adat pernikahan yogyakarta dudu

34
Adat pernikahan Yogyakarta [sunting ] Nontoni Nontoni adalah upacara untuk melihat calon pasangan yang akan dikawininya. Dimasa lalu orang yang akan nikah belum tentu kenal terhadap orang yang akan dinikahinya, bahkan kadang-kadang belum pernah melihatnya, meskipun ada kemungkinan juga mereka sudah tahu dan mengenal atau pernah melihatnya. Agar ada gambaran siapa jodohnya nanti maka diadakan tata cara nontoni. Biasanya tata cara ini diprakarsai pihak pria. Setelah orang tua si perjaka yang akan diperjodohkan telah mengirimkan penyelidikannya tentang keadaan si gadis yang akan diambil menantu. Penyelidikan itu dinamakan dom sumuruping banyu atau penyelidikan secara rahasia. Setelah hasil nontoni ini memuaskan, dan siperjaka sanggup menerima pilihan orang tuanya, maka diadakan musyawarah diantara orang tua / pinisepuh si perjaka untuk menentukan tata cara lamaran. [sunting ] Upacara Lamaran Melamar artinya meminang, karena pada zaman dulu diantara pria dan wanita yang akan menikah kadang-kadang masih belum saling mengenal, jadi hal ini orang tualah yang mencarikan jodoh dengan cara menanyakan kepada seseorang apakah puterinya sudah atau belum mempunyai calon suami. Dari sini bisa dirembug hari baik untuk menerima lamaran atas persetujuan bersama. Pada hari yang telah ditetapkan, datanglah utusan dari calon besan yaitu orang tua calon pengantin pria dengan membawa oleh-oleh. Pada zaman dulu yang lazim disebut Jodang ( tempat makanan dan lain sebagainya ) yang dipikul oleh empat orang pria. Makanan tersebut biasanya terbuat dari beras ketan antara lain : Jadah, wajik, rengginan dan sebagainya.

Upload: adhechampretz4174

Post on 30-Jun-2015

494 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

Adat pernikahan Yogyakarta

[sunting] Nontoni

Nontoni adalah upacara untuk melihat calon pasangan yang akan dikawininya. Dimasa lalu orang yang akan nikah belum tentu kenal terhadap orang yang akan dinikahinya, bahkan kadang-kadang belum pernah melihatnya, meskipun ada kemungkinan juga mereka sudah tahu dan mengenal atau pernah melihatnya.

Agar ada gambaran siapa jodohnya nanti maka diadakan tata cara nontoni. Biasanya tata cara ini diprakarsai pihak pria. Setelah orang tua si perjaka yang akan diperjodohkan telah mengirimkan penyelidikannya tentang keadaan si gadis yang akan diambil menantu. Penyelidikan itu dinamakan dom sumuruping banyu atau penyelidikan secara rahasia.

Setelah hasil nontoni ini memuaskan, dan siperjaka sanggup menerima pilihan orang tuanya, maka diadakan musyawarah diantara orang tua / pinisepuh si perjaka untuk menentukan tata cara lamaran.

[sunting] Upacara Lamaran

Melamar artinya meminang, karena pada zaman dulu diantara pria dan wanita yang akan menikah kadang-kadang masih belum saling mengenal, jadi hal ini orang tualah yang mencarikan jodoh dengan cara menanyakan kepada seseorang apakah puterinya sudah atau belum mempunyai calon suami. Dari sini bisa dirembug hari baik untuk menerima lamaran atas persetujuan bersama.

Pada hari yang telah ditetapkan, datanglah utusan dari calon besan yaitu orang tua calon pengantin pria dengan membawa oleh-oleh. Pada zaman dulu yang lazim disebut Jodang ( tempat makanan dan lain sebagainya ) yang dipikul oleh empat orang pria.

Makanan tersebut biasanya terbuat dari beras ketan antara lain : Jadah, wajik, rengginan dan sebagainya.

Menurut naluri makanan tersebut mengandung makna sebagaimana sifat dari bahan baku ketan yang banyak glutennya sehingga lengket dan diharapkan kelak kedua pengantin dan antar besan tetap lengket (pliket,Jawa).

Setelah lamaran diterima kemudian kedua belah pihak merundingkan hari baik untuk melaksanakan upacara peningsetan. Banyak keluarga Jawa masih melestarikan sistem pemilihan hari pasaran pancawara dalam menentukan hari baik untuk upacara peningsetan dan hari ijab pernikahan.

Peningsetan Kata peningsetan adalah dari kata dasar singset (Jawa) yang berarti ikat, peningsetan jadi berarti pengikat.

Peningsetan adalah suatu upacara penyerahan sesuatu sebagai pengikat dari orang tua pihak pengantin pria kepada pihak calon pengantin putri.

Page 2: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

Menurut tradisi peningset terdiri dari : Kain batik, bahan kebaya, semekan, perhiasan emas, uang yang lazim disebut tukon (imbalan) disesuaikan kemampuan ekonominya, jodang yang berisi: jadah, wajik, rengginan, gula, teh, pisang raja satu tangkep, lauk pauk dan satu jenjang kelapa yang dipikul tersendiri, satu jodoh ayam hidup. Untuk menyambut kedatangan ini diiringi dengan gending Nala Ganjur .

Biasanya penentuan hari baik pernikahan ditentukan bersama antara kedua pihak setelah upacara peningsetan.

[sunting] Upacara Tarub

Tarub adalah hiasan janur kuning (daun kelapa yang masih muda) yang dipasang tepi tratag yang terbuat dari bleketepe (anyaman daun kelapa yang hijau).

Pemasangan tarub biasanya dipasang saat bersamaan dengan memandikan calon pengantin (siraman, Jawa) yaitu satu hari sebelum pernikahan itu dilaksanakan.

Untuk perlengkapan tarub selain janur kuning masih ada lagi antara lain yang disebut dengan tuwuhan. Adapun macamnya :

Dua batang pohon pisang raja yang buahnya tua/matang. Dua janjang kelapa gading ( cengkir gading, Jawa ) Dua untai padi yang sudah tua. Dua batang pohon tebu wulung (tebu hitam) yang lurus. Daun beringin secukupnya. Daun dadap srep.

Tuwuhan dan gegodongan ini dipasang di kiri pintu gerbang satu unit dan dikanan pintu gerbang satu unit (bila selesai pisang dan kelapa bisa diperebutkan pada anak-anak.)

Selain pemasangan tarub diatas masih delengkapi dengan perlengkapan-perlengkapan sbb. (Ini merupakan petuah dan nasehat yang adi luhung, harapan serta do'a kepada Tuhan Yang Maha Kuasa) yang dilambangkan melalui:

1. Pisang raja dan pisang pulut yang berjumlah genap.2. Jajan pasar3. Nasi liwet yang dileri lauk serundeng.4. Kopi pahit, teh pahit, dan sebatang rokok.5. Roti tawar.6. Jadah bakar.7. Tempe keripik.8. Ketan, kolak, apem.9. Tumpeng gundul10. Nasi golong sejodo yang diberi lauk.11. Jeroan sapi, ento-ento, peyek gereh, gebing12. Golong lulut.

Page 3: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

13. Nasi gebuli14. Nasi punar15. Ayam 1 ekor16. Pisang pulut 1 lirang17. Pisang raja 1 lirang18. Buah-buahan + jajan pasar ditaruh yang tengah-tengahnya diberi tumpeng kecil.19. Daun sirih, kapur dan gambir20. Kembang telon (melati, kenanga dan kantil)21. Jenang merah, jenang putih, jenang baro-baro.22. Empon-empon, temulawak, temu giring, dlingo, bengle, kunir, kencur.23. Tampah(niru) kecil yang berisi beras 1 takir yang diatasnya 1 butir telor ayam mentah,

uang logam, gula merah 1 tangkep, 1 butir kelapa.24. Empluk-empluk tanah liat berisi beras, kemiri gepak jendul, kluwak, pengilon, jungkat,

suri, lenga sundul langit25. Ayam jantan hidup26. Tikar27. Kendi, damar jlupak (lampu dari tanah liat) dinyalakan28. Kepala/daging kerbau dan jeroan komplit29. Tempe mentah terbungkus daun dengan tali dari tangkai padi (merang)30. Sayur pada mara31. Kolak kencana32. Nasi gebuli33. Pisang emas 1 lirang

Masih ada lagi petuah-petuah dan nasehat-nasehat yang dilambangkan melalui : Tumpeng kecil-kecil merah, putih,kuning, hitam, hijau, yang dilengkapi dengan buah-buahan, bunga telon, gocok mentah dan uang logam yang diwadahi diatas ancak yang ditaruh di:

1. Area sumur2. Area memasak nasi3. Tempat membuat minum4. Tarub5. Untuk menebus kembarmayang (kaum)6. Tempat penyiapan makanan yanh akan dihidangkan.7. Jembatan8. Prapatan.

[sunting] Nyantri

Upacara nyantri adalah menitipkan calon pengantin pria kepada keluarga pengantin putri 1 sampai 2 hari sebelum pernikahan. Calon pengantin pria ini akan ditempat kan dirumsh saudara atau tetangga dekat.

