aceh hdr - bahasa indonesia

192

Click here to load reader

Upload: dimansc

Post on 12-Dec-2014

253 views

Category:

Documents


56 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PEMBANGUNAN MANUSIA ACEH 2010Pembangunan Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat

LAPORANPEMBANGUNANMANUSIAACEH2010

Indonesia

United Nations Development Programme Menara Thamrin Building, Lantai 8 Kav. 3, Jl. M.H. Thamrin P.O. Box 2338, Jakarta 10250 www.undp.or.idBADAN PUSAT STATISTIK

Pemerintah Aceh

Indonesia

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010Pembangunan Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat

BADAN PUSAT STATISTIK

Pemerintah Aceh

Indonesia

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

i

ISBN: 978-602-96539-3-9 Naskah: Badan Pusat Statistik, Pemerintah Aceh, UNDP Indonesia Penulis: Hugh Evans Desain tata letak/cover: CV. Aksara Buana Foto: Fakhrurruazi Diterbitkan oleh: United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia

Analisa dan rekomendasi kebijakan dalam laporan ini, tidak dengan sendirinya mereeksikan pandangan Pemerintah Aceh, BPS atau UNDP. Laporan ini, adalah publikasi independen yang diminta oleh Pemerintah Aceh, BPS dan UNDP - PRU (Unit Penanggulangan Kemiskinan). Mitra utama dan lembaga pelaksana dari proyek ini, sebagai bagian dari Pemerintah Aceh, adalah BAPPEDA. Dalam penulisan laporan ini, UNDP-PRU, bekerjasama dengan sebuah tim konsultan dan penasehat terkemuka. Sementara, data-data statistik, disiapkan oleh BPS. Laporan yang ada di tangan Anda ini, adalah hasil dari sejumlah pertemuan konsultasi terbuka yang dilaksanakan di Aceh, dengan melibatkan pemerintah, aktivis masyarakat sipil seperti dari media massa, akademisi dan lembaga donor.

ii

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

Kata Pengantar dari Kepala Perwakilan UNDP

L

aporan ini dibuat atas permintaan Pemerintah Aceh dan ini adalah yang pertama untuk tingkat Provinsi di Indonesia, meskipun Pemerintah Provinsi lainnya merencanakan untuk mengikuti.

Tujuan penulisan laporan pembangunan manusia adalah untuk menempatkan pembangunan manusia sebagai titik pusat agenda pembangunan, baik di tingkat nasional maupun lokal. Laporan-laporan tersebut, menyediakan perangkat untuk mengukur dan mengkaji kemajuan, membandingkan indikator kesejahteraan dari berbagai komunitas dan kelompok sosial yang berbeda, serta mengidentifikasi ketidakadilan dan kelompok-kelompok yang tersisih dari proses pembangunan. Yang tak kalah penting, laporan pembangunan manusia juga memacu perdebatan terkait prioritas pembangunan, penyediaan informasi yang mendorong perubahan, meningkatkan perumusan kebijakan dan mempromosikan pemanfaatan dari sumberdaya publik yang lebih baik. Pencapaian di Aceh yang tercatat dalam laporan ini sangat mengesankan, jauh diatas perkiraan orang pada lima atau enam tahun yang lalu setelah terjadi konflik dan bencana alam. Meskipun ada kecemasan akan kegagalan namun Kesepakatan Damai 2005 di Aceh sebagian besar bisa dipertahankan, sambil menyelesaikan berbagai persoalan tersisa. Dukungan yang sangat besar dari komunitas global, telah memungkinkan terjadinya perbaikan hampir seluruh kerusakan dan kehancuran infrastruktur fisik akibat terjangan tsunami pada bulan Desember 2004. Namun, penyembuhan trauma akibat kehilangan kerabat dan penderitaan selama berlangsungnya konflik, masih memerlukan bantuan lebih lanjut. Salah satu tantangan terbesar saat ini adalah kebutuhan untuk membangkitkan perekonomian demi terciptanya lapangan pekerjaan yang produktif bagi semua serta memperbaiki administrasi dan menejemen pelayanan publik untuk memastikan kualitas dan peningkatan akses bagi orang miskin dan mereka yang kurang beruntung. Pesan utama dari laporan ini adalah bahwa cara yang efektif untuk melakukan berbagai hal tersebut dengan memberdayakan masyarakat dan komunitas lokal dalam menentukan sendiri pemanfaatan sumber daya bagi pembangunan daerah. Beberapa contoh telah ada di Aceh dan banyak kesempatan terbuka untuk memperluas pemanfaatannya di berbagai bidang dan pelayanan. Laporan ini, memberikan contoh bagaimana hal tersebut bisa dilakukan. Sementara sebagian besar komentar dan masukan yang diperoleh selama penulisan laporan bernada positif, tak diragukan bahwa sebagian juga bersikap skeptis terhadap rekomendasi yang ada dalam laporan ini. Debat dan diskusi diterima dengan tangan terbuka. Satu dari sekian tujuan Laporan Pembangunan Manusia adalah mengembangkan berbagai pemikiran dan mereformasi praktek yang ada selama ini. Kami berharap bahwa laporan ini dapat memenuhi tujuan tersebut serta membantu pemerintah dan masyarakat Aceh untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi semua warga.

El-Mostafa Benlamlih Kepala Perwakilan UNDP IndonesiaLaporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

iii

Kata Pengantar dari Gubernur Aceh

Assalamu alaikum Wr. Wb.

H

asil pembangunan yang cukup positif beberapa tahun terakhir, telah mendorong perbaikan kualitas manusia di Provinsi Aceh. Dengan otonomi daerah, pendekatan pembangunan yang sentralistik telah disempurnakan menjadi pendekatan desentralistik yang menempatkan manusia dan keluarga sebagai titik sentral pembangunan. Pendekatan terbaru ini sekaligus dapat diikuti dengan memperhatikan secara cermat kaidah-kaidah tatanan pembangunan manusia dan dukungan yang kuat terhadap pelaksanaan hak-hak (ekonomi, sosial, budaya dan politik) manusia. Pembangunan manusia dan pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses perbaikan kemampuan manusia untuk mengembangkan pilihan dan kesempatan. Pemberdayaan masyarakat mengantar setiap individu berpengetahuan dan berketrampilan agar bisa hidup lebih sejahtera dan lebih terhormat. Dalam era otonomi daerah dewasa ini, dimana kepemimpinan serta pengelolaan pembangunan menjadi sangat dekat dengan sasarannya, terbuka kesempatan mengembangkan pembangunan yang tepat sasaran dan berpihak kepada mereka yang selama ini termarjinalisasi. Proses pembangunan seperti itu, akan mempercepat proses pemerataan peningkatan mutu manusia di Provinsi Aceh. Penempatan manusia sebagai titik sentral pembangunan sekaligus memungkinkan transformasi manusia dari obyek menjadi subyek pembangunan. Laporan Pembangunan Manusia 2010 Provinsi Aceh, diharapkan bisa menjadi acuan untuk mengembangkan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang bermutu, mandiri dan berbudaya sehingga mampu menghadapi tantangan dalam memajukan provinsi serta berkontribusi dalam memajukan manusia Indonesia dan umat manusia secara keseluruhan. Semoga visi yang termuat dalam laporan ini bisa menjadi dasar pijakan dalam pengambilan kebijakan, pelaksanaan perencanaan dan implementasinya. Wassalamu alaikum Wr. Wb

Irwandi Yusuf Gubernur Aceh

iv

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

Ucapan Terima Kasih

Penghargaan Laporan ini adalah hasil dari kerjasama dan konsultasi ekstensif dengan para pakar dan praktisi dari lembaga serta departemen pemerintahan penting, serta aktivis LSM nasional maupun daerah.Sejak awal, dua lembaga utama pemerintah, yaitu Pemerintah Aceh dan Badan Pusat Statistik (BPS), terlibat aktif dalam proses penulisan. BPS dan kantor cabangnya di provinsi Aceh, menyumbangkan waktu dan sumberdaya dalam pengumpulan dan memproses data yang sangat kaya untuk laporan ini.

BAPPEDATim BAPPEDA yang dikomandani oleh Ir. Iskandar (dan sebelumnya, oleh Prof. Munirwansyah) dan didukung oleh staf inti seperti Marthunis Muhammad, Warqah Helmi, Syafrigani, Aulia Sofyan, Ir Hamdani, Hasrati dan Lestari Suci, yang selalu memberikan arahan kepada tim penulis laporan ini serta mengorganisir berbagai pertemuan dengan para pakar dan praktisi, baik di BAPPEDA maupun di Satuan Kerja Pemerintah Daerah terkait.

Pemerintah AcehPara penulis laporan ini, dengan tulus mengucapkan terima kasih dan penghargaan setingginya kepada Irwandi Yusuf, selaku Gubernur Aceh, juga kepada Husni Bahri Tob, T. Said Mustafa dan Tabrani Usman.

Sekretariat Otonomi Khusus Minyak dan GasTim penulis juga berterima kasih atas dukungan dan masukan yang diberikan oleh Dr. Islahuddin T. Harmawan dan Taufik C. Dawood.

BPSTim BPS, yang dipimpin oleh Wynandin Imawan, telah dengan cermat memeriksa akurasi dan konsitensi seluruh data. Tim BPS juga memberikan analisa yang sangat berharga terkait apa yang diungkapkan dalam indeks pembangunan manusia, begitu pula informasi tentang definisi statistik serta mengusulkan metodologi yang pas dalam mempersiapkan laporan ini. Kami sangat berterima kasih kepada BPS dan tim, terutama kepada Nurma Midayanti dan Tiodora H. S., serta staf BPS di Aceh, termasuk La Ode Marwan Hakim dan Yudi Yos Elvin.

Para KontributorStudi latar belakang terkait berbagai isu tematik telah dilakukan oleh Satish Mishra, Derry Habir, Alakh Sharma, Katrina Lee-Koo Prabowo. Kami ingin mengucapkan terima kasih atas penelitian dan wawasan mereka. Patrick Barron, sebagai reader (pakar pembaca) laporan ini, telah memberikan masukan sangat baik (excellent) untuk draft

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

v

akhir Laporan Pembangunan Manusia Aceh. Penghargaan khusus patut diberikan kepada Gull Gulluova yang telah membantu dalam setiap tahapan laporan serta mengkonsolidasi semua data dan statistik.

Kelompok PenasehatLaporan ini memperoleh manfaat besar berupa nasehat dan arahan intelektual yang diberikan oleh para pakar anggota panel. Panel penasehat ini terdiri dari Dr. Islahuddin, Harry Masyrafah, Dr. Saiful Mahdi, Prof. Yusny Saby, Dr. Ahmad Humam Hamid, Ita Fatia Nadia, Arijanto Komari, Said Ikram, Ingrid-Kolb Hindarmanto, Jean-Piere Paratore, Prof. Abdul Rahman Lubis, Amrina Habibi, Jeff Herbert dan Safriza Sofyan. Partisipan lainnya, termasuk Arman Fauzi, Martin Vane, Rebecca B Domondon, Nur Aisyah Usman, Dr. Nazamuddin, Saifuddin Bantasyam, Dr. Eka Sri Mulyani, Paul Greening, Vivi Sylvia, Dahlan, Hamdani, Hanif Asmara, Elvida, Saiful Mahdi dan Harry M.

dan visi mereka. Perlu juga disampaikan penghargaan atas kontribusi Abdurrahman Syebubakar dari Unit Penanggulangan Kemiskinan - UNDP dan Felicity Pascoe, Genta Konci, yang telah memberikan pengawasan teknis dan administrasi. Terima kasih khusus juga disampaikan untuk UNDP Aceh, terutama kepada Simon Field, Fakri Karim dan Ramon Hagad, serta juga kepada Zulkarnain Lubis dan Teuku Zulfikar yang telah mendukung proses penulisan laporan dengan sangat profesional dan berdedikasi tinggi. Laporan, dengan sangat hati-hati telah di edit oleh Danielle Ide-Tobin. Berbagai foto indah, merupakan kontribusi Fakhrurrazi. Pendanaan laporan ini, berasal dari UNDP, sebagai bagian dari proyek Bantuan Teknis untuk BRR dan Transisi Pemerintahan Aceh. Laporan ini tidak bisa tuntas tanpa dukungan tulus dari banyak orang. Tanpa minatnya yang mendalam terhadap kegiatan ini, kami tak mungkin menyelesaikan Laporan Pembangunan Manusia 2010 dengan kualitas seperti ini.

UNDPPara penulis juga memberikan apresiasi setinggitingginya kepada Beate Trankmann, Direktur UNDPIndonesia,danStephenRodriques,Wakil Direktur UNDP Indonesia, atas kepemimpinan

vi

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

Ringkasan Eksekutif

Saat ini, Aceh menghadapi lima tantangan utama, terkait peningkatan keamanan, upaya mengatasi bencana alam di masa mendatang, pengurangan kemiskinan, kecenderungan menurunnya kesejahteraan perempuan, dan penanganan ketidaksetaraan di daerah-daerah yang kurang berkembang.

