kompetensi budaya merupakan

pemahaman terhadap kelenturan budaya (culture adhesive).

Hal ini penting karena dengan kecerdasan budaya yang

memfokuskan pemahaman pada perencanaan dan

pengambilan keputusan pada suatu situasi tertentu.

Implikasidari kompetensi budaya adalah pemahaman

secara intensif terhadap kelompok tertentu.

D. Internalisasi Nilai

Internalisasi secara harfiah mengandung makna

penghayatan atau proses terhadap ajaran, doktrin, atau nilai

sehingga seseorang menyadari keyakinan akan kebenaran

doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.

Internalisasi merupakan tahap pembatinan kembali hasil-hasil

objektivasitas dengan mengubah struktur lingkungan lahiriah

itu menjadi struktur lingkungan batiniah, yaitu kesadaran

subyektif (Berger dalam Hardiman, 2003). Sedangkan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) internalisasi memiliki arti

Page 19: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 11

penghayatan, penugasan, penguasaan secara mendalam atas

nilai yang berlangsung melalui pembinaan, bimbingan,

penyuluhan, penataran, dan sebagainya.

Abercrombie dkk. (2010:386) juga mendefinisikan

internalisasi sebagai suatu konsepsi yang merujuk pada proses

individu atau kelompok belajar dan menerima nilai-nilai sosial

dan norma-norma perilaku yang relevan bagi kelompok

sosialnya dan masyarakat luas. Hal serupa disampaikan oleh

Johnson (1986) bahwa internalisasi adalah “proses dengan mana

orientasi nilai budaya dan harapan peran benar-benar disatukan

dengan sistem kepribadian”. Scott (2012) juga menegaskan

bahwa internalisasi melibatkan ide, konsep dan tindakan yang

bergerak dari luar ke suatu tempat di dalam pikiran dari suatu

kepribadian.

Dari berbagai definisi dan pendapat di atas maka yang

dimaksud internalisasi dalam konteks ini yakni proses

penghayatan terhadap nilai-nilai adiluhung (nilai kesenian

Dongkrek) ke dalam pribadi seseorang melalui pembelajaran

secara utuh sehingga pribadi, sikap dan perilakunya

mencerminkan kesadaran akan nilai-nilai adiluhung yang

dimilikinya dan kemampuan merespon hegemoni kebudayaan

asing.

Menurut Widyaningsih, Zamroni, dan Zuchdi (2014) ada

empat indikator yang terkandung dalam internalisasi, yaitu: (1)

Internalisasi merupakan sebuah proses karena di dalamnya ada

unsur perubahan dan waktu. Proses penanaman nilai

memerlukan waktu yang terus menerus dan berkelanjutan

sehingga seseorang akan menerima nilai-nilai yang telah

ditanamkan pada dirinya dan akan memunculkan perilaku

Page 20: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

12 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

sesuai dengan nilai yang diperolehnya. Hal ini berarti ada

perubahan dalam diri seseorang itu dari belum memiliki nilai

tersebut menjadi memiliki, atau dari sudah memiliki nilai

tersebut tetapi masih lemah dalam mempengaruhi perilakunya

menjadi memiliki nilai tersebut lebih kuat mempengaruhi

perilakunya.

Berdasarkan proses tersebut di atas maka ada dua hal

yang menjadi inti internalisasi, yaitu: proses penanaman atau

pemasukan sesuatu yang baru dari luar ke dalam diri seseorang,

dan proses penguatan sesuatu yang telah ada dalam diri

seseorang sehingga membangun kesadaran dalam dirinya

bahwa sesuatu tersebut sangat berharga, (2) Mendarah daging

mempunyai makna bahwa sesuatu telah meresap dalam

sanubarinya sehingga menjadi kebiasaan yang tidak bisa

dilepaskan dari dirinya, (3) Menjiwai pola pikir, sikap, dan

perilaku. Makna menjiwai dalam internalisasi yakni nilai-nilai

menjadi dasar dalam pola pikir, sikap, dan perilaku. Nilai-nilai

yang telah tertanam dalam diri seseorang akan membangun

pola pikir (mindset) dalam diri seseorang selanjutnya nilai

tersebut akan menjadi dasar dalam bersikap dan berperilaku, (4)

Membangun kesadaran diri untuk mengaplikasikan Kesadaran

diri merupakan komponen kecerdasan emosional yang

mengandung arti mempunyai pemahaman terhadap sesuatu

dalam hal ini nilai yang menjadi sumber kekuatan dan

pendorong diri untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut.

Kesadaran diri merupakan pemahaman seseorang akan nilai-

nilai dan tujuan diri. Seseorang yang sadar diri tahu kemana

arah yang akan ia tuju dan mengapa ia melakukannya.

Keputusan yang diambil oleh orang dengan kesadaran diri

Page 21: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 13

tinggi akan cenderung selaras dengan nilai-nilai yang mereka

anut sehingga membuat mereka berperilaku sesuai nilai-nilai

yang dianutnya. Dengan internalisasi nilai akan terbangun

kesadaran diri sehingga seseorang mengaplikasikan nilai-nilai

yang telah diinternalisasikannya selaras dengan hatinya, ada

ketulusan dalam mengaplikasikan nilai, tanpa ada kepura-

puraan karena tujuan tertentu.

Proses internalisasi nilai menurut Muhaimin (1996)

dilakukan melalui berbagai tahapan yaitu (1) menyimak, subyek

dikondisikan untuk bersedia diberi stimulus berupa nilai-nilai

yang ditransformasikan, (2) menanggapi, subyek bersedia

memberi respon terhadap nilai-nilai yang ditransformasikan

sampai pada tahap memiliki kekuatan untuk merespon nilai

tersebut, (3) memberi nilai, subyek menindaklanjuti responnya

terhadap nilai-nilai dengan pemberian makna nilai-nilai yang

diyakini memiliki kebenaran dan sebaliknya, (4) mengorganisir

nilai, subyek mengatur berlakunya sistem nilai yang diyakini

kebenarannya (5) karakteristik nilai, subyek dibiasakan

mengiplementasikan nilai yang telah diorganisir ke dalam sikap

dan perilakunya.

Koentjaraningrat (2009:85) menyampaikan nilai budaya

terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran

sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang

mereka anggap sangat mulia. Nilai budaya ini dianggap

bernilai, berharga, dan penting oleh sebagian besar manusia.

Marzali (2009:105) menegaskan bahwa nilai budaya tersebut

dimanivestasikan dalam ucapan, tindakan, dan materi atau hasil

kelakuan masyarakat. Soekanto dan Sulistyowati (2014:153) dan

Uhi (2016:770) juga menyampaikan bahwa nilai budaya

Page 22: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

14 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

memiliki fungsi sebagai bekal menyikapi berbagai macam

kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-

anggotanya seperti kekuatan alam, maupun kekuatan-kekuatan

lainnya untuk mengatur agar manusia dapat mengerti satu

sama lainnya, bagaimana manusia bertindak dan bagaimana

manusia itu berbuat untuk kebaikan bersama agar harmonis.

Dari makna internalisasi dan nilai budaya di atas maka

tujuan internalisasi nilai budaya mengarah pada tiga hal, yaitu;

(1) agar subyek yang diinternalisasi mengetahui (knowing), (2)

subyek yang diinternalisasi mampu melaksanakan dan/atau

mengerjakan yang ia ketahui (doing), dan (3) Agar subyek yang

diinternalisasi menjadi orang seperti yang ia ketahui itu (being).

E. Model Pembelajaran-Internalisasi Nilai

Ada berbagai model pembelajaran sebagai kerangka

konsep yang melukiskan prosedur yang menjadi pedoman guru

dalam melaksanakan internalisai untuk mencapai tujuan

penanaman nilai. Zuchdi (2009:5) mengungkapkan bahwa ada

model pembelajaran nilai secara langsung dan model tak

langsung. Model tak langsung (pendekatan kontemporer),

dimulai dengan tidak menentukan perilaku yang diinginkan,

dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang

dikendaki diparktikan. Model ini menghasilkan kemungkinan

nilai-nilai yang dikehendaki sulit didapat dan salah

penafsirannya. Sedangkan model pendidikan nilai secara

langsung (pendekatan tradisional) cenderung indoktrinasi dan

menghasilkan nilai-nilai yang dapat diserap, dihafal, tetapi tidak

terinternalisasi apalagi diamalkan. Andaikata diterapkan itupun

ketika ada pengawasan, tidak atas dasar kesadaran diri.

Page 23: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 15

Sehingga diperlukan model internalisasi yang memiliki prinsip-

prinsip; (1) memfokuskan pada peran pembelajaran dalam

meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa (direct

instruction), dan (2) memfokuskan pada pembelajaran

meningkatkan kreativitas dan potensi manusia atau hasil afektif.

Model ini dimungkinkan dapat mengeliminir kelemahan

pendekatan langsung dan tidak langsung.

Alternatif model yang dikembangkan dapat merujuk pada

kontruktivisme dan teknis pelaksanaannya dengan klarifikasi

nilai. Konstruktivisme merupakan pendekatan pembelajaran

yang menekankan bahwa individu sebagai peserta didik dapat

belajar dengan baik apabila mereka secara aktif mengkonstruksi

pengetahuan dan pemahaman (Santrock:2007). Sehingga

pendidikan nilai sebagai proses membangun atau menyusun

pengetahuan baru dalam stuktur kognitif siswa berdasarkan

pengalaman. Pengetahuan itu terbentuk bukan dari objek

semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai

subjek yang menangkap setiap objek yang di amatinya.

Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal

dari luar akan tetapi dikontruksi dalam diri seseorang, tidak

bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, dan tergantung

individu yang melihat dan mengkontruksinya (Sanjaya, 2005).

Sanjaya (2005) juga menyampaikan bahwa pembelajaran

menurut teori konstruktivisme Pieget dan Vigotsky bersifat

generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang

dipelajari. Teori konstruktivisme juga lebih menekankan bahwa

belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau

menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada

pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruk-

Page 24: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

16 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

tivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa

yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan

himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman

sehingga seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih

dinamis.

Berangkat dari esensi konstruktivisme di atas maka dalam

proses belajar pembelajaran pusatnya pada peserta didik. Hal

tersebut sebagaimana yang disampaikan Kurniawan (2013)

bahwa pemikiran konstruktivisme memandang proses pem-

belajaran seharusnya dilaksanakan dengan memberikan ruang

yang cukup bagi peserta didik untuk aktif dan menjadi pusat

kegiatan pembelajaran di kelas. Guru dapat memfasilitasi

dengan menggunakan teknik-teknik yang membuat informasi

menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Salah satu teknik

pembelajaran yang gayut dan dapat dimanfaatkan yakni teknik

klarifikasi nilai.

