agen pemijahan baru, ovopel
DESCRIPTION
Ovopel adalah salah satu agen pemijahan baru pengganti hipifisa dan ovaprim yang mana menghasilkan penetasan telur 100%TRANSCRIPT
Evaluasi Agen Pemijahan Baru, Ovopel dengan Pemijahan
Buatan Ikan Mas India
Abstrak
Perkembangbiakan ikan tidak lagi menjadi teknik yang sulit di India. Beberapa
hormon yang digunakan untuk pemijahan buatan ikan pada skala komersial menggunakan
hatchery jenis Cina banyak terdapat pada sektor swasta. Agen pemijahan baru, Ovopel dapat
disimpulkan untuk pemijahan Mas India di Assam, India. Hal yang diamati dalam makalah
tersebut yakni kesuksesan hasil uji coba dengan Ovopel. Studi ini menunjukkan
keefektivitasan agen pemijahan baru, Ovopel dalam menginduksi pemijahan secara sempurna
pada sebagian spesies yang telah diuji sejauh ini.
Dosis dari 1 sampai 1,5 Ovopel pellet/kg indukan ikan yang ditemukan cukup untuk
mencapai pemijahan sempurna 100%. Penginduksian Ovopel 100% memijah sempurna pada
sebagian besar spesies ikan mas diuji dibawah studi dengan waktu respon bervariasi antara 4
jam 5 menit sampai 9 jam.
Pendahuluan
Benih ikan adalah input yang kritis dan mendasar untuk kesuksesan operasi budidaya
ikan sampai tahun 60-an, sebagian besar benih yang diperlukan untuk budidaya telah
dikumpulkan dari berbagai sungai di India. Tingkah laku pemijahan ikan mas di India
dipercepat dengan faktor lingkungan selama musim hujan (Juni-Juli sebagai periode puncak).
Namun, pada genangan air mereka menghasilkan telur tetapi tidak memijah dan masalah ini
tetap belum terpecahkan (Sinha et al. 1974). Dengan kondisi tersebut, gonad mengalami
pertumbuhan dan perkembangan normal, tetapi peristiwa akhir pematangan oosit dan ovulasi,
dan spermiasi tidak terjadi (Donaldson dan Hunter 1983).
Sebuah terobosan telah dicapai pada tahun 50-an pemijahan buatan melalui hipofisasi,
memberikan dorongan untuk memproduksi massal bibit berkualitas dalam lingkungan
terkontrol sehingga mengurangi ketergantungan pada pengumpulan benih alami. Di India
pemijahan buatan yang pertama kali sukses pada ikan mas dilaporkan pada 1957 (Choudhuri
dan Alikhuni 1957).
Teknik hipofisa dilakukan sejak 1957 memiliki masalah yang melekat yang mana
menjadi kendala dalam kondisi adopsi benih yang lebih besar; masalah utamanya adalah : 1.
Potensi kelenjar pituitari yang bervariasi sebagai hasil dari kesuksesan pemijahan liar, 2.