Latar belakang Berbagai peristiwa yang terjadi di Aceh belakangan ini, merupakan babak terakhir dalam sejarah panjang dan bergolak sejak Aceh menjadi bangsa pedagang yang kaya dan menguasai Selat Malaka. Namun, tahun-tahun panjang perjuangan militer dan politik, disertai dengan perubahan kondisi ekonomi dan bencana alam yang terus-menerus telah mengakibatkan Aceh menjadi salah satu provinsi termiskin di Indonesia saat ini. Akan tetapi, sejak tsunami Desember 2004, disertai dengan Kesepakatan Damai pada bulan Agustus 2005, masyarakat Aceh dengan dukungan dari masyarakat lainnya, telah mencapai perkembangan luar biasa dalam mengkonsolidasikan perdamaian, menyembuhkan luka-luka konflik dan bencana serta membangun kembali masyarakatnya. Laporan ini, adalah respon terhadap permintaan Gubernur Aceh dan merupakan yang pertama dari sejumlah Laporan Pembangunan Manusia yang direncanakan oleh United Nations Development Programme (UNDP) untuk beberapa provinsi terpiih di Indonesia. Pemberdayaan Masyarakat Kondisi Sosial

Tema utama Laporan Pembangunan Manusia Berakhirnya konflik dan Kesepakatan Damai Aceh ini, adalah pemberdayaan masyarakat. telah memulihkan situasi menjadi lebih normal di Pemberdayaan masyarakat, dimaksudkan bukan Aceh sehingga memungkinkan perkembangan sekedar berupa partisipasi masyarakat dalam yang lebih baik dalam pembangunan manusia. perencanaan, tetapi juga keterlibatan dalam Program pemulihan secara besar-besaran setelah pengambilan keputusan bersama pemerintah tsunami telah memperbaiki banyak kerusakan atau pendelegasian pengambilan keputusan dan kehancuran yang diakibatkan oleh tsunami ke forum-forum yang mewakili pemerintah, dan konflik. Sebagian besar pengungsi yang konsumen, masyarakat penerima manfaat dan menjadi korban peristiwa-peristiwa tersebut, telah dapat kembali ke rumah atau menetap para pemangku kepentingan (stakeholder). di lokasi-lokasi baru. Banyak perkembangan Cara seperti ini, diyakini paling efektif untuk menjaga perdamaian, meningkatkan pelayanan telah dicapai dalam melakukan reintegrasi para publik dan mempromosikan kesejahteraan mantan pejuang GAM ke dalam masyarakat masyarakat Aceh. Cara ini juga merupakan sipil, meski belum mencakup semuanya. Kondisi sosial yang positif di Aceh saat ini, cara yang lebih tepat untuk memastikan bahwa kebutuhan kelompok yang kurang beruntung memberikan dasar yang memungkinkan bagi dan terpinggirkan, akan tertangani dengan pembangunan manusia secara partisipatif, meskipun penyelesaian pengungsi dan mantan baik.

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

vii

pejuang telah menyebabkan gesekan di beberapa kelompok masyarakat. Penyiksaan dan kekerasan dalam rumah tangga, juga masih menjadi persoalan.

Indikator PembangunanBerbagai indikator pembangunan Aceh menunjukkan gambaran yang beragam, meski perbandingan dengan provinsi lain tidak dimungkinkan karena metode penghitungan yang berbeda. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Aceh, melangkah maju berbarengan dengan angka nasional hingga tahun 2007, untuk kemudian menurun secara tajam pada tahun 2008, sebagai tahun terakhir ketersediaan data. Hal ini terutama karena penurunan belanja pribadi, yang menggambarkan penurunan berbagai program pemulihan besarbesaran yang pada waktu itu, untuk sementara, menciptakan lapangan pekerjaan yang besar usai tsunami. Dibandingkan dengan daerahdaerah lain di Indonesia, IPM Aceh mengalami peningkatan lebih lambat dalam beberapa tahun terakhir, dengan menduduki peringkat ke-29 dari 33 provinsi pada 2008. Dua indikator lainnya yang terkait dengan pembangunan gender di Aceh menunjukkan tren penurunan selama periode 1996 sampai 2008. Indeks Pembangunan Gender (IPG) tahun 2008, telah menunjukkan sedikit perkembangan, dengan angka sekitar 60, beberapa poin lebih rendah dibandingkan 12 tahun sebelumnya. Sementara itu, Ukuran Pemberdayaan Gender telah bergerak naik-turun selama bertahun-tahun, mulai dari angka tertinggi 57,3 pada tahun 1996 dan berakhir dengan 7 poin lebih rendah pada tahun 2008 pada angka 50,2. Penurunan yang tajam ini, bertentangan dengan apa yang diharapkan, karena angka-angka paling akhir setelah Kesepakatan Damai berada di bawah angka-angka yang dicapai selama periode konflik. Tingkat kemiskinan turun menjadi 22% dibandingkan dengan rata-rata Indonesia sebesar 14 persen. Meskipun demikian, peringkat Aceh terkait Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) meningkat dari peringkat ke-20 dari 26 provinsi pada tahun 1996 menjadi peringkat ke-17 dari 33 provinsi pada tahun 2008. Sementara itu, angka pertumbuhan penduduk di Aceh telah menurun secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir, sebagai akibat dari konflik berkepanjangan, migrasi keluar daerah dan ekonomi yang memburuk.viii

Di Provinsi Aceh, indikator-indikator tersebut menunjukkan Aceh Bagian Barat dan Selatan secara signifikan kurang berkembang dibandingkan dengan Aceh Bagian Utara dan Timur atau Aceh Bagian Tengah. Kabupatenkabupaten pemekaran, juga terbukti kurang berkembang dibandingkan dengan kabupatenkabupaten sebelumnya, sedangkan kota-kota seperti diperkirakan berkembang lebih maju. Setiap tahun, jumlah kabupaten dan kota yang berada di bawah rata-rata IPM nasional telah meningkat, dari hanya 1 dari 10 kabupaten pada tahun 1993, menjadi semua kecuali satu dari 23 yurisdiksi pada tahun 2008. Hal ini sebagian dijelaskan akibat pemekaran kabupatenkabupaten baru dari kabupaten-kabupaten yang sudah ada. Saat ini, Aceh menghadapi lima tantangan utama, terkait peningkatan keamanan, pengembangan upaya mengatasi bencana alam di masa mendatang, pengurangan kemiskinan, pembalikan kecenderungan menurunnya kesejahteraan perempuan, dan penanganan ketidaksetaraan di daerah-daerah yang kurang berkembang.

Akses ke Layanan PublikInfrastruktur Dasar: Pada tahun 2005, sekitar satu dari empat rumah tangga masih tinggal di rumah berkualitas buruk dengan pelayanan dasar yang buruk, terutama di Aceh Bagian Barat dan Selatan. Di tingkat kabupaten secara keseluruhan, ada hubungan yang lemah antara kualitas perumahan dan penyebaran penyakit, sebuah hubungan yang biasanya lebih kuat di tingkat rumah tangga. Kualitas perumahan, sebagian besar tergantung pada ketersediaan infrastruktur dasar, yang pada umumnya menjadi tanggung jawab lembaga pemerintah. Ini menjadi contoh, bagaimana pemberdayaan masyarakat bisa memberikan hasil yang berbeda. Masyarakat lokal penerima dana hibah dari pemerintah, tidak perlu menunggu pemerintah daerah atau pusat untuk memberikan pelayanan ini kepada masyarakat yang kurang memperoleh pelayanan tersebut. Sebaliknya, mereka dapat menentukan penggunaan dana yang dialokasikan, untuk tujuan tersebut atau untuk melakukan perbaikan jika diperlukan. Pendidikan: Aceh menunjukkan kinerja paling baik di antara provinsi-provinsi lainnya di Indonesia terkait angka partisipasi sekolah,Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

di mana perbedaan meningkat pada setiap tingkat pendidikan. Akan tetapi, hal ini tidak harus diterjemahkan sebagai pendidikan anak-anak yang lebih baik karena kualitas fasilitas pengajaran dan sekolah yang tidak merata. Di tingkat sekolah dan universitas, ada kecenderungan nyata bagi anak-anak di daerahdaerah terpencil untuk pindah ke kota-kota dan kabupaten lain dengan fasilitas yang lebih baik. Seperti di bagian lain di dunia, banyak orang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi tetap miskin, karena kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Sektor Pendidikan di Aceh merupakan satu sektor dimana pemberdayaan masyarakat relatif cukup maju. Sejalan dengan petunjuk nasional, komite sekolah yang terdiri dari perwakilan guru, pengurus, orang tua dan siswa (jika perlu) memiliki kewenangan untuk menyiapkan dan menyetujui rencana dan anggaran tahunan. Di tingkat provinsi, forum yang terdiri dari para pemangku kepentingan (stakeholder) dari pemerintah, universitas, masyarakat sipil, LSM, lembaga donor dan lembaga keagamaan Islam mempunyai wewenang untuk menyiapkan dan melaksanakan rencana bagi sektor tersebut. Kesehatan: Meskipun perkembangan besar telah dicapai selama 40 tahun terakhir, tetapi indikator kesehatan menunjukkan bahwa Aceh masih menduduki peringkat pertiga atau perempat terbawah dari semua provinsi. Harapan hidup lebih rendah, anak-anak bergizi buruk dan angka kematian ibu dan bayi yang lebih tinggi. Berbagai masalah tersebut, terutama sangat berat terjadi di Aceh Bagian Barat dan Selatan, dimana satu dari enam orang tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan dalam jarak yang wajar. Hal yang hampir sama berlaku pula di Aceh Bagian Tengah. Ada beberapa bukti bahwa, fasilitas yang lebih baik di kabupaten menyebabkan kesehatan yang lebih baik. Meski kondisi tersebut, masih jarang ada. Sebuah program yang diperkenalkan pemerintah provinsi pada tahun 2009 yang memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada semua warga masyarakat telah meningkatkan permintaan pelayanan. Meskipun program ini bertujuan baik, namun ini belum mewakili penggunaan terbaik dari sumberdaya atau pantas memperoleh dukungan dalam jangka panjang. Ada beberapa peluang untuk menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat di sektor kesehatan. Peluang-peluang ini meliputi pembentukan sebuah forum publik-swasta di tingkat provinsi, yang serupa dengan forumLaporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

pendidikan dan penyelenggaraan forum sejenis di tingkat puskesmas kecamatan. Keahlian para bidan di daerah perdesaan dapat digunakan secara lebih efektif dengan membentuk dan memberikan pelatihan kepada kelompok swadaya masyarakat guna membantu perempuan hamil dan mereka yang memiliki bayi. Kelompok serupa juga dapat ditetapkan dan diberikan pelatihan dengan bantuan tenaga medis untuk tujuan-tujuan lain, seperti melawan kekerasan dalam rumah tangga, memperbaiki kesehatan dan gizi keluarga, serta mengobati kecanduan narkoba dan alkohol. Keadilan: Tidak seperti provinsi-provinsi lainnya di Indonesia, tiga sistem hukum telah diterapkan secara paralel di Aceh sejak tahun 2001: hukum tata negara Indonesia, sistem adat tradisional, dan hukum syariah. Hal ini sering menimbulkan kekacauan, karena lingkup yurisdiksi yang dicakup oleh setiap sistem mengalami tumpang tindih dan kadangkadang menimbulkan interpretasi yang berbeda. Beberapa hambatan mengakibatkan masyarakat, pertama, tidak dapat mengajukan tuntutan serta, selanjutnya, tidak memperoleh keadilan. Banyak orang tidak mengetahui opsiopsi hukum, mereka tunduk pada tekanan sosial yang ada sehingga mereka terpaksa mengandalkan sepenuhnya pada adat untuk menyelesaikan sengketa, dan mereka yang berada di daerah perdesaan seringkali jauh dari pengadilan. Karena persepsi yang luas tentang penyuapan dan korupsi dalam sistem hukum formal, masyarakat memiliki keyakinan yang lebih besar pada pengadilan syariah. Pengadian syariah ini telah menjadi semakin aktif untuk sejumlah isu-isu hak perempuan, termasuk pemberian perwalian anak kepada perempuan setelah perceraian, pemberian bagian yang sama atas harta gono-gini pada saat perceraian, dan perlindungan hak waris perempuan. Langkah-langkah untuk memberdayakan organisasi berbasis masyarakat dapat membantu meningkatkan akses keadilan melalui kampanye untuk meningkatkan kesadaran hak-hak hukum masyarakat, pemantauan keputusan pengadilan syariah dan peraturan adat, serta pemantauan kinerja polisi agama (wiliyatul hisbah).

