aktivitas ekstrak etanol batang sipatah-patah · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were...

145
AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH (Cissus quadrangula Salisb) SEBAGAI ANTIOSTEOPOROSIS PADA TIKUS (Rattus norvegicus) MUSTAFA SABRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Upload: trinhphuc

Post on 10-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH (Cissus quadrangula Salisb) SEBAGAI

ANTIOSTEOPOROSIS PADA TIKUS (Rattus norvegicus)

MUSTAFA SABRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 2: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Aktivitas Ekstrak Etanol

Batang Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) sebagai Antiosteoporosis

pada Tikus (Rattus norvegicus) adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 17 Februari 2011 Mustafa Sabri NRP. B161060021

Page 3: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

ii

Page 4: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

iii

ABSTRACT

Mustafa Sabri. The Activity of Ethanol-extract of Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) as an Antiosteoporosis on Female Rats (Rattus norvegicus). Under the supervision of Nurhidayat as chairman, Koeswinarning Sigit, Wasmen Manalu, and Bambang Pontjo Priosoeryanto as members of the Supervisory Committee.

Osteoporosis relates to characteristic and microscopic structural changes of bones. An experiment was conducted to study the effect of sipatah-patah extract (ESP) on the prevention and treatment of osteoporosis. In this study, forty female rats were divided into two groups: nonovariectomized group (NOV group) (20 rats) used to study the ability of ESP in preventing osteoporosis and ovariectomized group (OV group) (20 rats) used to study the effect of ESP in treating osteoporosis. Nonovariectomized (NOV) and OV rats were adapted for 10 days before treatment. Nonovariectomized group was divided into five groups: control group (NOV-0) and groups given ESP at the age of 30 days (NOV-1), 60 days (NOV-2), 90 days (NOV-3), and 120 days (NOV-4) with dose 750 mg/kg body weight/day orally. Ovariectomized group was also divided into five groups: sham group (OV-0) consisted of rats that only sliced skin without ovariectomy and ESP administration, control group was ovarietomized group without ESP administration (OV-1), and ovariectomized groups given ESP at the age of 90 days (OV-2), 120 days (OV-3), and 150 days (OV-4) with dose 750 mg/kg body weight/day orally. All treatments were within 180 days period. Weighing was done every 15 days (twice a month), and blood samples were drawn every 30 days via coccygeal vein approximately 2 ml for analizing calcium and phosphate concentrations. At the end of treatment, rats were euthanized and, subsequently, radiography examination was done to observe bone mass. Then, necropsy was done to observe the histology of bone, liver, kidney, and parathyroid gland. Right tibio-fibula bones, kidney, liver, and parathyroid were sampled and fixated using Buffered Neutral Formalin 10%. Furthermore, left radio-ulna bones and lumbar vertebrae II-V bones were taken to analyze the calcium and phosphorous bone concentrations. The kidney, liver, and parathyroid gland tissues were stained using hematoxylin-eosin (HE) (Humason 1967) to observe the toxicity effect of ESP. The bones were stained with HE to count the osteoblast and the osteoclast, and also stained with Masson Trichrome staining (Kiernan 1990) to observe the trabecular changes.

The result showed that ESP administration for 150 days in nonovariectomized rats (NOV-1) optimized calcium and phosphate concentrations, solid trabeculae, and had an effect on increasing the active osteoblast without toxic effects on the liver and kidney. Meanwhile, ESP administration on ovariectomized rats for 120 days (OV-2) was able to maintain calcium and phosphate homeostasis, improved the density and solidity of microscopic image of trabecular bone, and histological examination showed that ESP inhibited the formation of the osteoclast. Both observations showed no toxicity effect on liver and kidney. Keywords: Cissus quadrangula Salisb, osteoporosis, ovariectomy, bone

trabeculae, osteoblast, osteoclast

Page 5: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

iv

Page 6: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

v

RINGKASAN MUSTAFA SABRI. Aktivitas Ekstrak Etanol Batang Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) sebagai Antiosteoporosis pada Tikus (Rattus norvegicus). Di bawah bimbingan Nurhidayat sebagai ketua, Koeswinarning Sigit, Wasmen Manalu, dan Bambang Pontjo Priosoeryanto masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing.

Osteoporosis pada wanita lanjut usia sulit disembuhkan secara sempurna. Berbagai risiko dapat timbul akibat terapi hormonal sintetis, sehingga usaha pengobatan osteoporosis dialihkan kepada pemberian kalsium dan fosfor dalam makanan disertai dengan peningkatan aktivitas fisik serta penggunaan bahan-bahan yang berasal dari tanaman. Salah satu tanaman yang telah digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh untuk mengobati fraktur tulang dan sakit sendi adalah sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang khasiat sipatah-patah pada tikus masa pertumbuhan (prepubertas) untuk mencegah kejadian osteoporosis pada masa tua dan mengobati tikus osteoporosis yang diinduksi melalui ovariektomi. Dalam pelaksanaan penelitian ini batang tanaman sipatah-patah diekstraksi dengan etanol sehingga diperoleh ekstrak etanol batang sipatah-patah (ESP).

Penelitian ini menggunakan 40 ekor tikus betina galur Spraque Dawley umur 20 hari yang dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 20 ekor. Tikus-tikus penelitian ini diadaptasikan di dalam kandang selama 10 hari. Kelompok pertama nonovariektomi (NOV) untuk menguji aktivitas ESP dalam mencegah osteoporosis, sedangkan 20 ekor lainnya diovariektomi pada umur 50 hari (OV) untuk menguji aktivitas ESP dalam mengobati osteoporosis. Tikus kelompok NOV dibagi menjadi lima grup masing-masing empat ekor tikus, yang terdiri atas grup kontrol (NOV-0) tanpa ESP, sedang empat grup lainnya masing-masing diberi ESP mulai umur 30 hari (NOV-1), 60 hari (NOV-2), 90 hari (NOV-3), dan 120 hari (NOV-4). Tikus kelompok OV juga dibagi menjadi lima grup yaitu dua grup kontrol OV-0 (sham) dan kontrol OV-1 (osteoporosis), keduanya tidak diberi ESP. Tiga grup lainnya adalah tikus ovariektomi yang diberi ESP masing-masing mulai umur 90 hari (OV-2), 120 hari (OV-3), dan 150 hari (OV-4). Masa penyembuhan luka operasi tikus ovariektomi dilakukan selama sepuluh hari.

Dosis ESP adalah 750 mg/kgBB/24 jam/per oral. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 15 hari, dan pengambilan darah setiap 30 hari. Semua tikus NOV dieutanasi pada umur 180 hari sedangkan tikus OV pada umur 210 hari. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiografi untuk menganalisis kondisi tulang. Sementara itu tulang radius-ulna kiri serta tulang vertebra lumbalis II-V diambil untuk analisis kadar kalsium dan fosfor. Dilakukan pula pengukuran panjang tulang femur. Sayatan tulang tibia-fibula diwarnai dengan Hematosilin-eosin (HE) dan Masson trichrome (MT) untuk menganalisis densitas osteoblas dan osteoklas, serta kepadatan trabekula tulang.

Dari hasil analisis fitokimia sipatah-patah dengan metoda Gas Chromatografi-Mass Spectrophotometry (GC-MS) didapatkan unsur kalsium 4,33 %, fosfor 0,37 %, dan tujuh senyawa fitoestrogen sebesar 65,31 area % dari seluruh senyawa fitokimia yang ada. Hasil penelitian kelompok NOV menunjukkan bahwa tikus perlakuan yang diberi ESP berbagai rentang waktu pemberian mempunyai bobot badan yang lebih berat dibandingkan tikus kontrol (P<0,05). Tikus NOV-1 memiliki bobot badan 26.84 % lebih berat dibandingkan dengan tikus kontrol, diikuti tikus NOV-2, NOV-3, dan NOV-4 masing-masing sebesar 16,40 %, 17,01 %, dan 9,76 %. Hal ini mengindikasikan bahwa ESP berpengaruh nyata pada pertambahan bobot badan dibanding tikus kontrol.

Page 7: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

vi

Selain itu, perbedaan panjang tulang femur tikus NOV-1 sebesar 10,76 %, yang diikuti NOV-2 3,17 %, NOV-3 2,47 %, dan NOV-4 1,84 % lebih panjang dibanding kontrol (P<0,05). Hal ini menandakan bahwa ukuran kerangka tubuh semakin besar dan disertai peningkatan bobot badan.

Dari hasil pemeriksaan kadar kalsium darah tikus NOV-1 menunjukkan peningkatan dibandingkan pada tikus NOV-0 yang justru menurun. Peningkatan kadar kalsium tikus NOV-1 pada akhir perlakuan meningkat sebesar 4,49% yang dikuti NOV-2, NOV-3, dan NOV-4 masing-masing 4,92%, 4,89% dan 0,26% dibanding tikus kontrol (P <0,05). Peningkatan kadar kalsium darah tertinggi selama masa pemberian ESP ditunjukkan tikus NOV-2 dan NOV-3, pada tikus tersebut masing dalam periode peningkatan. Pada tikus NOV-1 kadar kalsium sudah mencapai level optimum sehingga pemberian ESP secara terus menerus tidak meningkat, melainkan dideposit ke dalam tulang atau kelebihan kalsium diekskresikan melalui ginjal, oleh mekanisme homeostasis. Pada tikus NOV-4 diduga karena rentang waktu pemberian ESP terlalu singkat untuk dapat meningkatkan kadar kalsium darah. Berbeda dari hasil yang diperoleh pada pengukuran kadar kalsium darah, pemberian ESP tidak memberikan pengaruh nyata pada kadar fosfor darah, karena kemungkinan kadar fosfor dalam darah sudah berada dalam level optimum. Pada gambaran mikroskopis sayatan memanjang tulang tibia masih ditemukan adanya sasaran epifisis disertai adanya sel-sel kondrosit yang sedang berproliferasi dan proses osifikasi pada trabekula. Hal ini menunjukkan bahwa tikus ini masih dalam masa pertumbuhan dan belum mencapai dewasa tubuh. Pada gambaran mikroskopis tulang tibia tikus dengan pewarnaan MT, tikus NOV-1 memiliki gambaran sasaran epifisis, substansia kompakta, dan trabekula dengan warna biru lebih pekat dibandingkan pada tikus NOV-0. Hal ini menandakan bahwa proses osifikasi sedang berlangsung.

Di samping itu, pada gambaran mikroskopis tulang tibia tikus juga ditemukan osteoblas aktif lebih padat dan densitas osteoklas lebih rendah dibandingkan pada tikus NOV-0, maupun tikus perlakuan lainnya. Sementara itu aktivitas osteoblas dan osteoklas di daerah metafisis lebih dominan ditemukan pada substansia spongiosa bagian sentral, dibandingkan dengan bagian tepi, sebagai akibat tenaga tarik oleh tendo dan ligamentum yang bertaut di bagian tepi metafisis tulang tersebut. Pembuluh darah juga banyak ditemukan di daerah metafisis yang berdekatan dengan keberadaan osteoklas dalam proses resorbsi tulang untuk sarana transportasi hasil metabolisme tulang. Walaupun analisis terhadap kadar kalsium dan fosfor tulang tikus perlakuan memberikan hasil yang sama dengan tikus kontrol (P>0,05), kerangka tubuh tikus-tikus perlakuan lebih besar dibandingkan tikus kontrol, sehingga kadar kalsium total tulang perlakuan relatif lebih tinggi dibandingkan pada tikus kontrol. Kondisi ini dapat dilihat dari gambaran radiografi tulang tibia tikus yang diberi ESP selama 150, 120, dan 90 hari menunjukkan densitas yang lebih radiopaque pada bagian epifisis, metafisis, dan diafisis dibandingkan pada tikus NOV-0. Dengan demikian, pemberian ESP di awal dan lama waktu pemberian ESP diduga berperan dalam peningkatan pertumbuhan bobot badan, ukuran tulang femur, kalsium dan fosfor, osteoblas aktif yang meningkat dan menekan keberadaan osteoklas sehingga terjadi perbaikan kualitas tulang yang ditunjukkan dengan kepadatan trabekula tulang yang meningkat.

Dalam penelitian kelompok OV, tikus umur 50 hari diovariektomi untuk membuat tikus dalam kondisi kekurangan hormon estrogen, sehingga tikus tersebut memiliki kondisi hormonal mirip dengan wanita pascamenopause. Hasil penelitian kelompok ini menunjukkan bahwa tikus ovariektomi (OV-1, OV-2, OV-3 dan OV-4) memiliki bobot badan yang lebih berat dibandingkan pada tikus OV-0 (P<0,05). Pada tikus ovariektomi yang diberi ESP (OV-2, OV-3 dan OV-4) terjadi

Page 8: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

vii

peningkatan bobot badan sejalan dengan lamanya waktu pemberian ESP dibandingkan pada tikus kontrol (OV-1) (P<0,05). Bobot badan OV-2 meningkat sebesar 26,13 g (16,99 %) yang diikuti oleh OV-3 dan OV-4 masing-masing sebesar 20,43 g (13,28 %) dan 17,85 g (11,6 %) dibandingkan pada tikus OV-1. Sementara itu tikus ovariektomi yang diberi ESP secara umum mengalami pertambahan panjang tulang femur. Panjang tulang femur tikus OV-2, OV-3, dan OV-4 di akhir penelitian masing-masing lebih panjang 4,11 %, 3,70 %, dan 2,12 % dibandingkan pada tikus OV-1 (P<0,05). Dengan demikian nutrisi yang terkandung dalam ESP yaitu kalsium, fosfor, dan fitoestrogen secara langsung dapat meningkatkan pertumbuhan tulang dan secara tidak langsung dapat meningkatkan bobot badan akibat peningkatan pertumbuhan tulang.

Kadar kalsium darah pada tikus OV-2, OV-3, dan OV-4 meningkat selama masa pemberian ESP, walaupun pada akhir perlakuan kadar kalsium tikus OV-2, OV-3, dan OV-4 tidak setinggi kadar kalsium tikus sham (P>0,05) tetapi lebih tinggi dari OV-1 (P<0,05). Hasil ini mengindikasikan bahwa pemberian ESP dapat meningkatkan kadar kalsium darah pada tikus ovariektomi walaupun tidak setinggi pada tikus sham. Kondisi yang sama juga ditemukan pada kadar fosfor darah yang diberi ESP meningkat sejalan dengan lama pemberian ESP dibandingkan dengan tikus OV-1, walaupun belum dapat menyamai kadar fosfor pada tikus sham. Keadaan yang sama juga ditemukan pada kadar kalsium tulang. Pada tikus OV-2 peningkatan kadar kalsium tulang adalah sebesar 2,68 % dibandingkan pada tikus OV-1 yang diikuti OV-3 dan OV-4 masing-masing sebesar 2,32 % dan 1.97 % (P<0,05), walaupun kadar kalsium tulang tikus ovariektomi yang diberi ESP tidak setinggi pada tikus sham. Pola yang mirip ditemukan juga pada kadar fosfor. Peningkatan kadar fosfor tulang OV-2 sebesar 0,25 %, yang dikuti OV-3 dan OV-4 masing-masing 0,14 % dan 0,24 % dibandingkan pada tikus OV-1. Pada gambaran radiografi, tulang tibia tikus OV-2 terlihat lebih radiopaque dibandingkan tikus OV-1, gambaran tingkat kepadatan tulang ini dikuti oleh tikus OV-3 dan OV-4. Walau demikian gambaran radiografi tulang tibia tikus ovariektomi menunjukkan densitas yang lebih radiolucent dibandingkan pada tikus sham. Sementara itu, pada tikus OV-2 densitas osteoblas aktif lebih padat dan densitas osteoklas lebih rendah dibandingkan pada tikus OV-1 dan tikus perlakuan lainnya. Dengan demikian, ESP memengaruhi homeostasis kalsium dan fosfor darah. Hal ini terlihat pada peningkatan kadar kalsium tikus OV-2 yang meningkat pada level optimal walaupun produksi estrogen diduga sangat menurun. Waktu pemberian ESP yang lebih lama mampu mensubstitusi defisiensi kadar kalsium, fosfor, dan estrogen akibat ovariektomi. Tikus OV-2 menunjukkan densitas trabekula yang lebih rapat dibandingkan pada tikus OV-1 maupun pada tikus OV-3 dan OV-4. Pemberian ESP yang lebih lama pada tikus OV-2 dapat mengurangi kehilangan massa tulang yang ditunjukkan dengan mikrostruktur trabekula yang lebih rapat, dan juga mengurangi aktivitas osteoklas serta merangsang osteoblas dalam pembentukan massa tulang dibandingkan dengan tikus OV-1. Efek ini diduga erat hubungannya dengan interaksi fitoestrogen dalam ESP dengan reseptor estrogen alpha atau beta (ER-α, ER-β) pada osteoblas seperti halnya aktivitas estrogen endogen pada osteoblas. Dengan demikian pemberian ESP asal Aceh dapat mencegah osteoporosis pada tikus betina nonovariektomi prepubertas dan mengobati osteoporosis pada tikus ovariektomi dengan cara mempertahankan kadar kalsium darah, peningkatan densitas osteoblas aktif, dan penurunan densitas osteoklas sehingga terjadi peningkatan kepadatan trabekula tulang.

Keywords: Cissus quadrangula Salisb, osteoporosis, ovariektomi, trabekula

tulang, osteoblas, osteoklas

Page 9: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

viii

©Hak cipta milik IPB, tahun 2010

Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 10: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

ix

AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH (Cissus quadrangula Salisb) SEBAGAI

ANTIOSTEOPOROSIS PADA TIKUS (Rattus norvegicus)

MUSTAFA SABRI

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 11: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

x

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Nastiti Kusumorini

(Dosen pada Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, Bogor)

2. Dr. drh. Chairun Nisa’, MSi, PAVet

(Dosen pada Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, Bogor)

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Drh. Yulvian Sani, Ph.D. (Kepala Bidang Program dan Evaluasi pada

Balai Besar Penelitian Veteriner (BALITVET) Kementerian Pertanian Republik Indonesia di Bogor)

2. Dr. drh. Hera Maheshwari, M.Sc.

(Dosen pada Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, Bogor)

Page 12: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xi

Judul Penelitian : Aktivitas Ekstrak Etanol Batang Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) sebagai Antiosteoporosis pada Tikus (Rattus norvegicus)

Nama : Mustafa Sabri NIM : B 161060021

Disetujui : Komisi Pembimbing

Ketua Dr. drh. Nurhidayat, MS, PAVet

Anggota Prof. Dr. drh. Koeswinarning Sigit, MS

Anggota Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu

Anggota Prof. Dr. drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS, APVet

Mengetahui:

Ketua Program Studi Sains Veteriner

Prof. Dr. drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS, APVet

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 17 Februari 2011 Tanggal Lulus:

Page 13: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xii

Page 14: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xiii

PRAKATA Bismillahirrahmanirrahiim.

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah menurunkan Al Qu’ran yang suci dan mulia sebagai penerang dan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Shalawat dan salam kepada Baginda Rasulullah SAW, yang telah membawa risalah kebenaran Islam kepada umatnya, juga kepada keluarga, para sahabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Alhamdulilah atas rahmat dan karunia Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2008 dengan judul Aktivitas Ekstrak Etanol Batang Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) sebagai Antiosteoporosis pada Tikus (Rattus norvegicus).

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. drh. Nurhidayat, MS, PAVet sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr.drh. Koeswinarning Sigit, MS, Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu, dan Prof. Dr. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, APVet masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, atas bimbingan, saran, dan arahan mulai dari penulisan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penyempurnaan penulisan ini sehingga dapat menambah wawasan penulis dalam berbagai hal yang tertuang dalam disertasi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Syiah Kuala dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala atas izinnya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melanjutkan pendidikan Doktor, pada Program Studi Sains Veteriner di Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Laboratorium Riset Anatomi AFF FKH-IPB, Laboratorium Patologi KRP-FKH-IPB beserta seluruh staf, atas kesempatan dan segala fasilitas yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan, sehingga penelitian ini dapat berlangsung dengan baik. Kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi penulis mengucapkan terima kasih atas pemberian dana dari Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS), Program Sandwich, dan Program Hibah Doktor. Tak lupa juga ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Pemerintah Aceh Darussalam atas Beasiswa NAD selama tiga tahun mengikuti pendidikan S3 di IPB.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. drh. Heru Setijanto, PAVet (K), Dr. drh. Srihadi Agungpriyono, PAVet (K), Dr. drh. Chairun Nisa’, MSi, PAVet, Dr. drh. Savitri Novelina, MSi, PAVet, drh. Supratikno, MSi, PAVet, yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada rekan-rekan mahasiswa seangkatan yang setia dan penuh pengorbanan Dr. drh. I Nyoman Suarsana, MSi (FKH-UNUD), Dr. Ir. Najamuddin, MSi, (Universitas Tadulako), Dr. Muharram Saipulloh, SSi, MSc, drh. Sutiastuti, MSi. (BALIVET), Dr. drh. Sophia Setiawati, MP (Karantina Jakarta), Dr. drh. Ni Ketut Natih Karuni, MSi. (BPMSOH), drh. Sri Wahyuni, MSi, Harry, SSi, drh. Mawar Subangkit, drh. Faisal, drh. Siti Asyiah, yang dengan setia menemani penulis di perantauan. Rasanya tidak cukup ucapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan di tulisan ini, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya.

Penghargaan yang setulusnya disampaikan juga kepada orang tua Ayahanda H.Yacub Hasan, SH. (Alm) ibunda Hj. Sawiyah Puteh dan ibu mertua

Page 15: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xiv

Hj. Katidjah Main atas kasih sayang dan doa restunya, dan juga kepada kakak Maryani, SPd, Dra Nuraini, Ir. Drs. Hasan Basri, SpI. MSi, MT, Sofiati, SPd, Nurlaili, SH, SP, Rahmad Fadli, SE, MSi, dan adik Fauzi Helmi, ST, MT, Bambang Yusri, ST, MT, Yeni Yusraini, SP, MP, atas doanya serta kepada istri yang tercinta Safrida Afriana, ST, MSc, ananda Alya Kurnila Ramazani, atas kasih sayang, kesabaran, pengorbanan dan dorongannya yang telah mengantar penulis hingga dapat menyelesaikan studi S-3 saya.

Terima kasih kepada Ibu Nurtamani, Mas Bayu, Pak Holid, Pak Soleh, Pak Kasnadi, Pak Ngdang, Mas Koko yang sangat banyak membantu selama penelitian berlangsung, juga Pak Hasanuddin, Pak Sayuti, Pak Ali, dan kawan-kawan di FORKUB dan IKAMAPA Universitas Syiah Kuala di Bogor serta kepada berbagai pihak atas bantuan dan kerja samanya selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan semoga Allah SWT memberi rahmat bagi kita semua. Amin

Bogor, 17 Februari 2011

Penulis

Page 16: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sigli pada tanggal 10 April 1969 sebagai putera

ketujuh (dari sepuluh bersaudara) dari pasangan H.Yacub Hasan, SH (Alm) dan Hj. Sawiyah Puteh. Penulis diterima pada Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala melalui SIPENMARU pada tahun 1988, lulus Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun 1994 dan memperoleh gelar Dokter Hewan pada tahun 1995. Pada tahun 1998 penulis diterima di Program Studi Sains Veteriner Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan memperoleh gelar Magister Pertanian pada tahun 2000. Kesempatan melanjutkan pendidikan pada jenjang program Doktor pada program Sains Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006 yang dibiayai oleh BPPS, Departemen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Sejak tahun 1997 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai dosen tetap di Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

Selama mengikuti program S-3, penulis telah menghasilkan beberapa artikel. Artikel yang sudah diterbitkan dengan judul: “Analysis of Phytochemical and Mineral Content of Sipatah-patah Plant (Cissus quandrangula Salisb) from Aceh as Osteoporosis Premedication” pada Jurnal Rona Lingkungan Volume 1, No 2, September 2009. Artikel lain yang akan diterbitkan berjudul: “Kualitas Tulang Tikus Betina Normal yang diberi Ekstrak Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) pada Masa Pertumbuhan” pada Jurnal Veteriner (In press). Adapun artikel dengan judul: “The Effect of Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) Extract Administration on Quality of Bone Growth in Normal Growing Female Rats” telah diterbitkan pada The First Congress of South East Asia Veterinary School Association (SEAVSA) di Bogor, Indonesia, 20-22 Juli, 2010 dan “The Effect of Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) on Increasing Bone Cell and Osteoblastogenesis on Rats During Growth Period” yang diterbitkan pada kumpulan abstrak di Pertemuan Ilmiah Nasional Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia, Jakarta 27-28 November 2010. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan tugas yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan pada program S-3, di Sekolah Pascasarjana IPB .

Page 17: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xvi

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xviii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxi

I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5 1.3. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5 1.4. Hipotesis ........................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7 2.1. Struktur Tulang ................................................................................. 7

2.1.1. Komposisi Tulang. ..................................................................... 10 2.1.2. Metabolisme Tulang .................................................................. 11 2.1.3. Modeling dan Remodeling Tulang ............................................ 16

2.2. Osteoporosis ..................................................................................... 18 2.2.1. Kalsium ..................................................................................... 21 2.2.2. Fosfor ........................................................................................ 23 2.2.3. Vitamin D ................................................................................... 24 2.2.4. Hormon Paratiroid ..................................................................... 26 2.2.5. Estrogen ................................................................................... 28 2.2.6. Fitoestrogen .............................................................................. 29

2.3. Ovariektomi ....................................................................................... 31 2.4. Aplikasi Pengobatan Osteoporosis .................................................. 31 2.5. Tanaman Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) .................... 32

III. BAHAN DAN METODE .......................................................................... 37 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 37 3.2. Materi ............................................................................................... 37

3.2.1. Tanaman Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) .............. 37 3.2.2. Hewan Coba ............................................................................. 37 3.2.3. Bahan Penelitan ........................................................................ 38 3.2.4. Alat Penelitian ........................................................................... 38

3.3. Metode .............................................................................................. 39 3.3.1. Pembuatan Ekstrak Batang Sipatah-patah (ESP) .................... 39 3.3.2. Analisis Kandungan Kalsium dan Fosfor Bahan Aktif dan Analisis Senyawa Fitokimia Batang Sipatah-patah ................... 39

3.3.3. Pembagian Kelompok Tikus ..................................................... 39 3.3.4. Kelompok Tikus Nonovariektomi (NOV) ................................... 39 3.3.5. Kelompok Tikus Ovariektomi (OV) ............................................ 41

3.4. Parameter ........................................................................................ 42 3.5. Analisis Hasil ................................................................................... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 46 4.1. Hasil ................................................................................................. 46 4.1.1. Analis Proksimat Batang Kering Sipatah-patah dan Penapisan Fitokimia Ekstrak Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) ................................................... 46

Page 18: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xvii

4.1.2. Identifikasi Kandungan ESP .................................................. 46 4.2. Pengaruh Pemberian ESP Kelompok Tikus Nonovariektomi ......... 48

4.2.1. Pertumbuhan Bobot Badan Tikus ........................................... 48 4.2.2. Pengukuran Panjang Tulang Femur ...................................... 49 4.2.3. Kadar Kalsium dan Fosfor Darah ......................................... 50 4.2.4. Gambaran Radiografi Tulang ................................................ 53 4.2.5. Gambaran Mikroskopis Trabekula dan Buluh Darah

Tulang Tibia .......................................................................... 54 4.2.6. Aktivitas Osteoblas dan Osteoklas ......................................... 58 4.2.7. Gambaran Mikroskopis Kelenjar Paratiroid ........................... 63 4.2.8. Gambaran Mikroskopis Hati dan Ginjal ................................. 65

4.3. Pengaruh Pemberian ESP Kelompok Tikus Ovariektomi ................ 67 4.3.1. Bobot Badan Tikus ................................................................ 67 4.3.2. Panjang Tulang Femur .......................................................... 68 4.3.3. Kadar Kalsium dan Fosfor Darah .......................................... 68 4.3.4. Gambaran Radiografi Tulang ................................................ 71 4.3.5. Densitas Osteoblas dan Osteoklas ....................................... 71 4.3.6. Gambaran Mikroskopis Trabekula dan Buluh Darah Tulang Tibia ........................................................................... 73 4.3.7. Gambaran Mikroskopis Kelenjar Paratiroid ........................... 78 4.3.8. Gambaran Mikroskopis Hati dan Ginjal ................................. 79

4.4. Pembahasan ................................................................................... 81 4.4.1. Hasil Analisis Batang Sipatah-patah ..................................... 81 4.4.2. Hasil Kelompok Tikus Nonovariektomi ............................... 82 4.4.3. Hasil Kelompok Tikus Ovariektomi ..................................... 85

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 95

LAMPIRAN .................................................................................................... 105

Page 19: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xviii

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 1. Komponen fitokimia ESP .................................................................. 46 Tabel 2. Komposisi kimia ekstrak etanol batang sipatah-patah

berdasarkan GC-MS . ...................................................................... 47 Tabel 3. Persentase perubahan kadar kalsium dan fosfor serum darah

tikus di awal dan di akhir pemberian ESP…………………….. ......... 52 Tabel 4. Persentase kadar kalsium dan fosfor tulang tikus selama

masa pemberian ESP . ..................................................................... 53 Tabel 5. Densitas osteoblas aktif dan pasif, osteoklas, dan buluh darah

pada tulang tibia tikus yang diberi ESP pada umur 30,60,90 dan 120 hari ..................................................................................... 63

Tabel 6. Persentase perubahan kadar kalsium dan fosfor serum darah tikus ovariektomi di awal dan di akhir pemberian ESP . ................... 70

Tabel 7. Persentase kadar kalsium dan fosfor tulang tikus ovariektomi selama masa pemberian ESP ........................................................ 71

Tabel 8. Densitas osteoblas aktif dan pasif, osteoklas, dan buluh darah pada tulang tibia tikus ovariektomi yang diberi ESP pada umur 90, 120, dan 150 hari ..................................................... 72

Page 20: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xix

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur tulang panjang ............................................................... 9 Gambar 2. Gambaran substansia kompakta dan substansia

spongiosa (trabekula) di metafisis bagian proksimal tulang panjang ............................................................................. 10

Gambar 3. Gambaran sel osteogenik, osteoblas, osteosit, dan osteoklas .... 13 Gambar 4. Faktor-faktor yang memengaruhi fungsi osteoblas ..................... 14 Gambar 5. Diagram interaksi dari osteoblas dan osteoklas dalam

proses remodeling pada permukaan tulang ................................ 15 Gambar 6. Perubahan massa tulang berdasarkan umur pada manusia ...... 16 Gambar 7. Bagan patogenesis proses osteoporosis ..................................... 20 Gambar 8. Peranan kelenjar paratiroid dan kelenjar tiroid dalam

homeostasis kadar kalsium darah .............................................. 27 Gambar 9. Bangun struktur kimia estrogen endogen dan fitoestrogen ........ 30 Gambar 10. Morfologi tanaman sipatah-patah (Cissus quadrangula

Salisb) dari Aceh dan Cissus quadrangularis Linn. dari India ..................................................................................... 34

Gambar 11. Skema alur penelitian ................................................................. 43 Gambar 12. Alur penelitian tikus nonovariektomi ........................................... 44 Gambar 13. Alur penelitian tikus ovariektomi ................................................. 45 Gambar 14. Gambaran pertumbuhan bobot badan tikus yang ditimbang

setiap 15 hari sekali dari umur 30 hingga 180 hari pada grup NOV-0,NOV-1, NOV-2, NOV-3, dan NOV-4........................ 49

Gambar 15. Diagram ukuran panjang tulang femur tikus setelah masa perlakuan selama 180 hari ............................................... 50

Gambar 16. Gambaran kadar kalsium serum darah tikus yang diberi ESP mulai umur 30, 60, 90, dan 120 hari ........................................... 51

Gambar 17. Gambaran kadar fosfor serum darah tikus yang diberi ESP mulai umur 30,60,90, dan 120 hari ............................................. 51

Gambar 18. Gambaran radiografi tulang tibia tikus dengan perlakuan pemberian ESP mulai umur 30, 60, 90, dan 120 hari ................. 54

Gambar 19. Gambaran umum tulang tibia ...................................................... 55 Gambar 20. Gambaran trabekula pada potongan memanjang tulang tibia

tikus ............................................................................................ 56 Gambar 21. Gambaran sketsa densitas trabekula pada tulang tibia

setelah pembuangan sumsum tulang .......................................... 57 Gambar 22. Osteoblas pada tulang tibia tikus ................................................. 59 Gambar 23. Gambaran osteoklas yang sedang merusak trabekula .............. 59 Gambar 24. Distribusi osteoblas aktif dan pasif pada tulang tibia tikus

umur 180 hari pada tikus kontrol dan yang diberi ESP pada umur 30, 60, 90, dan 120 hari .................................................... 61

Gambar 25. Densitas osteoklas tulang tibia tikus yang diberi ESP mulai umur 30,60,90, dan 120 hari ...................................................... 63

Gambar 26. Gambaran mikroskopis kelenjar paratiroid tikus yang diberi ESP mulai umur 30, 60, 90, dan 120 hari ................................... 64

Gambar 27. Gambaran mikroskopis hati ........................................................ 65 Gambar 28. Gambaran mikroskopis ginjal ...................................................... 66

Page 21: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xx

Gambar 29. Gambaran pertumbuhan bobot badan tikus ovariektomi yang ditimbang setiap 15 hari sekali dari umur 60 hingga 210 hari pada OV-0, OV-1, OV-2, OV-3, dan OV-4 .................................. 67

Gambar 30. Diagram ukuran panjang tulang femur tikus ovariektomi setelah masa perlakuan selama 180 hari .................................... 68

Gambar 31. Gambaran kadar kalsium serum darah tikus ovariektomi yang diberi ESP pada umur 90, 120, dan 150 hari ............................. 69

Gambar 32. Gambaran kadar fosfor serum darah tikus ovariektomi yang diberi ESP pada umur 90, 120, dan 150 hari ............................... 69

Gambar 33. Gambaran radiografi tulang tibia tikus ovariektomi dengan perlakuan pemberian ESP pada umur 90,120, dan 150 hari ........................................................................................ 72

Gambar 34. Distribusi osteoblas aktif dan pasif pada tulang tibia tikus ovariektomi umur 210 hari pada tikus kontrol dan yang diberi ESP pada umur 90,120, dan 150 hari .......................................... 74

Gambar 35. Densitas osteoklas tulang tibia tikus ovariektomi yang diberi ESP pada umur 90,120, dan 150 hari .......................................... 75

Gambar 36. Gambaran trabekula pada potongan memanjang dan sketsa densitas trabekula tulang tibia setelah pembuangan bone marrow dari tikus ovariektomi yang diberi ESP selama 120, 90, dan 60 hari ................................................................................... 77

Gambar 37. Gambaran mikroskopis kelenjar paratiroid tikus yang diberi ESP pada umur 90,120, dan 150 hari .......................................... 78

Gambar 38. Gambaran mikroskopis hati tikus ................................................. 79 Gambar 39. Gambaran mikroskopis ginjal tikus .............................................. 80

Page 22: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat identifikasi sipatah-patah ................................................. 106 Lampiran 2. Komposisi makanan tikus.......................................................... 107 Lampiran 3. Penapisan fitokimia tanaman sipatah-patah ............................. 108 Lampiran 4. Metode analisis proksimat ......................................................... 104 Lampiran 5. Metode ekstraksi ....................................................................... 110 Lampiran 6. Metode kromatografi gas ......................................................... 111 Lampiran 7. Prosedur analisis kadar kalsium dan fosfor ............................... 111 Lampiran 8. Metode pewarnaan ................................................................... 114 Lampiran 9. Rerata berat badan kelompok pencegahan yang ditimbang 15 hari sekali dari awal pemeliharaan ..................... 115 Lampiran 10. Panjang tulang femur ................................................................ 115 Lampiran 11. Rerata kadar kalsium darah kelompok pencegahan yang diukur 1 bulan sekali dari awal pemeliharaan .................. 116 Lampiran 12. Rerata kadar fosfor darah pada grup percobaan sebelum dan sesudah pemberian ekstrak etanol sipatah-patah .............. 116 Lampiran 13. Kadar kalsium dan fosfor tulang pada masa pencegahan

yang diberi ekstrak etanol sipatah-patah selama 180 hari pada tikus putih ......................................................................... 116

Lampiran 14. Rerata bobot badan kelompok pengobatan yang ditimbang 2 minggu sekali dari awal pemeliharaan ................... 117 Lampiran 15. Panjang tulang femur tikus perlakuan ovariektomi .................... 117 Lampiran 16. Rerata kadar kalsium darah grup ovariektomi yang diukur 1 bulan sekali dari awal pemeliharaan ........................... 117 Lampiran 17. Rerata kadar fosfor tikus ovariektomi yang diukur 1 bulan sekali dari awal pemeliharaan ...................................... 118 Lampiran 18. Rerata kadar kalsium dan fosfor tulang pada grup ovariektomi yang diberi ekstrak etanol sipatah-patah selama 180 hari pada tikus putih........................................... 118 Lampiran 19. Analisis RAL in Time ........................................................... 118 Lampiran 20. Hasil analisis kadar kalsium .……………………………………. . 127 Lampiran 21. Hasil analisis fitokimia……………………………………………. . 128 Lampiran 22. Hasil analisis GC-MS ................................................................ 129

Page 23: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

xxii

Page 24: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Tulang adalah organ keras yang berfungsi sebagai alat gerak pasif dan

menjadi tempat pertautan otot, tendo, dan ligamentum. Tulang juga berfungsi

sebagai penopang tubuh, melindungi organ tubuh yang lunak dan mudah rusak,

memberi bentuk tubuh serta juga sebagai tempat hemopoiesis darah (Favus

1993; Leeson et al. 1996). Tulang menjadi keras dan kuat karena dibentuk oleh

kristal kalsium yang padat serta serabut kolagen yang lentur (Stevenson dan

Marsh 1992), sehingga tulang juga berfungsi sebagai deposit mineral, khususnya

kalsium, fosfat, dan magnesium dengan kepadatan tertentu melalui pengaturan

sistem homeostasis tubuh (Burger et al. 1995).

