a08ape

116
DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan ) OLEH AKBAR PERDANA A.14101635 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: ganti-phaing-kanisa

Post on 08-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

tes tes

TRANSCRIPT

Page 1: A08ape

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN

USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan )

OLEHAKBAR PERDANA

A.14101635

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008

Page 2: A08ape

RINGKASAN

AKBAR PERDANA. Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma, Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan). Di Bawah Bimbingan Ir. Dwi Rachmina, MSi

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati, pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, baik sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, maupun sebagai pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Sebagian besar areal perkebunan kelapa sawit tersebut saat ini berada di Sumatera dan kedepan pengembangannya diarahkan ke Kawasan Indonesia Timur, khususnya di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.

Kaitannya dengan pengembangan komoditi kelapa sawit di Indonesia, pada tahun 1975 dibentuk berbagai pola pengembangan, salah satunya KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya) pada tahun 1993. KKPA adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada koperasi primer untuk diteruskan kepada anggota-anggotanya guna membiayai usaha yang produktif. Kredit ini dapat digunakan sebagai : 1). Modal kerja 2). Investasi 3). Modal kerja dan Investasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA yang dijalankan oleh PT Sinar Kencana Inti Perkasa yang merupakan salah satu anak perusahaan PT Sinar Mas dengan petani kelapa sawit. Perusahaan ini telah menjalankan kemitraan melalaui program KKPA sejak tahun 1997 untuk mengatasi kesulitan dalam hal pengembangan areal perkebunan kelapa sawit di daerah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Selain mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA di PT Sinar Kencana Inti Perkasa, dalam penelitian ini akan dilihat pula dampak pelaksanaan program KKPA terhadap pendapatan usahatani petani peserta plasma dan petani peserta non KKPA. Analisis yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah analisis pendapatan usahatani. Sementara itu, berbagai kendala yang dihadapi oleh para pelaku kemitraan melalui program KKPA akan dianalisis secara deskriptif.

Alokasi dana untuk pelaksanaan program KKPA tahun anggaran 1997 sebesar Rp ±18 Milyar berasal dari dana Bank Indonesia. Dana tersebut dialokasikan ke Kecamatan Kelumpang Selatan dengan distribusi dana sebesar 100 persen untuk Kecamatan Kelumpang Selatan. Indikator keberhasilan program KKPA seperti tercantum dalam pedoman umum program KKPA adalah harus adanya koperasi dan inti, KUD Gajah Mada merupakan koperasi yang bertindak sebagai penyalur. Dalam penyalurannya, terhadap pemotongan terhadap Dana KKPA yang diterima oleh petani peserta program KKPA. Pemotongan setiap hasil panen yang dilakukan oleh KUD

Page 3: A08ape

Gajah Mada tersebut dimaksudkan untuk mengganti biaya yang diberikan dalam program KKPA dengan bunga 16 persen dan sudah termasuk 2 persen fee untuk koperasi. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh petani peserta KKPA merasa tidak berkeberatan dengan adanya pemotongan dana tersebut.

Luasan lahan kelapa sawit petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA adalah sama yaitu satu Hektar. Walaupun demikian, produksi petani peserta KKPA masih lebih tinggi dibandingkan dengan petani non peserta KKPA. Produksi total petani peserta KKPA mencapai 83,272 Kg, sedangkan petani non peserta KKPA hanya 52,296 Kg. Kecilnya produksi petani non peserta KKPA diakibatkan kurangnya modal dan sarana produksi pertaniannya, berbeda dengan petani peserta KKPA yang dapat mudah memperoleh modal dan sarana produksi melalui program KKPA.

Pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA lebih besar dari petani nonpeserta KKPA. Pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 27.305,636, sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani non peserta KKPA adalah sebesar Rp. 22,253,952. Tingginya pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani peserta KKPA dikarenakan penerimaan total usahatani petani peserta KKPA (Rp. 35.745.362) lebih besar dari petani non peserta KKPA (Rp. 29.263.152), walaupun untuk biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA lebih kecil dibandingkan dengan petani peserta KKPA.

Pada penelitian ini, pendapatan biaya total petani peserta KKPA Rp. 24.569,411 lebih besar dari petani non peserta KKPA yaitu Rp. 17.127,072. Hal ini terjadi karena total biaya usahatani petani peserta KKPA lebih kecil (Rp. 11.175.951) dari petani nonpeserta KKPA yaitu Rp. 12.136.080.

Apabila dilihat dari nila R/C rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya maka diketahui usahatani petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA yang dikembangkan oleh petani peserta KKPA pada dasarnya layak untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio (atas biaya tunai dan biaya total) yang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa usahatani petani kelapa sawit KKPA maupun petani non pesertasama-sama menguntungkan.

Namun apabila dilihat dari perbandingan antara usahataninya maka diketahui usahatani petani peserta KKPA memiliki R/C rasio atas biaya tunai yang lebih besardari usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA. Adapun nilai R/C rasio untuk petani peserta KKPA adalah sama dengan 4,23 sedangkan nilai R/C rasio untuk petani non peserta KKPA yaitu 4,17. Hal ini berarti bahwa tambahan penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani peserta KKPA akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 4,23 untuk setiap satu rupiah. Penerimaan tersebut tidak berbeda jauh dengan petani non peserta KKPA yang menerima Rp. 4,17 untuk setiap satu rupiahnya.

R/C rasio biaya totalnya maka diketahui bahwa R/C rasio untuk petani pesertaKKPA adalah 3,19 lebih besar dari R/C rasio petani non peserta KKPA yaitu 2,41. Hal ini berarti bahwa tambahan penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah Rp. 2,41 lebih kecil dari penerimaan petani peserta KKPA.Biaya per satuan hasil petani peserta KKPA lebih kecil daripada petani non pesertaKKPA karena biaya total yang dikeluarkan lebih besar , meskipun harga per kg lebih mahal dari petani peserta KKPA.

Page 4: A08ape

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER

UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI

KELAPA SAWIT DI KOTA BARU KALIMANTAN SELATAN BENAR-BENAR

MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN

Bogor, Agustus 2008

Penulis

Page 5: A08ape

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan pada

tanggal 19 Juni 1980. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan H. Syafruddin

Machmudda dan Husniah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN

Dirgahayu 1, Kabupaten Kotabaru pada tahun 1992, kemudian melanjutkan pendidikan

ke SMPN 1 Kotabaru dan selesai pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis

melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Kotabaru dan selesai pada

tahun 1998.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 1998 sebagai mahasiswa

Program Diploma 3 Program Studi Teknologi dan Industri Pakan, Jurusan Ilmu dan

Nutrisi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan dan selesai pada tahun 2001. Pada tahun

2002, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 pada Program Sarjana Ekstensi

Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Page 6: A08ape

Judul : Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk mmm Anggotannya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Kelapa SawitNama : Akbar PerdanaNRP : 14101635

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Ir. Dwi Rachmina, MSiNIP. 131 918 503

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.AgrNIP : 131 124 019

Tanggal Kelulusan:

Page 7: A08ape

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin

memberikan yang terbaik buat semua yang berperan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan pendidikan dibutuhkan bantuan dari

berbagai pihak, oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan

juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada :

1. Keluargaku (M. Zaaidan Aflah, Nelli Perdianti, Abah, Mama dan Agung

Manunggal beserta keluarga H. Lukman Ahmad) tersayang yang selalu

mendukung studi saya baik berupa pikiran, tenaga, dan terlebih-lebih materi serta

kasih sayang yang tidak pernah dapat terukur.

2. Ibu Ir. Dwi Rachmina, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan perhatian selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Ir. Netti Tinaprilla, MS selaku dosen evaluator kolokium yang telah

memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis.

4. Dosen layak uji

5. Dosen Komdik

6. Pimpinan PT SKIP dan staf yang memberikan kepercayaan kepada penulis untuk

melakukan penelitian.

7. Pimpinan KUD Gajah Mada dan staf yang memberikan kepercayaan kepada

penulis untuk melakukan penelitian.

Page 8: A08ape

8. Petani-petani kelapa sawit selaku responden yang telah memberikan informasi

untuk melakukan penelitian.

9. Keluarga besar H. Lukman Ahmad

10. My Sweet Heart

11. Alumni-alumni dan teman-teman GMNI yang telah memberikan dukungan

kepada penulis.

12. Teman-teman seperjuangan di Ekstensi Manajemen Agribisnis.

13. Keluarga besar Blue Corner dan IMAM (Roby, Dody, Yudha, Tb, Febry, Frans,

Indra)

Bogor, November 2005

Penulis

Page 9: A08ape

KATA PENGANTAR

Mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer

untuk Anggotanya (KKPA) terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit “(Studi PT

Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan). Penelitian ini

dilakukan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA yang

nantinya berdampak pada peningkatan pendapatan usahatani kelapa sawit petani peserta

KKPA yang dibandingkan dengan usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA.

Analisis yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah analisis pendapatan

usahatani kemudian hasilnya dijadikan tolak ukur keberhasilan program KKPA.

Penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat

bagi semua pihak dan penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dalam penulisan ini dan penulis mengharapkan masukan dan saran. Penulis

berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

Penulis

Page 10: A08ape

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ........................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 5

1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 7

1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................. 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 10

2.1. Skim KKPA ......................................................................... 10

2.2. Kebijakan Pemerintah dan Pendanaan Program KKPA ........ 12

2.3. Koperasi Kredit..................................................................... 14

2.4. Peranan Kredit Sebagai Sumber Modal Usaha....................... 15

2.3. Analisis Usahatani Kelapa Sawit .......................................... 17

2.3. Dampak Kemitraan Usahatani .............................................. 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................... 21

3.1. Kerangka Konseptual............................................................. 21

3.1.1. Peranan Koperasi Sebagai Sumber Modal Usaha ........ 21

3.1.2. Analisis Usahatani ...................................................... 25

3.1.3. Evaluasi Program KKPA ............................................ 29

3.2. Kerangka Operasional ............................................................ 30

IV. METODE PENELITIAN .............................................................. 33

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 33

4.2. Metode Pengambilan Sampel ................................................... 33

Page 11: A08ape

ii

4.3. Sumber dan Pengumpulan Data ................................................ 33

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 34

4.4.1. Analisis Pelaksanaan Program KKPA ............................ 35

4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani ...................................... 35

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................ 37

5.1. Gambaran Daerah Penelitian..................................................... 37

5.1.1. Wilayah dan Tofografi Areal Perkebunan ..................... 37

5.1.2. Keadaan Iklim dan Tanah ............................................. 37

5.1.3. Keadaan Tanaman ........................................................ 38

5.2. Gambaran Umum Perusahaan .................................................. 38

5.2.1. Lokasi Perusahaan ........................................................ 38

5.2.2. Sejarah Umum Perusahaan ........................................... 39

5.2.3. Tenaga Kerja ................................................................ 39

5.2.4. Struktur Organisasi ....................................................... 41

5.3. Gambaran Umum KUD ........................................................... 42

5.3.1. Lokasi KUD ................................................................. 42

5.3.2. Sejarah Umum KUD .................................................... 42

5.3.3. Tenaga Kerja ................................................................ 43

5.3.4. Struktur KUD ............................................................... 44

5.4. Sejarah Kemitraan PT SKIP dengan KUD Gajah Mada

Melalui Program KKPA .......................................................... 45

5.5. Mekanisme Kerjasama Antara KUD Gajah Mada dan

PT SKIP Serta Petani Peserta KKPA ....................................... 47

VI. SISTEM PEMELIHARAAN USAHATANI KELAPA SAWIT

PETANI PESERTA KKPA DAN PETANI NON

PESERTA KKPA ......................................................................... 50

6.1. Proses Pemeliharaan Kelapa Sawit............................................ 50

6.1.1. Pemeliharaan Piringan dan Tempat Penampungan

Hasil (TPH) .................................................................. 50

6.1.2. Pengendalian Gulma ..................................................... 50

Page 12: A08ape

iii

6.1.3. Penunasan .................................................................... 51

6.1.4. Pemupukan ................................................................... 52

6.1.5. Pengendalian Hama dan Penyakit ................................. 52

6.1.6. Pemanenan ................................................................... 53

6.2. Penggunaan Input .................................................................... 54

6.2.1. Pupuk Kimia ................................................................ 54

6.2.2. Pestisida dan Herbisida ................................................. 54

6.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja ............................................ 55

VII. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KKPA .................... 56

7.1. Proses Pelaksanaan Program KKPA ......................................... 56

7.2. Penyaluran dan Pengembalian Dana Bantuan

Pada Program KKPA ............................................................... 58

7.3. Peran pembinaan dalam Pelaksanaan Progran KKPA ............... 61

7.4. Dampak Pelaksanaan Program KKPA Terhadapa

Pengembangan Usaha ............................................................. 62

VIII. ANALISIS DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KKPA

KELAPA SAWIT TERHADAP PENDAPATAN

USAHATANI PESERTA ............................................................. 67

8.1. Karateristik Responden ............................................................ 67

8.1.1. Umur Petani ................................................................. 67

8.1.2. Tingkat Pendidikan ...................................................... 68

8.1.3. Status Usahatani ........................................................... 69

8.1.4. Pengelaman Usahatani .................................................. 70

8.2. Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA ......... 71

8.2.1. Tingkat Produksi dan Produktivitas .............................. 71

8.2.2. Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit

Petani Peserta KKPA ................................................... 71

8.2.3. Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta KKPA ... 74

8.2.4. Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta KKPA ... 74

Page 13: A08ape

iv

8.3. Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani

Non Peserta KKPA .................................................................. 76

8.3.1. Tingkat Produksi dan Produktivitas .............................. 76

8.3.2. Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit

Petani Non Peserta KKPA ............................................ 76

8.3.3. Analisis Penerimaan Usahatani Petani Non

Peserta KKPA .............................................................. 78

8.3.4. Analisis Pendapatan Usahatani Petani Non

Peserta KKPA .............................................................. 79

8.4. ... Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan

Petani Non Peserta KKPA ........................................................ 80

8.4.1. Tingkat Produksi dan Produktivitas ............................... 80

8.4.2. Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta

KKPA dan Petani Non Peserta KKPA............................ 81

8.4.3. Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta

KKPA dan Petani Non Peserta KKPA............................ 82

8.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta

KKPA dan Petani Non Peserta KKPA............................ 82

IX. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 85

9.1. Kesimpulan ............................................................................ 85

9.2. Saran ...................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 88

LAMPIRAN .................................................................................................... 90

Page 14: A08ape

v

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1996-2002 .......... 2

2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

Menurut Pengusahaan Tahun 1996-2003....................................................... 3

3. Luas Tanaman Menghasilkan dan Perkembangan Produktivitas

Kelapa Sawit di Indonesia Menurut Pola Pengelolaannya

Tahun 2001-2003 .......................................................................................... 4

4. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit PT SKIP Tahun 2003-2005 .................... 7

5. Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA sebelum Tahun 1998

Dan Skim KKPA Tahun 1998 Sampai Sekarang ........................................... 12

6. Klasifikasi Karyawan PT SKIP Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat

Pendidikan Tahun 2005 ................................................................................ 40

7. Jumlah Karyawan dan Posisi Tenaga Kerja PT SKIP Tahun 2005 ................ 40

8. Klasifikasi Karyawan KUD Gajah Mada Berdasarkan Jenis Kelamin

dan Tingkat Pendidikan Tahun 2005 ............................................................ 44

9. Jumlah Karyawan dan Posisi Tenaga Kerja KUD GM Tahun 2005 .............. 44

10. Alat-alat Potong Buah dan Kegunaanya TM 3-5 ........................................... 53

11. Daftar Harga Pupuk Kimia Tahun 2005 ........................................................ 54

12. Penyaluran Dana Bantuan Program KKPA di Kecamatan

Kelumpang Selatan Tahun 1997 ................................................................... 59

13. Angsuran Per Bulan Petani Peserta KKPA Tahun 2005 ................................ 59

14. Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA Tahun 1998

Dengan Penerapan Skim KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan .............. 60

Page 15: A08ape

vi

15. Bentuk Pengunaan Dana Program KKPA ..................................................... 59

16. Sebaran Responden Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta

KKPA Berdasarkan Umur di Kecamatan Kelumpang Selatan

Tahun 2005 .................................................................................................. 67

17. Sebaran Responden Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta

KKPA Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan

Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 68

18. Sebaran Responden Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non

Peserta KKPA Berdasarkan Status Usahatani di Kecamatan

Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 70

19. Sebaran Responden Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non

Peserta KKPA Berdasarkan Pengalaman Usahatani di Kecamatan

Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 70

20. Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit

Per Hektar Petani Peserta KKPA Tahun 2005 ............................................... 71

21. Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA

Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan

Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 73

22. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA

Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan

Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 74

23. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA

Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan

Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 75

Page 16: A08ape

vii

24. Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit

Per Hektar Petani Non Peserta KKPA Tahun 2005 ....................................... 76

25. Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA

Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan

Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 77

26. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA

Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan

Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 79

27. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA

Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan

Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 80

28. Produktivitas Kelapa Sawit Per Hektar Petani Peserta KKPA

Dan Petani Non Peserta KKPA Tahun 2005 ................................................. 81

29. Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA

Dan Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman

Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ....... 81

30. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA

Dan Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman

Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ....... 82

31. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA

Dan Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman

Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ....... 84

Page 17: A08ape

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran …. ...................................................... 32

Page 18: A08ape

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Luas dan Perkembangan Areal Kelapa Sawit di Indonesia Menurut

Propinsi Tahun 2001-2003 …..................................................................... 90

2. Struktur Organisasi PT Sinar Kencana Inti Perkasa Tahun 2005 …. ........... 91

3. Struktur KUD Gajah Mada Tahun 2005 …................................................. 92

4. Alur Kemitraaan Antara PT Sinar Kencana Inti Perkasa

KUD Gajah Mada Tahun 1997 Sampai Tahun 2005 …............................... 93

Page 19: A08ape

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati, pada

saat ini telah menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, baik

sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sebagai sumber devisa

negara, penyedia lapangan kerja, maupun sebagai pemicu dan pemacu

pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai pendorong tumbuh dan

berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia.

Hal ini terlihat pada tahun 2003, PDB perkebunan mencapai Rp 3.858 miliar,

kontribusi terhadap PDB nasional 3,9 persen dan terhadap sektor pertanian 20,45

persen. Pertumbuhan PDB perkebunan mencapai 10,69 persen, devisa yang

disumbangkan US$ 2,25 miliar (BPS, 2003).

Berdasarkan data dari Capricorn Indonesia Consult (2000), konsumsi

minyak sawit (CPO) menurut industri pemakai di Indonesia tahun 2000 yaitu

minyak goreng, margarine, sabun, oleochem adalah sebesar 4,018.9 ribu Ton.

Seiring dengan tingginya permintaan pasar lokal dan pasar Internasional, total

produksi minyak sawit Indonesia meningkat tajam, yaitu dari 1,67 juta Ton pada

tahun 1996 menjadi 2,96 juta Ton pada tahun 1997. Volume dan nilai ekspor

Indonesia komoditas minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada tahun 1998, sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi

di Indonesia, produksi minyak sawit menurun menjadi 1,47 juta Ton, namun

demikian pada tahun 2002 produksi kembali meningkat menjadi 6,33 juta Ton.

Nilai ekspor minyak tertinggi dicapai pada tahun 2002, yaitu US$ 2,09 Milyar.