Upacara nyantri ini dimaksudkan untuk melancarkan jalannya upacara pernikahan, sehingga saat-saat upacara pernikahan dilangsungkan maka calon pengantin pria sudah siap dit3empat sehingga tidak merepotkan pihak keluarga pengantin putri.

Page 4: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

[sunting] Siraman

Upacara Siraman Siraman dari kata dasar siram (Jawa) yang berarti mandi. Yang dimaksud dengan siraman adalah memandikan calon pengantin yang mengandung arti membershkan diri agar menjadi suci dan murni. Bahan-bahan untuk upacara siraman :

Kembang setaman secukupnya Lima macam konyoh panca warna (penggosok badan yang terbuat dari beras kencur yang

dikasih pewarna) Dua butir kelapa hijau yang tua yang masih ada sabutnya. Kendi atai klenting Tikar ukuran ½ meter persegi Mori putih ½ meter persegi Daun-daun : kluwih, koro, awar-awar, turi, dadap srep, alang-alang Dlingo bengle Lima macam bangun tulak (kain putih yang ditepinnya diwarnai biru) Satu macam yuyu sekandang ( kain lurik tenun berwarna coklat ada garis-garis benang

kuning) Satu macam pulo watu (kain lurik berwarna putih lorek hitam), 1 helai letrek (kain

kuning), 1 helai jinggo (kain merah). Sampo dari londo merang (air dari merang yang dibakar didalam jembangan dari tanah

liat kemudian saat merangnya habis terbakar segera apinya disiram air, air ini dinamakan air londo)

Asem, santan kanil, 2meter persegi mori, 1 helai kain nogosari, 1 helai kain grompol, 1 helai kain semen, 1 helai kain sidomukti atau kain sidoasih

Sabun dan handuk.

Saat akan melaksanakan siraman ada petuah-petuah dan nasehat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:

Tumpeng robyong Tumpeng gundul Nasi asrep-asrepan Jajan pasar, pisang raja 1 sisir, pisang pulut 1 sisir, 7 macam jenang Empluk kecil (wadah dari tanah liat) yang diisi bumbu dapur dan sedikit beras 1 butir telor ayam mentah Juplak diisi minyak kelapa 1 butir kelapa hijau tanpa sabut Gula jawa 1 tangkep 1 ekor ayam jantan

Untuk menjaga kesehatan calon pengantin supaya tidak kedinginan maka ditetapkan tujuh orang yang memandikan, tujuh sama dengan pitu ( Jawa ) yang berarti pitulung (Jawa) yang berarti pertolongan. Upacara siraman ini diakhiri oleh juru rias (pemaes) dengan memecah kendi dari tanah liat.

Page 5: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

[sunting] Midodareni

Midodareni berasal dari kata dasar widodari (Jawa) yang berarti bidadari yaitu putri dari sorga yang sangat cantik dan sangat harum baunya.

Midodareni biasanya dilaksanakan antara jam 18.00 sampai dengan jam 24.00 ini disebut juga sebagai malam midodareni, calon penganten tidak boleh tidur.

Saat akan melaksanakan midodaren ada petuah-petuah dan nasehat serta doa-doa dan harapan yang di simbulkan dalam:

Sepasang kembarmayang (dipasang di kamar pengantin) Sepasang klemuk ( periuk ) yang diisi dengan bumbu pawon, biji-bijian, empon-empon

dan dua helai bangun tulak untuk menutup klemuk tadi Sepasang kendi yang diisi air suci yang cucuknya ditutup dengan daun dadap srep

( tulang daun/ tangkai daun ), Mayang jambe (buah pinang), daun sirih yang dihias dengan kapur.

Baki yang berisi potongan daun pandan, parutan kencur, laos, jeruk purut, minyak wangi, baki ini ditaruh dibawah tepat tidur supaya ruangan berbau wangi.

Adapun dengan selesainya midodareni saat jam 24.00 calon pengantin dan keluarganya bisa makan hidangan yang terdiri dari :

Nasi gurih Sepasang ayam yang dimasak lembaran ( ingkung, Jawa ) Sambel pecel, sambel pencok, lalapan Krecek Roti tawar, gula jawa Kopi pahit dan teh pahit Rujak degan Dengan lampu juplak minyak kelapa untuk penerangan (zaman dulu)

[sunting] Langkahan

Langkahan berasal dari kata dasar langkah (Jawa) yang berarti lompat, upacara langkahan disini dimaksudkan apabila pengantin menikah mendahului kakaknya yang belum nikah , maka sebelum akad nikah dimulai maka calon pengantin diwajibkan minta izin kepada kakak yang dilangkahi.

[sunting] Ijab

Ijab atau ijab kabul adalah pengesahan pernihakan sesuai agama pasangan pengantin. Secara tradisi dalam upacara ini keluarga pengantin perempuan menyerahkan / menikahkan anaknya kepada pengantin pria, dan keluarga pengantin pria menerima pengantin wanita dan disertai dengan penyerahan emas kawin bagi pengantin perempuan. Upacara ijab qobul biasanya dipimpin oleh petugas dari kantor urusan agama sehingga syarat dan rukunnya ijab qobul akan

Page 6: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

syah menurut syariat agama dan disaksikan oleh pejabat pemerintah atau petugas catatan sipil yang akan mencatat pernikahan mereka di catatan pemerintah.

[sunting] Panggih

Panggih (Jawa) berarti bertemu, setelah upacara akad nikah selesai baru upacara panggih bisa dilaksanaakan,. Pengantin pria kembali ketempat penantiannya, sedang pengantin putri kembali ke kamar pengantin. Setelah semuanya siap maka upacara panggih dapat segera dimulai.

Untuk melengkapi upacara panggih tersebut sesuai dengan busana gaya Yogyakarta dengan iringan gending Jawa:

1. Gending Bindri untuk mengiringi kedatangan penantin pria2. Gending Ladrang Pengantin untuk mengiringi upacara panggih mulai dari balangan

( saling melempar ) sirih, wijik ( pengantin putri mencuci kaki pengantin pria ), pecah telor oleh pemaes.

3. Gending Boyong/Gending Puspowarno untuk mengiringi tampa kaya (kacar-kucur), lambang penyerahan nafkah dahar walimah. Setelah dahar walimah selesai, gending itu bunyinya dilemahkan untuk mengiringi datangnya sang besan dan dilanjutkan upacara sungkeman

Setelah upacara panggih selesai dapat diiringi dengan gending Sriwidodo atau gending Sriwilujeng. Pada waktu kirab diiringi gending : Gatibrongta, atau Gari padasih.

[1] [2]

[sunting] Adat Sunda

Pernikahan adat Sunda saat ini lebih disederhanakan, sebagai akibat percampuran dengan ketentuan syariat Islam dan nilai-nilai "keparaktisan" dimana "sang penganten" ingin lebih sederhana dan tidak bertele-tele.

Adat yang biasanya dilakukan meliputi : acara pengajian, siraman (sehari sebelumnya, acara "seren sumeren" calon pengantin. Kemudian acara sungkeman, "nincak endog (nginjak telor), "meuleum harupat"( membakar lidi tujuh buah), "meupeuskeun kendi" (memecahkan kendi, sawer dan "ngaleupaskeun "kanjut kunang (melepaskan pundi-pundi yang berisi uang logam).

Acara "pengajian" yang dikaitkan dan menjelang pernikahan tidak dicontohkan oleh Nabi Saw. namun ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa hal itu suatu kebaikan dengan tujuan mendapatkan keberkahan dan ridho Allah Swt yaitu melalui penyampaian "do'a".

Siraman, merupakan simbol kesangan orang tua terhadap anaknya sebagaimana dulu "anaknya ketika kecil" dimandikan kedua orang tuanya. Pada siraman itu, kedua orang tua menyiramkan air "berbau tujuh macam kembang" kepada tubuh anaknya. Konon acara siraman itu dilakukan pula terhadap calon penganten lelaki di rumahnya masing-masing. Syaerat islam tidak

Page 7: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

mengajarkan seperti itu tapi juga tidak ada larangannya. Asalkan pada acara siraman itu, si calong penganten perempuan tidak menampakan aurat (sesuai ketentuan agama Islam).

Untuk acara sungkeman yang dilakukan setelah "acara akad nikah" dilakukan oleh kedua mempelai kepada kedua orang tuanya masing-masing dengan tujuan mohon do'a restu atas akan memulainya kehidupan "bahtera rumah tangga". Sungkeman juga dilakukan kepada nenek dan kake atau saudaranya masing-masing.

Acara adat saweran yaitu, dua penganten diberi lantunan wejangan yang isinya menyangkut bagaimana hidup yang baik dan kewajiban masing-masing dalam rumah tangga. Setelah diberi lantunan wejangan, kemudian di "sawer" dengan uang logam, beras kuning, oleh kedua orang tuanya.

Nincak endog yaitu memecahkan telor oleh kaki pengantin priya dengan maksud, bahwa "pada malam" pertamanya itu, ia bersama isterinya akan "memecahkan" yang pertama kali dalam hubungan suami isteri. Kemudian acara lainnya yaitu membakar tujung batang lidi (masing-masing panjangnnya 20 cm) dan setelah dibakar, dimasukan ke air yang terdapat dalam sebuah kendi. Setelah padam kemudian di potong bagi dua dan lalu dibuang jauh-jauh. Sedangkan kendinya dipecahkan oleh kedua mempelai secara bersama-sama.