Akses ke Kesempatan EkonomiMeskipun ukuran PDRB per kapita menyatakan bahwa Aceh merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, tetapi pengeluaran perix

kapita menunjukkan bahwa masyarakat Aceh berada di antara yang termiskin. Berlawanan dengan persepsi umum, rata-rata pengeluaran per kapita tak seimbang di luar kota-kota pada tahun 2008 tidak berbeda jauh di antara semua daerah. Pengeluaran rumah tangga terendah, terdapat di Aceh Bagian Tengah, dan tertinggi meski hanya sebesar 8 persen - berada di Aceh Bagian Barat dan Selatan. Selama bertahun-tahun, kontribusi terbesar PDRB provinsi berasal dari industri minyak dan gas, meski mengalami penyusutan secara cepat akibat kehabisan cadangan. Penerimaan bantuan terbesar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi setelah tsunami memberikan dorongan sementara bagi perekonomian, tetapi sebagian besar program tersebut, kini telah berakhir. Investasi di daerah tersebut telah diabaikan selama bertahun-tahun, akibat konflik, persepsi yang tetap hidup tentang ketidakamanan, pemerasan, dan isu-isu peraturan yang tidak terselesaikan tentang kegiatan bisnis. Produktivitas kerja di sektor pertanian telah meningkat secara bertahap selama beberapa tahun, tetapi dibandingkan dengan provinsi lain, pertumbuhan PDRB di Aceh memberikan dampak yang lebih rendah pada penciptaan pekerjaan. Angka partisipasi tenaga kerja di Aceh jauh di bawah rata-rata nasional, dan cenderung lebih rendah di kota-kota dan lebih tinggi di daerah perdesaan. Terlepas dari beberapa tahun yang tidak normal sebelum dan sesudah tsunami, jumlah perempuan dalam angkatan kerja masih dalam angka tetap yaitu sekitar 650.000, sedikit lebih rendah dalam dua tahun terakhir dimana tersedia data. Penurunan baru-baru ini mungkin sebagian berkaitan dengan kembalinya para mantan pejuang GAM ke dalam keluarga, sehingga meringankan beban perempuan sebagai pencari nafkah utama. Ratarata upah non-pertanian bagi perempuan di Aceh kurang dari upah untuk laki-laki, kecuali di empat kabupaten. Enam dari sepuluh pekerja di Aceh bekerja di sektor informal, tetapi proporsi ini meningkat menjadi empat dari lima pekerja di Aceh Bagian Tengah, terutama karena kesempatan yang baik untuk produksi kopi arabika. Meskipun sektor informal yang besar biasanya tidak dianggap sebagai tanda kemajuan pembangunan, sektor ini memainkan peran penting di Aceh (dan daerah-daerah lain di Indonesia) dalam memberikan kesempatan kerja dan mengurangi pengangguran terbuka. Salah satu faktor penghambat pertumbuhan lapangan kerja sektorx

formal di Aceh adalah upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi, yang merupakan upah minimum tertinggi di Indonesia, yang sebagian mencerminkan laju inflasi di tahun-tahun pasca tsunami. Kendala lain yang dihadapi baik oleh usaha kecil maupun usaha besar, terutama di sektor pertanian, adalah kesulitan memperoleh kredit. Proporsi rumah tangga yang menerima kredit di Aceh lebih rendah dari rata-rata nasional dan lebih mengutamakan kredit konsumsi bagi penduduk perkotaan. Berbagai upaya terbaru yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga donor untuk menciptakan lapangan kerja dan memperluas mata pencaharian di Aceh terutama mengandalkan pada dana hibah dan pinjaman. Meskipun kajian evaluasi biasanya melaporkan hasil yang baik, tetapi berbagai kajian lebih rinci mencakup kelompok pengontrol non-penerima menunjukkan risiko tinggi tanpa keuntungan, khususnya pada usaha-usaha kecil yang secara khusus melayani permintaan rumah tangga dan pasar lokal. Jika Aceh ingin mencapai sukses dalam menciptakan kesempatan yang lebih luas dan produktif bagi masyarakat untuk mencari nafkah, diperlukan upaya-upaya dalam dua bidang luas berikut ini. Di tingkat makro, kelemahan struktural dalam perekonomian perlu ditangani, sedangkan di tingkat mikro programprogram untuk mendukung usaha rumah tangga dan mata pencaharian pribadi harus dihubungkan dengan perubahan struktural yang sedang berlangsung dalam perekonomian makro yang lebih luas. Mesin utama pertumbuhan ekonomi di masa mendatang sebagian akan berasal dari peningkatan belanja pemerintah yang timbul dari Kesepakatan Damai, dan yang lebih penting dari ekspor komoditas pertanian yang ditentukan secara luas mencakup perkebunan, kehutanan dan perikanan. Berbagai upaya diusulkan untuk memberdayakan masyarakat bisnis, yang ditetapkan secara luas, untuk berkerja sama secara lebih efektif dengan pemerintah dalam membentuk kebijakan dan prioritas bagi pembangunan ekonomi. Beberapa hal dapat dijadikan contoh. Dengan pendanaan dari IFC (Intenational Financial Cooporation), sebuah Forum Bisnis Aceh ditetapkan pada tahun 2008 sebagai platform untuk meningkatkan dialog antara pemerintah dan sektor swasta mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dan kegiatan usaha di Aceh. Model kedua dapat diperoleh pada proyek APED (KerjasamaLaporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

untuk Pembangunan Ekonomi Aceh) yang diimplementasikan oleh UNDP melalui kerjasama dengan BAPPEDA provinsi sejak pertengahan 2006. Pendekatan ini berdasarkan pada pemberdayaan forum publik-swasta untuk industri-industri terpilih dengan yang mempunyai potensi kuat untuk ekspor.

Partisipasi dan PemberdayaanSurvei terbaru menyimpulkan bahwa kondisi sosial yang positif di Aceh memberikan dasar yang memungkinkan bagi pengambilan keputusan partisipatif. Akan tetapi, bias gender dan pembagian sosial akibat konflik perlu ditangani sebelum partisipasi penuh masyarakat dapat diwujudkan. Secara keseluruhan, telah terjadi perubahan nyata pada dekade terakhir di Indonesia terkait partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Strategi awal untuk mempromosikan perencanaan dari bawah ke atas (bottom up) melalui Musrenbang telah terbukti sangat tidak efektif dalam menghasilkan manfaat bagi masyarakat setempat. Strategi yang lebih baru seperti yang diadopsi dalam program PPK/PNPM-Mandiri secara nasional dan program BKPG di Aceh, mengalokasikan dana hibah (block grant) langsung ke kecamatan dan perdesaan, dan memberdayakan para pihak yang berkepentingan untuk mengambil keputusan sendiri tentang penggunaan dana tersebut. Ini merupakan langkah penting ke depan dalam mempromosikan pembangunan manusia sesuai dengan prioritas lokal. Selama satu dekade terakhir, Indonesia juga telah melakukan langkah besar dalam memajukan demokrasi melalui pemilihan langsung anggota majelis dan dewan perwakilan rakyat di semua tingkat pemerintahan dari desa hingga pusat, serta kepala pemerintahan dari kepala desa hingga Presiden. Hal ini menggambarkan prestasi yang luar biasa dalam jangka waktu yang relatif singkat dan merupakan kemajuan penting dalam pembangunan manusia. Pada tahun 2009, sekitar 75 persen dari pemilih terdaftar di Aceh ikut serta dalam pemilihan dewan tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Pada tahun 2008, jumlah dan proporsi perempuan dalam majelis daerah (DPRA dan DPRKs) mengalami peningkatan secara substansial, sebagian karena perkembangan yurisdiksi baru. Angka-angka ini dilaporkan telahLaporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

menurun setelah pemilu 2009, tetapi data resmi belum dipublikasikan. Data menunjukkan bahwa perempuan telah menduduki 40 hingga 50 persen dari semua posisi untuk staf profesional dan teknis di Aceh setidaknya sejak satu dekade terakhir, meskipun sebagian besar posisi yang diemban tidak memiliki pengaruh yang besar. Sementara itu, proporsi perempuan dalam kepemimpinan jauh lebih rendah, berjumlah di atas 40 persen di beberapa kabupaten, hingga tidak ada sama sekali di kabupaten lainnya.

Alokasi Sumberdaya bagi Pembangunan ManusiaSejak tahun 2000, pendapatan fiskal yang dikelola oleh pemerintah provinsi dan daerah di Aceh telah meningkat secara dramatis. Dua sumber utama pendapatan ini adalah transfer dari pemerintah pusat, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Otonomi Khusus (DAK) untuk Aceh sebagai bagian dalam Kesepakatan Damai dan selanjutnya diundangkan dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) 2006. Dengan pendapatan pemerintah di Aceh yang tumbuh jauh lebih cepat daripada perekonomian lokal, porsi anggaran pemerintah dalam total PDRB meningkat dari hanya 7 persen pada tahun 1999 menjadi sekitar 29 persen pada tahun 2008, yang menekankan potensi peran pembelanjaan pemerintah sebagai mesin bagi pembangunan ekonomi. Meskipun tidak didesain secara khusus untuk melakukan hal seperti itu, formula alokasi DAU telah menghasilkan pendapatan fiskal per kapita yang jauh lebih tinggi bagi banyak kabupaten yang kurang berkembang, khususnya di Aceh Bagian Barat dan Selatan serta Aceh Bagian Tengah. Karena formula DAU lebih tepat untuk yurisdiksi yang lebih kecil maka formula tersebut juga secara tidak sengaja dapat memainkan peran dalam mendorong pemekaran kabupaten-kabupaten baru. Peningkatan pendapatan fiskal di Aceh telah disertai dengan peningkatan serupa dalam pengeluaran publik. Porsi terbesar adalah administrasi pemerintahan, yang meningkat pada angka tahunan sebesar 8 persen antara 2001 dan 2007, sebagian besar karena pemekaran kabupaten-kabupaten baru. Kedua terbesar adalah pendidikan, meskipun sebagai secara keseluruhan, pendidikan telah menurun,xi

sementara terjadi peningkatan pada porsi infrastruktur, bantuan sosial dan sedikit lebih rendah terkait sektor kesehatan. Pendapatan per kapita yang lebih tinggi antara kabupaten dan kota juga telah diterjemahkan ke dalam pembelanjaan publik per kapita yang jauh lebih tinggi di Aceh Bagian Barat dan Selatan serta Aceh Bagian Tengah. Meskipun pemerintah provinsi dapat menggunakan alokasi sumberdaya fiskal antara pemerintah kabupaten dan kota sebagai instrumen untuk mengimplementasikan kebijakan publik, tetapi kontrol atas penggunaan dana SAF, yang diberikan sejak tahun 2008, bisa menjadi alat yang jauh lebih efektif. Akan tetapi, hal ini mengasumsikan departemen-departemen pemerintah provinsi memiliki kapasitas yang diperlukan untuk mengkaji ulang proposal secara tepat waktu, untuk memberikan dukungan teknis kepada kabupaten dan kota, dan memantau implementasinya.

bih rendah dibandingkan dengan para lelaki di sebagian besar kabupaten Aceh. Partisipasi mereka dalam dewan lokal meningkat, sebelum kembali menukik turun setelah 2008. Yang lebih serius adalah bahwa perempuan menempati posisi senior dengan proporsi yang kecil, dan sebagian besar masih kurang terwakili dalam pengambilan keputusan di tingkat masyarakat. Kekerasan dalam rumah tangga, dengan pelaku laki-laki terhadap perempuan, juga masih menjadi perhatian utama keluarga di Aceh.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan analisa informasi yang ada, laporan ini mendukung enam tujuan utama guna memajukan pembangunan manusia di provinsi Aceh. Memberdayakan Masyarakat untuk Pembangunan: Mungkin satu-satunya instrumen yang paling efektif untuk meningkatkan pembangunan manusia adalah memberdayakan Gender masyarakat untuk mengambil keputusan bersama secara mandiri tentang apa yang perlu diPosisi perempuan dalam masyarakat Aceh telah lakukan. Pemberdayaan ini tidak hanya berarti mengalami kemajuan dalam beberapa hal, te- mempromosikan partisipasi dalam rapat umum tapi beberapa indikator menunjukkan kemun- untuk mendiskusikan berbagai prioritas dan duran di berbagai bidang lain. Masuknya lem- rencana, tetapi juga mengalihkan sumberdaya baga-lembaga internasional setelah tsunami fiskal bagi kelompok-kelompok yang diakui dan membantu mengembangkan kapasitas orga- mendelegasikan wewenang untuk menentukan nisasi masyarakat sipil tentang keadilan gender, cara bagaimana menggunakan sumberdaya terdan telah ada interaksi dan kerja sama yang sebut. lebih besar antara lembaga-lembaga tersebut Memastikan Manfaat bagi setiap Orang: dan pemerintah terkait isu ini. Pengadilan Meskipun beberapa indikator menunjukkan keSyariah telah membantu untuk memajukan majuan dalam pembangunan manusia di Aceh, hak-hak perempuan tentang warisan dan tanah, tetapi penting untuk memastikan bahwa semua tetapi beberapa orang menyatakan bahwa inorang memperoleh manfaat dari kemajuan terpretasi hukum Syariah Aceh dianggap sempit yang dicapai. Semua program pemerintah hadan konservatif. BRR (Badan Rekonstruksi dan rus memberikan perhatian khusus terhadap peRehabilitasi) dan BPN (Badan Pertanahan Nananganan kebutuhan kelompok-kelompok sosional) menetapkan kebijakan untuk Pendafsial tertentu yang mungkin telah diabaikan taran Bersama Harta Gono Gini, tetapi kebi- atau yang tidak mampu untuk mendapatkan jakan tersebut mengalami sukses yang berbedabantuan yang mereka perlukan karena satu dan beda. Di sisi lain, IPG (Indeks Pembangunan lain alasan. Gender) dan UPG (Ukuran Pemberdayaan Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik: Gender) menyatakan tren yang mengecewakan Pelayanan sosial dasar sekarang dapat diakses selama bertahun-tahun. Meskipun partisipasi secara fisik oleh sebagian besar masyarakat di perempuan dalam angkatan kerja terus meningseluruh provinsi. Tantangan utama di masa kat sampai yang tertinggi sebesar 40 persen mendatang adalah peningkatan kualitas pelapada tahun 2002, tetapi sejak itu turun sedikit, yanan ini, terutama di bidang kesehatan dan sebagian karena kembalinya para mantan pependidikan. juang GAM ke keluarga masing-masing. KonMeningkatkan Kesempatan bagi Pekertribusi perempuan terhadap pendapatan kelujaan Produktif: Tujuan utama lainnya di Aceh arga menurun dan tingkat upah rata-ratanya leadalah untuk mengurangi angka pengangguranxiiLaporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

