abses dan dm
TRANSCRIPT
LAPORAN STUDI KASUS
ABSES PUNGGUNG, DIABETES MELLITUS TIPE II
(Studi Kasus dilakukan di IRNA Sepsis RS. Saiful Anwar Malang)
OLEH :
YUNI ARYANTI, S.Farm
050413051
PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 88
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2009
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Tinjauan Tentang Abses
1.1.1 Definisi Abses
Abses atau furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan
yang disekitarnya, yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Apabila
furunkelnya lebih dari satu maka disebut furunkolosis. Suatu furunkel, biasanya
dikenal sebagai suatu bisul atau boil, ditandai suatu massa material bernanah
timbul dari folikel rambut dan meluas pada jaringan subkutan (Pendland,S.L
et al., 2005).
1.1.2 Etiologi Abses
Abses sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus
(Pendland,S.L et al., 2005).
1.1.3 Manifestasi klinik
Bakteri masuk ke dalam folikel rambut sehingga tampak sebagai nodus
kemerahan dan sangat nyeri. Pada bagian tengah lesi terdapat bintik kekuningan
yang merupakan jaringan nekrotik, dan disebut mata bisul (core). Apabila higinis
penderita jelek atau menderita diebetes militus, furunkel menjadi sering kambuh.
Predileksi penyakit ini biasanya pada daerah yang berambut misalnya pada wajah,
punggung, kepala, ketiak, bokong dan ekstrimitas, dan terutama pada daerah yang
banyak bergesekan.
1.1.4 Terapi
Furunkel yang besar (multiple) umumnya diterapi dengan
penicillinaseresistant penicillin (dicloxacillin 250 mg per oral tiap 6 jam selama 7-
10 hari). Jika pasien alergi penisilin maka alternatif lain adalah clindamycin (150-
300 mg per oral tiap 6 jam). Tindakan insisi diindikasikan untuk lesi yang besar
dan fluctuant yang tidak drain spontaneously (Pendland S. L. et al., 2005).
1.2 Tinjauan Diabetes Mellitus
1.2.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kumpulan gangguan metabolik yang
terkarakterisasi dengan hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang dapat dihasilkan dari kurangnya sekresi insulin,
kurangnya sensitivitas insulin, atau keduanya (Triplitt et. al., 2005).
1.2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus, dibedakan menjadi 2 yaitu (Triplitt et. al., 2005) :
a. Diabetes Mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
DM tipe 1 disebabkan adanya kerusakan pada sel beta pankreas yang
dimediasi oleh imun sehingga kekurangan insulin bersifat absolut.
b. Diabetes Mellitus tipe 2 (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
DM tipe 2 biasanya terkarakterisasi oleh penurunan resistensi insulin dan
kekurangan insulin bersifat relatif.
c. Penyebab lain dari DM (1-2% dari kasus DM) sangat jarang termasuk
gangguan dari sistem endokrin (misal akromegali, Cushing’s syndrome),
DM gestasional, penyakit eksokrin (pankreatitis), dan karena pengaruh
obat seperti glukokortikoid, pentamidin, niasin.
1.2.3 Manifestasi Klinik Diabetes Mellitus
Gejala DM antara lain banyak kencing (poliuria), banyak minum
(polidipsia), penurunan berat badan tanpa sebab walaupun banyak makan
(polifagia), kadar gula darah tinggi/hiperglikemia, glikosuria, ketosis, asidosis,
bahkan koma (Ganong, 2005).
1.2.5 Terapi Diabetes Mellitus
Terapi DM meliputi mengatur pola makan dan olah raga, oral
antidiabetik (OAD) dan insulin. Adapun terapi diabetes mellitus tipe II
yaitu diberikan oral antidiabetik (OAD) yang dapat merangsang
sensitifitas insulin. Yang termasuk dalam OAD antara lain:
a. Sulfonilurea
Sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin oleh pankreas.
