abstrak...abstrak hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum islam dan merupakan hasil ijtihad...

19

Upload: others

Post on 23-Dec-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena
Page 2: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

Abstrak

Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum

Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-

rangan atau kelompok yang bisa menjadi

sumber hukum yang hidup (the living law),

karena dapat menjawab persoalan-persoalan

kontemporer dalam banyak bidang. Dalam

bidang muamalah dengan kaidah pokok

“lakukanlah selama tidak ada larangan”,

membuka ruang sebuah fatwa menjadi dasar

hukum dalam bertindak dan berprilaku. Teta-

pi karena karakteristik fatwa merupakan

produk hukum yang terkategori pendapat

hukum (legal opinion), di Indonesia fatwa

tidak serta merta bisa dijadikan landasan

hukum yang mengikat (binding), memaksa

dan mempunyai ancaman sanksi sebagaima-

na sebuah undang-undang atau regulasi se-

bagaimana yang dikeluarkan lembaga negara

atau pejabat negara. Dalam hukum ekonomi

syariah di Indonesia, khususnya bidang per-

bankan syariah, fatwa ulama tentang hukum

ekonomi syariah, memegang peranan yang

mendasar. Dengan bersandar kepada undang-

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH1

undang yang berlaku tentang perbankan sya-

riah, fatwa hukum ekonomi syariah dalam

bidang keuangan syariah yang dikeluarkan

oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI) diresepsi (diserap)

oleh lembaga negara menjadi regulasi yang

mengikat (binding), memaksa dan mempu-

nyai ancaman sanksi.

Kata Kunci: fatwa, hukum, ekonomi syariah

Abstract

The essence of fatwa is a product of Islamic

law and is the result of individual or group

ijtihad that can be a source of living law (the

living law), because it can answer contempo-

rary problems in many fields. In the field of

muamalah with the basic principle "do it as

long as there is no prohibition", opening up a

fatwa becomes the legal basis for acting and

behaving. But because the characteristics of

the fatwa are legal products categorized as

legal opinions (legal opinions), in Indonesia

fatwa can not necessarily be used as a bind-

ing legal basis (binding), force and have the

KEDUDUKAN FATWA HUKUM EKONOMI SYARIAH

DALAM TATA HUKUM NASIONAL BERKAITAN DENGAN

PERBANKAN SYARIAH

Abdul Aziz

Abdul Aziz

Page 3: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH 2

threat of sanctions as a law or regulation as

issued by a state institution or state officials.

In sharia economic law in Indonesia, partic-

ularly in the field of sharia banking, the ula-

ma fatwa on sharia economic law plays a

fundamental role. By relying on the applica-

ble laws on sharia banking, Islamic econom-

ic law fatwa in the field of sharia finance

issued by the National Sharia Council-

Indonesian Ulema Council (DSN-MUI) is

accepted (absorbed) by state institutions into

a binding regulation (binding), force and

have the threat of sanctions.

Keywords: fatwa, law, sharia economics

A. PENDAHULUAN

Dalam hukum Islam fatwa meru-

pakan salah satu produk hukum untuk

memberikan jawaban dan solusi terhadap

permasalahan yang dihadapi umat.

Bahkan umat Islam pada umumnya men-

jadikan fatwa sebagai rujukan dalam ber-

sikap dan berperilaku. Bagi kalangan

masyarakat umum fatwa dijadikan dalil,

sebagaimana para mujtahid memegang

dalil itu dan sudah mengeluarkan fatwa.

Fatwa merupakan sebuah upaya ulama

untuk merespon masalah-masalah yang

dihadapi masyarakat yang memerlukan

keputusan hukum, dan seringkali masa-

lah-masalah tersebut baru ditemukan pa-

da masa-masa mu’asyirah atau kekinian

(kontemporer), yang tidak didapati dalam

kehidupan zaman Rasulullah saw, sa-

habat dan seterusnya.

Dalam hukum Islam dikenal

hukum yang berifat qoth’i (baku) yang

tercakup di antaranya dalam hukum had

(hudud) dan hukum-hukum lainnya yang

bersifat ijtihadiyah. Bersifat ijtihadiyah

karena produknya murni hasil pemikiran

para ulama kategori mujtahid dengan me-

manfaatkan perangkat keilmuan yang ada

dan sudah diakui seperti ilmu ushul

fikih, ilmi fiqih, bahasa Arab dll. Diakui

hukum-hukum yang bersifat qoth’i

(baku) hampir tidak ada khilaf

(perbedaan pendapat) di antara para ula-

ma, berbeda dengan hukum yang bersifat

ijtihadiyah, yang memberikan ruang

kepada ulama untuk khilaf. Para ulama

membagi produk hukum yang bersifat

ijtihad dibedakan menjadi empat yaitu

fikih, fatwa, qanun dan qadha. Masing-

masing produk hukum tersebut

dibedakan hanya dari segi posisi mujta-

hid yang melakukan ijtihad. Sementara

menurut Jaih Mubarok dari segi substansi

antara yang satu dengan yang lainnya

tidak dapat dibedakan, apalagi

dipisahkan (Jaih Mubarok, 2004: VI).

Kedudukan Fatwa Hukum Ekonomi Syariah dalam Tata Hukum Nasional

Berkaitan dengan Perbankan Syariah

Page 4: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH3

Menurut Mohammad Hashim

Kamali, ijtihad di zaman modern telah

terjadi dalam tiga bentuk berikut: melalui

legislasi perundang-undangan (taqnin),

dalam bentuk fatwa oleh para ahli dan

hakim, dan melalui tulisan-tulisan para

ahli (Muhammad Hasyim Kamali, 2010:

171)Meskipun demikian, karena tidak

semua negara di dunia yang mayoritas

berpenduduk muslim menerapkan hukum

Islam sebagai hukum pokok di dalam tata

hukum nasionalnya, maka penerapan fat-

wa, kekuatan mengikat fatwa dan akibat-

akibat hukum lainnya atas fatwa itu pun

berbeda-beda dalam kehidupan beragama

masyarakatnya.

