abstrak tugas akhir - febri df
TRANSCRIPT
1
GEOLOGI DAN ANALISIS KESTABILAN LERENG UNTUK REKOMENDASI
TAMBANG TERBUKA PT. INDOMINCO MANDIRI DAERAH SUKA
RAHMAT, KECAMATAN TELUK PANDAN, KABUPATEN KUTAI TIMUR,
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Febri Deni Firdiansyah* Ir. Purwanto, M.T.*, Herry Riswandi, S.T., M.T*
*Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Sari
Lokasi penelitian termasuk dalam kawasan ijin usaha tambang PT. Indominco
Mandiri daerah Suka Rahmat, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur,
Provinsi Kalimantan Timur. Secara geografis daerah telitian terletak pada koordinat
539505 mT – 544505 mT dan 14000 mU – 19000 mU UTM WGS 84 zona 50N.
Secara Gemorfologi daerah penelitian dibagi atas satu bentuk asal yaitu bentuk
asal struktural, kemudian dibagi menjadi bentuk lahan berupa perbukitan homoklin
(S21) dan lembah homoklin (S22). Pola pengaliran yang berkembang pada daerah
telitian yaitu directional trellis, merupakan ubahan dari pola dasar trellis karena
pengaruh dari struktur lipatan. Daerah telitian berada pada sayap lipatan Runtu Sinklin.
Stratigrafi daerah telitian dibagi menjadi empat satuan, urutan satuan batuan
dari yang paling tua adalah satuan batupasir Pulaubalang (Miosen Awal – Miosen
Tengah), satuan batulempung Balikpapan (Miosen Tengah – Miosen Akhir), satuan
batugamping – klastik Balikpapan (Miosen Akhir), dan satuan endapan aluvial
(Holosen). Lapisan pembawa batubara berada pada satuan batupasir Pulaubalang dan
satuan batulempung Balikpapan.
Struktur geologi yang berkembang adalah sesar mendatar kanan berarah Timur
Laut – Barat Daya. Dan kekar dengan arah umum Barat Laut – Tenggara.
Berdasarkan analisis dengan metode SMR dan perhitungan faktor keamanan
dengan metode Bishop simplified, maka direkomendasikan lereng tambang terbuka
dengan kemiringan sudut lereng keseluruhan (overall slope) 60°. Lereng yang
direkomendasikan pada lereng tunggal (single slope) memiliki lebar jenjang 4 meter
dengan tinggi lereng 9,5 meter dan sudut tiap lereng tunggal 70°. Target dari seam
batubara yang akan ditambang yaitu seam C7 pada satuan batulempung Balikpapan.
Litologi lereng didominasi oleh meterial lempung, untuk itu perlu dilakukan
analisis mineral lempung pada batulempung ini. Tujuannya untuk mengetahui jenis
mineral lempung yang terkandung dalam lereng tersebut, karena pada mineral lempung
tertentu akan mempengaruhi stabilitas dari lereng tambang. Perlu dilakukan pemboran
geologi teknik pada lokasi lain yang memiliki target seam batubara yang sama untuk
mendapatkan hasil geometri lereng yang lebih representatif.
Kata kunci : Formasi Pulaubalang, Formasi Balikpapan, geomorfologi,
stratigrafi, struktur geologi, rock mass rating, slope mass rating, kestabilan lereng.
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kondisi geologi memiliki peranan
penting di kegiatan penambangan, terkait
dengan tingkat keberhasilan dan keamanan
tambang.
Analisis kestabilan lereng pada
kegiatan penambangan perlu dilakukan untuk
mendapatkan lereng yang stabil, dengan desain
lereng yang stabil maka dapat meningkatkan
keekonomisan pada proses penambangan dan
penunjang dalam keselamatan dan kesehatan
kerja.
Maksud & Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah
melakukan eksplorasi dengan pemetaan guna
mengetahui kondisi geologi di lokasi penelitian
dan mendapatkan tingkat kelerengan tambang
yang aman pada lokasi penelitian dengan
melakukan analisis kestabilan lereng
menggunakan data geologi teknik.
