tugas biokimia advance 2

27
TUGAS BIOKIMIA ADVANCE Gangguan Genetik pada Penyakit Osteoporosis Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Biokimia Advance yang dibimbing Oleh Dra. Endang Sutjiati, M. Kes Oleh Kelompok 8 : Triagung Yuliyana (1203400030) Husain Usman (1203400032) Jane Austen Peni (1203400034) KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MALANG JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA IV GIZI MALANG 2012

Upload: chlarissa-wahab

Post on 28-Oct-2015

50 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Biokimia Advance 2

TUGAS BIOKIMIA ADVANCE

Gangguan Genetik pada Penyakit Osteoporosis

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Biokimia Advance yang dibimbing

Oleh Dra. Endang Sutjiati, M. Kes

Oleh Kelompok 8 :

Triagung Yuliyana (1203400030)

Husain Usman (1203400032)

Jane Austen Peni (1203400034)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MALANG

JURUSAN GIZI

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV GIZI MALANG

2012

Page 2: Tugas Biokimia Advance 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoporosis merupakan suatu masalah di usia lanjut dan sudah menjadi perhatian

dunia, termasuk Indonesia. Hal ini dikarenakan meningkatnya usia harapan hidup. Masa

ini menyebabkan peningkatan penyakit menua yang menyertainya, diantaranya

osteoporosis (pengeroposan tulang). Penyakit osteoporosis selama ini dikenal dalam

masyarakat dimana tulang menjadi keropos. Osteoporosis adalah kondisi progresif di

mana tulang menjadi lemah dan secara struktural lebih mungkin untuk fraktur atau patah.

Biasanya, tubuh membentuk jaringan tulang baru yang diserap oleh tubuh untuk

menyeimbangkan jumlah jaringan tulang yang dipecah dalam tubuh. Ini adalah proses

alami yang terjadi pada tubuh setiap manusia. Sepanjang bagian awal kehidupan, jumlah

tulang yang hilang dan jumlah yang diperoleh tetap seimbang. Massa tulang (ukuran dan

ketebalan) meningkat selama masa kanak-kanak dan kehidupan dewasa awal, mencapai

maksimum pada usia 20 sampai 25 tahun.

Faktor risiko non-genetik dan genetik mempengaruhi proses pengeroposan tulang

sehingga menyebabkan terjadinya penyakit osteoporosis. Dalam makalah ini akan dibahas

mekanisme terjadinya osteoporosis dalam kaitannya dengan faktor genetik.

B. Tujuan

1. Mengetahui tentang pengertian osteoporosis

2. Mengeahui penyebab terjadinya osteoporosis

3. Mengetahui gejala osteoporosis

4. Mengetahui faktor risiko yang menyebabkan terjadinya osteoporosis

5. Mengetahui hubungan faktor genetik dengan kejadian osteoporosis

6. Mengetahui cara pencegahan osteoporosis

Page 3: Tugas Biokimia Advance 2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan

porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang

keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah

atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas

jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.

Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di

Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa

tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas

jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan

tulang dengan risiko terjadinya patah tulang.

Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah

kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan

dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang

merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang.

Gambar 1. Tulang Sehat dan Tulang dengan Osteoporosis

Page 4: Tugas Biokimia Advance 2

B. Penyebab

1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen

(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium

kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-

75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen

produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung

3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang

sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.

2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium

yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan

hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis

berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya

terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering

menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca

menopause.

3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder

yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa

disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,

paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat,

antikejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang

berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini.

4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya

tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki

kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal.

C. Gejala

Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun

tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi

kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang

dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:

1. Tinggi badan berkurang

Page 5: Tugas Biokimia Advance 2

2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah

3. Patah tulang

4. Nyeri bila ada patah tulang

D. Faktor Risiko

Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang berbeda. Faktor

risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak dapat dikendalikan

dan yang dapat dikendalikan. Berikut ini faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat

dikendalikan:

1. Jenis kelamin

Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar

dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang

mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.

2. Usia

Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara

alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia.

Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang

juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium.

3. Ras

Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis.

Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko

lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika

memiliki massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka

juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun

besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras

Afrika.

4. Pigmentasi dan tempat tinggal

Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa, mempunyai

risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan dengan ras kulit

putih yang tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.

5. Riwayat keluarga

Page 6: Tugas Biokimia Advance 2

Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai massa

tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi terkena

osteoporosis.