Dengan latar belakang di atas

dalam tulisan ini akan dicermati

bagaimana kedudukan fatwa yang meru-

pakan produk ijtihad serta merupakan

bagian dari hukum Islam dalam kai-

tannya dengan kedudukan hukumnya di

dalam tata hukum nasional. Akan diana-

lisa bagaimana fatwa yang bersifat ijti-

hadiyah dari para ulama diresepsi men-

jadi regulasi yang mengikat, memaksa

dan mempunyai ancaman hukuman di

dalam sebagian entitas hukum di Indone-

sia, yaitu perbankan syariah.

B. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah

penelitian kualitatif dengan pendekatan

yuridis-normatif serta deduktif-normatif.

Penelitian ini juga adalah penelitian

pustaka, dengan tipe deskriptif analisis,

yakni berusaha menggambarkah data-

data yang ditemukan dalam al-Qur'an,

buku-buku, perundang-undangan dan

sumber-sumber lain, untuk dilanjutkan

dengan analisis dengan pendekatan

yuridis-normatif, yakni berusaha me-

mahami secara deduktif-normatif atas

kedudukan fatwa di dalam hukum

ekonomi syariah (Islam) dan selanjutnya

di dalam tata hukum nasional, khususnya

yang berkaitan dengan perbankan syari-

ah. Pendekatan deduktif-normatif

digunakan untuk menemukan posisi se-

buah hukum dalam suatu entitas hukum.

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu

bertujuan untuk menggambarkan

keadaan sesuatu yang tengah berlang-

sung pada saat riset dilakukan dan me-

merikasa sebab-sebab dari suatu gejala

tertentu (Husen Umar, 2005: 22), dalam

hal ini adalah tentang fatwa terkait

hukum ekonomi syariah. Sumber data

primer, yaitu buku-buku, laporan-

laporan hasil penelitian berupa jurnal

Abdul Aziz

Page 5: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH 4

ilmiah, yang berkaitan dengan fatwa.

Sumber data sekunder, terdiri atas refer-

ensi-referensi lainnya yang berkaitan

dengan tema pembahasan, yang berasal

dari perundang-undangan, surat, kabar,

majalah atau internet. Metoda pengum-

pulan data dilakukan dengan cara doku-

mentasi.

C. PEMBAHASAN

1. Pengertian Fatwa dan Hakikat Fat-

wa

Dari segi bahasa, kata fatwa yang be-

rasal dari bahasa Arab, punya akar kata

dari afta - yufti - ifta’ ( إفتاءا -يفتي -أفتى ),

yang artinya kurang lebih adalah menja-

wab pertanyaan orang. Kata fatwa

dengan makna menjawab pertanyaan

ditemukan di dalam ayat al Quran, di an-

taranya dalam surat Yusuf (12) ayat 43,

surat Al-Kahfi (18) ayat 22, surat Shaf-

fat (37) ayat 11. Tapi secara umum lan-

dasan hukum mengeluarkan fatwa di da-

lam al Quran adalah surat An-Nisa’ (4)

ayat 176 yang bunyi terjemahannya ada-

lah :”Mereka meminta fatwa kepadamu

(wahai Muhammad, mengenai kalalah),

katakanlah : ‘Allah memberi fatwa kepa-

da kamu dalam perkara kalalah

itu” (Ahmad Hatta, 2011: 105) 20 Dalil

hadits dari Musnad Ahmad ibnu Hanbal

yang bunyi terjemahannya ada-

lah :”Barang siapa mengeluarkan fatwa

tanpa kepastian (sumbernya), maka

sesungguhnya dosanya ke atas orang-

orang yang memberi fatwa.” (Dewan

Syariah Nasional MUI, 2014: 7) Menurut

Yusuf Qarḍawi, fatwa adalah men-

erangkan hukum syara' dalam persoalan

sebagai jawaban atas pertanyaanyang

diajukan oleh peminta fatwa (mustafti)

baik secara perorangan maupun kolektif

(Yusuf Qarḍawi, 1990: 203). Menurut

Joseph Scaht fatwa didefinisikan sebagai

“formal legal opini” (opini legal formal).

(Joseph Schacht, 1965: 74) Menurut

Ma’ruf Amin dkk fatwa adalah jawaban

atau penjelasan dari ulama mengenai ma-

salah keagamaan dan berlaku untuk

umum (Ma’ruf Amin dkk, 2015: 8). Se-

dangkan fatwa MUI adalah fatwa MUI

tentang suatu masalah keagamaan yang

telah disetuui oleh anggota Komisi dalam

rapat komisi (Ma’ruf Amin dkk , 2015:

8). Selain Komisi Fatwa MUI yang dapat

mengeluarkan fatwa, organ MUI lainnya

adalah Dewan Syariah Nasional (DSN).

DSN adalah dewan yang dibentuk oleh

Majelis Ulama Indonesia untuk me-

nangani masalah-masalah yang berhub-

Kedudukan Fatwa Hukum Ekonomi Syariah dalam Tata Hukum Nasional

Berkaitan dengan Perbankan Syariah

Page 6: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH5

ungan dengan aktifita lembaga keuangan

syariah. (Ma’ruf Amin dkk, 2015) Dan

penetapan fatwa tentang ekonomi syraiah

yang terkait dengan produk dan jasa keu-

angan yariah dilakukan oleh DSN-MUI

(Ma’ruf Amin dkk, 2015: 8).

