makalah kesenian

26
Bab I endahuluan Latar Belakang Masalah Media massa adalah sebuah bentuk sistem komunikasi dalam masyarakat. Saat ini media massa berperan penting dalam proses penyampaian informasi bagi masyarakat. Perkembangan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat juga semakin banyak. Sistem informasi menjadi semakin penting posisinya dalam masyarakat. Hal ini menyebabkan semakin pentingnya juga media massa. Media massa dalam menyampaikan informasi berpengaruh sangat besar bagi masyarakat baik secara sosial maupun budaya. Penyampaian informasi oleh media massa dapat muncul dalam bentuk berita. Perkembangan pada bidang teknologi juga mempengaruhi proses penyampaian informasi. Penemuan media-media baru menyebabkan banyak dampak bagi dunia komunikasi dan

Upload: heck-zeni

Post on 19-Jun-2015

1.806 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kesenian

Bab I

endahuluan

Latar Belakang Masalah

Media massa adalah sebuah bentuk sistem komunikasi dalam masyarakat. Saat

ini media massa berperan penting dalam proses penyampaian informasi bagi

masyarakat. Perkembangan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan

berbagai informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat juga semakin banyak.

Sistem informasi menjadi semakin penting posisinya dalam masyarakat. Hal ini

menyebabkan semakin pentingnya juga media massa.

Media massa dalam menyampaikan informasi berpengaruh sangat besar bagi

masyarakat baik secara sosial maupun budaya. Penyampaian informasi oleh media

massa dapat muncul dalam bentuk berita. Perkembangan pada bidang teknologi

juga mempengaruhi proses penyampaian informasi. Penemuan media-media baru

menyebabkan banyak dampak bagi dunia komunikasi dan kehidupan sosial

masyarakat. Pemberitaan media massa sedikit banyak mempengaruhi masyarakat

yang menerima informasi tersebut.

Pemberitaan mengenai kenakalan yang dilakukan oleh anak pengikut subkultur

punk sering mengidentifikasikan mereka sebagai “anak punk”, “Punkers” atau

“remaja punk”. Sebutan “anak punk” menunjukkan pengkaitan identitas subkultur

anak dengan perilakunya. Pemberitaan semacam ini dapat menyebabkan

terbangunnya pandangan masyarakat tentang perilaku subkultur. Hal ini pada

Page 2: Makalah Kesenian

akhirnya dapat berlanjut ke bentuk-bentuk prasangka terhadap mereka yang

termasuk dalam suatu subkultur tertentu.

Subkultur Punk muncul sekitar tahun 1970 an di Inggris. Punk mulai populer

setelah munculnya grup-grup band Sex Pistol, Velvet Underground, The

Ramones, dan lainnya. Grup-grup musik ini menjadi suatu cambuk dalam memicu

munculnya suatu gaya hidup Punk di kalangan anak-anak muda saat itu.

Munculnya Punk didasari atas semangat pemberontakan terhadap segala bentuk

kemapaman dalam masyarakat. Semangat ini berasal dari komunitas anak-anak

muda kulit putih kelas pekerja di London. Mereka adalah kelompok marginal

dalam masyarakatnya, dan tentunya sering menghadapi tekanan persoalan sosial

dan ekonomi. Anak-anak muda ini telah mencapai titik jenuh sekaligus pesimis

terhadap kehidupannya. Dari keadaan itu maka mereka memulai suatu gaya hidup

baru yang berbeda dari kehidupan yang pada saat itu dianggap mapan, (saat itu

Inggris sedang dalam masa industrialisasi modern).