Acara terakhir adat Sunda , yaitu, "Huap Lingklung dan huap deudeuh ("kasih sayang). Artinya, kedua pengantin disuapi oleh kedua orang tuanya smasing-masing sebagai tanda kasih sayang orang tua yang terakhir kali. Kemudian masing-masing mempelai saling "menyuapi" sebagai tanda kasih sayang. Acara haup lingkun diakhir dengan saling menarik "bakakak" (ayam seutuhnya yang telah dibakar. yang mendapatkamn bagian terbanyak "konon akan" mendapatkan rezeki banyak.

Setelah acara adat berakhir maka kedua mempelai beserta keluarganya beristirahat untuk menanti acara resepsi atau walimahan.

[sunting] Adat Batak

PEMAHAMAN ADAT BATAK**

Berbicara tentang adat, maka kita berbicara mengenai aturan (role), oleh sebab itu pemahaman adat identik dengan pemahaman aturan. Di dalam sejarah kehidupan manusia, segala aktivitas manusia tidak terlepas dari aturan, yang kita sebut norma. Pelanggaran terhadap suatu aturan atau norma, akan mendapatkan sanksi hukum (punisment) ada hukuman moral dan ada hukuman fisik. Di dalam aturan adat, yang paling dominan adalah norma. Pelanggaran atau kesalahan mengikuti norma, maka pertanggungjawabannya adalah moral. Tujuan memahami aturan/norma adat adalah untuk menghidarkan sanksi moral didalam diri orang yang melanggarnya terutama kalau orang tersebut adalah raja adat. Bagi orang batak, peristiwa adat yang muatan normanya sangat kompleks adalah adat perkawinan dan adat orang meninggal. Hampir semua aspek kehidupan orang batak berdampingan dan bahkan menyatu dengan adat. Acara-acara adat yang demikian adalah; 1. Acara bulan ke-7 kehamilan I seorang ibunya (Nujubulanan) 2. Acara

Page 8: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

Kelahiran (Esek-esek) 3. Acara pemberian nama (baptis) 4. Acara kedewasaan (Sidi) 5. Acara perkawinan 6. Acara kematian' 7. Acara menempati rumah baru, dll. Semua acara tersebut di atas mempunyai aturan atau norma pelaksanaannya. Pelanggaran terhadap norma tersebut akan berakibat sanksi moral yang datangnya dari orang yang mendengakan dan melihat perlakuan adat yang di pandu oleh seorang yang disebut raja adat, seperti “ndang diboto adat” dan beban moral sebagai tanggung jawab terhadap generasi muda. Banyak hal yang harus kita jaga di dalam pelaksanaan adat pada setiap acara di atas. Acara 1.- 4 biasanya dilaksanakan sendiri oleh keluarga yang bersangkutan. Di dalam koridor adat, acara yang lain, pada umumnya harus memakai orang lain yang semarga (dongan sabutuha/kahanggi) disebut “Raja Adat” Siapakah Yang Disebut Raja Adat Raja Adat, adalah orang yang donobatkan oleh satu marga di dalam suatu wilayah, yang menguasai dan memahami tatanan dan aturan pelaksanaan adat serta memiliki sifat dan perilaku sbagai berikut: - Raja adat adalah orang yang memahami aturan/adat. - Raja adat adalah orang yang komit dengan adat dan marga - Raja adat adalah orang yang cepat tanggap pada situasi pembicaraan diplomasi - Raja adat adalah orang yang sabar - Raja adat adalah orang yang bersikap, berbicara, tingkah laku sopan dan panutan - Raja adat adalah orang yang kuat dalam pendirian, tegas dalam mengambil keputusan, tetapi tidak otoriter.

Yang Perlu Dipahami

- Nuju bulan; Saat pertama sekali seorang ibu akan melahirkan seorang bayi pertama, waktu umur ke-7 bulan atau lebih didalam kandungan, orang tua dari perempuan membuat acara 7 bulanan. Disebut dalam istilah adatnya, “manaruho aek ni utte, mambosuri, manggirdak, mangalehon ulos mula gabe, manaruhon tinaru”. Dalam acara ini, kedatangan orangtua perempuan tidak begitu diutarakan kepada hela/mantu. Kalaupun ditanya keberadaan mereka dirumah, hanya untuk kepastian ada tidaknya mereka dirumah pada hari yang sudah ditentukan. Ada sebagian yang memberitahukan secara resmi dan meminta kepada helanya agar disambut dengan acara adat juga, menyediakan tudu-tudu ni sipanganon. Catatan: norma memberikan sipanganon tu hula-hula, kalau bukan acara keluarga mis: masuk rumah., tardidi. dll. Harus di antar ketempat hula-hula, sedangkan acara ini adalah acara orangtua perempuan kepada anaknya yang baru pertama kali akan melahirkan.

- Esek-esek Acara ini adalah acara makan-makan sebagai pesta kecil-kecilan dalam bentuk syukuran keluarga yang lahiran seorang bayi. Yang diundang makan adalah para tetangga dan keluarga kandung yang dekat dalam arti tempat. (haroan)

- Mangalap goar/ mangampehon goar. Acara ini adalah bentuk pesta kecil-kecilan karena anak bayi diberi nama. (bagi orang Kristen dibaptis di Gereja) Acara ini merupakan cara memberitahukan nama si bayi supaya orang tahu memanggil namanya.

- Pabangkit hata (melamar) Adalah acara pelamaran orangtua laki kepada orangtua perempuan dengan atas dasar, si laki sudah sepakat dengan si perempuan untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih pasti. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian prosesi perkawinan

- Hori-hori dingding Merupakan rangkaian lanjutan acara pabangkit hata. Acara ini cenderung sebagai penjajakan linkage antara kemampuan orang tua laki dengan keinginan orangtua

Page 9: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

perempuan, apabila hubungan tersebut dilanjutkan kepada pesta perkawinan. Acara ini dilaksanakan secara rahasia oleh saudara prempuan orangtua laki-laki dengan saudara perempuan orangtua perempuan. (acara imformal)

- Patua hata Acara ini merupakan lanjutan pabakkit hata dan hori-hori dingding yang setingkat lebih tinggi kepastiannya. Acara ini menyatakan bahwa hubungan si anak dengan siperempuan bukan hubungan terbatas antara kedua belah pihak tetapi sudah melebar hingga kepada yang berkompeten. Pada saat sekarang acara ini sudah disatukan dengan acara parhusipon. Kalau acara ini tersendiri didalam proses rencana perkawinan, maka acara patua hata, sudah membawa konsep ancang-ancang waktu, marhusip, jumlah undangan, tempat pesta, jumlah sinamot, bentuk ulaon dan sebagainya agar pada acara marhusip semua sudah matang (all ready for go on).

- Marhusip Acara marhusip adalah acara pematangan ancang-ancang menjadi konsep ke jenjang marhata sinamot. Didalam adat batak, dalam membicarakan sesuatu yang akan pasti harus terbuka di antara dalihan natolu. Materi yang dibicarakan di dalam marhusip, sama persis dengan yang dibicarakan dalam acara marhata sinamot. Keterbukaannya adalah menjadi perbedaannya antara marhusip dengan marhata sinamot. Makanya disebut bisik-bisik yang keras karena belum terbuka pembicaraan tersebut dengan dalihan natolu. Bisik-bisik di dalam hal ini adalah, adanya salah satu komponen dalihan natolu yang belum mendengar isi pembicaraan. Yaitu hula-hula kedua belah pihak. Apabila hula-hula kedua belah pihak ikut serta dalam pembicaraan itu, maka parhusipon sudah masuk pada acara marhata sinamot. Pinggan panukkunan sudah harus berjalan, jambar dan situak natonggi serta piso dan upa tulang. Pada pesta unjut hanya menyelesaikan piso dan parjambaran yang belum terlaksana. Kalau marhata sinamot sudah berjalan, maka tinggal pelaksanaan pesta unjut. Catatan. Di sebahagian marga dan luat acara marhusip ditiadakan. Konsep yang sudah disepakati pada acara patua hata langsung dibawa ke acara marhata sinamot sekaligus pesta unjut.

- Todoan. Todoan adalah merupakan hak seseorang untuk menerima sejumlah uang, barang atau ternak dari mertua seorang putrid pada waktu pernikahan. Di daerah tertentu di Humbang Hasundutan, todoan ini sebagai permintaan khusus dari Ibu yang melahirkan pengantin perempuan yang harus dipenuhi oleh orang tua pengantin laki-laki. Sebagai imbalan dari todoan, orangtua dari perempuan harus memberikan “ulos” yang disebut ulos todoan. Todoan ini hendaknya kita lestarikan sebagai Ciri Khas Adat Rambe

Bentuk Ulaon

1. Alap Jual. Alap jual adalah bentuk ulaon perkawinan dimana yang menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pesta perkawinan di kerjakan oleh keluarga perempuan (Bolahan Amak). Pihak keluarga laki-laki tinggal datang dan membawa uang sesuai jumlah yang telah disepakati pada saat marhusip atau patua hata. Setelah selesai pesta. Pengantin perempuan di boyong ke rumah pengantin laki-laki.