Dalam Buku Himpunan Fatwa

Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasi-

oal MUI yang diterbitkan tahun 2014,

ada 87 fatwa DSN-MUI terkait keuangan

syariah, yang melingkupi tentang Per-

bankan syariah (58 fatwa), tentang

perasuransian syariah (6 fatwa), tentang

pasar modal syariah (13 fatwa), tentang

pegadaian syariah (2 fatwa), tentang

pembiayaan syariah (1 fatwa), tentang

penjaminan syariah (1 fatwa), tentang

akuntansi syariah (3 fatwa), tentang

MLM syaiah (2 fatwa), tentang

perdagangan komoditi berdasakan prinip

syariah di bursa komoditi (1 fatwa).

(Dewan Syariah Nasional MUI, 2015:

14).

Di dalam al Quran fatwa

ditemukan dalam derivasi yang berbeda-

beda, tetapi menurut al-Raqib al-Isfahani,

fatwa sesungguhnya memiliki makna

yang sama yaitu jawaban dari persoalan

hukum yang banyak ditanyakan kepada

Rasulullah saw ketika itu (Muhamad Fu-

ad Abd al-Baqi, 2017: 623). Karena per-

mintaan fatwa cenderung realistis dan

faktual, maka jawaban yang diberikan di

dalam al-Quran menggunakan bahasa

yang jelas dan menjawab persoalan. Da-

lam ilmu uṣul fiqh, fatwa berarti pen-

dapat yang dikemukakan seorang mujta-

hid atau faqih sebagai jawaban yang di-

ajukan peminta fatwa dalam suatu kasus

yang sifatnya tidak mengikat (Abdul Aziz

Dahlan, 1996: 326). Fatwa juga dapat diter-

jemahkan sebagai petuah, nasehat, jawa-

ban atas pertanyaan yang berkaitan

dengan hokum (Depdikbud, 1997: 275).

Dengan demikian pengertian fatwa berar-

ti menerangkan hukum-hukum Allah

SWT berdasarkan dalil-dalil syariah

secara umum dan menyeluruh. Ket-

erangan hukum yang diberikan itu di-

namakan fatwa (Dewan Syariah Nasional

MUI, 2005: 8). Dengan kata lain fatwa

adalah ketentuan hukum Islam yang

dibuat berdasarkan pemikiran, ijtihad

dengan cara ijma, mengenai suatu masa-

lah hukum pada suatu tempat di suatu

masa (Ahmad Sarwat, 2018: 12-13).

Maka dengan demikian hakikatnya fatwa

termasuk dalam kategori hukum Islam.

Orang yang berfatwa disebut

dengan mufti dan yang meminta fatwa

Abdul Aziz

Page 7: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH 6

disebut dengan mustafti. Mufti ialah

orang yang sangat berkompeten dalam

bidang syariah, menguasai dan sangat

mendalami nash-nash syariah serta mad-

lul syar’i-nya. Kalau bukan seorang

ulama, tidak lah bisa ia mengeluarkan

sebuah fatwa, karena fatwa itu produk

syariat yang dihasilkan dari interpretasi

nash-nash syar’i. Di Indonesia fatwa

keagaamaan di antaranya dihasilkan

secara ijma oleh Majelis Ulama Indone-

sia (MUI), selain oleh ormas-ormas Is-

lam lainnya seperti Muhammadiyah,

Nahdhatul Ulama, Persatuan Islam, dll.

Fatwa yang dikeluarkan MUI sejak tahun

1975 mencakup spektrum yang sangat

luas meliputi bidang akidah dan aliran

keagamaan, ibadah, sosial dan budaya,

pangan, obat-obatan, kosmetika, ilmu

pengetahuan dan teknologi, termasuk

asas-asas kenegaraan dan masalah-

masalah kontemporer (Lihat buku Ma’ruf

Amin dkk, 2015)

Menurut Abdul Wahhhab Khalaf

fiqih didefinisikan sebagai hukum-

hukum syara’ yang praktis, yang diambil

dari dalil-dalinya secara terinci atau

dengan kata lain ilmu fiqih adalah

kompilasi hukum-hukum syara’ yang

bersifat praktis yang diambil dari dalil-

dalilnya secara terinci (Abdul Wahhab

Khalaf, 1994: 1). Sebagai salah satu

bentuk ijtihad, salah satu ciri fiqih adalah

adanya perbedaan pendapat (khilaf) da-

lam menghukumi sesuatu. Tetapi secara

historis, fatwa dimulai sebagai aktivitas

pribadi yang independen dari intervensi

dan kontrol negara (Mohammad Hashim

Kamali: 174).

2. Perbedaan Fiqih, Fatwa, Qanun

dan Qadha sebagai Produk Ijtihad Ulama

Karenanya, fatwa bersifat tidak

mengikat, sebab fatwa pada hakikatnya

adalah sebuah pandangan atau pendapat

tentang hukum suatu masalah fiqih (legal

opinion). Selain itu orang yang bertanya

atau minta fatwa sekalipun tidak di-

wajibkan untuk menerima fatwa itu. Bisa

saja dia menolak sebuah fatwa yang

dimintanya. Sedangkan qanun adalah un-

dang-undang atau hukum positif yang

berlaku di suatu wilayah hukum. Qanun

yang berlaku di suatu negara Islam, bisa

saja bersumber dari sejumlah hasil fatwa

satu atau gabungan dari beberapa mazhab

fiqih, namun yang telah distandarisasi

atau dibakukan, sehingga berbentuk

aturan yang rinci, terdiri bab, pasal, ayat,

Kedudukan Fatwa Hukum Ekonomi Syariah dalam Tata Hukum Nasional

Berkaitan dengan Perbankan Syariah

Page 8: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH7

butir dan seterusnya. Secara umum,

qanun bersifat mengikat dan wajib dil-

aksanakan, dan sering juga tercantum

sanksi dan hukuman yang harus dijatuh-

kan (Ahmad Sarwat).