6. Sosok tubuh

Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena osteoporosis.

Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih berisiko terkena

osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.

7. Menopause

Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh tidak

lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk

pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya

hormon estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan semakin berkurang

kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah

patah. Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa

dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker, mioma dan

lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko terkena

osteoporosis.

Berikut ini faktor – faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan. Faktor-faktor

ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup.

1. Aktivitas fisik

Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak terlatih

dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya

kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga

teratur minimal tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk

membentuk dan memperkuat tulang).

2. Kurang kalsium

Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang maka

tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian

tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus

disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa

vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus.

Page 7: Tugas Biokimia Advance 2

3. Merokok

Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan

perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen

lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding

wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh

buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya,

pengeroposan tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.

4. Minuman keras/beralkohol

Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding lambung.

Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan kalsium

(yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada

gilirannya menyebabkan osteoporosis.

5. Minuman soda

Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein). Fosfor

akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang, sedangkan

kafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk menghindari

bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi dengan

minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra.

6. Stres

Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang

diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan

meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan

menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan

terjadinya osteoporosis.

7. Bahan kimia

Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan

(sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah

industri seperti organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah,

dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh

menurun dan membuat pengeroposan tulang.

Page 8: Tugas Biokimia Advance 2

E. Peran Genetik pada Kejadian Penyakit Osteoporosis

Transforming Growth Factor Beta 1 (TGF-β1) merupakan salah satu sitokin

yang tergabung dalam Transforming Growth Factor Beta superfamily. TGF-β1

mensekresikan protein yang berperan dalam banyak fungsi seluler, termasuk

mengendalikan pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi dan apoptosis sel. dikodekan

oleh gen TGFβ1. Polimorfisme gen TGF-β1 akan berpengaruh terhadap produksi

TGF-β1 yang memicu timbulnya osteoporosis.

TGF-β1 tergolong dalam satu kelompok sitokin yang secara kolektif disebut

the TGF-β1 superfamily, atau keluarga besar TGF-β1 yang mempunyai fungsi

regulasi terhadap perkembangan sel epitel, diferensiasi, motilitas, organisasi,

apoptosis dan tumorogenesis. Fungsi dari sitokin-sitokin ini kebanyakan belum begitu

jelas, tetapi sudah beberapa diantaranya seperti bone morphogeneticproteins (BMP),

growth and differentiation factor (GDF), aktivin, inhibin, dan Mullerian inhibitory

factor (MIF), diketahui berperan dalam regulasi perkembangan seluler spesifik (Chin

et al. 2009).

TGF-β1 merupakan suatu protein ekstraseluler yang dihasilkan oleh

seperangkat sel-sel T. Sumber utama yang lainnya berasal dari berbagai sel seperti

trombosit, makrofag, endotel, netrofil, tulang, dan sejumlah jaringan lunak seperti

plasenta, ginjal, endometrium, dan sel-sel maligna yang berefek otokrin dan parakrin.

TGF-β1 sebagai protein disekresikan dalam bentuk laten (suatu bentuk yang

belum bisa berinteraksi dengan reseptor TGF-β1 dari sel-sel sebagai suatu kompleks

protein dengan berat molekul besar, yang merupakan kombinasi tiga protein yaitu

TGF-β1 dimer yang matur, TGF - α propeptida dimer atau latencyassociated protein

(LAP), dan latent TGF-β1 binding protein (LTBP). TGF-β1 harus dibebaskan dari

kompleks ini untuk menjadi aktif, dengan memutus ikatan LAP dengan TGF-β1

matur, proses ini disebut aktivasi. Salah satu cara aktivasi adalah dengan melalui

paparan radiasi. TGFΒ1laten dapat melekat pada matriks ekstraseluler (ECM) oleh

adanya LTBP.

TGF-β1 memegang peran besar pada perkembangan dan perawatan, yakni

mempengaruhi baik metabolisme tulang rawan maupun tulang keras, dimana

metabolisme tulang menjadi pokok bahasan dalam penelitian kali ini. Karena

mempengaruhi keturunan dari sel-sel osteoklast maupun sel-sel osteoblast, sehingga

TGF-β1 menjadi salah satu faktor terpenting dalam lingkungan (mileu) tulang. TGF-

β1 merupakan isoform yang paling banyak, Sumber terbesar berasal dari platelets (20

Page 9: Tugas Biokimia Advance 2

mg/kg) dan tulang (200 g/kg). TGF-β1 adalah suatu faktor pertumbuhan berfungsi

banyak, dimana-mana, pertama ditemukan sebagai faktor yang bersinergi dengan

TNF-β1 yang memacu terjadinya pembentukan koloni fibroblast, kartilago.

