akibat gaji pendeta tidak mengikuti standar umr.docx

5

Click here to load reader

Upload: torpin-kibaid

Post on 07-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

AKIBAT GAJI PENDETA TIDAK MENGIKUTI STANDAR UMR.docx

TRANSCRIPT

AKIBAT GAJI PENDETA TIDAK MENGIKUTI STANDAR UMR

Gaji seorang hamba Tuhan, alias pendeta kerap menjadi sebuah topik yang cukup rumit dalam dunia pelayanan rohani. Variabel ini tak jarang menjadi sumber konflik yang cukup menghambat pertumbuhan gereja karena kesejahtraan seorang gembala rupannya tidak dapat diabaikan bila ingin menghasilkan pelayanan yang maksimal. Fakta yang terjadi selama ini adalah sebagian gaji pendeta jarang mengikuti standar Upah Minimum Regional (UMR) seperti perhitungan pemerintah, sementara biaya operasional dan kebutuhan hidup di suatu daerah terus mengalami kenaikan yang variatif. Ternyata ini memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap dunia pelayanan. Akhirnya PHK yang kebanyakan melanda dunia sekular, terjadi juga di kalangan gereja dan organisasi walaupun pemicunya sering dibarengi dengan alasan pengembangan diri dalam dunia pelayanan baru. Namun keunikan PHK yang sedang melanda dunia pelayanan rohani ini kerap dimobilisasi secara personal, dan jarang berasal dari gereja atau organisasi. Jadi secara jujur dapat diungkap bahwa membahas fluktuasi kenaikan gaji di bidang pelayanan sosial seperti ini tidak sama dengan kenaikan gaji pegawai negeri maupun perusahaan swasta yang sifatnya profitable. Masalahnya ialah kerap terjadi konflik yang disebabkan oleh bentroknya antara doktrin dan realita kehidupan yang tidak memiliki singkronisasi serta landasan untuk melakukan kenaikan gaji karena bersifat sosial. Hasilnya, kedua kubu ini tak jarang mengeploitasi amukan yang cukup dahsyat dan akhirnya berujung dengan perang dingin.Pada suatu sisi, doktrin yang menjadi dasar pelayanan dari beberapa pendahulu kita ini, selalu berimplikasi bahwa seorang pelayan yang mengabdi diri bagi perkerjaan Tuhan harus mengubah mindset-nya dengan pola pikir yang siap menderita, tanpa mencari keuntungan finansial, seperti yang terjadi dalam dunia sekular. Alasan pemikiran ini didasari oleh prinsip bahwa Tuhan akan menyediakan berkat dari berbagai sumber walaupun ia tidak mendapat bayaran dari gereja atau jemaat di mana ia melayani. Jadi menurut mereka bahwa tugas seorang hamba Tuhan adalah memfokuskan diri terhadap pelayanan sebagai kewajiban, tanpa menuntut haknya seperti aksi kaum buruh yang kerap berdemontrasi menuntut kenaikan gaji. Kelihatannya doktrin seperti ini tidak terlalu mementingkan gaji, sementara hak seorang pelayan banyak diungkap oleh beberapa hamba Tuhan seperti Abraham, Yesaya, Daniel, dan beberapa tokoh Alkitab lainnya. Tetapi uniknya, nilai seperti ini masih tertanam dan mempengaruhi konsep pelayanan hingga sekarang. Itulah sebabnya semua pelayan dituntut untuk setia melayani walaupun kondisi perekonomian jemaat yang dilayaninya berada pada level di bawah tingkat menengah. Memang ada beberapa implikasi yang sangat benar dan cukup beralasan untuk mempertahankan model teologi seperti ini. Menurut Pdt. Dr. Daniel Ronda, Th. M., Ketua STT Jaffray Makassar saat diminta untuk memberi komentar terhadap teologi yang terdapat dalam Nyanyian Kemenangan Iman No. 297, baris pertama yang berbunyi: Ku kirim kau kerja dan tak diupah, beliau menyampaikan beberapa pandangan teologis yang membuat dunia pelayanan tidak dapat meninggal warisan teologi seperti ini. Menurutnya, seorang pelayan harus siap memasuki ladang pelayanan dengan konsep siap menderita, tidak dihargai, dan bersedia dibayar rendah. Namun pada sisi lain jemaat yang dilayaninya harus memiliki teologi pelayanan: mensejahtrakan hamba Tuhan. Pendapat ini sungguh memberikan keseimbangan doktrin yang tidak terdapat dalam pemikiran teologi klasik yang cukup dominan mempengaruhi pola pikir gereja. Akhir dari komentarnya, beliau memprotes model filosofi pelayanan masa kini yang cendrung bersifat komersil.Memang tak dapat dipungkiri, rata-rata pelayanan rohani mulai diukur menurut sistem komersil walaupun selalu dibungkus dengan bias pelayanan. Artinya ada beberapa orang yang menggabungkan diri dalam komunitas hamba Tuhan mulai menciptakan sebuah image bahwa dirinya pantas mendapat bayaran yang tinggi. Apalagi kebutuhan hidup semakin bertambah, yang tak cukup dijawab secara teologis, sering memaksa hamba-hamba Tuhan