2. Taruhon Jual Adalah bentuk pesta perkawinan di mana yang menyediakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pesta dilaksanakan oleh pihak pengantin laki-laki (Bolahan Amak). Pihak pengantin perempuan datang untuk melaksanakan pesta (manaru boru) dan akan menerima dan

Page 10: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

memberikan segala hak dan kewajiban sesuai dengan apa yang sudah disepakati, didalan acara patua hata atau marhata sinamot. Kedatangan pihak pengantin perempuan disambut oleh keluarga pengantin laki-laki. Sedangkan pada pesta alap jual, keberadaan pihak pengantin perempuan sudah ditempatnya/dihalamannya maka tidak ada lagi penyambutan terhadap pihak par boru.

3. Sulang-Sulang Pahompu/Manggarar Adat Adalah bentuk pesta adat yang dilaksanakan suami istri, karena pada saat perkawinan mereka disebut Mangalua (Kawin Lari). Bentuk perkawinan seperti ini sangat dihindari oleh orang Batak. Perkawinan semacam ini adalah karena sesuatu dan lain hal terpaksa dilaksanakan. Walaupun dengan resiko meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Disebut sulang-sulang pahompu karena adat tersebut dilaksanakan setelah suami istri sudah punya anak. Disebut manggarar adat karena perkawinan yang mereka lakukan mendahulukan lembaga perkawinan dan membelakangkan pelaksanaan adatnya. Adat tersebut menjadi hutang yang harus dibayar. Manggarar adat pada umumnya bentuk adat yang dilaksanakan sebelum suami istri yang kawin lari mempunyai anak.

Suhi Ni Amppang Na Opat Suhi ni amppang na opat, sering disamaratakan dikeluarga pengantin laki-laki dengan dikeluarga pengantin perempuan. Apasaja suhi ni amppang na opat bagi Pihak Paranak? a. Suhut Pangamai b. Haha ni Pangoli c. Iboto ni pangoli/Sihutti Appang d. Tulang ni pangoli / sijalo tikting marakkaup Suhi ni Appang na opat bagi pihak par boru adalah a. Suhut Pamarai b. Simandokkon/ iboto ni namuli c. Pariban d. Sijalo upa tulang/ Tulang ni boru muli Satu hal yang perlu kita pahami mengenai Upa Tulang dan Tikting Marakkup. Upatulang adalah sejumlah uang dari sinamot yang diterima yang harus diserahkan orang tua dari penganting perempuan kepada tulangnya pengantin perempuan. Besarnya upa tulang, sesungguhnya adalah menurut perhitungan X : 2 = ½x : 3 Besarnya hasil pembagian itulah yang diserahkan kepada tulangnya pengantin perempuan. Jaman dahulu merupakan ke harusan. Berdasarkan itulah suhut takut untuk me-mark up sinamot kalau hanya untuk di dengan khalayak. Tikting atau cincin marakkup Adalah besarnya jumlah uang yang diambil dari sinamot yang diterima yang harus diberikan oleh orang tua dari pengantin perempuan Kepada tulangnya pengantin laki-laki biasanya ½ dari jumlah upa tulang. Pemberian ini ada kaitannya dengan namanya Tikting atau tittin marakkup. Bagi sebagian daerah disebut Tikting Marakkup, adalah pemberitahuan (Tikting = Warta) kepada tulang dari hela bahwa berenya sudah menjadi hela, sama artinya dengan bere. Sehingga mulai pada saat itu kedudukan mereka terhadap marga helanya adalah sama. (Hot pe jabu I, hot do I margulang-gulang. Tudia pe berei mangalap boru, hot do I boru ni tulang). Di lain daerah mengatakan “Tittin Marakkup” tittin (cincin) adalah pertanda antara dua pihak yang sama menggunakan cincin, bahwa mreka berdua sama kedudukannya terhadap keluarga pengantin laki-laki. Cincing yang dimaksud adalah sejumlah uang yang diberikan kepada tulangnya pengantin laki-laki. Pinggan Panukkunan Bagi orang batak mengatakan “Sai marmula do nauli, sai marmula do nadenggan”. Sebagai kepastian hukum bagi Raja Raja Adat, Natua-tua dan Khalayak, maka untuk memulai suatu pembicaraan resmi dikatakan, “Hesek mulani gondang, serser mula ni tortor, sise mulani hata” Setelah selesai makan, untuk memulai pembicaraan, maka pihak pengantin perempuan menanya keberadaan pinggan panukkunan sebagai kepastian hukum yang akan dibicarakan. Pinggan panukkunan adalah sebuah piring berisi beras secukupnya, daun sirih 5 atau 7 lembar, uang empat lembar dan dulu, selalu disertakan sepotong daging (Tanggo-tanggo). Piring (wadah), beras (kemakmuran),

Page 11: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

Daun sirih (kesegaran dan kesehatan prima), Uang (suka cita) dan daging masing-masing mempunyai makna dalam pembicaraan resmi pada adat perkawinan. Sebagai pendahuluan menghantarkan pembicaraan raja adat, isi pengantar tersebut harus berkaitan dengan semua isi dari pinggan panukkunan. Selanjutnya pembicaraan memasuki inti dari pesta adat. (Skenario Tanya jawab dalam marhata sinamot pada pesta unjut akan dipelajari dan menjadi inti pertemuan kita) Tikkir Tangga/Paulak Une Acara ini sebetulnya adalah acara yang sangat pribadi bagi kedua belah pihak dan dahulu acara ini sangat sensitive bagi pihak luar terutama paulak une. Itulah sebabnya acara ini dilaksanakan oleh yang bersangkutan (pengantin) dan orangtua pengantin laki-laki. Kalau kita lihat pelaksanaannya, acara tikkir tangga dilaksanakan parboru kerumah paranak sebelum acara patua hata. Tujuannya adalah untuk mengetahui siapakah calon helanya di antara 7anak didalam keluarga nya? Bagi orang batak ada: anak hasudungan, anak bunga-bunga, anak na niain, anak na sinuanhon, anak pisang, anak gappang, anak hatoban. Kalau kedudukan calon helanya diantara 7 macam anak bagi orang batak tidak disukai oleg pihak par boru, maka hubungan pertunangan dapat dibatalkan tanpa ada yang dipermalukan. Acara Paulak Une dilaksanakan minimal seminggu sesudah resmi menjadi suami istri. Tujuannya adalah memberitahukan secara tidak langsung bahwa istrinya adalah boru ni raja dan une atau tidak (perawan atau tidak). Konsekuensinya apabila si istri bukan gadis lagi, pertanda bagi orang tua perempuan, anaknya ditinggalkan dirumah orangtuanya. Pihak parboru harus rela anaknya kembali kerumahnya, walaupun itu menjadi aib* ) Berdasarkan keterangan di atas bahwa sesunggunya pesta perkawinan adat batak tidak mengenal istilah ulaon sadari. Kalau toh harus diadakan maka Tikkir Tangga dan Paulak Une diserahkan kepada kedua belah pihak untuk melaksanakannya kemudian.

PERNIKAHAN ADAT BATAK Pada dasarnya, Adat Pernikahan Adat & Pernikahan Batak, mengandung nilai sakral. Dikatakan sakral karena dalam pemahaman Pernikahan Batak, , bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan) karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak (pihak penganten pria) , yang menjadi besannya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ Pernikahan Adat itu.

Sebagai bukti bahwa santapan /makanan adat itu adalah hewan yang utuh, pihak pria harus menyerahkan bagian-bagian tertentu hewan itu (kepala, leher, rusuk melingkar, pangkal paha, bagian bokong dengan ekornya masih melekat, hatu, jantung dll)bagian tersebut disebut tudu-tudu sipanganon (tanda makanan adat) yang menjadi jambar yang nanti dibagi-bagikan kepada para pihak yang berhak, sebagai tanda penghormatan atau legitimasi sesuai fungsi-fungsi (tatanan adat) keberadaan/kehadira n mereka didalam acara adat tersebut, yang disebut parjuhut.

Sebelum misi/zending datang dan orang Batak masih menganut agama tradisi lama, lembu atau kerbau yang dipotong ini ( waktu itu belum ada pinahan lobu) tidak sembarang harus yang terbaik dan dipilih oleh datu. Barangkali ini menggambarkan hewan yang dipersembahkan itu adalah hewan pilihan sebagai tanda/simbol penghargaan atas pengorbanan pihak perempuan tersebut. Cara

Page 12: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

memotongnya juga tidak sembarangan, harus sekali potong/sekali sayat leher sapi/kerbau dan disaksikan parboru (biasanya borunya) jika pemotongan dilakukan ditempat paranak (ditaruhon jual). Kalau pemotongan ditempat parboru (dialap jual) , paranak sendiri yang menggiring lembu/kerbau itu hidup-hidup ketempat parboru. Daging hewan inilah yang menjadi makanan pokok “ parjuhut” dalam acara adat perkawinan (unjuk itu). Baik acara adat diadakan di tempat paranak atau parboru, makanan/juhut itu tetap paranak yang membawa /mempersembahkan

Kalau makanan tanpa namargoar bukan makanan adat tetapi makanan rambingan biar bagaimanpun enak dan banyaknya jenis makananannya itu. Sebaliknya “namargoar/tudu- tudu sipanagnaon” tanpa “juhutnya” bukan namargoar tetapi “namargoar rambingan” yang dibeli dari pasar. Kalau hal ini terjadi di tempat paranak bermakna “paranak” telah melecehkan parboru, dan kalau ditempat parboru (dialap jula) parboru sendiri yang melecehkan dirinya sendiri. Anggapan acara Perkawinan Adat & Perkawinan Batak rumit dan bertele-tele adalah keliru, sepanjang ia diselenggarakan sesuai pemahamn dan nilai luhur adat itu sendiri. Ia menjadi rumit dan bertele-tele karena diselenggrakan sesuai pamaham atau seleranya.