Page 20: A08ape

2

Tabel 1. Volume Dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1996-2002

Tahun

Minyak Sawit

Volume(ton)

Nilai(000 US$)

Harga(US$/kg)

1996 1.671.957 825.415 1.1791997 2.967.589 1.446.100 1.1871998 1.479.278 745.277 3.8621999 3.298.987 1.114.242 3.4452000 4.110.027 1.087.278 2.4672001 4.903.218 1.080.906 2.2702002 6.333.708 2.092.404 2.953Laju

Rata-rata(persen/thn)

31,91 23,83 29,85

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 (data diolah)

Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak

nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu

pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Selama 8 tahun terakhir ini telah

terjadi peningkatan luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit sebesar 7.48

juta Ha dengan produksi total produksi 14.715 juta Ton, yaitu dari 2.249 juta Ha

pada tahun 1996 menjadi 5.239 juta Ha pada tahun 2003. Pada tahun 1996-2003,

pertumbuhan rata-rata luas areal perkebunan kelapa sawit perkebunan rakyat

(PR) sebesar 12,77 persen, perkebunan besar milik negara (PBN) 5,50 persen dan

perkebunan besar swasta (PBS) 13,49 persen. Sebagian besar areal perkebunan

kelapa sawit tersebut saat ini berada di Sumatera dan kedepan pengembangannya

diarahkan ke Kawasan Indonesia Timur, khususnya di pulau Kalimantan,

Sulawesi dan Irian Jaya. Perkembangan luas areal dan produksi perkebunan

kelapa sawit di Indonesia menurut pengusahaannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 21: A08ape

3

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun 1996 – 2003

TahunLuas Areal (ha) Produksi (ton) Minyak Sawit

PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah1996 738.887 426.804 1.083.823 2.249.514 1.133.547 1.706.852 2.058.259 4.898.6581997 813.175 448.735 1.254.169 2.516.079 1.292.829 1.800.252 2.287.366 5.380.4471998 890.506 489.143 1.409.134 2.788.783 1.384.163 1.857.089 2.434.902 5.640.1541999 972.395 494.143 1.508.582 2.975.120 1.441.319 1.995.122 2.552.742 5.989.1832000 1.052.796 501.143 1.620.787 3.174.726 1.503.395 2.056.519 2.657.511 6.217.4252001 1.561.031 609.947 2.542.457 4.713.435 2.798.032 1.519.289 4.079.151 8.396.4722002 1.808.424 631.566 2.627.068 5.067.058 3.426.740 1.607.734 4.587.871 9.622.3452003 1.827.844 645.823 2.765.504 5.239.171 3.645.942 1.543.528 4.627.744 9.817.214Laju Rata-rata

(persen/thn)

12,77 5,50 13,49 13,66 18,06 10,54 11,66 9,53

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 (data diolah)

Perkebunan kelapa sawit Indonesia tersebar di beberapa pulau yang

meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Di pulau

Kalimantan, secara rata-rata terjadi peningkatan luas areal cukup besar setiap

tahunnya. Pada tahun 2003, di Propinsi Kalimantan Barat terdapat areal kelapa

sawit seluas 415,821 Ha dan Kalimantan Tengah seluas 222,034 Ha. Peningkatan

luas areal terjadi di Kalimantan Timur yaitu sekitar 16,36 persen setiap tahunnya,

sedangkan di Kalimantan Selatan peningkatan luas areal kelapa sawit hanya

sekitar 3,81 persen setiap tahunnya. Peningkatan luas dan perkembangan areal

kelapa sawit di Indonesia menurut Propinsi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Perkembangan hasil produksi dan luas areal kelapa sawit di Indonesia

ternyata tidak menunjukkan peningkatan produktivitas kelapa sawit. Hal ini dapat

dilihat dari tabel dibawah ini, dimana penurunan laju pertumbuhan produksi

tersebut justru terlihat pada PBN (-2,18 persen) dan PBS (0,03 persen) dalam

kurun waktu tahun 2001 sampai 2003, sedangkan PR mengalami peningkatan laju

pertumbuhan produksi sebesar 2,85 persen per tahun. Penurunan produktivitas

kelapa sawit ini di akibatkan umur tanaman kelapa sawit yang sudah tua dan

adanya peremajaan tanaman kelapa sawit. Luas tanaman menghasilkan dan

Page 22: A08ape

4

perkembangan produktivitas kelapa sawit di Indonesia menurut pola

pengelolaannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Tanaman Menghasilkan dan Perkembangan Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia Menurut Pola Pengelolaannya Tahun 2001-2003

Tahun PR PBN PBS2001 2,63 3,07 2,902002 2,73 3,05 2,992003 2,86 2,87 2,90

Laju Rata-rata(persen/thn)

2,85 -2,18 0,03

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 (data diolah)

Dalam kaitannya dengan pengembangan komoditi kelapa sawit

di Indonesia, pada tahun 1975 dibentuk berbagai pola pengembangan, salah

satunya KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya) pada tahun

1993. KKPA adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada koperasi primer untuk

diteruskan kepada anggota-anggotanya guna membiayai usaha yang produktif.

Kredit ini dapat digunakan sebagai : 1). Modal kerja 2). Investasi 3). Modal kerja

dan Investasi.

Keberhasilan pembangunan pola KKPA, telah memberi pengalaman yang

sangat berharga, sehingga keterpaduan sistem agribisnis dan agroindustri yang

dikembangkan dapat diaplikasikan pada pola pembangunan perkebunan yang lain.

Kehadiran pengusaha pengolah dapat juga berperan dalam pemberdayaan petani

di bidang teknologi, modal, kelembagaan dan lain-lain sehingga ketersediaan

bahan baku dapat lebih terjamin dalam volume dan mutu.1

Kemitraan pada pola KKPA terus berkembang dan memerlukan kehadiran

dari mitra usaha, karena itu pada pola KKPA terus ditata dan dikembangkan

1

Abet Nego, SE.,http://www.sawitwacth.or.id. Agustus 2002. Pandangan Kritis Terhadap Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) di Perkebunan Besar Kelapa Sawit.

Page 23: A08ape

5

sampai mencapai skala ekonomi. Perkembangan kemitraaan agribisnis pada

pembangunan perkebunan pada tahun 2000, program PIR-Bun KKPA mencapai

163 perusahaan yang bermitra dengan luas areal plasma 1.655.480 ha dan rencana

investasi sekitar Rp. 7.963.000.2

1.2 Perumusan Masalah

Pemerintah mengupayakan pengembangan subsektor perkebunan

khususnya perkebunan kelapa sawit dengan jalan meningkatkan luas areal kelapa

sawit, pemberian paket kredit, peningkatan penanganan produksi kelapa sawit

melalui koperasi serta jaminan harga kelapa sawit. Upaya pemerintah ini sesuai

dengan reorentasi pembangunan subsektor perkebunan dari usahatani tradisional

kearah usahatani maju yang berbasis agribisnis secara utuh. Pada kenyataannya,

perkebunan rakyat masih rendah dibandingkan dengan perkebunan besar nasional

swasta, baik secara luas areal tanaman, hasil produksi dan pendapatan.

Hadirnya Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA),

diharapkan mampu meningkatkan potensi ekonomi petani plasma peserta KKPA.

Adapun tujuan dari KKPA adalah menyediakan fasilitas permodalan bagi anggota

koperasi primer untuk meningkatkan penghasilan dan pendapatan petani sekaligus

untuk mengembangkan koperasi.3

Tujuan dikeluarkannya skim KKPA karena pemerintah menilai

permodalan anggota koperasi primer tidak kuat. Dalam perkebunan besar

kelapa sawit, skim KKPA tentu ditujukan kepada KUD yang bermitra dengan

2 http://www.bi.go.id./sipuk/im/ind/ Kemitraan Terpadu. Maret 20053 Abet Nego, SE.,http://www.sawitwacth.or.id. Agustus 2002. Pandangan Kritis Terhadap Kredit

Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) di Perkebunan Besar Kelapa Sawit.

Page 24: A08ape

6

perusahaan inti. Hal ini merupakan keharusan, karena skim KKPA mewajibkan

pola inti plasma.

Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani peserta plasma, program

KKPA sangat dipengaruhi oleh pola kerjasama/kemitraan yang dibangun antara

perusahaan inti dan plasma yang menyangkut pengolahan lahan, penyediaan bibit,

penanaman bibit, pemeliharaan, pemanenan dan terakhir adalah pengangkutan

TBS. Dimana semua biaya kegiatan di atas harus dibayar plasma secara cicilan

setiap bulannya kepada perusahaan inti melalui sarana koperasi.

Kabupaten Kotabaru merupakan sentra perkebunan kelapa sawit

di Kalimantan Selatan dari luas lahan yang dicadangkan 320.685 Ha,4 saat ini

sudah direalisasikan 83.077 Ha. Dari luas lahan (pencadangan) itu digarap oleh

21 buah perusahaan perkebunan besar swasta nasional. Tujuh perusahaan

diantaranya berada dibawah bendera Salim Group (Indo Agri Plantation) dan lima

perusahaan di bawah bendera Sinar Mas. Hingga kini dari lahan 83.077 Ha telah

menghasilkan seluas 32.069 Ha.

PT. Sinar Kencana Inti Perkasa (SKIP) salah satu perusahaan yang berada

dibawah bendera Sinar Mas. PT. SKIP merupakan perusahaan perkebunan

kelapa sawit yang memberikan kontribusi CPO terbesar di daerah Kabupaten

Kotabaru rata-rata sebesar 70 persen per bulan, dengan luas areal perkebunan

4.045 Ha. Di perkebunan kelapa sawit PT. SKIP menerapkan pola PIR KKPA

yang bermitra dengan koperasi Gajah Mada sejak tahun 1997.

Berdasarkan informasi dari manajer di PT. SKIP terdapat fluktuatif

produksi setiap bulan. Data bulan Januari 2005 hasil produksi hanya mencapai

4 http://www.indomedia.com. Mei 2005. Kalsel Penghasil CPO Terbesar di Indonesia.

Page 25: A08ape

7

2.035,14 Ton, sedangkan target yang direncanakan sebesar 7.015,77 Ton,

sehingga produksi bulan Januari 2005 mengalami penurun produksi sebesar 70,99

persen atau sebesar 4.980,63 Ton. Produksi perkebunan kelapa sawit PT. SKIP

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit PT. Sinar Kencana Inti Perkasa Tahun 2003-2005

No BulanTahun

2003 2004 20051 Januari 2,525,540 4,811,910 2,035,1402 Februari 2,188,590 4,797,370 2,889,2503 Maret 2,083,340 5,411,180 4,432,8804 April 1,662,580 6,061,430 6,191,8705 Mei 1,311,540 5,086,140 6,730,2806 Juni 780,660 4,136,830 5,625,2807 Juli 294,840 2,641,270 4,470,0108 Agustus 288,480 1,673,2009 September 1,075,860 1,290,87010 Oktober 3,359,850 1,213,12011 November 3,543,460 1,208,20012 Desember 4,455,560 1,086,850

Jumlah 23,570,300 39,418,370 32,374,710Sumber : PT. SKIP, 2005

Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas perumusan masalah yang dapat

di rumuskan untuk penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan program KKPA untuk petani peserta kelapa sawit

di PT. SKIP.

2. Apakah pelaksanaan program KKPA tersebut berdampak terhadap peningkatan

pendapatan petani peserta kelapa sawit.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi pelaksanaan program KKPA kelapa sawit di PT. SKIP.

2. Menganalisis pengaruh pelaksanaan program KKPA terhadap petani peserta

kelapa sawit.

Page 26: A08ape

8

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi :

1. Perusahaan, yaitu dengan menganalisis upaya peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan petani peserta plasma program KKPA kelapa sawit sehingga

dapat membantu dalam mencapai tujuan bersama baik perusahaan maupun

petani peserta plasma.

2. Penulis, penelitian berguna untuk melatih dalam menganalisis permasalahan

berdasarkan fenomena fakta dan data yang tersedia sebagai aplikasi dengan

pengetahuan yang dienyam selama studi.

3. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perbandingan dalam

melakukan studi lanjutan dan bahan rujukan terhadap kondisi arus global

sehingga industri agribisnis domestik khususnya industri minyak kelapa sawit

dapat terus melangsungkan usaha.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Pengkajian studi ini dilakukan pada perusahaan perkebunan kelapa sawit

swasta yang bergerak dibidang program KKPA kelapa sawit. Perusahaan yang

dijadikan tempat studi ini adalah PT. Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten

Kotabaru - Kalimantan Selatan. Dari hasil survei lapang, diketahui bahwa

program KKPA kelapa sawit sangat penting dalam peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan usahatani petani peserta KKPA. Program KKPA ini merupakan

suatu bentuk kerjasama antara masyarakat yang mempunyai lahan (petani) dengan

perusahaan inti.

Page 27: A08ape

9

Penelitian ini hanya dititikberatkan pada pelaksanaan program KKPA

kelapa sawit terhadap perbandingan pendapatan usahatani petani peserta KKPA

dengan petani peserta non KKPA yang sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan

petani.

Data analisis secara deskriptif tabulasi dan secara kuantitatif statistik.

Analisis statistik yang digunakan adalah analisis deskriftif dan analisis pendapatan

usahatani, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Random Sampling.

Dengan teknik analisis ini diharapkan akan diketahui tingkat pendapatan dalam

memenuhi kehidupan ekonomi petani.

Page 28: A08ape

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skim KKPA

Surat edaran Bank Indonesia (BI) No. 30 tanggal 26 Oktober 1997 dimana

skim KKPA berketentuan dengan point-point berikut:

1. Bank pemberi kredit adalah Bank umum sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.

2. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan

orang seorang, yang diatur dalam Undang-Undang nomor 25 tahun 1992

tentang perkoperasian.

3. Usaha produktif adalah semua usaha yang dapat memberikan nilai tambah.

4. Plafon induk adalah jumlah maksimum kredit likuiditas BI yang dapat

ditarik oleh bank dalam 1 (satu) tahun anggaran.

5. Plafon Individual adalah jumlah maksimum kredit likuiditas BI yang dapat

disetujui oleh BI bagi bank untuk setiap pemberian KKPA.

Peranan koperasi primer dalam penyaluran KKPA ini dapat dibedakan

menjadi dua yakni; sebagai pelaksana (executing) atau sebagai penyalur

(channeling). Sebagai pelaksana, koperasi primer secara langsung bertindak

sebagai nasabah bank, sedangkan sebagai penyalur koperasi primer hanya

berperanan untuk mengadministrasikan penyaluran dan pengembalian kredit.

Tugas koperasi primer, baik sebagai pelaksana maupun penyalur KKPA,

mempunyai kesamaan yaitu melakukan (1) Pengajuan usulan proyek, (2) Seleksi

anggota, (3) Pengawasan penggunaan kredit, (4) Pembinaan kepada anggota,

(5) Penangihan angusuran kredit, dan (6) Administrasi pemberian kredit. Tugas,

yang berbeda yaitu bagi koperasi penyalur KKPA hanya melakukan koordinasi

penyaluran kredit. Cukup besarnya peranan koperasi karena selain KKPA

bertujuan untuk menyediakan fasilitas permodalan bagi anggota untuk

meningkatkan usaha dan pendapatan juga untuk mengembangkan koperasi.

Plafon KKPA yang dapat diberikan dengan kebutuhan dan kemampuan

mengembalikan kredit dari anggota dengan maksimum kredit sebesar Rp. 50 juta

per anggota. Bahkan BI tidak pernah menetapkan target realisasi KKPA

melainkan ditentukan berdasarkan kelayakan proyek yang resikonya sepenuhnya

Page 29: A08ape

11

menjadi tanggungjawab bank pelaksana. Tingkat bunga KKPA (sebelum 1998)

sebesar 14% per tahun termasuk di dalamnya fee untuk koperasi sebesar 3 persen,

sedangkan untuk tahun 1998 sampai sekarang tingkat bunga sebesar 16% per

tahun termasuk fee 2 persen untuk koperasi. Suku bunga KKPA ditetapkan BI

didasarkan pada suku bunga pasar, tidak bunga berbunga.

Pembayaran fee untuk koperasi primer sebagai pelaksana dilakukan dua

tahap yaitu (1) sebesar 59 persen dari total fee dibayarkan atas dasar realisasi

pembayaran angsuran pokok dan bunga tanpa memperhatikan keragaan kredit,

dan (2) sebesar 50 persen dari total fee disimpan dalam bentuk tabungan beku

pada bank pemberi kredit dan dapat dibayarkan setelah KKPA di bayar lunas.

Sedangkan fee untuk koperasi primer sebagai penyalur sebesar 50 persen dari total

fee untuk koperasi pelaksana dan dibayarkan atas dasar realisasi pembayaran

angsuran pokok dan bunga dari anggota koperasi tanpa memperhatikan keragaan

kredit.

Jangka waktu KKPA modal kerja maksimum satu tahun atau satu musim

tanam (bisa lebih dari satu tahun) untuk tanaman musiman dan untuk modal kerja

yang terkait dengan investasi disesuaikan dengan kemampuan nyata proyek dan

maksimum 15 tahun (termasuk masa tenggang).

Penyaluran KKPA dengan pola kemitraan merupakan suatu keharusan,

karena skim KKPA mewajibkan pola inti plasma. Oleh karena itu, pelaksanaan

penyaluran KKPA yang berlangsung saat ini berorentasi lebih mengacu pada pola

pembentukan integrasi vertikal dari suatu jenis rantai agribisnis. Contohnya,

penyaluran KKPA untuk membiayai pembangunan kebun kelapa sawit plasma,

penyaluran KKPA untuk membiayai pembelian sapi perah, KKPA nelayan,

KKPA PIR trans, KKPA unggas, KKPA tebu rakyat dan KKPA tenaga kerja

indonesia. Dalam dua contoh tersebut KKPA baru disalurkan jika ada perusahaan

inti yang memberikan jaminan untuk menerima produk petani tersebut dan atau

bersedia memberikan bimbingan teknis pada petani bersangkutan. Perbandingan

ketentuan-ketentuan skim KKPA dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 30: A08ape

12

Tabel 5. Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA Sebelum Tahun 1998 dan Skim KKPA Tahun 1998 Sampai Sekarang

NoPokok-pokok

Ketentuan

KKPASebelum

Tahun 1998

KKPATahun 1998

Sampai Sekarang

1. Plafon Kredit

Sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar kembali anggota koperasi primer dengan maksimum kredit Rp. 50 juta/anggota, dipersyaratkan serta dikaitkan dengan adanya tabungan anggota koperasi primer atau tabungan koperasi primer anggota koperasi primer.

Sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar kembali anggota koperasi primer dengan maksimum kredit Rp. 50 juta/anggota, dipersyaratkan serta dikaitkan dengan adanya tabungan anggota koperasi primer atau tabungan koperasi primer anggota koperasi primer.

2. Penggunaan Kredit

Untuk memenuhi kebutuhan modal investasi dan/atau modal kerja bagi usaha anggota koperasi yang produktif.

Untuk memenuhi kebutuhan modal investasi dan/atau modal kerja bagi usaha anggota koperasi yang produktif.

3. Suku Bunga KreditDitetapkan BI berdasarkan suku bunga Pasar saat ini sebesar 14% termasuk fee koperasi 3%.

Ditetapkan BI berdasarkan suku bunga Pasar saat ini sebesar 16% termasuk fee koperasi 2%.

4. Suku Bunga KL 4% 9%5. Lembaga Keuangan KLBI PT. PNM

6. Penyalur Kredit

Bank kepada anggota koperasi dengan diketahui oleh koperasi, bila koperasi berfungsi sebagai channeling agent

Bank dengan koperasi bila koperasi berfungsi sebagai executing agent

Bank kepada anggota koperasi dengan diketahui oleh koperasi, bila koperasi berfungsi sebagai channeling agent

Bank dengan koperasi bila koperasi berfungsi sebagai executing agent

7. Jangka Waktu Kredit

Kredit Investasi maksimum 15 tahun. Kredit Modal Kerja : Terkait dengan investasi : Maksimum 5 tahun. Tidak terkait dengan investasi : Maksimum 1 tahun, kecuali untuk tanaman musiman tertentu dimungkinkan lebih dari 1 tahun.

Kredit Investasi maksimum 15 tahun. Kredit Modal Kerja : Terkait dengan investasi : Maksimum 5 tahun. Tidak terkait dengan investasi : Maksimum 1 tahun, kecuali untuk tanaman musiman tertentu dimungkinkan lebih dari 1 tahun.

8. Persyaratan KoperasiKoperasi primer yang sudah menjadi badan hukum

Koperasi primer yang sudah menjadi badan hukum

9. Bank Pemberi KreditBank umum yang tergolong sekurang-kurangnya cukup sehat.

Bank umum yang tergolong sekurang-kurangnya cukup sehat.

Sumber : BI, diolah.

2.2 Kebijakan Pemerintah dan Pendanaan Dalam Program KKPA

Pemerintah menilai bahwa rendahnya kondisi ekonomi petani plasma

perkebunan sebagai akibat lemahnya permodalan yang dimiliki petani.

Berdasarkan hal ini pemerintah mengeluarkan kebijakan bidang permodalan

Page 31: A08ape

13

petani plasma melalui Keputusan Bersama Menteri Pertanian Dan Menteri

Koperasi Dan Pembinaan Pengusaha Kecil No. 73/Kpts/Ot.210/2/98 dan

01/Skb/M/II/1998 tentang Pembinaan Dan Pengembangan Koperasi Unit Desa Di

Bidang Usaha Perkebunan Dengan Pola Kemitraan Melalui Pemanfaatan Kredit

Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA). Skim KKPA hanya

merupakan insentif permodalan petani plasma melalui koperasi primer dalam

bentuk subsidi suku bunga kredit. Bila dilihat secara permodalan, yang sangat

diuntungkan adalah perusahaan inti, bahwa keterlibatan permodalan inti dalam

pembangunan kebun plasma dapat dikatakan tidak ada sama sekali karena sudah

digantikan oleh KPPA. Resiko yang terjadi dalam kegagalan pelaksanaan KKPA

seluruhnya ditanggung oleh petani dan sebagai catatan, umumnya bank penyalur

kredit telah mengasuransikan kredit yang disalurkan kepada koperasi.5

Pendanaan Program PIR KKPA, dengan kebijakan pemerintah melalui

Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999 tentang Bank

Indonesia, maka bank tersebut tak lagi berkewajiban menyediakan KLBI (Kredit

Likuiditas Bank Indonesia) untuk mendukung kredit program. Namun pemerintah

menunjuk lembaga keuangan untuk melanjutkan kredit program pengembangan

perkebunan tersebut, yakni PT. Permodalan Nasional Madani (PNM), PT. Bank

Rakyat Indonesia (BRI), KUT (Kredit Usaha Tani), dan KKOP (Kredit Koperasi

untuk Operasi Pangan). PNM diwajibkan menyalurkan kredit untuk KKPA

Umum. sedang BRI menyalurkan kredit untuk KKPA tebu rakyat.

Penyediaan kredit melalui pola KKPA selama ini pun bermanfaat untuk

pembangunan perkebunan, pabrik atau unit pengolahan hasil perkebunan. Dalam

pembangunan perkebunan, baik kebun maupun pabrik diusulkan supaya tak

dipersyaratkan lagi adanya avalis. Dengan demikian koperasi yang sudah mandiri

mampu membangun industri pengolahan yang terintegrasi dengan kebunnya,

walau tanpa ada perusahaan inti.6

5 Abet Nego, SE., http://www.sawitwacth.or.id. September 2002. Kajian Kebijakan dan

Praktek Penyelenggaraan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia.

6 Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng. 2003,.” Pengembangan Kemitraan dan Dukungan Pendanaannya Di Bidang Perkebunan”. www.sawitwatch.or.id/kampanye.

Page 32: A08ape

14

2.3 Koperasi Kredit

Koperasi kredit adalah badan usaha yang dimiliki oleh sekumpulan orang

dalam suatu ikatan pemersatu yang bersepakat menabungkan uang mereka

sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka

dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan (BK3I,

1996).