Kesulitan dalam mengumpulkan and menyimpan kelenjar, 3. Tidak tersedianya kuantitas dan
kualitas kelenjar pada saat dibutuhkan, 4. Proses yang tidak praktis dari persiapan ekstrak dan
5. Perlunya pemberian dua kali ekstrak kepada ikan betina. Akibat kendala ini, dilaporkan
bahwa hanya sekitar 15% dari unit pembenihan ikan mas di negeri ini menggunakan
hipofisasi pada pemijahan ikan mas (Dehadrai 1984). Meskipun pituitari masih menjadi agen
utama pemijahan dari beberapa jenis ikan, penelitian masih terus berlangsung untuk
menemukan pengganti yang efektif. Dalam hal ini kemajuan telah dicapai dalam penggunaan
pelepasan hormon dalam kombinasi dengan anti-dopamin. Sebuah perkembangan pada
teknologi pemijahan buatan dalam pelepasan gonadotropin endogen dari pituitari ikan dengan
menggunakan sinstesis analog dari GnRH (Anon 1977). Sejumlah studi dari beberapa jenis
pemijahan ikan yang dibudidayakan di China dengan LH-RH analog menyebabkan
pengembangan dari “Metode Linpe” (Peter et al. 1988) dimana hormon yang dilepaskan
dikombinasikan dengan anti-dopamin agar pemijahan sukses. Untuk memfasilitasi aktivitas
pelepasan gonadotropin, GnRH yang dikombinasikan dengan anti-dopamin reseptor (Chang
dan Peter 1983). Metode ini dapat diterima diseluruh dunia (Horvath et al. 1986). Terobosan
utama dalam pemijahan ikan ini bersamaan dengan temuan bahwa dopamine bertindak
sebagai faktor penghambat sintesis gonadotropin (Peter et al. 1986). Terobosan ini
menyebabkan pengembangan ovaprim sebagai agen pemijahan. Pemijahan pertama yang
berhasil dengan satudosis ovaprim dilaporkan pada beberapa jenis spesies ikan di India
(Nandeesha et al. 1990; Das et al. 1994). Disamping metode hipofisasi sudah lama (injeksi
dari ekstrak pituitary), banyak produsen benih saat ini lebih memilih ovaprim sebagai
formulasi yang siap dan handal. Baru-baru ini, agen pemijahan lainnya Ovatide telah
dikenalkan oleh perusahaan India (Hemmo pharma) yang telah sukses diujikan oleh CIFE
(ICAR), Mumbai (Thakur dan Reddy 1998) di beberapa tempat. Beberapa tahun terakhir
penggunaan beranekaragam formulasi sintesis, termasuk ovaprim, secara besar menggantikan
penggunaan pituitari, menggunakan teknologi pemijahan buatan lebih ramah lingkungan.
Peningkatan hal ini termasuk penggunaan dari satu dosis ovaprim berlawanan dengan dua
dosis ekstrak pituitari menurunkan stress dari indukan ikan begitu pula biaya. Khan et al.
(1993), dimaksudkan bahwa ovaprim-c lebih unggul dibandingkan dengan hormon pituitari
pada kombinasi dengan HCG. Pada awal percobaan, Dwivedi et al (1985), melaporkan
bahwa HCG dengan hormon pituitari lebih efektif pada pemijahan ikan grass carp
Hypophthalmichthys molitrix.
Di India, Manickam dan Joy (1989) melaporkan penyuntikan serentak antara
pimozide (anti-dopamin) dan LHRHa, des-Gly10[D-Ala6]-LHRH ethylamida, menyebabkan
rasio ovulasi yang tinggi (85,7%), sedangkan injeksi baik primozide atau LHRHa sendiri atau
media pengangkutan tidak pada lele asia, Clarias batrachus. Kaul dan Rishi (1986)
melaporkan pemijahan sukses dari Cirrihinus mrigala (Ham.) dengan LH-RH analog [des-
Gly10-(D-Ala6)LH-RH ethylamide] pada 10 mikrogram/kg berat bobot. Walaupun percobaan
mereka dengan pimozide pada 10 mg/kg berat bobot menghasilkan 100% ovulasi, pemijahan
yang sukses hanya 16,6%.
Agen pemijahan baru diujikan pada studi saat ini yaitu ovopel. Pengembangan ovopel
oleh Universitas Godollo, Hungaria yang disiapkan mengandung GnRH analog mamalia, D-
Ala6, Pro9Net-mGnRh, dan anti-dopamin reseptor yang larut dalam air, metoclopramide.
Konsentrasi dari D-Ala6, Pro9 Net-mGnRh dan metoclopramide dalam bentuk 18 – 20 micro
gm/pellet dan 8 – 10 mg/pellet, secara berurut. hormon itu tersedia dalam bentuk pelet. Setiap
pelet mengandung superaktif hormon GnRH analog dengan efek yang sama dimana setiap 3
mg normal aseton kering dihidrasi kelenjar hipofisis yang dimiliki ikan mas. Penyebaran
penyuntikan ikan ditunjukan lebih efektif jika hormon diberikan dalam dua dosis, dosis
pertama dan dosis terakhir, seperti dilansir Szabo (1996). Untuk ciprinid, hasil yang sukses
dilaporkan ketika 2 – 2,5 pellet/kg diberikan kepada indukan betina.
