akuntansi pajak penghasilan - terjemahan schroeder chapter 11

41
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN Saat ini para akuntan pada umumnya telah menyepakati bahwasanya pajak penghasilan perusahaan merupakan sebuah beban. Berdasarkan GAAP saat ini, pajak penghasilan harus diperlakukan sebagai beban. Perlakuan ini sesuai dengan teori manajemen kepemilikan (proprietary theory) karena akumulasi penghasilan bagi pemilik akan dikurangi oleh kewajiban-kewajiban perusahaan ke pemerintah. Selain itu, karena pajak penghasilan tidak diakibatkan oleh transaksi-transaksi dengan pemilik, memperlakukan pajak penghasilan perusahaan sebagai beban (expense) adalah sesuai dengan definisi SFAC No. 6 mengenai penghasilan/laba komprehensif (comprehensive income). Oleh karena itu, selintas tidak terlihat ada masalah berkaitan dengan akuntansi pajak penghasilan. Namun sebaliknya, selama bertahun-tahun akuntansi pajak penghasilan merupakan sebuah topik akuntansi keuangan yang paling kontroversial. Kontroversi tersebut berpusat pada sejumlah issu mengenai pelaporan (reporting) dan pengukuran (measurement). PERSPEKTIF HISTORIS Akuntansi pajak penghasilan menjadi sebuah issu yang signifikan di tahun 1940-an ketika IRC (Internal Revenue Code) mengizinkan perusahaan-perusahaan untuk menyusutkan cost fasilitas- fasilitas darurat yang dianggap penting untuk keperluan perang selama periode enam bulan. Selama lima tahun, bisnis-bisnis bisa mengurangi laba fiskal/laba fiskal (taxable income) mereka sampai di bawah standar yang seharusnya jika didasarkan pada metode penyusutan yang diperhitungkan (sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim). Total beban penyusutan selama umur aktiva/aset untuk A Bab 11 – Akuntansi Pajak Penghasilan 27

Upload: shinichi-edogawa

Post on 04-Jul-2015

1.118 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

Saat ini para akuntan pada umumnya telah menyepakati bahwasanya pajak penghasilan

perusahaan merupakan sebuah beban. Berdasarkan GAAP saat ini, pajak penghasilan harus

diperlakukan sebagai beban. Perlakuan ini sesuai dengan teori manajemen kepemilikan

(proprietary theory) karena akumulasi penghasilan bagi pemilik akan dikurangi oleh kewajiban-

kewajiban perusahaan ke pemerintah. Selain itu, karena pajak penghasilan tidak diakibatkan oleh

transaksi-transaksi dengan pemilik, memperlakukan pajak penghasilan perusahaan sebagai beban

(expense) adalah sesuai dengan definisi SFAC No. 6 mengenai penghasilan/laba komprehensif

(comprehensive income). Oleh karena itu, selintas tidak terlihat ada masalah berkaitan dengan

akuntansi pajak penghasilan.

Namun sebaliknya, selama bertahun-tahun akuntansi pajak penghasilan merupakan

sebuah topik akuntansi keuangan yang paling kontroversial. Kontroversi tersebut berpusat pada

sejumlah issu mengenai pelaporan (reporting) dan pengukuran (measurement).

PERSPEKTIF HISTORIS

Akuntansi pajak penghasilan menjadi sebuah issu yang signifikan di tahun 1940-an ketika

IRC (Internal Revenue Code) mengizinkan perusahaan-perusahaan untuk menyusutkan cost

fasilitas-fasilitas darurat yang dianggap penting untuk keperluan perang selama periode enam

bulan. Selama lima tahun, bisnis-bisnis bisa mengurangi laba fiskal/laba fiskal (taxable income)

mereka sampai di bawah standar yang seharusnya jika didasarkan pada metode penyusutan yang

diperhitungkan (sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim). Total beban penyusutan selama

umur aktiva/aset untuk laba dalam laporan keuangan adalah sama seperti laba fiskal, tetapi

pengalokasian beban pada laba akuntansi masing-masing periode pelaporan secara signifikan

berbeda dengan alokasi laba fiskal. Sebelum dikeluarkannya peraturan IRC ini, para praktisi

akuntansi membebankan pajak penghasilan saat ia muncul per laporan pajak (tax return)

perusahaan. Beberapa akuntan berargumen bahwasanya jika penyusutan pajak yang dipercepat

diperbolehkan, maka pembebanan jumlah kewajiban pajak yang timbul pada masing-masing

periode akan berakibat ada munculnya ketidakjelasan (distorsi) dalam laporan pendapatan

periodik. Sebagai contoh, ketika laba komersial sama jumlahnya pada masing-masing periode

akuntansi, beban pajak akan berfluktuasi dan pendapatan-pendapatan yang dilaporkan tidak

dinormalisir.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 2: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

Pertanyaan awal yang timbul dengan diterapkannya pajak terhadap laba perusahaan

adalah apakah pajak-pajak penghasilan merupakan beban ataukah merupakan pendistribusian

laba perusahaan ke pemerintah. The Committee on Accounting Procedure menyelesaikan issu ini

dalam ARB No. 23, "Akuntansi Pajak Penghasilan," dengan memposisikan bahwa pajak

penghasilan merupakan suatu beban yang perlu dialokasikan ke penghasilan sebagaimana

layaknya pengalokasian beban-beban perusahaan lainnya. ARB No. 23 kemudian menjadi Bab 10,

Bagian B dari ARB No. 43, yang merupakan seperangkat prosedur-prosedur akuntansi AICPA,

dimana di dalamnya dinyatakan:

Pajak penghasilan adalah suatu beban yang perlu dialokasikan (jika diperlukan dan bisa dipraktekkan) ke penghasilan dan pos-pos lainnya, seperti layaknya pengalokasian beban-beban lain. Yang harus dicerminkan oleh laporan laba rugi … adalah beban yang bisa dialokasikan (secara tepat) pada penghasilan yang tercakup di dalam laporan laba rugi untuk tahun yang bersangkutan.

Item-item yang dilaporkan dalam laporan laba rugi memiliki konsekuensi pajak. Konsekuensi

tersebut merupakan beban dan harus diperlakukan sama seperti beban-beban lain yang

dilaporkan di dalam laporan laba rugi. Accrual accounting mengharuskan diakuinya pos-pos

penerimaan dan beban dalam periode tahun buku, tanpa melihat tanggal (waktu terjadinya) bon

dan pembayaran. Maka dari itu, pengaruh pajak terhadap transaksi-transaksi bisnis haruslah

dicatat dengan cara yang sama. Yakni, pajak penghasilan harus dialokasikan ke periode-periode

tahun buku sedemikian rupa sehingga item-item yang dilaporkan dalam laporan laba rugi cocok

dengan konsekuensi pajak mereka masing-masing. Pengalokasian pajak penghasilan ke periode-

periode akuntansi ini diistilahkan dengan interperiod tax allocation (alokasi pajak antar periode).

ARB No. 23 tidak berlaku pada kasus-kasus dimana "perbedaan di antara laporan

penerimaan pajak (tax return) dan laporan laba rugi akan terjadi berulang-ulang secara tetap di

dalam kurun waktu yang lama". Muncul perdebatan mengenai perlu tidaknya pengalokasian

konsekuensi pajak dari semua item yang memunculkan perlakuan pajak yang berbeda dengan

perlakuan akuntansi. Selain itu, ARB No. 23 tidak memberikan pedoman yang jelas mengenai

bagaimana cara mengukur suatu konsekuensi pajak tertentu secara spesifik. Sifat dari pajak

penghasilan selanjutnya dipelajari oleh APB, yang kemudian menerbitkan APB Opinion No. 11,

"Akuntansi Pajak Penghasilan." Pengumuman ini memperluas cakupan interperiod tax allocation

ke semua item yang memunculkan perbedaan pengakuan atas pendapatan dan beban di dalam

laporan laba rugi dan laporan penerimaan pajak. Pengumuman ini mengharuskan diterapkannya

deferred method, yang mengukur pengaruh konsekuensi pajak yang akan datang dengan

menggunakan tarif pajak saat ini. (yang mana merupakan pendekatan laporan laba rugi (income

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 3: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

statement approach) yang menekankan pada konsep kecocokan). Metode ini konsisten dengan

rekomendasi-rekomendasi yang digaris bawahi di dalam ARB No. 43. Namun, APB Opinion No. 11

banyak menuai kritik. Para penentangnya menyatakan bahwa dipakainya tarif pajak saat ini akan

berakibat pada nilai-nilai laporan rugi laba yang tidak merefleksikan konsekuensi pajak masa

depan dari peristiwa dan transaksi-transaksi ekonomi, karena saat konsekuensi masa depan

tersebut akhirnya terjadi, tarif pajak kemungkinan besar sudah berubah. Merespon hal ini, FASB

menerbitkan SFAS No. 96, "Akuntansi Pajak Penghasilan," yang melarang pendekatan neraca

(balance sheet approach) untuk mengalokasikan pajak penghasilan pada periode-periode

akuntansi. Tetapi SFAS No. 96 tidak berhasil membungkam kritik-kritik mengenai pelaporan pajak

penghasilan, dan beberapa ketetapan di dalamnya begitu kontroversial sehingga FASB terpaksa

menunda tanggal efektif berlakunya putusan tersebut sampai dua kali. Kemudian SFAS No. 96

digantikan oleh SFAS No. 109, "Akuntansi Pajak Penghasilan."

MASALAH ALOKASI PAJAK PENGHASILAN

Berdasarkan SFAC No. 1, tujuan dari pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan

informasi yang bermanfaat dalam memprediksikan jumlah dan waktu diterimanya aliran kas di

masa depan. GAAP memberikan panduan-panduan dalam pelaporan dan pengukuran peristiwa

dan transaksi-transaksi ekonomi guna mencapai tujuan ini.

