acara ii efesiensi energi panas.docx
TRANSCRIPT
ACARA II
EFESIENSI ENERGI PANAS PADA PROSES PENGOLAHAN
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara II “Efesiensi Energi Panas pada Proses
Pengolahan” yaitu :
1. Menentukan kebutuhan energi panas untuk pengolahan bahan.
2. Menentukan panas yang diberikan oleh kompor listrik untuk pengolahan
bahan.
3. Menentukan efesiensi pemanasan dan panas yang hilang.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Bahan
Kopi telah dikonsumsi selama lebih dari 1.000 tahun dan minuman
paling banyak dikonsumsi di dunia (lebih dari 400 miliar cangkir
pertahun). Saudi merupakan negara yang penyebarkan budaya kopi.
Kebanyakan naskah kuno menyebutkan budaya kopi sejak dari 575 di
Yaman, tetapi hanya di abad XVI di Persia, biji kopi panggang pertama
berubah menjadi minuman yang kita kenal sekarang. Kopi mulai dinikmati
di Eropa pada tahun 1615, yang dibawa oleh wisatawan Jerman, Perancis,
dan Italia yang mencari cara untuk mengembangkan perkebunan kopi di
koloni mereka. Negara Belanda adalah negara yang pertama kali
mendapatkan bibit dan mereka budidayakan di taman botani Amsterdam
(Mussatto et al, 2011).
Kopi (Coffea sp) merupakan tanaman yang dapat menghasilkan
sejenis minuman. Minuman tersebut diperoleh dari seduhan kopi dalam
bentuk bubuk. Kopi bubuk adalah biji kopi yang telah disangrai, digiling
atau ditumbuk sehingga menyerupai serbuk halus. Sebelum kopi
dipergunakan sebagai bahan minuman, terlebih dahulu dilakukan proses
roasting. Flavor kopi yang dihasilkan selama proses roasting tergantung
pada jenis kopi hijau yang dipergunakan, cara pengolahan biji kopi,
penyangraian, penggilingan, penyimpanan dan metode penyeduhannya.
Cita rasa kopi akan ditentukan akhirnya oleh cara pengolahan di pabrik-
pabrik. Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan-
kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya, bertambah besarnya
ukuran biji kopi dan perubahan warna bijinya. Kopi biji setelah disangrai
akan mengalami perubahan kimia yang merupakan unsur cita rasa yang
lezat (Hayati, 2012).
Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat
oleh rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi
pengembangan produksi akhir kopi. Hal ini disebabkan, karena
penanganan pasca panen yang tidak tepat antara lain proses fermentasi,
pencucian, sortasi, pengeringan, dan penyangraian. Selain itu spesifikasi
alat/mesin yang digunakan juga dapat mempengaruhi setiap tahapan
pengolahan biji kopi. Dalam proses penyangraian pengaruh suhu dan lama
penyangraian terhadap tingkat kadar air biji kopi adalah adar air biji kopi
setelah penyangraian cenderung menurun dengan meningkatnya suhu dan
lama penyangraian. Hal ini menandakan bahwa semakin besar perbedaan
suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah
panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan
pangan (Kristiyanto dkk, 2013).
2. Tinjauan Teori
Kalor didefinisikan sebagai perpindahan energi yang melintasi batas
sistem berdasarkan perubahan suhu antara sistem dengan lingkungannya.
Energi sebagai kalor mengalir dari benda yang lebih panas (suhu lebih
tinggi) ke benda yang lebih dingin (suhu lebih rendah). Molekul-molekul
dari bagian yang lebih panas kehilangan energi kinetiknya dan berpindah
ke bagian yang lebih dingin ketika kedua bagian tersebut bersentuhan.
Sedangkan menurut Bueche (1994) yang dimaksud dengan kalor (heat)
adalah suatu bentuk energi, dengan satuannya joule. Satuan – satuan yang
digunakan untuk panas adalah kalori (1kal = 4,184 J) dan British Thermal
Unit (1BTU = 1054J). kalor yang digunakan oleh ahligizi disebut “kalori
besar” dan sebenarnya adalah satu kilo kalor (Serway dan Jewett, 2004).