Shaver dan Strong (1982) menyatakan The values clarification

approach centers on the valuing process. It si cocerned with technique

for stimulating students to think about and clarify their own values

(pendekatan klarifikasi nilai memfokuskan pada aspek penilaian

didukung dengan berbagai teknik untuk menstimulasi siswa

dan berfikir tentang nilai dan menemukan nilai-nilai yang ada

dalam diri mereka). Karifikasi nilai ini pada prinsipnya untuk

membantu siswa menggunakan kemampuan berfikir rasional

dan emosional dalam menilai perasan,nilai dan tingkah laku

mereka sendiri. Model ini juga menekankan bagaimana

sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut

anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut

akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di

Page 25: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 17

masyarakat. Harmin (Zuchdi,2009) menyampaikan bahwa teori

klarifikasi nilai mengajarkan suatu bentuk inkuiri nilai yang

melibatkan proses menghargai kepercayaan dan perilaku

pribadi, memilih kepercayaan dan perilaku pribadi, dan

bertindak sesuai dengan kepercayaan pribadi. Pendekatan ini

menyebabkan seseorang lebih menyadari kepercayaan sendiri

dan kepercayaan orang lain. Pendekatan akan membuat peserta

didik menyadari nilai-nilai mereka yakini dan nilai-nilai yang

diyakini orang lain.

Implementasi klarifikasi nilai di atas dalam teknisnya

menggunakan Value Clarification Technique (VCT). VCT

merupakan cara menanamkan dan menggali/mengungkapkan

nilai-nilai tertentu. Taniredja (2011:88) juga menyampaikan

bahwa VCT adalah teknik pembelajaran untuk membantu siswa

dalam mencapai dan menentukan suatu nilai yang dianggap

baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses

menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri

siswa. Hal serupa disampaikan Suryani (2013) bahwa VCT

merupakan teknik pembelajaran untuk membantu peserta didik

dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik

dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses meng-

analisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam dirinya.

VCT berfungsi: (a) untuk mengukur atau mengetahui

tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, (b) untuk membina

kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang

positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah

peningkatan atau pembetulannya; (c) untuk menanamkan suatu

nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima

siswa sebagai milik pribadinya (Siswandi,2009:77). Sedangkan

Page 26: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

18 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

tahapan pelaksanaannya menurut Oliha dan Audu (2015) yakni

the discovery, the claiming, and accetance. Sedangkan sintaks

(prosedur pelaksanaan) VCT menurut Rai (2014) dan

Wiradimadja (2016) yaitu (a) melibatkan siswa dalam

mengembangkan pemahaman dan pengenalannya terhadap

nilai-nilai, mengambil keputusan, dan bertindak sesuai dengan

keputusan pribadi, (b) mendorong siswa dengan pertanyaan

dan mengembangkan psikomotor dalam mengevaluasi nilai,

dan (3) menelaah dan menegaskan nilai-nilai yang seharusnya

dipedomani dalam bersikap dan berperilaku.

John Jarolimek (dalam Sanjaya, 2008) menjelaskan langkah

pembelajaran dengan VCT dalam 7 tahap yang terbagi ke

dalam 3 tingkat. Tingkat pertama kebebasan memilih yang

mencakup 3 tahap yaitu; (1) memilih secara bebas artinya

kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik;

(2) memilih dari beberapa alternatif, artinya untuk menentukan

pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas; (3)

memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi

yang akan timbul sebagai akibat pilihannya. Tingkat kedua

menghargai yang mencakup 2 tahap yaitu; (1) adanya perasaan

senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya

sehingga nilai tersebut menjadi bagian dari dirinya sendiri; (2)

menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam

dirinya di depan umum. Artinya bila menganggap nilai itu

suatu pilihan makan akan berani dengan penuh kesadaran

untuk menunjukkan di depan oran lain. Tingkat ketiga berbuat

mencakup 2 tahap yaitu; (1) kemauan dan kemampuan untuk

mencoba melaksanakannya, (2) mengulangi perilaku sesuai

Page 27: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 19

dengan nilai pilihannya yang dicerminkan dalam sikap dan

perilakunya sehari-hari.

Dengan merujuk pada teori internalisasi nilai dengan VCT

di atas dapat dikembangan berbagai model internalisasi, satu

dianataranya yaitu “Model Nampe” (Hanif, Hartono, Wibowo:

2018). Nama model ini diambil dari langkah-langkah

pelaksanaan internalisasinya yang terdiri dari 6 (eNAM)

langkah dan masing-masing diawali dengan huruf P (dibaca

PE) yaitu; (1) Pengenalan konsep nilai kesenian dan ketahanan

budaya, (2) Penyajian stimulus, (3) Pemberian kesempatan

mengambil keputusan nilai, (4) Pengklarifikasian hasil

keputusan nilai, (5) Pembahasan hasil keputusan nilai, dan (6)

Penyimpulan nilai dan ketahanan budaya.

Model Nampe memuat enam prinsip yaitu

a. Pengenalan Konsep Nilai Kesenian dan Ketahanan Budaya

Penyampaian konsep/abstraksi/pengertian yang mencerita-

kan sesuatu yang berharga yang terkandung dalam

kesenian sehingga perlu dilestarikan dan dijadikan acuan

membangun kesadaran budaya (cultural awareness) yaitu

kemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri

dan menyadari akan nilai-nilai budaya yang dimilikinya

dan nilai budaya yang masuk

Dalam konteks ini nilai kesenian yang dikenalkan yakni

nilai kesenian Dongkrek. Pengenalan nilai kesenian

Dongkrek tidak dilaksanakan secara reseptif tetapi dengan

inkulkasi. Inkulkasi merupakan proses penanaman nilai

tanpa indoktrinasi tetapi dilakukan dengan cara meng-

komunikasikan nilai-nilai kesenian Dongkrek disertai

argumentasi yang rasional. Nilai-nilai yang diinkulkasi

Page 28: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

20 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

dalam konteks ini yakni nilai-nilai kesenian Dongkrek

dalam kaitannya dengan ketahanan budaya masyarakat

atau bangsa.

b. Penyajian Stimulus

Penyajian stimulus yang berupa kasus berkaitan dengan

nilai kesenian Dongkrek dan ketahanan budaya. Kasus

dapat diambil dari peristiwa yang terjadi di lingkungan

sekitar siswa maupun peristiwa yang berskala nasional.

c. Pemberian Kesempatan Mengambil Keputusan Nilai

Pemberian kesempatan siswa memberi respon dan

mengambil dan/atau memutuskan nilai (fasilitasi)

merupakan sarana pengembangan keterampilan berpikir

kritis, berpikir kreatif, dan menemukan resolusi konflik

(proses analisis dan penyelesaian masalah dengan

mempertimbangkan kepentingan individu dan kelompok)

Siswa dapat melalui tulisan artikel/makalah/paper me-

nuangkan tanggapan dan keputusan nilai dengan mencari

sandaran dan rujukan yang berharga guna menuntun

perilakunya. Fasilitasi ini memiliki dampak positif pada

perkembangan kepribadian karena dapat meningkatkan

hubungan guru dengan subyek didik, membantu subyek

didik memperjelas pemahaman, dan memotivasi subyek

didik persoalan nilai dengan kehidupan dan keyakinannya.

d. Pengklarifikasian Hasil Keputusan Nilai

Pengklarifikasian keputusan nilai dilaksanakan dengan cara

diskusi kelompok atau diskusi kelas, subyek didik memberi

klarifikasi atau penjelasan tentang nilai-nilai yang diyakini

benar sebagai penuntun bersikap dan berperilaku dalam

berinterakasi dengan budaya mancanegara.

Page 29: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 21

Pengklarifikasian keputusan nilai ini sebagai sarana

pengembangan keterampilan asertif (kemampuan untuk

mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan

dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan

menghagai hak-hak serta perasaan pihak lain) dan

bertanggungjawab terhadap setiap sikap dan tindakan yang

diambilnya.

e. Pembahasan Hasil Keputusan Nilai

Pembahasan hasil keputusan nilai dilaksanakan secara

dialog terpimpin oleh pembelajar/guru. Kegiatan ini untuk

membuktikan kebenaran nilai kesenian yang diambilnya.

Kebenaran nilai bisa menggunakan teori kebenaran

korespondensi (kebenaran atau sesuatu keadaan benar itu

terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang

dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek

yang dituju/dimaksud oleh pernyataan atau pendapat

tersebut), teori kebenaran koherensi (suatu pernyataan itu

benar apabila sama dengan pernyataan lain yang kebenaran

sudah diterima), teori kebenaran pragmatisme (sesuatu itu

benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam

keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan

kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya

manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini

manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan

tuntutan-tuntutan lingkungan), atau teori kebenaran religius

(kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan bersifat

superrasional dan superindividual yang berlaku bagi

seluruh umat manusia).

Page 30: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

22 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

f. Penyimpulan Nilai Kesenian Dongkrek dan Ketahanan

Budaya

Pembelajar dengan subyek didik merumuskan kesimpulan.

Perumusan nilai ini merupakan proses mendeskripsikan

temuan yang diperoleh tentang nilai kesenian Dongkrek.

Melalui kegiatan ini subyek didik akan dapat mengambil

inti sari nilai yang dapat dijadikan sebagai sumber kekuatan

dan keteguhan sikap dan tindakan dalam mempertahankan

nilai budaya yang dimilikinya dari pengaruh budaya asing

yang kemungkinan dapat merusak atau membahayakan

kelangsungan hidupnya khususnya dan masyarakat bangsa

pada umumnya.

Page 31: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 23

BAB III

KESENIAN DONGKREK

A. Sejarah Kesenian Dongkrek

Kesenian Dongkrek merupakan salah satu kesenian

tradisional khas Kabupaten Madiun Propinsi Jawa Timur

Indonesia. Proses lahirnya kesenian Dongkrek tidak dapat

dilepaskan dari sang tokoh yang bernama Raden Sosro

Widjoyo yang bergelar Raden Ngabehi Lho Prawiro Dipoero

III. Dia menjabat sebagai Palang Caruban (sekarang Kecamatan

Mejayan) pada masa Kadipaten Madiun diperintah R.M.T

Sosrodiningrat (1879-1885). Palang merupakan jabatan “Lurah

Kepala” (Hoofd Lurah) yang bertanggung jawab langsung

kepada wedana sebagai atasannya. Raden Ngabei Lho Prawiro

Dipoero III merupakan putera daerah asli Mejayan yakni

putera nomor empat dari Raden Ngabehi Prawirodipoerno II

(Wedana Caruban).

Pada tahun 1866-an daerah Caruban mengalami krisis

pangan (pageblug) dan terjangkit wabah penyakit mematikan.

Dalam situasi dan kondisi yang memprihatikan ini. Raden

Ngabei Lho Prawiro Dipoero III prihatin terhadap situasi dan

kondisi tersebut dan berusaha mencari solusinya. Dia

membantu tugas ayahnya sebagai palang dengan melakukan

ikhtiar dengan cara semedi atau bertapa di gunung kidul

Caruban. Ketika melakukan semedi, dia diganggu oleh

sekawanan buto atau genderuwo namun dihadang oleh abdinya

yang bernama Roro Tumpi dan Wewe Putih. Dia juga

berjumpa dengan orang tua yang membawa cemeti dan

memberikanya untuk menyingkirkan para genderuwo yang

Page 32: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

24 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

mengganggu dan menghilangkan wabah di kawasan Caruban.