Peristiwa dan transaksi-transaksi ekonomi umumnya memiliki konsekuensi aliran kas

pajak. Konsekuensi ini dilaporkan pada penerimaan pajak sesuai dengan IRC. Peristiwa-peristiwa

ekonomi yang sama yang menyebabkan kenaikan laba fiskal/laba fiskal juga dilaporkan di dalam

laporan keuangan yang dipublikasikan selanjutnya oleh GAAP. Secara umum, pendapatan menjadi

kena pajak ketika para wajib pajak menerima kas atau beban menjadi deductible (yang bisa

dikurangi/dipotong) saat ia dibayarkan (kriteria ability to pay). Maka dari itu, akuntansi pajak

penghasilan lebih dekat kaitannya dengan akuntansi berbasis kas (cash based accounting)

daripada akuntansi keuangan (financial accounting). Karena IRC didasarkan pada kriteria ability to

pay (kemampuan untuk membayar), ketentuan-ketentuan pelaporan di dalam IRC menjadi

berbeda dengan ketentuan-ketentuan pelaporan untuk akuntansi keuangan sebagaimana yang

didefinisikan oleh GAAP. Sebagai akibatnya, pajak-pajak yang dibayar pada suatu tahun

kemungkinan tidak merefleksikan konsekuensi pajak dari peristiwa dan transaksi-transaksi yang

dilaporkan di dalam laporan laba rugi pada tahun yang sama.

Ketika IRC mensyaratkan pendapatan dan beban untuk diakui dalam periode-periode

akuntansi yang berbeda dengan GAAP, laba fiskal secara temporer menjadi berbeda (ada selisih)

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 4: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

dengan laba akuntansi sebelum kena pajak (pretax). Dalam periode berikutnya, peristiwa ekonomi

yang menyebabkan perbedaan tersebut akan berbalik (reverse) dengan sendirinya. Perbedaan

tersebut menyebabkan sebuah masalah akuntansi yang diistilahkan dengan masalah alokasi

pajak penghasilan (income tax allocation).

Tujuan dari akuntansi pajak-pajak penghasilan adalah untuk mengakui jumlah pajak-pajak

yang dapat dibayarkan atau yang dapat dikembalikan untuk tahun yang sedang berjalan dan

untuk mengakui konsekuensi pajak yang akan datang dari perbedaan temporer serta kerugian

operasi bersih (net operating losses – NOLs) dan kredit-kredit pajak yang tidak terpakai. Untuk

memudahkan pembahasan mengenai issu-issu yang dimunculkan oleh konsep alokasi pajak

antarperiode, terlebih dahulu kita menelaah sifat perbedaan antara laba sebelum pajak, laba

fiskal, dan NOLs.

BEDA TEMPORER DAN BEDA PERMANEN

Perbedaan temporer antara laba sebelum pajak dan laba fiskal mempengaruhi dua periode

akuntansi atau lebih dan oleh karena itu melibatkan pengalokasian pajak-pajak penghasilan antar

periode akuntansi. Perbedaan permanen tidak memiliki konsekuensi alokasi pajak penghasilan.

Beda Permanen

Ada peristiwa dan transaksi-transaksi tertentu yang menyebabkan perbedaan antara laba

komersial dan laba fiskal menjadi permanen. Umumnya perbedaan permanen (permanent

differences) antara laba akuntansi (yang dicatat sesuai prinsip akuntansi) dan laba fiskal/laba fiskal

muncul ketika ketentuan-ketentuan khusus IRC membebaskan tipe-tipe pendapatan tertentu dari

perpajakan atau melarang pemotongan/ pengurangan tipe-tipe beban tertentu. Ada tiga tipe

perbedaan permanen:

1. Pendapatan yang diakui untuk tujuan-tujuan pelaporan akuntansi keuangan yang tidak

pernah kena pajak. Contohnya antara lain adalah: bunga atas saham-saham pemerintah dan

pendapatan asuransi jiwa yang dibayarkan ke perusahaan saat karyawan yang diasuransikan

meninggal.

2. Beban-beban yang diakui untuk tujuan-tujuan akuntansi keuangan yang tidak pernah dapat

dikurangkan (nondeductible) untuk tujuan-tujuan pajak penghasilan. Contohnya: premi-

premi asuransi jiwa atas karyawan dimana perusahaan adalah ahli warisnya.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 5: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

3. Potongan-potongan pajak penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai beban

berdasarkan GAAP. Contohnya antara lain adalah: persentase deplesi yang melebihi deplesi

cost dan pengenyampingan (exclusion) dividen khusus.

Perbedaan permanen mempengaruhi laba komersial atau laba fiskal, tetapi tidak kedua-

duanya secara bersamaan. Perusahaan yang memiliki pendapatan tidak kena pajak atau

potongan-potongan tambahan untuk tujuan-tujuan pelaporan pajak penghasilan akan

melaporkan laba fiskal yang relatif lebih rendah daripada laba komersial. Sementara perusahaan

yang memiliki pos-pos beban yang tidak dapat dikurangkan akan melaporkan laba fiskal yang

relatif lebih tinggi.

Beda Temporer

Umumnya perbedaan temporer (temporary differences) antara laba komersial dan laba

fiskal muncul karena waktu penerimaan, keuntungan, beban, atau kerugian yang dicatat di dalam

laporan laba akuntansi terjadi pada periode yang berbeda dengan laporan laba fiskal. Perbedaan

waktu ini mengakibatkan perbedaan pada dasar/basis pencatatan aktiva dan kewajiban untuk

tujuan-tujuan akuntansi keuangan dengan dasar untuk tujuan-tujuan pencatatan pajak

penghasilan di akhir suatu periode akuntansi tertentu. Perbedaan temporer lainnya dapat terjadi

karena ketentuan-ketentuan khusus di dalam IRC menciptakan dasar penyusutan atau dasar

pengakuan kerugian atau keuntungan untuk tujuan-tujuan perpajakan yang berbeda dengan

dasar yang digunakan untuk tujuan-tujuan akuntansi. Karena banyak dari perbedaan temporer

lainnya ini yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan hukum pajak yang lebih kompleks, di sini

hanya akan dibahas perbedaan yang berkaitan dengan waktu saja.

Ketika perbedaan temporer muncul, ia menyebabkan laba komersial saat ini menjadi lebih

besar ataupun lebih kecil daripada laba fiskal/laba fiskal saat ini. Perbedaan temporer yang

menyebabkan laba komersial saat ini menjadi lebih besar daripada laba fiskal saat ini akan

menyebabkan laba fiskal masa depan menjadi lebih besar daripada laba komersial masa depan.

Perbedaan (selisih) di masa depan tersebut akan menjadi kena pajak saat mereka muncul di

dalam periode-periode akuntansi yang bersangkutan; karena itu, nilai laba fiskal masa depan yang

lebih besar dari laba komersial diistilahkan sebagai jumlah yang dapat dikenakan pajak (taxable

amounts). Hal yang sebaliknya terjadi untuk perbedaan temporer yang menyebabkan laba fiskal

saat ini melebihi laba komersial. Perbedaan temporer seperti ini akan memunculkan jumlah-

jumlah yg dapat dikurangkan di tahun mendatang (future deductible amounts).

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 6: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

APB Opinion No. 11 membatasi lingkup perbedaan temporer pada perbedaan waktu saja.

Perbedaan waktu (timing differences) terjadi ketika pendapatan atau keuntungan yang dapat

dikenakan pajak, atau beban atau kerugian yang dapat dikurangi pajak diakui pada satu periode

akuntansi untuk tujuan-tujuan pelaporan akuntansi keuangan dan pada satu periode akuntansi

yang berbeda untuk tujuan-tujuan pelaporan pajak penghasilan.

Perbedaan temporer yang memunculkan nilai kena pajak masa depan diakibatkan oleh

penundaan/penangguhan pembayaran pajak ke periode-periode akuntansi yang akan datang.

Mereka yang mendukung SFAS No. 109 yang menerapkan pendekatan neraa (balance sheet

approach) untuk mengukur dan melaporkan pajak penghasilan tertangguhkan berargumen

bahwasanya karena perbedaan temporer ini diakibatkan oleh transaksi atau peristiwa terdahulu

(perbedaan temporer yang berawal) yang akan mengalami pembalikan (reverse) dan karena itu

menghasilkan kemungkinan aliran aset ekonomi keluar (outflow) di masa depan (konsekuensi

pajak masa depan), konsekuensi pajak masa depan dari perbedaan temporer ini sesuai dengan

definisi kewajiban berdasarkan Conceptual Framework dan perlu dilaporkan sebagai kewajiban-

kewajiban pajak yang ditangguhkan. Sebaliknya, mereka berargumen bahwa perbedaan waktu

yang memunculkan jumlah-jumlah yang dapat dikurangi di masa depan (future deductible

amounts) merepresentasikan manfaat pajak (tax benefit) dan karena itu sesuai dengan definisi

Conceptual Framework mengenai aset. Sebagai akibatnya, konsekuensi pajak masa depan dari

perbedaan temporer ini merupakan aktiva pajak tangguhan. Contoh dari masing-masing tipe

perbedaan temporer disajikan di bawah ini:

Laba Akuntansi Saat Ini Lebih Besar dari Laba fiskal Saat Ini

1. Pendapatan atau keuntungan dicakupkan dalam laba akuntansi sebelum mereka dicakupkan

dalam laba fiskal/laba fiskal. Sebagai contoh, laba kotor atas penjualan secara angsuran

dicakupkan ke dalam laba akuntansi pada saat penjualan tetapi mungkin akan dilaporkan

untuk tujuan-tujuan perpajakan saat uangnya (kas) ditagih.

2. Beban atau kerugian dikurangi untuk menghitung laba fiskal sebelum mereka dikurangi untuk

menghitung laba akuntansi. Sebagai contoh, suatu aset/aktiva tetap bisa jadi disusutkan

dengan metode penyusutan MACRS (Modified Accelerated Cost Recovery System) untuk

tujuan-tujuan perpajakan dan dengan metode straight-line untuk tujuan-tujuan akuntansi.

Laba Akuntansi Saat Ini Lebih Kecil dari Laba fiskal Saat Ini

1. Pendapatan atau keuntungan dicakupkan dalam laba fiskal sebelum mereka dicakupkan

dalam laba akuntansi. Sebagai contoh, pendapatan sewa sewa yang diterima di muka

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 7: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

menjadi kena pajak saat ia diterima, tetapi ia dilaporkan dalam laba akuntansi saat jatuh

tempo.