Tulang skeletal dewasa secara umum memiliki dua bagian, yaitu bagian

kompakta yang mencapai proporsi sekitar 80 % dan bagian spongiosa sekitar

20 % (Stevenson dan Marsh 1992). Bagian kompakta bersifat lebih padat dan

terletak di bagian tepi tulang sehingga dinamakan juga bagian korteks, yaitu

bagian yang padat dan tebal sesuai dengan fungsinya sebagai penyangga tubuh.

Bagian spongiosa disebut juga bagian trabekula karena bentuknya yang

berongga atau lamelar yang tersusun dalam garis-garis trayektori dengan arah

sesuai dengan tuntutan gerakan yang ditimbulkan oleh tarikan otot-otot dan

ligamentum yang bertaut padanya. Pada tulang panjang, bagian korpus

sebagian besar terdiri atas bagian tulang kompakta yang mengelilingi sumsum

tulang dan pada kedua ujungnya (metafisis) mengandung bagian spongiosa

yang dikelilingi oleh tulang kompakta. Seluruh permukaan tulang, kecuali pada

permukaan persendian, dibungkus oleh lapisan jaringan ikat khusus yang disebut

periosteum, sedang bagian dalam dilapisi oleh selapis endosteum yang

membatasi rongga-rongga di bagian spongiosa, yaitu suatu lapisan jaringan ikat

yang fungsinya sama dengan periosteum, yaitu menjadi tempat sel-sel osteoblas

(Carola et al. 1990).

Jaringan tulang dibentuk oleh sel-sel tulang, yaitu osteosit, osteoblas, dan

osteoklas. Osteosit adalah sel osteoblas yang terpendam di dalam matriks

tulang (Leeson et al. 1996). Osteoblas berfungsi sebagai pembentuk osteoid

(matriks tulang) dan serabut kolagen tulang. Osteoklas berfungsi sebagai

Page 25: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

2

penghancur tulang. Dalam keadaan normal, osteoblas dan osteoklas bekerja

sama dalam pembentukan struktur tulang yang mencakup proses modeling dan

remodeling (Smith 1993).

Faktor yang memengaruhi kepadatan tulang adalah cara hidup (pola

makan, aktivitas fisik, merokok, asupan kalsium), obesitas, paritas (jumlah anak),

Iaktasi, usia yang masih terlalu muda pada saat pertama kali hamil, penyakit

kelenjar tiroid, dan penggunaan obat-obat kontrasepsi hormonal (Winarno 1998).

Secara normal, puncak kepadatan tulang pada manusia dicapai pada usia

tiga puluhan. Setelah itu akan terjadi proses penurunan kepadatan tulang yang

biasanya disertai dengan atau tanpa kerusakan arsitektur tulang, sehingga

kekuatan tulang akan menurun yang mengarah kepada kerapuhan tulang

(porous) atau dikenal sebagai osteoporosis. Secara umum keadaan ini dijumpai

pada manusia lanjut usia, terutama pada wanita (Ott 1990). Satu dari tiga wanita

yang berumur lebih dari 55 tahun akan terkena osteoporosis, sedangkan pada

pria, satu dari 12 pria di atas umur 55 tahun akan terkena osteoporosis. Pada

wanita kejadian ini menyebabkan kehilangan massa tulang yang lebih besar

dibandingkan pria, sehingga risiko terjadinya osteoporosis dan patah tulang akan

lebih tinggi pada wanita (Dawson-Hughes 1996; Magetsari 1999).

Kepadatan tulang yang didapat selama masa pertumbuhan merupakan

faktor yang menentukan terjadinya kasus osteoporosis di kemudian hari

(Karlson et al. 1995). Kepadatan tulang yang tinggi pada masa premenopause

dapat mempertahankan deposit kalsium tulang sehingga mengurangi kehilangan

atau penurunan kalsium pada masa menopause. Dengan demikian, individu

dengan kepadatan tulang yang tinggi pada masa pertumbuhan sampai masa

premenopause akan terhindar dari osteoporosis pada masa pascamenopause

(Compston et al. 1993). Apabila kekurangan kalsium pada usia awal, maka

dapat mengalami patah tulang pada usia 57-58 tahun (Nguyen et al. 1995).

Pada saat tulang yang mengalami osteoporosis mencapai puncaknya,

maka tulang tersebut akan menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini merupakan

konsekuensi dari berkurangnya jumlah kalsium dalam massa tulang yang

merupakan faktor risiko untuk terjadinya osteopenia dan osteoporosis

(Rachman et al. 1996; Ott 2002). Kondisi demikian akan sangat berbahaya

karena apabila berlanjut dalam jangka waktu yang cukup lama, tulang sebagai

kerangka tubuh tidak dapat lagi menyangga bobot tubuh sehingga apabila terjadi

Page 26: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

3

patah tulang maka akan sulit untuk sembuh seperti sediakala. Studi epidemiologi

menunjukkan banyaknya cedera pada penderita osteoporosis adalah pada ossa

vertebrae, ossa coxae, dan collum femoris. Tulang-tulang ini lebih banyak

mengandung trabekula dibandingkan tulang kompakta (Favus 1993).

Bukti substansial mengindikasikan bahwa osteoporosis merupakan

masalah kesehatan global dengan ciri kerusakan mikroarsitektur massa tulang,

dan terjadi pada 150 juta orang di seluruh dunia per tahun. Proses osteoporosis

terjadi karena berkurangnya kadar estrogen pascamenopause pada wanita.

Estrogen merupakan salah satu faktor yang sangat diperlukan dalam

mengaktifkan osteoblas di jaringan endosteum di sekitar jaringan mieloid

sumsum merah pada individu dewasa. Faktor lain yang memengaruhi aktivitas

osteoblas adalah nutrisi, hormon paratiroid, vitamin D, sitokin, kortisol, dan

aktivitas individu (Smith 1993). Osteoblas ini berfungsi untuk sintesis unsur

organik matriks tulang (osteoid), yaitu kolagen, proteoglikan, dan glikoprotein

(Carola et al. 1990; Telford dan Bridgman 1995; Leeson et al. 1996). Memasuki

usia 40 tahun, secara fisiologis produksi estrogen mulai berkurang hingga

konsentrasinya hanya mencapai 10 % saat wanita memasuki masa

pascamenopause (Smith 1993) yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal

(Guyton 1996).

Secara medis beberapa jenis preparat hormon estrogen sintetis dapat

dipakai untuk mengobati osteoporosis, namun dalam praktiknya hal ini sangat

berat karena harus diberikan seumur hidup (Gass dan Neff 1995). Selain itu

pengobatan hormonal memiliki banyak kelemahan, misalnya meningkatkan risiko

kanker payudara, karsinoma endometrium, perdarahan per vagina,

tromboflebitis, dan tromboemboli (Nguyen et al. 1995; Genant et al. 1998). Oleh

karena itu, kini fokus penelitian dan pengobatan osteoporosis diarahkan melalui

pengobatan lain dengan risiko yang lebih rendah terhadap tubuh, antara lain

memberikan penambahan dosis asupan mineral, khususnya imbangan kalsium

fosfat di dalam makanan, pemberian vitamin A, vitamin C, vitamin D, peningkatan

aktivitas fisik, dan penggunaan bahan alami dari tanaman yang mengandung

fitoestrogen. Bahan alami tanaman ini telah lama digunakan secara tradisional

oleh masyarakat untuk mengobati penyakit (Tiangburanatham 1996;

Dalimartha 2003). Sementara itu Rachman et al. (1996) menyatakan

penggunaan fitoestrogen memiliki efek keamanan yang lebih baik dibandingkan

dengan estrogen sintetis atau obat-obat hormonal pengganti (hormonal

replacement therapy).

Page 27: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

4

Sejak dahulu, masyarakat telah mengenal beberapa tanaman untuk

mengobati berbagai macam penyakit. Akhir-akhir ini hal tersebut semakin

gencar didengungkan dengan slogan back to nature. Di Afrika, India, Sri Lanka,

Malaysia, dan Jawa, Cissus qudrangularis Linn. banyak dipakai untuk mengatasi

sakit sendi, sipilis, penyakit kelamin, dan osteoporosis (Shirwaikar et al. 2003).

Studi literatur menunjukkan bahwa batang Cissus qudrangularis Linn.

mengandung triterpen seperti α- dan β-amirin, β-sitosterol, ketosteroid, β-

karoten, dan vitamin C (Attawish et al. 2002), γ-amirin, δ-amiron (Mehta et al.

2001). Semua senyawa ini mempunyai potensi efek metabolik dan fisiologik

yang berbeda (Shirwaikar et al. 2003; Combaret et al. 2004) dan diketahui

memberikan perlindungan terhadap kerusakan lambung pada hewan model

(Navarrete et al. 2002; Sairam et al. 2002). Studi fitokimia pada Cissus

qudrangularis Linn. menunjukkan adanya kandungan flavonoid seperti kuersetin

dan vitamin C serta resveratrol, piceatannol, palidol, asam askorbat, ketosteroid,

dan karoten (Tiangburanatham 1996; Swamy et al. 2006). Di India dan Sri

Langka, Cissus qudrangularis Linn. dikenal dapat mengobati patah tulang karena

kemampuannya mempertautkan tulang (Sivarajan dan Balachandran 1994).

Nadkarni (1954) menjelaskan bahwa akar Cissus qudrangularis Linn. sangat

berguna untuk pengobatan retak tulang baik diminum maupun digunakan

sebagai plester eksternal.

Di Aceh tanaman sipatah-patah telah lama dikenal sangat mujarab

dipakai sebagai obat patah tulang dengan cara memakai tumbukan batangnya

yang dibalutkan pada daerah yang patah. Sipatah-patah mempunyai bentuk

struktur yang hampir sama dengan Cissus quadrangularis Linn. Tanaman ini

tumbuh di Kecamatan Lam Nga, Kabupatan Aceh Besar, dan tanaman sipatah-

patah ini telah diidentifikasi sebagai Cissus quadrangula Salisb oleh Herbarium

Bogorinsis. Mengingat besarnya potensi tanaman sipatah-patah dan khasiat

yang dikandungnya sebagai obat patah tulang, besar kemungkinan tanaman

sipatah-patah yang ada di Aceh juga berpotensi sebagai antiosteoporosis. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai peranan sipatah-patah sebagai

antiosteoporosis. Tanaman sipatah-patah ini belum pernah diteliti dan juga

belum diketahui kandungan fitokimia yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu

sipatah-patah perlu diteliti kandungan fitokimianya.

Page 28: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

5

Predisposisi osteoporosis dimulai sejak masa kanak-kanak dan remaja. Oleh karena itu tahap pencegahan osteoporosis lebih ditekankan sejak usia dini melalui perbaikan proses fisiologi seperti peningkatan massa tulang selama pertumbuhan sampai mencapai puncak massa tulang (Karlson et al. 1995).

Untuk itu maka perlu diteliti pengaruh sipatah-patah pada hewan percobaan yang diberi ekstrak sipatah-patah pada masa pertumbuhan dan menopause. Hewan percobaan yang akan dipakai adalah tikus sesuai dengan penelitian Shirwaikar et al. (2003). Dengan demikian maka diperlukan dua kelompok penelitian, yaitu untuk mengetahui kemampuan sipatah-patah dalam mencegah osteoporosis pada tikus betina normal masa pertumbuhan dan mengobati osteoporosis pada tikus betina yang dikondisikan mengalami menopause melalui ovariektomi.

1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan

melalui tiga hal yaitu: 1). Mengetahui kandungan mineral kalsium dan fosfat serta komposisi

fitokimia tanaman sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) asal Aceh. 2). Menguji kemampuan ekstrak etanol batang sipatah-patah dalam

mencegah osteoporosis pada tikus betina normal masa pertumbuhan. 3). Mengobati osteoporosis pada tikus betina yang dikondisikan mengalami

menopause melalui ovariektomi.

1.3. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kandungan mineral

dan bahan fitokimia tanaman sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) asal Aceh dalam rangka memperkaya data biologi sumber daya alam hayati tanaman asli Indonesia dan memperteguh keyakinan kearifan lokal masyarakat dalam pemanfaatan tanaman asli Indonesia, khususnya sipatah-patah dalam mencegah dan mengobati osteoporosis pada tikus melalui proses kajian ilmiah.

1.4. Hipotesis Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah:

1. Komponen utama sipatah-patah mengandung kalsium, fosfat, dan fitoestrogen.

2. Pemberian ekstrak etanol batang sipatah-patah asal Aceh dapat : a. Mencegah kejadian osteoporosis pada tikus betina prepubertas b. Mengobati osteoporosis pada tikus ovariektomi.

Page 29: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Tulang Tulang adalah organ keras yang berfungsi sebagai alat gerak pasif,

menjadi tempat pertautan otot, tendo, dan ligamentum. Tulang juga berfungsi

sebagai penopang tubuh, memberi bentuk tubuh, dan melindungi organ tubuh

yang lunak dan mudah rusak, serta menjadi tempat terjadinya proses

hemopoiesis darah (Favus 1993; Leeson et al. 1996). Tulang-tulang membentuk

kerangka (skeleton). Kerangka manusia dibentuk oleh 206 buah tulang

(Akers dan Denbow 2008) sedangkan kerangka kuda mempunyai 208 buah

tulang (Getty 1975). Tulang berfungsi sebagai alat gerak pasif karena gerakan

tulang dilakukan oleh kontraksi otot yang bertaut ke tulang melalui tendo-tendo

(Leeson et al. 1996).

Tulang kerangka secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi ossa

longa (tulang panjang), ossa plana (tulang pipih), ossa brevia (tulang pendek),

dan ossa irregularia (tulang tidak beraturan). Tulang panjang (ossa tibia-fibula,

ossa radius-ulna) bentuknya silindris dan panjang dengan kedua ujungnya

membesar. Tulang panjang berfungsi untuk menahan beban tubuh dan di

daerah metafisis bagian dorsal terdapat sumsum merah. Berbeda dengan tulang

panjang, tulang pipih seperti os ilium dan ossa cranii bertugas untuk melindungi

bagian tubuh yang lunak. Tulang pendek (ossa carpi, ossa tarsi, dan

ossa sesamoidea) mempunyai panjang, lebar, dan tinggi yang hampir sama dan

berfungsi untuk menahan benturan atau mengurangi pergeseran dan perubahan

arah dari tendo. Ossa vertebrae termasuk tulang tidak beraturan, yang terbagi

dalam segmen-segmen yang terletak pada sumbu tubuh sehingga sangat

fleksibel dipakai untuk pergerakan tulang belakang dan menjadi tempat

beradanya sumsum merah (Carola et al. 1990).

Tulang tersusun atas tulang kompakta pada bagian luar dan tulang

trabekula pada bagian dalam (Smith 1993). Dengan susunan seperti ini massa

tulang menjadi lebih ringan tanpa mengurangi tingkat kekuatannya sehingga

fungsinya menjadi optimal (Fleisch 1993).

Bagian luar dari tulang berbentuk lapisan padat yang disebut tulang

kompakta (substansia compacta), sedangkan bagian dalamnya merupakan

lempeng-lempeng tipis tersusun seperti bunga karang (kasau-kasau tulang yang

halus dan berjalan ke berbagai arah) yang disebut tulang trabekula

Page 30: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

8

(substansia spongiosa) (Stevenson dan Marsh 1992; Carola et al. 1990).

Proporsi substansia kompakta dan spongiosa masing-masing sekitar 80 % dan

20 % (Goldberg 2004), namun ditemukan banyak variasi sesuai dengan jenis

tulang dan dipengaruhi oleh daya tekan dan tarik yang dialami tulang tersebut

(Stevenson dan Marsh 1992; Leeson et al. 1996). Dengan struktur seperti ini,

tulang mempunyai kekuatan yang optimum dengan bobot yang minimal sehingga

dapat menahan bobot badan maupun beban kerja (Parfitt 1984;

Carola et al. 1990).

Tulang kompakta terdiri atas jaringan kolagen dan hidroksiapatit yang

membentuk 3 lapisan, yaitu lapisan periosteum, intrakompakta, dan endosteum

(Rachman 1999). Periosteum adalah selubung fibrosa yang membungkus

tulang, kecuali pada permukaan sendi (Leeson et al. 1996). Periosteum pada

hewan dewasa terdiri atas dua lapisan, tanpa batasan yang jelas. Lapisan luar

terdiri atas jaringan ikat padat fibrosa yang mengandung anyaman pembuluh

darah. Lapisan dalam terdiri atas jaringan ikat yang lebih longgar, mempunyai

sedikit unsur kolagen yang memasuki tulang sebagai serat Sharpey

(Carola et al. 1990), mengandung banyak sel jaringan ikat berbentuk gelondong

yang disebut lapisan kambium, lapisan ini mengandung sel-sel osteoprogenitor

dan disebut periosteum. Sel-sel osteoprogenitor adalah sel-sel yang berfungsi

untuk membentuk jaringan tulang. Pada tulang yang sedang tumbuh, lapisan

kambium aktif membentuk tulang sehingga dinding tulang menjadi tebal. Dalam

keadaan normal, periosteum lebih tipis, kurang vaskularisasi dan berada dalam

keadaan istirahat, tetapi masih berpotensi osteogenik. Jika tulang mengalami

fraktura (retak), maka lapisan kambium dari periosteum akan aktif kembali dalam

usahanya mengadakan regenerasi tulang (Leeson et al. 1996).

Bagian intrakompakta merupakan bagian utama dari tulang kompakta

yang dibentuk oleh sistem Haver, membentuk bangun berupa tabung dengan

panjang 2 mm dan diameter 22 µm yang terdiri atas lapisan konsentrik dengan

osteosit yang berada di antaranya. Pada bagian tengah tulang kompakta

terdapat saluran Volkmann berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf

yang berperan mengangkut nutrisi dan sebagai alat sensoris (Carola et al. 1990).

Dari periosteum dan endosteum akan masuk saluran Volkman atau saluran

nutrien secara tegak lurus ke dalam tulang dan berhubungan dengan saluran

Haver. Dengan demikian, di dalam tulang terdapat suatu sistem yang kompleks

Page 31: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

9

Gambar 1. Struktur tulang panjang (dimodifikasi dari Warwick dan Williams 1973).

dan saling berhubungan antara pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf

untuk tulang (Carola et al. 1990; Leeson et al. 1996). Setiap saluran Haver

memiliki sejumlah lamel konsentris (5 sampai 20 lamel). Lamel matriks tulang,

sel-sel dan saluran pusatnya membentuk sistem Haver. Kanalikuli pada sistem

Haver akan berhubungan langsung dengan saluran Haver sehingga semua

lakuna akan berhubungan langsung dengan saluran Haver. Kanalikuli pada tepi

sistem Haver biasanya tidak berhubungan dengan kanalikuli yang berasal dari

sistem sebelahnya, melainkan membentuk lengkungan dan kembali ke

lakunanya sendiri. Sistem Haver terutama tersusun menurut sumbu panjang

tulang, sehingga pada potongan melintang terlihat sebagai lubang bulat yang

dikelilingi oleh lamel-lamel yang melingkar (Gambar 2), sedangkan pada

potongan memanjang sistem Haver terlihat sebagai celah memanjang yang

dibatasi kolom-kolom lamel (Leeson et al. 1996).

Bagian trabekula mengandung lempeng-lempeng yang saling

berhubungan dengan pola tertentu yang membentuk garis trayektori spesifik

menurut fungsi mekanis tulang tersebut. Tulang trabekula terdiri atas lamel-

lamel, di dalamnya terdapat lakuna yang mengandung osteosit dan sistem

kanalikuli yang saling berhubungan. Pada masa prenatal, pada tulang spongiosa

belum terlihat jelas adanya lamel-lamel karena serat-serat kolagen tulang

terdapat dalam anyaman tidak beraturan. Hal ini terlihat khas untuk tulang yang

berkembang dengan cepat dan disebut sebagai tulang teranyam (woven bone)

(Leeson et al. 1996).

Page 32: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

10

Gambar 2. Gambaran substansia kompakta dan substansia spongiosa

(trabekula) di metafisis bagian proksimal tulang panjang (dimodifikasi dari Leeson et al. 1996)

Endosteum adalah lapisan halus yang membatasi rongga sumsum dan meluas sebagai pelapis sistem saluran tulang kompakta. Endosteum terdiri atas jaringan retikular padat yang memiliki kemampuan osteogenik dan hemopoetik (Carola et al. 1990). Endosteum merupakan permukaan dalam dari tulang yang terdiri atas sel osteoprogenitor dan hanya sebagian kecil jaringan ikat yang melapisi permukaan trabekula dan permukaan medulla tulang kortikal serta kanal Harvesian. Endosteum menyediakan sel osteoprogenitor atau sel osteoblas secara kontinyu untuk perbaikan dan pertumbuhan tulang yang berfungsi untuk remodeling tulang (Einhorn 1996; Leeson et al. 1996).

2.1.1 Komposisi Tulang Tulang terbentuk dari unsur mineral kira-kira 65 %, matriks organik

ekstraseluler 30 %, sel-sel osteoblas, osteoklas, osteosit, serta air (sekitar 5 %). Sebagian besar (95 %) dari mineral tulang merupakan kristal hidroksiapatit dan 5 % sisanya terdiri atas bahan organik (Favus 1993; Guyton 1996; Ott 2002).

Mineral tulang merupakan bentuk anorganik dari tulang, dengan campuran utamanya kristal kalsium fosfat atau kristal kalsium hidroksiapatit [3Ca3(P04)2Ca(OH)2]. Kalsium hidroksiapatit berbentuk piringan kristal tajam seperti jarum di dalam dan di antara serat kolagen dengan panjang 20-80 nm dan tebal 2-5 nm (Puzas 1993; Leeson et al. 1996). Selain komponen tersebut, kalsium hidroksiapatit juga mengandung komponen lain seperti karbonat, sitrat, magnesium, natrium, fluor, dan strontium yang terdapat pada kisi dari kristal atau terserap ke dalam sampai ke permukaan kristal (Rachman 1999).

Page 33: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

11

Bahan organik dari mineral tulang terdiri atas 98 % jaringan kolagen dan

2 % sisanya terdiri atas beberapa protein nonkolagen. Kolagen adalah protein

dengan daya larut yang sangat rendah, terdiri atas 3 rantai polipeptida

(triple helix) yang pada setiap rantai terdapat seribu (1000) asam amino

(Shenk et al. 1993).

Protein nonkolagen tulang terdiri atas osteonektin, osteokalsin,

osteopentin, dan sialoprotein (Favus 1993). Osteonektin adalah protein besar

dengan bobot molekul 320 KDa yang disintesis oleh osteoblas. Protein ini

berfungsi untuk mengikat kolagen hidroksiapatit. Osteokalsin adalah protein kecil

dengan bobot molekul 5.8 KDa dan berjumlah sekitar 10-12 % dari total protein

nonkolagen, protein ini berhubungan erat dengan fase mineralisasi tulang

(Rachman 1999). Beberapa protein tulang yang lain seperti trombopontin, asam

glikoprotein, dan fibronektin merupakan protein yang mengandung asam arginin-

glisin aspartat yang bersifat asam dan berafinitas besar terhadap kalsium.

Protein-protein ini mempunyai kemampuan untuk diikat oleh reseptor integrin.

Growth factor dan sitokin seperti transforming growth factor beta (TGFβ), insulin

growth factor (IGF), interleukin (IL), bone morphogenic protein (BMP) terdapat

dalam jumlah kecil di matriks tulang (Shenk et al. 1993). Protein-protein tadi

mengikat mineral tulang dan matriks dan dilepaskan saat terjadi proses resorbsi

tulang oleh osteoklas (Favus 1993).

2.1.2 Metabolisme Tulang

Metabolisme tulang diatur oleh osteoblas, osteosit, dan osteoklas

terhadap respons dari berbagai rangsangan di sekelilingnya termasuk

rangsangan kimia dan mekanik (Erickson et al. 1992; Puzas 1993). Rangsangan

spesifik diatur oleh reseptor sel yang ditemukan pada membran sel atau di dalam

sel. Reseptor yang berada di membran sel menerima rangsangan dari luar dan

mengirimkan informasi tersebut ke inti menyeberangi sitoplasma sel melalui

mekanisme transduksi. Sementara itu reseptor dalam sel (di sitoplasma atau

di inti) mengikat rangsangan (biasanya hormon steroid) yang melewati membran

sel dan masuk ke dalam sel untuk memindahkan efektor ke nukleus yang di

dalamnya terdapat reseptor steroid kompleks yang terikat pada asam

deoksiribonukleat (DNA) spesifik dari rangkaian gen (Rachman 1999).

Page 34: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

12

Pada tulang dapat dibedakan tiga jenis sel tulang, yaitu osteoblas,

osteosit, dan osteoklas (Rachman 1999) (Gambar 3). Osteoblas merupakan sel

yang berhubungan dengan pembentukan tulang dan ditemukan pada permukaan

tulang, yaitu periosteum dan endosteum. Osteoblas dibentuk dari sel stroma

dari mesoderm (totipotent mesenchymal stem cell) (Smith 1993; Ott 2002).

Pembentukan osteoblas dimulai dari prekusor sel stroma menjadi preosteoblas

yang kemudian berkembang menjadi osteoblas yang dapat diaktifkan sehingga

akhirnya dapat membentuk osteosit (Erickson et al. 1992; Puzas 1993).

Osteoblas merupakan sel berinti tunggal yang terdapat di permukaan luar

(periosteum) dan di dalam tulang (endosteum). Sitoplasmanya bersifat basofil

karena mengandung nukleoprotein. Apabila sel ini berada dalam keadaan aktif

berbentuk kuboid, sedangkan dalam keadaan tidak aktif, osteoblas berbentuk

pipih (Einhorn 1996). Dalam proses perbaikan kondisi tulang setelah adanya

perombakan tulang oleh osteoklas, biasanya ditemukan adanya osteoblas aktif di

tempat itu untuk mensintesis matriks tulang baru yang diawali dengan proses

mineralisasi dan kolagenasi matriks tulang (Price 1995; Lian dan Stein 1996).

Osteoblas berfungsi menghasilkan kolagen, proteoglikan, dan glikoprotein untuk

pembuatan dan pertumbuhan tulang baru pada daerah permukaan tulang dan

juga untuk pembentukan tulang pada kartilago (Telford dan Bridgman 1995).

Proses perkembangan dan pembentukan tulang oleh osteoblas

dipengaruhi oleh faktor yang bersifat lokal maupun sistemik. Faktor lokal yang

berpengaruh dalam meningkatkan pembentukan tulang adalah BMP (bone

morphogenic protein), TGF-β, IGF (insulin-like growth factor-1), estrogen,

triiodotironin (T3), tetraiodotironin (T4), kalsitriol [1,25-(OH)2D3

Saat menjalankan fungsinya, osteoblas juga memproduksi enzim alkalin

fosfatase. Enzim ini mempunyai sifat spesifik dibandingkan dengan alkalin

fosfatase yang dihasilkan oleh jaringan lainnya. Fungsi alkalin fosfatase ini

bekerja dengan cara membebaskan protein nonkolagen osteokalsin dalam

proses pembentukan tulang. Aktivitas osteoblas dapat dipantau secara biokimia

], dan

prostaglandin E2 (PGE2). Faktor sistemik yang meningkatkan pembentukan

tulang adalah fluorida, PTH (hormon paratiroid) nutrisi, vitamin D, sitokin, kortisol,

dan aktivitas individu (Gambar 4). Faktor sistemik lainnya yang bekerja dengan

menghambat formasi tulang adalah hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh

korteks adrenal (Smith 1993; Ott 2002).

Page 35: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

13

Gambar 3. Gambaran sel osteogenik, osteoblas, osteosit, dan osteoklas (dimodifikasi dari Leeson et al. 1996).

dengan menilai kadar enzim alkalin fosfatase tulang dan kadar osteokalsin dalam

serum (Price 1995). Dalam perkembangan penelitian selanjutnya telah

ditemukan reseptor estrogen dan reseptor kalsitriol di osteoblas (Gallaher 1986;

Reid 1996).

Tipe sel tulang yang kedua adalah osteosit, yaitu osteoblas yang sudah

menetap dalam lakuna pada saat pembentukan lapisan permukaan tulang

berlangsung. Osteosit merupakan sel peralihan dari sel-sel osteoblas yang

berhenti membentuk matriks tulang dan terperangkap di dalam tulang. Sel ini

memiliki peran dalam memelihara matriks tulang sehingga tersimpan di dalam

tulang (Erickson et al. 1992; Puzas 1993). Sel tersebut berhubungan satu

dengan yang lainnya melalui penjuluran sitoplasma yang melewati kanalikuli dan

berperan dalam membantu koordinasi respons tulang terhadap stres atau

deformasi (Stevenson dan Marsh 1992). Tidak semua osteoblas berkembang

menjadi osteosit (hanya 10-12 %), hal ini disebabkan oleh kegagalan difusi

nutrisi. Pembuluh darah masuk melalui kanal kecil yang dikenal sebagai

kanalikuli. Kanalikuli adalah satu-satunya saluran untuk nutrisi dan pertukaran

gas yang akan digunakan oleh osteosit. Bentuk kanalikuli beraturan seperti

tubulus penghubung (Lian dan Stein 1996). Osteosit juga diduga memiliki

kemampuan merespons mekanisme rangsangan gaya mekanik dan neuroelektrik

yang berhubungan dengan aktivitas individu. Gaya fisioelektrik ini diduga

merangsang pengeluaran IGF-1 untuk mengaktifkan osteoblas dan juga

merangsang proses pembentukan osteoblas yang baru (Erickson et al. 1992;

Hosking 1994).

Page 36: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

14

Sel ketiga pada tulang adalah osteoklas yang bertanggung jawab

terhadap resorbsi kalsium tulang dan kartilago (Ott 2002). Osteoklas memiliki

progenitor yang berbeda dari sel tulang lainnya karena tidak berasal dari sel

mesenkim, melainkan dari jaringan mieloid, yaitu monosit atau makrofag pada

sumsum tulang (Smith 1993; Ott 2002). Osteoklas ini bersifat mirip dengan sel

fagositik lainnya dan berperan aktif dalam proses resorbsi tulang. Osteoklas

merupakan sel fusi dari beberapa monosit sehingga bersifat multinukleus

(10-20 nuklei) dengan ukuran besar dan berada di tulang kortikal atau tulang

trabekular (Marcus et al. 1996). Di dalam menjalankan tugasnya, osteoklas

mensekresi enzim kolagenase dan proteinase lainnya, asam laktat, serta asam

sitrat yang dapat melarutkan matriks tulang. Enzim-enzim ini memecah atau

melarutkan matriks organik tulang sedangkan asam akan melarutkan garam-

garam tulang. Osteoklas mempunyai ruffled border yaitu daerah spesifik dari

membran sel berbentuk jari-jari atau gelambir-gelambir, yang biasanya

berhadapan dengan permukaan tulang. Sekresi enzim-enzim, asam laktat, dan

asam sitrat dilepaskan keluar sel melalui ruffled border. Di area ruffled border

ini terjadi proses resorbsi tulang sehingga mengakibatkan terbentuknya

Gambar 4. Faktor-faktor yang memengaruhi fungsi osteoblas (dimodifikasi dari Smith 1993)

Osteoblas

Kortisol

Osteosit

Pre-osteoblas Osteoblas pasif

Sintesis kolagen protein non-kolagen

proteoglikan

Sitokin

Sel pengendali osteoklas

Mineralisasi

PTH 1,25(OH)2D3

Jarak jauh

Estrogen

Nutrisional Mekanik

Endokrin

Jarak pendek

Page 37: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

15

cekungan sebagai akibat hilangnya matriks di daerah itu, dan cekungan yang

terbentuk ini dinamakan lakuna Howship (Telford dan Bridgman 1995;

Leeson et al. 1996).

Interaksi antara osteoklas dan osteoblas (Gambar 5) secara normal selalu

terjadi pada proses remodeling tulang. Osteoblas diduga mengambil bone

morphogenetic protein (BMP) sebelum osteoklas merusak tulang. Resorbsi

tulang akan membebaskan protein tulang yang berpengaruh timbal balik yaitu

dapat menstimulasi aktivitas osteoblas. Proses remodeling ini masih belum

diketahui dengan pasti (Smith 1993). Sel-sel osteoklas menangkap partikel-

partikel matriks tulang dan kristal melalui fagositosis yang akhirnya melarutkan

benda-benda tersebut dan melepaskannya ke dalam darah (Guyton 1996;

Smith 1993). Proses ini selalu dalam keadaan seimbang dalam mengatur

formasi dan resorbsi tulang sehingga dikenal dengan istilah berpasangan atau

coupling (Suda et al. 1992; Smith 1993). Dalam proses peningkatan aktivitas

osteoklas, osteoblas menghasilkan beberapa sitokin seperti tumor necrosis factor

beta (TNF β), IL-1, dan IL- 6, sehingga dapat dikatakan terdapat poros osteoblas-

osteoklas dalam pengendalian densitas tulang. Sebaliknya, aktivitas osteoklas

dihambat oleh estrogen, kalsitonin, TGF β, interferon gamma (IFN- ), dan

prostaglandin (PGE2) (Suda et al. 1992).