Golongan sulfonilurea antara lain Tolbutamide (Orinase), Glipizide
(Glucotrol), Glimepiride (Amaryl)
b. Short acting insulin secretagogues (Meglitinides)
Meglitinides memiliki cara kerja yang sama dengan sulfonilurea yaitu
merangsang sekresi insulin oleh pancreas.
c. Biguanide
Golongan biguanide dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara
meningkatkan sensitifitas insulin yang dihasilkan oleh hati dan
jaringan.
d. Thiazolidinediones (Glitazone)
Golongan obat ini akan mengaktifkan PPARγ yang merupakan faktor
penting dalam transkripsi pada sel lemak dan metabolisme asam
lemak.
e. α-Glucosidase Inhibitor
Golongan ini akan memecah sukrosa ataupun karbohidrat kompleks di
usus.
Adapun penggunaan insulin pada diabetes mellitus tipe II, yaitu
keadaan yang diikuti dengan infeksi (Triplitt et. al., 2005).
BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIANLAPORAN KASUS
Inisial Pasien : Tn.Sgt Berat Badan : Ginjal : normal
Umur : 69 th Tinggi Badan : Hepar : normal
Keluhan Utama : benjolan di punggung sejak 3 bln, lemas sejak 1 minggu
yang lalu
Diagnosis : Abses punggung, diabetes mellitus (DM) tipe 2
Riwayat Penyakit : -
Riwayat Pengobatan
Obat Dosis Indikasi
- - -
Alergi : -
Kepatuhan Patuh Obat Tradisional -
Merokok - OTC -
Alkohol - Lain-lain Status Askes PNS
Tabel II.1 Catatan Perkembangan Pasien
Inisial Pasien: Tn. Sgt
Tanggal Problem/ Kejadian/ Tindakan Klinisi
26/2 Pasien masuk rumah sakit (MRS) melalui IRD dengan keluhan benjolan di punggung
sejak 3 bulan yang lalu, lemas sejak 1 minggu yang lalu, nyeri luka (+), pus (+), radang
(+)
27/2 Pasien mengeluh nyeri luka (+), pus (+), radang (+) sehingga dilkukan rawat luka
28/2 –
1/3
Pasien mengeluh nyeri luka (+), pus (+) sehingga dilakukaan rawat luka.
3/3 –
7/3
Dilakukan rawat luka pada pasien berdasarkan data klinik yang ada, yaitu nyeri luka (+),
pus (+), radang (+).
8 – 15/3 Dilakukan rawat luka pada pasien berdasarkan data klinik yang ada, yaitu nyeri luka (+),
pus (+).
16/3 -
18/3
Pasien mengeluh nyeri luka (±), pus (+) dan dilakukan rawat luka pada luka pasien.
19/3 Dilakukan insisi luka pada pasien sehingga diberikan petidin untuk menghilangkan nyeri
saat insisi.
MRS: 26/2Inisial Pasien: Tn. SgtUmur/BB/Tinggi: 69 thAlamat: MalangRiwayat Sosial: Askes PNS
Keluhan Utama: benjolan di punggung sjk 3 bln, lemas sjk 1 minggu ini
Diagnosa : Abses punggung, DM tipe 2Riwayat Penyakit: -Riwayat Obat : - Kepatuhan : patuh
Alergi: -Merokok/Alkohol: -/-Obat Tradisional: -OTC: -
PROFIL PENGOBATAN PADA SAAT MRSObat Rute Dosis Frekuensi Tanggal Pemberian Obat
26/2IRD 27/2 28/2 1/3 2/3 3/3 4/3 5/3 6/3 7/3 8/3 9/3