Tujuan dari penelitian ini ialah
mengetahui kondisi geologi daerah telitian
berupa geomorfologi, stratigrafi, struktur
geologi dan sejarah geologi daerah telitian serta
secara khusus melakukan penelitian tentang
analisis kestabilan lereng untuk rekomendasi
tambang di lokasi tersebut.
Lokasi & Akses Daerah
Penelitian Lokasi penelitian termasuk dalam
konsesi PT. Indominco Mandiri yang berada di
daerah Suka Rahmat, Kecamatan Teluk Pandan,
Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan
Timur. Lokasi penelitian berjarak ± 250 km dari
Kota Balikpapan dan dapat ditempuh dengan
kendaraan bermotor dalam waktu ± 6 jam
dengan menuju Kota Bontang, kemudian dari
Kota Bontang menggunakan kendaraan roda
empat menuju lokasi sejauh 23 km.
Daerah penelitian berada pada
koordinat UTM (Universal Tranverse
Mercator) 539505 mT – 544505 mT dan 14000
mU – 19000 mU , dengan luasan 3,5 x 5 km.
Hasil Penelitian Dari pengambilan data dilapangan
maupun dari data perusahaan, kemudian data
tersebtdiolah yang menghasilkan dalam bentuk
peta geologi yang merangkum dari peta lintasan
dan lokasi pengamatan, peta geomorfologi
(beserta pola pengaliran didalamnya), profil
untuk menentukan lingkungan pengendapan
serta poster studi yang berisi tentang analisis
kestabilan rekomendasi tambang terbuka.
METODELOGI PENELITIAN Metodologi yang digunakan dalam
melakukan suatu penelitian ini dengan
pengambilan data lapangan meliputi : data
geologi lapangan dan pengamatan kondisi
geologi teknik di lapangan. Data sekunder yang
didapat dari perusahaan yaitu data nilai
parameter geologi teknik yang diuji pada bor
geologi teknik 2524G. Kemudian melakukan
pengamatan pada core bor 2524G untuk
mendapatkan nilai Rock Quality Designation,
Core Recovery. Kemudian dari data tersebut
penulis melakukan perhitungan dengan metode
Rock Mass Rating dan Slope Mass Rating untuk
mendapatkan rekomendasi lereng tambang yang
disarankan mengacu model peneliti terdahulu.
ANALISA & PEMBAHASAN Untuk mendapatkan rekomendasi
lereng penulis melakukan pengamatan terhadap
core bor 2524G untuk mendapatkan parameter –
parameter geologi teknik. Dari parameter
tersebut didapatkan nilai Slope Mass Rating
menurut beberapa peneliti dan dihasilkan data
rekomendasi sudut lereng, kemudian sudut
lereng tersebut dianalisis faktor keamanan
lerengnya dengan menggunakan software Slide
v.6.0 dengan metode Bishop Simplified.
GEOMORFOLOGI : (Lampiran 1)
1. Pola Pengaliran Berdasarkan pada klasifikasi pola
aliran dari Howard (1967), pada daerah
penelitian terdapat jenis pola pengaliran
directional trellis. ). Pola pengaliran directional
trellis merupakan pola ubahan dari pola dasar
trellis, pola pengaliran ini dibentuk oleh sungai-
sungai paralel-subparalel dengan cabang cabang
dengan cabang-cabang yang pendek, mengalir
ke sungai utama dengan sudut tegak lurus.
Umumnya dikendalikan oleh struktur lipatan,
memiliki pola anak sungai yang menuju sungai
utama lebih panjang di satu sisi. Pada umumnya
pola pengaliran ini berkembang di daerah
homoklin.
3
Pada daerah telitian proses pengerosian
vertikal lebih dominan sehingga lembah di
daerah telitian umumnya membentuk lembah
sungai “V”.
2. Satuan Bentuklahan peneliti membagi menjadi empat
bentukan asal yaitu antropogenik, denudasional,
fluvial dan struktural.
Bentuklahan Perbukitan
Homoklin Satuan bentuklahan ini menempati 75% dari
luasan daerah penelitian. Morfografi berupa
perbukitan dengan tingkat kelerengan miring –
agak curam (8º - 20º). Memiliki beda tinggi 80
meter dan bentuk lembah yang relatif terjal
(bentuk V).