Nilai kalor bahan bakar adalah jumlah panas yang dihasilkan atau
ditimbulkan oleh suatu gram bahan bakar tersebut dengan meningkatkan
temperatur 1 gr air dari 3,50 C – 4,50 C, dengan satuan kalori. Dengan
kata lain nilai kalor adalah besarnya panas yang diperoleh dari pembakaran
suatu jumlah tertentu bahan bakar. Nilai kalor tergantung pada sifat bahan
yang mempegaruhi massa jenisnya. Sehingga semakin tinggi berat jenis
bahan bakar, maka semakin tinggi nilai kalor yang diperolehnya. Nilai
kalor juga akan berpengaruh pada laju pembakaran pada proses
pembakaran. Semakin tinggi nalai kalor bakar maka semakin lambat laju
pembakran pada proses pembakaran ( Tirono dan Sabit, 2011).
Panas spesifik atau kapasitas panas adalah kalor yang diperlukan
untuk menaikkan suhu satu satuan massa zat tersebut sebanyak satu
derajat. Kalau kalor sebanyak ∆ Qdiperlukan untuk menaikkan suhu zat
dengan m sebanyak ∆ T , maka kapasitas kalor spesifik zat itu c = ∆ Q
m ∆T
atau ∆ Q=c m∆ T . Dalam sistem S1, c mempunyai satuan J/kg. K yang
sama dengan J/kg℃ juga digunakan secara luas adalah satuan J/kg℃,
dimana 1 J/kg℃ = 4184 J/kg℃. setiap zat mempunyai kapasitas kalor
jenis sendiri, yang berubah ubah sedikit dengan temperature (Bueche,
1994).
Kalor dapat didefinisikan sebagai energi yang dipindahkan karena
perubahan suhu. Energi sebagai kalor mengalir dari benda yang lebih
panas (suhu lebih tinggi) ke benda yang lebih dingin (suhu lebih rendah).
Molekul-molekul dari bagian yang lebih panas kehilangan energi
kinetiknya dan berpindah ke bagian yang lebih dingin ketika kedua bagian
tersebut bersentuhan. Jumlah energi kalor, Q yang dibutuhkan untuk
mengubah suhu suatu zat tergantung pada beberapa besarnya suhu yang
harus diubah, jumlah zat, dan identitas (jenis molekul - molekulnya)
(Blond et al, 2011).
Nilai kalor merupakan jumlah energi kalor yang dilepaskan bahan
bakar pada waktu terjadinya oksidasi unsur-unsur kimia yang ada pada
bahan bakar tersebut. Nilai kalor adalah nilai kalor yang diperoleh dari
memperhitungkan panas kondensasi uap air yang dihasilkan dari
pembakaran berada dalam wujud cairan. Nilai kalor atau heating value
adalah jumlah energi yang dilepaskan pada proses pembakaran persatuan
volume atau persatuan massanya. Nilai kalor bahan bakar menentukan
jumlah konsumsi bahan bakar tiap satuan waktu (Napitupulu, 2006).
Panas spesifik (Cp) bahan pangan adalah jumlah panas yang
dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur satu satuan kuantitas bahan
pangan sebesar satu derajat dikali bobot produk dikali perubahan
temperature yang diinginkan, informasi tentang panas spesifik sangat
penting apabila wujud bahan pangan mengalami perubahan, maka nilai
dari variable panas spesifik harus dimasukkan dalam perhitungan beban
panas (Jassin, 2009).