Gambar 5. Diagram interaksi osteoblas dan osteoklas dalam proses

remodeling pada permukaan tulang (Smith 2003).

Page 38: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

16

Bone morphogenetic protein merupakan pemicu osteoblastogenesis dengan merangsang osteoblastic specific factor-2 (OSF-2) atau core binding factor A1 (Cbf A1) yang berfungsi mengaktifkan gen spesifik osteoblas, seperti osteokalsin, osteopontin, sialoprotein, dan kolagen tipe I. Selain hormon sistemik dan sinyal mekanis, perkembangan dan diferensiasi osteoblas dan osteoklas diatur juga oleh growth factor (GF) dan sitokin (Manolagas 2000).

2.1.3 Modeling dan Remodeling Tulang Carola et al. 1990 menyatakan bahwa tulang merupakan suatu organ

yang mengalami metabolisme aktif berupa proses penyerapan dan pembentukan tulang. Proses ini berlangsung secara simultan dan menyangkut semua perubahan yaitu modeling dan remodeling.

Modeling adalah perubahan struktur atau bentuk pada jaringan tulang akibat formasi dan resorbsi matriks tulang dalam proses pertumbuhan (contoh: perubahan bentuk tulang kepala dari bayi sampai tua). Pada manusia, memasuki usia 20 sampai 30 tahun (Gambar 6) terjadi peningkatan pembentukan massa tulang dengan tercapainya massa tulang puncak (Goldberg 2004). Proses modeling terjadi pada bagian growth plate (lempengan tulang rawan yang aktif berproliferasi atau disebut juga sasaran epifise) atau pada lokasi perubahan tulang rawan menjadi tulang termineralisasi (Eriksen et al. 1994). Selama proses pertumbuhan terjadi pemisahan badan tulang (corpus) dengan area ujung tulang (epifisis) oleh sasaran epifise.

Gambar 6. Perubahan massa tulang berdasarkan umur pada manusia

(dimodifikasi dari Goldberg 2004)

Page 39: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

17

Pertumbuhan memanjang terjadi karena sasaran epifise tersebut terisi oleh

tulang baru pada ujung badan tulang. Lebar sasaran epifise sebanding dengan

kecepatan pertumbuhan tubuh dan dipengaruhi oleh sejumlah hormon terutama

hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh hipofisa dan insulin growth factor-1

(IGF-1) (Ganong 1995). Sementara itu Goldberg (2004) menyatakan bahwa

modeling dimulai sejak di dalam kandungan sampai mencapai puncak massa

tulang yang dipengaruh oleh faktor-faktor fisiologis dan mekanis. Pembentukan

tulang terjadi melalui mekanisme pengerasan tulang endokondrial. Hal itu

termasuk perubahan dari garis turunan sel mesenkim menjadi kondroblas

selanjutnya menjadi kondrosit dengan mensintesis proteoglikan sebagai dasar

dari matriks ekstraseluler. Ketika terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler,

berlangsung juga invasi pembuluh darah termasuk prekursor osteoklas (yang

menurunkan kalsifikasi tulang rawan) dan prekursor osteoblas. Proses kalsifikasi

tulang rawan menghasilkan the primary spongiosum, sedangkan tulang yang

terbentuk di antara jaringan disebut the secondary spongiosum yang nantinya

dikenal sebagai tulang woven (Leeson et al. 1996).

Remodeling adalah proses yang berlangsung terus-menerus secara aktif

dengan membangun dan memperbaiki pembentukan tulang yang dilakukan oleh

osteoklas (resorbsi tulang) dan osteoblas (formasi tulang). Proses remodeling

pada kondisi normal adalah massa tulang yang diresorbsi seimbang dengan

jumlah massa tulang yang diformasi, terutama pada individu berusia sekitar 30-

40 tahun (Goldberg 2004). Remodeling juga berfungsi untuk mempertahankan

keseimbangan biokimia tulang, memelihara dan memperbaiki kerusakan tulang

(Rachman 1999). Keseimbangan ini mulai terganggu melewati usia 40 tahun.

Pada usia tersebut proses remodeling tulang mulai tidak seimbang yaitu,

kecepatan formasi tulang tidak sama dengan resorbsi tulang dan lebih cenderung

ke arah penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause. Pada saat ini

terjadi proses uncoupling, yaitu awal proses penuaan (Goldberg 2004). Menurut

Leeson et al. (1996) dan Rodan (1996) tahapan proses remodeling tulang

normal meliputi enam tahap, yaitu quiescence (istirahat), aktivasi, resorbsi,

proses balik (reversal), formasi, dan berakhir pada tahap istirahat.

Remodeling tulang dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti hormon

paratiroid (PTH), kalsitonin, sitokin, kalsitriol dan faktor-faktor lokal nutrisi, faktor

pertumbuhan, TGFβ, fibroblast growth factor (FGF), IL, prostaglandin, dan

aktivitas individu. Beberapa tahun setelah puncak massa tulang terjadi, proses

Page 40: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

18

remodeling tulang masih berjalan normal dengan jumlah massa tulang yang

masih stabil. Memasuki usia 40 tahun atau tepatnya memasuki usia menopause,

proses remodeling mulai berjalan tidak seimbang (Rachman 1999).

Secara fisiologis, pada wanita pascamenopause karena kadar estrogen

yang mulai menurun akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara sel

osteoklas dan osteoblas (Mizuno et al. 1995). Kekurangan estrogen akan

menyebabkan menurunnya kadar kalsium darah sehingga akan memacu kelenjar

paratiroid untuk meningkatkan sekresi PTH dan memengaruhi osteoblas untuk

merangsang pembentukan sitokin (IL-1, IL-6, dan TNF). Sitokin mengaktivasi

osteoklas untuk merangsang resorbsi tulang (Potu et al. 2009).

Secara mikroskopis, proses remodeling tulang dimulai dengan sekresi

kolagen, glikoprotein, dan proteoglikan oleh osteoblas. Kolagen mengalami

polimerisasi membentuk serabut kolagen atau semacam tulang rawan yang

belum mengalami proses mineralisasi yang disebut osteoid. Osteoblas yang

terperangkap di dalam osteoid akan menjadi osteosit dan berperan dalam

regulasi mineral tulang (Favus 1993). Penumpukan mineral terjadi beberapa hari

setelah terbentuknya osteoid dengan susunan berselang seling dengan serabut

kolagen menjadi kristal hidroksiapatit. Pada remodeling proses pembentukan

mineral diikuti juga oleh proses penyerapan mineral dan berlangsung dalam

keseimbangan yang dinamis di dalam tulang (Leeson et al. 1996).

2.2. Osteoporosis Osteoporosis merupakan suatu kondisi atau perubahan yang terjadi pada

tulang sebagai akibat pengurangan massa tulang, mineral maupun matriks tulang

(Sabri 2000; Anderson et al. 2008), sehingga kepadatan tulang berkurang atau

tulang menjadi keropos. Pengurangan massa tulang tersebut dapat terjadi

sebagai akibat ketidakseimbangan antara resorbsi dan pembentukan tulang

(Palmer 1993; Shin et al. 2007).

Beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis

ialah faktor umur, kurangnya aktivitas fisik, jenis kelamin, nutrisi, kelaparan,

hormonal, genetik, kebiasaan hidup, individu seperti perokok, dan peminum

alkohol, serta warna kulit (Lane, 2001

Setelah mencapai usia 30 tahun pada puncak massa tulang, maka massa

tulang berubah seiring dengan bertambahnya usia dan jaringan tulang yang

; Rizer 2006).

Page 41: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

19

hilang menjadi lebih banyak daripada yang dibentuk. Pada usia remaja,

pertumbuhan tulang wanita menjadi semakin cepat dengan meningkatnya

produksi hormon estrogen dan progesteron. Massa tulang yang didapat selama

masa pertumbuhan merupakan faktor yang menentukan akan terjadinya

osteoporosis dalam masa kehidupan selanjutnya (Karlson et al. 1995). Setelah

usia antara 35-40 tahun penyerapan tulang sedikit melebihi pembentukan tulang

sehingga diperkirakan kehilangan massa tulang sebesar 1 % per tahun. Wanita

pada masa pascamenopause mengalami peningkatan kehilangan tulang sampai

2% per tahun akibat peningkatan penyerapan tulang (Endris dan Rude 1994).

Osteoporosis mencakup dua mekanisme perubahan mikroanatomi

trabekula, yaitu proses penipisan dan erosi tulang trabekula. Kedua proses

tersebut bergantung pada perubahan yang mendasari proses remodeling

(Eriksen et al. 1994). Selanjutnya Croucher et al. (1994) menegaskan bahwa

struktur trabekula tulang ilium wanita pascamenopause menunjukkan adanya

perubahan mikrostruktur, berupa penurunan massa tulang dan matriks tulang.

Pada penelitian lain, Kalu et al. (1993) menyatakan bahwa penentuan dasar

proses remodeling tulang berupa penipisan tulang trabekula menuju pada

perubahan arsitektur tulang dan erosi tulang sehingga kehilangan tulang

trabekula dapat secara keseluruhan atau proporsional.

Pada penelitian yang dilakukan pada tikus, osteoporosis dapat bertambah

parah tidak hanya disebabkan oleh rendahnya konsumsi dan absorbsi kalsium

tetapi juga disebabkan oleh terlalu tingginya rasio fosfat dan kalsium dalam diet

(Sabri 2000). Tingginya konsumsi fosfat mengakibatkan terjadinya

hiperparatiroidisme sekunder sehingga mengganggu homeostasis kalsium

terutama pada manula (Anderson 1996). Calvo dan Park (1996) juga

menyebutkan bahwa osteoporosis pada hewan yang disebabkan oleh faktor

defisiensi kalsium menjadi faktor penyebab utama, sedangkan faktor lainnya

adalah malnutrisi dan defisiensi fosfor.

Manifestasi klinis osteoporosis adalah rasa nyeri, yang baru timbul

setelah ada komplikasi seperti fraktur dan deformitas. Akibat lanjut

permasalahan osteoporosis pada wanita pascamenopause terdiri atas 75 %

patah tulang lumbal (fraktur vertebrae) dan 25 % patah tulang paha (Gambar 7).

Fraktur tulang lumbal, sering terjadi tanpa gejala, bila terdapat nyeri maka nyeri

Page 42: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

20

Gambar 7. Bagan patogenesis proses osteoporosis (dimodifikasi dari Wark 1993)

yang dialami bersifat akut, terlokalisasi pada tulang belakang, rasa nyeri akan

berkurang setelah 2-6 minggu. Keadaan kifosis oleh karena fraktur akan muncul

secara bertahap sehingga makin lama makin tampak nyata. Fraktur tulang paha

biasanya oleh karena adanya trauma atau jatuh. Fraktur ini ditandai dengan

adanya rasa nyeri terlokalisasi pada daerah fraktur dan hilangnya fungsi tulang

sebagai penyangga tubuh. Keadaan tersebut merupakan gejala khas

osteoporosis (Rachman et al. 1996).

Predisposisi osteoporosis dimulai sejak masa kanak-kanak dan remaja.

Oleh karena itu tahap pencegahan osteoporosis lebih ditekankan sejak usia dini

melalui perbaikan proses fisiologi seperti peningkatan massa tulang selama

pertumbuhan sampai mencapai puncak massa tulang (Karlson et al. 1995;

Goldberg 2004). Menurut Jubb et al. (1993), diagnosis osteoporosis stadium

awal banyak mengalami kesulitan, apalagi jika hanya menggunakan metode

diagnostik yang sederhana. Oleh karena itu, osteoporosis biasanya baru dapat

terdiagnosa apabila penyakit sudah melanjut. Gambaran radiologi tulang

penderita osteoporosis terlihat radiolucent, kepadatan tulangnya menurun, tetapi

gambaran ini umumnya hanya akan terlihat pada kasus osteoporosis yang sudah

melanjut.

Tulang rapuh

Mudah kena trauma

Penyakit dan faktor sporadis

Kehilangan massa tulang meningkat

Menopause

Puncak massa tulang tidak optimal

- Asupan makanan - Genetis

Penuaan

Densitas tulang rendah

Page 43: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

21

2.2.1. Kalsium. Kalsium sangat berperan dalam berbagai proses biologik seperti

koagulasi darah, aktivitas enzim, kontraksi otot, eksitabilitas saraf, pembebasan

hormon, permeabilitas membran, dan sebagai unsur esensial struktur tulang

(Nieves 2005). Aktivitas tersebut di atas dapat berlangsung normal apabila

kadar kalsium dalam darah berada dalam kisaran normal (Winarno 1998). Untuk

mempertahankan dalam keadaan normal kalsium dipengaruhi oleh PTH,

vitamin D, dan kalsitonin (Zhang et.al. 2006).

Penyerapan kalsium sebagian besar terjadi di duodenum dan jejunum

bagian proksimal karena keadaannya lebih bersifat asam daripada bagian usus

yang lainnya. Penyerapan kalsium di usus halus berlangsung melalui dua

mekanisme, yaitu dengan transpor aktif dan transpor pasif. Mekanisme transpor

aktif diatur oleh 1,25 - Dehidroxycholecalciferol [1,25-(OH)2

Kadar kalsium plasma normal berkisar antara 9,2-10,4 mg/dl (2,4 mEq/L),

dari jumlah tersebut sekitar 6 % berikatan dengan sitrat, fosfat dan anion lain,

sedangkan sisanya 94 % terbagi dua, yaitu bentuk yang terikat protein plasma

dan bentuk terionisasi atau tidak terikat. Bentuk terikat protein plasma terutama

dengan albumin (47 %) dan bentuk yang terionisasi atau yang tak terikat (47 %),

dapat berdifusi melalui membran sel semipermeabel (Murray et al. 2003).

D], suatu bentuk

vitamin D paling aktif yang diproduksi dalam ginjal (Baylink 2000; Parfitt 2005).

Transpor aktif diatur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kalsium tubuh

yang meningkat, misalnya pada periode pertumbuhan, kehamilan, laktasi, atau

pada saat diet rendah kalsium. Dehidroxycholecalciferol [1,25-(OH)2D]

menyebabkan terbentuknya protein pengikat kalsium di sel-sel epitel usus.

Protein tersebut berfungsi untuk mengangkut kalsium ke dalam sitoplasma sel,

selanjutnya kalsium bergerak melewati membran basolateral dengan cara difusi

terfasilitasi (Guyton 1996). Protein pengikat kalsium tetap di dalam sel plasma

beberapa minggu sesudah [1,25-(OH)2D] dikeluarkan dari tubuh sehingga

memperpanjang waktu absorbsi kalsium. Absorbsi kalsium dalam saluran

pencernaan biasanya berkisar antara 30-80 % dari total asupan kalsium. Tubuh

manusia menyerap sekitar 20 % hingga 40 % kalsium dari makanan yang

dikonsumsi, namun pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan tubuh.

Penyerapan kalsium meningkat apabila terjadi penurunan kadar kalsium darah.

Sebaliknya penyerapan kalsium menurun apabila kadar kalsium darah tinggi

(Murray et al. 2003).

Page 44: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

22

Kalsium dalam bentuk ion diperlukan untuk mengatur sejumlah proses fisiologik

dan biokimia penting termasuk eksitabilitas neuromuskuler, koagulasi darah,

proses-proses yang sifatnya sekresi, integritas membran serta pengangkutan

membran plasma, reaksi enzim, pelepasan hormon serta neurotransmiter, dan

kerja intrasel sejumlah hormon (Bringhurst 1995; Ganong 1995). Aktivitas

biologik seperti tersebut di atas dapat berjalan normal apabila kadar kalsium

berada dalam kisaran normal. Kadar kalsium ion dipertahankan oleh mekanisme

homeostasis (Guyton 1996). Adanya perubahan 1-5 % dari kalsium darah

menyebabkan mekanisme homeostasis mulai berperan untuk mengembalikan

kadar kalsium pada kadar yang normal (Cunningham, 1992). Kalsium plasma

berada dalam keseimbangan dengan kadar kalsium tulang yang siap melakukan

pertukaran. Jumlah kalsium dalam cairan ekstrasel diatur oleh PTH, kalsitriol,

dan kalsitonin yaitu dengan cara memengaruhi transpor kalsium melalui

membran yang memisahkan cairan ekstrasel dengan cairan periosteum

(Ganong 1995).

Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan normal dan perkembangan

kerangka tubuh. Kalsium harus tersedia dengan cukup pada makanan untuk

mempertahankan kadar normalnya dalam serum. Nutrisi rendah kalsium

menyebabkan individu akan memasuki kehidupan dewasa dengan massa tulang

yang kurang padat. Hal ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya osteopenia

dan osteoporosis (Ott 2002). Mulai usia sekitar 50-an pada pria dan saat

menopause pada wanita, keseimbangan tulang menjadi negatif dan terjadi

kehilangan massa tulang pada seluruh bagian dari kerangka. Kehilangan

kalsium ini dihubungkan dengan makin meningkatnya kejadian patah tulang,

khususnya pada wanita (Eastwood 2003). Apabila kekurangan kalsium pada

usia awal, maka dapat mengalami patah tulang pada usia 57-58 tahun

(Nguyen et al. 1995).

Kekurangan asupan kalsium atau gangguan penyerapan kalsium dari

usus memberikan pengaruh berbeda pada berbagai tingkat usia. Apabila kondisi

ini terjadi pada masa anak-anak maka akan menimbulkan penyakit rhakhitis atau

osteomalasia pada orang dewasa (Parfitt 2005; Anderson et al. 2008).

Sejumlah besar kalsium difiltrasi di dalam ginjal, 98-99 % dari jumlah kalsium

yang difiltrasi akan diserap kembali (Cunningham, 1992). Penyerapan kembali

dari kalsium 65 % terjadi di tubulus proksimal, sedangkan sisanya sebagian

Page 45: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

23

besar diserap kembali melalui tubulus distal dan sebagian kecil melalui bagian

asendens jerat Henle. Penyerapan kembali di tubulus distal merupakan proses

transpor aktif yang diatur oleh hormon paratiroid (Ganong 1995; Parfitt 2005).

Sebagian besar kalsium diekskresikan lewat tinja dan hanya sebagian kecil lewat

urin. Ekskresi kalsium lewat urin maupun tinja menurun apabila terjadi

hipokalsemia (Parfitt 2005)

2.2.2. Fosfor Sebagai suatu bahan anorganik, kadar fosfor yang terkandung

dalam tubuh manusia menempati jumlah kedua terbanyak setelah kalsium,

dan kira-kira 85-90 % fosfor ini terikat dalam kerangka (Ganong 1995).

Fosfor plasma total sekitar 12 mg/dl, dua per tiga dari jumlah

tersebut berupa senyawa organik dan sisanya merupakan fosfor anorganik.

Fosfor anorganik dalam plasma terdapat dalam dua bentuk yaitu HPO4-

serta H2PO4-. Konsentrasi HPO4

- adalah sekitar 1,05 mmol/L, sedangkan

konsentrasi H2PO4- sekitar 0,26 mmol/L. Apabila jumlah total fosfor dalam

cairan ekstraselular meningkat, kedua bentuk ion fosfor tersebut juga akan

meningkat. Secara kimiawi sangat sulit untuk menentukan jumlah yang

tepat dari HPO4- dan H2PO4

-

Fosfor berfungsi antara lain sebagai unsur pembentuk tulang, energi

metabolik, memelihara integritas membran, metabolisme asam nukleat,

dan sebagai bufer (Linder 1985). Di dalam tubuh fosfor secara normal

mempertahankan suatu keseimbangan dengan kadar kalsium yang serasi.

Kadar fosfor dalam darah cenderung berbanding terbalik dengan kadar

kalsium dalam darah. Naiknya salah satu dari ke dua unsur tersebut akan

diikuti oleh turunnya unsur yang satunya (Cunningham 1992)

, hal ini karena jumlah total fosfor biasanya

dinyatakan dengan miligram fosfor per desiliter (100 ml) darah. Jumlah

rata-rata fosfor anorganik dalam plasma pada orang dewasa sekitar

4 mg/dl, yang bervariasi antara batas normal sebesar 3 sampai 4 mg/dl

dan 4 sampai 5 mg/dl pada anak-anak (Guyton 1996).

Peningkatan konsumsi makanan yang mengandung fosfor akan

meningkatkan konsentrasi fosfor serum, sementara kalsium yang

terionisasi dalam serum akan mengakibatkan peningkatan sekresi hormon

paratiroid yang potensial dalam menyerap tulang. Jumlah normal fosfor

yang masuk ke dalam tulang sekitar 3-4 mg/kg/hari, jumlah yang sama

Page 46: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

24

meningggalkan tulang melalui proses penyerapan kembali. Fosfor dalam

plasma disaring pada glomerulus melalui proses transpor aktif, 80-90 %

dari jumlah fosfor yang disaring, sebagian besar diserap kembali melalui

tubulus proksimal dan sebagian kecil diserap kembali malalui tubulus

distal, sedangkan sisanya sebagian besar dikeluarkan melalui ginjal

(Cunningham 1992). Proses transpor aktif ini sangat dihambat oleh

hormon paratiroid. Hambatan proses penyerapan kembali fosfor dalam

tubulus proksimal dan distal akan mendorong terjadinya fosfaturia

(Guyton 1996; Murray et al. 2003).

2.2.3. Vitamin D Vitamin D merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan merupakan

turunan dari senyawa sterol serta mempunyai beberapa bentuk senyawa dengan

fungsi yang sama. Sebagian besar vitamin D terdapat dalam bentuk vitamin D2

(ergokalsiferol) dan vitamin D3

Vitamin D

(kolekalsiferol). Kedua vitamin tersebut

mempunyai aktivitas biologik dan aktivitas nutrisional yang sama. Vitamin ini

secara umum merupakan senyawa organik yang selalu dibutuhkan tubuh

untuk kelangsungan proses metabolisme sel normal, pertumbuhan dan

pemeliharaan jaringan tubuh. Vitamin D merupakan salah satu vitamin

yang terkait dengan pembentukan jaringan tulang (Keith 1994). Fungsi

utama dari vitamin D adalah mempertahankan konsentrasi kalsium dan

fosfor serum dalam kisaran normal dengan meningkatkan efisiensi usus

halus untuk menyerap mineral dari makanan (Muhilal dan Sulaeman 2004).

2 dibentuk melalui irradiasi sinar ultraviolet dari suatu sterol atau

ergosterol yang disintesis di dalam tanaman (Palmer 1993). Vitamin D3 dibentuk

di dalam kelenjar sebaseus kulit 7-dehidrokolesterol yang diubah oleh sinar

ultraviolet menjadi previtamin D3 (Murray et al. 2003). Vitamin D3 yang disintesis

dalam kulit diangkut oleh α-1-globulin atau α-2-globulin (Palmer 1993) yang

terkandung di dalam serum untuk selanjutnya dibawa ke hati (Guyton 1996),

demikian halnya dengan vitamin D2 atau vitamin D3 suplemen yang berasal

dari makanan, setelah diserap di dalam usus (jejenum dan ileum)

selanjutnya dibawa ke hati (Palmer 1993). Vitamin tersebut dapat berfungsi

setelah diaktifkan melalui beberapa tahapan. Pengaktifan tahap pertama melalui

hidroksilasi kolekalsiferol pada posisi C-25 dilakukan oleh enzim 25-hidroksilase,

Page 47: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

25

sehingga terbentuk 25-hidroksikolekalsiferol (25-HCC). Proses ini terjadi di

dalam sitoplasma sel hati (Guyton 1996). Perubahan vitamin D3 menjadi 25-

HCC diperlukan ion magnesium, NADPH, oksigen molekuler, protein sitoplasmik,

dan sitokrom P450 untuk mengaktivasi enzim 25- hidroksilase (Ganong 1995;

Guyton 1996). Aktivitas enzim 25-hidroksilase untuk mengubah kolekalsiferol

menjadi 25-HCC juga diatur oleh suatu mekanisme umpan balik, oleh karena itu

jumlah 25-HCC yang dihasilkan relatif tetap meskipun diberikan vitamin D3 dosis

tinggi (Bank 1993; Guyton 1996). Kolekalsiferol yang tidak mengalami

hidroksilasi disimpan di dalam hati sebagai cadangan (Bank 1993) dengan

demikian toksisitas akibat tingginya vitamin D3

Setelah terjadi proses hidroksilasi, senyawa 25-HCC berikatan

dengan protein pembawa yang terdapat di dalam plasma secara cepat

meninggalkan hati menuju ginjal (Bank 1993; Freskanich et al. 2003).

Pengaktifan tahap ke dua, proses metabolik mengalami hidroksilasi di

dalam mitokondria sel tubulus proksimal ginjal menjadi metabolik aktif yaitu

1,25-dehidrokolekalsiferol (1,25-DHCC) yang bertanggung jawab terhadap

fungsi biologis utama vitamin D untuk mempertahankan serum kalsium

dalam kondisi fisiologis normal melalui perannya pada usus, ginjal, dan

tulang (Dawson-Hughes et al. 1997; Murray et al. 2003). Reaksi

pembentukan senyawa 1,25-DHCC di dalam ginjal dirangsang oleh rendahnya

kadar kalsitriol dalam plasma, kalsium, fosfor dan hormon paratiroid.

Penurunan konsentrasi kalsium darah akan merangsang kelenjar hipofise

untuk meningkatkan sintesis dan sekresi PTH (Guyton 1996).

dapat dicegah

(Ganong 1995).

Metabolisme kalsium tulang tidak lepas dari peran vitamin D3 (kalsitriol)

pada saluran pencernaan dan sintesis vitamin D3 endogen. Apabila terjadi

kekurangan vitamin D, absorbsi kalsium dan fosfor berkurang sehingga

menyebabkan hipokalsemia (Passeri et.al. 2008). Kondisi ini menstimulasi

kelenjar paratiroid untuk mensekresi PTH dalam jumlah tinggi, yakni dengan

menstimulasi secara tidak langsung aktivitas osteoklas untuk meningkatkan

proses resorbsi tulang sehingga kalsium dan fosfor masuk ke dalam darah.

Hormon paratiroid juga merangsang ginjal untuk mengabsorbsi kalsium pada

tubuli dan meningkatkan ekskresi fosfat, serta mengubah

25-hidroksikolekalsiferol (25-OHD) menjadi 1,25-dihidroksikolekalsiferol

Page 48: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

26

[1,25-(OH)2D3] yang merupakan metabolit aktif vitamin D, yaitu vitamin D3.

Selanjutnya vitamin D3 ini

Vitamin D berpengaruh pada kemampuan osteoblas dalam memelihara

kesehatan tulang. Pengaruh ini ditentukan oleh kemampuan vitamin D

mempertahankan kadar kalsium dan fosfat ekstraseluler yang cukup, agar dapat

dideposisi ke dalam matriks tulang. Matriks tulang merupakan hasil sintesis

osteoblas (Hollick 1996) dan vitamin D memengaruhi osteoblas melalui lintasan

genomik maupun nongenomik. Lintasan genomik memengaruhi osteoblas

melalui stimulasi biosintesis matriks yaitu meningkatkan produksi osteopontin

(OPN) dan osteoklasin (OCN) (Khoury et al. 1995).

menstimuli usus halus untuk menyerap lebih banyak

kalsium dan fosfor (Favus 1993).

Vitamin D memengaruhi metabolisme kalsium dan fosfor pada organ

target, yaitu usus halus, tulang, dan ginjal. Metabolit aktif vitamin D3

(kalsitriol) mempermudah penyerapan kalsium secara aktif di dalam usus

halus dengan merangsang sintesis kalsium yang terikat dengan protein

(Ilich-Ernst dan Kerstetter 2000). Vitamin D3

mempermudah masuknya

kalsium ke dalam sel melalui protein pengikat kalsium kalmodulin

(Guyton 1996).

2.2.4. Hormon Paratiroid Hormon paratiroid (PTH) adalah hormon utama yang bertanggung

jawab memelihara konsentrasi kalsium setiap saat. Pengaruh biologis

yang sangat penting dari PTH meliputi: 1). meningkatkan kalsium plasma

yang bersamaan dengan penurunan fosfat plasma, 2). meningkatkan

ekskresi fosfat urin (fosfaturia), 3). meningkatkan resorbsi kalsium urin,

4). meningkatkan kecepatan remodeling tulang, 5). meningkatkan osteolisis

osteosit, 6). membantu pembentukan 1,25-dihidroksi vitamin D3

Sebagai respons terhadap keadaan hipokalsemia, PTH disekresikan oleh

kelenjar paratiroid. Hormon ini mengikat reseptor khusus pada tulang dan sel

tubulus ginjal. Pada ginjal, PTH merangsang produksi vitamin D yang disebut

dengan 1,25-(OH)

dengan

memengaruhi sistem 1-hidrolase, dan 7). meningkatkan absorbsi kalsium

dan fosfat dari usus halus oleh pengaruh langsung pada pembentukan

1,25-dihidroksikolekalsiferol (Banks 1993).

2D3. Metabolit ini bekerja pada usus halus untuk merangsang

penyerapan kalsium makanan dan bersama dengan PTH mendukung mobilisasi

Page 49: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

27

kalsium dari tulang. Pada saat yang sama 1,25-(OH)2D3

Pelepasan hormon paratiroid menyebabkan meningkatnya kalsium

plasma. Pengaruhnya pada kerangka menyebabkan pelepasan 1,66 mol

kalsium untuk setiap mol fosfor (Calvo et al. 1988; Banks 1993).

Meningkatnya aktivitas kelenjar paratiroid dapat meningkatkan absorbsi

garam-garam kalsium dari tulang sehingga menimbulkan hiperkalsemia,

sebaliknya hipofungsi kelenjar tiroid (menghasilkan kalsitonin) dapat

menimbulkan hipokalsemia (Guyton 1996).

dan PTH menyebabkan

ginjal meresorbsi lebih banyak ion kalsium, sehingga pada plasma dan kalsium

ekstraseluler akan meningkat ke level normal (normokalsemia), dan akan

menghambat sekresi PTH melalui puncak umpan balik yang negatif

(Murray et al. 2003) (Gambar 8).

Pengaruh kalsitonin pada sel osteoklas dan osteosit bersifat

antagonis terhadap aksi hormon paratiroid. Pengaruh kalsitonin pada

ginjal mengimbangi aksi hormon paratiroid. Kalsitonin juga menunjukkan

suatu pengaruh penghambatan penyerapan kalsium dan fosfor pada usus

kecil. Pengaruh kalsitonin dalam sistem homeostasis di antaranya adalah:

1). mereduksi kalsium dan fosfor, 2). menghambat rangsangan hormon

Gambar 8. Peranan kelenjar paratioid dan kelenjar tiroid dalam

homeostasis kadar kalsium darah.

Hormon mengaktifkan stimulasi osteoklas

Reabsorpsi tulang melepaskan Ca

ke darah

Mengaktifkan stimulasi osteoblas

Deposit Ca pada tulang

Sensor kel tiroid terhadap

[Ca] darah

Sensor kel paratiroid terhadap [Ca]

darah

Sekresi hormon paratiroid

[Ca] darah naik ke normal Sekresi kalsitoni

[Ca] darah turun ke normal

[Ca] darah tinggi [Ca] darah rendah

Keadaan normal

Page 50: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

28

paratiroid terhadap osteoklas dan osteolisis osteosit, 3). secara tidak

langsung menghambat penyerapan kalsium dan fosfor dari usus halus, dan

4). melakukan perangsangan jangka pendek pada aktivitas osteoblas.

Pengaruh kalsitonin pada lambung diduga terjadi secara tidak langsung,

yaitu menghambat sintesis 1,25-dihidroksikolekasiferol. Peranan langsung

kalsitonin pada ginjal belum diketahui dengan jelas. Pengaturan ganda

kalsium oleh hormon paratiroid dan kalsitonin lebih jelas dibandingkan

dengan kemungkinan yang dilakukan oleh satu hormon secara tunggal

(Banks 1993).

2.2.5. Estrogen Hormon estrogen merupakan salah satu hormon steroid, yang dihasilkan

oleh sel teka interna folikel ovarium, korpus luteum, plasenta dan sedikit

dihasilkan oleh korteks adrenal (Ganong 1995). Oleh karena itu wanita tetap

memiliki estrogen dalam kadar rendah walaupun telah terjadi menopause karena

masih ada estrogen yang dihasilkan oleh korteks adrenal (Carola et al. 1990).

Tiga jenis estrogen dapat ditemukan pada tubuh wanita, yakni estradiol, estron,

dan estriol (Rachman 1999). Kekurangan hormon estrogen akan menyebabkan

meningkatnya kadar PTH, sehingga akan meningkatkan resorbsi tulang,

sehingga terjadi penurunan massa tulang (Lindsay 1991; Gruber et al. 2002).

Tulang merupakan target hormon estrogen, yang memiliki reseptor α dan β

(Pollard 1999). Secara seluler, mekanisme kerja hormon estrogen pada tulang

dimulai dari interaksi antara reseptor estrogen pada tulang dan kadar hormon

yang bersirkulasi dalam tubuh, sedangkan respons yang timbul merupakan hasil

interaksi keduanya (Albert et al. 1998). Estrogen merupakan inhibitor resorbsi kalsium di tulang yang potensial

karena keberadaannya dapat menunjang sekresi dan meningkatkan produksi

kalsitonin serta menurunkan sekresi hormon paratiroid. Estrogen juga dapat

meningkatkan kadar 1,25 dihidroksikalsiferol sehingga akan meningkatkan

penyerapan kalsium di dalam usus. Penurunan produksi estrogen juga

menggagalkan osteoblas mendeposit jaringan matriks (osteoid) (Stevenson dan

Marsh 1992). Estrogen bertanggung jawab pada fase pertumbuhan dan

menutup perkembangan epifisis pada tulang panjang masa pubertas (Greenspan

dan Strewler 1993). Defisiensi estrogen akan menyebabkan terjadinya

osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan tulang.

Page 51: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

29

Akibat defisiensi estrogen ini akan terjadi peningkatan produksi dari IL-1, IL-6,

dan TNFα lebih lanjut. Estrogen juga merangsang ekspresi dari osteoprotegerin

(OPG) dan transforming growth factor- β (TGF-β) oleh sel osteoblas dan sel

stroma, sehingga estrogen berfungsi menghambat penyerapan tulang dengan

cara mempercepat atau merangsang apoptosis sel osteoklas (Oursler 2003).

Pada wanita pascamenopause, kadar estrogen mulai menurun. Akibat

dari penurunan hormon estrogen ini, maka proses resorbsi tulang terganggu

(Mizuno et al. 1995; Fitzpatrick 2003; Rachman 2004). Estrogen memengaruhi

kehilangan tulang baik secara langsung dengan mengikat reseptor pada tulang

dan secara tidak langsung dengan memengaruhi hormon pengatur kalsium (PTH

dan Vitamin D) dan sitokin interleukin (IL-1 , IL-6 dan TNFα) (Potu et al, 2009).

Kadar estradiol pada masa premenopause sebesar 100-1000 pmol/l,

sedangkan pada masa menopause menurun secara drastis hingga 20-50 pmoI/l.

Kadar estron masa premenopause juga menurun, namun tidak sebanyak

penurunan estradiol. Pada masa pascamenopause tidak dijumpai sama sekali

adanya folikel ovarium sehingga terjadi penurunan kadar estradiol ke tingkat

yang sangat rendah dan disertai dengan penurunan kadar progesteron. Rasio

kadar estron dan estradiol pada wanita pascamenopause sangat besar yaitu

930:70 pg/ml.