Cefotaxim iv 1 g 3 x 1 √ √ √ √ √Metronidazol iv 500 mg 3 x 1 √ √ √ √ √ √ √ √Ceftriaxon iv 1 g 2 x 1 √ √ √ √ √ √ √Gentamisin iv 80 mg 2 x 1 √ √ √Meropenem iv 1 g 2 x 1Ranitidin iv 50 mg 2 x 1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ketorolac iv 10 mg 3 x 1 (K/P) √Metamizol iv 1 g 3 x 1 (K/P) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Actrapid sc 4 U 1-1-1 √ √ √ √ √ √ 6-6-6
Insulatard sc 10 U 0-0-10 √ √ √ √ √ √ √ √ 0-0-14Albumin 25 % iv 100 cc √NS iv 20 tts/mnt √ √ √ √ √ √ √ √ √NS :RD 5 % iv 2 : 2 √ √ √PRC iv 2 labu/hari √Tabel II.2 Profil Pengobatan Pasien
Lanjutan Tabel II.2
PROFIL PENGOBATAN PADA SAAT MRS
Obat Rute Dosis Frekuensi TGL
10/3 11/3 12/3 13/3 14/3 15/3 16/3 17/3 18/3 19/3
Gentamisin iv 80 mg 2 x 1 √ √ √
Meropenem iv 1 g 2 x 1 √ √ √ √ √ √ √ √
Clindamycin po 300 mg 2 x 1 √ √ √ √
Ranitidin iv 50 mg 2 x 1 √ √ √
Metamizol iv 1 g 3 x 1 (K/P) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Actrapid sc 8 U 1-1-1 √ √ 4-4-4 √ √ √ √
Insulatard sc 18 U 0-0-1 √ √ 0-0-10 √
Albumin 25 % iv 100 cc √ √ √ 5 % √ √
NS iv 20 tts/mnt √ √ √ √ √ √ √ √ √
NS : D 5 % iv 2 : 1 √
D 5 % iv 20 tpm √
Pethidin iv √
Inisial Pasien: Tn. Sgt
Tabel II.3 Data Klinik Pasien yang Mendukung
Data Klinik
Nilai Normal
Tanggal Komentar dan Alasan
26/2
27/2
28/2 1/3 2/3 3/3 4/3 5/3 6/3 7/3 8/3
Respiratory rate (RR) pasien pada awal masuk rumah sakit
(MRS) menunjukkan adanya infeksi karena bakteri pada abses
punggung pasien, yang didukung oleh peningkatan leukosit dan
suhu tubuh pasien.
TD
120/80 mmHg 112/
84130/90
120/60
120/60
110/80
110/80
110/80
120/60
110/80
110/80 110/80
Nadi 80 - 100 x/menit 92 90 90 90 80 80 80 84 92 92 88
RR 18-20 x/menit 24 20 20 20 16 16 16 16 16 16 16
Suhu37,4 o° C
37,3 37,2 36,8 36,2 37,2 37,2 37 37,4 37 36,3 37
GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456Data
KlinikNilai
NormalTanggal
9/310/3
11/3
12/3
13/3 14/3 15/3 16/3
17/3 18/3
TD
120/80 mmHg 120/
80120/80
120/70
120/70
120/70
120/70 130/90 130/90
130/70 130/90
Nadi 80 - 100 x/menit 88 90 92 88 80 88 88 88 88 88
RR 18-20 x/menit 16 18 20 24 20 18 22 22 22 22
Suhu37,4 o° C
37 36 36 37,8 36 36 36,4
GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456
Tabel II.4 Data Laboratorium yang Mendukung
Data
Laboratorium
Nilai Normal
Tanggal Komentar dan Alasan
26/2 27/2 2/3 5/3 6/3 7/3 9/3 12/3 13/3 14/3 16/3 18/3 Leukosit pasien yang
lebih tinggi dari rentang
normal menunjukkan
adanya infeksi karena
bakteri pada abses
punggung pasien.
Peningkatan gula darah
pasien menunjukkan
adanya DM tipe 2 yang
dapat memperberat
kondisi abses punggung
pasien.