2. Beban atau kerugian dikurangi untuk menghitung laba akuntansi sebelum mereka dikurangi

untuk menentukan laba fiskal. Sebagai contoh, cost garansi produk diestimasikan dan

dilaporkan sebagai beban untuk tujuan-tujuan laba akuntansi saat produk yang bersangkutan

dijual, tetapi mereka dikurangi untuk menentukan laba fiskal saat kerusakan produk benar-

benar terjadi di kemudian hari.

SFAS No. 109 memperluas lingkup perbedaan temporer dengan mencakupkan semua

"peristiwa yang menciptakan perbedaan antara basis/dasar perpajakan aktiva dan kewajiban

dengan nilai-nilai (jumlah) mereka untuk pelaporan keuangan. Sebagai contoh, sebuah aktiva yang

didonasikan ke perusahaan memiliki dasar nol untuk tujuan-tujuan perpajakan tetapi dicatat pada

nilai pasarnya yang wajar untuk tujuan-tujuan akuntansi. Hal ini menciptakan suatu perbedaan

temporer yang akan terkoreksi (mengalami pembalikan) dengan sendirinya baik melalui

penyusutan maupun penjualan aktiva yang bersangkutan. Oleh karena itu, perbedaan temporer

tambahan ini juga menghasilkan konsekuensi pajak yang mempengaruhi dua periode akuntansi

atau lebih. Perbedaan temporer tambahan berikut ini tercatat di dalam SFAS No. 109.

Perbedaan Temporer Tambahan

1. Pengurangan pada dasar pajak dari aktiva-aktiva yang dapat disusutkan karena kredit pajak .

Jumlah yang diterima atas perolehan nilai aktiva di masa depan untuk tujuan-tujuan

akuntansi akan menjadi dapat dikenakan pajak (taxable) ketika aktiva-aktiva tersebut

diperoleh. Sebagai contoh, IRC dulunya mengizinkan para wajib pajak untuk mengurangi

dasar penyusutan sebanyak separuh dari jumlah kredit pajak investasi (investment tax credit

– ITC) yang diambil untuk aktiva. Sebagai akibatnya, laba fiskal di masa depan akan lebih

besar dari laba komersial, selisihnya sebesar jumlah dari pengurangan dasar pajak. Oleh

karena itu, pengurangan dasar merupakan sebuah perbedaan temporer yang menciptakan

suatu jumlah yang dapat dikenakan pajak di masa depan (future taxable amount).

2. ITC yang dicatat dengan deferred method. Mengulang kembali pembahasan sebelumnya

bahwasanya perlakuan akuntansi yang dipakai untuk ITC adalah untuk mengurangi cost aktiva

yang berkaitan sebesar jumlah ITC. Jika metode ini digunakan, jumlah yang diterima atas

perolehan masa depan dari cost aktiva yang dikurangi untuk tujuan-tujuan akuntansi akan

menjadi lebih kecil daripada dasar pajak aktiva. Selisihnya akan bisa dikurangi pajak saat

aktiva diperoleh.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 8: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

3. Operasi-operasi luar negeri yang mana kurs yang berlaku adalah kurs dalam laporan.

Ketentuan-ketentuan SFAS No. 52, "Translasi Nilai Mata Uang Luar Negeri," mengharuskan

aktiva-aktiva tertentu untuk diukur ulang dari kurs luar negeri menjadi dollar AS dengan

menggunakan nilai tukar historis jika kurs fungsional adalah kurs dalam laporan. Jika nilai

tukar kemudian berubah, maka akan ada perbedaan antara dasar pajak yang memakai kurs

luar negeri dengan cost historis aktiva dan kewajiban yang memakai kurs dollar AS.

Perbedaan itu akan dapat kena pajak atau kena pengurangan pajak untuk tujuan-tujuan

perpajakan luar negeri ketika jumlah aktiva dan kewajiban yang dilaporkan diperoleh dan

diselesaikan.

4. Kenaikan dasar pajak aktiva karena indexing terkait dengan inflasi. Undang-undang

perpajakan bisa saja mengharuskan penyesuaian-penyesuaian dasar pajak dari aktiva yang

dapat disusutkan untuk menghadapi pengaruh inflasi. Dasar yang telah disesuaikan dengan

inflasi (inflation-adjusted) tersebut kemudian akan dipergunakan untuk menghitung

pengurangan-pengurangan pajak masa depan untuk penyusutan, atau keuntungan/kerugian

atas penjualan aktiva. Jumlah yang diterima atas perolehan cost yang tersisa dari aktiva di

masa depan yang dicatat untuk tujuan-tujuan akuntansi kemudian akan menjadi lebih kecil

daripada dasar pajak aktiva yang tersisa, dan selisihnya akan bisa kena pengurangan pajak

saat aktiva itu diperoleh.

5. Kombinasi-kombinasi bisnis yang dicatat dengan metode pembelian. Mungkin saja ada

perbedaan antara nilai yang ditetapkan dan dasar ajak dari aktiva dan kewajiban yang diakui

dalam kombinasi bisnis yang dicatat sebagai pembelian. Perbedaan tersebut akan

memunculkan jumlah yang dapat dikenakan pajak atau yang dapat dipotong ketika jumlah

aktiva yang dicatat diperoleh atau ketika jumlah kewajiban yang dicatat diselesaikan.

GAAP mengharuskan publikasi laporan keuangan untuk merefleksikan konsekuensi pajak

dari peristiwa dan transaksi yang dilaporkan di dalam laporan keuangan tersebut. Karena GAAP

dan IRC tidak selalu sepakat mengenai waktu pengakuan pendapatan dan beban yang

menciptakan perbedaan temporer, beban pajak penghasilan periode saat ini harus mencakupkan

pengaruh yang diakibatkan oleh pengakuan konsekuensi pajak masa depan terhadap periode saat

ini. Pengaruh dari konsekuensi pajak masa depan tersebut dilaporkan sebagai aktiva pajak yang

ditangguhkan dan kewajiban pajak yang ditangguhkan. Dengan kata lain, aliran kas yang

diharapkan dari konsekuensi pajak masa depan yang diakibatkan oleh perbedaan temporer antara

laba komersial dan laba fiskal merefleksikan manfaat-manfaat pajak masa depan yang diantisipasi

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 9: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

(aktiva/aset pajak yang ditangguhkan) atau hutang pajak (kewajiban pajak yang ditangguhkan).

Sebagai akibatnya, beban pajak penghasilan setara dengan jumlah pajak penghasilan yang saat ini

menjadi hutang, disesuaikan untuk perubahan-perubahan pada aktiva dan kewajiban pajak yang

ditangguhkan.

Kerugian Operasi Bersih (Net Operating Losses – NOLs)

NOL muncul ketika jumlah total pengurangan pajak dan kerguian dikurangi pajak (tax-

deductible losses) lebih besar daripada jumlah total pendapatan dan keuntungan kena pajak

dalam suatu periode akuntansi. IRC mengizinkan perusahaan-perusahaan yang memiliki NOLs

untuk memindahkan kerugian-kerugian ini ke periode terdahulu atau periode ke depan untuk

mengimbangi laba fiskal tercatat lainnya (kompensasi kerugian). NOL carryback menyebabkan

dilakukannya pengembalian (refund) pajak-pajak terdahulu yang sudah dibayar. Karena itu, NOL

carryback memiliki manfaat pajak dan untuk tujuan akuntansi dilaporkan sebagai pengurangan

rugi periode saat ini. Penerimaannya diakui dalam neraca, dan keuntungan/manfaat yang terkait

ditunjukkan dalam laporan rugi laba tahun yang sedang berjalan.

Kontroversi lain muncul dalam perdebatan mengenai akuntansi pajak penghasilan terkait

dengan perlu tidaknya mengakui potensi manfaat NOL carryforward (pemindahan NOL ke periode

ke depan). APB berargumen bahwasanya manfaat NOL carryforward secara umum tidak dijamin

dalam periode kerugian. Namun demikian, APB Opinion No 11 mengizinkan pengakuan manfaat

yang diantisipasi untuk direlisasikan dari NOL carryforward pada situasi-situasi yang tidak biasa

ketika realisasinya dijamin tanpa keragu-raguan. SFAS No. 96 tidak mengizinkan potensi manfaat

pajak dari NOL carryforward untuk diperlakukan sebagai aktiva. Putusan ini didasarkan pada

argumen berikut:

Kerugian atau laba yang terjadi di masa depan merupakan peristiwa-peristiwa masa depan yang tidak diakui dalam laporan keuangan untuk tahun saat ini dan tidak diasumsikan dalam laporan keuangan untuk tahun saat ini. Peristiwa-peristiwa masa depan tersebut tidak perlu diantisipasi (terlepas dari tingkat probabilitasnya) untuk tujuan-tujuan pengakuan atau pengukuran… [pajak penghasilan] … dalam tahun yang sedang berjalan.

SFAS No. 109 membebaskan kebijakan-kebijakan untuk mengakui aktiva-aktiva pajak (seperti yang

akan dibahas nantinya) dan untuk memperlakukan NOL carryforward dalam laporan akuntansi.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 10: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

Issu-issu Konseptual

Issu utama mengenai alokasi pajak penghasilan adalah perlu tidaknya dan bagaimana

caranya untuk mencatat pengaruh pajak dari perbedaan temporer antara laba fiskal dan laba

komersial. Beberapa akuntan meyakini bahwa tidaklah tepat untuk mengakui pengaruh pajak dari

perbedaan ini di dalam laporan akuntansi. Akuntan-akuntan lainnya merasa bahwa pengakuan

tersebut boleh dilakukan, tetapi tidak menyetujui metode yang digunakan. Terdapat juga

perdebatan mengenai tarif pajak yang sesuai dan perlu tidaknya mendiskontokan pengaruh pajak

masa depan yang dilaporkan ke nilai sekarang. Dan terakhir, terdapat pertentangan mengenai

apakah alokasi pajak antar periode perlu diterapkan secara menyeluruh ke semua perbedaan,

ataukah hanya pada perbedaan yang diperkirakan akan mengalami pembalikan (reverse) di masa

depan.