Derynck et al. (1987) mendeskripsikan prekursor gen TGF-β1 terdiri atas 7

exons dan introns yang sangat panjang, TGF–β1 dikodekan oleh gen TGF-β1

(Ghadami et al., 2000). Struktur peptide dari tiga anggota keluarga TGFΒ1sangat

mirip. Seluruhnya dikode sebagai prekusor protein yang besar, TGF-β1 mengandung

390 asam amino, sedang TGF-β2 dan TGF-β3 masing-masing memiliki 412 asam

amino. Masing-masing memilki N- terminal signal peptide dari 20-30 asam amino

yang dibutuhkan untuk sekresi dari sel, pro region (disebut latency associated peptide

atau LAP), dan 112-114 asam amino daerah C-terminal yang menjadi molekul TGF-

β1 yang matur.

TGF--β1 terletak pada Cytogenetic Lokasi ; 19q13.2. Lebih tepatnya gen

TGF-β1 terletak dari pasangan basa 46.528.490 ke 46.551.655 pasangan basa pada

kromosom 19.

TGF-β1 ditemukan berlimpah di jaringan yang membentuk kerangka, dimana

ia membantu mengatur pertumbuhan tulang, dan dalam bentuk-bentuk yang rumit kisi

dalam ruang antara sel-sel (matrik ekstraselular). Dalam sel protein ini dimatikan

(tidak aktif) sampai menerima sinyal kimia untuk menjadi aktif.

Seperti diketahui bahwa TGF-β1 merupakan bagian dari TGF-β1 superamily

sehingga perlu dijelaskan pula fungsi dari TGF-βsecara keseluruhan. Fungsi TGF-β

adalah : 1.) Apoptosis : Sel dapat mati melalui dua cara, yaitu melalui program

kematian sel (termasuk apoptosis dan autophagy), dimana ketika sel menghancurkan

diri sebagai hasil dari sinyal kematian dan melalui nekrosis, yang merupakan

kematian dari penyebab lain, seperti kekurangan oksigen atau racun. TGF-

βmenginduksi apoptosis dalam dua cara : melalui SMAD jalur atau Death-Associated

Protein 6 ( DAXX) jalur. 2.) Siklus sel : TGF-β memainkan peran penting dalam

pengaturan siklus sel. TGF-βmenyebabkan sintesis protein p15 dan p21, yang

menghalangi siklin : CDK kompleks bertanggung jawab atas fosforilasi protein

retinoblastoma (Rb). Jadi TGF-βmenghalangi kemajuan melalui fase G1 siklus. TGF-

β menekan ekspresi gen c-myc yang terlibat dalam kemajuan siklus sel G1. 3.) Sistem

kekebalan : TGF-β diyakini penting dalam regulasi sistem kekebalan CD25 +

regulatory sel T dan perkembangan dari CD25 + regulatoy T cell dan sel T h 17.

Page 10: Tugas Biokimia Advance 2

TGF-βberfungsi untuk menghambat pengaktifan limfosit dan monosit derivate

phagocytes.

Dari proses fungsi sel ini sama, menjadikan TGF-β1 mempunyai respon

kekebalan, angiogenesis, penyembuhan luka, perkembangan dan pembentukan tulang.

Proses pembentukan tulang oleh TGF-β1 dipacu oleh : 1.) daya tarik khemotaksis

osteoblast. 2.) peningkatan proliferasi osteoblast dengan menghasilkan ECM protein.

3.) merangsang pengeluaran kollagen tipe II dan sintesa proteoglycan oleh

chondrocyte precursor sel. 4.) penekanan proliferasi hematopoetic precursor sel.

Melihat keberagaman tersebut, maka tidaklah mengherankan kalau sitokin ini

mempunyai makna yang besar selama berlangsungnya embryogenesis maupun dalam

menjaga homeostasis jaringan semasa hidup.

Aktifasi diawali dengan pelepasannya LLC dari ECM, yakni sebuah proses

yang dimulai oleh protease-protease (seperti plasmin, thrombin, leukocyte elastase,

mast cell (egymase) yang akan memisahkan antara LTBP didaerah ikatan yang

sensitif terhadap protease dan menyisir kompleks yang terbelah tersebut ke

permukaan sel.