Wbc 4000-10000/uL 16100 18300 11400 9800 7800 40.400 7100
Hb 11-16 g/dl 9,1 9,9 6,9 11,4 12,2 11,1 10,6
Hct 35-45 % 26,6 32,9 34,8 32,8 31,8
Trombosit 150000-450000 /Ul 461000 507000 291000 303000 316000 305000 259000
GDS <200 mg/dl 509 84
GDP <126 mg/dl 303 110 217 220 26 16 112
GD2PP <200 mg/dl 376 201 277 287 84 92 219
Albumin 3,5-5 mg/dl 2,64 2,13 2,72 2,25 2,18 2,55 2,64 2,69 2,59
Ureum 10-24 mg/dl 28,3 30,1
Kreatinin 0,5-1,5 mg/dl 0,74 0,67
TG <150 mg/dl 144
HDL >50 mg/dl 18
LDL <150 mg/dl 63
Kolesterol total <200 mg/dl 106
Na 136-145 mmol/l 118 129
K 3,5-5 mmol/l 5,01 3,8
Lanjutan Tabel II.4
Data Laboratorium Nilai Normal Tanggal 26/2 27/2 6/3 12/3
Cl 98-106 mmol/l 92 104
LED < 15 mm/jam 10 13
SGOT 11-41 u/l 16 12
SGPT 10-41 u/l 16 11
pH urin7
SG/BJ 1,025-1,0291,010
Glukosa urintrace
Sedimen Urin :
- Epitel +
- Eri -
- Leu 0-1
Kristal urin+
Ca. SulfatBakteri
-
Hasil pus tgl 4/3
Bakteri : gram (-), basil
Kultur : Enterobacter agglomerans
Sensitif kuat :
Gentamisin, Amikasin, Meropenem
Tabel II.5 Pengobatan Pasien
Obat Pemantauan
Kefarmasian
Komentar dan
AlasanMulai Jenis Obat Rute Dosis Frek Berhenti Indikasi
Obat
26/2 Cefotaxim iv 1 g 3 x 1 3/3 Antibiotik
untuk
abses
punggung
Suhu tubuh,
WBC
Pemberian cefotaxim didukung adanya peningkatan suhu tubuh dan
WBC pasien dari nilai normal pada 26/2, cefotaxim merupakan
antibiotik sefalosporin generasi ketiga untuk infeksi bakteri gram
(+) dan (-) (Martin et. al., 2006).
27/2
Metronidazol iv 500 mg
3 x 1 7/3 Metronidazol digunakan untuk infeksi bakteri anaerob karena abses
punggung sudah mencapai sub kutan yang memungkinkan bakteri
anaerob tumbuh (Martin et. al., 2006; Pendland,S.L et al.,
2005).
3/3 Ceftriaxon iv 1 g 2 x 1 10/3 Ceftriaxon merupakan antibiotik sefalosporin generasi ketiga untuk
infeksi bakteri gram (+) dan (-), dimana dapat menembus blood
brain barier (Lacy, et all, 2008).
7/3 Gentamisin iv 80 mg
2 x 1 13/3 Gentamisin digunakan untuk infeksi bakteri gram (-) (Martin et. al.,
2006). Aktifitas tersebut sesuai dengan hasil kultur pus.
12/3 Meropenem iv 1 g 2 x 1 Meropenem bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel
bakteri (Tatro et al., 2003). Meropenem diberikan karena kondisi
pasien yang lebih jelek, ditunjukkan adanya peningkatan WBC.
Pemberian meropenem sesuai dengan hasil kultur pus tanggal 4
Maret 2009.
Lanjutan Tabel II.5
Obat Pemantauan
Kefarmasian
Komentar dan
AlasanMulai Jenis Obat Rute Dosis Frek Berhenti Indikasi
Obat
16/3 Clindamycin po 300 mg 2 x 1 Terapi
masih
dilanjutkan
Antibiotik untuk
abses punggung
Suhu tubuh,
WBC
Clindamycin merupakan antibiotik spektrum luas
untuk infeksi bakteri gram (+), (-) dan anaerob yang
cocok untuk infeksi kulit (Martin et. al., 2006).
26/2 Ranitidin iv 50 mg 2 x 1 13/3 Profilaksis stress
ulcer
Keluhan nyeri
perut, mual,
muntah
Ranitidin merupakan pengeblok reseptor H2 di
lambung untuk mengurangi produksi asam lambung
pasien (Tatro et al., 2003).
26/2 Ketorolac iv 10 mg 3 x 1 27/2 Analgetika Keluhan nyeri
luka
Ketorolac merupakan analgesik non steroid yang
bekera denan menghambat COX dan sintesis
prostaglandin (Tatro et al., 2003). Ketorolac
diberikan untuk menghilangkan nyeri luka pasien.
27/2 Metamizol iv 1 g 3 x 1 Terapi
masih
dilanjutkan
Analgetika Keluhan nyeri
luka
Metamizol merupakan analgesik untuk
menghilangkan nyeri luka pasien.