yang tinggi dan kekurangan lapangan pekerjaan sebagai sarana untuk menurunkan kemiskinan dan meningkatkan pendapatan rumah tangga. Hal ini penting bukan hanya karena alasan ekonomi tetapi juga sebagai sarana untuk menggunakan investasi secara lebih baik dalam pendidikan dan sumberdaya manusia, dan untuk meningkatkan martabat pribadi dan harga diri. Strategi yang efektif untuk mencapai tujuantujuan ini memerlukan langkah-langkah saling melengkapi baik pada tingkat makro maupun mikro. Aksi-aksi untuk memperkuat ekonomi di tingkat daerah akan membantu menciptakan pekerjaan baru dan memperluas kesempatan bagi mata pencaharian produktif di seluruh Aceh. Menggabungkan Mitigasi Bencana dengan Program Lingkungan: Meskipun tsunami merupakan peristiwa langka, tetapi jenis bencana alam lainnya sering terjadi di Aceh dan secara kumulatif menyebabkan kerugian dan kesulitan besar. Karena strategi dan agenda seringkali saling melengkapi maka upaya-upaya mitigasi bencana harus digabungkan dengan lembaga lain yang bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup. Langkah-langkah pengarusutamaan berbagai tindakan untuk mengurangi bencana alam sebaiknya diperkuat dalam program pemerintah dan lembaga donor, khususnya di sektor kehutanan, pertanian dan perikanan. Menggunakan Sumberdaya Publik secara lebih baik: Peningkatan yang sangat besar da-

lam sumberdaya fiskal yang mengalir ke Aceh sebagai hasil dari Kesepakatan Damai dan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) menekankan keharusan untuk meminimalkan penyalahgunaan dan memastikan sumberdaya yang disalurkan untuk berbagai program dan pelayanan yang lebih efektif dalam memajukan pembangunan manusia. Untuk tujuan ini, departemen-departemen pemerintah didorong untuk mengadopsi prinsip-prinsip umum kinerja perencanaan dan penganggaran. Karena pendekatan ini belum dipahami dengan baik di Aceh maka pemerintah provinsi sebaiknya mencari bantuan lembaga donor untuk melaksanakan program pengembangan kapasitas yang luas sehingga staf terkait dapat mengadopsi konsep tersebut. Rekomendasi lainnya: Selain itu, laporan ini memberikan sejumlah rekomendasi untuk sektor-sektor khusus. Rekomendasi-rekomendasi ini meliputi: Keamanan Kemiskinan Perempuan Infrastruktur Dasar Pendidikan Perawatan Kesehatan Keadilan Pembagunan Ekonomi, dan Alokasi Sumberdaya Fiskal.

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

xiii

xiv

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

Daftar Isi

Nomer ISBN Pengantar Ucapan Terima Kasih Ringkasan Eksekutif Latar Belakang Pemberdayaan Masyarakat Kondisi Sosial Indikator Pembangunan Akses ke Pelayanan Publik Akses ke Kesempatan Ekonomi Partisipasi dan Pemberdayaan Alokasi Sumberdaya dan Pembangunan Manusia Gender Kesimpulan dan Rekomendasi Acronim BAB 1. Pendahuluan 1.1 Pembangunan Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat 1.2 Ukuran Pembangunan Manusia 1.3 Susunan Laporan BAB 2. Kondisi Pembangunan Manusia di Aceh 2.1 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.1.5 2.2 2.2.1 2.2.2 2.3 2.4 2.4.1 2.4.2 Peristiwa-peristiwa di Aceh beberapa waktu terakhir Konik Bencana Alam Pengungsi Kesepakatan Damai Pemulihan dan Rekonstruksi Indikator Pembangunan Manusia di Aceh Aceh dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia Perbedaan-perbedaan di Aceh Sisa Dampak Kesimpulan Tantangan Respon

ii iii v vii vii vii vii viii viii ix xi xi xii xii xx 1 3 5 6 9 11 11 13 13 14 15 15 16 20 25 29 30 30

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

xv

BAB 3. Akses ke Layanan Publik 3.1 3.1.1 3.1.2 3.1.3 3.1.4 3.2 3.2.1 3.2.2 3.2.3 3.2.4 3.2.5 3.2.6 3.3 3.3.1 3.3.2 3.3.3 3.3.4 3.3.5 3.3.6 3.3.7 3.3.8 3.3.9 3.4 3.4.1 3.4.2 3.4.3 3.4.4 3.4.5 BAB 4. 4.1 4.1.1 4.1.2 4.1.3 4.2 4.3 4.3.1 4.3.2 4.3.3 4.4 4.5 4.6 Akses ke Infrastruktur Dasar Perlindungan Perumahan dan Kesakitan Infrastruktur Ekonomi Kesimpulan Akses ke Pendidikan Angka Melek Huruf Dewasa Lama Pendidikan Partisipasi Sekolah Perbedaan Gender Pendidikan dan Kemiskinan Kesimpulan Akses ke Pelayanan Kesehatan Perbandingan dengan Provinsi-Provinsi lain Harapan Hidup Kematian Bayi Layanan Anak Kesehatan Masyarakat Indikator Pelayanan Kesehatan Masyarakat dan Pelayanan Kesehatan Akes pada Orang-Orang Miskin Kesimpulan Akses ke Keadilan Sistem Hukum yang Paralel Keluhan-keluhan Umum Hambatan Keadilan Pertimbangan Gender Kesimpulan Akses ke kesempatan ekonomi Perekonomian Aceh Ukuran Pendapatan per Kapita di Aceh Pertumbuhan Ekonomi dan Penanggulangan Kemiskinan Investasi Perbandingan Kabupaten Pekerjaan Produktivitas Tenaga Kerja Ciri-ciri Pekerjaan Pekerjaan Perempuan dan Mantan Pejuang GAM Akses ke Sumberdaya Finansial Pendekatan pada Pembangunan Ekonomi di Aceh Kesimpulan

33 35 35 36 36 37 37 38 39 40 42 42 43 45 45 46 47 47 49 50 51 52 52 54 54 55 56 56 59 61 63 63 65 66 67 69 69 71 73 75 77 78 83 85 85 85 86 86 88 88Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

BAB 5. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat 5.1 5.1.1 5.1.2 5.1.3 5.1.4 5.2 5.3xvi

Partisipasi Politik Pemilu Demokratis Aksi Politik Pascakonik Pemilu 2009 Peran Perempuan dalam Posisi Kepemimpinan Kohesi Sosial Pemberdayaan dan Pengambilan Keputusan

5.3.1 5.3.2 5.3.3 5.3.4 5.3.5 5.3.6 5.3.7 5.4

Musrenbang Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Kerangka Kerja Pemulihan Aceh BKPG Organisasi Masyarakat Bias Gender Pelajaran berharga Kesimpulan

89 89 90 90 90 91 91 93 95 97 97 98 100 101 101 103 106 106 107 108 111 113 115 115 116 116 117 118 118 119 122 123 125 143 157 159 161

BAB 6. Perencanaan dan penganggaran bagi pembangunan manusia 6.1 6.1.1 6.1.2 6.1.3 6.2 6.2.1 6.2.2 6.3 6.3.1 6.3.2 6.4 Pendapatan Sumber Pendapatan Alokasi Sumberdaya Dana Otonomi Khusus Pengeluaran Agregasi Pngeluaran Publik menurut Sektor Pengeluaran per Kapita Sektor Pengeluaran menurut Kabupaten Pengeluaran untuk Pendidikan Pengeluaran untuk Kesehatan Kesimpulan

BAB 7. Kesimpulan dan Rekomendasi 7.1 7.2 7.2.1 7.2.2 7.2.3 7.2.4 7.2.5 7.2.6 7.3 7.4 Kesimpulan Rekomendasi Memberdayakan Masyarakat bagi Pembangunan Memastikan Manfaat bagi setiap Orang Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Meningkatkan Kesempatan bagi Pekerjaan Produktif Menggabungkan Mitigasi Bencana dengan Program Lingkungan Meningkatkan Penggunaan Sumberdaya Fiskal Rekomendasi bagi Sektor-Sektor Khusus Pemikiran Akhir

Lampiran Statistik Lampiran A: Tabel dan Gambar tambahan Lampiran B: Tabulasi Khusus BPS Referensi Catatan Teknis Metodologi TABEL 2.2 2.3 2.4 2.5 3.1 3.2 3.3 Total Kerugian Tsunami menurut Sektor (Milyar Rp) Pencapaian Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Ringkasan Indikator Aceh 1996 2008 Keseluruhan peringkat kabupaten di Aceh menurut Indikator Pembangunan Peringkat Indikator Kesehatan untuk beberapa Provinsi, 2008 Anak-anak Gizi Kurang di Aceh (% usia Balita) Pertolongan Persalinan di Indonesia dan Aceh (%)

13 14 19 24 45 49 49xvii

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

3.4 Tabel ringkasan Indikator Kesehatan dan Pelayanan menurut Kabupaten di Aceh 51 3.5 Distribusi Tanah menurut Jenis Kelamin di Aceh, 200811 59 4.1 PDRB per Kapita untuk beberapa Provinsi di Indonesia 1978-2007 (Rp sekarang 000) 63 4.2 Pertumbuhan Pendapatan per Kapita di Indonesia dan Aceh, 2005 - 2007 64 4.3 Penyesuaian Pengeluaran per Kapita di Indonesia dan Aceh, 2002, 2008 65 4.4 Investasi menurut beberapa Provinsi di Indonesia 2006 2009 66 4.5 Tabel Ringkasan Tingkat Pendapatan per Kapita menurut Kabupaten di Aceh 69 4.6 Prosentase Pekerjaan dan PDRB menurut Sektor di Aceh, 2003 - 2008 69 4.7 Tingkat relatif PDRB per Pekerja menurut Sektor di Aceh 2003 - 2008 70 6.1 Alokasi Pengeluaran Publik per Sektor di Aceh 2001 2007 (Provinsi, kabupaten dan kota gabungan) (%) 102 6.2 Pengeluaran per Kapita menurut Sektor bagi Kabupaten dan Kota di Aceh 2001 - 2007 (Rp tetap 2006) 104 GAMBAR 2.1 Kecamatan-Kecamatan dengan Intensitas Konik Tinggi, Sedang dan Rendah di Aceh 12 2.2 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi di Indonesia, 1996-2008 16 2.3 Perkembangan Pembangunan Terkait Gender di Aceh 1996 2008 17 2.4 Angka kemiskinan menurut Provinsi di Indonesia: 1999-2009 18 2.5 Laju Pertumbuhan Penduduk di Indonesia 19 2.6 Perbedaan IPM untuk Seluruh Daerah di Aceh 20 2.7 Tingkat IPM untuk seluruh Kabupaten dan Kota di Aceh, 1993-2008 21 2.8 Skor IPM untuk Kabupaten dan Kota dibandingkan dengan Rata-rata Nasional, 1993-2008 21 2.9 Indeks Kemiskinan Manusia menurut Kabupaten di Aceh 2007 23 2.10 Kekerasan di Aceh: Januari 2005 Desember 2008 26 2.11 Bantuan dan Konik menurut Kabupaten di Aceh (Jumlah Konik, 2008) 28 3.1 Indikator Perumahan dan Kesakitan menurut Kabupaten di Aceh 2008 36 3.2 Indikator Pendidikan di Aceh, 1990-2007 38 3.3 Angka Melek Huruf Dewasa untuk Seluruh Daerah di Aceh 39 3.4 Angka Melek Huruf Dewasa menurut Jenis Kelamin di Aceh, 1996 2008 39 3.5 Rata-rata Lama Pendidikan untuk Seluruh Daerah di Aceh 40 3.6 Angka Partisipasi Sekolah di Aceh menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2007 42 3.7 Penduduk Miskin yang lulus Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi 43 3.8 Harapan Hidup untuk Seluruh Daerah di Aceh 46 3.9 Angka Kematian Bayi dan Rasio Harapan Hidup di Aceh, 1971-2007 46 3.10 Angka Kematian Bayi menurut Kabupaten di Aceh 2008 (Per 1000) 48 3.11 Imunisasi Anak Balita menurut Jenis di Indonesia dan Aceh, 2003-2006 50 4.1 Saham Minyak dan Gas dalam Perekonomian Aceh (%), 1983 2006. 64 4.2 Dampak Pertumbuhan Ekonomi pada Penanggulangan Kemiskinan di Aceh dan daerah lain 65 4.3 Pengeluaran per Kapita menurut Kabupaten di Aceh (Rp sekarang 2008) 67 4.4 Peranan Pekerjaan dan PDRB dalam Bidang Pertanian di Aceh, 1980 2007 71 4.5 Pengangguran dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurut Kabupaten Aceh, 2008 72 4.6 Pekerjaan Sektor Informal dan Pengangguran menurut Kabupaten di Aceh, 2008 73 4.7 Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin di Aceh, 1998 - 2008 74 4.8 Rasio Rata-rata Upah Non-pertanian Laki-laki-Perempuan menurut kabupaten di Aceh, 2008 75 4.9 Kesenjangan Kota-Desa dalam Akses ke kredit di Indonesia dan Aceh 2006 dan 2007 76xviiiLaporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