Qadha adalah keputusan yang

dilakukan oleh seorang qadhi (hakim)

atas suatu perkara atau perseteruan dua

belah pihak atau lebih (Ahmad Sarwat).

Karenanya qadha merupakan produk

yang secara hukum diakui negara dan

tidak diragukan lagi kekuatan mengikat

dan memaksanya, khususnya bagi mere-

ka yang berperkara. Perbedaan antara

fatwa dengan qadha adalah dalam

kekuatan mengikatnya (binding) mereka

yang berperkara, sementara fatwa tidak

harus ditaati bahkan oleh yang meminta

fatwa sekalipun, tidak mengikat dan tid-

ak akan kena sanksi apapun ketika me-

nolak fatwa. Sedangkan persamaan anta-

ra fatwa dengan qadha, di antaranya sa-

ma-sama bersumber kepada Al-Quran

dan As-Sunnah serta sumber-sumber

hukum Islam penunjang lainnya.

3. Ekonomi Syariah, Hukum Ekonomi

Syariah dan Perbankan Syariah di Indo-

nesia

Menurut Zainudin Ali ekonomi

syariah adalah perbuatan dan/atau

kegiatan usaha yang dilaksanakan

menurut prisip syariah (Zainudin Ali,

2009: 2). Menurut pasal 1 butir 1 buku-1

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(KHES)/Peraturan Mahkamah Agung

No. 2 Tahun 2008, ekonomi syariah ada-

lah usaha atau kegiatan yang dilakukan

oleh orang perorang, kelompok orang,

badan usaha yang berbadan hukum atau

tidak berbadan hukum dalam rangka me-

menuhi kebutuhan yang bersifat komer-

sial dan tidak komersial menurut prinsip

syariah. Sedangkan pengertian prinsip

syariah adalah prinsip hukum Islam da-

lam kegiatan perbankan berdasarkan fat-

wa yang dikeluarkan oleh lembaga yang

memiliki kewenangan dalam penetapan

fatwa di bidang syariah (Pasal 1 angka 1

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(KHES)/Peraturan MA No. 2/2008.).

Sedangkan pengertian prinsip syariah

adalah prinsip hukum Islam dalam

kegiatan perbankan berdasarkan fatwa

yang dikeluarkan oleh lembaga yang

memiliki kewenangan dalam penetapan

fatwa di bidang syariah (Pasal 1 angka 12

Undang-Undang No 21 Tahun 2008).

Undang-Undang No 3 Tahun

2006 menyatakan bahwa yang dimaksud

dengan “ekonomi syariah” adalah per-

Abdul Aziz

Page 9: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH 8

buatan atau kegiatan usaha yang dil-

aksanakan menurut prinsip syariah, anta-

ra lain meliputi: bank syariah, lembaga

keuangan mikro syariah, asuransi syari-

ah, reksa dana syariah, obligasi syariah

dan surat berharga berjangka menengah

syariah, sekuritas syariah, pembiayaan

syariah, pegadaian syariah, dana pensiun

lembaga keuangan syariah dan bisnis

syariah (Pasal 49 Undang-Undang No 3

Tahun 2006).

Sedangkan perbankan syariah di

Indonesia ketika pertama kali dikenalkan

tahun 1992 diistilahkan dengan “bank

bagi hasil,” suatu istilah yang sebenarnya

tidak tepat benar, karena konsep bagi

hasil hanya salah satu saja daripada prak-

tik di dalam perbankan syariah. Konsep

bagi hasil pertama kali dikenalkan ru-

panya untuk membedakan bahwa bank

syariah bukan bank dengan basis bunga,

yang oleh masyarakat muslim dianggap

riba. UU No 21 tahun 2008 tentang Per-

bankan Syariah menyatakan bahwa

“bank syariah adalah Bank yang men-

jalankan kegiatan usahanya berdasarkan

Prinsip Syariah dan menurut jenisnya

terdiri atas Bank Umum Syariah dan

Bank Pembiayaan Rakyat Syari-

ah.” (Pasal 1 angka 7 Undang-Undang

No 21 Tahun 2008). Maka bank syariah

adalah bank Islam yang dipraktikkan ber-

dasarkan hukum Islam, sementara pan-

duan praktisnya atas ketentuan hukum

Islam itu dikeluarkan oleh lembaga pem-

beri fatwa, yaitu DSN-MUI. Secara ber-

jenjang prinsip syariah dalam hal

ekonomi syariah pertama dikeluarkan

oleh DSN-MUI, kemudian fatwa tersebut

dituangkan dalam bentuk Peratuan Bank

Indonesia (sekarang Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan), dan akhrnya legal men-

jadi hukum positif (Lihat pasal 26

Undang-Undang No 21 Tahun 2008).

Maka prinsip syariah yang menjelma da-

lam bentuk fatwa DSN-MUI yang

kemudian menjadi regulasi adalah

hukum ekonomi syariah yang menjadi

huku positif di Indonesia.

DSN adalah organ di bawah

MUI yang khusus dibentuk memberikan

fatwa-fatwa terkait ekonomi syariah di

Indonesia baik diminta ataupun tidak

diminta. Sebelum ada DSN di MUI su-

dah ada terlebih dahulu Komisi Fatwa

MUI. Antara DSN dan Komisi Fatwa

memiliki kekhasan di dalam tugasnya, di

mana Komisi Fatwa MUI memiliki tugas

dalam memberi fatwa dalam cakupan

yang sangat luas. Maka dengan demikian

Kedudukan Fatwa Hukum Ekonomi Syariah dalam Tata Hukum Nasional

Berkaitan dengan Perbankan Syariah

Page 10: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH9

hukum ekonomi syariah adalah hukum

yang mengatur ekonomi syariah yang

berasal dari prinsip syariah yang menjel-

ma dalam bentuk fatwa DSN-MUI yang

kemudian menjadi regulasi dalam hukum

positif di Indonesia.