Horvath et al (1997), mencatat bahwa induksi GnRH pada ovulasi ikan telah
digunakan beberapa dekade. GnRh analog mengandung preparat (ovopel) telah diuji pada
empat spesies cyprinids, common, grass, silver dan tench dan dibandingkan dengan efek dari
ovopel pada perlakuan pituitari kaitannya dengan rasio betina ovulasi ke non ovulasi. Pada
kasus biasa, grass carp dan silver carp dosis yang tepat adalah dengan dosis pertama pituitari
atau ovopel. Tench menerima hanya satu dosis ovopel atau pituitari. Pada kasus biasa, silver
dan grass carp, perlakuan ovopel menghasilkan rasio yang tinggi pada respon betina. Induksi
Ovopel menghasilkan rasio ovulasi tinggi pada tench. Percobaan awal dilakukan pada 1999
dengan ovopel memberikan hasil yang baik pada pemijahan semi alami ikan Mas India di
Assam, India (Das 2000a).
Metode dan Material
Jumlah ovopel yang dibutuhkan dihitung dari berat awal dan kondisi indukan ikan.
Pelet dibuat bentuk bubuk dalam mortar dan dilarutkan dengan air suling untuk
mempersiapkan penginjeksian. Karena, pemberian hormon di intramuskular untuk indukan
mas merupakan metode yang dapat diterima dengan baik dan telah dipraktekan oleh
kebanyakan pembudidaya di negara ini, solusi ovopel yang diinjeksi menggunakan metode
yang sama. Penyuntikan pertama diberikan kepada kedua indukan baik betina dan jantan
pada satu waktu. Dalam kasus ovaprim, mengikuti metode yang sama. Namun dalam kasus
hipofisis, dua penyuntikan diberikan kepada induk betina dengan menggunakan dosis
suntikan. Uji coba dilakukan pada tahun 1999 dan 2000. Sebagai perbandingan, dua agen
pemijahan lainnya kelenjar hipofisis dan ovaprim juga digunakan dengan mengikuti metode
standar seperti yang dijelaskan masing-masing oleh Choudhury dan Alikunhi, (1957) dan
Nandeesha dkk, (1990). Secara khusus mengenai indukan, dosis hormon, produksi telur,
pembuahan dan tingkat penetasan dikumpulkan di tempat menggunakan metode standar.
Percobaan dilakukan pada hatchery ikan Mas Cina, yang dipilih secara acak di distrik
Nagaon, Kamrup dan Sonitpur Assam. Respon pemijahan tergolong sempurna, sebagian atau
tidak memijah didasarkan pada volume dan residu telur yang dilepaskan pada pengurutan
perut. Rasio fertilisasi dihitung dengan mengecek minimum dari tiga sampel dari setiap
percobaan pemijahan
Hasil
Awalnya, uji coba awal dilakukan dengan hormon baru ovopel pada beberapa spesies
ikan mas tahun 1999. Rincian diberikan dalam tabel 1. Ini jelas dari penelitian bahwa hormon
baru, ovopel efektif pada dosis 1 sampai 2 pelet/kg berat badan untuk Mas India dan lele.
Didukung dengan percobaan awal, selebihnya uji coba dengan ovopel dilakukan selama
tahun 2000 untuk standarisasi dosis hormon baru bagi semua pengolahan ikan mas di Assam.
Tabel 2. memberikan rincian dari hasil eksperimen. Ini terbukti dari percobaan bahwa dosis 1
sampai 1,5 kg • ovopel pelet ikan induk cukup untuk mencapai pemijahan 100%.
Tabel 2 merangkum hasil uji coba percobaan induced breeding diinduksi dengan agen
pemijahan baru, ovopel. Melalui ANOVA tidak ada perbedaan yang signifikan pada jumlah
penempelan telur • Berat badan kg (F = 0,190) dan persentase penetasan dari berbagai jenis
(F = 1,46).