berterus terang mengenai realita hidup yang sesungguhnya. Cara yang dipakai untuk menyampaikan keluhan seperti ini biasanya melalui refleksi tampilan hidup sehari-hari dan gaya berbicara dalam pelayanan mimbar.Kenyataan ini mungkin saja mengkondisikan para hamba Tuhan untuk mengambil langkah etis dengan cara memilah-milah jenis pelayanan yang berpotensi menjadi sumber pemasukkan yang mampu membiayai kebutuhan hidup keluarganya. Ini memang sebuah pertimbangan yang sangat manusiawi, namun cukup kualahan juga menghitung konflik yang muncul akibat gesekan terhadap doktrin gereja yang kadang berlainan dengan kenyataan hidup. Untuk mengatasi hal ini, lahirlah berbagai peraturan gereja yang mengurung hamba Tuhan untuk membuatnya dirinya tetap setia pada gereja dan organisasi dimana ia sedang melayani.Pada sisi lain, pertimbangan ini dicetuskan berdasarkan tugas panggilan yang harus diemban dengan kesiapan menderita dan rela mengorbankan harta, harga diri, serta keluarga sekalipun. Paradigma seperti ini telah menempatkan norma yang tidak seimbang itu pada urutan pertama dalam beberapa doktrin sejumlah gereja. Akhirnya nilai tertinggi yang diinterpretasi melalui kaidah itu patut menjadi model dalam pelayanan mereka, sebagaimana pola dan kehidupan Yesus Kristus yang identik dengan salib. Hasil dari refleksi ini sangat nampak dalam beberapa pesan teologi yang mendominasi dalam sejumlah syair lagu-lagu rohani yang sering menjadi hiburan dan idola di saat mengalami kesulitan ekonomi. Lihat saja, banyak lagu bercerita tentang pengharapan dan kekayaan sorgawi walaupun dalam kenyataannya kita masih menempati dunia yang mamaksa kita untuk tidak melupakan kesejahtraan dan masa depan keluarga.Dari kerumitan ini muncullah berbagai ragam teologi mengenai gaji pendeta. Ada teologi yang secara radikal memberi indikasi bahwa seorang pelayan dituntut tetap setia dalam melayani Tuhan, meskipun tidak diberi gaji. Ada pula teologi yang kelihatannya mulai menyadari akan realita kehidupan yang cukup dinamis sifatnya. Pola pikir seperti ini mulai menggabungkan konsep pelayanan dan perjanjian berkat Allah. Nampaknya segala kebutuhan jasmani tidak lagi dihadapi dengan iman saja tetapi mulai diukur dengan uang. Orang yang terlibat dalam pelayanan hari ini pun rupanya mulai memikirkan sumber penghasilan yang akan mereka terima setelah berhenti melayani, alias pensiun. Pasalnya banyak fakta membuktikan bahwa realita kehidupan hamba Tuhan tidak seperti nasib seorang pegawai negeri yang juga melayani Tuhan dalam bidang pelayanan sekular.Sadar atau tidak, inilah perkara jasmani yang hingga saat ini masih kurang diaplikasikan ke dalam beberapa pengajaran teologi kita. Padahal Tuhan Yesus sendiri berkata, Seorang pekerja layak mendapat upah (Matius 10:10; Lukas 10:7). Tentu ayat ini sedang membicarakan penghasilan yang pasti diperoleh seorang yang sedang melayani Tuhan. Oleh karena itu, seharusnya ayat ini mengingatkan jemaat Tuhan untuk membangun sebuah teologi Alkitabiah mengenai kesejahteraan hamba Tuhan sehingga kinerja mereka tetap terfokus pada rencana pelayanan untuk membina iman jemaat. Itulah sebabnya seorang hamba Tuhan seharusnya bisa lebih berkualitas untuk menyediakan santapan rohani yang sehat bagi jemaatnya, asalkan orientasi pelayanannya tidak diganggu oleh masalah kebutuhan jasmani yang selama ini diabaikan oleh doktrin kita. Dalam wawancara melalui email, Pdt. Priskila Paksoal, M. Div banyak memberikan komentar mengenai penghasilan hamba Tuhan. Beliau berpendapat bahwa seorang hamba Tuhan harus mampu memberikan pelayanan yang membuat dia layak dibayar, tanpa harus meminta. Dengan kata lain, pelayanan harus menyentuh kebutuhan primer dan mampu menolong jemaat untuk mengenal Sang Pencipta sumber dari segalanya. Ia mempu menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. Jangan merengek untuk dibayar, tetapi buktikan bahwa tanpa hamba Tuhan melayani di sana, sesungguhnya uang tidak akan masuk ke organisasi itu, tuturnya.Jadi sebagai seorang yang dipanggil khusus untuk melayani Tuhan, seharusnya kita mengenal hak kita sebagai seorang anak Tuhan, karena Tuhan tidak pernah lupa akan perjanjian berkat yang Ia sampaikan melalui firman-Nya. Namun benturan kenyataan hidup dan pola pikir yang selama ini membuat kita seolah-olah tidak memiliki hak apapun, telah membangun indikasi dan teologi klasik yang cukup mengganggu pengembangan pelayanan hari ini. (Parel)