Jika benda menerima kalor, maka kalor itu akan digunakan untuk
menaikkan suhu benda atau berubah wujud. Benda yang dapat berubah
wujud dapat berupa mencair atau menguap. Perubahan kalor pada suatu
reaksi dapat diukur melalui pengukuran perubahan suhu yang terjadi pada
reaksi tersebut. Kapasitas kalor adalah banyaknya energi kalor yang
dibutuhkan untuk mengikatkan suhu zat 1 C. Kapasitas kalor tergantung
pada jumlah zat. Kapasitas kalor spesifik atau disederhanakan, kalor jenis
adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu
1 gram zat sebesar 1 C. Kalor jenis molar adalah banyaknya energi kalor
yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 mol zat sebesar 1 C
(Pesaran, 1860).
Kapasitas panas adalah salah satu thermophysical dasar dan sifat
termodinamika bahan makanan. Hal ini langsung terkait dengan derivatif
suhu termodinamika dasar fungsi dan karena itu sangat diperlukan untuk
perhitungan perbedaan fungsi-fungsi ini antara temperatur yang berbeda.
Hal ini digunakan untuk menyimpan energi, entropi dan untuk menghitung
perubahan dalam reaksi entalpi dengan suhu. Variasi kapasitas panas
berfungsi sebagai indikator yang sensitif dari fase transisi dan merupakan
alat penting untuk perubahan pemahaman dalam struktur larutan cair
seperti minyak goring (Samimi dan Khodaeei, 2013).
Daya adalah energi yang dikeluarkan untuk melakukan usaha. Dalam
sistem tenaga listrik, daya merupakan jumlah energi yang digunakan untuk
melakukan kerja atau usaha. Daya listrik biasanya dinyatakan dalam
satuan Watt atau Horsepower (HP), Horsepower merupakan satuan daya
listrik dimana 1 HP setara 746 Watt atau lbft/second. Sedangkan Watt
merupakan unit daya listrik dimana 1 Watt memiliki daya setara dengan
daya yang dihasilkan oleh perkalian arus 1 Ampere dan tegangan 1 Volt.
Daya dinyatakan dalam P, Tegangan dinyatakan dalam V dan Arus
dinyatakan dalam I, sehingga besarnya daya dinyatakan :
P = V x I
P = Volt x Ampere x Cos ö
P = Watt
(Suryanto dan Samiyono, 2011).
Efesiensi panas didefinisikan sebagai perbandingan kerja yang
dilakukan oleh mesin dengan pans yang diserap selama siklus. Dapat
diartikan bahwa Efisiensi adalah perbandingan atau rasio dari keluaran
(output) dengan masukan (input). Efisiensi mengacu pada bagaimana
baiknya sumber daya digunkan untuk menghasilkan output. Efisiensi dapat
dikatakan sebagai penghematan penggunaan sumber daya dalam kegiatan
organisasi, dimana efisiensi pada ‘daya guna’. Dengan efisiensi
dimaksudkan pemakaian sumber daya yang lebih sedikit untuk mencapai
hasil yang sama. Efisiensi merupakan ‘ukuran’ yang membandingkan
rencana penggunaan masukan (input) dengan realisasi penggunaannya.
Efisiensi 100% sangat sulit dicapai, tetapi efisiensi yang mendekati 100%
sangat diharapkan dan konsep ini lebih berorientasi pada input daripada
output (Surya, 2004).
Pengetahuan tentang sifat termal dari makanan diperlukan untuk
melakukan berbagai perpindahan panas perhitungan yang terlibat dalam
desain penyimpanan makanan, peralatan pendingin dan memperkirakan
waktu proses untuk pendingin, pembekuan, pemanasan atau pengeringan
makanan. Sifat termal dari makanan sangat tergantung pada komposisi
kimia dan suhu, dan ada banyak item makanan yang tersedia. Sifat
thermophysical makanan yang sering diperlukan untuk perhitungan
perpindahan panas termasuk fraksi es, kapasitas panas spesifik, entalpi
spesifik, dan konduktivitas termal. Dalam makanan beku, panas spesifik
relatif konstan terhadap suhu. Namun, untuk makanan beku, ada
penurunan besar dalam kapasitas panas spesifik sebagai penurunan suhu.
Kapasitas panas spesifik dari item makanan pada suhu di atas titik beku
awal adalah diperoleh dari rata-rata massa kapasitas panas spesifik dari
komponen makanan (Fricke dan Becker, 2001).