Tabel 3 merangkum hasil dari respon spawning ikan mas terhadap hormon yang
berbeda.
Tiga spesies ikan mas diambil dari percobaan pemijahan. Kesemua tiga spesies catla,
silver carp dan grass carp merespon induksi ovopel. Pada percobaan ikan ovopel, 100%
pemijahan sempurna tercapai. Sedangkan untuk uji coba yang dilakukan dengan dua hormone
lainnya, pituitari dan ovaprim, respon pemijahan bervariasi. Melaui ANOVA (F-Test)
ditemukan variasi yang signifikan (F = 16,94**) antara respon pemijahan dari beberapa ikan
mas dengan hormon yang berbeda. Namun, tidak ada variasi yang signifikan (F = 1,71)yang
didapat antara telur yang dikeluarkan dan berat bobot ikan dan antara persentase penetasan
dan hormone yang digunakan (F=2,808). Hasilnya mengindikasi keunggulan hormon baru,
ovopel dibandingkan pituitari dan ovaprim
Pembahasan
Hormone ovopel pada studi ini telah sukses di uji dengan satu dosis untuk semua ikan
mas India dan dua ikan mas Cina. Pemijahan yang sukses melalui satu dosis ovaprim juga
telah dilaporkan pada beberapa jenis spesies ikan di India (Nandeesha et al 1990; Das et al
1994). Hormon ovopel telah sukses diuji untuk ovulasi beberapa jenis cyprinids, Common
carp, Silver carp dan Tench di Eropa (Horvath et al. 1997). Studi lainnya oleh Brzuska dan
Grztwaczewski (1999) menunjukan kemungkinan penggunaan hormon ini lagi setelah
beberapa hari jika stimulasi pertama gagal, sementara tindakan itu sangat tidak mungkin
terjadi pada kasus hipofisasi (Szabo 1996). Ovulasi juga dilaporkan pada Lele Afrika
(Brzuska 1998). Di Assam percobaan awal percobaan awal dilakukan pada Labeo rohita,
Cirrihinus mrigala, Labeo gonius dan Clarias batrachus memberikan dorongan hasil yang
ditunjukan di tabel 1. Hal ini mengindikasi kemungkinan penggunaan hormon baru ini untuk
produksi massal benih ikan jika tersedia pada petani lokal dengan harga bersaing. Agen
induksi baru ovopel sangat mudah dipasarkan, mudah digunakan, dan murah sama halnya
yang dilaporkan Szabo (1996). Percobaan yang dilakukan pada tahun 2000, mengungkapkan
bahwa dosis 1 sampai 1,5 ovopel pelet/kg berat bobot induk cukup untuk mencapai 100%
pemijahan sempurna.
Dengan ANOVA, tidak ada perbedaan signifikan yang didapat pada telur yang
dikeluarkan/kg berat bobot (F=0,190) dan persentase penetasan dari beberapa spesies
(F=1,46). Jumlah telur yang keluar dan pembuahan dan rasio penetasan juga tidak
memberikan perbedaan signifikan antara dua kelompok dari induksi ovulasi ikan bighead
dengan LHRH-a + DOM dan HCG + LHRH-a (Fermin 1991). Pada studi saat ini, ditemukan
induksi ovopel menghasilkan pemijahan 100% sempurna pada sebagian besar ikan mas
dengan waktu respon bervariasi antara 4 jam 50 menit sampai 9 jam. Brzuska dan
Grzywaczewski (1999) dilaporkan memiliki persentase pemijahan yang lebih tinggi pada
common carp yang dicobakan dengan ovopel. Mereka juga menemukan periode ovulasi dari
7,5 sampai 10 jam pada common carp yang diinjeksi dengan ovopel. Kesemua persentase
penetasan bervariasi dari 65 – 80 % pada kasus ikan mas yang diinjeksi dengan ovopel
(Gamb. 1). Persentase penetesan terendah mungkin disebabkan beberapa faktor, seperti
kondisi indukan yang dipilih untuk pemijahan merupakan faktor penting karena tidak ada
hormon atau hatchery yang bisa menyebabkan ikan memijah kecuali dengan kondisi induk
yang baik (Das 2000). Namun, keseluruhan persentase penetasan ovopel pada ikan yang
dicobakan secara seragam baik ketika dibandingkan dengan dua hormon lainnya. (Gamb. 2.).