4.10 Agregasi Jumlah Kredit 5.1 Partisipasi Pemilih di Aceh dalam Pemilu 2009 6.1 Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota di Aceh (Rp milyar, harga tetap 2006), 1999 2008 6.2 IPM dan Pendapatan Fiskal per Kapita menurut Kabupaten di Aceh, 2007 6.3 Pengeluaran untuk Kesehatan, Pendidikan Administrasi Umum sebagai bagian dari Total Pengeluaran Umum menurut Pemerintah Provinsi di Aceh, 2001 - 2007 6.4 Pengeluaran untuk Kesehatan, Pendidikan dan Administrasi Umum sebagai bagian dari Total Pengeluaran Umum menurut Kabupaten di Aceh, 2001 - 2007 6.5 Rata-rata Pengeluaran Publik per Kapita menurut Kabupaten di Aceh 2006-2007 (Rp 000s) 6.6 Pengeluaran Pendidikan Per Kapita menurut kabupaten di Aceh, 2006 & 2007 6.7 Pengeluaran per Kapita dan Akses ke Fasilitas Kesehatan menurut Kabupaten di Aceh, 2007 KOTAK 1 2 3 4 5 6 7 Proyek Peradilan Aceh Kisah Witni Posko Pendaftaran Tanah Forum Kopi APED Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Forum Pemulihan Kabupaten/Kota Pemberdayaan rakyat bagi pemberian layanan

77 86 90 91 102 103 105 107 108

55 58 58 80 89 91 93

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

xix

Akronim

ACMU AFR AH AHDR AH APED ARI Bappenas BCG BCPR BKPG BKPM BKRA BLT BLU BOK BOS BPD BPN BPP&PA BPS BRA BRR Bukesra Bulog CBO CSO CSRC DAK DAU DPD DPRxx

: Pembaharuan Monitorisasi Konik Aceh : Kerangka Kerja Pemulihan Aceh : Aceh Bagian Tengah : Laporan Pembangunan Manusia, Aceh : Aceh Hinterland : Kerjasama untuk Pembangunan Ekonomi Aceh : Institut Penelitian Asia : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional : Bacillus Calmette-Gurin : Biro untuk Pencegahan dan Pemulihan Krisis : Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong : Badan Koordinasi Penanaman Modal : Badan Kesinambungan Rekonstruksi Aceh : Bantuan Langsung Tunai : Badan Layanan Umum : Bantuan Operasional Kesehatan : Bantuan Operasional Sekolah : Bank Pembangunan Daerah : Badan Pertanahan Nasional : Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak : Badan Pusat Statistik : Badan Reintegrasi-Damai Aceh : Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi : Badan Usaha Kesejahteraan Penyandang Cacat : Badan Urusan Logisitik : Organisasi Berbasis Komunitas : Organisasi Masyarakat Sipil : Pusat Sumber Daya Masyarakat Sipil : Dana Alokasi Khusus : Dana Alokasi Umum : Dewan Perwakilan Daerah : Dewan Perwakilan Rakyat

DPRA DPT DRR-A

: Dewan Perwakilan Rakyat Aceh : Diphtheria, Pertussis and Tetanus : Pengurangan Resiko BencanaAceh (PRB-A) EDFF : Fasilitas Finansial Pembangunan Ekonomi ERTR : Tanggap Darurat dan Pemulihan Transisional GAM : Gerakan Aceh Merdeka GDI : Indek Pembangunan Gender (IPG) GEM : Ukuran Pemberdayaan Gender GNP : Produk Nasional Bruto (PNB) GoI : Pemerintah Indonesia GRDP : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) HDI : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) HDR : Laporan Pembangunan Manusia HKI : Hak Kekayaan Intelektual HPI : Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) IASC : Komite antar Agensi IDP : Pengungsi IFC : Koperasi Keuangan Internasional ISE : Pekerjaan Sektor Informal JKA : Jaminan Kesehatan Aceh JLT : Posko Pendaftaran Tanah KDP : Program Pengembangan Kecamatan Komnas : Komite Nasional KPA : Komite Peralihan Aceh KPN : Kredit Pemakmu Nanggroe KPU : Komisi Pemilihan Umum KRF : Forum Pemulihan Kecamatan/Kota KUBE : Kelompok Usaha Bersama LKM : Lembaga Keuangan Mikro LoGA : Undang-Undang Pemerintahan Aceh MA : Madrasah Aliyah MDF : Multi Donor Fund MDG : Tujuan Pembangunan Millenium Menko Kesra : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat MI : Madrasah Ibtidaiyah MoU : Nota KesepahamanLaporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

MT : Madrasah Tarbiyah Musrenbang : Musyawarah Rencana Pembangunan NAD : Nanggroe Aceh Darussalam NEA : Aceh Bagian Utara dan Timur NGO : Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) NTB : Nusa Tenggara Barat NTT : Nusa Tenggara Timur NZAID : Badan Pembangunan Internasional New Zealand Otsus : Migas Otonomi Khusus Minyak dan Gas PA : Partai Aceh PAAS : Partai Aceh Aman dan Sejahtera PBA : Partai Bersatu Aceh PDA : Partai Daulat Aceh PDP : Proyek Pusat Pembangunan Manusia PER : Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Perda : Peraturan Daerah PLN : Perusahaan Listrik Negara PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNS : Pegawai Negeri Sipil PRA : Partai Rakyat Aceh PSIRA : Partai Suara Independen Rakyat Aceh Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat RALAS : Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh

RBA RPJP RSD SAF SD SLB SMA SME SMK SMP SSPDA Susenas TKSK TNA TNI UN UNFPA UNICEF UNORC Unsyiah UU WH WSA YBKM

: Pendekatan Berdasarkan Hak : Rencana Pembangunan Jangka Panjang : Rumah Sejahtera Darussaadah : Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) : Sekolah Dasar : Sekolah Luar Biasa : Sekolah Menengah Atas : Usaha Kecil dan Menengah (UKM) : Sekolah Menengah Kejuruan : Sekolah Menengah Pertama : Dukungan untuk Keberlangsungan Keamanan Aceh : Survey Sosial Ekonomi Nasional : Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan : Tentara Nasional Aceh : Tentara Nasional Indonesia : Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) : Badan PBB di Bidang Kependudukan : Badan PBB di Bidang Anak : Badan PBB untuk Koordinasi Pemulihan Aceh dan Nias : Universitas Syiah Kuala : Undang-Undang : Wilayatul Hisbah : Aceh Bagian Barat dan Selatan : Yayasan Bina Kitorang Mandiri

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

xxi

xxii

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

1

Pendahuluan

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

1

2

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

BAB

1Pemberdayaan masyarakat untuk mengambil keputusan mereka sendiri tentang prioritas-prioritas pembangunan dan penggunaan sumber daya merupakan cara yang paling efektif untuk memelihara perdamaian, meningkatkan pemberian layanan publik dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh.

Pendahuluan

Daerah yang dikenal sebagai Aceh ini, memiliki sejarah panjang dan bergejolak. Terletak di ujung barat laut pulau Sumatera, rakyat Aceh berkembang menjadi sebuah bangsa kaya dan kuat yang menguasai jalur perdagangan strategis melalui Selat Malaka. Untuk memperluas dan melindungi kepentingan dagang mereka pada abad-abad yang lalu, Kesultanan seringkali terlibat dalam perjuangan melawan negara-negara pesaing di kawasan tersebut. Laporan para pelancong pada abad ke-16 memuji kekayaan istana Sultan dan perlunya memberi penghormatan untuk menjamin keamanan perjalanan. Sebagai salah satu negara pertama yang mengadopsi Islam di Asia Tenggara, rakyat Aceh telah mengembangkan dan mempertahankan identitas budaya yang kuat. Kemudian, mereka melawan upaya Belanda untuk menggabungkan negara tersebut ke dalam Hindia Belanda, dan dibagi sebagai kesepakatan untuk menjadi bagian dari Indonesia setelah kemerdekaan. Kebencian terhadap dominasi orang Jawa dalam administrasi pemerintah daerah merupakan salah satu faktor yang akhirnya mengarah pada konflik berkepanjangan, yang baru berakhir dengan ditandatanganinya Kesepakatan Damai pada tahun 2005.Seperti daerah lainnya di Indonesia, Aceh didiskusikan untuk Papua dan Nusa Tenggara juga merupakan daerah yang sangat rawan terTimur (NTT). Laporan-laporan tersebut menghadap bencana alam. Meskipun tsunami yang ikuti tradisi laporan global tahunan dan laporan terjadi pada bulan Desember 2004 telah menarik berkala UNDP bagi banyak negara di seluruh perhatian dunia dan dana besar-besaran untuk dunia. Laporan Nasional untuk Indonesia direkonstruksi, tetapi daerah tersebut telah lama terbitkan pada tahun 1996, 2001 dan 2004, dan menderita, dan terus menderita, akibat banyak laporan lainnya dijadwalkan selesai akhir tahun bencana dengan skala yang lebih kecil, terutama ini (2010). gempa bumi, tanah longsor dan banjir. Namun demikian, sejak tsunami, rakyat Aceh dengan dukungan dari pihak-pihak lain, telah 1.1. Pembangunan Manusia mencapai perkembangan luar biasa dalam meng- dan Pemberdayaan Masyarakat konsolidasikanperdamaian,menyembuhanlukaluka dari konflik dan bencana dan membangun Laporan Pembangunan Manusia yang pertama kembali masyarakat mereka. diterbitkan pada tahun 1990 dengan satu tujuLaporan tentang Aceh ini merupakan respon an untuk mengembalikan manusia sebagai titik terhadap permintaan Gubernur dan merupakan pusat pembangunan, dan sebagai sarana untuk yang pertama dari sejumlah Laporan Pembamemperluas diskusi tentang berbagai kecendengunan Manusia yang direncanakan oleh United rungan (trend) dalam pembangunan nasional di Nations Development Programme (UNDP) luar fokus terbatas pada faktor-faktor ekonomi. untuk beberapa provinsi di Indonesia. Laporan- Tujuannya adalah untuk memberikan penilaian laporan untuk provinsi-provinsi lainnya sedang yang luas tentang perkembangan dalam mening3

