abnormalitas bunga dan buah pada klon kelapa sawit (elaeis … · abnormalitas bunga dan buah pada...

176
ABNORMALITAS BUNGA DAN BUAH PADA KLON KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) BERDASARKAN ANALISIS MORFOLOGI, BIOKIMIA DAN DNA GENOM HELEN HETHARIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Upload: lamphuc

Post on 11-Mar-2019

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ABNORMALITAS BUNGA DAN BUAH PADA KLON KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) BERDASARKAN ANALISIS MORFOLOGI, BIOKIMIA DAN DNA GENOM

HELEN HETHARIE

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

2

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Abnormalitas Bunga dan Buah

pada Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) berdasarkan Analisis Morfologi, Biokimia dan DNA Genom adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun belum diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2008

Helen Hetharie NRP A361030091

3

ABSTRACT

HETHARIE. Abnormality of Flowers and Fruits in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) Clones Based on of Morphology, Biochemistry and Genomic analysis. Supervised by GUSTAAF A. WATTIMENA, MAGGY THENAWIJAYA S., HAJRIAL ASWIDINNOOR, and NURITA TORUAN-MATHIUS.

Phenomena of abnormal flowers found was around 0-17% among clones of oil palm, that reduce productivity. Previous research showed that abnormality of flower is related to DNA hipomethylation in calli and leaves tissues of the abnormality plant. The changes of DNA methylation correlates with gen expression in the specific tissue. In the case of oil palm abnormalities occur in flower and fruit tissues.

The objectives of this research were to characterize the morphology of flower and fruit, to determine the oil content in relation to malonyl-CoA and asetyl-CoA, to study changes of DNA methylation status and genomic DNA changes related with flower and fruit abnormality.

Eighty plants used in this research consisted of three clones, i.e MK152, MK 176, and MK 209. These were obtained from the collection of Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Ciampea. Characterization of plant morphology was conducted visually, whereas the oil content of mesocarp was analyzed by extracting the oil with soxhlet system, determination of the malonyl-CoA and acetyl-CoA content by HPLC (High Performance Liquid Chromathography), the quantification of cytosine methylation by performance RP-HPLC, and detection of alteration of the DNA genome was analysed by RAPD technique (Random Amplified Polymorphic DNA).

The results showed that abnormalities of female and male flowers as well as fruits were found in tissue culture-derived plants. The rudimentary stamen in the female flower, and stamen of the male flowers were transformed into carpel-like structure. Fruit abnormality was catagorized into five classes, i.e normal, light abnormal (AbR), heavy abnormal (AbB) and two types of severe abnormal, AbSB1 and AbSB2. The content of palm oil in immmature fruit from the three type of fruits (normal, AbR and AbB) were similar. The normal fruit contained around 74.66 -77.26%, AbR 77.47-80.85%, and AbB 73.89-78.62%. The high palm oil content in the normal (MK 152), AbR (MK 209), and AbB (MK 176) were related to higher malonyl-CoA (0.069 0.085, dan 0.068 mg/ml respectively) than the acetyl-CoA (0.036, 0.021 dan 0.023 mg/ml respectively). On the contrary in the severe abnormal fruits, the acetyl-CoA was higher (0.066-0.087 mg/ml) and the malonyl-CoA lower (0.022-0.037 mg/ml). Compared to the normal plant, hypomethylation in leaves tissue was 1.31-4.01% and hypermethylation was 0.69-2.66% in flowers tissue of the abnormal plants. However, changes of DNA methylation status was not found in fruits tissue. Changes of the sequence of DNA genome in the plants within the same clone were detected using five random primers, i.e.OPC-08,OPD-15, W-15, OPC-09 and SC10-19. A band DNA of the normal plant was detected by OPC-08. Changes of the methylation status in leaf and flower tissues was not directly related to the abnormality of the oil palm flowers. The difference of DNA bands were found among plants of the MK 152. Key words : oil palm, abnormal flower, oil mesocarp, malonyl-CoA, methylation

cytosine, DNA sequence

4

RINGKASAN

HETHARIE. Abnormalitas Bunga dan Buah pada Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Berdasarkan Analisis Morfologi, Biokimia dan DNA genom. Dibimbing oleh GUSTAAF A. WATTIMENA, MAGGY THENAWIJAYA SUHARTONO, HAJRIAL ASWIDINNOOR, dan NURITA TORUAN-MATHIUS.

Penyediaan bibit kelapa sawit melalui perbanyakan kultur jaringan merupakan solusi bijak untuk memenuhi kebutuhan bibit di dalam negeri. Namun 0-17% tanaman yang berasal dari kultur jaringan mengalami abnormalitas pada bunga yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Penelitian-penelitian sebelumnya mendapatkan bahwa bunga abnormal berhubungan dengan hipometilasi yang dideteksi pada jaringan kalus dan daun. Sedangkan metilasi DNA genom berhubungan dengan regulasi ekspresi gen spesifik pada jaringan. Pada kelapa sawit yang mengalami abnormal adalah jaringan bunga dan buah. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi morfologi bunga dan buah, menetapkan tingkat abnormalitas pada buah, menetapkan kandungan minyak dan mempelajari hubungannya dengan kandungan malonil-KoA dan asetil-KoA pada beberapa tingkat abnormalitas buah, serta mempelajari hubungan perubahan pada status metilasi DNA dan DNA genom dengan tingkat abnormalitas pada bunga dan buah.

Bahan tanaman yang digunakan merupakan koleksi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di kebun Ciampea-Bogor. Tujuh klon yang dikoleksi yaitu klon MK152, MK 176, MK 203, MK163, MK 104, MK 212 dan klon MK 209 dan dengan total 143 tanaman. Dari hasil pengamatan berdasarkan banyak tanaman yang berbunga abnormal dengan keragaman tingkat abnormal maka terpilih tiga klon untuk penelitian yaitu klon Mk152, Mk176 dan MK209. Karakterisasi morfologi tanaman dilakukan secara visual difokuskan pada bunga, buah dan tanaman. Ekstraksi minyak dilakukan dengan sistim soxhlet, sedangkan penentuan jumlah malonil-KoA dan asetil-KoA dilakukan dengan teknik HPLC. Penentuan jumlah sitosin termetilasi dalam DNA genom dilakukan berdasarkan performa RP-HPLC, serta deteksi perubahan DNA genom dengan teknik RAPD menggunakan 10 primer acak 10 mer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 0-17% dari tujuh klon mempunyai morfologi bunga dan buah yang abnormal (mantel), dengan penampilan tanaman lebih tinggi, batang lebih besar, dahan daun lebih lebar dan terlambat waktu berbunga. Bagian organ bunga kelapa sawit tersusun pada enam posisi lingkaran organ bunga berturut-turut dari luar ke dalam yaitu daun pelindung, stamen yang berada di sisi kiri dan kanan bunga, pelindung bunga, posisi keempat dan kelima adalah perhiasan bunga, dan posisi keenam adalah pistil tiga karpel. Ciri dari bunga betina abnormal yaitu terdapat karpel yang berada antara posisi lingkaran bunga kelima dan keenam atau mengelilingi karpel utama. Karpel tambahan tersebut adalah staminode jika diamati secara mikroskopis. Sedangkan ciri dari bunga jantan abnormal yaitu stamen berubah menjadi struktur seperti karpel atau feminisasi bunga jantan. Bunga-bunga tersebut setelah di fertilisasi berkembang menjadi buah. Berdasarkan kedudukan karpel, keadaan mesokarp dan keberadaan

5

biji maka diperoleh lima tingkat abnormal buah yaitu buah normal, abnormal ringan (AbR), abnormal berat (AbB), abnormal sangat berat 1 (AbSB1) dan AbSB2.

Tanaman dengan tingkat abnormal berbeda tersebut mempunyai pola kandungan minyak cenderung sama pada tiga klon, kecuali AbSB. Kandungan minyak buah normal (74.66-77.26 %) cenderung sama dengan AbR (77.47-80.85%) dan AbB (73.89-78.62%) namun lebih tinggi dibandingkan dengan buah AbSB (62-69.5%) pada fase buah agak matang. Kandungan minyak pada buah normal (klon MK 152), AbR (klon MK 209), AbB (klon MK 176) secara berurutan adalah 74.66%, 77.47%, dan 78.62% didukung oleh kandungan malonil-KoA yang tinggi (0.068, 0.069 dan 0.085 mg/ml) dibandingkan dengan asetil-KoA (0.023, 0.036 dan 0.021 mg/ml). Namun terjadi sebaliknya pada buah AbSB1 dan AbSB2 (klon MK 152) dengan kandungan minyak relatif rendah (69.5% dan 61.9%), dengan asetil-KoA (0.087 dan 0.066 mg/ml) lebih tinggi dibandingkan dengan malonil-KoA (0.037 dan 0.022 mg/ml).

Metilasi sitosin meregulasi ekspresi gen pada jaringan spesifik melalui adanya penurunan jumlah sitosin termetilasi pada jaringan bunga dibandingkan dengan jaringan daun (49.20 vs 53.90%) pada tanaman normal. Kejadian ini diduga berhubungan dengan gen-gen yang meregulasi pembentukan jaringan bunga tersebut. Pada tanaman berbunga abnormal terjadi perubahan metilasi pada jaringan daun maupun bunga, dan bervariasi dengan tingkat abnormal. Hipometilasi terjadi pada jaringan daun 1.31-4.01% dan hipermetilasi pada jaringan bunga 0.69-2.66% dibandingkan dengan jaringan yang sama pada tanaman berbunga normal, dan tidak ada perubahan metilasi pada jaringan buah abnormal. Hipometilasi pada jaringan daun tidak menyebabkan abnormal pada jaringan tersebut, apabila hipometilasi dihubungan dengan ekspresinya gen-gen tertentu. Hipermetilasi pada jaringan bunga abnormal juga tidak memperlihatkan perubahan morfologi yang nyata dari bunga, apabila hipermetilasi dihubungkan dengan tidak terekpresi gen-gen khususnya pada jaringan bunga. Tingkat abnormal pada buah tidak berhubungan dengan bertambah atau berkurangnya metilasi sitosin DNA genom. Diduga perubahan metilasi tidak terjadi pada gen-gen yang meregulasi pembentukan organ bunga.