TGF-β1 dikodekan oleh gen TGFB1. Variasi bentuk (polimorfisme) gen ini

akan mempengaruhi produksi TGF-β1 yang dihasilkan. Kejadian beberapa penyakit

telah diketahui dipengaruhi oleh peningkatan ataupun penurunan kadar TGF-β1.

TGF-β1 diproduksi oleh osteoblas dan disimpan dalam jumlah yang cukup

di matrik tulang, serta merupakan regulator penting dalam perkembangan tulang dan

homeostatis metabolisme tulang. Estrogen meningkatkan sekresi TGF-β1 yang

merupakan satu-satunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan

mediator untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh

sel osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk

melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas,

sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada sel

osteoklas. Estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-

β1 pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut akan menghambat penyerapan

tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas.

Polimorfisme yang menyebabkan penurunan kadar TGF-β1 dihubungkan

dengan kejadian osteoporosis. Terdapat penelitian yang mendukung hipotesis ini.

Yamada (2001 dalam Perdana, 2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa

kombinasi polimorfisme T 869 – C dan C509 –T pada gen TGFB1 berhubungan

Page 11: Tugas Biokimia Advance 2

dengan penurunan bone mineral density (BMD) dan peningkatan kerentanan terhadap

osteoporosis pada wanita Jepang dalam usia postmenopause.

Penelitian yang dilakukan oleh Park et al (2003) berhasil menunjukkan

polimorfisme gen TGF-β1 lainnya. Polimorfisme tersebut yaitu satu pada region

5’(g.14129555-14129557dupAGG), satu pada region promotor (g.14128838C>T),

dan dua pada intron (g.14106505G>A dan g.14106215G>A). Namun dari analisis

statistik tidak didapatkan hubungan antara polimorfisme tersebut dengan BMD spiral.

Disamping bekerja secara langsung, TGF-β1 signaling dapat juga

mempengaruhi pembentukan tulang secara tidak langsung. Sebuah master factor pada

pembentukan tulang yaitu Runt-related transcription factor 2 (RUNx2), yang juga

dikenal sebagai core binding factor α1 (Cbfa1), adalah faktor transkripsi pengikat-

DNA yang spesifik untuk sel-sel garis keturunan osteogen. Dapat disimpulkan bahwa

TGF-β1 pada umunya menghambat mineralisasi matriks yang membantu

menghasilkannya. Namun demikian, petanyaannya adalah seberapa jauh biasanya

osteoblast responsif terhadap TGF-β1 pada fase differensiasi lanjutnya. Jawabannya

mungkin terletak pada flux (perubahan terus-menerus) TGF-βreceptors pada membran

osteoblast. Berkurangnya pengeluaran TβRI dan TβRII terlihat sebagai kemajuan

human BMSc dari sel-sel osteoprogenitor menjadi maturing osteoblast.

Dari uraian diatas, nampak jelas bahwa efek dari TGF-β1 terhadap

osteogenesis in vitro adalah sangat bergantung pada rentang-lebar kondisi eksperimen

dan merupakan hasil akhir dari banyak faktor yang berinteraksi. Interaksi ini

diharapkan sudah dibentangkan secara lengkap ditahun tahun mendatang dan akan

bisa membantu menjelaskan lebih lanjut temuan lebih lanjut temuan-temuan yang

saling bertentangan azas yang pernah dilaporkan dahulu.

Dalam pembentukan MNC, beberapa tahun terakhir ini, telah muncul sebuah

model umum untuk kerja dari TGF-β1 pada osteoclastogenesis. Menurut model ini,

TGF-β1 menghambat pembentukan osteoclast dalam co-kultur pada konsentrasi

tinggi, sementara menstimulasinya terjadi pada kultur terisolasi.

Lamanya penggunaan TGF-β1 akan mempengaruhi hasil dari eksperimen

juga. Dengan demikian, peralihan dari penghambatan ke stimulasi pembentukan

osteoclast nampak pada suatu populasi sel campuran (tulang panjang fetal) yang

diberi kadar TGF-β1 tinggi di bagian awal daripada periode kultur (d/hari 1-3) atau

untuk periode waktu yang lebih lama (d/hari 1-7)

Page 12: Tugas Biokimia Advance 2

Estrogen mempunyai efek yang kuat terhadap sel-sel garis keturunan

osteoblast maupun osteoclast. Ia menstimulasi proliferasi osteoblast, differensiasi,

deposisi ECM, dan mineralisasi. Sebaliknya, fungsi dan maturasi osteoclast menjadi

terganggu, sementara itu osteoclast apoptosis terpacu. Bila dipadukan, maka estrogen

akan menjadi anabolic agent yang kuat dalam tulang. In vivo, hal ini digambarkan

dengan terjadinya bone loss ketika terjadi pengosongan estrogen setelah menopause.

