adaptasi standar fasilitas, layanan serta regulasi …
TRANSCRIPT
ADAPTASI STANDAR FASILITAS, LAYANAN SERTA
REGULASI DALAM PENYELENGGARAAN EVENT
KESENIAN DI TAMAN ISMAIL MARZUKI JAKARTA
PROYEK AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Program Diploma IV
Program Studi Manajemen Bisnis Pariwisata
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung
Oleh :
Dhia Phrahara Sennayaksha
201218142
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS PARIWISATA
JURUSAN KEPARIWISATAAN
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA BANDUNG
2019
i
ABSTRAK
Sebuah kawasan Industri Kreatif khususnya dalam penyelenggaraan event
kesenian, memiliki sebuah standar penyelenggaraan event kesenian yang terbagi atas
tiga aspek; fasilitas, layanan serta regulasi. Dalam hal ini, standar penyelenggaraan
event kesenian tersebut, apakah berjalan dengan baik atau justru terdapat
kesinambungan yang membedakan dengan kawasan penyelenggaraan event kesenian
lainnya.
Kepopuleran sebuah kawasan penyelenggaraan event kesenian sangat
dipengaruhi dari sisi fasilitas dan layanan yang dimiliki, bila disandingkan dengan
venue dan galeri-galeri lainnya. Begitu pula dengan adanya penolakan-penolakan
terhadap penyelenggaraan event kesenian di kawasan tersebut. Hal ini berkaca pada
sisi regulasi yang dikeluarkan oleh asosiasi Dewan Kesenian Jakarta. Hal tersebut
yang menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Taman Ismail Marzuki Jakarta.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian deskiptif dengan
pendekatan kualitatif dimana penulis hendak mendalami suatu kasus mengenai
standar yang berisi regulasi, fasilitas dan layanan dengan mengumpulkan beraneka
ragam sumber informasi, misalnya lewat observasi lapangan dan dokumen-dokumen
tertulis. Penulis juga membandingkan antara standar di Taman Ismail Marzuki
dengan standar di Galeri Nasional dan standar di Ciputra Artpreneur.
Sehingga hasil dari penelitian nantinya adalah merekomendasikan berupa
revisi standar dari sisi fasilitas dan layanan yang diberlakukan kedepannya.
Sedangkan melalui standar dari sisi regulasi, penulis ingin merekomendasikan revisi
standar yang diberlakukan terhadap penyelenggaraan event-event kedepannya.
Kata kunci: kawasan industri kreatif, penyelenggaraan event kesenian, standar,
fasilitas, layanan, regulasi, revisi
ii
ABSTRACT
A Creative Industry area, especially in organizing arts events, has a standard
for organizing art events divided into three aspects; facilities, services and
regulations. In this case, the standard of organizing the art event, whether it runs
well or precisely there is continuity that distinguishes it from the area of the
implementation of other art events.
The popularity of an area in organizing art events is strongly influenced by
the facilities and services that are owned, when juxtaposed with other venues and
galleries. Likewise with the rejection of the implementation of art events in the
region. This is reflected in the regulations issued by the Dewan Kesenian Jakarta
association. This is the problem faced by Taman Ismail Marzuki Jakarta.
This study uses descriptive research methodology with a qualitative approach
where the author wants to explore a case regarding a standard that contains
regulations, facilities and services by gathering a variety of sources of information,
for example through field observations and written documents. The author also
compares the standards in Taman Ismail Marzuki to the standards in the National
Gallery and the standards at Ciputra Artpreneur.
So the results of the research will be recommended in the form of a standard
revision in terms of facilities and services that will be applied in the future. While
through regulatory standards, the author would like to recommend revisions to the
standards that apply to the implementation of future events.
Keywords: creative industry area, organizing arts events, standard, facilities,
services, regulations, revision
iii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
tuntunan dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Proyek Akhir dengan judul
“Adaptasi Standar Fasilitas, Layanan serta Regulasi dalam Penyelenggaraan
Event Kesenian di Taman Ismail Marzuki Jakarta”. Proyek Akhir ini disusun
sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Diploma VI Manajemen Bisnis
Pariwisata Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian proyek akhir ini banyak
pihak yang telah berperan serta memberikan dukungan, baik secara moril maupun
materil, sehingga pada akhirnya proyek akhir ini dapat terselesaikan dengan sebaik
mungkin. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Faisal, MM.Par., CHE. selaku Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung;
2. Bapak Andar Danova L. Goeltom, S. Sos., M.Sc. selaku Kepala Bagian
Administrasi Akademik Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung;
3. Bapak Valentino Sumardi, MM. Par. selaku Ketua Program Studi Manajemen
Bisnis Pariwisata dan Dosen Pembimbing pertama;
4. Bapak Rachmat Syam, MM. Par. selaku Dosen Pembimbing kedua;
5. Seluruh dosen dan staff Program Studi Manajemen Bisnis Pariwisata;
6. Ibu Citra Smara Dewi, selaku kurator di Galeri Nasional dan dosen Fakultas Seni
Rupa IKJ;
7. Bapak Irawan, selaku Ketua Dewan Kesenian Jakarta;
iv
8. Almarhumah Ibu Dewi Sartika selaku Kepala Bagian Pemasaran, semoga
almarhumah diterima disisi Allah SWT dan terima kasih banyak Ibu Dewi;
9. Bapak Ferrow, selaku Kepala Sub-Bagian Administrasi dan juga pihak Unit
Pengelola Pusat Kesenian Jakarta lainnya, Dewan Kesenian Jakarta dan
karyawan Taman Ismail Marzuki Jakarta;
10. Kedua orang tua saya tercinta, Bapak D. P. Amiloehoeng dan Ibu Liza Fauziah,
yang tidak henti-hentinya memanjatkan do’a, memberikan semangat dan
dukungan yang tulus;
11. Keluarga tercinta khususnya untuk kedua adik saya tersayang Dyah Pralampita
Cintantya dan Dhia Prajadhipa Wisesajna, lalu Aunty Ita, Aunty Ria, Bunda
Anda, Pakde Yoedha dan Om Ronnie yang telah memberikan dukungan baik
moril maupun materil;
12. Teman-teman yang telah memberikan dukungan pada penyusunan proyek akhir
ini khususnya angkatan 2012; serta
13. Semua pihak yang turut terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, dalam
penyusunan proyek akhir ini.
Penulis menyadari bahwa proyek akhir ini memiliki kekurangan. Segala
masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan untuk proyek akhir ini akan penulis
terima dengan senang hati.
Bandung, November 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Penelitian .................................................................................. 1
B. Fokus Penelitian ................................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 8
1. Tujuan Formal ....................................................................................... 8
2. Tujuan Operasional ................................................................................ 9
D. Keterbatasan Penelitian ..................................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian........................................................................................... 10
F. Sistematika Penelitian ..................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 12
vi
A. Kajian Teori .................................................................................................... 12
1. Penyelenggaraan Event Kesenian ......................................................... 12
2. Standar Penyelenggaraan Event Kesenian ............................................ 13
a. Definisi Standar dan Standardisasi Penyelenggaraan Event
Kesenian ........................................................................................ 13
b. Tujuan Standardisasi Penyelenggaraan Event Kesenian .................. 15
c. Jenis dan Karakteristik Standar Penyelenggaraan Event Kesenian .. 16
d. Proses dan Prosedur Penilaian Standar Penyelenggaraan Event
Kesenian ........................................................................................ 20
e. Kriteria dalam Venue MICE Mandiri pada Peraturan Menteri
Pariwisata Nomor 2 Tahun 2017 dan Destinasi MICE pada
Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 5 Tahun 2017 ....................... 21
3. Adaptasi Standar Penyelenggaraan Event Kesenian.............................. 24
a. Definisi Adaptasi ........................................................................... 24
b. Bentuk Adaptasi Standar untuk Penyelenggaraan Event Kesenian .. 25
B. Kerangka Rekomendasi ................................................................................... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................................... 28
A. Rancangan Penelitian ...................................................................................... 28
B. Partisipan dan Tempat Penelitian ..................................................................... 28
C. Teknik dan Alat Kumpul Data ......................................................................... 29
1. Wawancara yang mendalam (indepth) .................................................. 29
2. Pengamatan (observation) .................................................................... 29
3. Dokumentasi ........................................................................................ 30
D. Analisis Data ................................................................................................... 30
1. Data reduction (reduksi data)............................................................... 31
2. Data display (penyajian data)............................................................... 31
3. Conclusion drawing/verification .......................................................... 31
E. Pengujian Keabsahan Data .............................................................................. 32
1. Uji Kredibilitas Data ............................................................................ 32
2. Uji Depenabilitas Data ......................................................................... 33
F. Jadwal Penelitian ............................................................................................. 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................................. 35
A. Hasil Penelitian ............................................................................................... 35
1. Regulasi .................................................................................................... 35
a. Peraturan Penyelenggaraan .................................................................. 35
b. Registrasi ............................................................................................. 46
c. Perijinan .............................................................................................. 50
2. Fasilitas ..................................................................................................... 51
a. Fasilitas Pengunjung Disabilitas ........................................................... 51
b. Kondisi Venue ..................................................................................... 54
c. Lokasi .................................................................................................. 65
3. Layanan ..................................................................................................... 68
a. Layanan Medikal ................................................................................. 68
b. Kenyamanan dan Keamanan ................................................................ 70
c. Kesesuaian Kuratorial dengan Persyaratan Teknis ............................... 77
B. Pembahasan .................................................................................................... 78
1. Regulasi .................................................................................................... 78
a. Peraturan Penyelenggaraan .................................................................. 78
b. Registrasi ............................................................................................. 78
c. Perijinan .............................................................................................. 79
2. Fasilitas ..................................................................................................... 79
a. Fasilitas Pengunjung Disabilitas ........................................................... 79
b. Kondisi Venue ..................................................................................... 80
3. Layanan ..................................................................................................... 81
a. Layanan Medikal ................................................................................. 81
b. Kenyamanan dan Keamanan ................................................................ 81
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................. 83
A. Simpulan ......................................................................................................... 83
B. Rekomendasi ................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 89
LAMPIRAN ............................................................................................................... 91
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 5 Tahun 2017 ......................................... 23
2. Jadwal Penelitian ............................................................................................. 34
3. Perbandingan luas dan kapasitas venue di Taman Ismail Marzuki dengan
Galeri Nasional dan Ciputra Artpreneur ........................................................... 65
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Rekomendasi ................................................................................... 27
2. Proses Analisis Data ........................................................................................ 32
3. Area Plaza untuk Keadaan Darurat .................................................................. 35
4. Undang Undang No. 35 Tahun 2009................................................................ 37
5. Mobil Pemadam Kebakaran............................................................................. 41
6. Penyelenggaraan Event di Galeri Ciputra Artpreneur ....................................... 43
7. Papan Petunjuk ke Lokasi Venue ..................................................................... 49
8. Ijin Keramaian dari Kepolisian ........................................................................ 51
9. Ijin Keramaian dari Kepolisian ........................................................................ 51
10. Ijin Keramaian dari Kepolisian ........................................................................ 51
11. Keadaan Galeri Cipta III.................................................................................. 52
12. Festival Internasional Kuliner dan Budaya Betawi ........................................... 56
13. Tempat Penyimpanan Lukisan di Galeri Nasional............................................ 57
14. Loading Dock dibelakang Teater Jakarta ......................................................... 58
15. Pelataran Area Plaza ........................................................................................ 60
16. Mobil Toilet Portabel ...................................................................................... 63
17. Lokasi Kegiatan Kesenian di Teater Besar ....................................................... 63
18. Alat Pemadam Kebakaran (Hydrant) .............................................................. 74
19. Peta Kawasan Taman Ismail Marzuki .............................................................. 75
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Fokus Penelitian .............................................................................................. 91
2. Pedoman Wawancara ...................................................................................... 96
3. Kebutuhan Data Sekunder ............................................................................... 99
4. Surat Selesainya Penelitian dari Lokus .......................................................... 100
5. Prosedur Pemanfaatan/Pemakaian Tempat di TIM ......................................... 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
DKI Jakarta sebagai daerah khusus Ibukota Republik Indonesia, memiliki
beberapa kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan secara bisnis kepariwisataan
melalui penyelenggaraan event atau pameran Industri Kreatif. Salah satu yang dapat
dijadikan venue unggulan adalah Kawasan Taman Ismail Marzuki yang terletak di
pusat kota, dan memiliki lokasi yang strategis. Sebagai sebuah kawasan, kompleks
Taman Ismail Marzuki dikelola secara khusus oleh Badan Layanan Umum Daerah,
yang berlokasi dijalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat. Aktivitas di kawasan ini dapat
dikatakan menjangkau dari hulu ke hilir, terutama jika dikaitkan dengan kawasan
Industri Kreatif. Secara kelembagaan, dibawah koordinasi UPT Pemda, terdapat
Akademi Kesenian Jakarta, Dewan Kesenian Jakarta, Pusat Kesenian Jakarta, serta
Institut Kesenian Jakarta. Gedung pertunjukan, venue serta beberapa tempat yang
disewakan, seperti XXI dan kawasan kuliner.
Industri Kreatif sendiri terbagi atas 14 sub-sektor, namun hanya satu yang
diketahui melalui kebijakan Pemda DKI Jakarta, yaitu Kesenian, yang mencakup
musik, sastra, seni rupa, tari, teater, film/TV (Sumber: Peraturan Gubernur DKI
Jakarta, 2014). Hal ini juga didasari data event yang berlangsung pada Januari 2018,
terdapat sepuluh event yang tujuh diantaranya sudah terselenggarakan (Sumber:
Website resmi Taman Ismail Marzuki, http://tamanismailmarzuki.jakarta.go.id/event,
2018). Menurut Rolfe dan South East Arts dalam Bowdin dkk (2003), didalam event
2
budaya terdapat tujuh kategori, dalam hal ini penulis mengkategorikan penelitian ini
kedalam Art-form festival (Sumber: Any Noor, 2013:23). Dari sekian banyak
penyelenggaraan event kesenian di Taman Ismail Marzuki, seperti “Matinya Sang
Maestro”; “Cosplay & Photography”; “Pameran Kartun Akhir Tahun”; serta “Belok
Kiri Fest”.
Penyelenggaraan event tersebut tidak lepas dari regulasi dan dukungan
asosiasi. Asosiasi/kelembagaan terkait dalam penyelenggaraan event di kawasan
Taman Ismail Marzuki adalah Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Dalam visi DKJ, yaitu
menjadikan kesenian sebagai unsur budaya yang bermartabat dan terhormat untuk
meningkatkan derajat hidup warga kota. Sementara tujuan dibentuknya DKJ, salah
satunya adalah memelihara, mengembangkan dan membangun reputasi Jakarta
sebagai kota budaya yang bertaraf nasional dan internasional.
Pada awal tahun 2016, terdapat festival kesenian yang bertajuk “Belok Kiri
Fest” tepatnya pada tanggal 27 Februari - 5 Maret 2016. Namun terdapat penolakan
dari beberapa pihak, seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) mengenai festival
yang berbau paham komunisme ini (Sumber: https://beritagar.id/artikel/berita/belok-
kirifest-dari-penolakan-hingga-sejarah-alternatif, 2016). Ketua Penyelenggara Belok
Kiri Fest pada tahun 2016 menyatakan bahwa festival ini untuk mewadahi teman-
teman yang kritis untuk membongkar, menyoal pada propaganda orde baru. Dan
bukan untuk membuka luka lama, ada banyak warisan otoriter yang bisa disaksikan
sekarang, dampaknya kekerasan budaya, yang seharusnya di selesai kan. (Sumber:
htttp://lifestyle.liputan6.com/read/2445314/belok-kiri-fest-meluruskan-sejarah-lewat-
seni, 2016)
3
Pada wawancara penulis dengan salah seorang staf Unit Pengelola Pusat
Kesenian Jakarta (sebelumnya di Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta) yang saat
ini masih aktif didayakan, menjelaskan pemasalahan yang terjadi tersebut. Dari yang
penulis kutip, yaitu mengenai perizinan dari kepolisian oleh pihak penyelenggara.
Diketahui Pusat Kesenian Jakarta meminta pihak penyelenggara mendapatkan izin
dahulu dari kepolisian. Mulai dari Kepolisian Sektor Menteng, lalu ke Kepolisian
Resor Jakarta Pusat, setelah itu diminta kepengurusan sampai Polda Metro Jaya. Di
Polda inilah baru terkuak kenapa acara tersebut dilarang. Dikarenakan Polda Metro
Jaya kepada panitia memberitahukan beberapa surat dari organisasi masyarakat yang
menolak festival tersebut. Akhirnya pengelola TIM mengeluarkan surat resmi yang
tidak memberikan izin kepada Belok Kiri Fest. Penjelasan sebelumnya penulis
klasifikasikan kedalam standar dari sisi regulasi. (Sumber: Hasil Wawancara dengan
Staf PKJ, 2017)
Berdasarkan pada artikel berita, dijelaskan bahwa komite penyelenggara
Belok Kiri Fest telah mengantongi izin dari PKJ dan Polsek Menteng.
Bahkan banner acara sempat dipasang pihak PKJ, di TIM, Senin 22 Februari 2016.
Sehari berikutnya, Selasa 23 Februari 2016, banner diturunkan kembali oleh PKJ,
komite penyelenggara pun diminta mengurus izin kembali ke kepolisian. (Sumber:
https://beritagar.id/artikel/berita/belok-kirifest-dari-penolakan-hingga-sejarah-
alternatif, 2016)
Berkaitan dengan fasilitas pada venue yang disewakan terbagi atas 6 teater, 2
plaza dan 2 galeri, yaitu Teater Besar, Teater Kecil, Graha Bakti Budaya, Gedung
Kesenian Jakarta, Gedung Kesenian Miss Tjijih, Gedung Wayang Orang Bharata,
4
Plaza Ismail Marzuki, Plaza Teater Kecil, Galeri Cipta II, serta Galeri Cipta III.
(Sumber: Website resmi Taman Ismail Marzuki
http://tamanismailmarzuki.jakarta.go.id/venue, 2018)
Jam operasional pemakaian venue pada pukul 08.00 s/d 23.00 WIB. Mengenai
kapasitas venue-nya, yaitu Teater Besar 1200 orang, Gedung Kesenian Jakarta 450
orang, Gedung Graha Bhakti Budaya 800 orang, Teater Kecil 240 orang, Gedung
Wayang Orang Bharata 250 orang, Gedung Kesenian Miss Tjitjih 282 orang,
sementara untuk Galeri Cipta II & III serta Plaza tidak disebutkan karena tidak
berdasarkan pada kapasitas tempat duduk. (Sumber: Brosur pemanfaatan tempat
pertunjukkan di Taman Ismail Marzuki, 2016)
Menurut pelaku seni dan budaya sekaligus dosen Fakultas Seni Rupa IKJ,
beliau mengatakan lebih memilih menyelenggarakan event di TIM, karena selain
sebagai awal gebrakan pusat kesenian di Jakarta, juga sangat populer pada tahun
70an. Namun ia juga mengatakan, seiring dengan muncul dan berkembangnya venue
dan galeri-galeri oleh swasta pada tahun 90an, kepopuleran TIM sendiri mulai turun
terkait fasilitas. Baru pada tahun 2013, pihak pemerintah baru menyadari, setelah
selama 45 tahun, baru saat itu direnovasi. Ia juga mengatakan tidak adanya pihak
asosiasi atau oganisasi lain yang mengeluarkan regulasi, hanya DKJ yang memiliki
wewenang event atau pameran di Taman Ismail Marzuki. Dari penjelasan
sebelumnya, penulis kategorikan kedalam standar dari sisi fasilitas. (Sumber:
Wawancara dengan pelaku seni dan budaya sekaligus dosen Fakultas Seni Rupa IKJ,
2018)
5
Mengenai layanan di Taman Ismail Marzuki sendiri, terdapat kejadian
pencurian barang didalam mobil yang terdapat di area parkir TIM, seperti yang
diungkapkan oleh pelaku seni dan budaya sekaligus dosen Fakultas Seni Rupa IKJ.
Beliau mengatakan untuk kehilangan koleksi-koleksi seni sendiri tidak pernah,
namun pernah terjadi pemecahan kaca mobil dan kehilangan kendaraan motor di area
parkir TIM. (Sumber: Wawancara dengan pelaku seni dan budaya sekaligus dosen
Fakultas Seni Rupa IKJ, 2018)
Peran DKJ dalam mem-bidding setiap event yang akan berlangsung, tidak
mempersulit pihak penyelenggara dalam menyelenggarakan suatu event atau pameran
(Sumber: Wawancara dengan pelaku seni dan budaya sekaligus dosen Fakultas Seni
Rupa IKJ, 2018). Dalam hal ini, proses bidding yang berlaku di Taman Ismail
Marzuki disebut dengan kuratorial. Sementara didalam website resmi Dewan
Kesenian Jakarta sebelum memasuki tahap kuratorial, pemohon atau penyelenggara
event harus memenuhi persyaratan teknis, yaitu pemohon harus mengajukan proposal
6 bulan sebelum tanggal acara, satu kelompok penyelenggara hanya bisa
mengusulkan program event paling banyak dua kali dalam setahun, event yang tidak
berkaitan dengan seni/sastra tidak diperkenankan mengajukan, serta program
kesenian tidak diperkenankan dengan keagamaan atau kepentingan politik praktis.
(Sumber: Website resmi Dewan Kesenian Jakarta,
http://www.kuratorial.dkj.or.id/syarat-dan-ketentuan/, 2018)
Prosedur kuratorial yang dilakukan DKJ, yaitu pertama proses kuratorial akan
dilakukan oleh komite berdasarkan jenis seni dan sastra yang akan dikuratorikan;
kedua hasil dari kuratorial sendiri akan diumumkan paling lambat 4 minggu setelah
6
pengajuan proposal dilakukan; ketiga apabila diperlukan, masing-masing komite
dapat meminta pemohon program untuk melakukan audiensi langsung untuk
menjelaskan program seni/sastra yang diajukan secara tatap muka; keempat apabila
diperlukan dan disetujui oleh pemohon, masing-masing komite dapat memberikan
masukan untuk memaksimalkan hasil proses yang sedang dilakukan, terutama untuk
seni pertunjukan (teater, tari, musik); kelima keuntungan dari hasil kuratorial ini,
pemohon memiliki kemungkinan untuk dilibatkan ke dalam program platform
seni/sastra yang lebih besar melalui program-program yang dirancang oleh Dewan
Kesenian Jakarta atau rekomendasi ke acara/festival kesenian lainnya. Dari
penjelasan tersebut penulis kategorikan kedalam standar dari sisi layanan. (Sumber:
Website resmi Dewan Kesenian Jakarta, http://www.kuratorial.dkj.or.id/syarat-dan-
ketentuan/, 2018)
Melihat dari permasalahan diatas pada sisi fasilitas, bahwa kepopuleran TIM
sendiri yang menurun, karena tidak dapat bersaing dengan venue dan galeri-galeri
lainnya. Melihat pula permasalahan terkait dari sisi layanan akan keamanan dan
kenyamanan pengunjung. Kemudian melihat permasalahan terkait dari sisi regulasi
yang dikeluarkan, namun perlu diketahui bahwa komite penyelenggara sendiri hanya
mengantongi perizinan dari TIM dan Polsek. Maka melihat standar dari sisi fasilitas;
layanan serta regulasi, penulis ingin merekomendasikan revisi standar yang
diberlakukan terhadap penyelenggaraan event-event kedepannya.
Melihat dari latar belakang masalah diatas, penulis menggunakan sebuah
konsep dalam menjawab permasalahan tersebut, yaitu mengenai kriteria standar
penyelenggaraan event kesenian pada buku Special Events: The Roots and Wings of
7
Celebration. Terdapat lima belas kriteria dimana hanya tujuh kriteria yang diambil
dan dikategorikan kedalam tiga sub-variabel. Tiga sub-variabel tersebut meliputi
regulasi, fasilitas dan layanan. (Sumber: Joe Goldblatt, 2008:196)
Selain itu peneliti juga menggunakan standar yang menjadi acuan dari asosiasi
kesenian NEA (National Endowment for the Arts) dalam sebuah jurnal laporannya.
Penilaian standar penyelenggaraan tersebut meliputi visi dan misi penyelenggaraan
event kesenian, dasar pertimbangan venue serta kuratorial. (Sumber: Jurnal laporan
NEA, 2010:69)
Sehingga mempertimbangkan pada standar yang dijadikan pedoman yang
disampaikan oleh Joe Goldblatt serta jurnal laporan dari National Endowment for the
Arts, maka perlunya perbandingan dengan venue lain, yakni Galeri Nasional pada
tingkat asosiasi nasional dan Ciputra Artpreneur di Jakarta. Diharapkan bisa menjadi
referensi dalam mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan, sehingga hasilnya
dapat diadaptasikan di Taman Ismail Marzuki. Berkaitan dengan hal tersebut maka
judul yang diangkat adalah “Adaptasi Standar Fasilitas, Layanan serta Regulasi
dalam Penyelenggaraan Event Kesenian di Taman Ismail Marzuki Jakarta”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka dapat
dirumuskan fokus penelitian, sebagai berikut:
1. Berdasarkan pada pendapat stakeholder/pelaku event kesenian mengenai standar
yang diterapkan oleh Taman Ismail Marzuki (TIM), Pemerintah/Galeri Nasional
8
dan Ciputra Artpreneur; maka fokus penelitian pertama adalah mengetahui
standar dari setiap venue atau instansi dari sisi fasilitas, layanan dan regulasi.
2. Fokus penelitian kedua adalah mengetahui perbandingan standar yang telah
dikategorikan dari sisi fasilitas, layanan serta regulasi penyelenggaraan event
kesenian di Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan Pemerintah/Galeri Nasional
serta Ciputra Artpreneur.
3. Dan fokus penelitian ketiga adalah menentukan indikator yang sudah sesuai
dengan kriteria standar dari sisi fasilitas, layanan serta regulasi; maka dapat
mengetahui rekomendasi berupa adaptasi standar yang diberlakukan terhadap
penyelenggaraan event-event kedepannya.
Batasan-batasan dalam penelitian ini, mencakup perbandingan antara standar
penyelenggaraan event kesenian di Taman Ismail Marzuki dengan standar yang
dikeluarkan oleh Pemerintah/Galeri Nasional dan Ciputra Artpreneur. Standar disini
berupa fasilitas, layanan dan regulasi, yang dilatar belakangi pada pernyataan dalam
wawancara dan informasi pada penyelenggaraan event-event sebelumnya.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini penulis lakukan dengan maksud merekomendasikan berupa
revisi standar dari sisi fasilitas, layanan serta regulasi bagi pihak penyelenggara event
sebagai penyewa Taman Ismail Marzuki.
1. Tujuan Formal
9
Bagi penulis sebagai syarat kelulusan dalam menempuh Pendidikan di program
studi Diploma IV Manajemen Bisnis Pariwisata (MBW) Sekolah Tinggi
Pariwisata Bandung.
2. Tujuan Operasional
a. Bagi penulis, dapat memberikan rekomendasi berupa revisi standar dari sisi
fasilitas, layanan serta regulasi yang dapat diadaptasi oleh Taman Ismail
Marzuki.
b. Bagi Taman Ismail Marzuki dan Dewan Kesenian Jakarta, hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan berupa standar dari sisi fasilitas,
layanan serta regulasi untuk penyelenggaraan event atau pameran kesenian di
Taman Ismail Marzuki kedepannya.
c. Penelitian ini juga dapat memberikan manfaat bagi pembaca, dimana dapat
menjadi pembahasan dalam sebuah penulisan, serta menjadi bahan
pertimbangan bagi pihak penyelenggara event lainnya.
D. Keterbatasan Penelitian
Pada keterbatasan penelitian ini, penulis mengambil acuan standar menurut
Joe Goldblatt yang meliputi lima belas kriteria, namun penulis hanya mengambil
tujuh kriteria, yaitu peraturan penyelenggaraan; registrasi; fasilitas pengunjung
disabilitas; kapasitas venue; lokasi; layanan medis; serta kenyamanan dan keamanan.
(Sumber: Joe Goldblatt, 2008:196) Selain itu terdapat standar dari asosiasi NEA yang
meliputi penilaian pada visi dan misi penyelenggaraan event kesenian, dasar
pertimbangan venue serta kuratorial. (Sumber: Jurnal laporan NEA, 2010:69)
10
Lokasi untuk venue sendiri terbatas didalam Taman Ismail Marzuki yang
berada di Jalan Cikini Raya No. 73, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Venue yang
dijadikan bahan penelitian, kecuali Gedung Kesenian Jakarta, Gedung Kesenian Miss
Tjitjih dan Gedung Wayang Orang Bharata, karena terletak diluar Kawasan Taman
Ismail Marzuki.
Kriteria standar tersebut yang menjadi acuan dalam membandingkan dengan
venue lain, seperti Galeri Nasional dan Ciputra Artpreneur. Namun penulis hanya
membandingkan data sekunder dari venue-venue tersebut.
E. Manfaat Penelitian
Penulis merekomendasikan sebuah revisi standar penyelenggaraan event
kesenian, agar dapat diadaptasikan di Taman Ismail Marzuki. Dengan demikian,
setiap penyelenggaraan event kesenian kedepannya dapat dirasakan dengan baik
terhadap pemohon/penyelenggara dari sisi regulasi, fasilitas serta layanan. Sehingga
dapat memberikan hal positif terhadap perkembangan bisnis pariwisata, dalam hal ini
berkaitan dengan event seni dan budaya, diskala nasional.
F. Sistematika Penulisan
Berikut adalah sistematika penyusunan laporan:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang penelitian, fokus penelitian,
tujuan penelitian, keterbatasan penelitian, manfaat penelitian, lokasi penelitian serta
sistematika penulisan.
11
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi pembahasan literatur konseptual berupa kajian teori serta kerangka
rekomendasi.
BAB III: METODE PENELITIAN
Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan berupa rancangan penelitian,
partisipan dan tempat penelitian, pengumpulan data, analisis data, pengujian
keabsahan data, serta jadwal penelitian.
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil penelitian berupa hasil wawancara, observasi dan studi pustaka
yang dikategorikan pada tiga standar, yakni fasilitas, layanan dan regulasi.
BAB V: SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisi simpulan dan rekomendasi yang terbagi atas tiga standar, yakni
fasilitas, layanan dan regulasi
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Penyelenggaraan Event Kesenian
Menurut Rolfe dan South East Arts dalam Bowdin dkk (2003), didalam event
budaya terdapat tujuh kategori, dalam hal ini penulis mengkategorikan kedalam Art-
form festival, yaitu fokus pada seni tertentu, disini penulis memfokuskan pada
kesenian meliputi: musik, sastra, seni rupa, tari, teater serta film/TV. Festival ini
menampilkan hasil keseniannya pada pengunjung dan saat yang sama diadakan suatu
diskusi atau latihan singkat tentang kesenian tersebut. (Sumber: Any Noor, 2013:23)
Buku Special Events: The Roots and Wings of Celebration oleh Joe Goldblatt
menjelaskan terdapat lima belas kriteria dalam standar penilaian penyelenggaraan
event, dimana dikategorikan ke dalam tiga sub-variabel. Sementara hanya tujuh
kriteria yang penulis ambil terkait regulasi, fasilitas serta layanan. Adapun tujuh
kriteria tersebut meliputi peraturan penyelenggaraan, registrasi, fasilitas pengunjung
disabilitas, kapasitas venue, lokasi, layanan medis, serta kenyamanan dan keamanan.