Perubahan metilasi dapat menyebabkan perubahan dalam genom meliputi perubahan struktur kromosom, perubahan basa dan aktivasi transposon. Penelitian keragaman genetik dengan teknik RAPD untuk mengetahui perubahan dalam suatu genom. Sepuluh primer acak 10 mer dapat mengamplifikasi DNA genom kelapa sawit. Lima primer menunjukkan pola pita monomorfis antara tanaman (normal, AbB dan AbSB2) pada klon yang sama (MK 152), mengindikasikan tidak terjadi perubahan pada sekuens DNA genom yang komplemen dengan primer tersebut. Sedangkan lima primer (OPC-08, OPD-15, W-15, OPC-09 dan SC10-19) memperlihatkan pola pita polimorfis antara ketiga tanaman, mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan sekuens DNA sehingga primer-primer tersebut tidak dapat mengamplifikasi pita yang sama dengan tanaman yang lain. Pita-pita DNA yang berbeda menunjukkan terjadi perubahan sekuens DNA genom secara acak. Primer OPC-08 memperlihatkan satu pita pada tanaman berbunga normal berukuran 800-1000 bp yang tidak terdapat pada tanaman berbunga abnormal AbB dan AS2. Pita DNA tersebut perlu dikonfirmasi lebih

6

lanjut untuk mendapatkan pita yang dapat membedakan tanaman berbunga normal dan abnormal.

Variasi somaklonal diperlihatkan pada tanaman kelapa sawit meliputi (1) variasi fenotipe melalui perubahan morfologi bunga, (2) epigenetik perubahan metilasi DNA yaitu hipometilasi pada jaringan daun dan hipermetilasi pada jaringan bunga, dan (3) variasi genetik melalui perubahan sekuens DNA antara tanaman dalam klon yang sama. Perubahan fenotipe tersebut kemungkinan tidak berhubungan dengan perubahan metilasi DNA yang dideteksi dalam penelitian ini. Perubahan pada sekuens DNA genom atau perubahan pada tingkat genom kemungkinan dapat terjadi pada daerah suatu gen yang berhubungan dengan abnormalitas bunga atau berhubungan dengan proses metabolisme yang lain.

7

Hak cipta milik IPB tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber (1) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah (2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8

ABNORMALITAS BUNGA DAN BUAH PADA KLON KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) BERDASARKAN ANALISIS MORFOLOGI, BIOKIMIA DAN DNA GENOM

HELEN HETHARIE

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

9

Judul Disertasi : Abnormalitas Bunga dan Buah pada Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Berdasarkan Analisis Morfologi,

Biokimia dan DNA Genom Nama : Helen Hetharie NRP : A361030091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Gustaaf A.Wattimena, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Ketua Anggota

Dr.Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. Dr. Nurita Toruan-Mathius, M.S. APU Anggota Anggota

Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Agronomi

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 30 Januari 2008 Tanggal Lulus : 4 Pebruari 2008

10

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Sobir, M.Si

(Staf Pengajar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, FAPERTA IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Djoko Santoso, M.Sc (Peneliti pada Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia-Bogor)

2. Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si (Staf Pengajar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, FAPERTA IPB)

11

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala anugerahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2005 ini adalah abnormalitas bunga pada kelapa sawit dengan judul Abnormalitas Bunga dan Buah pada Klon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Berdasarkan Analisis Morfologi, Biokimia dan DNA Genom.

Disertasi ini memuat satu bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang telah diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 3 berjudul Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal pada Beberapa Klon Kelapa Sawit telah diterbitkan pada Bul Agron (35) 1: 44-49).

Sejak penentuan topik penelitian sampai penyelesaian studi, penulis didukung oleh bebagai pihak secara perorangan maupun institusi. Maka pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada bapak dan ibu pembimbing : Bapak Prof. Dr. Ir. Gustaaf A. Wattimena, M.Sc., Ibu Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawijaya S., Bapak Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, M.Sc. dan Ibu Dr. Nurita Toruan-Mathius, M.S. atas waktu, perhatian, arahan-arahan ilmiah selama berdiskusi, petuah-petuah bijak serta dukungan doa yang mendalam dimulai saat penulis menentukan topik penelitian sampai tahap akhir penyelesaian studi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan juga kepada : (1) Penguji diluar komisi pembimbing Dr. Ir. Sobir, M.Si, Dr. Djoko Santoso, M.Sc, Dr.Ir. Darda Efendi, M.Si. yang telah meluangkan waktu menguji penulis serta saran koreksi untuk perbaikan Disertasi, (2) Rektor Universitas Pattimura dan Dekan Fakultas Pertanian atas kepercayaannya memberi ijin studi kepada penulis selama hampir lima tahun, (3) Dekan Fakultas Pertanian dan Rektor Institut Pertanian Bogor yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa Pascasarjana Program Studi Agronomi tahun akademik 2003/2004, (4) Staf pengajar pada Program Studi Agronomi dan program studi terkait dalam Program Pascasarjana IPB yang telah memberi ilmu pengetahuan dibidang Seluler dan Biomolekuler, (5) Dirjen Pendidikan Tinggi atas pemberian BPPS selama tiga tahun, (6) Kepala Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Bogor, Kepala Balai Penelitian Marihat serta Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan atas fasilitas laboratorium untuk penelitian, serta dana penelitian melalui proyek penelitian yang diketuai oleh ibu Dr. Nurita-Toruan Mathius, MS, (7) Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Ciampea atas izin menggunakan bahan tanaman kelapa sawit, (8) Direktur SEAMEO BIOTROP atas ijin penggunaan fasilitas laboratorium selama penelitian, (9) Pemerintah daerah Maluku, Yayasan Bantuan Dana Maluku (YDBM), Universitas Pattimura, serta Konsorsium Pendidikan BPIMIGAS-KKKS & Pertamina atas bantuan dana studi, (10) Bapak ibu Persatuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA), staf pegawai pada laboratorium Immunologi dan Biomolekuler Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Bogor, staf pegawai pada laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Pohon BIOTROP SEAMEO, bapak Tolhas Hutabarat, ibu Dr. Nesti Sianipar, SP., M.Si., ibu Dr. Dra. Siti Chalimah M.S., serta teman-teman SPs IPB atas berbagai bantuan selama studi dan penelitian.

12

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada saudara-saudara terkasih yaitu keluarga Ir. Franky Hetharie, Syane Hetharie, SPd., keluarga Sherly Leiwakabessy S.Pd. / H, keluarga Rudy Hetharie, S.Pi., keluarga Ronald Hetharie, SE., keluarga Ir. John Siaila, keluarga Pdt D. Zacharias, M.Th., bapak Nus dan mama Na Hetharie, ibu Ice Wattimena /Alfons, keluarga besar Hetharie/Haurissa serta semua pihak yang telah mendukung penulis secara moril maupun doa selama ini. Terima kasih dan penghargaan yang paling dalam bagi kedua orang tua bapak John Hetharie dan ibu Coos Hetharie atas cinta kasih yang melimpah, dukungan doa yang tak berkesudahan serta pengorbanan yang tulus demi kesuksesan penulis.

Penulis menyadari bahwa penyajian prosedur penelitian, pembahasan dan kajian-kajian ilmiah dalam disertasi ini masih memerlukan masukan pemikiran untuk pengembangan penyusunan penelitian selanjutnya sehingga dapat menyajikan informasi yang akurat dan bermanfaat bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Bogor, Januari 2008

Helen Hetharie

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Geser Kabupaten Maluku Tengah Propinsi Maluku

pada tanggal 21 Agustus 1966 dari ayah Johannes Hetharie dan ibu Costantina Hetharie/Haurissa. Penulis adalah putri ketiga dari enam bersaudara. Pendidikan pada Perguruan Tinggi dimulai pada tahun 1985 diterima sebagai mahasiswa pada program studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, lulus tahun 1991. Pada tahun 1996, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Agronomi pada Program Pasca Sarjana IPB bidang ilmu Genetika dan Pemuliaan Tanaman, tamat pada tahun 2000. Kesempatan melanjutkan studi pada program studi dan pada pascasarjana yang sama pada tahun 2003 lebih difokuskan pada bidang ilmu Biomolekuler. Beasiswa pendidikan pasacasarjana diperoleh dari Dirjen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Penulis adalah tenaga pengajar pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura sejak tahun 1993. Bidang ilmu yang diajarkan adalah Genetika dan Pemuliaan Tanaman.

Selama mengikuti program S3, karya ilmiah yang telah diterbitkan dengan judul Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Hasil Kultur Jaringan pada jurnal Buletin Agronomi ( Bul Agron (35) 1: 44-49). Karya ilmiah tersebut merupakan bagian Disertasi penulis.

14

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ............ xv

DAFTAR TABEL .................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ............. xviii

1 PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................... 1 Tujuan ................................................................................... 5 Manfaat ................................................................................. 5 Strategi .................................................................................. 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit ......................................................... 7 Biosintesis Lemak Pada Tanaman ........................................ 11 Keragaman Pada Tanaman Hasil Kultur Jaringan ................ 18 Keragaman Somaklonal Pada Kelapa Sawit ......................... 23 Fenomena Metilasi DNA Pada Tanaman ............................ 25 Pemisahan Nukleosida dengan Teknik HPLC ....................... 33 Identifikasi Variasi Genetik dengan Teknik RAPD .............. 35

3 KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA DAN BUAH ABNORMAL PADA BEBERAPA KLON KELAPA SAWIT ABSTRAK .................................................................................... 38 PENDAHULUAN ........................................................................ 38 BAHAN DAN METODE ............................................................. 40 Bahan Tanaman .................................................................... 40 Metode Penelitian .................................................................. 40 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 42 Karakteristik Morfologi Bunga Betina ................................. 42 Karakteristik Morfologi Bunga Jantan ................................. 47 Tinjauan Gen-Gen Homeotik pada bunga kelapa sawit Abnormal ............................................................................... 53 Karakteristik Morfologi Buah Abnormal dan Tingkat Abnormalitas ........................................................................ 55 SIMPULAN ............................................................................... 59

4 KAJIAN KANDUNGAN MINYAK, MALONIL-KoA DAN ASETIL-KoA PADA BUAH ABNORMAL BEBERAPA

KLON KELAPA SAWIT ABSTRAK .................................................................................... 60 PENDAHULUAN ........................................................................ 60 BAHAN DAN METODE ............................................................. 62 Bahan Tanaman ...................................................................... 62 Metode Penelitian ....... ............................................................ 63

15

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 66 Mesokarp dan Karakteristik Minyak pada Buah Abnormal ...................................................................... 66 Kandungan Minyak pada Beberapa Tingkat Abnormalitas Buah ................................................................. 68 Bobot Bahan Kering Mesokarp dan Minyak pada

Beberapa Tingkat Abnormalitas Buah .................................. 70 Kandungan Asetil-KoA dan Malonil-KoA pada Buah

Abnormal ................................................................................ 73 SIMPULAN ................................................................................. 76

5 KUANTIFIKASI METILASI SITOSIN DNA GENOM PADA JARINGAN DAUN, BUNGA DAN BUAH KELAPA SAWIT

ABNORMAL ABSTRAK ................................................................................... 77 PENDAHULUAN ....................................................................... 77 BAHAN DAN METODE ............................................................ 80 Bahan Tanaman ..................................................................... 80 Metode Penelitian .................................................................. 81 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 85 Kualitas dan Kuantitas DNA ................................................. 85 Status Metilasi Sitosin Pada Beberapa Jaringan Tanaman Berbunga Normal .................................................. 87

