advance seismic processing

16
 ADVANCE SEISMIC PROCESSING TUGAS MATA KULIAH PENGOLAHAN DATA SEISMIK LANJUT DEWI TIRTASARI 1306421954 PROGRAM MAGISTER GEOFISIKA RESERVOAR FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2014

Upload: tirtasari-dewi

Post on 14-Oct-2015

169 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Resume tentang Advance Seismic Processing

TRANSCRIPT

  • ADVANCE SEISMIC PROCESSING

    TUGAS MATA KULIAH

    PENGOLAHAN DATA SEISMIK LANJUT

    DEWI TIRTASARI

    1306421954

    PROGRAM MAGISTER GEOFISIKA RESERVOAR

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS INDONESIA

    2014

  • ADVANCE SEISMIC PROCESSING

    Ulasan tentang Pengolahan Data Seismik Lanjutan berikut ini, diantaranya mengenai Atribut

    amplitodo RMS, koherensi, curvature, spectral decomposition, curvature, AVO, inversi, dan

    atribut lamda mu rho. Beberapa atribut dan metode tersebut merupakan cara/metode yang masih

    sering digunakan hingga saat ini. Dengan pengolahan data seismic lanjutan ini, diharapkan dapat

    mempermudah interpretasi struktur geologi, stratigrafi, karakter reservoir, mengetahui sebaran

    litologi, dan masih banyak keuntungan lainnya. Sehingga, memahami Advance Seismic

    Processing ini sangatlah berguna untuk menambah keilmuan geofisika reservoar.

    Atribut Amplitudo RMS

    Atribut ini banyak digunakan di dalam penelitian, untuk mengidentifikasi lingkungan

    pengendapan Channel yang dicirikan dengan penyebaran laisan pasir. Atribut Amplitudo RMS

    merupakan salah satu contoh dari atribut amplitudo Primer. Beberapa atribut amplitudo primer

    lainnya yaitu amplitudo absoulut rata-rata, amplitudo puncak maksimum, amplitudo total,

    amplitudo rata-rata, dan masih banyak lagi. Amplitudo adalah sinyal seismik untuk mendapatkan

    informasi tentang reservoar. Asumsi yang digunakan adalah Brightspot pada seismic section

    akan meningkat saat sa$turasi hidrokarbon meningkat, porositas meningkat, serta pay thickness

    menebal.

    Hasil analisa atribut RMS yang dilakukan pada penelitian di Formasi Batu Raja, dapat

    menunjukkan keberadaan reservoir reef built up, yang ditandai dengan nilai amplitudo RMS

    rendah. Selain itu, analisa atribut RMS pada Formasi Talang Akar, telah dapat menunjukkan

    keberadaan reservoar berupa channel, yang ditandai dengan nilai amplitudo RMS yang tinggi.

    Berikut ini adalah persamaan matematis yang digunakan atribut amplitudo RMS:

    Selain atribut amplitude primer, ada pula atribut amplitudo jejak kompleks, yang digunakan

    sebagai indikator hidrokarbon secara langsung, serta untuk pembuatan fasies dan ketebalan.

  • Atribut Koherensi

    Koherensi adalah salah satu atribut seismic yang menampilkan kemiripan satu tras

    seismic dengan tras lainnya. Jika tras-tras tersebut memiliki kemiripan, maka dipetakan dengan

    koefisien koherensi tinggi. Sebaliknya, jika tras-tras tersebut menunjukkan ketidakmiripan, maka

    dipetakan dengan koefisien koherensi rendah. Atribut koherensi digunakan untuk memetakan

    partahan, rekahan, ketidakmenerusan stratigrafi secara lateral, channel, delta, reef, dan lain-lain.

    Atribut koherensi diestimasi berdasarkan kros korelasi tras-tras seismic yang selanjutnya

    diterapkan semblance dan algoritma dekomposisi eigen struktur. Atribut ini sering ditampilkan

    bersama dengan atribut lain seperti akustik impedance dan amplitudo.

    Curvature

    Most Positive Curvature dapat menggambarkan antiklin atau blok tinggian dari suatu struktur,

    sedangkan Most Negative Curvature menggambarkan sinklin atau blok bawahan dari suatu

    struktur sesar.

    Terdapat beberapa jenis curvature: Mean curvature, Gaussian curvature, Dip curvature, strike

    curvature, shape-index, most-positive curvature, most-negative curvature.