Diluar tujuh kriteria tersebut, masih terdapat delapan kriteria, yaitu amenitas;
katering; peralatan penyelenggaraan; pertimbangan keuangan; pintu masuk; ruang
istirahat; utilitas dan bobot didalam venue. (Sumber: Joe Goldblatt, 2008:196)
Tidak hanya itu, penulis juga menggunakan jurnal laporan penyelenggaraan
event kesenian yang mencakup tujuh festival di Amerika Serikat dari asosiasi NEA
(National Endowment for the Arts) dalam penilaian berdasarkan pada visi dan misi
13
penyelenggaraan event kesenian, dasar pertimbangan venue serta kuratorial. (Sumber:
Jurnal laporan NEA, 2010:22)
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia,
tertulis dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 2 Tahun 2017 mengenai Pedoman
Tempat Penyelenggaraan Kegiatan (Venue) Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konvensi
dan Pameran. Dan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 5 Tahun 2017 mengenai
Pedoman Destinasi Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konvensi dan
Pameran. Kebijakan itu dijelaskan secara lebih detail oleh kriteria venue MICE
mandiri dan kriteria destinasi MICE pada sub-bab berikutnya.
2. Standar Penyelenggaraan Event Kesenian
a. Definisi Standar dan Standardisasi Penyelenggaraan Event Kesenian
Menurut International Organization for Standardization (ISO)/
International Electrotechnical Commision (IEC) Guide 2:2004; “Standard is a
document, established by consensus and approved by a recognized body, that
provides, for common and repeated use, rules, guidelines or characteristics for
activities or their results, aimed at the achievement of the optimum degree of
order in a given context” yang dapat diartikan bahwa standar adalah dokumen
yang dibuat berdasarkan konsensus dan disetujui oleh badan yang diakui, yang
menyediakan, untuk umum dan penggunaan berulang, aturan, pedoman atau
karakteristik untuk kegiatan atau hasilnya, yang ditujukan untuk pencapaian
tingkat keteraturan optimal dalam konteks tertentu.
Sementara itu pengertian standardisasi, “(The) activity of establishing,
with regard to actual or potential problems, provisions for common and repeated
14
use, aimed at the achievement of the optimum degree of order in a given
context”, yaitu suatu kegiatan membangun, dengan memperhatikan masalah
aktual atau potensial, ketentuan untuk umum dan penggunaan berulang,
ditujukan untuk pencapaian yang optimal pada tingkat keteraturan dalam konteks
tertentu. (Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2014)
Standar yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan suatu event di
kawasan Taman Ismail Marzuki yang dikuratori oleh asosiasi Dewan Kesenian
Jakarta (DKJ). Dengan demikian, sejauh mana standar yang diberlakukan dari
sisi regulasi; fasilitas serta layanan, dalam proses kuratorial kepada
pemohon/penyelenggara event sehingga dapat diberlakukan terhadap event-event
kedepannya.
1) Regulasi
Terkait dengan regulasi, kriteria yang dijadikan standar meliputi
peraturan penyelenggaraan dan registrasi. Adapun dalam peraturan
penyelenggaraan mengenai hal-hal yang dibolehkan dan dilarang pada
penyelenggaraan event. Sementara dalam registrasi didalam buku Joe
Goldblatt, memfokuskan pada peraturan pada saat pendaftaran pengunjung di
venue tersebut. (Sumber: Joe Goldblatt, 2008:196)
2) Fasilitas
Standar dalam sisi fasilitas meliputi fasilitas pengunjung disabilitas,
kapasitas venue dan lokasi venue. Mengenai fasilitas untuk pengunjung
disabilitas, Joe Goldblatt menjelaskan mengenai kriteria venue yang
disesuaikan atau dibuatkan fasilitas khusus untuk pengunjung yang
15
mengalami disabilitas. Untuk kapasitas venue menjelaskan apa saja yang
memfasilitasi pengunjung dalam menikmati penyelenggaraan event.
Sementara dalam penjelasan lokasi venue memfokuskan pada letak lokasi
kawasan Taman Ismail Marzuki dengan fasilitas lainnya diluar Kawasan.
(Sumber: Joe Goldblatt, 2008:196)
3) Layanan
Mengenai layanan yang dijadikan standar, meliputi layanan medis
serta kriteria kenyamanan dan keamanan. Adapun yang dijelaskan pada
layanan medis/medikal, terkait layanan yang diberikan bila ada permasalahan
kesehatan pada pengunjung, misalnya pada layanan pertolongan pertama.
Sementara dalam kriteria kenyamanan dan keamanan, Joe Goldblattt
menjelaskan akan tujuan dari rasa nyaman dan aman pengunjung dalam
menggunakan fasilitas di venue tersebut. (Sumber: Joe Goldblatt, 2008:196)
b. Tujuan Standardisasi Penyelenggaraan Event Kesenian
Buku yang diterbitkan oleh United Nations Industrial Development
Organization, yaitu Role of standards: A guide for small and medium-sized
enterprises (2006), dirumuskan menjadi sepuluh tujuan standardisasi yang
diklasifikasikan dalam tiga standar, yaitu:
1) Regulasi
• Kesesuaian pada tujuan (fitness for purpose)
• Mampu tukar (interchangeability)
• Pengendalian keanekaragaman (variety reduction)
16
• Kompatibilitas (compatibility)
2) Fasilitas
• Pelestarian lingkungan
• Alih teknologi
• Mengurangi hambatan perdagangan
3) Layanan
• Meningkatkan pemberdayaan sumber daya
• Komunikasi dan pemahaman yang lebih baik
• Menjaga keamanan, keselamatan dan kesehatan
(Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2014)
c. Jenis dan Karakteristik Standar Penyelenggaraan Event Kesenian
Buku Special Events: The Roots and Wings of Celebration oleh Joe
Goldblatt, dikriteriakan lima belas jenis dan karakteristik dalam standar
penyelenggaraan event kesenian. Namun penulis mengambil tujuh jenis dan
karakteristik tersebut lalu menjadikan tiga sub-variabel, yaitu regulasi, fasilitas
dan layanan.
Berikut adalah paparan jenis dan karakteristik oleh Joe Goldblatt:
1) Regulasi
a) Registration
• Sufficient well-trained personnel for check-in
• Ability to provide express check-in for VIPs
• Ability to distribute event materials at check-in
• Ability to display group event name on badges or buttons to promote
recognition
• Effective directory or other signs for easy recognition
b) Regulations
• Designation of a civil defense venue to be used in emergencies
17
• Preexisting prohibitive substance regulations
• Other regulations that impede your ability to do business
• Fire-code requirements with regard to material composition for
scenery and other decoration
• Local fire officials’ requirements for permission to use open flame or
pyrotechnic devices
• Requirement regarding the use of live gasoline-powered motors
• Policy regarding live trained animals
c) Financial considerations
• Complimentary room ratio
• Guarantee policy
• Daily review of folio
• Complimentary reception or other services to increase value
• Function-room complimentary rental policy
2) Fasilitas
a) Amenities:
• Ability to display banner in prominent location
• Limousines for very important persons (VIPs)
• Upgrades to suites available
• Concierge on VIP floors
• Room deliveries for entire group upon request
• In-room television service for special announcements
• Personal letter from venue manager delivered to room
• Complimentary parking for staff or VIPs
• Complimentary coffee in lobby
• Complimentary office services, such as photocopying for staff
b) Americans with Disabilities Act
• Venue has been modified and is in compliance
• New venue built in compliance with act
• Modifications are publicized and well communicated
c) Capacity
• Fire marshal approved capacity of venue for seating
• Capacity of venue for parking
• Capacity for exposition booths
• Capacity for storage
• Capacity for truck and vehicle marshalling
• Capacity for pre-event functions such as receptions
• Capacity for other functions
• Capacity for public areas of venue such as lobbies
• Size and number of men’s and women’s restrooms
d) Equipment
18
• Amount of rope (running feet) and stanchions available
• Height, width, and colors available for inventory of pipe and drape
• Height, width, and skirting colors available for platforms for staging
• Regulations for use and lift availability for aerial work
• Adequate number of tables, chairs, stairs, and other equipment
e) Location/proximity
• Location of venue from nearest airport
• Distance to nearest trauma facility
• Distance to nearest fire/rescue facility
• Distance to shopping\
• Distance to recreational activities
f) Portals
• Size and number of exterior portals
• Size and number of interior portals, including elevators
• Ingress and egress to portals
g) Sleeping rooms
• Sufficient number of singles, doubles, suites, and other required
inventory
• Rooms in safe, clean, working order
• Amenities such as coffeemakers and hair dryers available upon
request
• Well-publicized fire emergency plan
• Balcony or exterior doors secured properly
h) Utilities
• Electrical power capacity
• Power distribution
• Working on-site reserve generator (and a backup) for use in the event
of a power failure
• Responsible person for operation of electrical apparatus
• Sources for water
• Alternative water source in case of disruption of service
• Separate billing for electricity or water
i) Weight
• Pounds per square foot (meter) for which venue is rated
• Elevator weight capacity
• Stress weight for items that are suspended, such as lighting, scenic,
projection, and audio devices
3) Layanan
a) Catering
• Full-service, venue-specific catering operation
• Twenty-four-hour room service
• Variety of food outlets
• Concession capability
19
• Creative, tasteful food presentation
b) Medical assistance/first aid
• Number of staff trained in CPR, Heimlich maneuver, and other first
aid
• Designated first-aid area
• Ambulance service
c) Safety and security
• Well-lit exterior and interior walkways
• Venue has full-time security team
• Communications system in elevators in working order
• Positive relationship between venue and law-enforcement agencies
• Positive relationship between venue and private security agencies
• Fire sprinklers controlled per zone or building-wide; individual zone
can be shut off, with a fire marshall in attendance, for a brief effect
such as pyrotechnics
• Alarm system initially silent or announces a fire emergency
immediately
• Condition of all floors (including the dance floors)
(Sumber: Joe Goldblatt, 2008:196)
Selain itu, penulis juga menggunakan sebuah standar yang digunakan
oleh asosiasi NEA (National Endowment for the Arts) dalam sebuah jurnal
laporannya. Dalam laporan tersebut mencakup tujuh festival kesenian di Amerika
Serikat. Penilaian standar penyelenggaraan tersebut meliputi dasar
penyelenggaraan festival, karakteristik pengunjung festival, sumber daya
manusia, pendapatan, biaya dan organisasi. (Sumber: Jurnal laporan NEA,
2010:69)
Namun penulis hanya menggunakan penilaian berdasarkan pada visi dan
misi penyelenggaraan event kesenian, dasar pertimbangan venue serta kuratorial.
Berikut adalah penjelasan mengenai tiga cakupan standar penyelenggaraan event
kesenian:
1) Regulasi
20
Laporan tersebut menunjukkan festival tersebut merupakan disiplin
ilmu-musik, visual seni dan kerajinan pada khususnya. Visi utama dari
festival kesenian adalah sebuah perayaan dari seni dalam mempromosikan
keragaman dan mendidik para peserta tentang beragam budaya melalui seni,
budaya, dan pendidikan.
2) Fasilitas
Festival kesenian pada laporan tersebut diadakan di lokasi yang mudah
dijangkau untuk umum. Lokasi yang paling umum adalah plaza umum atau
taman; kedua beberapa festival dilakukan di jalan umum; ketiga festival
diadakan di lebih dari satu tempat; dan terakhir terjadi di satu tempat saja.
Dasar pertimbangan tambahan meliputi tempat parkir, pusat perbelanjaan,
bank, arena hiburan, studio seniman dan bandara.
3) Layanan
Laporan tersebut mayoritas festival menggunakan tahap kuratorial.
Tidak hanya mengkualifikasi event kesenian yang akan diselenggarakan,
namun nantinya dimungkinkan akan dilibatkan ke dalam program kesenian
yang lebih besar melalui program-program yang dirancang secara nasional.
(Sumber: Jurnal laporan NEA, 2010:22)
d. Proses dan Prosedur Penilaian Standar Penyelenggaraan Event Kesenian
Penjelasan yang dikemukakan oleh Joe Goldblatt, terdapat proses dan
prosedur dalam penilaian standar penyelenggaraan event kesenian. Adapun
prosedur tersebut terdiri dari lima proses, yaitu:
21
1) Tentukan fokus yang menjadi kriteria dari penilaian mengenai standar
yang diberlakukan.
2) Kenali adanya permasalahan yang menjadi tolak ukur keberhasilan suatu
acara pada pengunjung
3) Identifikasi lingkungan acara tersebut untuk mengetahui pengalaman
pengunjung pada penyelenggaraan acara.
4) Bagikan alat penilaian standar yang digunakan mengenai sikap dan
pendapat penyelenggara.
5) Sesuaikan mengenai hasil penilaian tersebut dalam menentukan
lingkungan yang sudah ada sebelumnya dan modifikasi apa yang akan
diterapkan terkait standar dari sisi regulasi, fasilitas dan layanan.
(Sumber: Joe Goldblatt, 2008:73)
Dimana hasil dari pembanding antara Taman Ismail Marzuki dengan
Galeri Nasional dan venue swasta, akan memberikan kekuatan dan kelemahan
dalam konsep SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Kekuatan
atau kelebihan standar dari sisi regulasi, fasilitas dan layanan yang diberikan oleh
Taman Ismail Marzuki, dapat dimaksimalkan guna menutupi
kelemahan/kekurangan, sementara kelemahan/kekurangan, dapat menjadi sebuah
revisi yang diadaptasikan pada penyelenggaraan event kesenian kedepannya.
(Sumber: Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, 2012:48)
e. Kriteria dalam Venue MICE Mandiri pada Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 2
Tahun 2017 dan Destinasi MICE pada Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 5
Tahun 2017
22
Venue MICE Mandiri adalah sebuah tempat khusus yang dibangun dan
ditujukan sebagai pusat penyelenggaraan kegiatan gabungan konvensi dan
pameran. Tempat tersebut menyediakan berbagai ruangan yang dirancang untuk
sidang paripurna (plenary session), ruang pertemuan, ruang terbuka, ruang
pameran, dilengkapi dengan fasilitas makanan dan minuman, business centre,
dan ruang administrasi.
Venue MICE Mandiri (stand-alone venue) terdiri dari 8 (delapan) kriteria
pada Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 2 Tahun 2017, sebagai berikut:
1) Fasilitas Minimum Venue, merupakan kapasitas sebuah Venue MICE
Mandiri (stand-alone venue) dengan kelengkapan area/ruangan yang
harus dimiliki.
2) Spesifikasi Standar Ruangan, merupakan fasilitas ruangan yang mampu
menunjang aktivitas operasional Venue MICE Mandiri (stand-alone
venue) dan mempermudah kegiatan bagi pelaksana dan peserta kegiatan
(event).
3) Peralatan Ruangan Konvensi, merupakan fasilitas dan peralatan Ruang
Konvensi yang mampu menunjang aktivitas operasional Venue MICE
Mandiri (stand-alone venue) dan mempermudah kegiatan bagi pelaksana
dan peserta kegiatan (event).
4) Area Khusus Pameran, merupakan fasilitas pameran yang mampu
menunjang aktivitas operasional Venue MICE Mandiri (stand-alone
venue) dan mempermudah kegiatan bagi pelaksana dan peserta kegiatan
(event).
23
5) Manajemen Venue, merupakan manajemen operasi Venue MICE Mandiri
(stand-alone venue).
6) Standar Operasional Venue, merupakan fasilitas dan infrastruktur
operasional Venue MICE Mandiri (stand-alone venue) yang mampu
menunjang aktivitas dan mempermudah kegiatan (event).
7) Penjualan dan Pemasaran, merupakan proses dan aktivitas transaksi yang
dilakukan dalam menjalankan manajemen operasi Venue MICE Mandiri
(stand-alone venue).
8) Infrastruktur Pendukung Kota, merupakan infrastruktur dalam kota
tempat Venue MICE Mandiri (Stand-alone Venue) berada yang mampu
menunjang aktivitas operasional Venue dan mempermudah kegiatan bagi
pelaksana dan peserta kegiatan (event).
(Sumber: Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 2 Tahun 2017, 2019)
Pada Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 5 Tahun 2017, dalam Bab II
mengenai kriteria dan indikator destinasi MICE terkait unsur amenitas MICE.
Dijelaskan pada kriteria keadaan lingkungan, merupakan informasi terkait
dimensi iklim, situasi alam dan lingkungan yang menarik, infrastruktur dan
keramahtamahan penduduknya.
Tabel 1
Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 5 Tahun 2017
Unsur Kriteria Indikator
Amenitas MICE Keadaan Lingkungan Kepolisian:
24
Penyebaran kantor dan
kualitas pelayanan.
Keberadaan kepolisian
dalam destinasi tersebut
serta yang siap
mendukung keamanan dan
perijinan suatu event.
(Sumber: Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 5 Tahun 2017, 2019)
3. Adaptasi Standar Penyelenggaraan Event Kesenian
a. Definisi Adaptasi
Penulis mengambil teori adaptasi dalam komunikasi oleh Duran (1983)
dalam jurnal Tourism and Hospitality Management tahun 2014 oleh Murat
Gümüş and Bahattin Hamarat. Menurut Duran (1983), adaptasi komunikasi
adalah kemampuan dalam mempersepsikan hubungan antar-pribadi dan
menyesuaikan hasil persepsi tersebut ke dalam sebuah tujuan interaksi sosial
(Sumber: Jurnal Communication Satisfaction and Communicative Adaptability
Reinforce Organizational Identification, 2014). Dalam hal ini penulis ingin
mengadaptasikan hasil rekomendasi berupa revisi tersebut kepada para pelaku
penyelenggaraan event kesenian, yakni pihak Unit Pengelola Pusat Kesenian
Jakarta Taman Ismail Marzuki, Dewan Kesenian Jakarta dan pihak
penyelenggara event. Dengan melakukan jajak pendapat sehingga akan tercapai
25
sebuah hasil dimana rekomendasi tersebut diterima atau tidak, serta kriteria apa
yang kurang dalam diskusi tersebut. Sesuai dengan pengertian pada jurnal
Tourism and Hospitality Management (2014).
b. Bentuk Adaptasi Standar untuk Penyelenggaraan Event Kesenian
Penulis dalam mengadaptasikan standar menggunakan bentuk adaptasi
berupa Focus Group Discussion (FGD) oleh Hening dan Coloumbia (1990).
Dimana akan diadakan sebuah diskusi terarah antara penulis dengan
kelompok/pihak-pihak yang akan menerima sebuah hasil dari proses penilaian
standar. Dalam Focus Group Discussion (FGD), penulis akan memaparkan hasil
informasi tersebut kepada pihak Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman
Ismail Marzuki, Dewan Kesenian Jakarta dan pihak penyelenggara event. Dalam
diskusi tersebut akan menghasilkan sebuah pernyataan akan setuju dan tidak
setuju akan hasil penilaian standar.
Pada jenis-jenis Focus Group Discussion (FGD), penulis menggunakan
Two-way focus group, dimana hanya terdapat dua arah kelompok dalam diskusi.
Pada prosesnya hanya antara penulis yang merekomendasikan dan kelompok lain
yang menyetujui maupun tidak menyetujui hasil rekomendasi tersebut. Pada
dasarnya setiap kelompok tersebut memiliki kesempatan yang sama dalam
berbicara dan mengemukakan pendapat serta aktif dalam diskusi tersebut.
(Sumber: Hening dan Coloumbia dalam Irwanto, 2007)
26
B. Kerangka Rekomendasi
Penulis menghasilkan sebuah rekomendasi berupa revisi standar
penyelenggaraan event, penulis dalam kerangka rekomendasi dibawah ini
menjelaskan; pertama standar penyelenggaraan event kesenian di Taman Ismail
Marzuki, dilakukan perbandingan dengan standar yang dikeluarkan oleh asosiasi
nasional yaitu Galeri Nasional dan standar di Ciputra Artpreneur meliputi regulasi,
fasilitas dan layanan; Kedua dapat menghasilkan perbandingan aspek standar
penyelenggaraan dari sisi regulasi, fasilitas dan layanan; Ketiga dapat menghasilkan
sebuah rekomendasi berupa revisi standar penyelenggaraan event kesenian bagi
Taman Ismail Marzuki Jakarta.
27
Gambar 1
Kerangka Rekomendasi
Sumber: Modifikasi konsep Joe Goldblatt (2008:196) serta Glenn A. J. Bowdin, Johnny Allen, William O’Toole, Robert
Harris dan Ian McDonnell (2006:121)
Standar
Penyelenggaraan
Event Kesenian di
Taman Ismail
Marzuki
Standar Penyelenggaraan
Event Kesenian yang
dikeluarkan
Pemerintah/Galeri
Nasional
Standar
Penyelenggaraan Event
Kesenian yang
dikeluarkan oleh
Ciputra Artpreneur
Regulasi
Fasilitas
Layanan
Perbandingan aspek standar penyelenggaraan di sisi regulasi
Perbandingan aspek standar penyelenggaraan di sisi fasilitas
Perbandingan aspek standar penyelenggaraan di sisi layanan
Regulasi
Fasilitas
Layanan
Revisi Standar
Penyelenggaraan
Event Kesenian
bagi Taman Ismail
Marzuki
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode yang akan digunakan oleh penulis adalah deskiptif dengan pendekatan
kualitatif. Sementara didalam lima jenis metode penelitian kualitatif yang
dikemukakan oleh John Creswell (1996), penulis menggunakan jenis Studi Kasus
(Case Study). Dalam hal ini penulis hendak mendalami suatu kasus mengenai standar
yang berisi regulasi, fasilitas dan layanan dengan mengumpulkan beraneka ragam
sumber informasi, misalnya lewat observasi lapangan dan dokumen-dokumen tertulis.
Penulis juga membandingkan antara standar di Taman Ismail Marzuki dengan standar
di Galeri Nasional dan standar di Ciputra Artpreneur. (Sumber: John Cresswell dalam
J. R. Raco, 2010:49)
B. Partisipan dan Tempat Penelitian
Penulis dalam menentukan partisipan, menggunakan teknik didalam non-
probability sampling, yaitu purposive sampling. Dimana penulis akan memilih
informan atau partisipan yang kredibel dan kaya akan informasi, serta tidak
menekankan pada jumlah. Dengan jumlah partisipan yang sedikit pula mampu
mengumpulkan data yang lebih mendalam (Sumber: J. R. Raco, 2010:115). Dengan
hal tersebut peneliti menentukan partisipan yakni seorang Kepala Sub-Bagian
Administrasi Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, seorang
Ketua Asosiasi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), dan seorang pelaku seni dan budaya
29
sekaligus kurator di Galeri Nasional dan dosen Fakultas Seni Rupa IKJ yang juga
sering menyelenggarakan event-event Seni Rupa di Taman Ismail Marzuki.
Mengenai tempat penelitian yaitu di kawasan Taman Ismail Marzuki, yang
berlokasi dijalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat. Dengan penambahan tempat
penelitian yaitu di Gedung Pertunjukan Wayang Orang Bharata, yang letaknya diluar
kawasan Taman Ismail Marzuki, namun termasuk venue yang dikuratorialkan oleh
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
C. Teknik dan Alat Kumpul Data
Data pada penelitian kualitatif biasanya berupa teks, foto, gambar, pendapat
dan tetap menggunakan angka/hitung-hitungan karena pada proses analisa, data
tersebut dikualifisir terlebih dahulu. Berdasarkan pada konsep yang dikemukakan
oleh Patton (2002), penulis menggunakan tiga jenis pengumpulan data, sebagai
berikut:
1. Wawancara yang mendalam (indepth)
Wawancara yang mendalam biasanya menggunakan pertanyaan open-
ended, berupa pendapat dan pengetahuan dari informan atau partisipan mengenai
standar dalam penyelenggaraan event.
2. Pengamatan (observation)
Observasi/pengamatan, yaitu gambaran yang ada di lapangan dalam
bentuk dokumentasi berupa fotografi, bagaimana pemohon/penyelenggara event
mengajukan proposal untuk proses kuratorial hingga saat penyelenggaraan event.
30
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu data tertulis yang tersimpan, dapat berupa
dokumen tertulis mengenai prosedur dalam penyelenggaraan event di Taman
Ismail Marzuki. Selain itu penggunaan acuan standar oleh Joe Goldblatt dan
standar pada laporan oleh National Endowment for the Arts sebagai
perbandingan dengan venue lainnya.
(Sumber: Patton dalam J. R. Raco, 2010:110)
D. Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman (1984), bahwa dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.
Dengan kata lain saat wawancara, penulis sudah melakukan analisis terhadap jawaban
yang diwawancarai. Bila mana jawabannya setelah dianalisis terasa belum
memuaskan, maka penulis akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu,
sampai diperoleh data yang kredibel. (Sumber: Miles dan Huberman dalam Sugiyono,
2008:91)
Proses analisis data yang digunakan penulis, dimulai dari pengumpulan data,
setelah itu penulis mengkategorikan sekaligus menyajikan data kedalam bentuk yang
sesuai. Ada beberapa data yang langsung dapat disajikan, adapula yang harus
direduksi terlebih dahulu. Kemudian dapat menghasilkan sebuah kesimpulan yang
dihasilkan dari pengkategorikan maupun dalam penyajian data. Berikut penjelasan
lebih lengkap dalam analisis data, sebagai berikut:
31
1. Data reduction (reduksi data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak maka penulis
perlu mencatat secara teliti dan rinci. Penulis merangkum, mengambil data yang
pokok dan penting, membandingkan dengan triangulasi sumber data dan teknik,
serta mengkategorikan data tersebut, misalnya dalam standar dari sisi regulasi,
penulis mengkategorikan data yang diperoleh pada perizinan.
2. Data display (penyajian data)
Penyajian data dalam penelitian kualitatif biasa dilakukan dalam bentuk
narasi Miles dan Huberman (1984), dimana berbentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart, dan juga dapat berupa grafik, matrik serta
chart. Sebagai contoh setelah proses reduksi selesai, maka dibuatlah penyajian
data, dapat berupa sebuah narasi untuk data perizinan, dan dapat pula berupa
hubungan data perizinan dengan data lainnya.
3. Conclusion drawing/verification
Setelah proses reduksi data selesai, akan menghasilkan sebuah
kekuatan/kelebihan dan kelemahan/kekurangan dari standar di Taman Ismail
Marzuki pada Analisa SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).
Kemudian dimana kekuatan/kelebihan tersebut dapat dimaksimalkan guna
menutupi kelemahan/kekurangan, sementara kelemahan/kekurangan, dapat
menjadi sebuah revisi yang diadaptasikan pada penyelenggaraan event kesenian
kedepannya. (Sumber: Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, 2012:48)
Selain itu penulis juga menggunakan adaptasi standar yang sudah direvisi
tersebut. Penulis melakukan jajak pendapat sehingga akan tercapai sebuah hasil
32
dimana rekomendasi tersebut diterima atau tidak, serta kriteria apa yang kurang
dalam diskusi tersebut. Dalam hal ini penulis menggunakan konsep adaptasi
FGD (Focus Group Discussion).
Pada kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab
fokus penelitian yang dirumuskan sejak awal, mungkin juga tidak, dikarenakan
bahwa masalah dan fokus penelitian masih bersifat sementara dan akan
berkembang setelah peneliti berada dilapangan.
(Sumber: Sugiyono, 2008:92-99)
Gambar 2
Proses Analisis Data
(Sumber: Sugiyono, 2008:92)
E. Pengujian Keabsahan Data
1. Uji Kredibilitas Data
Penulis dalam pengujian keabsahan terkait kredibilitas data menggunakan
jenis triangulasi sumber data oleh Norman K. Denkin dalam Rahardjo (2010).
Penulis membandingkan pendapat dan pengetahuan partisipan atau informan dari
Data
collection
Data
reduction
Data
display
Conclusion:
drawing/verifying
33
pihak Taman Ismail Marzuki dengan pihak Dewan Kesenian Jakarta dan pihak
penyelenggara atau pemohon, hasil tersebut dideskripsikan, dikategorisasikan
pada pandangan yang sama dan berbeda. (Sumber: Sugiyono, 2008:127)
Selain itu penulis juga menggunakan triangulasi teknik, dimana dalam
data wawancara sebelumnya dibandingkan lagi dengan fakta, realita, gejala,
masalah pada observasi atau pengamatan penulis, hasil wawancara serta
dokumentasi di lapangan. Bila mana menghasilkan data yang berbeda, misalnya
penulis melakukan re-check terhadap data wawancara pada pihak penyelenggara
untuk memastikan data mana yang dianggap benar, atau mungkin sudut
pandangnya berbeda. (Sumber: Sugiyono, 2008:127)
2. Uji Depenabilitas Data
Reliabilitas dalam penelitian kualitatif disebut dengan depenabilitas. Pada
prosesnya, pengujian depenabilitas menunjukkan pada proses penelitian
dilapangan dilakukan atau tidaknya, tetapi bisa memberikan hasil data tersebut.
Kalau proses penelitian tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka penelitian
tersebut tidak reliabel atau dependable. Dalam hal ini, perlunya pembimbing
sebagai auditor untuk mengaudit terhadap keseluruhan proses penelitian. Seperti
bagaimana penulis menentukan permasalahan, menentukan sumber data,
melakukan analisa data, uji keabsahan data, sampai pada kesimpulan. Jika
penulis tidak dapat menunjukkan “jejak aktivitas lapangan”, maka depenabilitas
penelitiannya patut diragukan. (Sumber: Sanafiah Fisal dalam Sugiyono,
2008:131)
34
F. Jadwal Penelitian
Terlampir pada tabel dibawah ini:
Tabel 2
Jadwal Penelitian
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1. Permohonan Izin di Taman Ismail Marzuki
2. Penyerahan Surat Pengantar Penelitian
3. Persetujuan Lokus Penelitian
4. Penyusunan Laporan Usulan Penelitian (UP)
5. Seminar Usulan Penelitian (UP)
6. Penyempurnaan Laporan Usulan Penelitian (UP)
7. Penyusunan Laporan Projek Akhir (PA)
8. Penelitian Lapangan
9. Pengolahan Data Penelitian Lapangan
10. Final Projek Akhir (PA)
11. Sidang Projek Akhir (PA)
12. Penyempurnaan Laporan Projek Akhir (PA)
Juli AgustusNo. Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei Juni
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan di bab hasil penelitian dan pembahasan ini, penulis
mengkategorikan kedalam tiga fokus, yakni regulasi, fasilitas dan layanan. Penulis
selanjutnya mengkategorikan lagi kedalam parameter-parameter. Hasil penelitian ini,
penulis dapat dari hasil wawancara yang mendalam, pengamatan dan dokumentasi.