C. Metodologi
1. Alat
a. Kompor listrik
b. Sendok
c. Termometer
d. Pengukur waktu
e. Gelas beker
f. Neraca / timbangan
2. Bahan
a. Kopi hitam
3. Cra Kerja
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Hasil Percobaan Panas Spesifik Kopi
Kel BahanMassa
(gr)
T1(oC)
T2(oC)
P(Wat
t)
t(jam)
Q1
(J)Q2
(J)∆ Q EFF
%
1 Kopi 25 32 80 300 0,043680,246
4320039519,75
4
8,519
2 Kopi 25 31 80 3000,037
53756,918
4050036743,08
2
9,276
3 Kopi 25 31 80 3000,039
13680,24
4222838547,76
0
8,715
4 Kopi 25 31 80 600 0,0253756,918
5400050243,08
2
6,957
5 Kopi 25 32 80 600 0,0253680,246
5400050319,75
4
6,815
6 Kopi 25 31 80 6000,022
33756,918
4816844411,08
2
7,799
Sumber : Laporan sementara
Menurut Serway dan Jewett (2004) kalor didefinisikan sebagai
perpindahan energi yang melintasi batas sistem berdasarkan perubahan suhu
antara sistem dengan lingkungannya. Energi sebagai kalor mengalir dari benda
yang lebih panas (suhu lebih tinggi) ke benda yang lebih dingin (suhu lebih
rendah). Molekul-molekul dari bagian yang lebih panas kehilangan energi
kinetiknya dan berpindah ke bagian yang lebih dingin ketika kedua bagian
tersebut bersentuhan. Sedangkan menurut Bueche (1994) yang dimaksud
dengan kalor (heat) adalah suatu bentuk energi, dengan satuannya joule. Satuan
– satuan yang digunakan untuk panas adalah kalori (1kal = 4,184 J) dan British
Thermal Unit (1BTU = 1054J). kalor yang digunakan oleh ahli gizi disebut
“kalori besar” dan sebenarnya adalah satu kilo kalor.
Panas spesifik atau kapasitas panas adalah kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu satu satuan massa zat tersebut sebanyak satu derajat. Kalau
kalor sebanyak ∆ Qdiperlukan untuk menaikkan suhu zat dengan m sebanyak
∆ T , maka kapasitas kalor spesifik zat itu c = ∆ Q
m ∆T atau ∆ Q=c m∆ T .
Dalam sistem S1, c mempunyai satuan J/kg. K yang sama dengan J/kg℃ juga
digunakan secara luas adalah satuan J/kg℃, dimana 1 J/kg℃ = 4184 J/kg℃.
setiap zat mempunyai kapasitas kalor jenis sendiri, yang berubah ubah sedikit
dengan temperature (Bueche, 1994).
Tipler (1991) mengatakan bahwa daya tidak dapat disamaartikan dengan
usaha atau energi. Dalam satuan S1 untuk daya, satu joule per sekon,
dinamakan satu watt (W) 1 J/s = 1 W. Apabila membayar rekening listrik
artinya kita membayar untuk energi, bukan daya. Biasanya tagihan ini berupa
sejumlah kilowatt-jam (kWh). Satu kilowatt jam energy adalah
1 kWh = (103 W) x (3600 s)
= 3,6 x 106 W.s = 3,6 MJ
Dalam sistem satuan sehari hari yang berlaku di AS, satuan energy adalah foot-
pound dan satuan daya adalah food-pound per sekon.
Menurut Suryanto dan Samiyono (2011) daya adalah energi yang
dikeluarkan untuk melakukan usaha. Dalam sistem tenaga listrik, daya
merupakan jumlah energi yang digunakan untuk melakukan kerja atau usaha.