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

katkan kualitas hidup bagi semua orang, khususnya perempuan, orang-orang miskin dan kurang beruntung. Tujuannya adalah untuk mengkaji faktor-faktor yang membentuk dan bertanggung jawab terhadap kualitas hidup, menekankan keadaan sulit kelompok-kelompok yang kurang beruntung dan terkucilkan, dan membuka jalan ke depan menuju kebijakan yang lebih inklusif bagi pembangunan yang memberikan manfaat kepada masyarakat dari segala lapisan. Baik Laporan Pembangunan Manusia global yang diterbitkan setiap tahun oleh UNDP maupun laporan berkala tentang setiap negara biasanya memasukkan tema utama yang disesuaikan dengan peristiwa-peristiwa terakhir dan keadaan tertentu. Misalnya, laporan global untuk tahun 2009 memasukkan mobilitas dan migrasi manusia. Laporan Pembangunan Manusia 2007 untuk Bosnia Herzegovina menekankan dimasukkannya kelompok etnis dan agama yang sebelumnya terpinggirkan dalam programprogram pembangunan. Laporan Pembangunan Manusia untuk Indonesia yang segera diluncurkan mengadopsi tema partisipasi dalam pemerintahan daerah. Partisipasi aktif merupakan salah satu langkah menuju pemberdayaan rakyat, yang merupakan tema Laporan Pembangunan Manusia untuk Aceh ini. Melalui pemberdayaan ini dimaksudkan bukan hanya partisipasi dalam perencanaan, tetapi juga berbagi dalam pengambilan keputusan dengan pemerintah atau pendelegasian pengambilan keputusan ke forum-forum yang mewakili pemerintah, konsumen, penerima manfaat dan para pemangku kepentingan (stakeholder). Pemberdayaan masyarakat untuk mengambil keputusan mereka sendiri tentang prioritasprioritas pembangunan dan penggunaan sumber daya merupakan cara yang paling efektif untuk memelihara perdamaian, meningkatkan pemberian layanan publik dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh. Cara ini juga merupakan cara yang lebih tepat untuk memastikan bahwa kebutuhan kelompok yang kurang beruntung dan terpinggirkan ditangani dengan baik. Perbedaan antara partisipasi dan pemberdayaan masyarakat perlu ditekankan. Arnstein (1969)2 membuat titik perbedaan yang jelas tetapi sering diabaikan bahwa ada gradasi luas dalam sebuah tangga partisipasi, mulai dari nonpartisipasi (manipulasi) pada anak tangga paling bawah, sampai tokenisme (informasi, konsultasi) pada tingkat menengah, sampai kekuasaan masyarakat (kemitraan, delegasi kekuasaan, dan4

kontrol masyarakat) menuju puncak tangga. Tipologi ini perlu diingat ketika mengkaji ulang proses-proses partisipatif yang dibahas pada bagian lain dalam laporan ini. Tipologi tersebut juga berguna dalam menekankan bahwa pemberdayaan rakyat pada dasarnya melibatkan redistribusi otoritas dan tanggung jawab. Ruang lingkup pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan manusia bersifat luas, khususnya dalam perencanaan dan implementasi infrastruktur dan pelayanan publik di tingkat masyarakat. Ruang lingkup ini dapat dilihat dari kajian ulang secara singkat terhadap tahap-tahap terkait. Identifikasi Masalah dan Peluang. Pengetahuan dan pengalaman bersama penduduk setempat mungkin akan menjadi sumber informasi terbaik tentang individu dan kelompok mana saja yang terkucilkan dari program-program pemerintah atau tidak mampu mengakses layanan, dan tentang ide-ide untuk meningkatkan akses. Prioritas. Demikian juga, penduduk setempat diberi posisi terbaik untuk mengekspresikan tingkat permintaan yang relatif atas proposal-proposal yang berbeda untuk meningkatkan layanan dan mengkaji prioritas dalam mengalokasikan sumberdaya di antara kebutuhan-kebutuhan yang berbeda. Di Kamboja, misalnya, para peserta pertemuan publik mampu mengubah keputusan pemerintah tentang desa-desa mana saja yang paling membutuhkan langkah-langkah pengendalian banjir. Desain Proyek. Para calon pengguna infrastruktur dan fasilitas layanan yang diusulkan juga dapat memberikan ide-ide penting bagi pembuatan rute jalan, lokasi dan desain fasilitas. Di Palestina, misalnya, warga masyarakat mempercepat penyelesaian isu penting tentang penentuan penyesuaian jalan antardesa yang menimpa sejumlah pertanian, dan membuat rencana yang jauh lebih baik dari rencana yang diusulkan oleh kepala desa untuk jaringan jalan akses pertanian. Pendanaan. Dana yang tersedia dari sumbersumber pemerintah mungkin tidak memadai untuk membiayai proposal yang diutamakan, tetapi aksi bersama yang dilakukan oleh masyarakat dapat menghasilkan sumberdaya tambahan dalam bentuk uang atau barang sehingga memungkinkan untuk mengimplementasikan proyek. Misalnya, keluarga-keluarga di Kenya terkenal karena melakukan penggalangan dana tambahanLaporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

bagi sekolah dan layanan pendidikan. Di Laporan ini Malawi, para penduduk desa membuat batu disusun bata untuk pembangunan ruang kelas sesecara khusus kolah, sebuah tugas berat, yang jika tidak diuntuk memlakukan akan memerlukan biaya yang mahal. bantu peme- PengadaandanPelaksanaan. Banyak lembaga pemerintah dan donor hati-hati dalam rintah dan mendelegasikan wewenang kepada masyamasyarakat rakat setempat untuk pengadaan jasa kontraktor bangunan, LSM atau penyedia seksipil dalam tor swasta lainnya. Akan tetapi di Vietnam, memikirkan misalnya, unit pendukung pemerintah daerah kembali membantu desa-desa untuk mencapai tujuberbagai an ini, yang mengikuti prosedur penawaran transparan yang disaksikan oleh para stakekebijakan dan holder setempat. program Pembayaran Dana. Demikian juga, banyak pembangunan lembaga pemerintah dan donor lebih memidan penanggulih untuk menangani sendiri pembayaran dana kepada kontraktor. Tetapi di Nepal, milangan salnya, setelah uji coba awal berjalan dengan kemiskinan, baik, UNDP sepakat untuk mendelegasikan dan strategipembayaran dana kepada staff desa dengan tanda tangan bersama dari unit manajemen strategi proyek yang terdiri dari wakil-wakil masyauntuk meningrakat. katkan partisi- Pengawasan dan Pemantauan. Meskipun pasi aktif staf profesional dipersyaratkan untuk memeriksa spesifikasi teknis pekerjaan yang telah kelompokdiselesaikan oleh kontraktor bangunan, tekelompok tapi unit pelaksanaan proyek di tingkat materpinggirkan syarakat dapat melakukan pengawasan secara dalam pengkeseluruhan. Di Palestina, misalnya, masyarakat di satu desa aktif memantau pembaambilan ngunan perluasan ruang kelas, dengan memekeputusan. riksa tagihan kontraktor terhadap pasokan material, mengawasi pekerjaan yang salah, dan bahkan meminta kontraktor untuk meratakan halaman sekolah dengan kelebihan bahan secara gratis. Operasi dan Pemeliharaan. Meskipun lembaga pemerintah berupaya keras untuk membangun fasilitas-fasilitas baru, tetapi pemberian dana untuk pemeliharaan biasanya sangat tidak memadai atau tidak ada, sehingga mengakibatkan akumulasi perbaikan yang perlu dilakukan dan kerusakan bangunan dan peralatan secara tetap. Berbagai laporan menyebutkan adanya penundaan yang lama dalam menunggu pemerintah untuk melakukan perbaikan sederhana yang murah, misalnya untuk pompa air di Timor Barat. Tetapi di Nepal, petani telah lama diorganisir untuk mengoperasikan dan memeliharaLaporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

sistem irigasi lokal. Contoh-contoh ini hanya mengacu pada perencanaan dan pelaksanaan infrastruktur dan pelayanan publik. Tetapi ada banyak kesempatan lain untuk memberdayakan rakyat guna memainkan peran penting dalam aspekaspek pembangunan manusia yang lebih luas, yang dijelaskan di bagian lain dalam laporan ini.

1.2. Ukuran Pembangunan ManusiaSelama lima puluh tahun atau lebih, sejak pemerintah pertama kali mulai mengumpulkan data tentang ukuran pembangunan manusia, standard indikator pembangunan nasional adalah produk nasional bruto (PNB) per kapita. Tetapi seperti yang ditunjukkan selanjutnya dalam laporan ini, data tersebut mungkin memberikan gambaran yang keliru tentang kualitas hidup penduduk suatu negara atau daerah. Pada tahun 1990, UNDP memperkenalkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai sebuah cara alternatif untuk mengukur kesejahteraan rakyat. Seperti angka PNB, indeks ini dirancang untuk menghasilkan satu angka yang dapat digunakan dengan mudah untuk membandingkan kondisi di antara negara dan daerah yang berbeda. Akan tetapi, tidak seperti PNB, IPM memasukkan empat dimensi untuk memberikan indikasi kondisi kehidupan yang lebih luas, yaitu harapan hidup, tingkat melek huruf dewasa, rata-rata lama pendidikan dan pengeluaran per kapita yang diukur secara nyata untuk memungkinkan perbandingan dari waktu ke waktu. Sejak itu, UNDP dan organisasi-organisasi pembangunan internasional lainnya telah menciptakan sejumlah indikator lain untuk mengukur aspek-aspek pembangunan yang berbeda. Tiga dari aspek-aspek tersebut dijelaskan dalam laporan ini: Indeks Pembangunan Gender (IPG), Ukuran Pemberdayaan Gender (UPM) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Meskipun indeks-indeks ini dapat dijadikan sebagai standar untuk memungkinkan perbandingan antardaerah, tetapi rumusan-rumusan yang diadopsi oleh Badan Pusat Statistik di Indonesia telah berubah-ubah selama tahun-tahun tersebut, sebagian tergantung pada ketersediaan dan keandalan data. IPG didasarkan pada empat komponen yang membandingkan data untuk laki-laki dan5

perempuan dalam hal harapan hidup, melek huruf dewasa, lama pendidikan dan kontribusi terhadap pendapatan keluarga. IPG untuk provinsi meliputi proporsi perempuan dalam DPRD, dalam posisi-posisi pejabat senior, staf manajerial dan teknis, dan dalam angkatan kerja lokal. IPG untuk kabupaten-kabupaten di Aceh menambahkan indikator lain, yaitu ratarata upah non-pertanian. IKM untuk provinsi didasarkan pada proporsi jumlah penduduk yang belum mencapai usia 40 tahun, tanpa akses ke air bersih, tanpa akses ke fasilitas kesehatan, dan proporsi anak balita gizi buruk. IKM untuk kabupaten-kabupaten menambahkan tingkat melek huruf dewasa. Indikator-indikator ini hampir semuanya didasarkan pada data dari lembaga-lembaga pemerintah pusat3, yang pada gilirannya tergantung pada dinas-dinas daerah, kadangkadang sampai ke tingkat desa. Proses pengumpulan, penyusunan dan pengolahan data ini tentang berbagai topik merupakan tantangan besar, terutama bagi negara sebesar Indonesia. Kesenjangan pasti terjadi dalam pengumpulan informasi dan kesalahan-kesalahan dapat timbul dalam pengolahan data, walaupun metode statistik dapat mengurangi kesalahan-kesalahan ini. Seperti yang terlihat selama penyajian draft temuan-temuan laporan ini, beberapa pembaca mungkin mempertanyakan ketepatan angkaangka yang disajikan di sini. Meskipun angkaangka khusus terbuka untuk pertanyaan, tetapi kecenderungan-kecenderungan lebih besar yang dinyatakan oleh data tersebut lebih kuat dan akhirnya apa yang lebih penting.

silkan dari Kesepakatan Damai tahun 2005. Hal ini berhubungan dengan peningkatan bagian pendapatan yang berasal dari minyak dan gas di wilayah tersebut dan dana otonomi khusus bagi Aceh, yang keduanya diundangkan di bawah Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) tahun 2006. Laporan ini dimulai dengan Bab Satu yang mengkaji ulang beberapa konsep dan pendekatan pembangunan manusia dan khususnya gagasan tentang pemberdayaan masyarakat untuk berbagi dalam pengambilan keputusan mengenai berbagai kebijakan dan program pembangunan. Ini adalah konsep terakhir yang disusun untuk memfokuskan pada kelompok kurang beruntung yang seringkali diabaikan dalam penilaian pembangunan manusia. Bab Dua menjelaskan gambaran umum tentang peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di Aceh dan dampaknya pada kondisi pembangunan manusia di provinsi tersebut. Hal ini diukur berdasarkan beberapa indikator gabungan standar, yang dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antara Aceh dan provinsiprovinsi lainnya di Indonesia dan di antara kabupaten-kabupaten di Aceh. Bab Tiga dan Empat mengkaji akses ke layanan publik dan kesempatan-kesempatan ekonomi, sebuah faktor kunci dalam menanggulangi kemiskinan dan mengurangi pengucilan sosial. Diskusi tersebut diselenggarakan menurut sektor dan program yang biasanya diadopsi dalam dokumen perencanaan pemerintah. Format ini dimaksudkan untuk mempermudah staff pemerintah guna menggambarkan berbagai temuan dan rekomendasi dari laporan ini dalam rencana dan anggaran 1.3. Susunan Laporan yang mereka buat bagi setiap departemen atau lembaga. Bab Tiga mengkaji akses yang Karena laporan ini merupakan permintaan Pe- berkaitan dengan infrastruktur fisik dasar, merintah Aceh maka laporan tersebut disusun kesehatan dan pendidikan, serta keadilan. secara khusus untuk membantu pemerintah dan Bab Empat meringkas kecenderungan terbaru masyarakat sipil dalam memikirkan kembali dalam perekonomian setempat dan mengkaji berbagai kebijakan dan program pembangunan akses ke kesempatan-kesempatan untuk medan penanggulangan kemiskinan, dan strategi- ningkatkan pendapatan bagi keluarga berkaitan strategi untuk meningkatkan partisipasi aktif dengan pekerjaan, mata pencaharian dan kelompok-kelompok terpinggirkan dalam peng- kredit. Salah satu pertimbangan penting di ambilan keputusan. Dengan mengingat tuju- sini adalah juga akses ke pasar bagi produsen an ini, laporan tersebut disusun di seputar skala kecil. Hal ini penting untuk menghindari tema-tema dan topik-topik yang menyangkut permainan menang kalah (zero sum gain) bagi mereka yang bertanggung jawab terhadap pe- program-program mata pencaharian dan untuk nyusunan rencana pembangunan jangka me- memastikan pertumbuhan jangka panjang dan nengah dan panjang (RPJM dan RPJP) dan kesinambungan pekerjaan dan usaha setempat. penentuan penggunaan yang tepat atas tamBab Lima mengkaji ulang dua faktor lainbahan pendapatan publik yang besar yang dihanya yang sangat penting untuk meningkatkan6Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