A. Hasil Penelitian
1. Regulasi
a. Peraturan Penyelenggaraan
1) Bentuk peraturan mengenai lokasi untuk keadaan darurat
Gambar 3
Area Plaza untuk Keadaan Darurat
(Sumber: Dokumentasi Gambar Penulis, 2018)
36
Pada sub-kategori mengenai lokasi untuk keadaan darurat ini, struktur
bangunan di Taman Ismail Marzuki sendiri agak memudahkan untuk jalur
evakuasi bila terjadi kecelakaan dalam sebuah acara, terdapat hall dan keluar
langsung ruang terbuka, seperti pada kutipan wawancara berikut:
“Masalahnya struktur bangunan di TIM, agak memudahkan untuk jalur
evakuasi kalau terjadi kebakaran, soalnya sifatnya hanya hall langsung
keluar sudah umum, jadi bukan dalam gedung” (Sumber: Wawancara
dengan Kurator Galeri Nasional, 5 April 2018).
“Jadi kita biasanya kalau jalur evakuasi, kondisi darurat biasanya
diarahkan ke tempat kumpul kita diplaza itu” (Sumber: Wawancara
dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018)
Teater Jakarta sendiri lebih unggul karena sudah ada petunjuknya, dan
memang agak tertib dibanding venue-venue lainnya serta terdapat pula
pemberitahuan apabila terjadi suatu kecelakaan atau kebakaran, seperti yang
penulis kutip dalam wawancara, sebagai berikut:
“Kalau yang besar pasti ada, ada petunjuknya, kalau tidak salah sudah
agak tertib di Teater Jakarta ya, sebelum ada kecelakaan,
pemberitahuan mohon jangan panik ikuti arah langsung, itu ada”
(Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri Nasional, 5 April 2018).
37
2) Bentuk peraturan mengenai zat terlarang
Peraturan mengenai penggunaan zat terlarang di lingkungan TIM
mengacu pada Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia yang
menjelaskan penyalahgunaan zat terlarang
Gambar 4
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
(Sumber: Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, 2009).
Namun belum pernah terjadi ada pengunjung atau kolektor seni yang
kedapatan membawa zat terlarang tersebut, seperti dalam kutipan wawancara
berikut:
“Sepertinya belum pernah… ada, paling tidak boleh bawa makanan
minuman…” (Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri Nasional, 5
April 2018)
38
Taman Ismail Marzuki memiliki sebuah Standar Operasional Prosedur
tentang pemakaian tempat pertunjukan, dimana pada point ke lima belas
menginformasikan bahwa pemohon menandatangani MOU pemakaian tempat
pertunjukan. Sehingga ada kewajiban bagi penyelenggara sebagai pemohon,
untuk mematuhi aturan-aturan yang ada
(Sumber: Website resmi Taman Ismail Marzuki
http://tamanismailmarzuki.jakarta.go.id/reservation/sop_peminjaman, 2018)
“Kita sebagai pemilik gedung dalam hal ini mengeluarkan MOU yang
harus dipatuhi oleh pengguna …Belum pernah, kita disini pertama-
tama di MOU sudah jelas…” (Sumber: Wawancara dengan
Administrasi TIM, 27 Juni 2018)
Pada dunia kesenian sendiri yang semakin serius, hal tersebut tidak
akan membuat pelaku seni menjadi lebih produktif, misalnya dalam seni tari
atau teater, latihannya sangat terukur dan membutuhkan fisik yang prima,
seperti pada kutipan wawancara sebagai berikut:
“Iya itu umum saja dan memang waktu itu untuk mahasiswa dan
segala macam tapi kalo di kesenian yang makin serius sebenarnya
tidak membuat produktif… tapi kalau pelaku-pelaku utama didalam,
misalnya teater koma pentas, itu harus terukur…” Sumber: Wawancara
dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
3) Bentuk peraturan lain yang menganggu aktifitas bisnis
39
Terdapatnya aktifitas jual beli atau pelelangan sebuah karya seni di
Taman Ismail Marzuki sendiri diperbolehkan. Berbeda dengan Galeri
Nasional yang tidak memperbolehkan, seperti yang penulis kutip dalam
wawancara berikut:
“Bisa, ada transaksi, boleh ada transaksi, beda sama digaleri nasional,
kalo galeri nasional transaksi itu tidak boleh... di Galnas tidak boleh,
karena sifatnya apresiasi…” (Sumber: Wawancara dengan Kurator
Galeri Nasional, 5 April 2018).
“Kalo program itu diperbolehkan” (Sumber: Wawancara dengan Ketua
DKJ, 20 April 2018)
“Yang ada transaksi, biasanya hanya pameran…” (Sumber:
Wawancara dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018)
4) Bentuk peraturan dalam penggunaan bahan mudah terbakar terkait dalam
dekorasi penyelenggaraan event
Seniman dalam memilih material untuk sebuah karya seni, sudah
mempertimbangkan hal-hal tersebut. Seniman sendiri sudah mempunyai
kesadaran agar sebuah pameran harus terbebas dari segala macam yang
bersifat dapat menimbulkan kebakaran, seperti pada kutipan wawancara
berikut:
“Tidak ada, karya seni agak berbeda, ketika seniman memilih material,
mempertimbangkan faktor itu, karena lukisan… misalnya tidak ada
40
api, aman-aman saja… biasanya seniman sudah mempunyai kesadaran
kalau untuk pameran bebas dari apa saja” (Sumber: Wawancara
dengan Kurator Galeri Nasional, 5 April 2018).
Khususnya didalam seni pertunjukan, penyelenggara tidak
diperbolehkan memakai bahan-bahan untuk dekorasi atau untuk
pertunjukannya, yang berakibat mudah terbakar, seperti pada kutipan
wawancara berikut:
“Mungkin bukan seni lukisan, tapi didalam seni pertunjukan ada,
misalnya jangan memakai bahan-bahan yang mudah terbakar, saya
kira ada” (Sumber: Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
“Ada, kita sangat konsen masalah itu, masalah materi untuk
pertunjukan, harus benar-benar, maka dari itu kita ada technical
meeting jadi sebelum pelaksanaan kita bahas apa saja yang nanti
mereka tampilkan karena memang ada pertunjukan…” (Sumber:
Wawancara dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
41
5) Bentuk peraturan pemadam kebakaran setempat dalam menggunakan
sumber pemadaman api
Gambar 5
Mobil Pemadam Kebakaran
(Sumber: Dokumentasi Gambar oleh Penulis, 2018)
Kawasan Taman Ismail Marzuki sendiri terdapat fasilitas mobil
pemadam kebakaran yang disiagakan untuk kawasan ini. Letaknya sendiri
tidak jauh dari pintu keluar Taman Ismail Marzuki. Namun bilamana terjadi
suatu kebakaran yang cukup hebat, akan datang bantuan mobil pemadam
kebakaran dari Dinas DKI Jakarta. Sementara kebakaran yang pernah terjadi
hanya di Institut Kesenian Jakarta. Untuk venue-venue TIM sendiri, belum
pernah terjadi. Seperti dalam kutipan wawancara berikut:
“Datang pasti, waktu kebakaran di IKJ saja mereka datang, walaupun
dekat, karena harus tetap siaga” (Sumber: Wawancara dengan Kurator
Galeri Nasional, 5 April 2018)
42
“Tidak harusnya cukup, pangkalan pemadam kebakaran untuk Jakarta
berada di TIM, seharusnya cukup, kebetulan pangkalan damkarnya di
disini” (Sumber: Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
“…kebetulan kita ada pos pemadam kebakaran disini kita tinggal
koordinasi saja dengan mereka, tapi syukur belum pernah seperti itu”
(Sumber: Wawancara dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
6) Bentuk peraturan mengenai penggunaan mesin bertenaga bahan bakar
minyak
Sub-kategori sebelumnya mengenai penggunaan bahan-bahan yang
mudah terbakar, seniman atau penyelenggaran event kesenian sudah sadar
betul akan pentingnya acara kesenian tersebut. Sehingga dalam pemilihan
bahan-bahan, mereka benar-benar memilih dengan aman. Sebuah galeri untuk
pameran seharusnya memiliki ketinggian yang sesuai standar, dibandingkan
dengan kondisi galeri saat ini yang kurang memadai, padahal banyak karya-
karya besar yang dipamerankan, misalnya terdapat mobil yang diangkat dan
dijadikan sebuah instalasi, seperti kutipan wawancara berikut ini:
“…bisa 6 meter atau buat instalasi yang segala macam, sebenarnya
lebih simpel kalau misalnya mobil mau diangkat dijadikan instalasi itu
harusnya cukup memadai, dan itu membutuhkan space untuk melihat”
(Sumber: Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
43
“Kalo ke dalam teater tidak, saya kemarin ada penolakan genset, itu
diluar ada lokasi penempatannya, lokasinya diluar karena suaranya
juga mengganggu” (Sumber: Wawancara dengan Administrasi TIM,
27 Juni 2018).
Gambar 6
Penyelenggaraan Event di Galeri Ciputra Artpreneur
(Sumber: Brosur Ciputra Artpreneur, 2018)
Ciputra Artpreneur sendiri membolehkan penyelenggara
menghadirkan kendaraan bermesin seperti pada gambar brosur diatas. Ini
membuktikan terdapat sebuah perbedaan, padahal dalam penyelenggaraan
kesenian, banyak karya-karya seni yang mejadikan kendaraan/mobil sebagai
wadah/kanvas atau sebuah karya seni itu sendiri.
7) Bentuk peraturan mengenai penggunaan hewan yang dilatih
44
Peraturan di sub-kategori ini menjelaskan bahwa tidak ada larangan
dalam membawa hewan peliharaan, namun tidak boleh membawanya kedalam
ruangan pameran atau pertunjukan, seperti yang penulis kutip berikut:
“Tidak ada, tapi selama ini memang tidak ada yang bawa… Tidak ada
larangan, pernah ada duta besar, hari sabtu jalan ada pameran bawa
anjing, tapi anjing nya diluar” (Sumber: Wawancara dengan Kurator
Galeri Nasional, 5 April 2018).
“Selama ini ada, pengunjung yang membawa anjing” (Sumber:
Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
“Tidak bisa, tidak boleh masuk dan selama saya disini belum pernah
ada orang bawa karena disini kan seperti anak kecil saja, seperti
kemarin ada pertunjukan orkestra, anak-anak itu pertama kan dia
masuk tidak dilarang tapi memang kalau anak ibu tidak tertib maka
akan dikeluarkan, kita coba baru 5 menit mulai, kita keluarkan dari
lokasi pertunjukan orkestra” (Sumber: Wawancara dengan
Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
8) Kesesuaian dengan visi dan misi
Visi dan misi dari DKJ sendiri yaitu “Membangun reputasi DKI
Jakarta sebagai kota budaya yang bertaraf nasional dan internasional”
merupakan tujuan dibentuknya DKJ. Hal ini sejalan bahwa beberapa program
yang diadakan oleh DKJ, dalam beberapa tahun ini mengundang kurator-
45
kurator internasional. Sedangkan yang masih perlu ditingkatkan dalam hal
program-program lainnya selain Biennale Jakarta. Seperti kutipan wawancara
berikut:
“Beberapa program yang diadakan oleh DKJ sudah cukup bagus,
seperti Biennale Jakarta, itu juga sudah internasional, beberapa tahun
ini sudah mengundang beberapa kurator internasional terlibat,
sebenarnya salah satu upaya untuk mewujudkan visi yang tadi itu,
dalam konteks global, dalam tahap nasional maupun internasional,
paling yang perlu ditingkatkan itu, program-program lainnya selain
Biennale” (Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri Nasional, 5
April 2018).
“Kalau saran saya memang kita harapkan ke anggota-anggota DKJ
sangat paham kinerja nya masing-masing sesuai dengan komite-komite
yang ada disana, dan memang orang-orang yang cinta pekerjaannya,
seniman-seniman itu yang diharapkan, mereka bisa memberikan
masukan-masukan untuk kemajuan seni budaya di Jakarta” (Sumber:
Wawancara dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
DKI Jakarta sudah pantas untuk menjadi kekuatan kesenian paling
tidak di Asia, termasuk dalam grafik desain, maka dari itu DKJ memiliki acara
Design by Jakarta, untuk mengakomodir desain-desain terbaik. Seperti
kutipan wawancara berikut:
46
“Pertama kita baru sadar bahwa kita adalah bagian dari masyarakat
dunia, kita adalah bagian dari konstruksi peradaban dunia, berarti apa
persiapan-persiapan masalah pemikiran, misalnya tentang kebebasan
ekspresi dan berfikir…sekarang Jakarta sudah cocok bahwa kami ingin
dengan pendapatan seperti itu dengan adanya DKJ kita harus menjadi
kekuatan kesenian paling tidak di Asia, dan juga termasuk grafik
desain kita, bisa dibilang desain kita paling bagus. Makanya kita buat
Design by Jakarta, untuk mengakomodir desain-desain terbaik dan kita
produksi” (Sumber: Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April 2018)
b. Registrasi
1) Bentuk regulasi mengenai personil dibagian check-in counter
Regulasi mengenai personil dibagian check-in counter, kembali lagi
kepada penyelenggara mengenai kebijakan pelayanan tersebut. Pertanggung-
jawaban tersebut langsung kepada penyewa fasilitas. Kecuali acara-acara yang
langsung diinisiasi oleh TIM ataupun DKJ sendiri. Seperti kutipan wawancara
berikut:
“…tapi itu juga yang bertanggung jawab adalah orang yang menyewa,
bukan dari TIM, kecuali yang menyelenggarakan adalah TIM,
biasanya TIM mempunyai tanggung jawab…” (Sumber: Wawancara
dengan Kurator Galeri Nasional, 5 April 2018).
47
“…Karena itu semua proposal yang menyeleksi dewan kesenian,
memang agak problem yang punya uang anak-anak sekolah. Kalau
misalnya SMA Negeri mana mau pentas 1 miliar saja tidak masalah
dari aspek, itu jadi problem tapi kualitasnya jadi buruk. Ada
ketegangan antara harus mementaskan atau kita menjaga TIM itu
sebagai tempat untuk kesenian yang berkualitas…” (Sumber:
Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
“Tidak kalau itu mekanismenya tapi paling mereka sudah punya
komunitas, secara umum sudah tahu berapa harga yang kami patok,
paling nanti orchestra yang dari luar biasanya mereka sudah mengkaji
tiket yang layak untuk disini, berbeda dengan luar negeri” (Sumber:
Wawancara dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
2) Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang cepat pada check-in untuk
VIP
Melihat kembali pada sub-kategori sebelumnya bahwa prosedur dalam
pelayanan, kembali lagi ke penyelenggara. Berbeda dengan program-program
yang diselenggarakan langsung oleh TIM atau DKJ sendiri. Termasuk
beberapa prosedur untuk fasilitas VIP dalam sebuah penyelenggaraan acara,
tergantung pada kemampuan dari penyelenggara.
3) Kemampuan memberikan materi acara pada saat check-in
48
Konteks pertunjukan untuk seberapa besar jumlah animo
masyarakatnya, termasuk materi acara, yang bertanggung jawab adalah pihak
penyelenggara sebagai penyewa, kecuali memang yang menyelenggarakan
langsung acara tersebut adalah TIM atau DKJ. Seperti kutipan wawancara
berikut:
“Registrasi paling penjaga tamu saja, jadi kaya pemandu, itu pun juga
dalam konteks pertunjukan untuk berapa jumlah animo masyarakatnya,
jumlah nya berapa, tapi itu juga yang bertanggung jawab adalah orang
yang menyewa…” (Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri
Nasional, 5 April 2018).
4) Kemampuan memberikan identitas acara pada sebuah souvenir untuk
mempromosikan acara
Tidak ada keharusan yang menjadi prosedur dari TIM itu sendiri.
Berbeda dengan program yang diselenggarakan oleh DKJ atau TIM. Seperti
pada kutipan wawancara berikut.
“Souvenir itu sudah merupakan bagian dari mereka sendiri hanya itu
kita lihat souvenir untuk internal-internal mereka, jarang souvenir
untuk pertunjukan biasanya ucapan terima kasih, syal” (Sumber:
Wawancara dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
49
5) Kemudahan direktori yang efektif atau tanda lainnya agar dikenali
Gambar 7
Papan Petunjuk ke Lokasi Venue
(Sumber: Dokumentasi Gambar Penulis, 2018)
Mengenai lokasi bangunan satu dengan bangunan yang lain sudah
baik, pengunjung ketika masuk ke kawasan mudah mengerti letak-letaknya
dengan dipandu oleh signage dan petunjuk arah. Pengunjung yang sudah biasa
datang, mungkin akan mudah. Begitu juga dengan wisatawan dari luar, akan
kesulitan. Seperti pada kutipan wawancara berikut:
“Karena struktur bangunan di TIM itu sebenarnya buat saya sudah
bagus, orang sudah tahu masuk kesini, kekanan galeri cipta 2, bioskop,
teater Jakarta, jadi orang masuk pun sudah di pandu oleh signage itu,
petunjuk arah, IKJ dibelakang” (Sumber: Wawancara dengan Kurator
Galeri Nasional, 5 April 2018).
50
“Itu memang harus diperbaiki, karena kan kalo yang sudah biasa,
mudah, kalau pun tanya juga mudah, kita harus lebih mempersiapkan
diri untuk misalnya hal tersebut, wisatawan luar” (Sumber:
Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
“Kalau yang sekarang kita lagi tata terutama jalur ini lagi kita renovasi
jadi kita harapkan nanti agar rambu-rambunya lebih jelas lagi termasuk
yang di parkir basement…” (Sumber: Wawancara dengan
Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
c. Perijinan
Prosedur ijin keramaian dari kepolisian sendiri terdapat pada point
nomor enam didalam Prosedur Pemanfaatan/Pemakaian Tempat Pertunjukan
Taman Ismail Marzuki yang penulis sertakan dalam lampiran. Dalam hal ini,
penulis mengambil contoh pada penyelenggaraan acara di Jakarta Convention
Centre (JCC). Dimana terdapat penyelenggara acara swasta memberikan
permohonan ijin keramaian penyelenggaraan acara sampai tingkat Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI).
Perijinan kepolisian sendiri tidak hanya pada tingkat Kepolisian Sektor
(PolSek), Kepolisian Resor (PolRes) dan Kepolisian Daerah (PolDa), namun
penyelenggara acara swasta tersebut juga mengurus permohonan perijinan
sampai tingkat POLRI.
51
Gambar 8
Ijin Keramaian dari Kepolisian
(Sumber: Dokumentasi Penulis
mengenai Perijinan, 2015)
Gambar 9
Ijin Keramaian dari Kepolisian
(Sumber: Dokumentasi Penulis
mengenai Perijinan, 2015)
Gambar 10
Ijin Keramaian dari Kepolisian
(Sumber: Dokumentasi Penulis mengenai Perijinan, 2015)
2. Fasilitas
a. Fasilitas Pengunjung Disabilitas
1) Kesesuaian kriteria venue untuk pengunjung disabilitas
52
Gambar 11
Keadaan Galeri Cipta III
(Sumber: Dokumentasi Gambar Penulis, 2018)
Fasilitas pengunjung disabilitas sendiri sudah tersedia di Teater
Jakarta, sementara untuk ruang pameran seperti Galeri Cipta III belum
tersedia. Pada dokumentasi diatas, menunjukkan bahwa pada gedung lama
seperti Galeri Cipta III belum terdapat lift, hanya tangga saja. Karena ruang
pameran merupakan bangunan lama dari sejak TIM itu didirikan. DKJ sendiri
telah menerima kritik yang banyak dari pengunjung atau kolektor difabel,
masukannya sudah diterima oleh TIM dan akan memperbaiki problematika
tersebut. Seperti kutipan wawancara berikut:
“Seingat saya, kalau untuk gedung teater nya sudah ada ya, tapi
memang untuk pamerannya yang belum, ruang pameran belum, karena
itu yang saya bilang tadi itu ruang pamer masih gedung yang lama,
pokoknya dari pertama kali didirikan” (Sumber: Wawancara dengan
Kurator Galeri Nasional, 5 April 2018).
53
“Kami memang mendapat kritik dari kawan-kawan difabel, tapi
memang itu sudah masuk dan kita mencoba, saya kira UP
memperbaiki problematiknya…” (Sumber: Wawancara dengan Ketua
DKJ, 20 April 2018).
“Kalo kita ada Ram saja, iya Ram didalam, lumayan kita bisa
akomodir terutama untuk disabilitas” (Sumber: Wawancara dengan
Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
2) Kesesuaian venue baru untuk pengunjung disabilitas
Sub-kategori ini mengaitkan dengan sub-kategori sebelumnya, bahwa
untuk sebuah renovasi fasilitas, terlebih dahulu harus ada evaluasi dan tidak
secara cepat renovasi dapat berlangsung. Seperti Teater Jakarta, sudah cukup
baik untuk pengunjung disabilitas dengan adanya Ram (tangga landai), seperti
kutipan wawancara berikut:
“…UP itu tidak bisa kalau tidak ada inputan harus membangun
langsung, jadi harus dimasukkan dahulu, tahun depan baru. Tapi kalo
dari difabel memang benar-benar sudah jadi fokus, kita sudah
mendapat kritik banyak. Bahkan mereka mau menyumbang,
membangun fasilitas difabel, malu sekali. Sudah lama sejak tahun
kemarin” (Sumber: Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
“Kalau kita disini, untuk teater kita, saya rasa sudah cukup, dan kita
audit dan khusus di Teater Jakarta itu kita punya Ram lalu anggota
54
untuk melayani” (Sumber: Wawancara dengan Administrasi TIM, 27
Juni 2018).
3) Kemampuan mengkomunikasikan perubahan venue untuk pengunjung
disabilitas dengan baik
Seperti yang dikomunikasikan dalam penyampaian sebuah direktori
lokasi acara, sama halnya dengan direktori bahwa venue tersebut sudah ramah
untuk difabel.
b. Kondisi Venue
1) Bentuk persetujuan dari pemadam kebakaran mengenai venue dalam
penyelenggaraan
Pada sub-kategori bentuk peraturan pemadam kebakaran setempat
dalam menggunakan sumber pemadaman api didalam regulasi, sudah
dijelaskan bahwa kawasan Taman Ismail Marzuki sendiri sudah tersedia
fasilitas mobil pemadam kebakaran. Sampai saat ini bilamana terjadi
kebakaran, fasilitas tersebut sudah cukup, seperti kejadian kebakaran di
kampus Institut Kesenian Jakarta. Namun bilamana terjadi kebakaran besar
yang tidak mampu di tanggulangi oleh fasilitas yang tersedia, secara sigap
Dinas Kebakaran DKI Jakarta akan merespon dan langsung menanggulangi
hal tersebut.
2) Kesesuaian fasilitas tempat parkir
55
Fasilitas tempat parkir sendiri sudah mencukupi, namun apabila dalam
waktu bersamaan paralel kegiatan atau acara, akan penuh. Misalnya terdapat
acara atau kegiatan di dua venue secara bersamaan, Teater Jakarta dan GBB,
sekitar 2000 pengunjung lebih, tidak akan cukup untuk fasilitas tempat parkir.
Seperti kutipan wawancara berikut:
“Sebenarnya kalo dalam waktu bersamaan paralel kegiatan agak
crowded, pasti kurang, misalnya ada pameran, ada pemutaran film, ada
pertunjukan, ada pembukaan pameran, dimalam yang sama, pasti
crowded” (Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri Nasional, 5
April 2018).
“Kalo dua venue main itu kurang, karena misalnya teater Jakarta dan
GBB itu kan berarti sekitar 2000 lebih, 2000 kadang kala… Ada,
karena itu UP kemudian memperbaiki diri kemudian ditambah sedikit
dibelakang, itu menurut saya tetap kurang…” (Sumber: Wawancara
dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
“…kita kan punya basement, dibasement itu sudah ada tapi masih
belum jelas, kapasitas 100 mobil itu kita gunakan kalo diluar itu sudah
penuh langsung dibuka, karena orang lebih suka parkir
dipermukaan/parkir biasa” (Sumber: Wawancara dengan Administrasi
TIM, 27 Juni 2018).
3) Kesesuaian fasilitas untuk stand pameran
56
Fasilitas yang ditawarkan untuk penyelenggaraan pameran selain
tempat; yaitu media promosi, baik media cetak maupun media elektronik
(Sumber: Website resmi Taman Ismail Marzuki
http://tamanismailmarzuki.jakarta.go.id/reservation/sop_promosi, 2018).
Selain itu juga peralatan sound system seperti microphone dan lighting system.
Seperti kutipan wawancara berikut:
“Fasilitasnya paling media promosi, dari web mereka, website
online…Peralatan paling untuk pembukaan, microphone, lalu sound
system misalnya dalam pembukaan itu mau ada musik segala macam,
kita sewa sendiri, karena kapasitasnya kurang, sound systemnya yang
standar, kalau kita mau bagus, harus sewa sendiri dari luar” (Sumber:
Wawancara dengan Kurator Galeri Nasional, 5 April 2018).
Gambar 12
Festival Internasional Kuliner dan Budaya Betawi
(Sumber: Situs Berita Poskotanews http://poskotanews.com/2018/03/10/ada-bubur-
ase-di-festival-internasional-kuliner-dan-budaya-betawi-di-tim/, 2018)
4) Kesesuaian fasilitas untuk tempat penyimpanan
57
Mengenai fasilitas tempat penyimpanan karya-karya seni walaupun
kurang memadai, untuk suhu ruangan penyimpanan cukup baik. DKJ
memiliki ruang khusus tersendiri untuk tempat penyimpanan karya-karya seni.
Seperti pada kutipan wawancara berikut ini:
“Kalo di DKJ ada, walaupun kurang memadai, tapi ada, suhu dan
segala macamnya cukup. Kamu bisa lihat nanti ke DKJ… Jauh lebih
bagus Galnas, tapi kami DKJ dengan katalog segala macam cukup
baik… Tidak hanya dari DKJ, yang disimpan DKJ aja, jadi ada dua
koleksi, DKJ dan TIM, TIM punya sendiri” (Sumber: Wawancara
dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
“Mereka storagenya, bukan, lebih seperti gudang, kalo saya lihat
storage nya sendiri ada kriteria-kriterianya, lukisan tidak boleh, tidak
boleh ditumpuk…” (Sumber: Wawancara dengan Administrasi TIM,
27 Juni 2018).
Gambar 13
Tempat Penyimpanan Lukisan di Galeri Nasional
(Sumber: http://pameranceremonial.blogspot.com/2014/03/perawatan-penataan-dan-
pendataan.html, 2018)
58
“…karena belum tahu juga kondisi nya bagaimana, apakah memang
layak, kalo di Nasional Galeri ada ruangan khusus, ada suhunya
sendiri, ada bagian restorasi kalau setiap saat rusak diperbaiki, tapi
tidak tahu, nanti tanya saja, ada tidak bagian perawatan lukisan kalau
rusak bagaimana pengamanannya” (Sumber: Wawancara dengan
Kurator Galeri Nasional, 5 April 2018).
Sementara untuk TIM sendiri sedang direncanakan untuk tempat
penyimpanan yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang baku. Nantinya akan
terletak dilantai tiga Galeri Cipta III, tepatnya diatas gedung XXI. Seperti
kutipan wawancara berikut.
“Kalo kita belum punya storage, itu yang lagi kita bangun dilantai 3, di
XXI, kita mau bangun storage, jadi koleksi kita banyak…” (Sumber:
Wawancara dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
5) Kesesuaian fasilitas untuk truk dan alat-alat berat
Gambar 14
Loading Dock dibelakang Teater Jakarta
(Sumber: Dokumentasi Gambar oleh Penulis, 2018)
59
Area loading dock sendiri terletak dibelakang teater Jakarta pada
sebuah acara. Terdapat gerbang/pintu belakang yang berada di dekat Jalan
Kali Pasir.
“Kalo diteater, terutama teater, kita ada, sudah lihat, dibelakang, yang
ada pintu gerbangnya besar” (Sumber: Wawancara dengan
Administrasi TIM, 2018)
6) Kesesuaian fasilitas untuk pra-acara seperti gladiresik
Pra-acara seperti gladiresik tergantung pada penyelenggara, kecuali
untuk seni pertunjukan karena harus mengecek sound system, lighting. Dan itu
merupakan bagian dari perjanjian antara penyelenggara dan TIM, seperti pada
kutipan wawancara berikut ini:
“Tergantung untuk penyelengaraannya, kalau yang meyelenggarakan
itu perlu, mereka mengadakan, kecuali kalau misalnya seni
pertunjukan itu harus, kenapa, karena pertunjukan harus mengecek
sound system, lighting segala macam, itu pasti ada sehari sebelumnya,
tapi kalau pameran agak jarang” (Sumber: Wawancara dengan Kurator
Galeri Nasional, 5 April 2018).
“Ada, iya harus ada gladiresik, kawan-kawan kalau mau perform harus
ada gladiresik” (Sumber: Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April
2018).
60
“Biasanya gladiresik itu, kalau mereka sudah masuk, sudah ada
pembayaran, kadang-kadang mereka sewa enam hari… ada juga yang
gladiresik, ada juga sebulan sebelumnya gladiresik, tapi biasanya satu
hari sebelum pertunjukan” (Sumber: Wawancara dengan Administrasi
TIM, 27 Juni 2018).
7) Kesesuaian fasilitas untuk kuliner
Gambar 15
Pelataran Area Plaza
(Sumber: Dokumentasi Gambar Penulis, 2018)
Fasilitas untuk kuliner sendiri biasanya terdiri dari stand-stand,
letaknya berada diluar gedung atau plaza. Namun sering kali terdapat jamuan
makan di sebuah acara pameran. Seperti pada dokumentasi penulis diatas,
dalam sebuah acara terdapat gerobak penjual jajanan kerak telor dan tentunya
itu termasuk dalam kategori makanan yang diolah. Namun yang tidak
61
diperbolehkan adalah didalam ruang pertunjukan dan memasak makanan yang
masih mentah.
“Paling diluar, kalau tidak kena hujan paling pakai meja-meja, tapi
kadang-kadang pakai tenda seperti lapak, sering kalau ada seperti itu,
jadi mereka sewa tenda, tenda sendiri ya, bisa buat jualan” (Sumber:
Wawancara dengan Kurator Galeri Nasional, 5 April 2018).
“Pameran lukisan sering kali ada, ada jamuan didalam pameran…
Yang tidak boleh adalah didalam pertunjukan, kalau makan diluar,
biasanya waktu istirahat penonton keluar makan-makanan kecil…
seharusnya memang harus ada penjagaan khusus misalnya jarak yang
dikasih line, saya kira Galnas lebih mengerti mengenai hal tersebut,
kalo TIM belum” (Sumber: Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April
2018).