Anggota Koperasi Kredit adalah kumpulan orang yang sekurang-

kurangnya 20 orang baik pria maupun wanita sekaligus menjadi pelaksana,

pengawas dan pengguna jasa koperasi kredit itu sendiri. Mereka bersepakat untuk

menabungkan uang mereka tanpa paksaan sebagai modal bersama guna

dipinjamkan dengan jaminan watak baik dan kelayakan usahanya. Bunga yang

dikenakan tidak terlampau kecil atau terlampau besar dalam arti dapat memberi

balas jasa simpanan sesuai pasar dan dapat membiayai operasional kantor

koperasi kredit. Pelayanan pinjaman koperasi kredit diberikan selama dapat

meningkatkan penghasilan dan atau usaha stabilitas kehidupan anggota bukan

untuk kehidupan konsumtif atau spekulatif (Sumardjono, 1990).

Koperasi kredit dalam menjalankan usahanya tidak terlepas dari prinsip

koperasi yang merupakan essensi dasar kerja koperasi sebagai badan usaha

dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakan koperasi dengan

badan usaha lain. Prinsip-prinsip koperasi adalah pedoman bagi koperasi dalam

melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktek. Prinsip-prinsip ditegaskan dalam

Undang-Undang Perkoperasian Tahun 1992 Nomor 25 adalah (1) keanggotaan

bersifat sukarela dan terbuka, (2) pengelolaan dilakukan secara demokratis,

(3) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya

jasa usaha anggota, (4) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal,

(5) Kemandirian, (6) pendidikan dan (7) kerjasama antar koperasi.

Tujuan utama pendirian koperasi kredit yaitu (1) membantu keperluan

kredit anggota dengan bunga yang rendah dan syarat yang ringan, (2) mendidik

anggota giat menabung untuk membentuk modal bersama, (3) mendidik anggota

hidup hemat dan (4) menambah pengetahuan tentang koperasi (Firdaus dan

Susanto, 2002).

Page 33: A08ape

15

2.4 Peranan Kredit Sebagai Sumber Modal Usaha

Pengertian kredit usaha mikro adalah usaha produktif dengan total asset

maksimal Rp 25 juta di luar tanah dan bangunan, dengan plafon kredit bank yang

diterima maksimal Rp 50 juta. Kredit usaha kecil (KUK) adalah usaha produktif

yang mempunyai kekayaan bersih maksimal Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan

bangunan, nilai penjualan tahunannya maksimal Rp 1 milyar, serta menerima

plafon kredit bank antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Sedangkan kredit usaha

menengah adalah usaha produktif dengan kekayaan bersih antara Rp 200 juta

sampai dengan Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan, serta menerima

plafon kredit bank antara Rp 500 juta hingga Rp 5 milyar.7

Pengertian kredit menurut undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan adalah : penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil

keuntungan.8

Pengertian kredit menurut UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain

yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga.9

Upaya peningkatan dan pengembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional oleh Bank Indonesia dalam

hal ini dilakukan dengan mendorong pemberian kredit perbankan kepada UMKM

dan kebijakan serta strategi penguatan industri. Bank Perkreditan Rakyat sebagai

lembaga keuangan mikro yang memiliki peran strategis dalam memberikan

pelayanan jasa keuangan kepada UMKM. Dalam perkembangan kredit UMKM,

7 Wijoyo Santoso SE MA Kepala Bidang Ekonomi dan Moneter Kantor Bank Indonesia,

Surabaya. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0303/20/jatim/196496.htm. 20 Maret 2003

8 http://www.bi.go.id/sipuk/pmkr/ind/Pengertian.htm

9 http://manbisnis.tripod.com/dua_sat.

Page 34: A08ape

16

terjadi peningkatan kredit baru yang disalurkan perbankan ke sektor UMKM

selama semester I/2004 adalah sebesar Rp. 30,9 triliun atau mencapai 80,4% dari

total busines plan perbankan untuk menyalurkan kredit UMKM yang sebesar

Rp. 38,5 triliun. Dengan perkembangan tersebut maka debet kredit UMKM pada

akhir Juni 2004 mencapai Rp. 243,8 triliun atau mempunyai pangsa 49,6% dari

total kredit perbankan yang berjumlah Rp. 491,4 triliun.

Pertumbuhan kredit sektor UMKM selama semester I/2004 meningkat

14.3%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan total kredit pada periode

yang sama sebesar 11,8%, dengan mencakup jumlah rekening kredit UMKM

sebanyak 17,2 juta rekening. UMKM meliputi Kredit Mikro dengan plafon kurang

dari Rp. 50 juta, Kredit kecil dengan plafon anatara Rp. 50 - Rp. 500 juta, Kredit

Menengah dengan plafon antara Rp. 500 juta - Rp. 5 milliar. Penggunaan kredit

UMKM sebagian besar masih dimanfaatkan untuk sektor produktif yakni sebesar

52,7% (untuk kredit modal kerja 42,2% dan investasi 10,5%) sedangkan untuk

tujuan konsumtif sebesar 47,3%. Alokasi kredit UMKM berdasarkan skala

(plafon) kredit meliputi kredit mikro sejumlah Rp. 101,3 triliun (47,5%), kredit

kecil Rp. 50,3 triliun (23,6%), dan kredit menengah Rp. 61,7% triliun (28,9%).10

Keberhasilan penyaluran kredit UMKM oleh bank tidak terlepas dari

berbagai upaya berkaitan dengan kemudahan dan percepatan proses kredit.

Berbagai upaya itu antara lain dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain,

misalnya penyaluran kredit kepada BPR, koperasi, dan asosiasi pelaku UMKM.

Penggunaan sumber dana murah dari instansi pemerintah, contohnya penanaman

modal madani (PMM) pada program kredit kepada koperasi primer untuk anggota

(KKPA), kredit kepada pengusaha kecil & mikro (KPKM), dan Departemen

Keuangan untuk program Kredit Ketahanan Pangan (KKP).11

10 Sri Mulyati Tri Subari. Bank Indonesia Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat.

http://www.bwtp.org/arcm/indonesia/IV_News_and_Events/BWTPworkshop/Subari_Bank

Indonesia.pdf

11 http://www.suaramerdeka.com/harian/0304/16/eko11.htm. 16 April 2003 Ekonomi

Page 35: A08ape

17

2.5 Analisis Usahatani Kelapa Sawit

Daswir, Wahyono dan Lubis dalam Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit

(1995), melakukan penelitian tentang permasalahan usahatani sistem kolektif

murni di Perusahaan Inti Rakyat-Asean Development Bank (PIR-ADB),

di Besitang , Sumatera Utara. Analisis yang dilakukan yaitu berupa analisis

keragaan tingkat hasil, analisis pendapatan petani dan menganalisis manajemen

usahatani. Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan keragaan tingkat hasil

dan pendapatan petani PIR-ADB Besitang lebih baik daripada produktivitas yang

dicapai oleh kebun inti. Secara umum berdasarkan angka rerata produktivitas yang

dicapai, tingkat adaptasi teknologi dalam usahatani kelapa sawit adalah cukup.

Rerata pendapatan tertinggi yang dicapai petani plasma pada tingkat harga

penjualan Rp. 145,75/Kg TBS ialah Rp. 187.363,50/bulan. Untuk manajemen

usahatani secara kolektif murni mempunyai kelebihan antara lain perlakuan yang

adil terhadap peserta dapat dirasakan dimana petani mempunyai tanggung jawab

bersama dalam meningkatkan produksi dan pendapatan. Namun kelemahannya

adalah bahwa peserta berpeluang untuk tidak terlibat langsung dengan kegiatan

lapangan atau bahkan tidak pernah tinggal di lokasi pemukiman. Studi evaluasi

yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan (1994) membandingkan

antara sistem usahatani petani peserta PIR kelapa sawit dengan petani non PIR

di Propinsi Kalimantan Barat.

Adapun hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa sistem usahatani yang

diterapkan oleh petani non PIR. Pada petani proyek PIR, usahatani kelapa sawit

yang diusahakan dilaksanakan secara baik dan teratur berdasarkan sistem

budidaya yang ada. Keadaan ini lebih terlihat pada lahan yang belum dikonversi.

Adapun kegiatan–kegiatan sebelum tanaman menghasilkan dikerjakan oleh

proyek, mulai dari land clearing, pembibitan, penanaman, pemupukan dan

pemeliharaan sampai tanaman menghasilkan. Sedangkan pada usahatani non PIR,

mulai dari membuka lahan, penanaman tanaman dan pemeliharaan sampai siap

panen dilakukan secara tradisional dan sepenuhnya dikerjakan oleh petani. Selain

itu petani tidak mendapatkan penyuluhan pertanian khususnya kelapa sawit secara

rutin, sehingga tandan buah segar yang dihasilkan jumlahnya cenderung tidak

merata setiap bulan.

Page 36: A08ape

18

Selain itu penelitian tentang pendapatan petani juga dilakukan oleh

Girsang, Pandapotan et al (1996) yang berjudul Analisis Pembangunan dan

Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Pola PIR-Lok Pengaruhnya Terhadap

Tingkat Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Peserta. Penelitian ini

menyatakan bahwa kehadiraan proyek pembangunan perkebunan dalam bentuk

pola PIR-Lok, telah memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan bagi petani yang menjadi pesertanya. Hasil penelitian

menunjukkan distribusi pendapatan petani peserta pada ketiga lokasi PIR-Lok

berada pada distribusi yang merata dengan nilai Indeks Gini (Gini Ratio)

0,126-0,254 dari sisi pengeluaran dan 0,125-0,264 dari sisi penerimaan. Adapun

Indeks Gini adalah suatu alat analisis untuk mengukur ketimpangan pendapatan.

Berdasarkan indikator Good Service Ratio, tingkat kesejahteraan yang

dicapai pada lokasi PIR-Lok menunjukkan keadaan yang beragam, yakni dengan

nilai GSR 2,524-3,460. namun demikian secara makro tingkat kesejahteraan

secara relatif yang dapat dicapai oleh petani peserta PIR-Lok dapat dikatakan

lebih baik jika dibandingkan dengan petani non PIR-Lok yang berada

disekitarnya.

2.6 Dampak Kemitraan Usahatani

Secara umum penelitian terhadap dampak pelaksanaan pola PIR KKPA

di PT. SKIP bertujuan untuk mengetahui apakah dengan pola PIR KKPA dapat

meningkatkan pendapatan petani peserta plasma atau kebalikannya. Oleh karena

itu, perlu suatu rujukan yang relevan terhadap penelitan mengenai tingkat

pendapatan dan pola kemitraan petani.

Berdasarkan hasil penelitian dilakukan oleh Krismasari (1998), tentang

dampak pelaksanaan PIR-Trans kelapa sawit terhadap pendapatan petani. Dari

hasil analisis kelayakan finansial diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 9.060.666,49

dan nilai IRR sebesar 26,70 persen serta nilai Net B/C sebesar 1,67. Dari hasil

nilai-nilai tersebut menunjukan bahwa kebun plasma kelapa sawit PIR-Trans

PT. Inti Indosawit Subur layak secara finansial. Secara ekonomis, pendapatan

yang diperoleh petani plasma sebesar Rp. 3.173.275,59 dan sebelumnya

Page 37: A08ape

19

Rp. 2.247.283,67 , pendapatan petani mengalami peningkatan 31,4% dari

sebelumnya.

Saraswati (2002), melakukan penelitian mengenai dampak pelaksanaan

kemitraan terhadap pendapatan petani mitra (studi kasus PT. Bumi Mekar Tani

dengan petani kacang tanah di kecamatan Kali jati, Kabupaten Subang). Dari hasil

analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya total petani

mitra lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan mereka sebelum bermitra

dan dengan pendapatan petani non mitra. Sebelum bermitra, pendapatan atas

biaya total petani mitra mencapai Rp. 725.903,11 , sedangkan setelah bermitra

menjadi Rp. 352,069,93. Angka ini juga sedikit lebih kecil dibandingkan dengan

pendapatan petani non mitra, yaitu Rp. 403.771,86. Kecilnya pendapatan petani

mitra disebabkan tingginya harga benih dan pupuk dari perusahaan. Demikian

pula dengan nilai B/C rasio petani mitra yang relatif lebih kecil dibandingkan

dengan sebelum bermitra dan petani non mitra. Jika sebelum bermitra, petani

memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,50 untuk setiap satu rupiah biaya total

yang dikeluarkan dan petani non mitra sebesar Rp. 2,56, petani mitra hanya

memperoleh sebesar Rp. 1,22.

Salman dan Wahyono dalam Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit (1998),

mengenai tingkat pendapatan dan ketahanan petani plasma PIR kelapa sawit.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, dikemukan perkembangan kehidupan ekonomi

petani plasma sampai dengan Maret 1998, kondisinya hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan pokok, sehingga harus mencari tambahan di luar usahatani.

Sedangkan tingkat ketahanan petani peserta PIR perkebunan kelapa sawit masih

relatif tinggi (18 persen).

Daswir dan U. Lubis dalam Jurnal Penelitian Kelapa Sawit (1995),

melakukan penelitian mengenai analisis ekonomi usaha perkebunan kelapa sawit

rakyat pola KKPA. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa usahatani pola

KKPA PIR-Trans dengan tingkat bunga 14 persen per tahun dapat dikatakan nilai

tambah dari modal yang diinvestasikan cukup baik dan layak untuk dilaksanakan.

Kelayakan ini harus didukung pelaksanaan teknis, tersediannya fasilitas sosial

ekonomi yang diperlukan tingkat produktivitas tetap stabil dan harga tidak

mengalami kemerosotan.

Page 38: A08ape

20

Sutirto (1998), melakukan penelitian mengenai analisis finansial agribisnis

mangga model pembiayaan KKPA yang berlokasi di Jawa Barat. Desain

kelayakan investasi agribisnis jenis mangga dilakukan dengan metode discounting

cashflow. Hasil analisis finansial cashflow perkebunan mangga arumanis pada

skala 40 hektar (Ha) yang menggunakan discount rate 16 persen, diperoleh nilai

NPV sebesar 1.075.673,263, sedangkan IRR yang dihasilkan sebesar 19,03 persen

dan Net B/C diperoleh hasil sebesar 1,3, sedangkan payback period dalam

pengusahan mangga arumanis berjangka 9,2 tahun. Sedangkan hasil analisis

finansial cashflow perkebunan mangga gedong pada skala 20 Ha yang

menggunakan discount rate 16 persen, diperoleh nilai NPV sebesar 323.155,632

sedangkan IRR yang dihasilkan sebesar 17,88 persen dan Net B/C diperoleh hasil

sebesar 1,2 , sedangkan payback period dalam pengusahan mangga gedong

berjangka 8,6 tahun.

Hasil analisis finansial terhadap proyek agribisnis mangga baik, mangga

arumanis maupun gedong, pada skala 40 dan 20 Ha dengan menggunakan

discount rate 16 persen layak untuk diusahakan. Dari hasil analisis finansial

proyek agribisnis mangga tersebut dapat dilihat bahwa besarnya skala usaha

menetukan tingkat kelayakan yang diperoleh.

Page 39: A08ape

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Konseptual

3.1.1. Peranan Kredit Sebagai Sumber Modal Usaha

Arti yang luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam

bahasa Latin kredit berarti “credere” artinya percaya. Maksud dari percaya dari

si pemberi kredit adalah percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang

disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan bagi

si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai

kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu.12

Menurut Sinungan (1990), kredit adalah pemberian prestasi oleh suatu

pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada waktu

tertentu yang akan disertai dengan suatu kontraprestasi yang berupa bunga.

Sedangkan pengertian kredit menurut Kotler (Pudjomulyono, 1990), kredit adalah

suatu kemampuan untuk melaksanakan pembelian atau mengadakan pinjaman

dengan surat perjanjian, pembayaran akan dilakukan dan ditangguhkan pada suatu

jangka waktu yang telah disepakati.

Pengertian kredit diatas dapatlah dijelaskan bahwa kredit adalah

pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan

oleh perusahaan. Nasabah menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan

sebagai pemberi pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman

dan membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Bila masalah

12

M. Fitri Rahmadana dan Hafniah Lumbanraja. Analisis Pemakaian Jasa Kredit Pada PerumPengadaian. http://manbisnis.tripod.com/dua_sat.

Page 40: A08ape

22

ini terjadi maka dapat kita lihat berpindah materi dari yang memberi kredit

kepada yang diberi kredit sehingga terjadi dua pihak yang terlibat, yaitu:

a. Pihak yang berkelebihan uang yang disebut pemberi kredit (kreditur)

b. Pihak yang membutuhkan uang yang disebut penerima kredit (debitur).

Manusia memerlukan kredit karena manusia adalah homo economicus

dan setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan

manusia beraneka ragam sesuai dengan harkatnya yang selalu meningkat,

sedangkan kemampuannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas. Hal

ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan

cita-citanya, dalam hal ini ia berusaha. Maka untuk meningkatkan usahanya atau

untuk meningkatkan daya guna suatu barang, manusia sangat memerlukan

bantuan dalam bentuk permodalan. Bantuan pada lembaga keuangan bank

maupun non perbankan disebut kredit.

Seperti yang dijelaskan diatas bahwa pemberian kredit adalah pemberian

kepercayaan. Hal ini berarti bahwa pinjaman kredit yang diberikan betul-betul

yakin bahwa nasabah atau debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterima

sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang akan disetujui oleh kedua

belah pihak, tanpa keyakinan tersebut suatu lembaga kredit tidak akan dapat

memberikan kredit.

Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan

ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu

pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi, dan pengurangan jumlah

kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi ditujukan oleh adanya peningkatan produksi

(output). Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah

Page 41: A08ape

23

jumlah input atau dengan cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input

maupun penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan

modal. Dengan kata lain pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan

pengunaan modal. Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari

modal pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal milik sendiri umumnya relatif

sedikit, maka sebagai tumpuan tentunya akan beralih pada kredit yang dapat

tersedia pada saat diperlukan (tepat waktu).

Keterbatasan modal untuk usaha pertanian di pedesaan, mengakibatkan

petani mengadopsi paket teknologi di bawah tingkat keharusannya dilakukan.

Keadaan ini mempersulit pengembangan usaha di pedesaan sehingga petani tidak

dapat diharapkan mampu meningkatkan produktivitasnya tanpa adanya tambahan

modal. Oleh karena itu, keberadaan berbagai kredit program yang dilakukan oleh

pemerintah sangat membantu meningkatkan produktivitas usaha masyarakat

di pedesaan yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas secara

nasional.

Kredit program berperan dalam pembangunan pertanian melalui cara:

(1) Membantu petani kecil untuk mengatasi permasalahan keterbatasan modal

dengan biaya (bunga) yang relatif ringan, (2) Membantu petani dalam pengadaan

sarana produksi pertanian sampai ke lokasi dan (3) Petani peserta kredit program

mendapat pelayanan dalam hal pembinaan dan penyuluhan pertanian.

Peranan kredit dalam pembangunan ekonomi, terutama di pedesaan, bukan

saja sebagai pelancar pembangunan tetapi merupakan unsur pemacu adopsi

teknologi yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan produksi, nilai

tambah, menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan

Page 42: A08ape

24

masyarakat. Selanjutnya diharapkan pembentukan modal dapat meningkat lebih

cepat, dan pada gilirannya memberikan kesempatan lebih besar bagi petani untuk

melakukan inovasi-inovasi sederhana guna menghadapi kendala yang mereka

hadapi sehari-hari dan meningkatkan peluang diversifikasi sumber pendapatan

petani (Mosher, 1966).

Pendapatan itu didukung oleh Hayami dan V.W. Ruttan (1985) yang

mengemukkan peranan kredit bagi pembangunan pertanian pedesaan yaitu :

(1) Bahwa kredit program membantu petani kecil untuk mengatasi keterbatasan

modal melalui biaya (bunga) yang relatife ringan, (2) Mengurangi ketergantungan

petani pada pedagang perantara dan sekaligus penyempurnaan pasar, (3) Sebagai

suatu lembaga yang mendorong penggunaan input modern oleh petani,

(4) Sebagai mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat desa sehingga

mendorong pemerataan dan (5) Sebagai insentif bagi petani untuk meningkatkan

produksi usahatani.

Mosher (1966) menekankan bahwa untuk meningkatkan produksi petani

dan membentuk struktur pedesaaan progresif, perlu tersedia fasilitas-fasilitas

kredit yang efesien sehingga kredit tersedia serta mudah didapatkan (tetapi tidak

berarti murah atau tingkat bunga rendah atau dengan subsidi pemerintah) oleh

petani yang mampu mengelola dengan baik dan dapat mengembalikan tepat

waktu. Lebih penting lagi adalah ketersediaan tepat waktu dari alat-alat dan input

lain yang lebih produktif bagi petani yang membelinya dengan menggunakan

dana kredit.

Peranan kredit dalam pembagunan ekonomi, terutama di pedesaan bukan

saja sebagai pelancar pembangunan (Mosher, 1966) tetapi kadang-kadang

Page 43: A08ape

25

merupakan unsur pemacu adopsi teknologi yang pada akhirnya diharapkan

mampu peningkatan produksi, nilai tambah, dan pendapatan masyarakat. Sebagai

ilustrasi misalnya kredit untuk sektor pertanian (seperti Bimas, KUT, Kredit TRI,

kredit Interfikasi Tambak dan sebagainya) tidak hanya membantu petani dalam

mengatasi modal tetapi juga sebagai alat yang efektif untuk pemacu adopsi

teknologi. Bahkan dapat juga berfungsi efektif sebagai perangkat introduksi

(Syukur, M. Dkk., 1990). Contohnya yaitu kredit Bimas yang ditujukan untuk

menunjang peningkatan produksi dengan kredit berupa paket sarana produksi

pertanian (saprodi).

3.1.2. Analisis Usahatani

Usahatani adalah setiap organisasi yang tersusun dari alam, tenaga kerja,

modal dan manajemen yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.