pembangunan manusia dan mempromosikan pelibatan kelompok-kelompok yang kurang beruntung, yaitu partisipasi dan pemberdayaan. Isu-isu ini dibahas berkaitan dengan partisipasi politik dalam pemilu dan pemerintahan, dan dan partisipasi masyarakat dan pemberdayaan dalam pengambilan keputusan lokal, khususnya dalam desain dan alokasi sumberdaya keuangan bagi program-program pengembangan masyarakat. Meskipun pemerintah-pemerintah daerah di Aceh telah mengetahui banyak persoalan yang dibahas dalam laporan ini, tetapi analisa pengeluaran publik menyatakan adanya kesenjangan antara tujuan dan praktek. Bab Enam mengkaji kecenderungan-kecenderungan terbaru dalam pengeluaran publik dan proses perencanaan dan penganggaran. Bab ini mengidentifikasi beberapa alasan ketidaksesuaian antara tujuan dan alokasi sumber daya fiskal, dan mengusulkan cara-cara untuk

mengatasi kesenjangan tersebut. Laporan ini diakhiri dengan ringkasan beberapa temuan penting dan kesimpulan yang muncul dari analisa pembangunan manusia di Aceh, dan memberikan sejumlah usulan dan rekomendasi. Usulan dan rekomendasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh dan untuk mempromosikan pelibatan semua kelompok sosial secara lebih luas terutama mereka yang saat ini kurang beruntung. Dalam penyusunan laporan ini, UNDP menyiapkan sejumlah dokumen dasar yang selesai pada tahun lalu. Dokumen-dokumen ini mencakup beberapa topik, antara lain pelibatan sosial, ketidaksetaraan, gender, keadilan, mata pencaharian, pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran publik. Laporan ini diambil dari dokumen-dokumen dasar ini, dan laporanlaporan lainnya, yang penulisnya disebutkan dalam daftar referensi, halaman 115.

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

7

8

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

2

Kondisi Pembangunan Manusia di Aceh

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

9

10

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

BAB

2Dampak buruk konik pada struktur sosial di Aceh, selain memperburuk ketidaksetaraan horizontal dan vertikal penduduk, merupakan tantangan berat bagi upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi hidup mereka.

Kondisi Pembangunan Manusia di Aceh

Bab ini memberikan gambaran luas tentang keadaan pembangunan di Aceh saat ini. Bagian 2.1 mengkaji ulang peristiwa-peristiwa besar yang terjadi beberapa dekade terakhir yang menimbulkan dampak negatif dan positif terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat. Bagian 2.2 menganalisa beberapa ukuran pembangunan yang membandingkan perkembangan di Aceh dengan provinsi lain di Indonesia dan antara kabupaten dan kota di Aceh. Bagian 2.3 menyajikan sejumlah aspek lain dari kesejahteraan sosial yang tidak dijelaskan oleh indikator-indikator kuantitatif. 2.1. Peristiwa-Peristiwa di Aceh beberapa Waktu TerakhirIndonesia), yang berlangsung lebih dari 30 tahun, menyebabkan kematian 15.000 orang dan menelantarkan lebih dari 30.000 keluarga Beberapa peristiwa yang menimbulkan dampak (PPK-Bank Dunia, 2007). Konflik ini juga besar dan luas terhadap pembangunan manusia menimbulkan kehancuran infrastruktur fisik di Aceh. Konflik politik, bencana alam dan secara luas dan menghambat pemberian dan upaya pembangunan kembali secara besarpemeliharaan layanan publik pemerintah. besaran sejak tahun 2005, telah menimbulkan Dampak buruk pada struktur sosial di Aceh, dampak yang sangat berbeda pada masyarakat selain memperburuk ketidaksetaraan horizontal dan daerah di Aceh. dan vertikal penduduk, merupakan tantangan berat bagi upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi hidup mereka. Dalam tiga dekade 2.1.1 Konik setelah pernyataan kemerdekaan GAM, perkembangan Aceh menuju pembangunan maAceh memiliki sejarah panjang dan membang- nusia mengalami penurunan dibandingkan gakan sebagai sebuah negara merdeka sebelum dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia Belanda menggabungkan provinsi tersebut dan kemiskinan mengalami peningkatan. Peneke dalam Hindia Belanda pada abad ke-19. tapan pengawasan militer yang sebernarnya Katalisator yang lebih baru bagi gerakan sepa- atas wilayah tersebut oleh angkatan bersenjata ratis dihubungkan dengan ketegangan etnis Indonesia dan masuknya para migran Jawa ke antara rakyat Aceh dan imigran dari Jawa, yang daerah-daerah boom minyak, disertai dengan dianggap akan menduduki posisi-posisi senior dominasi mereka atas pekerjaan sipil dengan di pemerintahan dan diperlakukan secara isti- posisi yang tinggi, semakin memperburuk mewa melalui proyek-proyek transmigrasi yang ketidaksetaraan dan perbedaan di Aceh (Brown memberikan kepemilikan lahan yang relatif 2005). luas (Brown 2005). Sumber lain ketidakpuasan Intensitas konflik yang bersifat relatif di adalah perbedaan antara generasi yang kaya antara kabupaten-kabupaten di Aceh dipetakan pada Gambar 2.1. Pertentangan terjadi paling karena ledakan (boom) minyak di satu sisi, dan mayoritas penduduk setempat yang terus hebat antara kabupaten-kabupaten pesisir di mengalami kemiskinan di sisi lain. timur laut, daerah bagian tengah di utara, dan Konflik bersenjata antara Gerakan Aceh juga tersebar di daerah pantai barat laut dan Merdeka (GAM) dan TNI (Tentara Nasional barat daya jauh. Kota Banda Aceh dan daerah11

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

Gambar 2.1

Kecamatan-Kecamatan dengan Intensitas Konik Tinggi, Sedang dan Rendah di Aceh

N W S E

KOTA SABANG BANDA ACEH ACEH BESAR LHOKSUMAWEPIDIE

BIREUEN

ACEH UTARA

ACEH JAYA BENER MERIAH ACEH TIMUR ACEH BARAT ACEH TENGAH KOTA LANGSA ACEH TAMIANG NAGAN RAYA ACEH BARAT DAYA

GAYO LUES

ACEH TENGGARA ACEH SELATAN

SIMEULUE

ACEH SINGKIL INTENSITAS KONFLIK TINGGI SEDANG RENDAH Tidak ada dataSumber: BPS

Dibandingkan dengan konik, tsunami memiliki dampak yang jauh lebih buruk terhadap kehidupan manusia. Jumlah korban tewas akibat tsunami sebanyak 130.000 orang hampir sepuluh kali lipat jumlah yang meninggal akibat konik, bahkan mungkin lebih dari 37.000 orang hilang, masih belum ditemukan pada tahun 2008.

daerah bagian tengahnya kurang terkena dampak karena adanya pasukan yang kuat dari pemerintah pusat di daerah-daerah tersebut. Dampak konflik tersebut pada infrastruktur ekonomi dan fasilitas sosial cukup parah. (Lihat Lampiran A: Gambar 2.2 dan 2.3.) Separuh atau lebih dari dermaga, kolam ikan dan tambak udang, pasar dan penggilingan padi mengalami kerusakan, dan sampai tingkat yang lebih ren12

dah, juga terjadi pada tanah pertanian, sawah, pabrik, toko dan ternak. Konflik ini menghancurkan mata pencaharian sejumlah besar keluarga di Aceh, termasuk sebagian besar keluarga miskin yang merasa paling sulit untuk pulih dari kerugian mereka. Kerusakan fasilitas sosial bahkan lebih besar dalam hal bangunan dan aset fisik. Konflik tersebut merusak lebih dari separuh fasilitas pada delapan kelompok,Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

Tabel 2.2

Total Kerugian Tsunami menurut Sektor (Milyar Rp)Kerusakan Kerugian 0.658 2.408 8.302 3.944 15.312 BiayaTsunami 17.407 8.768 11.821 6.52 44.516

Sektor Sosial Infrastruktur Sektor Produksi Lintas Sektor Total Dampak

16.749 6.36 3.519 2.576 29.204

Sumber: Indonesia: Pengkajian Awal Kerusakan dan Kerugian. Bappenas dan Masyarakat Donor International. 2005

termasuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan atas, dan sebanyak tiga perempat dari pra-sekolah dan klinik kesehatan desa. Akan tetapi, angka-angka ini tidak menggambarkan kerusakan pada struktur sosial. Tidak hanya mata pencaharian yang hancur oleh konflik, tetapi juga modal sosial dan kesejahteraan keluarga juga mengalami kerusakan parah.

2.1.2 Bencana AlamGempa bumi besar dan tsunami yang terjadi pada bulan Desember 2004 menyebabkan lebih banyak kerusakan, kehancuran dan korban jiwa, sehingga membuat situasi menjadi buruk bahkan sangat buruk. Bank Dunia (2008) meringkas pengaruh besar tsunami pada Aceh sebagai berikut: Tsunami 2004 menyebabkan kerusakan fisik yang sangat parah di sepanjang pantai Aceh dengan 130.000 orang meninggal dan 37.000 masih hilang. Selain itu, 500.000 orang menjadi pengungsi karena bencana tersebut. Kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai US$ 4,8 miliar dan sektor produktif saja mengalami kerusakan yang diperkirakan mencapai US$ 1,2 miliar, dengan lebih dari 100.000 usaha kecil hancur dan lebih dari 60.000 petani setidaknya menjadi pengungsi sementara.

dan pekerjaan perlindungan laut. Dibandingkan dengan konflik, tsunami memiliki dampak yang jauh lebih buruk terhadap kehidupan manusia. Jumlah korban tewas akibat tsunami sebanyak 130.000 orang hampir sepuluh kali lipat jumlah yang meninggal akibat konflik, bahkan mungkin lebih mengingat 37.000 orang hilang, masih belum ditemukan pada tahun 2008. Angka kematian perempuan tidak seimbang dibandingkan dengan laki-laki yang meninggal dalam tsunami. Pada tahun 2005, Oxfam melaporkan bahwa di empat desa yang disurvei di Kabupaten Aceh Besar, jumlah korban selamat laki-laki melebihi jumlah korban selamat perempuan dengan rasio hampir 3 : 1. Beberapa penjelasan telah diberikan untuk menunjukkan ketidakseimbangan ini. Perempuan lebih rentan karena mereka tidak bisa berenang. Mereka berusaha untuk menyelamatkan anak-anak dan orang tua. Pakaian tradisional mereka membatasi kemampuan mereka untuk bergerak lebih cepat. Begitu pula, mereka lebih mungkin berada di rumah pada hari Minggu pagi, dan mereka umumnya tidak memiliki kekuatan fisik untuk berjuang melawan air atau untuk melarikan diri.