Alokasi versus Non-alokasi

Meskipun secara resmi telah ditetapkan bahwa alokasi pajak antar periode harus

dilakukan, para penentangnya bersikeras menyatakan bahwa jumlah beban pajak penghasilan

yang dilaporkan dalam laporan laba rugi perusahaan seharusnya sama besarnya dengan hutang

pajak penghasilan untuk periode akuntansi yang bersangkutan sebagaimana yang ditentukan oleh

laporan pajak penghasilan. Berdasarkan pendekatan ini, maka tidak ada alokasi antar periode

untuk pajak-pajak penghasilan.

Mereka yang mendukung non-alokasi memberikan argumen sebagai berikut:

1. Pajak penghasilan hanya datang dari laba fiskal. Dalam hal ini, fakta bahwa perusahaan

memiliki laba akuntansi atau tidak tidaklah relevan. Maka dari itu, upaya-upaya untuk

mencocokkan pajak penghasilan dengan laba akuntansi tidak memberikan informasi yang

relevan bagi para pengguna laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan yang

bersangkutan.

2. Pajak penghasilan berbeda dengan beban-beban lainnya; oleh karena itu, pengalokasian

dengan cara yang sama seperti yang diterapkan pada beban-beban lain adalah tidak relevan.

Beban (expenses) muncul untuk menghasilkan pendapatan; pajak penghasilan tidak

menghasilkan pendapatan.

3. Pajak penghasilan dipungut atas total laba fiskal, bukan atas item-item pendapatan dan

beban secara terpisah. Oleh karena itu, tidak mungkin ada perbedaan temporer terkait

dengan item-item ini.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 11: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

4. Alokasi pajak antar periode menyembunyikan suatu perbedaan ekonomi antara perusahaan

yang menerapkan strategi-strategi pajak yang mengurangi pembayaran pajak saat ini (dan

karena itu secara ekonomis lebih unggul) dan perusahaan yang tidak menerapkan hal

tersebut.

5. Melaporkan beban pajak penghasilan perusahaan pada jumlah yang dibayarkan atau yang

menjadi hutang saat ini merupakan metode yang lebih baik untuk memprediksi aliran kas

keluar perusahaan di masa depan, karena banyak pajak yang ditangguhkan yang tidak akan

pernah dibayar, atau akan dibayar tetapi tidak pasti kapan.

6. Alokasi pajak penghasilan membutuhkan suatu peramalan laba masa depan secara implisit.

Untuk mencakupkan peramalan (forecasting) seperti itu ke dalam persiapan informasi

keuangan tidak konsisten dengan prinsip konservatisme.

7. Tidak ada kewajiban saat ini untuk kemungkinan konsekuensi pajak masa depan atas

transaksi saat ini atau yang sebelumnya, karena tidak ada kewajiban legal untuk membayar

pajak sampai laporan pajak masa depan yang sebenarnya disiapkan.

8. Pencatatan dan prosedur-prosedur akuntansi yang melibatkan pengalokasian pajak antar

periode membutuhkan biaya yang terlalu tinggi (tidak sesuai dengan manfaat yang

diperkirakan).

Di sisi lain, mereka yang mendukung alokasi pajak antar periode memberikan alasan-

alasan berikut ini untuk mendebat mereka yang mendukung non-alokasi:

1. Pajak penghasilan berasal dari terjadinya transaksi dan peristiwa ekonomi. Sebagai akibatnya,

beban pajak penghasilan haruslah didasarkan pada hasil-hasil dari transaksi atau peristiwa

yang tercakup di dalam laporan laba akuntansi.

2. Pajak penghasilan merupakan beban melakukan bisnis dan haruslah melibatkan konsep-

konsep accrual, deferral, dan estimasi yang sama seperti yang diterapkan pada beban-beban

lain.

3. Perbedaan di antara waktu pengakuan pendapatan dan beban akan mengakibatkan

munculnya perbedaan temporer yang akan mengalami pembalikan di masa depan. Bisnis-

bisnis yang tumbuh dan berkembang maka saldo aktiva dan kewajibannya juga akan

bertambah. Aktiva-aktiva yang lama ditagih, kewajiban-kewajiban lama dibayar, lalu aktiva

dan kewajiban yang baru akan menggantikannya. Saldo pajak yang ditangguhkan bertambah

dengan cara yang sama.

4. Alokasi pajak antar periode mempertinggi manfaat laba bersih perusahaan sebagai informasi

yang berguna untuk mengukur kekuatan pendapatan jangka panjangnya. Selain itu juga dapat

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 12: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

mencegah ketidakjelasan-ketidakjelasan dalam laporan laba periodik yang diakibatkan oleh

peraturan-peraturan pajak penghasilan.

5. Tidak mengalokasikan beban pajak penghasilan perusahaan akan menyulitkan upaya untuk

memprediksi aliran kas masa depannya. Sebagai contoh, aliran kas masuk perusahaan di

masa depan yang berasal dari tagihan penjualan angsuran biasanya akan diimbangi oleh

aliran kas keluar untuk pajak yang terkait dengannya.

6. Pajak penghasilan yang saat ini ditangguhkan pada akhirnya nanti akan dibayarkan. Validitas

aktiva dan kewajiban-kewajiban lain yang dilaporkan di dalam neraca bergantung pada

asumsi bahwa perusahaan akan terus aktif (dengan kata lain, di masa depan perusahaan

masih memperoleh laba bersih).

7. Perbedaan temporer memiliki kaitan dengan konsekuensi pajak masa depan. Sebagai contoh,

perubahan pada perbedaan temporer yang memunculkan penghematan pajak saat ini akan

menimbulkan laba fiskal masa depan yang lebih tinggi (pembayaran pajak yang lebih tinggi di

masa depan). Dalam hal ini, kewajiban-kewajiban pajak yang ditangguhkan sama seperti

contingent liability (kewajiban yang mungkin ditanggung) lain yang untuk saat ini dilaporkan

berdasarkan GAAP.

Alokasi Parsial versus Alokasi Komprehensif

Ketetapan-ketetapan akuntansi resmi tidak saja mengharuskan digunakannya alokasi pajak antar

periode, tetapi juga mengharuskan ia diterapkan ke semua perbedaan temporer antara laba fiskal

dan laba komersial. Pendekatan ini diistilahkan sebagai alokasi pajak penghasilan antar periode

"komprehensif (menyeluruh)". Ada pendekatan lain yang disebut sebagai alokasi pajak

penghasilan antar periode "parsial (sebagian)", dimana pajak hanya dialokasikan pada beberapa

perbedaan temporer saja. Issu yang muncul di sini adalah berapa banyak pajak penghasilan yang

sebaiknya dialokasikan. Berdasarkan pendekatan alokasi komprehensif, beban pajak penghasilan

yang dilaporkan di dalam sebuah periode akuntansi dipengaruhi oleh semua transaksi dan

peristiwa yang dimasukkan dalam menghitung laba komersial untuk periode itu. Di dalam

pendekatan alokasi komprehensif, konsekuensi pajak dari semua perbedaan temporer merupakan

aktiva dan kewajiban yang ditangguhkan. Mereka yang mendukung pendekatan ini menganggap

semua transaksi dan peristiwa yang menciptakan perbedaan temporer berpengaruh terhadap

aliran kas dalam periode akuntansi saat konsekuensi pajak masa depan dari perbedaan temporer

tersebut terealisasi. Berdasarkan pendekatan ini, konsekuensi pajak masa depan dari sebuah

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 13: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

perbedaan temporer sama seperti piutang belum terbayar atau invoice hutang, yang di masa

depan nantinya akan ditagih atau dibayarkan.

Sebaliknya, berdasarkan alokasi parsial, beban pajak penghasilan yang dilaporkan dalam

suatu periode akuntansi tidak akan dipengaruhi oleh perbedaan temporer yang tidak diperkirakan

akan mengalami pembalikan (reverse) di masa depan. Dalam kasus-kasus tertentu, kelompok-

kelompok transaksi atau pristiwa yang serupa bisa secara terus menerus menciptakan perbedaan

temporer baru di masa depan yang akan mengimbangi realisasi jumlah yang bisa dikenakan pajak

atau yang bisa dipotong pajak, sehingga terjadi penundaan konsekuensi pajak yang ditangguhkan

sampai waktu yang tidak diketahui. Para pendukung pendekatan alokasi parsial berargumen

bahwasanya perbedaan temporer seperti ini lebih menyerupai perbedaan permanen. Contohnya

antara lain adalah penyusutan untuk perusahaan manufakturing yang memiliki banyak aktiva yang

bisa disusutkan, dan penjualan secara angsuran untuk perusahaan-perusahaan merchandise.

Mereka yang mendukung alokasi komprehensif memberikan argumen-argumen berikut:

1. Perbedaan temporer secara individual akan mengalami pembalikan. Perbedaan temporer

tidak bisa menjadi permanen; pengaruh dari peristiwa-peristiwa di masa depan tidak boleh

diasumsikan. Tidaklah tepat untuk melihat pengaruh dari perbedaan temporer secara

berkelompok terhadap pajak penghasilan; fokusnya haruslah pada masing-masing item yang

membentuk kelompok itu. Perbedaan temporer sebaiknya dilihat seperti layaknya rekening

hutang. Meskipun total saldo hutang tidak berubah, banyak kredit dan transaksi-transaksi

pembayaran individual yang mempengaruhi total tersebut.

2. Akuntansi merupakan catatan historis. Tidaklah tepat untuk memperbandingkan pengaruh

pajak penghasilan dari transaksi-transaksi yang mungkin terjadi di masa depan dengan

pengaruh pajak dari transaksi-transaksi yang telah terjadi.

3. Pengaruh pajak penghasilan dari perbedaan temporer haruslah dilaporkan dalam periode

yang bersamaan dengan saat dilaporkannya transaksi dan peristiwa-peristiwa yang terkait di

dalam laba komersial.

4. Laporan akuntansi tidak boleh dimanipulasi oleh pihak manajemen, misalnya mengubah

hasil-hasil operasi perusahaan atau dengan seenaknya memutuskan perbedaan temporer

mana yang akan mengalami pembalikan di masa depan dan mana yang tidak.