Cemeti tersebut oleh Lo Prawirodipuro digunakan untuk

menyambuk para genderuwo yang mengganggu dan akhirnya

para genderuwo kalah dan menyerah. Sebagai bentuk

konsekuensi dari kekalahannya maka para genderuwo tersebut

oleh Raden Ngabei Lho Prawiro Dipoero III diwajibkan untuk

ikut serta mengatasi krisis dan wabah yang melanda daerah

tersebut. Selanjutnya Raden Ngabei Lho Prawiro Dipoero III

bersama Rara Ayu, Rara Tumpi, dan para gendruwo berjalan

keliling kawasan Mejayan.

Setelah krisis pangan dan wabah penyakit berlalu,

Raden Ngabei Lho Prawiro Dipoero III membuat topeng

menyerupai sosok yang mengganggunya ketika dia melakukan

semedi dan memperlihatkannya kepada ayahnya Raden

Ngabehi Prawirodipoerno II. Raden Ngabehi Prawirodipoerno

II memberi respon positif dan bertitah supaya topeng-topeng

diceremonialkan dan diarak keliling kampung setahun sekali

pada tengah malam untuk tolak bala atau menghindari dan

mencegah musibah seperti yang terjada pada masa

sebelumnya. Dia menyetujui dan melengkapi topeng-topeng

beserta perangkat musik sebagai pengiringnya yang berupa

bedug dan korek. Bedug tersebut bila ditabuh mengeluarkan

bunyi dong, sedangkan korek korek (kayu berbentuk bujur

sangkar dengan satu ujungnya terdapat tangkai kayu bergerigi

yang saat digesek berbunyi krek) bila digesek mengeluarkan

bunyi krek. Setelah perangkat dipandang cukup, Lo

Prawirodipuro melakukan ritual gerakan menolak bala yang

diragakan oleh warga masyarakat diiringi bedug dan korek.

Page 33: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 25

Suara bedug dan korek yang dominan dalam ritual inilah maka

tradisi seni menjadi populer dengan nama Seni Dongkrek.

Pendapat tentang lahirnya seni Dongkrek disampaikan

di atas juga sejalan dengan pendapat Jaecken (2011) bahwa

kemunculan kesenian dongkrek dimulai pada saat daerah

Menjayan terkena wabah penyakit. Ketika siang sakit, sore hari

meninggal, atau pagi sakit malam harinya meninggal dunia.

Sebagai seorang pemimpin, Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro

merenung untuk mencari metode yang tepat untuk

penyelesaian atas wabah penyakit yang menimpa rakyatnya.

Setelah melakukan renungan, meditasi, dan bertapa di gunung

kidul Caruban, dia mendapatkan wangsit untuk membuat

semacam tarian atau kesenian yang bisa mengusir bala

tersebut.

Asal-usul Seni Dongrek juga dirunut melalui tembang

gambuh. Tembang gambuh merupakan salah satu tembang yang

berisi tentang berbagai ajaran kepada generasi muda,

khususnya mengenai bagaimana menjalin hubungan manusia

dengan Tuhan dan antara manusia satu dengan yang lainnya.

Beberapa kalangan ada yang memaknai kata gambuh sebagai

sebuah kecocokan, sepaham dan sikap bijaksana. Sikap

bijaksana berarti dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya,

sesuai porsinya, dan mampu bersikap adil. Menurut

Wahyuningsih dkk (2012) tembang gambuh yang dapat dirujuk

untuk mengungkap Kesenian Dongkrek yaitu

Keparengo amatur//

Sekar gambuh amurwani atur//

Seni dongkrek angirto dongkrek kang asli//

Ngleluri budoyo luhung//

Page 34: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

26 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Ciptane leluhur kito Semangke kang cinatur//

Riwayat dongkrek engkang asli//

Asal saking Dusun Menjayan kang asli//

Palang kaleng-gahanipun//

Priyo luhur kang yoso Jamane kang kapungkur//

Duk semono Menjayan kang usun// Katrajang eng pagablug

akeh pepati//

Tambah-tambah polah ipun//

Kawulo ngudi usodo Berkah kang Moho Agung//

Eyang Palang hang sakti kalangkung//

Metu broto angento dongkrek mauwarni//

Kinaryo mbrasto pageblug//

Serno tapis tanpo siso Suko sukur yang Agung//

Poro kawulo bingah kalangkung//

Eyang Palang aparing dawuh sayekti//

Istinen budoyo luhung//

Nirkolo suko raharjo

(SK Desa Mejayan No 2/DK/4/414.107.07/0/2003)

Ijinkanlah saya bicara.

Tembang gambuh mengawali pembicaraan

Mengertilah seni Dongkrek yang asli.

Melestarikan budaya yang mulia

Cerita pendahulu kita yang sekarang mejadi tema

pembicaraan.

Sejarah dongkrek yang asli

Asal seni Dongkrek yang asli dari Desa Mejayan.

Wedana jabatannya.

Page 35: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 27

Lelaki yang luhur yang menciptakan dongkrek di masa

yang telah lalu.

Ketika itu Dusun Mejayan dilanda wabah

Tertimpa wabah banyak yang meninggal

Bermacam-macam usahanya.

Rakyat berupaya mencari penolaknya

Mohon pertolongan Yang Maha Agung.

Eyang Palang yang sangat sakti.

Bersemedi menciptakan dongkrek yang seperti itu

(ujudnya)

Untuk memberantas wabah.

Hilang tanpa sisa, puji syukur kepada Yang Maha Agung

Rakyat merasa senang tidak terhingga

Eyang Palang memberi petuah/wejangan tentang

kebenaran

Sejatinya budaya yang mulia

Terhindar dari musibah dan mendatangkan kesejahteraan

Kesenian Dongkrek berkembang dengan pesat dan

mengalami masa keemasan pada tahun 1867-1902. Setelah

tahun tersebut kesenian Dongkrek mengalami pasang surut

seiring dengan dinamika politik di tanah air. Pada masa

kolonialisme Belanda, pemerintah penjajah melarang kesenian

Dongkrek dipertontonkan dan dijadikan pertunjukan rakyat.

Larangan pemerintahan penjajah Belanda tersebut karena

adanya kekawatiran apabila kesenian dongkrek terus

berkembang, bisa digunakan sebagai media penggalang

kekuatan untuk melawan pemerintahan Belanda.

Page 36: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

28 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) eksis dan

memiliki pengaruh yang kuat di Madiun, kesenian Dongkrek

dieksploitasi sedemikian rupa sebagai sarana propaganda

politik PKI. Musik dan lagu yang terkenal “genjer-genjer”

menjadi suguhan yang wajib ada dalam pementasan kesenian

Dongkrek. Pasca peristiwa Madiun Affair (Pemberontakan PKI

di Madiun 1948) walaupun tidak seagresif sebelumnya, tampak

PKI masih memanfaatkan kesenian Dongkrek sebagai media

menyebarluaskan dan menanamkan faham komunis di tengan-

tengah masyarakat. Upaya-upaya PKI tersebut terus

berlangsung sampai dengan peristiwa G30S PKI tahun 1965.

Setelah peristiwa G30S PKI ada upaya dari pemerhati,

seniman, dan juga pemerintah melalui dinas terkait melakukan

upaya mengeliminir stigma negatif akibat ulah PKI. Hal

tersebut sebagaimana yang dilakukan Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupeten Madiun bersama Propinsi Jawa Timur

pada tahun 1973 yang berusaha melakukan revitalisasi dan

upaya lain untuk melestarikan kesenian Dongkrek.

Pada tahun 1980 kembali dikembangkan oleh Suwondo,

Kepala Seksi Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Madiun. Pada tahun 1996 Pemerintah Kabupaten

Madiun melaksanakan Festival Dongkrek di tingkat kabupaten.

Pada tahun 2002 Dongkrek diikutsertakankan pada festival-

festival di luar kota Madiun, termasuk Festival Cak Durasim

Surabaya, dan pernah tampil di Istana Merdeka Jakarta.

Kesenian dongkrek dalam perkembangan selanjutnya

mengalami berbagai modifikasi seperti menambah sejumlah alat

musik lainnya diantaranya kempul, gong kempul, kenong, gong besi,

kentongan dan kendang. Perpaduan alat musik ini dipengaruhi

Page 37: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 29

budaya Islam, China dan kebudayaan jawa umumnya (Andri

Suwito-Kelompok Seni Dongkrek Condro Budoyo Madiun).

Setiap pementasan dongkrek, menggunakan tiga jenis topeng

yakni topeng raksasa atau Banaspasti melambangkan kejahatan,

topeng perempuan sedang mengunyah sirih melambangkan

cibiran serta topeng orang tua melambangkan kebaikan. Dalam

pemetasannya, terjadi pertarungan antara Banaspati dan orang

tua yang menggambarkan pertarungan antara kejahatan dengan

kebaikan. Alhasil pertempuran itu selalu dimenangkan tokoh

yang baik.

Perkembangan dengan sejumlah modifikasi di atas

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat saat

ini. Modifikasi itu meliputi, penari perempuan yang semula tiga

dikembangkan menjadi delapan, satu penari Banaspati

ditambah menjadi empat. Kadang ditambah penari anak-anak

dan pemusik berkembang menjadi sekitar 25 pemain dalam

setiap pementasannya.

Kutanegara dkk (2012) menyampaikan bahwa

perkembangan Dongkrek seperti itu mengakibatkan

bergesernya fungsi, menjadi dualistik yaitu sebagai seni tradisi

yang sakral dan seni tontonan yang menuntun. Fungsi pertama

sebagai penolak bala (gangguan supranatural), sedangkan

fungsi kedua sebagai media hiburan yang memiliki nilai

tontonan dan sekaligus tuntunan.

B. Peralatan Kesenian Dongkrek

Peralatan kesenian Dongkrek dari waktu ke waktu

mengalami perkembangan namun tidak merubah piranti dasar

yaitu topeng dan alat musik utama yang berupa korek, bedug,

Page 38: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

30 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

beri, gong, kentongan, dan kenong. Topeng dan alat-alat musik

tersebut memiliki makna sebagai berikut

1. Topeng dan Maknanya

Topeng-topeng yang digunakan dalam kesenian

Dongkrek masing-masing topeng memiliki makna dan watak

dari karakter pemeran yang menggambarkan watak masing-

masing orang dalam kehidupan bermasyarakat bahwa

“kejahatan akan kalah oleh kebajikan”. Hal tersebut tampak

pada tabel di bawah ini

Tabel 3.1 Topeng Kesenian Dongkrek dan Maknanya

Topeng Raden Prawirodipura

Menggambarkan watak kesatria, bijak,

dan kuat lahir-batin

Topeng Roro Ayu

Menggambarkan wanita yang cantik

(putri pejabat) yang anggun, sopan

dalam berbicara, perilaku, dan selalu

berbuat kebaikan

Topeng Roro Perot / Wewe Putih.

Menggambarkan wajah dari abdi

kinasih (pengikut setia) Raden

Prawirodipoero yang berwatak ajeg

atau berpendirian teguh tidak mudah

terpengaruh oleh orang lain, kemam-

puan yang dimilikinya, pantang

Page 39: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 31

menyerah dapat diandalkan, juga

sangat setia.

Topeng Genderuwo Abang.