2.1.3 Pengungsi

Konflik dan tsunami secara bersama, mengakibatkan pengungsian secara besar-besaran Perkiraan total kerugian tsunami mencapai di seluruh wilayah Aceh. Sebuah studi yang Rp 44 triliun. (Lihat tabel 2.2.) Kira-kira dua dilakukan pada tahun 2005 memperkirakan total jumlah pengungsi hampir mencapai pertiga dari kerugian ini disebabkan oleh kerusakan, sedangkan kerugian menggambarkan 350.000 orang. Kabupaten-kabupaten di kehancuran aset-aset fisik, bukan dampak sepanjang pantai memiliki jumlah pengungsi finansial akibat kehilangan kegiatan. Kerugian yang jauh lebih besar daripada daerah bagian tengah (Aceh Tengah, Bener Meriah dan Aceh terbesar akibat tsunami adalah untuk perumahan (Rp 14 triliun) dan sektor-sektor produktif Tenggara), yang menunjukkan bahwa tsunami (Rp 12 triliun) yang masing-masing terdiri merupakan penyebab utama pengungsian. dari sekitar sepertiga total biaya. Kerugian be- (Lihat Lampiran A: Tabel 2.1) Gabungan sar lainnya terjadi pada sektor infrastruktur, ter- pengungsi adalah yang terbesar di kabupaten utama untuk jalan, pengendalian banjir, irigasi Pidie di pantai utara dengan jumlah 65.000Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

13

orang, Aceh Barat (53.000), dan Aceh Besar (40.000), keduanya di pesisir barat laut. Di antara para pengungsi, laki-laki (52%) menunjukkan persentase sedikit lebih besar daripada perempuan (48%). Proporsi pengungsi lakilaki di lokasi tertentu mencapai 56% di kota Banda Aceh dan 55% di Aceh Besar, sedangkan perempuan menunjukkan persentase lebih besar di Langsa (53%) dan di Aceh Tengah (54%), yang berada di daerah bagian tengah dan karena itu dipastikan hampir semata-mata akibat konflik. Terkait catatan yang lebih positif, relokasi pengungsi terjadi dengan sangat cepat. Pada tahun 2009, UNORC melaporkan bahwa kurang dari 0,1% penduduk atau 2.600 orang, masih dianggap sebagai pengungsi. Konflik dan bencana alam juga mengubah struktur banyak keluarga di Aceh. Jumlah perempuan pengungsi mencapai 167.000, 14.319 di antaranya adalah janda dan 20.751 sebagai kepala keluarga. Secara lebih luas, menurut data terbaru terdapat kira-kira 148.000 janda di Aceh pada tahun 2007.4 Proporsi kepala keluarga janda di provinsi tersebut lebih tinggi daripada angka nasional. Ini merupakan akibat lain dari konflik, di mana kemungkinan lakilaki terbunuh lebih besar. (Lihat Tabel 2.3.) Demikian pula, persentase kepala Keluarga yang juga janda secara signifikan lebih tinggi di Aceh dibandingkan rata-rata nasional.

Setelah penandatangan Nota Kesepahaman, GAM melakukan perlucutan senjata sayap militernya, Tentara Nasional Aceh (TNA) dan pada bulan-bulan terakhir tahun 2005, menciptakan dua lembaga baru, Majelis Nasional, yang dipimpin oleh Malik Mahmud, ketua juru runding Aceh di Helsinki, dan Komite Peralihan Aceh (KPA), sebuah badan yang ditetapkan untuk mengawasi demobilisasi para mantan pejuang TNA. Setahun kemudian, pada bulan Agustus 2006, DPR RI mengesahkan Undang-Undang No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang berisi langkah-langkah otonomi khusus berdasarkan ketentuan-ketentuan Nota Kesepahaman tersebut. Pemilihan langsung pertama untuk gubernur, wakil gubernur dan pejabat kabupaten diselenggarakan pada bulan Desember 2006, dengan jabatan gubernur danTabel 2.3 Pencapaian Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Kebutuhan dan Kerusakan 139,195 unit 73,869 ha 2,618 km 22 8 1,927 meninggal 3,415 unit 517 unit 1,089 unit 13,828 unit 669 unit 119 unit 104,500 Perkembangan sampai Agustus 2008 140.304 units 69,979 ha 3,696 km 23 13 39,663 terlatih 1,759 units 1,115 units 3,781 units 7,109 unit 996 unit 363 unit 195,726 penerima bantuan 155,182 terlat

Rumah yang dibangun Tanah pertanian Jalan Pelabuhan Bandara/landasan terb ang Guru Sekolah Fasilitas kesehatan Fasilitas ibadah Perahu Bangunan pemerintah Jembatan Usaha kecil dan menen gah Tenaga kerjaJakarta 22 September 2008

2.1.4 Kesepakatan DamaiKejutan tsunami pada bulan Desember 2004 diyakini banyak orang sebagai katalisator Kesepakatan Damai yang dilakukan pada bulan Agustus 2005. Nota Kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dan GAM yang ditandatangani di Helsinki meliputi beberapa ketentuan penting. Para pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata dalam konflik tersebut; perlucutan senjata dan demobilisasi pasukan bersenjata GAM, penarikan pasukan darurat pemerintah pusat dan polisi di Aceh, amnesti bagi semua orang yang berpartisipasi dalam kegiatan GAM, dan penyelenggaraan Pemilu. GAM juga menghentikan tuntutannya untuk kemerdekaan, sementara pemerintah pusat sepakat untuk memberikan tingkat otonomi daerah kepada Aceh yang lebih luas daripada yang diperoleh oleh setiap provinsi lainnya di Indonesia, disertai dengan tambahan dana publik yang besar dan hak untuk membentuk partai-partai politik lokal.14

Sumber: Status Program Rekonstruksi dan Kesiapan Menuju Transisi. Pertemuan Panitia Pengarah MDF Ke-17,

wakil gubernur dimenangkan oleh para mantan anggota GAM. Akan tetapi, dalam melakukan persiapan pemilu, keretakan terjadi dalam tubuh GAM antara pengawal lama yang masih berada di Swedia dan generasi muda di Aceh. Terpilihnya Irwandi Yusuf sebagai Gubernur dan Muhammad Nazar sebagai Wakil Gubernur menandakan kemenangan bagi kelompok kedua. Pemilu 2006 diikuti dengan pemilu anggota DPRD di tingkat provinsi, kabupaten dan kota pada tahun 2009. Peristiwa-peristiwa ini disambut dengan gembira oleh sebagian besar rakyat Aceh, yang merasa lelah oleh tahun-tahun pertempuran, kematian dan kehancuran. Dengan beberapaLaporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

pengecualian yang relatif kecil, perdamaian telah tercipta dan stabilitas sosial telah pulih, sehingga menjadi dasar bagi pemulihan ekonomi dan memperlancar jalan bagi program rekonstruksi dan rehabilitasi secara besarbesaran, yang dimulai tepat setelah tsunami pada bulan Desember 2004.

2.1.5 Pemulihan dan RekonstruksiSeperti telah banyak dilaporkan di tempat lain, tsunami mendorong masyarakat internasional untuk memberikan bantuan sumberdaya dan teknis kepada semua daerah yang terkena dampak. Aceh menerima bagian yang lebih besar, sebanyak $9,0 miliar, melebihi beberapa perkiraan, atau setara dengan $2.000 per orang. Kesepakatan Damai pada gilirannya menghasilkan tambahan pendanaan donor untuk mengkonsolidasikan kesepakatan-kesepakatan, meskipun jauh lebih kecil dibandingkan bantuan untuk tsunami. Upaya penyelamatan dan pemulihan dimulai hampir segera setelah tsunami. Beberapa lembaga donor internasional sepakat untuk membentuk Multi Donor Fund bagi Aceh dan Nias, sebuah pulau di Provinsi Sumatera Utara yang juga terkena dampak parah, yang memperoleh lebih dari $ 600 juta. Sementara itu, pada bulan April 2005, pemerintah pusat menetapkan sebuah badan khusus untuk menangani pemulihan, yaitu Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR), dengan tugas selama empat tahun yang berakhir pada bulan Maret 2009. Ketentuan-ketentuan khusus dalam undangundang yang menetapkan BRR memungkinkannya untuk melewati berbagai peraturan pemerintah yang rumit sebagai sarana untuk mempercepat dukungan dan implementasi program. Untuk memastikan bahwa jumlah sangat besar yang disumbangkan bagi upaya bantuan digunakan dengan benar dan efisien, langkah-langkah khusus dilakukan untuk mempekerjakan staf berkualifikasi tinggi pada tingkat gaji yang tinggi, untuk menetapkan prosedur yang ketat bagi manajemen dan monitorisasi keuangan, dan untuk menggunakan konsultan dan kontraktor sektor swasta secara luas. Pada akhir tugas empat tahunnya, BRR telah mencapai track record (rekam jejak) yang mengesankan dan menetapkan dirinya sebagai

sebuah model untuk diikuti oleh pihak-pihak lain dalam situasi pasca-bencana. BRR memberikan kontribusi besar bagi pemulihan daerah tersebut dari bencana alam. (Lihat Tabel 2.4). Misalnya, pembangunan 120.000 rumah merupakan faktor penting untuk secara cepat mengurangi jumlah pengungsi yang disebutkan sebelumnya. Proyek pelabuhan dan jalan membantu mempercepat pengiriman pasokan dan memperbaiki jaringan transportasi. Perbaikan dan pembangunan sekolah dan fasilitas kesehatan di beberapa daerah lebih dari menutup kerugian akibat konflik dan tsunami. Sebagai bagian dari upaya pembangunan perdamaian, pemerintah pusat juga mendirikan Badan Reintegrasi Damai Aceh (BRA). Meskipun BRA telah berhasil menetapkan langkahlangkah penting, tetapi perselisihan internal telah menghambat pencapaian keberhasilan yang lebih luas dan sebagai akibatnya masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan berkaitan dengan reintegrasi para mantan pejuang ke dalam masyarakat sipil.

2.2. Indikator pembangunan manusia di AcehBagian ini menganalisa empat indikator yang dijelaskan pada Bab Satu, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kemiskinan Manusia (IKM), Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Ukuran Pemberdayaan Gender (UPG). Bagian 2.2.1 membandingkan indikator-indiktor untuk Aceh dengan provinsiprovinsi lainnya di Indonesia, sedangkan Bagian 2.2.2 menggunakan indikator-indikator ini untuk menyatakan perbedaan-perbedaan di antara kabupaten dan kota di Aceh. Pembaca pada umumnya mengharapkan agar berbagai indikator ini dapat menjelaskan dampak yang menghancurkan dari masa konflik dan kerusakan yang diakibatkan oleh tsunami. Akan tetapi, seperti dinyatakan pada halaman-halaman berikutnya, hal ini tidak selalu terjadi. Akan tetapi, indikator-indikator tersebut menunjukkan gambaran campuran tentang perkembangan di beberapa daerah dan kemunduruan di daerah lainnya, yang menyajikan sebuah tantangan tentang bagaimana menginterpretasikan informasi tersebut dengan cara paling tepat.

Laporan Pembangunan Manusia Aceh 2010

15

Gambar 2.2 80.00 75.00 70.00 65.00 60.00 55.00

Indeks Pembangunan Manusia Provinsi di Indonesia, 1996-2008

1999

2002

2004

2005

2006 Sumatera Utara Papua

2007

2008

Nanggroe Aceh Darussalam DKI Jakarta NasionalSumber: BPS

Aceh, mencatat kecenderungan mengecewakan selama kurun waktu 1996 hingga 2008, tahun 2.2.1 Aceh dibandingkan dengan Provinsi terakhir ketersediaan data. (Lihat Gambar 2.3.) lainnya di Indonesia Indeks Pembangunan Gender (IPG) telah meIndeks Pembangunan Manusia: IPM untuk nunjukkan sedikit perkembangan, yang berada Aceh merupakan persoalan yang sedang di- di sekitar angka 60 pada tahun 2008, beberapa poin lebih rendah dibandingkan 12 tahun sebicarakan. Terlepas dari semua pergolakan di provinsi tersebut, IPM secara mengejutkan belumnya. Sementara itu Ukuran Pemberdayaterus berkembang hampir selangkah dengan an Gender (UPG) telah bergerak naik dan tuangka nasional hingga tahun 2007. Terjadi ke- run selama bertahun-tahun, mulai dari yang tertinggi sebesar 57,3 pada tahun 1996 dan, naikan dari 65,3 pada tahun 1999, mencapai angka tertinggi sebesar 70,4 pada tahun 2007, menjadi 50,2 atau sekitar 7 poin lebih rendah pada tahun 2008 . tidak jauh di bawah provinsi tetangga Sumatera Hal ini sangat bertentangan dengan apa Utara. (Lihat Gambar 2.2). Ini menjadi kineryang diharapkan, karena angka-angka paling ja yang patut dibanggakan, meskipun dibandingkan dengan provinsi lainnya, Aceh turun akhir setelah Kesepakatan Damai berada di bawah angka-angka yang dicapai selama tahundari urutan ke-9 dalam peringkat nasional pada tahun 1996 menjadi urutan ke-15 pada tahun tahun konflik. Penurunan minimal pada IPG selama bertahun-tahun, tampaknya sebagian 2002. Terakhir, dengan angka 67,15 mengalamai penurunan tajam dengan menempati urutan disebabkan oleh kesenjangan yang lebih besar ke-29 pada tahun 2008. Periode ini, mencatat pada tingkat melek huruf (literacy) antara laki-laki dan perempuan dan sebagian karena dampak negatif dari tahun-tahun terakhir konflik dan tsunami pada akhir tahun 2004, serta penurunan yang lebih nyata pada kontribusi perempuan terhadap pendapatan keluarga. Yang sebaliknya, dampak positif dari empat tahun program pemulihan. Kenaikan sebelumnya pa- terakh