Sebaliknya, mereka yang mendukung pendekatan alokasi pajak penghasilan parsial

berargumen:

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 14: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

1. Semua kelompok perbedaan temporer tidaklah sama dengan kelompok-kelompok item

akuntansi lainnya, misalnya saja kelompok rekening hutang. Rekening hutang mengalami "roll

over" sebagai akibat dari kredit dan transaksi-transaksi pembayaran. Akan tetapi, pajak

penghasilan didasarkan pada total laba fiskal dan bukan pada item-item individual yang

menyusun laba tersebut. Oleh karena itu, akan tepat kiranya jika dampak dari perbedaan

temporer secara kelompok terhadap pajak penghasilan dipertimbangkan.

2. Alokasi pajak penghasilan secara komprehensif akan mengaburkan realita ekonomi yang

sebenarnya. Peraturan-peraturan pajak penghasilan yang menyebabkan perbedaan temporer

akan terus ada. Misalkan saja, kecil kemungkinannya Kongres mengurangi insentif-insentif

investasi terkait dengan penyusutan. Sebagai akibatnya, hampir bisa dipastikan bahwa

investasi-investasi masa depan akan menghasilkan perbedaan penyusutan yang cukup besar.

Oleh karena itu, dampak masa depan perlu dipertimbangkan, disamping juga transaksi-

transaksi historis.

3. Penilaian aliran kas perusahaan di masa depan akan lebih akurat jika menggunakan

pendekatan alokasi parsial. Karena pajak penghasilan yang ditangguhkan (jika ada) yang

dilaporkan pada laporan neraca perusahaan dengan pendekatan alokasi parsial nantinya akan

mengalami pembalikan (dan bukannya terus bertambah), alokasi parsial akan bisa

merefleksikan aliran kas masa depan dengan lebih baik.

4. Hasil-hasil laporan akuntansi tidak boleh dikaburkan oleh penggunaan pendekatan mekanis

yang kaku seperti pendekatan komprehensif. Selain itu, tujuan dari fungsi audit adalah untuk

mengidentifikasi dan mencegah manipulasi manajemen.

Mendiskonto Pajak-pajak yang Ditangguhkan

GAAP mengharuskan dilakukannya alokasi pajak penghasilan antar periode dengan

pendekatan komprehensif. Aktiva dan kewajiban-kewajiban pajak tangguhan yang dilaporkan

merefleksikan konsekuensi pajak yang diantisipasi di masa depan yang diakibatkan oleh

perbedaan temporer antara laba komersial dan laba fiskal.

Mereka yang mendukung sistem pelaporan pajak tangguhan pada nilai yang terdiskonto

berargumen bahwasanya perusahaan yang mengurangi atau menunda pembayaran pajak secara

ekonomis lebih unggul. Mereka meyakini bahwa dengan mendiskonto pajak-pajak tangguhan,

perusahaan merefleksikan keunggulan strategi pajaknya di dalam laporan keuangannya. Mereka

juga merasa bahwa mendiskontokan pajak tangguhan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 15: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

yang ditetapkan untuk item-item seperti notes receivable dan notes payable (wesel hutang),

beban pensiun, dan sewa kontrak. Para pendukung konsep ini menyatakan bahwa nilai yang

didiskonto merupakan indikator aliran kas masa depan yang paling tepat.

Di sisi lain, mereka yang menentang konsep diskonto ini menyatakan bahwa

mendiskontokan pajak-pajak tangguhan akan menyebabkan ketidakcocokan antara transaksi-

transaksi kena pajak dan pengaruh pajak yang terkait dengannya. Transaksi kena pajak akan

dilaporkan pada satu periode sementara pengaruh pajak yang terkait dengannya akan dilaporkan

pada beberapa periode. Mereka juga berargumen bahwasanya diskonto akan menutupi beban

pajak perusahaan yang sebenarnya; dimana faktor diskon dilaporkan sebagai beban bunga

sementara seharusnya dilaporkan sebagai bagian dari beban pajak penghasilan. Selain itu pula,

pajak tangguhan bisa dianggap sebagai pinjaman-pinjaman bebas-bunga dari pemerintah yang

tidak perlu didiskontokan karena tarif bunga efektif adalah nol. Meskipun argumen ini logis, tetapi

alasan yang lebih tepat adalah bahwa nilai waktu uang penting artinya bagi kesejahteraan

perusahaan, dan karena aspek ini, GAAP mengharuskan diterapkannya bunga atas instrumen-

instrumen finansial yang tidak menghasilkan bunga. Nilai waktu uang menjadi lebih tinggi jika

pembayaran pajak ditunda, karena itu berdasarkan GAAP perlu diterapkan bunga atas pajak-pajak

yang ditangguhkan.

METODE-METODE ALOKASI PAJAK ANTAR PERIODE ALTERNATIF

Ada tiga metode alokasi pajak penghasilan yang bisa digunakan bersama-sama dengan

pendekatan alokasi komprehensif ataupun parsial, yaitu: (1) deferred method; (2) asset/liability

method; dan (3) net-of-tax method

Deferred Method (Metode Penangguhan)

Metode penangguhan merupakan pendekatan laporan laba rugi. Ia didasarkan pada

konsep bahwa beban pajak penghasilan berkaitan dengan periode dimana penghasilan/laba itu

diakui. Metode penangguhan mengukur beban pajak penghasilan seakan-akan laba komersial

untuk periode saat ini dilaporkan dalam laporan pajak penghasilan (income tax return) saat ini.

Pengaruh pajak dari perbedaan temporer adalah selisih antara pajak penghasilan yang dihitung

dengan mencakupkan perbedaan temporer dan yang dihitung dengan tidak mencakupkan

perbedaan itu. Selisih yang dihasilkan antara beban pajak penghasilan dan hutang pajak

penghasilan adalah bernilai debet atau kredit atas rekening pajak tangguhan.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 16: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

Saldo rekening pajak tangguhan dilaporkan dalam neraca sebagai kredit pajak tangguhan

atau beban pajak tangguhan. Berdasarkan metode penangguhan, nilai pajak tangguhan yang

dilaporkan dalam neraca merupakan pengaruh dari perbedaan temporer yang akan mengalami

pembalikan di masa depan, dan diukur dengan menggunakan tarif dan undang-undang pajak

penghasilan yang berlaku ketika perbedaan itu pertama kali muncul. Tidak ada penyesuaian atas

pajak tangguhan jika terjadi perubahan pada tarif pajak penghasilan atau undang-undang

perpajakan setelah periode terjadinya perbedaan. Ketika tangguhan mengalami pembalikan,

pengaruh pajak dicatat pada nilai tarif yang ada pada saat perbedaan temporer pertama kali

terjadi.

APB Opinion No. 11 mengharuskan dilakukannya alokasi pajak penghasilan antar periode

komprehensif dengan menggunakan metode penangguhan. Seperti halnya ARB No. 43, APB

Opinion No. 11 menyimpulkan bahwasanya "beban pajak penghasilan haruslah mencakupkan

pengaruh pajak dari transaksi pendapatan dan beban yang dicakup di dalam penghitungan laba

komersial." Metode ini memunculkan cukup banyak perdebatan. Kritik utama yang dilontarkan

adalah bahwa baik beban pajak tangguhan maupun kredit pajak tangguhan tidak memiliki ciri-ciri

utama dari aktiva atau kewajiban. Karena metode penangguhan tidak menggunakan tarif pajak

yang akan berlaku saat perbedaan temporer mengalami pembalikan, mereka tidak dapat

mengukur kemungkinan manfaat atau pengorbanan di masa depan; maka dari itu pajak

tangguhan tidak sesuai dengan definisi aktiva atau kewajiban di dalam SFAC No. 6. Saldo pajak

tangguhan hanya sekedar merepresentasikan pengaruh kumulatif dari perbedaan temporer yang

menunggu untuk disesuaikan di periode-periode akuntansi mendatang.

Mereka yang mendukung metode penangguhan memberikan argumen-argumen sebagai

berikut:

1. Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang paling penting, dan pencocokan

(matching) adalah aspek vital dari proses akuntansi. Oleh karena itu, tidaklah terlalu penting

jika secara konsep pajak-pajak tangguhan bukan merupakan aktiva atau kewajiban yang

sesungguhnya.

2. Pajak tangguhan merupakan akibat dari transaksi atau peristiwa historis yang menciptakan

perbedaan temporer. Karena akuntansi pada umumnya melaporkan peristiwa-peristiwa

ekonomi dengan dasar historical cost, pajak tangguhan perlu dilaporkan dengan cara yang

sama.

3. Tarif pajak penghasilan bisa diverifikasi. Pajak-pajak tangguhan yang dilaporkan dengan

didasarkan pada tarif historis akan meningkatkan reliabilitas informasi akuntansi.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 17: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

Asset/Liability Method (Metode Aktiva/Kewajiban)

Metode aktiva/kewajiban merupakan metode yang berorientasi pada neraca. Tujuannya

adalah untuk mengumpulkan dan melaporkan total manfaat pajak atau hutang pajak yang akan

direalisasi atau dinilai berdasarkan perbedaan temporer saat jumlah kena pajak atau kena

potongan pajaknya terjadi di masa depan. Perbedaan temporer dianggap memunculkan suatu

manfaat pajak yang akan mengurangi pembayaran pajak di masa depan, ataupun suatu kewajiban

pajak yang akan dibayarkan di masa depan dengan tarif pajak yang berlaku nantinya. Secara

teoritis, tarif pajak masa depan yang digunakan sebaiknya diestimasikan, dengan didasarkan pada

perkiraan-perkiraan mengenai perubahan-perubahan hukum pajak di masa depan. Akan tetapi,

menurut GAAP, tarif pajak masa depan yang digunakan untuk menentukan saldo aktiva dan

kewajiban pajak tangguhan periode sekarang haruslah didasarkan pada hukum pajak yang berlaku

saat ini.

Berdasarkan metode ini, nilai pajak tangguhan dilaporkan pada neraca untuk mengukur

konsekuensi pajak masa depan dari perbedaan temporer yang sudah ada; yang digunakan adalah

tarif dan undang-undang pajak yang diresmikan saat ini yang baru berefek ketika konsekuensi

pajak tersebut muncul. Dengan metode ini, aktiva dan kewajiban pajak tangguhan dilaporkan

pada nilai yang diperkirakan akan terealisasi nantinya.

