adat istiadat banjarnegara

24
TUGAS MAKALAH HUKUM ADAT ADAT ISTIADAT BANJARNEGARA Disusun Oleh: Rizki Nur Widiantoro E1A113068 Kelas D KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

Upload: rizkinur61

Post on 26-Dec-2015

283 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Adat Istiadat Banjarnegara

TRANSCRIPT

Page 1: Adat Istiadat Banjarnegara

TUGAS MAKALAH

HUKUM ADAT

ADAT ISTIADAT BANJARNEGARA

Disusun Oleh:

Rizki Nur Widiantoro

E1A113068

Kelas D

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2014

Page 2: Adat Istiadat Banjarnegara

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat limpahan Rahmat dan Karuniannya kami dapat menyusun makalah

tentang “Adat Istiadat Banjarnegara”. Dengan menyelesaikan makalah ini semoga

dapat berguna bagi para pembaca, serta teman-teman sekalian.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan pelajaran yang

bermanfaat bagi kami. Tugas yang sederhana ini jauh dari kata sempurna, kami

mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca guna untuk memperbaiki

kekurangan-kekurangan dari makalah ini.

Purwokerto, 2 Juni 2014

Penyusun

Page 3: Adat Istiadat Banjarnegara

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4

B. Rumusan Masalah..................................................................................................5

C. Tujuan Penulisan....................................................................................................5

BAB II..................................................................................................................................6

PEMBAHASAN....................................................................................................................6

A. Nyadran..................................................................................................................6

B. Ritual Ujungan........................................................................................................9

C. Ruwat Rambut Gimbal.........................................................................................12

BAB III...............................................................................................................................15

PENUTUP..........................................................................................................................15

A. Kesimpulan...........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

Page 4: Adat Istiadat Banjarnegara

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adat istiadat serta budaya yang lahir dan berkembang di masyarakat

Banjarnegara, merupakan bagian yang ada di lingkungan budaya Banyumas.

Sehingga adat istiadat yang terdapat di Banjarnegara tidak jauh berbeda

dengan adat istiadat yang terdapat pada daerah Banyumas pada umumnya.

Masyarakat Banjarnegara maturitas masih memegang teguh adat serta

kebudayaan Jawa yang diwariskan oleh nenek moyang, mereka masih

percaya akan hari baik ataupun hari buruk.

Pada umunya masyarakat yang hidup di Banjarnegara masih melakukan

berbagai upacara ritual sebagai warisan leluhur. Upacara dan tradisi adat

masih dipegang kuat dan dihormati di dalam kehidupan masyarakat.

Sementara itu berkembang pula aliran kepercayaan yang disana sini

nampak luluh dan menyatu dengan kehidupan agama.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari nyadran?

2. Apa yang dimaksud dengan ritual Ujungan?

3. Apa itu Ruwat Rambut Gimbal?

Page 5: Adat Istiadat Banjarnegara

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui adat istiadat yang terdapat di Banjarnegara.

2. Untuk mengetahui pengertian dari nyadran.

3. Untuk mengetahui Ritual Ujungan.

4. Untuk mengetahui Ruwat Rambut Gimbal.

Page 6: Adat Istiadat Banjarnegara

BAB II

PEMBAHASAN

A. Nyadran

Nyadran merupakan sebuah prosesi adat berupa kenduri yang

dilakukan di tempat yang dianggap keramat, masjid, langgar, rumah

pendukuk, ataupun tempat lainnya. Bagi masyarakat Banjarnegara ataupun

masyarakat Jawa, kegiatan tahunan nyadran atau sadranan merupakan

ungkapan refleksi sosial-keagamaan. Nyadran biasanya dilaksanakan

menjelang bulan Ramadhan yaitu pada bulai Sya’ban atau Ruwah.

Upacara nyadran dilakukan dalam rangka untuk membersihkan

makam leluhur serta berziarah ke makam leluhur. Makna lain dari nyadran

adalah untuk menghormati para leluhur.