Pola pengaliran yang berkembang
adalah directional trellis (A.D Howard, 1967).
Satuan bentuklahan disusun oleh litologi
batupasir, batulempung, batugamping dan
batubara. Litologi tersebut berasal dari satuan
batugamping - klastik Balikpapan, satuan
batulempung Balikpapan dan satuan batupasir
Pulaubalang.
Proses eksogen yang bekerja dominan
adalahh proses pelapukan yang tinggi akibat dari
iklim dan cuaca di daerah penelitian.
Proses struktural yang terjadi berupa sesar
mendatar, kekar dan lipatan berupa sinklin,
daerah telitian terletak pada sayap sinklin bagian
timur.
Adanya struktur geologi ini mempengaruhi
keudukan batuan di lokasi penelitian dengan
arah jurus relatif utara selatan dan kemiringan
batuan berarah barat. Satuan bentuklahan ini
berbatasan dengan satuan bentuklahan lembah
homoklin.
Bentuklahan Lembah
Homoklin Satuan bentuklahan ini menempati 25% dari
luasan daerah penelitian. Morfografi berupa
lembah dengan sudut lereng 8º-20º. Memiliki
beda tinggi 20 meter dan bentuk lembah yang
relatif terjal (bentuk V). Pola pengaliran yang
berkembang adalah directional trellis (A.D
Howard, 1967).
Satuan bentuklahan disusun oleh litologi
material lepas endapan aluvial, batupasir,
batulempung, batugamping dan batubara.
Litologi tersebut berasal dari satuan endapan
aluvial, satuan batugamping - klastik
Balikpapan, satuan batulempung Balikpapan dan
satuan batupasir Pulaubalang. Proses eksogen
yang bekerja dominan adalah proses pelapukan
yang tinggi akibat dari iklim dan cuaca di daerah
penelitian.
Proses struktural yang terjadi berupa sesar
mendatar, kekar dan lipatan berupa sinklin,
daerah telitian terletak pada sayap sinklin bagian
timur. Adanya struktur geologi ini
mempengaruhi keudukan batuan di lokasi
penelitian dengan arah jurus relatif utara selatan
dan kemiringan batuan berarah barat. Satuan
bentuklahan ini berbatasan dengan satuan
bentuklahan perbukitan homoklin
Gambar 1. Kenampakan satuan Bentuklahan
Perbukitan Homoklin dan Lembah Homoklin.
(Arah foto relatif ke Timur)
STRATIGRAFI Berdasarkan dari aspek tersebut, maka
daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat
satuan batuan/endapan.
Urutan satuan batuan/endapan mulai
dari yang tertua adalah satuan satuan batupasir
Pulaubalang, satuan batulempung Balikpapan,
satuan batugamping – klastik Balikpapan, dan
yang paling muda adalah satuan endapan aluvial
(Tabel 1.).
Tabel 1. Stratigrafi Daerah Penelitian (Penulis,
2015)
Satuan batupasir Pulaubalang
Satuan ini terdiri dari litologi batupasir,
batulempung, kalkarenit dan batubara. Batupasir
4
berwarna segar abu – abu dan lapuk cokelat
kekuningan; perlapisan sejajar, laminasi sejajar,
laminasi bergelombang, masif; ukuran butir
pasir sedang – pasir sangat halus; bentuk butir
menyudut tanggung – membundar tanggung;
terpilah baik; kemas tertutup; berfragmen litik,
kuarsa; matriks lempung; semen silikaan. Dari
deskripsi sayatan tipis petrografi pada lokasi
pengamatan 19 didapatkan nama batuan Arkosic
Wacke (Gilbert, 1954).
Batulempung berwarna abu-abu, abu-
abu gelap, perlapisan hingga masif, ukuran butir
lempung, komposisi silikaan. Batubara berwarna
hitam dengan kilap kaca dan kilap arang, masif,
pecahan brittle sampai concoidal.
Kalkarenit berwarna abu – abu;
perlapisan; ukuran butir arenit; terpilah baik;
kemas tertutup; tersusun oleh fosil foraminifera,
dan skeletal sebagai alochem, dengan kalsit dan
lime mud sebagai mikrit dari deskripsi petrografi
pada lokasi pengamatan 32 didapatkan nama
batuan Packstone (Dunham,1962).
