a08ape
DESCRIPTION
tes tesTRANSCRIPT
DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN
USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan )
OLEHAKBAR PERDANA
A.14101635
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008
RINGKASAN
AKBAR PERDANA. Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma, Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan). Di Bawah Bimbingan Ir. Dwi Rachmina, MSi
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati, pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, baik sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, maupun sebagai pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Sebagian besar areal perkebunan kelapa sawit tersebut saat ini berada di Sumatera dan kedepan pengembangannya diarahkan ke Kawasan Indonesia Timur, khususnya di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
Kaitannya dengan pengembangan komoditi kelapa sawit di Indonesia, pada tahun 1975 dibentuk berbagai pola pengembangan, salah satunya KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya) pada tahun 1993. KKPA adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada koperasi primer untuk diteruskan kepada anggota-anggotanya guna membiayai usaha yang produktif. Kredit ini dapat digunakan sebagai : 1). Modal kerja 2). Investasi 3). Modal kerja dan Investasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA yang dijalankan oleh PT Sinar Kencana Inti Perkasa yang merupakan salah satu anak perusahaan PT Sinar Mas dengan petani kelapa sawit. Perusahaan ini telah menjalankan kemitraan melalaui program KKPA sejak tahun 1997 untuk mengatasi kesulitan dalam hal pengembangan areal perkebunan kelapa sawit di daerah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Selain mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA di PT Sinar Kencana Inti Perkasa, dalam penelitian ini akan dilihat pula dampak pelaksanaan program KKPA terhadap pendapatan usahatani petani peserta plasma dan petani peserta non KKPA. Analisis yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah analisis pendapatan usahatani. Sementara itu, berbagai kendala yang dihadapi oleh para pelaku kemitraan melalui program KKPA akan dianalisis secara deskriptif.
Alokasi dana untuk pelaksanaan program KKPA tahun anggaran 1997 sebesar Rp ±18 Milyar berasal dari dana Bank Indonesia. Dana tersebut dialokasikan ke Kecamatan Kelumpang Selatan dengan distribusi dana sebesar 100 persen untuk Kecamatan Kelumpang Selatan. Indikator keberhasilan program KKPA seperti tercantum dalam pedoman umum program KKPA adalah harus adanya koperasi dan inti, KUD Gajah Mada merupakan koperasi yang bertindak sebagai penyalur. Dalam penyalurannya, terhadap pemotongan terhadap Dana KKPA yang diterima oleh petani peserta program KKPA. Pemotongan setiap hasil panen yang dilakukan oleh KUD
Gajah Mada tersebut dimaksudkan untuk mengganti biaya yang diberikan dalam program KKPA dengan bunga 16 persen dan sudah termasuk 2 persen fee untuk koperasi. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh petani peserta KKPA merasa tidak berkeberatan dengan adanya pemotongan dana tersebut.
Luasan lahan kelapa sawit petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA adalah sama yaitu satu Hektar. Walaupun demikian, produksi petani peserta KKPA masih lebih tinggi dibandingkan dengan petani non peserta KKPA. Produksi total petani peserta KKPA mencapai 83,272 Kg, sedangkan petani non peserta KKPA hanya 52,296 Kg. Kecilnya produksi petani non peserta KKPA diakibatkan kurangnya modal dan sarana produksi pertaniannya, berbeda dengan petani peserta KKPA yang dapat mudah memperoleh modal dan sarana produksi melalui program KKPA.
Pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA lebih besar dari petani nonpeserta KKPA. Pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 27.305,636, sedangkan pendapatan atas biaya tunai petani non peserta KKPA adalah sebesar Rp. 22,253,952. Tingginya pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani peserta KKPA dikarenakan penerimaan total usahatani petani peserta KKPA (Rp. 35.745.362) lebih besar dari petani non peserta KKPA (Rp. 29.263.152), walaupun untuk biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA lebih kecil dibandingkan dengan petani peserta KKPA.
Pada penelitian ini, pendapatan biaya total petani peserta KKPA Rp. 24.569,411 lebih besar dari petani non peserta KKPA yaitu Rp. 17.127,072. Hal ini terjadi karena total biaya usahatani petani peserta KKPA lebih kecil (Rp. 11.175.951) dari petani nonpeserta KKPA yaitu Rp. 12.136.080.
Apabila dilihat dari nila R/C rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya maka diketahui usahatani petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA yang dikembangkan oleh petani peserta KKPA pada dasarnya layak untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio (atas biaya tunai dan biaya total) yang lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa usahatani petani kelapa sawit KKPA maupun petani non pesertasama-sama menguntungkan.
Namun apabila dilihat dari perbandingan antara usahataninya maka diketahui usahatani petani peserta KKPA memiliki R/C rasio atas biaya tunai yang lebih besardari usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA. Adapun nilai R/C rasio untuk petani peserta KKPA adalah sama dengan 4,23 sedangkan nilai R/C rasio untuk petani non peserta KKPA yaitu 4,17. Hal ini berarti bahwa tambahan penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani peserta KKPA akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 4,23 untuk setiap satu rupiah. Penerimaan tersebut tidak berbeda jauh dengan petani non peserta KKPA yang menerima Rp. 4,17 untuk setiap satu rupiahnya.
R/C rasio biaya totalnya maka diketahui bahwa R/C rasio untuk petani pesertaKKPA adalah 3,19 lebih besar dari R/C rasio petani non peserta KKPA yaitu 2,41. Hal ini berarti bahwa tambahan penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah Rp. 2,41 lebih kecil dari penerimaan petani peserta KKPA.Biaya per satuan hasil petani peserta KKPA lebih kecil daripada petani non pesertaKKPA karena biaya total yang dikeluarkan lebih besar , meskipun harga per kg lebih mahal dari petani peserta KKPA.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER
UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI
KELAPA SAWIT DI KOTA BARU KALIMANTAN SELATAN BENAR-BENAR
MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan pada
tanggal 19 Juni 1980. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan H. Syafruddin
Machmudda dan Husniah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN
Dirgahayu 1, Kabupaten Kotabaru pada tahun 1992, kemudian melanjutkan pendidikan
ke SMPN 1 Kotabaru dan selesai pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Kotabaru dan selesai pada
tahun 1998.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 1998 sebagai mahasiswa
Program Diploma 3 Program Studi Teknologi dan Industri Pakan, Jurusan Ilmu dan
Nutrisi Makanan Ternak, Fakultas Peternakan dan selesai pada tahun 2001. Pada tahun
2002, penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 pada Program Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Judul : Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk mmm Anggotannya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Kelapa SawitNama : Akbar PerdanaNRP : 14101635
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSiNIP. 131 918 503
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.AgrNIP : 131 124 019
Tanggal Kelulusan:
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
memberikan yang terbaik buat semua yang berperan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan pendidikan dibutuhkan bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan
juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada :
1. Keluargaku (M. Zaaidan Aflah, Nelli Perdianti, Abah, Mama dan Agung
Manunggal beserta keluarga H. Lukman Ahmad) tersayang yang selalu
mendukung studi saya baik berupa pikiran, tenaga, dan terlebih-lebih materi serta
kasih sayang yang tidak pernah dapat terukur.
2. Ibu Ir. Dwi Rachmina, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan perhatian selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Ir. Netti Tinaprilla, MS selaku dosen evaluator kolokium yang telah
memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis.
4. Dosen layak uji
5. Dosen Komdik
6. Pimpinan PT SKIP dan staf yang memberikan kepercayaan kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
7. Pimpinan KUD Gajah Mada dan staf yang memberikan kepercayaan kepada
penulis untuk melakukan penelitian.
8. Petani-petani kelapa sawit selaku responden yang telah memberikan informasi
untuk melakukan penelitian.
9. Keluarga besar H. Lukman Ahmad
10. My Sweet Heart
11. Alumni-alumni dan teman-teman GMNI yang telah memberikan dukungan
kepada penulis.
12. Teman-teman seperjuangan di Ekstensi Manajemen Agribisnis.
13. Keluarga besar Blue Corner dan IMAM (Roby, Dody, Yudha, Tb, Febry, Frans,
Indra)
Bogor, November 2005
Penulis
KATA PENGANTAR
Mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer
untuk Anggotanya (KKPA) terhadap pendapatan usahatani kelapa sawit “(Studi PT
Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan). Penelitian ini
dilakukan untuk mengkaji pelaksanaan kemitraan melalui program KKPA yang
nantinya berdampak pada peningkatan pendapatan usahatani kelapa sawit petani peserta
KKPA yang dibandingkan dengan usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA.
Analisis yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut adalah analisis pendapatan
usahatani kemudian hasilnya dijadikan tolak ukur keberhasilan program KKPA.
Penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat
bagi semua pihak dan penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan ini dan penulis mengharapkan masukan dan saran. Penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 5
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 7
1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................. 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 10
2.1. Skim KKPA ......................................................................... 10
2.2. Kebijakan Pemerintah dan Pendanaan Program KKPA ........ 12
2.3. Koperasi Kredit..................................................................... 14
2.4. Peranan Kredit Sebagai Sumber Modal Usaha....................... 15
2.3. Analisis Usahatani Kelapa Sawit .......................................... 17
2.3. Dampak Kemitraan Usahatani .............................................. 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN .......................................................... 21
3.1. Kerangka Konseptual............................................................. 21
3.1.1. Peranan Koperasi Sebagai Sumber Modal Usaha ........ 21
3.1.2. Analisis Usahatani ...................................................... 25
3.1.3. Evaluasi Program KKPA ............................................ 29
3.2. Kerangka Operasional ............................................................ 30
IV. METODE PENELITIAN .............................................................. 33
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 33
4.2. Metode Pengambilan Sampel ................................................... 33
ii
4.3. Sumber dan Pengumpulan Data ................................................ 33
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 34
4.4.1. Analisis Pelaksanaan Program KKPA ............................ 35
4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani ...................................... 35
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ........................ 37
5.1. Gambaran Daerah Penelitian..................................................... 37
5.1.1. Wilayah dan Tofografi Areal Perkebunan ..................... 37
5.1.2. Keadaan Iklim dan Tanah ............................................. 37
5.1.3. Keadaan Tanaman ........................................................ 38
5.2. Gambaran Umum Perusahaan .................................................. 38
5.2.1. Lokasi Perusahaan ........................................................ 38
5.2.2. Sejarah Umum Perusahaan ........................................... 39
5.2.3. Tenaga Kerja ................................................................ 39
5.2.4. Struktur Organisasi ....................................................... 41
5.3. Gambaran Umum KUD ........................................................... 42
5.3.1. Lokasi KUD ................................................................. 42
5.3.2. Sejarah Umum KUD .................................................... 42
5.3.3. Tenaga Kerja ................................................................ 43
5.3.4. Struktur KUD ............................................................... 44
5.4. Sejarah Kemitraan PT SKIP dengan KUD Gajah Mada
Melalui Program KKPA .......................................................... 45
5.5. Mekanisme Kerjasama Antara KUD Gajah Mada dan
PT SKIP Serta Petani Peserta KKPA ....................................... 47
VI. SISTEM PEMELIHARAAN USAHATANI KELAPA SAWIT
PETANI PESERTA KKPA DAN PETANI NON
PESERTA KKPA ......................................................................... 50
6.1. Proses Pemeliharaan Kelapa Sawit............................................ 50
6.1.1. Pemeliharaan Piringan dan Tempat Penampungan
Hasil (TPH) .................................................................. 50
6.1.2. Pengendalian Gulma ..................................................... 50
iii
6.1.3. Penunasan .................................................................... 51
6.1.4. Pemupukan ................................................................... 52
6.1.5. Pengendalian Hama dan Penyakit ................................. 52
6.1.6. Pemanenan ................................................................... 53
6.2. Penggunaan Input .................................................................... 54
6.2.1. Pupuk Kimia ................................................................ 54
6.2.2. Pestisida dan Herbisida ................................................. 54
6.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja ............................................ 55
VII. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KKPA .................... 56
7.1. Proses Pelaksanaan Program KKPA ......................................... 56
7.2. Penyaluran dan Pengembalian Dana Bantuan
Pada Program KKPA ............................................................... 58
7.3. Peran pembinaan dalam Pelaksanaan Progran KKPA ............... 61
7.4. Dampak Pelaksanaan Program KKPA Terhadapa
Pengembangan Usaha ............................................................. 62
VIII. ANALISIS DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KKPA
KELAPA SAWIT TERHADAP PENDAPATAN
USAHATANI PESERTA ............................................................. 67
8.1. Karateristik Responden ............................................................ 67
8.1.1. Umur Petani ................................................................. 67
8.1.2. Tingkat Pendidikan ...................................................... 68
8.1.3. Status Usahatani ........................................................... 69
8.1.4. Pengelaman Usahatani .................................................. 70
8.2. Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA ......... 71
8.2.1. Tingkat Produksi dan Produktivitas .............................. 71
8.2.2. Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit
Petani Peserta KKPA ................................................... 71
8.2.3. Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta KKPA ... 74
8.2.4. Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta KKPA ... 74
iv
8.3. Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani
Non Peserta KKPA .................................................................. 76
8.3.1. Tingkat Produksi dan Produktivitas .............................. 76
8.3.2. Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit
Petani Non Peserta KKPA ............................................ 76
8.3.3. Analisis Penerimaan Usahatani Petani Non
Peserta KKPA .............................................................. 78
8.3.4. Analisis Pendapatan Usahatani Petani Non
Peserta KKPA .............................................................. 79
8.4. ... Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan
Petani Non Peserta KKPA ........................................................ 80
8.4.1. Tingkat Produksi dan Produktivitas ............................... 80
8.4.2. Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta
KKPA dan Petani Non Peserta KKPA............................ 81
8.4.3. Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta
KKPA dan Petani Non Peserta KKPA............................ 82
8.4.4. Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta
KKPA dan Petani Non Peserta KKPA............................ 82
IX. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 85
9.1. Kesimpulan ............................................................................ 85
9.2. Saran ...................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 88
LAMPIRAN .................................................................................................... 90
v
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1996-2002 .......... 2
2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia
Menurut Pengusahaan Tahun 1996-2003....................................................... 3
3. Luas Tanaman Menghasilkan dan Perkembangan Produktivitas
Kelapa Sawit di Indonesia Menurut Pola Pengelolaannya
Tahun 2001-2003 .......................................................................................... 4
4. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit PT SKIP Tahun 2003-2005 .................... 7
5. Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA sebelum Tahun 1998
Dan Skim KKPA Tahun 1998 Sampai Sekarang ........................................... 12
6. Klasifikasi Karyawan PT SKIP Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat
Pendidikan Tahun 2005 ................................................................................ 40
7. Jumlah Karyawan dan Posisi Tenaga Kerja PT SKIP Tahun 2005 ................ 40
8. Klasifikasi Karyawan KUD Gajah Mada Berdasarkan Jenis Kelamin
dan Tingkat Pendidikan Tahun 2005 ............................................................ 44
9. Jumlah Karyawan dan Posisi Tenaga Kerja KUD GM Tahun 2005 .............. 44
10. Alat-alat Potong Buah dan Kegunaanya TM 3-5 ........................................... 53
11. Daftar Harga Pupuk Kimia Tahun 2005 ........................................................ 54
12. Penyaluran Dana Bantuan Program KKPA di Kecamatan
Kelumpang Selatan Tahun 1997 ................................................................... 59
13. Angsuran Per Bulan Petani Peserta KKPA Tahun 2005 ................................ 59
14. Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA Tahun 1998
Dengan Penerapan Skim KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan .............. 60
vi
15. Bentuk Pengunaan Dana Program KKPA ..................................................... 59
16. Sebaran Responden Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta
KKPA Berdasarkan Umur di Kecamatan Kelumpang Selatan
Tahun 2005 .................................................................................................. 67
17. Sebaran Responden Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta
KKPA Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan
Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 68
18. Sebaran Responden Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non
Peserta KKPA Berdasarkan Status Usahatani di Kecamatan
Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 70
19. Sebaran Responden Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non
Peserta KKPA Berdasarkan Pengalaman Usahatani di Kecamatan
Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 70
20. Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit
Per Hektar Petani Peserta KKPA Tahun 2005 ............................................... 71
21. Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA
Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan
Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 73
22. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA
Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan
Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 74
23. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA
Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan
Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 75
vii
24. Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit
Per Hektar Petani Non Peserta KKPA Tahun 2005 ....................................... 76
25. Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA
Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan
Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 77
26. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA
Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan
Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 79
27. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA
Per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan
Kelumpang Selatan Tahun 2005 ................................................................... 80
28. Produktivitas Kelapa Sawit Per Hektar Petani Peserta KKPA
Dan Petani Non Peserta KKPA Tahun 2005 ................................................. 81
29. Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA
Dan Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman
Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ....... 81
30. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA
Dan Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman
Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ....... 82
31. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA
Dan Petani Non Peserta KKPA Per Hektar Pada Tanaman
Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan Tahun 2005 ....... 84
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran …. ...................................................... 32
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Luas dan Perkembangan Areal Kelapa Sawit di Indonesia Menurut
Propinsi Tahun 2001-2003 …..................................................................... 90
2. Struktur Organisasi PT Sinar Kencana Inti Perkasa Tahun 2005 …. ........... 91
3. Struktur KUD Gajah Mada Tahun 2005 …................................................. 92
4. Alur Kemitraaan Antara PT Sinar Kencana Inti Perkasa
KUD Gajah Mada Tahun 1997 Sampai Tahun 2005 …............................... 93
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati, pada
saat ini telah menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, baik
sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sebagai sumber devisa
negara, penyedia lapangan kerja, maupun sebagai pemicu dan pemacu
pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai pendorong tumbuh dan
berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia.
Hal ini terlihat pada tahun 2003, PDB perkebunan mencapai Rp 3.858 miliar,
kontribusi terhadap PDB nasional 3,9 persen dan terhadap sektor pertanian 20,45
persen. Pertumbuhan PDB perkebunan mencapai 10,69 persen, devisa yang
disumbangkan US$ 2,25 miliar (BPS, 2003).
Berdasarkan data dari Capricorn Indonesia Consult (2000), konsumsi
minyak sawit (CPO) menurut industri pemakai di Indonesia tahun 2000 yaitu
minyak goreng, margarine, sabun, oleochem adalah sebesar 4,018.9 ribu Ton.
Seiring dengan tingginya permintaan pasar lokal dan pasar Internasional, total
produksi minyak sawit Indonesia meningkat tajam, yaitu dari 1,67 juta Ton pada
tahun 1996 menjadi 2,96 juta Ton pada tahun 1997. Volume dan nilai ekspor
Indonesia komoditas minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
Pada tahun 1998, sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi
di Indonesia, produksi minyak sawit menurun menjadi 1,47 juta Ton, namun
demikian pada tahun 2002 produksi kembali meningkat menjadi 6,33 juta Ton.
Nilai ekspor minyak tertinggi dicapai pada tahun 2002, yaitu US$ 2,09 Milyar.
2
Tabel 1. Volume Dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia Tahun 1996-2002
Tahun
Minyak Sawit
Volume(ton)
Nilai(000 US$)
Harga(US$/kg)
1996 1.671.957 825.415 1.1791997 2.967.589 1.446.100 1.1871998 1.479.278 745.277 3.8621999 3.298.987 1.114.242 3.4452000 4.110.027 1.087.278 2.4672001 4.903.218 1.080.906 2.2702002 6.333.708 2.092.404 2.953Laju
Rata-rata(persen/thn)
31,91 23,83 29,85
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 (data diolah)
Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak
nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu
pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Selama 8 tahun terakhir ini telah
terjadi peningkatan luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit sebesar 7.48
juta Ha dengan produksi total produksi 14.715 juta Ton, yaitu dari 2.249 juta Ha
pada tahun 1996 menjadi 5.239 juta Ha pada tahun 2003. Pada tahun 1996-2003,
pertumbuhan rata-rata luas areal perkebunan kelapa sawit perkebunan rakyat
(PR) sebesar 12,77 persen, perkebunan besar milik negara (PBN) 5,50 persen dan
perkebunan besar swasta (PBS) 13,49 persen. Sebagian besar areal perkebunan
kelapa sawit tersebut saat ini berada di Sumatera dan kedepan pengembangannya
diarahkan ke Kawasan Indonesia Timur, khususnya di pulau Kalimantan,
Sulawesi dan Irian Jaya. Perkembangan luas areal dan produksi perkebunan
kelapa sawit di Indonesia menurut pengusahaannya dapat dilihat pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia Menurut Pengusahaan Tahun 1996 – 2003
TahunLuas Areal (ha) Produksi (ton) Minyak Sawit
PR PBN PBS Jumlah PR PBN PBS Jumlah1996 738.887 426.804 1.083.823 2.249.514 1.133.547 1.706.852 2.058.259 4.898.6581997 813.175 448.735 1.254.169 2.516.079 1.292.829 1.800.252 2.287.366 5.380.4471998 890.506 489.143 1.409.134 2.788.783 1.384.163 1.857.089 2.434.902 5.640.1541999 972.395 494.143 1.508.582 2.975.120 1.441.319 1.995.122 2.552.742 5.989.1832000 1.052.796 501.143 1.620.787 3.174.726 1.503.395 2.056.519 2.657.511 6.217.4252001 1.561.031 609.947 2.542.457 4.713.435 2.798.032 1.519.289 4.079.151 8.396.4722002 1.808.424 631.566 2.627.068 5.067.058 3.426.740 1.607.734 4.587.871 9.622.3452003 1.827.844 645.823 2.765.504 5.239.171 3.645.942 1.543.528 4.627.744 9.817.214Laju Rata-rata
(persen/thn)
12,77 5,50 13,49 13,66 18,06 10,54 11,66 9,53
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 (data diolah)
Perkebunan kelapa sawit Indonesia tersebar di beberapa pulau yang
meliputi Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Di pulau
Kalimantan, secara rata-rata terjadi peningkatan luas areal cukup besar setiap
tahunnya. Pada tahun 2003, di Propinsi Kalimantan Barat terdapat areal kelapa
sawit seluas 415,821 Ha dan Kalimantan Tengah seluas 222,034 Ha. Peningkatan
luas areal terjadi di Kalimantan Timur yaitu sekitar 16,36 persen setiap tahunnya,
sedangkan di Kalimantan Selatan peningkatan luas areal kelapa sawit hanya
sekitar 3,81 persen setiap tahunnya. Peningkatan luas dan perkembangan areal
kelapa sawit di Indonesia menurut Propinsi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Perkembangan hasil produksi dan luas areal kelapa sawit di Indonesia
ternyata tidak menunjukkan peningkatan produktivitas kelapa sawit. Hal ini dapat
dilihat dari tabel dibawah ini, dimana penurunan laju pertumbuhan produksi
tersebut justru terlihat pada PBN (-2,18 persen) dan PBS (0,03 persen) dalam
kurun waktu tahun 2001 sampai 2003, sedangkan PR mengalami peningkatan laju
pertumbuhan produksi sebesar 2,85 persen per tahun. Penurunan produktivitas
kelapa sawit ini di akibatkan umur tanaman kelapa sawit yang sudah tua dan
adanya peremajaan tanaman kelapa sawit. Luas tanaman menghasilkan dan
4
perkembangan produktivitas kelapa sawit di Indonesia menurut pola
pengelolaannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Tanaman Menghasilkan dan Perkembangan Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia Menurut Pola Pengelolaannya Tahun 2001-2003
Tahun PR PBN PBS2001 2,63 3,07 2,902002 2,73 3,05 2,992003 2,86 2,87 2,90
Laju Rata-rata(persen/thn)
2,85 -2,18 0,03
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004 (data diolah)
Dalam kaitannya dengan pengembangan komoditi kelapa sawit
di Indonesia, pada tahun 1975 dibentuk berbagai pola pengembangan, salah
satunya KKPA (Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya) pada tahun
1993. KKPA adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada koperasi primer untuk
diteruskan kepada anggota-anggotanya guna membiayai usaha yang produktif.
Kredit ini dapat digunakan sebagai : 1). Modal kerja 2). Investasi 3). Modal kerja
dan Investasi.
Keberhasilan pembangunan pola KKPA, telah memberi pengalaman yang
sangat berharga, sehingga keterpaduan sistem agribisnis dan agroindustri yang
dikembangkan dapat diaplikasikan pada pola pembangunan perkebunan yang lain.