Daya listrik biasanya dinyatakan dalam satuan Watt atau Horsepower (HP),
Horsepower merupakan satuan daya listrik dimana 1 HP setara 746 Watt atau
lbft/second. Sedangkan Watt merupakan unit daya listrik dimana 1 Watt
memiliki daya setara dengan daya yang dihasilkan oleh perkalian arus 1
Ampere dan tegangan 1 Volt. Daya dinyatakan dalam P, Tegangan dinyatakan
dalam V dan Arus dinyatakan dalam I, sehingga besarnya daya dinyatakan :
P = V x I
P = Volt x Ampere x Cos ö
P = Watt
Pada percobaan ini digunakan bermacam-macam daya pada kompor
listrik yaitu 300W dan 600W. Daya yang digunakan pada kompor berpengaruh
terhadap waktu yang diperlukan bahan untuk mencapai suhu yang telah
ditentuka yaitu 80oC. Dengan daya 300W didapatkan besarnya waktu yang
diperlukan bahan untuk mencapai suhu yang telah ditentukan yaitu 80oC lebih
besar dibandingkan dengan menggunakan daya 600W, atau dengan kata lain
dengan daya 300W bahan membutuhkan waktu lebih lama daripada
menggunakan daya 600W untuk mencapai suhu yang telah ditetapkan. Tetapi
dengan perbedaan waktu ini tidak mempegaruhi besarnya panas yang diberikan
kompor listrik karena besarnya panas yang yang diberikan kompor listrik
ditentuka juga dengan besarnya daya yang digunakan oleh kompor. Besarnya
panas yang diberikan kompor berbanding lurus dengan daya kompor dan
waktu.
Menurut teori Surya (2004) efesiensi panas didefinisikan sebagai
perbandingan kerja yang dilakukan oleh mesin dengan pans yang diserap
selama siklus. Dapat diartikan bahwa Efisiensi adalah perbandingan atau rasio
dari keluaran (output) dengan masukan (input). Efisiensi mengacu pada
bagaimana baiknya sumber daya digunkan untuk menghasilkan output.
Efisiensi dapat dikatakan sebagai penghematan penggunaan sumber daya
dalam kegiatan organisasi, dimana efisiensi pada ‘daya guna’. Dengan efisiensi
dimaksudkan pemakaian sumber daya yang lebih sedikit untuk mencapai hasil
yang sama. Efisiensi merupakan ‘ukuran’ yang membandingkan rencana
penggunaan masukan (input) dengan realisasi penggunaannya. Efisiensi 100%
sangat sulit dicapai, tetapi efisiensi yang mendekati 100% sangat diharapkan
dan konsep ini lebih berorientasi pada input daripada output.
Menurut Widyotomo (2010) efisiensi merupakan perbandingan antara
kalor yang dilepas atu hilang dengan kalor yang diterima dikalikan 100%.
Efisiensi dapat diperoleh menggunkan rumus
Efiseinsi = Q1Q2
x100 %
Terdapat faktor-faktor yang mempegaruhi besar kecilnya efisiensi panas yaitu
meliputi waktu pemanasan, suhu pemanasan, panas spesifik, dan massa bahan.