“Ini sebenarnya untuk booth-booth kuliner, kita lebih teliti lagi untuk
memanage, karena kita harus menghitung area lalu jenis makanan,
makanan yang diolah engga boleh, itu merusak” (Sumber: Wawancara
dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
8) Kesesuaian fasilitas untuk area publik seperti lobi
Umumnya area publik seperti lobi dapat digunakan untuk jamuan
makan pada acara-acara tertentu atau untuk sebuah penempatan kegiatan yang
62
bersangkutan dengan acara tersebut. Seperti pada penjelasan di point
sebelumnya.
9) Kesesuaian fasilitas toilet pria dan wanita
Bangunan lama di TIM seperti ruang pameran sendiri masih kurang
dalam hal jumlah. Sementara untuk Teater Jakarta sudah cukup baik.
Mengenai kebersihan juga belum maksimal untuk ruang pameran. Sementara
untuk Teater Jakarta sudah cukup bersih.
“Kalo Teater Jakarta, sekarang bagus, kalau ruang pameran memang
masih kurang… Bersih nya juga masih belum maksimal
… Teater Jakarta agak mendingan, kalau ruang pameran agak kurang
sebenarnya, masih perlu perhatian lebih untuk kebersihan segala
macam” (Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri Nasional, 5
April 2018).
“Nah itu toilet, menurut saya toilet kurang, mungkin secara kuantitatif
ya, mungkin harus dipikirkan lagi toilet yang diluar, toilet hanya ada
didalam venue, sekarang yang dioutdoor hanya pakai fasilitasnya
bioskop XXI…” (Sumber: Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April
2018).
Namun perlu diingatkan, dalam fasilitas toilet khusus didalam gedung, sudah
cukup baik dalam hal kualitas maupun kuantitas, tapi terdapat layanan toilet
portabel yang harus dimaksimalkan.
63
“Digedung, asal didalam gedung kita cukup, hanya acara yang diluar
itu kita sarankan mereka itu menyewa toilet mobil portabel, kita kasih
ke Dinas Kebersihan atau Lingkungan Hidup, mereka punya toilet
yang bisa digunakan, macam-macam tipenya, mau tipe apa aja yang
VVIP ada, yang regulernya ada” (Sumber: Wawancara dengan
Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
Gambar 16
Mobil Toilet Portabel
(Sumber: Dokumentasi Gambar oleh Penulis, 2018)
10) Kesesuaian fungsi dari masing-masing venue
Gambar 17
Lokasi Kegiatan Kesenian di Teater Besar
(Sumber: Website resmi Taman Ismail Marzuki
http://tamanismailmarzuki.jakarta.go.id/venue, 2018)
64
Penjelasan fungsi masing-masing venue sendiri dijelaskan didalam
website resmi kuratorial Dewan Kesenian Jakarta. Meliputi fungsi dari setiap
venue-venue di Taman Ismail Marzuki. Maka dari itu ketika penyelenggara
akan memakai suatu venue, terdapat tahap-tahap yang harus dilalui dalam
proses kuratorial di Taman Ismail Marzuki.
a) Teater Besar, ditujukan untuk produksi pertunjukan profesional
berskala besar yang memang membutuhkan ruang ekspresi yang lebih
besar karena alasan artistik
b) Teater Kecil, ditujukan untuk pertunjukan seni eksperimental atau
karya seniman muda misalnya musik indie, konser musik kamar, uji
coba konsep pertunjukan mahasiswa, karya seni komunitas kampus
atau sanggar, pertunjukan tahunan sekolah tari atau kursus seni
pertunjukan lainnya seperti seni peran dll, yang belum memungkinkan
dipentaskan di gedung berkapasitas lebih besar.
c) Plaza Teater Jakarta, bisa digunakan untuk acara-acara tertentu yang
sesuai atau arena pendukung dari acara di Teater Jakarta.
d) Graha Bhakti Budaya, ditujukan untuk pertunjukan yang memiliki
konsep kuat apapun genrenya (tradisi, pop, modern, kontemporer)
yang berskala besar, sudah memiliki basis penonton yang luas atau
ingin menjangkau penonton lebih luas.
65
e) Galeri Cipta II & III, ditujukan untuk pameran, kegiatan sastra dan
produk kesenian (Diskusi, Seminar, Workshop, Ceramah, Peluncuran
Buku, Konferensi Pers)
(Sumber: Website Resmi Dewan Kesenian Jakarta
http://www.kuratorial.dkj.or.id/spesifikasi-ruang/, 2018)
Tabel 3
Perbandingan luas dan kapasitas venue di Taman Ismail Marzuki dengan
Galeri Nasional dan Ciputra Artpreneur
Taman Ismail Marzuki Galeri Nasional Ciputra Artptreneur
Galeri Cipta II & III – 609
m2 & 149 m2
Ruang Pameran Tetap,
Gedung B & C – 2.240 m2
Gallery – 1.500 m2
(mencakup 2.000 orang)
Teater Besar – 1200 orang Ruang Pameran Temporer,
Gedung A – 1.350 m2
Theater – 1.030 m2
(mencakup 1.163 orang)
Teater Kecil – 420 orang
Graha Bhakti Budaya –
800 orang
(Sumber: Website venue Taman Ismail Marzuki, Galeri Nasional dan Ciputra
Artpreneur, 2018)
c. Lokasi
Secara wilayah Taman Ismail Marzuki dan Galeri Nasional berada satu
wilayah yang sama yaitu di wilayah Jakarta Pusat, sedangkan Ciputra Artpreneur
66
berada di wilayah Jakarta Selatan. Namun secara jarak hanya terpaut antara
Taman Ismail Marzuki dengan Galeri Nasional berjarak 1,7 km, lalu Taman
Ismail Marzuki dengan Ciputra Artpreneur berjarak 7 km.
1) Perbandingan lokasi venue TIM dengan Galeri Nasional dan Ciputra
Artpreneur mengenai jarak dari sebuah bandara
Kawasan Taman Ismail Marzuki menuju bandara Soekarno-Hatta
berjarak 21,7 km (dengan melewati tol), sedangkan dari Taman Ismail
Marzuki menuju bandara Halim Perdanakusuma berjarak 10 km. Sementara
dari Galeri Nasional menuju bandara Soekarno-Hatta berjarak 20,6 km
(melewati tol), sedangkan dari Galeri Nasional ke bandara Halim
Perdanakusuma berjarak 11,5 km. Dari Ciputra Artpreneur menuju bandara
Soekarno-Hatta berjarak 21,6 km (melewati tol), sedangkan dari Ciputra
Artpreneur menuju bandara Halim Perdanakusuma berjarak 8,7 km (Sumber:
Pencarian website Google, 2018)
2) Perbandingan lokasi venue TIM dengan Galeri Nasional dan Ciputra
Artpreneur mengenai jarak ke fasilitas kesehatan
Kawasan Taman Ismail Marzuki menuju Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) berjarak 1,8 km. Sementara dari Galeri Nasional
menuju Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berjarak 3,6 km. Ciputra
Artpreneur menuju Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berjarak 7,4
km (Sumber: Pencarian website Google, 2018).
67
3) Perbandingan lokasi venue TIM dengan Galeri Nasional dan Ciputra
Artpreneur mengenai jarak ke fasilitas pemadam kebakaran
Kawasan Taman Ismail Marzuki menuju Pemadam Kebakaran
Kemayoran-Jakarta Pusat berjarak 5,8 km. Sementara dari Galeri Nasional
menuju Pemadam Kebakaran Kemayoran-Jakarta Pusat berjarak 6,4 km.
Ciputra Artpreneur menuju Pemadam Kebakaran Tebet-Jakarta Selatan
berjarak 6,2 km (Sumber: Pencarian website Google, 2018).
4) Perbandingan lokasi venue TIM dengan Galeri Nasional dan Ciputra
Artpreneur mengenai jarak ke fasilitas perbelanjaan
Kawasan Taman Ismail Marzuki menuju Grand Indonesia berjarak 3,6
km. Sementara dari Galeri Nasional menuju Grand Indonesia berjarak 4,7 km.
Ciputra Artpreneur menuju Mal Ciputra World atau Lotte Shopping Avenue
berjarak 0 km (dimana lokasi venue menjadi satu dengan lokasi fasilitas
perbelanjaan) (Sumber: Pencarian website Google, 2018).
5) Perbandingan lokasi venue TIM dengan Galeri Nasional dan Ciputra
Artpreneur mengenai jarak ke tempat aktifitas rekreasi
Kawasan Taman Ismail Marzuki menuju Taman Impian Jaya Ancol
berjarak 9,3 km. Sementara dari Galeri Nasional menuju Taman Impian Jaya
Ancol berjarak 9 km. Ciputra Artpreneur menuju Taman Impian Jaya Ancol
berjarak 19,9 km (Sumber: Pencarian website Google, 2018).
68
3. Layanan
a. Layanan Medikal
1) Kesesuaian layanan medikal untuk pertolongan pertama
Layanan medikal untuk pertolongan pertama sendiri masih belum
maksimal, kecuali bila datang Presiden atau Pejabat Tinggi, dan itu pula dari
pihak ketiga yang menghadirkan, seperti pada kutipan wawancara berikut:
“Tidak ada, belum, mungkin dari pihak ketiga, sejauh ini belum ada,
kecuali kalau yang buka presiden atau pejabat tinggi, mungkin ada atas
usul dari pihak ketiganya, tapi kalau dari pihak TIM nya sejauh ini
belum pernah ya” (Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri
Nasional, 5 April 2018).
Itu lah yang menjadi fokus dari DKJ, dan terus dingatkan kepada TIM
untuk menyediakan paling tidak ruangan medikal untuk petolongan pertama.
Untuk mengantisipasi apabila terjadi kecelakaan saat pertunjukan, seperti
kutipan wawancara berikut ini:
“Itu masih belum ya, tapi justru itu kami pernah membicarakan
tentang, dahulu ada satu ruangan khusus untuk medik, tolong
ditanyakan ke UP, untuk kami sangat-sangat penting. Pernah kita
diskusi mengingatkan akan hal itu. Karena mungkin bisa saja ada
kecelakaan atau jatuh terkilir. Iya belum pernah ada yang terlalu parah.
Dan lagi pula rumah sakit juga dekat. Tapi kalau menurut saya harus
69
ada. Paling tidak pertolongan pertama” (Sumber: Wawancara dengan
Ketua DKJ, 20 April 2018).
Namun perlu diingatkan kembali lagi kepada penyelenggara, untuk
menyediakan, seperti pada kutipan wawancara penulis berikut ini.
“Kalo event besar biasanya itu wajib, kalau kita tidak menyiapkan, kita
menyarankan mereka, kita tinggal kontakan 118, menyiapkan
ambulans dan petugas paramedis, karena kita disini belum ada, kalau
ambulans harus ada tenaga paramedis, sementara kita karyawannya
tidak ada paramedis” (Sumber: Wawancara dengan Administrasi TIM,
27 Juni 2018).
2) Kesesuaian layanan pertolongan pertama
Perlunya fasilitas UGD juga menjadi fokus utama, bilamana terjadi
kecelakaan atau keletihan didalam sebuah pertunjukan. Infrastruktur yang
merupakan tanggung jawab dari TIM itu sendiri sebagai fasilitator, seperti
kutipan dalam wawancara berikut:
“…waktu itu saya lupa sudah tersedia atau belum memang aspek
kecelakaan seperti UGD harusnya ada. Karena buat pertunjukan
mungkin kecapekan dehidrasi dan segala macam itu bisa saja terjadi.
Paling tidak seperti UGD kecil seharusnya. Dahulu sempat kepikiran
itu, tapi saya kalau soal infrastruktur itu mungkin UP ya karena
tanggung jawab sebagai fasilitator” (Sumber: Wawancara dengan
Ketua DKJ, 20 April 2018).
70
3) Kesesuaian layanan ambulans
Kesesuaian untuk layanan ambulans bilamana terjadi kecelakaan
dalam pertunjukan belum ada, namun dikarenakan letak dari fasilitas rumah
sakit juga dekat dari kawasan TIM, seperti kutipan wawancara berikut ini:
“Tidak ada ambulans jadi biasanya kalau seandainya terjadi
kecelakaan kecil itu langsung dibawa ke rumah sakit” (Sumber:
Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
“…akhirnya kita sepakat dengan EO untuk acara event besar agar
disiapkan ambulans satu sama paramedisnya lengkap…” (Sumber:
Wawancara dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
b. Kenyamanan dan Keamanan
1) Kesesuaian rasa nyaman dan aman untuk pengunjung dalam mengunjungi
venue-venue
Selama ini belum pernah terjadi kehilangan atau pencurian karya-karya
seni selama pameran, maupun pengunjung atau kolektor kehilangan barang
bawaan. Namun pernah terjadi kehilangan di fasilitas tempat parkir, seperti
kutipan wawancara berikut:
“Kalau kehilangan tidak ya, kalau untuk parkir pernah ya, kejadian
parkir mobil, kacanya dihancurin, itu pernah ada sekali itu, yang
ketahuan sekali ya” (Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri
Nasional, 5 April 2018).
71
“Pasti, kehilangan hape itu pasti” (Sumber: Wawancara dengan
Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
Selain itu saat ini memang sedang adanya renovasi dikawasan,
sehingga dapat membahayakan penyelenggara maupun pengunjung. Namun
sudah dirundingkan sejak awal perjanjian, seperti kutipan berikut:
“Kalo saya kira ya, kita memang waktu awal sebelum mereka ini,
survey dulu ya, saat survey kita jelaskan kondisi seperti ini, biasanya
mereka ada masukan juga, pak nanti kami begini-begini tolong yang
ini aksesnya, jadi nanti kita sesuaikan karena kondisinya lagi seperti
ini ya, kita mengikuti saran dari mereka karena mungkin konsepnya,
nanti kami jalurnya lewat sini…” (Sumber: Wawancara dengan
Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
2) Kesesuaian dalam memiliki tim staf keamanan
Kawasan Taman Ismail Marzuki masih menghire dari pihak ketiga
(outsourcing), untuk tim staf keamanan dilokasi-lokasi venue, seperti kutipan
wawancara berikut ini:
“Iya outsourcing, kalau di Galnas iya sama-sama, keamanan parkir itu
dari mereka semua, servis itu sama semua, yang menghire dari pihak
ketiga ya” (Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri Nasional, 5
April 2018).
72
3) Kesesuaian layanan elevator maupun eskalator bekerja dengan baik
Kawasan Taman Ismail Marzuki sendiri hanya terdapat eskalator yang
berada di Teater Jakarta. Namun beberapa bangunan-bangunan tua seperti
GBB atau kantor dewan yang terdiri dari 3 lantai. Apalagi hal ini merujuk
kembali ke sub-kategori yang berkaitan dengan fasilitas yang ramah
disabilitas, seperti kutipan wawancara berikut:
“Eskalator kita tidak punya ya, oh ada di teater Jakarta, itu cukup baik
ya, hanya itu saja ya, karena beberapa bangunan-bangunan tua ya,
yang GBB atau kantor dewan sendiri kan 2 lantai 3 lantai, jadi agak
repot, memang harus ada lift ya” (Sumber: Wawancara dengan Ketua
DKJ, 20 April 2018).
4) Hubungan antara venue dengan Lembaga penegakan hukum
Prosedur pemanfaatan atau pemakaian venue yang dikeluarkan oleh
Taman Ismail Marzuki, diwajibkan penyelenggara memiliki izin keramaian
dari kepolisian, agar bisa melancarkan proses penyelenggaraan acara. Hal
tersebut juga tertuang dalam Standar Operasional Prosedur untuk pemakaian
tempat pertunjukan, pada point kedua-belas (Sumber: Website resmi Taman
Ismail Marzuki Jakarta
http://tamanismailmarzuki.jakarta.go.id/reservation/sop_peminjaman, 2018).
Seperti kutipan wawancara berikut:
73
“…kalau panitia tidak menyampaikan izin keramaian, akan dibatalkan,
menolak…Izin keramaian dikeluarkannya ada seperti, siapa
penanggung jawabnya, materinya apa, jumlah audiensnya berapa, jam
mulainya berapa, itu lebih spesifik, itu belum punya, mereka tidak
punya, kalau itu dilengkapi sebagai pengguna, silahkan aja…”
(Sumber: Wawancara dengan Administrasi TIM, 27 Juni 2018).
5) Hubungan antara venue dengan badan keamanan swasta
Penyelenggara biasanya menyiapkan keamanan untuk internal
penyelenggara, sementara untuk keamanan dari pihak TIM hanya sebatas
mengamankan akses-akses pintu masuk dan keluar. Maka dari itu diwajibkan
penyelenggara menginformasikan mengenai staf-staf terutama petugas
keamanan internalnya. Namun terdapat permasalahan dalam pemakaian
identitas dari petugas-petugas internal penyelenggara, terutama keamanan.
“…kadang-kadang ada juga yang menyiapkan keamanan internal
mereka, kita sebenarnya lebih prefer itu…tapi kadang-kadang mereka
menggunakan ID card, itu aman, kita bisa lihat, kadang-kadang mereka
lupa atau memang tidak perlu, tapi ternyata sangat vital, untuk
menggunakan itu…” (Sumber: Wawancara dengan Administrasi TIM,
27 Juni 2018).
74
6) Kesesuaian alat pemadaman api dengan zona yang ditentukan
Gambar 18
Alat Pemadam Kebakaran (Hydrant)
(Sumber: Dokumentasi Gambar oleh Penulis, 2018)
Kawasan Taman Ismail Marzuki terdapat beberapa titik penyebaran
alat pemadam kebakaran (hydrant) didalam gedung-gedung venue. APAR
tersebut merupakan suatu penanggulangan pertama bila terjadi timbulnya api.
“Kalau kita kan ada APAR ya, alat pemadam kebakaran ringan dulu
kalau terjadi kita harus pinjam lagi dari luar, kita punya APAR-APAR
yang disetiap lokasi yang pake spray, seperti itu…” (Sumber:
Wawancara dengan Administrasi TIM, 2018)
75
7) Kesesuaian sistem alarm kebakaran
Sistem alarm kebakaran pada Teater Jakarta berfungsi dengan baik,
karena bangunan tersebut terbilang cukup baru, dan memenuhi standar
bangunan untuk penyelenggaraan pertunjukan. Hanya saja bangunan lama
yang belum ada renovasi semenjak dibangun tahun 70-an, seperti ruang
pameran. Seperti kutipan wawancara berikut:
“Sepertinya ada… Belum-belum, kalau pun ada saya tidak yakin akan
berfungsi apa tidak, kalau pendeteksi asap di Teater Jakarta ada
mungkin, karena itu bangunan baru, tahun 2000-an itu dibangun,
teknologinya” (Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri Nasional,
5 April 2018).
8) Kondisi venue perlantai
Gambar 19
Peta Kawasan Taman Ismail Marzuki
(Sumber: Website resmi Taman Ismail Marzuki, 2018)
76
Keterangan:
A. Galeri Cipta III
B. Graha Bhakti Budaya
C. Teater Jakarta
D. Institut Kesenian Jakarta
E. Galeri Cipta II
F. Planetarium
G. Plaza
Kawasan Taman Ismail Marzuki terdiri dari beberapa bangunan,
namun yang dibahas adalah gedung-gedung yang menjadi tempat
penyelenggaraan acara. Terdapat empat bangunan yaitu Teater Jakarta, Galeri
Cipta III, Graha Bhakti Budaya dan Galeri Cipta II.
Teater Jakarta sendiri meliputi Teater Besar dengan kapasitas sebesar
1200 kursi dan Teater Kecil dengan kapasitas 420 kursi. Sedangkan untuk
Graha Bhakti Budaya memiliki kapasitas 800 kursi. Sementara untuk Galeri
Cipta II memiliki luas sekitar 609 m2 dan Galeri Cipta III memiliki luas
sekitar 147 m2. (Sumber: Website resmi venue Taman Ismail Marzuki, 2018)
Kantor dari TIM sendiri berada di Gedung Planetarium. Lalu terdapat
pula Masjid dan area kuliner di dekat area parkir. Sementara untuk tempat
penyimpanan karya seni seperti lukisan (storage) yang direncanakan terdapat
di lantai tiga gedung Galeri Cipta III, tepatnya diatas bioskop XXI.
77
c. Kesesuaian kuratorial dengan persyaratan teknis
Taman Ismail Marzuki tidak memiliki tim kurator, bila ada proposal
masuk, yang menentukan adalah Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) secara
langsung. Galeri Nasional juga mengharuskan pengajuan atau penginputan
sebuah proposal harus setahun sebelumnya, seperti kutipan wawancara
berikut:
“…kalau di TIM sepengetahuan saya itu tidak ada tim kurator, jadi
kalau ada proposal masuk, yang menentukan Dewan Kesenian, masuk
nya ke DKJ…kalau di Galnas proposal masuk kemudian dan itu kalau
mau pameran kan dikirim setahun sebelumnya, si A mau pameran
2020, 2019 harus dikirim karena tim kurator akan menyeleksi proposal
yang masuk berdasarkan proposal yang diajukan oleh seniman”
(Sumber: Wawancara dengan Kurator Galeri Nasional, 5 April 2018).
Dewan Kesenian Jakarta dalam mengkategorikan komite berdasarkan
pada 6 jenis seni; yaitu komite Film, komite Musik, komite Sastra, komite Seni
Rupa, komite Tari dan komite Teater.
“…kan kami punya 6 komite, seni rupa, sastra, film, musik, teater, dan
tari…” (Sumber: Wawancara dengan Ketua DKJ, 20 April 2018).
Berbeda dengan Galeri Nasional, Taman Ismail Marzuki sendiri dalam
mengajukan proposal 6 bulan sebelum tanggal pentas untuk Teater Besar –
Teater Jakarta dan Gedung Kesenian Jakarta; serta 3 bulan sebelumnya untuk
78
Graha Bhakti Budaya, Teater Kecil – Teater Jakarta, Gedung Wayang Orang
Bharata, Gedung Kesenian Miss Tjitjih, Galeri Cipta II dan Galeri Cipta III
(Sumber: Persyaratan Teknis Dewan Kesenian Jakarta, 2018).
B. Pembahasan
Penulis dalam pembahasan ini mengkategorikan indikator-indikator yang
menjadi permasalahan dimana penulis sudah membandingkan antar teknik
pengumpulan data di Taman Ismail Marzuki dan beberapa sumber di Galeri Nasional
serta Ciputra Artpreneur, terdapat perbedaan yang mendasar, dan menjadi tolak ukur
dalam kesimpulan dan rekomendasi nantinya. Berikut adalah indikator-indikator
tersebut.
1. Regulasi
a. Peraturan Penyelenggaraan
Penulis membahas tentang penggunaan mesin bertenaga bahan bakar
minyak dalam penyelenggaraan acara didalam ruangan/Gedung, sangat jelas
tidak diperbolehkan, misalnya membawa genset kedalam teater, dan seharusnya
diletakkan diluar dari teater. Karya seni sendiri dapat berupa bentuk
kendaraan/mobil dimana dijadikan sebuah kanvas lukisan atau sebuah karya seni
itu sendiri untuk dipamerkan. Maka disini yang menjadi konsen penulis antara
faktor teknikal dan faktor materi acara.
b. Registrasi
79
Terdapat permasalahan mengenai kemudahan direktori yang efektif atau
tanda lainnya, dimana terdapat beberapa pengunjung yang bingung, terutama
yang baru mengunjungi kawasan. Berbeda dengan pengunjung yang sering
berkunjung, dan sudah paham kemana saja arah yang dituju, apalagi saat ini
Kawasan Taman Ismail Marzuki sedang dalam tahap renovasi dimana direktori
terutama rambu-rambu akan lebih diperjelas lagi. Sehingga penulis konsen akan
permasalahan ini.
c. Perijinan
Penulis dalam permasalahan pada sisi regulasi, dimana pada acara Belok
Kiri Fest di Taman Ismail Marzuki hanya mengantongi izin dari PKJ dan Polsek
Menteng, namun TIM pada H -5 acara sudah memasangkan banner acara di
Taman Ismail Marzuki. Berdasarkan pada hasil penelitian di sub-bab
sebelumnya, terdapat ijin keramaian yang dikeluarkan oleh Kepolisian Republik
Indonesia (POLRI). Dimana tembusannya sendiri dilakukan untuk Polda Metro
Jaya dan Polres Metro Jakarta Pusat.
2. Fasilitas
a. Fasilitas Pengunjung Disabilitas
Penulis sangat konsen mengenai fasilitas untuk disabilitas di kawasan
Taman Ismail Marzuki. Terdapat beberapa kritik dari pengunjung difabel,
sehingga sudah disampaikan problematikanya ke Unit Pengelola Taman Ismail
Marzuki. Fakta saat ini dirasa sudah cukup dengan adanya Ram (tanggal landai)
80
dan beberapa anggota yang melayani pengunjung difabel. Namun selama penulis
meneliti kawasan TIM, saat ini memang terdapat renovasi seputar trotoar, jalan
setapak maupun direktori untuk kemudahan pengunjung.
b. Kondisi Venue
1) Fasilitas area parkir
Bila dalam waktu bersamaan paralel terjadi kegiatan atau acara, akan
sangat crowded, walaupun sudah membuka area parkir basement. Jadi perlu
mengorganisir kembali, apakah faktor acara yang bersamaan atau kebijakan
penggunaan area parkir yang efektif dan efisien. Sehingga masalah ini
menjadi konsen penulis.
2) Fasilitas tempat penyimpanan (storage)
Terjadi perbedaan pendapat, dimana tempat penyimpanan milik DKJ
kurang memadai, walaupun suhu dan segala macamnya cukup. Storage milik
DKJ lebih seperti gudang karena kriterianya sendiri tidak tercukupi. Tapi TIM
saat ini sedang membangun sebuah tempat penyimpanan yang sesuai dengan
kriteria-kriteria tempat penyimpanan (storage) berkaca pada kesesuaian
tempat penyimpanan pada Galeri Nasional.
3) Fasilitas kuliner
Ini menjadi konsen dimana terjadi perbedaan antara yang
dikemukakan dengan keadaan dilapangan. Pihak TIM lebih membatasi untuk
makanan yang diolah dan melarangnya karena bisa merusak atau mengotori
81
fasilitas dikawasan. Berbeda dengan hasil pengamatan saat berada dilapangan
pada suatu acara, karena masih adanya booth-booth yang mengolah makanan
diarea plaza. Sehingga ini menjadi konsen penulis.
4) Fasilitas toilet
Keadaan untuk fasilitas toilet didalam gedung-gedung venue sendiri
sudah cukup baik dalam hal kualitas dan kuantitas. Namun perlu diingatkan
kembali kepada penyelenggara bilamana penyelenggaraan acara tersebut
dalam skala besar, harus menyediakan toilet portabel untuk diluar dari gedung
penyelenggaraan.
3. Layanan
a. Layanan Medikal
Layanan medikal sendiri sejauh ini diakomodir oleh pihak ketiga,
meliputi layanan ambulans dan tenaga paramedis. Untuk event-event besar
diwajibkan untuk memakai jasa tersebut. Namun perlunya Unit Pengelola TIM
menyediakan ruangan untuk pertolongan pertama. Karena sudah sepatutnya
tempat wisata sudah diharuskan memiliki layanan pertolongan pertama sendiri
(merujuk kembali pada paparan jenis dan karakteristik oleh Joe Goldblatt).
b. Kenyamanan dan Keamanan
Taman Ismail Marzuki sendiri hanya mengakomodir keamanan untuk
akses pintu masuk dan keluar. Namun untuk didalam ruangan atau gedung,
merupakan kewajiban dari pihak penyelenggara. Untuk keamanan internal
82
sendiri diakomodir oleh pihak ketiga. Tapi yang jadi konsen dipoint ini adalah
kejelasan identitas yang diinformasikan kepada TIM maupun yang dipakai dalam
bentuk ID Card oleh petugas keamanan internal. Yang sering kali sangat
disepelekan oleh penyelenggara.
83
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Kawasan Taman Ismail Marzuki memiliki standar fasilitas, layanan serta
regulasi dalam penyelenggaraan event kesenian yang cukup kuat, namun ternyata ada
beberapa permasalahan yang menjadi konsen penulis. Dalam hal ini dapat
disimpulkan menjadi beberapa aspek permasalahan.
1. Simpulan pertama pada standar regulasi, yaitu ketidaksesuaian peraturan
penggunaan mesin bertenaga bahan bakar minyak dengan karya seni yang
menjadikan kendaraan/mobil sebagai wadah/kanvas lukisan atau sebagai karya
seni itu sendiri. Simpulan pada standar regulasi selanjutnya adalah kemudahan
direktori yang masih kurang efektif atau tanda lainnya sehingga mudah dikenali
dengan baik oleh pengunjung; dan ketidaksesuaian prosedur ijin keramaian
penyelenggaraan acara di Taman Ismail Marzuki dengan venue lainnya.
Sehingga diperlukan penambahan parameter peraturan dalam menggunakan
sebuah kendaraan/mobil sebagai properti, kanvas atau sebuah karya seni;
penempatan dan kejelasan informasi didalam sebuah direktori atau rambu-rambu
yang menunjukkan arah atau tujuan pengunjung; serta kejelasan dan ketegasan
baik secara lisan maupun tulisan pada prosedur pemanfaatan/pemakaian tempat
pertunjukan pada fokus standar dari sisi regulasi.
2. Simpulan pada standar fasilitas, yaitu pengembangan fasilitas untuk pengunjung
disabilitas pada gedung lama, kebijakan akan penyesuaian fasilitas area parkir,
84
pengembangan fasilitas tempat penyimpanan (storage), kebijakan akan
penyesuaian fasilitas kuliner serta penyesuaian fasilitas toilet.
Sehingga diperlukan penambahan parameter dalam pengembangan fasilitas fisik
dan non-fisik untuk pengunjung disabilitas; kebijakan akan penyesuaian area
parkir; pengembangan fasilitas tempat penyimpanan (storage); kebijakan akan
penyesuaian fasilitas kuliner; serta kebijakan penyesuaian fasilitas toilet pada
fokus standar dari sisi fasilitas.
3. Serta terakhir mengenai simpulan pada standar layanan, yaitu pengembangan
pada layanan medikal baik secara permanen maupun hanya pada saat
penyelenggaraan event kesenian. Selanjutnya pada standar layanan berikutnya
yaitu ketegasan pengelola akan pentingnya faktor kenyamanan dan keamanan.
Sehingga diperlukan penambahan parameter dalam pengembangan layanan
medikal secara permanen maupun non-permanen; serta kebijakan pengelola
dalam mengorganisir pihak keamanan internal venue maupun dari pihak ketiga
(penyelenggara acara) pada fokus standar dari sisi layanan.
B. Rekomendasi
Penelitian ini penulis lakukan, tidak hanya sekadar menyajikan hasil
penelitian ini saja. Namun dalam kajian teori, penulis mengunakan teori adaptasi.