[[Marhusip :]] {{Templat [1] }} Meskipun acara Marhusip salah satu unsur adat tetapi belum termasuk acara adat lengkap,maksudnya pada acara ini saudara laki-laki ibu yang melahirkan pengantin perempuan belum ikut karena tidak dihadiri pihak hulahula. Jadi disebut namanya Marhusip adalah karena pembicaraan masalah pernikahan belum resmi jadi tidak perlu diketahui umum.Jadi baru dalam tarap penjajakan. Falsafah yang terkandung dalam acara marhusip ini adalah: 1. Manat unang tartuktuk, dadap unang tarrobung. Maksudnya: sebelum dilaksanakan hajad seharusnya diperiksa dan hati-hati dalam bersikap serta tata cara yang akan di acarakan. 2. Jolo nidodo asa hinonong; maksudnya sama dengan no 1 diatas. 3. Jolo tinaha garung niba, jolo tinangkasan ma jolo gogo niba dohot sinadongan niba maksudnya harus teliti semua aspek yang terkait dengan acara.

Umumnya dirumah pihak perempuan dilaksanakan acara “Marhusip”, dan harus diberitahu akan kedatang pihak calon laki-laki, biasanya cukup 3 orang saja yang ikut dalam acara itu yaitu haha anggi dari bapak calon laki-laki serta dongan sahuta serta seorang wanita, begitu juga dari pihak calon perempuan yang ikut dalam acara Marhusip tersebut. Pembicaraan berkisar perkenalan dan mengenalkan anak laki-laki yang ingin meminang anak perempuannya, dansambil melihat keadaan pihak perempuan apakah layak dijadikan menantu. Dan pada zaman sekarang pembicaraan diarahkan untuk mengetahui apa yang diinginkan pihak parboru (termasuk ancar-ancar berapa sinamot yang diminta) kalau acara Marhusip lancar dan kedua belah pihak sama-sama tidak keberatan dalam hal anak yang dijodohkan. Dibawah ini ada skenario acara Marhusip dalam bahas Batak dan artinya bahasa Indonesia sebagai berikut : Pembicara dari pihak parboru (PB): „ Ba mankatai ma hita raja ni parboruon. IA nungga ro hamu tu bagas nami on, mauliate ma siala haroromuna, ba nuaeng na manungkun ma hami tu hamu: Dia ma na hinarohon muna, tangkas ma paboa“ (artinya: Marilah kita mulai berbicara wahai Raja ni Boru, kalian sudah datang kerumah ini , terima kasih atas kedatangan kalian, sekarang kami ingin bertanya pada kalian apa maksud kedatangan kalian tolong dijelaskan?) Jawaban dari pihak paranak (calon laki-laki) (PL): “Olo ma tutu, rajanami, alusan ma tutu sungkunsungkun muna I, Mauliate ma hudok hami parjolo tu Tuhan ta , ai dibagasan hahipason do hamu hu dapot hami di bagasta na marapang na marjual on. Mauliate do jala malambok pusu huhut dohonon nami di hamu

Page 13: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

rajanami na manjangkon haroronami dohot bohi na minar huhut lambok mardongan sipanganon na tabo. Ia haroro namai raja nami, na mardomu do I tu boaboa ni anak nami na ro mangalaka tu hutanta on, na di jabuon.Jadi na disuru suhut nami do hami manopot hamu, rajanami, manangkasi dohot manungkun pingkiran muna taringot tu si. On pe parjolo ma jolo husungkun hami hamu rajanami, beha naung ditolopi rohamuna do langka ni anak nami i? Jala molo naung ditolopi rohamuna do, ba songon dia ma dipangido rohamuna simpehononmuna tu hami di sibahenon dohot sipatupaon nami. Botima rajanami.

(artinya: Benar sekali raja nami, memang seharusnyalah kami menjawab pertanyaan itu, Terima kasih kami haturkan terutama kepada Tuhan, karena diberi kesehatan kepada kalian yang kami temui di rumah “na marapang na marjual on. Terima kasih setulusnya kami haturkan kepada kalian raja nami yang menghormati kedatangan kami dengan muka yang cerah serta lembut disertai hidangan makanan yang begitu lezat. Adapun kedatangan kami wahai raja nami, sehubungan dengan pemberitahuan dari anak kami yang datang berjalan-jalan kekampung dan kerumah ini. Jadi kami disuruh suhut nami, menemui kalian raja nami, memperjelas serta menanyai kepada kalian tentang hal itu. Sebelumnya terlebih dahulu kami menanya kalian raja nami, Bagaimana apakah kalian sudah mengerti akan maksud kedatangan anak kami?, kalaulah sudah dimengerti , kira kira bagaimana dan apa yang perlu kalian sampaikan pada kami untuk dipersiapkan dan disediakan. Kira-kira begitulah) Jawaban PB : “Mauliate ma diharoromuna tu bagasta on dohot dihatamuna I sudena.Ndang pola ganjang be dohonon nami mangalusi hamu.Las do rohanami majangkon berenami anak muna i. Alai pangidoan nami, molo naung sian ias dohot burjumuna do na ro nuaeng manaringoti i, ba tung denggan ma bahen hamu taringot tu sisombahononmuna tu hami.Angkup ni I, manurut pingkiran nami nangkin andorang so borhat hamu tu son, ba nungga adong hian bilangan na tontu ditonahon suhut muna sipaboaon muna tu hami. On pe, asa jempek jala bulus pangkataionta ba pintor tangkas ma paboa hamu na tinonahon ni suhut muna I tu hamu. Songon I ma jolo alus nami. Botima. (artinya: Terima kasih atas kedatangan dan kata-kata kalian tersebut, tidak perlu saya rasa panjang-panjang menjawab kalian, kami sangat senang atas bere kami anak kalian itu, tetapi permintaan kami kalaulah memang sudah dari hati yang tulus kedatangan kalian dan menyinggung soal itu maka alangkah baiknya kalau kalian mempersiapkan (sombasomba) untuk membicarakan itu kepada kami, menurut pikiran kami tadi, sebelum kalian berangkat kemari barang tentu sudah ada disiapkan untuk kalian dalam bilangan tertentu oleh suhut kalian, untuk diberi tahu kepada kami. Begitupu untuk mempersingkat pembicaraan kita, terus terang saja kalian menyampaikan yang dititip dan dipesankan suhut tadi kepada kalian. Begitulah dahulu jawaban kami.Botima). Jawaban Pihak PL:

“mauliate di hatamuna I, rajanami.Nunga nauli I, raja nami, na nidokmuna I, ai tutu do nunga adong hian bilangan na tontu huboan hami songon tona ni suhut nami.Jadi ba pinaboa ma tu raja i. Songon on ma , raja nami: Upa suhut RP.20.000.000,00. Jala manurut / marbanding tusi ma angka jambar pangalambungi. (artinya: Terima kasih, atas semua kata-kata kalian raja nami, wahai raja nami apa yang kalian katakan tadi adalah benar, sudah ada bilangan yang pasti kami bawa sebagai pesan dari suhut kami. Jadi kami sampaikanlah kepada kalian raja nami, kira kira beginilah perinciannya, Upa suhut ditetapkan Rp. 20.000.000, serta termasuklah itu untuk jambar pangalambungi.) ( biasanya sewaktu Marhusip selalu penawaran terjadi dan pihak utusan laki-laki selalu mengurangi dari yang telah ditetapkan hasuhutan orang tua laki-laki.)

Page 14: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

Pembicara PB: “Ah, raja ni parboruon , ndang masuk diakal nami holan nasa I di tonahon suhut muna. Jadi nuaeng pe, ndada porlu masitaoaran ditingki na “Marhusip” . Paboa hamu ma torang sadia ditonahon suhut muna”. (artinya: Ah, rajani parboruon, tidak masuk akal kami Cuma hanya sekian yang dipesan suhut kalian, jadi sekarang tidak perlu kita saling tawar menawar sewaktu Marhusip. Beritahu secara jelas berapa sebenarnya yang dipesan suhuit kalian) Pembicara PL: “Ba molo songon I do, rajanami, an a uli, ba pinaboa ma tutu. Tona ni suhut nami ,upa suhut Rp.20.000.000. Jala manurut tusi ma tu angka pangalabungi, jadi songon I ma da, raja nami, naboi tuhuhon nami, botima. (Kalau begitu raja nami, baiklah kami beritahulah kepada kalian yang sebenarnya berapa yang dipesankan suhut kami, upa suhut Rp. 20.000.000. termasuk untuk para pangalabungi, begitulah raja nami, yang dapat kami tanggung. Botima.)