Tabel 2.1 menunjukan data mengenai hasil percobaan panas spesifik
pada hasil pertanian. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah kopi.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menimbang sampel sebanyak 25
gram, kemudian mengukur suhu kopi pada suhu ruangan dan terakhir adalah
menghitung waktu yang dibutukan kopi untuk mencapai suhu 80oC pada
perlakuan pemanasan kompor listrik. Pada percobaan ini dilakukan oleh 6
kelompok dengan sampel yang sama yaitu kopi dengan berat 25 gram. Hal
yang menjadi pembeda adalah daya kompor yang digunakan. Kelompok 1-3
menggunakan daya kompor 300W, sedangkan kelompok 1-6 menggunakan
daya 600W. Pada pengukuran suhu kopi dalam ruangan didapatkan suhu kopi
antara 31oC – 32oC. Untuk mencapai suhu 80oC membutuhkan waktu yang
berbeda beda antara sampel kopi satu dengan kopi yang lain. Untuk
menentukan besarnya panas yang diperlukan bahan adalah dengan rumus Q1 =
m . Cp . (∆ T ) sehingga diperoleh besarnya panas yang diperlukan bahan yaitu
3680,246 ; 3756,918 ; 3680,24 ; 3756,918 ; 3680,246 ; 3756,918. Selain itu
juga diperoleh besarnya panas yang diberikan kompor listrik dengan
menghitung Q2 = P.t, dan diperoleh besarnya panas yang diberikan kompor
listrik yaitu 43200, 40500, 42228, 54000, 54000, 48168. Untuk menentukan
besarnya efesiensi pemanasan digunakan rumus efesiensi = Q1Q2
x100 % ,
sehingga diperoleh besarnya efesiensi dari setiap sampel adalah 8,519% ;
9,276% ; 8,715% ; 6,957% ; 6,815% ; 7,906%. Dapat diketahui nilai efesiensi
tertinggi yaitu 9,276% dengan menggunakan daya 300W. Semakin besar nilai
efisiensi maka banyak energi yang diserap oleh bahan sehingga menghemat
penggunaan energi. Ini berarti biaya produksi dapat ditekan. Semakin kecil
efisiensi panas maka semakin banyak energi yang menghilang, berarti
pemborosan energi dan memperbesar biaya produksi suatu usaha. Berdasarkan
hasil percobaan didapatkan hasil efisiensi yang hampir sama satu sama lainnya.
Tetapi ada sedikit selisih perbedaan hasil praktikum, hal ini dikarenakan waktu
yang dibutuhkan bahan untuk mencapai suhu 80oC berbeda beda. Perbedaan ini
disebabkan kurang ketelitian praktikan dalam menghitung waktu yang
diperlukan sampel untuk mencapai suhu yang telah ditentukan seperti sampel
sudah dipanaskan diatas kompor sedangkan praktikan belum siap menghitung
waktunya. Selain itu perbedaan glass beker yang digunakan ada yang tebal dan
ada juga yang kurang tebal, hal ini akan mempegaruhi hasil dalam proses
pemanasan. Besar kecilnya efisiensi dipengaruhi oleh faktor – faktor massa
bahan, besarnya kalor spesifik bahan dan besarnya perubahan suhu yang
terjadi.
Selain efisiensi juga didapatkan hasil ∆ Q atau panas yang hilang. Untuk
menentukan besarnya panas yang hilang digunakan rumus ∆ Q=Q 2−Q 1.
Berdasarkan praktikum didapatkan hasil dari Q1 atau besarnya panas yang
diperlukan bahan yaitu 3680,246 ; 3756,918 ; 3680,24 ; 3756,918 ; 3680,246 ;
3756,918. Sedangkan besarnya panas yang diberikan kompor listrik atau Q2
yaitu 43200, 40500, 42228, 54000, 54000, 48168. Sehingga diperoleh besarnya
panas yang hilang yaitu 39519,754 ; 36743,082 ; 38547,760 ; 50243,082 ;
50319,754 ; 44411,082. Diperoleh besarnya panas yang hilang paling besar
adalah 50319,754 dengan T1 32oC, T2 80oC, daya kompor 600watt, dan
waktu 0,025 jam. Semakin besar panas yang diberikan kompor maka semakin
besar panas yang hilang dan semakin kecil panas yang diperlukan bahan
semakin besar pula panas yang hilang. Sehingga panas yang hilang akan
mempegaruhi efisiensi. Semakin besar nilai efisiensi maka banyak energi yang
diserap oleh bahan, semakin kecil efisiensi panas maka semakin banyak energi
yang menghilang atau panas yang hilang. Atau dengan kata lain semakin besar
nilai efisiensi maka banyak energi yang diserap oleh bahan sehingga
menghemat penggunaan energi. Ini berarti biaya produksi dapat ditekan.
Semakin kecil efisiensi panas maka semakin banyak energi yang menghilang,
berarti pemborosan energi dan memperbesar biaya produksi suatu usaha.