Dalam hal ini penulis ingin mengadaptasikan hasil rekomendasi berupa revisi tersebut
kepada para pelaku penyelenggaraan event kesenian. Berdasarkan simpulan yang
sudah yang telah dirumuskan, maka dalam upaya mengadaptasi standar fasilitas,
85
layanan serta regulasi di Taman Ismail Marzuki dapat direkomendasikan beberapa hal
untuk dijadikan sebuah revisi standar penyelenggaraan event kesenian. Adapun
rekomendasinya adalah sebagai berikut:
1. Regulasi
a. Perlu penjelasan kembali dalam peraturan untuk menggunakan sebuah
kendaraan/mobil sebagai properti, kanvas atau sebuah karya seni. Yang
nantinya dapat digunakan atau didisplay didalam ruangan teater atau ruangan
pameran. Namun perlu diingatkan kembali bahwa kondisi sebuah
kendaraan/mobil dalam keadaan steril dari upaya timbulnya api, begitu pula
dengan keadaan lingkungan didalam ruangan teater atau pameran. Sehingga
nantinya tidak akan terjadi sebuah masalah yang serius.
b. Penempatan dan kejelasan informasi didalam sebuah direktori atau rambu-
rambu yang menunjukkan arah atau tujuan pengunjung, harus lebih efektif
dan efisien. Misalnya penempatan sebuah peta kawasan dibagian akses pintu
masuk, sangat perlu dilakukan. Selain itu pembagian brosur/peta kawasan
dibagian akses pintu masuk juga sangat penting.
c. Kejelasan dan ketegasan baik secara lisan maupun tulisan pada prosedur
pemanfaatan/pemakaian tempat pertunjukan. Sudah benar dalam point
keenam tersebut mengenai pemohon harus memiliki ijin keramaian dari
kepolisian. Namun perlu penjelasan ijin keramaian kepolisian sampai pada
tingkat apa. Sehingga penulis ingin merekomendasikan sub-point baru dalam
point keenam tersebut.
86
1) Ketegasan dari TIM untuk penyelenggara acara yang harus memiliki ijin
keramaian sampai pada tingkat Kepolisian Republik Indonesia (POLRI).
2) Taman Ismail Marzuki adalah kawasan penyelenggaraan event atau
pameran industri kreatif, sehingga perlu adanya ijin penyelenggaraan
pada tingkat organisasi atau asosiasi industri kreatif, maupun pada tingkat
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta ataupun Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
2. Fasilitas
a. Tidak hanya sebuah renovasi untuk memudahkan jalur-jalur khusus untuk
pengunjung disabilitas. Tapi sangat perlu dilakukan untuk penambahan
petugas yang dapat membantu pengunjung tersebut. Kalaupun sebuah
penyelenggaraan acara skala yang cukup besar, pihak penyelenggara dapat
mengakomodir dalam membantu melayani pengunjung disabilitas tersebut.
Karena tidak selalu dalam hal pembangunan fisik yang dilakukan, tapi dalam
hal pembangunan manusia yang dapat menjadi efektif dan efisien.
b. Perlunya mengorganisir kembali dalam mengadaptasi permasalahan parkir
yang selama ini menjadi kritik dari beberapa stakeholder. Berikut ini adalah
rekomendasinya:
1) Bilamana penyelenggaraan acara yang bersamaan, maka perlu pendataan
kemungkinan pengunjung yang datang dalam dua acara atau lebih.
Kemudian apakah jumlah area parkir memungkinkan untuk jumlah
pengunjung yang tadi didata, dengan asumsi semua pengunjung memakai
kenadaraan.
87
Yang kedua adalah kebijakan penggunaan area parkir yang efektif dan
efisien, terjadi karena adanya evaluasi akan kebutuhan dimana akan
dibatasi pada pengunjung yang membawa kendaraan sesuai dengan
kebijakan dari penyelenggara. Beberapa cara dapat diaplikasikan
tergantung pada pengunjung yang sudah didata dan pengunjung yang
baru didata pada saat hari penyelenggaraan.
2) Kawasan Taman Ismail Marzuki seharusnya terdapat dua tempat
penyimpanan (storage) untuk karya-karya seni, seperti lukisan. Karena di
TIM terdapat dua peran yang masing-masing memiliki koleksi karya seni,
yaitu Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan TIM itu sendiri. Dalam kriteria
untuk sebuah tempat penyimpanan sendiri, harus dengan keadaan suhu
dan kelembaban yang sudah diatur. Tak hanya dua aspek tersebut, tapi
dalam sebuah tempat penyimpanan harus ada bagian restorasi atau
disebut dengan konservasi preventif.
3) Perlu dikaji kembali apa perlu area plaza digunakan dalam memfasilitasi
untuk booth-booth kuliner. Dalam hal ini adalah booth-booth dimana
harus mengolah makanan mentah. Jika memang seperti itu, harus ada
ketegasan kepada pihak penyelenggara. Karena pada dasarnya Kawasan
Taman Ismail Marzuki adalah kawasan Industri Kreatif yang berbasis
Kesenian. Jadi unsur diluar Kesenian seharusnya tidak perlu dibicarakan
panjang lebar karena hanya sebatas unsur pendukung.
4) Venue Teater sendiri sudah sangat baik dalam hal kualitas dan kuantitas
untuk fasilitas toilet, baik pria maupun wanita. Tapi terdapat kritik dalam
88
hal kualitas di venue pameran. Sementara untuk hal kuantitas sangat
dikhawatirkan untuk area outdoor. Karena ada beberapa penyelenggaraan
acara yang hanya menggunakan area outdoor, yakni plaza. Sehingga
untuk acara dalam skala besar maupun acara di area plaza, diwajibkan
untuk penyelenggara acara menggunakan layanan toilet portabel.
3. Layanan
a. Selain penyelenggara yang menggunakan layanan ambulans dan tenaga
paramedis dalam penyelenggaraan acara. Disamping itu terdapat evaluasi
dimana dibutuhkannya sebuah ruangan khusus untuk fasilitas medikal
berserta petugas yang ahli dalam hal medikal. Sehingga tidak tergantung
hanya pada fasilitas pihak ketiga ataupun rumah sakit diluar Kawasan Taman
Ismail Marzuki.
b. Diwajibkannya untuk pendataan informasi mengenai petugas keamanan
internal pihak penyelenggara, dimana berasal dari pihak ketiga (badan
keamanan swasta). Hal ini guna menginformasikan kepada pihak TIM, serta
nantinya petugas-petugas yang berkaitan dengan keamanan internal tersebut
menggunakan ID Card sehingga pihak TIM dapat memantau pada saat acara
berlangsung.
89
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Any Noor. 2013. Manajemen Event. Bandung, Penerbit Alfabeta.
Dewi Odjar Ratna Komala, Sunarya, Metrawinda Tunus, Zakiyah, Aderina Uli
Panggabean, Donny Purnomo Januardhi Efyandono, Anna Melianawati, Esti Premati,
Sugeng Rahardjo. 2014. Pengantar Standardisasi: Edisi Kedua. Jakarta, Badan
Standardisasi Nasional.
Glenn A. J. Bowdin, Johnny Allen, William O’Toole, Robert Harris dan Ian
McDonnell. 2006. Event Management. London, Elsevier Ltd.
Irwanto. 2007. Focus Group Discussion: Sebuah Pengantar Praktis. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
J. R. Raco. 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan
Keunggulannya. Jakarta, PT Grasindo.
Joe Goldblatt. 2008. Special Events: The Roots and Wings of Celebration. New
Jersey, John Wiley & Sons, Inc.
Philip Kotler & Kevin Lane Keller. 2012. Marketing Management 14th Edition. New
Jersey, Pearson Education, Inc.
Salim Said. 1994. 25 Tahun Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki. Jakarta,
Yayasan Kesenian Jakarta.
Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta, Raja Grafindo
Persada.
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung, CV Alfabeta.
90
Jurnal
Mudjia Rahardjo. 2010. Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif. Universitas Islam
Negeri Malang.
Murat Gümüş & Bahattin Hamarat. 2014. Communication Satisfaction and
Communicative Adaptability Reinforce Organizational Identification. American
Research Institute for Policy Development.
National Endowment for the Arts. 2010. Live from your Neighborhood. NEA.
Internet
https://beritagar.id/artikel/berita/belok-kirifest-dari-penolakan-hingga-sejarah-
alternatif
http://www.kuratorial.dkj.or.id/syarat-dan-ketentuan/
htttp://lifestyle.liputan6.com/read/2445314/belok-kiri-fest-meluruskan-sejarah-lewat-
seni/
http://tamanismailmarzuki.jakarta.go.id/event
http://tamanismailmarzuki.jakarta.go.id/venue
http://www.kuratorial.dkj.or.id/syarat-dan-ketentuan/
http://tamanismailmarzuki.jakarta.go.id/reservation/sop_peminjaman
http://tamanismailmarzuki.jakarta.go.id/reservation/sop_promosi
http://pameranceremonial.blogspot.com/2014/03/perawatan-penataan-dan-
pendataan.html
http://www.kuratorial.dkj.or.id/spesifikasi-ruang/
91
LAMPIRAN
1. Fokus Penelitian
Topik Fokus Parameter Kriteria Penilaian
Sumber
Data
Standar
Penyelenggaraan
Event Kesenian
di Taman Ismail
Marzuki
Regulasi
Peraturan
Penyelenggaraan
Bentuk peraturan mengenai lokasi untuk keadaan darurat PW/D
Bentuk peraturan mengenai zat terlarang PW/D
Bentuk peraturan lain yang menganggu aktifitas bisnis PW/D
Bentuk peraturan dalam penggunaan bahan mudah
terbakar terkait dalam dekorasi penyelenggaraan event
PW/D
Bentuk peraturan pemadam kebakaran setempat dalam
menggunakan sumber pemadaman api
PW/D
Bentuk peraturan mengenai penggunaan mesin bertenaga
bahan bakar minyak
PW/D
Bentuk peraturan mengenai penggunaan hewan yang PW/D
92
dilatih
Kesesuaian dengan visi dan misi PW/D
Registrasi
Bentuk regulasi mengenai personil dibagian check-in
counter
PW/D
Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang cepat
pada check-in untuk VIP
PW/D
Kemampuan memberikan materi acara pada saat check-in PW/D
Kemampuan memberikan identitas acara pada sebuah
souvenir untuk mempromosikan acara
PW/D
Kemudahan direktori yang efektif atau tanda lainnya agar
dikenali
PW/D
Perijinan Kesesuaian prosedur ijin keramaian penyelenggaraan
acara
D
Fasilitas Fasilitas Kesesuaian kriteria venue untuk pengunjung disabilitas PW/D
93
Pengunjung
Disabilitas
Kesesuaian venue baru untuk pengunjung disabilitas PW/D
Kemampuan mengkomunikasikan perubahan venue
untuk pengunjung disabilitas dengan baik
PW/D
Kondisi Venue
Bentuk persetujuan dari pemadam kebakaran mengenai
venue dalam penyelenggaraan
PW/D
Kesesuaian fasilitas tempat parkir PW/D
Kesesuaian fasilitas untuk stand pameran PW/D
Kesesuaian fasilitas untuk tempat penyimpanan PW/D
Kesesuaian fasilitas untuk truk dan alat-alat berat PW/D
Kesesuaian fasilitas untuk pra-acara seperti gladiresik PW/D
Kesesuaian fasilitas untuk kuliner PW/D
Kesesuaian fasilitas untuk area publik seperti lobi PW/D
Kesesuaian fasilitas toilet pria dan wanita PW/D
Kesesuaian fungsi dari masing-masing venue PW/D
94
Lokasi
Perbandingan lokasi venue TIM dengan Galeri Nasional
dan venue lain mengenai jarak dari sebuah bandara
D
Perbandingan lokasi venue TIM dengan Galeri Nasional
dan venue lain mengenai jarak ke fasilitas kesehatan
D
Perbandingan lokasi venue TIM dengan Galeri Nasional
dan venue lain mengenai jarak ke fasilitas pemadam
kebakaran
D
Perbandingan lokasi venue TIM dengan Galeri Nasional
dan venue lain mengenai jarak ke fasilitas perbelanjaan
D
Perbandingan lokasi venue TIM dengan Galeri Nasional
dan venue lain mengenai jarak ke tempat aktifitas
rekreasi
D
Layanan
Layanan
Medikal
Kesesuaian layanan medikal untuk pertolongan pertama PW/D
Kesesuaian layanan pertolongan pertama PW/D
95
Kesesuaian layanan ambulans PW/D
Kenyamanan
dan Keamanan
Kesesuaian rasa nyaman dan aman untuk pengunjung
dalam mengunjungi venue-venue
PW/D
Kesesuaian dalam memiliki tim staf keamanan PW/D
Kesesuaian layanan elevator maupun eskalator bekerja
dengan baik
PW/D
Hubungan antara venue dengan Lembaga penegakan
hukum
PW/D
Hubungan antara venue dengan badan keamanan swasta PW/D
Kesesuaian alat pemadaman api dengan zona yang
ditentukan
PW/D
Kesesuaian sistem alarm kebakaran PW/D
Kondisi venue perlantai PW/D
Kuratorial Kesesuaian kuratorial dengan persyaratan teknis PW/D
Keterangan: PW adalah Pedoman Wawancara dan D adalah Dokumentasi
96
2. Pedoman Wawancara
* Pertanyaan berikut akan disesuaikan pada saat wawancara berlangsung untuk tiga
pihak partisipan, yaitu Kepala Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta TIM, Ketua
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) serta penyelenggara event. Karena butir pertanyaan
dibawah ini memiliki pandangan berbeda pada tiap partisipan.
A. Regulasi
1. Adakah peraturan mengenai lokasi untuk keadaan darurat, dimana saja
letaknya? Bagaimana pengalokasian pengujung terhadap keadaan darurat?
2. Adakah peraturan mengenai zat terlarang? Dan apa pernah terjadi mengenai
penyalahgunaan tersebut? Bagaimana menindaklanjuti hal tersebut?
3. Adakah peraturan mengenai kebijakan dalam aktifitas bisnis di dalam
penyelenggaraan event? Bagaimana prosedurnya?
4. Adakah peraturan dalam penggunaan bahan mudah terbakar terkait dalam
dekorasi penyelenggaraan event? Bagaimana menindaklanjuti hal tersebut?
5. Apa pernah terjadi kecelakaan dalam penyelenggaraan event? Bagaimana
menindaklanjuti hal tersebut?
6. Bagaimana tata cara pemadaman kebakaran? Dan apa ada bantuan dari pihak
pemadam kebakaran setempat?
7. Adakah peraturan mengenai penggunaan mesin bertenaga bahan bakar
minyak di dalam penyelenggaraan? Bila menggunakan apa sanksinya?
8. Adakah peraturan mengenai penggunaan hewan yang dilatih? Bila membawa
apa sanksinya?
9. Bagaimana regulasi mengenai personil dibagian registrasi pengunjung?
10. Apa ada kriteria dalam memberikan pelayanan yang cepat pada registrasi
pengunjung khusus VIP? Bagaimana prosedurnya?
11. Apa ada regulasi dalam memberikan materi acara pada saat registrasi
pengunjung? Bagaimana prosedurnya?
12. Apa ada regulasi dalam memberikan identitas acara misalnya dalam sebuah
souvenir? Bagaimana prosedurnya?
97
13. Bagaimana keadaan direktori atau petunjuk arah? Memudahkan?
14. Mengenai tujuan dari dibentuknya DKJ yaitu membangun reputasi Jakarta
sebagai kota budaya yang bertaraf nasional dan internasional, Apa saran dan
masukan dalam mewujudkan hal tersebut?
B. Fasilitas
1. Adakah fasilitas dalam melayani pengunjung disabilitas? Apa kriteria tersebut
cukup?
2. Bila tidak ada maka apa yang akan disesuaikan untuk pengunjung disabilitas?
3. Apa akan disampaikan akan perubahan fasilitas untuk pengunjung disabilitas?
Bagaimana caranya?
4. Apa ada persetujuan dari pemadam kebakaran mengenai venue dalam
penyelenggaraan? Bagaimana prosedur yang dilakukan?
5. Bagaimana kondisi fasilitas tempat parkir? Apa sesuai dengan keadaan disaat
penyelenggaraan?
6. Apa saja yang ditawarkan mengenai fasilitas dalam penyelenggaraan
pameran? Apa sesuai dengan kapasitas yang tercantum (dalam brosur)?
7. Adakah fasilitas untuk tempat penyimpanan dalam penyelenggaraan event?
Bagaimana prosedurnya?
8. Adakah area khusus bilamana terdapat truk besar ataupun alat-alat berat?
Bagaimana prosedurnya?
9. Bagaimana dengan peraturan mengenai pra-acara seperti gladiresik?
10. Adakah peraturan akan tempat khusus untuk area kuliner untuk pengunjung?
Bagaimana prosedurnya?
11. Apa ada larangan khusus dalam penggunaan fasilitas untuk area publik seperti
lobi? Misalnya pelarangan merokok atau mengonsumsi makanan? Bagaimana
menindaklanjuti hal tersebut?
12. Bagaimana keadaan fasilitas toilet baik pria maupun wanita? Apa pernah ada
keluhan baik bagi penyelenggara maupun pengunjung?
98
13. Apakah ada peraturan yang mengkategorikan setiap venue berdasarkan pada
tema acara yang diselenggarakan? Bila tidak ada apakah akan dicantumkan?
C. Layanan
1. Apakah terdapat layanan medikal dalam penyelenggaraan event? Bagaimana
prosedurnya?
2. Apakah layanan pertolongan pertama tersebut berjalan dengan baik? Apa ada
keluhan buruk dari penyelenggara maupun pengunjung akan hal tersebut?
3. Apakah terdapat layanan ambulans? Bila tidak ada apa yang akan dilakukan?
Bagaimana prosedurnya?
4. Sekarang ini TIM sedang dalam tahap renovasi, apakah ada kekhawatiran bila
terjadi kecelakaan yang dapat merenggut rasa nyaman dan aman baik
penyelenggara maupun pengunjung? Bagaimana menindaklanjuti hal
tersebut?
5. Bagaimana layanan yang diberikan oleh tim staf keamanan? Apa ada
keluhan?
6. Apakah layanan elevator maupun eskalator bekerja dengan baik? Apa ada
keluhan?
7. Bagaimana hubungan dengan lembaga penegakan hukum?
8. Bagaimana hubungan dengan badan keamanan swasta?
9. Apa sesuai alat pemadaman api dengan zona mana saja yang ditentukan?
Bagaimana prosedurnya?
10. Apa sistem alarm kebakaran bekerja dengan baik? Bagaimana prosedurnya?
11. Bagaimana mengenai kebersihan venue secara keseluruhan?
12. Mengenai persyaratan teknis yang dikeluarkan DKJ pada point terakhir yaitu
“program kesenian tidak diperkenankan dengan keagamaan atau kepentingan
politik praktis”, bagaimana dengan penyelenggaraan kesenian acara “Belok
Kiri Fest” yang terdapat banyak penolakan? Apa pandangannya?
13. Apakah unsur paham tertentu yang tidak sejalan dengan paham negara, dapat
juga tidak diperkenankan?
99
3. Kebutuhan Data Sekunder (Dokumentasi)
No. Kebutuhan Data Sekunder
1. Peraturan tertulis penggunaan fasilitas yang dikeluarkan oleh Taman Ismail
Marzuki
2. Regulasi penyelenggaraan tertulis yang dikeluarkan oleh Dewan Kesenian
Jakarta
3. Peraturan tertulis penggunaan fasilitas yang dikeluarkan oleh Galeri Nasional
4. Regulasi penyelenggaraan tertulis yang dikeluarkan oleh Galeri Nasional
5. Data sekunder mengenai penyelenggaraan event kesenian di Ciputra
Artpreneur
6. Dokumentasi ijin keramaian penyelenggaraan acara di venue lain
100
4. Surat Selesainya Penelitian dari Lokus
101
5. Prosedur Pemanfaatan/Pemakaian Tempat di TIM
102
103
BIODATA
1. DATA PRIBADI
Nama : Dhia Phrahara Sennayaksha
NIM : 201218142
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 15 November 1993
Agama : Islam
Alamat : Jl. Penegak Raya No. 12 RT. 001/RW. 02
Kel. Palmeriam Kec. Matraman Jakarta 13140
DATA ORANG TUA
Nama Ayah : D. P. Amiloehoeng
Pekerjaan : Pensiunan Karyawan Swasta
Nama Ibu : Liza Fauziah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Penegak Raya No. 12 RT. 001/RW. 02
Kel. Palmeriam Kec. Matraman Jakarta 13140
RIWAYAT PENDIDIKAN
No. Nama Sekolah Kota Tahun Tamat Keterangan
1. TK Al-Furqon Jakarta 2000 Lulus
2. SDN Palmeriam 01 Jakarta 2006 Lulus
3. SMPN 7 Jakarta Jakarta 2009 Lulus
4. SMAN 31 Jakarta Jakarta 2012 Lulus
5. Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung Bandung 2019 Lulus
2. PENGALAMAN KERJA
No. Nama Tempat Jabatan Tahun
1. Reed Panorama Exhibitions Jakarta Temporary
Operation
Staff
2015
104
Transkrip Wawancara
Wawancara dengan Bapak Ferrow (Administrasi TIM)
Penulis : Dimulai dari pada yang pertama mengenai regulasi pak, adakah peraturan
mengenai untuk keadaan darurat dalam hal terjadi kecelakaan dan dimana saja
letaknya, begaimana pengalokasian pengunjung terhadap keadaan darurat tersebut?
Bpk Ferrow : Jadi kita kan biasanya kalo apa namanya jalur evakuasi kalo kondisi
darurat biasanya diarahkan ke tempat kumpul kita diplaza itu
Penulis : Kalo untuk galeri cipta kan langsung keluar ya pak?
Bapak Ferrow : Yang biasanya untuk teater karena itu ada, karena itu luas kan dan
audiens nya juga banyak, kita biasanya system SOP kita mengeluarkan mereka dari
titik jalur-jalur evakuasi kita tempatkan di plaza
Penulis : Untuk pengumuman sendiri pak, bila terjadi kebakaran?
Bapak Ferrow : Pake ini biasanya pake public speaker, public announcer
Penulis : Sebenernya pernah kejadian engga sih pak? Kecelakaan yang sangat fatal?
Bapak Ferrow : Belum pernah, seingetnya belum pernah, sampe yang fatal seperti itu
Penulis : Misalnya pementas itu jatuh?
Bapak Ferrow : Kalo pementas engga, kalo saya selama saya disini belum pernah,
kebakaran juga belum pernah, mudah-mudahan jangan deh
Penulis : Misalnya terjadi amit-amit pak, terjadi kebakaran gitu apakah cukup untuk
pemadam kebakaran yang disini?
Bapak Ferrow : Kalo kita kan ada apar ya, alat pemadam kebakaran ringan dulu kalo
terjadi kita harus pinjam lagi dari luar, kan kita punya apar-apar yang disetiap lokasi
yang pake spray gitu, seperti itu, nanti kalo memang kita ini, kebetulan kita ada pos
pemadam kebakaran disini kita tinggal koordinasi aja dengan mereka, tapi syukur
belum pernah seperti itu
105
Penulis : Ini mengenai peraturan zat terlarang gitu, apakah ada tertulis gitu segala
macam?
Bapak Ferrow : Kan di Mou kita ada, kita punya sebelum penyelenggaraan acara,
harus ditandatangan kedua pihak
Penulis : Yang dikeluarkan oleh TIM atau DKJ pak?
Bapak Ferrow : Kita, pemilik Gedung jadi pemilik Gedung kita dalam hal ini
mengeluarkan Mou yang harus dipatuhi oleh pengguna, nanti kalo Mou tidak
ditandatangani nanti kita mengizinkan
Penulis : Pernah ada kejadian engga sih pak? Untuk ada pengguna gitu membawa zat
terlarang itu sendiri pak?
Bapak Ferrow : Belum pernah, kita kan disini pertama-tama kan di Mou sudah jelas
Cuma yang kedua nanti kalo kedapatan nanti kita harus, kita kan punya dinas
keamanan disini, keamanan internal, sebelum masuk kan kita ini, terutama Gedung-
gedung kita yang teater besar, itu kan sebelum masuk diperiksa, lebih apa Namanya,
sama permeriksaan barang bawaan, karena kita pertama yang jelas makanan dan
minuman, engga boleh masuk, masuk keauditorium, jadi sekalian kita biasanya ya
pemeriksaan harus benar
Penulis : Mengenai ini pak misalnya pameran lukisan itu melakukan
penjualan/pembelian lukisan itu boleh engga pak dari TIM nya?
Bapak Ferrow : Boleh, jadi kita kan disini tugas kita menyediakan tempat jadi
masalah penjualan apa Namanya transaksi yang disana itu kita serahkan ke
penyelenggara, nanti kan tidak ada semacam harus kaya gini, pajak, itu kita tidak ini
kan karena itu kebebasan mereka, kan sangat membantu mereka
Penulis : Selain pameran itu apa lagi engga pak yang ada transaksi?
Bapak Ferrow : Yang ada transaksi, Cuma biasanya pameran aja kalo Gedung-
gedung pertunjukan tidak ada kalo masalah tiket apa segala macam, kita serahkan full
106
ke penyelenggara, jadi mereka silahkan, menggunakan tiket online yang jelas ada
regulasi yang harus mereka patuhi, mereka harus membayar pajak tontonan, jadi
karcisnya itu harus korporasi, itu wajib, jadi setiap pertunjukan yang menjual karcis,
itu harus melaporkan ke dinas pajak dan ke KPRD kantor pajak retribusi daerah itu
harus mereka, sama satu lagi pajak reklame ada banner atau spanduk-spanduk besar,
yang menampilkan logo-logo sponsorship, itu wajib ada tarifnya, bayarnya mereka
langsung, jadi tidak lewat kita, jadi setiap spanduk yang mereka pasang disini kita
cek dulu, bayar pajak belum, jadi ada buktinya, baru kita pasang, kalo belum ada itu,
dan berapa lama durasinya dua hari atau tiga hari
Penulis : Selama ini ada pelarangan bahan mudah terbakar gitu, pada saat pameran?
Bapak Ferrow : Ada, kita sangat konsen masalah itu, masalah materi untuk
pertunjukan kita harus betul-betul makanya kita ada technical meeting jadi sebelum
pelaksanaan kita bahas apa sih yang nanti mereka karena memang ada pertunjukan
yang, dulu pernah ya, tapi itu engga terlalu mereka bawa menyan, kalo bagian dari
pertunjukan memang kadang-kadang kita silahkan aja tapi kita biasanya sudah siap-
siap tapi istilahnya tidak bakar-bakar hanya dupa aja, tidak ada yang mengeluarkan
api
Penulis : Penggunaan mesin bertenaga bahan bakar minyak gitu dibolehkan engga sih
pak, membawa sesuatu yang kedalam teater gitu?
Bapak Ferrow : Kalo ke dalam teater engga, saya kemarin ada penolakan genset, itu
kan diluar ada lokasi penempatannya aja, lokasinya diluar karena kan suaranya juga
mengganggu
Penulis : Terus mengenai penggunaan hewan yang dilatih misalnya dibawa ke dalam?
Bapak Ferrow : Engga bisa, engga boleh masuk dan selama saya disini belum pernah
ada orang bawa karena gini disini kan seperti anak kecil aja, seperti kemarin ada
pertunjukan orchestra, anak-anak itu ya gitu pertama kan dia masuk engga dilarang
tapi memang kalo anak ibu tidak tertib maka akan dikeluarkan, kita coba baru 5 menit
udah mulai, yaudah kita keluarkan dari lokasi pertunjukan orchestra
107
Penulis : Dikeluarkan juga dilarang masuk lagi ya pak?
Bapak Ferrow : Iya kalo ibunya boleh, tapi anaknya engga boleh karena waktu itu
pertunjukan belum dimulai masih acara-acara ceremonial pidato untuk pertunjukan,
anaknya sudah mulai gelisah, engga betah akhirnya, ibunya sih maklum kalo yang
audiens ngerti ya harusnya tau ya, kita anggap harusnya sudah paham music klasik itu
kan, orang batuk aja terganggu apalagi teriak-teriak
Penulis : Dari TIM itu sendiri ada peraturan yang dikeluarkan mengenai ticketing
misalnya dibagian registrasi, ada peraturan khusus engga sih pak?
Bapak Ferrow : Engga kalo itu mekanismenya tapi kan paling mereka sudah punya
komunitas ya, secara umum sudah tau berapa sih harga yang kami patok, paling nanti
orchestra yang dari luar biasanya mereka sudah mengkaji tiket yang layak untuk
disini berbeda dengan luar negeri, yang mereka terapkan dalam US pasti, seperti di
broadway bulan agustus, kan broadway pentas di Singapura tiketnya berbeda dengan
Indonesia gitu, jadi kita tidak mengintervensi masalah ini, hanya kita menekankan
pajaknya harus dibayar, itu salah satu tugas kita cuma kalo mereka tidak bayar pajak
dan tiket-tiket yang dijual itu tidak terkorporasi kalo ada dinas pajak sidak, itu bisa
pertunjukan dibatalkan, seperti itu, kita menyiapkan fasilitas, tiketbox
Penulis : Begitu juga dengan pelayanan ya pak? Tidak ada training segala macam?
Bapak Ferrow : Rata-rata mereka sendiri-sendiri, mereka sudah punya mekanisme
sendiri karena mungkin sudah sering, mereka sudah punya petugas-petugas yang
menghandle masalah registrasi jadi kadang-kadang mereka bayar lalu tiket struk
pembayaran yang via atm ada, tinggal ditukar mereka sama petugas resgistrasi baru
ditukarkan dengan tiket
Penulis : Seperti pemberian souvenir juga mekanisme tersendiri ya?
Bapak Ferrow : Souvenir itu sudah merupakan bagian dari mereka sendiri hanya itu
kita lihat souvenir untuk internal-internal mereka, jarang souvenir untuk pertunjukan
biasanya ucapan terima kasih, syal
108
Penulis : Apakah ada keluhan dari penyelenggara mengenai direktori atau penunjuk
arah di TIM ini pak?
Bapak Ferrow : Kalo yang sekarang yang sekarang lagi kita tata terutama jalur ini
lagi kita renovasi jadi kita harapkan nanti ada rambu-rambunya lebih jelas lagi
termasuk yang di parkir basement, kita kan punya basement tuh, dibasement itu sudah
ada tapi masih belum jelas, kapasitas 100 mobil itu kita gunakan kalo diluar itu sudah
penuh langsung dibuka, karena orang lebih suka parkir dipermukaan/parkir biasa
Penulis : Tapi ada keluhan engga sih pak mengenai parkir, misalnya disaat bersamaan
ada diteater ini digraha cipta itu ada acara dan penuh?
Bapak Ferrow : Itu pasti, cuma ini kan kita sekarang pengelolaan parkir dan
sebagainya dikelola oleh satu instansi perparkiran memang itu unit teknis juga
dibawah dinas perhubungan Pemprov juga sih, untuk retribusinya mereka yang ambil
bukan kita
Penulis : Tujuan dari dibentuknya Dewan Kesenian Jakarta itu kan untuk membangun
reputasi Jakarta sebagai kota budaya yang bertaraf nasional dan internasional, apa
saran dan masukan dari bapak sebagai pihak dari TIM itu sendiri?