Kehadiran pengusaha pengolah dapat juga berperan dalam pemberdayaan petani
di bidang teknologi, modal, kelembagaan dan lain-lain sehingga ketersediaan
bahan baku dapat lebih terjamin dalam volume dan mutu.1
Kemitraan pada pola KKPA terus berkembang dan memerlukan kehadiran
dari mitra usaha, karena itu pada pola KKPA terus ditata dan dikembangkan
1
Abet Nego, SE.,http://www.sawitwacth.or.id. Agustus 2002. Pandangan Kritis Terhadap Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) di Perkebunan Besar Kelapa Sawit.
5
sampai mencapai skala ekonomi. Perkembangan kemitraaan agribisnis pada
pembangunan perkebunan pada tahun 2000, program PIR-Bun KKPA mencapai
163 perusahaan yang bermitra dengan luas areal plasma 1.655.480 ha dan rencana
investasi sekitar Rp. 7.963.000.2
1.2 Perumusan Masalah
Pemerintah mengupayakan pengembangan subsektor perkebunan
khususnya perkebunan kelapa sawit dengan jalan meningkatkan luas areal kelapa
sawit, pemberian paket kredit, peningkatan penanganan produksi kelapa sawit
melalui koperasi serta jaminan harga kelapa sawit. Upaya pemerintah ini sesuai
dengan reorentasi pembangunan subsektor perkebunan dari usahatani tradisional
kearah usahatani maju yang berbasis agribisnis secara utuh. Pada kenyataannya,
perkebunan rakyat masih rendah dibandingkan dengan perkebunan besar nasional
swasta, baik secara luas areal tanaman, hasil produksi dan pendapatan.
Hadirnya Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA),
diharapkan mampu meningkatkan potensi ekonomi petani plasma peserta KKPA.
Adapun tujuan dari KKPA adalah menyediakan fasilitas permodalan bagi anggota
koperasi primer untuk meningkatkan penghasilan dan pendapatan petani sekaligus
untuk mengembangkan koperasi.3
Tujuan dikeluarkannya skim KKPA karena pemerintah menilai
permodalan anggota koperasi primer tidak kuat. Dalam perkebunan besar
kelapa sawit, skim KKPA tentu ditujukan kepada KUD yang bermitra dengan
2 http://www.bi.go.id./sipuk/im/ind/ Kemitraan Terpadu. Maret 20053 Abet Nego, SE.,http://www.sawitwacth.or.id. Agustus 2002. Pandangan Kritis Terhadap Kredit
Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) di Perkebunan Besar Kelapa Sawit.
6
perusahaan inti. Hal ini merupakan keharusan, karena skim KKPA mewajibkan
pola inti plasma.
Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani peserta plasma, program
KKPA sangat dipengaruhi oleh pola kerjasama/kemitraan yang dibangun antara
perusahaan inti dan plasma yang menyangkut pengolahan lahan, penyediaan bibit,
penanaman bibit, pemeliharaan, pemanenan dan terakhir adalah pengangkutan
TBS. Dimana semua biaya kegiatan di atas harus dibayar plasma secara cicilan
setiap bulannya kepada perusahaan inti melalui sarana koperasi.
Kabupaten Kotabaru merupakan sentra perkebunan kelapa sawit
di Kalimantan Selatan dari luas lahan yang dicadangkan 320.685 Ha,4 saat ini
sudah direalisasikan 83.077 Ha. Dari luas lahan (pencadangan) itu digarap oleh
21 buah perusahaan perkebunan besar swasta nasional. Tujuh perusahaan
diantaranya berada dibawah bendera Salim Group (Indo Agri Plantation) dan lima
perusahaan di bawah bendera Sinar Mas. Hingga kini dari lahan 83.077 Ha telah
menghasilkan seluas 32.069 Ha.
PT. Sinar Kencana Inti Perkasa (SKIP) salah satu perusahaan yang berada
dibawah bendera Sinar Mas. PT. SKIP merupakan perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang memberikan kontribusi CPO terbesar di daerah Kabupaten
Kotabaru rata-rata sebesar 70 persen per bulan, dengan luas areal perkebunan
4.045 Ha. Di perkebunan kelapa sawit PT. SKIP menerapkan pola PIR KKPA
yang bermitra dengan koperasi Gajah Mada sejak tahun 1997.
Berdasarkan informasi dari manajer di PT. SKIP terdapat fluktuatif
produksi setiap bulan. Data bulan Januari 2005 hasil produksi hanya mencapai
4 http://www.indomedia.com. Mei 2005. Kalsel Penghasil CPO Terbesar di Indonesia.
7
2.035,14 Ton, sedangkan target yang direncanakan sebesar 7.015,77 Ton,
sehingga produksi bulan Januari 2005 mengalami penurun produksi sebesar 70,99
persen atau sebesar 4.980,63 Ton. Produksi perkebunan kelapa sawit PT. SKIP
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit PT. Sinar Kencana Inti Perkasa Tahun 2003-2005
No BulanTahun
2003 2004 20051 Januari 2,525,540 4,811,910 2,035,1402 Februari 2,188,590 4,797,370 2,889,2503 Maret 2,083,340 5,411,180 4,432,8804 April 1,662,580 6,061,430 6,191,8705 Mei 1,311,540 5,086,140 6,730,2806 Juni 780,660 4,136,830 5,625,2807 Juli 294,840 2,641,270 4,470,0108 Agustus 288,480 1,673,2009 September 1,075,860 1,290,87010 Oktober 3,359,850 1,213,12011 November 3,543,460 1,208,20012 Desember 4,455,560 1,086,850
Jumlah 23,570,300 39,418,370 32,374,710Sumber : PT. SKIP, 2005
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas perumusan masalah yang dapat
di rumuskan untuk penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan program KKPA untuk petani peserta kelapa sawit
di PT. SKIP.
2. Apakah pelaksanaan program KKPA tersebut berdampak terhadap peningkatan
pendapatan petani peserta kelapa sawit.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi pelaksanaan program KKPA kelapa sawit di PT. SKIP.
2. Menganalisis pengaruh pelaksanaan program KKPA terhadap petani peserta
kelapa sawit.
8
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi :
1. Perusahaan, yaitu dengan menganalisis upaya peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani peserta plasma program KKPA kelapa sawit sehingga
dapat membantu dalam mencapai tujuan bersama baik perusahaan maupun
petani peserta plasma.
2. Penulis, penelitian berguna untuk melatih dalam menganalisis permasalahan
berdasarkan fenomena fakta dan data yang tersedia sebagai aplikasi dengan
pengetahuan yang dienyam selama studi.
3. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perbandingan dalam
melakukan studi lanjutan dan bahan rujukan terhadap kondisi arus global
sehingga industri agribisnis domestik khususnya industri minyak kelapa sawit
dapat terus melangsungkan usaha.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Pengkajian studi ini dilakukan pada perusahaan perkebunan kelapa sawit
swasta yang bergerak dibidang program KKPA kelapa sawit. Perusahaan yang
dijadikan tempat studi ini adalah PT. Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten
Kotabaru - Kalimantan Selatan. Dari hasil survei lapang, diketahui bahwa
program KKPA kelapa sawit sangat penting dalam peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan usahatani petani peserta KKPA. Program KKPA ini merupakan
suatu bentuk kerjasama antara masyarakat yang mempunyai lahan (petani) dengan
perusahaan inti.
9
Penelitian ini hanya dititikberatkan pada pelaksanaan program KKPA
kelapa sawit terhadap perbandingan pendapatan usahatani petani peserta KKPA
dengan petani peserta non KKPA yang sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan
petani.
Data analisis secara deskriptif tabulasi dan secara kuantitatif statistik.
Analisis statistik yang digunakan adalah analisis deskriftif dan analisis pendapatan
usahatani, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Random Sampling.
Dengan teknik analisis ini diharapkan akan diketahui tingkat pendapatan dalam
memenuhi kehidupan ekonomi petani.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skim KKPA
Surat edaran Bank Indonesia (BI) No. 30 tanggal 26 Oktober 1997 dimana
skim KKPA berketentuan dengan point-point berikut:
1. Bank pemberi kredit adalah Bank umum sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.
2. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
orang seorang, yang diatur dalam Undang-Undang nomor 25 tahun 1992
tentang perkoperasian.
3. Usaha produktif adalah semua usaha yang dapat memberikan nilai tambah.
4. Plafon induk adalah jumlah maksimum kredit likuiditas BI yang dapat
ditarik oleh bank dalam 1 (satu) tahun anggaran.
5. Plafon Individual adalah jumlah maksimum kredit likuiditas BI yang dapat
disetujui oleh BI bagi bank untuk setiap pemberian KKPA.
Peranan koperasi primer dalam penyaluran KKPA ini dapat dibedakan
menjadi dua yakni; sebagai pelaksana (executing) atau sebagai penyalur
(channeling). Sebagai pelaksana, koperasi primer secara langsung bertindak
sebagai nasabah bank, sedangkan sebagai penyalur koperasi primer hanya
berperanan untuk mengadministrasikan penyaluran dan pengembalian kredit.
Tugas koperasi primer, baik sebagai pelaksana maupun penyalur KKPA,
mempunyai kesamaan yaitu melakukan (1) Pengajuan usulan proyek, (2) Seleksi
anggota, (3) Pengawasan penggunaan kredit, (4) Pembinaan kepada anggota,
(5) Penangihan angusuran kredit, dan (6) Administrasi pemberian kredit. Tugas,
yang berbeda yaitu bagi koperasi penyalur KKPA hanya melakukan koordinasi
penyaluran kredit. Cukup besarnya peranan koperasi karena selain KKPA
bertujuan untuk menyediakan fasilitas permodalan bagi anggota untuk
meningkatkan usaha dan pendapatan juga untuk mengembangkan koperasi.
Plafon KKPA yang dapat diberikan dengan kebutuhan dan kemampuan
mengembalikan kredit dari anggota dengan maksimum kredit sebesar Rp. 50 juta
per anggota. Bahkan BI tidak pernah menetapkan target realisasi KKPA
melainkan ditentukan berdasarkan kelayakan proyek yang resikonya sepenuhnya
11
menjadi tanggungjawab bank pelaksana. Tingkat bunga KKPA (sebelum 1998)
sebesar 14% per tahun termasuk di dalamnya fee untuk koperasi sebesar 3 persen,
sedangkan untuk tahun 1998 sampai sekarang tingkat bunga sebesar 16% per
tahun termasuk fee 2 persen untuk koperasi. Suku bunga KKPA ditetapkan BI
didasarkan pada suku bunga pasar, tidak bunga berbunga.
Pembayaran fee untuk koperasi primer sebagai pelaksana dilakukan dua
tahap yaitu (1) sebesar 59 persen dari total fee dibayarkan atas dasar realisasi
pembayaran angsuran pokok dan bunga tanpa memperhatikan keragaan kredit,
dan (2) sebesar 50 persen dari total fee disimpan dalam bentuk tabungan beku
pada bank pemberi kredit dan dapat dibayarkan setelah KKPA di bayar lunas.
Sedangkan fee untuk koperasi primer sebagai penyalur sebesar 50 persen dari total
fee untuk koperasi pelaksana dan dibayarkan atas dasar realisasi pembayaran
angsuran pokok dan bunga dari anggota koperasi tanpa memperhatikan keragaan
kredit.
Jangka waktu KKPA modal kerja maksimum satu tahun atau satu musim
tanam (bisa lebih dari satu tahun) untuk tanaman musiman dan untuk modal kerja
yang terkait dengan investasi disesuaikan dengan kemampuan nyata proyek dan
maksimum 15 tahun (termasuk masa tenggang).
Penyaluran KKPA dengan pola kemitraan merupakan suatu keharusan,
karena skim KKPA mewajibkan pola inti plasma. Oleh karena itu, pelaksanaan
penyaluran KKPA yang berlangsung saat ini berorentasi lebih mengacu pada pola
pembentukan integrasi vertikal dari suatu jenis rantai agribisnis. Contohnya,
penyaluran KKPA untuk membiayai pembangunan kebun kelapa sawit plasma,
penyaluran KKPA untuk membiayai pembelian sapi perah, KKPA nelayan,
KKPA PIR trans, KKPA unggas, KKPA tebu rakyat dan KKPA tenaga kerja
indonesia. Dalam dua contoh tersebut KKPA baru disalurkan jika ada perusahaan
inti yang memberikan jaminan untuk menerima produk petani tersebut dan atau
bersedia memberikan bimbingan teknis pada petani bersangkutan. Perbandingan
ketentuan-ketentuan skim KKPA dapat dilihat pada Tabel 5.