Salah satu aplikasi mengenai efisiensi energi panas dalam industri
pengolahan hasil pertanian adalah process house. Process house merupakan
bagian pabrik gula yang mengolah nira mentah yang dihasilkan mill station
menjadi gula produk. Konsumsi energi pabrik gula didominasi oleh process
house, sekitar 90% energi yang tersimpan dalam steam yang dihasilkan boiler
digunakan dalam process house. Efisiensi penggunaan energi di process house
menjadi perhatian utama di pabrik gula karena konsumsi energi dibagian ini
akan mempengaruhi nilai konsumsi energi yang dinyatakan dalam Steam on
Cane (SOC). SOC menunjukkan presentase berat steam yang dihasilkan boiler
terhadap berat tebu yang digiling. Penurunan SOC akan menurunkan konsumsi
bagasse yang merupakan bahan bakar utama di pabrik gula. Pabrik gula yang
mempunyai performance bagus tidak memerlukan lagi tambahan bahan bakar
sebagai sumber energi selain bagasse. Pabrik gula dianggap paling efisien jika
dapat memenuhi konsumsi energi tanpa harus menambahkan bahan bakar
energi selain dari bagasse. Tingkat efisiensi pabrik sangat dipengaruhi oleh
tingkat efisiensi energy di pabrik gula. Pabrik yang tidak efisien akan
menimbulkan besarnya pengeluaran pabrik. Maka perlu adanya efisiensi
energi, dengan adanaya efisiensi energi maka menjadikan penghematan biaya
pada pabrik gula (Daniyanto dkk, 2013).
E. Kesimpulan
Dari hasil percobaan acara II Efisiensi Energi Panas pada Proses
Pengolahan dapat diambil kesimpulan antara lain :
1. Efesiensi panas didefinisikan sebagai perbandingan kerja yang dilakukan
oleh mesin dengan panas yang diserap selama siklus. Dapat diartikan
bahwa Efisiensi adalah perbandingan atau rasio dari keluaran (output)
dengan masukan (input).
2. Faktor-faktor yang mempegaruhi besar kecilnya efisiensi panas yaitu
meliputi waktu pemanasan, suhu pemanasan, panas spesifik, dan massa
bahan
3. Kalor didefinisikan sebagai perpindahan energi yang melintasi batas
sistem berdasarkan perubahan suhu antara sistem dengan lingkungannya.
4. Daya adalah energi yang dikeluarkan untuk melakukan usaha. Dalam
sistem tenaga listrik, daya merupakan jumlah energi yang digunakan untuk
melakukan kerja atau usaha.
5. Besarnya panas yang diperlukan bahan yaitu 3680,246 J ; 3756,918J ;
3680,24 J ; 3756,918 J ; 3680,246 J ; 3756,918J.
6. Panas yang diberikan kompor listrik untuk mengolah bahan dalam
percobaan sampel kopi yaitu 43200 J, 40500 J, 42228 J, 54000 J, 54000 J,
48168J.
7. Efesiensi pemanasan yang dihasilkan pada percobaan sampel kopi adalah
8,519% ; 9,276% ; 8,715% ; 6,957% ; 6,815% ; 7,906%
8. Besarnya panas yang hilang pada percobaan sampel kopi yaitu 39519,754 ;
36743,082 ; 38547,760 ; 50243,082 ; 50319,754 ; 44411,082
9. Semakin besar nilai efisiensi maka banyak energi yang diserap oleh bahan,
semakin kecil efisiensi panas maka semakin banyak energi yang
menghilang
DAFTAR PUSTAKA
Blond, Emilie. et al. 2011. A New Indirect Calorimeter Is Accurate And Relieble For Measuring Basal Energy Expenditure, Theric Effect Of Food And Substrate Oxidation In Obese And Healthy Subject. The European e-Journal Of Clinical Nutrition And Metabolism Vol 6 (1) Hal: e7-e15.
Bueche, Frederick. 1994. Teori dan Soal – Soal Fisika Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta.