Bukti-bukti yang masuk menunjuk pada peran TGF-β1 dalam menghantarkan

beberapa diantara efek dari estrogen, yakni pemacuan murine osteoclast apoptosis.

Maka dapat disimpulkan bahwa efek dari TGF-β1 terhadap resorpsi dan

pembentukan tulang, baik in vitro maupun in vivo, harus dievaluasi dilihat dari segi

terdapatnya hormon-hormon dan sitokin lain, yang mengatur atau diatur oleh TGF-β1

signaling menurut sejumlah cara.

Pemakaian therapi TGF-β1 sebagai agen pembentuk tulang . Pada tulang,

TGF-β1 memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan antara kedua proses

yang diatur secara ketat, yakni resorpsi tulang dan pembentukan tulang (Mundy,

1991). Selain itu, seperti halnya faktor-faktor pertumbuhan yang lain (BMPs, faktor-

faktor pertumbuhan fibroblast, IGFs, PDGFs), maka TGF-β1 pun banyak dikeluarkan

selama penyembuhan fraktur berlangsung (Cho, 2002), hal ini menunjukkan bahwa

perannya itu tidak hanya terbatas pada perkembangan tulang dan pergantian saja,

tetapi meluas hingga proses reparasi tulang. Sehingga TGF-β1 menjadi salah satu

faktor pertumbuhan yang diperhitungkan sebagai agent pembentukan tulang untuk

memacu penyembuhan fraktur atau mencegah resorpsi tulang berlebihan yang terlihat

pada osteoporosis. Salah satu keuntungan dari pemakaian TGF-β1 adalah terjaganya

mature peptidenya menurut spesies.

TGF-β1 tidak hanya mengatur pembentukan tulang, tetapi ia dapat juga

merangsang pembentukan osteoclast dan berfungsi menurut keadaan-keadaan

tertentu. Maka dalam pengobatan bisa memicu baik pembentukan tulang maupun

resorpsinya, waktu paruh dari TGF-β1 adalah singkat (-2 menit), hal ini menunjukkan

perlunya bagi matrix kesempatan untuk melepas secara perlahan faktor pertumbuhan.

Ketiga, TGF-β1 dilibatkan dalam fungsi yang beragam diluar lingkungan tulang, hal

ini menunjukkan bahwa pemakaiannya secara sistemik bisa menyebabkan efek

samping yang tidak dikehendaki.

Page 13: Tugas Biokimia Advance 2

Suatu faktor pertumbuhan atau hormon dapat diberikan secara sistemik

ataupun lokal. Meskipun pemberian secara sistemik memberikan keuntungan lantaran

sederhana, cara ini bukan menjadi pilihan untuk TGF-β1, disebabkan oleh penyebaran

TGF-β1 receptors di jaringan yang luas, sehingga efek samping yang serius timbul

diberbagai organ ketika TGF-β1 diberikan secara sistemik. Akibatnya, sebagian besar

tatanan eksperimen yang memakai TGF-β1 diberikan secara lokal, baik sebagai dosis

tunggal atau terus-menerus dalam bentuk bebas.

Pada penelitian yang telah dilakukan dalam tahun tahun terakhir ini.

Beberapa laporan mengemukakan keberhasilan pemakaian dosis lokal tunggal free

recombinant human TGF-β1 , tetapi ahli lain berkesimpulan bahwa free recombinant

human TGF-β1 tersebut tidak mampu memacu osteogenesis pada kerusakan di

calvaria yang sesuai secara klinik (Ueda, 2002), meskipun hal ini bisa terkait dengan

dosis rendah yang dikenakan. Oleh karena efek bifase dari konsentrasi TGF-β1

terhadap proliferasi osteoblast in vitro telah berhasil diamati, konsentrasi ini mungkin

juga menjadi issue relevan in vivo. Untuk mengatasi hilangnya faktor pertumbuhan

recombinant bebas karena diffusi dan inaktifasi, maka pemberiannya dapat dilakukan

secara kontinyu dengan jalan injeksi berulang, efek positif dari TGF-β1 terhadap

penyembuhan fraktur dan pembentukan tulang diketahui mendominasi. Beberapa

orang ahli melaporkan bahwa efek dari gelombang awal pembentukan tulang yang

disebakan oleh TGF-β1, yang dipicu oleh meningkatnya jumlah steoblast, dan

bukannya kecepatan pembentukan tulang itu sendiri, akan ditiadakan oleh kenaikan

resorpsi tulang yang mengiringinya.