Jawaban PB: „Mauliate ma di hatamuna i, raja ni parboruon. Jadi songon on ma dohonon nami taringot tusi: Hujalo hami ma songon na pinaboa muna i, molo olat ni i nama na boi sombahonon muna tu hami, alai ingkon hamu ma mananggung pesta ro sude na mardomu tusi. Ianggo so songoni do, tung soboi do haoloan hami hatamuna i. Songon I ma hatanami, botima, ai patar ma paboaon nami tu hamu, sinamot na nilehon muna I do na naeng pangkehon nami tu haporluan ni nanaeng parumaen muna on, songon I ma hata nami, botima. (artinya: Terima kasi atas jawaban kalian itu raja ni parboruon, jadi beginilah jawaban kami tentang itu: Kami menerima seperti jumlah yang kalian sampaikan, kalau Cuma samapai disitu kesanggupan untuk dipersembahkan kepada kami, tetapi kalianlah yang menanggung pesta serta semua yang berhubungan dengan itu, kalau tidak begitu kami tidak dapat menerima apa yang kalain katakan itu. Begitulah jawaban kami Botima, jelas-jelaslah kami sampaikan kepada kalian, sinamot yang kalian berikan itu yang akan dipergunakan untuk keperluan bakal menantu kalian itu, begitulah jawaban kami ,Botima)

Pembicara PL: Taringot tusi, rajanami ianggo tona ni suhut nami songon on do;sian hami do panjuhuti, alai ianggo na mambahen pesta I, ba hamu parboru do. Jadi molo tung so boi do songon I, an ang tarlehon hami nuaeng putusan taringot tu na nidok ni rajai. Alai ba paboaon nami ma I tu suhut nami.” (artinya: Mengenai itu raja nami, pesan suhut kami begini; Dari kami panjuhuti, tetapi yang mengadakan pesta kalian pihak parboru. Jadi kalaupun tidak begitu kami tidak sanggup memutuskan sekarang raja nami, tetapi akan kami sampaikan permintaan itu kepada suhut kami.)

Pembicara PB: “Molo songoni, ba pasahat hamu ma hatanami I tu suhut muna alai paboa hamu, tung gomos do hami di pangidoan nami I, botima” (artinya: Kalu begitu, kalian sampaikanlah usul kami itu kepada suhut kalian, tetapi harus kalian sampaikan dengan tegas permintaan kami itu, botima.) Jawaban PL: “na uli rajanami pasahaton nami ma hatamuna I tu suhut nami, jala tibu do hami ro mamboan alus sian suhut nami botima.” (artinya: Sangatlah baik itu raja nami, kami akan sampaikan usul kalian itu kepada suhut kami, serta kami akan segera memberi jawaban dari suhut kami, botima) Sampai disini akhir pembicaraan yang terjadi untuk saat itu, (kesimpulannya masih terjadi tawar menawar siapa yang mengadakan pesta keramaiannya, juru bicara pihak perempuan meminta agar pesta dilaksanakAn oleh pihak laki-laki, namun juru bicara pihak laki-laki menolak dan meminta agar pesta dilakukan oleh pihak perempuan, namun keputusan akan dirundingkan dengan orang tua calon laki-laki/suhut yang nanti akan diberi jawabnya segera ) laki-laki menawarkan datang untuk kedua kalinya hanya untuk menyampaikan jawaban dari orang tua calaon mempelai laki-laki. Marhata sinamaot: (membicarakan mas kawin) Ada falssafah orangtua terdahulu yang perlu diingat sebagai berikut: 1. Aek godang aek

Page 15: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

lau; Dos ni roha sibaen nasut 1. Balinta ma pagabe tumandangkon sitadoan; Arinta ma gabe molo masipaoloan. 1. Amporik marlipik, onggang marbahang; Gabe do parboli na otik, laos gabe do nang parboli na godang

1. Na mandanggurhon tu dolok do molo basa marhulahula. (maksudnya Apa saja yang dilempar ke gubnung, seperti batu, pasti batu tersebut meluncur/jatuh kearah kita, dan pasti batu lainpun yang tersenggol akan terikut. Jadi sama berlipat ganda diterima keuntungan yang baik, kalau kita menghormati Hulahula.) Setelah jadawal pembicaraan tentang Mas kawin (sinamot) telah ditetapkan pada waktu Marhusip dan pesan akan kedatangan pihak Pengantin Laki-lakipun disampaikan pada pihak pengantin perempuan. Maka Pihak perempuanpun mempersiapkan penyambutan dan menerima “Suhi ni ampang“, dan memberi tahu pada orang yang berkaitan dengan acara itu untuk hadir yaitu: 1- Suhut (parboru) 2- Sijalo bara, 3- Tulang 4- Simandokkon, 5- Pariban. Dan ditambah sebagai saksi yaitu: 6- Dongan sahuta (1 atau 2 orang) Inilah yang yang menerima pihak Paranak dalam membicarakan sinamot .Adapun falsafah yang terkandung dalam “Ampang” adalah sebagai berikut:

Posted by esra Hasugian sumber “Tata cara pelaksanaan adat batak" dan disarikan dari berbagai sumber

[sunting] Adat Betawi

Perkawinan Adat Pengantin Betawi ditandai dengan serangkaian prosesi. Didahului masa perkenalan melalui Mak Comblang. Dilanjutkan lamaran. Pingitan. Upacara siraman. Prosesi potong cantung atau ngerik bulu kalong dengan uang logam yang diapit lalu digunting. Malam pacar, mempelai memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar.

Puncak adat Betawi adalah Akad Nikah. Mempelai wanita memakai baju kurung dengan teratai dan selendang sarung songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing serta kembang goyang sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Dahi mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit menandakan masih gadis saat menikah.

Mempelai pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat, Hem, Jas, serta kopiah. Ditambah baju Gamis berupa Jubah Arab yang dipakai saat resepsi dimulai. Jubah, Baju Gamis, Selendang yang memanjang dari kiri ke kanan serta topi model Alpie menandai agar rumah tangga selalu rukun dan damai.

[sunting] Prosesi Akad Nikah

Mempelai pria dan keluarganya datang naik andong atau delman hias. Disambut Petasan. Syarat mempelai pria diperbolehkan masuk menemui orang tua mempelai wanita adalah prosesi ‘Buka Palang Pintu’. Yakni, dialog antara jagoan pria dan jagoan wanita, kemudian ditandai pertandingan silat serta dilantunkan tembang Zike atau lantunan ayat-ayat Al Quran. Pada akad nikah, rombongan mempelai pria membawa hantaran berupa:

Page 16: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

1. Sirih, gambir, pala, kapur dan pinang. Artinya segala pahit, getir, manisnya kehidupan rumah tangga harus dijalani bersama antara suami istri.

2. Maket Masjid, agar tidak lupa pada agama dan harus menjalani ibadah salat serta mengaji.

3. Kekudang, berupa barang kesukaan mempelai wanita misalnya salak condet, jamblang, dan sebagainya.

4. Mahar atau mas kawin.5. Pesalinan berupa pakaian wanita seperti kebaya encim, kain batik, lasem, kosmetik,

sepasang roti buaya. Buaya merupakan pasangan yang abadi dan tidak berpoligami serta selalu mencari makan bersama-sama.

6. Petisie yang berisi sayur mayur atau bahan mentah untuk pesta, misalnya wortel, kentang, telur asin, bihun, buncis dan sebagainya.

Akad nikah dilakukan di depan penghulu. Setelah itu ada beberapa rangkaian acara:

1. Mempelai pria membuka cadar pengantin wanita untuk memastikan pengantin tersebut adalah dambaan hatinya.

2. Mempelai wanita mencium tangan mempelai pria.3. Kedua mempelai duduk bersanding di pelaminan.4. Dihibur Tarian kembang Jakarta5. Pembacaan doa berisi wejangan untuk kedua mempelai dan keluarga kedua belah pihak

yang tengah berbahagia

Susunan (Tata Cara) Upacara Nikah Adat Sunda

Ditulis oleh Dedi Mulyadi Kamis, 11 Februari 2010 15:52

Pernikahan memang satu upacara sakral yang diharapkan sekali seumur hidup. Bentuk pernikahan banyak sekali bentuknya dari yang paling simple, dan yang ribet karena menggunakan upacara adat. Seperti pernikahan adat Sunda ini, kekayaan budaya tatar Sunda bisa dilihat juga lewat upacara pernikahan adatnya yang diwarnai dengan humor tapi tidak menghilangkan nuansa sakral dan khidmat.

Ada beberapa acara yang harus dilakukan untuk melangsungkan pernikahan, mulai dari lamaran dan lainnya.

Ada Neundeun Omong (Menyimpan Ucapan): Yaitu, Pembicaraan orang tua atau pihak Pria yang berminat mempersunting seorang gadis. Dalam pelaksanaannya neundeun omong biasanya, seperti berikut ini :

Pihak orang tua calon pengantin bertamu kepada calon besan (calon pengantin perempuan). Berbincang dalam suasana santai penuh canda tawa, sambil sesekali

Page 17: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

diselingi pertanyaan yang bersifat menyelidiki status anak perempuannya apakah sudah ada yang melamar atau atau masih (belum punya pacar)

Pihak orang tua (calon besan) pun demikian dalam menjawabnya penuh dengan benyolan penuh dengan siloka

Walapun sudah sepakat diantara kedua orang tua itu, pada jaman dahulu kadang-kadang anak-anak mereka tidak tahu.