Pada dasarnya setiap usahatani memiliki empat unsur pokok yang terdiri dari

unsur lahan yang diwakili oleh alam, ada unsur tenaga kerja yang bertumpu pada

anggota keluarga tani, ada unsur modal yang beraneka ragam jenisnya dan ada

unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seorang

yang disebut petani. Keempat unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan dalam

usahatani karena sama pentingnya (Soeharjo dan Patong, 1973).

Tujuan dari setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda

tergantung lingkungan dan kemampuan pengelolaannya. Menurut Soeharjo dan

Patong (1973), apabila motif usahatani ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian

disebut usahatani pencukupan kebutuhan keluarga (subsisten). Bila motif

Page 44: A08ape

26

usahataninya didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan yang

sebesar-besarnya, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial.

Pada dasarnya dalam menyelenggarakan usahatani setiap petani berusaha agar

hasil panennya berlimpah dengan harapan mendapatkan keuntungan yang besar

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi hal itu sering tidak tercapai karena

beberapa hal, antara lain yaitu karena alokasi sumberdaya yang kurang tepat.

Usahatani yang baik adalah usahatani yang bersifat produktif dan efiesien yaitu

mempunyai produktivitas yang tinggi dan bersifat kontinyu.

Keberhasilan dalam mengelola usahatani dapat diukur melalui besarnya

pendapatan yang diterima dari usahataninya. Pendapatan usahatani merupakan

selisih antara penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahataninya dan biaya

yang dikeluarkan untuk kegiatan usahataninya (Soeharjo dan Patong, 1973).

Pendapatan usahatani dapat diukur berdasarkan pendapatan atas biaya tunai dan

pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai usahatani (farm net cash

flow) dihitung dari selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai.

Pendapatan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk

menghasilkan uang tunai.

Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang

yang diterima dari penjualan produk usahatani sedangkan pengeluaran tunai

(farm payment) didefinisikan sebagai jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

pembelian barang dan jasa usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup

pinjaman uang keperluan usahatani demikian pula pengeluaran tunai usahatani

mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Penerimaan tunai dan

pengeluaran tunai usahatani yang tidak mencakup benda, jadi nilai produk

Page 45: A08ape

27

usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaaan tunai usahatani

dan nilai kerja yang dibayarkan dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran

tunai usahatani (Soekartawi, 1986).

Biaya tunai meliputi biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga

pinjaman, dan biaya variabel, misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-

obatan, dan biaya untuk tenaga kerja luar keluarga. Biaya tidak tunai

(diperhitungkan) meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat dan

bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri. Sedangkan untuk biaya

variabel meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga.

Pendapatan total usahatani (total farm income) merupakan selisih antara

penerimaan total dengan pengeluaran total. Penerimaan total usahatani (total farm

revenue) adalah penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah

penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaaan untuk

konsumsi keluarga. Pengeluaran atau biaya total usahatani didefinisikan sebagai

nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi

tidak termasuk tenaga kerja keluarga. Pengeluaran ini dapat dipisahkan menjadi

pengeluaran tetap dan tidak tetap. Pengeluaran tetap adalah pengeluaran usahatani

yang tidak tergantung pada besarnya produksi misalnya pajak bumi dan bangunan,

penyusutan bangunan dan lain-lain. Pengeluaran tidak tetap adalah pengeluaran

yang digunakan untuk tanaman yang jumlahnya berubah sebanding dengan

produksi tanaman tersebut, misalnya bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja.

Analisis pendapatan mempunyai dua tujuan yaitu, menggambarkan

keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan

datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan dapat memberikan

Page 46: A08ape

28

bantuan untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu kegiatan. Untuk

menganalisis keberhasilan suatu usahatani dapat digunakan beberapa pengujian

yaitu, analisis biaya per satuan hasil, analisis imbangan penerimaan dan biaya

serta analisis pendapatan atau keuntungan cabang usaha (Tjakrawilaksana, 1983).

Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan selain diukur dengan

nilai mutlak juga dapat diukur analisis efesiensinya. Salah satu ukuran efesiensi

adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio).

Analisis R/C rasio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu

cabang usahatani dengan cabang usahatani lain berdasarkan perhitungan finansial.

Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam

kegiatan cabang usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai

penerimaan sebagai manfaatnya. Analisis Imbangan Benefit dan biaya

(B/C Ratio) menggambarkan rasio dari keuntungan yang diperoleh dari suatu

kegiatan usahatani terhadap biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani

tersebut. Dalam analisis B/C rasio akan diuji seberapa besar keuntungan atau

manfaat yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani.

Usahatani dikatakan layak atau berhasil jika usahatani tersebut dapat

menutup pengeluaran-pengeluarannya, dapat memberikan balas jasa yang sesuai

(berdasarkan prinsip biaya yang dikorbankan atau opportunity cost) kepada

sumberdaya usahatani yang dipakai, beroperasi secara berkesinambungan dan

dapat meningkatkan atau mengembangkan usaha dari waktu ke waktu (Soeharjo

dan Patong, 1973).

Page 47: A08ape

29

3.1.3. Evaluasi Program KKPA

Evaluasi pelaksanaan program KKPA dilakukan untuk mengetahui apakah

pelaksanaan program telah sesuai dengan kesepakatan yang dibuat, serta

bagaimana langkah penerapan pola kemitraan yang dilakukan pada program

KKPA tersebut. Selain itu keberhasilan program KKPA juga akan memberikan

dampak berupa manfaat yang optimal bagi kedua belah pihak. Untuk itu dalam

evaluasi program ini juga perlu diketahui dampak kemitraan.

Dalam menentukan pola kemitraan usaha agribisnis yang akan diterapkan,

ditempuh beberapa langkah. Pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi

kebutuhan masing-masing pihak yang bermitra. Suatu keputusan untuk

melakukan kemitraan lebih dahulu didasari oleh pertimbangan adanya kebutuhan

untuk meningkatkan kinerja usaha. Kebutuhan itu muncul dari motivasi untuk

menghilangkan kelemahan dan ancaman yang menghambat serta memanfaatkan

peluang yang ada bagi pengembangan usaha.

Langkah berikutnya adalah langkah persiapan dan perencanaan, yang

meliputi tahap perumusan tujuan, pencarian mitra yang sesuai, penentuan prinsip

kemitraan, penyusunan rencana pelaksanaan dan penandatanganan kontrak

kemitraan. Setelah semua perencanaan telah disepakati, baru dapat dilaksanakan

kemitraan sesuai perencanaan yang disusun. Selanjutnya setiap periode tertentu

secara berkala, terutama pada akhir masa perjanjian, pihak-pihak yang bermitra

melakukan evaluasi untuk menentukan apakan kemitraan perlu dilanjutkan atau

tidak. Jika kemitraan dilanjutkan dengan berbagai perbaikan, maka tahap

persiapan akan dapat diulang lagi yang dimulai dengan proses penentuan prinsip-

prinsip kemitraan. Jika kemitraan dihentikan dan salah satu pihak masih ingin

Page 48: A08ape

30

mengembangkan kemitraan, maka dimulai lagi dengan proses pencarian mitra

yang sesuai (Saputro, et.al, 1995).

Evaluasi pelaksanaan kemitraan sangat diperlukan untuk : (1) Menilai

tingkat pelaksanaan hak dan kewajiban kedua pihak yang bermitra, (2) Menilai

besarnya manfaat yang diperoleh masing-masing, (3) Mengidentifikasi faktor-

faktor yang menunjang dan menghambat pelaksanaan kemitraan, serta

(4) Mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Kemudian agar

kemitraan dapat terus berlanjut dan mencapai tujuannya, setelah evaluasi,

dilakukan penyempurnaan dan pengembangan kemitraan lebih lanjut. Untuk itu

perlu dirumuskan strategi pengembangan kemitraaan lebih lanjut.

3.2. Kerangka Operasional

Produktivitas usahatani kelapa sawit di Indonesia masih terbilang rendah.

Hal ini disebabkan oleh banyaknya kendala yang dihadapi petani, seperti

kurangnya kemampuan petani dalam hal permodalan, teknologi dan manajemen.

Salah satu jalan keluar untuk mengatasi berbagai kendala tersebut adalah dengan

menjalin kemitraan antara petani dan perusahaan besar swasta kelapa sawit

melaluiprogramKKPA.

Dengan lahan dan tenaga kerja yang tersedia, petani dapat menjadi

pemasok bagi perusahaan , Sedangkan perusahaan dapat membantu petani dalam

hal penyediaan input usahatani, teknik budidaya dan kemampuan manajerial.

Dengan demikian, kedua belah pihak dapat sama-sama diuntungkan dengan

adanya kemitraan dengan pola KKPA.

Page 49: A08ape

31

Dampak kemitraan dengan pola KKPA yang dilaksanakan oleh PT. SKIP

dapat dilihat dari adanya peningkatan pendapatan pada petani peserta KKPA.

Peningkatan pendapatan petani peserta KKPA dapat diketahui dengan

membandingkan pendapatan petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA.

Untuk membandingkan pendapatan petani peserta KKPA dengan petani non

peserta KKPA, digunakan analisis pendapatan usahatani.

Penelitian ini akan dilihat perbandingan analisis pendapatan usahatani

kelapa sawit antara petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA, untuk

melihat ada tidaknya dampak dari pola KKPA sebagai alat evaluasi alternatif

pengembangan pendapatan petani peserta KKPA.

Alternatif pengembangan pendapatan petani peserta KKPA ini diakhiri

dengan mencoba untuk menentukan apakah pola KKPA yang ada perlu

pengembangan atau tidak. Penentuan pengembangan pola KKPA didasarkan pada

evalusi pola KKPA berupa pelaksanaan kewajiban dan hak pihak-pihak yang

bermitra, analisis usahatani dan identifikasi faktor potensi dan kendala dalam pola

KKPA serta faktor-faktor yang menunjang dan menghambat pola KKPA.

Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 50: A08ape

32

Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran

INPUT- Pupuk- Obat-obatan- Lahan- Tenaga Kerja

UsahataniKelapa SawitPetani Peserta

KKPA

Analisis Dampak Pelaksanaan Program KKPA terhadap

Pendapatan Usahatani Peserta Plasma :

- Pendapatan Usahatani - Imbangan Penerimaan

dan Biaya Usahatani

PetaniPeserta KKPA

PetaniNon Peserta

KKPA

Perbandingan PendapatanUsahatani

Petani Peserta KKPAdan

Petani Non Peserta KKPA

AlternatifPengembangan

ProgramKKPA

MODAL ProgramKKPA

Evaluasi Program

PermodalanKKPA

Page 51: A08ape

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. Sinar Kencana Inti Perkasa, Kecamatan

Kelumpang Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Lokasi penelitian

dilakukan secara sengaja di Kabupaten Kotabaru dengan alasan daerah tersebut

merupakan sentra pengembangan perkebunan kelapa sawit dan pemasok terbesar

produksi kelapa sawit di Kalimantan Selatan sampai saat ini yaitu sebesar

70 persen per bulan (3.284 Ton/bulan). Waktu pengumpulan data dilakukan pada

bulan Oktober sampai dengan Desember 2005.

4.2. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel petani dilakukan secara acak sederhana dari populasi

yang berada di Kecamatan Kelumpang Selatan, karena di Kecamatan tersebut

merupakan sentra perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan rumus Slovin dapat

ditentukan jumlah responden sebanyak 70 orang. Petani yang menjadi responden

terdiri dari petani plasma peserta KKPA 40 orang dan petani peserta non KKPA

30 orang, dimana kelapa sawit sudah menghasilkan, yaitu umur tanaman antara

enam (TM 3) sampai delapan tahun (TM 5).

4.3. Sumber dan Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam kegiatan penelitian ini dibedakan atas data

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung

dengan perusahaan inti dan koperasi serta petani peserta KKPA maupun petani

Page 52: A08ape

34

peserta non KKPA contoh menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah

disiapkan. Data ini mencakup produksi tanaman kelapa sawit, pengunaan

input/faktor produksi, harga yang diterima petani, pemasaran produk dan

pembinaan petani, serta pengamatan langsung di lapangan. Data yang diambil dari

petani contoh terdiri dari data petani yang menjadi peserta KKPA dan data petani

peserta non KKPA. Kedua jenis data tersebut kemudian akan diperbandingkan

untuk melihat dampak pelaksanaan KKPA terhadap pendapatan petani.

Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait baik

di tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi dan koperasi serta PT. Sinar Kencana

Inti Perkasa.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data

kualitatif maupun kuantitatif. Data kuantitatif yang telah diperoleh dari

wawancara dan pengamatan langsung, dianalisis secara deskriptif sesuai dengan

landasan teori yang terkait, ditunjang dengan data kuantitatif dalam bentuk daftar

atau tabel-tabel.

Tujuan pertama dalam penelitian ini, akan dianalisis secara deskriptif

dengan didukung oleh data-data kuantitatif. Analisis tujuan kedua, digunakan

analisis biaya dan pendapatan usahatani, selanjutnya dilakukan analisis

perbandingan antara petani peserta KKPA dan petani peserta non KPPA untuk

melihat dampak pelaksanaan pola KKPA. Dan untuk menganalisis tujuan ketiga,

dilakukan berdasarkan analisis pertama dan kedua serta ditambah dengan

identifikasi faktor-faktor yang menghambat dan menunjang pola KKPA.

Page 53: A08ape

35

4.4.1. Analisis Pelaksanaan Program KKPA

Analisis pelaksanaan program KKPA dilakukan untuk menjawab tujuan

pertama penelitian. Analisis ini membutuhkan data kualitatif yang berhubungan

dengan pelaksanaan pola KKPA. Data kualitatif yang dibutuhkan adalah data

mengenai tingkat pelaksanaan pola KKPA yang telah dilakukan baik dari segi

kelembagaan maupun peraturan yang telah disepakati bersama.

4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani kelapa sawit dilakukan untuk menjawab

tujuan kedua. Peningkatan pendapatan dapat diketahui dengan cara

membandingkan tingkat pendapatan usahatani, R/C rasio dan biaya persatuan

hasil petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA.

a. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit

BTPT

n

iiiy BTePxXPY

1

..

= Pendapatan atau keuntungan usahatani kelapa sawit (Rp)

PT = Penerimaan total usahatani kelapa sawit (Rp)

BT = Biaya total usahatani kelapa sawit (Rp)

Y = Kuantitas kelapa sawit (kg)

Py = Harga kelapa sawit (Rp/kg)

Xi = Kuantitas input usahatani kelapa sawit ke-I, meliputi: pupuk

(kg), tenaga kerja (HOK) dan lain sebagainya

Pxi = Harga input usahatani kelapa sawit ke-I (Rp), meliputi: pupuk

(kg), tenaga kerja (HOK) dan lain sebagainya

Bte = Biaya tetap usahatani kelapa sawit (Rp), meliputi: pajak,sewa

lahan, bunga kredit dan penyusutan alat-alat pertanian

Page 54: A08ape

36

Efesiensi usahatani kelapa sawit dapat diketahui dari perbandingan antara

total penerimaan dengan total biaya pada masing-masing usahatani

(Tjakrawiralaksana, 1973), yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

b. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) =BT

PT

n

iixi

y

BTTXP

YP

1

.

R/C rasio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukan besarnya

penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam

produksi usahatani. Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat

keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya angka rasio tersebut dapat diketahui

apakah suatu usahatani mengutungkan atau tidak.

Usahatani dikatakan menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih besar dari

satu yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani akan

memberikan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, usahatani

dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu. Hal ini

berarti pula setiap satu rupiah biaya dikeluarkan akan memberikan penerimaan

kurang dari satu rupiah.

Page 55: A08ape

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1 Gambaran Daerah Penelitian

5.1.1 Wilayah dan Topografi Areal Perkebunan

Kecamatan Kelumpang Selatan merupakan salah satu Kecamatan yang

berada di wilayah Kabupaten Kota Baru, letak Kecamatan Kelumpang Selatan

berada sekitar 120 km dari kota Kabupaten. Perkebunan ini secara astronomi

terletak antara 3º 30, lintang selatan sampai 3º 45´ lintang selatan dan 115º 26´

Bujur Timur sampai 115º 50´ Bujur Timur. Mengenai batas-batas wilayahnya

adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara : Kecamatan Sungai Kupang

b. Sebelah selatan : Kecamatan Batulicin

c. Sebelah barat : Desa Pelajau Baru

d. Sebelah timur : Desa Mandala

Keadaan topografi Kecamatan Kelumpang Selatan pada umumnya datar

sampai berombak (kemiringan 0 - 8 %) dan berombak sampai bergelombang

(kemiringan 8 – 15 %) dengan ketinggian tempat 50 – 100 meter di atas

permukaan laut (mdpl).

5.1.2 Keadaan Iklim dan Tanah

Curah hujan rata-rata dari sepuluh tahun terakhir adalah 2.691 mm dan

rata-rata hari hujan 145 hari. Keadaan tanah di Kecamatan Kelumpang Selatan

termasuk beragam mulai dari tanah Podsolik merah kuning, tanah alluvial, dan

sebagian kecil tanah latosol dan regosol. Sifat tanah pada umumnya merupakan

Page 56: A08ape

38

endapan liat, mengandung bahan organik (gambut), solum relatif dalam, tekstur

halus sampai sedang, dengan tingkat kemasaman (pH) tanah berkisar 4-5. Jenis

tanah tersebut meruapakan tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang

rendah, sehingga kegiatan pemupukan perlu mendapatkan perhatian khusus.

5.1.3 Keadaan Tanaman

Tanaman kelapa sawit yang diusahakan oleh petani peserta KKPA dan

petani peserta non KKPA dari persilangan Dura dan Pisifera (Tenera) yang

diproduksi oleh pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Socfindo dan Guthrie.

Jarak tanam yang digunakan petani peserta KKPA adalah 9,2 m x 9,2 m x 9,2 m

(segi tiga sama sisi) dengan populasi tanaman efektif 136 pokok/ha, sedangkan

petani peserta non KKPA adalah 9,2 m x 9,2 m x 9,2 m (segi tiga sama sisi)

dengan populasi tanaman efektif 132 pokok/ha.

Secara keseluruhan luas areal total petani peserta KKPA yaitu 2.100 ha

dan petani peserta non KKPA yaitu 300 ha, dengan rata-rata kepemilikan lahan

untuk petani peserta KKPA 1,75 ha/paketnya sedangkan untuk petani peserta non

KKPA 1 ha. Produksi tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan oleh kedua

kelompok petani tiap bulanya tidak tetap (fluktuasi). Keadaan ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain faktor iklim (curah hujan) dan faktor pemeliharaannya.

5.2. Gambaran Umum Perusahaan

5.2.1. Lokasi Perusahaan

PT. Sinar Kencana Inti Perkasa kantor dan pusat produksi di Kabupaten

Kotabaru, Kalimatan Selatan. Kantor PT. SKIP di Kecamatan Kelumpang Selatan

sedangkan kantor produksi di Kecamatan Sungai Kupang.

Page 57: A08ape

39

5.2.2. Sejarah Umum Perusahaan

PT. SKIP adalah perusahaan perkebunan yang bergerak dibidang

pengelolaan kelapa sawit yang berdiri pada tahun 1989. PT SKIP adalah anak

perusahaan dari PT Sinar Mas Indonesia yang berada di daerah Kalimantan

Selatan, Kabupaten Kotabaru dan merupakan salah satu pemasok bahan baku

minyak goreng yang diproduksi oleh PT Sinar Mas Indonesia.

PT SKIP mempunyai luas areal perkebunan kelapa sawit sendiri ± 789 Ha

yang terletak di Kecamatan Kelumpang Selatan. Selain memliki areal perkebunan

kelapa sawit, PT SKIP juga mempunyai PKS untuk mendukung kegiatan produksi

TBS yang diterima baik dari areal perkebunan sendiri maupun dari petani peserta

plasma.

5.2.3. Tenaga Kerja

Tenaga Kerja yang ada di PT SKIP terdiri dari berbagai jenjang

pendidikan. Memang tidak harus seluruhnya memiliki latar belakang disiplin ilmu

dibidang pertanian atau perkebunan, tetapi pengalaman yang dimiliki dan

kemauan kerja yang keras dan disiplin.

Kegiatan produksi tidak mungkin terlaksana tanpa adanya dukungan

tenaga kerja yang memadai. Tenaga kerja yang berkerja di PT SKIP dibagi

menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja kontrak.

Karyawan diwajibkan bekerja selama delapan jam per hari atau 45 jam selama

enam hari, dari hari senin sampai dengan hari sabtu mulai pukul 07.00 sampai

15.00 WITA dengan waktu istirahat selama satu jam.

Page 58: A08ape

40

Pendidikan karyawan PT SKIP bervariasi sekolah menengah pertama

sampai sarjana. Karateristik karyawan PT SKIP berdasarkan jenis kelamin dan

tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Klasifikasi Karyawan PT SKIP Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan, Tahun 2005

PendidikanJenis Kelamin

Total PersentaseLaki-laki Perempuan

Sarjana 3 - 3 9,68Diploma 4 - 4 12,90SLTA 5 3 8 58,07SLTP 6 - 6 19,35Total 18 3 21 100

Dalam menjalankan kegiatan di kebun PT SKIP memperkerjakan 612

orang yang terdiri dari karyawan staf 21 orang dan karyawan non staf sebanyak

591 orang. Jumlah dan posisi tenaga kerja PT SKIP dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah karyawan dan Posisi Tenaga Kerja PT SKIP, Tahun 2005No Bagian Jumlah (orang)

1 Karyawan StafUnit Head 1Asisetan Kepala 1Asisten Divisi 4Mandor 6Kerani Divisi 9Jumlah 21

2 Karyawan Non StafSKU Bulanan Kantor 30SKU Bulanan Traksi 28SKU Bulanan Divisi 40SKU Harian 503Jumlah 591

Sistem pengupahan karyawan bergantung pada status dan golongan,

karyawan tetap memperoleh upah menurut golongannya masing-masing. Selain

mendapat gaji pokok dan premi (bagi yang mendapat premi), juga mendapat

tunjangan fasilitas seperti rumah,listrik, air bersih, sarana ibadah dan pendidikan,

poliklinik dan sarana olahraga.