Pola Metilasi Sitosin Pada Beberapa Jaringan Tanaman dengan Beberapa Tingkat Abnormalitas ............................... 89 SIMPULAN ................................................................................ 96

6 PENDETEKSIAN PERUBAHAN SEKUENS DNA PADA KELAPA SAWIT ABNORMAL DENGAN TEKNIK RAPD

ABSTRAK ................................................................................... 97 PENDAHULUAN ....................................................................... 97 BAHAN DAN METODE ............................................................ 99 Bahan Tanaman ................................................................... 99 Metode Penelitian ................................................................ 100 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 102 Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama ........................................................... 102 Pola Pita DNA Polimorfis Pada Beberapa Tanaman dari Klon yang sama ............................................................ 104 SIMPULAN ................................................................................. 111 7 PEMBAHASAN UMUM .......................................................... 112

8 SIMPULAN UMUM DAN SARAN ......................................... 118

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 120

LAMPIRAN .......................................................................................... 139

16

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan alir penelitian ........................................................................ 6 2 Penampang bunga betina kelapa sawit (E. guineensis Jacq) ........................................................................ 9 3 Struktur kimia triasilgliserol dan asam lemak ................................. 12 4 Penggunaan asetil-KoA pada organel sel berbeda dalam tanaman ................................................................................ 13 5 Reaksi ensim asetil-KoA karboksilase ............................................ 14 6 Sintesis triasilgliserol melalui lintasan Kennedy ........................... 16 7 Jalur penggunaan S-Adenosil-L-metionin (SAM) dan pengaruh etilen pada tanaman ......................................................... 27 8 Metilasi DNA pada promotor penyebab tidak aktifnya gen ..................................................................................... 30 9 Rangkaian bunga betina dan seludang bunga .................................. 42 10 Beberapa tahap perkembangan rangkaian bunga betina ................. 43 11 Bagian organ bunga betina normal dan abnormal .......................... 44 12 Pelindung bunga dan perhiasan bunga pada fase buah .................. 47 13 Rangkaian bunga jantan dan betina ............................................... 48 14 Beberapa tahap perkembangan rangkaian bunga jantan ............... 48 15 Spikelet dan bagian organ bunga jantan normal dan abnormal .................................................................................. 49

16 Penampilan pelepah daun dan batang pada tanaman normal dan abnormal ...................................................................... 52

17 Penampilan stigma pada buah normal dan abnormal ..................... 55 18 Tingkat abnormalitas pada buah .................................................... 56

19 Dua tipe buah abnormal sangat berat dengan irisan membujur ....... 57

17

20 Penampilan mesokarp pada dua fase buah matang .......................... 66 21 Beberapa tingkat abnormalitas buah dan mesokarpnya .................. 67

22 Kandungan minyak mesokarp pada dua fase buah panen dari tiga klon dengan tingkat abnormalitas berbeda ........................ 68 23 Rataan kandungan minyak dan bobot bahan kering mesokarp fase buah agak matang ....................................................... 71 24 Penampilan buah AbSB2 pada fase buah panen ............................ 72 25 Penampilan DNA hasil elektroforesis dari jaringan daun, bunga dan buah ............................................................................... 85 26 Penampilan sampel DNA yang tidak dicacah dan dicacah dengan ensim EcoRI dari jaringan daun, bunga dan buah .............. 86 27 Pola kandungan metil sitosin (5-mC) pada tanaman berbunga normal pada jaringan daun, bunga dan buah ................................. 87 28 Pola kandungan metil sitosin (5-mC) beberapa tingkat abnormalitas pada beberapa tipe jaringan tanaman ............................................. 90 29 Pola pita DNA monomorfis pada beberapa tingkat abnormalitas dengan tipe jaringan tanaman berbeda ........................................... 102 30 Pita DNA polimorfis pada tingkat abnormal tertentu ..................... 105 31 Pita DNA polimorfis pada beberapa tingkat abnormal .................. 107

18

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi asam lemak pada minyak sawit, minyak kedele dan minyak kelapa .......................................................................... 17

2 Klon-klon dengan beberapa tipe buah abnormal ............................. 41 3 Persentase tingkat abnormalitas buah pada beberapa klon

kelapa sawit .................................................................................... 58

4 Kandungan asetil-KoA, malonil-KoA dan minyak pada beberapa klon dengan beberapa tingkat abnormal buah ................................. 73

5 Bahan-bahan untuk satu kali reaksi restriksi ensim EcoRI ............ 83 6 Bahan-bahan untuk satu kali reaksi PCR ....................................... 100 7 Primer-primer untuk teknik RAPD ............................................... 101 8 Jumlah pita monomorfis yang teramplifikasi oleh ......................... 103

lima primer

9 Pita polimorfis hasil amplifikasi lima primer ................................. 108

19

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur ekstrasi minyak dari mesokarp kelapa swait ................... 140 2 Kandungan minyak dan bobot bahan kering mesokarp ................. 141 3 Prosedur ekstrasi protein dan reaksi ensim asetil-KoA karboksilase .................................................................................... 142 4 Pola kurva asetil-KoA dan malonil-KoA dengan teknik HPLC

pada beberapa tingkat abnormalitas buah ......................................... 143

5 Hubungan antara kandungan minyak, malonil-KoA dan asetil-KoA pada mesokarp beberapa tingkat abnormalitas ............. 147 6 Prosedur isolasi DNA dari beberapa jaringan tanaman ................. 148 7 Prosedur penyiapan nukleosida untuk kuantifikasi metilsitidin dengan teknik RP-HPLC ................................................................ 149 8 Pola kurva metilsitidin dan sitidin dengan Teknik RP-HPLC pada jaringan daun, bunga dan buah ................................................ 150 9 Kandungan metil sitosin (5mC) pada DNA genom jaringan daun, bunga dan buah dengan tingkat abnormalitas buah ......................... 156 10 Pola pita DNA monomorfis hasil amplifikasi primer SC10-76 dan AE-11 ......................................................................... 157

20

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai penghasil minyak nabati

mempunyai kekhasan tersendiri dari tanaman kelapa umumnya. Minyak dapat

dihasilkan dari dua bagian buah yaitu mesokarp yang disebut crude palm oil

(CPO) atau minyak sawit, dan yang berasal kernel yang disebut kernel palm oil

(KPO). Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil terbesar minyak sawit pada

tahun 2002 memasok 84% produksi minyak sawit dunia (Basiron 2004). Data

minyak dunia menunjukkan volume produksi minyak sawit di Indonesia pada

tahun 2005 diperkirakan 9.4 juta ton dan pada tahun 2020 mencapai 18 juta

ton atau melampui kapasitas produksi CPO dari Malaysia yang hanya 15.4

juta ton (Cheng Hai 2002). Sebagian besar pertambahan produksi minyak sawit

tersebut dari Indonesia karena mempunyai tanah pertanian yang luas serta jumlah

buruh lebih dari mencukupi dibandingkan dengan Malaysia.

Saat ini permintaan minyak sawit meningkat lebih dari 2.8 3 juta ton per

tahun (Bangun 2005) karena pemanfaatannya sebagai biodiesel. Usaha

peningkatan produksi telah dilakukan salah satunya melalui perluasan areal

penanaman. Menurut Asmono (2006) permintaan benih sawit secara langsung

berhubungan dengan agenda perluasan dan penanaman kembali kebun kelapa

sawit, jadi Indonesia memerlukan 70 juta benih setiap tahun. Namun sampai saat

ini hanya seperdua dari kebutuhan benih tersebut terpenuhi.

Umumnya penyediaan benih kelapa sawit dilakukan secara konvensional

melalui biji. Perbanyakan dengan biji mempunyai beberapa kelemahan antara lain

bibit yang dihasilkan tidak seragam akibat segregasi, memerlukan waktu relatif

lama, serta tidak menjamin kemurnian atau keunggulan dari bibit tersebut. Namun

tersedianya teknologi kultur jaringan dengan berbagai kelebihannya menjadi dasar

untuk perbanyakan kelapa sawit melalui teknologi ini yang diharapkan dapat

memenuhi permintaan bibit. Menurut Lubis (1992) tanaman hasil kultur jaringan

menghasilkan jumlah tandan buah lebih banyak, berat tandan lebih tinggi dan

21

memerlukan waktu relatif cepat. Namun beberapa klon asal kultur jaringan

menghasilkan bunga-bunga mantel dengan feminisasi bagian dari bunga jantan

maupun betina 5-10% (Corley et al. 1986. Pada bunga jantan abnormal, stamen

berkembang sebagai struktur karpeloid sedangkan bunga betina abnormal,

staminodes (vestigial stamen) berkembang sebagai struktur pseudokarpel (Tregear

et al. 2002).

Fenotip bunga mantel pada klon-klon hasil perbanyakan kultur jaringan

menjadi permasalahan di negara-negara produsen selain menurunkan

produktivitas tanaman melalui bunga abnormal, juga menghambat penggunaan

teknologi ini untuk perbaikan sifat tanaman. Identifikasi fenotip abnormalitas

sejak dini pada kultur jaringan tidak dapat dilakukan karena fenotip tanaman sama

antara tanaman abnormal dan normal pada tingkat planlet maupun tanaman

dewasa. Kejadian abnormalitas mulai nampak pada saat tanaman menghasilkan

bunga atau pada fase reproduksi. Dengan demikian diperlukan informasi

abnormal secara umum pada tanaman dan khususnya pada jaringan bunga dan

buah sehingga dapat diketahui organ spesifik yang mengalami abnormal. Selain

itu, tingkat keabnormalan pada suatu organ tanaman perlu diindentifikasi untuk

mengkaji hubungannya dengan penyebab keabnormalan tersebut. Seberapa berat

abnormalitas pada bunga yang kemudian berkembang menjadi buah

mempengaruhi produksi minyak menjadi perhatian untuk dianalisis.

Menurut Shah dan Ahmed-Parveez (1995) penelitian terhadap klon normal

dan abnormal dengan menggunakan marka biokimia dan sitogenetik belum

memperlihatkan dasar terjadinya abnormalitas. Beberapa penelitian

mengungkapkan kejadian bunga mantel pada kelapa sawit tidak berhubungan

dengan keragaman kandungan DNA (Rival et al. 1997), pengaturan transposon

(Kubis et al. 2003), perubahan dalam sekuens DNA pada jaringan abnormal

(Rival et al. 1998). Hasil-hasil tersebut menguatkan hipotesis adanya epigenetik

sebagai penyebab bunga mantel, dengan kenyataan bahwa fenotip ini dapat

kembali menjadi normal di lapangan (Treggear et al. 2002). Epigenetik adalah

suatu fenomena yang berhubungan dengan perubahan ekspresi gen yang dapat

kembali pulih tetapi bukan karena perubahan sekuens DNA (Kaeppler et al.