Nyadran dengan ziarah kubur merupakan dua kegiatan keagamaan

yang memiliki kesamaan dalam ritus dan objeknya. Perbedaannya hanya

terletak pada tata cara dan prosesi pelaksanaannya, di mana dalam nyadran

waktu pelaksanaannya ditentukan oleh pihak yang mempunyai otoritas

ataupun sesepuh dan juga pemuka agama setempat. Dan pelaksanaan upacara

nyadran dilakukan secara kolektif.

Page 7: Adat Istiadat Banjarnegara

Tradisi nyadran yang sudah melekat erat pada masyarakat

Banjarnegara dan pada kebanyakan masyarakat Jawa menjadikan masyarakat

menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dari tradisi maupun kebudayaan itu.

Dengan demikian tidak mengherankan kalau pelaksanaan tradisi

nyadran masih kental dengan budaya Hindu-Budha yang masih kental dengan

dinamisme, namun tradisi tersebut telah diakulturasikan dengan nilai-nilai

islam oleh Wali Songo.

Secara sosio-kultural, implementasi dari ritus nyadran tidak hanya

sebatas berziarah, membersihkan makam leluhur ataupun selamatan

(kenduri). Nyadran juga menjadi ajang untuk bersilaturahmi antar keluarga

dan juga warga masyarakat.

Prosesi ritual nyadran dimulai dengan membuat apem, ketan, dan

kolak. Ketiga jenis makan tersebut dimasukan ke dalam wadah yang disebut

takir. Kue-kue tersebut selain dipakei untuk munjung kepada sanak saudara

ataupun tetangga sekitar, juga digunakan sebagai ubarampe selamatan.

Hal tersebut dilakukan sebagai ungkapan syukur dan juga rasa

persaudaraan terhadap sesama warga masyarakat. Setelah warga selesai

melakukan bersih-bersih makam, warga masyarakat mengadakan selamatan

atau kenduri di sepanjang jalan menuju pemakaman ataupun lahan kosong

yang berada di dekat makam tak jarang pula kenduri digelar di Masjid

kampung. Kenduri dimulai dengan ditabuhnya kentongan. Dengan bunyi

kentongan maka para warga yang terdiri dari berbagai kalangan akan

bergegas berangkat untuk menghadiri acara selamatan atau kenduri.

Page 8: Adat Istiadat Banjarnegara

Tiap keluarga yang datang dalam acara selamatan biasanya membawa

makanan sekedarnya, berbagai jenis. Lalu duduk berama dengan posisi kaki

bersila. Kemudian sesepuh desa membuka acara isinya mengucapkan rasa

terimakasih kepada warga yang telah bersedia untuk datang dan menyediakan

makanan.

Setelah itu pemuka agama setempat atau yang disebut Mbah Kaum

yang sudah dipilih menjadi rois, maju untuk memimpin doa yang isinya

meminta maaf atau ampunan atas dosa para leluhur dan keluarga kepada

Allah S.W.T.

Doa yang dipanjatkan menggunakan tata cara Islam. Para warga yang

datang dalam acara tersebut mengamini doa yang dipanjatkan oleh Mbah

Kaum.

Setalah doa selesai dipanjatkan warga masyarakat dipersilahkan untuk

menikmati hidangan yang telah digelar.

Dari prosesi tersebut, jelas nyadran bukan hanya sebagai ziarah kubur,

tetapi juga ada nilai-nilai sosial budaya serta kearifan lokal yang terkadung di

dalam tradisi nyadran.

Nyadran merupakan ekspresi dan ungkapan kesalehan sosial

masyarakat adat di mana rasa gotong- royong, solidaritas, dan kebersamaan

menjadi pola utama dari tradisi ini. Ungkapan ini pada akhirnya akan

menghasilkan sebuah tata hubungan vertikal-horizontal yang lebih intim.

Dalam konteks ini, maka nyadran akan dapat meningkatkan pola hubungan

dengan Tuhan dan masyarakat (sosial), sehingga akhirnya akan meningkatkan

Page 9: Adat Istiadat Banjarnegara

pengembangan kebudayaan dan tradisi yang sudah berkembang menjadi lebih

lestari.

B. Ritual Ujungan

Beberapa daerah mempunyai cara terendiri untuk meminta hujan.