UU Peradilan Agama merinci

jenis-jenis ekonomi syariah dengan

sebutan-sebutan tertentu karena hal itu

sangat dibutuhkan ketika suatu dispute

(perselisihan) terjadi apakah kompetensi

Pengadian Agama atau bukan. Melalui

UU Peradilan Agama semua perselisihan

ekonomi syariah menjadi kompetnsi ab-

solut Pengadilan Agama tidak ada lagi

choice of forum setelah pasal 55 UU

Perbankan syariah yang berkaitan dengan

choice of forum dinyatakan berten-

tangan dengan UUD 1945 oleh

Mahkamah Konstitusi.

4. Kedudukan Fatwa dalam Tata

Hukum Nasional

Fakta menunjukkan hukum yang

mengatur ekonomi syariah Indonesia tid-

ak berdiri sendiri yang berasal mutlak

dari hukum Islam. Hukum yang menga-

tur tentang ekonomi syariah sebagian

masih menyandarkan dirinya pada

Burgerlijke Wetboek (Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata) yang merupa-

kan produk hukum peninggalan kolonial

Belanda dan hukum adat. Sementara

hukum ekonomi syariah yang berhasil

dalam proses taqnin melalui negara

secara lex specialis, yang lebih dari

sekedar memiliki fungsi pengaturan

mengenai ekonomi syariah, mungkin

hanya UU No. 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah dan UU No. 19 Ta-

hun 2008 tentang Surat Berharga Syariah

Negara tentang sukuk negara. UU selebi-

hnya yang memuat hukum Islam, lebih

hanya bersifat pengaturan seperti UU

Perkawinan, UU tentang Wakaf, UU ten-

tang Zakat, UU Haji, dan UU Peradilan

Agama dll. Sementara regulasi lainnya,

belum mencapai kedudukan undang-

undang atau setara undang-undang seper-

ti Kompilasi Hukum Islam (Instruksi

Presiden) dan Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah (Peraturan Mahkamah

Agung), padahal kedua regulasi itu men-

jadi hukum materil yang sangat pokok

dalam bidang hukum keluarga dan

hukum ekonomi syariah.

Dengan dasar aturan yang ter-

muat di dalam UU Perbankan Syariah,

fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis

Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang

ekonomi syariah menjadi instrumen pent-

Abdul Aziz

Page 11: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH 10

ing, legal dan mengikat, setelah diserap

menjadi aturan di dalam Peraturan Bank

Indonesia (PBI) atau Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan (POJK). Fatwa DSN-

MUI menjadi “bahan baku” dan menjadi

referensi utama dalam pembuatan PBI

atau POJK karena diamanatkan oleh Un-

dang-Undang Perbankan Syariah.

Menurut pasal 1 UU No. 12 Ta-

hun 2011 tentang Pembentukan Pera-

turan Perundang-Undangan, yang dimak-

sud Peraturan Perundang-Undangan ada-

lah peraturan tertulis yang memuat nor-

ma hukum yang mengikat secara umum

dan dibentuk atau ditetapkan oleh lem-

baga negara atau pejabat yang berwenang

melalui prosedur yang ditetapkan dalam

perundang-undangan. Menurut UU ini

peraturan perundang-undangan hanya

dibentuk dan ditetapkan lembaga negara

dan pejabat negara. Konsekuensinya da-

lam penegakannya melibatkan lembaga-

lembaga negara penegak hukum lainnya

yang memiliki peran penindakan,

penyelidikan, penyidikan dan penuntu-

tan.

Sementara jenis dan hirarki pera-

turan perudang-undangan menurut UU

No. 12 Tahun 2011 adalah:

1. Undang-Undang Dasar Negara Re-

publik Indonesia Tahun 1945

2. Ketetapan Majelis Permusyawara-

tan Rakyat

3.Undang-Undang/Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-

Undang

4. Peraturan Pemerintah

5. Peraturan Presiden

6. Peraturan Daerah Provinsi dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Jenis Peraturan Perundang-

undangan di atas mencakup juga pera-

turan yang ditetapkan oleh Majelis Per-

musyawaratan Rakyat, Dewan Perwaki-

lan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, Mahkamah Agung,

Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa

Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indo-

nesia, Menteri, badan, lembaga, atau

komisi yang setingkat yang dibentuk

dengan Undang-Undang atau Pemerintah

atas perintah Undang-Undang, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,

Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/

Walikota, Kepala Desa atau yang seting-

kat. Peraturan Perundang-undangan se-

bagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat

(1) UU No. 12 tahun 2011 diakui

keberadaannya dan mempunyai kekuatan

Kedudukan Fatwa Hukum Ekonomi Syariah dalam Tata Hukum Nasional

Berkaitan dengan Perbankan Syariah

Page 12: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH11

hukum mengikat sepanjang diperinta-

hkan oleh peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi atau dibentuk berdasar-

kan kewenangan (Pasal 8 ayat (1) Un-

dang-Undang No. 12 Tahun 2011).

Mengacu kepada jenis dan hirarki

perundang-undangan di Indonesia se-

bagaimana diatur dalam UU No. 12 Ta-

hun 2011, maka kedudukan fatwa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan

merupakan suatu jenis peraturan perun-

dang-undangan yang mempunyi

kekuatan hukum yang mengikat, yang

berlaku umum dan diakui negara. Hal ini

karena pertama fatwa bukan termasuk

dalam hirarki perundang-undangan se-

bagaimana dimaksud UU No. 12 Tahun

2011. Kedua MUI secara kelembagaan

bukan sebuah lembaga yang dibentuk

negara berdasarkan undang-undang yang

memiliki kewenangan membuat sebuah

peraturan atau regulasi. MUI adalah lem-

baga keagaamaan di luar struktur

pemerintah. Dengan dua ketentuan itu

maka fatwa MUI tidak punya kedudukan

hukum dalam tata hukum nasional. Hal

ini terjadi karena Indonesia bukanlah

negara yang menjadikan Islam sebagai

agama resmi negara, tetapi hanya sebagai

agama yang diakui negara, hingga fatwa

yang dikeluarkan ulama tidak serta merta

menjadi hukum positif. Ketika ada fatwa

yang dikeluarkan MUI, baik ada yang

meminta ataupun tidak, hanya bersifat

sebagai pendapat hukum (legal opinion)

yang tidak memiliki kekuatan memksa

untuk ditaati.