2000). Metilasi merupakan suatu modifikasi DNA yang berperan dalam regulasi

22

epigenetik (Bellucci et al. 2002). Menurut Bender (2002) epigenetik melibatkan

metilasi DNA dan atau modifikasi histon yang berhubungan dengan ekspresi

suatu gen. Beberapa peneliti membuktikan terjadi hipometilasi (penurunan

metilasi DNA genom) pada tanaman berbuah mantel, yang dideteksi pada jaringan

kalus dan jaringan daun tanaman dewasa (Jaligot et al. 2000 ; Jaligot et al. 2002;

Kubis et al. 2003). Sedangkan Shah dan Ahmed-Parveez (1995) mendapatkan

adanya hipermetilasi pada kasus bunga yang sama. Perbedaan hasil penelitian ini

menjadi menarik untuk dibuktikan pada jaringan yang mengalami abnormal

karena selama ini penelitian-penelitian untuk mengungkapkan abnormal pada

bunga kelapa sawit dilakukan pada jaringan kalus dan daun. Selain itu tingkat

abnormal pada organ tanaman apakah berhubungan dengan perubahan metilasi

dan perubahan struktur pada genom belum diketahui.

Perkembangan tanaman atau differensiasi organ diregulasi oleh metilasi

sitosin yang berhubungan dengan ekspresi gen spesifik jaringan. Metilasi dan

demetilasi sitosin pada daerah promotor merupakan mekanisme penting

mengregulasi ekspresi gen pada sel dan jaringan spesifik ( Boyes & Bird 1991 ;

Renckens et al. 1992). Pola metilasi terjadi spesifik dengan spesies, jaringan

dan bervariasi selama tahap perkembangan. Metilasi differensial dideteksi pada

jaringan tanaman berbeda pada tanaman tomat (Messeguer et al. 1991) dan

jagung (Walker 1998). Metilasi DNA pada tanaman seperti halnya vertebrata

diimplikasikan pada pengaturan ekspresi gen (Antequera & Bird 1988) yaitu

berpengaruh langsung terhadap transkripsi DNA atau tidak langsung melalui

perubahan struktur kromatin (Adams 1990 ; Lewis & Bird 1991 ; Razin & Cedar

1991). Metilasi DNA dapat mengontrol aktivitas gen dalam jangkauan kecil yaitu

dengan mempengaruhi promotor dan enhancer, atau jangkauan luas melalui

mekanisme global dengan mempengaruhi beberapa gen dalam seluruh kromosom

atau genom. Sejumlah studi menunjukkan bahwa ada korelasi antara level

ekspresi gen dan derajat metilasi yaitu apabila metilasi rendah maka ekspresi gen

tinggi, metilasi tinggi maka ekspresi gen rendah (Gardner et al. 1991).

Perubahan metilasi DNA genom khususnya pada daerah promotor

memungkinkan tidak terekpresinya gen-gen sebagai suatu fenomena

hipermetilasi, dan ekspresi gen-gen yang tidak seharusnya terekpresi sebagai

23

suatu fenomena hipometilasi. Perubahan metilasi DNA genom tersebut dapat

diregulasi oleh cekaman lingkungan, salah satunya melalui kultur jaringan.

Kemungkinan perubahan metilasi seperti fenomena di atas mempengaruhi

ekspresi gen untuk pembentukan organ bunga. Perubahan metilasi DNA genom

mempengaruhi juga struktur kromatin yang secara global melibatkan banyak gen,

atau perubahan struktur kromatin pada daerah heterokromatin yang tidak

berhubungan dengan daerah suatu gen. Berdasarkan pertimbangan di atas maka

perlu dilakukan penelitian terhadap status metilasi pada klon-klon kelapa sawit

berbunga abnormal (mantel) dengan menggunakan jaringan tanaman yang

abnormal. Menurut Bellucci et al. (2002) untuk mendeteksi terjadi metilasi yaitu

dengan menganalisis DNA secara biokimia menggunakan Spektrofotometrik

dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

Perubahan metilasi DNA berdampak pada perubahan ekspresi gen,

pematahan kromosom, aktivitas transposon, kekompakan struktur kromosom.

Pematahan kromosom yang mengakibatkan perubahan struktur kromosom

merupakan suatu fenomena mutasi dalam kultur jaringan. Kaeppler dan Phillips

(1993b) mengatakan bahwa metilasi DNA berakibat dalam perubahan struktur

kromatin karena terlambatnya replikasi heterokromatin dalam kultur jaringan

sehingga terjadi pematahan kromosom, dan perubahan ekspresi gen. Aktivasi

pergerakan transposon diinduksi juga oleh perubahan metilasi pada daerah

heterokromatin, sebagai penyebab mutasi (Miura et al. 2001; Singer et al. 2001 ;

Kato et al. 2003).

Pematahan kromosom dan aktivasi transposon menyebabkan perubahan

sekuens DNA genom, dan perubahan pada suatu gen menyebabkan perubahan

ekspresi gen yang berakibat pada perubahan fenotipik. Kemungkinan bunga

mantel berhubungan dengan perubahan sekuens pada gen-gen yang meregulasi

pembentukan bunga pada kelapa sawit. Meskipun Rival et al. (1998) menemukan

bahwa tidak terjadi kerusakan genom pada tanaman berbunga mantel, dan

beberapa hasil penelitian mengarah pada fenomena epigenetik. Namun klon-klon

kelapa sawit mempunyai sensitifitas berbeda dengan lingkungan tumbuh, dan

kekacauan di dalam genom terjadi secara random meliputi perubahan metilasi

DNA maupun sekuens DNA selama kultur menjadi hal yang menarik untuk

24

dianalisis pada klon lain. Menurut Miklas et al. (1996) teknik RAPD dapat

digunakan untuk mencirikan gen atau kromosom, sidik jari genom dan membuat

peta genom. Marka RAPD memperlihatkan sensitifitas untuk mendeteksi

keragaman di antara individu, antara dan dalam spesies (Carlson et al. 1991; Roy

et al. 1992).

Tujuan Penelitian

(1) Mengkarakterisasi morfologi bunga dan buah abnormal, serta menetapkan

tingkat abnormalitas pada fase buah.

(2) Menganalisis kandungan minyak pada tingkat abnormalitas buah berbeda,

serta hubungannya dengan kandungan malonil-KoA dan asetil-KoA pada

mesokarp buah.

(3) Menganalisis perubahan status metilasi DNA genom pada jaringan bunga

dan buah yang abnormal, serta hubungannya dengan beberapa tingkat

abnormalitas pada bunga dan buah.

(4) Menganalisis perubahan sekuens DNA genom antara tanaman dengan

beberapa tingkat abnormal pada klon MK 152.

Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sejumlah informasi

tentang (1) perubahan morfologi yang spesifik pada tanaman-tanaman yang

berasal dari kultur jaringan, (2) kandungan minyak, malonil-KoA dan asetil-KoA

pada beberapa tingkat abnormalitas buah, (3) perubahan status metilasi pada

jaringan daun, bunga dan buah pada beberapa tingkat abnormalitas, serta (4)

perubahan sekuens DNA pada beberapa tingkat abnormal pada klon MK 152.

Strategi Penelitian

Berdasarkan tujuan dan manfaat penelitian tersebut maka strategi

penelitian dilakukan dalam empat tahap (Gambar 1) yaitu :

(1) Karakterisasi morfologi bunga dan buah abnormal pada beberapa klon

kelapa sawit.

(2) Kajian kandungan minyak, malonil-KoA dan asetil-KoA pada buah

abnormal beberapa klon kelapa sawit.

25

(3) Kuantifikasi metilasi sitosin DNA genom pada jaringan daun, bunga dan

buah kelapa sawit abnormal.

(4) Pendeteksian perubahan sekuens DNA pada kelapa sawit abnormal

dengan teknik RAPD.

(1)

(2)

(3)

(4)

KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA DAN BUAH ABNORMAL PADA BEBERAPA KLON KELAPA SAWIT

Tujuan : Mengkarakterisasi morfologi bunga dan buah, serta menetapkan tingkat abnormalitas pada fase buah

KAJIAN KANDUNGAN MINYAK, MALONIL-KoA DAN ASETIL-KoA PADA BUAH ABNORMAL

BEBERAPA KLON KELAPA SAWIT Tujuan : Menganalisis kandungan minyak pada tingkat abnormalitas

buah berbeda serta hubungannya dengan kandungan malonil-KoA dan asetil-KoA pada mesokarp buah

KUANTIFIKASI METIL SITOSIN DNA GENOM PADA JARINGAN DAUN, BUNGA DAN BUAH

KELAPA SAWIT ABNORMAL Tujuan : Menganalisis perubahan status metilasi DNA genom

pada jaringan bunga dan buah yang abnormal, serta hubungannya dengan beberapa tingkat abnormalitas pada bunga dan buah

PENDETEKSIAN PERUBAHAN SEKUENS DNA PADA KELAPA SAWIT ABNORMAL

DENGAN TEKNIK RAPD Tujuan : Menganalisis perubahan sekuens DNA genom antara

tanaman dengan beberapa tingkat abnormal pada klon MK 152

ABNORMALITAS BUNGA DAN BUAH PADA KLON KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) BERDASARKAN ANALISIS MORFOLOGI, BIOKIMIA DAN DNA GENOM

Gambar 1. Bagan alir penelitian

26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kelapa Sawit

Klasifikasi

Genus Elaeis terdiri atas tiga spesies yaitu Elaeis guineensis Afrika yang

dikenal sebagai kelapa sawit, dan dua spesies asli dari Amerika Selatan dan

Amerika Tengah yaitu E. oleifera dan E. odora. Dari tiga spesies ini, kelapa sawit

merupakan spesies ekonomi utama, lebih dikenal karena merupakan sumber

minyak nabati dibandingkan dengan dua spesies lain. Elaeis oleifera mempunyai

kandungan minyak lebih rendah serta penggunaanya sebatas daerah produksi,

sedangkan informasi tentang E. odora sangat terbatas.

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) bukanlah tanaman asli Indonesia

tetapi berasal dari Afrika. Kelapa sawit diintroduksi ke Asia Tenggara pada tahun

1848 melalui Kebun Raya Bogor, Indonesia. Keturunan generasi kedua dan ketiga

dari tanaman asli ini digunakan sebagai bahan tanam dan terbentuklah

perkebunan pertama kelapa sawit di Sumatra sejak tahun 1911, dan di Malaysia

sejak tahun 1917 kemudian berkembang menjadi populasi Deli Dura.