    1. Mean curvature: rata-rata curvature minimum dan curvature maksimum dan biasanya

    didominasi oleh curvature maksimum.

    2. Gaussian curvature: produk dari minimum curvature dan maksimum curvature.

    3. Dip curvature: curvature yang diekstrak sepanjang arah dip (kemiringan struktur).

    4. Strike curvature: curvature yang diekstrak sepanjang arah strike.

    5. Shape-index: bentuk permukaan lokal, dengan biru menunjukkan mangkuk, lembah

    dengan cyan, saddle dengan hijau, ridge dengan kuning dan dome dengan merah.

    6. Most-positive curvature: curvature dengan nilai positif tertinggi yang akan memperjelas

    struktur antiklin dan domal.

    7. Most-negative curvature: curvature dengan nilai negatif tertinggi yang akan memperjelas

    struktur sinklin dan bowl.

  • Spectral Decomposition (Dekomposisi Spektrum)

    Dalam pemrosesan data interpretasi geofisika, analisis spectrum merupakan hal penting.

    Dasar algoritmanya adalah transformasi seismogram dari domain waktu menjadi domain

    frekuensi. Tetapi, untuk sinyal seismik yang frekuensinya berubah terhadap waktu, perlu

    dilakukan transformasi ke dalam domain time-frekuensi. Suatu metode pemrosesan sinyal

    seismik berbasis analisis spectrum time-frequency domain dikenal dengan Spectral

    Decomposition. Metode ini dapat mendeteksi adanya Direct Hydrocarbon Indicator seperti Low

    Frequency Shadow, memprediksi ketebalan lapisan tipis di bawah tuning thickness, serta

    menggambarkan diskontinuitas geologis.

    Secara terminologi, spectral decomposition adalah proses menguraikan trace yang semula

    mengandung beberapa frekuensi, lalu diubah menjadi trace yang hanya memiliki satu frekuensi

    saja. Tahap dalam melakukan spectral decomposition yang pertama yaitu interpretasi seismik

    dengan picking horizon pada data seismic 3D, kemudian pilih jendela pada zona target. Beberapa

    metode transformasi pada dekomposisi spektral yang sering digunakan adalah STFT (Short Time

    Forier Transform) dan CWT (Continous Wavelet Transform).

    Dengan sebuah asumsi bahwa sinyal dalam suatu window yang kecil adalah stasioner,

    maka transformasi foriernya akan memberikan informasi kandungan frekuensi pada waktu

    tersebut. Pergeseran window waktu akan merepresentasi sinyal dalam kawasan waktu-frekuensi.

    Hal ini dinamakan STFT (Short Time Forier Transform). Sedangkan, CWT (Continous Wavelet

    Transform) dikembangkan sebagai alternative mengatasi masalah resolusi pada metode STFT.

    Terdapat dua perbedaan yang cukup mendasar pada STFT dan CWT, yaitu

    1. Pada CWT tidak diperlukan transformasi forier di windows.

    2. Lebar jendela pada CWT berubah seiring dengan transformasi pada setiap komponen

    spectral.

    CWT memiliki resolusi waktu yang lebih baik pada frekuensi tinggi, akan tetapi resolusi

    frekuensinya kurang baik. Sedangkan pada frekuensi rendah, CWT menghasilkan resolusi

    frekuensi dan waktu yang lebih baik. Pengolahan data seismic dengan spectral decomposition

    metode CWT sangat membantu dalam interpretasi penentuan ketebalan lapisan tipis batubara

    (Kemala, 2011).

  • Pada Spectral Decoposition dapat terjadi Efek Tuning Cube, yaitu saat terjadi perubahan

    pada sumbu Z di data seismic menjadi besaran frekuensi. Hal itu terjadi dengan menggunakan

    Transformasi Forier. Pada seismic cube kita memiliki sumbu Y sebagai inline, sumbu X sebagai

    cross line dan sumbu Z sebagai TWT, selanjutnya dengan dekomposisi spectral kita akan

    memperoleh Tuning Cube dimana sumbu Z merupakan frekuensi sedangkan sumbu Y dan X

    tetap inline dan cross line. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar di bawah ini:

    Pemilihan frekuensi dilakukan berdasarkan perubahan spectrum amplitude. Perubahan spectrum

    amplitude merupakan gambaran geologi pada zona target. Menurut beberapa peneliti, atribut

    dekomposisi spektrum menghasilkan fitur geologi yang lebih baik dibandingkan dengan atribut

    amplitude RMS.