Page 59: A08ape

41

Karyawan harian memperoleh upah sesuai dengan ketentuan perusahaan

berdasarkan upah minimum provinsi (UMP) yang berlaku di masyarakat yakni

Rp. 17.700,-. Sedangkan karyawan lepas dan kontraktor digaji pada awal bulan

(saat gajian besar). Jumlah yang diterima tergantung dari prestasi kerja (output)

mereka dilapangan.

Pembagian upah dilaksanakan dua kali dalam sebulan, gaji pokok

diberikan pada awal bulan yakni sekitar tanggal satu setiap bulannya atau sering

disebut dengan gajian besar. Sedangkan gajian kedua berupa pemberian premi gaji

atau sering disebut gajian kecil yang diberikan pada pertengahan bulan sekitar

tanggal 15. Bagi karyawan yang tidak mendapat premi diberikan pinjaman sebesar

Rp. 75.000,- dengan asumsi pada saat gajian besar dilakukan pemotongan. Bagi

pekerja borongan pemberian gaji diberikan berdasarkan jenis pekerjaan dan

prestasi yang telah dicapai.

5.2.4. Struktur Organisasi

PT SKIP merupakan perusahaan yang berdiri dibawah bendera

PT Sinar Mas. Dalam pelaksanaan tanggung jawab perusahaan maka pimpinan

memerlukan pemakaian sistem organisasi didalam perusahaan sehingga segala

sesuatu yang menyangkut kepentingan perusahaan dapat berjalan dengan efesien,

efektif dan ekonomis.

PT SKIP dipimpin oleh seorang Unit Head yang diangkat oleh keputusan

dewan direksi. Unit Head adalah pimpinan tertinggi di kebun yang bertanggung

jawab kepada direksi atas semua kegiatan di tiap unit kerja kebun. Dalam

menjalankan tugasnya, Unit Head dibantu oleh asisten kepala untuk dikantor

besar. Dalam menjalankan tugasnya, asisten kepala dibantu oleh empat orang

Page 60: A08ape

42

asisten divisi. Sedangkan asisten divisi dibantu oleh mandor-mandor.

Mandor-mandor membawahi beberapa mandor yang terdiri dari mandor potong

buah, mandor perawatan, dan mandor transportasi. Setiap Mandor memliki

anggota pekerja sebagai pelaksana pengeloalaan kebun mulai dari perawatan

hingga potong buah. Sturuktur organisasi PT SKIP dapat dilihat pada Lampiran 2.

5.3. Gambaran Umum Koperasi Unit Desa

5.3.1. Lokasi KUD

Kantor KUD Gajah Mada terletak di Kecamatan Kelumpang Selatan, Desa

Telagasari, Kabupaten Kotabaru, Kalimatan Selatan.

5.3.2 Sejarah Umum KUD

KUD adalah lembaga ekonomi desa diwilayah plasma yang merupakan

wadah petani peserta/kelompok tani plasma yang berfungsi

mengkoordinir/memonitor pemeliharaan, perawatan, panen, transportasi dan

penjualan hasil produksi petani peserta di Kecamatan Kelumpang Selatan kepada

perusahaan. KUD Gajah Mada berdiri pada tahun 1994 yang diresmikan oleh

pejabat setempat.

Kegiatan usaha KUD Gajah Mada dari awal berdirinya sampai dengan

sekarang hanya meliputi kegiatan perkebunan kelapa sawit. Penghargaan dan

prestasi yang telah diraih KUD Gajah Mada seperti :

1. Tahun 2001 ditetapkan sebagai koperasi berprestasi terbaik III tingkat

Kabupaten Kotabaru

2. Tahun 2001 ditetapkan sebagai koperasi berprestasi tingkat Kalimantan Selatan

3. Tahun 2004 ditetapkan sebagai koperasi berprestasi tingkat Kalimantan Selatan

Page 61: A08ape

43

4. Tahun 2004 terpilih sebagai koperasi berklasifikasi sangat baik tingkat

Kabupaten Kotabaru.

Bidang usaha KUD Gajah Mada selain unit usaha KKPA, antara lain :

1. Unit usaha simpan pinjam

2. Unit jasa umum

3. Unit usaha hortikultura

4. Unit usaha transportasi

5. Unit usaha pertambangan

5.3.3 Tenaga Kerja

KUD Gajah Mada sebagaimana halnya dengan KUD lainnya memiliki

tenaga kerja yang beragam keahlianya begitu juga dengan pendidikan, sosial

budaya, agama serta berbeda produktivitasnya. Jumlah karyawan KUD Gajah

Mada sampai saat ini berjumlah 18 orang dan secara keseluruhan berstatus

karyawan tetap yang mempunyai jabatan dan tanggung jawab di masing-masing

bagiannya. Karyawan diwajibkan bekerja selama delapan jam per hari atau 45 jam

selama enam hari, dari hari senin sampai dengan hari sabtu mulai pukul 07.00

sampai 14.00 WITA dengan waktu istirahat selama satu jam.

Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan dapat diperoleh karateristik

karyawan KUD Gajah Mada berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan

dapat dilihat pada Tabel 8.

Page 62: A08ape

44

Tabel 8. Klasifikasi Karyawan KUD Gajah Mada Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan, Tahun 2005

PendidikanJenis Kelamin

Total PersentaseLaki-laki Perempuan

Sarjana 1 1 2 11,11Diploma 2 1 3 16,67SLTA 6 2 8 44,44SLTP 5 - 5 27,78Total 14 4 18 100

Dalam menjalankan kegiatan di KUD Gajah Mada meperkerjakan 18

orang yang terdiri dari karyawan tetap. Jumlah dan posisi tenaga kerja PT SKIP

dapat dilihat pada Tabe 9.

Tabel 9. Jumlah Karyawan dan Posisi Tenaga Kerja PT SKIP, Tahun 2005No Bagian Jumlah (orang)

1 Manager2 Mgr USP 13 Pembukuan KUD 14 Kasir 15 Adm. Jasa dan umum 16 Adm. Transportasi 17 Driver 38 Keamanan 39 Pamel 110 Pengawas Garading 611 Jumlah 18

Sebagai bagian dari hubungan yang harmonis, pembinaan SDM juga

mencakup aspek kesejahteraan pengurus. Dalam hal ini KUD memberikan

berbagai tunjangan pendapatan serta menyediakan sejumlah fasilitas seperti

tunjangan kesehatan dan alat transportasi dan pengangkatan karyawan dan

peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tenaga kerja telah diatur oleh

peraturan-peraturan KUD.

5.3.4 Struktur Organisasi

Tatanan struktur organisasi KUD Gajah Mada berdasarkan pada ketentuan

yang telah ditetapkan dalam undang-udang perkoperasian nomor 25 tahun 1992

Page 63: A08ape

45

yang menyebutkan bahwa perlengkapan oerganisasi terdiri dari Rapat Anggota

sebagai kekuasan tertinggi, Pengurus yang menjalankan kegiatan usaha dan

pengawas yang bertugas dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

kebijakan dan pengelolaan koperasi. Sturuktur organisasi KUD Gajah Mada

menggambarkan isi dan luas organisasi, pembagian tugas, wewenang, hubungan

kerja dan tanggung jawab masing-masing perangkat organisasi. Dengan adanya

struktur organisasi ini diharapkan kegiatan KUD terlaksana dengan lancar.

Struktur organisasi KUD Gajah Mada hingga tahun 2005 dapat dilihat

pada Lampiran 3. Dimana Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasan

tertinggi dalam KUD yang bertugas menetapkan dan mengesahkan anggaran

dasar, kebijakan umum bidang organisasi, manajemen usaha, pengangkatan dan

pemberhentian pengurus dan pengawas, rencana kerja serta mengesahkan laporan

keuangan. Susunan pengurus terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara, badan

pengawas dan pemeriksaan serta badan pengawas.

Pada susunan struktur organisasi KUD Gajah Mada, di tiap-tiap bagian

mempunyai tugas dan pembagian pekerjaan masing-masing yang saling

berkesesuaian dan berhubungan satu sama lainnya.

5.4 Sejarah Kemitraan PT. SKIP dengan KUD Gajah Mada Melalui Program KKPA

Pada sekitar tahun 1989 kebun Kelapa Sawit telah dibangun di sekitar

masyarakat anggota KUD oleh PT. SKIP dan PT IGM, dimana kehadiran

perusahaan perkebunan tersebut sedikit banyak membawa dampak yang

menguntungkan terutama jadi terbentuknya akses-akses jalan kebun yang secara

langsung maupun tidak langsung juga dapat membantu masyarakat di dalam

Page 64: A08ape

46

melaksanakan aktifitas ekonominya, selain itu juga mampu menyerap tenaga kerja

masyarakat sekitar.

Gagasan yang berkembang dalam masyarakat desa Telagasari untuk

mengusahakan lahan-lahan tidur milik pemerintah untuk dibangun kebun kelapa

sawit sebagai kebun plasma. Namun pada saat itu keterbatasan informasi dan

wawasan masyarakat masih sangat minim mengenai plasma. Atas saran dari

Pemerintah Daerah dan berbagai pihak lain yang berkompeten, maka masyarakat

dan KUD memohon kepada Inti (PT. SKIP) untuk memberikan sosialisasi ataupun

penyuluhan mengenai Plasma. Akhirnya pada pertengahan tahun 1994 pihak Inti

bersedia memberikan penyuluhan-penyuluhan dan KUD mulai menyusun

program-program yang berkenaan dengan KKPA. KUD Gajah Mada dan

PT. SKIP mulai mengajukan permohonan perijinan kepada pemerintah Daerah

tingkat I dan II. Kemudian membuat proposal permohonan pengajuan kredit

untuk pembiayaan pembangunan kebun kelapa sawit tersebut dalam bentuk Kredit

Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA), kepada Bank Indonesia dimana pada

waktu itu bank pelaksana yang mengajukan adalah Bank Internasional Indonesia

(BII). Setelah dilakukan berbagai macam survei serta uji kelayakan baik dari

pihak inti maupun bank dan tinjauan dari pemerintah, maka permohonan perijinan

disetujui dengan dikeluarkannya rekomendasi dari Gubernur Kepala Daerah

Tingkat I Kalimantan Selatan nomor 590/01416/pem tanggal 17 Mei 1995 dan

Rekomendasi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kotabaru nomer

590/2317.A/Tapem tanggal 19 Desember 1994 dan Rekomendasi dari Kanwil.

Depstran Prop. Kalsel melalui Surat Keterangan No. B.5494/W.17-EKO/1995.

Page 65: A08ape

47

Pada tahun 1997 setelah melalui berbagai macam proses akhirnya kredit

pembangunan kebun tersebut pun disetujui sehingga pada tanggal 15 Mei 1997

dilakukan penanaman perdana oleh Bpk. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

Kalimantan Selatan, yang kemudian sejak saat itu dibangun secara terus menerus

dan bertahap, yaitu pada tahap I dibangun di 3 desa (Mandala, Telagasari dan

Sukamaju) seluas 2100 Ha dengan dilanjutkan pembangunan kebun Tahap II

di 10 Desa (Sei Kupang/Cantung, Sidomulyo, Pelajau Baru, Sei Kupang Jaya,

Pulau Panci, Sangking Baru, Sungai Nipah, Pantai Baru, Bumi Asih, dan

Pembelacanan).

5.5 Mekanisme Kerjasama Antara KUD Gajah Mada dan PT SKIP serta Petani Peserta KKPA

Kerjasama kemitraan yang terjalin antara KUD Gajah Mada dan PT SKIP

serta petani peserta KKPA di daerah Kecamatan Telagasari telah berjalan kurang

lebih selama delapan tahun, terhitung sejak bulan Mei 1997. Berdasarkan konsep

kemitraan yang dijalankan, maka konsep ini dapat digolongkan ke dalam pola

Kerjasama Operasional Agribisnis ( KOA ). Pola ini ditandai dengan adanya

hubungan saling membutuhkan antara pihak KUD Gajah Mada dan PT SKIP serta

petani peserta KKPA. Pada pola ini, KUD Gajah Mada sebagai penyalur

(channeling) atau berperan untuk mengadministrasikan penyaluran dan

pengembalian kredit sedangkan PT SKIP sebagai pembimbing dalam teknis

budidaya tanaman kelapa sawit dan menjamin untuk menerima hasil produk

pertani peserta KKPA. Sementara itu, petani peserta KKPA menyediakan lahan

dan tenaga kerja.

Sampai dengan pelaksanaan penelitian ini (bulan Oktober-Desember

2005), kerjasama yang terjadi antara KUD Gajah Mada dan PT SKIP serta petani

Page 66: A08ape

48

peserta KKPA, petani diwajibkan menjual hasil panennya kepada PT SKIP dan

sebaliknya PT SKIP bertanggung jawab menampung, mengolah dan memasarkan

hasil produksi sesuai dengan disepakati sebelumnya.

Sistem pembayaran pinjaman, dimana hasil panen petani peserta KKPA

langsung dipotong oleh KUD Gajah Mada sesuai dengan jumlah pinjaman petani.

Sedangkan untuk sistem penentuan harga hasil panen TBS petani peserta KKPA,

ditetapkan oleh PT SKIP per setiap panen dan umur tanaman ada kebijakan harga.

Selama proses kerjasama masih berlangsung pihak PT SKIP, harus terus

memberikan bimbingan teknis kepada petani peserta KKPA.

Page 67: A08ape

VI. SISTEM PEMELIHARAAN USAHATANI KELAPA

SAWIT PETANI PESERTA KKPA DAN PETANI

PESERTA NON KKPA

Sistem usahatani kelapa sawit yang dikembangkan di Kecamatan

Kelumpang Selatan dimulai sekitar tahun 1989 yang diawali dengan penanaman

kelapa sawit di sekitar masyarakat oleh PT. SKIP dan PT. IGM. Dimana

kehadiran perusahaan perkebunan tersebut sedikit banyak membawa dampak yang

menguntungkan terutama jadi terbentuknya akses-akses jalan kebun yang secara

langsung maupun tidak langsung juga dapat membantu masyarakat di dalam

melaksanakan aktifitas ekonominya, selain itu juga mampu menyerap tenaga kerja

masyarakat sekitar.

Pada pelaksanaanya pengembangan usahatani kelapa sawit di Kecamatan

Kelumpang Selatan, terbagi atas dua kelompok petani yaitu kelompok petani

peserta KKPA dan kelompok petani peserta non KKPA. Petani peserta KKPA

dalam berusahatani kelapa sawit bekerjasama dengan perusahaan inti (PT SKIP),

sedangkan petani peserta non KKPA dalam berusahatani mengandalkan biaya

sendiri dan bantuan pemerintah daerah. Untuk lebih jelasnya maka perbandingan

keragaan sistem pemeliharaan usahatani kelapa sawit antara petani peserta KKPA

dan petani peserta non KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan dapat dijelaskan

sebagai berikut :

Page 68: A08ape

50

6.1. Proses Pemeliharaan Kelapa Sawit

6.1.1 Pemeliharaan Piringan dan Tempat Penampungan Hasil (TPH)

Piringan berfungsi sebagai tempat menyebarkan pupuk dan tempat

jatuhnya brondolan. Piringan harus bersih dari gulma 1.5 – 2 m dari pokok

tanaman agar sewaktu menyebarkan pupuk jadi efektif dan efesien dan brondolan

dapat terlihat dengan mudah dikutip. Selain itu garuk piringan yang dilakukan

untuk membunuh gulma disekitar tanaman pokok, gunanya adalah untuk

mengurangi persaingan unsur hara. Kegiatan pemeliharaan piringan dilakukan dua

minggu sekali dengan menggunakan alat-alat seperti : cangkul dan parang.

Perawatan TPH dilakukan secara manual dengan menggunakan alat seperti

cangkul, sabit dan arit. TPH harus ber ukuran kurang lebih 4 m x 2 m, satu TPH

dibuat satu jalan panen. Namun perbedaannya hanya terletak pada waktu

pemeliharaan piringan dan TPH. Untuk usahatani petani peserta KKPA waktu

pemeliharaan piringan dan TPH dilakukan dua kali dalam sebulan, sedangkan

pada usahatani petani peserta non KKPA pemeliharaan piringan dan TPH

dilakukan hanya satu kali dalam sebulan.

6.1.2. Pengendalian Gulma

Kegiatan pemberantasan gulma dilakukan agar pertumbuhan gulma dan

memperkecil adanya tempat (sarang) hama dan sumber penyakit. Beberapa gulma

yang banyak dijumpai di tempat penelitian adalah lalang, putri malu, gulma daun

lebar dan gulma rumputan. Pemberantasan tumbuhan penganggu yang dilakukan

dengan cara mendongkel tanaman-tanaman yang tumbuh disekitar tanaman kelapa

sawit. Alat yang digunakan adalah cados (cangkul dodos) dan parang.

Pengendalian gulma menggunakan pengendalian secara manual dan kimia.

Page 69: A08ape

51

Pengendalian gulma secara manual yaitu membabat dan mencabut semua gulma

yang liar digawangan, pasar pikul, piringan dan yang menjalar di tanaman kelapa

sawit.

Pelaksanaan pengendalian gulma petani peserta KKPA dan petani peserta

non KKPA dilakukan satu kali setahun. Pengendalian gulma pada petani peserta

KKPA lebih sering menggunakan pengendalian secara kimia, sedangkan untuk

petani peserta non KKPA secara manual. Hal ini dikeranakan petani peserta non

KKPA keterbatasan akan biaya yang dikeluarkan seandainya pengendalian secara

kimia.

6.1.3. Penunasan

Penunasan dilakukan dengan memotong daun yang sudah tua (kering) dan

di tinggalkan satu sampai dua pelepah daun dibawah tandan. Penunasan yang

berlebihan dapat menurunkan hasil dan mempengaruhi keadaan fisiologis

tanaman seperti perubahan sex ratio. Penunasan dilakukan sebelum dan saat

panen. Jumlah pelepah yang ideal sesudah penunasan pelepah sebanyak 48 – 56

pelepah. Penunasan rutin dilaksanakan pada waktu panen dilakukan, penunasan

dilakukan untuk memudahkan pemotongan buah masak dan sesudah panen.

Alat yang digunakan adalah dodos dan egrek. Kegiatan ini dilakukan

dengan melihat kondisi tanaman dan umur tanaman yang petani miliki. Penunasan

dilakukan secara rutin oleh petani peserta KKPA dengan rotasi dua kali setahun,

sedangkan petani peserta non KKPA melakukan penunasan tergantung kondisi

tanaman kelapa sawit yang di miliki.

Page 70: A08ape

52

6.1.4. Pemupukan

Salah satu tindakan pemeliharaan tanaman yang berpengaruh besar

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pemupukan. Pemupukan

bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah terutama agar

tanaman dapat menyerap sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan pemupukan

dilaksanakan sebanyak dua kali setahun yaitu semester I (aplikasi pertama) bulan

Maret – April dan semester II (aplikasi kedua) bulan September – Oktober. Jenis

pupuk yang digunakan petani peserta KKPA pada saat semester I dan II adalah

Urea , Sp 36 , MOP , Kieserite, petani peserta non KKPA adalah Urea, TSP, KCL

dan NPK.

6.1.5. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit bertujuan untuk mengendalikan tanaman

yang terserang hama dan penyakit serta melakukuan pengendalian agar tanaman

tidak mati dan dapat tumbuh dengan normal. Pengendalian hama dan penyakit

menggunakan cara kimia dengan penyemprotan insektisida. Jenis hama yang

sering menyerang kedua kelompok petani adalah hama pemakan daun.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani peserta KKPA dan petani

peserta non KKPA selama proses pemeliharaan kelapa sawit dilaksanakan tidak

ada satupun serangan hama yang sangat membahayakan tanaman. Hal ini

disebabkan oleh diberlakukannya pengendalian hama dan penyakit secara

serempak sehingga perkembangan hama dan penyakit dapat ditekan dibawah

ambang batas ekonomi.

Pada pengendalian hama dan penyakit ini petani peserta KKPA tidak

terlalu banyak menggunakan pestisida. Hal ini karena pengendalian hama dan

Page 71: A08ape

53

penyakit dilakukan secara terus menerus. Sedangkan pada petani peserta non

KKPA pengendalian hama dan penyakitnya dilakukan hanya apabila ada tanaman

yang terlihat terserang hama dan penyakit. Adapun alasan petani peserta non

KKPA tetap melakukan pengendalian dengan cara tersebut dikarenakan faktor

biaya.

6.1.6. Pemanenan

Pemanenan adalah salah satu kegiatan penting dalam rangkaian budidaya

tanaman kelapa sawit. Oleh karena itu, dalam teknis pelaksanaannya perlu

memperhatikan persiapan panen, hancak dan rotasi panen, kapasitas, kualitas

panen dan angkutan panen. Persiapan panen yang dilakukan sebelum panen

adalah menentukan kebutuhan tenaga kerja, perawatan jalan, pembuatan pasar

rintis, pembuatan pasar tengah, TPH, dan persiapan titi panen. Alat-alat dan

kegunaanya dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Alat-alat Potong Buah dan Kegunaanya untuk TM 3 - 5No Nama Alat Penggunaanya1 Dodos Besar Potong buah2 Karung goni Tempat brondolan3 Angkong Angkut TBS dan brondolan4 Gancu Bongkar/muat TBS5 Bambu egrek dan asahan Gagang dan pengasah pisau egrek

Cara pemanenan yang biasanya dilakukan oleh petani peserta KKPA dan

petani peserta non KKPA pada dasarnya masih menggunakan teknologi yang

sederhana dalam melakukan pemanenannya, yaitu dengan menggunakan dodos.