Sampai saat ini banyak varietas telah dihasilkan dan dapat diklasifikasikan

berdasarkan pada tipe buah, bentuk luar, tebal cangkang, warna buah, dan lain-

lain. Berdasarkan warna buah maka spesies Elaeis guineensis dikelompokkan atas

(1) Nigrescens (buahnya berwarna violet sampai hitam waktu muda dan menjadi

merah kuning (orange) setelah matang, (2) Virescens ( buahnya berwarna hijau

waktu muda dan sesudah matang berwarna orange, (3) Albescens (buah berwarna

kuning pucat, tembus cahaya karena mengandung sedikit karoten, dan (4) poissoni

sering disebut mantel atau buah dengan karpel tambahan mempunyai lebih dari

satu biji dalam buah (Hartley 1977; Price et al. 2007) . Dua tipe buah yang umum

adalah nigrescen dan virescen yang dibagi oleh Janssens (1927) ke dalam tiga

bentuk yaitu dura, tenera dan pisifera. Varietas Nigrescen dipakai sebagai

tanaman komersial sedangkan dua varietas lain hanya dipakai dalam program

pemuliaan dan sebagai koleksi (Lubis 1992).

27

Hartley (1977) menyatakan bahwa berdasarkan bentuk buah internal

(bagian dalam dari buah) ditemukan ada tiga varietas berbeda yaitu (1) Dura ;

tebal cangkang 2-8 mm, kandungan mesokarp rendah sampai medium (kadang

35% -55%, dan pada Deli Dura lebih dari 65%), tidak mempunyai cincin sabut,

(2) Tenera: tebal cangkang 0.5-4 mm, kandungan mesokarp medium sampai

tinggi (60% -96% tetapi jarang lebih rendah dari 55 %), mempunyai cincin sabut,

(3) Pisifera; sedikit cangkang (tipis). Menurut Paranjothy (1984) ketebalan

cangkang dikendalikan oleh gen tunggal. Tiga tipe buah tersebut dibawah kontrol

monogenik dan menjadi dasar untuk klasifikasi minyak sawit yaitu (1) Dura;

homosigous (ShSh) cangkang tebal (2-8 mm), (2) Tenera ; heterosigot (Shsh)

dengan cangkang tipis (0.5-4 mm), dan (3) Pisifera ; homosigot (shsh) tidak ada

cangkang.

Pisifera umumnya mempunyai organ betina yang steril tetapi penyebab

steril tersebut belum diketahui. Embrio yang dihasilkan oleh Pisifera tidak dapat

berkembang dengan baik karena tidak adanya cangkang berlignin. Dalam

pemuliaan kelapa sawit, Pisifera biasanya digunakan sebagai sumber serbuk sari.

Sedangkan Tenera adalah hibrida dari hasil persilangan varietas Dura dan varietas

Pisifera. Tenera merupakan varietas komersial dengan karakteristik yang

diharapkan yaitu mesokarp atau sabutnya menghasilkan minyak yang tinggi

yaitu 60-90% per berat buah dibandingkan dengan Dura yang hanya

20-65% per berat buah, serta bercangkang tipis yang memungkinkan

embrio berkembang dengan baik

(http://www.hort.purdue.edu/newcrop/tropical/lecture_24/palm_R.html).

Morfologi Tanaman

Kelapa sawit tumbuh tegak lurus dapat mencapai ketinggian 15 20 m.

Batangnya dibungkusi oleh pangkal pelepah daun. Batang ini berbentuk silinder

berdiameter 0.5 m pada tanaman dewasa. Bagian bawah umumnya lebih besar

disebut bongkol batang. Sampai umur tiga tahun batang belum terlihat karena

masih terbungkus pelepah daun. Pangkal pelepah daun atau tangkai daun adalah

bagian daun yang mendukung atau tempat duduknya helaian daun dan terdiri atas

rachis, tangkai daun atau tangkai daun dan duri, helaian anak daun, ujung daun,

lidi, tepi daun dan daging daun. Pada tiap pelepah diisi oleh anak daun dikiri

http://www.hort.purdue.edu/newcrop/tropical/lecture_24/palm_R.html

28

kanan rachis. Produksi pelepah daun pada tanaman selama setahun dapat

mencapai 20 -30 kemudian akan berkurang sesuai umur yaitu 18 -25 atau kurang.

Panjang cabang daun dari pangkal dapat mencapai 9 m pada tanaman dewasa.

Kelapa sawit berakar serabut yang sangat dangkal (15 cm 30 cm) dengan

permukaan tanah. Akar primer muncul dari pangkal batang bertumbuh ke bawah

dan tumbuh juga akar sekunder yang tumbuh horisontal dan dari akar ini muncul

juga akar-akar tertier dan kwartier yang berada dipermukaan tanah. Tanaman

kelapa sawit di lapangan mulai berbunga pada umur 12 -14 bulan tetapi baru

ekonomis untuk dipanen pada umur 2.5 tahun (Lubis 1992).

Morfologi Biologi Bunga dan Buah

Kelapa sawit merupakan tanaman monoesious karena mempunyai bunga

jantan dan betina terpisah tetapi berada pada tanaman yang sama. Tanaman ini

dapat menyerbuk sendiri dan dapat menyerbuk silang. Penyerbukan terjadi oleh

angin dan kumbang. Dari setiap ketiak daun keluar satu tandan bunga jantan atau

bunga betina tetapi beberapa gugur sebelum muncul. Pada tanaman muda sering

dijumpai bunga abnormal yaitu tandan bunga memiliki dua jenis kelamin atau

bunga hermaprodit (Lubis 1992).

Masing-masing bunga betina kelapa sawit diapit oleh dua bunga jantan

(Gambar 2) namun bunga jantan ini tidak berkembang secara normal dan sangat

jarang mencapai tahap perkembangan hingga serbuk sari dihasilkan (Hartley

1977). Secara visual tandan bunga jantan atau betina dapat diketahui setelah

Gambar 2. Penampang Bunga Betina Kelapa Sawit (Hartley 1977)

29

muncul dari ketiak pelepah daun yaitu 7 - 8 bulan sebelum matang atau 1 2 bulan

sebelum antesis. Ttandan bunga jantan dan bunga betina yang masih dalam

seludang dapat dibedakan yaitu tandan bunga jantan bentuknya lonjong

memanjang, ujung kelopak bunga agak runcing dan garis tengah bunga lebih kecil

dibandingkan dengan tandan bunga betina. Tandan bunga betina bentuknya agak

bulat dengan ujung kelopak bunga agak rata dan garis tengah bunga lebih besar.

Tiap pembungaan merupakan suatu bulir atau gabungan tongkol (spadix)

pada tangkai bunga yang kuat dengan panjang 30-45 cm. Spikelet disusun secara

spiral mengelilingi sumbu bunga yang bervariasi dengan umur dan posisi pada

sumbu bunga. Seludang bunga bagian dalam dan bagian terluar menutupi

pembungaan secara kuat hingga kira-kira enam minggu sebelum anthesis. Dua

atau tiga minggu selanjutnya seludang bagian dalam pecah, kemudian kedua

seludang menjumbai dan hancur, serta bunga terdorong keluar (Hartley 1977).

Satu tandan bunga betina memiliki 100 200 spikelet dan tiap spikelet memiliki

15 -20 bunga (Lubis 1992). Bunga betina tidak serentak anthesis, pada satu tandan

umumnya membutuhkan waktu 3-5 hari atau lebih. Tandan bunga jantan terpisah

tempatnya dengan tandan bunga betina dan tidak bersamaan anthesis maka

tanaman ini dikatakan menyerbuk silang.

Tandan bunga jantan juga dibungkus oleh selundang bunga, yang pecah jika

akan anthesis. Bunga jantan tidak bertangkai tersusun pada rachis dari suatu

spikelet. Spikelet berbentuk silinder seperti tongkol. Ukuran spikelet antara

panjang 10 -20 cm. Spikelet terdiri atas 700 -1200 bunga jantan. Satu tandan

bunga jantan menghasilkan 25-50 g serbuk sari. Sebelum mekar, bunga secara

sempurna terbungkus dalam bract triangular yang terdiri atas enam segmen

perhiasan kecil, suatu tabula androesium dengan enam atau tujuh kepala sari,

serta gimnoesium rudimenter yang berhubungan dengan stigma tiga cuping

(trilobe stigma). Bunga-bunga mulai mekar dari dasar spikelet (Hartley 1977).

Bunga betina setelah pembuahan akan berkembang menjadi buah. Buah

mencapai kematangan dalam 24 minggu setelah penyerbukan dan minyak mulai

diakumulasi dalam mesokarp 20 minggu setelah penyerbukan (Tandon et al.

2001). Menurut Hartley (1977) buah bervariasi dalam bentuk dari bentuk bola

sampai panjang dan agak menonjol di bagian atas. Panjangnya bervariasi dari

30

kira-kira 2 cm sampai lebih dari 5 cm dengan berat dari 3 g sampai lebih dari 30

g. Buah Deli dari Far East biasanya lebih besar dibandingkan dengan buah

Afrika, meskipun berbeda dengan buah yang umum. Pericarp buah terdiri atas (1)

eksokarp terluar atau kulit buah, (2) mesokarp atau daging buah (sabut), dan (3)

endokarp atau cangkang. Sedangkan biji terdiri dari kernel dan cangkang.

Sering dijumpai buah mantel yaitu stamen yang rudimenter berkembang

menjadi karpel tambahan pada bunga betina. Tipe buah abnormal mantel ini

dikenal dengan berbagai istilah seperti Poissoni, Mantled dan Diwakkawakka.

Pertumbuhan karpel tambahan ini mengelilingi bagian utama buah. Namun buah

mantel jarang ditemui, contoh di suatu daerah di Nigeria dari 20.291 tandan yang

dipanen ditemukan 33 tandan buah mantel, sedangkan di Angola ditemukan

sembilan pohon menghasilkan buah mantel dari 10.000 pohon (Hartley 1977).

Ditemukan berbagai penampilan eksternal buah khususnya pada waktu

matang. Eksokarp dari buah-buah eksternal cenderung lebih berpigmen

dibandingkan dengan buah internal. Tipe yang paling umum yaitu buah berwarna

lebih ungu sampai hitam pada apeks dan tidak berwarna pada bagian dasar

sebelum matang. Tipe yang tidak umum adalah hijau sebelum matang, dan ini

disebut buah hijau (virescen) yang kemudian berubah pada saat matang menjadi

orange kemerahan. Sedangkan untuk struktur internal, yang berbeda adalah pada

ketebalan cangkang. Ketebalan cangkang dari yang paling kecil 1 mm sampai

yang paling tebal 8 mm. Tiap cangkang mempunyai tiga pori yang berhubungan

dengan tiga bagian ovari tiga karpel. Namun hanya satu karpel yang biasanya

berkembang menjadi biji (Price et al. 2007). Bagian dalam dari cangkang terdapat

kernel. Cangkang terdiri atas lapisan endosperm yang keras yang berwarna putih

keabu-abuan yang dikelilingi oleh testa coklat tua yang dibungkus dengan sabut

serta mempunyai satu pori yang terdapat embrio (Hartley 1977).