2.2.6. Penggunaan bahan alami yang mengandung hormon atau fitohormon

sudah banyak dikembangkan saat ini. Salah satunya adalah fitoestrogen.

Fitoestrogen merupakan suatu substrat dari tanaman yang memiliki aktivitas

biologi yang sama dengan estrogen endogen (Glover dan Assinder 2006).

Menurut Jefferson et al. (2002), fitoestrogen memiliki banyak kesamaan pada

dua gugus –OH dan mempunyai gugus fenol serta jarak antara gugus hidroksil

yang sama dengan inti estrogen endogen sehingga dapat berikatan dengan

reseptor estrogen di tulang (Adlercreutz et al. 2002; Dewell et al. 2002).

Fitoestrogen

Sementara itu Rachman et al. (1996) menyatakan penggunaan

fitoestrogen memiliki efek keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan

estrogen sintetis atau obat-obat hormonal pengganti (hormonal replacement

therapy/HRT). Pada tanaman dikenal beberapa senyawa fitoestrogen yang

diketahui antara lain isoflavon, flavon, lignan, kumestan, triterpen, glikosida, dan

asiklik (Rachman et al.1996; Adlercreutz et al. 2002).

Page 52: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

30

Estrogen Fitoestrogen

Gambar 9. Bangun struktur kimia estrogen endogen dan fitoestrogen (Guyton 1996)

Umumnya tumbuhan sumber fitoestrogen hampir tidak pernah dijumpai

mengandung hanya satu jenis senyawa saja, tetapi selalu dalam bentuk berbagai

senyawa estrogenik secara bersamaan. Fitoestrogen dapat mengurangi gejala

menopause, memperbaiki kadar lipid atau lemak dalam plasma, menghambat

perkembangan ateriosklerosis, serta menghambat pertumbuhan sel-sel tumor

atau kanker pada payudara dan endometrium (Dewell et al. 2002). Hasil

penelitian Turner (2007) menunjukkan bahwa fitoestrogen dapat menempel pada

reseptor estrogen pada sel-sel duktus kelenjar susu dan jika seluruh reseptor

diblokir oleh fitoestrogen (genestain) estrogen asli tidak berpeluang menempel

pada reseptor tersebut.

Fitoestrogen dapat berikatan dengan reseptor estrogen sebagai bagian

dari aktivitas hormonal. Fitoestrogen menstimulasi aktivitas osteoblas melalui

aktivitas reseptor-reseptor estrogen dan mampu meningkatkan produksi hormon

pertumbuhan insulin-like growth factors-1 (IGF-1) yang memiliki hubungan positif

terhadap pembentukan massa tulang. Pada saat kadar estrogen menurun, akan

terdapat banyak kelebihan reseptor estrogen yang tidak terikat, walaupun

afinitasnya rendah, fitoestrogen dapat berikatan dengan reseptor tersebut. Jika

tubuh mendapatkan asupan fitoestrogen maka akan terjadi pengaruh pengikatan

fitoestrogen dengan reseptor estrogen, sehingga dapat mengurangi simptom

menopause (Rachman 1996). Oleh karena itu, sumber makanan yang kaya

fitoestrogen merupakan salah satu cara praktis dan aman untuk mengatasi

kekurangan estrogen pada wanita postmenopause (Arjmandi

2001).

Page 53: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

31

2.3. Ovariektomi Ovariektomi adalah suatu tindakan pembedahan atau teknik laparatomi

untuk pengambilan ovarium bilateral. Secara luas pada bidang biomedis, tikus

ovariektomi merupakan model juvenile osteopenia (Yamazaki dan

Yamaguchi 1989; Cesnjaj et al. 1991), dan dapat menjadi model wanita

pascamenopause (Shirwaikar et al. 2003; Devareddy et al. 2008).

Arjmandi et al. (1996) membuktikan bahwa ovariektomi kedua ovarium pada tikus

percobaan akan menginduksi osteoporosis pada trabekula tulang rahang karena

ovariektomi akan menstimulasi kerja osteoklas. Ovariektomi menyebabkan

kehilangan massa tulang di daerah trabekula tetapi tidak terjadi pada tulang

kortikal. Selain itu, tindakan ovariektomi dapat segera menimbulkan gejala

menopause tanpa menimbulkan gejala lain.

Pada tikus yang dilakukan ovariektomi, ditemukan peningkatan aktivitas

resorbsi tulang, hal ini sesuai dengan peranan estrogen terhadap tulang.

Hilangnya fungsi ovarium dalam memproduksi hormon seks steroid, seperti

estradiol akan menimbulkan kondisi hipoestrogenis yang merupakan faktor

utama kehilangan massa tulang (Miller et al. 1986). Histerektomi dengan

ovariektomi bilateral banyak dihubungkan dengan tingginya risiko osteoporosis

(Lee dan Kanis 1994). Kalu et al. (1993) dan Dempster et al. (1995) menyatakan

bahwa ovariektomi akan menyebabkan perubahan dan penurunan volume

tulang, peningkatan jumlah osteoklas, serta peningkatan kadar enzim serum

alkalin fosfatase.

2.4. Aplikasi Pengobatan Osteoporosis Secara medis ada beberapa obat yang dipakai untuk mengobati

osteoporosis, yaitu meminum susu berkalsium tinggi, memakai jenis obat yang

mengandung kalsium/fosfat dosis tinggi, dan pemberian beberapa jenis preparat

hormon estrogen sintetis tetapi hal ini harus diberikan seumur hidup (Gass dan

Neff 1995). Selain itu, pengobatan hormonal memiliki banyak kelemahan,

misalnya meningkatkan risiko kanker payudara, karsinoma endometrium,

perdarahan per vagina, tromboflebitis, dan tromboemboli (Nguyen et al. 1995;

Genant et al. 1998).

Kejadian osteoporosis merupakan proses yang sangat kompleks, maka

tidak semua kasus osteoporosis dapat disembuhkan secara sempurna. Adanya

kemungkinan terjadinya risiko terapi preparat hormonal sintetis jangka panjang,

menyebabkan fokus penelitian dan pengobatan osteoporosis masa kini

Page 54: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

32

diarahkan kepada pengobatan lain dengan risiko yang lebih rendah terhadap

tubuh seperti perubahan asupan mineral, khususnya imbangan kalsium fosfat

makanan, vitamin A, vitamin C, vitamin D, peningkatan aktivitas fisik, dan

penggunaan tumbuhan bahan alam yang telah digunakan secara tradisional oleh

masyarakat untuk mengobati penyakit (Tiangburanatham 1996).

Sejak dahulu, masyarakat telah mengenal beberapa tanaman untuk

mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit. Pencegahan osteoporosis

yang baik adalah dengan menjaga keseimbangan kalsium dalam tulang. Hal ini

dapat dilakukan dengan menghindari hilangnya kalsium yang berlebihan melalui

ginjal dan gangguan penyerapan kalsium oleh usus (Preisinger et al. 1995).

2.5. Tanaman Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) ditemukan di Aceh. Tanaman

ini umumnya ditemukan di kawasan hutan dan dapat tumbuh dengan cepat jika

dipindahkan ke tempat lain. Herbarium Bogoriensis menyatakan bahwa spesies

ini adalah Cissus quadrangula Salisb. Taksonomi tanaman tersebut adalah

sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta

Class : Magnoliophyita

Ordo : Sapindales

Family : Vitaceae

Genus : Cissus

Spesies : Cissus quadrangula Salisb

Penampang melintang batangnya berbentuk segi empat sehingga

tanaman ini dinamakan quadrangula. Pada setiap sudutnya terdapat tonjolan

yang tipis ke samping, dan di antara masing-masing tonjolan terletak terpisah.

Bentuk batang berbuku-buku dan setiap satu meter batang terdapat 4-5 buku,

batang berwarna hijau kemerahan. Buku pada batang terus bertambah, baik ke

atas maupun ke samping. Di antara buku-buku yang telah ada muncul 1-2 daun

penumpu, dan di bagian bawah daun penumpu ini muncul calon batang baru.

Pada bagian ujung batang muncul 1-2 daun penumpu, dan di antara daun

penumpu ini muncul batang baru ke atas. Menurut Versteegh-Kloppenburgh

(2006) batangnya bertekuk dan daunnya jarang. Daun sipatah-patah berbentuk

runcing, panjang daun sekitar 4-5 cm dan terdapat pada pertemuan diantara

buku-buku serta cepat rontok.

Page 55: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

33

Tanaman sipatah-patah di Aceh sering dipergunakan untuk pengobatan

beberapa penyakit di antaranya adalah rematik dan patah tulang. Pengobatan

rematik dilakukan dengan meminum rebusan daun tumbuhan tersebut, yang

ditambahkan dengan unsur-unsur yang lain. Sementara itu untuk mengobati

patah tulang, dilakukan dengan cara menggerus daun sipatah-patah lalu

menempelkan pada tempat yang patah. Penulis melakukan wawancara dengan

bapak Rustam, salah seorang ahli pengobatan tradisional yang ada di Desa

Lamgugob Kecamatan Syiah Kuala kotamadya Banda Aceh, beliau menyatakan

bahwa tanaman ini juga sangat manjur untuk mengobati wanita lanjut usia yang

menderita sakit sendi dan patah tulang. Tanaman sipatah-patah sejauh ini belum

pernah diteliti baik dalam bentuk penggunaannya maupun analisis kandungan

kimiawinya.

Cissus quadrangularis Linn, merupakan salah satu tanaman yang

ditemukan di Afrika Barat, India, Sri Lanka, Malaya, dan Jawa (Jainu et al. 2006).

Tanaman ini tumbuh baik pada tempat terbuka dan terkena cahaya matahari

langsung. Spesies ini ditemukan di daerah panas dan dataran rendah sampai

600 m di atas permukaan laut (Shirwaikar et al. 2003). Swamy et al. (2006)

menyatakan bahwa ada tanaman Cissus quadrangularis Linn. yang dipakai

dalam pengobatan tradisional di India. Tanaman ini berbeda dengan sipatah-

patah yang ada di Aceh yaitu mempunyai daun berbentuk bulat. Perbedaan

morfologi antara sipatah-patah Aceh dengan Cissus quadrangularis Linn. dari

India (Gambar 10).

Penelitian fitomedisin yang dilakukan oleh Nadkarni (1954) dan

Warrier et al. (1994) menunjukkan bahwa bagian batang dari tanaman Cissus

quadrangularis Linn. secara luas digunakan untuk pengobatan fraktur tulang,

tumor, wasir, sariawan, dan tukak lambung. Tanaman ini juga mempunyai sifat

antiosteoporotik (Shirwaikar 2003), analgesik, hipotensi, antibakterial, antifungal

(Austin dan Jagdeesan 2004), obat anti kanker (Taylor 2002) dan peradangan

(Dalimartha 2003). Di Afrika dan Asia ekstrak daun, batang, dan akar tanaman

ini digunakan dalam penanganan berbagai penyakit (Murthy et al. 2003;

Oben et al. 2008). Ekstrak batang dan akar dari tanaman ini diketahui juga

memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba.

Getah batang tanaman Cissus quadrangularis Linn. digunakan untuk

pengobatan patah tulang, penyakit telinga dan mata, sariawan, asma, menstruasi

tidak teratur, wasir, tumor, dan luka (Kritikar dan Basu 2000). Tanaman bagian

Page 56: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

34

Cissus quadrangula Salisb

Cissus quadrangularis Linn.

Gambar 10. Morfologi tanaman sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) dari Aceh dan Cissus quadrangularis Linn. (Shirwaikar et al. 2003) dari India, terlihat jelas adanya perbedaan warna batang dan bentuk daun.

akar, batang, dan daun digunakan khusus untuk patah tulang (Kumbhojkkar et al.

1991). Menurut Nadkarni (1954) akar Cissus quadrangularis Linn. sangat

berguna untuk pengobatan fraktur tulang baik diminum maupun digunakan

sebagai plester eksternal. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tanaman

ini mempunyai sifat analgesik, antioksidan, dan penyembuhan fraktur pada

tulang (Deka et al. 1994).

Cissus quadrangularis Linn. bersifat asam, mengandung senyawa

euforbin, taraksasterol, α-laktucerol, eufol, glikosida, sapogenin, dan asam

elagat. Studi fitokimia menunjukkan adanya kandungan flavonoid seperti

kuersetin dan vitamin C, resveratrol, piceatannol, palidol, ketosteroid, dan

karoten (Swamy et al. 2006), senyawa fitoestrogen yaitu isoflavon, lignin,

Page 57: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

35

coumestan, triterpen, glicosides, dan asiklik (Jainu dan Devi 2006). Di samping

itu tanaman Cissus quadrangularis Linn. mengandung vitamin C, β-karoten,

fitosterol, dan kalsium (Tiangburanatham 1996; Patarapanich et al. 2004).

Attawish et al. (2002) menyatakan bahwa batang Cissus quadrangularis

Linn. mengandung triterpen seperti α- dan β-amirin, β-sitosterol, ketosteroid, β-

karoten dan vitamin C. Mehta et al. (2001) menyatakan adanya senyawa γ-

amirin, δ-amiron. Senyawa ini mempunyai potensi efek metabolik dan fisiologik

yang berbeda (Shirwaikar et al. 2003; Combaret et al. 2004) dan diketahui

memberikan perlindungan terhadap kerusakan lambung pada hewan model

(Nevarrete et al. 2002; Sairam et al. 2002). Dari hasil-hasil pernyataan para

peneliti tersebut di atas, menunjukkan bahwa kandungan fitokimia tanaman ini

sangat beragam.

Sanyal et al. (2005) menemukan kristal kalsit pada Cissus quadrangularis

Linn. Kristal kalsit ekstrak tanaman ini kaya akan sumber ion kalsium, dan

apabila direaksikan dengan CO2

Batang Cissus quadrangularis Linn. mengandung triterpenoid dan

polifenol yang diketahui menekan pembentukan sitokin (Jainu dan Devi et al.

2006). Sedang Leiro et al. 2004 dan Thuong et al. 2005 menyatakan bahwa

triterpenoid dan polifenol menurunkan pembentukan TNFα dan IL1-β.

memicu terbentuknya kristal kalsit dengan

morfologi yang tidak beraturan. Hal ini mengindikasikan adanya molekul bio-

organik. Ekstrak segar batang Cissus quadrangularis Linn. mengandung kalsium

4 % dan fosfor.

Page 58: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

37

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Laboratorium

Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi; Bagian Patologi dan Bagian Farmasi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB; Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB; Laboratorium Fitokimia, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong; Laboratorium Biofarmaka IPB Taman Kencana, Bogor, serta Laboratorium Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, dari bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan Juni 2009.

3.2. Materi 3.2.1. Tanaman Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb)

Tanaman sipatah-patah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Desa Lam Nga, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pengambilan sampel tanaman ini dilakukan pada bulan Maret 2007. Tanaman diidentifikasi oleh Herbarium Bogoriensis, LIPI Cibinong (Surat nomor: 177/IPH.1.02/IF.8/2007 tanggal 26 April 2007) dengan nama Cissus quadrangula Salisb (Lampiran 1). Dalam penelitian ini diperlukan 4,5 kg batang kering tanaman sipatah-patah.

3.2.2. Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah 40 ekor tikus betina (Rattus norvegicus) umur 20 hari berasal dari galur Sprague Dawley yang diperoleh dari Animal Lab. IPB Baranangsiang, Bogor. Sebelum dilakukan penelitian, semua kelompok tikus diadaptasikan di dalam kandang selama 10 hari. Selama masa adaptasi, dilakukan pemeriksaan klinis, pemberian antibiotika dan obat cacing (Kalbazen 0,2 ml/oral) untuk menghilangkan infeksi cacing yang kemungkinan dapat menganggu jalannya penelitian. Tikus dipelihara di kandang berukuran 36 x 28 x 12 cm yang diberi alas sekam padi agar lingkungan kandang tidak lembab, ruangan diberi ventilasi dan penyinaran yang cukup dengan lama terang 14 jam dan lama gelap 10 jam dan setiap kandang diisi dua ekor tikus. Pakan tikus adalah pakan burung super berkicau P-588 produksi Indonesia Formula Feed (komposisi dapat dilihat pada Lampiran 2.) dan air minum diberikan secara ad libitum.

Page 59: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

38

Ovariektomi dilakukan melalui sayatan kulit daerah flank bagian kiri dan

kanan. Tikus terlebih dahulu dibius mengunakan campuran Xylazine (Xylazine-

20, Troy Laboratories PTY Ltd, Australia) dosis 0,3 mg (0,03 ml) dan Ketamine

(Ketamil, Troy Laboratories PTY Ltd, Australia) dosis 1,5 mg (0,03 ml) per ekor

secara intraperitoneal (ip). Setelah tikus terbius, kulit daerah flank disayat dengan

panjang sayatan lebih kurang 1-1,5 cm. Selanjutnya jaringan subkutan

dikuakkan, lalu dinding abdomen disayat, kemudian bantalan lemak ditarik

sehingga ovarium beserta saluran tuba Fallopii (tuba uterina) dan kornua uteri

ikut terbawa keluar rongga abdomen. Selanjutnya ovarium beserta bursa diambil

untuk menghindari adanya ovarium yang tersisa. Cornua uteri dan tuba Fallopii

dikembalikan ke dalam rongga abdomen. Ovarium kanan diambil dengan cara

serupa. Setelah itu kulit dijahit dan diberi antibiotik (Nebacetin, Pharos,

Indonesia), untuk pemulihan dilakukan selama sepuluh hari dan selanjutnya tikus

tersebut telah siap untuk perlakuan ekstrak sipatah-patah (ESP).

3.2.3. Bahan Penelitian Untuk keperluan pembuatan preparat histologi digunakan

1). paraformaldehid 0,2 % dalam phosphate buffered saline (PBS) 0,1 M pH 7,4,

2). normal buffer formalin 10 %, 3). alkohol bertingkat, 4). silol dan 5). paraffin

histoplast dengan titik leleh 55-570

Bahan untuk pewarnaan Hematoksilin-eosin (HE) adalah pewarna

Hematoksilin Delafield, dan pewarna Eosin dalam alkohol. Untuk pewarnaan

Masson trichrome (MT) modifikasi Goldner digunakan bahan pewarna ponceau

2R, orange G dan lightgreen.

C.

3.2.4. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan untuk fiksasi jaringan terdiri atas gelas objek,

cover glass, entelan, jarum kupu-kupu, scalpel, gunting, tang arteri, needle

holder, pinset, spuit suntik, sonde (feeding tube), benang cat gut, tampon, gouce

dan wadah penyimpanan jaringan. Untuk proses parafinasi dan pemotongan

jaringan digunakan gelas piala, inkubator, sliding microtome. Selanjutnya untuk

pengamatan hasil penelitian digunakan mikroskop cahaya, dan untuk pemotretan

digunakan alat mikrofotografi.

Page 60: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

39

3.3. Metode 3.3.1. Pembuatan Ekstrak Batang Sipatah-patah (ESP)

Pembuatan ESP dilakukan di Laboratorium Biofarmaka IPB Taman

Kencana, Bogor. Bagian batang tanaman sipatah-patah dipotong-potong

dengan panjang sekitar 1 cm, lalu diangin-anginkan sehingga menjadi kering.

Bagian tanaman yang sudah kering dimasukkan ke dalam oven pada suhu

60°C selama 48 jam. Setelah kering kemudian dihaluskan dengan

penggilingan sehingga menjadi serbuk. Selanjutnya proses pembuatan

ekstrak dari serbuk dilakukan di Laboratorium Farmasi, Departemen Klinik,

Reproduksi dan Patologi, FKH IPB. Proses pembuatan ESP secara rinci ada di

Lampiran 3.

3.3.2. Analisis Kandungan Kalsium dan Fosfat, Bahan Aktif dan Analisis Senyawa Fitokimia Batang Sipatah-patah Analisis kandungan mineral kalsium dan fosfor sipatah-patah dilakukan

dengan uji proksimat berdasarkan metode AOAC (1980) (Lampiran 4).

Analisis bahan aktif sipatah-patah menggunakan Gas Chromatography-Mass

Spectrophotometry (GC-MS) FAMES1 M) dilakukan di Laboratorium

Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta (Lampiran 5).

3.3.3 Pembagian Kelompok Tikus Penelitian ini dilakukan dengan membagi tikus percobaan menjadi dua

kelompok yaitu: 1). Kelompok tikus nonovariektomi (NOV) untuk meneliti

kemampuan ESP terhadap pencegahan osteoporosis pada masa prepubertas,

2). Kelompok tikus ovariektomi (OV) untuk meneliti aktivitas ESP terhadap

pengobatan osteoporosis pada tikus betina yang diovariektomi. Masing-masing

kelompok diberi ekstrak sipatah-patah dengan dosis 750 mg/kg bb/hari/per oral

sesuai penelitian Shirwaikar et al. (2003).

3.3.4 Kelompok Tikus Nonovariektomi (NOV) Penelitian pada kelompok tikus nonovariektomi ini bertujuan untuk

meneliti kemampuan ESP untuk memperbaiki kondisi tulang sehingga dapat mencegah terjadinya osteoporosis di kemudian hari. Sebelum percobaan dimulai, semua tikus diadaptasikan di lingkungan kandang percobaan selama

Page 61: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

40

10 hari untuk tiap-tiap kelompok perlakuan. Setelah masa adaptasi, hewan coba dibagi secara acak dalam lima grup perlakuan dan masing-masing diberi ekstrak sipatah-patah setiap hari selama penelitian. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus betina (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley umur 20 hari dengan bobot badan 95-100 g sebagai hewan coba. Tikus diberi pakan standar dan air minum ad libitum. Hewan coba ditempatkan di dalam kandang individu dan diadaptasikan terhadap pakan dan lingkungan selama 10 hari.

Tikus-tikus pada grup kontrol diberi larutan karboksimetil selulosa (CMC) 1 % sebagai plasebo (NOV-0), sedangkan tikus grup perlakuan diberi ESP mulai umur 30 hari (NOV-1), 60 hari (NOV-2), 90 hari (NOV-3), dan 120 hari (NOV-4). Pada tikus-tikus grup perlakuan ESP diberikan per oral dengan feeding tube sebanyak satu mililiter ESP satu hari sekali yaitu pagi hari (jam 08.00 wib) dengan dosis 750 mg/kgBB/hari selama masa penelitian. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 15 hari sekali. Pengambilan darah kurang lebih 2 ml dilakukan setiap 30 hari sekali melalui vena coccygeae. Darah dikoleksi pada tabung reaksi dan selanjutnya dianalisis kadar kalsium dan fosfor. Analisis kadar kalsium dan fosfor dilakukan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, dengan mengunakan Atomic Absorbance Spectrophotometry (AAS) (Hitachi® 5000) untuk kalsium, sedangkan untuk analisis kadar fosfor menggunakan metode spectrophotometry dengan alat Spectronic Camspecs®

Pada akhir masa perlakuan (pada umur tikus 180 hari), semua tikus dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher. Kemudian dilakukan nekropsi untuk pengambilan kerangka tulang dan organ untuk diamati secara histologis . Pengamatan selanjutnya adalah pemeriksaan radiografi terhadap kondisi tulang yang dilakukan setelah organ visceral dikeluarkan. Semua organ termasuk tulang diambil dan difiksasi dengan larutan formalin 10 %. untuk proses pembuatan sediaan histologi. Selanjutnya ossa radius-ulna kiri serta ossa vertebrae lumbalis II-V diambil untuk dianalisis kadar kalsium dan fosfat. Ossa tibia-fibula kanan, ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid diambil untuk pembuatan sediaan histologis. Sampel tulang tibia-fibula difiksasi dalam larutan pengawet paraformaldehid 4 % dan dilakukan dekalsifikasi dalam larutan asam nitrat 5 %, selanjutnya tulang diproses dengan metode histokimia standar (Humason 1967) dan ditanam dalam blok parafin. Sayatan jaringan ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid serta ossa tibia-fibula diwarnai dengan pewarnaan HE (Humason 1967) dan pewarnaan MT (Kiernan 1990) (Lampiran 8).

LW-200 (Lampiran 7).

Page 62: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

41

3.3.5 Kelompok Tikus Ovariektomi (OV) Penelitian pada kelompok tikus ovariektomi bertujuan untuk meneliti

pengaruh ESP dalam pengobatan osteoporosis pada tikus yang diovariektomi.

Ovariektomi adalah tindakan pembedahan pengambilan ovarium bilateral untuk

menginduksi osteoporosis. Sebelum percobaan dimulai semua tikus

diadaptasikan di lingkungan kandang percobaan selama 10 hari. Percobaan

mengunakan 20 ekor tikus betina. Tikus-tikus tersebut dibagi ke dalam lima grup

perlakuan masing-masing terdiri atas empat ekor tiap grup yaitu: tikus sham yang

hanya dilakukan sayatan kulit lalu ditutup kembali (OV-0), tikus perlakuan

ovariektomi tanpa diberikan ESP (OV-1), dan tikus perlakuan ovariektomi dengan

pemberian ESP mulai umur 90 selama 120 hari (OV-2), umur 120 selama 90 hari

(OV-3), dan umur 150 hari selama 60 hari (OV-4). Tahapan perlakuan dilakukan

selama 180 hari (Gambar 11). Pemberian ESP diberikan per oral dengan

feeding tube sebanyak satu mililiter ESP satu hari sekali yaitu pagi hari

(jam 08.00 wib). Selama perlakuan, 15 hari sekali tikus ditimbang dan diambil

darahnya kurang lebih 2 ml setiap 30 hari sekali melalui vena coccygeae. Darah

dikoleksi pada tabung reaksi dan didiamkan selama satu hari, selanjutnya

dianalisis kalsium dan fosfor.

Pada akhir masa perlakuan (umur tikus 210 hari), semua tikus

dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher. Kemudian dilakukan nekropsi

untuk pengambilan kerangka tulang dan melihat perubahan patologi anatomi

pada organ hati, ginjal, dan kelenjar paratiroid yang mungkin terjadi.

Pengamatan selanjutnya adalah pemeriksaan radiografi terhadap kondisi tulang

yang dilakukan setelah organ visceral dikeluarkan. Semua organ termasuk

tulang diambil dan difiksasi dengan larutan formalin 10 %, untuk proses

pembuatan sediaan histologi. Selanjutnya ossa radius-ulna kiri dan serta

ossa vertebrae lumbales II-V diambil untuk dianalisis kadar kalsium dan fosfor.

Ossa tibia-fibula kanan, ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid diambil untuk

pembuatan sediaan histologis. Sampel ossa tibia-fibula difiksasi dalam larutan

pengawet paraformaldehid 4 % dan dilakukan dekalsifikasi dalam larutan asam

nitrat 5 %, selanjutnya tulang diproses dengan metode histokimia standar

(Humason 1967) dan ditanam dalam blok parafin. Sayatan jaringan ginjal, hati,

dan kelenjar paratiroid serta ossa tibia-fibula diwarnai dengan pewarnaan HE

(Humason 1967), selanjutnya ossa tibia-fibula juga diwarnai dengan pewarnaan

MT (Kiernan 1990) (Lampiran 8).

Page 63: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

42

3.4. Parameter Parameter yang diamati adalah bobot badan, panjang tulang femur,

radiografi tulang, kadar kalsium dan fosfor darah, kadar kalsium dan fosfor

tulang, gambaran mikroskopis tulang (ossa tibia-fibula) serta organ hati, ginjal,

dan kelenjar paratiroid.

3.5. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan bobot badan, panjang tulang

femur, kadar kalsium dan fosfor darah, serta kadar kalsium dan fosfor tulang,

dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan Duncan Test. Gambaran

radiografi dan mikroskopis jaringan tulang serta organ hati, ginjal, dan kelenjar

paratiroid dianalisis secara deskriptif.

Page 64: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

43

Gambar 11. Skema Alur Penelitian

Sipatah-patah

Ekstraksi

Kandungan mineral Ca /P)

Kandungan fitokimia

Identifikasi senyawa fitokimia

Pengujian Hewan coba tikus betina

Nonovariektomi Ovariektomi

Pengamatan a. Bobot badan b. Radiografi tulang c. Kadar Ca dan P darah d. Kadar Ca dan P tulang e. Gambaran histologi tulang, hati,

ginjal, dan paratiroid

Analisis data

Page 65: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

44

Gambar 12. Alur Penelitian Tikus Nonovariektomi

20 30 60 90 120 150 180

Adaptasi Perlakuan

Nekropsi

Keterangan: = Masa adaptasi

= Masa sebelum perlakuan dimulai = Masa pemberian ESP = Pemeriksaan kadar kalsium dan fosfat darah NOV = Grup nonovariektomi

Umur

NOV-0

NOV-1

NOV-2

NOV-3

NOV-4

NOV

Page 66: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

45

Gambar 13. Alur Penelitian Tikus Ovariektomi

Gambar 13. Alur Penelitian Tikus Ovariektomi

Perlakuan

Nekropsi

Pemulihan Adaptasi

Keterangan: = Masa adaptasi = Masa pemulihan dari ovariektomi = Masa sebelum perlakuan dimulai = Masa pemberian ESP = Pemeriksaan kadar kalsium dan fosfat darah = Grup ovariektomi, diovariektomi pada umur 50 hari

OV-2

OV-3

OV-4

NOV -0 (sham)

OV-1

Umur (hari)

Ovariektomi

40 50 60 90 120 150 180 210

OV

Page 67: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

45

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 68: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 4.1.1. Analisis Proksimat Batang Kering Sipatah-patah dan Penapisan

Fitokimia Ekstrak Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) Dari hasil analisis proksimat batang kering tanaman sipatah-patah

ditemukan kadar kalsium sebesar 4,33 % dan fosfor sebesar 0,37 % (Lampiran 20). Untuk penentuan adanya substansi alkaloid dari ESP digunakan pereaksi Mayer dan Dragendrof. Kedua pereaksi tersebut menunjukkan hasil yang positif adanya alkaloid. Melalui uji fitokimia ESP lainnya, juga ditemukan pula senyawa flavonoid, tanin (polifenolat) dan triterpenoid, sementara itu reaksi terhadap saponin negatif (Tabel 1 dan Lampiran 21).

Tabel 1. Komponen fitokimia ESP

No. Komponen fitokimia Hasil

1. Alkaloid

a. Pereaksi Mayer b. Pereaksi Dragendrof

+

+

2. Flavonoid +

3. Tanin /polifenolat +

4. Triterpenoid +

5. Saponin -

Keterangan: + = Mengandung, - = Tidak mengandung

4.1.2. Identifikasi Kandungan ESP

Penentuan kadar komponen fitokimia dari ESP diperoleh dari analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Berdasarkan analisis GC-MS terhadap ESP, diperoleh 33 senyawa fitokimia (Tabel 2 dan Lampiran 22). Dari ke-33 senyawa fitokimia tersebut diperoleh lima kelompok utama, yaitu steroid, triterpenoid, asam karboksilat, hidrokarbon, dan kelompok lain (ester dan keton).

Page 69: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

47

Tabel 2. Komposisi kimia ekstrak etanol batang sipatah-patah berdasarkan GC-MS.

No. Senyawa Fitokimia Golongan Area (%) Subtotal % 1 A-norcholestan-3-one,5-ethenyl Steroids 22,67 2 Stigmast-5-en-3-ol (3.beta) Steroids 15,52 3 Stigmast-4- en-3-one (CAS) Steroids 8,53 4 Lup-20(29)-en-3-ol (3.beta) Steroids 7,94 5 Ergost-22-en-3-ol (3 beta.5alpha) Steroids 5,74 6 Ergost-5-en-3-ol (3.beta) Steroids 4,69 7 Ergost-25-ene-3,5,6,12-tetrol Steroids 2,59 8 Stigmasta-5,23-dien-3.beta.-ol Steroids 2,55 9 Methyl (25RS)-3β-hydroxyl-5

cholesten Steroids 2,36

10 Gamma-Tocopherol Steroids 1,02 11 Cholestan-3-one,2-(1-methil) Steroids 0,81 12 Trans -stigmasta-5,22-dien-3 beta Steroids 0,58 13 Ergost-22-en-3-ol (3.beta) Steroids 0,41 14 Vitamin E Steroids 0,50 74,52

15 1,2-benzenedicarboxylic acid (asam phtalat)

Asam karboksilat 5,87

16 9-octadecenoic acid (z), methyl (asam oleat)(C18:1)

Asam karboksilat 1,91

17 Octadecanoic acid (asam stearat)(C18:0)

Asam karboksilat 1,10

18 1-phenenthrenecarboxylic Asam karboksilat 0,48 19 Hexadecanoic acid(asam palmitat) Asam karboksilat 0,45 9,81

20 2-Hexadecen-1-ol,3,7,11,15-tetramethyl atau phytol

Triterpenoid 4,54

21 2,6,10,14,18,22-tetracosahexaene Triterpenoid 1,59 22 Aristolone Triterpenoid 1,02 23 Oxacycloheptadeca-2-one (CAS) Triterpenoid 0,64 24 Muskolactone dan

oxacyclotetradecane Triterpenoid 0,7

8,49 25 Phenanthrene,1-methyl-7-(1-

methyl) Hidrokarbon aromatic

0,81

26 Cyclohexane Hidrokarbon siklik 0,45 27 Heptadecane Hidrokarbon 0,41 28 Neophytadiene Hidrokarbon

alifatik 0,15

1,82 29 2,6-bis(methylthio)-4-(2-furyl) 0,54 30 Hexadecanoic acid methyl ester

(asam palmitat)(C16:0) Ester 1,49

31 1,4a.beta.-dimethyl-7-isopropyl 1,28 32 2-pentadecanone Keton 0,39 33 3-(2',2'-dimethyl-6'- methyliden) 0,28 3,98 Total 98,62

Page 70: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

48

Dari keseluruhan senyawa fitokimia ESP, kelompok steroid merupakan kelompok yang paling dominan, yang terdiri atas 14 senyawa fitokimia dan tujuh di antaranya adalah senyawa fitoestrogen, dengan kumpulan persen puncak area paling besar yaitu (74,52 %). Komposisi terbanyak senyawa steroid ini adalah A-norcholestan-3-one, 5-ethenyl (22,67 %), Stigmast-5-en-3-ol (3 beta) (15,52 %), Stigmast-4- en-3-one (CAS) (8,53 %), dan Lup-20(29)-en-3- ol (3.beta) (7,94 %), Senyawa fitokimia yang menempati urutan kedua terbanyak (9,81 %) adalah kelompok Asam karboksilat (9,81 %) dengan komponen yang paling dominan adalah 1,2-benzenedicarboxylic acid (5,87 %), 9-octadecenoic acid (z), Methyl (asam oleat) (1,91 %), dan Octadecanoic acid (asam stearat) (1.1 %). Kelompok triterpenoid juga banyak ditemukan pada ekstrak sipatah-patah (8,49 %), terdiri atas 2-hexadecen-1-ol,3,7,11,15-tetramethyl atau Phytol (4,54 %), 2,6,10,14,18,22-tetracosahexaene (1,59 %), Aristolone (1,02 %), dan beberapa komponen fitokimia lain yang kadarnya di bawah 1 %. Selain ketiga kelompok utama komponen fitokimia di atas, masih ditemukan pula kelompok hidrokarbon (1,82 %) dan kelompok ester dan keton (3,98 %).

4.2. Pengaruh Pemberian ESP pada Kelompok Tikus Nonovariektomi 4.2.1. Pertumbuhan Bobot Badan Tikus.

Pemberian ESP pada tikus betina dengan berbagai tingkatan umur

menunjukkan adanya pengaruh pada pertumbuhan bobot badan antarperlakuan

(Gambar 14). Secara umum, pemberian ESP menyebabkan pertumbuhan bobot

badan lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol.