  • AVO (Amplitude Variation with Offset)

    Metode AVO (Amplitude Variation with Offset) adalah suatu metode yang mengamati

    variasi amplitudo gelombang P terhadap kenampakan bright spot atau dim spot pada penampang

    seismic. Ada penguatan amplitude yang berbanding lurus dengan bertambahnya offset. Jarak

    (offset) ini berhubungan langsung dengan sudut datang gelombang seismik (angle of incidence)

    terhadap lapisan pemantul, makin besar offset makin besar pula sudut datangnya. Tetapi,

    anomali AVO dapat terjadi karena adanya perubahan perbandingan Vp dan Vs. ketika

    gelombang mengenai suatu lapisan yang mengandung fluida, maka akan terjadi perubahan

    perbandingan antara Vp dan Vs.

    Prinsip konsep AVO berdasar kepada suatu anomali bertambahnya amplitudo sinyal

    terpantul dengan bertambahnya offset apabila gelombang seismik dipantulkan oleh reservoir gas.

    Offset mempunyai batas maksimum yang tidak boleh dilewati yaitu sudut kritis, karena untuk

    offset lebih besar dari sudut kritis respon amplitudo sinyal terpantul tidak sesuai dengan konsep

    AVO.

    Deteksi hidrokarbon berdasarkan respon AVO lebih efektif untuk reservoir batupasir

    karena perubahan ratio Vp/Vs terhadap perubahan kandungan fluida relatif lebih sensitif

    dibandingkan dengan jenis litologi yang lain seperti batuan karbonat. Inversi AVO adalah

    tahapan penting pada proses ekstraksi atribut AVO, yaitu mengubah data seismik kedalam

    reflektifitasreflektifitas guna memperlihatkan bentuk-bentuk respon amplitudo yang jelas.

    Konversi energi amplitudo dari gelombang datang P tergantung dari besar incident angle

    (sudut datang), dengan bertambahnya sudut datang maka jumlah energy yang dikonversikan juga

    menjadi berubah (Zoeppritz, 1919). Perubahan konversi tersebut dimanifestasikan berupa variasi

    dari amplitudo atau koefisien refleksi terhadap jarak, dengan batas maksimum yang tidak boleh

    dilewati, yaitu jarak (offset) yang bersesuaian dengan sudut kritis.

  • Gambar berikut merupakan pola perubahan koefisien refleksi terhadap jarak untuk tiga

    klasifikasi anomali AVO, sumbu X menunjukkan sudut datang dan sumbu Y adalah besar serta

    polaritas dari koefisien refleksi.

    Klasifikasi perubahan koefisien refleksi menurut Rutherford & Williams (Waters, 1978)

    1. Klasifikasi pertama

    Anomali memiliki koefisien refleksi positif pada sudut datang yang kecil. Dengan pertambahan

    sudut, koefisien refleksi berkurang sampai pada sudut tertentu polaritas dari refleksi berubah dari

    positif menjadi negative.

    2. Klasifikasi kedua

    Anomali memiliki koefisien refleksi yang kecil pada normal incidence (gelombang datang yang

    tegak lurus). Koefisien refleksinya hanya mengalami sedikit pertambahan pada sudut datang

    yang kecil, kemudian meningkat pada sudut datang yang lebih besar. Perubahan amplitudo ini

  • sangat besar terhadap pertambahan jarak (sudut). Perubahan polaritas sangat mungkin terjadi

    pada klasifikasi ini.

    3. Klasifikasi ketiga

    Anomali AVO lebih mudah untuk dianalisa, namun memiliki perubahan amplitude yang kecil

    pada seluruh interval sudut datang. Pada normal incidence koefisien refleksi relatif besar,

    berharga negatif dan meningkat dengan bertambahnya sudut. Tanda negatif pada koefisien

    refleksi menunjukkan bahwa refleksi berasal dari puncak reservoir.