Biosintesis Lemak Pada Tanaman

Lipid adalah kelompok senyawa organik berminyak atau berlemak yang

tidak larut dalam air, dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut non polar

seperti kloroform atau eter (Lehninger et al.1982). Terdapat tiga kelas lipid pada

tanaman yaitu (1) trigliserida atau lemak, merupakan lipid paling sederhana yang

31

b

a

Gambar 3. Struktur kimia triasilgliserol dan asam lemak. (a) Triasilgliserol, (b) Asam lemak jenuh dan tak jenuh (Alberts et al. 2002)

tersusun dari tiga asam lemak dan terikat dengan satu molekul gliserol melalui

ikatan ester (Gambar 3a), (2) membran lipid, mirip dengan trigliserida namun satu

asam lemak diganti oleh satu kelompok polar seperti gula pada senyawa glikolipid

atau posfat pada posfolipid, dan (3) lipid kutikula, campuran hidrokarbon

kompleks dan ester dari asam alifatik rantai panjang dan alkohol, tersimpan dalam

suatu polimer lipid yang disebut kutin. Kutin dan wax menyusun kutikula sebagai

barier penahan air. Menurut Ohlrogge dan Browse (1995) lipid kutikula

membungkus permukaan tanaman sebagai barier hidropobik untuk mencegah

kehilangan air dan membentuk suatu pertahanan terhadap patogen dan stress

lingkungan lainnya.

Jenis lipida yang paling banyak adalah lemak atau triasilgliserol (TAG)

(Lehninger et al.1982). Triasilgliserol merupakan bentuk lipid yang kaya energi

sebagai makanan cadangan yang digunakan untuk tanaman dan manusia.

Terdapat lima asam lemak utama pada lipid tanaman yaitu yang berada dalam

bentuk cair (oleat, linoleat dan linolenat) merupakan asam lemak tidak jenuh dan

sebagai nutrisi, sedangkan asam lemak jenuh meliputi palmitat (Gambar 3b) dan

stereat. Seperti dikemukakan oleh Stumpf (1976) bahwa triasilgliserol dalam

bentuk cair pada suhu kamar disebut minyak, disusun terutama oleh asam lemak

tidak jenuh seperti asam oleat (Gambar 3b), asam linoleat dan asam linolenat.

32

Sedangkan berupa padat dalam suhu kamar disebut lemak, disusun oleh asam

lemak jenuh seperti asam palmitat. Asam lemak tidak jenuh mengandung satu

atau lebih ikatan rangkap. Sintesis asam lemak dibutuhkan pada tahap awal

pertumbuhan sel dan perkembangan (Sasaki & Nagano 2004). Asam lemak

merupakan suatu kelompok asam karboksil alifatik yang dapat mengandung dua

sampai dua puluh empat lebih atom karbon yang terdapat pada sebagian besar

jaringan tanaman dan hewan. Menurut Ohlrogge dan Browse (1995) tanaman dan

sebagian besar organisme mempunyai asam lemak utama berantai panjang C16

atau C18 dengan satu sampai tiga ikatan ganda cis.

Gambar 4. Penggunaan asetil-KoA pada organel sel berbeda dalam tanaman (disederhanakan). Pada mitokondria asetil-KoA dihasilkan melalui piruvat, dalam plastid dihasilkan dari piruvat dan asetat, dan dalam sitosol asetil berasal dari sitrat yang dikeluarkan dari mitokondria.. ht ACCase (heteromerik asetil Ko-A) mengkatalisis asetil menjadi malonil-KoA dalam plastid. FAS (asam lemak sintase) mengkatalisis malonil-KoA menjadi asam lemak. hm ACCase (homomerik asetil-KoA) mengkatalisis asetil menjadi malonil-KoA dalam sitosol (Fatland et al. 2005).

33

Asetil-KoA merupakan suatu biomolekul penting dalam beberapa organel

dan suatu prekursor dari biosintesis asam lemak (Ke et al. 2000), dan hampir

semua asetil-KoA yang digunakan dalam metabolisme dibentuk pada mitokondria

berasal dari oksidasi piruvat, oksidasi asam lemak dan degradasi kerangka karbon

asam aminol (Lehninger et al.1982), namun Ke et al. (2000) mengatakan asetil-

KoA untuk biosintesis asam lemak pada tanaman dihasilkan dari asam piruvat.

Biosintesis asam lemak pada tanaman ditempatkan dalam plastid dan dikatalisis

oleh dua ensim yaitu asetil-CoA karboksilase (ACCase) dan asam lemak sintase

(Gambar 4). ACCase mengkatalisis tahap pertama karboksilasi asetil-CoA

menjadi malonil-CoA, membutuhkan ATP, asetil-CoA dan bikarbonat. ACCase

dipertimbangkan sebagai tahap yang membatasi kecepatan biosintesis asam lemak

(Tpfer et al. 1995).

Gambar 5. Reaksi ensim asetil-KoA karboksilase. (1) Reaksi membutuhkan ATP, BC mengaktivasi HCO3- dengan menempel ke cincin biotin BCCP. (2) tangan biotin BCCP membawa CO2 yang diaktivasi dari situs aktif BC ke situs karboksiltransferase (CT), (3) CT mentransfer CO2 dari biotin ke asetil-KoA menghasilkan malonil-KoA (Ohlrogge & Browse 1995).

34

Ohlrogge dan Browse (1995) mengatakan ACCase tersusun dari tiga daerah

fungsional yaitu biotin carboxyl carrier protein (BCCP), biotin karboksilase (BC)

dan karboksil transferase (CT) (Gambar 5). Menurut Sasaki dan Nagano (2004)

ensim ACCase mengkatalisis dua half-reaction berbeda sebagai berikut : :(1) BCCP + HCO3 + Mg2+-ATP BCCP-CO2 + Mg2+ -ADP + Pi :

biotin karboksilase

(2) BCCP-CO2 + asetil-KoA BCCP + malonil-KoA : karboksil transferase

Sedangkan ensim asam lemak sintase mengkatalisis tahapan reaksi pembentukan

asam palmitat (C16:0) pada tanaman, dan selanjutnya membentuk asam lemak

rantai C18:0 yang bervariasi ikatan rangkapnya. Rantai asil C16 dan C18

merupakan produk utama biosintesis asam lemak de novo (Tpfer et al. 1995).

Menurut Sasaki dan Nagano (2004) di alam ditemukan bentuk ACCase

heteromerik dan homomerik yang berbeda secara fisik. Bentuk heteromerik

ACCase tersusun dari empat subunit yaitu BCCP, BC, dan dan subunit CT,

dan biasanya terdapat pada prokariot. Sedangkan bentuk homomerik tersusun dari

polipeptida besar tunggal dengan empat domain subunit dan ditemukan pada

eukariot. Bentuk ACCase prokariot ini merupakan bentuk multisubunit,

sedangkan bentuk ACCase eukariot dikatakan sebagai bentuk multifungsi.

Sebagian besar tanaman mempunyai kedua bentuk ACCase yaitu bentuk

heteromerik dalam plastid dan homomerik dalam sitosol, kecuali famili graminae

seperti gandum dan padi mempunyai hanya bentuk homomerik pada plastid

maupun sitosol (Konishi & Sasaki 1994 ; Konishi et al. 1996). Aktivitas ACCase

dari plastid kacang kapri (ACCase prokariot) tidak dihambat oleh herbisida

fenoxaprop atau sethoxydim, namun herbisida tersebut menghambat ACCase pada

plastid gandum (ACCase eukariot) (Konishi & Sasaki 1994).

Pada sel tanaman, sejumlah besar malonil-KoA dibentuk dalam plastid

untuk sintesis asam lemak, tetapi malonil-KoA juga dihasilkan dalam sitosol

untuk pemanjangan asam lemak yang dikeluarkan dari plastid (Sasaki et al. 1995 ;

Nikolau et al. 2003). Menurut Sasaki et al. (1995) asam lemak tersebut diekspor

ke sitosol untuk pemanjangan asam lemak, sintesis flavonoid dan fitoaleksin

(Sasaki et al. 1995 ). Kumpulan malonil-CoA di sitosol dibutuhkan untuk reaksi

lintasan dengan selang yang luas meliputi flavanoid dan pemanjangan rantai

35

Gambar 6. Sintesis triasilgliserol melalui lintasan Kennedy

asam lemak (VLCFA C20), kutikula, wax dan sphingolipid (Roesier et al.

1994). Malonilasi D-asam amino, glikosida dan prekursor 1-aminocyclopropane-

1-carboxylic acid (ACC) juga tergantung pada kumpulan malonil-CoA dalam

sitosol (Baud et al. 2003). Menurut Sasaki dan Nagano (2004) asam lemak yang

telah disintesis akan melewati pembungkus (envelope) plastid, kemudian

dimodifikasi dalam sitosol dalam respons terhadap kebutuhkan tanaman.

Prekursor malonil-CoA tidak dapat melewati envelope tersebut sehingga malonil

disintesis dalam plastid maupun sitosol oleh ACCase sesuai kebutuhan sel.

Biosintesis triasilgliserol terdiri atas tiga tahapan reaksi yaitu (1) biosintesis

malonil-CoA dari asetil-CoA, (2) biosintesis asam lemak menggunakan malonil-

CoA sebagai prekursor, (3) biosintesis triasilgliserol melalui lintasan kennedy.

Tahap pertama dan kedua berlangsung dalam plastid sedangkan tahap ketiga

berlangsung dalam retikulum endoplasma (sitosol). Asetil-CoA karboksilase

merupakan ensim yang berperan langsung dalam biosintesis TAG. Ensim ini

berkontribusi untuk sintesis asam lemak de novo dalam plastid dan juga

pemanjangan asam lemak dalam retikulum endoplasma (ER) untuk membentuk

C20:0, C20:1 dan C22:1 yang mewakili 25% dari asam lemak TAG pada

Arabidopsis (Baud et al. 2002). Triasilgliserol disintesis melalui lintasan

36

Kennedy (Gambar 6) yang secara garis besar terdiri atas dua tahap asilasi untuk

mengubah gliserol-3 fosfat menjadi fosfatidat, dilanjutkan dengan pembentukan

diasilgliserol oleh ensim fosfatidat fosfohidrolase dan terakhir ensim diasilgliserol

asiltransferase mengubah diasilgliserol menjadi triasilgliserol.