Masyarakat Banjarnegara juga mimiliki ritual adat tersendiri untuk meminta

hujan, ritual ada tersebut di namakan Ujungan. Ritual adat ujungan ini

tepatnya berasal dari Desa Gumelem Wetan, Kecamtan Susukan, Kabupaten

Banjarnegara.

Ritual ini digelar pada saat kemarau panjang, karena pada saat

kemarau panjang warga kesulitan untuk mencari air, untuk meminta hujan

sesepuh dan warga Desa Gumelem Wetan mengadakan ritual Ujungan untuk

meminta hujan kepada yang maha kuasa.

Dengan digelarnya ritual ujungan diharapkan hujan akan segera turun

membasahi Desa Gumelem Wetan sehinnga warga desa tidak lagi kesulitan

untuk mencari air.

Ritual ujungan telah berkembang turun-temurun di Gumelem Wetan

sejak tahun 1830-an pada saat Gumelem masih bebrbentuk Kademangan

Gumelem. Konon ritual ini bermula ketika kemarau panjang masyarakat

mengalami kesulitan untuk mencari air untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari maupun untuk lahan pertanian. Sumber air yang ada sangat

terbatas sementara yang membutuhkan air tersebut sangat banyak. Hal ini

menimbulkan perselisihan antar desa-desa ataupun kelompok yang saling

Page 10: Adat Istiadat Banjarnegara

berebut untuk mendapatkan sumber mata air guna memenuhi kebutuhan

mereka. Oleh sesepuh desa, untuk mengahiri perselisihan yang terjadi di

antara warga diadakanlah sebuah upacara munjung atau yang lebih dikenal

sebagai upacara ujungan. Istilah munjung atau ujungan berasal dari kata

memukul. Tradisi ujungan tidak dilaksanakan setiap tahun melainkan hanya

pada saat kemarau panjang saja.

Ritual ujungan tidak dapat sembarangan di gelar karena untuk

menggelar ritual ujungan harus melalui musyawarah tetua adat terlebih

dahulu. Ritual ini dilakukan oleh dua orang laki-laki dewasa, alat yang

digunakan dalam ritual ini adalah sebilah rotan sebagai alat pemukul dan di

pimpin oleh seorang wasit yang disebut Wlandang. Rotan yang dipakai harus

memiliki tingkat kelenturan yang cukup, dengan panjang 75 centi meter dan

diameter sekitar 1,5 centi meter. Ketentuan rotan yang dipersyaratkan seperti

ini bertujuan untuk mengurangi rasa pedih bila disabetkan ke tubuh. Seorang

Wlandang harus memiliki keterampilan ilmu beladiri yang tinggi, hal ini

dimaksudkan agar apabila suatu saat salah satu pemain Ujungan tidak puas

dengan hasil keputusan wasit dan mencoba untuk melawan wasit, maka wasit

wajib menerima tantangan itu.

Pemain Ujungan digambarkan sebagai dua jago yang ditunjuk spontan

oleh pemangku adat untuk saling memukul dengan sebatang rotan di tengah

arena dan diiringi dengan gending Banyumasan.

Page 11: Adat Istiadat Banjarnegara

Kendati ditunjuk secara spontan oleh pemangku adat untuk bertarung,

warga biasanya telah melakukan ritual puasa mutih terlebih dahulu dengan

tidak makan garam atau makanan lain yang berasa.

Para pemain ujungan yang akan melakukan adu sabet wajib

mengenakan pelindung kepala yang berupa kain tebal berisikan sabut di

dalamnya dengan hiasan ijuk.

Tangan kiri para pemain Ujungan juga memakai pelindung dari bahan

yang sama dan berfungsi sebagai tameng untuk menahan sabetan rotan lawan

maupun untuk menangkis pukulan, sedangkan tangan kanan memegang alat

pemukul dari rotan sepanjang 75 centimeter.

Dalam pertarungan adu sabet ini, para pemain hanya diperbolehkan

memukul lawan bagian pinggang ke bawah serta tidak boleh memukul perut,

dada, serta kepala.