Menurut Ainun Najib, kedudukan

MUI dalam ketatanegaraan Indonesia

berada dalam elemen infrastruktur keta-

tanegaraan, sebab MUI adalah organisasi

alim ulama dan bukan institusi milik

negara atau merepresentasikan negara.

Menurut Moh Mahfud MD, dari sudut

konstitusi dan hukum, fatwa MUI tidak

mengikat dan tidak dipaksakan melalui

penegak hukum. Fatwa bisa mengikat

secara hukum jika sudah dibentuk men-

jadi undang-undang oleh lembaga yang

berwenang dan menjadi hukum positif.

Tetapi di depan pengadilan fatwa MUI

bisa dijadikan keterangan ahli atau pen-

dapat ahli, bahkan menjadi doktrin, da-

lam rangka pembuktian kasus konkret

individu (in concreto), bukan sebagai

peraturan yang abastrak-umum (in ab-

stacto).

5. Transformasi Fatwa dalam Hukum

Ekonomi Syariah

Menurut penelitian Yeni Salma

Abdul Aziz

Page 13: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH 12

Barlinti, dalam disertasinya yang ber-

judul “Kedudukan Fatwa DSN dalam

Sistem Hukum Nasional” di Universitas

Indonesia tahun 2010, meskipun secara

faktual fatwa MUI bukan merupakan

jenis peraturan perundang-undangan

yang diakui di Indonesia, fatwa MUI,

dalam hal ini fatwa Dewan Syariah Na-

sional (DSN)-MUI, merupakan hukum

positif mengikat, karena keberadannya

sering dilegitimasi oleh oleh lembaga

pemerintah, sehingga harus dipatuhi

pelaku ekonomi syariah.

Penelitian Yeni Salma Barlinti ini

terkait dengan fakta bahwa positivisasi

fatwa-fatwa DSN-MUI mendapati jalan

mulus hingga menjadi hukum positif se-

bagai pelengkap atas UU No 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah. UU

Perbankan Syariah boleh dikatakan pun-

cak pencapaian bahwa fatwa bisa men-

jadi hukum positif jika diserap oleh lem-

baga Negara. Upaya positivisasi fatwa

DSN-MUI bisa dirujuk secara implisit

ketika pertama sekali mewarnai konten

UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

yang memasukkan konsep dual banking

system dalam perbankan nasional. Dual

banking system adalah sistem perbankan

konvensioanl berbasis bunga dan per-

bankan syariah berbasis prinsip syariah

secara bersama-sama diakui legalitasnya

sebagai sistem perbankan nasional secara

equal. Pengakuan dual banking system

dalam sistem perbankan nasional termak-

tub di dalam UU No. 10 tahun 1998

tentang Perbankan, yang menyatakan

bahwa bank umum terbagi atas

bank konvensional dan bank berdasar-

kan prinsip syariah (Lihat pasal 1 angka

3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998).

Pada pasal 1 butir 12 dan pasal 6

huruf m UU No 7 tahun 1992, dinya-

takan bahwa bank boleh beroperasi

dengan berdasarkan prinsip pembagian

hasil keuntungan atau prinsip bagi hasil

(profit sharing) (Lihat pasal 1 dan pasal 6

UU No. 7 Tahun 1992). Guna kejelasan

pelaksanan atas UU tersebut diterbitkan

PP No. 72 Tahun 1992 tentang Bank

Berdasarkan Prisip Bagi Hasil. Pada ta-

hun 1992 Bank Muamalat Indonesia

(BMI) beroperasi sebagai bank syariah

yang pertama kali berdiri di Indonesia.

Tahun 1998 terbit UU No. 10 tahun 1998

sebagai perubahan atas UU No. 7 Tahun

1992, yang makin mengokohkan

kedudukan perbankan dengan sistem sya-

riah dalam sistem dual banking system

dalam perbankan nasional. Pada tahun

Kedudukan Fatwa Hukum Ekonomi Syariah dalam Tata Hukum Nasional

Berkaitan dengan Perbankan Syariah

Page 14: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH13

2008 terbit UU No. 21 Tahun 2008 ten-

tang Perbankan Syariah yang merupakan

hukum lex specialis tentang perbankan

yang syariah secara khusus mengatur ten-

tang perbankan syariah dan fatwa-fatwa

DSN-MUI dipositivisasi menjadi hukum

yang mengikat lewat ketentuan dalam

UU ini (Lihat pasal 26 UU No. 21 Tahun

2008).

Positivisasi fatwa-fatwa DSN -

MUI tersebut dilakukan oleh Bank

Indonesia (BI). BI pada tahun 2008, ber-

dasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

No. 10/32/PBI/2008 membentuk Komite

Perbankan Syariah. Komite Perbankan

Syariah Bank Indonesia bersama dengan

DSN-MUI menyusun draft peraturan ber-

dasarkan fatwa tersebut dan diajukan

kepada pimpinan Bank Indonesia untuk

disahkan menjadi peraturan yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia seperti

Peraturan Bank Indonesia (PBI), Surat

Edaran Bank Indonesia dan Kompilasi

Produk dan Jasa Perbankan Syariah. Pos-

itivisasi fatwa DSN-MUI itu bisa dirujuk

pada isi pasal 26 UU Perbankan Syariah

yang secara runut dimulai bahwa

kegiatan usaha bank syariah wajib tun-

duk kepada prinsip syariah. Prinsip syari-

ah adalah apa yang difatwakan MUI. Fat-

wa itu kemudian dituangkan ke dalam

Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan PBI

disusun oleh Komite Perbankan Syariah

Bank Indonesia. Kuatnya kedudukan

DSN-MUI sebagai lembaga penerbit fat-

wa perbankan syariah dapat dilihat pada

pasal 1 butir 12 UU No. 21 Tahun 2008.