Tabel 1. Komposisi asam lemak pada minyak sawit, minyak kedele dan minyak kelapa

Kelapa sawit menghasilkan minyak dari dua bagian buah yaitu mesokarp

dan kernel dengan kualitas asam lemak yang berbeda. Menurut Hartley (1970)

kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh terbentuk sesuai dengan

perkembangan endosperm untuk kernel dan perkembangan buah untuk mesokarp.

Sepuluh minggu dari penyerbukan jumlah lemak sangat sedikit pada kernel dan

komposisinya berbeda dibandingkan dengan kernel matang. Asam lemak tidak

jenuh lebih besar jumlahnya seperti oleat (C18:1) yang mencapai 67% dan linoleat

(C18:2) 14% dibanding asam lemak jenuh pada tahap tersebut. Pada minggu

ke-14 sampai ke-16 pembentukan asam lemak jenuh lebih besar meliputi laurat

(C12) 46-50%, miristat (C14) 18-20% dan asam oleat (C18:1) beberapa persen.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa pembentukan asam lemak sesuai dengan

perkembangan fisiologi endosperm. Sedangkan pembentukan lemak pada

mesokarp sangat lambat dengan perkembangan buah. Pada minggu ke-8 sampai

ke-16 setelah penyerbukan kandungan asam lemak kurang dari 2% dari berat

kering. Sangat sedikit penambahan lemak dan berat kering mesokarp dari minggu

37

ke-8-ke-19, tetapi beberapa saat sebelum kematangan buah bobot kering

mesokarp meningkat 300-500% dan asam lemak 70-75% dari berat kering. Pada

minggu terakhir fase kematangan buah, semua asam lemak meningkat

kuantitasnya. Asam oleat meningkat menjadi urutan kedua kuantitasnya setelah

palmitat. Minggu ke-20 minyak pada mesokarp didominasi asam palmitat (C16)

45.5%, 34% oleat dan 11.8% linoleat. Minyak sawit didominasi oleh asam lemak

palmitat dan oleat. Sedangkan minyak kernel didominansi oleh asam lemak tak

jenuh laurat dan miristat, seperti halnya minyak kelapa (Tabel 1).

Keragaman Pada Tanaman Hasil Kultur Jaringan

Teknik kultur jaringan berkembang tahun 1900-an yang dimulai dengan

kultur akar oleh Kotte dan Robbins. Kultur jaringan atau in vitro dapat

menyediakan banyak tanaman dalam waktu singkat serta bebas cendawan dan

bakteri. Tahun 2000-an penggunaan kultur jaringan tidak sebatas untuk

memperbanyak tanaman tetapi lebih luas digunakan untuk memfasilitasi kegiatan

transformasi gen, hibridisasi somatik, metabolik sekunder, tanaman haploid dan

lain-lain. Namun dalam perkembangan kultur jaringan ditemukan banyak

keragaman dari tanaman-tanaman yang diregenerasi dari kultur sel maupun kultur

akar. Kemudian Larkin dan Scowcroft (1981) menyebutkan keragaman pada

tanaman yang diregenerasi pada in vitro tersebut sebagai keragaman somaklonal.

Secara umum ditemukan konsentrasi zat pengatur tumbuh dalam media

berpengaruh terhadap keragaman somaklonal. Skirvin et al. (1994) mengatakan

faktor-faktor penunjang terjadinya keragaman selama kultur jaringan adalah

macam eksplan, pemilihan kultivar dan umur kultivar, level ploidi, metode dan

kondisi spesifik dari kultur termasuk zat pengatur tumbuh, tekanan seleksi,

lamanya waktu in vitro dan kecepatan proliferasi. Sedangkan menurut Karp

(1995) terdapat empat faktor yang menyebabkan keragaman yaitu (1) derajat awal

dari pertumbuhan merismatik, (2) konstitusi genetik dari material awal, (3) zat

pengatur tumbuh pada media serta, (4) sumber jaringan.

Keragaman somaklonal secara luas dibagi ke dalam perubahan genetik dan

epigenetik. Tipe keragaman berbeda-beda dari spesies ke spesies dan sering sulit

menentukan salah satu keragaman genetik alami dari banyak tipe keragaman

38

yang terjadi. Keragaman somaklonal meliputi perubahan dalam struktur dan atau

jumlah kromosom, mutasi titik, perubahan dalam ekspresi gen sebagai akibat

perubahan struktural pada kromosom (heterokromatin dan position effect) atau

aktivasi elemen transposon, kehilangan kromatin, amplifikasi DNA, pindah silang

kromatin ( Rao et al. 1992 ; Kaeppler et al. 2000). Menurut Peschke dan Phillips

(1992) beberapa tipe utama keragaman genetik dalam kultur jaringan adalah (1)

aberasi kromosom, (2) aktivasi elemen transposon, dan (3) perubahan metilasi.

Perubahan Struktur dan Jumlah Kromosom

Keragaman genetik pada tanaman hasil kultur jaringan melibatkan

perubahan pada struktur kromosom dan jumlah kromosom yang berhubungan

dengan ritme pembelahan mitosis dalam siklus sel. Menurut van Harten (1998)

ketidakaturan mitotik berperan terjadinya ketidakstabilan kromosom, amplifikasi

gen, delesi dan inaktif gen atau aktif kembali gen-gen inaktif. Kejadian ini banyak

ditemukan pada kultur kalus, protoplas dan kultur sel. Seperti yang dikemukakan

oleh Leroy et al. (2000) perubahan kromosom terjadi dengan frekuensi yang

tinggi pada tahap awal kalus atau kultur sel cair sebagai penyebab abnormalitas.

Menurut Madlung & Comai (2004) mutasi gen spontan atau penyimpangan

pembelahan sel menyebabkan pengaruh yang merugikan terhadap regulasi

metabolik dan genetik.

Kontrol siklus sel normal mencegah pembelahan sel sebelum terjadi

replikasi DNA secara sempurna, dan diduga terganggu melalui kultur jaringan

yang mengakibatkan pematahan kromosom (Phillips & Kaepller 1994). Menurut

Kaeppler et al. (2000) replikasi sekuens heterokromatin yang tidak lengkap pada

pembelahan sel berperan untuk adanya jembatan anafase dan selanjutnya terjadi

pematahan kromosom. Pematahan kromosom (chromosome breakage) dan

konsekuensinya meliputi translokasi, inversi, delesi dan duplikasi Peshke dan

Philips (1992). Menurut Suryo (1995) translokasi adalah pemindahan suatu

bagian dari sebuah kromosom ke bagian kromosom yang bukan homolognya.

Diduga tipe translokasi ini dapat terjadi pada sel-sel yang membelah secara

mitosis karena pertukaran bagian kromosom diantara kromosom nonhomolog.

Translokasi terjadi apabila patahan-patahan tunggal pada dua kromosom

nonhomolog saling tertukar. Seperti yang dikemukakan oleh Griffiths et al. (1993)

39

translokasi yaitu pertukaran suatu bagian antara dua kromosom nonhomolog yang

mengakibatkan pengaturan kembali (rearrangement) kromosom. Translokasi

merupakan fenomena kromosom abnormal yang lebih sering terjadi namun

diamati juga inversi, insersi dan delesi (Kaeppler et al. 2000).

Perubahan struktur kromosom dikenal juga sebagai mutasi kromosom

meliputi (1) delesi yaitu kehilangan suatu segmen kromosom baik dibagian ujung

maupun tengah kromosom, (2) duplikasi yaitu suatu segmen kromosom berada

lebih dari satu dalam satu kromosom. (3) inversi yaitu segmen suatu kromosom

membalik, dan (4) translokasi yaitu perubahan lokasi suatu segmen kromosom

dimana bagian kromosom patah dan tersambung dengan kromosom berbeda atau

pada posisi baru dari kromosom yang sama. Translokasi menghasilkan position

effect. Perubahan-perubahan struktur kromosom tersebut menyebabkan perubahan

dalam jumlah DNA tetapi tidak berubah jumlah kromosomnya.

Fenomena euploidi (penambahan jumlah genom dalam satu sel) dan

aneuploidi (penambahan satu atau lebih kromosom dalam sel) sering terjadi pada

tanaman. Menurut Suryo (1995) polipolidi dapat terjadi pada tanaman diploid

meliputi (1) kelipatan somatis yaitu pemisahan yang tidak teratur selama mitosis

menyebabkan kelipatan jumlah kromosom, dan (2) sel-sel reproduktif mengalami

pembelahan yang tidak teratur sehingga jumlah kromosom dalam gamet dua kali

lipat. Aneuploidi terjadi pada pembelahan miosis maupun mitosis. Pembelahan

mitosis menghasilkan dua sel yang konstitusi kromosomnya sama, tetapi dapat

menghasilkan sel atau organisme dengan kekurangan atau kelebihan kromosom

tertentu. Hilangnya kromosom dalam sel-sel hasil mitosis ataupun miosis karena

terlambatnya pemisahan kromosom pada anafase, dan nondisjunction yaitu gagal

berpisah kromosom atau kromatid selama miosis dan mitosis. Akibat hilangnya

kromosom atau kromatid maka distribusi ke kutub-kutub sel berlawanan tidak

sama. Hang dan Bregitzer (1993) menemukan perubahan ploidi yang lebih

umum terjadi sebagai perubahan sitogenetik di antara regeneran barley walaupun

kejadian pematahan kromosom juga terjadi. Namun hasil analisis pada gandum

dan jagung in vitro menunjukkan lebih sering terjadi pematahan kromosom

dibandingkan dengan perubahan ploidi (Benzion et al 1986).

40

Perubahan Metilasi DNA

Metilasi pada daerah genom dan peranannya meliputi (1) metilasi pada

elemen regulator seperti promotor, enhancer, insulator dan represor menekan

fungsi elemen tersebut, (2) metilasi dalam daerah gen seperti perisentromik dan

heterokromatin berfungsi mempertahankan konformasi dan integritas kromosom,

(3) dan metilasi merupakan mekanisme perlindungan genom terhadap elemen

trasnposon (Bestor 1998 ; ONeil et al. 1998). Daerah-daerah genom yang

termetilasi merupakan suatu ciri dalam struktur kromatin yang kompak. Namun

banyak penelitian membuktikan sering terjadi perubahan metilasi DNA pada

kromatin yang kompak tersebut. Perubahan metilasi meliputi penurunan jumlah

sitosin termetilasi (hipometilasi) atau bertambahnya sitosin termetilasi

(hipermetilasi). Metilasi DNA pada sistim tanaman dan mamalia dihubungkan

dengan perubahan pada ekspresi gen, perubahan struktur kromatin, aktivasi

elemen transposon, genom imprinting dan carcinogenesis (Stam et al. 1997;

Wolffe & Matzke 1999; Ferguson-Smith & Surani 2001; Finnegan 2001).