Peraturan dalam tradisi ujungan hanya ada satu babak dan ketika salah

satu pemain terkena pukulan atau sudah kesakitan, maka pertandingan akan

diahiri. Para peserta tidak boleh dendam meskipun mereka saling serang dan

ada yang teruka hingga berlumuran darah.

C. Ruwat Rambut Gimbal

Ruwat rambut gimbal merupakan tradisi pemotongan rambut anak

gimbal, tradisi ini terdapat di Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten

Banjarnegara.

Anak berambut gimbal atau gembel yang berada di Dieng memiliki

karakter dan perilakulaku berbeda dari anak pada seusianya. Rambut gembel

Page 12: Adat Istiadat Banjarnegara

berpangkal kepada satu mitos yang menceritakan bahwa rambut gembel itu

merupakan sebuah titipan dari penguasa alam gaib dan baru bisa dipotong

ketika ada permintaan dari anak yang memiliki rambut gimbal tersebut.

Konon jika memotong rambut gimbal sebelum si anak memintanya,

maka rambut gimbal tersebut akan tumbuh kembali dan anak yang memiliki

rambut gimbal akan jatuh sakit.

Anak yang memiliki rambut gimbal biasa disebut sebagai anak

“Sukerta” yaitu anak yang dicadangkan menjadi mangsa Batharakala. Untuk

melepaskan atau mengangkat kembali anak dari kondisi sialnya atau

membersihkan sukernya (gimbalnya) harus dilakukan upacara ruwatan.

Ruwatan berasal dari kata ruwat yang artinya melepaskan dari nasib sialnya.

Acara ruwatan tidak dapat dipaksakan oleh orang tuanya tetapi setelah

sang anak mengajukan permintaan khusus yang disebut “bebana” atau

permintaan. Sangat beram beban yang diminta oleh sang anak sukerta mulai

dari binatang ternak hingga benda atau hal lainnya dan biasanya permintaan

tersebut tidak lazim.

Pemotongan rambut gimbal harus dengan ritual ruwatan yang melalui

beberapa tahap dan menggunakan berbagai persyaratan sesuai dengan tradisi

masyarakat setempat. Sebelum melakukan prosesi ruwatan orang tua sang

anak menentukan hari. Waktu upacara itu sendiri dilakukan berdasarkan

weton sedangkan pelaksanaan upacara dihitung berdasarkan neptu, dengan

persiapan khusus seperti tempat upacara dan benda-banda sesaji. Sesaji yang

biasanya disiapkan untuk upacara ini sendiri antara lain tumpeng, ingkung

Page 13: Adat Istiadat Banjarnegara

ayam, gunting, mangkuk dan air berisi bunga setaman, beras, 2 buah uang,

payung, tumpeng putih dengan dihiasi buah-buahan yang ditancapkan,

jajanan pasar serta 15 jenis minuman, seperti kopi manis dan pahit, teh manis

dan pahit, selasih, susu, jawawut dan permintaan anak yang diruwat. Sebelum

mulainya prosesi ruwatan segala macam sesaji di bawa ke kompleks candi

Arjuna, selain itu kepala anak gimbal di ikat dengan kain putih hingga

menutupi kepala mereka. Kemudian mereka di kias mengelilingi

perkampungan Dieng, melewati jalan raya Dieng, lalu kirab berahi di

pelataran Candi Arjuna. Para anak gimbal di kirab menggunakan dokar

diiringi oleh para penari dan pemusik.

Setelah kirab kemudian dilakukan pemandian di sumur Sendang

Sedayu yang berlokasi di kompleks Candi Arjuna. Saat memasuki sumur

Sendang Sedayu tersebut anak-anak gimbal dilindungi payung Robyong dan

kain panjang di sekitar Sendang Sedayu. Setelah selesai anak-anak gimbal di

kawal menuju tempat pencukuran pelataran Candi Arjuna. Sesajen dan

barang yang diminta oleh sang anak sudah tersedia di depan Candi Arjuna.

Saat upacara pencukuran dipersembahkan sesajen berupa kepala

ayam, tumpeng, jajan pasar, marmut, dan sesaji lainnya yang berasal dari

hasil bumi Dataran Tinggi Dieng dengan diiringi kesenian tradisional.