Menggambarkan watak yang mudah

marah, emosional, kasar, kaku dan

suka membuat masalah dengan yang

lainnya.

Topeng Genderuwo Ireng

Menggambarkan watak yang buruk.

Memiliki watak sifat pemalas, suka

makan banyak namun malas untuk

bekerja.

Topeng Genderuwo Putih

Menggambarkan watak yang baik,

memiliki tatakrama dan manusiawi.

Warna putih diwariskan dari sumber

kehidupan yaitu air, yang mengalir

bening, bersih, ternih dan menyuci-

kan.

Topeng Genderuwo Ijo

Menggambarkan watak yang hampir

sama dengan genderuwo putih,

ksatria, berani bertanggung jawab,

santun, namun hanya sebagai penutup

atas kemegahan dan kemewahan atas

keberadaan harta dan benda.

Page 40: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

32 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Topeng Genderuwo Kuning

Menggambar watak sebagaimana

genderuwo hijau, watak/nafsu supiah

yang berjiwa ksatria, berani menang-

gung dosa, memiliki tata krama dan

manusiawi namun bersifat duniawi

dan memuja keindahan dan ke-

mewahan harta.

Sedangkan alat musik utama kesenian Dongkrek yang

digunakan dan maknanya sebagaimana tercantum dalam

tabel di bawah ini

Tabel 3.2 Alat Musik Utama Kesenian Dongkrek dan

Maknanya

Kentongan

Kentongan dalam pementasan

kesenian Dongkrek biasanya

menggunakan 3 buah dan

karakter bunyi yang ditimbul-

kan dari kentongan adalah

thok, thok, thok. Maknanya

sebagai suatu tanda untuk

mengumpulkan atau meng-

gerakkan masyarakat guna

bersatu padu (Sayek sa eko

proyo). Dengan suara thok thok

diilustrasikan seperti titir (pe-

nanda bunyi sebagai media

penyampai pesan)

Page 41: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 33

Kenong

Kenong dalam pementasan

Kesenian Dongkrek biasanya

menggunakan satu buah yang

dimaksudkan dapat mem-

berikan ketenangan, kedamai-

an apabila mendengarkan alat

musik.

Maknanya yakni pengantar

suasana hening, cipta, karsa,

karya kepada Sang Pencipta.

Bedug

Bedug dalam pementasan

kesenian Dongkrek biasanya

menggunakan satu buah ter-

buat dari kayu dan kulit sapi

dan karakter dari bunyi alat

musik ini adalah dug, dug, dug.

Maknanya yakni kesaktian

Raden Prawirodipuro Palang

Caruban sebagai pendekar pilih

tanding, ora tedas tapa paluning

pande (dug deng).

Beri

Beri dalam pementasan ke-

senian Dongkrek biasa meng-

gunakan satu buah. Alat musik

beri terbuat dari logam kuning

tipis, bulat sebesar tempayan

dan bagian tengahnya sengaja

diretakkan untuk membentuk

suasana jeer dan letak posisi-

Page 42: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

34 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

nya tergantung dengan tali.

Maknanya yakni seorang yang

berbudi bowo laksono, rawe-

rawe rantas malang-malang

putung bersama-sama mem-

berantas penyakit pagebluk.

Korek

Korek pementasan kesenian

Dongkrek biasanya meng-

gunakan tiga buah yang ter-

buat dari kayu dan mem-

punyai karakter bunyi krek,

krek,

Maknanya yakni alat pem-

bersih/penyapu segala macam

mara bahaya baik yang terlihat

maupun yang tidak terlihat.

Gong Pamungkas

Gong pamungkas dalam pe-

mentasan kesenian dongkrek

biasanya menggunakan satu

buah yang dimaksudkan se-

bagai akhir usaha yang ber-

hasil.

Maknanya Raden Prawiro-

dipura sebagai seorang yang

berbudi wibowo laksono, rawe-

rawe rantas malang-malang

putung bersama-sama mem-

berantas penyakit pageblug.

Page 43: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 35

C. Pertunjukan Kesenian Dongkrek

Kesenian Dongkrek merupakan perpaduan dari seni tari,

seni musik, seni topeng yang tersaji dalam cerita. Inti cerita

dalam kesenian Dongkrek yakni pertarungan antara seorang

kakek sakti dengan kawanan genderuwo yang menggangu

masyarakat yang akhir ceritanya dimenangkan oleh kakek

sakti. Setelah melakukan pertunjukan, para seniman kesenian

Dongkrek melanjutkan dengan melakukan arak-arakan atau

pawai tersebut. Arak-arakan ini berfungsi sebagai media yang

menyapu bersih lokasi atau wilayah yang dikitari dari sesuatu

yang bersifat jahat dan buruk (tolak bala)

Kesenian Dongkrek menampilkan pertunjukan dengan

tiga kelompok tokoh pemeran yang semuanya memakai

topeng, yaitu

1. Tarian buto atau genderuwo (dari bahasa Jawa yang berarti

raksasa) pengganggu warga masyarakat dengan menebar

wabah penyakit (pageblug),

2. Warga masyarakat yang diperankan oleh dua orang

perempuan (Roro Ayu dan Roro Perot). Dua perempuan

paroh baya dalam kondisi kusut, kurus, wajah ketakutan

yang melambangkan kondisi tertekan secara pisik dan

psikis.

3. Peran pemimpin (palang) atau tokoh masyarakat yang

diperankan oleh seorang kakek sakti. Sebelum pasukan buto

berhasil mematikan para perempuan, muncul sesosok lelaki

tua sakti yang dengan tongkatnya berhasil mengusir para

barisan roh halus untuk pergi menjauh. Selanjutya terjadi

peperangan cukup sengit antara rombongan buto dengan

orang tua sakti, yang dimenangkan oleh si lelaki sakti.

Page 44: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

36 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Rombongan buto yang kalah akhirnya menurut dan patuh.

Si orang tua sakti yang didampingi dua perempuan

menggiring pasukan buto kala keluar dari Desa Mejayan dan

sirnalah pageblug.

Model pementasan kesenian Dongkrek bervariasi, salah

satunya model yang ditampilkan oleh Kelompok Condro

Budoyo Dusun Karang Malang Desa Sumber Bening

Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun. Pertunjukkan

kesenian Dongkrek diawali dengan tampilan gendruwo

(raksasa) berwajah lima warna sesuai dengan karakter yang

menari dengan gerakan liar tak terkendali, gerakannya

semakin menjadi saat irama bunyi musik, dong... dong...

krek… krek… semakin cepat. Kemudian, mereka duduk bersila

berbentuk lingkaran sambil tangannya terus bergerak-gerak

tak teratur. Kemudian mengepul asap putih, seolah-olah

makhluk seram itu tak terlihat mata telanjang.

Di sisi yang lain ada tiga gadis berparas cantik berjalan

beriringan mereka tertawa dan bercanda seolah tak

mengetahui ada makhluk berwajah angker di sekitarnya.

Mereka menjerit dan berteriak setelah makhluk berwajah

seram yaitu lima raksasa ini menampakkan wajahnya yang

menyeramkan dan mendekatinya. Ketiga gadis tersebut

berlarian menghindar dari serangan raksasa yang terus

mengejar dengan tangannya yang terus bergerak liar. Hingga

akhirnya ketiga gadis itu masuk di dalam lingkaran para

raksasa. Ketiga gadis ini mulai kehabisan tenaga, semakin cepat

ia meronta semakin kuat pula Banaspati mendesaknya. Tiba-

tiba muncul lelaki tua berjenggot yaitu Ki Palang sambil

membawa tongkat.

Page 45: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 37

Ki Palang mengangkat tongkat sambil menantang para

raksasa. Ketiga gadis cantik itu kemudian menempel di

belakang Ki Palang. Para raksasa langsung maju menyerang

lelaki Ki Palang, mereka kemudian bertarung. Lelaki tua Ki

Palang itu melawan lima raksasa. Dengan acungan tingkat itu,

para raksasa menjadi kehabisan tenaga, kelelahan dan seolah

kehilangan seluruh kedigdayaannya. Ki Palang hanya me-

mandang tajam para raksasa yang tergolek tak berdaya.

Kemudian para raksasa duduk bersila sambil menelangkupkan

kedua telapak tangannya di atas kepala sambil tertunduk

meminta ampun. Kemudian Ki Palang mengajak ketiga gadis

pergi yang diiringi para raksasa keliling menolak balak

D. Sifat Kesenian Dongkrek

Pertunjukan kesenian Dongkrek memiliki sifat sebagai

berikut:

1. Sakral yaitu digunakan sebagai upacara ritual tolak bala.

Dongkrek ini hanya dipentaskan setahun satu kali, dengan

acara arak-arakah yang melibatkan seluruh masyarakat desa

Mejayan. Saggar kesenian Dongkrek yang masih mem-

pertahankan pakem atau keaslian seni Dongkrek tanpa

adanya perubahan adalah sanggar Dongkrek “Krido Sakti”

pimpinan Walgito

2. Kreasi seni (kreatif) sebagai kesenian rakyat yang tidak

sakral, tidak ada kemenyan, tidak ada persyaratan dari

keturunan palang Ngabehi Lho Prawirodipoero “Palang

Mejayan” dan penambahan instrumen musik, lagu-lagu,

dan tarian namun tidak menghilangkan nilai-nilai yang

dikandungnya. Kesenian Dongkrek dalam konteks seni

Page 46: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

38 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

kreasi ada yang masih ada arak-arakannya dan melibatkan

masyarakat untuk bergabung dan menari, serta bisa

diundang untuk melakukan pertunjukan dan mendapatkan

upah (unsur bisnis).

Gambar 3.1 Festival Seni Dongkrek Tingkat SD, SLTA, dan

SLTA (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Madiun)

Kreasi kesenian Dongkrek juga ada yang dipertunjukan

tidak melibatkan masyarakat untuk menari, tidak ada arak-

arakan, tidak keliling kampung, dan tidak ada persyaratan

dari keturunan “Palang Mejayan”, dengan iringan musik

yang lebih banyak dan dipertunjukan di studio atau

panggung.

E. Fungsi Kesenian Dongkrek

Kesenian Dongkrek memiliki fungsi sebagai berikut:

Page 47: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 39

1. Tolak balak.

Kesenian Dongkrek berfungsi untuk tolak bala. Dalam

seremonialnya sesuai dengan pakem (aslinya) dan

dilaksanakan satu tahun sekali bersamaan dan/atau menjadi

satu rangkaian dalam upacara bersih desa.

Gambar 3.2 Pertunjukan Dongkrek Dalam Upacara Bersih

Desa (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Madiun)

2. Hiburan

Kesenian Dongkrek dipentaskan secara arak-arakan

(karnaval atau pawai) dengan tujuan menghibur

masyarakat. Dalam konteks ini kesenian Dongkrek tidak

mengacu pada pakem baik peralatan musik maupun

framennya. Ada penambahan alat musik modern dan lagu-

lagu yang sedang populer.

Page 48: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

40 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Gambar 3.3 Pertunjukan Dongkrek Dalam Karnaval (Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten

Madiun)

3. Pertunjukan

Kesenian Dongkrek dipertunjukkan dalam acara-acara

resmi, peringatan hari-hari nasional, penerimaan tamu, dan

lain sebagainya.