Berdasarkan hasil analisis statistik ditemukan bahwa bobot badan tikus

kontrol lebih rendah dari tikus yang diberi ESP selama 150 hari maupun dengan

tikus yang diberi ESP 120 hari, 90 hari, dan 60 hari (P<0,05). Pertumbuhan

bobot badan tikus yang diberi ESP selama 150 hari adalah paling tinggi

dibanding dengan grup yang lain. Tikus yang diberi ESP 120 hari juga lebih

berat dibandingkan dengan tikus yang diberi ESP 90 hari, 60 hari maupun tikus

kontrol. Dengan demikian maka pertumbuhan bobot badan semakin besar

sejalan dengan lama durasi pemberian ESP.

Perbedaan tingkat pertumbuhan bobot badan antara tikus kontrol dan

tikus perlakuan tampak setelah umur 105 hari. Pada umur 105 hari ini, tikus

(NOV-1) mempunyai bobot badan 119,25 g, lebih tinggi dibandingkan tikus

kontrol (106,78 g). Demikian juga dengan tikus (NOV-2, NOV-3, dan NOV-4)

Page 71: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

49

Gambar 14. Gambaran pertumbuhan bobot badan tikus yang ditimbang setiap 15 hari sekali dari umur 30 hingga 180 hari pada grup NOV-0, NOV-1, NOV-2, NOV-3, dan NOV-4. NOV-0 = Tikus kontrol; Tikus perlakuan diberi ESP selama 150 hari (NOV-1), 120 hari (NOV-2), 90 hari (NOV-3), dan 60 hari (NOV-4). Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata (P<0,05).

pada umur 105 hari memiliki bobot badan masing-masing 116,40 g, 108,68 g,

dan 109,95 g yang semuanya lebih tinggi dibandingkan tikus kontrol (P <0,05).

Pada akhir perlakuan (umur 180 hari), tikus NOV-1 memiliki bobot badan

sebesar 173,20 g atau 26,84 % lebih berat dibandingkan tikus kontrol. Tikus

(NOV-2 dan NOV-3) masing-masing 16,40 % dan 17,01 % lebih berat

dibandingkan dengan tikus kontrol, sedangkan tikus NOV-4 mempunyai bobot

badan sebesar 149,88 g atau 9.76 % lebih berat dari kontrol. Pertambahan

bobot (bobot akhir dikurang bobot awal dari pemberian ESP) grup perlakuan ESP

selama 150 hari adalah sebesar 78,47 g dibandingkan dengan tikus kontrol yang

hanya 42,7 g, diikuti tikus yang diberi ESP selama 120 hari, 90 hari, dan 60 hari

masing-masing sebesar 65,2 g, 65,83 g, dan 56,5 g.

4.2.2. Pengukuran Panjang Tulang Femur Dari hasil pengukuran panjang tulang femur di akhir perlakuan pada tikus

NOV-1 sebesar 31,88 mm, yang diikuti NOV-2 29,64 mm, NOV-3 29.44 mm, dan

NOV-4 29,26 lebih panjang dibandingkan dengan kontrol yang hanya 28.74 mm

708090

100110120130140150160170180

1 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180

Bob

otba

dan

(gr)

Umur tikus (hari)

NOV-0NOV-1NOV-2NOV-3NOV-4

173,20 20,75a

159,78 20,26ab

158,95 17,06ab

149,88 7,44ab

136,55 7,68b

1

Page 72: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

50

(Gambar 15). Tikus yang diberi ESP selama 150 hari (NOV-1) memiliki

pertambahan ukuran tulang femur paling panjang yaitu sebesar 3,09 mm

(meningkat 10,76 %) diikuti tikus NOV-2, NOV-3 dan OV-4 masing-masing

0,91 mm (3,17 %), 0,71 mm (2,47 %) dan 0,53 mm (1,84 %) dibandingkan

dengan panjang tulang femur pada tikus NOV-0 (P<0,05).

Gambar 15. Diagram ukuran panjang tulang femur tikus setelah masa perlakuan

selama 180 hari. Ukuran tulang femur pada NOV-1 lebih panjang dibandingkan pada kontrol (NOV-0) dan perlakuan lainnya yaitu NOV-2, NOV-3, dan NOV-4.

4.2.3. Kadar Kalsium dan Fosfor Darah. Pada tikus NOV-0, kadar kalsium darah cenderung konstan berkisar

antara 11,0-11,72 mg/dl. Kadar kalsium tikus yang diberi ESP selama 150 hari

pada awal pemberian ESP sebesar 11,58 mg/dl dan kemudian meningkat pada

akhir perlakuan menjadi sebesar 12,10 mg/dl (meningkat 4,49 %). Tikus yang

diberi ESP selama 150 hari inilah yang memiliki konsentrasi kalsium tertinggi

dibandingkan tikus perlakuan lainnya. Kadar kalsium darah pada tikus yang

diberi ESP selama 120 hari, 90 hari, dan 60 hari lebih rendah dibandingkan

dengan pemberian ESP 150 hari. Tikus-tikus yang diberi ESP selama 120 hari

memiliki kadar kalsium yang meningkat sebesar 4,92 % dan diikuti oleh tikus

0

10

20

30

40

NOV-0 NOV-1 NOV-2 NOV-3 NOV-4

28.73 0.13a 31.82 1.26b 29.64 1.15a 29.26 0.1429.44 1.44a

Pan

jang

Tul

ang

(mm

)

Grup

Page 73: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

51

Gambar 16. Gambaran kadar kalsium serum darah tikus yang diberi ESP mulai

umur 30, 60, 90, dan 120 hari. .

NOV-0 = Tikus kontrol; Tikus perlakuan diberi ESP selama: 150 hari (NOV-1), 120 hari (NOV-2), 90 hari (NOV-3), dan 60 hari (NOV-4). Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata (P<0,05).

Gambar 17. Gambaran kadar fosfor serum darah tikus yang diberi ESP mulai

umur 30, 60, 90, dan 120 hari.

NOV-0 = Tikus kontrol; Tikus perlakuan diberi ESP selama 150 hari (NOV-1), 120 hari (NOV-2), 90 hari (NOV-3), dan 60 hari (NOV-4). Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata (P<0,05).

9

9,5

10

10,5

11

11,5

12

12,5K

adar

kal

sium

dara

h12,10 0,45a

11,70 0,53b11,72 0,53b

11,36 0,37b

11,18 0,68b

(mg/dl)

0

7,5

7,55

7,6

7,65

7,7

7,75

7,8

7,85

0 30 60 90 120 150 180

Kad

ar fo

sfor

dar

ah

Umur tikus (hari)

NOV-0NOV-1NOV-2NOV-3NOV-4

7,80 0,11a

7,74 0,20a

7,74 0,23a

7,73 0,30a

7,71 0,40a

(mg/dl)

0

Page 74: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

52

perlakuan ESP 90 hari sebesar 4,89 %, dan 60 hari sebesar 0,26 % (Tabel 3).

Dengan demikian, hasil analisis terhadap parameter kadar kalsium darah secara

umum menunjukkan peningkatan pada seluruh tikus-tikus perlakuan

dibandingkan tikus kontrol (P <0,05) (Gambar 16).

Kadar fosfor darah pada tikus yang diberi ESP 150 hari, 120 hari, 90 hari,

dan 60 hari menunjukkan peningkatan selama masa pemberian ESP walaupun

pada akhir perlakuan, kadar fosfor tikus perlakuan ESP 150 hari, 120 hari, 90

hari, dan 60 hari tidak setinggi kadar fosfor tikus kontrol (Gambar 17). Kadar

fosfor darah dari tikus yang diberi ESP selama 150 hari pada hari ke-180

mengalami peningkatan sebesar 1,84%, tikus yang diberi ESP selama 120 hari

sebesar 2,24%, tikus yang diberi ESP 90 hari dan 60 hari masing-masing

sebesar 2,65% dan 1,98 (Tabel 3). Hasil analisis statistik terhadap kadar fosfor

dalam darah tidak berbeda nyata pada semua tikus-tikus perlakuan. Tabel 3. Persentase perubahan kadar kalsium dan fosfor serum darah tikus di

awal dan di akhir pemberian ESP.

Perlakuan Lama

pemberian ESP

Kalsium mg/dl Fosfor mg/dl

awal akhir Kenaikan (%) awal akhir Kenaikan

(%) NOV-0 Kontrol 11,78±

0,33 11,70± 0,53 -0,67 7,62±0,17 7,80±0,11 2,36

NOV-1 150 hari 11,58± 0,40

12,10± 0,45 4,49 7,60±0,18 7,74±0,20 1,84

NOV-2 120 hari 11,17± 1,26

11,72± 0,53 4,92 7,57±0,24 7,74±0,23 2,24

NOV-3 90 hari 10,83± 0,66

11,36 ± 0,37 4,89 7,53±0,47 7,73±0,30 2,65

NOV-4 60 hari 11,15± 0,50

11,18 ± 0,68 0,26 7,56±0,47 7,71±0,40 1,98

NOV-0 dan NOV-1= umur 30 hari; umur 60 hari (NOV-2), umur 90 hari (NOV-3), dan umur 120 hari (NOV-4).

Dari analisis terhadap kadar kalsium dan fosfor tulang tikus perlakuan

ditemukan adanya hasil yang relatif sama dengan tikus kontrol (P<0,05). Kadar

kalsium grup pemberian ESP selama 150 hari, 120 hari, 90 hari, dan 60 hari

berturut-turut, yaitu sebesar 31,85 % 31,46 %, 30,30 %, dan 30,71 % serta kadar

kalsium tikus kontrol sebesar 32.41 % (Tabel 4). Untuk kadar fosfor tulang tikus-

tikus perlakuan juga memberikan hasil yang tidak berbeda dibandingkan tikus

kontrol (P<0,05). Kadar fosfor grup pemberian ESP selama 150 hari, 120 hari,

Page 75: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

53

90 hari, dan 60 hari berturut-turut sebesar 18,48 %, 18,23 %, 18,21 %, dan

17,85 %, dan tikus kontrol sebesar 18,89 % (Tabel 4). Ternyata perbedaan lama

pemberian ESP dalam perlakuan tidak merpengaruhi pada kadar fosfor dalam

tulang.

Tabel 4. Persentase kadar kalsium dan fosfor tulang tikus selama masa pemberian ESP.

Perlakuan Kadar Kalsium (%) Fosfor (%)

NOV-0 32,41±1,37 18,89±1,12 a NOV-1 31,85±0,83 18,48±0,22 ab NOV-2 31,46±0,20 18,23±0,82 abc NOV-3 30,30±0,54 17,85±0,56 bc NOV-4 30,71±0,37 18,21±0,41 c

NOV-0 = Tikus kontrol, NOV-1= perlakuan 30 hari, NOV-2= perlakuan 60 hari, NOV-3 = perlakuan 90 hari, NOV-4 = perlakuan 120 hari. Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata (P<0,05).

4.2.4. Gambaran Radiografi Tulang Pemeriksaan radiografi terhadap tulang tibia tikus kontrol (NOV-0) dan

perlakuan (NOV-1, NOV-2, NOV-3 dan NOV-4) dilakukan untuk menentukan

kepadatan massa tulang. Tulang yang padat akan memberikan hasil gambar

yang lebih radiopaque sedangkan tulang yang kurang kompak akan

memperlihatkan hasil yang lebih radiolucent. Secara umum, gambaran radiografi

tulang tibia tikus perlakuan menunjukkan kekompakan yang lebih baik

dibandingkan dengan tulang tibia pada tikus kontrol. Tulang tibia tikus yang

diberi ESP selama 150 hari tampak lebih kompak dengan gambaran yang paling

radiopaque dibandingkan dengan tulang tibia tikus perlakuan lainnya maupun

tikus kontrol (Gambar 18).

Page 76: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

54

Gambar 18. Gambaran radiografi tulang tibia tikus dengan perlakuan pemberian

ESP mulai umur 30, 60, 90, dan 120 hari. Inset. Tanda panah memperlihatkan radiolucent (NOV-0’), dan radiopaque (NOV-1’), dengan derajat radiopaque yang menurun pada NOV-2’,NOV-3’ dan NOV-4’ jika dibandingkan dengan NOV-1’. Bar: 5 mm NOV-0 = Tikus kontrol; Tikus perlakuan diberi ESP selama 150 hari (NOV-1), 120 hari (NOV-2), 90 hari (NOV-3), dan 60 hari (NOV-4).

4.2.5. Gambaran Mikroskopis Trabekula dan Buluh Darah Tulang Tibia. Secara mikroskopis, kondisi pertulangan dapat ditentukan antara lain oleh

densitas trabekula serta osteoblas dan osteoklas yang terdapat di daerah diafisis

maupun metafisis. Secara umum, trabekula terbentuk dari sasaran epifisis yang

mengalami osifikasi ke arah distal. Dengan mewarnai preparat tulang dengan

pewarnaan Masson Trichrome, maka trabekula memberikan warna biru

menandakan masih mengandung tulang rawan sedangkan warna merah

menandakan tulang yang sudah padat dan umumnya hasil pengamatan

pertumbuhan trabekula sejajar dengan sumbu tulang meskipun ada daya tarik

menarik dengan otot (Gambar 19).

NOV-3’

NOV-0

NOV-3

NOV-1 NOV-2

NOV-4

NOV-0’ NOV-1’ NOV-2’ NOV-4’

Page 77: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

55

Gambar 19. Gambaran umum tulang tibia. a. Epifisis proksimalis, b. Sasaran efifisis, c. Metafisis d. Trabekula, e. Osifikasi trabekula, f. Sumsum tulang (bone marrow), g. Subtansia kompakta. Pewarnaan MT. Bar: 50 µm.

Tikus dengan pemberian ESP selama 150 hari memiliki trabekula dengan

intensitas warna biru lebih pekat dibandingkan dengan tikus kontrol, maupun

tikus-tikus perlakuan lainnya (pemberian ESP selama 120 hari,90 hari, dan 60

hari). Trabekula pada tulang tibia tikus dengan pemberian ESP selama 150 hari

ini juga tampak lebih padat dan tebal, baik di daerah diafisis maupun metafisis.

Intensitas warna trabekula menunjukkan kepadatan massa jaringan ikat

trabekula. Trabekula pada tikus pemberian ESP 150 hari dan 120 hari

memberikan intensitas warna merah dan biru yang lebih pekat dibandingkan

dengan intensitas warna trabekula pada tikus kontrol dan tikus perlakuan lainnya.

Walaupun demikian pada tikus yang diberi ESP selama 120 hari, trabekulanya

tampak lebih tipis dibandingkan dengan tikus yang diberi ESP selama 150 hari,

hal yang sama ditemukan pada tulang tibia tikus yang diberi ESP selama 90 hari.

Tikus NOV-4 yang mendapatkan ESP selama hanya 60 hari intensitas trabekula

dari tulang tibianya lebih tipis dan jarang dibandingkan dengan tikus perlakuan

lainnya (Gambar 20) dan sketsa gambaran trabekula yang terlihat adanya

perbedaan dengan tikus kontrol (Gambar 21). Dengan pewarnaan Masson

trichrome ini juga dapat diamati buluh darah terutama ditemukan pada daerah

metafisis. Buluh darah banyak ditemukan pada sumsum tulang tikus kontrol

maupun tikus-tikus perlakuan tetapi pada struktur tulang tikus pemberian ESP 60

hari, buluh darahnya tampak lebih banyak dibandingkan dengan tikus kontrol

maupun tikus-tikus perlakuan lainnnya karena adanya peningkatan aktivitas

metabolisme tulang.

e

f

g

a

c

d

b

Page 78: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

56

Gambar 20. Gambaran trabekula pada potongan memanjang tulang tibia tikus kontrol (NOV-0) dan tikus perlakuan yang diberi ESP mulai umur 30 hari dan NOV-1, 60 hari (NOV-2), 90 hari (NOV-3), dan 120 hari (NOV-4). Terjadi peningkatan trabekula (panah hitam) pada grup ESP dibandingkan dengan kontrol (NOV-0). Sumsum tulang (panah merah). Pewarnaan MT. Bar: 50 µm.

Page 79: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

57

Gambar 21. Gambaran sketsa densitas trabekula pada tulang tibia setelah pembuangan sumsum tulang dari seluruh grup tikus pada umur 180 hari. Peningkatan trabekula (panah hitam) lebih jelas pada NOV-1 dan (NOV-2) dibandingkan kontrol (NOV-0). Ket: NOV-0 (tikus kontrol), NOV-1 tikus perlakuan yang diberi ESP mulai umur 30 hari, NOV-2 mulai 60 hari, NOV-3 mulai 90 hari, dan NOV-4 mulai 120 hari. Pewarnaan MT. Bar: 50 µm.

Page 80: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

58

4.2.6. Aktivitas Osteoblas dan Osteoklas. Kondisi pertumbuhan tulang dapat ditentukan melalui densitas trabekula

dan kuantitas osteoblas dan osteoklas yang terdapat di daerah epifisis maupun

metafisis. Pada tulang tibia dalam penelitian ini masih ditemukan sasaran

epifisis. Di daerah epifisis, densitas osteoblas dan osteoklas terlihat tidak

mengalami perubahan, sedangkan pada sasaran epifisis telah ditemukan adanya

proses pembentukan dan proses osifikasi trabekula. Pada daerah metafisis

ditemukan sumsum merah yang berisi jaringan darah yang berbentuk sel-sel

darah dari hasil proses diferensiasi sel-sel hemositoblas dan jaringan darah ini

dinamakan sumsum merah. Osteoblas ditemukan di daerah endosteum:

osteoblas yang pasif berbentuk pipih dengan inti pipih juga sedangkan yang aktif

berbentuk kuboid (Gambar 22). Sementara itu dalam penelitian ini osteoklas

ditemukan di permukaan trabekula yang akan bersiap-siap untuk meresorbsi

tulang dan osteoklas yang sebagian badannya berada dalam lakuna Howship

yang sedang meresorbsi tulang (Gambar 23). Dalam pengamatan ini, osteoklas

aktif ditemukan di daerah trabekula bagian sentral tetapi tidak ditemukan pada

daerah substansia kompakta dan trabekula bagian tepi. Secara mikroskopis,

sumsum tulang di bagian epifisis dan metafisis tulang tibia tikus pemberian ESP

150 hari, tampak lebih padat dibandingkan tikus kontrol dengan ditemukanya

osteoblas aktif yang berbentuk kuboid maupun osteoblas pasif dengan bentuk

pipih. Densitas osteoblas aktif dan pasif pada tikus NOV-1, masing-masing

adalah 38,92 ± 8,09, dan 57,21 ± 17,51 lebih padat dibandingkan dengan

densitas osteoblas pada tikus kontrol masing-masing: 34,58 ± 8,05, dan 50,67 ±

17,37, tetapi densitas osteoklas pada tikus NOV-1 lebih rendah (Tabel 5).

Osteoblas aktif pada pemberian ESP selama 120 hari sebesar 34.88 ± 6.62

sedangkan yang pasif adalah 47.63 ± 8.69. Pada grup ini, pemberian ESP

selama 120 hari memperlihatkan penurunan jumlah osteoblas baik yang aktif

maupun yang pasif, tetapi densitas osteoklas meningkat. Namun demikian,

densitas osteoblas tikus NOV-2 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tikus

kontrol. Selanjutnya, densitas osteoblas aktif pada tikus NOV-3 menurun

menjadi 20,25 ± 8,99 (P<0,05) dan yang pasif sebesar 39,04 ± 13,32 dan

densitas osteoblas aktif pada tikus NOV-4 juga menurun menjadi 18,08 ± 3,68

dan osteoblas pasif sebesar 34,96 ± 6,38 (Gambar 24). Di lain pihak, densitas

osteoklas meningkat sejalan dengan rentang yang pendek pemberian ESP dan

trabekula makin menipis.

Page 81: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

59

Gambar 22. Osteoblas pada tulang tibia tikus.

Inset : A’ dan B’ merupakan gambaran detil dari A dan B. A’ gambaran osteoblas pasif (panah), B’ gambaran osteoblas aktif (panah). Pewarnaan HE. Bar: 50 µm.

Gambar 23. Gambaran osteoklas yang sedang merusak trabekula (panah hitam).

A. osteoklas di permukaan trabekula serta osteoklas (panah putih) yang sudah selesai merusak tulang dan bersiap untuk lisis. B. osteoklas di dalam lakuna Howship sedang merusak sebagian trabekula. Pewarnaan HE. Bar: 50 µm

Page 82: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

60

ost

os

ost

ost

Page 83: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

61

Gambar 24. Distribusi osteoblas aktif dan pasif pada tulang tibia tikus umur 180

hari pada tikus kontrol dan yang diberi ESP pada umur 30, 60, 90, dan 120 hari. Inset: memperlihatkan osteoblas aktif dan pasif NOV-0’: tikus kontrol, NOV-1’: pemberian ESP selama 150 hari dengan jumlah osteoblas yang meningkat, NOV-2’, NOV-3’, dan NOV-4’: jumlah osteoblas mulai menurun. Osteoblas aktif (panah hitam), osteoblas pasif (segitiga), ost: osteosit (panah putih). Pewarnaan HE. Bar: 50 µm (NOV-0, NOV-1,NOV-3 dan NOV-4) dan 20 µm (NOV-0’, NOV-1’, NOV-2’, NOV-3’, dan NOV-4’).

Berdasarkan densitas osteoklas, tikus yang diberi ESP 150 hari memiliki

densitas osteoklas lebih rendah dibandingkan tikus kontrol, maupun tikus yang

diberi ESP 120 hari, 90 hari, dan 60 hari (P<0,05) Tabel 5. Dengan pewarnaan

HE, tulang tikus kontrol terlihat adanya pengikisan trabekula karena aktivitas sel

osteoklas, namun masih ada beberapa osteoblas yang bertindak meregenerasi

tulang. Tikus yang diberi ESP selama 120 hari dimulai pemberian ESP pada

umur 60 hari menunjukkan densitas osteoklas 4,29 ± 4,44, tetapi osteoklasnya

masih lebih rendah dibandingkan tikus kontrol. Pada tikus pemberian ESP

selama 90 hari, walaupun terlihat adanya peningkatan osteoklas tetapi masih

terlihat sumsum tulang yang padat dan trabekula sudah mulai terlihat jarang

Tikus pada pemberian ESP 60 hari terlihat sumsum dan trabekula sudah mulai

terlihat jarang. Pada pewarnaan HE (Gambar 25) menunjukkan beberapa

osteoklas yang sudah membuat lakuna Howship pada tulang. Tulang menjadi

tergerus dan regenerasi dari osteoblas tidak cukup untuk mengkompensasi

aktivitas sel osteoklas.

ost

Page 84: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

62

Page 85: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

63

Gambar 25. Densitas osteoklas tulang tibia tikus yang diberi ESP mulai umur 30,

60, 90, dan 120 hari. Inset: memperlihatkan sel osteoklas. NOV-0’: tikus kontrol, NOV-1’: pemberian ESP selama 150 hari dengan jumlah osteoklas yang berkurang, NOV-2’ sel osteoklas yang mulai meningkat, NOV-3,’ sel osteoklas yang semakin meningkat, dan NOV-4’ sel osteoklas yang meningkat. osteoklas (tanda panah), Pewarnaan HE. Bar: 50 µm (NOV-0, NOV-1, NOV-2, NOV-3, NOV-4).dan 20 µm (NOV-0’, NOV-1’, NOV-2’, NOV-3’, NOV-4’).

Tabel 5. Densitas osteoblas aktif dan pasif, osteoklas, dan buluh darah pada tulang tibia tikus yang diberi ESP pada umur 30, 60, 90, dan 120 hari.

Grup Osteoblas

Osteoklas Buluh darah Aktif Pasif

NOV-0 34,58±8,05b 50,67±17,37 6,99±3,35a 13,79±3,40bc ab NOV-1 38,92±8,09a 57,21±17,51 2,50±2,96a 11,96±3,34a NOV-2

b 34,88±6,62b 47,63±8,69 4,29±4,44a 12,63±3,59b

NOV-3

ab 20,25±8,99c 39,04±13,32 5,58±2,60b 11,88±4,37b

NOV-4

b 18,08±3,68c 34,96±6,38 6,75±3,55b 14,42±1,77bc a

NOV-0 = Tikus kontrol; Tikus perlakuan diberi ESP selama 150 hari (NOV-1), 120 hari (NOV-2), 90 hari (NOV-3), dan 60 hari (NOV-4).

4.2.7. Gambaran Mikroskopis Kelenjar Paratiroid Gambaran mikroskopis kelenjar paratiroid pada tikus kontrol

menunjukkan gambaran paratiroid yang normal dan terlihat sel-sel prinsipal warna sitoplasmanya gelap juga terlihat pada tikus pemberian ESP 150 hari (Gambar 26). Keadaan yang sama ditemukan pada tikus pemberian ESP 120 hari, 90 hari dan tikus grup pemberian 60 hari yaitu inti sel prinsipal yang membesar dan sitoplasma asidofilik.

Sementara itu jumlah sel oksifil pada kelenjar paratiroid tikus-tikus NOV-1, NOV-2, NOV-3, NOV-4 dan kontrol relatif sama. Inti selnya yang berwarna terang dengan sitoplasma yang berwarna gelap. Mikrovaskularisasi didalam kelenjar paratiroid dilakukan oleh sinusoid yang tampak membesar terdapat pada tikus-tikus NOV-2, NOV-3, dan NOV-4.

Page 86: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

64

Gambar 26. Gambaran mikroskopis kelenjar paratiroid tikus yang diberi ESP

pada umur 30, 60, 90, dan 120 hari. NOV-0 = Tikus kontrol; Tikus perlakuan diberi ESP selama 150 hari (NOV-1), 120 hari (NOV-2), 90 hari (NOV-3), dan 60 hari (NOV-4). NOV-0, NOV-1 menunjukkan sel-sel prinsipal yang kompak dan dan terlihat terang, NOV-2, NOV-3, dan NOV-4 menunjukkan sel-sel prinsipal meningkat jumlahnya dan terlihat gelap. Sel-sel prinsipal (psp), sel-sel oksifil (oks), kapiler (kpr). Pewarnaan Hematoksilin Eosin. Bar: 50µm.

kpr psp

oks

kpr

psp oks

oks psp

kpr

kpr psp

oks

kpr

psp oks

Page 87: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

65

4.2.8. Gambaran Mikroskopis Hati dan Ginjal Gambaran mikroskopis jaringan hati tidak menunjukkan terjadinya

perubahan antara tikus kontrol (NOV-0) dangan dengan tikus perlakuan lainnya (NOV-1, NOV-2, NOV-3, NOV-4). Sel-sel hepatositnya tidak mengalami perubahan, tidak ada sel-sel yang degenerasi dan nekrosa ditandai inti sel hepatosit yang masih berwarna biru cerah, dan sitoplasma berwana merah cerah serta tidak ada akumulasi benda-benda asing di dalam sitoplasma. Sinusoid normal, tidak mengalami dilatasi ataupun kerusakan lainya (Gambar 27).

Hasil pemeriksaan mikroskopis ginjal tikus menunjukkan tidak adanya perbedaan pada semua grup (NOV-0, NOV-1, NOV-2, NOV-3 dan NOV-4) (Gambar 28). Dari pemeriksaan mikroskopis baik tikus kontrol maupun tikus perlakuan terlihat glomerulusnya yang tidak mengalami kerusakan ataupun kelainan ditandai tidak adanya akumulasi eritrosit pada tubulus ginjal. Sel-sel endotel pada kapsula Bowman tidak mengalami kelainan. Lumen dari tubulus kosong, tidak ada akumulasi benda-benda asing. Kelainan yang terjadi adalah adanya hyperemi ditandai adanya akumulasi sel-sel eritrosit pada glomerulus, dan pada pembuluh darah kapiler di antara tubulus.

Gambar 27. Gambaran mikroskopi hati.

Tikus kontrol (NOV-0), Tikus perlakuan diberi ESP selama 150 hari (NOV-1) mulai umur 30, dan (NOV-4) yang diberi ESP 60 hari dimulai umur 120 hari. Gambar menunjukkan tidak adanya perbedaan pada semua grup dibandingkan tikus kontrol. Vena sentralis (vc), sinusoid (sns), sel-sel hepatosit (sht). Pewarnaan HE. Bar: 50µm.

vc sht

sns

vc

sht

sns

vc

sht sns

Page 88: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

66

Gambar 28. Gambaran mikroskopis ginjal.

Tikus kontrol (NOV-0), Tikus perlakuan diberi ESP selama 150 hari (NOV-1) mulai umur 30, dan (NOV-4) yang diberi ESP 60 hari dimulai umur 120 hari. Gambar menunjukkan tidak adanya perbedaan pada semua grup baik kontrol maupun tikus perlakuan. Gromerulus (gmr), tubulus ginjal (tbg). Pewarnaan HE. Bar: 50 µm.

gmr

tbg

gmr

tbg

tbg

gmr

gmr

tbg

Page 89: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

67

4.3. Pengaruh Pemberian ESP Kelompok Tikus Ovariektomi 4.3.1. Bobot Badan Tikus

Pemberian ESP pada tikus betina yang diovariektomi dengan berbagai

lama pemberian menunjukkan tingkat pertumbuhan bobot badan yang berbeda

(Gambar 29). Secara umum, pemberian ESP menyebabkan pertambahan bobot

badan lebih tinggi dibandingkan dengan tikus sham maupun tikus kontrol.

Tikus yang diberi ESP selama 120 hari (OV-2) menunjukkan bobot badan

paling tinggi dibandingkan dengan grup perlakuan yang lain yaitu sebesar 179,93

g atau lebih berat 26,13 g (meningkat 16,99 %). Hal yang sama juga ditemukan

pada tikus OV-3 dan OV-4 yang memiliki bobot tubuh lebih berat dibandingkan

dengan tikus OV-1. Tikus OV-3 memiliki bobot akhir sebesar 174,23 g atau lebih

berat sebesar 20,43 g (meningkat 13,28 %) dibandingkan tikus OV-1 dan tikus

OV-4 mempunyai bobot badan sebesar 171,65 g atau lebih berat 11,61 % dari

tikus OV-1, dengan pertambahan bobot badan sebesar 17,85 g.

Gambar 29. Gambaran pertumbuhan bobot badan tikus ovariektomi yang

ditimbang setiap 15 hari sekali dari umur 60 hingga 210 hari pada grup OV-0, OV-1, OV-2, OV-3, dan OV-4.

OV-0 = Tikus tidak diovariektomi dan tidak diberi ESP (sham); Tikus perlakuan yang diovariektomi tidak diberi ESP (OV-1), Tikus perlakuan yang diovariektomi diberi ESP selama 120 hari (OV-2), 90 hari (OV-3), dan 60 hari (OV-4). Hasil uji berbeda nyata bila huruf berbeda (P<0,05).

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

180

1 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210

Bob

ot b

adan

(g)

Umur tikus (hari)

OV0OV1OV2OV3OV4

174,23 4,70a

179,93 7,43a

171,65 4,83a

153,80 5,34b

160,28 7,64b

Page 90: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

68

4.3.2. Panjang Tulang Femur Tikus ovariektomi yang diberi ESP secara umum mengalami

pertambahan panjang tulang femur (Gambar 30). Tikus yang diberi ESP selama

120 hari (OV-2) memiliki ukuran tulang femur paling panjang yaitu sebesar 30,38

mm atau 1,2 mm (4,11 %) lebih panjang dari tikus kontrol (OV-1) sebesar 29.18

mm, kemudian diikuti tikus OV-3 dan OV-4 masing-masing 1.08 mm (3,70 %)

dan 0,62 mm (2,12 %) dibandingkan dengan panjang tulang femur pada tikus

OV-1 (P<0,05).

Gambar 30. Diagram ukuran panjang tulang femur tikus ovariektomi setelah

masa perlakuan selama 180 hari. Pada OV-2 menunjukkan panjang tulang femur lebih panjang dibandingkan kontrol (OV-1), dan perlakuan lainya OV-3, dan OV-4. Hasil uji berbeda nyata bila huruf berbeda (P<0,05).

4.3.3. Kadar Kalsium dan Fosfor Darah.

Pada tikus OV-0, kadar kalsium darah cenderung konstan dengan kadar

kalsium pada akhir penelitian sebesar 11,89 ± 0,36 mg/dl. Pada OV-1, kadar

kalsium darah cenderung turun selama perlakuan. Tetapi, pada tikus OV-2,

kadar kalsium di awal pemberian ESP sebesar 10,13 mg/dl dan di akhir

penelitian menjadi 10,48 mg/dl (meningkat sebesar 3,45 %), tikus-tikus ini

merupakan grup yang mempunyai konsentrasi kadar kalsium tertinggi pada akhir

penelitian. Tikus OV-3 yang diberi ESP selama 90 hari, kadar kalsium darah

tikus ini meningkat sebesar 0,58 % dan diikuti oleh tikus perlakuan OV-4 sebesar

1,10 %. Secara umum pemberian ESP pada tikus-tikus yang diovariektomi

meningkatkan kadar kalsium darah secara signifikan di akhir penelitian (P<0,05)

(Gambar 31 dan Tabel 6).

0

10

20

30

40

OV-0 OV-1 OV-2 OV-3 OV-4

29.18 0.58a30.07 0.74ab 30.38 0.15b 30.26 0.83b 29.80 0.67b

Pan

jang

Tula

ng (m

m)

Grup perlakuan

Page 91: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

69

Gambar 31. Gambaran kadar kalsium serum darah tikus ovariektomi yang diberi

ESP pada umur 90, 120, dan 150 hari. OV-0= tikus sham; Tikus ovariektomi yang tidak diberi ESP (OV-1), yang diberi ESP selama 120 hari (OV-2), 90 hari (OV-3), dan 60 hari (OV-4). Hasil uji berbeda nyata bila huruf berbeda (P<0,05).

Hal yang mirip juga ditemukan pada kadar fosfor darah tikus OV-2, OV-3,

dan OV-4 yang juga meningkat selama masa pemberian ESP walaupun pada

akhir perlakuan, kadar fosfor tikus perlakuan OV-2, OV-3, dan OV-4 tidak

setinggi kadar fosfor darah tikus sham (Gambar 32). Sebaliknya kadar fosfor

darah pada tikus OV-1 cenderung menurun. Tikus ovariektomi yang diberi ESP

Gambar 32. Gambaran kadar fosfor serum darah tikus ovariektomi yang diberi

ESP pada umur 90, 120, dan 150 hari.

OV-0= tikus sham; Tikus ovariektomi yang tidak diberi ESP (OV-1) dan yang diberi ESP selama 120 hari (OV-2), 90 hari (OV-3), dan 60 hari (OV-4). Hasil uji berbeda nyata bila huruf berbeda (P<0,05).

9,00

9,50

10,00

10,50

11,00

11,50

12,00

12,50

0 60 90 120 150 180 210

Kad

ar k

alsi

um

Umur (hari)

OV0

OV1

OV2

OV3

OV4

11.89 0.36a

10.48 0.32b

10.29 0.43b

10.05 0.85b

9.33 0.52c

(mg/dl)

7,00

7,10

7,20

7,30

7,40

7,50

7,60

7,70

7,80

0 60 90 120 150 180 210

Kad

ar fo

sfat

Umur (hari)

OV0

OV1

OV2

OV3

OV4

7,70 0,30a

7,62 0,15a

7,57 0,27a

7,57 0,14a

7,13 0,39b

(mg/dl)

Page 92: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

70

Tabel 6. Persentase perubahan kadar kalsium dan fosfor serum darah tikus ovariektomi di awal dan di akhir pemberian ESP.