Adapun proses kegiatannya pada tahap awal, kelapa sawit ditarik dengan dodos,

kemudian kelapa sawit dikumpulkan ke TPH untuk mempermudah dalam

melakukan kegiatan pengangkutan. Sisa-sisa kelapa sawit atau yang sering disebut

Page 72: A08ape

54

brondolan dikutip dan dikumpulkan di atas karung goni dan dibawa ke TPH.

Setelah hasil panen terkumpul semua barulah TBS diangkut dengan menggunakan

truk ke pabrik dan siap diolah.

6.2 Penggunaan Input

6.2.1. Pupuk Kimia

Pada usahatani kelapa sawit petani peserta KKPA, rata-rata pupuk kimia

yang digunakan oleh petani adalah Urea , Sp 36 , MOP , Kieserite . Namun ada

juga beberapa orang petani yang menggunakan pupuk dari hasil tandan kosong

kelapa sawit. Alasan petani yang menggunakan pupuk dari hasil tandan kosong

kelapa sawit adalah agar mengurangi limbah kelapa sawit.

Adapun alasan petani menggunakan pupuk kimia adalah karena pupuk

kimia mampu merangsang pertumbuhan tanaman kelapa sawit lebih cepat dan

produksi yang tinggi. Pupuk kimia yang dibutuhkan untuk usahatani kelapa sawit

ini adalah sebanyak 504 Kg/ha/tahun. Harga pupuk kimia per kilogram dapat

dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Daftar Harga Pupuk Kimia, Tahun 2005

No Nama Pupuk KimiaHarga per kg

(Rp)1 Urea 1.9002 Sp 36 2.1003 MOP 2.6004 Kieserite 1.200

6.2.2. Pestisida dan Herbisida

Pada usahatani kelapa sawit, petani dalam melakukan pengendalian hama

dan penyakitnya menggunakan pestisida. Hal ini dikarenakan untuk mencegah

hama dan penyakit menyerang tanaman kelapa sawit. Pada usahatani kelapa sawit

petani dalam melakukan pengendalian hama dan penyakitnya menggunakan

Page 73: A08ape

55

pestisida. Adapun jenis pestisida yang digunakan, yaitu Insektisida , 24 D-Amine

dan Rondentisida. Untuk mengantisipasi serangan hama dan penyakit tersebut

biasanya petani menyemprotkan pestisida dalam jumlah yang besar, yaitu 1,5

liter/ha. Herbisida yang digunakan petani di Kecamatan Kelumpang Selatan

adalah Round up dan Tosdon. Penggunaan herbisida untuk tanaman kelapa sawit

yang digunakan oleh petani rata-rata 20 kg/ha/tahun.

6.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki

pengaruh besar terhadap biaya usahatani. Oleh karena itu dalam penggunaannya

petani harus diperhitungkan. Untuk proses perhitungannya digunakan satuan HK

( Hari Kerja ) yang didasarkan kepada jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh

petani Kecamatan Kelumpang Selatan melakukan proses pemeliharaan, yaitu dari

pukul 07.00 – 12.00 WITA. Adapun perbandingan HK yang digunakan oleh

petani Kecamatan Kelumpang Selatan adalah sebagai berikut : 1 HK untuk pria

sama dengan 1 HKP ( Hari Kerja Pria ), sedangkan 1 HK untuk wanita sama

dengan 0.8 HKP. Perbandingan ini didasarkan atas upah yang diterima.

Page 74: A08ape

VII. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KKPA

Alokasi dana untuk pelaksanaan program KKPA tahun anggaran 1997

sebesar Rp ±18 Milyar berasal dari dana Bank Indonesia. Dana tersebut

dialokasikan ke Kecamatan Kelumpang Selatan dengan distribusi dana sebesar

100 persen untuk Kecamatan Kelumpang Selatan. Dana yang dialokasikan untuk

Kecamatan Kelumpang Selatan antara lain digunakan untuk sosialisasi,

administrasi dan pembukaan areal perkebunan kelapa sawit.

Indikator keberhasilan program KKPA seperti tercantum dalam pedoman

umum program KKPA adalah harus adanya koperasi dan inti. Koperasi (plasma)

sebagai simbol ekonomi kerakyataan dan inti sebagai simbol kekuatan ekonomi

dengan modal skala besar, dimana dua kekuatan yang berbeda bergabung

(bermitra) menjadi sebuah kekuatan ekonomi dalam mencapai kesejahteraan

bersama. Lembaga ekonomi (koperasi) dan untuk kepentingan administratif

disebut juga lembaga ekonomi pengembangan desa terbentuk sejak kecamatan

Kelumpang Selatan mendapat dana bantuan pertama kali yaitu pada tahun 1997.

7.1 Proses Pelaksanaan Program KKPA

Pelaksanaan program KKPA diawali dengan ditetapkannya Kecamatan

Kelumpang Selatan sebagai Kecamatan sasaran. Selanjutnya Dinas Depstran dan

Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan sebagai penanggung jawab

operasional KKPA dengan dibantu oleh Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten

Kotabaru serta melalui koordinasi dengan BAPPEDA dan instansi terkait lainnya

Page 75: A08ape

57

menetapkan Kecamatan Kelumpang Selatan sebagai lokasi Kecamatan tempat

pelaksanaan program KKPA.

Dalam penetapan lokasi kecamatan tersebut terdapat ketidaksesuain antara

pelaksanaan di Kecamatan Kelumpang Selatan dengan ketetapan yang terdapat

pada Pedoman Umum KKPA. Seharusnya koperasi Gajah Mada sudah menjadi

badan hukum, hal tersebut merupakan suatu masalah karena pelaksanaan program

KKPA. Sedangkan pada tahun 1994 koperasi belum menjadi badan hukum

sehingga pemerintah daerah tingkat II mempunyai wewenang untuk membuat

kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi.

Penetapan tiga desa sebagai lokasi program KKPA didasarkan pada

peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar desa dan transmigran serta lahan yang

cukup untuk pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Kebijakan yang

ditetapkan oleh pemerintah Tingkat I dan Tingkat II serta Bank Indonesia adalah

mengolaksikan dana sebesar Rp. ±18 Milyar untuk pembangunan areal

perkebunan kelapa sawit.

Mekanisme pencairan dana KKPA mengikuti produser yang berlaku

Penyaluran dan langsung ke Lembaga Ekonomi Kerakyatan (Koperasi) untuk

disalurkan pembagunan areal perkebunan kelapa sawit dan saprodi.

Alur kemitraan antara KUD Gajah Mada dan inti PT SKIP ditunjukan

Lampiran 4.

KUD Gajah Mada merupakan kelembagaan non-pemerintahan yang

pembentukanya difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Tingkat II.

Pengurus-pengurus KUD Gajah Mada dari tenaga profesional merupakan wakil

kelompok masyarakat desa setempat. Para pengurus tersebut mengikuti

Page 76: A08ape

58

pembinaan dan pelatihan selama yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah

tingkat II Kabupaten Kota Baru. Selanjutnya dalam melakasanakan tugasnya,

pengurus KUD didampingi oleh instansi-instansi terkait baik Kabupaten dan

Kecamatan. Secara khusus, koperasi mempunyai peran secara umum

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayahnya.

Sesuai dengan pedoman umum program KKPA, sasaran program KKPA

diutamakan kepada masyarakat setempat dan transmigran (petani peserta plasma).

Mengingat masyarakat setempat dan transmigran berprofesi sebagai petani.

Dalam pelaksanaanya, penetapan sasaran program ini ditentukan oleh Dinas

Depstran dan Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan

pertimbangan kondisi umum masyarakat setempat dan transmigran Kecamatan

Kelumpang Selatan maka kreteria penetapan calon peserta program KKPA

diutamakan masyarakat transmigrasi dari pulau jawa yang kondisi sosialnya

kekurangan.

Lahan yang dimiliki petani peserta KKPA adalah lahan yang diberikan

oleh pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Kota Baru. Berdasarkan ukuran

lahan perkebunan kelapa sawit, seluruh responden rata-rata memiliki lahan seluas

1,75 ha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta program KKPA

didominasi oleh masyarakat setempat, tetapi sebagian juga ada masyarakat

transmigran.

7.2 Penyaluran dan Pengembalian Dana Bantuan pada Program KKPA

Jumlah penerima dana bantuan program KKPA tahun 1997 pada awal

pelaksanaan proyek adalah 400 orang yang terdiri atas 60 persen masyarakat

Page 77: A08ape

59

setempat dan 40 persen masyarakat transmigrasi. Pemberian dana untuk anggota

peserta KKPA sebesar Rp. 8.500.000/ha dengan suku bunga 16 persen dilakukan

secara serantak pada tanggal 15 Mei 1997. Perguliran dana bantuan tersebut

dilakukan selama lima bulan sekali setiap tahunnya, sampai 18 Desember 2000.

Jumlah dana program KKPA awal di Kecamatan Kelumpang Selatan adalah ±18

Milyar rupiah. Penyaluran dan angsuran dana program KKPA tersebut dapat

dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Penyaluran Dana Bantuan Program KKPA Tahun 1997 di Kecamatan Kelumpang Selatan

Tanggal, Bulan dan Tahun Jumlah Dana yang Disalurkan (Rp)08-Januari-1998 2,291,317,87418-Mei-1998 4,245,627,69210-Mei-1999 4,226,866,00005-Oktober-1999 3,844,570,00017-Mei-2000 1,280,346,00015-September-2000 957,783,00018-Desember-2000 914,137,000Total 17,885,182,566

Sampai dengan 27 Desember 2000, pengembalian dana program KKPA

dilakukan setelah tanaman kelapa sawit menghasilkan, yaitu umur tanam tahun

ke empat. Pengembalian dana program KKPA terdiri atas dua macam angsuran

yaitu angsuran bunga dan angsuran pokok. Angsuran dana bantuan program

KKPA dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Angsuran per Bulan Petani Peserta KKPA.

Tahun Ke-Angsuran

(Rp) Total Angsuran (Rp)

Bunga Pokok6 1.094.003 1.272.269 2,366,2727 872.100 1.586.949 1,586,9498 594.733 2.070.674 2,665,407

Angsuran dana bantuan program KKPA sampai pada saat ini tergolong

lancar. Hal ini berdasarkan dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa rata-rata

Page 78: A08ape

60

petani peserta KKPA mampu mengembalikan dana angsuran sesuai ketentuan-

ketentuan dari KUD Gajah Mada yaitu dengan cara bayar panen (yarnen).

Tabel 14. Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA Tahun 1998 dengan Penerapan Skim KKPA Di Kecamatan Kelumpang Selatan

NoPokok-pokok

KetentuanKKPA

Tahun 1998

KKPADi Kecamatan

Kelumpang Selatan

1. Plafon Kredit

Sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar kembali anggota koperasi primer dengan maksimum kredit Rp. 50 juta/anggota, dipersyaratkan serta dikaitkan dengan adanya tabungan anggota koperasi primer atau tabungan koperasi primer anggota koperasi primer.

Pemberian dana kredit yang diberikan adalah sebesar Rp. 8.500.000/ha dan setiap anggota mempunyai tabungan anggota koperasinya.

2. Penggunaan Kredit

Untuk memenuhi kebutuhan modal investasi dan/atau modal kerja bagi usaha anggota koperasi yang produktif.

Digunakan untuk kebutuhan modal investasi

3. Suku Bunga KreditDitetapkan BI berdasarkan suku bunga Pasar saat ini sebesar 16% termasuk fee koperasi 2%.

Suku bunganya 16%, sudah termasuk fee koperasi 2%

4. Suku Bunga KL 9% 9%5. Lembaga Keuangan PT. PNM PT. PNM

6. Penyalur Kredit

Bank kepada anggota koperasi dengan diketahui oleh koperasi, bila koperasi berfungsi sebagai channeling agent

Bank dengan koperasi bila koperasi berfungsi sebagai executing agent

KUD Gajah Mada koperasi yang berfungsi sebagai channeling agent

7. Jangka Waktu Kredit

Kredit Investasi maksimum 15 tahun. Kredit Modal Kerja : Terkait dengan investasi : Maksimum 5 tahun. Tidak terkait dengan investasi : Maksimum 1 tahun, kecuali untuk tanaman musiman tertentu dimungkinkan lebih dari 1 tahun.

Kredit investasinya selama 15 tahun dikarenakan tanamannya bukan musiman

8. Persyaratan KoperasiKoperasi primer yang sudah menjadi badan hukum

KUD Gajah Mada sudah berbadan hokum

9. Bank Pemberi KreditBank umum yang tergolong sekurang-kurangnya cukup sehat.

Bank pemberi kredit sudah cukup sehat

Sumber : BI, diolah.

Page 79: A08ape

61

7.3 Peran Pembinaan dalam Pelaksanaan Program KKPA

Pelaksanaan program KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan diawali

dengan diadakannya kegiatan pembinaan untuk seluruh petani peserta KKPA.

Kegiatan pembinaan atau penyuluhan yang dilakukan oleh KUD Gajah Mada dan

inti PT SKIP berselang satu bulan sekali. Secara umum, peserta program KKPA

hanya mengikuti penyuluhan saat pertama kali akan mendapatkan dana bantuan.

Peserta yang mengikuti pembinaan atau penyuluhan sebanyak 12 bulan/tahun.

Selain itu para petani peserta KKPA yang terdiri atas masyarakat setempat

dan masyarakat transmigrasi. Tingginya persentase peserta program yang

mengikuti penyuluhan dikarenakan keinginan tahuan petani peserta KKPA sangat

tinggi. Hal tersebut didasarkan atas tingginya produktivitas tanaman kelapa sawit

petani peserta KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan. Materi Pembinaan dan

penyuluhan yang diberikan adalah sistem pemeliharaan dan pemanenan tanaman

kelapa sawit. Tenaga pembinaan dan penyuluhan adalah mandor-mandor dari

pihak inti PT SKIP. Mandor-mandor tersebut berperan sebagai tenaga ahli dalam

bidang sistem pemeliharaan dan pemanenan tanaman kelapa sawit.

Dalam pelaksanaannya, Mandor-mandor sangat aktif dalam melakukan

pembinaan petani peserta KKPA.

Keberadaan tenaga-tenaga pembinaan dan penyuluhan di petani peserta

KKPA sangat dirasakan secara nyata oleh petani peserta KKPA. Berdasarkan

hasil penelitian, rata-rata responden mengetahui bagaimana sistem pemeliharaan

yang baik dan benar. Hal tersebut terlihat tingginya produksi tanaman kelapa

sawit petani peserta KKPA dari tahun ke tahunnya.

Page 80: A08ape

62

7.4 Dampak Pelaksanaan Program KKPA Terhadap Pengembangan Usaha

Bentuk usaha yang didanai program KKPA di Kecamatan Kelumpang

Selatan adalah perkebunan kelapa sawit. Petani peserta KKPA yang memperoleh

dana bantuan KKPA kini mulai dapat merasakan manfaat yang menguntungkan

dengan mudahnya mendapat pekerjaan dikebun, dengan demikian ada suatu

kepastian penghasilan setiap bulannya. Sementara mereka juga mendapat suatu

harapan yang pasti dari hasil kebun kelapa sawit mereka nantinya setelah

menghasilkan selain dari pendapatan setiap bulan dari upah kerja mereka.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dalam satu keluarga biasanya yang

bekerja tidak terbatas pada kepala keluarga saja, namun dapat juga istri bahkan

anak mereka yang memang sudah selesai pendidikannya, sehingga setiap

bulannya penghasilan setiap keluarga rata-rata bisa mencapai Rp. 600.000 –

800.000/bulan/KK, tentu hal ini sangat berbeda jauh dari penghasilan mereka

sebelum adanya pembangunan perkebunan kelapa sawit tersebut. Dapat

disimpulkan penghasilan keluarga petani peserta KKPA akan semakin meningkat

dengan tibanya masa tanaman menghasilkan.

Di sisi lain, dengan adanya program KKPA ini kini juga semakin nyata

adanya pemberdayaan ekonomi dari masyarakat peserta plasma. Pemberdayaan

itu pula semakin nyata ketika lahan masyarakat di Kecamatan Kelumpang Selatan

masih belum digarap atau lahan tidur dan tidak menghasilkan, kini menjadi lahan

yang produktif dan menghasilkan setelah ditanami dengan kelapa sawit serta

menjadi lahan andalan bagi sekian banyak masyarakat desa. Kehadiran program

KKPA melalui pembangunan areal perkebunan kelapa sawit telah merubah

banyak hal dalam dinamika kehidupan masyarakat di Kecamatan Kelumpang

Selatan, kini ekonomi masyarakat berubah dratis dari yang semula tidak berdaya

Page 81: A08ape

63

menjadi sangat berdaya, dari masyarakat statis menjadi amat dinamis. Itu semua

dapat terjadi tak lain dan tak lebih oleh karena keberhasilan program KKPA

kemitraan KUD ‘Gajah Mada’ dan PT. SKIP.

Dalam penyalurannya, terhadap pemotongan terhadap Dana KKPA yang

diterima oleh petani peserta program KKPA. Pemotongan setiap hasil panen yang

dilakukan oleh KUD Gajah Mada tersebut dimaksudkan untuk mengganti biaya

yang diberikan dalam program KKPA dengan bunga 16 persen dan sudah

termasuk 2 persen fee untuk koperasi. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh petani

peserta KKPA merasa tidak berkeberatan dengan adanya pemotongan dana

tersebut.

Adapun Keluhan dari petani peserta KKPA antara lain kurang

transfarannya pihak koperasi dalam pengunaan dana bantuan KKPA. Mereka

beranggapan bahwa dana yang dialirkan hanya digunakan untuk menambah biaya

operasional seperti mengganti atau menambah peralatan yang sifatnya kontinyu.

Hal tersebut disebabkan karena modal yang ditanamkan untuk usaha perkebunan

kelapa sawit sangat besar.

Dilihat dari jumlah dana program KKPA yang disalurkan, alokasi

penggunaan rekapitulasi biaya investasi pembangunan total proyek perkebunan

kelapa sawit. Biaya investasi pembangunan proyek ditunjukkan oleh Tabel 15.

Dana program KKPA yang diterima tersebut 67 persen dari total sebesar 18

Milyar untuk membiayai proyek pembanguan pembangunan perkebunan kelapa

sawit. Total investasi tanaman terbesar penggunaannya pada pemeliharaan TBM 2

dan pengerasan jalan yaitu sebesar 25.83 persen.

Page 82: A08ape

64

Tabel 15. Bentuk Penggunaan Dana Program KKPA.Bentuk Penggunaan Biaya (Rp) Persentase

Pembukaan lahan 606,900,000 4.80 Jalan, jembatan & drainase 1,060,500,000 8.40 Penanaman dan pemeliharaan TBM-0 2,615,539,016 20.70 Pemeliharaan TBM-1 1,584,534,788 12.53 Pemeliharaan TBM-2 + perkerasan jalan 3,265,682,381 25.83 Pemeliharaan TBM-3 + perkerasan jalan 3,253,278,000 25.74 Sertifikasi 252,000,000 2

Total investasi tanaman 12,638,434,185 100

Peserta program KKPA masih menjalankan usahanya sampai saat ini.

Budaya hidup berkelompok terus dipertahankan tidak hanya sebatas dalam

penerimaan dan pengembalian dana bantuan saja. Perjalanan program KKPA dari

tahun ketahun terlihat nyata dengan meningkatnya pendapatan petani peserta

KKPA. Begitupun dengan perbaikan manajemen usaha dan aspek pelestarian

lingkungan. Pelaksanaan program KKPA dapat termonitor dengan baik dengan

adanya budaya bermusyawarah antara KUD Gajah Mada dan inti PT SKIP serta

kelompok – kelompok petani peserta KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan.

Budaya lain yang muncul pada petani peserta KKPA adalah budaya

menabung. Seluruh petani peserta KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan

memilki tabungan. Tabungan tersebut masih bersifat tabungan anggota kelompok

yang dikelola oleh KUD Gajah Mada dan hanya terbatas untuk petani peserta

KKPA.

Pengaruh pelaksanaan program KKPA terhadap penyerapan tenaga kerja

sangat terasa dilingkungan masyarakat desa. Hal ini dibuktikan dengan jumlah

penduduk yang di Kecamatan Kelumpang Selatan yang mata pencahariannya

di bidang perkebunan kelapa sawit yaitu sebesar 90 persen.

Page 83: A08ape

65

Perubahan kesejahteraan secara kuantitatif terlihat pada perubahan

pendapatan. Secara umum, pendapatan usaha peserta program meningkat setelah

diterimanya dana bantuan. Peningkatan pendapatan kotor ini disebabkan karena

dana bantuan yang diterima digunakan untuk modal usaha sehingga

diperhitungkan sebagai penerimaan dan pengeluaran. Untuk petani peserta KKPA,

besarnya pendapatan yang diperoleh berbanding lurus dengan luas areal

perkebunan yang dimiliki.

Dianalisis berdasarkan keuntungan bersih petani peserta KKPA meningkat

rata-rata setiap tahunnya sebesar 41 persen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya

produksi tanaman kelapa sawit dan sistem pemeliharaan yang baik. Hasil produksi

yang meningkat tidak lepas dari pembinaan dan penyuluhan dari initi PT SKIP.