Gaya hidup ini menimbulkan suatu bentuk kebudayaan sendiri yang berbeda

dengan masyarakat umum. Perbedaan ini menjadikan Punk sebuah subkultur

dalam masyarakat. Dengan gaya hidup, cara berpakaian, aliran musik, ideologi

dan berbagai hal lainnya yang berbeda dari masyarakat umum semakin

menguatkan eksistensi subkultur Punk dalam Masyarakat. Gaya berpakaiannya

yang sangat khas menjadi suatu ciri tersendiri dari budaya Punk. Dengan

menggunakan apa saja yang ingin digunakan dalam berpakaian bahkan yang tidak

lazim seperti penggunaan rantai, peniti, dan barang-barang lainnya yang bagi

masyarakat umum tidak lazim digunakan dalam berpakaian. Pennggunaan make

Page 3: Makalah Kesenian

up oleh pria dan berbagai hal lain dalam berpenampilan menjadikan budaya Punk

benar-benar ingin berbeda dari masyarakat umum yang pada saat munculnya

punk, adalah masyarakat yang memuja kemapanan.

Punk mulai masuk ke Indonesia sekitar akhir 1970 an. Masuknya gaya hidup punk

ke Indonesia diawali pula oleh masuknya musik-musik beraliran Punk ke

Indonesia namun perkembangannya tidak sepesat di negeri asalnya. Punk di

Indonesia pada awalnya hanyalah sebuah komunitas kecil yang tidak terang-

terangan menunjukkan gaya hidup Punk. Kemudian anak-anak muda mulai

meniru gaya berpakaian dan mulai memahami ideologi dan akhirnya menjadikan

Punk sebagai gaya hidupnya. Pada perkembangannya baik di negeri asalnya

maupun di Indonesia, Komunitas Punk telah mempunyai suatu subkultur

tersendiri yang diakui masyarakat dan terkadang dianggap menyimpang. Punk

juga telah semakin populer dengan timbulnya Punk sebagai suatu Trend.

Contohnya ialah dalam dunia Fashion gaya berpakaian Punk menjadi trend

fashion masyarakat umum.

Punk sebagai bentuk subkultur seperti telah dijelaskan sebelumnya, tentu

memiliki nilai-nilai yang bersifat bertentangan karena subkultur ini muncul

sebagai bentuk counter culture dari sistem sosial budaya arus utama (mainstream).

Yang dimaksud dengan arus utama (mainstream) adalah pola sosial yang dominan

dan konvensional. Perbedaan ini dapat menimbulkan anggapan menyimpang dari

masyarakat tentang subkultur punk.

Page 4: Makalah Kesenian

Permasalahan

Prasangka yang muncul di masyarakat terhadap suatu subkultur dapat berujung

pada munculnya konflik di masyarakat. Subkultur punk sebagai bentuk subkultur

pemuda (youth) banyak didalamnya yang berusia anak. Pemberitaan tentang

kenakalan anak yang dilakukan oleh anak yang tergabung dalam subkultur punk

dan dengan menyebutkan identitas mereka sebagai “anak punk” dapat

menyebabkan timbulnya prasangka pada masyarakat tentang “anak-anak punk”

lainnya.

Kerangka Pemikiran

Punk didefinisikan oleh O’Hara (1999) dalam tiga bentuk. Pertama, punk

sebagai trend remaja dalam fashion dan musik. Kedua, punk sebagai keberanian

memberontak dan melakukan perubahan. Terakhir, punk sebagai bentuk

perlawanan yang “hebat” karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas, dan

kebudayaan sendiri. Definisi pertama adalah definisi yang paling umum

digambarkan oleh media. Tapi justru yang paling tidak akurat karena cuma

menggambarkan kesannya saja.

Penyebaran budaya punk tidak lepas dari adanya peran dari media yang dapat

menyebarluaskan jenis musik ini yang mendorong anak-anak muda untuk

mengikuti gaya hidup yang disajikan dalam musik Punk tersebut. Maka dapat

dikatakan mereka yang bergaya hidup dan berbudaya Punk mengimitasi suatu

bentuk gaya hidup dan budaya yang diterimanya melalui musik yang mereka

dengarkan. Suatu bentuk pembelajaran untuk bertingkah laku yang didapat ini

Page 5: Makalah Kesenian

sangat mungkin mendapat tanggapan sebagai perilaku yang menyimpang.