Perlakuan

Lama pemberian

ESP

Kalsium mg/dl Fosfor mg/dl

awal akhir kenaikan (%) awal akhir kenaikan

(%) OV-0 (sham) 11,62±0,47 11,89±0,36 4,04 7,46±0,34 7,58±0,30 3,21

OV-1 (kontrol) 10,08±0,54 9,33±0,52 -7,44 7,43±0,22 7,13±0,52 4,03

OV-2 120 hari 10,13±0,17 10,48±0,32 3,45 7,46±0,16 7,62±0,13 2,14

OV-3 90 hari 10,23±0,49 10,29±0,43 0,58 7,46±0,13 7,57±0,12 1,47

OV-4 60 hari 9,94±1,36 10,05±0,85 1,10 7,51±0,29 7,57±0,27 0,79

OV-0= tikus sham; Tikus ovariektomi yang tidak diberi ESP (OV-1), yang diberi ESP selama 120 hari (OV-2), 90 hari (OV-3), dan 60 hari (OV-4).

selama 120 hari mengalami peningkatan kadar fosfor sebesar 2,14 %,

sedangkan tikus yang diberi ESP selama 90 hari dan 60 hari masing-masing juga

meningkat sebesar 1,47 % dan 0,79 % (Tabel 6). Pemberian ESP pada tikus

ovariektomi (OV-2, OV-3, dan OV-4) memiliki kadar fosfor di akhir penelitian lebih

tinggi dibandingkan pada tikus OV-1 (P<0,05) dan sama dengan kadar fosfor

pada tikus sham (P>0,05).

Tikus betina kontrol yang diovariektomi tanpa diberi ESP (OV-1)

menunjukkan kadar kalsium tulang yang lebih rendah (27,3 %) dibandingkan

kadar kalsium tulang tikus sham (P<0,05). Tetapi tikus ovariektomi yang diberi

ESP (OV-2, OV-3 dan OV-4) masing-masing mempunyai kadar kalsium sebesar

2,68 %, 2,32 %, dan 1,97 %, lebih tinggi dibandingkan tikus kontrol (P<0,05),

tetapi lebih rendah dibandingkan dengan tikus sham (P<0,05).

Pola yang mirip ditemukan juga pada kadar fosfor tulang. Kadar fosfor

tulang tertinggi ditemukan juga pada tikus sham sebesar 18,48 %, tetapi pada

tikus ovariektomi (OV-1), kadar fosfor tulang menurunkan menjadi 16,98 %.

Pemberian ESP pada tikus OV-2, OV-3, dan OV-4 dapat meningkatkan kadar

fosfor tulang masing-masing sebesar 0,25 %, 0,14 %, dan 0,24 % dibandingkan

dengan kadar fosfor pada tulang OV-1 (P>0,05) walau demikian kadar fosfor

tikus perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan tikus sham (P<0,05)

(Tabel 7).

Page 93: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

71

Tabel 7. Persentase kadar kalsium dan fosfor tulang tikus ovariektomi selama masa pemberian ESP.

Grup Kadar

Kalsium (%) Fosfor (%)

OV-0 (sham) 32,66 ± 0,96 18,48 ± 0,90 a a

OV-1(tanpa ESP) 27,37 ± 0,99 16,98 ± 0,23 c

OV-2

b

30,05 ± 0,64 17,23 ± 0,62 b

OV-3

b

29,69 ± 0,32 17,12 ± 0,23 b

OV-4

b

29,34 ± 0,75 17,22 ± 0,22 b b

OV-0= grup sham; Tikus ovariektomi yang tidak diberi ESP (OV-1), yang diberi ESP selama 120 hari (OV-2), 90 hari (OV-3), dan 60 hari (OV-4). Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil uji berbeda nyata (P<0,05).

4.3.4. Gambaran Radiografi Tulang Radiografi terhadap tulang tibia tikus sham (OV-0), kontrol (OV-1)

maupun tikus perlakuan (OV-2, OV-3, dan OV-4) dilakukan untuk menganalisis

densitas massa tulang. Pada tikus yang diberi ESP, secara umum menunjukkan

intensitas radiografi yang lebih padat (radiopaque) dibandingkan dengan tikus

kontrol (OV-1), tetapi tidak berbeda dengan tikus OV-0. Tulang tibia tikus yang

diberi ESP selama 120 hari menunjukkan massa tulang yang lebih radiopaque

dibandingkan dengan tulang tibia tikus perlakuan lainnya termasuk tikus kontrol

(Gambar 33).

4.3.5. Densitas Osteoblas dan Osteoklas Pada daerah metafisis ditemukan jaringan sumsum merah yang terdiri

atas berbagai bentuk sel-sel darah dari hasil proses diferensiasi sel-sel

hemositoblas. Pada daerah metafisis ini, banyak juga ditemukan osteoblas aktif

maupun osteoblas pasif. Secara mikroskopis di bagian epifisis dan metafisis

tulang tibia tikus yang diberi ESP 120 hari, sel-sel tulang, sumsum tulang, dan

osteoblas baik yang aktif maupun yang pasif tampak lebih padat dibandingkan

pada tikus kontrol. Adanya osteoblas aktif menandakan tulang dalam kondisi

bekerja sedangkan adanya osteoblas pasif menunjukkan tulang dalam kondisi

istirahat dalam pembentukan tulang. Densitas osteoblas aktif dan pasif pada

tikus OV-2, masing-masing: 57,19 ± 18,67, dan 67,31 ± 18,45, lebih padat

dibandingkan dengan densitas osteoblas aktif dan pasif pada tikus kontrol

masing-masing: 28,17 ± 14,79, dan 38,00 ± 14,52 (P<0,05) (Tabel 8).

Page 94: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

72

Gambar 33. Gambaran radiografi tulang tibia tikus ovariektomi dengan perlakuan pemberian ESP pada umur 90,120, dan 150 hari.

Inset: Tanda panah memperlihatkan radiolusen (OV-1’), dan radiopaque (OV-2’), dengan derajat radiopaque yang menurun pada OV-3’- OV- 4’ bila dibandingkan dengan OV-2’. Bar: 5 mm OV-0 = sham, tidak diberi ESP dan diovariektomi OV-1, yang diberi ESP mulai umur 90 hari OV-2, 120 hari OV-3 ,dan 150 hari (OV-4).

Tabel 8. Densitas osteoblas aktif dan pasif, osteoklas dan buluh darah pada tulang tibia tikus ovariektomi yang diberi ESP pada umur 90, 120, dan 150 hari.

grup Osteoblas

Osteoklas Buluh darah Aktif Pasif

OV-0 30,75±19,16 41,79±17,37c 3,21±2,19b 8,04±3,59c

b

OV- 1 28,17±14,79 38,00±14,52c 16,00±3,32b 8,50±2,60a

OV- 2

ab

57,19±18,67 67,31±18,45a 6,68±3,35a 11,17±5,57b

OV- 3

a

38,46±8,36 45,75±10,45b 7,67±2,59b 10,75±3,37b

OV- 4

a

28,39±15,55 36,39±16,97c 9,06±3,67b 8,71±4,61b ab

OV-0 = Tikus sham; Tikus yang diovariektomi tidak diberi ESP (OV-1), Tikus diovariektomi diberi ESP selama 120 hari (OV-2), 90 hari (OV-3), dan 60 hari (OV-4).

OV-0 OV-1 OV-2

OV-3 OV-4

OV-0’ OV-1’ OV-2’ OV-3’ OV-4’

Page 95: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

73

Banyaknya osteoblas aktif pada tikus ovariektomi yang diberi ESP selama

90 hari adalah sebesar 38,46 ± 8,36 sedangkan yang pasif adalah 36 45,75 ±

10,45. Pada tikus OV-3, yang diberi ESP selama 90 hari memperlihatkan

penurunan jumlah osteoblas baik yang aktif maupun yang pasif, tetapi densitas

osteoblas tikus OV-3 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol

(P<0,05). Selanjutnya, densitas osteoblas aktif pada tikus OV-4 terlihat juga

adanya penurunan menjadi 28,39 ± 15,55 dan osteoblas pasif sebesar

36,39 ± 16,97 tetapi masih menyamai tikus kontrol (P>0,05) (Gambar 34).

Sementara itu, densitas osteoklas meningkat sejalan dengan rentang

waktu pemberian ESP yang lebih pendek (Tabel 8 dan Gambar 35). Tikus

ovariektomi yang diberi ESP 120 hari menunjukkan densitas osteoklas paling

rendah (6,68 ± 3,35) dibandingkan tikus kontrol (16,00 ± 3,32), maupun tikus

perlakuan lainnya (OV-3 dan OV-4) (P<0,05). Tikus ovariektomi yang diberi ESP

mulai umur 90 hari (OV-3) dan umur 60 hari (OV-4) menunjukkan densitas

osteoklas sebesar (7,67 ± 2,59), namun demikian densitas osteoklas OV-3 dan

OV-4 ini masih lebih rendah dibandingkan dengan tikus kontrol (P<0,05). Pada

tikus pemberian ESP selama 60 hari di samping terlihat sumsum tulang yang

jarang juga trabekula yang menipis dan menunjukkan peningkatan densitas

osteoklas (Tabel 8).

Densitas pembuluh darah arteriol dalam sumsum tulang akan mengikuti

aktivitas tulang. Dari semua tikus perlakuan, tikus yang diberi ESP, secara relatif

menunjukkan kondisi pembuluh darah arteriol yang banyak sejalan dengan

lamanya pemberian ESP. Tikus yang diberi ESP 120 hari (OV-2) memiliki

arteriol paling banyak bila dibandingkan dengan tikus kontrol (OV-1) maupun

tikus perlakuan (OV-3 dan OV-4) (Tabel 8).

4.3.6. Gambaran Mikroskopis Trabekula dan Buluh Darah Tulang Tibia.

Secara mikroskopis, kondisi pertulangan antara lain ditentukan oleh

densitas trabekula, osteoblas, dan osteoklas yang terdapat di bagian diafisis

maupun metafisis tulang. Trabekula merupakan jaringan ikat berupa anyaman-

anyaman yang terbentuk dari sasaran epifisis yang mengalami osifikasi ke arah

distal. Trabekula umumnya memanjang sejajar dengan sumbu tulang dan

memberikan warna biru menandakan masih mengandung tulang rawan

sedangkan warna merah menandakan tulang yang sudah padat dengan

pewarnaan MT (Gambar 36).

Page 96: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

74

Gambar 34. Distribusi osteoblas aktif dan pasif pada tulang tibia tikus ovariektomi

umur 210 hari pada tikus kontrol dan yang diberi ESP pada umur 90,120, dan 150 hari.

Inset: OV-2’ pemberian ESP selama 120 hari dengan jumlah osteoblas yang meningkat. Osteoblas aktif (panah hitam) osteoblas pasif (segitiga), ost: osteosit (panah merah). Pewarnaan HE. Bar: 50 µm (OV-0, OV-1, OV-2,), 20 µm (OV-0’, OV-1’, OV-2’,).

Page 97: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

75

Gambar 35. Densitas osteoklas tulang tibia tikus ovariektomi yang diberi ESP

pada umur 90,120, dan 150 hari.

Inset: mempelihatkan sel osteoklas. OV-0’: sham, OV-1’: Tikus perlakuan yang diovariektomi tidak diberi ESP menunjukkan peningkatan sel osteoklas: OV-2’, pemberian ESP selama 120 hari, osteoklas (panah hitam), osteosit (panah merah). Pewarnaan HE. Bar: 50 µm (OV-0, OV-1, OV-2), dan 20 µm (OV-0’, OV-1’, OV-2’).

ost

ost

ost

Page 98: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

76

Page 99: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

77

Gambar 36. Gambaran trabekula pada potongan memanjang dan sketsa

densitas trabekula tulang tibia setelah pembuangan bone marrow dari tikus ovariektomi yang diberi ESP selama 120, 90, dan 60 hari. Terjadi peningkatan trabekula (panah hitam) selama pemberian pada grup (OV-2- OV-4) dibandingkan dengan kontrol (OV-1). OV-0 = Tikus sham; Tikus yang diovariektomi tidak diberi ESP (OV-1), Tikus diovariektomi diberi ESP selama 120 hari (OV-2), 90 hari (OV-3), dan 60 hari (OV-4). Pewarnaan MT. Bar: 50 µm

Tikus yang diberi ESP selama 120 hari (OV-2) memiliki trabekula dengan

intensitas warna biru lebih pekat dibandingkan dengan tikus kontrol (OV-1),

maupun tikus-tikus perlakuan lainnya (OV-3 dan OV-4). Trabekula pada tulang

tibia tikus OV-2 juga tampak lebih padat dan tebal baik di daerah diafisis maupun

metafisis. Demikian juga dengan trabekula pada tikus OV-3 yang memberikan

intensitas warna biru yang lebih pekat dibandingkan dengan intensitas warna

trabekula pada tikus kontrol dan tikus perlakuan lainnya. Walaupun demikian,

Page 100: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

78

pada tikus OV-3 trabekulanya tampak lebih tipis dan jarang dibandingkan dengan

tikus OV-2. Hal yang sama juga ditemukan pada tulang tibia tikus OV-4.

Dengan pewarnaan MT ini, juga dapat diamati buluh darah terutama ditemukan

pada daerah metafisis. Buluh darah banyak ditemukan pada sumsum tulang

tikus kontrol maupun tikus-tikus perlakuan tetapi pada OV-2 dan OV-4, buluh

darahnya tampak lebih banyak dibandingkan dengan tikus kontrol.

4.3.7. Gambaran Mikroskopis Kelenjar Paratiroid Aktivitas sel-sel prinsipal dalam menghasilkan hormon paratiroid (PTH)

dapat ditentukan dari ukuran dan jumlah sel prinsipal dalam kelenjar paratiroid.

Gambaran mikroskopis tikus yang diberi ESP 120 hari (OV-2) menunjukkan

gambaran paratiroid yang normal dan tidak menunjukkan perubahan yang

menonjol dibandingkan dengan kontrol maupun tikus perlakuan lainnya.

Gambar 37. Gambaran mikroskopis kelenjar paratiroid tikus yang diberi ESP pada umur 90, 120, dan 150 hari.

OV-0 = Tikus sham; Tikus yang diovariektomi tidak diberi ESP (OV-1), Tikus yang diovariektomi diberi ESP selama 120 hari (OV-2), menunjukkan sel-sel prinsipal yang kompak dan terlihat terang. Sel-sel prinsipal padat tidak terjadi peningkatan jumlah, sel-sel oksifil tidak terjadi kerusakan, kapiler banyak terjadi penimbunan darah. Pewarnaan HE. Bar: 50µm.

psp

oks kpr

psp

oks

kpr

psp

oks

kpr

Page 101: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

79

Sel-sel kelenjar paratiroid tikus OV-2 menunjukkan susunan yang rapi, tidak

menunjukkan kelainan. Dari semua kelompok perlakuan menunjukkan gambaran

mikroskopis paratiroid yang hampir serupa dengan tikus kontrol. Perubahan

yang demikian menunjukkan paratiroid dalam keadaan baik (Gambar 37). 4.3.8. Gambaran Mikroskopis Hati dan Ginjal

Berdasarkan hasil pengamatan, gambaran mikroskopis jaringan hati tikus-

tikus perlakuan (OV-2, OV-3, dan OV-4) mirip dengan pada tikus kontrol dan

tidak menunjukkan perubahan anatomi. Pada tikus OV-2 yang diberi ESP

selama 120 hari, sel-sel hepatosit tidak mengalami perubahan, dengan terlihat

inti sel hepatosit yang masih berwarna biru cerah, dan sitoplasma berwana

merah cerah serta tidak ada akumulasi benda-benda asing di dalam sitoplasma.

Sinusoid normal, tidak mengalami perubahan maupun kerusakan lainya

(Gambar 38).

Gambar 38. Gambaran mikroskopis hati. Tikus sham (OV-0), Tikus yang diovariektomi tidak diberi ESP (OV-1), Tikus yang diovariektomi diberi ESP selama 120 hari (OV-2). Gambar menunjukkan tidak adanya perbedaan pada semua grup dibandingkan tikus kontrol. Panah hitam sinusoid tidak melebar, panah merah sel hepatosit yang normal, panah hijau vena sentralis tidak dipenuhi darah. Pewarnaan HE. Bar: 50µm.

sns

vc

sht

sns

vc

sht

sht

vc

sns

Page 102: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

80

Hasil yang sama juga ditemukan pada gambaran mikroskopi ginjal tikus

tidak menunjukkan adanya perubahan maupun perbedaan pada tikus sham,

kontrol maupun tikus ovariektomi yang diberi ESP (OV-2, OV-3, dan OV-4).

(Gambar 39). Pada tikus OV-2 glomerulusnya yang tidak mengalami perubahan,

ditandai sel-sel penyusunnya yang kompak. Sel-sel endotel pada kapsula

Bowman terlihat normal. Tubulus proksimalis dan tubulus distalis normal,

ditandai dengan epitel yang kompak dan sitoplasma cukup baik serta lumen dari

tubulus kosong, tidak ada akumulasi benda-benda asing.

Gambar 39. Gambaran mikroskopi ginjal. Tikus yang diovariektomi tidak diberi ESP (OV-1), Tikus yang diovariektomi dan diberi ESP selama 120 hari (OV-2). Gambar menunjukkan tidak adanya perbedaan pada semua grup baik kontrol maupun tikus perlakuan. Panah hitam glomerulus padat, panah merah tubulus ginjal lumen kosong, panah hijau kapsula Bowman tipis dan tidak melebar. Pewarnaan HE. Bar: 50µm.

gmr

tbg

kB

gmr

tbg

kB

gm

tbg

Page 103: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

81

4.4. Pembahasan

4.4.1. Hasil Analisis Batang Sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) Berdasarkan hasil analisis proksimat pereaksi Mayer dan Dragendrof

serta uji fitokimia, batang sipatah-patah mengandung beberapa komponen

biologis yaitu kalsium, fosfor, alkaloid, flavonoid, tanin (polifenolat), dan

triterpenoid. Komposisi yang hampir sama juga ditemukan pada Cissus

quadrangularis Linn (Gupta and Verma 1990; Mehta et al. 2001; Sanyal et al.

2005). Kadar k

Hasil uji terhadap ekstrak batang sipatah-patah (ESP) dengan metode

Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS) diperoleh sebanyak 33

senyawa fitokimia, dan 14 senyawa di antaranya termasuk golongan steroid

(Tabel 2). Sesuai dengan pernyataan Kuiper et al. (1998) dan

Cseke et al. (2006) dapat diambil kesimpulan bahwa dari 14 senyawa steroid

yang ditemukan di tanaman sipatah-patah tersebut, sebanyak tujuh senyawa

yang ada, adalah fitoestrogen, yaitu A-norcholestan-3-one 5-ethenyl (area 22,67

%), Stigmast-5-en-3-ol (area15,52 %), Stigmast-4-en-3-one (area 8,53 %), Lup-

20(29)-en-3-ol (3.beta) (area 7,49 %), Ergost-22-en-3-ol (area 5,74 %),

Stigmasta-5,23-dien-3.beta-ol (area 2,55 %), dan Methyl (25RS)-3 β-hydroxyl-5

cholesten (area 2,36 %). Dengan demikian, persentase fitoestrogen di dalam

ESP ini adalah sebesar area 65,31 % dari seluruh senyawa fitokimia yang ada.

Fitoestrogen ini mempunyai kesamaan struktur kimia dan aktivitas yang sama

dengan hormon estrogen (Anderson and Garner 1998; Ishida et al. 1998;

Cassidy 1994;

alsium yang ditemukan pada batang sipatah-patah mencapai

4.33% dari bobot keringnya. Kadar kalsium ini lebih tinggi dibandingkan dengan

kadar kalsium Cissus quadrangularis Linn. yang terdapat di India, yaitu sebanyak

4.00% dari bobot kering(Sanyal et al. 2005). Dengan demikian maka kandungan

kalsium yang tinggi pada batang sipatah-patah ini dapat digunakan sebagai

sumber kalsium dalam pembentukan tulang atau pemenuhan kebutuhan kalsium

tubuh.

Dewell et al. 2002). Karena kesamaan struktur kimianya maka

fitoestrogen mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan reseptor estrogen

pada osteoblas dan dapat menggantikan fungsi estrogen di dalam perbaikan

tulang pada wanita yang mengalami osteoporosis (Winarsi et al.

2004;

Turner et al. 2007).

Page 104: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

82

4.4.2. Hasil Kelompok Tikus Nonovariektomi

Pada penelitian ini, kurva pertumbuhan dan perkembangan bobot badan

menunjukkan bahwa tikus perlakuan yang diberi ESP dengan berbagai rentang

waktu pemberian menunjukkan bobot badan yang lebih berat dibandingkan

dengan grup tikus kontrol (NOV-0). Tikus yang diberi ESP selama 150 hari

(NOV-1) memiliki bobot badan 26.84 % lebih berat dibandingkan dengan tikus

kontrol, diikuti tikus yang diberi ESP selama 120 hari dan 90 hari, masing-masing

sebesar 16,40 % dan 17,01 % serta tikus NOV-4 yang diberi ESP selama

60 hari mempunyai bobot badan hanya 9,76 % lebih berat dibandingkan dengan

tikus kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian ESP yang dilakukan

selama 150, 120, 90, dan 60 hari memberi pengaruh nyata pada pertambahan

bobot badan dibandingkan dengan tikus kontrol. Selain itu, hasil pengukuran

panjang tulang femur tikus di akhir penelitian (180 hari) pada grup tikus NOV-1

adalah 31,88 mm, NOV-2 29,64 mm, NOV-3 29,44 mm, dan NOV-4 29,26 mm

yang semuanya lebih panjang dibandingkan dengan panjang tulang femur tikus

kontrol, yaitu 28,74 mm. Pertambahan panjang tulang femur pada tikus-tikus

perlakuan karena pemberian ESP mengindikasikan semakin besarnya ukuran

rangka tubuh tikus-tikus tersebut. Dengan demikian, bobot badan tikus-tikus

perlakuan lebih berat dari tikus kontrol karena pembesaran kerangka tubuh yang

selalu diikuti dengan pembesaran otot dan organ lainnya sehingga tikus-tikus

perlakuan lebih besar dibandingkan tikus-tikus kontrol. Kondisi ini, disebabkan

oleh pengaruh pemberian ESP yang dapat meningkatkan osifikasi, menstimulasi

proliferasi, dan diferensiasi kondrosit sehingga meningkatkan panjang tulang

pada tikus sesuai pendapat Potu et al. (2007). Dengan demikian kandungan

kalsium, fosfat, flavonoid, triterpenoid, dan beberapa biomolekul yang terkandung

dalam ESP diduga berpengaruh pada pertambahan panjang tulang femur tikus

perlakuan. Sementara itu Rao et al. (2007) menyatakan bahwa pemberian

Cissus qudrangularis Linn pada tikus dalam masa pertumbuhan dapat

meningkatkan secara signifikan ketebalan tulang kortikal dan trabekula yang turut

mendukung peningkatan panjang tulang.

Pada gambaran mikroskopis sayatan memanjang tulang tibia tikus

perlakuan (NOV-1, NOV-2, NOV-3, dan NOV-4) maupun pada tikus kontrol dari

penelitian ini masih ditemukannya sasaran epifisis. Hal ini menunjukkan bahwa

tikus-tikus ini masih dalam masa pertumbuhan dan belum mencapai dewasa

Page 105: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

83

tubuh. Tulang tibia ini masih mengalami pertumbuhan baik memanjang maupun

melebar, trabekula masih terlihat dalam proses pertumbuhan dengan terlihatnya

sel-sel kondrosit yang sedang berproliferasi dan mengalami proses ossifikasi dari

sasaran epifisis. Hal ini selaras dengan pernyataan Carola et al. (1990) bahwa

tikus dalam masa pertumbuhan masih ditemukan adanya sasaran epifisis dan

sel-sel kondrosit yang berproliferasi. Gambaran mikroskopis sayatan

memanjang tulang tibia tikus NOV-1 yang diberi ESP selama 150 hari ditemukan

adanya struktur trabekula yang lebih padat baik di daerah epifisis maupun

metafisis dibandingkan dengan tikus kontrol (NOV-0) maupun tikus perlakuan

lainnya (NOV-2, NOV-3, dan NOV-4). Di daerah epifisis, struktur trabekula relatif

lebih konstan. Kondisi ini terjadi karena adanya penekanan tumpuan bobot

badan langsung akibat aktivitas fisik tikus selama berada di kandang sehingga

struktur trabekula lebih konstan. Sebaliknya, di daerah metafisis, kondisi

trabekula lebih dinamis karena banyak terjadi perubahan struktur akibat kerja dari

osteoblas dan osteoklas, dan sesuai pendapat Goldberg (2004) bahwa trabekula

juga mempunyai fungsi sebagai pusat metabolisme kalsium.

Penentuan kepadatan tulang dilakukan dengan metode radiografi tulang.

Gambaran radiografi tulang tibia tikus yang diberikan ESP selama 150 hari,

120 hari, dan 90 hari menunjukkan densitas yang lebih radiopaque pada bagian

epifisis, metafisis, dan diafisis dibandingkan pada tikus kontrol (Gambar 18).

Kondisi radiopaque tulang tibia tikus NOV-1, NOV-2, dan NOV-3 ini menunjukkan

massa tulang yang lebih padat dibandingkan tikus kontrol yang radiolucent.

Menurut Thrall (1996) gambaran radiopaque menunjukkan massa tulang yang

lebih padat, sedangkan radiolucent memperlihatkan massa tulang yang kurang

padat. Kepadatan tulang sangat ditentukan oleh keutuhan mikroarsitektur tulang

sebagai hasil atau keseimbangan proses remodeling tulang yang mencakup

proses formasi dan resorbsi tulang. Sesuai pendapat Sulistiawati (2004), kedua

proses ini sangat dipengaruhi oleh keseimbangan metabolisme mineral yang

menjadi komponen utama pembentuk tulang seperti kalsium dan fosfat. Aktivitas

remodeling ini dimulai dari trabekula di bagian epifisis dan metafisis tulang

(Banks 1993). Tikus NOV-1 yang diberi ESP selama 150 hari, memiliki trabekula

yang lebih padat dan rapat. Hal ini diperlihatkan oleh intensitas warna merah dan

biru yang lebih pekat (Gambar 20) serta semakin besarnya ukuran rangka tubuh

dibandingkan dengan tikus NOV-0, maupun tikus-tikus grup perlakuan lainnya

(NOV-2, NOV-3, dan NOV-4), baik di daerah epifisis maupun metafisis dari

Page 106: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

84

tulang-tulangnya. Walaupun analisis terhadap kadar kalsium dan fosfat tulang

tikus perlakuan memberikan hasil yang sama dengan tikus kontrol, belum terjadi

gangguan resorbsi terhadap kadar kalsium dan fosfat dalam tulang. Di samping

itu, tikus-tikus perlakuan memiliki rangka tubuh yang lebih besar dibandingkan

tikus kontrol, sehingga kadar kalsium tulang relatif tidak setinggi kadar kalsium

pada tulang tikus kontrol yang menunjukkan adanya aktivitas remodeling. Hal ini

sesuai pendapat Palmer (1993) bahwa aktivitas remodeling tulang akan terpacu

apabila terjadi penurunan kadar kalsium darah.

Aktivitas osteoblas dan osteoklas di daerah metafisis lebih dominan

ditemukan pada bagian sentral, dan jarang ditemukan di bagian tepi tulang.

Karena di bagian tepi (subtansia kompakta) lebih padat sebagai akibat tenaga

tekan dan tarik yang dialami tulang oleh ligamentum, serta tendo. Selain itu,

buluh darah juga lebih banyak ditemukan di daerah metafisis, yang berdekatan

dengan keberadaan osteoklas dalam proses resorbsi tulang. Anderson (1996)

menyatakan bahwa peningkatan buluh darah di daerah sumsum tulang

berhubungan erat dengan peningkatan aktivitas tulang, sebagai sarana

transportasi hasil metabolisme tulang. Densitas osteoblas pada tikus NOV-1

lebih padat dibandingkan pada tikus kontrol, tetapi densitas osteoklas pada tikus

NOV-1 lebih rendah dibandingkan pada tikus kontrol (NOV-0) dan tikus-tikus

perlakuan lainnya. Pemberian ESP menyebabkan peningkatan kadar kalsium

darah, dan meningkatkan osteoblas aktif sehingga trabekula lebih padat. Hal ini

sesuai pendapat Banks 1993 bahwa adanya peningkatan osteoblas aktif dan

kepadatan trabekula disebabkan karena adanya proses modeling dan

remodeling yang masih berjalan. Sebagai jaringan yang dinamis, trabekula

secara konstan akan selalu memperbaharui dirinya. Pada tikus NOV-1 yang

memperoleh ESP di awal perlakuan dan dalam waktu yang lebih lama, osteoblas

dan kepadatan trabekula lebih meningkat, sebagai akibat pengaruh fitoestrogen

yang terkandung dalam ESP yang mempengaruhi aktivitas osteoblas. Hal yang

sama diungkapkan oleh Jainu dan Devi (2006) bahwa fitoestrogen yang ada

dalam Cissus quadrangularis Linn tersebut juga berperan dalam meningkatkan

densitas osteoblas dan merangsang pembentukan kolagen sebagai bahan dasar

dari trabekula tulang (Shirwaikar et al. 2003).

Pada tikus yang diberi ESP selama 150 hari menunjukkan peningkatan

kadar kalsium darah dibandingkan dengan grup kontrol yang justru menurun.

Tetapi, kenaikan kadar kalsium darah paling tinggi selama masa pemberian ESP

Page 107: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

85

ditunjukkan oleh grup tikus NOV-2, disusul oleh tikus-tikus NOV-3 dan NOV-4.

Kondisi ini disebabkan oleh kadar kalsium darah pada tikus yang diberi ESP

selama 150 hari (NOV-1) sudah mencapai level optimum karena kadar kalsium

ion dipertahankan oleh mekanisme homeostasis. Kondisi kalsium dapat

dikatakan optimum jika pemberian ESP secara terus menerus tidak akan

meningkatkan kadar kalsium dalam darah, melainkan dideposisi ke dalam tulang

atau kelebihan kalsium diekskresikan melalui ginjal. Tetapi, kadar kalsium darah

pada tikus NOV-2 dan NOV-3 mengalami peningkatan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan grup NOV-0, NOV-1, dan NOV-4. Hal ini diduga karena

rentang waktu pemberian ESP pada kedua grup tersebut masih dalam periode

peningkatan kadar kalsium darah untuk mencapai level optimal, sedangkan pada

tikus NOV-4 peningkatan kadar kalsium darah relatif lebih rendah karena rentang

waktu pemberian ESP terlalu singkat untuk dapat meningkatkan kadar kalsium

darah. Kondisi ini menunjukkan bahwa kadar kalsium darah jelas dipengaruhi

oleh waktu dan lamanya pemberian ESP selama masa perlakuan. Berbeda dari

hasil yang diperoleh pada pengukuran kadar kalsium darah, pemberian ESP

tidak memberikan pengaruh nyata pada kadar fosfat darah, karena kemungkinan

kadar kalsium yang tinggi dalam darah akan meningkatkan kerja PTH sehingga

ekskresi fosfat dalam ginjal meningkat, sesuai pendapat Guyton (1996). Asupan

kalsium, fosfat, dan fitoestrogen yang ada di dalam ESP ikut berperan dalam

proses peningkatan kadar kalsium dan fosfat serta mengoptimalkan level kadar

kalsium dan fosfat dalam darah, terutama pada hewan muda. Boskey (1992)

juga menyatakan bahwa kondisi kadar kalsium darah yang optimal akan

menunjang deposisi kalsium ke dalam tulang.

Pemberian ESP selama 150 hari,120 hari, 90 hari, dan 60 hari pada tikus

betina yang berada dalam masa pertumbuhan memberikan efek peningkatan

bobot badan disertai dengan peningkatan ukuran rangka tubuh dibandingkan

dengan tikus kontrol. Pemberian ESP dalam waktu yang panjang dapat

mengoptimalkan kadar kalsium darah, menghasilkan trabekula yang lebih padat,

dan meningkatkan osteoblas aktif, sehingga memberikan efek pada deposisi

kalsium ke dalam tulang.

4.4.3. Hasil Kelompok Tikus Ovariektomi Ovariektomi pada kelompok tikus umur 50 hari pada penelitian ini

bertujuan untuk membuat kondisi kekurangan hormon estrogen, sehingga tikus

Page 108: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

86

tersebut memiliki kondisi hormonal yang mirip dengan wanita pascamenopause. Hasil penelitian tikus ovariektomi yang tidak diberi ESP (OV-1) memberikan gambaran adanya defisiensi estrogen, dan bila berlanjut akan menjadikan tikus tersebut dalam kondisi osteoporosis. Kondisi ini sesuai pernyataan Arjmandi et al. (1996) yang telah membuktikan bahwa ovariektomi pada tikus percobaan menyebabkan kehilangan massa tulang di daerah trabekula sehingga akan menginduksi osteoporosis. Sementara itu, Longcope et al. (1989) dan Lee dan Kanis (1994) juga menyatakan kadar hormon estrogen yang rendah akibat hilangnya fungsi ovarium telah lama diketahui kaitannya dengan kejadian osteoporosis. Defisiensi hormon estrogen akibat ovariektomi pada tikus OV-1 berpengaruh pada pertambahan bobot badan dibandingkan dengan tikus sham, sebagai akibat menurunnya agresivitas tikus ovariektomi. Turunnya agresivitas ini sesuai hasil penelitian Jones et al. (2000) dan Potu et al. (2009) pada pemberian Cissus quadrangularis Linn pada tikus ovariektomi. Berbeda dari hasil yang diperoleh pada pertumbuhan bobot badan dan panjang tulang femur, tikus di akhir penelitian (180 hari) pada tikus OV-1 lebih pendek dibandingkan tikus perlakuan lain maupun tikus sham (OV-0). Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ovariektomi berdampak pada bobot badan lebih besar disertai dengan ukuran tulang femur lebih pendek dibandingkan tikus normal.

Pemeriksaan radiografi tulang bertujuan untuk menentukan kepadatan tulang. Gambaran radiografi tulang tibia tikus ovariektomi menunjukkan densitas yang lebih radiolucent (massa tulang yang kurang padat) pada bagian epifisis, metafisis, dan diafisis dibandingkan pada tikus sham. Di samping itu, pada tikus ovariektomi yang hanya diberi pakan standar tanpa ESP (OV-1), juga mengalami kekurangan kalsium dan fosfat darah maupun tulang. Potu et al. (2009) menyatakan bahwa defisiensi estrogen akan meningkatkan produksi parathormon yang akan mengaktifkan osteoklas untuk resorbsi tulang sehingga kalsium dalam darah dapat terjaga homeostasisnya. Sementara itu Guyton (1996) juga menyatakan bahwa estrogen berperan amat penting dalam proses homeostasis, yaitu sebagai penunjang sekresi kalsitonin, dan inhibitor reabsorbsi tulang. Selanjutnya, gambaran mikroskopis sayatan memanjang tulang tibia tikus ovariektomi menunjukkan struktur trabekula yang paling jarang dibandingkan pada tikus sham (Gambar 36) dan diikuti dengan peningkatan osteoklas tetapi tidak diimbangi dengan pembentukan osteoblas (Tabel 8) sehingga menunjukkan kondisi tulang pada tahap resorbsi. Defisiensi estrogen akan menyebabkan peningkatan osteoklastogenesis dan berlanjut sampai ke kehilangan massa tulang (Arjmandi et al. 1996).