Page 49: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 41

Gambar 3.4 Pementasan Kesenian Dongkrek Dalam

Peresmian Mejayan Sebagai Ibu Kota

Kabupaten Madiun

Kesenian ini terdapat empat aktor simbolik sebagai

pembawa lakon dengan memakai topeng. Yaitu

gandarwa/buta (makhluk halus), Roro Perot (Wewe Putih),

Roro Ayu dan orang tua (Eyang Palang). Topeng gandarwa

adalah simbol makhluk jahat dari alam gaib, topeng Roro

Perot dan Roro Ayu adalah simbol abdi kesayangan Eyang

Palang. Walaupun pertunjukan kesenian Dongkrek

memiliki sifat dan fungsi yang berbeda-beda sebagaimana

yang disampaikan di atas namun masih memiliki nilai

budaya yang sama yaitu kejahatan akan kalah oleh

kebajikan, sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti (semua

perbuatan jahat akan kalah oleh perbuatan yang baik dan

bijaksana).

Page 50: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

42 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

F. Nilai Budaya Kesenian Dongkrek

Kesenian Dongkrek sebagai sebuah cipta, karsa, dan

karya masyarakat Madiun memiliki berbagai kandungan

berbagai nilai budaya. Kesenian dongkrek ini secara filosofis,

memiliki makna dan fungsi tolak bala. Sehingga, penampilan

seni ini sangat diperlukan agar arena perhelatan seni dan tanah

sekelilingnya diselamatkan dari bencana dan mara bahaya.

Atraksi kesenian dongkrek yang dipertunjukkan Grup Seni

Dongkrek Condro Budoyo dari Dusun Karang Malang Desa

Sumber Bening Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun,

memang menimbulkan kesan berbeda dari seni pertunjukan

yang lain; angker dan magis. Irama musik tradisional yang

semula sayup-sayup lalu kian menghentak bertalu-talu, makin

memberi kesan garang. Rasanya tak hanya niat jelek manusia,

bahkan arwah jahat pun akan lari ketakutan mendengar irama

bertalu-talu itu sebelum mengusik harmoni kehidupan di

bumi. Nilai budaya kesenian Dongkrek tidak hanya tidak

hanya tersirat dan tersurat pada cerita dramanya saja tetapi

juga pada makna topeng yang dikenakan dan alat-alat musik

pengiringnya. Nilai-nilai budaya kesenian Dongkrek yaitu

1. Nilai religius

Kesenian Dongkrek mengandung nilai religius bahwa

apa yang terjadi di dunia tidak lepas dari titah Tuhan Yang

Maha Esa sehingga masyarakat melaksanakan ikhtiar untuk

mengharmonikan antara mikrokosmis dengan

makrokosmis. Hal tersebut ditunjukan pada fungsi sebagai

kesenian sakral untuk pengusiran pageblug (tolak bala)

yang dilakukan dengan cara; (a) para parogo pilihan, yang

dipandang mampu untuk melakukan upacara ritual

Page 51: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 43

tersebut didatangkan lebih dahulu di pendopo palangan,

untuk mendapatkan petunjuk dari eyang palang; (b) para

parogo mulai lelampah menurut petunjuk yang telah

ditentukan; (c) pada malam yang telah ditentukan, yaitu

malam jumat legi, semua parogo berkumpul di pendopo

mengadakan selamatan untuk memohon berkah kepada

Tuhan Yang Maha Esa atas telah terjadinya perbuatan

gendruwo; dan (d) saat tepat tengah malam dengan iringan

mantra dan puji-pujian, diberangkatkanlah serombongan

prosesi ritual pengusiran pagebluk itu di pendopo dalem

palangan, berjalan pelan-pelan menyusuri jalan-jalan di

seluruh pelosok desa Mejayan, sampai waktu menjelang

pagi.

Kesenian Dongkrek juga memiliki nilai magis. Nilai

magisnya ditunjukkan pada prosesi ritual keliling desa ini

para parogo Dongkrek khususnya parogo gendruwon wajib

untuk tidak mengenakan busana (semua parogo terdiri dari

kaum laki-laki). Adapun aturan prosesi ritual ialah: (a) obor

terbuat dari bambu; (b) dupa yang selalu mengepulkan asap

bau kemenyan yang dibawa oleh pembaca mantra; (c)

pusaka palangan yang dibawa oleh waris terpilih di bawah

payung aAgung (pusaka palangan); (d) beberapa syarat

tolak bala yang lain, bermacam-macam tumbal dan takhir

plontang yang berisi bermacam bubur beras dan ditanam di

tempat-tempat yang telah ditentukan, seperti di perempatan

jalan, pertigaan dan di sudut-sudut desa; (e) gendruwon

dan peralatan lainnya; dan (f) para sesepuh yang gamben-

gamben (berilmu tinggi).

Page 52: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

44 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

2. Nilai moral.

Kesenian Dongkrek mengandung nilai moral

sebagaimana yang dituntut oleh nilai-nilai budaya Jawa

yang adiluhung bahwa kejahatan akan kalah dari kebaikan.

Kesenian Dongkrek menjadi tontonan dan tuntunan bagi

masyarakat dengan pesan sura dira jaya ningrat, ngasta tekad

darmastuti (setiap kejahatan pada akhirnya akan kalah juga

dengan kebaikan dan kebenaran).

3. Nilai sosial

Kesenian Dongkrek mengandung semangat keber-

samaan, kerukunan, dan kegotongroyongan. Hal tersebut

cermin dalam mengadakan pertunjukkan melibatkan para

piha dan ada upaya membangun jiwa kebersamaan dan

persatuan demi mewujudkan tujuan bersama yang

bermanfaat bagi masyarakat.

4. Nilai kepahlawanan.

Kesenian Dongkrek mengandung nilai kepahlawanan

sebagaimana yang digambarkan pada sosok eyang palang

sebagai pemeran tokoh Raden Tumenggung Prawiro-

dipoero yang berani berjuang, pantang menyerah, berjiwa

kesatria, dan rela berkurban melawan buto/gendruwo

untuk menyelamatkan rakyatnya dari bahaya dan bencana

(pageblug).

5. Nilai kepemimpinan.

Kesenian Dongkrek mengandung nilai kepemimpinan

sebagaimana terlihat pada eyang palang sebagai pemeran

Raden Tumenggung Prawirodipoero yang memimpin

Page 53: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 45

rakyat Desa Mejayan dengan arif, penuh tanggung jawab,

dan bijaksana.

6. Nilai estetika

Nilai estetika kesenian Dongkrek ditunjukan oleh

gerak tari para pemain, tata busana, tata rias, dan aransemen

musik pengiringnya yang berkolaborasi dalam kehar-

monian nan indah.

7. Nilai keadilan dalam kesenian Dongkrek terdapat pada

hakikat yang menjadi tujuan kesenian ini yakni menerapkan

keadilan dalam bermasyarakat dengan pemenuhan hak dan

kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban menurut hakikat

dan kodratnya sebagai makhluk individu, makhluk sosial,

dan makhluk Tuhan.

Page 54: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

46 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Page 55: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 47

BAB IV

POTENSI NILAI KESENIAN DONGKREK DALAM

PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha mengem-

bangkan daya-daya manusia supaya dapat membangun dirinya

dan bersama dengan sesamanya membudayakan alamnya dan

membangun masyarakat dan bangsanya. Bila dikaji lebih dalam,

maka pendidikan mengandung dua unsur pokok dari proses dasar

kehidupan sosial manusia yaitu sosialisasi dan enkulturasi. Proses

ini berupa transfer ilmu dan nilai-nilai sosial kultural pada

individu-individu sebagai anggota suatu kelompok, bukan saja

untuk pengintegrasian individu ke dalam kelompok, tapi lebih

daripada itu, sebagai bekal kekuatan untuk menghadapi masa kini

dan masa yang akan datang. Hal tersebut sejalan dengan tujuan

pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan

bertanggungjawab (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003).

Pernyataan di atas mengisyaratkan pada kita, bahwa

pendidikan seharusnya bukan hanya memfokuskan pada ranah

kognitif saja, tetapi juga ranah hati, ranah emosional, ranah religi,

serta ranah raga. Namun dalam implementasinya belajar dimaknai

secara sempit dan dangkal yaitu belajar untuk ujian, bukan ujian

untuk belajar. Ujian merupakan target dan derajat tertinggi yang

harus dikuasai dan ditempuh dengan segala cara (Al-Fandi, 2011).

Akibatnya, apresiasi outcomes (efek jangka panjang dari proses

Page 56: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

48 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

pendidikan) pendidikan terhadap keagungan nilai, keluhuran

budi, dan hati nurani menjadi tumpul.

Keberhasil-keberhasilan siswa dan mahasiswa mengukir

prestasi yang luar biasa dan membanggakan di event regional

maupun internasional terasa luntur dengan maraknya penyim-

pangan perilaku dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini, baik di

dalam maupun di luar sekolah/kampus, seperti maraknya kasus

kekerasan, pelecehan seksual, praktik korupsi dan masalah aktual

lainnya yang dilakukan oleh oknum terdidik. Sehingga tidak

berlebihan apabila banyak kalangan yang menilai jika pendidikan

yang berlangsung selama ini belum dapat membangun karakter

bangsa.

Karakter berasal dari kata charassein (bahasa Yunani) yang

artinya mengukir. Kata tersebut menunjukkan, bahwa sifat utama

karakter yaitu melekat kuat/sulit dihilangkan. Banyak pendapat

tentang pengertian karakter namun pada umumnya mengarah

pada suatu makna bahwa karakter lebih dekat dengan akhlaq,

yaitu spontanitas manusia dalam berikap atau melakukan

perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika

muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Hal ini sejalan dengan

pendapat Widodo (2011) yang menyampaikan bahwa karakter

menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Apabila

seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus tentulah

memanifestasikan karakter buruk dan sebaliknya. Karakter juga

berkaitan dengan kepribadian, seseorang disebut berkarakter mulia

apabila sesuai dengan kaidah moral (aklak mulia). Kartadinata

(2010) juga menyampaikan, bahwa karakter mencakup nilai-nilai

kerja keras, kejujuran, disiplin mutu, estetika, komitmen, dan rasa

kebangsaan yang kuat. Sedangkan Munir (2010) mendefinisikan

Page 57: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 49

karakter sebagai sebuah pola pikir, sikap, dan tindakan yang

melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit

dihilangkan. Jadi karakter pada intinya adalah watak atau tabiat.

Watak merupakan seperangkat sifat-sifat yang selalu dikagumi

sebagai tanda-tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral.

Karakter tumbuh dan perkembang seiring dengan

pertumbuhan manusia. Faktor-faktor yang dominan mem-

pengaruhi pertumbuhan karakter yaitu: gen, lingkungan,

pendidikan, teman, orang tua, dan tujuan hidup. Setiap karakter

memiliki dua sisi yang berbeda. Untuk itu karakter diilustrasikan

seperti pisau bermata dua. Mata pertama dapat mengiris sayuran

dan memotong daging, sedangkan mata yang kedua dapat melukai

wajah kita. Anak yang punya keyakinan yang tinggi akan memiliki

dua kemungkinan yang berbeda dan berlawanan. Pertama,

tumbuhnya keberanian sebagai sebuah keyakinan diri, sedangkan

yang kedua dapat menimbulkan sembrono dan kurang per-

hitungan karena terlalu yakin. Rasa takut melahirkan sikap hati-

hati dan sebaliknya sifat pengecut (Munir, 2010).

