aan andrianto teori kepemimpinan

7
Aan Andrianto 11/312569/SP/24576 Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X disusun untuk melengkapi ujian mid semester Teori Kepemimpinan Dosen pengampu : Drs Ambar Teguh Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan suku dan budaya terbanyak di dunia. Hal ini tentunya disebabkan adanya berbagai macam wilayah dengan suku dan nilai-nilai budaya yang dianut, dimulai dari Sabang sampai Merauke. Daerah yang sampai saat ini masih kental dengan nilai-nilai budaya salah satunya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ada banyak perhelatan budaya yang masih sering diadakan dan terus dilestarikan, seperti Pagelaran Wayang Kulit dan Wayang Orang, Pagelaran Sendratari Ramayana, Gerebeg Besar, Gerebeg Maulud, dan upacara-upaca adat seperti Jumenengan Dalem. Jumenengan Dalem merupakan suatu perhelatan besar di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dimana kegiatan ini merupakan upacara penobatan raja dari keturunan raja-raja Mataram. Upacara Jumenengan Dalem yang terakhir dilaksanakan adalah Jumenengan Dalem dalam rangka mengangkat Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Haji Mangkubumi, SH, menjadi raja menggantikan Ayahanda-nya, Sri Sultan Hamengkubuwana IX pada 7 maret 1989. Kedudukan seorang sultan di tengah kedaulatan negara Republik Indonesia adalah didasarkan atas tekad rakyat melestarikan nilai-nilai budaya bangsa yang diharapkan dapat lebih memberi manfaat bagi masyarakat.

Upload: aan-andrianto

Post on 17-Jan-2016

243 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Review Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X untuk Melengkapi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Teori Kepemimpinan.

TRANSCRIPT

Page 1: Aan Andrianto Teori Kepemimpinan

Aan Andrianto

11/312569/SP/24576

Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X

disusun untuk melengkapi ujian mid semester Teori KepemimpinanDosen pengampu : Drs Ambar Teguh

Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan suku dan budaya terbanyak di dunia. Hal

ini tentunya disebabkan adanya berbagai macam wilayah dengan suku dan nilai-nilai budaya

yang dianut, dimulai dari Sabang sampai Merauke. Daerah yang sampai saat ini masih kental

dengan nilai-nilai budaya salah satunya adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ada banyak

perhelatan budaya yang masih sering diadakan dan terus dilestarikan, seperti Pagelaran Wayang

Kulit dan Wayang Orang, Pagelaran Sendratari Ramayana, Gerebeg Besar, Gerebeg Maulud, dan

upacara-upaca adat seperti Jumenengan Dalem. Jumenengan Dalem merupakan suatu perhelatan

besar di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dimana kegiatan ini merupakan upacara penobatan

raja dari keturunan raja-raja Mataram. Upacara Jumenengan Dalem yang terakhir dilaksanakan

adalah Jumenengan Dalem dalam rangka mengangkat Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Haji

Mangkubumi, SH, menjadi raja menggantikan Ayahanda-nya, Sri Sultan Hamengkubuwana IX

pada 7 maret 1989. Kedudukan seorang sultan di tengah kedaulatan negara Republik Indonesia

adalah didasarkan atas tekad rakyat melestarikan nilai-nilai budaya bangsa yang diharapkan

dapat lebih memberi manfaat bagi masyarakat.

Dengan memahami amanat para leluhur atas makna Hamengku Buwono, menyandang

tiga substansi yang bersumber dari makna hamangku, hamengku, dan hamengkoni. Hamengku

mengandung makna hangrengkuh atau ngemong, melindungi dan mengayomi tanpa

membedakan golongan, keyakinan, dan agama secara adil. Hakikat hamengku identik dengan

ambeg adil paramarta. Dalam situasi sulit pemimpin adalah juga pengayom yang siap berdiri

paling depan. Keteladanan yang mengandung watak gung binathara itu adalah esensi dari

hamengkoni. Hal ini tentunya merupakan suatu cerminan bahwa nilai-nilai budaya di Indonesia

sangat luhur dan dapat pula digunakan sebagai teladan bagi kita, dimana pemimpin yang baik

memang sudah seharusnya mampu memberikan pengayoman kepada orang dibawahnya dan

mengutamakan kesejahteraan bersama. Secara keseluruhan tentunya perhelatan budaya seperti

Page 2: Aan Andrianto Teori Kepemimpinan

Jumenengan Dalem di Ngayogyakarta Hadiningrat sangatlah baik untuk dilakukan. Banyak hal

yang bisa dipetik dari pelaksanaannya.