Lanjutan Tabel II.5
Obat Pemantauan
Kefarmasian
Komentar dan
AlasanMulai Jenis Obat Rute Dosis Frek Berhenti Indikasi
Obat
28/2 Actrapid sc 4 U 3 x 1 6/3 Mengontrol kadar
gula darah pasien
Gula darah Actrapid merupakan insulin short acting yang onsetnya
cepat sehingga dapat terkontrol gula darah setelah
makan dengan baik (Triplitt et. al., 2005). Dosis yang
diberikan disesuaikan dengan gula darah pasien.
Actrapid diberikan karena nilai GD2PP pasien lebih
dari normal.
6/3 Actrapid sc 6 U 3 x 1 10/3
10/3 Actrapid sc 8 U 3 x 1 12/3
12/3
Actrapid sc 4 U
3 x 1
26/2 Insulatard sc 10 U 0-0-1 6/3 Mengontrol kadar
gula darah pasien
Gula darah Insulatard merupakan insulin intermediate-acting yang
memiliki masa kerja panjang sehingga dapat
mengontrol gula darah basal pasien dengan baik
(Triplitt et. al., 2005). Besarnya dosis yang diberikan
disesuaikan dengan gula darah pasien Insulatard
diberikan karena nilai GDP pasien lebih dari normal.
6/3 Insulatard sc 14 U 0-0-1 10/3
10/3 Insulatard sc 18 U 0-0-1 12/3
12/3
Insulatard sc 10 U
0-0-1 14/3
3/3 Albumin iv 25 % 100 mL 4/3 Mengatasi
hipoalbumin
Albumin Pada pasien terjadi penurunan albumin akibat kondisi
pasien, oleh karena itu diberikan tranfusi albumin.
Albumin 25 % diberikan jika nilainya < 2,5 mg/dl.
Albumin 5 % diberikan jika nilainya 2,5-3 mg/dl.
10/3 Albumin iv 25 % 100 mL 11/3
12/3 Albumin iv 25 % 100 mL 14/3
17/3 Albumin iv 5 % 100 mL
Lanjutan Tabel II.5
Obat Pemantauan
Kefarmasian
Komentar dan
AlasanMulai Jenis Obat Rute Dosis Frek Berhenti Indikasi
Obat
19/3 Petidin iv 20/3 Analgetika operasi Nyeri saat
operasi
Petidin merupakan analgesik opioid untuk
menghilangkan nyeri pada tindakan insisi luka pasien.
26/2 NS iv 20 tts/mnt 28/2 Untuk
keseimbangan
cairan tubuh dan
nutrisi pasien
Kadar
elektrolit
NS merupakan cairan isotonis yang mengandung
elektrolit natrium dan klorida untuk mengatur
keseimbangan cairan tubuh (Martin et. al., 2006).3/3 NS iv 20 tts/mnt 14/3
15/3 NS iv 20 tts/mnt
28/2 NS : RD 5 % iv 2 : 2 3/3 NS dengan RD 5 %, NS dengan D 5% yang diberikan
merupakan cairan hiperosmolar untuk hemodilusi,
dimana mengandung glukosa sebagai sumber kalori.
(Martin et. al., 2006).
12/3 D 5 % iv 20 tpm 13/3
14/3 NS : D 5 % iv 2 : 1 15/3
7/3 PRC iv 2 labu/hari 8/3 Meningkatkan Hb
pasien
Hb Hb pasien saat MRS sudah mengalami penurunan
tetapi Hb pasien < 8 g/dl pada tanggal 6/3 sehingga
diberikan tranfusi PRC.
Tabel II.6 Asuhan Kefarmasian
Obat Problem Tindakan
(usulan pada klinisi, perawat, pasien)
Actrapid
Insulatard
Efek samping hipoglikemi Injeksi actrapid sebaiknya 30 menit
sebelum makan untuk mencapai
kontrol gula darah 2 jam setelah
makan (GD2PP) secara optimal
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Tn. Sgt masuk rumah sakit pada 26 Februari 2009 dengan keluhan
benjolan di punggung sejak tiga bulan sebelum masuk rumah sakit, lemas sejak
satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien didiagnosa oleh Dokter
menderita abses punggung dan diabetes mellitus (DM) tipe 2. Pada saat masuk
rumah sakit, pasien menjalani pemeriksaan klinik dan laboratorium yang
menunjukkan bahwa adanya peningkatan denyut nadi, respiratory rate (RR), suhu
tubuh, leukosit, gula darah dan penurunan elektrolit darah, albumin, serta
hemoglobin.