Untuk menafsirkan umur satuan ini
berdasarkan kedudukan stratigrafi dan ciri
litologi yang sesuai dengan ciri Formasi
Pulaubalang, maka penulis menyimpulkan
bahwa umur satuan batuan ini mengacu peneliti
terdahulu berumur Miosen Awal – Miosen
Tengah.
Dari analisis profil disimpulkan bahwa
lingkungan pengendapan satuan batupasir
Pulaubalang terdapat pada Upper Delta Plain
(J.C. Horne et al. 1978).
Satuan batulempung Balikpapan
Satuan ini terdiri dari batulempung,
batulempung dengan nodul siderit, batupasir,
dan batubara. Batulempung berwarna abu-abu,
abu-abu kemerahan, perlapisan hingga masif,
ukuran butir lempung, komposisi silikaan.
Batupasir berwarna abu - abu – coklat
kemerahan; perlapisan sejajar, laminasi sejajar,
laminasi bergelombang, lentikuler, silang siur;
ukuran butir pasir sedang – pasir sangat halus;
bentuk butir menyudut tanggung – membundar
tanggung, terpilah baik; kemas tertutup;
berfragmen litik, kuarsa; matriks lempung;
semen silika. Dari deskripsi sayatan tipis
petrografi pada lokasi pengamatan 12
didapatkan nama batuan Sandy Limestone
(Gilbert, 1954). Batubara berwarna hitam
dengan kilap kaca, arang; perlapisan, masif;
pecahan brittle sampai concoidal (Gambar
4.16).
Untuk menafsirkan umur satuan ini
berdasarkan kedudukan stratigrafi dan ciri
litologi yang sesuai dengan ciri Formasi
Balikpapan, maka penulis menyimpulkan bahwa
umur satuan batuan ini mengacu peneliti
terdahulu berumur Miosen Tengah – Miosen
Akhir.
Dari analisis profil disimpulkan bahwa
lingkungan pengendapan satuan batulempung
Balikpapan memliki tipe lingkungan
pengendapan Transitional Lower Delta Plain
(J.C. Horne et al. 1978).
Satuan batugamping - klastik Balikpapan
Satuan ini terdiri dari kalkarenit dengan
sisipan kalsilutit (Gambar 4.17). Kalkarenit
berwarna segar putih, lapuk cokelat; perlapisan
hingga masif; ukuran butir arenit (1/16 mm – 2
mm); menyudut tanggung – membundar
tanggung; terpilah sedang – baik; kemas
tertutup; tersusun oleh fosil foraminifera, alga
dan skeletal sebagai alochem dengan kalsit dan
lime mud sebagai mikrit. Dari deskripsi sayatan
tipis petrografi didapatkan nama batuan
Packstone (Dunham, 1962).
Untuk menafsirkan umur satuan ini
berdasarkan kedudukan stratigrafi dan ciri
litologi yang sesuai dengan ciri Formasi
Balikpapan, maka penulis menyimpulkan bahwa
umur satuan batuan ini mengacu peneliti
terdahulu berumur Miosen Tengah – Miosen
Akhir.
Penentuan lingkungan bathimetri
berdasarkan kandungan fosil foraminifera
bentonik pada contoh kalkarenit lokasi
pengamatan 40 didapatkan fosil Calcarina
venusta, Calcarina spelgleri, Siphoninoides
echinata, Cibicides praecinctus, Calcarina
calcar, dan Tinoporus spergleri. Dari hasil
analisis mikropaleontologi yang dilakukan
mengacu pada pembagian zona bathimetri
menurut Barker (1960) dapat disimpulkan
bahwa pembentukan batuan ini pada
kedalaman 20 meter di lingkungan neritik tepi.
Dari ciri stratigrafi yang ada pada
satuan batugamping Balikpapan berupa tidak
hadirnya fosil foraminifera planktonik, ciri
litologi berupa Packstone dengan alochem
berupa alga, skeletal dan foraminifera besar,
5
maka dapat dibandingkan dengan model fasies
karbonat tepi paparan Wilson (1975). Dari ciri
tesebut satuan ini termasuk dalam fasies
Restricted Platform.