12
Tabel 5. Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA Sebelum Tahun 1998 dan Skim KKPA Tahun 1998 Sampai Sekarang
NoPokok-pokok
Ketentuan
KKPASebelum
Tahun 1998
KKPATahun 1998
Sampai Sekarang
1. Plafon Kredit
Sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar kembali anggota koperasi primer dengan maksimum kredit Rp. 50 juta/anggota, dipersyaratkan serta dikaitkan dengan adanya tabungan anggota koperasi primer atau tabungan koperasi primer anggota koperasi primer.
Sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar kembali anggota koperasi primer dengan maksimum kredit Rp. 50 juta/anggota, dipersyaratkan serta dikaitkan dengan adanya tabungan anggota koperasi primer atau tabungan koperasi primer anggota koperasi primer.
2. Penggunaan Kredit
Untuk memenuhi kebutuhan modal investasi dan/atau modal kerja bagi usaha anggota koperasi yang produktif.
Untuk memenuhi kebutuhan modal investasi dan/atau modal kerja bagi usaha anggota koperasi yang produktif.
3. Suku Bunga KreditDitetapkan BI berdasarkan suku bunga Pasar saat ini sebesar 14% termasuk fee koperasi 3%.
Ditetapkan BI berdasarkan suku bunga Pasar saat ini sebesar 16% termasuk fee koperasi 2%.
4. Suku Bunga KL 4% 9%5. Lembaga Keuangan KLBI PT. PNM
6. Penyalur Kredit
Bank kepada anggota koperasi dengan diketahui oleh koperasi, bila koperasi berfungsi sebagai channeling agent
Bank dengan koperasi bila koperasi berfungsi sebagai executing agent
Bank kepada anggota koperasi dengan diketahui oleh koperasi, bila koperasi berfungsi sebagai channeling agent
Bank dengan koperasi bila koperasi berfungsi sebagai executing agent
7. Jangka Waktu Kredit
Kredit Investasi maksimum 15 tahun. Kredit Modal Kerja : Terkait dengan investasi : Maksimum 5 tahun. Tidak terkait dengan investasi : Maksimum 1 tahun, kecuali untuk tanaman musiman tertentu dimungkinkan lebih dari 1 tahun.
Kredit Investasi maksimum 15 tahun. Kredit Modal Kerja : Terkait dengan investasi : Maksimum 5 tahun. Tidak terkait dengan investasi : Maksimum 1 tahun, kecuali untuk tanaman musiman tertentu dimungkinkan lebih dari 1 tahun.
8. Persyaratan KoperasiKoperasi primer yang sudah menjadi badan hukum
Koperasi primer yang sudah menjadi badan hukum
9. Bank Pemberi KreditBank umum yang tergolong sekurang-kurangnya cukup sehat.
Bank umum yang tergolong sekurang-kurangnya cukup sehat.
Sumber : BI, diolah.
2.2 Kebijakan Pemerintah dan Pendanaan Dalam Program KKPA
Pemerintah menilai bahwa rendahnya kondisi ekonomi petani plasma
perkebunan sebagai akibat lemahnya permodalan yang dimiliki petani.
Berdasarkan hal ini pemerintah mengeluarkan kebijakan bidang permodalan
13
petani plasma melalui Keputusan Bersama Menteri Pertanian Dan Menteri
Koperasi Dan Pembinaan Pengusaha Kecil No. 73/Kpts/Ot.210/2/98 dan
01/Skb/M/II/1998 tentang Pembinaan Dan Pengembangan Koperasi Unit Desa Di
Bidang Usaha Perkebunan Dengan Pola Kemitraan Melalui Pemanfaatan Kredit
Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA). Skim KKPA hanya
merupakan insentif permodalan petani plasma melalui koperasi primer dalam
bentuk subsidi suku bunga kredit. Bila dilihat secara permodalan, yang sangat
diuntungkan adalah perusahaan inti, bahwa keterlibatan permodalan inti dalam
pembangunan kebun plasma dapat dikatakan tidak ada sama sekali karena sudah
digantikan oleh KPPA. Resiko yang terjadi dalam kegagalan pelaksanaan KKPA
seluruhnya ditanggung oleh petani dan sebagai catatan, umumnya bank penyalur
kredit telah mengasuransikan kredit yang disalurkan kepada koperasi.5
Pendanaan Program PIR KKPA, dengan kebijakan pemerintah melalui
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999 tentang Bank
Indonesia, maka bank tersebut tak lagi berkewajiban menyediakan KLBI (Kredit
Likuiditas Bank Indonesia) untuk mendukung kredit program. Namun pemerintah
menunjuk lembaga keuangan untuk melanjutkan kredit program pengembangan
perkebunan tersebut, yakni PT. Permodalan Nasional Madani (PNM), PT. Bank
Rakyat Indonesia (BRI), KUT (Kredit Usaha Tani), dan KKOP (Kredit Koperasi
untuk Operasi Pangan). PNM diwajibkan menyalurkan kredit untuk KKPA
Umum. sedang BRI menyalurkan kredit untuk KKPA tebu rakyat.
Penyediaan kredit melalui pola KKPA selama ini pun bermanfaat untuk
pembangunan perkebunan, pabrik atau unit pengolahan hasil perkebunan. Dalam
pembangunan perkebunan, baik kebun maupun pabrik diusulkan supaya tak
dipersyaratkan lagi adanya avalis. Dengan demikian koperasi yang sudah mandiri
mampu membangun industri pengolahan yang terintegrasi dengan kebunnya,
walau tanpa ada perusahaan inti.6
5 Abet Nego, SE., http://www.sawitwacth.or.id. September 2002. Kajian Kebijakan dan
Praktek Penyelenggaraan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia.
6 Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng. 2003,.” Pengembangan Kemitraan dan Dukungan Pendanaannya Di Bidang Perkebunan”. www.sawitwatch.or.id/kampanye.
14
2.3 Koperasi Kredit
Koperasi kredit adalah badan usaha yang dimiliki oleh sekumpulan orang
dalam suatu ikatan pemersatu yang bersepakat menabungkan uang mereka
sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka
dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan (BK3I,
1996).
Anggota Koperasi Kredit adalah kumpulan orang yang sekurang-
kurangnya 20 orang baik pria maupun wanita sekaligus menjadi pelaksana,
pengawas dan pengguna jasa koperasi kredit itu sendiri. Mereka bersepakat untuk
menabungkan uang mereka tanpa paksaan sebagai modal bersama guna
dipinjamkan dengan jaminan watak baik dan kelayakan usahanya. Bunga yang
dikenakan tidak terlampau kecil atau terlampau besar dalam arti dapat memberi
balas jasa simpanan sesuai pasar dan dapat membiayai operasional kantor
koperasi kredit. Pelayanan pinjaman koperasi kredit diberikan selama dapat
meningkatkan penghasilan dan atau usaha stabilitas kehidupan anggota bukan
untuk kehidupan konsumtif atau spekulatif (Sumardjono, 1990).
Koperasi kredit dalam menjalankan usahanya tidak terlepas dari prinsip
koperasi yang merupakan essensi dasar kerja koperasi sebagai badan usaha
dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakan koperasi dengan
badan usaha lain. Prinsip-prinsip koperasi adalah pedoman bagi koperasi dalam
melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktek. Prinsip-prinsip ditegaskan dalam
Undang-Undang Perkoperasian Tahun 1992 Nomor 25 adalah (1) keanggotaan
bersifat sukarela dan terbuka, (2) pengelolaan dilakukan secara demokratis,
(3) pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya
jasa usaha anggota, (4) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal,
(5) Kemandirian, (6) pendidikan dan (7) kerjasama antar koperasi.
Tujuan utama pendirian koperasi kredit yaitu (1) membantu keperluan
kredit anggota dengan bunga yang rendah dan syarat yang ringan, (2) mendidik
anggota giat menabung untuk membentuk modal bersama, (3) mendidik anggota
hidup hemat dan (4) menambah pengetahuan tentang koperasi (Firdaus dan
Susanto, 2002).
15
2.4 Peranan Kredit Sebagai Sumber Modal Usaha
Pengertian kredit usaha mikro adalah usaha produktif dengan total asset
maksimal Rp 25 juta di luar tanah dan bangunan, dengan plafon kredit bank yang
diterima maksimal Rp 50 juta. Kredit usaha kecil (KUK) adalah usaha produktif
yang mempunyai kekayaan bersih maksimal Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan
bangunan, nilai penjualan tahunannya maksimal Rp 1 milyar, serta menerima
plafon kredit bank antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Sedangkan kredit usaha
menengah adalah usaha produktif dengan kekayaan bersih antara Rp 200 juta
sampai dengan Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan, serta menerima
plafon kredit bank antara Rp 500 juta hingga Rp 5 milyar.7
Pengertian kredit menurut undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan adalah : penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.8
Pengertian kredit menurut UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.9
Upaya peningkatan dan pengembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional oleh Bank Indonesia dalam
hal ini dilakukan dengan mendorong pemberian kredit perbankan kepada UMKM
dan kebijakan serta strategi penguatan industri. Bank Perkreditan Rakyat sebagai
lembaga keuangan mikro yang memiliki peran strategis dalam memberikan
pelayanan jasa keuangan kepada UMKM. Dalam perkembangan kredit UMKM,
7 Wijoyo Santoso SE MA Kepala Bidang Ekonomi dan Moneter Kantor Bank Indonesia,
Surabaya. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0303/20/jatim/196496.htm. 20 Maret 2003
8 http://www.bi.go.id/sipuk/pmkr/ind/Pengertian.htm
9 http://manbisnis.tripod.com/dua_sat.
16
terjadi peningkatan kredit baru yang disalurkan perbankan ke sektor UMKM
selama semester I/2004 adalah sebesar Rp. 30,9 triliun atau mencapai 80,4% dari
total busines plan perbankan untuk menyalurkan kredit UMKM yang sebesar
Rp. 38,5 triliun. Dengan perkembangan tersebut maka debet kredit UMKM pada
akhir Juni 2004 mencapai Rp. 243,8 triliun atau mempunyai pangsa 49,6% dari
total kredit perbankan yang berjumlah Rp. 491,4 triliun.
Pertumbuhan kredit sektor UMKM selama semester I/2004 meningkat
14.3%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan total kredit pada periode
yang sama sebesar 11,8%, dengan mencakup jumlah rekening kredit UMKM
sebanyak 17,2 juta rekening. UMKM meliputi Kredit Mikro dengan plafon kurang
dari Rp. 50 juta, Kredit kecil dengan plafon anatara Rp. 50 - Rp. 500 juta, Kredit
Menengah dengan plafon antara Rp. 500 juta - Rp. 5 milliar. Penggunaan kredit
UMKM sebagian besar masih dimanfaatkan untuk sektor produktif yakni sebesar
52,7% (untuk kredit modal kerja 42,2% dan investasi 10,5%) sedangkan untuk
tujuan konsumtif sebesar 47,3%. Alokasi kredit UMKM berdasarkan skala
(plafon) kredit meliputi kredit mikro sejumlah Rp. 101,3 triliun (47,5%), kredit
kecil Rp. 50,3 triliun (23,6%), dan kredit menengah Rp. 61,7% triliun (28,9%).10
Keberhasilan penyaluran kredit UMKM oleh bank tidak terlepas dari
berbagai upaya berkaitan dengan kemudahan dan percepatan proses kredit.
Berbagai upaya itu antara lain dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain,
misalnya penyaluran kredit kepada BPR, koperasi, dan asosiasi pelaku UMKM.
Penggunaan sumber dana murah dari instansi pemerintah, contohnya penanaman
modal madani (PMM) pada program kredit kepada koperasi primer untuk anggota
(KKPA), kredit kepada pengusaha kecil & mikro (KPKM), dan Departemen
Keuangan untuk program Kredit Ketahanan Pangan (KKP).11
10 Sri Mulyati Tri Subari. Bank Indonesia Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat.
http://www.bwtp.org/arcm/indonesia/IV_News_and_Events/BWTPworkshop/Subari_Bank
Indonesia.pdf
11 http://www.suaramerdeka.com/harian/0304/16/eko11.htm. 16 April 2003 Ekonomi
17
2.5 Analisis Usahatani Kelapa Sawit
Daswir, Wahyono dan Lubis dalam Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(1995), melakukan penelitian tentang permasalahan usahatani sistem kolektif
murni di Perusahaan Inti Rakyat-Asean Development Bank (PIR-ADB),
di Besitang , Sumatera Utara. Analisis yang dilakukan yaitu berupa analisis
keragaan tingkat hasil, analisis pendapatan petani dan menganalisis manajemen
usahatani. Berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan keragaan tingkat hasil
dan pendapatan petani PIR-ADB Besitang lebih baik daripada produktivitas yang
dicapai oleh kebun inti. Secara umum berdasarkan angka rerata produktivitas yang
dicapai, tingkat adaptasi teknologi dalam usahatani kelapa sawit adalah cukup.