Peningkatan suhu tubuh dan leukosit menunjukkan adanya infeksi bakteri
yang berasal dari abses punggung pasien, terapi yang digunakan adalah antibiotik
cefotaxim. Cefotaxim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga
yang mempunyai mekanisme aksi menghambat sintesis dinding sel bakteri (Tatro,
2003). Cefotaxim dipilih karena mempunyai cakupan bakteri yang luas
(Chambers, 2007). Oleh karena abses punggung yang dialami oleh pasien disertai
adanya bisul yang sudah meluas sampai jaringan subkutan yang memungkinkan
adanya bakteri anaerob untuk tumbuh maka diperlukan metronidazol.
Metronidazol digunakan untuk infeksi bakteri anaerob yang mempunyai
membunuh bakteri dengan cara merusak sintesis DNA bakteri (Tatro, 2003).
Penggunaan cefotaxim dihentikan setelah lima hari kemudian diganti dengan
ceftriaxon yang mempunyai waktu paro yang lebih panjang sehingga frekuensi
penggunaannnya lebih sedikit yaitu sehari dua kali (Lacy et. al., 2008).
Berdasarkan hasil kultur pus tanggal 4 Maret 2009, penggunaan metronidazol
dihentikan dan diganti dengan gentamisin yang menunjukkan sensitifitas terhadap
hasil kultur bakteri yaitu bakteri gram negatif. Gentamisin membunuh bakteri
dengan menghambat sintesis protein bakteri gram negatif yang sesuai hasil kultur
(Lacy et. al., 2008). Setelah pengunaan ceftriaxon selama 7 hari maka dihentikan
sehingga hanya menggunakan gentamisin saja. Oleh karena kondisi abses
punggung pasien yang disertai oleh diabetes mellitus dan cakupan bakteri
gentamisin tidak mampu untuk bakteri yang ada maka leukosit pasien meningkat
menjadi 40.400 /uL pada tanggal 12 Maret 2009. Oleh karena itu gentamisin
diganti dengan meropenem yang mempunyai spektrum luas, yaitu menghambat
enzim β-laktamase pada bakteri gram positif dan negatif serta anaerob (Chambers,
2007). Setelah pemberian meropenem selama lima hari, kondisi leukosit pasien
sudah kembali normal. Kemudian meropenem dikombinasi dengan clindamycin
yang merupakan terapi yang direkomendasikan untuk abses, dimana mekanisme
kerja clindamycin yaitu menghambat sintesis protein bakteri gram positif dan
negatif serta anaerob (Chambers, 2007).
Pasien juga didiagnosa DM tipe 2 yang ditunjukkan dengan peningkatan
gula darah puasa (GDP) dan gula darah dua jam setelah makan (GD2PP). Pada
pasien DM dengan adanya infeksi, infeksi akan meningkatkan katabolisme tubuh
sehingga dibutuhkan energi yang besar oleh karena itu perlu adanya insulin untuk
memasukkan glukosa darah ke dalam sel sebagai sumber energi. Peningkatan
GDP diterapi dengan menggunakan insulatard yang merupakan Intermediate-
acting Insulin. Insulatard memiliki mula kerja sekitar 2-4 jam, kadar puncak 4-12
jam, durasi kerja 8-18 jam sehingga ditujukan untuk mengontrol gula darah basal
pasien (Triplitt et. al., 2006). Sedangkan peningkatan GD2PP diterapi dengan
menggunakan actrapid yang merupakan Regular Insulin / Short Acting Insulin.