Bapak Ferrow : Kalo saran saya sih ya memang kita harapkan keanggota-anggota
DKJ betul-betul sangat paham kinerja nya masing-masing sesuai dengan komite-
komite yang ada disana, dan memang orang-orang yang cinta pekerjaannya, seniman-
seniman itu yang diharapkan mereka bisa memberikan masukan-masukan untuk
kemajuan seni budaya di Jakarta
Penulis : Jadi dari TIM itu menerima segala masukan dalam pembangunan?
Bapak Ferrow : DKJ kan memang mereka lebih spesifik pada konten ya, materi-
materi pertunjukan pameran yang diselenggarakan jadi mereka kalo patut didukung
dan dipentaskan tapi ada juga yang hasil kurasi mereka belum layak biasanya mereka
menyarankan Gedung kita selain disini, Gedung wayang orang bharata, lalu
kurasinya tidak terlalu
109
Penulis : Berikutnya mengenai fasilitas nih pak, adakah fasilitas dalam melayani
pengunjung disabilitas pak, misalnya kalo ada pengunjung atau apa datang ke
pameran, untuk pelayanan nya itu oke engga pak, apakah ada keluhan?
Bapak Ferrow : Kalo kita disini, untuk teater kita, saya rasa sudah cukup, dan kita
audit dan khusus di Teater Jakarta itu kita punya ram lalu anggota untuk melayani,
pada saat istri nya Gusdur siapa, Ibu Sinta Gusdur ya, nah beliau datang dengan kursi
roda, selain ada tangga juga ada ram, nanti masuk ke lokasi, nanti juga ada direktori
nya jelas, dalam technical meeting sendiri kita sudah sampaikan, siapa sih tamu-tamu
yang akan diundang, jadi mereka biasanya memberikan list-list, dan kita sudah
arrange lokasi-lokasi tempat duduk di teater, kemarin itu kita plotting didepan semua,
di raw yang depan. Selain teater ada jg GBB yang sudah ramah disabilitas
Penulis : Kalo untuk venue seperti Graha Cipta itu memudahkan engga sih pak?
Bapak Ferrow : Kalo kita ada ram doang, iya ram didalam, ya lumayan lah kita bisa
akomodir terutama untuk disabilitas
Penulis : Ini mengenai apakah ditawarkan dari brosur dari ininya pak mengenai
kapasitas dengan keadaan realnya?
Bapak Ferrow : Sesuai, karena kita setiap penggunaan gedung, pedoman nya kita
kasih, jadi jumlah kursi nya itu sesuai, tidak ada perbedaan, karena kadang2 mereka
cek ulang, survey, sebelum ini kita kasih data, mereka ketempatnya lagi hitung lagi,
bener engga, kadang-kadang kita engga hitung, mungkin ada kursi-kursi yang tidak
bisa digunakan, memang berfungsi tapi untuk petugas, jadi mereka ngerti. Biasanya
untuk penjualan tiket, mereka hitung ulang lagi, jadi menyesuaikan dengan jumlah
tiket, karena mereka juga engga mau posisi yang tidka ideal nonton dijual
Penulis : Kalo dipameran sendiri Pak, misalnya di Galeri Cipta, pameran lukisan, itu
ada tempat penyimpanan untuk lukisannya engga sih Pak?
Bapak Ferrow : Kalo kita belum punya storage, itu yang lagi kita bangun tuh dilantai
3, di XXI, kita mau bangun storage, jadi koleksi kita banyak nih, kita juga banyak
110
koleksi loh, jadi kita dulu dari tahun 60an sampe sekarang kan banyak juga pelukis-
pelukis, itu kita sampaikan nanti, jadi tahun ini kita mau gelar pameran, kira-kira
bulan November, ulang tahun kan kita, ulang tahunnya tanggal 10
Penulis : Kalo kemarin dari Pak Irawan, dari DKJ, mereka juga punya sendiri ya pak?
Storage?
Bapak Ferrow : Mereka storagenya, aduh, bukan, gudang, kalo saya lihat storage nya
sendiri ada kriteria-kriterianya, lukisan kan engga boleh, engga boleh ditumpuk, taruh
satu persatu, kalo storage nanti kan lukisannya digantung, ada semacam ini nanti
digantung, jadi dia itu tidak menahan beban kanvasnya, kadang-kadang kita senderin
juga kan akan jatuh, harusnya kan lukisan itu didisplay, cuma kan displaynya ratusan
lukisan, kita engga punya space, satu-satunya cara ya distorage, storage kan bisa kita
susun, rapat-rapat perlukisan, ya itu yang kita rencanakan, lagi dibangun, jadi lukisan
disini biasanya kan, ada pameran, mereka bawa, biasanya satu atau dua hari mereka
setting, nanti dari tim nya datang, mereka pasang, kalo mungkin penempatannya agak
unik, tidak menggunakan dinding-dinding aja, mereka gunakan display, bisa dua hari,
pas selesai baru dibuka pamerannya, nanti hari terakhir, satu atau dua hari terakhir,
mereka ada satu hari untuk unloading lah istilahnya, mereka titip sih kadang-kadang,
kita ada kantor disitu, biasanya mereka sudah packing, mereka titip satu dua hari, tapi
semuanya pada saat unloading mereke bawa semua, mungkin ada yang besar-besar
yang dititip, nanti ada penyerahan khusus mobil box yang besar baru angkutnya, kalo
yang kecil-kecil
Penulis : Tapi ada yang khusus untuk loading dock nya, naruh truk-truk besar?
Bapak Ferrow : Kalo diteater, terutama teater, kita ada, sudah lihat kan, dibelakang,
yang ada pintu gerbangnya besar
Penulis : Jadi taruh disana semuanya ya Pak, apakah misalnya ada pameran disini?
Bapak Ferrow : Itu yang loading dock itu yang sangat-sangat signifikan, itu digedung
teater, properti mereka itu kan luar biasa, kadang kala propertinya ada vallet itu bisa
satu kontainer 40 feet, bawa kontainer langsung dari pelabuhan, masuk dari sini
111
(depan), manuver pelan-pelan, setelah itu dibawa ke Teater Besar, kalo yang loading
dock disini, pameran ya engga terlalu ya, engga terlalu ribet, kebanyakan digedung
pertunjukan, property nya itu luar biasa, maka loading docknya harus bener-bener,
sama Graha Bhakti, alternatif sih kita punya pintu atau akses ke loading dock, itu
wajib
Penulis : Kalo dari TIM itu ada peraturan pra acara beberapa hari sebelumnya dikasih
untuk gladiresik gitu pak?
Bapak Ferrow : Biasanya kan gladiresik itu, kalo mereka sudah masuk, sudah ada
pembayaran, kadang-kadang mereka nyewa enam hari, dua hari loading atau tiga hari
loading seperti sebagai contoh lah, acaranya siapa ya, Pak Butet acara nya waktu itu,
mereka kan biasanya minimam lima hari total, hari pertama hari kedua itu loading
setting segala macam, hari ketiga persiapan, hari keempat pertunjukan hari kelima
pertunjukan, jadi kita tidak ada, karena mereka GRnya itu, ada juga yang GR, ada
juga sebulan sebelumnya GR, tapi biasanya satu hari sebelum pertunjukan
Penulis : Pembongkaran itu hari terakhir ya pak?
Bapak Ferrow : Bisa, bongkar kan engga susah, yang settingan yang susah,
ngebongkar kan ya istilahnya ya sudah, tok tok tok, biasanya sudah engga dipakai
lagi propertinya
Penulis : Jadi sesuai dengan perjanjian total harinya?
Bapak Ferrow : Total harinya kita nanya biasanya kita nanya terutama loading
settingnya cukup satu hari engga, kita lihat, wah ini engga cukup nih, harus dua hari,
termasuk GR juga, GRnya kapan nih, hari kedua, selesai engga setting, kita lihat apa
sih materinya, jangan-jangan kaya teater koma yang bisa tiga empat hari, setting
panggung itu bisa empat hari, pertama sangat detail ya, dekorasi panggung itu
Penulis : Kalo ada acara untuk pameran itu, maupun acara diluar pameran, ada area
khusus untuk kuliner engga pak? Untuk booth-booth kuliner disediakan?
112
Bapak Ferrow : Ini sebetulnya untuk booth-booth kuliner, kita lebih apa namanya
teliti lagi untuk memanage, karena kita harus menghitung area terus jenis makanan,
makanan yang diolah engga boleh, itu merusak
Penulis : Misalnya diplaza itu engga boleh?
Bapak Ferrow : Engga boleh, ini kalau makanan sudah mateng, kalo manaskan
silahkan, jangan disitu ngegoreng nasi goreng, nah itu ada kerja bakti gara-gara ada
kemaren acara yang memang agak diluar scenario, banyak limbah-limbah, yang bikin
batu alam itu flek-flek, sekarang kita sudah ini lagi, boleh acara itu kita adakan,
booth-booth itu kan pendukung, kadang-kadang seperti teater koma, itu sebenernya
mendukung penonton, penontonnya kemari kadang belum makan, mereka juga
menyediakan makanan, makanannya sudah siap saji, nanti pas break ada kopi, karena
mereka ada coffe-breaknya, antar satu pertunjukannya ada satu sesi breaknya, itu
boleh tapi kalo masak itu engga boleh, dan aroma juga mengganggu. Jadi kita harus
lebih ini lagi, karena kan pusat kesenian bukan pusat perdagangan, jangan berubah
gitu
Penulis : Kalo itu pak area pelarangan merokok, ada didalam gedung aja?
Bapak Ferrow : Itu larangan didalam gedung kuat, wajib ya, kalo diluar gedung,
kawasan kita ini kan stakeholdernya banyak, ada kantin, kemarin kita ingin
mengurangi limbah plastik tapi belum bisa juga, kita hanya bisa mengawasi yang
masuk kegedung kita, misalnya pemakaian dispenser, memakai gelas-gelas yang bisa
dicuci, disarankan seperti itu tapi kalo untuk kuliner belum bisa, karena itu dagangan
mereka, masa saya siapkan dispenser, belum tentu mau, saya siapkan gelas yang
dicuci, maunya masih yang dikemas, orang kita kan masih seperti itu
Penulis : Mengenai pembuangan limbah pak oleh penyelenggara itu, peraturannya
ada engga pak?
Bapak Ferrow : Jadi gini limbah ini untuk sebelumnya kita hanya semacam
himbauan, mereka ini sebetulnya yang banyak kalo pertunjukan yang tidak terlalu
lama, dua jam tiga jam, jadi biasanya limbahnya hanya untuk pengisi acara, biasanya
113
mereka kan makan, kemasan-kemasannya gitu aja, tapi kalo yang acara yang 4 jam
itu biasanya kan seperti yang tadi itu, limbahnya limbah makanan sama kemasan-
kemasan, himbauan kita cuma itu aja
Penulis : Seperti desain panggung itu dibawa lagi ya pak? Engga mungkin
ditinggalin?
Bapak Ferrow : Itu kewajiban mereka, mereka tidak boleh membuang ditempat ini,
mereka bawa kemari, properti bawa lagi pulang, tidak boleh dibuang ditempat
sampah kita, kita hanya limbah-limbah yang kecil, sampah-sampah rumah tangga,
kalo sampah-sampah properti wajib dibawa. Kemarin acaranya KumHam,
propertinya banyak banget kan tuh, patuh, jadi kita apresiasi banget ya, karena kita
juga seperti acara-acara yang, jadinya kita punya catatan, evaluasi, jadi untuk
penyelenggaraan minggu depan itu, engga perlu kurasi disana, suratnya disini kita
langsung bikin jawaban, tidak perlu ke DKJ lagi, karena DKJ hanya masalah konten,
kalo kita dipelaksanaan, segala macam jadi PR kita, jadi seperti itu
Penulis : Ini masalah fasilitas toilet pak, itu keluhan engga sih pak? Apakah kurang
atau tidak bersih?
Bapak Ferrow : Untuk digedung, asal didalam gedung kita cukup, hanya acara yang
diluar itu kita sarankan mereka itu menyewa toilet mobil portabel, kita kasih ke Dinas
Kebersihan atau Lingkungan Hidup, mereka kan punya toilet yang bisa digunakan,
macam-macam tipenya, mau tipe apa yang VVIP ada, yang regulernya ada
Penulis : Kalo penggunaan plaza itu, engga bisa ya pak masuk kedalam ruangan?
Bapak Ferrow : Nanti efek sekuritinya, bahaya nanti, kita kan bisa, satu lagi nanti jadi
tugas kita lagi, sementara kan pembayaran untuk plaza lebih murah, ada yang
meminta listrik, mereka harus menyiapkan genset, menyiapkan toilet, satu lagi yang
sampahnya harus ada trashbag, kalo kita pengepul aja
Penulis : Jadi selama ini belum ada keluhan ya pak?
114
Bapak Ferrow : Belum, terutama yang diluar ya, kalo darurat darurat kekantor, dan
disini juga ada dekat planetarium, yang mushola, cuma kalo orang yang belum tau,
direktori dilapangan ini mereka bingung, paling kearah masjid juga ada, sekarang sih
sudah mendingan ya, kalo dulu masih ini, tapi bagi mereka yang belum tau, tapi kalo
yang sudah rutin, pasti sudah tau
Penulis : Mengenai layanan pak, bila terjadi kecelakaan, apakah ada layanan medis
yang secara cepat?
Bapak Ferrow : Kalo event besar biasanya itu wajib, kalo kita tidak menyiapkan, kita
menyarankan mereka, kita tinggal kontakan 118, menyiapkan ambulans dan petugas
paramedis, karena kita disini belum ada, kalau ambulans harus ada tenaga paramedis,
sementara kita karyawannya tidak ada paramedis, kedepan harusnya ada, paling tidak
terutama, kemarin kerjasama sama puskesmas, tapi ya puskesmas juga tidak rutin
datang, akhirnya kita sepakat dengan EO untuk acara event besar agar disiapkan
ambulans satu sama paramedisnya lengkap. Tapi ada EO EO yang memang
mengundang pejabat-pejabat negara itu memang harus, otomatis disiapin, berapa unit
itu, terus dokter-dokter juga, biasanya kalo acara-acara kecil cukup perawat sama
ininya aja, drivernya aja
Penulis : Ini pak, kan sekarang lagi tahap renovasi juga pak, apa ada kekhawatiran
bila terjadi kecelakaan yang dapat merenggut rasa aman dan nyaman, buat
penyelenggara maupun pengunjung pak? Bagaimana menindaklanjutinya pak?
Bapak Ferrow : Kalo saya kira ya, kita memang waktu awal sebelum mereka ini,
survey dulu ya, pas survey kita jelaskan kondisi seperti ini, kan biasanya mereka ada
masukan juga, pak nanti kami begini begini tolong yang ini akseskannya, jadi nanti
kita sesuaikan karena kondisinya lagi seperti ini ya, kita mau mengikuti apa namanya
ya, saran dari mereka karena mungkin konsepnya, nanti kami jalurnya lewat sini,
cuma disini masih masang ini pak, gimana nih, oke kita percepat disini, jadi mereka
survey 3 bulan sebelumnya nanti kita kondisikan dengan kemauan dari mereka,
memang ada yang prioritas, jangan deh, nanti akan dipergunakan, seperti plaza
115
didepan itu kan, yang didepan Teater Besar, itu prioritas dulu, untuk akses keluar
masuk
Penulis : Renovasi apa pak diplaza?
Bapak Ferrow : Itu batu alamnya termasuk panggung, ada semacam tempatnya, jadi
orang tidak perlu memasang untuk panggung, jadi engga perlu masang level lagi
untuk menempatkan peralatan, jadi tinggal pasang alat, seperti itu
Penulis : Mengenai keamanan nih pak dari penyelenggara itu apakah ada keluhan
pak? Misalnya ada kehilangan?
Bapak Ferrow : Nah ini nih yang waktu event, itu kita tekankan karena kami disini
petugas kita kan ada jadi petugas kita kan fungsinya menjaga aset, jadi kalo ada hal-
hal yang perlu kita ini, kita biasanya paling ada akses ya, kadang-kadang kan ada juga
yang menyiapkan keamanan internal mereka, kita sebetulnya lebih prefer itu, cuma
kan kita engga kenal mereka, kalo dari petugas mereka yang sudah familiar dengan
pengisi acara, kadang-kadang mereka tidak punya seperti itu, kita biasanya bekerja
sama mereka, cuma catatan dibawahnya jumlahnya berapa orang, kita juga
memberikan titik-titik mana yang rawan, terutama kalo ruang ganti, itu memang
harus steril karena disitu banyak perlengkapan-perlengkapan pribadi atau
semacamnya, kan kadang-kadang ditinggal, kalo lagi mentas kan ditinggal, jadi
memang harus steril dari orang-orang. Satu lagi dipanggung, dipanggung yang
pengalaman kita itu pas mentas acara itu, biasanya orang riuh kan, kadang-kadang
pementas foto dengan pengunjung, kita engga tau kan disebelah kita itu ada apa, itu
sering kita inikan, jadi secara umum ya, kalo orang mematuhi atau mengikuti, karena
kita sudah tau titik-titik rawannya, tapi kadang-kadang mereka menggunakan ID card,
itu aman, kita bisa lihat, kadang-kadang mereka lupa atau memang engga perlu, tapi
ternyata sangat vital, untuk menggunakan itu, kita kan engga bisa menyeleksi orang
satu persatu. Tapi biasanya internal-internal juga yang melakukan, maksudnya
internal ya penonton itu juga
Penulis : Tapi pernah ada kejadian engga pak?
116
Bapak Ferrow : Pasti, kehilangan hape itu pasti
Penulis : Kalo untuk lukisan itu?
Bapak Ferrow : Engga, kalo itu engga pernah, itu kan kita sangat-sangat, kalo hape
kan karena pribadi, kadang-kadang tas, tas-tas kecil, karena kan susah tas ibu-ibu,
paling isinya, dibuka dompetnya, yang bisa disembunyikan lah
Penulis : Kalo pelaporan itu dari pribadi mereka, atau TIM itu juga melakukan
pelaporan pak?
Bapak Ferrow : Jadi gini, kita akomodir seperti apa, apakah mau melakukan
pelaporan untuk polisi, kadang-kadang mereka untuk menerbitkan atm harus ada
surat dari kepolisian, kita fasilitasi mereka tapi kita tidak bisa memberikan itu, bukan
penyidik kan
Penulis : Tadi kan mengenai keamanan pak, mengenai kebersihan itu sendiri, apakah
ada keluhan pak dari penyelenggara?
Bapak Ferrow : Penyelenggara sih cuek, engga ngeluh, kita yang ngeluh, karena
mereka tuh jorok orangnya, tidak semua penyelenggara itu bersih, kita yang malah
ribut, cerewet masalah itu karena kita pengennya ya untuk pertunjukan untuk
pameran itu bersih rapih, jadi mereka engga urus, kita yang ngeluh, karena kita
sekarang fasilitas mereka, kadang-kadang ya kita engga siapkan asbak, karena itu
bukan area merokok, tapi mereka malah merokok, buang sembarangan, mereka engga
mengeluh, kita yang mengeluh, panitia gimana sih
Penulis : Pernah ada yang dibanned gitu pak? Misalnya penyelenggara yang ini engga
bener nih pak, nanti dibanned?
Bapak Ferrow : Kalo yang bersifatnya seperti itu sih engga, tapi kalo yang acara yang
diplaza yang bikin kita kerja keras membersihkan, itu kita banned, tidak boleh lagi
menyelenggarakan di TIM lah, karena kita panggil juga engga mau datang, engga
mau tanggung jawab
117
Penulis : Mengenai yang terakhir ini pak, mengenai persyaratan teknis yang
dikeluarkan DKJ yang terakhir itu kan program tidak diperkenankan dengan
keagamaan atau kepentingan politik, bagaimana sih dengan penyelenggaraan
kesenian Belok Kiri Fest itu pak ada penolakan?
Bapak Ferrow : Kalo penolakannya ini sebetulnya kalo kami hanya administrasi, kalo
panitia tidak menyampaikan izin keramaian, akan dibatalkan, menolak
Penulis : Kalo belok kiri katanya izin keramaian nya itu sudah sampai Polri pak?
Bapak Ferrow : Itu hanya pemberitahuan, sekarang pak saya ingin menyelenggarakan
acara di TIM, ini suratnya, kan biasanya tanda terima, ada yang lapor kekita, sudah
sampai dikepolisian nih
Penulis : Padahal bukan izin keramaian ya?
Bapak Ferrow : Izin keramaian kan dikeluarkannya ada kaya gini, siapa penanggung
jawabnya, materinya apa, jumlah audiensnya berapa, jam mulainya berapa, itu lebih
spesifik, itu belum punya, mereka engga punya, kalo itu dilengkapi sebagai
pengguna, monggo aja, kan disini bukan tempatnya aksi unjuk rasa, jadi kita
harapkan disini juga, pemakai atau pengguna mengikuti aturan kita. Kalo misalnya
ada chaos disini, polisi bisa ngeles, dari izin keramaiannya tidak ada, cuma
pemberitahuan aja, kalo hanya diskusi yang diselenggarakan oleh pemerintah atau
plat merah, atau pertunjukan yang diselenggarakan oleh plat merah, nah itu cukup ini
aja, tapi tetap kita lihat, jadi polisi merasa lebih aman karena kan plat merah
Penulis : Jadi penolakan kemarin itu terjadi karena belum ada izin keramaian ya?
Bapak Ferrow : Intinya itu, karena materi kami biarkan pada DKJ karena ada kurasi
Penulis : Apakah kedepannya bila ada pameran sejenis itu lagi?
Bapak Ferrow : Tapi kita ini ada kurasi, silahkan urus izin keramaian, silahkan, dapat
izin keramaian berarti secara ini kan secure kan, karena izin keramaian itu kan ada
timnya juga
118
Penulis : Kalo pun nanti ada demonstrasi atau unjuk rasa, karena kan ada izin
keramaian?
Bapak Ferrow : Iya, jadinya ada polisi untuk mengamankan, kalo dia sudah
mengeluarkan izin keramaian, kalo ada apa-apa polisi akan menyiapkan personil
untuk mengamankan, paling tidak menjaga agar tidak terjadi konflik
Penulis : Berarti dulu banyak ya pak terjadi penolakan-penolakan kaya gini? Kaya
teater koma gitu pak?
Bapak Ferrow : Wah kalo itu saya belum ada, tapi opera kecoa yang terbaru tahun
lalu, hamper ada penolakan, hamper dua minggu penuh acaranya
Penulis : Sekian dari wawancara saya pak
119
Wawancara dengan Bapak Irawan (Ketua DKJ)
Penulis : Mengenai regulasi pak, sebelum saya masuk mengenai ini, saya ingin
mengetahui peran DKJ disini sendiri, apakah dia itu setara dengan UPT atau sebagai
mitra?
Bpk Irawan : Jadi begini, sebetulnya Dewan Kesenian Jakarta itu dibentuk tahun 68
oleh Gubernur Ali Sadikin, mungkin nanti ada sejarah nanti ada di Sherly ya, nah
fungsinya memang sebagai penasehat Gubernur untuk pengembangan kesenian yang
apa..yang berkualitas, di tahun 68 itu yang dibentuk Gubernur Bersama seniman-
seniman muda, itu kemudian membentuk TIM membentuk Art Center dan hmmm
tahun 70an Ali Sadikin mengatakan kualitas peradaban dari masyarakat Jakarta tuh
ada di Art Center dan museum-museum, dia pulang dari San Francisco, iya amerika
condongnya, karena kan bahkan sebetulnya kan setelah itu kana nu, bendera kita kan
ke amerika kiblatnya, itu kan tahun 70an, berarti setelah tahun 65, setelah perang
dingin yang apa, yang Soekarno jatuh kemudian blok amerika lah yang kemudian
berfikir terang, termasuk membangun TIM
Penulis : Di Amerika sendiri San Francisco sendiri ada sebuah kawasan?
Bpk Irawan: Saya lupa apa San Francisco atau mana, saya lupa ya, tapi Gubernur
waktu itu semacam studi banding, dia lihat bahwa kualitas peradabannya kan
memang ada di art center dan museum-museum, museum kan bukan tempat untuk
menyimpan barang berkas semata, tapi sebetulnya museum adalah panggung
terdepan untuk kualitas peradaban masyarakat itu sendiri, karena itu selalu
mengakuisisi karya-karya terbaik segala macam, tapi di Indonesia itu kan jadi di
museumkan, konotasinya jadi negative kan, tapi sebenernya museum itu panggung
terdepan dari peradaban itu sendiri. Nah itu background dari DKJ. Kemudian di TIM
itu dibentuk hmmm 4 unsur utama, pertama Akademi Jakarta, itu sekumpulan
budayawan-budayawan yang top banget lah, dia semacam core of trace nya, yang
salah satu dia juga ikut mengembangkan, apa Namanya langkah-langkah strategi
kebudayaan tapi sebetulnya fungsi utamanya adalah memilih anggota Dewan
120
Kesenian Jakarta, waktu itu memang anggota DKJ memang scoopnya ininya masih
Indonesia kan, nah kenapa karena kalau dipilih oleh Pemda, maka DKJ menjadi
subordinat pemerintah daerah, kalua di pilih oleh musyawarah itu nanti kan kaya
politik sekarang, siapa yang kuat dia dipakai, jadi karena itu DKJ memang dipilih apa
ya semacam entitas ahli sampai saat ini. Jadi memang kami, kemudian DKJ
membuatkan Namanya LPKJ dan sekarang menjadi IKJ, karena jadi ada tempatnya
ada dewannya dan ada juga sekolah nya untuk mencetak para seniman-seniman.
Untuk manajemen semuanya ini, dulu ada PKJ TIM, pusat kesenian Jakarta, itu yang
memanage semuanya itu. PKJ ini kemudian ditahun, aku lupa regulasi nya ada di
Sherly 2013, muncul pergub yang merubah PKJ menjadi UPT. Tapi sejak tahun 68
70an itu memperlihatkan kerja sama antara DKJ kan representasi komunitas dengan
pemerintah daerah itu cerita sukses hmmm korea itu kan kerja sama dengan antara
komunitas ahli dengan government, kita sebetulnya sudah ada sejak tahun 68 70an itu
sebelumnya nah kemudian naik turun dan segala macam, Gubernurnya Ali Sadikin
ngetop banget tapi kemudian selanjutnya di ganti oleh Joko Pranowo jadi kemudian
politiknya kemudian berbelok, Ali Sadikin kan ditenggarai apa namanya, menyaingi
Soeharto sehingga terjadilah ide Ali Sadikin naik turun lah. Hingga saat ini tapi ya
kami tetap mempertahankan amanah tahun 68, program-program DKJ adalah
program kesenian yang berkualitas. Ini kadang-kadang memang kalo ada hal kesenian
selalu hulu hilir ya, hulunya adalah investasi kebudayaan, sering kali kepada
Kemendikbud atau juga pemuda ya, sementara hilir nya ada di Bekraf dan Pariwisata.
Nah sekarang kami ini bermain di antara peluang-peluang itu karena itu muncul
program-program yang berkualitas dari kita seperti kerja sama dengan Bekraf Jakarta
City Harmony, ada beberapa seperti Jakarta Biennale, kemudian kita juga mau
memproduksi Design by Indonesia, dulunya Design by Jakarta, tapi Bekraf
menginginkan lebih besar lagi Design by Indonesia. Terus kemudian Art Unlimited
kaya semacam Art Job gitu
Penulis : Terus selain Jakarta Biennale yang dikelola oleh DKJ langsung ada lagi
engga sih pak?
121
Bpk Irawan : Nah itu yang saya sebutkan Design by Jakarta, Design by Indonesia, Art
Unlimited, kemudian JTMU, Jakarta Dance Meet Up, kan kami punya 6 komite kan,
seni rupa, sastra, film, musik, teater, dan tari. Enam ini iya ini sering kali kalo
sekarang memang ada kami karena ada Bekraf membutuhkan partner yang kredibel,
kami juga bermain agak sedikit dipaksa, tapi dalam arti tetap akan konsentrasinya
pada konten jadi yang terlalu laku industri banget engga akan kami terima, jadi lebih
kepada ekperimentasi-eksperimentasi dalam kesenian itu sendiri. Itu backgroundnya
ya. Sejak tahun, saya lupa tahun 80an itu waktu Ketuanya Salim Said, dia bekerja
sama dengan Mendagri waktu itu kemudian dia membangun ide Pemda-pemda
diseluruh Indonesia punya Dewan Kesenian Jakarta, maka sekarang ada sekitar 26
dewan kesenian provinsi dan lebih dari 60-80 dewan kesenian kabupaten/kota. Nah
sekarang DKJ tetap mensupport itu supaya kesenian dan kebudayaan itu tidak hanya
di Jakarta dan Bali. DKJ karena sudah senior dan udah punya apa, sejarah dia yang
dipandang jadi role model lah. Dan itu memang naik turun ya, karena pemerintah,
karena kita sudah terlalu lama ya, menafikkan atau mendeskreditkan kebudayaan
didalam aspek-aspek pemerintahan, sehingga problem-problem dipemerintahan
daerah sendiri, kompetensi kawan-kawan yang ngurusin itu juga dipertanyakan dan
sebetulnya kunci nya adalah kerja sama antara komunitas dengan atau Dewan
Kesenian dengan pemerintah daerah tapi di Jakarta aja kadang masih belum sinkron
gitu. Sekarang jauh lebih baik karena pendekatan kami bertahun-tahun dengan
pemerintah daerah. Kami rumusan nya begini para kawan-kawan birokrat termasuk
UP itu bertanggung jawab pada fasilitator, ya administrasi dan infrastruktur,
kontennya di Dewan Kesenian karena iya kami kan dewan ahli jadi kami tahu
bagaimana membangun program-program yang berkualitas. Misalnya kita jengkel lah
lihat Singapura kaya gitu masa kita. Tahun 68-70 itu boro-boro Singapura, Korea
belum apa-apa kita udah punya infrastruktur itu sebetulnya. Ya tapi kan kemudian
memang pesannya kemudian kan dianggap kesekian dan kita berpuluh-puluh tahun
terlena dengan sumber daya alam, baru sekarang orang berbicara sumber daya kreatif.
Iya tapi tadi udah agak kedodoran lah, karena juga menurut saya justru di titik
lemahnya adalah ditaksir dari kawan-kawan birokrat sendiri. Gapapa sih selama itu
122
masih ada kerja sama yang baik antara Dewan Kesenian dengan segala macam. Itu
ada problem-problem teknis, problem-problem regulasi.
Penulis : Ini saya lanjut ke ini aja ya intinya pak, mengenai regulasi pak, saya mau
menanyakan tentang bilamana ada kecelakaan tuh pak di TIM itu sendiri pada saat
penyelenggaraan event itu ada lokasi-lokasi khusus engga sih pak untuk misalnya ada
lokasi untuk keadaan darurat misalnya terjadi kebakaran dikumpulkan dimana, apa
terdapat jalur evakuasi nya gitu segala macam?