Peniruan ini semakin didukung dengan adanya desakan dari orang-orang lain yang

sebaya (peer group) yang juga mempunyai tingkah laku yang sama

dilingkungannya. Hal ini menimbulkan suatu bentuk Delinquency imitation model

(peniruan model kenakalan remaja)

Proses Imitasi memerlukan beberapa syarat, menurut Chorus yang dikutip oleh

Soelaiman Joesoef dan Noer Abijono (1981) syarat syarat tersebut ialah:

1. Adanya minat atau perhatian yang cukup besar terhadap apa yang akan

diimitasi

2. Ada sikap menjunjung tinggi atau mengagumi apa yang akan diimitasi

3. Tergantung pada pengertian, tingkat perkembangan serta tingkat pengetahuan

dari individu yang akan mengimitasi.

Dalam makalah ini juga dibahas mengenai media massa. Media massa

adalah industri dan teknologi komunikasi yang mencakup surat kabar, majalah,

radio, televisi, dan film. Istilah massa mengacu pada kemampuan teknologi

komunikasi untuk mengirimkan pesan melalui ruang dan waktu dan menjangkau

banyak orang.

Teori-teori Subkultur menjelaskan mengenai Bricolage yang berarti

penataan ulang dan penghadapan obyek-obyek bermakna yang sebelumnya tidak

terkait dalam rangka menghasilkan makna baru dalam konteks yang segar.

Konsep ini dapat digunakan dalam memahami subkultur punk.

Page 6: Makalah Kesenian

Namun dalam menjelaskan peran media, penjelasan Cohen dan Young terasa

lebih tepat. Mereka menempatkan liputan media pada posisi sentral dalam

penciptaan dan keberlangsungan penyimpangan subkultur pemuda. Respon

masyarakat yang akan muncul adalah kepanikan moral yang berusaha melacak

dan menghukum segala budaya pemuda yang menyimpang.

Berbagai pemikiran dan teori diatas akan digunakan dalam menjelaskan

beberapa hal yang dibahas dalam makalah ini.

]

Page 7: Makalah Kesenian

Bab II

Pembahasan

Subkultur Punk Sebagai Suatu Kenakalan Anak

Punk menjadi suatu kultur yang dianggap menyimpang dalam masyarakat.

Penilaian ini dapat terjadi berawal dari semangat memberontak dan anti

kemapanan, sedangkan kemapanan adalah hal yang menjadi tujuan hidup dalam

masyarakat industri. Pemberontakan ini mengakibatkan adanya anggapan dari

masyarakat modern yang biasanya hidup dikawasan perkotaan dan tidak lepas dari

kehidupan industrialisasi bahwa budaya Punk adalah budaya yang menyimpang.

Dari sini akan timbullah suatu bentuk delinquent subculture yang muncul di

masyarakat.

Di Jakarta Komunitas Punk terkadang di justifikasi sebagai pembuat onar

dan kekacauan seperti dalam suatu pengalaman yang dikutip dari laporan

Bisik.com tentang acara punk di Senayan ini :

“Ibu dari seorang teman saya yang kebetulan lewat jalan itu untuk suatu keperluan

bahkan sempat menelepon beberapa orang kerabat dan anaknya untuk

memberitahukan agar mereka pada hari itu menghindari areal Senayan yang

menurutnya “dipenuhi gerombolan massa anak-anak muda yang tidak jelas

juntrungannya di sana”.