Di beberapa daerah di wilayah pasundan kadang-kadang ada yang menggunakan cara dengan saling mengirimi barang tertentu. Seperti orang tua anak laki-laki mengirim rokok cerutu dan orang tua anak perempuan mengerti dengan maksud itu, maka apabila mereka setuju akan segera membalasnya dengan mengirimkan benih labu siam (binih waluh siam). Dengan demikian maka anak perempuannya itu sudah diteundeunan omong (disimpan ucapannya).

Narosan (Lamaran) : Dilaksanakan oleh orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat, yang merupakan awal kesepakatan untuk menjalin hubungan lebih jauh. Pada pelaksanaannya orang tua anak laki-laki biasanya sambil membawa barang-barang, seperti yaitu :

Lemareun, (seperti daun sirih, gambir, apu ) Pakaian perempuan Cincin meneng Beubeur tameuh (ikat pinggang sang suka dipakai kaum perempuan terutama setelah

melahirkan Uang yang jumlahnya 1/10 dari jumlah yang akan dibawa pada waktu seserahan

Barang-barang yang dibawa dalam pelaksanaan upacara ngalamar itu tidak lepas dari simbol dan makna seperti :

Sirih, bentuknya segi tiga meruncing ke bawah kalau dimakan rasanya pedas. Gambir rasanya pahit dan kesat. Apu rasanya pahit. Tapi kalau sudah menyatu rasanya jadi enak dan dapat menyehatkan tubuh dan mencegah bau mulut.

Cincin meneng yaitu cincin tanpa sambungan mengandung makna bahwa rasa kasih dan sayang tidak ada putusnya

Pakaian perempuan, mengandung makna sebagai tanda mulainya tanggung jawab dari pihak laki-laki kepada perempuan

Beubeur tameuh, mengandung makna sebagai tanda adanya ikatan lahir dan batin antara kedua belah pihak

Tunangan : Pada tunangan dilakukan patukeur beubeur tameuh, yaitu penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos pada si gadis.

Seserahan : Dilakukan 3-7 hari sebelum pernikahan, yaitu calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan dan lainnya.

Seminggu atau 3 hari menjelang peresmian pernikahan, di rumah calon mempelai berlangsung sejumpah persiapan yang mengawali proses pernikahan, yaitu Ngebakan atau Siraman. Berupa acara memandikan calon pengantin agar bersih lahir dan batin, acara berlangsung siang hari di

Page 18: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

kediaman masing-masing calon mempelai. Bagi umat muslim, acara ini terlebih dahulu diawali dengan pengajian. Tahapan acara siraman adalah:

Ngecagkeun Aisan. Calon pengantin wanita keluar dari kamar dan secara simbolis digendong oleh sang ibu, sementara ayah calon pengantin wanita berjalan di depan sambil membawa lilin menuju tempat sungkeman. Upacara ini dilaksanakan sehari sebelum resepsi pernikahan, sebagai simbol lepasnya tanggung jawab orang tua calon pengantin. Property yang digunakan:

o Palika atau pelita atau menggunakan lilin yang berjumlah tujuh buah. Hal ini mengandung makna yaitu rukun iman dan jumlah hari dalam seminggu

o Kain putih, yang mengandung makna niat sucio Bunga tujuh rupa, mengandung makna bahwa perilaku kita, selama tujuh hari

dalam seminggu harus wangi yang artinya baik.o Bunga hanjuang, mengandung makna bahawa kedua calon pengantin akan

memasuki alam baru yaitu alam berumah tangga.

Langkah-langkah upacara ini adalah:

Orang tua calon pengantin perempuan keluar dari kamar sambil membawa lilin/ palika yang sudah menyala,

Kemudian di belakangnya diikuti oleh calon pengantin peremupan sambil dililit (diais )oleh ibunya.

Setelah sampai di tengah rumah kemudian kedua orang tua calon pengantin perempuan duduk dikursi yang telah dipersiapkan

Untuk menambah khidmatnya suasana biasanya sambil diiring alunan kecapi suling dalam lagu ayun ambing.

Ngaras

Permohonan izin calon mempelai wanita kemudian sungkem dan mencuci kaki kedua orangtua pelaksanaan upacara ini dilaksanakan setelah upacara ngecagkeun aisan. Pelaksaannya sebagai berikut:

Calon pengantin perempuan bersujud dipangkuan orang tuanya sambil berkata:

"Ema, Bapa, disuhunkeun wening galihnya, jembar

manah ti salira. Ngahapunteun kana sugrining kalepatan sim abdi. Rehing dina dinten enjing pisan sim abdi seja nohonan sunah rosul. Hapunten Ema, hapunten Bapa hibar pangdu'a ti salira."

Orang tua calon perempuan menjawab sambil mengelus kepala anaknya:"Anaking, titipan Gusti yang Widi. Ulah salempang hariwang, hidep sieun teu tinemu bagja ti Ema sareng ti Bapa mah, pidu'a sareng pangampura, dadas keur hidep sorangan geulis"

Selanjutnya kedua orang tua calon pengantin perempuan membawa anaknya ke tempat siraman untuk melaksanakan upacara siraman.

Page 19: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

Pencampuran air siraman. Kedua orangtua menuangkan air siraman ke dalam bokor dan mengaduknya untuk upacara siraman.

Siraman. Diawali musik kecapi suling, calon pengantin wanita dibimbing oleh perias menuju tempat siraman dengan menginjak 7 helai kain. Siraman calon pengantin wanita dimulai oleh ibu, kemudian ayah, disusul oleh para sesepuh. Jumlah penyiram ganjil; 7, 9 dan paling banyak 11 orang. Secara terpisah, upacara yang sama dilakukan di rumah calon mempelai pria. Perlengkapan yang diperlukan adalah air bunga setaman (7 macam bunga wangi), dua helai kain sarung, satu helai selendang batik, satu helai handuk, pedupaan, baju kebaya, payung besar, dan lilin.

Pelaksanaan upacara siraman seperti berikut:

1. Sesudah membaca doa, Ayah calon pengantin langsung menyiramkan air dimulai dari atas kepala hingga ujung kakunya. Setelah itu diteruskan oleh Ibunya sama seperti tadi. Dan dilanjutkan oleh kerabat yang harus sudah menikah.

2. Pada siraman terakhir biasanya dilakukan dengan malafalkan jangjawokan (mantra) seperti berikut:

cai suci cai huripcai rahmat cai nikmathayu diri urang mandinya mandi jeung para Nabinya siram jeung para Malaikatkokosok badan rohanicur mancur cahayaning Allahcur mancur cahayaning ingsuncai suci badan sukamulih badan sampurnasampurna ku paraniam

Potong rambut atau Ngerik. Calon mempelai wanita dipotong rambutnya oleh kedua orangtua sebagai lambing memperindah diri lahir dan batin. Dilanjutkan prosesi ngeningan (dikerik dan dirias), yakni menghilangkan semua bulu-bulu halus pada wajah, kuduk, membentuk amis cau/sinom, membuat godeg, dan kembang turi. Perlengkapan yang dibutuhkan: pisau cukur, sisir, gunting rambut, pinset, air bunga setaman, lilin atau pelita, padupaan, dan kain mori/putih. Biasanya sambil dilantunkan jangjawokan juga:

Peso putih ninggang kana kulit putihCep tiis taya rasanaMangka mumpung mangka melungMaka eunteup kana sieupMangka meleng ka awaking, ngeunyeukseureuh

Page 20: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

Rebutan Parawanten. Sambil menunggu calon mempelai dirias, para tamu undangan menikmati acara rebutan hahampangan danbeubeutian. Juga dilakukan acara pembagian air siraman.

Suapan terakhir. Pemotongan tumpeng oleh kedua orangtua calon mempelai wanita, dilanjutkan dengan menyuapi sang anak untuk terakhir kali masing-masing sebanyak tiga kali.

Tanam rambut. Kedua orangtua menanam potongan rambut calon mempelai wanita di tempat yang telah ditentukan.

Lalu dilanjutkan dengan Ngeuyeuk Seureuh. Kedua calon mempelai meminta restu pada orangtua masing-masing dengan disaksikan sanak keluarga. Lewat prosesi ini pula orangtua memberikan nasihat lewat lambang benda-benda yang ada dalam prosesi. Lazimnya, dilaksanakan bersamaan dengan prosesi seserahan dan dipimpin oleh Nini Pangeuyeuk (juru rias). Kata ngeuyeuk seureuh sendiri berasal dari ngaheuyeuk yang ngartinya mengolah. Acara ini biasanya dihadiri oleh kedua calon pengantin beserta keluarganya yang dilaksanakan pada malam hari sebelum akad nikah.Pandangan hidup orang Sunda senantiasa dilandasi oleh tiga sifat utama yakni silih asih, silih asuh, dan silih asah atau secara literal diartikansebagai saling menyayangi, saling menjaga, dan mengajari. Ketiga sifat itu selalu tampak dalam berbagai upacara adat atau ritual terutama acara ngeuyeuk seureuh. Diharapkan kedua calon pengantin bisa mengamalkan sebuah peribahasa kawas gula jeung peuet (bagaikan gula dengan nira yang sudah matang) artinya hidup yang rukun, saling menyayangi dan sebisa mungkin menghindari perselisihan. Tata cara Ngeuyeuk Sereuh:

1. Nini Pangeuyeuk memberikan 7 helai benang kanteh sepanjang 2 jengkal kepada kedua calon mempelai. Sambil duduk menghadap dan memegang ujung-ujung benang, kedua mempelai meminta izin untuk menikah kepada orangtua mereka.