Daniyanto, Fathurrahman, dan Arief Budiman. 2013. Penurunan Konsumsi Steam Di PG Modjo-Sragen dengan Konsep Heat- Process Integration Menggunakan Energy Utilization Diagram. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693 4393 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 18 Maret 2015.
Fricke, Brian, dan Becker Bryan. 2001. Evaluation of Thermophysical Property Models for Foods. Journal HVAC and Research, Vol. 7, No. 4.
Hayati, Rita, Marliah Ainun, dan Rosita Farnia. 2012. Sifat Kimia dan Evaluasi Sensori Bubuk Kopi Arabika. Jurnal Floratek, Vol. 7, No. 6.
Jassin, Ernawati. 2010. Kajian Eksperimental Nilai Konduktivitas Termal dan Panas Spesifik beberapa Jenis Ikan. Makassar. Jurnal Perikanan, Vol. 1, No. 2.
Kristiyanto, Danang, Pranoto Broto Dhegdo Haris, dan Abdullah. 2013. Penurunan Kadar Kafein Kopi Arabika Dengan Proses Fermentasi Menggunakan Nopkor MZ-15. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 4.
Mussatto, Solange I, Ercilia, and Machado. 2011. Production, Composition, and Applic and Its Industrial Residues. Journal of Food Bioprocess Technol, Vol. 4, No. 6.
Napitupulu, Farel H. 2006. Pengaruh Nilai Kalor (Heating Value) Suatu Bahan Bakar Terhadap Perencanaan Volume Ruang Bakar Ketel Uap Berdasarkan Metode Penentuan Nilai Kalor Bahan Bakar Yang Dipergunakan. Jurnal Teknik Industri, Vol. 7. No. 1.
Pesaran, Ahmad A. et all. 1860. A Unique Calorimeter-Cycler for Evaluating High-Power Battery Modules. Brigham Young University , Provo.
Samimi, Hadi, dan Khodaei Jalal. 2013. Investigation of Specific Heat and Thermal Conductivity of Rasa Grape (Vitis vinifera L.) As a
Function of Moisture Conte. World Applied Sciences Journal 22 (7): 939-947, 2013. ISSN 1818-4952.
Serway, Raymond A, dan Jewett John. 2004. Fisika untuk Sains dan Teknik. Salemba Teknika. Jakarta.
Surya, Yohanes. 2004. Suhu dan Termodinamika. Grafindo. Jakarta.
Suryanto, Agus, dan Samiyono. 2011. Implementasi Model Analisis Perbaikan Faktor Daya Listrik Rumah Tangga dengan Simulasi Perangkat Lunak. Jurnal Kompetensi Tehnik, Vol. 3, No. 1.
Tipler, Paul A. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Erlangga. Jakarta.
Tirono, M, dan Sabit ali. 2011. Efek Suhu Pada Proses Pengarangan Terhadap Nilai Kalor Arang Tempurung. Junal Neutrino, Vol. 3, No. 2.
Widyotomo, Sukrisno, Hadi K purwadaria A M, Syarief, dan Sri mulanto. 2010. Karakteristik Suhu dan Energi Proses Pengukuran Biji Kopi Dalam Reaktaor Kolom Tunggal. Prlita Perkebunan, Vol. 26, No. 3.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
a. Panas yang diperlukan bahan (Q1) kelompok 3
Q1 = m . Cp . (∆ T )
= 25 . 0,733 . (80-32)
= 25 . 0,733 . 48
= 879, 6 kal
= 879, 6 x 4,184
= 3680, 246 J
b. Panas yang diberikan kompor listrik
Q2 = P . t
= 300 Watt . 0,0391 jam
= 11, 73 Watt-jam
= 11, 73 Watt- jam x 3600
= 42228 J
c. Panas yang hilang
∆ Q = Q2 – Q1
¿ 42228 – 3680,24
¿ 38547,760
d. Efesiensi pemanasan
Efesiensi = Q1Q2
x100 %
= 3680 ,246
42228x100 %
= 0,087 x 100%
= 8,71 %