Rerata pendapatan tertinggi yang dicapai petani plasma pada tingkat harga
penjualan Rp. 145,75/Kg TBS ialah Rp. 187.363,50/bulan. Untuk manajemen
usahatani secara kolektif murni mempunyai kelebihan antara lain perlakuan yang
adil terhadap peserta dapat dirasakan dimana petani mempunyai tanggung jawab
bersama dalam meningkatkan produksi dan pendapatan. Namun kelemahannya
adalah bahwa peserta berpeluang untuk tidak terlibat langsung dengan kegiatan
lapangan atau bahkan tidak pernah tinggal di lokasi pemukiman. Studi evaluasi
yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan (1994) membandingkan
antara sistem usahatani petani peserta PIR kelapa sawit dengan petani non PIR
di Propinsi Kalimantan Barat.
Adapun hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa sistem usahatani yang
diterapkan oleh petani non PIR. Pada petani proyek PIR, usahatani kelapa sawit
yang diusahakan dilaksanakan secara baik dan teratur berdasarkan sistem
budidaya yang ada. Keadaan ini lebih terlihat pada lahan yang belum dikonversi.
Adapun kegiatan–kegiatan sebelum tanaman menghasilkan dikerjakan oleh
proyek, mulai dari land clearing, pembibitan, penanaman, pemupukan dan
pemeliharaan sampai tanaman menghasilkan. Sedangkan pada usahatani non PIR,
mulai dari membuka lahan, penanaman tanaman dan pemeliharaan sampai siap
panen dilakukan secara tradisional dan sepenuhnya dikerjakan oleh petani. Selain
itu petani tidak mendapatkan penyuluhan pertanian khususnya kelapa sawit secara
rutin, sehingga tandan buah segar yang dihasilkan jumlahnya cenderung tidak
merata setiap bulan.
18
Selain itu penelitian tentang pendapatan petani juga dilakukan oleh
Girsang, Pandapotan et al (1996) yang berjudul Analisis Pembangunan dan
Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Pola PIR-Lok Pengaruhnya Terhadap
Tingkat Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Peserta. Penelitian ini
menyatakan bahwa kehadiraan proyek pembangunan perkebunan dalam bentuk
pola PIR-Lok, telah memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan bagi petani yang menjadi pesertanya. Hasil penelitian
menunjukkan distribusi pendapatan petani peserta pada ketiga lokasi PIR-Lok
berada pada distribusi yang merata dengan nilai Indeks Gini (Gini Ratio)
0,126-0,254 dari sisi pengeluaran dan 0,125-0,264 dari sisi penerimaan. Adapun
Indeks Gini adalah suatu alat analisis untuk mengukur ketimpangan pendapatan.
Berdasarkan indikator Good Service Ratio, tingkat kesejahteraan yang
dicapai pada lokasi PIR-Lok menunjukkan keadaan yang beragam, yakni dengan
nilai GSR 2,524-3,460. namun demikian secara makro tingkat kesejahteraan
secara relatif yang dapat dicapai oleh petani peserta PIR-Lok dapat dikatakan
lebih baik jika dibandingkan dengan petani non PIR-Lok yang berada
disekitarnya.
2.6 Dampak Kemitraan Usahatani
Secara umum penelitian terhadap dampak pelaksanaan pola PIR KKPA
di PT. SKIP bertujuan untuk mengetahui apakah dengan pola PIR KKPA dapat
meningkatkan pendapatan petani peserta plasma atau kebalikannya. Oleh karena
itu, perlu suatu rujukan yang relevan terhadap penelitan mengenai tingkat
pendapatan dan pola kemitraan petani.
Berdasarkan hasil penelitian dilakukan oleh Krismasari (1998), tentang
dampak pelaksanaan PIR-Trans kelapa sawit terhadap pendapatan petani. Dari
hasil analisis kelayakan finansial diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 9.060.666,49
dan nilai IRR sebesar 26,70 persen serta nilai Net B/C sebesar 1,67. Dari hasil
nilai-nilai tersebut menunjukan bahwa kebun plasma kelapa sawit PIR-Trans
PT. Inti Indosawit Subur layak secara finansial. Secara ekonomis, pendapatan
yang diperoleh petani plasma sebesar Rp. 3.173.275,59 dan sebelumnya
19
Rp. 2.247.283,67 , pendapatan petani mengalami peningkatan 31,4% dari
sebelumnya.
Saraswati (2002), melakukan penelitian mengenai dampak pelaksanaan
kemitraan terhadap pendapatan petani mitra (studi kasus PT. Bumi Mekar Tani
dengan petani kacang tanah di kecamatan Kali jati, Kabupaten Subang). Dari hasil
analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya total petani
mitra lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan mereka sebelum bermitra
dan dengan pendapatan petani non mitra. Sebelum bermitra, pendapatan atas
biaya total petani mitra mencapai Rp. 725.903,11 , sedangkan setelah bermitra
menjadi Rp. 352,069,93. Angka ini juga sedikit lebih kecil dibandingkan dengan
pendapatan petani non mitra, yaitu Rp. 403.771,86. Kecilnya pendapatan petani
mitra disebabkan tingginya harga benih dan pupuk dari perusahaan. Demikian
pula dengan nilai B/C rasio petani mitra yang relatif lebih kecil dibandingkan
dengan sebelum bermitra dan petani non mitra. Jika sebelum bermitra, petani
memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,50 untuk setiap satu rupiah biaya total
yang dikeluarkan dan petani non mitra sebesar Rp. 2,56, petani mitra hanya
memperoleh sebesar Rp. 1,22.
Salman dan Wahyono dalam Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit (1998),
mengenai tingkat pendapatan dan ketahanan petani plasma PIR kelapa sawit.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dikemukan perkembangan kehidupan ekonomi
petani plasma sampai dengan Maret 1998, kondisinya hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok, sehingga harus mencari tambahan di luar usahatani.
Sedangkan tingkat ketahanan petani peserta PIR perkebunan kelapa sawit masih
relatif tinggi (18 persen).
Daswir dan U. Lubis dalam Jurnal Penelitian Kelapa Sawit (1995),
melakukan penelitian mengenai analisis ekonomi usaha perkebunan kelapa sawit
rakyat pola KKPA. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa usahatani pola
KKPA PIR-Trans dengan tingkat bunga 14 persen per tahun dapat dikatakan nilai
tambah dari modal yang diinvestasikan cukup baik dan layak untuk dilaksanakan.
Kelayakan ini harus didukung pelaksanaan teknis, tersediannya fasilitas sosial
ekonomi yang diperlukan tingkat produktivitas tetap stabil dan harga tidak
mengalami kemerosotan.
20
Sutirto (1998), melakukan penelitian mengenai analisis finansial agribisnis
mangga model pembiayaan KKPA yang berlokasi di Jawa Barat. Desain
kelayakan investasi agribisnis jenis mangga dilakukan dengan metode discounting
cashflow. Hasil analisis finansial cashflow perkebunan mangga arumanis pada
skala 40 hektar (Ha) yang menggunakan discount rate 16 persen, diperoleh nilai
NPV sebesar 1.075.673,263, sedangkan IRR yang dihasilkan sebesar 19,03 persen
dan Net B/C diperoleh hasil sebesar 1,3, sedangkan payback period dalam
pengusahan mangga arumanis berjangka 9,2 tahun. Sedangkan hasil analisis
finansial cashflow perkebunan mangga gedong pada skala 20 Ha yang
menggunakan discount rate 16 persen, diperoleh nilai NPV sebesar 323.155,632
sedangkan IRR yang dihasilkan sebesar 17,88 persen dan Net B/C diperoleh hasil
sebesar 1,2 , sedangkan payback period dalam pengusahan mangga gedong
berjangka 8,6 tahun.
Hasil analisis finansial terhadap proyek agribisnis mangga baik, mangga
arumanis maupun gedong, pada skala 40 dan 20 Ha dengan menggunakan
discount rate 16 persen layak untuk diusahakan. Dari hasil analisis finansial
proyek agribisnis mangga tersebut dapat dilihat bahwa besarnya skala usaha
menetukan tingkat kelayakan yang diperoleh.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Konseptual
3.1.1. Peranan Kredit Sebagai Sumber Modal Usaha
Arti yang luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam
bahasa Latin kredit berarti “credere” artinya percaya. Maksud dari percaya dari
si pemberi kredit adalah percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang
disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan bagi
si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai
kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu.12
Menurut Sinungan (1990), kredit adalah pemberian prestasi oleh suatu
pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada waktu
tertentu yang akan disertai dengan suatu kontraprestasi yang berupa bunga.
Sedangkan pengertian kredit menurut Kotler (Pudjomulyono, 1990), kredit adalah
suatu kemampuan untuk melaksanakan pembelian atau mengadakan pinjaman
dengan surat perjanjian, pembayaran akan dilakukan dan ditangguhkan pada suatu
jangka waktu yang telah disepakati.
Pengertian kredit diatas dapatlah dijelaskan bahwa kredit adalah
pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan
oleh perusahaan. Nasabah menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan
sebagai pemberi pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman
dan membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Bila masalah
12
M. Fitri Rahmadana dan Hafniah Lumbanraja. Analisis Pemakaian Jasa Kredit Pada PerumPengadaian. http://manbisnis.tripod.com/dua_sat.
22
ini terjadi maka dapat kita lihat berpindah materi dari yang memberi kredit
kepada yang diberi kredit sehingga terjadi dua pihak yang terlibat, yaitu:
a. Pihak yang berkelebihan uang yang disebut pemberi kredit (kreditur)
b. Pihak yang membutuhkan uang yang disebut penerima kredit (debitur).
Manusia memerlukan kredit karena manusia adalah homo economicus
dan setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan
manusia beraneka ragam sesuai dengan harkatnya yang selalu meningkat,
sedangkan kemampuannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas. Hal
ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan
cita-citanya, dalam hal ini ia berusaha. Maka untuk meningkatkan usahanya atau
untuk meningkatkan daya guna suatu barang, manusia sangat memerlukan
bantuan dalam bentuk permodalan. Bantuan pada lembaga keuangan bank
maupun non perbankan disebut kredit.
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa pemberian kredit adalah pemberian
kepercayaan. Hal ini berarti bahwa pinjaman kredit yang diberikan betul-betul
yakin bahwa nasabah atau debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterima
sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang akan disetujui oleh kedua
belah pihak, tanpa keyakinan tersebut suatu lembaga kredit tidak akan dapat
memberikan kredit.
Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan
ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu
pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi, dan pengurangan jumlah
kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi ditujukan oleh adanya peningkatan produksi
(output). Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah
23
jumlah input atau dengan cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input
maupun penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan
modal. Dengan kata lain pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan
pengunaan modal. Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari
modal pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal milik sendiri umumnya relatif
sedikit, maka sebagai tumpuan tentunya akan beralih pada kredit yang dapat
tersedia pada saat diperlukan (tepat waktu).
Keterbatasan modal untuk usaha pertanian di pedesaan, mengakibatkan
petani mengadopsi paket teknologi di bawah tingkat keharusannya dilakukan.
Keadaan ini mempersulit pengembangan usaha di pedesaan sehingga petani tidak
dapat diharapkan mampu meningkatkan produktivitasnya tanpa adanya tambahan
modal. Oleh karena itu, keberadaan berbagai kredit program yang dilakukan oleh
pemerintah sangat membantu meningkatkan produktivitas usaha masyarakat
di pedesaan yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas secara
nasional.