    Persamaan Zeoppritz memungkinkan untuk mendapatkan secara eksak amplitudo gelombang

    bidang dari refleksi gelombang P sebagai fungsi dari sudut, namun demikian persamaan ini

    tidaklah memberikan pengertian yang intuitif mengenai bagaimana amplitudo ini memiliki kaitan

    dengan berbagai parameter fisis. Sehingga visualisasi mengenai variasi parameter tertentu yang

    mempengaruhi kurva koefisien refleksi menjadi sulit. Aproximasi merupakan suatu pendekatan

    yang dibuat untuk membantu memperoleh informasi yang terkandung didalam tingkah laku

    amplitudo. Aki dan Richards (1980), dalam rangka mempermudah penyelesaian dengan

    persamaan Zoeppritz, memodifikasikan persamaan tersebut kedalam bentuk matriks :

  • Keefektifan dari analisis AVO tergantung pada kemampuan dalam memprediksi koefisien

    refleksi berdasarkan persamaan Zoeppritz. Solusi untuk persamaan tersebut menggunakan

    asumsi prakondisi yang terbatas, yaitu hanya berlaku untuk stress dan perpindahan gelombang

    bidang yang kontiyu, pada saat gelombang tersebut mengenai batas permukaan antara dua media

    elastik yang membentuk sudut secara tangensial diukur terhadap garis vertikal (normal

    incidence).

  • Secara umum persamaan Zeoppritz dapat digunakan untuk mempredisksikan perubahan

    amplitudo untuk berbagai kombinasi sifat fisis pada batuan. Namun demikian koefisien refleksi

    yang dihitung dengan menggunakan persamaan Zeoppritz memiliki perbedaan terhadap

    amplitudo yang terukur pada akusisi data seismik, yaitu:

    o Persamaan Zoeppritz mengasumsikan gelombang datang merupakan gelombang bidang,

    sedangkan gelombang seismik sebenarnya berbentuk sperikal (Krail & Brysk, 1983).

    o Persamaan Zeoppritz mengasumsikan refleksi dari reflektor berasal dari permukaan dua

    media sederhana, tidak melibatkan efek interferensi wavelet yang diakibatkan oleh

    pelapisan.

    o Persamaan Zeoppritz mengasumsikan bahwa amplitudo yang dihitung dengan koefisien

    refleksi adalah bebas dari efek transmision loss, attenuasi, divergensi dan pengaruh lain

    yang mengganggu amplitudo.

    Sehingga hasil yang diperoleh dari persamaan Zeoppritz tidak dapat digunakan sebagai solusi

    eksak terhadap respon seismik yang diperoleh dari akusisi data seismic sebenarnya.

  • Metoda ray tracing merupakan suatu metoda untuk menentukan jejak energy yang berasal dari

    sumber (source) menuju bidang pantul (reflektor) dan kembali ke penerima (receiver). Dengan

    menggunakan model bumi berlapis, maka metoda ini dapat memperkirakan bentuk trace seismik

    yang dihasilkan. Secara umum geometri ray tracing pada pemodelan seismik adalah :

    1. Normal incidence ray tracing

    Mensimulasikan penjalaran gelombang dengan sumber dan penerima yang berhimpit, dan

    menghasilkan sintetik seismogram dalam bentuk stack section.

    2. Offset ray tracing

    Mensimulasikan penjalaran gelombang dari suatu titik sumber menuju kebeberapa

    penerima, dan koefisien refleksi dihitung pada saat gelombang mencapai titik interface

    berdasarkan sudut datang terhadap titik sumber tersebut. Geometri offset ray tracing inilah yang

    digunakan dalam pemodelan AVO. Sintetik seismogram yang dihasilkan berdasarkan metoda ray

    tracing untuk AVO adalah berupa model prestack data seismik. Sintetik seismogram ini

    diperoleh dengan cara mengkonvolusikannya terhadap wavelet tertetu.

  • Metode Inversi

    Proses mengekstrak parameter fisis batuan dari data observasi disebut dengan proses

    inversi. Proses inversi adalah proses analisis terhadap data lapangan dengan melakukan curve

    fitting (pencocokan kurva) antara model matematis dengan data lapangan. Inversi bertujuan

    mengestimasi parameter fisis batuan yang belum diketahui. Inversi merupakan proses

    'pembagian' rekaman seismik terhadap wavelet sumber yang diprediksi.

    Metode Inversi Seismik merupakan teknik pembuatan model bawah permukaan dengan

    input data seismic dan menggunakan data sumur sebagai control. Dalam inversi seismic

    diperlukan sebuah model awal. Model awal adalah tambahan data frekuensi rendah untuk

    memberikan jangkauan frekuensi yang lebih lebar dari data seismic yang bandlimited.