(1 Kor 9:13) Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu?

suka ayat yg ini.. kasihan pendeta sibuk merhatiin jiwa tp jiwa-jiwa yg sudah dselamatkan ga maw merhatiin hidupnya..pendeta dkasih PK atau persembahan habis kotbah malah jemaat ngomel2 bilang pendeta cari uang..nah itu yg mslh

Rohaniwankah?Pendetakah?Penatuakah?Segudang namanya... ingat baik-baik :1. Pelayanan itu dilihat dan dialami oleh jemaatnya.2. Berkat khusus untuk mereka yang merelakan diri 100% waktu/kesempatan dalam pelayanan di dalam nama Tuhan Yesus Kristus PASTI TIDAK AKAN KEKURANGAN.3. Segala sesuatu yg dimiliki pelayan dpt dimanfaatkan untuk mengembangkan pelayanan.4. Bila Pos Gereja/tempat pelayanan belum dpt mencukupi kemampuan finansial, cari kesempatan bekerja dengan tangan sendiri.5. Pelayan Tuhan yang asal-asalan PASTI mudah kecewa dan putus asah.6. Jangan berharap berkat turun dari langit, jadikan apa yg kau miliki untuk membawa berkat untuk lingkungan.7. Melayani dengan hati bukan dengan tuntutan finansial.8. Di mana ada pelayanan sejati, gembala sejati PASTI kebutuhan materi tercukupi.9. jemaat yang mampu materi tetapi tidak rela mencukupi kebutuhan pelayanan PASTI akan setengah mati.

kita-kita yang jadi jemaat saja DIBERKATI, apalagi para PENDETA/GEMBALA. Tuhan Punya banyak cara untuk menghidupi anak-anakNYA.Tuhan Yesus Memberkati Kita semua

6:25 "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?