Satuan Endapan Aluvial
Satuan endapan aluvial menempati 1%
dari luas daerah penelitian, terdapat di sungai
bagian barat laut daerah penelitian (Gambar
4.20). Ketebalan berkisar 0,2 sampai 1,5 meter.
Umur dari satuan endapan aluvial
adalah Holosen dengan lingkungan
pengendapan darat.
STRUKTUR GEOLOGI
Struktur geologi yang didapatkan di
daerah penelitian berupa kekar yang berada di
singkapan batuan dan sesar.
Kekar Berdasarkan hasil analisa stereografis
dengan metode diagram kontur, maka
didapatkan nilai arah umum kedudukan shear
joint 1 adalah N1060E/720 dan shear joint 2
adalah N360oE/650. (Gambar11.)
Berdasarkan analisa dari kedua shear
joint, didapatkan nilai extension joint
N322oE/85o dan nilai release joint N053oE/57o.
Tegasan utama α1 memiliki nilai 33o/N3260 E,
nilai α2 56o/N1330E , nilai α3 04o/N2290 E.
Dari hasil analisa tersebut, dapat
disimpulkan bahwa tegasan utama yang
berkembang pada daerah penelitian relatif arah
Baratlaut – Tenggara.
Gambar 2. Kenampakan kekar pada
batulempung
Sesar Sesar mendatar kanan Teluk Pandan
memanjang barat daya – timur laut. Keberadaan
sesar ditemukan di selatan daerah studi khusus.
Penamaan sesar ini berdasarkan data berupa
shear fracture dan gash fracture dan kelurusan
sungai serta pergerakan sesar di lokasi
pengamatan dari pengamatan step gash.
Dari data tersebut dilakukan analisis
sesar an didapatkan bidang sesar N 231° E/89°,
rake 9°, dan netslip 13°, N 231° E dengan
tegasan (utama) 12°, N 244° E, tegasan
76°, N 052° E dan tegasan 2°, N 154° E.
Berdasarkan hasil analisis menurut klasifikasi
Rickard (1972), maka nama sesar ini adalah
Right Slip Fault.
Gambar 3. Kenampakan sesar pada batupasir
dan kenampakan kelurusan sungai
SEJARAH GEOLOGI Lokasi penelitian berada di Cekungan
Kutai, sejarah geologi daerah penelitian diawali
pada awal Tersier saat pembentukan Cekungan
Kutai berlangsung. Cekungan Kutai terletak di
tepi bagian timur paparan Sunda, yang
dihasilkan akibat dari gaya ekstensi di bagian
selatan Lempeng Eurasia. Pada awalnya
Cekungan Kutai dan Cekungan Barito
merupakan satu cekungan besar berarah
timurlaut – selatan baratdaya. Cekungan tersebut
mulai berpisah setelah pengangkatan blok
Meratus, dicirikan oleh kelurusan zona
Paternosfer yang dikontrol oleh Sesar Adang
(Adang Fault) dan disebut sebagai South Kutai
Boundary Fault (Ott, 1987). Kemudian di
bagian utara, Cekungan Kutai terpisah dari
Cekungan Tarakan oleh tinggian Mangkalihat.
Pemisahan ini terjadi sejak Oligosen Akhir
(Biantoro dkk, 1992).
Pada Oligosen Akhir – Miosen Awal
terjadi pengangkatan Tinggian Kuching
(Gambar 4.25), yang disebabkan oleh subduksi
sepanjang batas Baratlaut Kalimantan (Palawan
Trough) dengan gaya kompresi berarah
Baratlaut – Tenggara. Pengangkatan ini
menjadikan tinggian Kuching sebagai sumber
material sedimen kompleks delta berumur
Neogen di Cekungan Kutai dengan arah
6
sedimentasi ke timur. Sedimentasi delta
mencapai puncak perkembangannya pada kala
Miosen Akhir – Pliosen.
Gambar 4.25 Sejarah geologi daerah telitian
pada kala Oligosen Akhir – Miosen Awal.