Peningkatan kesejahteraan di bidang sosial pada pelaksanaan program

KKPA di kecamatan Kelumpang Selatan ditunjukkan oleh terdapatnya alokasi

dana dari keuntungan yang diperoleh untuk kegiatan keagamaan dan pendidikan.

Secara kongkrit, dana tersebut digunakan sebagai dana sumbangan pembangunan

mesjid dan pembangunan sekolah dasar.

Dampak terhadap perbaikan sikap dan perilaku dalam jangka panjang

belum menunjukkan adanya perubahan yang sangat drastis meskipun dalam

kehidupan sehari – hari petani peserta KKPA saat ini telah dapat merasakan

dampak dari bantuan dana program KKPA. Begitupun dengan aspek lingkungan

berupa kerukunan dan keamanan areal perkebunan serta perbaikan pemukiman

sudah dapat dirasakan perlahan-lahan oleh petani peserta KKPA. Dengan

tumbuhnya budaya kebersamaan antara petani, diharapkan akan tumbuh

Page 84: A08ape

66

kesadaran menjaga kualitas lingkungan berupa kesepakatan yang melarang

kegiatan pencurian hasil panen tanaman kelapa sawit.

Tujuan lain yang ingin dicapai dalam program KKPA ini adalah

terdapatnya peningkatan kesejahteraan dalam aspek infrastruktur untuk

memperlancar mobilitas pelaksanaan kegiatan ekonomi dan sosial. Pembangunan

infrastruktur yang dimaksud dalam program KKPA tersebut adalah pembangunan

fasilitas yang menunjang kegiatan usaha petani peserta KKPA seperti

dibangunnya balai pertemuan, sarana olahraga dan sebagainya. Selama

pelaksanaan program KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan sudah terlihat

beberapa perbaikan maupun pembangunan sarana dan prasaran yang sifatnya

besar seperti jalan yang dapat menunjang kegiatan program KKPA.

Page 85: A08ape

VIII. ANALISIS DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KKPA KELAPA SAWIT TERHADAP PENDAPATAN

USAHATANI PESERTA

8.1 Karakteristik Responden

8.1.1 Umur petani

Gambaran umum karateristik untuk petani responden baik petani peserta

KKPA maupun petani peserta non KKPA kelapa sawit dapat dilihat pada

Tabel 16.

Tabel 16. Sebaran Responden Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Umur di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

Umur Petani(Thn)

Petani PesertaKKPA

Petani NonPeserta KKPA

Jumlah (orang) Persen Jumlah (orang) Persen 30-40 10,00 25,00 5,00 16,6741-50 25,00 62,50 22,00 73,33> 50 5,00 12,50 3,00 10,00Jumlah 40,00 100,00 30,00 100,00

Pada Tabel 16 diketahui ternyata hampir sebagian besar petani peserta

KKPA maupun petani non peserta KKPA berusia antara 41 sampai 50 tahun,

yaitu dengan komposisi 62,50 persen sedangkan untuk petani non peserta KKPA

73,33 persen. Tingginya persentase petani yang berusia diantara 41 sampai 50

menunjukan bahwa petani kelapa sawit, baik yang petani peserta KKPA maupun

petani non peserta KKPA masih didominasi oleh kaum tua. Hal ini terjadi karena

sebagian pemuda yang ada di Kecamatan Kelumpang Selatan kurang berminat

untuk bekerja sebagai petani. Pemuda di Kecamatan Kelumpang Selatan lebih

suka menggangur atau bekerja diluar bidang usahatani.

Menurut pengalaman biasanya semakin tua umur seseorang maka diduga

akan berpengaruh terhadap kemampuan dan kemauan dalam mengadopsi inovasi.

Page 86: A08ape

68

Pada petani tersebut hanya melakukan kegiatan usahataninya berdasarkan

pengalaman yang sudah biasa dilakukan sehingga tingkat adopsi inovasi dan

sistem yang baru menjadi rendah. Tetapi berkat kesabaran dan cara penyuluhan

yang baik dari para penyuluh perkebunan menyebabkan para petani tersebut

bersedia untuk merubah sistem usahataninya ke usahatani yang lebih baik.

8.1.2 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan formal petani di Kecamatan Kelumpang Selatan

terutama untuk petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA sebagian besar

hanya sampai tingkat pendidikan dasar. Persentase jumlah petani peserta KKPA

yang menyelesaikan sekolah dasar adalah 50 persen, sedangkan petani non peserta

KKPA hanya mencapai 30 persen.

Tabel 17. Sebaran Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani NonPeserta KKPA Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kelumpang Selatan. Tahun 2005

Tingkat Pendidikan

Petani PesertaKKPA

Petani NonPeserta KKPA

Jumlah (Orang)

PersenJumlah (Orang)

Persen

Tidak tamat SD 2,00 5,00 10,00 33,33SD 20,00 50,00 9,00 30,00SLTP 13,00 32,50 9,00 30,00SLTA 5,00 12,50 2,00 6,67Jumlah 40,00 100,00 30,00 100,00

Biasanya petani tidak memiliki pendidikan sampai tingkat dasar kurang

memperhitungkan resiko yang akan dihadapinya dalam melakukan perubahan

usahataninya. Hal ini karena petani melakukan perubahan berdasarkan ikut-ikutan

petani yang lain, sedangkan yang berpendidikan akan selalu berhati-hati dalam

mengambil keputusan dengan terlebih dahulu memperhitungkan resiko yang akan

dihadapinya.

Page 87: A08ape

69

Pada petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA, Pendidikan

informal diperoleh dari kegiatan-kegiatan penyuluhan dilakukan oleh perusahaan

inti dan dinas perkebunan. Dimana untuk petani peserta KKPA, kegiatan

penyuluhan yang dilakukan oleh inti dilaksanakan dua minggu sekali sedangkan

untuk petani non peserta KKPA kegiatan penyuluhan dilakukan dalam waktu

yang tidak tentu oleh dinas perkebunan Kabupaten Kotabaru. Diharapkan dari

penyuluhan tersebut petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA dapat

mengembangkan usahatani yang dikelolanya, dengan materi penyuluhan

mengenai bagaimana teknik budidaya dan pengendalian hama serta penyakit

tanaman.

8.1.3 Status Usahatani

Berdasarkan status usahataninya, pada Tabel 18 diketahui bahwa sebagian

besar petani peserta KKPA mengusahakan usahatani sebagai usaha pokok, begitu

pula dengan petani kelapa sawit non peserta KKPA. Persentase jumlah petani

yang mengusahakan kelapa sawit sebagai usaha pokok adalah sama dengan 82,50

persen untuk petani kelapa sawit KKPA dan 70,00 persen untuk petani non

peserta KKPA. Tingginya persentase usahatani kelapa sawit sebagai usaha pokok

dikarenakan pendapatan dari usahatani ini jauh lebih besar pendapatannya dari

usahatani lainnya seperti sayur-sayuran dan palawija.

Sedangkan petani yang mengusahakan usahatani ini sebagai sampingan

adalah petani yang memiliki kegiatan lain sebagai pedagang, sopir, karyawan,

pengawai negeri sipil, buruh, berternak dan tukang ojek.

Page 88: A08ape

70

Tabel 18. Sebaran Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Status Usahatani di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

StatusUsahatani

Petani PesertaKKPA

Petani NonPeserta KKPA

Jumlah (Orang)

Persen Jumlah (Orang)

Persen

Pokok 33 82,50 21 70,00Sampingan 7 17,50 9 30,00Jumlah 40 100 30 100

8.1.4 Pengalaman Usahatani

Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi tidaklah cukup untuk

mendukung keberhasilan seorang petani. Selain pendidikan, baik formal maupun

informal dibutuhkan juga pengalaman. Sebagian besar petani Kecamatan Tegala

sari, khususnya petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA memiliki

pengalaman sudah cukup lama dalam dalam berusahatani. Hal tersebut dapat

dilihat pada Tabel 19 dimana persentase jumlah petanii yang memiliki

pengalaman antara 7 sampai 11 tahun mencapai 62,50 persen untuk petani peserta

KKPA dan 50 persen untuk petani non peserta KKPA. Lamanya pengalaman

bercocok tanam kelapa sawit yang dimiliki oleh petani tersebut karena merupakan

mata pencahrian utama petani di daerah tersebut. Oleh karena itu petani sudah

sangat mengenal dengan teknik budidaya kelapa sawit.

Tabel 19. Sebaran Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Pengalaman Usahatani di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

Pengalaman Usahatani (Tahun)

Petani PesertaKKPA

Petani PesertaNon KKPA

Jumlah (Orang)

Persen Jumlah (Orang)

Persen

0-6 7,00 17,50 11,00 36,677-11 25,00 62,50 15,00 50,00> 11 8,00 20,00 4,00 13,33

Jumlah 40,00 100,00 30,00 100,00

Page 89: A08ape

71

8.2 Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA

8.2.1 Tingkat Produksi dan Produktivitas

Luas lahan rata-rata petani peserta KKPA yaitu satu hektar, produksi

rata-rata per hektar kelapa sawit mengalami peningkatan untuk TM 4 sebesar

16,19 persen sedangkan TM 5 sebesar 67,23 persen. Peningkatan produksi

tersebut dikarenakan sistem pemeliharaan yang baik dan dukungan input

usahatani yang baik dari pihak perusahaan serta banyak hasil panen TBS yang

tidak rusak dan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh pihak

perusahaan. Tingkat produktivitas petani peserta KKPA pada TM 7 menjadi 23,57

Ton/Ha dan pada TM 8 mencapai 39,41 Ton/Ha.

Tabel 20. Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit per hektar Petani Peserta KKPA.

UraianTM ke- Persentase

Tahun ke 7PersentaseTahun ke 83 4 5

Luas Lahan (Ha) 1 1 1 - -Produksi (Kg) 20.284 23.570 39.418 16.19 67.23Produktivitas (Ton/Ha) 20,28 23,57 39,41 16.22 67.20

8.2.2 Analisis Biaya Usahatani Petani Peserta KKPA

Bedasarkan Tabel 21 diketahui ternyata biaya total yang dikeluarkan oleh

petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 11.175.951 Besarnya biaya total yang

harus dikeluarkan oleh petani peserta KKPA karena terkait dengan 2 komponen

biaya yang membentuk biaya total, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan.

Biaya tunai adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani secara tunai dalam

bentuk uang.

Apabila dibandingkan dari sisi pengeluarannya antara biaya tunai dan

biaya diperhitungkan maka diketahui ternyata proporsi penggunaan biaya tunai

lebih besar dari biaya diperhitungkan ini terlihat pada persentase penggunaan

Page 90: A08ape

72

biaya tunai adalah 75,51 persen dari biaya total, sedangkan penggunaan biaya

diperhitungkan adalah sebesar 24,49 persen dari biaya total. Adapun penyebab

besarnya persentase penggunaan biaya tunai tersebut terkait dengan komponen

penggunaan pupuk kimia dan angsuran bunga.

Besarnya biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani peserta KKPA

karena terkait dengan pengunaan biaya pembelian pupuk kimia Rp. 3.174.450

(28,40 persen) dan angsuran bunga kredit Rp. 2.560.836 (22,91 persen) yang

harus dibayar petani kepada koperasi. Selain itu yang menyebabkan besarnya

biaya untuk angsuran bunga ini adalah karena terkait dengan jumlah pinjaman

petani kelapa sawit dari pembukaan areal perkebunan sampai berproduksi. Besar

dan kecil angsuran petani peserta KKPA tergantung umur tanaman kelapa sawit

yang dibudidayakan.

Pada usahatani kelapa sawit ini biaya panen yang harus dikeluarkan oleh

petani peserta KKPA, yaitu Rp. 1.575.000. Apabila dilihat dari proporsi

penggunaan biayanya ternyata mencapai 14,10 persen dari biaya diperhitungkan.

Besarnya biaya panen, dikarenakan kebijakan dari perusahaan inti yang selalu

berubah setiap saat, yaitu dengan rata-rata Rp. 15.000/ton. Persentase

penggunaan biaya untuk komponen ongkos angkut adalah (7,04 persen),

sedangkan untuk biaya penyusutan peralatan sama dengan Rp. 373.725 atau

sebesar 3,34 persen. Besarnya biaya penyusutan peralatan dikarenakan petani

peserta KKPA lebih banyak mempergunakan peralatan untuk bertani. Adapun alat

tersebut adalah penyemprot, dodos, egrek, angkung, parang dan sebagainnya.

Page 91: A08ape

73

Tabel 21. Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

Pengeluaran UsahataniTahun Ke-

Total Persentase6 7 8

1. Biaya Tunai

Pupuk Kimia 1.058.150 1.058.150 1.058.150 3.174.450 28,40 Pestisida 36.000 36.000 36.000 108.000 0,97 Herbisida 73.680 73.680 73.680 221.040 1,98 Angsuran Bunga 1.094.003 872.100 594.733 2.560.836 22,91

TKLK 791.800 791.800 791.800 2.375.400 21,25

Total Pengeluaran Tunai 3.053.633 2.831.730 2.554.363 8.439.726 75,51

2. Biaya Diperhitungkan

Penyusutan Peralatan 124.575 124.575 124.575 373.725 3,34

Ongkos Angkut 237.500 262.500 287.500 787.500 7,04

Biaya Panen 475.000 525.000 575.000 1.575.000 14,10

Total Biaya Diperhitungkan 837.075 912.075 987.075 2.736.225 24,49

3. Total Biaya 3.890.708 3.743.805 3.541.438 11.175.951 100

Apabila dilihat dari penggunaan biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh

petani peserta KKPA adalah sama dengan Rp. 8.439.726, besarnya biaya tunai

tersebut untuk penggunaan pupuk kimia yang harus dibayar. Untuk persentase

biaya pupuk kimia adalah sama dengan 28,40 persen atau Rp. 3.174.450, besarnya

penggunaan pupuk kimia dikarenakan banyaknya penggunaan pupuk waktu masa

pemeliharaan dan untuk menjaga unsur hara tanah agar tanaman kelapa sawit

dapat berproduksi dengan baik. Adapun jenis pupuk kimia tersebut adalah TSP,

Urea, MOP, dan Kiesiret.

Selain itu, besarnya biaya tunai untuk tenaga kerja luar keluarga adalah

karena petani peserta KKPA tidak pernah mengerjakan usahatani kelapa sawit

tersebut secara langsung. Pengaturan tenaga kerja, diatur oleh pihak perusahaan

inti yang memperkerjakan tenaga kerja terampil dalam usahatani kelapa sawit,

baik tenaga kerja masyarakat lokal maupun didatangkan dari pulau jawa.

Page 92: A08ape

74

Sedangkan besarnya biaya peralatan usahatani kelapa sawit dikarenakan harga

pembelian alat-alat tersebut terlalu mahal dan lebih banyak alat yang digunakan.

8.2.3 Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta KKPA

Penerimaan usahatani kelapa sawit merupakan jumlah rata-rata panen

dikalikan dengan harga yang diterima petani peserta KKPA. Dalam penelitian ini,

harga jual TBS rata-rata yang diterima petani peserta KKPA adalah sebesar

Rp. 428,-. Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit petani peserta KKPA

sangat baik dengan rata-rata produksi 27.757 kg/tahun dengan luas areal kelapa

sawit satu hektar.

Tabel 22. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

Tahun ke-Produksi TBS

( kg)Pendapatan

(Rp)Total Biaya

(kg)Keuntungan

(Rp)6 20.284 8.620.700 3.890.708 4.729.9927 23.570 10.017.250 3.743.805 6.273.4458 39.418 17.107.412 3.541.438 13.565.974

Total 83.272 35.745.362 11.175.951 24.569.421Keterangan : 1. Harga TBS/kg Tahun Ke 6 = Rp. 425

2. Harga TBS/kg Tahun Ke 7 = Rp. 4253. Harga TBS/kg Tahun Ke 8 = Rp. 434

8.2.4 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta KKPA

Suatu usahatani akan dikatakan mengutungkan jika selisih antara

penerimaan dengan pengeluarannya itu bernilai positif. Selisih tersebut akan

dinamakan pendapatan atas biaya tunai jika penerimaan totalnya dikurangkan

dengan pengeluaran tunai. Berdasarkan selisih tersebut diketahui ternyata

pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA adalah Rp. 27.305.636.

Namun apabila dilihat dari pendapatan atas biaya totalnya ternyata petani

peserta KKPA memperoleh pendapatan atas biaya total adalah sebesar

Page 93: A08ape

75

Rp. 24.569.411. Besarnya pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani

peserta KKPA tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah produksi yang

dihasilkan.

Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai petani peserta KKPA maka

diketahui ternyata R/C rasio atas biaya tunai petani peserta KKPA , yaitu 4,23.

Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya dikeluarkan oleh petani KKPA akan

menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 4,23. Pendapatan usahatani kelapa sawit

petani peserta KKPA dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA per Hektar pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

UraianPetani Peserta

KKPA(Rp)

Persentase

A. Penerimaan Usahatani 1. Penerimaan Tunai 35.745.362 100 2. Penerimaan yang Diperhitungkan - 3. Total Penerimaan Usahatani 35.745.362 100

B. Biaya Usahatani 1. Biaya Tunai 8.439.726 75,51 2. Biaya Diperhitungkan 2.736.225 24,49Total Biaya 11.175.951 100

C. Pendapatan Atas Biaya Tunai 27.305.636 -

D. Pendapatan Atas Biaya Total 24.569.411 -

E. R/C atas Biaya Tunai 4,23 -

F. R/C atas Biaya Total 3,19 -

Namun apabila dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya totalnya maka

diketahui ternyata nilai R/C rasio petani peserta KKPA, yaitu 3,19. Hal ini berarti

bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan oleh petani peserta KKPA

akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 3,19.

Page 94: A08ape

76

Adapun yang menyebabkan besarnya nilai R/C rasio petani peserta KKPA

tersebut adalah karena penerimaan total petani KKPA besar. Besarnya penerimaan

total tersebut disebabkan oleh jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani KKPA

untuk per hektarnya dalam tiga tahun , yaitu 83.272 ribu kg.

8.3 Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA

8.3.1 Tingkat Produksi dan Produktivitas

Luas lahan rata-rata petani non peserta KKPA yaitu satu hektar, produksi

rata-rata per hektar kelapa sawit mengalami peningkatan untuk TM 4 sebesar 1,86

persen sedangkan TM 5 sebesar 8,51 persen (dapat dilihat pada Tabel 24).

Peningkatan produksi tersebut dikarenakan sistem pemeliharaan yang baik dan

dukungan input usahatani yang tetap stabil. Tingkat produktivitas petani non

peserta pada TM 7 menjadi 1,85 Ton/Ha dan pada TM 8 mencapai 8,50 Ton/Ha.

Tabel 24. Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit per hektar Petani Non Peserta KKPA.

UraianTahun ke- Persentase

Tahun ke 7PersentaseTahun ke 86 7 8

Luas Lahan (Ha) 1 1 1 - -Produksi (Kg) 16.740 17.052 18.504 1,86 8,51

Produktivitas (Ton/Ha) 16,74 17,05 18,50 1,85 8,50

8.3.2 Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA

Biaya total yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah sebesar

Rp. 12.136,080. Besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh petani non

peserta KKPA karena terkait dengan 2 komponen biaya yang membentuk biaya

total, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Apabila dibandingkan dari sisi

pengeluarannya antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan maka diketahui

ternyata proporsi penggunaan biaya tunai lebih besar dari biaya diperhitungkan.

Page 95: A08ape

77

Hal ini terlihat pada persentase penggunaan biaya tunai adalah sama dengan 57,76

persen dari biaya totalnya, sedangkan penggunaan biaya diperhitungkan adalah

sama dengan 42,24 persen dari biaya total (Tabel 25). Adapun penyebab besarnya

persentase penggunaan biaya tunai tersebut terkait dengan komponen pupuk

kimia, pestisida, herbisida, dan TKDK.

Besarnya biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani non peserta

KKPA karena terkait dengan pengunaan biaya untuk pupuk kimia Rp. 2.959.200

(24,38 persen) dan pestisida Rp. 2.100.000 (17,31 persen) yang harus dikeluarkan

petani untuk pemeliharaan usahatani kelapa sawit. Selain itu yang menyebabkan

besarnya biaya pupuk kimia dan pestisida ini adalah karena terkait dengan harga

yang berlaku dipasar lokal yang tidak stabil.

Tabel 25. Analisis Biaya Untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Non PesertaKKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

Pengeluaran UsahataniTahun Ke-

Total Persentase6 7 8

1. Biaya Tunai

Pupuk Kimia 986.400 986.400 986.400 2.959.200 24,38 Pestisida 700.000 700.000 700.000 2.100.000 17,31

Herbisida 650.000 650.000 650.000 1.950.000 16,07

Total Pengeluaran Tunai 2.336.400 2.336.400 2.336.400 7.009.200 57,76

2. Biaya Diperhitungkan Penyusutan Peralatan 48.500 48.500 48.500 145.500 1,20

Ongkos Angkut 502.200 511.560 555.120 1.568.880 12,93

Biaya Panen 840.000 840.000 840.000 2.520.000 20,76

TKDK 297.500 297.500 297.500 892.500 7,35Total Biaya Diperhitungkan 1.688.200 1.697.560 1.741.120 5.126.880 42,24

3. Total Biaya 4.024.600 4.033.960 4.077.520 12.136.080 100

Pada usahatani kelapa sawit ini biaya herbisida yang harus dikeluarkan

oleh petani non peserta KKPA, yaitu Rp. 1.950.000. Apabila dilihat dari proporsi

penggunaan biayanya ternyata mencapai 16,07 persen dari biaya tunai.

Page 96: A08ape

78

Apabila dilihat dari penggunaan biaya diperhitungkan yang harus

dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah Rp. 5.126.880. Besarnya biaya

diperhitungkan penyusutan peralatan, ongkos angkut, biaya panen dan TKDK.