Page 8: Makalah Kesenian

Namun memang tidak dipungkiri terkadang terjadi keributan dalam acara-acara

semacam ini seperti dilaporkan Bisik.com:

"melihat segala keributan dan kerusuhan remeh-temeh yang selalu terjadi di even-

even punk rock (masih ingat even STOP THE CONFLICT di Moestopo tahun lalu

? 1000 massa punks versus 3 truk tronton aparat kalap. Skor akhir : 5 anak punk

menderita luka-luka akibat berondongan pelor karet aparat)"

Dari keributan-keributan seperti itu maka akan timbul Prejudice dari

masyarakat bahwa Punk identik dengan kekerasan. Namun Kekerasan itu sendiri

ditentang oleh Punkers atau anak Punk (sebutan bagi anak-anak bergaya hidup

Punk). Bagi mereka kekerasan hanyalah suatu tindakan bodoh namun entah

mengapa selalu terjadi keributan dalam suatu event atau acara musik yang

diadakan oleh mereka.

Kekerasan yang mereka lakukan kadang muncul sebagai pengaruh

minuman keras. Minuman keras sudah tidak terlepas dari kehidupan mereka yang

sebagian besar memang peminum minuman keras.

Kekerasan dalam komunitas mereka sendiri tidak jarang terjadi.

Perkelahian antar anak Punk atau sekedar saling melakukan tindakan kekerasan

ketika mereka berjoget didepan panggung sebuah acara musik punk. Kekerasan

saat mereka menikmati musik ini seperti sudah menjadi sebuah ritual dalam

komunitas punk. Saling memukul dan saling menendang bahkan bergulat

bergulingan menjadi hal yang biasa saat mereka berjoget mengikuti irama lagu.

Hal ini mereka anggap sebagai ungkapan kebebasan. Dalam komunitas ini

Page 9: Makalah Kesenian

kekerasan tidaklah menjadi sesuatu yang anti sosial. Menurut mereka, mereka

melakukan kekerasan biasanya karena mereka diganggu lebih dahulu. Namun

mereka bukanlah sumber dari kekacauan.

Di Jakarta Komunitas Punk yang biasanya bermatapencaharian di bidang

informal. Misalnya berjualan aksesoris perlengkapan pakaian punk, kaset-kaset

punk (yang biasanya bajakan), dan usaha lainnya yang biasanya tidak jauh dari

gaya hidup mereka. Tidak sedikit juga dari mereka yang menjadi polisi cepek di

putaran-putaran jalan dan menjadi pengamen. Mereka dalam kehidupannya

sebagaimana sudut pandang mereka yang anti kemapanan maka dalam hal mata

pencaharian mereka tidak mencari untung yang sebesar-besarnya. Mereka mencari

uang hanya untuk bertahan dan menikmati hidup serta untuk memenuhi

kebutuhan kelompoknya.

Tidak jarang massa Punk menggelar aksi demonstrasi terhadap

pemerintah. Mereka terkadang membawa nama suatu partai dalam aksi-aksinya

dimana banyak massa Punk yang tergabung dalam partai politik tersebut. Punk

juga mempunyai ideologinya sendiri tentang politik. Ideologi mereka dalam

menyikapi proses politik adalah Anarki. Keanarkian ini dianggap sesuai dengan

motto Do It Yourself yang mereka anut. Keanarkian ini yang dimaksud ialah tidak

adanya pemerintahan.

Hal-hal seperti diataslah yang dapat menyebabkan suatu subkultur Punk

dinilai sebagai suatu penyimpangan oleh masyarakat umum. Tidak hanya

perorangannya namun juga kebudayaannya itu sendiri. Kebudayaan ini biasanya

Page 10: Makalah Kesenian

disosialisasikan ke anak-anak muda sekitar 12-18 tahun. Suatu bentuk kebudayaan

yang menawarkan kebebasan dan anti kemapanan yang disosialisasikan kepada

anak usia remaja akan sangat mungkin untuk diserap oleh remaja-remaja itu.

Anggota kebudayaan ini tidak selalu anak-anak muda. Tidak sedikit orang-

orang dewasa yang mungkin sudah tidak bergaya hidup punk namun masih ber

ideologi punk dan bersemangatkan sudut pandang Punk.