Bpk Irawan : Saya malah belum mengerti itu ya, mungkin bisa ditanyakan di UP ya,
tapi kan kebetulan juga pemadam kebakaran kan lokasi nya di TIM dan betul waktu
itu saya lupa sudah tersedia atau belum memang aspek kecelakaan seperti UGD
harusnya ada. Karena kan buat pertunjukan mungkin kecapekan dehidrasi dan segala
macam itu bisa saja terjadi. Paling tidak seperti UGD kecil gitu seharusnya. Dulu
sempat kepikiran itu, tapi saya kalo soal infrastruktur itu mungkin UP yak arena dia
tanggung jawab tadi sebagai fasilitator. Tapi kalo dari kami itu memang jadi sangat-
sangat penting karena didalam seni pertunjukkan semuanya bisa terjadi
Penulis : Mungkin yang paling lebih baik untuk fasilitas itu lebih kepada Teater
Jakarta ya pak karena yang baru direnovasi itu Teater Jakarta?
Bpk Irawan : Saya kira semuanya dalam pertunjukan teater kan kalo terjadi misalnya
kebakaran kan evakuasi nya bagaimana dan segala macam menjadi sangat penting.
Kami kan ada tiga teater ya Teater Jakarta , GBB dan Teater Kecil ya itu memang
harus diaudit kembali dari aspek evakuasi kalo terjadi. Harus sih. Audit Gedung itu
harus, fasilitas ya untuk ini tapi kan ya penting sih saya kira karena kan paling tidak
kawan-kawan UP siap mengenai hal itu, apakah juga misalnya orang-orangnya juga
siap untuk kalo apakah juga ada latihan mengenai hal itu juga jarang lihat. Saya kira
ini bisa jadi.
Penulis : Menurut pengalaman Bpk tidak ada ya kecelakaan?
123
Bpk Irawan : Bersama saya 2 periode itu, kecelakaan yang besar engga ada, ya
pencurian laptop segala macam itu sering dan itu saya keluhkan ternyata juga CCTV
juga tidak komplet dan segala macam
Penulis : Nah untuk pencurian seperti lukisan-lukisan itu?
Bpk Irawan : Oh hmm kalo pencurian lukisan engga ada tapi kerusakan lukisan itu
ditahun 80an pertengahan 80an itu ada
Penulis : Perusakan karena sengaja atau apa pak?
Bpk Irawan : Iya banyak banyak versilah mengenai aspek kerusakan ini ada yang
versi, tapi selama ini tidak dituntaskan sampe ke kepolisian, jadi ada versi yang
kayanya pelaku ini tapi ketahuan sehingga merusak dengan alasan-alasan yang
dirusak adalah lukisan-lukisan PKI segala macam. Saya kira Citra juga tau. Tapi kalo
pencurian yang ini kayanya tidak paling tidak untuk koleksi Dewan Kesenian Jakarta
koleksi kami cukup baik penyimpanannya kita juga bikin katalog, tapi TIM juga
punya koleksi ini yang saya juga diharap TIM juga melakukan apa namanya, mereka
kan engga tau lukisan ya, kadang-kadang karena pegawai negeri ya dan seperti itu,
jadi mudah-mudahan ya apa namanya baik regulasi nya maupun metodenya segala
macam mengikuti
Penulis : Mengenai ini lagi pak selain aspek kecelakaan, yaitu kalo misalnya ada
kolektor seni/pengunjung mengunjungi ini membawa zat terlarang itu ada regulasi
nya engga sih pak?
Bpk Irawan : Iya itu umum aja ya, umum dan memang waktu itu untuk mahasiswa
dan segala macam tapi kalo di kesenian yang makin serius yang begituan tuh
sebetulnya tidak membuat produktif lah kalo anda melihat tari atau music klasik gitu
apa ya latihannya sangat terukur dan membutuhkan fisik yang prima sehingga
pemakaian kaya narkoba dan segala macam kok sebagai pelaku seni yang utama
kayanya engga udah, nah seringkali itu TIM ditenggarai anak-anak IKJ mahasiswa
terus kemudian juga satpam ditenggarai memakai juga tapi kalo pelaku-pelaku utama
didalam, misalnya teater koma pentas, itu kan betul-betul terukur habis Bapak ini
124
kamu keluar, kalo teler gimana kan engga bisa. Kalo yang karya-karya utama didalam
ini engga bisa, mungkin kalo agak gini, teler, mungkin stop, itu mungkin soal lain.
Tapi kan karyanya sudah terpasang dengan baik gitu. Kalo itu kita pakai aturan
umum aja. Apapun alasannya kalo zaman kaya Jim Morisson sudah engga ada lagi
ya. Kalo di TIM kan kesenian-kesenian yang prima kita harus memenangkan
pertarungan kultural dunia juga itu engga mungkin kaya begituan. Bahwa kemudian
kawan-kawan bikin pameran misalnya biennale ya, tapi engga deh yang mabuk
banget engga kalo cuma minum bir itu keliyengan itu biasa aja. Tapi kalo obat-obatan
rasanya apa ya pernah kesenian itu berbaur dengan pengetahuan jadi datanya tuh
data-data pengetahuan sepertin kan engga bisa kalo kamu mabuk-mabukan terus kaya
zaman hypie kan saya kok rada, kalo kita lihat ya, anak-anak muda segala macam ya,
apalagi tari yang butuh fisik. Saya juga kadang-kadang lihat perbedaannya dengan
industri, kalo diindustri itu kan kadang-kadang masih komen mitos-mitos itu tapi kalo
industri masuk dalam programnya DKJ, bisa aja dimasukkan dalam kacamata
kuratorial seperti apa giti ya.
Penulis : Disini pak kalo dalam pameran lukisan apakah ada aktifitas untuk jual beli
itu segala macam?
Bpk Irawan : Kalo program itu diperbolehkan
Penulis : Ada ambil bagian engga sih pak?
Bpk Irawan : Yang hebat dari pemda adalah seluruh pemakaian gedung-gedung di
TIM, baik kesenian Jakarta atau wayang bharata itu free hanya yang bayar retribusi
aja. Kalo teater Jakarta tadi hanya bayar 30 juta tanpa sewa jadi retribusi aja.
Penulis : Tapi saya pernah baca, sebelumnya itu pernah mahal banget ya pak?
Bpk Irawan : Iya itu setelah ada regulasi beberapa tahun yang lalu, selanjutnya
kemudian semuanya difreekan. Itu menurut aku luar biasa karena teater Jakarta kan
kamu bandinginnya dengan JCC dan kemudian wayang orang bharata manggung
setiap hari minggu dapat dukungan dana dari pemda 50 juta, dulu 20 juta sekarang
dinaikkan 50 juta. Jadi sebetulnya bahwa mereka konten engga ngerti tapi goodwill
125
untuk memajukan kesenian dalam ini untuk menservice infrastruktur menurut aku
harus dihargai
Penulis : Tapi perlu ada peningkatan lagi ya pak?
Bpk Irawan : Saya kira menurut saya cukup tapi sekarang ada sih misalnya pasar seni
ancol kami menginginkan menjadi tempat pameran desain dan seni internasional
karena itu perlu revitalisasi besar-besaran, tapi yang diperlukan sekarang adalah
dukungan dana untuk program, bukan infrastruktur lagi. Dan program-program DKJ
tuh seperti Jakarta Biennale, desain, event desain atau Jakarta City Harmony. Itu
harus internasional. Dan itu akan menjadi secara tidak langsung akan punya efek
dalam dunia pariwisata misalnya dari segi ekonomis, dan pemerintah harus sadar. Ini
bukan hanya seniman seneng-seneng, engga, ini adalah potret peradaban dia,
memangnya kamu mau menaruh harapan untuk peningkatan peradaban dari politisi.
Dari industri nya engga, industri tahunya kamu beli beli beli, tapi tidak ada
peningkatan, kita ajarin bagaimana cara meningkatkan kualitas peradaban itu sendiri.
Ini yang sebetulnya jadi penting, nah kenapa karena tidak pernah dianggap penting
jadi gitu muncul lah para politisi yang tidak beradab, suka maki-maki tidak etis dan
kualitasnya rendahan. Nah kemudian yang menarik adalah para pengunjung di
program-program kesenian yang baik ini, anak-anak muda. Tampaknya mereka juga
muak dengan mal, muak dengan politik dan segala macam. Mereka betul-betul nyari,
itu terjadi juga dibandung ya. Terjadi apa ya tempat aksi ya untuk anak-anak muda
untuk mencari nilai yang lebih segar. Agama juga bikin sesak nafas, gampang marah
dan segala macam. Mereka coba cari yang lebih cerdas gitu. Jadi bukan hanya
infrastruktur namun dari segi konten. Karena free jadi banyak yang ingin main. Itu
jadi problem tersendiri. Karena itu semua proposal yang menyeleksi dewan kesenian,
memang agak problem yang punya duit kan anak-anak sekolah. Kalo misalnya SMA
negeri mana kan mau pentas 1 miliar aja engga masalah dari aspek, nah itu jadi
problem tapi kualitasnya jadi buruk gitu. Nah ini ada ketegangan antara harus
mementaskan atau kita menjaga TIM itu sebagai tempat untuk kesenian yang
126
berkualitas. Dan ada dua yang engga boleh sebetulnya acara politik praktis dan
agama.
Penulis : Mengenai visi tujuan dari dibentuknya DKJ itu membangun Jakarta sebagai
kota budaya yang bertaraf nasional dan internasional, apa sih saran Bapak?
Bpk Irawan : Yang pertama kita baru sadar bahwa adalah bagian dari masyarakat
dunia, kita adalah bagian dari konstruksi peradaban dunia, ya berarti apa persiapan-
persiapan masalah pemikiran ya juga misalnya tentang kebebasan ekspresi dan
berfikir, iya itu yang apa Namanya dasar-dasar kenapa kita jadi bodoh. Saya juga Pak
Yustaf Gibran juga, dia membuat sinematek, tempat untuk penyimpanan arsip-arsip
ditahun 74. Waktu tahun segitu diminta pemerintah Jepang untuk mengajari
membikin sinematik. Iya jadi munculnya luar biasa dapat penghargaan dibeberapa
penghargaan internasional, juga sengkala dan niskala, itu tentang cerita, dua-duanya
punya cerita lokal konten yang luar biasa, satunya di nusa tenggara, satunya dibali.
Tapi betul-betul kita lihat, kemudian juga karya-karya perupa yang masuk dunia
segala macam. Itu lah sebenernya wajah-wajah peradaban dari Indonesia, kan kamu
engga bakal bisa deh, sekarang kan gini perdebatan antara fiksi dan non-fiksi deh,
didalam perdebatan dunia ilmiah biasa aja. Di mulut politisi jadi sesuatu yang lain.
Kalo masih ditakutkan oleh hal-hal yang berbau agama dan politik, bagaimana kita
bisa merajai dunia. Sekarang Jakarta sudah pantes bahwa kami pengen dengan
pendapatan seperti itu dengan adanya DKJ kita harus menjadi kekuatan kesenian
paling tidak di Asia, bisa itu dan juga termasuk grafik desain kita kan, bisa dibilang
desain kita paling bagus, so what gitu kan. Makanya kita bikin Design by Jakarta,
untuk mengakomodir desain-desain terbaik dan kita produksi
Penulis : Ini pak kan sangat vital banget tuh untuk lukisan, kanvasnya itu, bagaimana
sih apakah ada regulasi dari DKJ itu sendiri yang melarang pengunjung atau kolektor
seni itu untuk membawa alat-alat yang berhubungan dengan mudah terbakar gitu pak,
ada peraturan seperti itu engga sih pak?
127
Bpk Irawan : Mungkin bukan seni lukisan, tapi didalam seni pertunjukan ada,
misalnya jangan memakai bahan-bahan yang mudah terbakar, saya kira ada. Nanti
bisa juga ditanyakan ke UP ya
Penulis : Regulasi seperti itu dari UP pak?
Bpk Irawan : Dari UP, kita lebih kepada konten, saya kasih backgroundnya saja. Kalo
detailnya nanti bisa ditanya ke UP
Penulis : Nah untuk keamanan sih pak? Keamanan itu sendiri dari TIM ya pak, dari
UPT ya pak?
Bpk Irawan : Kalo kita hanya mengurusi konten saja, proses, advokasi jadi tidak yang
sifatnya teknis
Penulis : Ini pak mengenai fasilitas disabilitas gitu, venue-venue di TIM itu apakah
ada pak?
Bpk Irawan : Kami memang mendapat kritik dari kawan-kawan difabel ya, tapi
memang itu sudah masuk dan kita mencoba, saya kira UP memperbaiki
problematiknya, UP itu kan engga bisa kalo engga ada inputan harus membangun
langsung, jadi harus dimasukkan dulu, tahun depan baru. Tapi kalo dari difabel
memang betul-betul udah jadi fokus, kita udah mendapat kritik banyak. Bahkan
mereka mau nyumbang, bangunin fasilitas difabel, malu banget. Sudah lama ya sejak
tahun kemarin.
Penulis : Kalo misalnya jangan sampai ya pak, kalo misalnya ada kebakaran hebat
gitu segala macam, kan mungkin dari fasilitas kebakaran engga cukup, itu pasti akan
panggil dari dinas damkar ya pak?
Bpk Irawan : Engga harusnya cukup dong, tempatnya juga pangkalan pemadam
kebakaran untuk Jakarta kota di TIM kok, seharusnya cukup, kebetulan pangkalan
damkarnya disitu
128
Penulis : Untuk direktori sendiri apa ada kritikan sendiri pak? Direktori untuk arah
kemana gitu, teater Jakarta kesini? Graha bakti kesini? Itu apa cukup?
Bpk Irawan : Itu memang harus diperbaiki, karena kan kalo yang sudah biasa, ya
gampang, kalo pun tanya juga gampang, kita harus lebih mempersiapkan diri untuk
misalnya hal tersebut (wisatawan luar)
Penulis : Untuk fasilitas parkir sendiri apa cukup pak? Selama ini apa ada kritikan
juga? Saat ada banyak acara berlangsung
Bpk Irawan : Kalo dua venue maen itu kurang, karenanya misalnya teater Jakarta dan
GBB itu kan berarti sekitar 2000 lebih ya, 2000 kadang kala, saya engga tau fasilitas
kendaraan itu berapa ya
Penulis : Kalo dari kritikan sendiri, pernah ada masukan pak?
Bpk Irawan : Ada karena itu UP kemudian memperbaiki diri kemudian ditambah
sedikit dibelakang, itu menurut saya kok kurang, kedepannya menurut saya sudah
memakai MRT saja untuk kawan-kawan yang menonton, rileks kan segala macam,
pake online atau pake MRT lah kedepannya, Jakarta kan berapa pun, dijakarta kurang
loh kalo bapak ibu kakak adek punya mobil ya, semuanya engga bisa
Penulis : Hmmm selama ini kapasitas untuk venue itu sendiri apakah mencukupi,
apakah ada kritikan sendiri, pendapat gitu pak?
Bpk Irawan : Sebetulnya untuk pertunjukan engga masalah karena kalau pertunjukan
kalo peminatnya banyak kan bisa ditambah hari pertunjukannya. Yang kurang adalah
galeri, menurut saya galeri TIM udah sangat tidak memadai karena kan sekarang ini
galeri tingginya minimal seperti ini ya, padahal banyak karya-karya yang besar
Penulis : Mungkin standarnya lebih ke Galnas ya?
Bpk Irawan : Iya Galnas, tapi Galnas pun masih kurang luwes gitu karena tempat ini
ya, yang dibutuhkan dikita kaya box aja tapi tinggi sehingga, tapi mungkin bisa lebih
besar lebih bagus karena bisa diimplementasi perupa-perupa nya, bisa 6 meter atau
129
bikin instalasi yang segala macam, sebetulnya lebih simple kalo bikin yang, ya kalo
misalnya mobil mau diangkat dijadikan instalasi itu harusnya cukup memadai, dan itu
kan membutuhkan space untuk melihat
Penulis : Di TIM sendiri ada tempat penyimpanan untuk koleksi-koleksi?
Bpk Irawan : Kalo di DKJ ada, walaupun kurang memadai, tapi ada, suhu dan segala
macamnya cukup kok. Kamu bisa lihat nanti ke DKJ
Penulis : Kalo dibandingkan dengan Galnas?
Bpk Irawan : Jauh lebih bagus Galnas, tapi hmmm kami DKJ dengan katalog segala
macam cukup baik
Penulis : Kebanyakan koleksi sendiri dari DKJ, apa dari kolektor lain ada?
Bpk Irawan : Engga Cuma dari DKJ, yang disimpan DKJ ya, jadi ada dua koleksi,
DKJ dan TIM, TIM punya sendiri
Penulis : Oh TIM punya sendiri, tapi dikawasan TIM itu sendiri?
Bpk Irawan : Dikawasan TIM juga
Penulis : Dari TIM itu sendiri dari UPT, apakah ada regulasi untuk gladiresik, untuk
pra-event gitu pak?
Bpk Irawan : Ada, iya harus ada gladiresik, kawan-kawan kalo mau perform harus
ada gladiresik
Penulis : Tadi kan untuk obat-obatan terlarang dilarang, bagaimana dengan kuliner
gitu pak, untuk bawa makanan gitu, apa dilarang? Untuk pameran lukisan?
Bpk Irawan : Untuk pameran lukisan sering kali malah ada, ada jamuan didalam
pameran itu
Penulis : Didalamnya pak? Diperbolehkan?
130
Bpk Irawan : Yang engga boleh adalah didalam pertunjukan, ya kalo makan diluar,
biasanya waktu rehat/istirahat penonton keluar makan-makanan kecil
Penulis : Engga takut mengenai lukisan gitu pak, kalo makanan?
Bpk Irawan : Hmmm makanannya biasa, engga sih, sebetulnya sih memang tapi
sudah memang betul seharusnya memang harus ada penjagaan khusus ya misalnya
jarak yang dikasih line gitu ya, saya kira Galnas lebih mengerti mengenai hal
tersebut, kalo TIM sebetulnya belum
Penulis : Pelarangan merokok, pasti ya pak?
Bpk Irawan : Iya kalo didalam ruangan
Penulis : Nah untuk fasilitas toilet pak itu apa perlu ada perbaikan pak?
Bpk Irawan : Iya tapi kami mendorong terus untuk UP. UP ini kan pegawai negeri ya
yang dulunya rada kurang berkerja, tapi sekarang kami push terus, selalu diingatkan
Bersama kita, kan sama-sama menjadi pelayan publik, dalam hal ini memberikan
produk-produk terbaik kesenian, termasuk infrastruktur-infrastruktur kebudayaan.
Nah itu ya toilet, menurut saya toilet kurang, mungkin secara kuantitatif ya, mungkin
harus dipikirkan lagi toilet yang diluar, toilet kan hanya didalam venue, sekarang kan
yang dioutdoor Cuma pakai fasilitasnya bioskop kan XXI. Iya kan. Harusnya ada
kan, dan itu seharusnya bersih segala macam. Karena kan banyak yang makan diluar
anak-anak latihan nari kan harusnya diperhatikan, pentinglah
Penulis : Oh ya layanan medis itu bagaimana pak? Untuk ambulance itu sendiri?
Bpk Irawan : Itu masih belum ya, tapi justru itu kami pernah membicarakan tentang
dulu ada satu ruangan khusus untuk medik, tolong ditanyakan ke UP, untuk kami
sangat-sangat penting. Pernah kita diskusi mengingatkan akan hal itu. Karena
mungkin bisa saja ada kecelakaan atau jatuh terkilir. Iya belum pernah ada yang
terlalu parah. Dan lagi pula rumah sakit juga dekat. Tapi kalo menurut saya harus ada.
Paling tidak pertolongan pertama.
131
Penulis : Tapi kalo dari ambulance itu mungkin dari penyelenggara langsung ya pak?
Bpk Irawan : Engga ada ambulance jadi biasanya dengan kalo seandainya terjadi
kecelakaan kecil itu langsung dibawa ke rumah sakit
Penulis : Kalo itu pernah ada engga pak?
Bpk Irawan : Saya lupa, nanti langsung tanya ke UPT nya, apa selama ini ada
serangan jantung atau apa
Penulis : Untuk fasilitas escalator itu apa berfungsi dengan baik pak?
Bpk Irawan : Eskalator kita engga punya ya, oh ada ada di teater Jakarta, dia itu
cukup baik ya, hanya itu aja ya, karena beberapa bangunan-bangunan tua ya, yang
GBB atau kantor dewan sendiri kan 2 lantai 3 lantai, jadi agak repot gitu, memang
harus ada lift ya
Penulis : Perlu sih ya, karena untuk fasilitas difabel itu ya?
Bpk Irawan : Justru itu
Penulis : Ini pak saya mau menanyakan tentang event Belok Kiri Fest, yang dulu
pernah ada penolakan pak segala macam? Itu bagaimana bisa pak? Penolakan itu
pada saat hari H itu pak? Atau sebelumnya pak?
Bpk Irawan : Begini sebetulnya memang kami hati-hati sekali DKJ untuk meluluskan
proposal, tetapi kan gini backgroundnya ya, ketika Komnas HAM dibuat itu kan
memang untuk apa Namanya, untuk menafsirkan kembali dalam ajaran kita apa sih
yang terjadi, kadang kala misalnya tahun 65, kadang kala kiri dan segala macam. Itu
kan sebetulnya pengetahuan, ini bukan soal pertarungan ideologi. Iya kan sering kali
seperti itu. Misalnya kamumahasiswa filsafat atau sospol kalo yang ditanya apakah
komunisme itu? Kamu menjadwab seperti orde baru, komunisme itu adalah musuh
Pancasila. Itu kan jawaban yang memalukan gitu. Dan itu kan dunia loh. Dan
tampaknya para actor-aktor yang bermain ditahun 65, pengennya kita itu bodoh terus.
Nah kembali ke acara tersebut. Kami sudah meloloskan dan kita diskusi dengan
132
panitia Belok Kiri, ini jangan, ini jangan, bukan soal ideologi tapi beberapa gambar-
gambar yang menampilkan kekerasan itu kan tidak patut dipertontonkan oleh anak-
anak. Misalnya itu kan jadi perdebatan tetapi kemudian tampaknya waktu itu kepala
UP nya mendapatkan tekanan dari, dia kan masih punya bos. Udah udah Pak Imam,
Pak Imam punya bos gitu, kepala dinas parbud, kepala dinas parbudnya ya dapat
tekanan dari pihak yang siluman-siluman khilaf gitu. Tidak hanya HMI, tapi juga
penguasa-penguasa khilaf itu, yang sekarang saya jadi bertanya yang kemudian
Jokowi sekarang pun baru mulai menjawab dengan agak dipihak kita, dulunya kan
ikut menolak PKI juga dan segala macam, sekarang dia mau membela diri misalnya
emangnya gue PKI balita. Jadi menarik kan, make sense aja gitu dan kalo kita bicara
sosialisme segala macam ya memang kita dibangun oleh itu gitu dan sekarang
negara-negara yang hebat kan sudah memadukan berbagai ideologi gitu loh. Iya kan
seperti eropa barat, skandinavia, mereka terkenal karena aspek kapitalistis itu yang
kaya sedikit yang miskin banyak, kalo komunisme itu kaya banyak, miskin banyak
tapi kan itu utopi, piramida yang terbalik itu kan ga mungkin terjadi, Cuma utopia
aja, nah yang terjadi di eropa barat tuh piramidanya digabungin, jadi yang miskin
sedikit yang banyak adalah kelas menengah. Itu yang terjadi dengan keberhasilan
negara-negara eropa barat. Menurut saya, kami waktu itu membela komnas HAM,
bekerja sama dengan komnas HAM sampai kita memutar film The truth of silence ya
yang Joshua ovenhamer, bukankah komnas HAM dan rekonsiliasi segala macam kan
idenya pemerintah. Kalo kita mendorong film Joshua ovenhamer itu supaya ada
rekonsiliasi, itu kan idenya pemerintah, bukan idenya kami anak nakal yang dulu
suka ngeprintin bukunya pramoedya ditahun 80an, kan engga begitu lagi
Penulis : Jadi dari kepolisian itu langsung keluar pak? Surat penolakan?
Bpk Irawan : Semenjak it uterus kemudian semacam izin keramaian itu harus dapat
dari kepolisian, tapi kan menurut saya buruk sekali itu karena kreatifitas itu sekarang
harusnya didorong, tidak dikontrol. Kalo izin keramaian itu dari kapolri mengatakan
pemberitahuan sebetulnya, tapi yang terjadi di lapangan sering kali menjadi semacam
surat gitu apalagi yang menyentuh. Sekarang itu menjadi hal yang sensitive tapi kan
133
sekarang sudah terbukti bahwa kanan jauh lebih mengerikan dibanding kiri. Hampir
negara kita terjungkal dari 212 segala macam. Nah sekarang mulai kepolisian mulai
agak legowo, ternyata anak-anak ini kritis doang. Calon-calon pemimpin semuanya
belajar tentang kiri toh, gimana ITB gimana Unpad. Jokowi pun kalo pasti dimasa
muda dia harusnya baca bukunya Pramoedya, buku-buku kiri juga. Kiri itu kan apa ya
belajar memberikan kontribusi untuk orang lain
Penulis : Selain itu juga banyak ya pak, selain belok kiri fest penolakan-penolakan?
Tahun 2000an ini ya pak?
Bpk Irawan : Ada intimidasi soal itu tapi makanya sekarang mulai ada ketika melihat
bahaya, karena jauh lebih bahaya, kiri itu sekarang Cuma dijadikan kambing hitam
saja. Orang juga cerdik, jangan kenceng-kenceng deh kalo ngomong, ngapain kalo
hanya jadi sasaran tembak. Tampaknya ini DKJ sama TIM harus berhati-hati karena
panas, mudah-mudahan gubernur dan wagub bisa melihat kalo ada apa-apa TIM dan
DKJ itu menjadi oase untuk kita semua. Pilkada Pilpres itu kan sebetulnya satu
keluarga, yang hanya memilih kepala pelayan, bukan pemimpin, kita tuh hanya
memilih kepala pelayan. Disitu lah fungsi TIM, yang kotak-kotak tadi menyatu lagi
lewat kesenian. Maksudnya kami begitu.
Penulis : Selain belok kiri itu pak, saya pernah denger ada unsur lgbt gitu pak? Film
atau festival apa? Sebenernya unsur-unsur apa aja sih pak? Yang sangat kritis banget
pak untuk terjadi penolakan?
Bpk Irawan : Iya hal-hal begitu lah sisanya memangnya kalo film-film lgbt, apa itu
menganjurkan kita menjadi lgbt yak an engga, tetapi kesenian itu kan sebetulnya
mengajarkan kita berempati bahwa kita engga hidup sendirian gitu loh, iya kan bahwa
seorang pemain teater itu harus bermain sebaik mungkin. Peran utama bisa menjadi
lebih baik, berempati terhadap kolaborasi itu, apa sih yang terkesan dari lgbt itu, film-
film lgbt, buat aku adalah kesepian, termajinalkan, tersisihkan, kebingungan karena
dia tiba-tiba ada badannya laki kok jiwanya perempuan segala macam, kesepian yang
luar biasa, karena diasingkan, kan itu hasil kita melihat, itu kan nilai-nilainya yang
134
kita ambil dari aspek itu, karena itu tafsir bebas itu kualitas manusia Indonesia yang
unggul gitu loh, dan lgbt kan gitu. Kembali lagi bukan karena ideologinya karena
aspek-aspek yang kemudian belajar berempati pada yang tersisihkan.
Penulis : Kembali lagi pada teknis itu pak, kalo misalnya terjadi kebakaran apakah
terdapat alarm kebakaran gitu pak?
Bapak Irawan : Seharusnya ada ya, tapi itu tolong ditanyakan ke UP ya, kalo engga
ada ya, itu bahaya karena sekali lagi, tidak hanya infrastruktur nya tapi manusia-
manusianya pun harus terlatih, dan saya engga pernah lihat mereka latihan untuk
mengevakuasi waktu terjadi kebakaran
Penulis : Walaupun sampai saat ini belum pernah terjadi ya?
Bapak Irawan : Iya seharusnya latihan
Penulis : Nah ini ada aspek untuk membawa hewan gitu, hewan-hewan peliharaan
dibolehkan apa engga sih pak?
Bapak Irawan : Aku juga engga tau itu
Penulis : Selama ini ada engga pak?
Bapak Irawan : Selama ini ada pengunjung yang membawa anjing
Penulis : Kali didalam venue itu sendiri pak?
Bapak Irawan : Nah aku belum pernah tau itu
135
Wawancara dengan Ibu Citra (Kurator Galeri Nasional)
Part 1
Penulis : Lanjut ke ini aja ya, inti ininya, tentang regulasi, adakah peraturan mengenai
lokasi untuk keadaaan darurat misalnya kalo bila ada kebakaran atau apa itu, ada
lokasi untuk pengunjung itu lokasi tepatnya? Apakah ada gitu selama
penyelenggaraan acara?
Ibu Citra : Masalahnya struktur bangunan di TIM kan, agak memudahkan untuk jalur
evakuasi kalo terjadi kebakaran, soalnya sifatnya hanya hall langsung keluar sudah
umum gitu, jadi bukan dalam Gedung gitu.
Penulis : Begitu juga dengan Teater Besar, Teater Kecil?
Ibu Citra : Nah kalo yang besar pasti ada, ya dia ada petunjuknya tuh, kalo gak salah
sudah agak tertib tuh di Teater Jakarta ya, sebelum ada apa, pemberitahuan jika ada
kecelakaan mohon jangan panik ikuti arah langsung gitu gitu, itu ada tuh.
Penulis : Ada regulasinya ya?
Ibu Citra : Iya, tapi kalo seni rupa kayanya jarang ya, itu kan karena sifatnya, dia kan
hanya hall ruang pamer dan itu keluar udah ruang terbuka hijau, paling hmmm
bagaimana cara mengamankan karyanya itu, belum pernah dibicarakan tuh, kan itu
pameran asset, karya-karya lukisan, setau aku belum pernah ada tuh.
Penulis : Biasanya tuh dari TIM itu buka sampai sekarang ini pernah ada kecelakaan
fatal segala macam gitu, kebakaran baik digaleri cipta ataupun teater?
Ibu Citra : Kayanya ga pernah deh seinget aku, kalo ingetan aku masih bagus,
kayanya belum pernah deh, hmmm paling kebakaran kampus waktu itu, kampus IKJ,
beberapa kali kebakaran, kalo divenue-venue belum pernah deh, seinget aku belum
pernah ya, intinya aman-aman aja gitu.
136
Penulis : Lalu ada aturan mengenai zat terlarang bagi pengunjung, apakah pernah
terjadi penyalahgunaan zat tersebut? Misalnya ada yang ketahuan gitu pengunjung
datang membawa seperti itu?