Page 109: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

87

Secara umum, pertumbuhan dan perkembangan bobot badan pada tikus

ovariektomi yang diberi ESP dengan berbagai rentang waktu pemberian

menunjukkan bobot badan yang lebih berat dibandingkan dengan tikus kontrol

(OV-1). Pertumbuhan bobot badan meningkat pada tikus perlakuan sejalan

dengan lamanya pemberian ESP. Tikus yang diberi ESP selama 120 hari (OV-2)

memiliki bobot badan lebih berat 16,99% dari tikus kontrol, diikuti tikus yang

diberi ESP selama 90 hari dan 60 hari masing-masing 13,28 % dan 11,61 %

lebih berat dari tikus kontrol. Jones et al. (2000); Potu et al. (2009) juga

menemukan bahwa pada tikus yang diovariektomi, bobot badannya akan

meningkat sebagai akibat dari menurunnya agresivitas. Dengan demikian

kandungan ESP baik secara langsung maupun tidak langsung dapat

memberikan kontribusi terhadap kenaikan bobot badan. Nutrisi yang terkandung

dalam ESP yaitu kalsium, fosfat dan fitoestrogen secara langsung akan

meningkatkan pertumbuhan tulang dan secara tidak langsung, akan

meningkatkan pertumbuhan bobot badan akibat peningkatan pertumbuhan

tulang. Pemberian ESP pada tikus dalam masa pertumbuhan juga dapat

meningkatkan panjang tulang yang diikuti dengan peningkatan bobot badan

(Gambar 14 dan 15).

Tulang femur pada tikus ovariektomi yang diberi ESP (OV-2, OV-3, dan

OV-4) di akhir penelitian masing-masing lebih panjang 4,11 %, 3,70 %, dan 2,12

% dibandingkan pada tikus kontrol (OV-1). Peningkatan panjang tulang femur ini

menunjukkan bahwa tikus yang diberi ESP dalam rentang waktu yang lama

dapat meningkatkan pertumbuhan memanjang tulang femur. Pemberian ESP

pada tikus ovariektomi dapat meningkatkan kadar mineral kalsium dan fosfat

tulang. Kandungan kalsium, fosfat, dan fitoestrogen yang ada dalam ESP

memegang peran penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas

osteoblas maupun osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja kedua jenis

sel tersebut, dan mempengaruhi pertambahan panjang tulang femur pada tikus

perlakuan. Tikus pada masa pertumbuhan yang diberi ESP dapat meningkatkan

ketebalan korteks dan trabekula tulang secara signifikan yang turut mendukung

peningkatan panjang tulang (Gambar 15), sehingga secara keseluruhan akan

meningkatkan ukuran rangka tubuh tikus-tikus ovariektomi yang diberi ESP.

Diduga asupan fitoestrogen pada ESP juga dapat mensubstitusi kehilangan

estrogen dan efek fitoestrogen ini pada tikus ovariektomi berperan dalam

mempertahankan proses keseimbangan remodeling tulang dan bersama-sama

Page 110: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

88

dengan kalsitriol membantu mengabsorbsi kalsium di usus, sehingga secara

tidak langsung membantu meningkatkan mineralisasi tulang dengan peningkatan

deposit kalsium pada permukaan tulang, demikian juga halnya seperti yang

dinyatakan oleh Banks (1993) dan Ilich-Ernst & Kerstetter (2000). Hal ini dapat

dikaitkan dengan kadar kalsium dan fosfat tulang serta intensitas warna merah

dan biru yang lebih pekat pada pewarnaan trichrome Masson pada trabekula

yang diberi ESP pada penelitian ini.

Selain itu, pada hasil pemeriksaan radiografi pada tulang tibia tikus

ovariektomi yang diberikan ESP selama 120 hari, 90 hari, dan 60 hari

menunjukkan densitas tulang yang radiopaque pada bagian epifisis, metafisis,

dan diafisis dibandingkan pada tikus kontrol terlihat adanya penurunan densitas

tulang. Penurunan densitas tulang dikaitkan dengan rendahnya kadar hormon

estrogen akibat hilangnya fungsi ovarium (Gruber et al. 2002). Kondisi

radiopaque tulang tibia tikus OV-2, OV-3, dan OV-4, menunjukkan massa tulang

yang lebih padat dibandingkan pada tikus kontrol. Kondisi radiopaque ini

didukung oleh hasil pemeriksaan densitas trabekula tulang. Tikus OV-2 yang

diberikan ESP selama 120 hari, memiliki trabekula yang lebih padat dan rapat

yang ditunjukkan oleh intensitas warna merah dan biru yang lebih pekat serta

semakin besarnya ukuran rangka tubuh dibandingkan dengan tikus OV-1,

maupun tikus-tikus grup perlakuan lainnya (OV-3 dan OV-4).

Tulang juga menjadi target dari hormon estrogen, yang memiliki reseptor

estrogen α dan β (Kuiper et al. 1996) yang diduga sebagai reseptor untuk

fitoestrogen ESP. Menurut Sulistiawati (2004), mekanisme kerja hormon

estrogen secara seluler pada tulang dimulai dengan interaksi antara reseptor

estrogen pada tulang dan kadar hormon yang bersirkulasi dalam tubuh,

sedangkan respons yang ditimbulkan merupakan hasil interaksi keduanya. Dari

penelitian ini tampak bahwa pemberian ESP dalam waktu yang panjang akan

dapat merangsang pembentukan kembali trabekula dan kekurangan estrogen

akibat ovariektomi dapat dikompensasikan dengan pemberian ESP.

Fitoestrogen yang terkandung dalam ESP juga berperan dalam meningkatkan

densitas osteoblas, merangsang dan meningkatkan pembentukan kolagen

sebagai bahan dasar dari trabekula tulang (Tabel 5).

Pemberian ESP selama 120 hari, 90 hari, dan 60 hari pada tikus betina

ovariektomi memberikan efek peningkatan panjang tulang dibandingkan dengan

tikus kontrol. Pemberian ESP dalam waktu yang panjang memberikan efek pada

Page 111: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

89

deposisi kalsium ke dalam tulang sehingga dapat meningkatkan massa tulang

dan mengoptimalkan densitas tulang. Pada tikus ovariektomi yang diberi ESP

selama 120 hari tampak peningkatan kadar kalsium darah secara nyata

dibandingkan tikus kontrol, disusul tikus-tikus OV-3 dan OV-4. Kondisi ini

menunjukkan bahwa dampak ovariektomi dapat dikompensasikan dengan

pemberian ESP dan dipengaruhi oleh waktu dan lamanya pemberian ESP

selama masa perlakuan. Pada tikus OV-4, peningkatan kadar kalsium darah

relatif lebih tinggi dibandingkan pada tikus OV-3, karena pada tikus OV-4 waktu

pemberian ESP terlalu singkat dan kadar kalsium darah masih pada masa

peningkatan. Tikus ovariektomi tanpa ESP (OV-1) mengalami hipokalsemia

karena terjadinya penurunan kadar estrogen yang mengakibatkan proses

penyerapan kalsium di usus juga menurun. Kadar fosfat darah tikus OV-2, OV-3,

dan OV-4 meningkat selama pemberian ESP dibandingkan dengan tikus kontrol,

walaupun pada akhir perlakuan tidak setinggi kadar fosfat darah tikus sham

(P>0,05).

Hasil pemeriksan kadar kalsium dan fosfat tulang menunjukkan hasil yang

mirip dengan analisis terhadap kadar kalsium dan fosfat darah. Kadar kalsium

tulang tikus yang diberi ESP selama 120 hari menunjukkan peningkatan secara

signifikan dibandingkan pada tikus kontrol yang justru menurun walaupun belum

menyamai level pada tikus sham. Menurut Jubb et al (1993) pada radiografi

tulang tibia tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, dan hanya akan terlihat

nyata pada kasus osteoporosis berlanjut. Kenaikan kadar kalsium tulang paling

tinggi selama masa pemberian ESP, yang ditunjukkan oleh tikus OV-2, disusul

oleh tikus-tikus OV-3 dan OV-4. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan

kadar kalsium tulang dipengaruhi oleh lamanya pemberian ESP selama masa

perlakuan. Fitoestrogen ESP berperan sebagai estrogen pada pembentukan

tulang untuk menurunkan resorbsi tulang dan di lain pihak Ganong (1995)

menyatakan estrogen dapat menghambat aktivitas hormon paratiroid pada

proses resorbsi melalui peningkatan kalsitonin. Aktivitas remodeling tulang

terhambat juga dengan adanya pemberian ESP, akan meningkat bila terjadi

penurunan kadar kalsium darah seperti pada tikus OV-1. Berbeda dari hasil

yang diperoleh pada pengukuran kadar kalsium dan fosfat darah dan kadar

kalsium tulang, pemberian ESP tidak memberikan pengaruh nyata pada kadar

fosfat tulang karena kadar fosfat tulang sudah berada pada level normal.

Page 112: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

90

Aktivitas osteoblas dan osteoklas di daerah metafisis lebih dominan di

bagian sentral, jarang ditemukan di bagian perifer tulang. Densitas osteoblas

aktif pada tikus OV-2 lebih padat dibandingkan pada tikus kontrol (OV-1), tetapi

densitas osteoklas pada tikus OV-2 lebih rendah dibandingkan pada tikus kontrol

dan tikus-tikus perlakuan lainnya. Pada tikus ovariektomi yang diberi ESP

selama 120 hari, dalam rentang waktu tersebut, asupan fitoestrogen ESP dapat

mensubstitusi atau menggantikan sumber estrogen alami yang hilang akibat

ovariektomi. Kepadatan osteoblas aktif menunjukkan bahwa pemberian ESP,

selain dapat meningkatkan kadar kalsium darah, juga berpengaruh pada

pembentukan massa tulang. Hal ini disebabkan oleh proses modeling dan

remodeling yang masih berlangsung. Pada tikus ovariektomi tanpa diberi ESP

(OV-1) akan terjadi defisiensi estrogen, disertai peningkatan densitas osteoklas

(Tabel 8). Kondisi ini akan meningkatkan proses osteoklastogenesis dan bila

proses ini berlanjut akan menyebabkan kehilangan massa tulang seperti

pernyataan dari Arjmandi et al. (1996) karena rendahnya kadar estrogen akan

meningkatkan sitokin yang berperan dalam penyerapan tulang, sesuai pendapat

Potu et al. (2009). Sesuai pernyataan Thuong et al. (2005) dan

Jainu et al. (2006) maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kandungan

fitoestrogen ESP diduga dapat menekan produksi sitokin (IL-1, IL-6, dan TNF-α)

dan terjadi pembentukan massa tulang kembali setelah ovariektomi. Di sisi lain,

Kawiyana (2009) menyatakan bahwa estrogen akan merangsang ekspresi dari

osteoprotegerin (OPG) dan TGF-β pada sel osteoblas dan sel stroma,

selanjutnya akan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas. Selain itu, buluh

darah juga lebih banyak ditemukan di daerah metafisis (OV-1 dan OV-2), yang

berdekatan dengan keberadaan osteoklas dalam proses resorbsi tulang.

Sebagai jaringan yang dinamis, trabekula secara konstan akan selalu

memperbaharui dirinya. Pada tikus OV-2 yang memperoleh ESP di awal

perlakuan dan waktu yang lebih lama menunjukkan peningkatan panjang tulang,

kadar kalsium dan fosfat darah, kadar kalsium tulang, dan peningkatkan

osteoblas aktif, dibandingkan dengan kontrol (OV-1) berpengaruh pada massa

tulang yang dikaitkan dengan intensitas warna merah serta biru yang lebih pekat

dan memiliki trabekula yang lebih padat dan rapat.

Tulang tibia tikus OV-1 menunjukkan struktur trabekula yang paling jarang

dibandingkan dengan tikus sham maupun tikus perlakuan lainnya. Tikus sham

dan tikus OV-2 menunjukkan densitas trabekula yang rapat dibandingkan pada

Page 113: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

91

tikus kontrol maupun pada tikus perlakuan lainnya (OV-3 dan OV-4). Pemberian

ESP selama 120 pada tikus perlakuan OV-2 dapat mengurangi kehilangan

massa tulang yang ditunjukkan dengan mikrostruktur trabekula yang rapat, dan

juga mengurangi aktivitas osteoklas dengan memfasilitasi massa pembentukan

tulang dibandingkan dengan tikus kontrol (OV-1). Pemberian ESP di awal

perlakuan dan dalam waktu yang lama secara langsung berpengaruh dalam

komponen mineral utama pembentukan tulang. Selain itu, keberadaan

fitoestrogen ESP membantu pengaturan metabolisme mineral tulang. Pada

pemberian ESP selama 120 hari pada tikus OV-2 menunjukkan hasil yang

optimal yang ditunjukkan dengan hasil densitas osteoblas dan gambaran tulang

yang lebih padat dibandingkan dengan tikus kontrol maupun tikus sham. Efek ini

diduga erat hubungannya dengan interaksi fitoestrogen dalam ESP dengan

reseptor estrogen alpha atau beta (ER-α, ER-β) pada osteoblas, sesuai dengan

pendapat Albert (1998) dan Pollard (1999) sebagaimana estrogen endogen yang

dihasilkan oleh ovarium pada tikus yang normal. Hubungan antara hasil

pengukuran panjang tulang, kadar kalsium dan fosfat darah, kadar kalsium

tulang, dan peningkatkan osteoblas aktif pada trabekula mungkin dapat

menjelaskan proses mineralisasi aktif untuk pembentukan massa tulang.

Dengan demikian kehilangan atau defisiensi kalsium, fosfat, dan estrogen dapat

diatasi dengan pemberian ESP pada tikus perlakuan. Dengan demikian ESP

diharapkan dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada kondisi

osteoporosis.

Page 114: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sipatah-patah mengandung kalsium (4,33%), fosfor (0,37%) dari bahan

kering. Sipatah-patah mengandung tujuh macam senyawa fitoestrogen

yaitu A-norcholestan-3-one,5-ethenyl, Stigmast-5-en-3-ol, Stigmast-4-en-3-

one, Lup-20(29)-en-3-ol (3.beta), Ergost-22-en-3-ol, Stigmasta-5,23-dien-

3.beta-ol, dan Methyl (25RS)-3 β-hydroxyl-5 cholesten

2. Pemberian ekstrak etanol batang sipatah-patah asal Aceh dapat mencegah

osteoporosis pada tikus betina prepubertas dan mengobati osteoporosis

pada tikus ovariektomi dengan cara:

a. Biomolekul kalsium dan fosfor yang dikandung sipatah-patah dapat

mempertahankan kadar kalsium darah, sehingga trabekula tulang

sebagai deposit kalsium tidak banyak mengalami gangguan

b. fitoestrogen yang dikandung sipatah-patah dapat diterima oleh reseptor

estrogen pada osteoblas sehingga dapat meningkatkan aktivitas

osteoblas dan menurunkan aktivitas osteoklas sehingga proses

pembentukan trabekula tulang dapat dipertahankan dengan baik

Oleh karena itu bahan aktif di dalam tanaman sipatah-patah terutama

biomolekul kalsium dan fosfor serta fitoestrogen berperan dalam

peningkatan kualitas mikrostruktur tulang pada tikus prepubertas dan

perbaikan pada tikus osteoporosis.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu:

1. Mempelajari mekanisme kerja zat bioaktif ekstrak sipatah-patah secara

seluler

2. Penelitian dengan memakai tikus yang lebih tua (minimal 24 bulan)

3. Penggunaan dosis bertingkat untuk mengetahui dosis optimal dari Cissus

quadrangula Salisb dalam mencegah dan mengobati osteoporosis

4. Pemeriksaan kadar estrogen pada masa diestrus

5. Penelitian lebih lanjut agar dapat diaplikasi pada manusia

Page 115: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

DAFTAR PUSTAKA

Adlercreutz H, Goldin BR, Gorbach SL. 2002. Soybean phytooestrogens and

cancer risk.

J Nutr 125:757S–770S.

Akers MR, Denbow MD 2008. Anatomy and physiology of domestic animals. 1ist

Ed. Blackwell Publising. Oxford: hlm.133-168.

Albert B. 1998. Molecular biology of the cell. 3rd

Ed. Garland Publishing, Inc.New York and London.USA.

Anderson JJB. 1996. Calsium, phosphorus and human bone development. J Nutr 126:1153S-1158S.

Anderson JJB, Garner SC. 1998. The effect of phytoestrogens on bone. J Nutr

Res 17:1617-1632. Anderson PH, Rebecca KS, Alison JM, May BK, O’Loughlin PD, Morris HA.

2008. Vitamin D depletion induces RANK-mediated osteoclastogenesis and bone loss in a rodent model. J Bone Miner Res. 23 (11):1789-1797.

Arjmandi BH, Alekel L, Hollis BW, Amin D, Stacewiez-Sapuntzakis M, Guo P,

Kukreja SC. 1996. Dietary soybean protein prevents bone loss in an ovariectomized rat model of osteoporosis. J Nutr 126:161-167.

Arjmandi BH. 2001. The role of phytoestrogens in the prevention and treatment

of osteoporosis in ovarian hormone deficiency. Am

J Nutr 20:398S-402S.

Attawish A, Chavalittumrong P, Chivapat S, Chuthaputti A, Rattanajarasroj S, Punyamong S. 2002. Subchronic toxicity of Cissus quadrangularis Linn. J Sei Technol 24(1): 39-51.

Austin A, Jagdeesan M. 2004. Gastric and duodenal antiulcer and cytoprotective

effects of Cissus quadrangularis Linn. variant II in rats. Nig J Nat Prod Med 6 :1-7.

Banks WJ. 1993. Applied veterinary histology. 3rd

Ed. Mosby Year Book. Toronto: hlm.107-126.

Baylink DJ. 2000. The diagnosis and management of osteoporosis. J Rheumatol Suppl 1 59:42S- 44S

Boskey AL. 1992. Mineral-matrix interaction in bone and cartilago. Clin Orthop

281:244-274 Bringhurst FR. 1995. Calcium and phosphate distribution, turnover and

metabolic actions. Di dalam: Endocrinology, 3rd

Ed. DeGroot, LJ, editor. Saunders, Philadelphia, hlm.1015–1043.

Burger EH, Klein-Nulend A, Van Der Plast J, Nijwede PJ. 1995. Function of osteocytes in bone, their role in mechano transduction. J Nutr 125:2020S– 2023S.

Page 116: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

96

Calvo MS, Kumar R, Heath H. 1988. Elevated secretion and action of serum parathyroid hormone in young adults consuming high phosphorus, low calcium diets assembled from common food. J Clin Endocrin Metab. 66:823-829

Calvo MS, Park YK. 1996. Changing phosphorus content of the U.S. Diet :

potential for adverse effects on bone. J Nutr 126:1168 S–1180S. Carola R, Harley JP, Nobac CR. 1990. Human anatomy and physiology.

McGraw-Hill Publishing Inc. hlm.148-162. Cassidy A, Bingham S, Setchell KD. 1994. Biological effects of diet of soy

protein rich in isoflavones on the menstrual cycle of premenopausal women. Am J Clin Nutr 60(3):333-340.

Cesnjaj M, Stavljhenic A, Vukicevic S. 1991. In vivo models in the study of

osteopenias. Eur J Clin Chem & Clin Biochem 29(4):221-229. Combaret L, Taillandier D, Dardevet D, Bechet D, Ralliere C, Claustre A, Grizard

J, Attaix D. 2004. Glucocorticoids regulate mRNA levels for subunits of the 19 S regulatory complex of the 26 S proteasome in fast-twitch skeletal muscles. J Biochem 378:239-246.

Compston JE, Garraham NJ, Croucher PI, Wright CDP, Yamaguchi K. 1993.

Quantitative analysis of trabecular bone structure. Bone 14:187-192. Croucher PI, Garraham NJ, Compston JE. 1994. Structural mechanisms of

trabecular bone loss in primary osteoporosis: Specific disease mechanism or early ageing. J Bone Miner 25:111-121.

Cseke LJ, Ara K, Peter BK, Sara LW, James AD, Harry LB. 2006. Natural

Product from Plant. 2nd

Ed. LLC.Boca Raton.London. hlm.611-642.

Cunningham JG.1992. Textbook of veterinary physiology. Philadelphia : W.B. Saunders Company. hlm.416-423.

Dalimartha S. 2003. Atlas tumbuhan obat Indonesia. Jilid II. Jakarta: Trubus

Agriwidya. Dawson-Hughes B. 1996. Calcium and vitamin nutritional needs of elderly

woman. J Nutr 126:165S-1167S. Dawson-Hughes B, Harris SS, Krall EA, Dallal GE. 1997. Effect of calcium

and vitamin D supplementation on bone density in men and women 65 years of age or older. J Med 337:670-676.

Deka DK, Lahon LC, Saikia J, Mukit A. 1994. Effect of Cissus quadrangularis in

accelerating healing process of experimentally fractured radius - ulna of dog: A preliminary study. Ind J Pharmacol 26:44-8.

Dempster DW, Birehman R, Xu R, Lindsay R, Shen V. 1995. Temporal changes

in cancellous bone structure of rats immediately after ovariectomy. Bone 16 (1):157-161.

Page 117: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

97

Devareddy L, Hooshmand S, Collins JK, Lucas EA, Chai SC, Arjmandi BH. 2008. Blueberry prevents bone loss in ovariectomized rat model of postmenopausal osteoporosis. J Nutr Biochem 10:694-9.

Dewell A, Clarie BH, Bonnie B. 2002. The effects of soy-derived phytoestrogens

on serum lipids and lipoproteins in moderately hypercholesterolemic postmenopausal women. J Clin Endocrin Metab 87 (1):118-121.

Eastwood M. 2003. Principles of human nutrition. 2nd

Ed. Blackwell Publishing, Malden UK.

Einhorn. 1996. Cellular control of bone homeostasis. Di dalam: Mishell’s Textbook of infertility, Contraception and Reproductive Endocrinology. 4th

Ed. New York: Blackwell Science. hlm.8-16.

Endris DB, Rude RK. 1994. Mineral and bone metabolism. Di dalam: Tietz Textbook Clinical Chemistry. CA. Burtis and ER Ashwood, editors. 2nd

Ed. W.B. Saunders Company, Philadelphia. hlm.1939-1957.

Erickson EF, Kasem L, Aarhus.1992. The celluler basis of bone remodeling. Triangle. hlm.45-57.

Eriksen EF, Axelrod DW, Melsen F. 1994. Bone histomorphometry. New

York:Raven press. hlm.1-54. Favus MJ. 1993. Primary on the metabolic bone disease and disorder of mineral

metabolism. New York : Raven 3-9 and 34-40. Fitzpatrick LA. 2003. Phytoestrogens-mechanism of action and effect on bone

markers and bone mineral density. Endocrin Metab Clin 32(1):233-52. Fleisch H. 1993. Biphosphonates in bone disease. Berne, Switzerland: Graphic

Enterprise. hlm.8-25. Freskanich D, Wilet WC, Colditz GA. 2003. Calcium, vitamin D, milk

consumption, and hip fractures : a prospective study among postmenopausal women. Am J Clin Nutr 77:504-511.

Gallaher JC. 1986. Estrogen : Prevention and treatment of osteoporosis.

Di dalam: Osteoporosis. Markus R, Fieldman D, Kelsey J, editors. San Diego: Academic Press Inc. hlm.1191-208.

Ganong WF. 1995. Fisiologi kedokteran. Andrianto P, penerjemah; Oswari J,

editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Gass R, Neff M. 1995. Prevention of menopausal osteoporosis. Schiweiz Med

Wochenschr 125(34):1538-1591. Genant HK, Bay Link DJ, Gallagher JC. 1998. Estrogens in the prevention of

osteoporosis in postmenopausal women. Am J Obs and Gyn 161:1842-1846.

Page 118: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

98

Getty R. 1975. Sisson and Grossman’s The Anatomy of the Domestic Animals. 4rd

Ed. Philadelphia and London. W.B. Saunders Company.

Glover A, Assinder S.J. 2006. Acute exposure of adult male rats to dietary phytoestrogen reduces fecundity and alters epididymal steroid hormon receptor expression. J Endoc 189: 565-573.

Goldberg G. 2004. Nutrition and bone. Women’s Health Medicine 1(1):25-29. Greenspan FS, Strewler GJ. 1993. Basic and clinical endrocrinology. Fifth Ed.

Appleton and Lange, Stanford. hlm. 263-279 Gruber CJ, Tschugguei W, Schneebeger C, Huber JC. 2002. Production and

action of estrogens. N Engl J Med 346:340-50. Gupta MM, Verma RK. 1990. Unsymmetric tetracyclic triterpenoids from Cissus

quadrangularis. Phytochem 29: 336–

7.

Guyton AC. 1996. Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit (Human physiology and mechanism of disease). Terjemahan. Ed ke-3 Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Hollick MF. 1996. Vitamin D in health and prevention of metabolic bone disease

Di dalam: Osteoporosis, Diagnostic and Theurapeutic Principles. Rosen CJ, editor. Totowa: Hamaxia Pres. hlm.9-128.

Hosking DJ. 1994. Osteoporosis. Medicine International 26:209-12. Humason GL. 1967. Animal tissue technique. 2nd

Ed. San Francisco: WH Freeman.

Ilich JZ, Kerstetter JE. 2000. Nutrition in bone health revisited : a story beyond calcium. Rev. J Am Coll Nutr 19(6):715-737.

Ishida H, Uesugi T, Hirai K, Toda T, Nukaya H, Yokotsuka K, Tsuji K. 1998.

Preventive effects of the plant isoflavones, daidzin and genistin on bone loss in ovariectomized rats fed a calcium-deficient diet. Biol Pharm Bull 21:62-66.

Jainu JM, Devi CSS. 2006. Gastroprotective effect of Cissus quadrangularis

extract in rats with experimentally induced ulcer. Indian J Med Res 123:799-806.

Jefferson W.N, Padilla-Banks E, Clark G, Newbold R.R. 2002. Assessing

estrogenic activity of phytochemicals using transcriptional activation and immature mouse uterotrophic responses. J Chrom. B Analytical Technologies in the Biomedical and Life Sci 777(1-2):179-189.

Jones MEE, Thorburn AW, Britt KI,Hewitt KN, Wrefort NG, Proietto J, Oz OK,

Leury BJ, Robertson KM, Yao S, Simpson ER. 2000. Aromatase-deficient (ArKO) mice have a phenotype of increased adiposity. Proc. Natl. Acad.Sci. USA. 97(23):12735-12740.

Page 119: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

99

Jubb KVF, Kenneddy PC, Palmer N. 1993. Pathology of domestic animals, 4rd

. Ed. Academic Press.Inc. Orlando. Sandigo.hlm.2-54.

Kalu DN, Elena S, Chung-Ching L, Fabrizio F, Arjmandi BH, Mohammed A. Salih. 1993. Ovariectomy-induced bone loss and the hematopoetic system. Bone and Mineral 23:145-161.

Karlson MK, Vergnauld P, Delmos PD, Obrant KJ. 1995. Indicates of bone

formation in weight lifters. Calcif Tissue Int 56 (3):177-180. Kawiyana SIK. 2009. Interleukin-6 dan RANK-ligand yang tinggi sebagai faktor

risiko terhadap kejadian osteoporosis pada wanita pascamenopause defisiensi estrogen. Program Studi Ilmu Kedokteran Pascasarjana Universitas Udayana (Disertasi).

Khoury RS. Weber J, Farach-Carson. 1995. Vitamin D metabolites modulate

osteoblast activity by Ca+2 influx-independent genomic and Ca+2

influx-dependent nongenomic pathway. J Nutr 125:1699S-1703S.

Kiernan JA. 1990. Histological & histochemical methods: Theory & Practice. 2nd

Ed. England: Pergamon Pr.

Kritikar KR, Basu BD. 2000. Indian Medicinal Plants, 3rd

revised. Basu LM, Allahabad, editors. India. hlm.841-3.

Kuiper GGJM, Enmark E, Peitohuikki M, Nillson S, Gustaffson JA. 1998. Interaction of estrogenic chemicals and phytoestrogens with estrogen receptor β. J Endrocrin Soc 139 (10):4252-4263.

Kumbhojkkar MS, Kulkarni DK, Upadhye AS. 1991. Ethnobotany of Cissus

quadrangularis L. from India. Ethnobotany 3:21-25. Lane NE. 2001. Osteoporosis, rapuh tulang : petunjuk untuk penderita

diabetes langkah-langkah pengamanan untuk keluarga. Terjemahan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Lee CJ, Kanis JA. 1994. An association between osteoporosis and premenstrual

symptoms and postmenopausal symptoms. J Bone Miner 24:127-134. Leeson RC, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku ajar histologi. Edisi VII

Tambayong et al. Jakarta. TextBook of Histology. Terjemahan. hlm.132-158.

Leiro JD, Garcia JA, Arranz R, Delgado ML, Sanmartin F, Orallo. 2004. An

Anacardiaceae preparation reduces the expression of inflammation-related genes in murine macrophages. Int. Immunopharmacol 4:991–1003.

Lian JB, Stein GS. 1996. Osteoblast biology.Di dalam: Osteoporosis.

Marcus R, Fieldman D, Kelsey J, editors. San Diego: Academic Press inc. hlm.21-60.

Linder MC, 1985. Nutrional biochemistry and metabolisme with clinical

applications. Elsiveir. New York. hlm. 133-149.

Page 120: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

100

Lindsay R. 1991. Why do estrogen prevent bone loss? Bailliere ‘s Clin Obs and Gyn 5(4):S37-851.

Longcope C, Hoberg L, Steuterman S, Baran D. 1989. The effect of ovariectomy

on spine bone mineral density in rhesus monkeys. Bone 10:341-344. Magetsari R. 1999. Osteoporosis pada wanita pascamenopause. Seminar

Bahagia Menjelang dan Sesudah Menopause, Yogyakarta. hlm. 27-33. Manolagas SC. 2000. Bone marrow, cytokines and bone remodelling emerging

insight into the pathophysiology of osteoporosis. N Eng J Med 332(21):115-137.

Marcus R, Feldman D, Kelsey J. 1996. Osteoporosis. New York: Academic Press.

Mehta M, Kaur N, Bhutani KK. 2001. Determination of marker constituents from

Cissus quadrangularis Linn. and their quantitation by HPTLC and HPLC. Phytochem Anal 12:91-105.

Miller LC, Weaver DS, McAllister JA, Koritnik DR. 1986. Effect of ovariectomy on

vertebral trabecular bone in the cynomolgus monkey (Macaca fascicularis). Calcif Tissue Int 38:62-65.

Mizuno K,Suzuki A, Ino Y, Asada Y, Kikkawa F,Tomoda Y. 1995.

Postmenopausal bone loss in Japanese Women. Int. J Ginecol Obstet 50:33-39.

Muhilal, Sulaeman A. 2004. Angka kecukupan gizi vitamin larut lemak.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII,Jakarta. Murray RK, Granner DK, Mayes, PA, Rodwell VW. 2003. Harper’s Review of

Biochemistry. Dalam Andry Hartono: Biokimia, EGC. Penerbit Kedokteran, Jakarta.

Murthy KNC, Vanitha A, Swamy MM, Ravishankar GA. 2003. Antioxidant and

antimicrobial activity of Cissus quadrangularis L. J Med Food 6:99-105. Nadkarni AK. 1954. Indian Meteria Medica,13th Ed. Dhootapapeshwar

Prakashan, Ltd., Bombay, hlm.284-285 Navarrete AJL, Trejo-Miranda L, Reyes-Trejo. 2002. Principles of root bark of

Hippocratea excelsa (Hippocrataceae) with gastroprotective activity. J Ethnopharmacol 79:383–388.

Nieves JW. 2005. Osteoporosis: the role of micronutrients. AM J Clin Nutr

81:1232S-1239S Nguyen TVC, Jones G, Sambrook PN, White GP, Kelly PJ, Eisman JA, 1995.

Effects of estrogen exposure and reproduction factor and bone mineral density and osteoporosis fractures. J Clin Endocrin Metab 80(9):2709-2714.

Oben J, Dieudonne Kuate, Gabriel Agbor, Claudia Momo, Xavio Talla. 2008. The

use of a Cissus quadrangularis formulation in the management of weight loss and metabolic syndrome. Lipids in Health and Disease 7:12

Page 121: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

101

Ott SM. 1990. Attainment of peak bone mass. J Clin Endocrin Metab 323(2):73–79.

Ott SM. 2002. Osteoporosis and bone physiology. J Am Medic 228:334-341. Oursler MJ. 2003. Direct and indirect effects of estrogen on osteoclast. J

Musculoskel Neuron Interact 3(4):363-6. Palmer N. 1993. Bone and Joints. Di dalam: Pathology of domestic animal. Jubb

KVF, Kennedy PC and Palmer N, editors. Academic Press, Inc. Harcourt Brace Jovanovich Publishers. San Diego. hlm.1-181.

Parfitt AM. 2005. Vitamin D and the pathogenesis of rickets and osteomalacia. Di

dalam: Feldman D, Vitamin D. 2nd

Ed. Elsevier Academic Press, San Diego, CA, USA. hlm. 1029-1048.

Passeri G, Rosanna V, Paolo S, Carlo G, Claudio F, Mario P. 2008. Calcium metabolism and vitamin D in the extreme longevity. Exp Gerontol 43:79-87.

Patarapanich CJ, Thiangtham E, Saifah S, Laungchonlatan W, Janthasoot. 2004.

Determination of antioxidant constituents in the herb Cissus quadrangularis Linn. Ind. J Pharm Res 2:77.

Pollard JW. 1999. Modifiers of estrogen action. Sci and Med 38-47. Potu BK, Rao MS, Swamy NVB, Kutty GN. 2007. Cissus quadrangularis plant

extract enhances the ossification of fetal bones. Pharmacologyonline 1

:63–70.

Potu BK, Bhat KM, Rao MS, Nampurath GK, Chamallamudi MR, Nayak SR, Muttigi MS. 2009. Evidence-based assessment of petroleum ether

extract of Cissus quadrangularis Linn. On: Ovariectomy induced osteoporosis. J Medical Sci 114(3):140–148.

Preisinger E, Alaclamioglu Y, Pils K, Saradeth T, Scheider B, 1995. Therapeutic exercise in the prevention of bone loss. Am J Phys Med Rehabil 74: 120-123.

Price CP, Thomson PW.1995. The role of biochemical test in the screening and monitoring of osteoporosis. Am Clin Biochem 32:244-60.

Puzas VE.1993. The osteoblast. Di dalam: Primer on the metabolic bone

disease and disorders of mineral metabolism. Faves MJ, editor. 2nd

Ed. Raven Press Ltd. hlm.15-20.

Rachman IA, Baziad A, Jacoeb TZ, Isbagio H. 1996. Pengobatan estrogen dan progesterone pada osteoporosis pascamenopause. Majalah Osbtetri dan Ginekologi Indonesia 20(2):121-127.

Rachman IA. 1999. Paparan sinar UV beta terhadap remodeling tulang: Studi

eksperiment pada M.fascicularis yang hipoestrogenis. [Disertasi]. Program Pasca Sarjana UI. Jakarta.

Page 122: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

102

Rachman IA. 2004. Pengaruh estrogen terhadap osteoporosis. Pada Simposium Nasional: Memasyarakatkan menopause untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup wanita. Jakarta: Permi Jaya.