Untuk persentase biaya TKDK adalah sebesar 7,35 persen atau Rp. 892.500,

penggunaan TKDK dikarenakan petani non peserta KKPA mengerjakan

kegiatan-kegiatan pemeliharaan usahatani kelapa sawit tersebut tidak memakai

TKLK atau mengerjakan sendiri.

Selain itu, besarnya biaya diperhitungkan untuk ongkos angkut

(Rp.1.568.880) adalah karena mahalnya biaya pengangkutan TBS ketempat

penjualan dan murahnya harga TBS/kg. Sedangkan rendahnya biaya penyusutan

peralatan usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA (Rp. 145.500)

dikarenakan peralatan yang digunakan tidak terlalu banyak dan tidak semua

peralatan harus membeli.

8.3.3 Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta Non KKPA

Penerimaan usahatani petani non peserta KKPA adalah sebesar

Rp. 29.263.152. Dalam penelitian ini, harga jual TBS rata-rata yang diterima

petani non peserta KKPA adalah sebesar Rp. 527,-. Dimana Tingkat

keutungannya sebesar Rp. 17.127.072, setalah ada pengurangan dari penerimaan

dengan total biaya produksi dengan rata-rata produksi 17.432 kg/tahun dengan

luas areal kelapa sawit satu hektar. Penerimaan usahatani petani peserta non

KKPA dapat dilihat pada Tabel 26.

Page 97: A08ape

79

Tabel 26. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non PesertaKKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

Tahun ke-Produksi TBS

( kg)Pendapatan

(Rp)Total Biaya

(kg)Keuntungan

(Rp)6 16.740 8.721.540 4.024.600 4.696.9407 17.052 8.884.092 4.033.960 4.850.1328 18.504 11.657.520 4.077.520 7.580.000Total 52.296 29.263.152 12.136.080 17.127.072

Keterangan : 1. Harga TBS/kg Tahun Ke 6 = Rp. 4302. Harga TBS/kg Tahun Ke 7 = Rp. 5213. Harga TBS/kg Tahun Ke 8 = Rp. 630

8.3.4 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta Non KKPA

Berdasarkan Tabel 27 diketahui selisih antara penerimaan dengan

pengeluarannya tersebut ternyata pendapatan atas biaya tunai petani non peserta

KKPA adalah Rp. 22.253.952. Namun apabila dilihat dari pendapatan atas biaya

totalnya ternyata petani non peserta KKPA memperoleh pendapatan atas biaya

total adalah sebesar Rp. 17.127.072. Besarnya pendapatan atas biaya total yang

diperoleh petani non peserta KKPA tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah

produksi yang dihasilkan.

Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai petani non peserta KKPA

maka diketahui ternyata R/C rasio atas biaya tunai yaitu 4,17. Hal ini berarti

bahwa setiap satu rupiah biaya dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA akan

menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 4,17.

Namun apabila dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya totalnya maka

diketahui ternayata nilai R/C rasio petani non peserta KKPA yaitu 2,41. Hal ini

berarti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan oleh petani non

peserta KKPA akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 2,41.

Adapun yang menyebabkan besarnya nilai R/C rasio petani non peserta

tersebut adalah karena penerimaan total petani KKPA besar. Besarnya penerimaan

Page 98: A08ape

80

total tersebut disebabkan oleh jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani non

peserta KKPA untuk per hektarnya dalam tiga tahun , yaitu 52.296 ribu kg.

Tabel 27. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non PesertaKKPA per Hektar pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

UraianPetani Peserta

KKPA(Rp)

Persentase

A. Penerimaan Usahatani 1. Penerimaan Tunai 29.263.152 100 2. Penerimaan yang Diperhitungkan - 3. Total Penerimaan Usahatani 29.263.152 100

B. Biaya Usahatani 1. Biaya Tunai 7.009.200 57,75 2. Biaya Diperhitungkan 5.126.880 42,25Total Biaya 12.136.080 100

C. Pendapatan Atas Biaya Tunai 22.253.952 -

D. Pendapatan Atas Biaya Total 17.127.072 -

E. R/C atas Biaya Tunai 4,17 -

F. R/C atas Biaya Total 2,41 -

8.4 Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA

8.4.1 Tingkat Produksi dan Produktivitas

Luasan lahan kelapa sawit petani peserta KKPA dan petani non peserta

KKPA adalah sama yaitu satu Hektar. Walaupun demikian, produksi petani

peserta KKPA masih lebih tinggi dibandingkan dengan petani non peserta KKPA.

Produksi total petani peserta KKPA mencapai 83,272 Kg, sedangkan petani non

peserta KKPA hanya 52,296 Kg. Kecilnya produksi petani non peserta KKPA

diakibatkan kurangnya modal dan sarana produksi pertaniannya, berbeda dengan

Page 99: A08ape

81

petani peserta KKPA yang dapat mudah memperoleh modal dan sarana produksi

melalui program KKPA.

Tabel 28. Produktivitas Kelapa Sawit per Hektar Petani Peserta KKPA dan Petani Peserta Non KKPA

Tahun ke-Petani Peserta

KKPA ( kg/Ha)Petani Non Peserta

KKPA ( kg/Ha)Selisih

Kg/ha Persentase6 20.284 16.740 3.544 17.477 23.570 17.052 6.518 27.658 39.418 18.504 20.914 53.05

8.4.2 Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA

Berdasarkan Tabel 29 diketahui ternyata total biaya yang dikeluarkan oleh

petani peserta KKPA lebih kecil dari petani non peserta KKPA. Total biaya yang

dikeluarkan oleh petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 11.175.951, sedangkan

total biaya yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah sebesar

Rp. 12.136,080. Tingginya total biaya yang harus dikeluarkan oleh petani non

peserta KKPA dikarenakan petani harus mengeluarkan biaya angkut dan panen

lebih besar dari petani peserta KKPA. Adapun yang menyebabkan besarnya total

biaya tersebut adalah terkait jarak tempuh penjualan hasil panen yang sangat jauh

dan sewa tenaga kerja pemanenan.

Tabel 29. Analisis Biaya Untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA per Hektar pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

Biaya Usahatani

Petani PesertaKKPA(Rp)

PersentasePetani Peserta

Non KKPA(Rp)

Persentase

1. Biaya Tunai 8.439.726 75,51 7.009.200 57.752. Biaya Diperhitungkan 2.736.225 24,49 5.126.880 42.253. Total Biaya Usahatani 11.175.951 100 12.136.080 100

Page 100: A08ape

82

8.4.3 Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta KKPA dan Petani NonPeserta KKPA

Pada Tabel 30 diketahui total penerimaan petani peserta KKPA

(Rp. 35.745.362) lebih besar dari petani non peserta KKPA

(Rp. 29.263.152). Hal ini disebabkan karena tingginya produktivitas kelapa sawit

dari petani peserta KKPA (83.272 kg) dibandingkan petani non peserta KKPA

(52.296 kg), tingginya produktivitas tersebut sangat dipengaruhi sistem

pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang baik dan benar serta ketepatan

penggunaan pupuk.

Tabel 30. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KPPA dan Petani Non Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

UraianTahun Ke-

Total6 7 8

1. Petani Peserta KKPA a. Produksi TBS (kg) 20.284 23.570 39.418 83.272 b. Penerimaan (Rp) 8.620.700 10.017.250 17.107.412 35.745.362

2. Petani Non Peserta KKPA a. Produksi TBS (kg) 16.740 17.052 18.504 52.296 b. Penerimaan (Rp) 8.721.540 8.884.092 11.657.520 29.263.152

8.4.4 Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA

Berdasarkan Tabel 31 diketahui ternyata pendapatan atas biaya tunai

petani peserta KKPA lebih besar dari petani non peserta KKPA. Pendapatan atas

biaya tunai petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 27.305.636, sedangkan

pendapatan atas biaya tunai petani non peserta KKPA adalah sebesar

Rp. 22.253.952. Tingginya pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani

peserta KKPA dikarenakan penerimaan total usahatani petani peserta KKPA (Rp.

35.745.362) lebih besar dari petani non peserta KKPA (Rp. 29.263.152),

Page 101: A08ape

83

walaupun untuk biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA lebih

kecil dibandingkan dengan petani peserta KKPA.

Pada penelitian ini, pendapatan biaya total petani peserta KKPA

Rp. 24.569.411 lebih besar dari petani non peserta KKPA yaitu Rp. 17.127.072.

Hal ini terjadi karena total biaya usahatani petani peserta KKPA lebih kecil (Rp.

11.175.951) dari petani non peserta KKPA yaitu Rp. 12.136.080.

Berdasarkan hal tersebut maka diketahui bahwa dengan sistem usahatani

yang dilakukan petani peserta KKPA maupun petani non peserta KKPA

sama-sama berorientasi pada pasar. Budidaya petani peserta KKPA sudah baik

namun memerlukan biaya yang besar sedangkan untuk petani non peserta KKPA

dalam menerapkan budidaya kelapa sawit masih kurang pengetahuan mengenai

teknik budidaya dan system pemeliharaan tanaman kelapa sawit tang baik.

Apabila dilihat dari nila R/C rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya maka

diketahui usahatani petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA yang

dikembangkan oleh petani peserta KKPA pada dasarnya layak untuk diusahakan

karena memiliki nilai R/C rasio (atas biaya tunai dan biaya total) yang lebih besar

dari satu. Hal ini berarti bahwa usahatani petani kelapa sawit KKPA maupun

petani non peserta sama-sama menguntungkan.

Namun apabila dilihat dari perbandingan antara usahataninya maka

diketahui usahatani petani peserta KKPA memiliki R/C rasio atas biaya tunai

yang lebih besar dari usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA. Adapun

nilai R/C rasio untuk petani peserta KKPA adalah sama dengan 4,23 sedangkan

nilai R/C rasio untuk petani non peserta KKPA yaitu 4,17. Hal ini berarti bahwa

tambahan penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani peserta

Page 102: A08ape

84

KKPA akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 4,23 untuk setiap satu rupiah.

Penerimaan tersebut tidak berbeda jauh dengan petani non peserta KKPA yang

menerima Rp. 4,17 untuk setiap satu rupiahnya.

Sedangkan apabila dilihat dari R/C rasio biaya totalnya maka diketahui

bahwa R/C rasio untuk petani peserta KKPA adalah 3,19 lebih besar dari

R/C rasio petani non peserta KKPA yaitu 2,41. Hal ini berarti bahwa tambahan

penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA

adalah Rp. 2,41 lebih kecil dari penerimaan petani peserta KKPA. Biaya per

satuan hasil petani peserta KKPA lebih kecil daripada petani non peserta KKPA

karena biaya total yang dikeluarkan lebih besar , meskipun harga per kg lebih

mahal dari petani peserta KKPA.

Tabel 31. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005

UraianPetani Peserta

KKPA(Rp)

Petani PesertaNon KKPA

(Rp)1. Penerimaan Usahatani 35.745.362 29.263.1522. Biaya Tunai 8.439.726 7.009.2003. Biaya Diperhitungkan 2.736.225 5.126.8804. Total Biaya Usahatani 11.175.951 12.136.0805. Pendapatan atas Biaya Tunai 27.305.636 22.253.9526. Pendapatan atas Biaya Total 24.569.411 17.127.0727. R/C Rasio atas Biaya Tunai 4,23 4,178. R/C Rasio atas Biaya Total 3,19 2,41

Page 103: A08ape

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian usahatani kelapa sawit petani peserta KKPPA

yang dibandingkan dengan usahatani petani non peserta KKPA, maka

disimpulkan :

Pelaksanaan program KKPA sangat efektif dalam meningkatkan pendapatan

petani peserta KKPA. Adanya perubahan perilaku, perbaikan dibidang pertanian,

misalnya dalam meningkatkan motivasi petani dalam perbaikan di bidang

pertanian khususnya di sektor perkebunan. Pembangunan sarana dan prasarana

memudahkan aksesibilitas ke kota dan memudahkan masuknya barang-barang

yang dibutuhkan masyarakat di Kecamatan Kelumpang Selatan, dan secara tidak

langsung menunjukan perbaikan dibandingkan sebelum adanya program KKPA.

Keberhasilan secara umum dari program KKPA mungkin masih memerlukan

waktu dan peninjauan kembali dimasa mendatang, sejauh mana petani dilokasi

program KKPA dapat mengadopsi kegiatan-kegiatan yang telah dianjurkan dalam

meningkatkan keterampilan didalam pengelolaan usahatani untuk mendapatkan

hasil yang optimal dan semangat berinisiatif.

Jumlah produksi kelapa sawit yang dihasilkan petani peserta KKPA lebih

besar daripada petani peserta non KKPA. Rata-rata produksi kelapa sawit yang

dihasilakan petani peserta KKPA untuk luasan rata-rata lahan 1 hektar per

tahunnya sebanyak 27.757 kilogram, sedangkan produski kelapa sawit yang

dihasilkan petani non peserta KKPA untuk luasan rata-rata 1 hektar per tahunnya

sebanyak 17.432 kilogram. Hal ini menunjukan pengunaan pupuk kimia dan

sistem pemeliharaan dapat mempengaruhi produksi tanaman kelapa sawit.

Page 104: A08ape

86

Berdasarkan analisis pendapatan usahatani dapat diketahui, nilai R/C rasio

atas biaya tunai (4,23) dan total (3,19) petani peserta KKPA lebih besar dari

petani non peserta KKPA yang mencapai 4,17 untuk biaya tunai dan biaya total

2,41. Besarnya rupiah yang terima oleh petani peserta KKPA disebabkan

produktivitas kelapa sawit yang baik dan adanya penekan untuk total biaya

usahatani yang dikeluarkan. Hal ini menunjukan bahwa usahatani kelapa sawit

petani peserta KKPA yang dijalankan tersebut cukup baik dan layak, namun

kelayakan ini harus didukung pelaksanaan teknis, pembinaan lebih lanjut dan

diperlukan tingkat produktivitas yang lebih meningkat lagi serta memberikan

harga yang berlaku dipasaran sehingga tercipta kestabilan harga.

9.2 Saran

Permasalahan yang harus dipecahkan pertama-tama oleh pihak perusahaan

dan KUD adalah menaikan harga per kg TBS, karena harga yang selama ini masih

terlalu rendah dan masih jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasar, dengan

menaikan harga tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani

peserta KKPA. Pengarahan dan penyuluhan kepada petani peserta KKPA

sebaiknya semakin sering diadakan oleh pihak perusahaan. Untuk mengatasi

keterbatasan tenaga dan waktu yang dimiliki oleh perusahaan, penyuluhan dengan

petani peserta KKPA hendaknya diadakan secara bertahap dan berkala pada setiap

kelompok tani.

Selain itu, sering juga dilakukan rapat koordinasi antara petani peserta

KKPA dan KUD serta pihak perusahaan. Agar pelaksanaan kemitraan akan

terkoordinasi dengan baik. Hal ini dilakukan supaya hak dan kewajiban para

Page 105: A08ape

87

pelaku kemitraan dapat diketahui dengan jelas dan dipertanggungjawabkan secara

hukum sehingga pelaksanaan program KKPA yang diinginkan berjalan dengan

baik dan tercipta keharmonisan dalam kemitraan ini.

Page 106: A08ape

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik. 2003 . Pendapatan Nasional Indonesia Sektor Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta.

BK3I. 1996. Bahan Pelatihan Dasar Koperasi Kredit. Jakarta.

Capricorn Indonesia Consult Inc. September 2001. Studi Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) dan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta.

Daswir dan U. Lubis Adlin. 1995. Analisis Ekonomi Usaha Perkebunan Kelapa sawit Rakyat Pola Kredit Koperasi Primer Untuk Anggota. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. Vol 3(2).

Firdaus dan Susanto. 2002. Perkoperasian Sejarah, Teori dan Praktek. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2004 . Statistik Perkebunan Indonesia 2001-2003 Kelapa Sawit. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. 1995. Bahan Rapat Kerja Komisi IV DPR-RI dengan Direktur Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Direksi Bank Indonesia. 1997. SK. Direksi B.I. Tentang Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya No.30/97/KEP/DIR. Jakarta.

Girsang, P. et. al. 1996. Analisis Pembangunan dan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Pola PIR-Lok Pengaruhnya Terhadap Tingkat Distribusi Pendapatan Dan Kesejahteraan Petani Peserta. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hayami, Y. and V.W. Ruttan. 1985. Agricultural Development An International Perspective. The Johns Hopkins University Press. Baltimore and London.

Krismasari, A. 1998. Dampak Pelaksanaan PIR-Trans Kelapa Sawit Terhadap Pendapatan Petani. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 107: A08ape

89

Mosher, A.T. 1966. Getting Agriculture Moving. Frederick A. Paper, Inc., Boston.

Salman, F. dan Teguh Wahyono. 1998. Tingkat Pendapatan dan Ketahanan Petani Plasma PIR Kelapa Sawit. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol 6(3).

Saraswati, D. 2002. Dampak Pelaksanaan Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Mitra. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saputro, et.al, 1995. Strategi Pengembangan Kemitraan Di Bidang Perkebunan. Bisnis Indonesia. 1 Agustus 1995.

Soehardjo, A. dan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosila Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.

Sumarjono. 1990. Mari Berkoperasi Kredit. Badan Pengembangan Daerah Koperasi Kredit. Pematang Siantar.

Sutirto Bramono Endrodewo. 1998. Analisis Finansial Agribisnis Mangga Model Pembiyaan KKPA. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syukur, M. Dkk. 1990. Pola Pelayanan Kredit Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Di pedesaan Jabar. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.

Tjakrawiralaksana, A. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Priyambodo, A. dan Nugroho Kurnohadi. 1995. Model Pengembangan Pola Perusahaan Inti Rakyat, Anak Angkat-Bapak Angkat Pada Sub Sektor Perkebunan Kelapa Sawit. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol 3(3).

Wahyono, T. 1996. Kemampuan Kelompok Tani Dalam Menunjang Keberhasilan Usahatani Kelapa Sawit Pola PIR-Bun. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol 4(2).

Page 108: A08ape

90

Lampiran 1. Luas dan Perkembangan Areal Kelapa Sawit di Indonesia Menurut Propinsi Tahun 2001-2003

No PropinsiTahun

2001 2002 2003*Luas (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha)

1 Nanggroe Aceh D 252,114 257,684 258,1952 Sumatera Utara 869,074 886,612 896,2343 Sumatera Barat 266,387 270,047 278,7804 Riau 1,119,988 1,238,106 1,301,4645 Jambi 422,503 429,209 452,9686 Sumatera Selatan 496,950 516,928 541,9127 Bangka Belitung 89,255 90,065 91,4178 Bengkulu 66,730 70,409 73,9109 Lampung 119,803 131,362 136,95510 DKI Jakarta 0 0 011 Jawa Barat 6,251 6,251 6,25112 Banten 14,080 169,830 17,20513 Jawa Tengah 0 0 014 D.I. Yogyakarta 0 0 015 Jawa Timur 0 0 016 Bali 0 0 017 Nusa Tenggara Barat 0 0 018 Nusa Tenggara Timur 0 0 019 Kalimantan Barat 389,006 406,372 415,82120 Kalimantan Tengah 217,666 221,034 222,03421 Kalimantan Selatan 129,673 138,634 139,63422 Kalimantan Timur 144,567 191,146 192,14623 Sulawesi Utara 0 0 024 Gorontalo 0 0 025 Sulawesi Tengah 40,976 47,029 48,06626 Sulawesi Selatan 77,363 83,085 84,30427 Sulawesi Tenggara 131,286 132,850 132,85028 Maluku 0 0 029 Maluku Utara 0 0 030 Irian Jaya 50,137 52,817 68,490

INDONESIA 4,903,809 5,339,470 5,358,636Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004Keterangan : *) Data Sementara

Page 109: A08ape

91

Lampiran Gambar 2. Organisasi PT Sinar Kencana Inti Perkasa

Unit Head

Askep

AsistenDivisi I

AsistenDivisi II

AsistenDivisi III

AsistenDivisi IV

Mandor IMandor I Mandor IMandor I

MandorMandor Mandor Mandor

Page 110: A08ape

92

Lampiran 3. Struktur Organisasi KUD Gajah Mada

PEMBUKUAN

BADAN PENGAWAS dan PEMERIKSAAN

KKPA

JASA UMUM TRANSPORTASI

UNIT SIMPAN PINJAM

TANI SAWIT MANDIRI

PENGAWAS

RAPAT

ANGGOTA

PENGURUS

MANAGER

KASIR

Page 111: A08ape

BP FUNDING

LAMPIRAN 4. ALUR KEMITRAAN

UNIT HEADPENGURUS

KUDGAJAH MADA

INTIPT. SKIP

BP FUNDING

UUO UUO UUO UUO

SIMPAN PINJAM TRANSPORT SAWIT MANDIRI PLASMA

MANAGER MANAGER MANAGER MANAGER

DIVISI DIVISI DIVISI DIVISIASISTEN ASISTEN ASISTEN ASISTEN

ASKEP

UNIT HEADPENGURUS

Page 112: A08ape

Areal Tanaman Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA

Pekarangan Tanaman Kelapa Sawit Peserta KKPA

Pemanenan tandan buah kelapa sawit

Tandan buah kelapa sawit yang telah dipanen

Error!

Page 113: A08ape

Kegiatan Pemangkasan

Brondolan Buah Kelapa Sawit Saat Pemanenan

Page 114: A08ape

Brondolan yang jatuh pada saat panen dikumpulkan kemudian dibawake TPH (tempat pengumpulan hasil)

Page 115: A08ape

Jalan perkebunan kelapa sawit KKPA

Page 116: A08ape

Kantor PT. Sinar Kencana Inti Perkasa

Kantor KUD Gajah Mada