aku tak ingin punya hati.docx
TRANSCRIPT
Aku tak ingin punya Hati
Pagi ini aku menatap ke luar jendela namun yang aku lihat hanyalah mendung tanpa
senyum. Badanku masih terasa lemas dan kaku, namun aku bersyukur masih bisa melihat
hujan di pagi ini. Aku terbangun dan melihat semuanya serba putih, aku mengira ini adalah
surga namun ternyata ini adalah rumah sakit tempat aku dirawat. Dari sudut kamar inilah aku
berjuang memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menulis semua tentang kamu disini dan
berharap suatu hari nanti malaikat akan membawamu ke sebuah toko buku dan menuntunmu
untuk menemukan tulisan ini disana sehingga kamu dapat membacanya. Aku hanya ingin
kamu tahu bahwa aku mencintaimu dengan tulus walaupun tak pernah ku katakan padamu.
Sampai kapanpun, cintaku ini tak akan pernah mati dan akan selalu hidup untukmu bersama
dengan tulisan ini.
Kampus biru adalah saksi aku mencintaimu dengan tulus, orang yang tidak pernah
kamu anggap ada sama sekali. Empat tahun lamanya kita menyelesaikan pendidikan di
perguruan tinggi, selama itu juga aku bertahan dan berkorban untuk-mu. Walaupun kamu
tidak pernah berubah dan terus memberikan aku luka disetiap semesternya, namun aku selalu
memaafkan-mu, diminta ataupun tidak diminta, maaf ini akan selalu ada untukmu dan
maafkan aku yang mencintaimu.
Semester pertama, aku bahagia Tuhan mempertemukan aku denganmu disini, orang
yang tidak pernah aku bayangkan akan menjadi cintaku, apakah ini takdir yang harus aku
jalani, Entahlah. Namun kita bagaikan anak kembar yang terlahir bersama dalam selisih
waktu satu detik. Sepertinya pertemuan kita ini sudah menjadi takdir yang tertulis digaris
tangan sebelum kita lahir ke dunia ini.
Semester dua, semuanya masih nampak baik-baik saja, belum ada perubahan aneh
yang kamu tunjukan padaku dan kitapun masih jalan bersama dan bercanda setiap harinya.
Semester tiga, inilah awal mulanya sikap kamu yang mendadak berubah aneh
kepadaku. Aku mencoba mendekat namun kamu selalu menghindar, aku mencoba bertanya
namun kamu hanya diam dan acuh. Kamu tiba-tiba menghapus pertemanan kita di facebook,
mengganti no handphone dan tak mau bicara lagi padaku. Setiap hari kamu selalu
membuatku bertanya-tanya dalam hati dan menyalahkan diriku sendiri atas perubahan sikap
kamu yang mendadak aneh itu.
13-12-2011 ingatkah kamu dengan tanggal ini? ini adalah pertama kalinya aku
memberikan kamu kado natal dan kamu menerimanya walaupun kamu masih tetap diam dan
tidak mengucapkan terima kasih padaku, namun aku tetap bahagia karena kamu mau
menerimanya.
Semester empat, sikap kamu masih saja sama dan tidak berubah, kamu masih saja
diam, cuek dan acuhkan diriku. Kamu memperlakukan aku seperti orang yang tidak pernah
kamu kenal sebelumnya. Aku bingung dengan semuanya ini dan aku bertanya pada satu
sosok pria yg berdiri jauh di dalam cermin tepat di depanku, “Wahai pria dalam cermin,
Apakah sosok yang sedang menangis malam ini adalah benar-benar diriku? Mengapa aku
harus menangis karena dirinya? Perasaan apakah ini? Apakah ini Cinta? Kalau memang
benar ini adalah cinta, aku tidak ingin semua ini terjadi karena memang sudah seharusnyalah
seperti itu, pasti ada yg keliru dengan hati ini, karena rasa ini tidak boleh ada, aku mohon,”
namun sosok pria dalam cermin itu hanya berdiri diam dan juga ikut menangis melihatku,
malam itu kita hanya saling memandang dan menangis bersama.”
Semester lima, Aku tahu kamu menghapus aku dari facebook karena kamu cemburu
pada salah satu teman aku di facebook, ketika itu kamu meminta aku untuk menghapusnya
dari facebook namun aku mengabaikannya karena aku tahu semuanya sedang baik-baik saja.