Kredit program berperan dalam pembangunan pertanian melalui cara:
(1) Membantu petani kecil untuk mengatasi permasalahan keterbatasan modal
dengan biaya (bunga) yang relatif ringan, (2) Membantu petani dalam pengadaan
sarana produksi pertanian sampai ke lokasi dan (3) Petani peserta kredit program
mendapat pelayanan dalam hal pembinaan dan penyuluhan pertanian.
Peranan kredit dalam pembangunan ekonomi, terutama di pedesaan, bukan
saja sebagai pelancar pembangunan tetapi merupakan unsur pemacu adopsi
teknologi yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan produksi, nilai
tambah, menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan
24
masyarakat. Selanjutnya diharapkan pembentukan modal dapat meningkat lebih
cepat, dan pada gilirannya memberikan kesempatan lebih besar bagi petani untuk
melakukan inovasi-inovasi sederhana guna menghadapi kendala yang mereka
hadapi sehari-hari dan meningkatkan peluang diversifikasi sumber pendapatan
petani (Mosher, 1966).
Pendapatan itu didukung oleh Hayami dan V.W. Ruttan (1985) yang
mengemukkan peranan kredit bagi pembangunan pertanian pedesaan yaitu :
(1) Bahwa kredit program membantu petani kecil untuk mengatasi keterbatasan
modal melalui biaya (bunga) yang relatife ringan, (2) Mengurangi ketergantungan
petani pada pedagang perantara dan sekaligus penyempurnaan pasar, (3) Sebagai
suatu lembaga yang mendorong penggunaan input modern oleh petani,
(4) Sebagai mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat desa sehingga
mendorong pemerataan dan (5) Sebagai insentif bagi petani untuk meningkatkan
produksi usahatani.
Mosher (1966) menekankan bahwa untuk meningkatkan produksi petani
dan membentuk struktur pedesaaan progresif, perlu tersedia fasilitas-fasilitas
kredit yang efesien sehingga kredit tersedia serta mudah didapatkan (tetapi tidak
berarti murah atau tingkat bunga rendah atau dengan subsidi pemerintah) oleh
petani yang mampu mengelola dengan baik dan dapat mengembalikan tepat
waktu. Lebih penting lagi adalah ketersediaan tepat waktu dari alat-alat dan input
lain yang lebih produktif bagi petani yang membelinya dengan menggunakan
dana kredit.
Peranan kredit dalam pembagunan ekonomi, terutama di pedesaan bukan
saja sebagai pelancar pembangunan (Mosher, 1966) tetapi kadang-kadang
25
merupakan unsur pemacu adopsi teknologi yang pada akhirnya diharapkan
mampu peningkatan produksi, nilai tambah, dan pendapatan masyarakat. Sebagai
ilustrasi misalnya kredit untuk sektor pertanian (seperti Bimas, KUT, Kredit TRI,
kredit Interfikasi Tambak dan sebagainya) tidak hanya membantu petani dalam
mengatasi modal tetapi juga sebagai alat yang efektif untuk pemacu adopsi
teknologi. Bahkan dapat juga berfungsi efektif sebagai perangkat introduksi
(Syukur, M. Dkk., 1990). Contohnya yaitu kredit Bimas yang ditujukan untuk
menunjang peningkatan produksi dengan kredit berupa paket sarana produksi
pertanian (saprodi).
3.1.2. Analisis Usahatani
Usahatani adalah setiap organisasi yang tersusun dari alam, tenaga kerja,
modal dan manajemen yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Pada dasarnya setiap usahatani memiliki empat unsur pokok yang terdiri dari
unsur lahan yang diwakili oleh alam, ada unsur tenaga kerja yang bertumpu pada
anggota keluarga tani, ada unsur modal yang beraneka ragam jenisnya dan ada
unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seorang
yang disebut petani. Keempat unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan dalam
usahatani karena sama pentingnya (Soeharjo dan Patong, 1973).
Tujuan dari setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda
tergantung lingkungan dan kemampuan pengelolaannya. Menurut Soeharjo dan
Patong (1973), apabila motif usahatani ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian
disebut usahatani pencukupan kebutuhan keluarga (subsisten). Bila motif
26
usahataninya didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial.
Pada dasarnya dalam menyelenggarakan usahatani setiap petani berusaha agar
hasil panennya berlimpah dengan harapan mendapatkan keuntungan yang besar
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi hal itu sering tidak tercapai karena
beberapa hal, antara lain yaitu karena alokasi sumberdaya yang kurang tepat.
Usahatani yang baik adalah usahatani yang bersifat produktif dan efiesien yaitu
mempunyai produktivitas yang tinggi dan bersifat kontinyu.
Keberhasilan dalam mengelola usahatani dapat diukur melalui besarnya
pendapatan yang diterima dari usahataninya. Pendapatan usahatani merupakan
selisih antara penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahataninya dan biaya
yang dikeluarkan untuk kegiatan usahataninya (Soeharjo dan Patong, 1973).
Pendapatan usahatani dapat diukur berdasarkan pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai usahatani (farm net cash
flow) dihitung dari selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai.
Pendapatan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk
menghasilkan uang tunai.
Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang
yang diterima dari penjualan produk usahatani sedangkan pengeluaran tunai
(farm payment) didefinisikan sebagai jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian barang dan jasa usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup
pinjaman uang keperluan usahatani demikian pula pengeluaran tunai usahatani
mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Penerimaan tunai dan
pengeluaran tunai usahatani yang tidak mencakup benda, jadi nilai produk
27
usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaaan tunai usahatani
dan nilai kerja yang dibayarkan dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran
tunai usahatani (Soekartawi, 1986).
Biaya tunai meliputi biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga
pinjaman, dan biaya variabel, misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-
obatan, dan biaya untuk tenaga kerja luar keluarga. Biaya tidak tunai
(diperhitungkan) meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat dan
bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri. Sedangkan untuk biaya
variabel meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga.
Pendapatan total usahatani (total farm income) merupakan selisih antara
penerimaan total dengan pengeluaran total. Penerimaan total usahatani (total farm
revenue) adalah penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah
penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaaan untuk
konsumsi keluarga. Pengeluaran atau biaya total usahatani didefinisikan sebagai
nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi
tidak termasuk tenaga kerja keluarga. Pengeluaran ini dapat dipisahkan menjadi
pengeluaran tetap dan tidak tetap. Pengeluaran tetap adalah pengeluaran usahatani
yang tidak tergantung pada besarnya produksi misalnya pajak bumi dan bangunan,
penyusutan bangunan dan lain-lain. Pengeluaran tidak tetap adalah pengeluaran
yang digunakan untuk tanaman yang jumlahnya berubah sebanding dengan
produksi tanaman tersebut, misalnya bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja.
Analisis pendapatan mempunyai dua tujuan yaitu, menggambarkan
keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan
datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan dapat memberikan
28
bantuan untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu kegiatan. Untuk
menganalisis keberhasilan suatu usahatani dapat digunakan beberapa pengujian
yaitu, analisis biaya per satuan hasil, analisis imbangan penerimaan dan biaya
serta analisis pendapatan atau keuntungan cabang usaha (Tjakrawilaksana, 1983).
Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan selain diukur dengan
nilai mutlak juga dapat diukur analisis efesiensinya. Salah satu ukuran efesiensi
adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio).
Analisis R/C rasio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu
cabang usahatani dengan cabang usahatani lain berdasarkan perhitungan finansial.
Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam
kegiatan cabang usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai
penerimaan sebagai manfaatnya. Analisis Imbangan Benefit dan biaya
(B/C Ratio) menggambarkan rasio dari keuntungan yang diperoleh dari suatu
kegiatan usahatani terhadap biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani
tersebut. Dalam analisis B/C rasio akan diuji seberapa besar keuntungan atau
manfaat yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani.
Usahatani dikatakan layak atau berhasil jika usahatani tersebut dapat
menutup pengeluaran-pengeluarannya, dapat memberikan balas jasa yang sesuai
(berdasarkan prinsip biaya yang dikorbankan atau opportunity cost) kepada
sumberdaya usahatani yang dipakai, beroperasi secara berkesinambungan dan
dapat meningkatkan atau mengembangkan usaha dari waktu ke waktu (Soeharjo
dan Patong, 1973).
29
3.1.3. Evaluasi Program KKPA
Evaluasi pelaksanaan program KKPA dilakukan untuk mengetahui apakah
pelaksanaan program telah sesuai dengan kesepakatan yang dibuat, serta
bagaimana langkah penerapan pola kemitraan yang dilakukan pada program
KKPA tersebut. Selain itu keberhasilan program KKPA juga akan memberikan
dampak berupa manfaat yang optimal bagi kedua belah pihak. Untuk itu dalam
evaluasi program ini juga perlu diketahui dampak kemitraan.
Dalam menentukan pola kemitraan usaha agribisnis yang akan diterapkan,
ditempuh beberapa langkah. Pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi
kebutuhan masing-masing pihak yang bermitra. Suatu keputusan untuk
melakukan kemitraan lebih dahulu didasari oleh pertimbangan adanya kebutuhan
untuk meningkatkan kinerja usaha. Kebutuhan itu muncul dari motivasi untuk
menghilangkan kelemahan dan ancaman yang menghambat serta memanfaatkan
peluang yang ada bagi pengembangan usaha.
Langkah berikutnya adalah langkah persiapan dan perencanaan, yang
meliputi tahap perumusan tujuan, pencarian mitra yang sesuai, penentuan prinsip
kemitraan, penyusunan rencana pelaksanaan dan penandatanganan kontrak
kemitraan. Setelah semua perencanaan telah disepakati, baru dapat dilaksanakan
kemitraan sesuai perencanaan yang disusun. Selanjutnya setiap periode tertentu
secara berkala, terutama pada akhir masa perjanjian, pihak-pihak yang bermitra
melakukan evaluasi untuk menentukan apakan kemitraan perlu dilanjutkan atau
tidak. Jika kemitraan dilanjutkan dengan berbagai perbaikan, maka tahap
persiapan akan dapat diulang lagi yang dimulai dengan proses penentuan prinsip-
prinsip kemitraan. Jika kemitraan dihentikan dan salah satu pihak masih ingin
30
mengembangkan kemitraan, maka dimulai lagi dengan proses pencarian mitra
yang sesuai (Saputro, et.al, 1995).
Evaluasi pelaksanaan kemitraan sangat diperlukan untuk : (1) Menilai
tingkat pelaksanaan hak dan kewajiban kedua pihak yang bermitra, (2) Menilai
besarnya manfaat yang diperoleh masing-masing, (3) Mengidentifikasi faktor-
faktor yang menunjang dan menghambat pelaksanaan kemitraan, serta
(4) Mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Kemudian agar
kemitraan dapat terus berlanjut dan mencapai tujuannya, setelah evaluasi,
dilakukan penyempurnaan dan pengembangan kemitraan lebih lanjut. Untuk itu
perlu dirumuskan strategi pengembangan kemitraaan lebih lanjut.
3.2. Kerangka Operasional
Produktivitas usahatani kelapa sawit di Indonesia masih terbilang rendah.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya kendala yang dihadapi petani, seperti
kurangnya kemampuan petani dalam hal permodalan, teknologi dan manajemen.
Salah satu jalan keluar untuk mengatasi berbagai kendala tersebut adalah dengan
menjalin kemitraan antara petani dan perusahaan besar swasta kelapa sawit
melaluiprogramKKPA.
Dengan lahan dan tenaga kerja yang tersedia, petani dapat menjadi
pemasok bagi perusahaan , Sedangkan perusahaan dapat membantu petani dalam
hal penyediaan input usahatani, teknik budidaya dan kemampuan manajerial.
Dengan demikian, kedua belah pihak dapat sama-sama diuntungkan dengan
adanya kemitraan dengan pola KKPA.
31
Dampak kemitraan dengan pola KKPA yang dilaksanakan oleh PT. SKIP
dapat dilihat dari adanya peningkatan pendapatan pada petani peserta KKPA.
Peningkatan pendapatan petani peserta KKPA dapat diketahui dengan
membandingkan pendapatan petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA.
Untuk membandingkan pendapatan petani peserta KKPA dengan petani non
peserta KKPA, digunakan analisis pendapatan usahatani.
Penelitian ini akan dilihat perbandingan analisis pendapatan usahatani
kelapa sawit antara petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA, untuk
melihat ada tidaknya dampak dari pola KKPA sebagai alat evaluasi alternatif
pengembangan pendapatan petani peserta KKPA.