Jika dihubungkan dengan teori kepemimpinan, Jumenengan Dalem dapat dianalisis

dengan menggunakan teori sifat, dimana pengangkatan raja berdasarkan keturunan raja-raja

Mataram, yang secara mendasar telah mempunyai energi dasar yang merupakan sumber

kelebihan/kelemahan bagi raja tersebut di dalam mengembangkan bakat-bakat maupun perilaku

kepemimpinannya. Secara lahiriah, keturunan raja-raja Mataram telah memiliki apa yang disebut

dengan capacity to be a leader, yaitu mempunyai kapasitas yang dibutuhkan untuk menjadi

seorang pemimpin. Kapasitas itu antara lain adalah memiliki kharisma dan kewibawaan,

memiliki pengetahuan, memiliki pengalaman, mempunyai sifat bertanggung jawab, memiliki

kecakapan, memiliki keterampilan serta kemampuan dalam berkomunikasi. Hal tersebut mutlak

ada dalam diri seorang pemimpin karena dengan beberapa hal tersebut maka pemimpin dapat

menjalankan kepemimpinannya dengan baik dan dapat dijadikan teladan bagi orang-orang

dibawahnya. Hal ini adalah beberapa nilai yang sudah sejak dini ditanamkan dalam kehidupan

seorang calon raja di Mataram, sehingga nilai-nilai luhur itu dapat dikatakan sudah mendarah

daging dalam diri seorang calon raja.

Selain permasalahan diatas, dari upacara Jumenengan Dalem dapat diketahui bahwa

KGPH Mangkubumi memiliki profesionalitas yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan dimana

dalam kesehariannya, calon sultan lebih menyukai mengenakan busana kaos yang

melambangkan sikap modern, praktis, dan tidak formal, namun dalam hal upacara yang

menyangkut tradisi, calon sultan menginginkan segalanya dijalankan dengan sempurna sesuai

dengan tuntutan adat dikerajaan Mataram. Hal ini menunjukkan bahwa calon sultan mampu

menghormati dan menjaga nilai-nilai luhur yang sesudah tertanam sebelumnya, serta tidak ingin

menyimpang sedikitpun karena menyadari bahwa kita harus tahu bagaimana bersikap

menyesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Syarat-syarat diatas adalah beberapa hal yang harus tertanam dan ada dalam sifat seorang

pemimpin. Dimana seorang pemimpin memang diharuskan untuk tidak hanya mempunyai

perilaku yang baik namun juga harus memiliki bakat dasar dari dalam dirinya. Menjadi

pemimpin yang baik tidak cukup hanya dengan mencari tahu bagaimana seorang pemi8mpin

yang baik lalu serta-merta diterapkan dalam dirinya, karena dalam beberapa hal, bakat

Page 3: Aan Andrianto Teori Kepemimpinan

kepemimpinan harus merupakan sesuatu yang dibiasakan dengan diri seseorang, sehingga dapat

dengan “luwes” dalam penerapannya, seperti yang terdapat dalam diri Sri Sultan

Hamengkubuwana X dalam upacara penobantannya sebagai raja contohnya.

Meski demikian, upacara Jumenengan Dalem yang dilaksanakan di Keraton

Ngayogyakarta Hadiningrat bukan berarti tanpa cela. Walaupun secara keseluruhan upacara ini

memiliki nilai-nilai budaya dan melambangkan hal-hal yang baik untuk dilestarikan, namun tetap

ada beberapa hal yang menjadi kekurangan dari upacara ini. Hal-hal yang menjadi kelebihan atau

nilai-nilai yang luhur untuk dilestarikan dari upacara Jumenengan Dalem antara lain adalah