    Terdapat beberapa jenis inversi seismic, yaitu inversi Bandlimited, Sparse Spike, dan

    Model Based. Pada umumnya, inversi seismic menggunakan data seismic 3D PSTM.

    Metode seismic inversi dibagi menjadi dua jenis, berdasarkan data seismic yang

    digunakan, yaitu Post Stack Seismic Inversion dan Pre Stack Seismic Inversion. Diasumsikan

    amplitude seismic hanya dihasilkan oleh R(0) sehingga Post Stack Seismic Inversion hanya

    digunakan untuk menampilkan model AI. Sementara Pre Stack Seismic Inversion dapat

    digunakan untuk menghasilkan parameter lain selain AI, seperti EI, lamda-rho, mu-rho, dan

    Vp/Vs.

    Dalam masalah inversi, kita selalu berhubungan dengan parameter model (M) dan jumlah

    data (N) yang mana jumlah dari masing-masing akan menentukan klasifikasi permasalahan

    inversi dan cara penyelesaiannya. Bila jumlah model parameter lebih sedikit dibandingkan data

    lapangan (M < N), maka ini disebut overdetermined, dan cara penyelesaiannya biasanya

    menggunakan pencocokan (best fit ) terhadap data lapangan. Jika dalam kondisi yang lain

    dimana jumlah parameter yang ingin dicari lebih banyak dari pada jumlah datanya, maka ini

    disebut problem underdetermined.

  • Atribut Lamda Mu Rho

    Batuan memiliki resistensi terhadap sebuat strain yang mengakibatkan perubahan bentuk,

    tanpa disertai perubahan volume. Gejala ini dikenal dengan rigiditas atau modulus geser. Setiap

    litologi memiliki derajat rigiditas yang berbeda. Batu karbonat biasanya lebih rigid dibandingkan

    dengan sandstone atau shale. Sedangkan, batu bara biasanya kurang rigid jika dibandingkan

    dengan sandstone atau shale.

    Resistensi batuan terhadap perubahan volume yang disebabkan oleh perubahan tekanan

    dinamakan inkompresibilitas. Inkompresibilitas sensitive terhadap fluida pengisi pori terutama

    gas. Batuan yang terisi gas akan terkompresi jika dibandingkan dengan batuan yang terisi air

    atau minyak. Sifat-sifat tersebut adalah dasar dalam penggunaan atribut lamda mu rho.

    Secara singkat, atribut lamda mu rho dapat dijelaskan sebagai berikut:

    Lamda*Rho ( )

    1. Ketahanan terhadap normal stress yang menyebabkan perubahan volume

    2. Sensitive terhadap perubahan fluida pengisi pori

    3. Membedakan kompresibilitas beberapa litologi batuan seperti gas sand, wet sand, shale,

    karbonat, dan batu bara

    Mu*Rho ( )

    1. Ketahanan terhadap shear yang menyebabkan perubahan bentuk

    2. Sensitive terhadap perubahan litologi dan tidak dipengaruhi oleh jenis fluida

    3. Membedakan rigiditas beberapa litologi batuan seperti karbonat, sand, shale, dan batu

    bara.

  • Daftar Pustaka

    Angga Peryoga. (2011). Skripsi: Karakterisasi Reservoar dengan menggunakan Metode

    Inversi Elastic Impedance Studi Kasus Lapangan Penobscot, Kanada. Depok: UI.

    Debora Elsyna Pormes. (2009). Skripsi: Interpretasi Seismik 3D untuk Evaluasi dan

    Penentuan Prospek Hidrokarbon Daerah X, Jawa Barat Utara. Depok: UI.

    Didik Ardiyanto. (2009). Tesis: Analisis Waktu-Frekuensi Seismik Berbasis Transformasi

    Wavelet: Deteksi Reservoar Hidrokarbon. Jakarta: UI.

    Gerry Rolando H. (2009). Skripsi: Integrasi Inversi Seismik Dengan Atribut Amplitudo

    Seismik untuk Memetakan Distribusi Reservoar pada Lapangan Blackfoot. Depok: UI.

    Supriyanto. (2007). Diktat Perkuliahan, Analisis Data Geofisika: Memahami Teori

    Inversi. Depok.