aiha

16
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN PENDAHULUAN Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit (Bakta, 2006). Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini merupkan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006) Tapi sebenarnya kedua defenisi dari beberapa referensi diatas sama yakni karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri dan akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada 1

Upload: tanaya

Post on 31-Oct-2014

168 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

anemia hemolitik

TRANSCRIPT

Page 1: AIHA

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN

PENDAHULUAN

Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia

ialah suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi

terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit

(Bakta, 2006). Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik

autoimun ini merupkan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp sel-sel

eritrosit sehingga umur eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006)

Tapi sebenarnya kedua defenisi dari beberapa referensi diatas sama yakni

karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri dan akhirnya

menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh

darah sebelum waktunya.

Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian

besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh mengalami

gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya

sebagai bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan

kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun.

1

Page 2: AIHA

PEMBAHASAN

Etiologi dan klasifikasi

Etiologi pasti dari penyakit hemolitik autoimun memang belum jelas

kemungkinan terjadi kerena gangguan central tolerance dan gangguan pada

proses pembatasan limfosit autoreaktif residual. Terkadang system kekebalan

tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena

keliru mengenalinya sebagain bahan asing (reaksi autoimun).

Adapun klasifikasi anemia hemolitik autoimun berdasarkan sifat reaksi

antibodi, AHA dibagi 2 golongan sebagai berikut: Anemia Hemolitik Autoimun

Hangat atau warm AHA (yang sering terjadi) dan Anemia Hemolitik Dingin atau

cold AHA.

Anemia Hemolitik Autoimun Hangat (warm AHA) yakni suatu keadaan

dimana tubuh membentuk autoantibody yang bereaksi terhadap sel darah merah

pada suhu tubuh. Autoantibody melapisi sel darah merah, yang kemudian

dikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa

atau kadang dalam hati dan sumsum tulang. Dan suhu badan pasien pada anemia

hemolitik aotuimun hangat ini >37 C.⁰

Anemia Hemolitik Autoimun Dingin (cold AHA) yakni suatu keadaan

dimana tubuh membentuk aotoantibodi yang beraksi terhadap sel darah merah

dalm suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin. Dan suhu tubuh pasien pda

anemia hemolitik aotuimun dingin ini < 37 C.⁰

2

Page 3: AIHA

Patogenesis

Anemia hemolitik autoimun ini terjadi akibat desrtuksi eritrosit yang

melalui proses hemolisis ekstravaskuler dan intravakuler. Pada AHA Tipe hangat

melibatkan proses hemolisis ekstravaskuler, dan pada AHA tipe dingin

melibatkan proses hemolisis intravaskuler.

Pada AHA tipe hangat eritrosit yang diselimuti IgG atau komplemen

difagositif oleh makrofak dalam lien dan hati sehingga terjadi hemolisis

ekstravaskuler. Adapun hemolisis ekstravaskuler terjadi pada sel makrofag dari

system retikuloendothelial (RES) terutama pada lien, hepar dan sumsum tulang

karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis ini terjadi karena

kerusakan membran (akibat reaksi antigen antibody). Eritrosit yang pecah akan

menghasilkan globulin yang akan di kembalikan ke protein pool, serta besi yang

di kembalikan ke makrofag (cadangan besi) selanjutnya akan di pakai kembali,

sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam

darah berikatan dengan albumin menjadi bilirubin indirek, mengalami konjugasi

dalam hati menjadi bilirubin direk kemudian dibuang melaluai empedu sehingga

meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan urobilinogen dalam urin.

Sebagian hemoglobin akan lepas ke plasma dan diikat oleh haptoglobin

sehingga kadar haptoglobin juga menurun, tetapi tidak serendah pada hemoloisis

intravaskuler.

Pada AHA tipe dingin autoantibody IgM mengikat antigen membran

eritrosit dan membawa C1q ketika melewati bagian yang dingin, kemudian

terbentuk kompleks penyerang membran, yaitu suatu kompleks komplemen yang

teriri dari atas C56789. Kompleks penyerang ini menimbulkan kerusakan

membran eritrosit, apabila terjadi kerusakan membran yang hebat akan terjadi

hemolisis intravaskuler jika kerusakan minimal terjadi pagositosis oleh makrofag

dalam RES sehingga terjadi hemolisis ekstravaskuler. Adapun hemolisis

intravaskuler yakni pemecahan eritrisit intravaskuler yang menyebabkan lepasnya

hemoglobin bebas kedalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh

3

Page 4: AIHA

haptoglobin (suatu globin alfa) sehingga kadar haptoglobin plasma akan menurun.