Ibu Citra : Hmmmm kayanya belum pernah sih
Penulis : Tapi kalo dari regulasi TIM itu tetap ada ya?
Ibu Citra : Ada, paling gak boleh bawa makanan minuman, kalo untuk keteater juga
ya, untuk pameran otomatis ya, mereka gak akan bawa minum, karena ada
pemandunya, dilarang makan dalam ruang pamer gitu
Penulis ; Makanan minuman yang gak boleh ya?
Ibu Citra : Kayanya gak terlalu ketat juga ya, tapi belum pernah ada kejadian juga
mereka bawa apa misalnya, zat berbahaya gitu ya
Penulis : Gak pernah ada kejadian ya?
Ibu Citra ; Kayanya belum pernah ada sejauh ini
Penulis : Baik dipameran itu maupun diteater ya?
Ibu Citra : Iya setau aku belum pernah ya, justru paling banyak pelarangan, kaya
teater koma misalnya, pentas dilarang, pertunjukan apa tuh opera kecoa ya, karena
kan menyindir pemerintah kan, zamannya orde baru, nah waktu pameran pernah gak
ya? Pameran yang itu, pameran belok kiri itu
Penulis : Tapi kan gak jadi ya pada hari H nya? Udah ditolak, jadi gak berlangsung
secara penuh?
Ibu Citra : Iya
Penulis : Kalo untuk pameran di galeri cipta pernah ada aktivitas untuk jual beli
lukisan, atau jual beli karya seni lainnya
Ibu Citra : Bisa sih ada transaksi, boleh ada transaksi, beda sama digaleri nasional,
kalo galeri nasional transaksi itu memang gak boleh sih
137
Penulis : Gak boleh ya, kalo di Galnas gak boleh?
Ibu Citra : Engga boleh, karena kan kita engga ada uang sewa, kalo TIM masih
dipungut uang sewa sehari berapa kan, kalo di Galnas gak boleh, karena sifatnya kan
apresiasi, kalo pameran tuh bukan buat jualan, tapi perkara buat jualan dia laku dan
orang mau beli, itu silahkan aja, tapi gak boleh misalnya pameran nih, ada kolektor
beli, langsung dibawa pulang gak boleh, bawa pulang kalo acaranya sudah selesai,
kalo di TIM kemungkinan itu bisa ya
Penulis : Jadi aktivitas disitu boleh ya?
Ibu Citra : Selama ini boleh ya, kasih tanda sold gitu, terjual gitu boleh
Penulis : Prosedurnya menyulitkan gak sih, kalo ada pengunjung beli suatu lukisan
itu ada prosedurnya itu gak dari TIM? Maksudnya ada untuk pembayaran tuh
bagaimana harus lewat atm gitu atau transfer gitu, atau bisa cash gitu?
Ibu Citra : Itu hubungannya langsung sama senimannya, misalnya gini Senna itu
pelukis, pakai TIM, yaudah, pakai seminggu bayar berapa gitu, nah perkara ada
transaksi ya TIM engga ikut campur, urusan seniman dengan pembeli gitu, dengan
kolektor, jadi engga ada broker slang, engga sih
Penulis : Terus selama pameran, itu ada pelarangan untuk menggunakan bahan yang
mudah terbakar, barang-barang mudah terbakar, supaya tidak terjadi kecelakaan
kebakaran gitu, dari TIM itu sendiri? Regulasinya ada engga?
Ibu Citra : Engga ada sih, kan karya seni agak berbeda ya, hmmm ketika seniman
memilih material, mempertimbangkan faktor itu, lukisan soalnya, kan kalo lukisan
apa sih kanvas kan, kriteria mudah terbakar itu sperti apa, atau meledak gitu?
Penulis : Hmmm kalo zaman dulu kan film itu memakai pita-pita gitu yang mudah
terbakar, nah itu kan mudah terbakar? Mungkin kalo zaman sekarang sudah tidak
terpakai, seperti itu sih sebenarnya, kan misalnya kanvas dalam lukisan itu mudah
terbakar engga?
138
Ibu Citra : Kalo misalnya engga ada api sih aman-aman aja, mungkin pertanyaannya
sistem apa, hmmm pengamanan storage kali ya , kalo untuk lukisan ya
Penulis : Kalo storage nanti juga ada kok
Ibu Citra : Oh ada ya, kalo untuk pameran sih engga ada ya, sejauh ini engga ada,
engga ada larangan sih, karena tadi aku bilang, biasanya seniman sudah mempunyai
kesadaran kalo untuk pameran tuh bebas dari apa gitu
Penulis : Terus kalo bila ada kecelakaan kebakaran itu sendiri berarti ada dinas dari
kebakaran itu, apakah datang atau hanya menggunakan mobil pemadam yang ada di
TIM itu sendiri?
Ibu Citra : Datang pasti, waktu kebakaran di IKJ aja mereka datang kan, walaupun
dekat gitu, karena harus tetap siaga gitu
Penulis : Karena kan jumlah mobilnya cuma dua doang ya, cuma ada satu ya, terus
ada peraturan untuk membawa hewan gitu, hewan peliharaan segala macam?
Ibu Citra : Engga ada sih, tapi selama ini memang gak ada yang bawa sih
Penulis : Takutnya kan baunya itu mengganggu kolektor-kolektor yang lain
Ibu Citra : Engga ada larangan, iya pernah sih ada duta besar, hari sabtu jalan ada
pameran bawa anjing, tapi anjing nya diluar gitu
Penulis : Oh dititipin gitu ya, emang ada tempat penitipannya ya?
Ibu Citra : Engga ada, paling dipegang sama ajudannya gitu kan, terus dia masuk
gitu, tapi engga tempat penitipan sih
Penulis : Biasanya dalam pameran itu, apapun acara kesenian di TIM, untuk dibagian
registrasi pengunjung ataupun kolektor-kolektor seni yang ingin melihat kedalam
galeri cipta itu, ada regulasi yang dikeluarkan engga, maksudnya pelayanan nya harus
maksimal gitu dibagian registrasi?
139
Ibu Citra : Registrasi paling penjaga tamu aja ya, jadi kaya pemandu gitu, itu pun
juga dalam konteks pertunjukan untuk berapa sih jumlah animo masyarakatnya,
jumlah nya berapa sih, tapi itu juga yang bertanggung jawab adalah orang yang
menyewa sih, bukan dari TIM, kecuali yang menyelenggarakan adalah TIM, nah itu
biasanya TIM mempunyai tanggung jawab gitu, karena yang mesti dilihat sama
seperti Galnas, acaranya dulu ada yang memang diinisiasi oleh TIM ada orang luar
yang menggunakan fasilitas TIM, nah itu perlu dibedakan tuh, jadi yang
diselenggarakan di TIM, misalnya pameran Biennale Jakarta, pasti itu TIM yang
mengadakan, karena dananya dari pemerintah kan, tapi kalo orang yang dari luar,
menyewa gitu, meyewa ruang pamer, nah itu sih urusan diserahkan ke penyewa itu,
langsung ke penyewa
Penulis : Untuk berbicara mengenai direktori atau petunjuk arah, untuk memudahkan
kolektor untuk mencari, misalnya Galeri Cipta itu ada dimana, itu memudahkan
engga?
Ibu Citra : Paling kita memakai petunjuk aja ya, sign, sejauh ini sih aman aman aja
Penulis : Jadi misalnya Ibu Citra menyelenggarakan acara A, jadi ada petunjuk
mengenai acara tersebut gitu?
Ibu Citra : Iya ada, jadi user yang iniin
Penulis : Belum ada complain untuk itu? Maksudnya menyulitkan?
Ibu Citra : Karena kan struktur bangunan di TIM itu sebenarnya buat aku udah bagus
ya, orang udah tau masuk kesini, kekanan galeri cipta 2, bioskop, teater Jakarta, jadi
orang masuk pun sudah di pandu oleh signage itu, petunjuk arah, IKJ dibelakang gitu
Penulis : Udah memudahkan sih sebenarnya, dari lokasi di venue-venue sendiri udah
memudahkan, terus mengenai tujuan dari dibentuknya DKJ kan, Dewan Kesenian
Jakarta adalah membangun reputasi Jakarta sebagai kota budaya yang bertaraf
nasional dan internasional, apa sih saran dan masukan untuk mewujudkan hal tersebut
bagi pelaku penyelenggara event atau user?
140
Ibu Citra : Maksudnya apa, untuk ininya, melihat perkembangan sekarang
Penulis : Disini membandingkan dengan kota-kota diluar kan udah identik gitu
budayanya
Ibu Citra : Sebenernya sih memang, hmmm beberapa program yang diadakan oleh
DKJ sudah cukup bagus ya, kaya Biennale Jakarta, itu kan juga udah internasional,
beberapa tahun ini kan sudah mengundang beberapa kurator internasional terlibat
gitu, itu sebenarnya salah satu upaya untuk mewujudkan visi yang tadi itu kan, dalam
konteks global gitu, dalam tahap nasional maupun internasional, paling yang perlu
ditingkatkan itu, ini apa, hmmm program-program lainnya selain Biennale itu
Penulis : Maksudnya event-event lainnya?
Ibu Citra : Iya, selain Biennale seni rupa misalnya apa, misalnya simposium, atau
seminar gitu, yang sifatnya, hmmm apa sifatnya wacana gitu, karena kan tahun 70an
peran itu diambil oleh TIM kan, dimana pembicaraan para seniman sangat luar biasa,
setiap ada acara di TIM, siapa bicara orang pasti datang melihat gitu, ya engga bisa
disalahkan juga sejalan dengan banyaknya, lahirnya ruang publik dari swasta, tapi itu
memang ada gitu, tapi ya engga ada salahnya melihat dulu peran TIM itu sangat
besar, bagi perkembangan seni rupa Indonesia maupun Jakarta khususnya ya, itu bisa
sih melihat kembali program-program nya gitu
Penulis : Sebenernya acara-acara yang bertaraf internasional banyak engga di TIM?
Ibu Citra : Cukup banyak sih, kaya IDF (Indonesian Dance Festival) itu internasional,
kita selalu mengundang dari beberapa negara, film juga teater, sebenernya sih cukup
banyak ya
Part 2
141
Penulis : Tadi kan berkaitan dengan regulasi sekarang berkaitan dengan fasilitas, Ibu
Citra adakah fasilitas dalam melayani pengunjung disabilitas, misalnya ada kolektor
yang cacat gitu, apa ada fasilitas khusus untuk ini seperti kursi roda?
Ibu Citra : Ini masih di TIM ya?
Penulis : Masih, masih di TIM, memang fokusnya di TIM
Ibu Citra : Setau aku sih, hmmm kalo untuk Gedung teater nya udah ada ya, tapi
memang untuk pamerannya yang belum, ruang pameran belum, karena itu yang saya
bilang tadi itu ruang pamer itu masih Gedung yang lama, masih, pokoknya dari
pertama kali didirikan oleh Ali Sadikin sampai sekarang belum direnovasi gedungnya
Penulis : Galeri Cipta terus sama apa lagi?
Ibu Citra : Cipta 1 sama Cipta 2, dulu ada pameran dibelakang, sekarang dibongkar,
kalo untuk Teater Jakarta sih kayanya udah ada ya disabilitasnya, ada ram nya segala
macam, udah cukup bagus ya
Penulis : Harapannya apa kalo untuk ini, harapan terhadap pemerintah terhadap TIM
itu sendiri, terhadap fasilitas itu?
Ibu Citra : Tadi yang aku bilang kalo untuk seni pertunjukannya sudah cukup bagus
ya, sudah bagus, cuma ruang pamernya itu, menurut saya yang perlu ditingkatkan
karena sejalan dengan lahirnya galeri-galeri swasta dijakarta ini, menurut aku TIM,
hmmm sejalan dengan waktu akan menjadi jauh tertinggal fasilitas
Penulis : Kalo perbandingan dengan Galnas?
Ibu Citra : Beda ya secara kepemilikan, secara kelembagaan beda, kalo TIM kan
dibawah Pemda, secara kepemilikan organisasi itu dibawah Pemda langsung,
tingkatnya memang pemerintah daerah khusus, kalo Nasional Galeri sendiri dibawah
DikBud, cakupannya memang dia lebih ke nasional, regulasi nya beda, fasilitasnya
berbeda, kebijakannya berbeda, contohnya aku bilang di Nasional Galeri itu ada tim
kurator yang ditunjuk oleh dewan pembina, dan itu dia bertugas dalam masa bakti 4
142
tahun sekali, kemudian dipertimbangkan kembali, bisa dipilih, nah kalo di TIM
sepengetahuan saya itu tidak ada tim kurator, jadi kalo ada proposal masuk, itu
hmmm yang menentukan yan Dewan Kesenian, masuk nya ke DKJ, tapi saya engga
tau deh, nanti coba tanya Irawan deh ya, ketika proposal masuk, yang menentukan
apa Pusat Kesenian Jakarta atau Dewan Kesenian Jakarta gitu
Penulis : Kalo Pusat Kesenian Jakarta berarti TIM itu ya?
Ibu Citra : Iya kan disitu ada beberapa lembaga, ada Pusat Kesenian Jakarta, ada
Akademi Jakarta, ada Dewan Kesenian Jakarta, masing-masing beda ini nya, kalo di
Galnas kan
Penulis : Kalo menurut Ibu Citra, engga ada ya tim kuratorial di TIM?
Ibu Citra : Engga ada, hmmm iya itu yang mengkurator Dewan Kesenian atau Pusat
Kesenian ya, kalo di Galnas kan proposal masuk kemudian dan itu kalo mau pameran
kan dikirim setahun sebelumnya kan, si A mau pameran 2020, nah 2019 harus
dikirim karena tim kurator akan menyeleksi proposal yang masuk yang berdasarkan
proposal yang diajukan oleh seniman gitu
Penulis : Kalo di TIM kalo aku baca kalo engga salah 6 bulan sebelumnya, lebih
cepat 6 bulan gitu
Ibu Citra : Nah itu perbedaannya ya, perbedaan mendasarnya
Penulis : Hmmm Ibu Citra tau engga kalo ada hubungan antara pihak TIM itu dengan
pihak pemadam kebakaran, ada persetujuan gitu segala macam, ada engga sih
misalnya? Apakah memang berjalan begitu aja misalnya ada kecelakaan kebakaran,
langsung dating?
Ibu Citra : Mungkin SOP nya memang begitu kali ya, artinya kalo kecelakaan nya
terjadi disekitar TIM otomatis kalo ada kebakaran pasti sudah bergerak ya, dan Dinas
Pemadam Kebakaran kan dibawah Pemda, dinas apa gitu, jadi karena masih dalam
satu dinas, dia boleh ada disitu, di TIM ya, di pintu masuk itu ya, dinas kebakarannya,
iya satu mobil
143
Penulis : Mengenai kondisi fasilitas tempat parkir apakah sesuai dengan keadaan
disaat penyelenggaraan, tercukupi gitu?
Ibu Citra : Sejauh ini sih masih masih tercukupi ya
Penulis : Kalo untuk pameran tercukupi ya kalo untuk event besar?
Ibu Citra : Sebenarnya kalo dalam waktu bersamaan paralel kegiatan agak crowded
sih, pasti kurang, misalnya ada pameran, ada pemutaran film, ada pertunjukan, ada
pembukaan pameran, dimalam yang sama, pasti crowded itu
Penulis : Pasti diatur kan sama dinas?
Ibu Citra : Iya iya diatur, sama preman preman juga lah
Penulis : Sebenernya dari pihak venue TIM itu sendiri apa sih yang ditawarkan dari
fasilitasnya untuk menyelenggarakan pameran dari TIM itu sendiri selain fasilitas
tempat, selain itu ada lagi engga fasilitas yang lain?
Ibu Citra : Fasilitasnya paling media promosi ya, dari web mereka ya, website online
terus, kayanya hanya tempat aja ya
Penulis : Kalo peralatan gitu?
Ibu Citra : Peralatan paling apa tuh untuk pembukaan, mic ya, terus sound system tapi
kalo misalnya dalam pembukaan itu mau ada music segala macam, kita sewa sendiri
sih, karena kapasitasnya kurang ya, sound systemnya yang standar lah, yang kalo kita
mau bagus ya, harus sewa sendiri dari luar
Penulis : Mengenai kapasitas tempat itu sendiri seperti Galeri Cipta I & II gitu, itu
sebenernya cukup atau engga sih untuk penyelenggaraan pameran maupun teater-
teater yang lain, venue-venue yang lain?
Ibu Citra : Kalo seni pertunjukan menurut aku udah cukup ya, tadi seperti yang aku
bilang udah direnovasi, kapasitasnya kalo Graha Bakti kalo engga salah kapasitasnya
1000 atau berapa ya, kalo Teater Jakarta bisa sampai 3000 ya, 2000 ya, itu
sebenernya sudah cukup ya. Galeri Cipta itu memang menurut aku sih masih kecil ya,
144
kalo dari pembukaan, storage segala macamnya kaya aku bilang, memang bangunan
lama, udah ketinggalan zaman lah gitu, dari sisi lighting nya keamananya
Penulis : Nah ini mengenai tempat penyimpanan, bagaimana sih keadaan sekarang
untuk tempat penyimpanan dan harapannya?
Ibu Citra : Coba nanti kamu tanya Irawan nanti, kan aku ga tau kebijakan mereka
kaya gimana, aku engga bisa kasih komentar, karena belum tahu juga kondisi nya
bagaimana, apakah memang layak gitu, kalo di Nasional Galeri kan ada ruangan
khusus, ada suhunya sendiri, ada bagian restorasi kalo setiap saat rusak dibenerin
gitu, tapi engga tau sih, nanti tanya aja, ada engga bagian perawatan lukisan kalo
rusak bagaimana pengamanannya gitu
Penulis : Oh kalo di Galnas itu ada ya?
Ibu Citra : Ada ada, biasanya taruh diruangan suhunya memadai engga kalo nanti kan
misalnya ada jamur, kena rayap gitu, nanti tanya ke ketua dewan
Penulis : Kalo didalam pameran itu ada istilah gladiresik itu, ada engga ya?
Ibu Citra : Tergantung untuk penyelengaraannya, kalo yang meyelenggarakan itu
perlu, mereka mengadakan, kecuali kalo misalnya seni pertunjukan itu harus, kenapa,
karena pertunjukan harus mengecek sound system, lighting segala macam gitu, itu
pasti ada sehari sebelumnya, tapi kalo pameran agak jarang ya
Penulis : Itu diizinkan kan dari TIM itu sendiri, untuk H-1, diizinkan kan?
Ibu Citra : Iya, itu bagian dari perjanjian mereka
Penulis : Nah bilamana ada berbau tentang kuliner, misalnya ada yang menjual
kuliner gitu ada tempat khusus engga sih, sebenernya kan dibawa masuk untuk
kedalam Galeri Cipta itu kan dilarang engga boleh, ada tempat khusus engga sih?
Kaya diplaza gitu
145
Ibu Citra : Paling diluar sih, kalo engga kena hujan paling pake meja-meja aja gitu,
tapi kadang-kadang pake tenda kan kaya lapak-lapak gitu, sering kalo ada kaya gitu,
jadi mereka nyewa tenda, tenda sendiri ya, bisa buat jual-jualan
Penulis : Nah ini ada larangan khusus untuk penggunaan fasilitas, misalnya
pelarangan merokok, membawa makanan itu, diarea mana aja sih sebenernya yang
Ibu Citra tahu, selain Galeri Cipta?
Ibu Citra : Hmmm kalo rokok jelas didalam ruangan engga boleh, tapi kalo diluar
TIM sejauh ini sih belum ada larangan ya, mau ngerokok dikafe, keluar ruangan
beberapa langkah boleh-boleh aja merokok, engga ada larangan khusus
Penulis : Kalo untuk konsumsi makanan didalam ruangan itu? Disemua venue
ruangan gitu?
Ibu Citra : Engga boleh, karena kan satu nyampah ya, dan kalo dia melihat lukisan,
nanti lukisannya kena cipratan segala macam ya
Penulis : Bilamana ada pengunjung atau kolektor yang sengaja gitu mengonsumsi
makanan didalam, bagaimana tindak lanjut dari user itu?
Ibu Citra : Wah sejauh ini sih belum ada terjadi, karena kesadaran kolektor cukup
tinggi ya di Indonesia, menurut aku ya, jadi engga ada sambil makan melihat lukisan,
nah itu kayanya sih, apresiasi masyarakat menurut aku cukup tinggi ya, tapi kalo anak
sekolah anak sd, itu perlu dinasihati
Penulis : Terus bagaimana keadaaan fasilitas toilet, baik pria maupun wanita, apa
pernah ada keluhan dari pihak pengunjung atau kolektor? Atau mungkin ada dari
pihak user keluhan?
Ibu Citra : Kalo Teater Jakarta, sekarang kan bagus ya, kalo ruang pamer memang
masih kurang sih
Penulis : Sekali lagi untuk renovasi ya?
Ibu Citra : Iya, karena aku bilang karena bangunan lama
146
Penulis : Untuk kebersihannya?
Ibu Citra : Bersih nya juga masih belum maksimal ya
Penulis : Teater Jakarta juga begitu?
Ibu Citra : Teater Jakarta agak mendingan, kalo ruang pamer agak kurang
sebenarnya, masih perlu perhatian lebih ini lah untuk kebersihan segala macam ya
Penulis : Ini mengenai layanan sekarang, yang pertama itu apakah terdapat layanan
medis/medikal dalam penyelenggaraan?
Ibu Citra : Engga ada, belum, iya mungkin dari pihak ketiga, sejauh ini sih belum
ada, kecuali kalo yang buka presiden atau pejabat tinggi, mungkin ada atas usul dari
pihak ketiganya, tapi kalo dari pihak TIM nya sejauh ini sih belum pernah ya
Penulis : Sekarang ini kan TIM masih dalam tahap renovasi juga kan? Apakah ada
kekhawatiran dari user itu terjadi kecelakaan kerja gitu yang merenggut, bagaimana
sih harapan untuk menindaklanjuti?
Ibu Citra : Sekarang sih renovasi nya terhenti ya, berapa tahun ya
Penulis : Bukannya ada renovasi ya, yang saya lihat, seperti menata trotoar kembali
Ibu Citra : Oh itu kan cuma perbaikan ya, perbaikan kecil-kecil, karena renovasi kan
sebenernya sudah sejak lama engga ada kabarnya kan kaya gimana, paling perbaikan,
kalo perbaikan sih sejauh ini engga ada masalah
Penulis : Engga pernah ada kecelakaan ya? Yang merenggut pengunjung yang
mencelakakan?
Ibu Citra : Ada sih pernah waktu itu, pas pembangunan dekat Arsip Jakarta, sempat
cor-corannya ambrul kan, terus ada dua yang meninggal, dari kontraktor, tapi kan itu
bukan fasilitas kesenian kebudayaan ya, asalnya itu Gedung Arsip, tapi kebetulan ada
dilingkungan TIM, tapi bukan buat fasilitas ini ya
Penulis : Jadi selama ini engga ada ya? Kecelakaan yang ada divenue itu ya?
147
Ibu Citra : Tapi engga tau juga, waktu Teater Jakarta dibangun sempat ada kasus
engga ya, saya lupa, sempat lah sebelum menjadi Teater Jakarta, beberapa tahun
mangkrak, engga dibangun-bangun, baru kemudian dibangun
Penulis : Terus mengenai keamanan bagaimana sih layanan yang diberikan oleh staff
keamanan sendiri? Apa pernah ada keluhan kehilangan dari kolektor atau
pengunjung?
Ibu Citra : Kalo kehilangan sih engga ya, kalo untuk parkir pernah ya, kejadian parkir
mobil, kacanya dihancurin, itu pernah ada sekali itu, yang ketahuan sekali ya
Penulis : Ketahuan malingnya?
Ibu Citra : Ketahuan kaca mobilnya dipecahin, tapi malingnya engga ketangkap
waktu itu, motor juga pernah kayanya, tapi lupa tahun berapa ya, memang kalo untuk
keamanan, hmmm aman sih tapi hmmm iya itu pernah ada melalui kejadian mobil
itu, mobil kacanya dipecahin, sama motor hilang ya, terus apa lagi ya, kasus
kehilangan lukisan belum pernah ya, belum pernah sejauh ini
Penulis : Kalo kehilangan lukisan itu, langsung ada pelaporan kan, langsung
kekepolisian?
Ibu Citra : Iya iya, belum pernah sih, sejauh ini belum pernah
Penulis : Kalo di Galnas sendiri?
Ibu Citra : Galnas juga belum pernah, yang sering di Museum Nasional, apa itu
kepala arca gitu, uang emas juga waktu itu ya, pernah hilang tuh, kalo di Galnas sih
belum pernah
Penulis : TIM itu tim keamanannya dari pihak outsourcing ya?
Ibu Citra : Iya outsourcing, kalo di Galnas iya sama-sama, keamanan parker itu dari
mereka semua, servis itu sama semua, yang menghire dari pihak ketiga ya
Penulis : Ibu Citra tahu namanya apa, outsourcingnya?
148
Ibu Citra : Dulu kalo saya pernah tahu, punya Hercules, preman Tanah Abang itu
siapa namanya? Lupa nama itunya. Tapi sekarang ini terkenal preman Tanah Abang
kan. Tapi sekarang udah diambil oleh dinas perhubungan, sekarang kan
Penulis : Hmmm di…engga tahu sih kalo misalnya di Teater Jakarta mungkin udah
modern, apakah ada system alarm untuk kebakaran?
Ibu Citra : Kayanya ada sih
Penulis : Untuk Teater Jakarta ya, kalo di Galeri Cipta?
Ibu Citra : Belum belum, kalo pun ada aku engga yakin akan berfungsi apa engga
gitu, kalo pendeteksi asap di Teater Jakarta ada mungkin, karena itu bangunan baru
kan, tahun 2000an kan itu dibangun, teknologinya
Penulis : Mengenai persyaratan non teknis yang dikeluarkan oleh DKJ, ada poin
terakhir yaitu program kesenian tidak diperkenankan dengan keagamaan atau
kepentingan politik praktis, bagaimana dengan acara kesenian Belok Kiri Fest yang
terdapat banyak penolakan, apa pandangannya mengenai point tadi tersebut?
Ibu Citra : Sebenernya gini, ketika TIM dibangun kan Ali Sadikin mencanangkan
terdapatnya kebebasan berekspresi di TIM kan, karena itu memang konteksnya
membebaskan seni dari propaganda politik kan, terus salah satu upaya untuk
mengobati luka setelah kasus nya G30S/PKI kan, ketika G30S/PKI kan ada satu
organisasi seni yang korporasinya sendiri meyelektra, di Jogja tuh melahirkan
sanggar yang namanya Bumi Tarung, nah semenjak kasus G30S/PKI itu ada
semacam trauma diantara seniman pokoknya kalo mau berkarya, engga berani yang
politik-politikan, yang aman-aman, kan takut ditangkapin, takut didor-dorin, makanya
aman-aman kaya dekoratif segala macam. Nah TIM itu kemudian dibangun oleh Ali
Sadikin untuk membangun sebuah kawasan seni yang bebas dari politik dan
konsepnya adalah senin untuk seni, jadi disini engga ada untuk kebebasan politik
gitu, prinsipnya sebenarnya itu, waktu TIM dibangun, itu yang membedakan dengan
tempat lain. Kasus Belok Kiri, kalo engga salah pameran ilustrasi ya, sketsa oleh
generasi muda yang diinisiasi oleh sebuah NJO juga kalo engga salah, perkumpulan
149
lembaga swadaya masyarakat, itu memang yang ditakutkan oleh instansi-instansi nya
itu, bener engga sih berdasarkan fakta sejarah, kalo engga salah sih, takutnya ada
ilustrasi yang engga berdasarkan fakta sejarah gitu, jadi membangkitkan kemarahan
orang lain. Makanya waktu itu sempat dilarang sih. Tapi aku engga tahu waktu itu
yang melarang siapa ya, apakah masyarakat atau siapa ya?
Penulis : Dari ormas HMI
Ibu Citra : Karena sebenernya yang ditakutkan waktu itu membangkitkan PKI, kaum
sosialis
Penulis : Pada saat lagi ma uke 30 september juga, berkaitan waktu
Ibu Citra : Iya mereka sih kalo yang aku tahu karena selaku pengurus, itu juga
temenku juga ya, Bu Dolo, sebenernya sih engga ada niat untuk membangkitkan PKI,
itu lebih kepada untuk membangun kesadaran bahwa kita pernah loh punya sejarah
kaya gitu. Bagaiman kita menghargai para korban gitu gitu sih, lebih kepada itu sih,
jadi engga ada, kalo menurut aku ya, engga ada unsur politis nya, PKI mau bangkit
lagi, segala macam gitu, hanya sekelompok orang saja, tapi menurut aku pihak TIM
juga lemah juga sih, engga mau ambil resiko, yaudah engga usah deh, engga mau
rebut. Sebenernya sih itu bukan kasus yang pertama, kalo kamu mau tahu. Rendra tuh
juga banya dilarang. Setiap puisi disana. Terus teater koma pernah udah mau
manggung terus kemudian dilarang, terus pernah Joko Anwar kalo engga salah bikin
film Quirt Festival tentang LGBT dilarang juga, sempat ramai juga tuh, tapi kasus
yang terakhir aja. Tapi kalo kamu mau lihat banyak, kasus-kasus lain terjadi di TIM
ya. Kalo engga salah pamerannya dipindahin ke LBH ya, ke Lembaga Bantuan
Hukum
Penulis : Masukannya sebenernya point tersebut tetap di jadikan persyaratan teknis
tapi kalo misalnya ada event-event semacam tersebut diselenggarakan lagi apa sih
harapannya terhadap TIM itu sendiri?
Ibu Citra : Sebenernya dikembalikan aja bahwa memang TIM itu adalah wadah
apresiasi kebebasan berekspresi seniman, jadi hmmm dilihat aja lagi ininya apa, yang
150
akan dipamerkan itu apa sih, apa punya muatan politis gitu, apa benar ada ketakutan
misalnya ideologis tersebut akan bangkit lagi gitu, bener engga sih, kalo engga ya
hanya ketakutan aja, ketakutan segelintir
Penulis : Kalo untuk Galnas, juga ada unsur seperti ini juga ya, mengenai politik
praktis?
Ibu Citra : Kalo Galnas aman-aman aja ya, karena seperti yang aku bilang, kita kan
ada tim kurator, jadi pameran itu setahun sebelumnya, kalo kita misalnya mau
nyeleksi, ada proposal masuk berapa ratus, oh ini ada yang engga aman nih, ada unsur
pornografinya, yaudah kita bilang engga usah, boleh pameran tapi yang ini jangan,
jadi awalnya udah ketat
Penulis : Jadi kurangnya TIM itu ya, tim kuratornya kurang tegas ya
Ibu Citra : Iya satu karena rencana kurang matang terus hmmm sama seleksi nya