Alternatif pengembangan pendapatan petani peserta KKPA ini diakhiri
dengan mencoba untuk menentukan apakah pola KKPA yang ada perlu
pengembangan atau tidak. Penentuan pengembangan pola KKPA didasarkan pada
evalusi pola KKPA berupa pelaksanaan kewajiban dan hak pihak-pihak yang
bermitra, analisis usahatani dan identifikasi faktor potensi dan kendala dalam pola
KKPA serta faktor-faktor yang menunjang dan menghambat pola KKPA.
Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
32
Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
INPUT- Pupuk- Obat-obatan- Lahan- Tenaga Kerja
UsahataniKelapa SawitPetani Peserta
KKPA
Analisis Dampak Pelaksanaan Program KKPA terhadap
Pendapatan Usahatani Peserta Plasma :
- Pendapatan Usahatani - Imbangan Penerimaan
dan Biaya Usahatani
PetaniPeserta KKPA
PetaniNon Peserta
KKPA
Perbandingan PendapatanUsahatani
Petani Peserta KKPAdan
Petani Non Peserta KKPA
AlternatifPengembangan
ProgramKKPA
MODAL ProgramKKPA
Evaluasi Program
PermodalanKKPA
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di PT. Sinar Kencana Inti Perkasa, Kecamatan
Kelumpang Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja di Kabupaten Kotabaru dengan alasan daerah tersebut
merupakan sentra pengembangan perkebunan kelapa sawit dan pemasok terbesar
produksi kelapa sawit di Kalimantan Selatan sampai saat ini yaitu sebesar
70 persen per bulan (3.284 Ton/bulan). Waktu pengumpulan data dilakukan pada
bulan Oktober sampai dengan Desember 2005.
4.2. Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel petani dilakukan secara acak sederhana dari populasi
yang berada di Kecamatan Kelumpang Selatan, karena di Kecamatan tersebut
merupakan sentra perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan rumus Slovin dapat
ditentukan jumlah responden sebanyak 70 orang. Petani yang menjadi responden
terdiri dari petani plasma peserta KKPA 40 orang dan petani peserta non KKPA
30 orang, dimana kelapa sawit sudah menghasilkan, yaitu umur tanaman antara
enam (TM 3) sampai delapan tahun (TM 5).
4.3. Sumber dan Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam kegiatan penelitian ini dibedakan atas data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung
dengan perusahaan inti dan koperasi serta petani peserta KKPA maupun petani
34
peserta non KKPA contoh menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah
disiapkan. Data ini mencakup produksi tanaman kelapa sawit, pengunaan
input/faktor produksi, harga yang diterima petani, pemasaran produk dan
pembinaan petani, serta pengamatan langsung di lapangan. Data yang diambil dari
petani contoh terdiri dari data petani yang menjadi peserta KKPA dan data petani
peserta non KKPA. Kedua jenis data tersebut kemudian akan diperbandingkan
untuk melihat dampak pelaksanaan KKPA terhadap pendapatan petani.
Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait baik
di tingkat kecamatan, kabupaten, propinsi dan koperasi serta PT. Sinar Kencana
Inti Perkasa.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data
kualitatif maupun kuantitatif. Data kuantitatif yang telah diperoleh dari
wawancara dan pengamatan langsung, dianalisis secara deskriptif sesuai dengan
landasan teori yang terkait, ditunjang dengan data kuantitatif dalam bentuk daftar
atau tabel-tabel.
Tujuan pertama dalam penelitian ini, akan dianalisis secara deskriptif
dengan didukung oleh data-data kuantitatif. Analisis tujuan kedua, digunakan
analisis biaya dan pendapatan usahatani, selanjutnya dilakukan analisis
perbandingan antara petani peserta KKPA dan petani peserta non KPPA untuk
melihat dampak pelaksanaan pola KKPA. Dan untuk menganalisis tujuan ketiga,
dilakukan berdasarkan analisis pertama dan kedua serta ditambah dengan
identifikasi faktor-faktor yang menghambat dan menunjang pola KKPA.
35
4.4.1. Analisis Pelaksanaan Program KKPA
Analisis pelaksanaan program KKPA dilakukan untuk menjawab tujuan
pertama penelitian. Analisis ini membutuhkan data kualitatif yang berhubungan
dengan pelaksanaan pola KKPA. Data kualitatif yang dibutuhkan adalah data
mengenai tingkat pelaksanaan pola KKPA yang telah dilakukan baik dari segi
kelembagaan maupun peraturan yang telah disepakati bersama.
4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan usahatani kelapa sawit dilakukan untuk menjawab
tujuan kedua. Peningkatan pendapatan dapat diketahui dengan cara
membandingkan tingkat pendapatan usahatani, R/C rasio dan biaya persatuan
hasil petani peserta KKPA dan petani peserta non KKPA.
a. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit
BTPT
n
iiiy BTePxXPY
1
..
= Pendapatan atau keuntungan usahatani kelapa sawit (Rp)
PT = Penerimaan total usahatani kelapa sawit (Rp)
BT = Biaya total usahatani kelapa sawit (Rp)
Y = Kuantitas kelapa sawit (kg)
Py = Harga kelapa sawit (Rp/kg)
Xi = Kuantitas input usahatani kelapa sawit ke-I, meliputi: pupuk
(kg), tenaga kerja (HOK) dan lain sebagainya
Pxi = Harga input usahatani kelapa sawit ke-I (Rp), meliputi: pupuk
(kg), tenaga kerja (HOK) dan lain sebagainya
Bte = Biaya tetap usahatani kelapa sawit (Rp), meliputi: pajak,sewa
lahan, bunga kredit dan penyusutan alat-alat pertanian
36
Efesiensi usahatani kelapa sawit dapat diketahui dari perbandingan antara
total penerimaan dengan total biaya pada masing-masing usahatani
(Tjakrawiralaksana, 1973), yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
b. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) =BT
PT
n
iixi
y
BTTXP
YP
1
.
R/C rasio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukan besarnya
penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam
produksi usahatani. Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya angka rasio tersebut dapat diketahui
apakah suatu usahatani mengutungkan atau tidak.
Usahatani dikatakan menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih besar dari
satu yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani akan
memberikan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, usahatani
dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu. Hal ini
berarti pula setiap satu rupiah biaya dikeluarkan akan memberikan penerimaan
kurang dari satu rupiah.
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Gambaran Daerah Penelitian
5.1.1 Wilayah dan Topografi Areal Perkebunan
Kecamatan Kelumpang Selatan merupakan salah satu Kecamatan yang
berada di wilayah Kabupaten Kota Baru, letak Kecamatan Kelumpang Selatan
berada sekitar 120 km dari kota Kabupaten. Perkebunan ini secara astronomi
terletak antara 3º 30, lintang selatan sampai 3º 45´ lintang selatan dan 115º 26´
Bujur Timur sampai 115º 50´ Bujur Timur. Mengenai batas-batas wilayahnya
adalah sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Kecamatan Sungai Kupang
b. Sebelah selatan : Kecamatan Batulicin
c. Sebelah barat : Desa Pelajau Baru
d. Sebelah timur : Desa Mandala
Keadaan topografi Kecamatan Kelumpang Selatan pada umumnya datar
sampai berombak (kemiringan 0 - 8 %) dan berombak sampai bergelombang
(kemiringan 8 – 15 %) dengan ketinggian tempat 50 – 100 meter di atas
permukaan laut (mdpl).
5.1.2 Keadaan Iklim dan Tanah
Curah hujan rata-rata dari sepuluh tahun terakhir adalah 2.691 mm dan
rata-rata hari hujan 145 hari. Keadaan tanah di Kecamatan Kelumpang Selatan
termasuk beragam mulai dari tanah Podsolik merah kuning, tanah alluvial, dan
sebagian kecil tanah latosol dan regosol. Sifat tanah pada umumnya merupakan
38
endapan liat, mengandung bahan organik (gambut), solum relatif dalam, tekstur
halus sampai sedang, dengan tingkat kemasaman (pH) tanah berkisar 4-5. Jenis
tanah tersebut meruapakan tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang
rendah, sehingga kegiatan pemupukan perlu mendapatkan perhatian khusus.
5.1.3 Keadaan Tanaman
Tanaman kelapa sawit yang diusahakan oleh petani peserta KKPA dan
petani peserta non KKPA dari persilangan Dura dan Pisifera (Tenera) yang
diproduksi oleh pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Socfindo dan Guthrie.
Jarak tanam yang digunakan petani peserta KKPA adalah 9,2 m x 9,2 m x 9,2 m
(segi tiga sama sisi) dengan populasi tanaman efektif 136 pokok/ha, sedangkan
petani peserta non KKPA adalah 9,2 m x 9,2 m x 9,2 m (segi tiga sama sisi)
dengan populasi tanaman efektif 132 pokok/ha.
Secara keseluruhan luas areal total petani peserta KKPA yaitu 2.100 ha
dan petani peserta non KKPA yaitu 300 ha, dengan rata-rata kepemilikan lahan
untuk petani peserta KKPA 1,75 ha/paketnya sedangkan untuk petani peserta non
KKPA 1 ha. Produksi tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan oleh kedua
kelompok petani tiap bulanya tidak tetap (fluktuasi). Keadaan ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain faktor iklim (curah hujan) dan faktor pemeliharaannya.
5.2. Gambaran Umum Perusahaan
5.2.1. Lokasi Perusahaan
PT. Sinar Kencana Inti Perkasa kantor dan pusat produksi di Kabupaten
Kotabaru, Kalimatan Selatan. Kantor PT. SKIP di Kecamatan Kelumpang Selatan
sedangkan kantor produksi di Kecamatan Sungai Kupang.
39
5.2.2. Sejarah Umum Perusahaan
PT. SKIP adalah perusahaan perkebunan yang bergerak dibidang
pengelolaan kelapa sawit yang berdiri pada tahun 1989. PT SKIP adalah anak
perusahaan dari PT Sinar Mas Indonesia yang berada di daerah Kalimantan
Selatan, Kabupaten Kotabaru dan merupakan salah satu pemasok bahan baku
minyak goreng yang diproduksi oleh PT Sinar Mas Indonesia.
PT SKIP mempunyai luas areal perkebunan kelapa sawit sendiri ± 789 Ha
yang terletak di Kecamatan Kelumpang Selatan. Selain memliki areal perkebunan
kelapa sawit, PT SKIP juga mempunyai PKS untuk mendukung kegiatan produksi
TBS yang diterima baik dari areal perkebunan sendiri maupun dari petani peserta
plasma.
5.2.3. Tenaga Kerja
Tenaga Kerja yang ada di PT SKIP terdiri dari berbagai jenjang
pendidikan. Memang tidak harus seluruhnya memiliki latar belakang disiplin ilmu
dibidang pertanian atau perkebunan, tetapi pengalaman yang dimiliki dan
kemauan kerja yang keras dan disiplin.
Kegiatan produksi tidak mungkin terlaksana tanpa adanya dukungan
tenaga kerja yang memadai. Tenaga kerja yang berkerja di PT SKIP dibagi
menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja kontrak.
Karyawan diwajibkan bekerja selama delapan jam per hari atau 45 jam selama
enam hari, dari hari senin sampai dengan hari sabtu mulai pukul 07.00 sampai
15.00 WITA dengan waktu istirahat selama satu jam.
40
Pendidikan karyawan PT SKIP bervariasi sekolah menengah pertama
sampai sarjana. Karateristik karyawan PT SKIP berdasarkan jenis kelamin dan
tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi Karyawan PT SKIP Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan, Tahun 2005
PendidikanJenis Kelamin
Total PersentaseLaki-laki Perempuan
Sarjana 3 - 3 9,68Diploma 4 - 4 12,90SLTA 5 3 8 58,07SLTP 6 - 6 19,35Total 18 3 21 100
Dalam menjalankan kegiatan di kebun PT SKIP memperkerjakan 612
orang yang terdiri dari karyawan staf 21 orang dan karyawan non staf sebanyak
591 orang. Jumlah dan posisi tenaga kerja PT SKIP dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah karyawan dan Posisi Tenaga Kerja PT SKIP, Tahun 2005No Bagian Jumlah (orang)
1 Karyawan StafUnit Head 1Asisetan Kepala 1Asisten Divisi 4Mandor 6Kerani Divisi 9Jumlah 21
2 Karyawan Non StafSKU Bulanan Kantor 30SKU Bulanan Traksi 28SKU Bulanan Divisi 40SKU Harian 503Jumlah 591
Sistem pengupahan karyawan bergantung pada status dan golongan,
karyawan tetap memperoleh upah menurut golongannya masing-masing. Selain
mendapat gaji pokok dan premi (bagi yang mendapat premi), juga mendapat
tunjangan fasilitas seperti rumah,listrik, air bersih, sarana ibadah dan pendidikan,
poliklinik dan sarana olahraga.