Sebelum pemotongan terlebih dahulu tetua adat membacakan doa, setelah itu

kepala sang anak diasapi dengan kemenyan baru kemudian satu persatu

rambut gimbal tersebut mulai dipotong. Pencukuran rambut gimbal bisa

dilakukan oleh siapa saja tetapi biasanya dilakukan oleh orang tua sang anak.

Rambut yang telah dipotong lalu dibungkus dengan kain putih.

Page 14: Adat Istiadat Banjarnegara

Berikutnya upacara akan dilakukan dengan menyerahkan benda atau

hal yang diminta oleh sang anak sebelumnya. Potongan rambut gimbal akan

di Larung ke Telaga Warna yang mengalir ke Sungai Serayu dan berhilir ke

laut selatan.

Ruwatan rambut gimbal di Dataran Tinggi Dieng adalah ritual yang

pada intinya memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk

menghilangkan sukerto atau anak yang dicadangkan untuk menjadi mangsa

batharakala. Disamping itu juga berharap agar anak tersebut terbebas dari

pengaruh kesaktian roh Kyai Kolodete. Untuk itu anak tersebut harus di ruwat

dengan menghilangkan rambut gimbalnya, simbol yang terdapat dalam

rambut gimbal adalah rambut gimbal itu sendiri. Tidak ada daerah lain yang

mempunyai simbol khas rambut gimbal.

BAB III

PENUTUP

Page 15: Adat Istiadat Banjarnegara

A. Kesimpulan

Banjarnegara adalah sebuah kota kecil yang terletak di lembah Sungai

Serayu, dalam kehidupan keseharian masyarakatnya mereka masih

memegang teguh adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun oleh

nenek moyang mereka.

Adat istiadat yang berada di Banjarnegara memiliki banyak kesamaan

dengan adat istiadat Jawa dan Banyumas pada umumnya di karenakan

Banjarnegara terletak di karisidenan Banyumas.

Meskipun banyak memiliki kesamaan adat istiadat namun

Banjarnegara memiliki beberapa adat istiadat atau pun ritual khusus yang

hanya digelar dan dimiliki oleh Kabupaten Banjarnegara, seperti tradisi

berziarah dan membersihkan makam leluhur menjelang bulan Ramadhan Yat

dikenal dengan tradisi Nyadran.

Adapula ritual meminta hujan yang dilakukan dengan cara adu pukul

menggunakan sebilah rotan yang diberi nama Ritual Ujungan. Dataran Tinggi

Dieng juga memiliki upacara adat yang tidak terdapat di daerah lain, yaitu

upacara ruwat rambut gimbal.

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Adat Istiadat Banjarnegara

http://inungpunyamimpi.blogspot.com/2011/06/upacara-ruwatan-

rambut-gembelpesona.

html

Setda Banjarnegara.(2008). Adat Istiadat. [Online]. Tersedia:

http://www.banjarnegarakab.go.id/v2/pemerintahan/adat-istiadat . [2 Juni 2014]

Tradisi Nyadran Masyarakat Jawa. [Online]. Tersedia: http://de-

kill.blogspot.com/2009/04/tradisi-nyadran-masyarakat-jawa.html . [2 Juni 2014]

Hudayana, Bambang., Astuti, Retna., Sadilah, Emiliana., Hantoro, Dwi Suseno.,

Kusmawanto, Ardana., Okhtaby, Zaman Nouroz. Ritual Adat Ujungan Desa

Gumelem Wetan Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah.

Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Daerah Istimewa Yogyakarta –

Yogyakarta, 2012.

Amanatun Salasiyah (2013). Ritual Ujungan di Banjarnegara. [Online]. Tersedia :

http://amanatunsalasiyah.blogspot.com/2013/12/ritual-ujungan-di-

banjarnegara.html . [2 Juni 2014]

Novita (2013). Upacara Cukur Rambut Gimbal di Dataran Tinggi Dieng.

[Online]. Tersedia: http://arsipbudayanusantara.blogspot.com/2013/12/upacara-

cukur-rambut-gimbal-di-dataran.html . [2 Juni 2014]

Page 17: Adat Istiadat Banjarnegara