Gambar 4.26 Model pengendapan delta Upper
Delta Plain.
Pada lokasi penelitian sedimentasi
diawali oleh pengendapan satuan batupasir
Pulaubalang pada Miosen Awal – Miosen
Tengah (Gambar 4.26). Satuan batuan ini
diendapkan pada lingkungan pengendapan
upper delta plain dengan sub lingkungan
backswamp, floodplain dan channel. Satuan ini
disusun oleh batupasir, batupasir dengan
pecahan batubara, batulempung, kalkarenit dan
batubara.
Kemudian pada Miosen Tengah –
Miosen Akhir diendapkan satuan batulempung
Balikpapan, yang diendapkan secara selaras di
atas satuan batupasir Pulaubalang. Satuan
batulempung Balikpapan terendapkan pada
lingkungan pengendapan transitional lower
delta plain dengan sublingkungan
interdistributary bay dan crevasse splay
(Gambar 4.27). Satuan ini disusun oleh
batulempung, batupasir, nodul oksida besi, dan
batubara.
Gambar 4.27 Model pengendapan delta
Transitional Lower Delta Plain.
Pada kala itu di Cekungan Kutai terjadi
fase regresi yang mempengaruhi kondisi
cekungan terhadap kontaknya dengan air laut
(Gambar 4.28). Sehingga diatas satuan
batulempung Balikpapan secara selaras
terendapkan satuan batugamping - klastik
Balikpapan. Satuan ini dilihat dari ciri litologi
berupa Packstone dengan kandungan alga dan
foraminifera besar serta tidak hadirnya
foraminifera planktonik pada satuan ini, maka
diyakini bahwa satuan batugamping - klastik
Balikpapan berada pada lingkungan
pengendapan restricted platform (Wilson,
1975).
Gambar 4.28 Sejarah geologi daerah telitian
pada kala Miosen Awal - Miosen Akhir.
Pada kala Miosen Akhir – Pliosen
Awal merupakan awal dari pembentukan
Antiklinorium Samarinda (Gambar 4.29),
pengendapan delta yang cepat pada kala Miosen
tersebut mulai membebani endapan material
halus yang tebal dibawahnya dan
mengakibatkan masa material halus yang belum
kompak ini menjadi labil. Akibatnya masa
material halus ini mencuat, berdiapirik
menerobos sedimen regresif diatasnya,
membentuk struktur antiklin yang sempit,
7
memanjang dan sejajar dengan garis pantai.
Antiklin – antiklin ini dipisahkan oleh sinklin –
sinklin yang lebar, berlangsung tahap demi
tahap, bersamaan dengan pengedapan delta
(H.L. Ott, 1987). Antiklin – antiklin inilah yang
disebut dengan Antiklinorium Samarinda. Posisi
daerah telitian berada pada Runtu Sinklin sayap
bagian timur di Antiklinorium Samarinda.
Proses tersebut yang menyebabkan
tersingkapnya batuan pada daerah penelitian
dengan jurus Utara – Selatan dan kemiringan
lapisan batuan ke barat. Kemudian terbentuk
sesar mendatar kanan yang berarah Baratdaya –
Timurlaut.
Gambar 4.29 Sejarah geologi daerah telitian
pada kala Miosen Akhir - Holosen.
Gambar 4.30 Kondisi daerah penelitian saat ini.
Kemudian pada kala Holosen sampai
sekarang (Resen) terjadi proses eksogen pada
daerah penelitian meliputi proses pelapukan,
erosi dan pengendapan material lepas oleh
sungai yang menghasilkan satuan endapan
aluvial di daerah penelitian (Gambar 4.31).
Analisis Kestabilan Lereng Untuk
Rekomendasi Tamban Terbuka
Rekomendasi lereng tambang
berdasarkan dari data geologi teknik pada titik
bor 2524G. Kemudian dianalisis dengan metode
SMR dan perhitungan faktor keamanan dengan
metode Bishop simplified, maka
direkomendasikan lereng tambang terbuka
dengan kemiringan sudut lereng keseluruhan
60°. Lereng yang direkomendasikan pada lereng
tunggal memiliki lebar jenjang 4 meter dengan
tinggi lereng 9,5 meter dan sudut tiap lereng
tunggal 70° (Gambar 5.23).