Epigenetik didefenisikan sebagai perubahan pewarisan pada fungsi suatu

gen yang tidak dapat dijelaskan melalui perubahan pada sekuens DNA, sedangkan

metilasi didefenisikan sebagai suatu modifikasi DNA yang berperan sentral dalam

regulasi epigenetik (Bellucci et al. 2002). Perubahan metilasi pada tanaman

mempengaruhi keragaman dalam beberapa cara. Metilasi DNA (penambahan

sitosin trmetilasi) menghambat transkripsi secara langsung dengan menghalangi

faktor transkripsi melalui modifikasi situs targetnya. Beberapa aktivitas gen

tanaman muncul berhubungan dengan metilasi sedangkan gen-gen lain tidak

mengalaminya sehingga dikatakan ada regulasi perubahan gen melalui perubahan

metilasi di in vitro (Hershkovitz et al. 1990).

Frekuensi metilasi pada daerah heterokromatin lebih besar dibandingkan

dengan daerah eukromatin (Bird 1986). Heterokromatin daerah yang sangat

kompak (kondens) dan tidak ditranslasi, sedangkan eukromatin adalah daerah

DNA yang kurang kompak dan terdapat sebagian besar gen aktif. Pematahan

kromosom tidak terjadi secara random tetapi pada bagian kromosom yang

bereplikasi lambat yaitu heterokromatin. Frekuensi tinggi pematahan kromosom

dekat dan/atau dalam sentromer heterokromatin ditemukan pada tanaman gandum

41

(McCoy et al. 1982 ; Johnson et al. 1987) dan barley (Hang & Bregitzer 1993).

Keterlibatan heterokromatin dalam kejadian pematahan tersebut maka muncul

hipotesis bahwa heterokromatin bereplikasi terlambat selama kultur dibandingkan

dengan siklus sel normal. Menurut Suryo (1995) heterokromatin ditemukan pada

daerah sentromer dan telomer yang mengandung banyak DNA berulang.

Sentromer berfungsi sebagai tempat berpegangnya benang-benang gelendong

(spindel) untuk menarik kromatid atau kromosom ke kutub pada anafase.

Telomer berfungsi menghalangi kromosom bersambungan pada ujung kromosom

sehingga tidak terjadi rantai kromosom yang panjang. Apabila terjadi pematahan

kromosom maka patahan kromosom akan tersambung pada tempat-tempat

pematahan tetapi tidak pada ujung kromosom.

Pada tanaman, kehilangan metilasi menyebabkan aktivasi pergerakkan

transposon dengan konsekuensi sering terjadi mutasi (Miura et al. 2001; Singer

et al. 2001 ; Kato et al. 2003). Menurut Madlung dan Comai (2004) kehilangan

metilasi berkorelasi dengan transkripsi dan transposisi aktivasi transposon yang

menyebabkan mutasi gen dan perubahan fenotip, sehingga metilasi pada genom

menjaga kestabilan genom tersebut. Adanya hipotesis bahwa elemen transposon

berpindah dalam dan antara kromosom sebagai penyebab keragaman somaklonal

(Larkin & Scowcroft 1981 ; Burr & Burr 1981). Pada genom tanaman, lebih dari

85% DNA inti terdiri atas elemen bergerak (Kumar & Bennetzen 1999)

bergantung pada ukuran genom, contoh Arabidopsis mengandung kira-kira 14%

elemen bergerak (transposon). Pada jagung, sebagian besar elemen transposon

berada dalam jumlah kopi tinggi pada daerah heterokromatin (SanMiguel et al.

1996; Rabinowicx et al. 1999). Menurut Belanger dan Hepburn (1990) kandungan

sitosin termetilasi lebih tinggi pada beberapa tanaman ditandai dengan genom

yang besar karena disusun oleh sekuens DNA berulang, dan sekuens berulang

pada genom adalah transposon (Arnholdt-Schmitt (2004). Transposon berperan

penting untuk pengaturan kembali (rearrangement) genom. Frekuensi pemulihan

(penghilangan elemen transposon) lebih dari 20 kali terbesar pada in vitro

dibandingkan dengan secara alami pada tanaman. Menurut Kaeppler dan Phillips

(1993b) kecenderungan penurunan metilasi menyebabkan elemen transposon

dikembalikan atau diaktifkan dalam proses kultur jaringan.

42

Pembuktian lain menunjukkan bahwa metilasi sitosin pada DNA sering

menyebabkan transisi sitosin (5mC) menjadi timin (T) dan deaminasi pada 5-mC

sebagai penyebab mutasi titik. Menurut Zingg dan Jones (1997) peningkatan

frekuensi mutasi seperti ini memperlihatkan bahwa deaminasi hidrolitik spontan

dari 5-mC menjadi T terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan C menjadi U.

Keragaman Somaklonal Pada Kelapa Sawit

Perbanyakan kelapa sawit melalui kultur jaringan telah dimulai tahun 1970.

Tahun 1974, Unilever berhasil menumbuhkan dari kalus kemudian tahun 1976

Robechault dan Martin berhasil menumbuhkan dari daun. Pusat Penelitian

Marihat sejak tahun 1980 telah merintis perbanyakan tanaman kelapa sawit

melalui kultur jaringan. Keberhasilan ini membuka peluang mendapatkan tanaman

haploid dari serbuk sari dan menghasilkan hibrida somatik melalui fusi sel atau

pengembangan kearah perbaikan sifat melalui bioteknologi. Secara umum

perbanyakan tanaman kelapa sawit dengan kultur jaringan meliputi beberapa

tahap yaitu inisiasi kalus embriogenik, proliferasi dari kalus embrio, pembentukan

embrio, germination embrioid, dan pembentukan tunas dan akar. Inisiasi kalus

embriogenik dilakukan dengan suspensi sel, kemudian subkultur supaya terjadi

proliferasi kalus embriogenik, selanjutnya pembentukan embrioid selama dua

bulan dan subkultur pada media pada untuk pembentukan tunas dan akar

(Wong et al. 1999).

Keberhasilan perbanyakan kelapa sawit melalui kultur jaringan ini tidak

seperti yang diharapkan. Corley et al. (1986) melaporkan proporsi kelapa sawit

yang berasal dari embrio somatik memperlihatkan fenotip varian somaklon yang

mempengaruhi struktur bunga pada kedua seks. Fenomena varian kelapa sawit

hasil kultur jaringan menghasilkan buah-buah yang abnormal yang ditunjukkan

43

melalui adanya karpel tambahan. Karpel tersebut adalah perkembangan abnormal

dari primodia staminodia (Matthes et al. 2001). Menurut Rival et al. (1997)

plantlet kelapa sawit yang berasal dari nodular kalus kompak menunjukkan

fenotip mantel rata-rata 5%, sebaliknya ditemukan mencapai 100% pada planlet-

planlet yang berasal dari kalus pertumbuhan cepat. Penggunaan skala besar kultur

jaringan dihambat oleh kejadian fenotip buah mantel kira-kira 5-10% pada semua

klon kelapa yang diregenerasi (Tregear et al. 2002).

Beberapa penelitian mengungkapkan kejadian buah mantel dan abnormal

bunga pada kelapa sawit tidak berhubungan dengan keragaman pada kandungan

jumlah DNA dan hasil ini menguatkan hipotesis adanya epigenetik penyebab

keragaman somaklonal pada kelapa sawit (Rival et al. 1997), bukan karena

pengaturan transposon tetapi perubahan dalam pola metilasi yang berhubungan

dengan komponen genomik lain (Kubis et al. 2003). Tregear et al. (2002)

mengatakan bahwa perubahan epigenetik meliputi perubahan metilasi pada DNA

genom yang menyebabkan buah mantel.

Fitohormon mempengaruhi genom melalui modulasi status metilasi

sehingga dikatakan bahwa modulasi metilasi DNA merupakan satu mekanisme

dasar aksi hormon pada tanaman dan hewan (Vanyushin 2005). Dikatakan juga

bahwa fitohormon menghambat metilasi pada rantai yang baru terbentuk tetapi

tidak pada fragmen Okazaki karena fragmen ini resisten terhadap berbagai reaksi

metilasi dan tidak dipengaruhi oleh hormon misalnya auksin pada tanaman.

Metilasi secara luas pada kultur sel meningkat dengan konsentrasi auksin

yang tinggi (Arnholdt-Schmitt et al. 1991). Konsentrasi zat pengatur tumbuh

(PGR) seperti 2,4-diclorophenoxyacetic acid (2,4-D) I-naphthaleneacetic acid

(NAA), indole-3-ecetic acid (IAA) meningkat dalam media maka didapati

metilasi DNA juga meningkat pada sel wortel (LoShiavo et al. 1989). Sedangkan

kinetin telah menunjukkan penyebab ekstensif hipometilasi DNA pada proliferasi

kultur eksplan akar wortel dalam 2 minggu (Arnholdt-Schmitt et al. 1991), dan

NAA (auksin) mempunyai pengaruh berlawanan dan sebagai penyebab

hipermetilasi (LoSchiavo et al. 1989). Konsentrasi auksin (NAA) dan sitokinin

dalam media kultur dapat mempunyai pengaruh dramatis terhadap timbulnya

bunga mantel pada ramet kelapa sawit yang dihasilkan. Penambahan kinetin ke

44

media kultur (tanpa NAA) meningkatkan secara nyata timbul bunga mantel

(Eeuwens et al. 2002). Menurut Armini et al. (1992) embriogenesis sangat

memerlukan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin, dan auksin 2,4-D paling

sering digunakan untuk mendorong pembentukan embrio somatik. Pada tanaman

dikotil konsentrasi auksin 2,4-D digunakan berkisar 4.0-14.0 M (0.9-3.1 mg/l),

sedangkan pada tanaman monokotil konsentrasi berkisar 2.0-10 mg/l. Menurut

Heldt (1997) 2,4-D merupakan herbisida yang dapat merusak tanaman dikotil,

namun monokotil tidak sensitif terhadap hormon tersebut dan pada konsentrasi

tinggi dapat mengacaukan morphogenesis.

Fenomena Metilasi DNA Pada Tanaman

S-Adenosil-L- Metionin (SAM) Sebagai Donor Metil

Fenomena metilasi DNA yang terjadi pada tanaman berperan untuk regulasi

ekspresi gen yang berhubungan dengan differensiasi dan perkembangan. Metilasi

sitosin pada genom eukariot penting untuk mengontrol ekspresi gen dan stabilisasi

genom (Martienssen & Colot 2001 ; Bird 2002). Metilasi DNA berperan untuk

mempertahankan kestabilan genom melalui kestabilan kromatin. Peruba