Walaupun, analog dikombinasikan dengan anti-dopamin dapat digunakan, tetapi terdapat
masalah yang ditemukan pada pengenalan teknik di tingkat pembudidaya. Penggunaan
analog pada hitungan menit secara hati-hati dan penuh perhitungan saat persiapan, sedangkan
anti-dopamin seperti pimodize atau domperidone tidak larut dalam air dan karenanya
suspensinya haruslah hati-hati saat diinjeksi untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Pengenalan ovaprim siap pakai merupakan solusi dalam masalah ini. Persentase keberhasilan
pemijahan, telur yang didapat/kg, pembuahan dan persentase penetasan tetap konsisten tinggi
dengan ovopel dan perlakuan ovaprim dibandingkan dengan pituitari dalam percobaan. Salah
satu alasan untuk perbedaan ini adalah kualitas yang buruk dari kelenjar pituitari yang
digunakan dibeberapa tempat budidaya. Disamping asek ini, perbedaan dalam aksi antara
pituitari dan dua hormon lainnya juga ditunjukan dengan responsibel dibandingkan dengan
hasil ovopel dan ovaprim. Hormon ovopel dan ovaprim diketahui bertindak pada level yang
dapat menyebabkan sekresi endogenus gonadotropin, sedangkan pada kasus teknik hipofisasi,
eksogenus gonadotropin diintroduksi ke tubuh (Habibi et al.1989).
Gonadotropin endogen tampaknya secara signifikan meningkatkan sekresi steroid dalam
jumlah yang berlimpah memungkinkan kematangan sempurna dari ova untuk pemijahan.
Sama halnya, hormon baru pada studi, ovopel juga diharapkan menyelesaikan banyak
masalah. Secara umum, respon ikan terhadap ovopel ditemukan baik, mengingat kesuksesan
persentase pemijahan, jumlah telur yang dilepaskan, persentase pembuahan dan penetasan.
Hampir tiga dekade upaya penelitian ini telah menyebabkan adopsi beberapa agen
perangsang alternatif untuk breeding ikan mas. Dalam beberapa tahun terakhir hormon
ovaprim telah menyelesaikan banyak masalah yang dihadapi pada produksi benih ikan mas.
Tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga menolong dalam menurunkan kematangan post-
spawning ke minimum, karena penanganan induk ikan hanya sekali (Nandeesha et al 1990).
Namun, penelitian jangka panjang diperlukan untuk memastikan efek hormon sintesis vis-
avis dalam efisiensi pemijahan dari induk ikan yang sama. Selain itu, ujicoba diperlukan
untuk menilai performa pertumbuhan dari produk pemijahan dengan agen perangsang baru
ini. Percobaan ini dilakukan dengan ovopel dibawah studi ini menunjukan tidak ada efek
yang merugikan pada indukan ikan atau pemijahan. Pada observasi awal pada kualitas
pertumbuhan daripada produksi telur ikan mas dengan ovaprim diindikasi tidak merugikan
(Nandeesha et al 1990). Jika Ovopel dibuat dengan harga bersaing, hormon baru ini
kemungkinan memecahkan banyak masalah yang dihadapi oleh para produsen benih karena
aksinya mirip dengan ovaprim. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi
performa pertumbuhan produk pemijahan dengan ovopel.
Sambutan
Penulis sangat berterimakasi kepada Prof. L. Horvath dari Universitas Godollo, Ilmu
Pertanian, Insitut Peternakan, Labroratorium Bioteknologi, 2103 Godollo, Pater K. Str.1.,
Hungaria dalam penyediaan hormon, Ovopel; literatur yang relevan dan kritik dapat diterima
melalui naskah.