Dalam melihat sebuah kebudayaan kita harus melihatnya secara holistik dan

dengan menghilangkan sikap etnosentris. Kebudayaan Punk juga harus dilihat dari

sudut pandang mereka juga. Masing-masing kebudayaan mempunyai suatu nilai-

nilainya sendiri. Walaupun Punk mempunyai kebudayaan yang berbeda dari

masyarakat pada umumnya tetapi mereka tidak dapat dipisahkan sepenuhnya dari

masyarakat umumnya. Karena itulah Budaya ini menjadi suatu subkultur dalam

budaya urban industrialis.

Pengimitasian juga sangat mungkin terjadi dalam proses enkulturasi Punk

karena adanya pengidolaan bintang-bintang musik Punk yang menjadi model bagi

pengimitasi. Pengidolaan yang dialami remaja sangat mungkin menjadi sebuah

proses enkulturasi dimana remaja yang masih labil disosialisasikan suatu bentuk

budaya yang dapat diikutinya. Proses regenerasi budaya (enkulturasi) ini melalui

pembelajaran yang bersifat imitasi dari kebudayaan pendahulunya.

Pengenkulturasian ini tidak terlepas dari peran media yang mendorong terjadinya

proses enkulturasi. Selain melalui musik, proses perambatan nilai juga terjadi

melalui media lain misalnya media cetak. Sistem informasi mereka juga melalui

Page 11: Makalah Kesenian

suatu sistem yang mandiri. Mereka menerbitkan semacam media cetak dalam

bentuk buletin atau majalah independen yang dibuat dengan biaya sendiri yang

seadanya. Media cetak independen ini disebut Zine. Zine -diambil dari kata

Magazine- sebenarnya tidak hanya ada di komunitas Punk namun juga komunitas

minoritas lainnya misalnya komunitas sastra, homosexual atau hacker.

Bentuk-bentuk munculnya budaya punk dapat dilihat sebagai bentuk

bricolage yang dilakukan oleh pemuda dalam menghadapi budaya yang sudah ada

sebelumnya. Pemaknaan baru dari makna yang sudah ada sebelumnya terjadi

dalam bentuk-bentuk fashion statement. Penggunaan peniti, kalung anjing,

asesoris fetisisme dan berbagai bentuk lain juga menunjukkan pemaknaan baru

dari berbagai hal yang sudah memiliki makna sebelumnya. Bentuk-bentuk inilah

yang menjadikan punk sebagai sebuah sistem subkultur yang berbeda.

Pemberitaan Media Massa

Dalam bagian ini akan dibahas mengenai pemberitaan media massa yang

berkaitan dengan tindak kenakalan anak yang dilakukan oleh punk. Setelah

dijelaskan mengenai Subkultur Punk sebagai sebuah bentuk kenakalan anak, maka

pada bagian ini akan dibahas perihal pemberitaannya dalam media massa yang

dapat menimbulkan prasangka dan stereotipe oleh masyarakat terhadap punk.

Dalam sebuah pemberitaan di Tempo Interaktif tanggal 26 Januari 2004,

tertulis dalam judul berita “Polisi Jember Tangkap Tujuh Remaja Punk”. Dalam

kasus ini sebenarnya mereka yang ditangkap tidak melakukan tindakan melanggar

hukum pidana apapun. Mereka ditangkap karena adanya laporan warga yang

Page 12: Makalah Kesenian

merasa terganggu dengan keberadaan yang sudah dianggap meresahkan.

Penangkapan ini tidak akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini. Yang menjadi

fokus permasalahan adalah pemberitaan yang mengidentifikasikan mereka sebagai

“remaja punk”. Pengidentifikasian “remaja punk” dapat menimbulkan respon dari

masyarakat berupa anggapan bahwa perilaku setiap punk adalah suatu perilaku

yang menyimpang.