Jumenengan Dalem merupakan salah satu upaya pelestarian budaya leluhur yang berlangsung

sejak zaman dahulu, dimana dalam Jumenengan Dalem selain sebagai upaya menjaga budaya

agar tidak punah oleh zaman, namun juga sebagai suatu proses pewarisan nilai-nilai luhur dari

para pendahulu. Jumenengan Dalem juga dapat dijadikan identitas daerah, dimana hanya di

Ngayogyakarta Hadiningrat-lah dapat dijumpai upacara Jumenengan Dalem sebagai upacara

dalam rangka penobatan seorang raja Mataram atau sultan. Kelebihan upacara Jumenengan

Dalem lainnya adalah sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, karena dengan

kehendakNya-lah dapat dinobatkannya raja Mataram atau sultan yang baru. Bukan hanya itu,

Jumenengan Dalem yang terbuka untuk umum juga merupakan cara raja yang baru untuk

mendekatkan diri kepada rakyatnya, dimana seorang pemimpin memang harus menjalin

komunikasi dan memposisikan diri dekat dengan orang-orang dibawahnya.

Sedangkan kelemahan Jumenengan Dalem antara lain adalah dalam pelaksanaannya yang

masih mengandung unsur-unsur mistis dan bertolak belakang dengan ajaran Islam, seperti

menggunakan sesajen, kemenyan, bermacam-macam bunga, dan juga keris yang dipercaya

sebagai benda yang sangat keramat sehingga tidak sembarang orang bisa mengenakannya.

Upacara Jumenengan Dalem juga sangat mempercayai keberadaan tempat-tempat keramat

seperti halnya kuburan, dimana calon sultan yang baru wajib “nyekar” ke kuburan leluhurnya,

dan juga pohon beringin yang dipercaya memiliki kekuatan mistis. Hal ini tentunya

menimbulkan pro dan kontra terkait dengan ajaran agama khususnya agama Islam. Banyak

pertanyaan yang muncul, mengapa dalam upacara Jumenengan Dalem dimana dalam

pelaksanaannya menjunjung nilai dan ajaran Islam tapi dalam praktiknya juga ditemui hal-hal

yang berbau “musyrik”, meskipun seringkali budaya yang menjadi alasannya.

Page 4: Aan Andrianto Teori Kepemimpinan

Terlepas dari itu semua, ada sedikitnya 9 nilai atau teladan yang dapat diambil dan

diadopsi untuk menciptakan kepemimpinan yang lebih baik berdasarkan prosesi jumenengan

dalem. 9 nilai atau teladan ini diambil dari 9 perangkat pusaka dalam upacara Jumenengan

Dalem, dimana masing-masing perangkat pusaka memiliki arti dan makna yang berbeda-beda.

Kesemuanya itu adalah:

- Patung banyak atau angsa, yang melambangkan kesucian dan kewaspadaan.

- Kijang, yang melambangkan kegesitan dan kebijaksanaan.

- Sawung atau ayam jantan, yang melambangkan keberanian.

- Galling atau merak, yang melambangkan kewibawaan.

- Hargowaliko atau naga, yang melambangkan kekuatan dan tanggung jawab.

- Kacumas atau sapu tangan emas, yang melambangkan bersih jasmani rohani dalam

pemerintahan.

- Kotak uang, yang melambangkan dermawan dan memperhatikan kaum lemah.

- Lentera, yang melambangkan penerangan hati rakyat.

- Tempat segala macam adat, yang melambangkan sikap kesiap-siagaan.

9 nilai tersebut tentunya sangat baik untuk dimiliki dalam diri seorang pemimpin dalam

menjalankan kepemimpinannya. Disamping itu, salah satu ritual dalam Jumenengan Dalem

memiliki makna bahwa pemimpin juga harus memiliki kesanggupan untuk meneruskan

semangat dan nilai yang diletakkan oleh pendahulunya, sehingga jika diterapkan dalam nilai

kepemimpinan saat ini, hal ini dapat berimplikasi kepada pencapaian tujuan yang dicita-citakan

sejak dulu. Namun bukan hanya pemimpin, dalam salah satu ritual dalam Jumenengan Dalem

juga dapat dipetik sebuah makna, bahwa sebagai bawahanpun dituntut untuk mampu dan siap

mendukung kewibawaan pemimpin, karena pemimpin tak akan mampu berbuat banyak tanpa

adanya dukungan penuh dari bawahannya.

.