Seandainya saja saat itu aku memberitahukan kepadamu, bahwa akun facebook itu adalah
akun facebook palsu yang sengaja aku buat untuk mengetahui perasaan kamu ke aku saat itu.
Semester enam, waktu telah merubah segalanya, namun tak merubah sedikitpun rasa
cintaku padamu. Tahukah kamu dengan sikapmu yang selalu diam kepadaku, sudah
menyiksa hati ini selama bertahun-tahun. Hukuman seperti apalagi yang akan aku terima
darimu? Jika dengan mencaci dan menghina diriku ini dapat membuat kamu kembali bersinar
seperti dulu lagi, maka lakukanlah! karena aku bersedia menerimanya dengan sepenuh hati
dan maafkan aku yang tak berani mengungkapkan perasaan yang sama denganmu saat itu.
Semester tujuh, kamu hanya menghubungiku ketika butuh, namun aku selalu bahagia
tiap kali menerima telepon dan pesan singkat darimu. Jika dengan begitu aku dapat
berkomunikasi denganmu maka aku rela.
Semester delapan, 14 februari 2014 seakan menjadi hari yang paling membahagiakan
dalam hidup aku. Dimana aku bisa lebih dekat dan lebih lama denganmu disini. Kita
bernyanyi bersama, tertawa bersama dan bercanda bersama, walaupun hanya dua jam saja
namun rasanya aku sudah sangat bahagia. Setelah sekian lama kamu acuhkan diriku, tiba-tiba
saja kamu datang dan mengajakku pergi ke suatu tempat untuk pertama kalinya di
penghujung semester tahun ini. Terima kasih sudah mengajak aku kesini (rumah
bernyanyi/karaoke). Aku tidak tahu apa yang membuat kamu tiba-tiba berubah, semoga saja
ini bukan cara kamu lagi untuk mendekatiku seperti biasanya karena ada maunya
27 Februari 2014, siang itu kamu menghubungiku dan memintaku dengan lembut
untuk membawakan buku yang sudah aku belikan untukmu ke terminal. Buku ini begitu sulit
untuk di dapatkan, namun demi skripsi kamu itu, aku rela mencari dan menemukannya
untukmu. Siang itu cuaca sangatlah panas menusuk kulit namun aku tak peduli dengan
panasnya matahari dan tetap menuju ke terminal, untuk menunggumu disana bersama dengan
buku ini. Kamu pun datang mengambilnya dan langsung pergi meninggalkanku begitu saja
tanpa mengucapkan terima kasih. Aku hanya tersenyum lebar dalam hati dan menghela nafas
panjang, karena aku sudah tahu itu akan terjadi yaitu dimana kamu selalu mengabaikan aku
setelah kamu mendapatkan apa yang kamu mau dariku dan ini semua sudah sering kamu
lakukan berulang-ulang kali. Namun aku membiarkannya terjadi, karena aku hanya ingin
selalu berada disampingmu walaupun itu hanya sedetik saja.
Suatu malam aku berlutut dan berdoa: “Tuhan aku tak ingin punya hati, cabut saja
hati ini, untuk apa aku memiliki hati jika aku harus menangis setiap harinya, mungkin dengan
tidak memiliki hati aku akan bahagia. Karena selama hati ini masih bersarang dalam tubuh
ini, maka cintaku ini tidak akan pernah bisa hilang darinya, karena untuk menghilangkan rasa
cinta ini darinya maka hati ini pun harus ikut hilang”. Tuhan aku merasa hati ini diciptakan
hanya untuk mencintainya, karena sampai saat ini aku masih mencintainya. “Tuhan, jika aku
harus mengikuti kata hati ini maka sejujurnya aku mencintai dia dengan sepenuh hati, namun
semuanya ini tidak boleh terjadi karena otak aku selalu mengatakan ini adalah cinta yang
salah walaupun cinta tak pernah salah. Untuk itu ambil saja hati ini Tuhan! agar semuanya
menjadi baik-baik saja.
Sekarang kita sudah lulus dan wisuda, aku tak tahu dimanakah dirimu berada
sekarang? aku berharap kamu dapat menemukan hati aku dalam buku ini, karena aku masih
disini untukmu. Untuk sebuah nama yang ku panggil “D”
(By: Valdo Sapasuru//Juara 1 Lomba Cerpen Tabloid Kampus – “Hari Mudaku Hilang di
Makan Waktu”)