Pada kasus pemberitaan lain juga dapat dilihat contoh serupa. Dari data yang

diambil pada Liputan6.com yang merupakan situs internet dari program berita

televisi Liputan 6 di SCTV, pernah menyiarkan berita dengan headline berjudul

“Memeras, Tujuh Punkers Dicokok”. Pada pemberitaan ini bahkan wajah anak

ditampilkan dan pada pemberitaannya dijelaskan bahwa mereka adalah anak-anak

bergaya punk dengan definisi tentang rambut serta pakaian mereka. Pemberitaan

semacam ini juga dapat menimbulkan pandangan yang sama terhadap orang yang

bergaya sama.

Beberapa kasus lain yang juga serupa misalnya pemberitaan pikiranrakyat.com

yang berjudul “Polres Amankan Anak Punk”. Selain dalam headline biasanya

identitas punk juga tercantum dalam isi berita seperti terjadi dalam berita berjudul

“Seorang Pemuda Tewas dengan Jarum Suntik”. Dalam berita tersebut dijelaskan

tentang banyaknya tindikan dan gaya berpakaian pemuda tersebut yang dijelaskan

sebagai bergaya punk.

Kasus-kasus pemberitaan tersebut dapat menimbulkan reaksi dalam masyarakat

yang semakin menganggap punk sebagai sebuah penyimpangan. Reaksi yang

Page 13: Makalah Kesenian

dijelaskan oleh Cohen dan Young muncul dalam bentuk munculnya anggapan

menyimpang dari masyarakat yang semakin besar. Media massa dengan

kemampuannya menjangkau banyak orang memiliki dampak yang besar dalam

pembentukan opini. Pembentukan opini akan mendorong terbangunnya citra punk

sebagai penyimpangan. Dampak lebih lanjutnya adalah prasangka atau stereotip

terhadap mereka yang memiliki identitas punk.

Sementara itu prasangka sudah terjadi dalam masyarakat seperti diberitakan dalam

kasus yang dimuat Tempo Interaktif, bahwa beberapa punk ditangkap tanpa

tuduhan pelanggaran pidana apapun. Penangkapan dilakukan hanya berdasar

laporan warga yang menganggap perilaku mereka sudah meresahkan. Hal ini tentu

sangat disayangkan karena banyak dari mereka yang masih tergolong anak.

Media massa memerlukan upaya untuk membuat beritanya semakin menarik.

Dengan pencantuman identitas anak sebagai punk maka berita tersebut

mempunyai nilai jual yang lebih karena memiliki nilai sosial yang lebih besar

dimana muncul penampakan perbedaan nilai kultural yang terjadi dalam bentuk

subkultur punk. Keunikan punk juga menjadi nilai tambah bagi nilai jual berita

tersebut.

Page 14: Makalah Kesenian

Bab III

Kesimpulan

Punk sebagai suatu bentuk Kebudayaan tidak dapat begitu saja dianggap

sebagai suatu penyimpangan. Namun apabila kita melihat dari sudut pandang

Kriminologi maka Kebudayaan Punk dapat dikatakan sebagai suatu bentuk

penyimpangan. Bentuk penyimpangan ini dapat meliputi seluruh subkulturnya

sehingga menjadikan subkultur punk sebagai suatu penyimpangan subkultur

(delinquent Subculture). Penyimpangan ini dipelajari dan dialirkan melalui

budaya dan akibat dari suatu perbedaan kesempatan dalam meraih kesuksesan .

Penyimpangan itu sendiri terjadi akibat adanya prasangka (prejudice) dari

masyarakat umum yang menyebabkan terjadinya suatu proses labelling terhadap

subkultur Punk. Pelabelan ini juga tidak dapat disalahkan karena masyarakat

umum juga mempunyai suatu sistem nilai dan norma yang menyebabkan suatu

subkultur yang berbeda dari norma-norma itu akan dianggap menyimpang.

Penyimpangan yang terjadi lebih disebabkan adanya perbedaan nilai-nilai

budaya Punk yang berseberangan dengan budaya masyarakat umum yang lebih

dominan dalam masyarakat.