Kompleks hemoglobin-haptoglobin akan dibersihkan oleh hati dan RES dalam

beberapa menit. Apabila kapasitas haptoglobin dilampaui maka akan terjadilah

hemoglobin bebas dalam plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia.

Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi menjadi methemoglobin sehingga

terjadi methemoglobinnemia. Heme juga diikat oleh hemopeksin (suatu

glikoprotein beta-1) kemudian ditangkap oleh sel hepatosit. Hemoglobin bebas

akan keluar melalui urin sehingga terjadi hemoglobinuria. Sebagian hemoglobin

dalam tubulus ginjal akan diserap oleh sel epitel kemudian besi disimpan dalam

bentuk hemosiderin, jika epitel mengalami deskuamasi maka hemosiderin

dibuang melalui urine (hemosiderinuria), yang merupakan tanda hemolisis

intravaskuler kronik.

Gejala atau manifestasi klinik

Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat:

Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan ada

yang disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut

atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa dijumpai

splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin berwarna gelap

karena terjadi hemoglobinuri.

Pada AHA paling tebanyak terjadi yakni idiopatik splenomegali tarjadi

pada 50-60%, iketrik terjadi pada 40%, hepatomegali 30% pasien san

limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran

organ dan limfonodi.

Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin:

Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis

berjalan kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering juga

terjadi akrosinosis dan splenomegali. Pada cuaca dingin akan menimbulkan

4

Page 5: AIHA

meningkatnya penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa

menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.

Pemeriksaan

a) AHA Tipe panas

Pada AHA tipe panas ini dijumpai kelainan laboratarium sebagai berikut:

1. Darah tepi

Anemia ini juga dijumpai kelianan diantaranya, pada darh tepi terdapat

mikrosferosit, pliikromasia, normoblast dalam darh tepi. Morfologi

anemia ini pada umumnya ialah normokoromik normositer dan juga di

dapat terjadinya peningkatan retikulosit.

2. Bilurubin serum meningkat 2-4 mg/dl, dengan bilurubin indierk lebih

tinggi dari bilurubin direk.

3. Tes Coombs direk (DAT) positif.

gambar: apusan darah tepi penderita AHA: Menunjukan eritrosit normokromik

normositer, mikrosferosit, fragmentosit dan sebuah normoblast (panah)

5

Page 6: AIHA

4. Hemoglobin dibawah 7gr/dl.

5. Yang paling menonjol pada pemeriksaan darah tepi pada tipe hangat

ini yakni ditemukan sferositosis yang menonjol dalam darh tepi.

gambar: menuujukan sedian apus darah tepi pada anemia hemolitik

autoimun tipe hangat, terdapat banyak mikrosferosit dan sel

polikromatik yang lebih besar (retikulosit).

b) AHA Tipe dingin

Tes aglutitinasi dingin dijumpai titer tinggi dan tes Coombs direk positif.

Dan juga tes darah tepi yakni menghitung jumlah lekosit yang kadang

sampai >50 rb/mmk yang biasanya dijumpai pada yang akut, sealin itu

juga jmenghitung jumlah trombosit meningkat.

6

Page 7: AIHA

gambar: sedian apus darah pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin.

Aglutinasi eritrosit yang jelas terdapat pada sediaan apus darah

yang dibuat pada suhu ruangan. Latar belakangnya disebabkan

oleh kosentrasi protein plasma yang meningkat.

Diagnosis

Diagnosis :

Pada AIHA ini diagnosis dapat ditegakkan jika ada tanda-tanda yang

mendukung diantaranya adanya gejala klinik, anemia normokrom normositer,

hemolisis ekstravaskuler, kompensasi sumsum tulang dan tes antiglobulin positif

direk (Coombs) positif. Selain itu diagnosis dapat ditegakkan karena adanya

antibody atau komplemen pada eritrosit yang ada dalam sirkulasi, dan adanya

penghancuran eritrosit yang meningkat. Apabila gambaran klinik mengarah pada

AIHA panas, tetapi tes Coombs negatif maka terapi ex javantivus dengan obat

imunosupresif dapat dipertimbangkan.

7

Page 8: AIHA

Diagnosis banding :

a. Penyakit imunologik seperti Systemic Lupus Erythematosus

(SLE): tes sel LE, tes ANA (Antinuclear Antibody).

b. Sepertiga penderita anemia jenis ini menderita sustu penyakit

tertentu (misalnya limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat,

terutama lupus eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat

tertentu, teritama metildopa.