Pengobatan osteoporosis hampir semata-mata mengandalkan pada pemakaian

agent-agent anti-resorpsi seperti estrogen, calcium, 1,25-(OH)2D3, calcitonin, dan

bisphosphonates. Meskipun obat-obat tersebut efektif dalam mencegah terjadinya

bone loss lebih lanjut, ternyata mereka tidak dapat memulihkan kerusakan

mikroarsitek yang telah terjadi. Karena itu lalu dibuat strategi baru, yakni

mempergunakan obat-obat yang menstimulasi pembentukan tulang, misalnya

fluoride, PTH, GH, dan recombinant growt factor seperti IGF.

F. Pencegahan

Page 14: Tugas Biokimia Advance 2

Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda

maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis,

yaitu:

1. Asupan kalsium cukup

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan

mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D setiap

hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang

sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium

setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium

per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat

terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli,

tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.

2. Paparan sinar matahari

Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang

dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah

sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan

pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari

membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam

pembentukan massa tulang (Ernawati, 2008).

3. Melakukan olahraga dengan beban

Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat

berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga

beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang

teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup

santai, mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan

intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar.

Latihan fisik atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga

untuk mencegah osteoporosis. Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita

osteoporosis adalah sebagai berikut:

Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan pembebanan

pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah tulang

punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu

menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik

dan joging.

Page 15: Tugas Biokimia Advance 2

Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk ke depan

dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat

mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan

sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.

Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki

kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko

patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah.

BAB III

PENUTUP

Simpulan

Page 16: Tugas Biokimia Advance 2

1. Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang

rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan

tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang

dengan risiko terjadinya patah tulang.

2. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon

utama pada wanita), Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari

kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara

kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas),

osteoporosis sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan,

osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak

diketahui.

3. Seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala

sebagai berikut: tinggi badan berkurang, bungkuk atau bentuk tubuh berubah, patah

tulang, nyeri bila ada patah tulang

4. Faktor risiko terjadinya osteoporosis : Jenis kelamin, Usia, Ras, Pigmentasi dan

tempat tinggal, Riwayat keluarga, Sosok tubuh, Menopause, Aktivitas fisik,

Kurang kalsium, Merokok, Minuman keras/beralkohol

5. Transforming Growth Factor Beta 1 (TGF-β1) merupakan salah satu sitokin yang

tergabung dalam Transforming Growth Factor Beta superfamily. TGF-β1

mensekresikan protein yang berperan dalam banyak fungsi seluler, termasuk

mengendalikan pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi dan apoptosis sel. dikodekan

oleh gen TGFβ1. Polimorfisme gen TGF-β1 akan berpengaruh terhadap produksi

TGF-β1 yang memicu timbulnya osteoporosis.

6. Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda maupun masa

reproduksi, antara lain asupan kalsium yang cukup, paparan sinar matahari, dan

latihan/ olahraga beban.

Page 17: Tugas Biokimia Advance 2

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, M. Any. 2012. Hubungan Kadar dan Polimorfisme Transforming Growth Factor-β1

dengan Kejadian Osteoporosis pada Wanita Masa Reproduksi dan Masa

Klimakterium. Disertasi Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada

http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/2985_RD12100002-mochammad%20-a-

ashari.pdf

_______. 2012. Osteoporosis.

Page 18: Tugas Biokimia Advance 2

http://learn.genetics.utah.edu/content/health/history/osteoporosis/ (diakses tanggal

8 Desember 2012)

_________. 2012. Pengertian Osteoporosis. http://www.metris-community.com/gejala-penyebab-penyakit-osteoporosis/ (diakses tanggal 9 Desember 2012)

_________. 2012. Osteoporosis. http://www.totalkesehatananda.com/osteoporosis1.html ( diakses tanggal 8 Desember 2012)

_________. 2012. Osteoporosis. http://id.wikipedia.org/wiki/Osteoporosis ( diakses 9 Desember 2012)