Berdasarkan metode aktiva/kewajiban, beban pajak penghasilan adalah jumlah (atau

perbedaan antara) perubahan pada saldo aktiva dan kewajiban tangguhan dengan ketentuan

pajak penghasilan saat ini per laporan pajak. Menurut FASB, pajak tangguhan berdasarkan

metode aktiva/kewajiban sesuai dengan definisi konseptual aktiva dan kewajiban yang tercantum

di dalam SFAC No. 6. Sebagai contoh, saldo kredit pajak tangguhan dari suatu entitas (pos

rekening) bisa dianggap sebagai kemungkinan pengorbanan masa depan (pembayaran pajak yang

didasarkan pada tarif pajak masa depan) yang timbul dari kewajiban-kewajiban saat ini (pajak

yang menjadi hutang) sebagai akibat dari transaksi-transaksi terdahulu (perbedaan yang

mengawali).

Argumen-argumen yang mendukung metode aktiva/kewajiban yaitu:

1. Neraca merupakan sebuah laporan keuangan yang semakin penting. Melaporkan pajak

tangguhan dengan mendasarkannya pada tarif pajak yang diperkirakan saat perbedaan

temporer mengalami pembalikan akan meningkatkan nilai prediktif dari aliran kas masa

depan, likuiditas, dan fleksibilitas finansial.

2. Melaporkan pajak tangguhan yang didasarkan pada perkiraan tarif pajak secara konseptual

lebih kokoh karena nilai yang dilaporkan merepresentasikan pengorbanan ekonomi yang

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 18: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

mungkin terjadi di masa depan (pembayaran pajak di masa depan) ataupun manfaat ekonomi

(pengurangan pajak di masa depan).

3. Pajak tangguhan mungkin merupakan akibat dari transaksi-transaksi historis, tetapi sesuai

dengan definisinya, mereka adalah pajak yang ditunda dan akan dibayar (atau dipotong) di

masa depan pada tingkat tarif pajak masa depan.

4. Estimasi digunakan secara luas dalam akuntansi. Menggunakan tarif pajak masa depan yang

diestimasikan untuk pajak-pajak yang ditangguhkan tidak akan menimbulkan masalah terkait

dengan reliabilitas dan verifikasinya.

5. Karena beban pajak penghasilan berasal dari perubahan-perubahan nilai neraca,

pengukurannya konsisten dengan definisi SFAC No. 6 dan SFAS No. 130 mengenai pendapatan

komprehensif.

Net-of-Tax Method (Metode Bersih Pajak)

Metode ini lebih merupakan metode pengungkapan (disclosure) daripada metode untuk

menghitung pajak tangguhan. Dalam metode ini, pajak tangguhan dihitung dengan menggunakan

tarif asal pada periode dimana perbedaan temporer timbul (metode penangguhan) maupun

dengan tarif pajak pada periode terjadinya pembalikan perbedaan temporer (metode

aktiva/kewajiban). Namun hasil perhitungan pajak tangguhan tidak diungkapkan dalam neraca.

Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan diperlakukan sebagai penyesuaian atas

perkiraan-perkiraan yang berhubungan dengan perbedaan temporer tersebut. Secara umum,

rekening disesuaikan dengan memakai penyisihan penilaian.

Ada dua alternatif untuk mengungkap beban pajak penghasilan periodik dalam laporan

laba rugi berdasarkan metode bersih pajak. Berdasarkan alternatif pertama, pengaruh pajak

dicakupkan dalam total beban pajak penghasilan. Jadi, beban pajak penghasilan dilaporkan

dengan cara yang sama seperti metode penangguhan atau metode aktiva/kewajiban. Berdasarkan

alternatif kedua, beban pajak penghasilan akan dilaporkan dengan nilai yang sama seperti hutang

pajak penghasilan saat ini, dan pengaruh pajak dari perbedaan temporer akan digabungkan

dengan item-item penerimaan atau beban yang terkait dengannya. Sebagai contoh, pengaruh

pajak penyusutan pajak tambahan akan dilaporkan sebagai penyesuaian terhadap beban

penyusutan.

Argumen dasar yang mendukung metode bersih pajak adalah bahwa semua transaksi

penerimaan dan beban melibatkan perubahan pada rekening-rekening aktiva dan kewajiban

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 19: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

tertentu dan dilaporkan sesuai dengan kriteria masing-masing. Oleh karena itu, laporan akuntansi

untuk pengaruh pajak dari perbedaan temporer seharusnya tidak berbeda.

Ada beberapa argumen yang menentang metode bersih pajak. Argumen utamanya adalah

bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi nilai aktiva dan kewajiban tetapi tidak dicatat

dalam rekening. Dan tidaklah tepat untuk menyebutkan satu faktor saja (dampak terhadap pajak-

pajak masa depan) sebagai nilai yang mempengaruhi. Selain itu, rekening aktiva atau kewajiban

yang terkait tidak selalu bisa ditentukan. Disamping itu, metode bersih pajak dianggap terlalu

rumit dan menyimpang dari konsep-konsep tradisional dalam mengukur aktiva dan kewajiban.

FASB Tidak Puas dengan Metode Penangguhan

Metode penangguhan ditetapkan oleh APB Opinion No. 11. Pada tahun 1982, didorong

oleh banyaknya kritik dan protes mengenai metode penangguhan, FASB mulai

mempertimbangkan kembali akuntansi untuk pajak penghasilan. Dalam SFAC No. 6, FASB

mengindikasikan bahwa jumlah pajak penghasilan tangguhan yang dilaporkan dalam neraca tidak

sesuai dengan definisi baru dari aktiva dan kewajiban. Penerapan metode penangguhan seringkali

memunculkan saldo kredit pajak tangguhan dalam laporan. Berdasarkan metode penangguhan,

kredit pajak tangguhan muncul ketika pembayaran pajak penghasilan ditangguhkan ke periode

buku selanjutnya. Akan tetapi, tarif pajak yang dipakai untuk mengukur penangguhan itu mungkin

tidak lagi berlaku saat pajak-pajak tangguhan itu akhirnya benar-benar dibayar. Jika saldo kredit

pajak penghasilan tangguhan merupakan kewajiban, maka jumlah yang dilaporkan di dalam

neraca haruslah merefleksikan aliran-aliran kas keluar di masa depan yang dibutuhkan untuk

menyelesaikannya.

Setelah itu, Undang-undang mengenai Reformasi Perpajakan tahun 1986 secara signifikan

mengurangi tarif pajak penghasilan dan memunculkan tekanan-tekanan tambahan untuk

mengubah metode pelaporan akuntansi perbedaan temporer. Setelah mempertimbangkan

berbagai argumen yang ada, pada tahun 1987 FASB mengeluarkan SFAS No. 96 yang

menyimpulkan:

1. Alokasi pajak penghasilan antar periode untuk perbedaan temporer merupakan hal yang

sewajarnya.

2. Penerapan pendekatan alokasi komprehensif.

3. Penggunaan metode aktiva/kewajiban dalam mengalokasikan pajak peng-hasilan.

Selain menerima argumen-argumen yang mendukung metode aktiva/ kewajiban, FASB

juga menyampaikan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 20: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

1. Konsekuensi pajak pajak penghasilan atas suatu peristiwa perlu diakui dalam periode

akuntansi yang sama seperti saat peristiwa tersebut diakui dalam laporan keuangan. Meski

pada umumnya peristiwa-peristiwa mempengaruhi laba fiskal dan laba komersial dalam

periode akuntansi yang sama, konsekuensi pajak penghasilan atas beberapa peristiwa

tertentu ditangguhkan.

2. Pengakuan pajak penghasilan tangguhan konsisten dengan konsep akuntansi accrual.

Menurut akuntansi accrual, ada asumsi bahwa di masa depan akan ada pemulihan dan

penyelesaian atas nilai aktiva dan kewajiban yang dilaporkan. Asumsi tersebut mengharuskan

adanya pengakuan atas konsekuensi pajak tangguhan dari perbedaan temporer yang akan

dikembalikan atau dibayarkan ketika nilai aktiva dan kewajiban yang dilaporkan dipulihkan

dan diselesaikan.

3. Berdasarkan metode aktiva/kewajiban, konsekuensi pajak tangguhan dari perbedaan

temporer secara umum merupakan kewajiban dan aset yang dapat diakui.

Perhatikan bahwasanya FASB menekankan bahwa perbedaan temporer mengakibatkan

munculnya konsekuensi pajak masa depan, dan bukannya pengalokasian pajak di antara periode-

periode akuntansi. Non-alokasi, alokasi parsial, serta metode penangguhan dan bersih pajak

ditolak dan bukan merupakan GAAP. Lebih lanjut, FASB tidak mengizinkan pelaporan pajak

tangguhan dengan menggunakan pendekatan present-value (nilai sekarang). Pendekatan ini juga

tidak boleh diterapkan dalam akuntansi pajak penghasilan.

Ketidakpuasan Dunia Bisnis atas SFAS No. 96

Setelah SFAS No. 96 dikeluarkan, dan sebelum tanggal pengimplementasiannya, banyak

bisnis yang merasa tidak puas terkait dengan pengaruh dari standar tersebut nantinya atas

laporan keuangan mereka dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengimplementasikannya.

Penolakan tersebut menjadi sedemikian luas sehingga tanggal pengimplementasian ditunda dua

kali.

Penolakan utama terhadap SFAS No. 96 berfokus pada biaya penjadwalan (scheduling)

yang harus dilakukan untuk menentukan apakah suatu aktiva pajak tangguhan bisa diakui atau

tidak dan besar kerugian beberapa aktiva pajak tangguhan karena diasumsikan laba masa depan

adalah nol. Sebelum tanggal efektif berlakunya SFAS No. 96, FASB menerima (1) permintaan untuk

mengamandemen sebagian besar dari ketentuan-ketentuan nya; (2) banyak permintaan untuk

mengubah kriteria pengakuan dan pengukuran aktiva-aktiva pajak tangguhan untuk

mengantisipasi (dalam situasi-situasi tertentu) konsekuensi pajak dari pendapatan masa depan,

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 21: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

dan (3) permintaan untuk mengurangi rumitnya penjadwalan pembalikan (reversal) perbedaan

temporer di masa depan dan proses pertimbangan strategi-strategi perencanaan pajak. Pada

tanggal 5 Juni 1991, Dewan menerbitkan sebuah Exposure Draft (Draft Rancangan) yang di

dalamnya diajukan sebuah standar baru untuk menggantikan SFAS No. 96. Selanjutnya, pada

tanggal 17 Juni 1991, Dewan mengeluarkan Exposure Draft lain untuk memundurkan tanggal

efektif pengimplementasian SFAS No. 96 untuk ketiga kalinya ke tanggal 15 Desember 1992

(efektif untuk statemen tahun 1993) guna memberikan waktu kepada pihak-pihak yang

berkepentingan untuk memberikan respon mereka atas Exposure Draft 5 Juni 1991. Akhirnya di

awal tahun 1992 SFAS No. 109 diterbitkan.