Terapi

Anemia hemolitik autoimun tipe hangat:

Setelah diagnosis di tegakkan ada beberapa cara untuk mengobati penyakit

ini, jika penyebab penyakit di ketahui yang pertama harus dilakukan adalah

menyingkirkan penyebab yang mendasari contohnya SLE. Pemakaian obat seperti

methyldopa dan fludarabin harus dihentikan. Apabila penyebabnya belum

diketahui, maka pengobatan pilihan selanjutnya adalah dengan pemberian

kortikosteroid terutama prednisolon awalnya secara intravena selanjutnya secara

oral dengan dosis 60-100 mg/hr. Dosis ini sebagai dosis awal untuk orang dewasa

dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika dijumpai ada kelainan

Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb stabil. Steroid ini

mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan sitesis antibody. Selain

prednisolon dapat juga diberikan metilprednisolon pemberian dosis disesuaikan.

Pasien yang tidak berespon setelah pemberian prednisone atau gagal

mempertahankan kadar Hb dalam waktu 2-3 minggu, maka pengangkatan limfa

(splenoktomi) dapat di pertimbangkan. Splenoktomi ini bertujuan agar limfa

berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibody.

Pengangkatan limfa diketahui berhasil mengendalikan pada sekitar 50% penderita.

Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan system kekebalan. Obat

8

Page 9: AIHA

imunosupresif lain dapat digunakan diantaranya: Azatioprin 50-200 mg/hari,

siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2), klorambusil, dan siklosporin. Terapi

lain yakni pemberian danazol 600-800 mg/hari, biasanya danazol dipakai

bersama0sama steroid. Jika ditemui anemia berat yang mengancam fungsi jantung

dapat dilakukan tranfusi.

Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita karena bank

darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap

antibody. Transfusinya sendiri dapat merangsang pembentukan lebih banyak lagi

antibody. Maka, darah yang ditranfusi harus tidak mengandung antigen yang

sesuai dengan penderita. Kemudian pada keadaan gawat dapat diberikan

immunoglobulin dosis tinggi. Transfusi biasanya dilakukan apabila Hb < 7 g/dl.

Anemia hemolitik autoimun tipe dingin:

Dan terapi pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin yakni dengan

menghindari udar dingin , mengobati penyakit dasar, kadang-kadang diperlukan

splenektomi. Bisa juga gdengan memberi kortikosteroid tetapi kortikosteroid ini

tidak efektif. Pemberian khlorambusil dapat memberikan hasil pada beberapa

kasus.

Dan juga bisa diberikan prednisone dan splenektomi tetapi pemberian obat

ini tidak efektif atau tidak banyak membantu penyembuhan pada penyakit ini.

Dan bisa juga dengan pemberian klorambusil 2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk

mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis, namun

secara praktik hal ini sukar dilakukan.

9

Page 10: AIHA

KESIMPULAN

Anemia hemolitik autoimun ialah penyakit yang tibul karena terbentuknya

anutoantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi

(hemolisis) eritrosit. Tetapi sebagian besar juga ada yang tidak diketahui

penyebabnya (idiopatik). Dan terkadang system kekebalan tubuh mengalami

gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya

sebagai bahan asing (reaksi autoimun).

Anemia hemolitik autoimun mempunyai dua tipe/klasifikasi yakni AHA

tipe dingin dan AHA tipe hangat. Yang mana hangat suhu tubuh diatas/ >37 C.⁰

begitu juga dengan HA tipe ingin suhu <37⁰C. Pada AHA tipe hangat

menunjukan IgG atau kombinasi IgG dan komlemen dan juga melibatkan

hemolisis ekstravaskuler. Dan pada tipe dingin menunjukan IgM dan juga

melibatkan hemolisis intravaskuler.

Penanganan atau penataklasanaan tergantung pada penegakan diagnosis,

tergantung dari tipe Anemia Hemolitik Autoimun tersebut dan juga seberapa berat

penyakit tersebut begitu juga dengan pemberian obat/terapi. Dan prognosis

penyakit ini tergantung kecepatan pasien membawa dirinya untuk berobat ke

Rumah Sakit dan kondisi saat pasien dibawa ke Rumah Sakit. Cepat, tepat, dan

benar seorang dokter dalam menangani pasien, terutama pasien yang sudah berat,

ini juga menjadi prioritas penting dalam menentukan prognsis pada penyakit

anemia hemolitik autoimun ini.

DAFTAR PUSTAKA

10

Page 11: AIHA

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S (editor)., 2006.

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Made IB., 2006. Hematologi Klinik Dasar. Jakrta: Buku kedoketran EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI., 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:

Fk UI.

Barbara J. Bain, F. R. A. CP., F. R. C. Path., “Diagnosis from the Blood Simer”.

http://www.NEJM.com. Html. Volume 353:498-507. Augustus 4, 2005.

11