Rao MS, Potu BK, Swamy NVB, Kutty GN. 2007. Cissus quadrangularis plant

extract enhances the development of cortical bone and trabeculae in the fetal femur. Pharmacologyonline;3

:190–202

Reid IA. 1996. Vitamin D and its metabolites in the management of osteoporosis. Di dalam: Osteoporosis. Markus R, Fieldman D and Kelsey J, editors. San Diego: Academic Press Inc. hlm.1116-190.

Rizer MK. 2006. Osteoporosis. Prim Care Clin Office Prac 33 p.943-951. Rodan GA. 1996. Coupling of bone resorption and formation during bone

remodeling. Di dalam: Osteoporosis. New York: Academic Press. hlm.289-299.

Sabri M. 2000. Pengaruh suplemen rebon dan vitamin D3 terhadap struktur

tulang dan kelenjar paratiroid pada tikus penderita osteoporosis buatan. [Thesis]. Pascasarjana UGM, Yogyakarta.

Sairam KCHV, Rao M, Dora Babu K. VijayKumar VK, Agarwal RK, Goel. 2002.

Antiulcerogenic effect of methanolic extract of emblica officinalis: an experimental study. J Ethnopharmacol 82:1–9.

Sanyal A, Ahmad A, Sastry M. 2005. Calsite growth in Cissus quadrangularis

plant extract,a traditional Indian bone-healing aid. Curr Sci 89

:1742–5.

Shenk RK, Felix R, Hofsteter W. 1993. Morphology of connective tissue: bone. Di dalam: Connective tissue and its heritable disorders, molecular, genetic and medical aspects. Royce PM and Steinman B, editors. New York : Wiley-Liss.hlm.85-101.

Shin HD, Kun J Y, Bok RP, Chang WS, Hee JJ, Sae KK. 2007. Antiosteoporotic

effect of polycan, glucan from Aureobasidium, in ovariectomized osteoporotic mice. J Nutr 23: 853–860

Shirwaikar A, Khan S, Malini S. 2003. Antiosteoporotic effect of ethanol extract

of Cissus quadrangularis Linn. on ovariectomized rat. J Ethnopharmacol 89: 245-250.

Sivarajan VV, Balachandran I. 1994. Ayurvedic Drugs and Their Plant Sources.

Oxford and India Book House Publishing Co. Pvt. Ltd. New Delhi. hlm. 496.

Smith R. 1993. Bone physiology and the osteoporotic process. Resp Med 87

(Suppl A):3-7. Stevenson JS, Marsh MS. 1992. An atlas of osteoporosis. Parthenon Publishing

Group New Jersey. USA. Suda T, Takahashi N, Martin TJ.1992. Modulation of osteoclast differentiation.

Endocr Rev 13:66-80.

Page 123: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

103

Sulistiawati E. 2004. Analisis histomorformetri dengan sediaan plastik dan parafin pada trabekula tulang ilium Macaca fascicularis hipoestrogenis yang terpapar sinar lampu ultraviolet beta (UVβ). [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Swamy VAHM, Thippeswamy AHM, Manjula DV, Cumar CBM. 2006. Some

neuropharmacological effects of the methanolic root extract of Cissus quadrangularis in mice. Afr J Biomed Res 9:69-75.

Taylor L. 2002. The healing power of rainforest herbs. Rain tree nutrition tropical

plant database. http//www.rain-tree.com/aveloz.htm

(20 September 2009).

Telford IR, Bridgman CF. 1995. Indroduction to fungctional histology. 2nd

Ed. Harper Collins Colloge Publishers. hlm.103-119.

Thrall Donald E. 1996. Textbook of veterinary diagnostic radiology. 3rd

Ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia, London.

Thuong PT, W. Jin, J. Lee, R. Seong, Y.M. Lee, Y. Seong, K. Song, K. Bae. 2005. Inhibitory effect on TNF-alpha-induced IL-8 production in the HT29 cell of constituents from the leaf and stem of Weigela subsessilis, Arch. Pharm. Res. 28;1135–1141

Tiangburanatham W. 1996. Dictionary of Thai medicinal plants. Prachumtong

Printing, Bangkok, Thailand. hlm.572-3. Turner JV, Agatonovic-Kustrin S, Glass BD. 2007. Moleculer aspects of

phytoestrogen selective binding at estrogen reseptor. J Pharm Sci 96 (8):1879-1885.

Versteegh-Kloppenburgh J. 2006. Tanaman berkhasiat Indonesia. IPB Press.

Soegiri J dan Nawangsari, penerjemah. volume 1.Jakarta Warrier PK, Nambiar VPK, Ramankutty C. 1994. Indian medicinal plants,

Chennai, India. Orient Longman 2:112-113. Warwick R, Williams PL. 1973. Gray’s Anatomy. 35th

British edition. W.B. Saunders Company Philadelpia. hlm.200-230.

Winarno B. 1998. Densitas mineral tulang wanita menyusui. [Spesialis]. Jakarta: Program Pendidikan Dokter Spesialis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Winarsi H, Muchtadi D, Zakaria FR, Purwantara B. 2004. Efek susu skim yang

disuplementasi isoflavon kedelai dan Zn (susemo) terhadap sindrom menopause pada wanita premenopause. J Tehnol Industri Pangan 15(3): 179-187.

Yamazaki I, Yamaguchi H. 1989. Characteristic of an ovariectomized rat model.

J Bone Miner Res 4(1):13-22. Zhang Y, Ping W, Leung PC, Wu CF, Yao XS, Wong MS. 2006. Effects of

fructus Ligustri lucidi extract on bone turnover and calcium balance in ovariectomized rats. Biol Pharm Bull 29(2):291-296.

Page 124: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

LAMPIRAN

Page 125: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

106

Page 126: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

107

Lampiran 2. Komposisi Makanan Tikus/Pelet.

Bahan yang dipakai :

Jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kelapa, tepung daging dan tulang, pecahan gandum, bungkil kacang tanah, tepung daun, canola, vitamin, kalsium, fosfat, dan trace mineral

Antibotik : Zinc Bacitracin

Bakterostic : Furazolidon

Analisa kimia :

Kadar air max 13,0 %

Protein 18,5 – 20,5 %

Lemak min 4,0 %

Serat max 6,0 %

Abu max 8,0 %

Kalsium min 0,5 %

Fosfor min 0,7 %

ME 3100-3200 Kcal/Kg

(Sumber : PT Indonesia Formula Feed)

Lampiran 3. Penapisan fitokimia tanaman sipatah-patah

Setiap tanaman obat mengandung beragam senyawa organik yang

terbentuk dan terkandung di dalam tanaman tersebut. Kandungan senyawa aktif

yang terdapat dalam tumbuhan dapat diketahui melalui perlakuan metode

pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan di dalam tanaman dengan

penapisan fitokimia (Harbone 1987). Kandungan senyawa organik yang umum

diidentifikasi adalah alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, steroid, dan triterpenoid

Uji Flavonoid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak sipatah-patah ditambah

metanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah NaOH 10% atau

H2SO4 pekat. Terbentuknya warna merah karena penambahan NaOH 10%

menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon sedangkan warna merah

akibat penambahan H2SO4 pekat menunjukan adanya flavonoid.

Page 127: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

108

Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 gram ektrak etanol tanaman sipatah-patah

ditambahkan 5 ml kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan

dan diasamkan dengan 2 tetes H2SO4

Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak etanol tanaman sipatah-sipatah

ditambahkan 5 ml aquadest kemudian dididihkan selama 5 menit kemudian

disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 5 tetes FeCl

2M. Fraksi asam dibagi menjadi tiga

tabung kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan

Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada

pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat

pada pereaksi Wagner.

3

Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak etanol tanaman sipatah-sipatah

ditambahkan 5 ml aquadest lalu dipanaskan 5 menit kemudian dikocok selama 5

menit. Busa yang terbentuk setinggi kurang lebih 1 cm dan tetap stabil setelah

didiamkan selama 10 menit menunjukan adanya saponin.

1%(b/v). Warna biru

tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya tanin.

Lampiran 4. Metode analisis proksimat

1. Kadar Air :

Sampel segar sebanyak 1 g dimasukkan dalam botol timbangan

dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0

C selama 8 jam, lalu ditimbang. Kadar

air dihitung dengan rumus :

2. Kadar abu :

Sampel segar sebanyak 1 g ditempatkan dalam wadah porselin dan

dibakar sampai tidak meresap, kemudian diabukan dalam tanur bersuhu 600 0

C

selama 1 jam, lalu ditimbang.

Kadar air =

Bobot sampel (segar-kering)

X 100% Bobot sampel

Kadar abu =

Bobot abu X 100%

Bobot sampel kering

Page 128: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

109

3. Kadar lemak kasar :

Sampel kering sebanyak 2 g disebar di atas kapas yang beralas kertas

saring dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan dalam labu soxhlet.

Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam dengan menggunakan pelarut

lemak berupa heksana sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstrak kemudian

dikeringkan dalam oven pada suhu 100 0

C selama 1 jam.

4. Kadar protein kasar :

Sampel kering sebanyak 0.25 g ditempatkan dalam labu Kjeldahl ukuran

100 ml dan ditambahkan 0.25 g Selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya

dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai

larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml aquades dan 20 ml NaOH 40%,

lalu ditestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi

campuran 10 ml H3BO3

2% dan 2 tetes indicator Brom cresol Green-Methyl Red

berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml

dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan

HCl 0.1 N sampai berwarna merah muda yang tidak hilang. Dengan metode ini

diperoleh kadar Nitrogen total yang dihitung dengan rumus :

Keterangan : S = volume titran sampel (ml); B = volume titran blanko (ml);

w = bobot sampel kering (mg).

Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen dengan 4.38 (faktor

perkalian umum). Faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan berkisar 6.25

(AOAC 1980).

5. Kadar serat kasar.

Sampel kering sebanyak 1 g dilarutkan dengan 100 ml H2SO4 1.25%

dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit.

Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Watman (Ø 10 cm) dan

dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml

Kadar abu =

Bobot abu X 100%

Bobot sampel kering

%N =

(S-B) x NHCL x 14 X 100 %

W x 1000

Page 129: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

110

air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali

dengan 100 ml NaOH 1.25 % selama 30 menit. Lalu disaring dengan cara seperti

di atas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1.25 % mendidih, 2.5 ml air

sebanyak tiga kali dan 25 ml alkohol. Residu beserta kertas saring dipindahkan

ke cawan porselin dan dikeringkan dalam oven 130 0C selama 2 jam. Setelah

dingin residu beserta cawan porselin ditimbang (A), lalu dumasukkan dalam tanur

600 0

C selama 30 menit, lalu didinginkan dan ditimbang kembali (B).

Keterangan :

w – w0

w = bobot residu sebelum dibakar dalam tanur

= bobot serat kasar

= A – (bobot kertas saring+cawan); A: bobot residu + kertas saring +

cawan

W = bobot residu setelah dibakar dalam tanur

= B – (bobot cawan); B: bobot residu + cawan.

6. Kadar karbohidrat :

Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode carbohydrate by

difference yaitu: 100 % - (kadar air + abu + protein + lemak). Kadar karbohidrat

N-free menunjukkan besarnya kandungan karbohidrat yang dapat dicerna dari

suatu bahan pangan. Ditentukan dengan cara 100 % - (kadar air + abu + protein

+ lemak + serat kasar).

Lampiran 5. Metode Ekstraksi

Ekstrak etanol batang sipatah-patah dilakukan dengan cara maserasi,

yaitu menambahkan etanol 95% dalam simplisia kering batang sipatah-patah.

Sebanyak 500 g simplisia dimasukkan ke dalam maserator lalu direndam

dengan lima liter etanol 95%. Perbandingan banyaknya etanol dengan

batang sipatah-patah sebanyak 1:10. Kemudian direndam dan diaduk selama

Kadar serat kasar =

Bobot serat kasar X 100 %

Bobot sampel kering

Page 130: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

111

24 jam dan ditampung. Maserat dipisahkan, dan proses diulangi dua kali

dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Larutan hasil maserasi diuapkan

dengan rotary evaporator (Rotavapor R-205 Buchi Switzerland) sampai

terbentuk ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan diatas penangas

air dengan temperatur 40-50°C sampai larutan penyari hilang atau jumlahnya

berkurang sehingga mendapatkan endapan kental. Selanjutnya kandungan

bahan aktif endapan kental ini dianalisis dengan mengunakan kromatografi

gas.

Lampiran. 6. Metode Kromatografi Gas

Analisa bahan aktif sipatah-patah menggunakan Gas Chromatography-

Mass Spectrophotometry (GC-MS) FAMES1 M) dilakukan di Laboratorium

Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Alat Gas Chromatography (Agilent Technologies 6890) dengan panjang

Column Capillary (Innowax) 30 m, diameter 0,25 mm, film thickness 0,25 µm.

Temperature inlet diatur pada 250ºC dan dengan menggunakan gas pembawa

Helium. Prosedur pengujian diawali dengan mengatur temperatur oven dengan

temperatur awal 130ºC selama 2 menit, kemudian dinaikkan 6ºC/menit menjadi

170ºC selama 2 menit, 3ºC/menit sampai mencapai 215ºC selama 1 menit, dan

kemudian dinaikkan lagi 40ºC/menit menjadi 250ºC selama 10 menit. Waktu

Running yang dibutuhkan adalah 20 menit dengan aliran tetap (constant flow)

pada 1.5 µl/menit. Volume yang diinjeksi sebanyak 5 µg dengan perbandingan

aliran 1:100 dihubungkan dengan auto sampler Mass Selective Detector (Agilent

5973, electron impact (IE)) dan Chemstation data system. Suhu sumber ion

230ºC dan suhu interface 280ºC serta suhu quadrupole adalah 140ºC.

Komponen terdeteksi berdasarkan waktu retensi puncak kromagram (% puncak

area) dan spektra mass.

Lampiran 7. Prosedur analisis kadar kalsium dan fosfor

Metode dan Prinsip

Kalsium dan fosfor mempunyai hubungan yang erat dan dibutuhkan

bersama-sama karena keduanya mempunyai fungsi yang saling menunjang

Page 131: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

112

sebagai dasar kerangka jaring tulang, oleh karena itu kebutuhan kalsium dan

fosfor tergantung pada kecepatan pertumbuhan ternak dan penambahan jumlah

makanan yang diberikan.

Cara Kerja

• Ditimbang contoh kira-kira sebanyak 5 gram, dimasukkan kedalam cawan

porselin yang sudah diketahui bobotnya.

• Contoh dipijarkan di atas nyala pembakar Bunsen sampai tidak berasap

lagi, kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik (400-6000

• Setelah contoh menjadi abu seluruhnya, diencerkan dengan HCl pekat

sebanyak 5 mL. kemudian dipanaskan di atas pembakar Bunsen sampai

mengering.

C), sampai abu

menjadi putih seluruhnya.

• Abu yang telah kering tersebut diangkat lalu ditambahkan 2 mL HCl

pekat dan sedikit air panas.

• Larutan diatas tersebut disaring dan dicuci dengan air panas ke dalam

Erlenmeyer sampai filtrat mencapai 200 mL, didinginkan.

• Kemudian filtrat tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL

(ditambahkan air suling sampai tanda tera). Hasil filtrat tersebut biasa

disebut ekstrak HCl.

Analisis Kalsium

• Dipipet 25 mL ekstrak HCl dimasukkan ke dalam gelas piala 400 mL.

• Kemudian larutan di atas ditambahkan pereaksi Chapman sampai 100

mL, lalu dipanaskan.

• Ditambahkan larutan NH3

• Larutan Kalsium ini didiamkan selama 1 hari.

beberapa tetes sampai larutan menjadi

berwarna biru.

Page 132: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

113

• Disaring larutan (dalam keadaan panas) yang sudah didiamkan selama 1

hari. Dicuci endapan tersebut dengan air panas sampai dengan 150 mL

(dilakukan 2 kali pencucian).

• Kertas saring beserta endapan yang sudah dicuci tersebut dimasukkan ke

dalam gelas piala 400 mL yang diberi batang pengaduk, lalu ditambahkan

25 mL H2SO4

• Larutan tersebut dititar dengan KM

4N, dan air panas sampai volume larutan menjadi 150 mL.

nO4

• Dipipet sebanyak 25 mL ekstrak HCl dan dimasukkan ke dalam gelas

piala 400 mL.

0,02N (sampai larutan berwarna

merah jambu seulas) Analisis fosfor.

• Larutan tersebut ditambahkan amonium nitrat sebanyak 5 gram, dan

ditambahkan 5 mL asam nitrat, lalu dipanaskan.

• Ditambahkan 50 mL larutan Amonium Hepta Molibdat yang panas ke

dalam larutan di atas (larutan akan berwarna kuning).

• Larutan didiamkan selama 1 malam.

• Disaring larutan fosfor yang sudah didiamkan selama 1 malam. Kemudian

dicuci endapan tersebut dengan KNO3

• Kertas saring beserta endapan yang telah dicuci dimasukkan kedalam

gelas piala 400 mL yang diberi batang pengaduk. Ditambahkan N

1% sampai 150 mL (pencucian

dilakukan sebanyak 2 kali).

a

• Ditambahkan 2 tetes indicator PP (larutan akan berwarna merah jambu).

OH

0,2N sebanyak 25 mL dan air suling sampai volume larutan 150 mL..

• Larutan fosfor dititar dengan larutan HCl 0,1N sampai larutan menjadi

tidak berwarna.

Page 133: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

114

Perhitungan rumus kadar kalsium (%) :

Keterangan : 28 = Bst CaO

Perhitungan :

Keterangan : 0,1347

Lampiran 8. Metode Pewarnaan Pewarnaan HE

Pengamatan histopatologi dengan pewarnaan HE bertujuan untuk

pengamatan terhadap struktur umum jaringan. Sedian preparat yang telah

dideparafinasi dan rehidrasi ditetesi dengan pewarnaan Hematoksilin,

selanjutnya dibilas dengan air kran mengalir kemudian dimasukkan kedalam

aquades. Sediaan diwarnai dengan pewarna Eosin kemudian dibilas dengan air

kran mengalir. Tahap selanjutnya adalah dilakukan proses dehidrasi dengan

mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 70, 80, 90 dan 95%,

alkohol absolut I, II, dan III. Tahap berikutnya adalah penjernihan (clearing),

sediaan dimasukkan ke dalam xylol I, II dan III. Tahap terakhir dari pewarnaan ini

adalah mounting yaitu penempelan gelas penutup pada sediaan dengan bantuan

perekat entelan. .

Sediaan yang telah diwarnai lalu diamati dibawah mikroskop

cahaya dengan pembesaran objektif 20 x dan 40 x.

Pewarnaan MT Pengamatan histopatologi dengan pewarnaan masson trichrome bertujuan

untuk mengamati struktur umum jaringan. Sedian preparat yang telah

(V Penitar - V Blanko) x N KMnO4 x Ca/CaO x Fp x 28 mg contoh

X 100 %

(V Penitar - V Blanko) x N HCl x 0,1347 gram contoh

X 100 % Fosfor (%) =

2P

P2O5

Page 134: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

115

dideparafinasi dan rehidrasi ditetesi dengan pewarnaan mordant, selanjutnya

Tahap selanjutnya adalah dilakukannya proses dehidrasi dengan

mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 70, 80, 90, dan 95%;

alkohol absolut I, II, dan III. Tahap berikutnya adalah penjernihan (clearing),

sediaan dimasukkan ke dalam xylol I, II dan III. Tahap terakhir dari pewarnaan ini

adalah mounting yaitu penempelan gelas penutup pada sediaan dengan bantuan

perekat entelan.

dibilas dengan air kran dan dibilas kembali dengan aquades. Sediaan diwarnai

dengan pewarna carrazi’s hematoxilin, kemudian dibilas dengan air kran dan

selanjutnya dicelup kedalam larutan pewarna orange G 0,75 %. Tahap

berikutnya adalah pewarnaan jaringan dengan ponceau xylidine fuchsin yang

diawali dengan pencelupan slide jaringan kedalam larutan acetic acid 1%, dan

dibilas kembali dengan acetic acid. Selanjutnya slide dimasukkan kedalam asam

fosfotungstat dan dicelup (dibilas) kembali dengan asam asetat. Tahap

pewarnaan terakhir adalah pewarnaan dengan aniline blue, yang dilanjutkan

dengan pembilasan slide dengan asam setat dan alkohol.

.

Sediaan yang telah diwarnai lalu diamati dibawah mikroskop

cahaya dengan perbesaran 20 x dan 40 x. Pengamatan yang dilakukan adalah

terhadap struktur umum trabekula maupun pembuluh daranya.

Lampiran 9. Rerata berat badan kelompok pencegahan yang ditimbang 15 hari sekali dari awal pemeliharaan

Group Berat Badan/minggu (gram)

awal 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

NOV-0 93.85 ±3.79

96.18 ± 5.10

99.50 ± 5.45

103.35 ±5.34

106.78 ±5.62

108.15 ±7.45

112.6 ± 5.84

117.52 ±7.68

120.82 ±8.40

130.83 ±8.19

136.55 ±7.68

NOV-1 94.73 ±6.59

100.80 ±8.49

106.45 ±7.47

111.98 ±7.49

119.25 ±8.79

118.40 ±10.58

126.25 ±10.46

136.92 ±11.87

157.77 ±30.81

168.85 ±14.48

173.20 ±20.75

NOV-2 93.75 ±3.24

99.88 ± 3.77

102.93 ±5.82

108.42 ±6.32

116.40 ±14.47

117.78 ±15.05

123.75 ±12.90

129.75 ±14.12

143 ±16.11

154.50 ±13.91

158.95 ±17.05

NOV-3 93.95 ±4.62

97.90 ± 5.87

100.93 ±5.92

105.6 ± 7.07

108.68 ±7.75

113.65 ±3.13

118.52 ±2.86

127.9 ± 2.17

143.17 ±22.81

156.60 ±16.92

159.78 ±20.26

NOV-4 93.38 ±6.92

97.48 ± 8.26

102.08 ±9.24

107.75 ±9.86

109.95 ±8.58

114.10 ±10.10

119.77 ±9.96

127.32 ±11.32

134.9 ± 8.30

142.73 ±6.22

149.88 ±7.44

Lampiran 10. Panjang Tulang Femur

Grup panjang tulang femur

NOV-0 28,89 28,76 28,62 28,63 NOV-1 30,01 32,76 32,56 31,96 NOV-2 30,34 28,39 30,85 28,97 NOV-3 31,35 29,71 28,58 28,11 NOV-4 29,31 29,12 29,17 29,42

Page 135: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

116

Lampiran 11. Rerata kadar kalsium darah kelompok pencegahan yang diukur 1 bulan sekali dari awal pemeliharaan.

Perlakuan Bulan Ke Kadar Kalsium (mg/dl)

1 2 3 4 5 6 NOV-0 11.78± 0.33 11.79 ± 0.33 11.83± 0.37 11.73± 0.49 11.93 ± 0.21 11.70 ± 0.53 NOV-1 11.58 ± 0.40 11.53± 0.26 11.85± 0.20 11.95± 0.50 11.90 ± 0.28 12.10 ± 0.45 NOV-2 11.17± 1.26 11.44± 0.91 11.52± 0.45 11.60 ± 0.39 11.72 ± 0.53 NOV-3 10.83± 0.66 11.04± 0.70 11.28 ± 0.45 11.36 ± 0.37 NOV-4 11.15± 0.50 10.99 ± 0.72 11.18 ± 0.68

Lampiran 12. Rerata kadar fosfat darah pada grup percobaan sebelum dan

sesudah pemberian ekstrak etanol sipatah-patah.

Perlakuan Bulan Ke

Kadar Fosfat (mg/dl)

1 2 3 4 5 6 NOV-0 7.62±0.17 7.66±0.18 7.67±0.17 7.72±0.10 7.78±0.10 7.80±0.11 NOV-1 7.60±0.18 7.65±0.22 7.70±0.23 7.72±0.23 7.71±0.21 7.74±0.20 NOV-2 7.57±0.24 7.64±0.23 7.65±0.21 7.70±0.24 7.74±0.23

NOV-3 7.53±0.47 7.58±0.46 7.66±0.31 7.73±0.30

NOV-4 7.56±0.47 7.65±0.43 7.71±0.40

Lampiran 13. Kadar kalsium dan fosfat tulang pada masa pencegahan yang

diberi ekstrak Etanol sipatah-patah selama 180 hari pada tikus putih.

Perlakuan Kadar

Kalsium (%) Fosfat (%)

NOV-0 32.41±1.375a 18.90±1.1269

NOV-1 31.75±0.838ab 18.48±0.229

NOV-2 31.46±0.200abc 18.23±0.821 NOV-3 30.30±0.544bc 17.85±0.566 NOV-4 30.71±0.374c 18.21±0.418

Page 136: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

117

Lampiran 14. Rerata berat badan kelompok pengobatan yang ditimbang 2 minggu sekali dari awal pemeliharaan

Group Berat Badan/minggu ke (gram)

1 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

OV-0 116.85± 2.94

114.13± 3.17

117.63± 6.08

122.33± 6.52

126.68± 6.49

131.20 ± 6.29

136.08 ± 6.18

141.20± 6.40

147.30± 6.51

153.08± 7.04

160.28± 7.63

OV-1 115.50± 1.77

111.45± 2.83

116.58± 1.43

120.02± 2.14

123.08± 1.78

126.78 ± 1.97

132.10 ± 3.43

138.20± 3.49

142.63± 3.72

148.00± 4.07

153.80± 5.34

OV-2 114.93± 5.02

111.43± 5.26

118.40± 5.11

126.73± 4.75

135.10± 3.59

140.03 ± 7.23

147.65 ± 6.03

156.85± 10.15

161.95± 6.94

170.43± 6.28

179.93± 7.42

OV-3 112.23± 4.31

108.68± 4.32

114.08± 4.80

118.18± 5.11

127.28± 5.05

134.43 ± 4.75

142.42 ± 5.03

148.85± 5.00

156.50± 5.78

166.43± 3.89

174.23± 4.70

OV-4 114.20± 9.50

109.20± 8.02

113.80± 8.27

118.38± 7.85

122.48± 6.32

127.78 ± 5.97

135.93 ± 5.71

146.80± 4.77

154.83± 4.50

163.93± 4.32

171.65± 4.82

Lampiran 15. Panjang Tulang Femur Tikus perlakuan Ovariektomi

Grup panjang ovariektomi

OV-0 29,23 29,74 29,38 28,38 OV-1 30,4 29 30,68 30,18 OV-2 31,42 29,63 30,68 29,8 OV-3 30,41 30,37 30,08 30,19 OV-4 29,5 30,8 29,48 29,41

Lampiran 16. Rerata kadar kalsium darah grup ovariektomi yang diukur 1 bulan

sekali dari awal pemeliharaan.

Perlakuan Bulan Ke

Kadar Kalsium (gr/dl)

1 2 3 4 5 6 OV-0 11.62±0.47

11.65±0.26

11.83±0.22

11,88±0.30

11,85±0.30

11.89±0.36

OV-1 10.08±0.54

9.68±0.30

9.66±0.32

9.19 ±0.57

9.62±0.418

9.33±0.52

OV-2 10.13±0.17

10.15±0.19

10.10±0.18

10.21±0.16

10.48±0.32

OV-3 10.23±0.49

10.23±0.35

10.03±0.69

10.29±0.43

OV-4 9.94±1.36

9.95±1.13

10.05±0.85

Page 137: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

118

Lampiran 17. Rerata kadar Fosfat tikus ovariektomi yang diukur 1 bulan sekali dari awal pemeliharaan.

Perlakuan Bulan Ke

Kadar Fosfat (gr/dl)

1 2 3 4 5 6 OV-0 7.46±0.34

7.51±0.32

7.55±0.33

7.64±0.33 7.66±0.31

7.58±0.30

OV-1 7.43±0.22

7.38±0.22

7.28±0.32

7.24±0.55

7.19±0.54

7.13±0.52

OV-2 7.46±0.16

7.48±0.15

7.52±0.15

7.56±0.15

7.62±0.13

OV-3 7.46±0.13

7.49±0.12

7.51±0.13

7.57±0.12

OV-4 7.51±0.29

7.53±0.28

7.57±0.27

Lampiran 18. Rerata kadar kalsium dan fosfat tulang pada grup ovariektomi yang diberi ekstrak Etanol sipatah-patah selama 180 hari pada tikus putih.

Perlakuan Kadar Kalsium (%) Fosfat (%)

OV-0 32.66±0.96

18.48±0.90

OV-1 27.17±0.84

16.98±0.23

OV-2 30.06±0.64

17.23±0.62

OV-3 29.69±0.32

17.12±0.23

OV-4 29.34±0.75

17.22±0.22

Lampiran 19. Analisis RAL IN TIME Kalsium PH

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the

experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 54 Error Mean Square 0.324372 Harmonic Mean of Cell Sizes 17.91045

Page 138: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

119

Note: Cell sizes are not equal. Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .3816 .4014 .4144 .4238

Means with the same letter

are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan B 11.7017 24 NOV-0 A 12.1015 24 NOV-1 B 11.7235 20 NOV-2 B 11.3694 16 NOV-3 B 11.1817 12 NOV-4

RAL IN TIME Fosfat NOV

The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values perlakuan 5 NOV0 NOV1 NOV2 NOV3 NOV4 bulan 6 BLN1 BLN2 BLN3 BLN4 BLN5 BLN6 r 4 1 2 3 4

Number of Observations Read 96 Number of Observations Used 95

RAL IN TIME Fosfat

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the

experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 53 Error Mean Square 0.135658 Harmonic Mean of Cell Sizes 17.79497

Note: Cell sizes are not equal. Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .2477 .2605 .2690 .2751

Means with the same letter

are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan A 7.7183 12 NOV4 A 7.7417 24 NOV1 A 7.7440 20 NOV2 A 7.5474 23 NOV0 B 7.7306 16 NOV3

Page 139: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

120

RAL IN TIME Kalsium OV-

The GLM Procedure Class Level Information

Class Levels Values perlakuan 5 NOV-0 OV-1 OV-2 OV-3 OV-4 bulan 6 BLN1 BLN2 BLN3 BLN4 BLN5 BLN6 r 4 1 2 3 4

Number of Observations Read 96 Number of Observations Used 96

RAL IN TIME Kalsium OV- The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 54 Error Mean Square 0.318928 Harmonic Mean of Cell Sizes 17.91045

Note: Cell sizes are not equal. Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .3784 .3980 .4109 .4203

Means with the same letter

are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan A 11.8975 24 OV-0 B 10.4815 20 OV-2 B 10.2938 16 OV-3 B 10.0517 12 OV-4 C 9.3313 24 OV-1

RAL IN TIME Fosfat OV

The GLM Procedure Class Level Information

Class Levels Values perlakuan 5 OV-0 OV-1 OV-2 OV-3 OV-4 bulan 6 BLN1 BLN2 BLN3 BLN4 BLN5 BLN6 r 4 1 2 3 4

Number of Observations Read 96 Number of Observations Used 96

Page 140: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

121

RAL IN TIME Fosfat OV-

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 54 Error Mean Square 0.100062 Harmonic Mean of Cell Sizes 17.91045

Note: Cell sizes are not equal. Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .2119 .2229 .2302 .2354

Means with the same letter

are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan A 7.5731 16 OV-3 A 7.5783 12 OV-4 A 7.7058 24 OV-0 A 7.2833 24 OV-1 A 7.6220 20 OV-2

RAL Kalsium

The GLM Procedure Class Level Information

Class Levels Values perlakuan 5 NOV-0 NOV-1 NOV-2 NOV-3 NOV-4 r 4 1 2 3 4

Number of Observations Read 20 Number of Observations Used 20

RAL Kalsium tulang NOV

The GLM Procedure

Dependent Variable: respon Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 4 11.26562000 2.81640500 4.58 0.0129 Error 15 9.21967500 0.61464500 Corrected Total 19 20.48529500 R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.549937 2.502811 0.783993 31.32450

Page 141: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

122

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 4 11.26562000 2.81640500 4.58 0.0129 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 4 11.26562000 2.81640500 4.58 0.0129

RAL Kalsium

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon

Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 15 Error Mean Square 0.614645

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 1.182 1.239 1.274 1.298

Means with the same letter

are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlakuan A 32.4125 4 NOV-0 B A 31.8550 4 NOV-1 B C 31.4600 4 NOV-2 B C 30.7100 4 NOV-4 C 30.2950 4 NOV-3

RAL Fosfat NOV

The GLM Procedure Class Level Information

Class Levels Values perlakuan 5 NOV-0 NOV-1 NOV-2 NOV-3 NOV-4 r 4 1 2 3 4

Number of Observations Read 20 Number of Observations Used 20

Page 142: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

123

RAL Fosfat NOV

The GLM Procedure

Dependent Variable: respon Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 4 2.40948000 0.60237000 1.21 0.3480 Error 15 7.47650000 0.49843333 Corrected Total 19 9.88598000

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.243727 3.851389 0.705998 18.33100

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 4 2.40948000 0.60237000 1.21 0.3480

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 4 2.40948000 0.60237000 1.21 0.3480

RAL Fosfat NOV

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the

experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 15 Error Mean Square 0.498433

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 1.064 1.115 1.147 1.169

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan A 18.8950 4 NOV-0 A 18.4800 4 NOV-1 A 18.2250 4 NOV-2 A 18.2100 4 NOV-4 A 17.8450 4 NOV-3

Page 143: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

124

RAL Kalsium tulang OV

The GLM Procedure Class Level Information

Class Levels Values perlakuan 5 NNOV-0 OV-1 OV-2 OV-3 OV-4 r 4 1 2 3 4

Number of Observations Read 20 Number of Observations Used 20

RAL Kalsium OV

The GLM Procedure

Dependent Variable: respon Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 4 57.42560000 14.35640000 23.99 <.0001 Error 15 8.97550000 0.59836667 Corrected Total 19 66.40110000

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.864829 2.593601 0.773542 29.82500

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 4 57.42560000 14.35640000 23.99 <.0001

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 4 57.42560000 14.35640000 23.99 <.0001

RAL Kalsium OV

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the

experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 15 Error Mean Square 0.598367

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 1.166 1.222 1.257 1.281

Page 144: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

125

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan A 32.6600 4 OV-0 B 30.0575 4 OV-2 B 29.6925 4 OV-3 B 29.3425 4 OV-4 C 27.3725 4 OV-1

RAL Fosfat tulangOV

The GLM Procedure

Class Level Information Class Levels Values perlakuan 5 OV-0 OV-1 OV-2 OV-3 OV-4 r 4 1 2 3 4

Number of Observations Read 20 Number of Observations Used 20

RAL Fosfat OV-

The GLM Procedure

Dependent Variable: respon

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 4 5.90807000 1.47701750 5.40 0.0068 Error 15 4.10342500 0.27356167 Corrected Total 19 10.01149500

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.590129 3.004977 0.523031 17.40550

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 4 5.90807000 1.47701750 5.40 0.0068

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 4 5.90807000 1.47701750 5.40 0.0068

Page 145: AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH · radio-ulna bones and lumbar vertebrae bones were taken to analyze the II-V ... digunakan secara tradisional oleh masyarakat di Aceh

126

RAL Fosfat OV-

The GLM Procedure

Duncan's Multiple Range Test for respon Note: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the

experimentwise error rate.

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 15 Error Mean Square 0.273562

Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .7883 .8263 .8500 .8661

Means with the same letter

are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 18.4775 4 OV-0

B 17.2325 4 OV-2

B 17.2175 4 OV-4

B 17.1200 4 OV-3

B 16.9800 4 OV-1