Dari analisis faktor keamanan lereng,
pada lereng tersebut masih diatas nilai 1,25
sehingga dalam kondisi aman.
Gambar 5.23 Rekomendasi tahapan
lereng tambang.
Litologi lereng didominasi oleh meterial
lempung, untuk itu perlu dilakukan analisis jenis
mineral lempung pada batulempung ini. Dari
analisis tersebut dapat diketahui jenis mineral
lempung yang terkandung, karena pada mineral
lempung tertentu yang bersifat ekspansif akibat
pengaruh air akan mempengaruhi stabilitas dari
lereng tambang. Selain itu juga perlu dilakukan
pemboran geologi teknik pada lokasi lain untuk
mendapatkan hasil yang lebih representatif.
8
KESIMPULAN
Gemorfologi daerah penelitian dibagi
atas satu bentuk asal yaitu bentuk asal struktural,
kemudian dibagi menjadi bentuk lahan berupa
perbukitan homoklin (S21) dan lembah
homoklin (S22).
Stratigrafi daerah telitian dibagi menjadi
empat satuan batuan berdasarkan ciri fisik
batuan penyusun dan umur, dari ciri tersebut
disebandingkan dengan dengan penelitian
terdahulu untuk memperoleh penamaan satuan
batuan. Urutan satuan batuan dari yang paling
tua adalah satuan batupasir Pulaubalang, satuan
batulempung Balikpapan, satuan batugamping -
klastik Balikpapan, dan satuan endapan aluvial.
Struktur geologi yang dijumpai
didaerah penelitian berupa sesar mendatar kanan
dengan nama right slip fault dan juga dijumpai
kekar- kekar.
Berdasarkan perhitungan SMR dan
analisis faktor keamanan dengan metode Bishop
Simplified maka direkomendasikan geometri
lereng tambang sebagai berikut : Kemiringan
lereng keseluruhan (overall slope high wall) =
60°. Tinggi lereng keseluruhan (high wall) = 44
meter. Kemiringan lereng tunggal (single slope)
= 70°. Tinggi lereng tunggal = 9,5 meter. Lebar
jenjang (bench)= 4 meter.
Perlu dilakukan analisis mineral
lempung di lokasi penelitian, karena lokasi
penelitian didominasi oleh litologi batulempung.
Mineral lempung tertentu yang bersifat
ekspansif akibat pengaruh air dapat
mempengaruhi kestabilan pada lereng tambang.
Penambahan data bor geologi teknik
pada target seam batubara C7 di titik lain untuk
mendapatkan gambaran geometri lereng yang
lebih representatif.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C. G., 1970, A Reconsideration of
The East Indian Letter Clasification of
The Tertiary, Br. Mus. Nat. Hist. Bull, p
87 - 137.
Allen, G.P. & Chambers, 1998, Sedimentation
in the Modern and Miocene Mahakam
Delta, IPA.
Barker, R. W., 1960, Taxonomic Notes on the
species Fiqured by N. B. Bradyinhis
Report on the Foraminifera Dredged by
H. M. S. Challenger During the years
1873 – 1876. Soc. Econ. Pal. Min., Spec.
Publ. n. 9, 238 h
Biantoro, E., Muritno, B. P., & Mamuaya. J. M.
B., 1992, Inversion Faults as the Major
Structural Control in the Northern Part
of the Kutai Basin, East Kalimantan,
Proceedings Indonesian Petroleum
Association, 21st Annual Convention
Proceedings, IPA 92 - 11.33.
Bieniawski, Z. T., 1979, Engineering Rock Mass
Classification, Copy-right by John Wiley
& Sons.
Blow, W. H., 1969, Late Middle Eocent to
Recent Planctonic Foraminifera
Biostratigraphy, First International.
Conf. on Planktonic Microfossils,
Proc.V.1, PP.199-421.
Boggs, S., 1987, Principles of Sedimentology
And Stratigraphy, Prentice Hall, New
Jersey.
Bowles J.E, 1989, Sifat – Sifat Fisis dan
Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah),
Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta.