Fatwa itu berisi prinsip hukum Islam se-

bagai acuan dalam kegiatan perbankan

syariah (Pasal 1 butir 12 Undang-Undang

No. 21 Tahun 2008).

Merujuk kepada pasal 8 Undang-

Undang No. 11 Tahun 2012 maka fatwa

DSN-MUI masuk ke dalam peraturan-

perundagan yang berlaku di Indonesia

dan menjadi hukum positif setelah

dipositivisasi oleh Bank Indonesia (BI)

atau oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK),

sejak beralihnya kewenangan

pengawasan lembaga keuangan bank

dan non bank dari BI kepada OJK

dengan terbitnya Undang-Undang No. 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keu-

angan (OJK). Sebagaimana BI dahulu,

jika diperlukan OJK akan meminta fatwa

kepada DSN-MUI ketika akan membuat

regulasi terkait ekonomi syariah, tidak

hanya dalam bidang perbankan syariah.

Guna memastikan kegiatan per-

bankan syariah selalu sesuai dengan prin-

Abdul Aziz

Page 15: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH 14

sip syariah, atau dalam hal ini fatwa yang

sudah dikeluarkan DSN, berdasarkan

amanat UU Perbankan Syariah, setiap

bank syariah atau bank konvensioanl

yang memilik Unit Usaha Syariah (UUS)

wajib membentuk dan memiliki Dewan

Pengawas Syariah (DPS). DPS diangakat

oleh Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS) atas rekomendasi MUI. Tugas

DPS selain mengawasi kegiatan bank

syariah agar selalu sesuai dengan prinsip

syariah, tetapi juga memberikan nasihat

dan saran kepada direksi bank (Lihat

pasal 32 Undang-Undang No. 21 Tahun

2008). Ketentuan di dalam pasal 32 UU

Perbankan Syariah dipertegas oleh Pera-

turan Bank Indonesia Nomor 11/2/

PBI/2009 (PBI). Dengan kata lain DPS

adalah kepanjangtanganan DSN demi

terjaminnya “sharia compliance” atau

agar bank syariah beroperasi sesuai syari-

ah.

Berkaitan dengan fatwa MUI

yang diserap menjadi hukum positif yang

lain adalah aturan pada pasal 25 UU No.

19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga

Syariah Negara (SBSN) yang me-

wajibkan Menteri Keuangan untuk

meminta fatwa MUI sebagai dasar pen-

erbitan SBSN serta meminta penyataan

kesesuaian SBSN terhadap prinsip-

prinsip syariah (Lihat pasal 25 Undang-

Undang No. 19 Tahun 2008).

6. Pentingnya Legislasi Fatwa ke

dalam Tata Hukum Nasional

Menurut Rifyal Kabah, se-

bagaimana dikutip Jazuni, upaya legislasi

hukum Islam disebut taqnin

(pengkanunan) yaitu memasukkan

hukum Islam ke dalam perundang-

undangan disebut sebagai fase kodifikasi/

kompilasi (Jazuni, 2005: 336). Legislasi

adalah proses pembentukan hukum tertu-

lis dengan atau melalui negara (Jazuni,

2005: 33). Legislasi juga berarti

proses (pembuatan hukum) maupun

produk (hukum). Dalam kepustakaan

hukum Islam, padanan kata “legislasi”

adalah tasyri dan padanan kata

“legislator” adalah syari’ (Jazuni, 2005:

19). Di Indonesia kewenangan legislasi

dilakukan oleh legislator yaitu Dewan

Perwakilan Rakyat bersama-sama

pemerintah (presiden).

Sejak tahun 1985 hukum Islam

Indonesia menuju ke periode taqnin

(pengkanunan) dengan Kompilasi

Hukum Islam (KHI) sebagai embrionya

(Jazuni, 2005: 432). KHI ditetapkan pa-

da tahun 1991 dengan Instruksi Presiden

Kedudukan Fatwa Hukum Ekonomi Syariah dalam Tata Hukum Nasional

Berkaitan dengan Perbankan Syariah

Page 16: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH15

(Inpres). Karena legislasi sebagai sebagai

produk lembaga politik, yang mensyarat-

kan dukungan mayoritas di lembaga

pembuatan hukum, maka demokrasi

menjadi pintu masuk legislasi (Jazuni,

2005: 158). Artinya untuk memilh legis-

lator dilakukan melalui pemilihan umum,

dengan para calon legislator berasal dari

partai-patai politik. Dukungan mayoritas

suara legislator sebagai lembaga pembuat

hukum sangat diperlukan untuk

menggolkan suatu jenis qanun dalam

proses taqnin.

Contoh taqnin yang menjadikan

hukum Islam atau “berciri Islam” men-

jadi hukum positif di Indonesia, di an-

taranya adalah UU Perkawinan (1974),

UU Pengelolaan Zakat (2011), UU

Peradilan Agama (1987 & 2006), UU

Perbankan Syariah (2008), UU Wakaf

(2004), UU Penyelenggaraan Ibadah Haji

(2008), Kompilasi Hukum Islam (KHI)/

Inpres Tahun 1991, Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah (KHES)/Peraturan MA

No. 02 Tahun 2008, dll.