Salah satu penyebab semakin terasanya adanya penyimpangan adalah dampak

dari media massa. Dalam pemberitaan kriminal sering terjadi pengidentifikasian

pelaku kenakalan anak yang bergaya punk sebagai punk. Hal ini menumbuhkan

Page 15: Makalah Kesenian

pendangan di masyarakat bahwa subkultur punk memiliki nilai perilaku yang

termasuk nakal.

Anak seharusnya dapat dilindungi dari prasangka dan stereotip yang berkaitan

dengan subkulturnya. Pemberitaan berita kriminal yang menunjukkan identitas

punk berpotensi muncul prasangka bagi setiap anak yang bergaya punk. Sebagai

subkultur pemuda, punk memang memiliki nilai yang berbeda dengan budaya

arus utama (mainstream). Bricolage yang terjadi tidak seharusnya mengorbankan

anak sebagai korban prasangka dan stereotip. Prasangka dan stereotip dapat

menyebabkan anak berurusan dengan sistem peradilan yang sebenarnya tidak

perlu dijalani anak tersebut karena memang mereka tidak melakukan pelanggaran

apapun seperti yang terjadi dalam pemberitaan tempointeraktif.

Perbedaan nilai yang ada antara subkultur punk dengan masyarakat umum yang

berbudaya arus utama seharusnya dapat lebih diterima sebagai bentuk budaya

yang dilihat secara holistik. Dengan itu maka nilai punk yang berbeda dapat

dipahami oleh masyarakat tanpa menimbulkan konflik. Dalam hal ini kita harus

dapat menghargai budaya Punk namun kita juga harus menghargai budaya yang

berkembang dalam masyarakat luas. Media juga harus dapat menghargai

perbedaan tersebut tanpa membuat pemberitaan yang dapat memunculkan

prasangka dan stereotip terhadap punk dalam masyarakat. Kita harus bisa

meminimalisir konflik yang dapat terjadi antara masyarakat umum dan

masyarakat Punk. Masing-masing kebudayaan harus arif dalam memandang

kebudayaan lainnya.

Page 16: Makalah Kesenian

Daftar Pustaka

Barker, Chris, Cultural Studies : Teori dan Praktek, Kreasi Wacana : Yogyakarta

2004

Board Riders Magazine, ‘Dressed to Kill’ Vol. 1 Mei-Juni 2002

Fornatale, Pete, The Story of Rock ‘N’ Roll, New York: William Morrow and

Company Inc, 1987

Lull, James, Media, Komunikasi, Kebudayaan : Suatu Pendekatan Global,

Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 1997

‘Memeras, Tujuh Punkers dicokok’ http://www.liputan6.com/

view/11,113493,1,0,1133562492.html

Nitibaskara, Prof. Dr. Tubagus Ronny Rahman., Ketika Kejahatan Berdaulat,

Jakarta: Peradaban, 2001.

Pickles, Jo. 'Punks for Peace'. Inside Indonesia, 2000.

http://www.insideindonesia.org

‘Polisi Jember Tangkap Tujuh Remaja Punk’

www.tempointeractive.com/hg/nusa/ jawamadura/2004/01/26/brk,2004012649,Id.

html

Santoso, Topo. SH, MH. Dan Eva Achjani Zulfa,SH., Kriminologi, Jakarta:

Rajawali Press, 2001.

Page 17: Makalah Kesenian

Schalit, Joel. Maximum False Consciousness: The Political Economy of

American Punk. 1994. http://www.eserver.org/bs/

Sheikh Hafizur Rahman Karzon, ‘Juvenile Delinquency, An Inquiry Into The

Causes’ available at http://www.thedailystar.net/law/200308/02/

Thiya, ‘Keep Punk Alive’, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/belia/

230304/10selancar.htm

rolley Magazine, ‘Local Resistance Melawan Terhadap apa?’, Vol.2 #9 Januari

2002.

Trolley Magazine, ‘Sing the Cause’, Vol 2 #10 Maret-April 2002.

Trolley Magazine, ‘Zine’, Vol.2 #9 Januari 2002.