Esensi-esensi nilai yang terkandung dalam makna karakter

bangsa berakar dari agama, filosofi, dan kultur. Hal tersebut juga

ditegaskan oleh Tim Pengembang KBK Direktorat Pembelajaran

dan Kemahasiswaan Dikti Kemendiknas (2011), bahwa nilai-nilai

dasar pembentukan karakter yaitu: (1) Iman dan taqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, (2) Kebenaran, (3) Kejujuran, (4) Kebajikan,

(5) Kasih sayang, (6) Kedamaian, (7) Tanpa kekerasan, (8)

Tanggung jawab, (9) Disiplin. Peraturan Presisden Republik

Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 Pasal 3 ditegaskan bahwa karakter

bangsa perlu diperkuat dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila

dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius,

Page 58: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

50 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif mandiri, demokratis,

rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai

prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli

lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungiawab.

Nilai tersebut di atas berguna untuk mendorong dan

mengarahkan (motivasi) sikap dan perilaku dan kemampuan

manusia sesuai dengan yang diminta oleh norma dan nilai (moral).

Nilai-nilai tersebut diharapkan manusia memiliki kepatuhan pada

moral. Zuchdi (2009) menjelaskan kosepsi moralitas pada hukum

moral mengandung tiga hal penting, Pertama, bidang moralitas

berkisar pada manusia secara sukarela, Kedua, tindakan tersebut

selaras dengan keyakinan seseorang tentang kewajiban yang harus

diemban, Ketiga, kewajiban seseorang, atau apa yang benar dan

baik adalah tidak melanggar hukum secara universal.

Realisasi nilai dalam pendidikan karakter menurut

Kirschenbaum (1995) sebagai berikut

Tabel 4.1 Realisasi Nilai Dalam Pendidikan Karakter

Realisasi Nilai Pendidikan Karakter

Pengendalian diri (perasaan

dan kepercayaan)

Rasa hormat (terhadap orang

lain dan diri sendiri, menjaga

hak milik dan lingkungan

Kesadaran akan harga diri

Rasa tanggung jawab

(terpercaya, jujur, dapat

diandalkan

Kecakapan merumuskan

tujuan

Rasa kasihan (suka menolong,

bersahabat, empatik, manusiawi,

toleran)

Keterampilan berpikir kritis

dan kreatif Disiplin, tekun, rajin)

Page 59: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 51

Keterampilan membuat

keputusan nilai Loyalitas

Keterampilan

berkomunikasi Keberanian

Keterampilan sosial Etos kerja

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk

menumbuhkan karakter yang baik atau positif. Ciri-ciri karakter

yang baik dan menjadi tujuan pendidikan adalah rasa hormat,

tanggung jawab, rasa kasihan, disiplin, loyalitas, keberanian,

toleransi, keterbukaan, etos kerja, dan kepercayaan serta kecintaan

terhadap Tuhan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87

Tahun 2017 Pasal 2 menegaskan bahwa tujuan Penguatan

Pendidikan Karakter (PPK) yaitu “membangun dan membekali

Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan

jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna

menghadapi dinamika perubahan di masa depan”.

Karakater bangsa perlu diedukasi secara terus menerus guna

mewujudkan bangsa yang memiliki akhlak mulia, nilai-nilai luhur,

kearifan, dan budi pekerti. Edukasi dapat dilaksanakan melalui

penguatan nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras,

kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,

cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai,

gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan

bertanggung jawab. Dalam karakter bangsa ini posisi kualitas

keimanan sangat menentukan kualitas karakter seseorang.

Dengan pendidikan karakter diharapkan setiap dua sisi yang

melekat pada setiap karakter hanya akan tergali dan terampil

sisi positifnya saja. Sedangkan sisi negatifnya akan tumpul dan

tidak berkembang.

Page 60: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

52 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Pendidikan karakater bangsa dalam konteks ini mengarah

pada sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter yang

mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad,

serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-

nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama

manusia, lingkungan maupun bangsa, sehingga terwujud insan

kamil (Aunillah, 2011). Dengan kata lain pendidikan karakter

bangsa merupakan sebuah proses transformasi nilai-nilai

kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian

sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan agar

senantiasa berpola pikir, berpola sikap dan berpola tindakan

atau watak yang senantiasa positif.

Terbentuknya karakter seseorang selalu terkait erat

dengan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi per-

tumbuhannya. Faktor-faktor tersebut diantaranya: gen,

lingkungan, pendidikan, teman, orang tua, dan tujuan hidup.

Pernyataan ini menjelaskan, bahwa karakter dapat dibentuk.

Bila karakter dapat dibentuk tentu dapat dirubah, namun tidak

mudah/sulit. Untuk merubah karakter diperlukan terapi yang

panjang, konsistensi, biaya, waktu, pikiran, serta energi yang

sangat banyak.

Dalam pendidikan karakter bangsa diperlukan sumber

pembelajaran. Salah satu sumber pembelajarannya yaitu nilai

universal yang dapat digali dari nilai-nilai dasar budaya bangsa

(termasuk di dalamnya religi, kesenian, ilmu pengetahuan, dan

sebagainya) yang disepakati oleh para pakar. Nilai-nilai tersebut

diantaranya; jujur, disiplin, percaya diri, peduli, mandiri, gigih,

tegas, bertanggung jawab, kreatif, dan bersikap kritis. Nilai-nilai

Page 61: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 53

tersimpan dalam berbagai memori masyarakat dengan aneka

ragam wujudnya satu diantaranya kesenian Dongkrek.

Kesenian Dongkrek memiliki nilai-nilai adilihung yang

berpotensi untuk dijadikan sumber pendidikan karakter bangsa.

Nilai-nilai kesenian Dongkrek sebagaimana disampaikan pada

bab sebelumnya dapat dikaitkan dengan pembentuk karakter.

Nilai kepemimpinan dan nilai kepahlawanan dapat direfleksikan

ke arah pembangunan karakter bangsa. Fungsi ekspresi dan

instrumental dalam kesenian Dongkrek mempunyai peran yang

sangat penting dalam menumbuhkan karakter, khususnya bagi

para pemainnya. Pada pertunjukan kesenian Dongkrek, para

pemain dituntut untuk tekun berlatih, bergotong royong, saling

menghargai dan selalu menjunjung tinggi budaya. Fungsi ekspresi

menunjukkan bahwa kesenian Dongrek mempunyai peran peran

sebagai pelestari budaya, sedangkan fungsi instrumentalnya

kesenian Dongkrek sebagai penyampai pesan yang terkait dengan

kebajikan dan pesan moral yang baik lainnya.

Page 62: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

54 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Page 63: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 55

BAB V

UPAYA INTERNALISASI NILAI KESENIAN DONGKREK

GUNA MEMPERKOKOH KETAHANAN BUDAYA

Nilai-nilai adiluhung (bermutu/keutamaan) kesenian

Dongkrek perlu diinternalisasi, dienkulturasi, dan disosialisasikan

agar warga masyarakat memahami dan menjadikannya sebagai

sumber edukasi, inspirasi, dan sumber kesadaran dan jatidirinya

tetap terjaga dalam interaksinya dengan budaya dari luar maka

dilakukan berbagai upaya internalisasinya, yaitu:

1. Menjadikan kesenian Dongkrek sebagai sumber pembelajaran

dalam kegiatan intrakurikuler mata pelajaran seni budaya dan

IPS di sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas.

Contohnya para guru mata pelajaran Seni Budaya kelas X SMA

di Kabupaten Madiun menggunakan kesenian Dongkrek

sebagai materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi inti

2.1 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,

tanggung jawab, peduli, gotong royong, kerjasama, toleran,

damai, santun, responsif dan proaktif, dan menunjukkan sikap

sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam

berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dalam

pergaulan dunia

2. Menjadikan kesenian Dongkrek sebagai kegiatan ekstra-

kurikuler wajib bagi siswa sekolah dasar dan sekolah menengah

pertama di Kabupaten Madiun. Untuk sekolah menengah atas

walaupun tidak diwajibkan tidak sedikit yang menjadikan

kesenian Dongkrek sebagai kegiatan ekstrakurikuler.

Pemerintah melalui Sub Dinas Kebudayaan yang sekarang

berubah menjadi Bidang Kebudayaan menjadikan kesenian

Page 64: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

56 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Dongkrek sebagai program unggulan setiap Cabang Dinas/UPT

TK SD, SMP harus mempunyai 1 (satu) group dongkrek.

Program ini ditunjang pemberian bantuan peralatan dongkrek

di sekolah-sekolah mulai SD sampai SMP serta peningkatan

kualitas dongkrek melalui festival dongkrek pelajar dan

pengiriman group dongkrek pada misi kesenian daerah

Kabupaten Madiun di tingkat regional maupun nasional. Selain

itu, untuk peningkatan kualitas pembina seni dongkrek telah

dilaksanakan pelatihan guru kesenian.

Gambar 5.1 Siswa SMPN 1 Dolopo Latihan Seni Dongkrek

3. Mengadakan festival kesenian Dongkrek. Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Madiun menyelenggarakan festival

kesenian Dongkrek tahunan secara rutin untuk pelajar SD, SMP,

SMA dan SMK. Waktu pelaksanakaan biasanya diintegrasikan

Page 65: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 57

dalam kegiatan memperingati hari jadi Kabupaten Madiun yang

jatuh pada bulan Juli (18 Juli 1568).

Gambar 5.2 Grup Dongkrek SMA Negeri Saradan dalam Lomba

(Festival) Seni Tradisi-Dongkrek

4. Memberi perlindungan hukum. Untuk memperkuat eksistansi

atau posisi hukumnya, kesenian Dongkrek diusulkan sebagai

kesenian khas Kabupaten Madiun. Hal ini ditetapkan dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Madiun Nomor:

188.45/677/KPTS/402.031/2009 Tentang Penetapan Kesenian

Dongkrek sebagai Kesenian Khas dan aset Wisata Budaya

Kabupaten Madiun.

5. Mengenalkan dan menumbuhkan minat baca untuk segala usia

dengan menerbitkan buku kesenian Dongkrek dalam bentuk

teks, cerita bergambar, pop-up dan sejenisnya. Contohnya buku

Dongkrek, Upacara Mengusir Pageblug karya Setia dan Pawon Art

(2015).