2. Pangeuyeuk membawakan Kidung berisi permohonan dan doa kepada Tuhan sambil nyawer (menaburkan beras sedikit-sedikit) kepada calon mempelai, simbol harapan hidup sejahtera bagi sang mempelai.

3. Calon mempelai dikeprak (dipukul pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi nasihat untuk saling memupuk kasih sayang.

4. Kain putih penutup pangeuyeukan dibuka, melambangkan rumah tangga yang bersih dan tak ternoda. Menggotong dua perangkat pakaian di atas kain pelekat; melambangkan kerjasama pasangan calon suami istri dalam mengelola rumah tangga.

5. Calon pengantin pria membelah mayang jambe dan buah pinang. Mayang jambe melambangkan hati dan perasaan wanita yang halus, buah pinang melambangkan suami istri saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri. Selanjutnya calon pengantin pria menumbuk alu ke dalam lumping yang dipegang oleh calon pengantin wanita.

6. Membuat lungkun, yakni berupa dua lembar sirih bertangkai berhadapan digulung menjadi satu memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan tamu melakukan hal yang sama, melambangkan jika ada rezeki berlebih harus dibagikan.

7. Diaba-abai oleh pangeuyeuk, kedua calon pengantin dan tamu berebut uang yang berada di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rezeki dan disayang keluarga.

Page 21: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

8. Kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke perempatan jalan, simbolisasi membuang yang buruk dan mengharap kebahagiaan dalam menempuh hidup baru.

9. Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi Sunda akan jumlah hari yang diterangi matahari dan harapan akan kejujuran dalam mebina kehidupan rumah tangga.

Pada hari yang telah ditetapkan oleh kedua keluarga calon pengantin. Rombongan keluarga calon pengantin Pria datang ke kediaman calon pengantin perempuan. Selain membawa mas kawin, biasanya juga membawa peralatan dapur, perabotan kamar tidur, kayu bakar, gentong (gerabah untuk menyimpan beras). Di daerah Priangan, susunan acara upacara akad nikah biasanya sebagai berikut:

Pembukaan:

1. Penyambutan calon pengantin Pria, dalam acara ini biasanya dilaksanan upacara mapag.2. Mengalungkan untaian bunga melati3. Gunting pita

Penyerahan calon Pengantin Pria:

1. Yang mewakili pemasrahan calon pengantin pria biasanya adalah orang yang dituakan dan ahli berpidato.

2. Yang menerima dari perwakilan wanita juga diwakilkan

Akad Nikah:

1. Biasanya diserahkan pada KUA2. Pada hari pernikahan, calon pengantin pria beserta para pengiring menuju kediaman

calon pengantin wanita, disambut acara Mapag Penganten yang dipimpin oleh penari yang disebut Mang Lengser. Calon mempelai pria disambut oleh ibu calon mempelai wanita dengan mengalungkan rangkaian bunga. Selanjutnya upacara nikah sesuai agama dan dilanjutkan dengan sungkeman dan sawer.

Setelah akad nikah, masih dilakukan beberapa upacara, yaitu:Saweran.

Merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua mempelai yang dilaksanakan setelah acara akad nikah. Melambangkan Mempelai beserta keluarga berbagi rejeki dan kebahagiaan. Kata

sawer berasal dari kata panyaweran , yang dalam bahasa Sunda berarti tempat jatuhnya air dari atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Mungkin kata sawer ini diambil dari tempat

berlangsungnya upacara adat tersebut yaitu panyaweran.Berlangsung di panyaweran (di teras atau halaman). Kedua orang tua menyawer mempelai dengan diiringi kidung. Untuk menyawer, menggunakan bokor yang diisi uang logam, beras, irisan kunyit tipis, permen. Kedua Mempelai duduk berdampingan dengan dinaungi payung, seiring kidung selesai di lantunkan, isi bokor di

tabur, hadirin yang menyaksikan berebut memunguti uang receh dan permen. Bahan-bahan yang

Page 22: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

diperlukan dan digunakan dalam upacara sawer ini tidaklah lepas dari simbol dan maksud yang hendak disampaikan kepada pengantin baru ini, seperti :

1. beras yang mengandung symbol kemakmuran. Maksudnya mudah-mudah setelah berumah tangga pengantin bisa hidup makmur

2. uang recehan mengandung symbol kemakmuran maksudnya apabila kita mendapatkan kemakmuran kita harus ikhlas berbagi dengan Fakir dan yatim

3. kembang gula, artinya mudah-mudah dalam melaksanakan rumah tangga mendapatkan manisnya hidup berumah tangga.

4. kunyit, sebagai symbol kejayaan mudah-mudahan dalam hidup berumah tangga bisa meraih kejayaan.

Kemudian semua bahan dan kelengkapan itu dilemparkan, artinya kita harus bersifat dermawan. Syair-syair yang dinyanyikan pada upacara adat nyawer adalah sebagai berikut :KIDUNG SAWERPangapunten kasadayaKanu sami arayaRehna bade nyawer heulaNgedalkeun eusi werdayaDangukeun ieu piwulangTawis nu mikamelangTeu pisan dek kumalancang

Megatan ngahalang-halangBisina tacan kahartiTengetkeun masing rastitiUcap lampah ati-atiKudu silih beuli atiLampah ulah pasaliaSingalap hayang waluyaUpama pakiya-kiyaAhirna matak pasea

Meuleum Harupat ( Membakar Harupat )Mempelai pria memegang batang harupat,pengantin wanita membakar dengan lilin sampai menyala. Harupat yang sudah menyala kemudian di masukan ke dalam kendi yang di pegang mempelai wanita, diangkat kembali dan dipatahkan lalu di buang jauh jauh. Melambangkan nasihat kepada kedua mempelai untuk senantiasa bersama dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi istri dengan memegang kendi berisi air adalah untuk mendinginkan setiap persoalan yang membuat pikiran dan hati suami tidak nyaman.Buka pintu

Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan..Dialog pengantin perempuan dengan pengantin laki-laki seperti berikut ini :KENTAR BAYUBUDIstri : Saha eta anu kumawani

Page 23: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

Taya tata taya bemakramaKetrak- ketrok kana panto

Laki-laki : Geuning bet jadi kituApi-api kawas nu panglingApan ieu teh engkangHayang geura tepungTambah teu kuat ku eraDa diluar seueur tamu nu ningali

Istri : Euleuh karah panutan

Nincak Endog (Menginjak Telur)

Mempelai pria menginjak telur di baik papan dan elekan (Batang bambu muda), kemudian mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria dengan air di kendi, me ngelapnya sampai kering lalu kendi dipecahkan berdua. Melambangkan pengabdian istri kepada suami yang dimulai dari hari itu.

Ngaleupas Japati ( Melepas Merpati )

Ibunda kedua mempelai berjalan keluar sambil masing masing membawa burung merpati yang kemudian dilepaskan terbang di halaman. Melambang kan bahwa peran orang tua sudah berakhir hari itu karena kedua anak mereka telah mandiri dan memiliki keluarga sendiri.

Huap Lingkung (Suapan)

1. Pasangan mempelai disuapi oleh kedua orang tua. Dimulai oleh para Ibunda yang dilanjutkan oleh kedua Ayahanda.

2. Kedua mempelai saling menyuapi, Tersedia 7 bulatan nasi punar ( Nasi ketan kuning ) diatas piring. Saling menyuap melalui bahu masing masing kemudian satu bulatan di perebutkan keduanya untuk kemudian dibelah dua dan disuapkan kepada pasangan .

Melambangkan suapan terakhir dari orang tua karena setelah berkeluarga, kedua anak mereka harus mencari sendiri sumber kebutuhan hidup mereka dan juga menandakan bahwa kasih sayang kedua orang tua terhadap anak dan menantu itu sama besarnya.Pabetot Bakakak (Menarik Ayam Bakar)

Kedua mempelai duduk berhadapan sambil tangan kanan mereka memegang kedua paha ayam bakakak di atas meja, kemudian pemandu acara memberi aba – aba , kedua mempelai serentak menarik bakakak ayam tersebut hinggak terbelah. Yang mendapat bagian terbesar, harus membagi dengan pasangannya dengan cara digigit bersama. Melambangkan bahwa berapapun rejeki yang didapat, harus dibagi berdua dan dinikmati bersama.

Numbas

Page 24: Adat pernikahan Yogyakarta dudu

Upacara numbas biasa dilaksanakan satu minggu setelah akad nikah. Upacara numbas mengandung maksud untuk memberi tahu kepada keluarga dan tetangga bahwa pengantin perempuan "tidak mengecewakan" pengantin laki-laki. Upacara numbas dilakukan dengan cara membagi-bagikan nasi kuning.