Brahmantyo, B., & Bandono, 2006, Klasifikasi
Bentuk Muka Bumi (Landform) untuk
Pemetaan Geomorfologi pada Skala
1:25.000 dan Aplikasinya untuk Penataan
Ruang, Jurnal Geoaplika (2006) Volume
1, Nomor 2, hal. 071 – 078.
Dunham, R. J., 1962, “Classification of
Carbonat Rock According to
Depositional Texture, in Classification of
Carbonat Rocks”. A symphosium,
AAPG men, No.1., p 108 – 121.
Flugel, E., 2004, “ Microfacies of Carbonate
Rocks” Springer,Fig: Depositional
9
Models, Facies Zones, and Standard
Microfacies, hal. 657.
Luseno, E. B., 2014, Kendali Geologi Terhadap
Penyebaran Pola Total Sulfur pada
Material PAF/NAF Pada Asosiasinya
Terhadap Lingkungan Pengendapan
Pembawa Lapisan Batubara di daerah
Mabu’un, Kecamatan wara, Kabupaten
Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan,
UPN Veteran Yogyakarta, (unpublish)
Hoek E, & Brown E.T., 1997, Practical
estimates of rock mass strength. Int J
Rock Mech Min Sci;34(8):1165–86.
Horne, J.C. Ferm, J.C, Caruccio, F.T, & Baganz,
B.P, 1978, Depositional Models in Coal
Exploration and Planning in
Appalachian Region, AAPG Buletin
62:2379-2411, Department of Geology,
University of South Carolina, America.
Ott, H. L., 1987, The Kutei Basin – A Unique
Structural History, IPA 2006 – 16th
Annual Convention Proceedings 1987.
Romana, M., 1985, “New adjustment ratings
for application of Bieniawski
classification to slopes”, Int. Symp. on
the role of rock mechanics ISRM,
Zacatecas, pp 49-53.
Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996: Sandi
Stratigrafi Indonesia, dipublikasikan oleh
Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Jakarta.
Sandjaja, F.D.A., 2012, Geologi dan Analisa
Kestabilan Lereng Untuk Rekomendasi
Tambang Terbuka PT. Itacha Resources
Daerah Muaramalinau, Kecamatan
Segah, Kabupaten Bearu, Provinsi
Kalimantan timur, UPN Veteran
Yogyakarta, (unpublish)
Satyana, A. H., Nugroho, D., & Surantoko, I.,
1999, “Tectonic control on the
hydrocarbon habitats of the brito, Kutei,
and Tarakan Basins, Eastern
Kalimantan, Indonesia: major
dissimilarities in adjoining basins”,
Journal of Asian Earth Scienses.
Sukardi, N., Sikumbang, I., Umar & R.
Sunaryo., 1995, Peta Geologi Bersistem
Indonesia, Lembar Sangatta, Kalimantan
Timur, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Swana, G.W., Muslim, D., & Sophian, I., 2012,
Desain Lereng Final Dengan Metode
RMR, SMR dan Analisis Kestabilan
Lereng Pada Tambang Batubara Terbuka
di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi
Kalimantan Selatan, Buletin Sumber
Daya Geologi Volume 7 Nomor 2.
Varnes .D.J., 1978 , Slope Movement Types
and Process Landslide Analyses and
Control, ed by R. Schuster , Acad Of
Science, Washington. DC.
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of
Indonesia, Vol. IA: General Geology of
Indonesia and Adjacent Archipelagoes,
The Hague.
Van Zuidam, R.A., 1983, Guide to
Geomorphology Aerial Photographic
Interpretation and Mapping, ITC,
Enschede The Netherlands.
Wesley, L. D., 1977, Mekanika Tanah, Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta
Williams, H., Turner F. J., and Gilbert C. H.,
(1954). Petrography an Introdution to
the Study of Thin Sections. W. H.
Freeman and Company, San Fransisco.
Zakaria, Z., Muslim, D., dan Sophian, I., 2012,
Koreksi SMR Pada Desain Lereng
Tambang Terbuka batubara Pada
Formasi Balikpapan dan Formasi
Kampung Baru, Sangasanga, Kalimantan
Timur, Buletin Sumber Daya Geologi
Volume 7 Nomor 3.
12