Actrapid memiliki mula kerja sekitar 30 menit dan durasi kerja 3-6 jam dengan
durasi maksimum 6-8 jam, sehingga digunakan untuk mengontrol gula darah dua
jam setelah makan (Triplitt et. al., 2006). Injeksi actrapid sebaiknya 30 menit
sebelum makan untuk mencapai kontrol gula darah 2 jam setelah makan (GD2PP)
secara optimal dan mencegah hipoglikemia setelah makan (Triplitt et. al., 2006).
Pemberian actrapid dan insulatard pada pasien dapat mengontrol gula darah
pasien dengan baik. Dosis actrapid dan insulatard yang diberikan disesuaikan
dengan gula darah pasien.
Abses punggung pasien menyebabkan timbulnya keluhan nyeri sehingga
pada awal masuk rumah sakit diberikan ketorolac dan metamizol selama masuk
rumah sakit. Ketorolac dan metamizol merupakan analgesik untuk menghilangkan
nyeri luka abses punggung pasien. Ranitidin merupakan pengeblok reseptor
histamin 2 di lambung yang besifar reversibel sehingga mengurangi produksi
asam lambung pasien (Tatro, 2003). Adanya infeksi kulit dapat menyebabkan
penurunan kadar albumin pasien sehingga diperlukan tranfusi albumin, dimana
albumin ini akan menjaga tekanan onkotik plasma (Tatro, 2003). Tranfusi
albumin 25% diberikan jika nilai albumin serum pasien < 2,5 mg/dl, sedangkan
jika nilainya 2,5-3 mg/dl maka diberikan albumin 5 % (plasmanat®). Selama
rawat inap, pasien mengalami penurunan haemoglobin (Hb) yang cukup
signifikan, yaitu < 8 g/dl, sehingga perlu adanya tranfusi packed red cell (PRC).
Adapun terapi cairan yang diberikan yaitu untuk hemodilusi dan mengontrol
kadar elektrolit pasien. Pada saat dilakukan tindakan insisi luka abses, diberikan
petidin yang merupakan analgesik opioid untuk menghilangkan nyeri saat insisi.
Monitoring yang perlu dillakukan antara lain memantau leukosit, suhu
tubuh pasien, gula darah pasien, keluhan nyeri luka yang dialami pasien, albumin,
hemoglobin serta elektrolit tubuh pasien. Asuhan kefarmasian yang perlu
diperhatikan adalah efek samping yang potensial terjadi yaitu efek hipoglikemi
pada penggunaan insulin. Hasil GDP pasien pada tanggal 12 dan 13 Maret 2009
menunjukkan adanya hipoglikemi tetapi kondisi pasien tidak menunjukkan tanda-
tanda adanya hipoglikemi, yang didukung adanya pemeriksaan gula darah sesaat
(GDS) pasien yang masih dalam rentang normal. Studi kasus di rawat inap
penyakit dalam ini dilakukan sampai tanggal 19 Maret 2009, dimana
perkembangan pasien selama dirawat semakin membaik.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W.F., 2005. Review of Medical Physiology, 22th ed. California: McGraw Hill Companies.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2008. Drug Information Handbook, Ed. 17th, Canada : Lexi-comp Inc.
Martin, John., Jordan, Bryony., MacFarlane, Colin R., Ryan, Rachel S.M., Wagle, Shama M.S., 2006, British National Formulary, 52th Ed., London : BMJ Group and RPS Publishing Group.
Pendland S. L. et al., 2005, Skin and Soft Tissue Infections, in : Joseph Dipiro T., Robert L. Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matzke, Barbara G. Wells and L. Michael Posey (Eds), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th Ed. USA: The Mc Graw Hill Company, Inc.
Tatro, David S., Borgsdorf, Larry R., Catalano, Joseph T., Lahl, Jennifer C., Lopez, Julio R., Frederick, Kristina., Metzger, Stephanie G., Pase, Marylin Nelsen., 2003, A to Z Drug Facts and Comparisons, USA: The Mc Graw Hill Company, Inc.
Triplit, Curtis L., Reasner, Charles A., Isley, William L., 2005, Diabetes Mellitus, in : Joseph Dipiro T., Robert L. Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matzke, Barbara G. Wells and L. Michael Posey (Eds), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th Ed. USA: The Mc Graw Hill Company, Inc.