Page 66: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

58 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Gambar 5.3 Contoh Buku Bacaan Tentang Dongkrek (Karya

Fitriandhita dan Tim Direktorat Kepercayaan

terhadap TYE dan Tradisi Direktorat Jenderal

Page 67: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 59

Kebudayaan Kemendikbud

6. Mempromosikan melalui souvenir (merchandise) seperti kaos

dan replika personil kesenian Dongkrek. Hal ini seperti yang

dilakukan Andri Suwito (45 tahun) perajin dan seniman

Dongrek dari Sumberning Balerejo Madiun. Contohnya seperti

di bawah ini

Gambar 5.4 Kaos Bermotif Kesenian Dongkrek

Page 68: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

60 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Gambar 5.5 Seorang sekaligus seniman Topeng Dongkrek,

Andri Suwito (44) warga Desa Sumberbening,

Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun, Jawa

Timur, membuat replika penari Dongkrek

7. Memodifikasi baik kostum, musik pengiring dan lagu-lagu yang

didendangkan. Contohnya modifikasi yang dilakukan oleh

Grup Seni Dongkrek Condro Budoyo. Pada unsur penari yang

semula terdiri dari tiga atau empat orang dikembangkan

menjadi delapan orang. Satu penari buto sekarang menjadi

empat penari, dan kadang ditambah dengan penari anak- anak.

Penari dewasa dan dua wanita tetap seperti aslinya. Penari dan

pemusik kesenian ini pun berkembang dan membutuhkan

sekitar 20-25 pemain pada setiap penampilan. Selain itu,

kesenian ini juga kadang dimodifikasi dengan seni Barongsai

asal negara Tiongkok serta dicampur dengan kesenian Reog

Ponorogo. Alunan musiknya juga sesekali dicampur dengan

keroncong dangdut dan campursari. Andri Suwito, pimpinan

menjelaskan tambahan penari dan alunan musik yang

Page 69: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 61

disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman

diperlukan untuk mengembangkan seni Dongkrek. Modifikasi

ini dilakukan semata-mata untuk menyesuaikan diri dengan

kebutuhan masyarakat kekinian.

Modifikasi juga dilakukan oleh grup-grup seni Dongkrek

lainnya seperti grup kesenian Dongkrek Desa Kare Kecamatan

Kare yang tampak pada gambar di bawah ini

Gambar 5.6 Modifikasi Grup Seni Dongkrek Desa Kare

Upaya ini menimbulkan kontroversi. Satu pihak setuju dengan

pembaharuan walaupun harus jebol pakem dengan

mengutamakan hiburannya semata guna menarik minat

terlebih dahulu. Mereka beranggapan Dongkrek harus mampu

bersaing dengan kesenian populer dan kesenian asing lainnya.

Ternyata berhasil, banyak pihak yang mengundang group

kesenian Dongkrek untuk acara hajatan rumah tangga, instansi

dan pemerintah tapi disisi yang lain tidak sedikit penonton

hanya senang pada unsur hiburannya dan tidak begitu paham

Page 70: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

62 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

tentang subtansinya, walaupun begitu upaya itu sudah

mengorbankan seni keindahan Dongkrek. Di pihak lain,

terutama mereka yang mempertahankan pakem beranggapan,

bahwa upaya-upaya di atas merusak seni keindahan Dongkrek

yang penuh dengan hal-hal yang bersifat magis religius yang

patut dijadikan tuntunan hidup. Jadi Dongkrek bukan sekadar

tontonan atau hiburan belaka.

Upaya internalisasi nilai kesenian Dongkrek juga dilakukan

oleh berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat, seniman, dan

pemerhati serta penggiat kesenian Dongkrek. Namun demikian

masih perlu upaya internalisasi yang lebih kreatif dan adaptif

dengan dinamika jaman, misalnya dengan melakukan upaya-

upaya sebagai berikut:

1. Membuat film kartun berseri tentang kesenian Dongkrek yang

dapat diputar di televisi, komputer, dan media sosial lainnya.

2. Meningkatkan stasiun radio, televisi, dan media komunikasi

lainnya guna menyiarkan dan frekuensi siarannya, serta

mengadakan dialog tentang perdongkrekan.

3. Meningkatkan cakrawala para seniman Dongkrek terhadap

masalah-masalah kenegaraan, sosial, ekonomi dan sebagainya

sehingga dalam memodifikasinya tetap menjaga nilai-nilainya

dan menjadi lebih hidup.

4. Pemerintah baik pusat maupun daerah hendaknya

meningkatkan perhatiannya terutama soal pendanaan dan

publikasinya.

Page 71: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 63

BAB VI

PENUTUP

Kesenian Dongkrek memiliki nilai-nilai adiluhung yaitu

kerohanian, spirituan, sosial, kepahlawanan, kepemimpinan, dan

estetika. Nilai-nilai adiluhung kesenian Dongkrek memiliki

potensi sebagai sumber memperkokoh ketahanan budaya. Oleh

karena perlu diinternalisasi kepada generasi penerus agar

menghayati dan mengamalkan nilai-nilai budaya bangsa, serta

menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai

permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan

lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri

sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

Page 72: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

64 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Page 73: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 65

DAFTAR PUSTAKA

Abercrombie, N. dkk. (2010). Kamus Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Al-Fandi, H. (2011). Desain Pembelajaran yang Demokratis dan

Humanis. Sleman Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Aunillah, N.I. (2011). Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di

Sekolah. Jakarta: Transmedia.

Hanif, M. (2016). Kesenian Dongkrek (Studi Nilai Budaya dan

Potensinya Sebagai Sumber Pendidikan Karakter), Gulawentah

Jurnal Studi Sosial, 1(2),132-141.

Hanif, M., Hartono, Y. Anjar, A.W. (2018). Panduan Pelaksanaan

Model Nampe, Menginternalisasi Nilai Kesenian Dongkrek Guna

Meningkatkan Ketahanan Budaya Siswa SMA. Yogyakarta:

Deepublish.

Hardiman, F. B. (2003). Melampaui Positivisme dan Modernitas.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hastrup, K. dan Hervik, P. (eds). (1994). Social Experience and

Anthropological Knowledge. London: Routledgeng.

Hatta, M.F. (2010) Membangun Ketahanan Bangsa. Melalui

Kesenian. www.bappenas.go.id/index.php/download_ file.

Hoebel, A. (1958). The Law Primitive Man. London: McGraw Hill

Book Company.

Jaecken M.P. (2011). Seni Dongkrek Kecamatan Mejayan Kabupaten

Madiun Tahun 1965–1981. Laporan Hasil Penelitian. Surakarta:

UNS

Johnson. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta:

Gramedia.

Page 74: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

66 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Kaplan, D., dan Manners,R.A. (2012). Teori Budaya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Kartadinata, S. (2010). Mencari Bentuk Pendidikan Karakter Bangsa

(makalah). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Kurikulum

SMA. Jakarta: Kemendikbud.

Kirschenbaum, H. (1995). 100 Ways to Enhanve Values and Morality

in Schools and Youth Setting. Boston: Allyn and Bacon.

Koetjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (Edisi Revisi

2009). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kurniawan, S. (2013). Pendidikan Karakter Konsepsi dan Implemen-

tasinya Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah,

Perguruan Tinggi, dan Masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media.

Kutanegara, P.M. dkk. (2012). Revitalisasi Kesenian Dongkrek dalam

Rangka Ketahanan Budaya Lokal: Studi Kesenian Dongkrek Desa

Mejayan Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun. Yogyakarta:

Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Daerah Istimewa

Yogyakarta dan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah

Mada.

Lickona, T. (2007). Journal article by Thomas Lickona; Phi Delta

Kappan.

Manan, M.A. dan Lan, T.J. (2011). Nasionalisme dan Ketahanan

Budaya Indonesia: Sebuah Pengantar, dalam Nasionalisme dan

Ketahanan Budaya di Indonesia Sebuah Tantangan. Jakarta: LIPI

Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Marzali, Amri. (2009). Antropologi dan Pembangunan Indonesia.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Page 75: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 67

Milyartini,R dan Alwasila A.C. (2012). Saung Angkung Udjo

Sebuah Metode Tranformasi Nilai Budaya Melalui

Pembinaan Seni Untuk Membangun Ketahanan Budaya

dalam Jurnal Integritas UPI Bandung, 1(1).

Muhaimin. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Media Citra.

Munawaroh, S. (2013). Upacara Adat Nyanggring di Tlemang

Lamongan Sebagai Wahana Ketahanan Budaya. Jantra Jurnal

Sejarah dan Budaya, 8(2).

Munir, A. (2010). Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Anak

Sejak dari Rumah. Sleman Yogyakarta: Pedagogia.

Oliha, Josephine dan Audu, Vivian I. (2015). Effectiveness of Value

Clarification and Sel-Management Techniques in Reducing Drpout

Tendency Among Scondary Schools Students in Edo State.

European of Educational and Development Psycology. 3(1)

Peraturan Presiden Repulik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017

Tentang Penguatan Pendidikan Karakter

Pretisa, G. dan Susetyo, B. (2013). Bentuk Pertunjukan dan Nilai

Estetis Kesenian Tradisional Terbang Kencer Baitussolikhin.

Jurnal Seni Musik 2 (2) Tahun 2013. Semarang: Unnes.

Rai, R. (2014). Comparative Effectiveness of Value Clarification

and Role Playing Value Development Models for Selected

Values for Primary School Students IOSR Journal Of Humanities

And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 19, Issue 1, Ver. I (Jan.

2014), PP 28-34

Sanjaya, W. (2005). Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup (Kencana).

Santrock, J. W. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Page 76: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

68 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Scott, J. (2012). Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok Dalam Sosiologi

(terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Setia, B. (2015). Dongkrek Upacara Mengusir Pageblug. Jakarta:

Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi

Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan

Shaver, J.P., dan Strong, W. (1982). Facing Value Decisions Rationale-

Building For Teachers. New York: Teachers College.

Siswandi, A. N. (2009). Model VCT: Landasan Teori, Kerangka

Berpikir dan Hipotesis. Tersedia pada

http://nazwadzulfa.wordpress.com/ 2009/11/14/ model-vct-

landasan-teori-kerangka-berpikir-dan-hipotesis/. (diakses

pada 2 Maret 2017.

Soekanto, S., dan Sulistyowati, B. (2014). Sosiologi Suatu Pengantar,

edisi revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Suryani, N. (2013). Pengembangan Model Internalisasi Nilai

Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Value

Clarification Technique, dalam Jurnal Paramita, 23 (2).

Sutiyono. (2012). Paradigma Pendidikan Seni di Indonesia.

Yogyakarta: UNY Press.

Taniredja,T,dkk. (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif.

Bandung: Alfabeta.

Tim Pengembangan KBK-Direktorat Pembelajaran dan

Kemahasiswaan Dikti Kemendiknas. 2011. Kurikulum

Pendidikan Karakter (moduli workshop Pengembangan KBK PT

di Surabaya, 8-10 Juni 2011).

Trisakti. (2015). A Study of The Form Fungtion an Symbolic Meaning

of Traditional Art Performances in East Java Indonesia International

Page 77: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 69

Journal of Multidiciplinary Educational Research. ISSN : 2277-7881;

Impact Factor - 2.972; IC Value:5.16 Volume 4, Issue 2(4),

February 2015

Uhi, J.A. (2016). Filsafat Kebudayaan, Konstruksi Pemikiran Cornelis

Anthonie van Peursen dan Catatan Reflektifnya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017

tentang Pemajuan Kebudayaan

Wahyuningsih, S., dkk. (2012) Revitalisasi Seni Pertunjukan

Dongkrek sebagai Upaya Penguatan Identitas Daerah dan

Pengembangan Aset Wisata Budaya di Kabupaten Madiun Jawa

Timur. Laporan Hasil Penelitian. Surakarta: UNS

Widodo. (2011). Optimalisasi Pemanfaatan Nilai-nilai Kearifan Lokal

dalam Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia. Bangsa (makalah

disampaikan pada seminar nasional dalam rangka Dies

Natalis IKIP PGRI Madiun tanggal 28 Mei 2011).