Taqnin disebut sebagai bentuk

ijtihad karena dalam prosesnya hukum

Islam yang merupakan hukum

ketuhanan (devine will) dijadikan

hukum positif memerlukan pernyataan

kehendak manusia yang berhimpun da-

lam wadah yang bernama negara

(political will the state), dalam hal ini

lebih khusus dalam sebuah lembaga leg-

islasi. Karena merupakan produk politik

sekaligus produk hukum dari lembaga

Negara, qanun bersifat mengikat bahkan

disertai ancaman hukuman bagi yang tid-

ak melaksanakannya. Adanya pembata-

san taqnin yang berasal dari fatwa teruta-

ma di negara-negara dengan mayoritas

muslim, terkait dengan perubahan hukum

dan sistem pendidikan di negara-negara

muslim. Hal ini terjadi setelah penyeba-

ran hukum dan pendidikan hukum gaya

barat menyebar di negara-negara mus-

lim. Keadaan itu tidak terkecuali dialami

Indonesia yang sejak awal berdirinya tid-

ak menyandarkan Islam sebagai sumber

hukumnya.

D. KESIMPULAN

Fatwa MUI bisa menjadi

kekuatan memaksa dan menjadi hukum

positif yang mengikat, jika keberadannya

dilegitimasi oleh lembaga pemerintah

atau dimasukkan ke dalam proses

taqnin (legislasi) melalui lembaga legis-

lator yaitu pemerintah dan Dewan Per-

wakilan Rakyat (DPR). Atau dengan

Abdul Aziz

Page 17: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH 16

cara lain melalui regulasi yang dibu-

at oleh lembaga yang setingkat yang

dibentuk dengan undang-undang, oleh

pemerintah atas perintah undang-undang

atau oleh pejabat karena kewenangan

yang dimilikinya berdasarkan undang-

undang. Proses legitimasi fatwa keu-

angan syariah oleh lembaga pemerintah,

dalam hal ini dalam bentuk regulasi yang

dikeluarkan Bank Indonesia, dengan san-

daran yuridis Undang-Undang Perbankan

Syariah, menjadi bukti fatwa bisa men-

jadi hukum positif yang kuat, mengikat

dan memaksa. Proses legitimasi fatwa

oleh lembaga pemerintah seperti Bank

Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan

pada dasarnya termasuk dalam kategori

taqnin (legislasi), meskipun tidak lang-

sung melalui lembaga legislasi. Tanpa

melaui legitimasi oleh lembaga

pemerintah, atau dimasukkan ke dalam

proses taqnin (legislasi) melalui lembaga

legislator, fatwa MUI hanya akan men-

jadi pendapat hukum (legal opinion),

yang bersifat opsional untuk ditaati atau

tidak, karena MUI bukan lembaga

pemerintah yang dapat mengeluarkan

regulasi. Karenanya upaya legislasi atas

fatwa-fatwa MUI, sebagai bagian dari

unifikasi hukum, harus terus diupayakan

dengan cara yang arif, bijaksana dan

demokratis.

E. DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Dahlan, dkk, Ensiklopedi

Hukum Islam, (Jakarta : Ichtiar

Baru van Hoeve, 1996)

Abdul Wahhab Khalaf, lmu Ushul Fiqih,

Alih Bahasa Moh Zuri dan Ahmad

Qarib, (Semarang : Dina Utama,

1994)

Ahmad Hatta , Tafsir Quran Per Kata,

(Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2011)

Dewan Syariah Nasional MUI, Him-

punan Fatwa Keuangan Syariah

Dewan Syariah

Nasional MUI, (Jakarta : Erlangga,

2014)

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta : Balai

Pustaka, 1997)

Husen Umar, Metode Penelitian untuk

Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta :

Raja Grafindo Persada, 2005)

Jaih Mubarok, Perkembangan Fatwa

Ekonomi Syariah di Indonesia,

(Bandung : Pustaka Bani Quraisyi,

2004)

Joseph Schacht, An Introduction to

Islamic Law , (London : Oxford

University Press,1965)

Kedudukan Fatwa Hukum Ekonomi Syariah dalam Tata Hukum Nasional

Berkaitan dengan Perbankan Syariah

Page 18: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena

MUSYAROKAH JURNAL HUKUMENOMI SYARIAH17

Jazuni, Legislasi Hukum Islam di

Indonesia, (Bandung : PT Citra

Aditya Bakti, 2005)

Mohammad Hashim Kamali, Syari’ah

Law an Introduction, (New York :

Oneworld

Publication, 2010),

Ma’ruf Amin dkk, Himpunan Fatwa

MUI Sejak 1975, (Jakarta : Er-

langga, 2015)

Muhamad Fuad Abd al-Baqi, al Mu’jam

al-Mufahras li al-Faz Alquran al-

Karim (al-Qahirah : Dar al-Hadits,

2007)

Yusuf Qarḍawi, Fiqh Prioritas,

(Mansyurat Kuliah Da'wah

Islamiyah, 1990)

Zainudin Ali, Hukum Ekonomi Syariah,

(Jakata : Sinar Grafika, 2009)

Undang-Undang No 21 Tahun 2008 ten-

tang Perbankan Syariah

Undang-Undang No 3 Tahun 2006

tentang Peradilan Agama

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

tentang Perbankan

Undang-Undang No. 19 Tahun 2008

tentang Surat Berhaga Syariah

Negara

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

(KHES)/Peraturan MA No. 2/2008.

https://www.hukumonline.com/klinik/

detail/lt5837dfc66ac2d/kedudukan-

fatwa-mui-dalam- hukum-

indonesia

Ahmad Sarwat, https://

www.rumahfiqih.com/x.php?

id=1419976804

Abdul Aziz

Page 19: Abstrak...Abstrak Hakikat fatwa adalah sebuah produk hukum Islam dan merupakan hasil ijtihad pero-rangan atau kelompok yang bisa menjadi sumber hukum yang hidup (the living law), karena