SFAS NO. 109

FASB berhasil diyakinkan oleh kritik-kritik yang menentang SFAS No. 96 bahwasanya

aktiva-aktiva pajak tangguhan seharusnya diperlakukan sama seperti kewajiban pajak tangguhan,

dan bahwa ketentuan-ketentuan penjadwalan yang tertera di dalam SFAS No. 96 terlalu rumit dan

memakan biaya. Akan tetapi, Dewan tidak ingin kembali ke metode penangguhan dan tetap

menerapkan pendekatan aktiva/kewajiban. SFAS No. 109 merespon pertimbangan-pertimbangan

tersebut dengan mengizinkan dilakukannya pengakuan dan pengukuran aktiva pajak tangguhan

dan kewajiban pajak tangguhan secara terpisah (terlepas dari asumsi-asumsi laba di masa depan)

dengan menggunakan tarif pajak rata-rata yang berlaku untuk tahun-tahun mendatang. Aktiva

pajak tangguhan akan dikurangi dengan penyisihan penilaian pajak (tax valuation allowance) jika

ada bukti yang mengindikasikan bahwa ada kemungkinan lebih besar (kemungkinan lebih dari 50

persen) bahwa sebagian atau seluruh aktiva pajak tangguhan tidak akan terealisasi.

Ketentuan-ketentuan ini membuat langkah-langkah penentuan saldo kewajiban dan

aktiva pajak tangguhan menjadi lebih sederhana, yaitu sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi perbedaan temporer, NOL carryforwards, dan kredit-kredit pajak yang tidak

terpakai.

2. Mengukur/menghitung total kewajiban pajak tangguhan dengan menerapkan tarif pajak

ekspektasi pada julah-jumlah yang dapat dikenakan pajak di masa depan.

3. Mengukur total aktiva pajak tangguhan dengan menerapkan tarif pajak masa depan pada

jumlah-jumlah yang dapat dikurangi di masa depan dan NOL carryforward.

4. Mengukur aktiva-aktiva pajak tangguhan untuk masing-masing tipe kredit pajak yang tidak

terpakai.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 22: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

5. Mengukur penyisihan penilaian yang didasarkan pada kriteria kemungkinan lebih besar (more

likely than not criterion).

Penyisihan Penilaian

Aktiva pajak tangguhan mengukur potensi manfaat yang akan diterima di tahun-tahun ke

depan yang timbul dari perbedaan temporer, NOL carryover, dankredit-kredit pajak yang tidak

terpakai. Karena mungkin saja ada laba fiskal di masa depan yang tidak mencukupi untuk

meperoleh manfaat dari aktiva pajak tangguhan yang dicatat, SFAS No. 109 mensyaratkan adanya

penyisihan penilaian (valuation allowance) yang mencukupi untuk mengurangi aktiva pajak

tangguhan sampai ke jumlah yang lebih besar kemungkinannya untuk terealisasi. Kriteria

kemungkinan yang lebih besar (more likely than not) merupakan standar pengukuran baru bagi

FASB. Sebelumnya, dalam menetapkan standar untuk contingent liability, FASB memperkenalkan

istilah probable, reasonably probable, dan remote. Penggunaan istilah-istilah ini untuk aktiva-

aktiva pajak tangguhan akan menyiratkan pendekatan affirmative judgment dimana pengakuan

baru dilakukan jika ada kemungkinan realisasi. Aktiva-aktiva pajak tangguhan tidak perlu diakui

jika kemungkinan realisasinya lebih rendah dari "mungkin". Dewan memutuskan untuk tidak

menggunakan pendekatan ini karena merasa bahwa istilah probable ("mungkin") merupakan

tolok ukur yang terlalu kaku untuk mengakui aktiva pajak tangguhan.

FASB juga mempertimbangkan pendekatan penurunan nilai (impairment approach)

dimana aktiva pajak tangguhan akan diakui kecuali jika ada kemungkinan aktiva tersebut tidak

akan terealisasi. Impairment approach juga dikesampingkan karena akan mengakibatkan

diakuinya suatu aktiva pajak tangguhan yang tidak diperkirakan akan terealisasi ketika

kemungkinannya untuk tidak terealisasi lebih kecil dari "mungkin".

Kriteria kemungkinan yang lebih besar (more likely than not) dipilih karena kriteria ini

melenyapkan perbedaan antara pendekatan affirmative judgment dan impairment approach.

Dalam prakteknya, kriteria ini akan menghasilkan hal-hal sebagai berikut:

1. Pengakuan suatu aktiva pajak tangguhan jika kemungkinan terealisasinya manfaat pajak di

masa depan lebih tinggi dari 50 persen (pendekatan affirmative judgment).

2. Pengakuan suatu aktiva pajak tangguhan kecuali jika kemungkinan tidak terealisasinya

manfaat pajak di masa depan lebih tinggi dari 50 persen (impairment approach).

Penggunaan kriteria more likely than not memungkinkan para praktisi untuk mengabaikan

asumsi bahwa laba masa depan sama dengan nol. Mereka dapat mengasumsikan bahwa di masa

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 23: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

depan akan ada laba fiskal yang cukup besar untuk merealisasikan aktiva pajak tangguhan kecuali

jika bukti menunjukkan bahwa lebih besar kemungkinannya untuk tidak terealisasi.

Berikut ini adalah kemungkinan sumber-sumber laba fiskal (affirmative evidence) yang

dapat memungkinkan terealisasinya aktiva pajak tangguhan (sebagaimana yang dikutip di dalam

SFAS No. 109:

1. Pembalikan (reversal) perbedaan temporer kena pajak saat ini di masa depan.

2. Laba fiskal di masa depan yang tidak termasuk dalam perbedaan temporer kena pajak dan

carryover.

3. Laba fiskal dalam tahun yang sedang berjalan atau tahun sebelumnya, dimana jumlah yang

dapat dikurangkan yang dimunculkan oleh perbedaan temporer masih bisa dibawa kembali

ke tahun tersebut.

4. Untuk mencegah kadaluwarsanya NOL atau tax credit carryover, perusahaan bisa

menerapkan strategi perencanaan pajak untuk:

a. Mengakselerasi jumlah-jumlah kena pajak agar bisa menerapkan carryforward.

b. Mengubah sifat dari jumlah kena pajak atau kena potongan dari laba/kerugian biasa

menjadi laba/kerugian modal.

c. Berpindah dari investasi tidak kena pajak ke investasi kena pajak.

SFAS No. 109 menekankan bahwa perlu dilakukan penilaian untuk menentukan apakah

suatu penyisihan penilaian perlu dilaporkan atau tidak. Jika ya, maka perlu ditentukan juga tingkat

penurunan nilai aktiva pajak tangguhan yang lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Di sisi

negatifnya, ada kemungkinan terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. NOL atau tax credit carryforward yang kadaluwarsa sebelum terpakai.

2. Kerugian yang diantisipasi.

3. Kewajiban pajak yang tidak terselesaikan yang mungkin berpengaruh buruk terhadap operasi

dan laba perusahaan di masa depan.

4. Periode carryover yang telrlau singkat sehingga membatasi ralisasi manfaat pajak tangguhan

jika (a) suatu perbedaan temporer yang dapat dipotong pajak diperkirakan akan berbalik

dalam satu periode atau (b) siklus operasi bisnis terus berputar.

Bukti negatif ini perlu diperbandingkan dengan kemungkinan positifnya sebagai berikut:

1. Adanya kontrak-kontrak atau sales backlog.

2. Apresiasi suatu nilai aktiva yang signifikan yang melebihi basis pajaknya.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 24: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

3. Histori penerimaan yang kokoh (selain dari NOL atau perbedaan temporer kena potongan

pajak) dibarengi dengan bukti bahwa kerugian yang dialami bukanlah keadaan yang kontinyu.

Dengan mengurangi kekakuan asumsi laba masa depan, keharusan untuk melakukan

penjadwalan (scheduling) sebagaimana yang diharuskan oleh SFAS No. 96 menjadi sangat

berkurang. Diasumsikan bahwa jika ada laba fiskal yang cukup besar di tahun-tahun mendatang

untuk merealisasikan manfaat-manfaat pajak dari jumlah-jumlah kena potongan pajak yang sudah

ada, ketentuan carryback dan carryforward sesuai SFAS No. 96 tidak dibutuhkan. Di sisi lain, jika

tidak memungkinkan untuk mengasumsikan laba fiskal yang mencukupi di masa depan, maka

penjadwalan mungkin akan dibutuhkan untuk menentukan saldo dalam rekening penyisihan

penilaian. Akan tetapi, penjadwalan tidak lagi harus dilakukan untuk menentukan klasifikasi

jumlah tangguhan yang tepat antara lancar dan tidak lancar.

Pengadopsian pendekatan more likely than not mendorong FASB untuk menyimpulkan

bahwa pendekatan yang serupa perlu diterapkan pada NOLs, kredit tak terpakai, dan jumlah-

jumlah kena potongan yang berasal dari perbedaan temporer. sesuai dengan SFAS No. 109, NOLs

sekarang akan menghasilkan aktiva-aktiva pajak tangguhan kecuali jika lebih besar

kemungkinannya untuk tidak bisa diperbandingkan dengan laba fiskal masa depan. Ini merupakan

sebuah perubahan yang signifikan. Potensi keuntungan bernilai jutaan dollar yang sebelumnya

tidak terlaporkan sekarang akan dicakupkan dalam aktiva perusahaan.