Widyananda. (2015). Perancangan Buku Ilustrasi Kesenian

Dongkrek Madiun, dalam Saraswati, Jurnal Desain Komunikasi

Sosial. ISI Yogyakarta.

http://journal.isi.ac.id/index.php/saraswati/article/view/1086

Widyaningsih, Zamroni, dan Zuchdi. (2014). Internalisasi dan

Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter Pada Siswa SMP dalam

Perspektif Fenomenologis (Studi Kasus Di SMP 2 Bantul).

Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, 2(2).

Page 78: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

70 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Wiradimadja, A. (2016). Penerapan VCT Model Role Playing

dalam Matapelajaran IPS Untuk Menekan Perilaku Bullying

Siswa di SMP Negeri 4 Bandung, dalam Jurnal Pendidikan Ilmu

Sosial Universitas Pendidikan Indonesi. 25(2).

Zuchdi, D. (2009). Humanisasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Page 79: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 71

GLOSARIUM

Abdi dalem : pegawai, karyawan

Adilihung : tinggi mutunya, keutamaan.

Ayu : cantik

Buto : raksasa.

Dupa : material yang berbau wangi, contohnya

kemenyan

Gayut : berpaut, bergantung, berhubungan

Genderuwo : sejenis bangsa jin atau makhluk halus yang

berwujud manusia mirip kera yang bertubuh

besar dan kekar dengan warna kulit hitam

kemerahan, tubuhnya ditutupi rambut lebat

yang tumbuh di sekujur tubuh.

Genjer : daun atau sayuran yang biasa dimakan oleh

rakyat Indonesia di Banyuwangi sebagai

makanan sehari-hari. Saking miskinnya pada

masa itu, mereka tidak mampu membeli

daging, jadi hanya daun genjer yang dilahap

sebagai kudapan utama. Daun genjer ini

sebenarnya adalah makanan untuk hewan

ternak dan pada awalnya dianggap sebagai

hama. Namun, karena tak punya pilihan

akhirnya hanya daun genjer yang bisa

disantap.

Genjer-genjer : Lagu ditulis oleh Muhammad Arief, seorang

seniman Banyuwangi untuk menyampaikan

kondisi rakyat Banyuwangi yang miskin dan

menyedihkan ketika dijajah oleh Jepang.

Page 80: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

72 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Lagu ini digunakan PKI untuk menarik

simpati warga masyarakat bergabung

bersamanya.

Harkat manusia : nilai manusia sebagai mahluk Tuhan YME,

yang dibekali daya cipta, rasa, dan karsa

serta hak - hak dan kewajiban asasi manusia.

Ijo : hijau.

Ireng : hitam.

Kidul : selatan.

Lor : utara

Luntur : berubah atau hilang.

Madiun Affair : peristiwa pemberontakan PKI di Madiun

tahun 1948

Magis religius : hubungan antara kekuatan gaib yang

dikaitkan dalam sebuah sistem kepercayaan

yang dianut.

Martabat : tingkatan harkat kemanusiaan dan

kedudukan yang terhormat.

Nilai : sesuatu yang berharga, berguna yang

memperkaya batin dan menyadarkan

manusia akan harkat dan martabatnya.

Paceklik : musim kekurangan bahan makanan.

Pageblug : musim datangnya wabah penyakit

mematikan yang melanda suatu desa atau

wilayah.

Pamungkas : yang terakhir, penutup.

Paraga : orang yang memimpin cerita; tokoh.

Pendopo : bangunan yang luas terbuka (tanpa batas

atau sekat).

Page 81: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 73

Perot : mulutnya pencong/miring.

Pop-up : jendela iklan yang biasanya muncul tiba-tiba

jika mengunjungi suatu halaman web.

Biasanya iklan ini tidak diperlukan dan

harus disingkirkan agar tidak mengganggu

proses berselancar di web.

R.M.T : Raden Mas Tumenggung, gelar bangsawan

Jawa yang diperuntukkan bagi para pegawai

keraton

Roro : gelar resmi atau sebutan bagi cucu

perempuan dari bangsawan dari keturunan

para raja.

Semedi : meditasi; memusatkan pikiran dan perasaan

untuk mencapai suatu; bertafakur.

Tolak bala : enangkal bencana (bahaya, penyakit, dsb)

Wewe : hantu perempuan

Page 82: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

74 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Page 83: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 75

INDEKS

A Abdi dalem, 68 Adilihung, 68 Ayu, 28, 33, 38, 43, 68

B Buto, 68

D Dupa, 68

G Gayut, 68 Genderuwo, 34, 35, 68 Genjer, 68 Genjer-genjer, 68

H Harkat manusia, 69

I Ijo, 34, 69 Ireng, 34, 69

K Kidul, 69

L Lor, 69 Luntur, 69

M Madiun Affair, 31, 69 Magis religius, 69 Martabat, 69

N Nilai, ii, iv, vii, 11, 16, 17, 19, 24, 25,

26, 43, 44, 45, 46, 51, 53, 55, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 69, 73, 75

P Paceklik, 69 Pageblug, 57, 65, 69 Pamungkas, 37, 69 Paraga, 69 Pendopo, 69 Perot, 34, 38, 43, 69

R R.M.T, 27, 70 Roro, 27, 33, 34, 38, 43, 70

S Semedi, 70

T Tolak bala, 70

W Wewe, 27, 34,

Page 84: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

76 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Page 85: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 77

BIODATA PENULIS

MUHAMMAD HANIF lahir di

Ponorogo, 27 Desember 1967. Pendidikan

S.1 diselesaikan di Jurusan Pendidikan

Sejarah Universitas Udayana Bali (1992),

S.2 di Prodi Manajemen Universitas

Satyagama Jakarta (1999) dan Prodi PIPS

UPY (2010), serta S.3 di Prodi Ilmu Sosial

Universitas Merdeka Malang (2014).

Dosen Kopertis Wilayah VII Jawa Timur ini dipekerjakan di

Universitas PGRI Madiun (sejak tahun 1992). Saat ini penulis

menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Program Pascasarjana Universitas PGRI

Madiun (2017-2021). Untuk kepentingan akademis, penulis dapat

dihubungi melalui emal: [email protected].

Karya-karya tulisnya telah dipublikasikan di berbagai jurnal

ilmiah dan buku ber-ISBN. Karya tulis yang dipublikasikan dalam

jurna ilmiah diantaranya; Kearifan Masyarakat Lokal Dalam

Menyikapi Warga Retardasi Mental (Studi Kasus di Kampung Idiot

Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo) (Jurnal

Sodality IPB, Vol.04 No.03), Kesenian Dongkrek (Studi Nilai Budaya

dan Potensinya Sebagai Sumber Pendidikan Karakter) (Gulawentah,

Jurnal Studi Sosial, Vol.1 No.2, 2016), Makna Simbolik Tari Pentul

Melikan di Tempuran Paron Ngawi (Gulawentah, Jurnal Studi Sosial,

Vol.2 No.1, 2017), Kesenian Ledug Kabupaten Magetan (Studi Nilai

Simbolik dan Sumber Ketahanan Budaya) (Gulawentah, Jurnal Studi

Sosial, Vol.2 No.2, 2017), Social Community Behavior Toward

Residents With Mental Retardation At "Idiot Village" Sidoharjo Jambon

Page 86: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

78 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

Ponorogo (IOSR-Journal Of Humanities And Social Science, Vol. 22,

Ver. 8, 2017). Sedangkan karyanya dalam bentuk antara lain;

Meneropong Kampung Idiot: Perilaku Sosial Terhadap Warga Retardasi

Mental Sidoharjo & Krebet (Institut Press. 2014), Panduan

Pembedayaan Warga Retardasi Mental Kampung Idiot Sidoharjo Jambon

Ponorogo (Institut Press, 2015), Asanti Emotan, Model Pembedayaan

Warga Retardasi Mental Kampung Idiot Sidoharjo Jambon Ponorogo

(Ombak Yogyakarta, 2016).

Page 87: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 79

YUDI HARTONO lahir di Cilacap, 22

Desember 1972. Menyelesaikan pendidikan

S.1 di Prodi P. Sejarah UNS Surakarta (1997),

S.2. Prodi P. Sejarah UNS Surakarta (2003).

Penulis bertugas sebagai dosen dan sekaligus

sebagai sekretaris Prodi Pendidikan Sejarah

FKIP Universitas PGRI Madiun (2017-2021)

dengan jabatan fungsional Lektor.

Kini penulis menempuh studi S.3 Ilmu Pendidikan UNS

Surakarta. Untuk kepentingan akademis, penulis dapat dihubungi

melalui email [email protected].

Karya tulis ilmiah telah diterbitkan di berbagai media, baik

dalam wujud artikel ilmiah maupun buku. Karya ilmiah yang

dihasilkannya dalam bentuk buku diantaranya; Agama dan Relasi

Sosial Menggali Kearifan Dialog (2002), Pengantar Antropologi (2007),

Ilmu Sosial Budaya Dasar (2008), Pendidikan Demokrasi dan Hak Asasi

Manusia di Perguruan Tinggi (2008), Konsep Dasar dan Pengembangan

Pendidikan IPS (2009), Pendidikan Lintas Budaya (2012).

Page 88: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

80 Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo

ANJAR MUKTI WIBOWO lahir di

Magetan, 9 Januari 1977. Menyelesaikan

pendidikan S1 di Jurusan Seni Rupa Sekolah

Tinggi Seni Rupa Surakarta (2004), S1 di

Prodi P. Sejarah IKIP PGRI MADIUN (2009),

dan S2 Prodi Pendidikan Sejarah Universitas

Sebelas Maret Surakarta (2014).

Saat ini penulis bertugas sebagai Dosen Prodi Pendidikan Sejarah

FKIP Universitas PGRI Madiun.

Untuk kepentingan akademis, yang bersangkutan dapat

dihubungi melalui email: [email protected].

Beberapa karya ilmiah yang dihasilkan oleh penulis antara

lain yaitu Pemanfaatan Situs Sejarah Lokal Madiun Sebagai Sumber

Pembelajaran (2015), Penerapan Teknik Ukir Motif Pring Sedapur Pada

Sangkar Burung Untuk Meningkatkan Nilai Jual Produk Pengrajin

Sangkar Di Kabupaten Magetan (2016), Peran Perempuan Kapuk

Dalam Perekonomian Suku Samin Tapelan Sebagai Sumber

Pembelajaran Sejarah Lokal SMA Di Kabupaten Bojonegoro (2017).

Page 89: Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya fileiv Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo dijadikan

Kesenian Dongkrek : Internalisasi Nilai dan Ketahanan Budaya

Muhammad Hanif, Yudi Hartanto, Anjar Mukti Wibowo 81