Pergeseran Interpretasi atas Konsekuensi pajak Masa Depan

FASB khawatir kalau ada keharusan untuk mengukur kewajiban pajak tangguhan dan

aktiva pajak tangguhan secara terpisah dan mengurangi aktiva-aktiva pajak tangguhan dengan

penyisihan penilaian, maka nilai neraca tidak akan merefleksikan pengaruh dari perbandingan

jumlah-jumlah yang dapat dikenakan potongan dengan jumlah yang dapat dikenakan pajak atau

jaminan atas realisasi aktiva-aktiva pajak tangguhan yang harusnya akan terjadi berdasarkan SFAS

No. 96. Singkatnya, ketentuan-ketentuan di dalam SFAS No. 109 memperkenalkan tingkat

kepastian yang berbeda terkait dengan ekspektasi/harapan aliran kas di masa depan. Sebagai

akibatnya, Dewan (FASB) menelaah kembali untuk melihat apakah kewajiban pajak tangguhan

dan aktiva pajak tangguhan yang muncul sesuai dengan definisi aktiva dan kewajiban yang tertera

di dalam SFAC No. 6. Dewan menyimpulkan bahwa mereka sesuai dan bahwa informasi yang

disediakan bermanfaat, dapat dimengerti, dan tidak lebih rumit ketimbang pendekatan-

pendekatan pajak penghasilan lainnya.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 25: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

Pengungkapan Laporan keuangan

Ada beberapa issu pengungkapan yang muncul sehubungan dengan pelaporan pajak penghasilan

dalam laporan keuangan

Penyajian Laporan laba rugi dan Pengungkapan-pengungkapan yang Terkait dengannya

Penggambaran pengaruh perpajakan terhadap segmen-segmen utama laporan laba rugi

dan terhadap item-item yang berpengaruh langsung ke laba ditahan akan menjadi lebih akurat

jika beban pajak penghasilan dialokasikan untuk satu periode di antara item-item ini. Alokasi pajak

penghasilan di dalam satu periode akuntansi diistilahkan sebagai alokasi pajak intra periode

(interperiod tax allocation). Alokasi pajak intra periode diharuskan oleh GAAP. Item-item beban

(atau manfaat) pajak penghasilan diungkapkan untuk laba bersih dari operasi-operasi perusahaan

berkelanjuta, keuntungan atau kerugian akibat ditutupnya satu segmen bisnis, dan item-item luar

biasa. Selain itu, pengaruh pajak atas setiap penyesuaian periode terdahulu dan pengaruh

retroaktif dari perubahan-perubahan akuntansi terhadap pendapatan yang ditahan juga harus

diungkap.

SFAS No. 109 juga mengharuskan pengungkapan komponen-komponen signifikan dari

pajak penghasilan yang bisa diatribusikan pada laba dari operasi-operasi yang berkelanjutan.

Komponen-komponen tersebut antara lain:

1. Pembayaran (atau manfaat) pajak penghasilan saat ini.

2. Beban atau manfaat pajak yang ditangguhkan (selain dari item-item 3-8 di bawah ini)

3. Kredit-kredit pajak investasi.

4. Bantuan-bantuan pemerintah (jika mereka mengurangi beban pajak penghasilan)

5. Keuntungan rugi operasi yang dibawa ke periode berikut (carryforward).

6. Beban pajak penghasilan yang berasal dari alokasi manfaat pajak ke laporan neraca.

7. Penyesuaian-penyesuaian terhadap kewajiban atau aktiva pajak tangguhan atas perubahan-

perubahan yang terjadi pada undang-undang perpajakan atau perubahan status pajak dari

entitas pelapor.

8. Penyesuaian saldo awal dari penyisihan penilaian karena adanya perubahan keadaan yang

menyebabkan terjadinya perubahan penilaian mengenai kemungkinan realisasi aktiva pajak

tangguhan yang terkait.

Penyajian Neraca dan Pengungkapan-pengungkapan yang Terkait dengannya

Pembayaran (atau manfaat/keuntungan) pajak saat ini dilaporkan dalam neraca sebagai

kewajiban atau aktiva lancar. Saldo pajak tangguhan dilaporkan sebagai aktiva dan kewajiban.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 26: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

Mereka diklasifikasikan sebagai (1) nilai bersih lancar (net current amount) dan (2) nilai bersih

tidak lancar (net noncurrent amount). Klasifikasi ini didasarkan pada pengklasifikasian aktiva atau

kewajiban terkait yang menyebabkan item-item tangguhan. Aktiva atau kewajiban pajak

tangguhan terkait dengan suatu aktiva atau kewajiban jika pengurangan aktiva atau kewajiban

akan menyebabkan perbedaan temporer yang akan mengalami pembalikan. Aktiva atau

kewajiban pajak tangguhan yang tidak memiliki kaitan dengan suatu aktiva atau kewajiban

(termasuk aktiva-aktiva pajak tangguhan yang diciptakan oleh NOL atau kredit pajak yang dibawa

ke periode berikutnya) diklasifikasikan sebagai lancar atau tidak lancar sesuai dengan perkiraan

tanggal pembalikan perbedaan temporer. Aktiva pajak tidak lancar bersih yang ditangguhkan

diklasifikasikan sebagai Aktiva Lain-lain. Kewajiban pajak tidak lancar bersih yang ditangguhkan

diklasifikasikan sebagai Kewajiban Jangka Panjang. Penyisihan penilaian/valuation allowance (dan

perubahan bersih di dalamnya) yang berkaitan dengan aktiva-aktiva pajak tangguhan yang tidak

memenuhi kriteria kemungkinan lebih besar untuk terealisasi haruslah diungkapkan. Selain itu,

perusahaan juga harus mengungkapkan estimasi pengaruh pajak dari masing-masing item yang

memunculkan sebagian besar dari kewajiban dan aktiva-aktiva pajak tangguhan (diluar dari

penyisihan penilaian).

Ketentuan-ketentuan Pengungkapan SEC

SEC juga telah mengadopsi ketentuan-ketentuan pengungkapan pajak penghasilan untuk

perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham-saham yang diperdagangkan untuk

umum/publik. Pengungkapan yang disyaratkan antara lain:

1. Rekonsiliasi selisih antara beban pajak penghasilan dan jumlah beban pajak yang seharusnya

dilaporkan jika yang diterapkan atas laporan laba perusahaan adalah tarif sesuai peraturan .

2. Jumlah perbedaan temporer yang diakibatkan oleh penangguhan kredit-kredit pajak investasi

(ketika dan jika ITC bisa diterapkan).

ANALISIS FINANSIAL PAJAK PENGHASILAN

Ketentuan pengungkapan berdasarkan SFAS No. 109 dan ketentuan pengungkapan

laporan keuangan SEC, memungkinkan para investor, kreditor dan pengguna-pengguna informasi

finansial lainnya untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih baik. Secara spesifik sebagai

berikut:

1. Kualitas pendapatan bisa dinilai karena situasi-situasi khusus yang memunculkan pendapatan

satu-saat disoroti.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 27: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

2. Aliran kas masa depan bisa dinilai dengan lebih mudah karena pembalikan aktiva dan

kewajiban-kewajiban pajak tangguhan disoroti.

3. Pengaturan perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah menjadi lebih kokoh karena lebih

mudah untuk menghitung tarif pajak aktual.

Catatan kaki di dalam laporan keuangan perusahaan memberikan informasi tambahan

yang bisa digunakan untuk menganalisa jumlah pajak penghasilannya. Secara spesifik, perusahaan

pada umumnya akan mengungkapkan informasi mengenai jumlah pajak yang akan dibayarkan

sesuai dengan tarif yang ditentukan oleh undang-udang federal, dan jumlah yang sebenarnya

dibayarkan (selain dari informasi mengenai perubahan-perubahan pada rekening aktiva dan

kewajiban pajak tangguhan serta informasi mengenai carryback dan carryforward pajak

penghasilan).

Sebagai contoh, masalah alokasi parsial versus komprehensif telah menyebabkan

beberapa ahli analisis keuangan untuk mengenyampingkan jumlah kewajiban pajak tangguhan

dalam menilai arus kas dan laba yang dapat dipertahankan di masa depan. Mereka yang

mendukung pendekatan alokasi parsial menyatakan bahwa ini merupakan kewajiban yang tidak

akan pernah dibayar, sehingga tidak memiliki konsekuensi arus kas masa depan.

Terakhir, telah dinyatakan secara tersirat bahwa jumlah kewajiban pajak penghasilan

perusahaan juga bisa digunakan untuk menilai seberapa agresif perusahaan tersebut dalam

melaporkan pendapatan-pendapatan akuntansinya.

STANDAR-STANDAR AKUNTANSI INTERNASIONAL

Pembahasan IASC mengenai akuntansi untuk pajak penghasilan tertera di dalam IAS No.

12, "Akuntansi untuk Pajak atas Laba". Pada tahun 1996, pernyataan ini direvisi untuk mengurangi

jumlah opsi yang dimiliki perusahaan saat membuat laporan akuntansi untuk pajak-pajak yang

ditangguhkan. Sebelumnya, perusahaan-perusahaan diizinkan untuk menerangkan perbedaan

waktu pajak penghasilan dengan menggunakan metode penangguhan maupun metode

kewajiban. Berdasarkan standar yang telah direvisi, hanya metode kewajiban yang diizinkan.

Standar yang telah direvisi ini cukup mirip dengan GAAP Amerika Serikat sebagaimana yang

digaris bawahi di dalam SFAS No. 109. IASC menambahkan beberapa issu lain seperti apakah

konsekuensi pajak dalam pemulihan nilai bawaan dari aktiva dan kewajiban-kewajiban tertentu

bergantung pada cara pemulihan atau penyelesaian (misal, tarif-tarif pajak yang berbeda atas

keuntungan modal). Jika ya, maka aktiva dan kewajiban-kewajiban pajak tangguhan akan diukur

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27

Page 28: Akuntansi Pajak Penghasilan - Terjemahan Schroeder Chapter 11

berdasarkan konsekuensi pajak yang akan menyertai pemulihan atau penyelesaian yang

diperkirakan.

A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27