41
Karyawan harian memperoleh upah sesuai dengan ketentuan perusahaan
berdasarkan upah minimum provinsi (UMP) yang berlaku di masyarakat yakni
Rp. 17.700,-. Sedangkan karyawan lepas dan kontraktor digaji pada awal bulan
(saat gajian besar). Jumlah yang diterima tergantung dari prestasi kerja (output)
mereka dilapangan.
Pembagian upah dilaksanakan dua kali dalam sebulan, gaji pokok
diberikan pada awal bulan yakni sekitar tanggal satu setiap bulannya atau sering
disebut dengan gajian besar. Sedangkan gajian kedua berupa pemberian premi gaji
atau sering disebut gajian kecil yang diberikan pada pertengahan bulan sekitar
tanggal 15. Bagi karyawan yang tidak mendapat premi diberikan pinjaman sebesar
Rp. 75.000,- dengan asumsi pada saat gajian besar dilakukan pemotongan. Bagi
pekerja borongan pemberian gaji diberikan berdasarkan jenis pekerjaan dan
prestasi yang telah dicapai.
5.2.4. Struktur Organisasi
PT SKIP merupakan perusahaan yang berdiri dibawah bendera
PT Sinar Mas. Dalam pelaksanaan tanggung jawab perusahaan maka pimpinan
memerlukan pemakaian sistem organisasi didalam perusahaan sehingga segala
sesuatu yang menyangkut kepentingan perusahaan dapat berjalan dengan efesien,
efektif dan ekonomis.
PT SKIP dipimpin oleh seorang Unit Head yang diangkat oleh keputusan
dewan direksi. Unit Head adalah pimpinan tertinggi di kebun yang bertanggung
jawab kepada direksi atas semua kegiatan di tiap unit kerja kebun. Dalam
menjalankan tugasnya, Unit Head dibantu oleh asisten kepala untuk dikantor
besar. Dalam menjalankan tugasnya, asisten kepala dibantu oleh empat orang
42
asisten divisi. Sedangkan asisten divisi dibantu oleh mandor-mandor.
Mandor-mandor membawahi beberapa mandor yang terdiri dari mandor potong
buah, mandor perawatan, dan mandor transportasi. Setiap Mandor memliki
anggota pekerja sebagai pelaksana pengeloalaan kebun mulai dari perawatan
hingga potong buah. Sturuktur organisasi PT SKIP dapat dilihat pada Lampiran 2.
5.3. Gambaran Umum Koperasi Unit Desa
5.3.1. Lokasi KUD
Kantor KUD Gajah Mada terletak di Kecamatan Kelumpang Selatan, Desa
Telagasari, Kabupaten Kotabaru, Kalimatan Selatan.
5.3.2 Sejarah Umum KUD
KUD adalah lembaga ekonomi desa diwilayah plasma yang merupakan
wadah petani peserta/kelompok tani plasma yang berfungsi
mengkoordinir/memonitor pemeliharaan, perawatan, panen, transportasi dan
penjualan hasil produksi petani peserta di Kecamatan Kelumpang Selatan kepada
perusahaan. KUD Gajah Mada berdiri pada tahun 1994 yang diresmikan oleh
pejabat setempat.
Kegiatan usaha KUD Gajah Mada dari awal berdirinya sampai dengan
sekarang hanya meliputi kegiatan perkebunan kelapa sawit. Penghargaan dan
prestasi yang telah diraih KUD Gajah Mada seperti :
1. Tahun 2001 ditetapkan sebagai koperasi berprestasi terbaik III tingkat
Kabupaten Kotabaru
2. Tahun 2001 ditetapkan sebagai koperasi berprestasi tingkat Kalimantan Selatan
3. Tahun 2004 ditetapkan sebagai koperasi berprestasi tingkat Kalimantan Selatan
43
4. Tahun 2004 terpilih sebagai koperasi berklasifikasi sangat baik tingkat
Kabupaten Kotabaru.
Bidang usaha KUD Gajah Mada selain unit usaha KKPA, antara lain :
1. Unit usaha simpan pinjam
2. Unit jasa umum
3. Unit usaha hortikultura
4. Unit usaha transportasi
5. Unit usaha pertambangan
5.3.3 Tenaga Kerja
KUD Gajah Mada sebagaimana halnya dengan KUD lainnya memiliki
tenaga kerja yang beragam keahlianya begitu juga dengan pendidikan, sosial
budaya, agama serta berbeda produktivitasnya. Jumlah karyawan KUD Gajah
Mada sampai saat ini berjumlah 18 orang dan secara keseluruhan berstatus
karyawan tetap yang mempunyai jabatan dan tanggung jawab di masing-masing
bagiannya. Karyawan diwajibkan bekerja selama delapan jam per hari atau 45 jam
selama enam hari, dari hari senin sampai dengan hari sabtu mulai pukul 07.00
sampai 14.00 WITA dengan waktu istirahat selama satu jam.
Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan dapat diperoleh karateristik
karyawan KUD Gajah Mada berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan
dapat dilihat pada Tabel 8.
44
Tabel 8. Klasifikasi Karyawan KUD Gajah Mada Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan, Tahun 2005
PendidikanJenis Kelamin
Total PersentaseLaki-laki Perempuan
Sarjana 1 1 2 11,11Diploma 2 1 3 16,67SLTA 6 2 8 44,44SLTP 5 - 5 27,78Total 14 4 18 100
Dalam menjalankan kegiatan di KUD Gajah Mada meperkerjakan 18
orang yang terdiri dari karyawan tetap. Jumlah dan posisi tenaga kerja PT SKIP
dapat dilihat pada Tabe 9.
Tabel 9. Jumlah Karyawan dan Posisi Tenaga Kerja PT SKIP, Tahun 2005No Bagian Jumlah (orang)
1 Manager2 Mgr USP 13 Pembukuan KUD 14 Kasir 15 Adm. Jasa dan umum 16 Adm. Transportasi 17 Driver 38 Keamanan 39 Pamel 110 Pengawas Garading 611 Jumlah 18
Sebagai bagian dari hubungan yang harmonis, pembinaan SDM juga
mencakup aspek kesejahteraan pengurus. Dalam hal ini KUD memberikan
berbagai tunjangan pendapatan serta menyediakan sejumlah fasilitas seperti
tunjangan kesehatan dan alat transportasi dan pengangkatan karyawan dan
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tenaga kerja telah diatur oleh
peraturan-peraturan KUD.
5.3.4 Struktur Organisasi
Tatanan struktur organisasi KUD Gajah Mada berdasarkan pada ketentuan
yang telah ditetapkan dalam undang-udang perkoperasian nomor 25 tahun 1992
45
yang menyebutkan bahwa perlengkapan oerganisasi terdiri dari Rapat Anggota
sebagai kekuasan tertinggi, Pengurus yang menjalankan kegiatan usaha dan
pengawas yang bertugas dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan dan pengelolaan koperasi. Sturuktur organisasi KUD Gajah Mada
menggambarkan isi dan luas organisasi, pembagian tugas, wewenang, hubungan
kerja dan tanggung jawab masing-masing perangkat organisasi. Dengan adanya
struktur organisasi ini diharapkan kegiatan KUD terlaksana dengan lancar.
Struktur organisasi KUD Gajah Mada hingga tahun 2005 dapat dilihat
pada Lampiran 3. Dimana Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasan
tertinggi dalam KUD yang bertugas menetapkan dan mengesahkan anggaran
dasar, kebijakan umum bidang organisasi, manajemen usaha, pengangkatan dan
pemberhentian pengurus dan pengawas, rencana kerja serta mengesahkan laporan
keuangan. Susunan pengurus terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara, badan
pengawas dan pemeriksaan serta badan pengawas.
Pada susunan struktur organisasi KUD Gajah Mada, di tiap-tiap bagian
mempunyai tugas dan pembagian pekerjaan masing-masing yang saling
berkesesuaian dan berhubungan satu sama lainnya.
5.4 Sejarah Kemitraan PT. SKIP dengan KUD Gajah Mada Melalui Program KKPA
Pada sekitar tahun 1989 kebun Kelapa Sawit telah dibangun di sekitar
masyarakat anggota KUD oleh PT. SKIP dan PT IGM, dimana kehadiran
perusahaan perkebunan tersebut sedikit banyak membawa dampak yang
menguntungkan terutama jadi terbentuknya akses-akses jalan kebun yang secara
langsung maupun tidak langsung juga dapat membantu masyarakat di dalam
46
melaksanakan aktifitas ekonominya, selain itu juga mampu menyerap tenaga kerja
masyarakat sekitar.
Gagasan yang berkembang dalam masyarakat desa Telagasari untuk
mengusahakan lahan-lahan tidur milik pemerintah untuk dibangun kebun kelapa
sawit sebagai kebun plasma. Namun pada saat itu keterbatasan informasi dan
wawasan masyarakat masih sangat minim mengenai plasma. Atas saran dari
Pemerintah Daerah dan berbagai pihak lain yang berkompeten, maka masyarakat
dan KUD memohon kepada Inti (PT. SKIP) untuk memberikan sosialisasi ataupun
penyuluhan mengenai Plasma. Akhirnya pada pertengahan tahun 1994 pihak Inti
bersedia memberikan penyuluhan-penyuluhan dan KUD mulai menyusun
program-program yang berkenaan dengan KKPA. KUD Gajah Mada dan
PT. SKIP mulai mengajukan permohonan perijinan kepada pemerintah Daerah
tingkat I dan II. Kemudian membuat proposal permohonan pengajuan kredit
untuk pembiayaan pembangunan kebun kelapa sawit tersebut dalam bentuk Kredit
Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA), kepada Bank Indonesia dimana pada
waktu itu bank pelaksana yang mengajukan adalah Bank Internasional Indonesia
(BII). Setelah dilakukan berbagai macam survei serta uji kelayakan baik dari
pihak inti maupun bank dan tinjauan dari pemerintah, maka permohonan perijinan
disetujui dengan dikeluarkannya rekomendasi dari Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Kalimantan Selatan nomor 590/01416/pem tanggal 17 Mei 1995 dan
Rekomendasi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kotabaru nomer
590/2317.A/Tapem tanggal 19 Desember 1994 dan Rekomendasi dari Kanwil.
Depstran Prop. Kalsel melalui Surat Keterangan No. B.5494/W.17-EKO/1995.
47
Pada tahun 1997 setelah melalui berbagai macam proses akhirnya kredit
pembangunan kebun tersebut pun disetujui sehingga pada tanggal 15 Mei 1997
dilakukan penanaman perdana oleh Bpk. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Kalimantan Selatan, yang kemudian sejak saat itu dibangun secara terus menerus
dan bertahap, yaitu pada tahap I dibangun di 3 desa (Mandala, Telagasari dan
Sukamaju) seluas 2100 Ha dengan dilanjutkan pembangunan kebun Tahap II
di 10 Desa (Sei Kupang/Cantung, Sidomulyo, Pelajau Baru, Sei Kupang Jaya,
Pulau Panci, Sangking Baru, Sungai Nipah, Pantai Baru, Bumi Asih, dan
Pembelacanan).
5.5 Mekanisme Kerjasama Antara KUD Gajah Mada dan PT SKIP serta Petani Peserta KKPA
Kerjasama kemitraan yang terjalin antara KUD Gajah Mada dan PT SKIP
serta petani peserta KKPA di daerah Kecamatan Telagasari telah berjalan kurang
lebih selama delapan tahun, terhitung sejak bulan Mei 1997. Berdasarkan konsep
kemitraan yang dijalankan, maka konsep ini dapat digolongkan ke dalam pola
Kerjasama Operasional Agribisnis ( KOA ). Pola ini ditandai dengan adanya
hubungan saling membutuhkan antara pihak KUD Gajah Mada dan PT SKIP serta
petani peserta KKPA. Pada pola ini, KUD Gajah Mada sebagai penyalur
(channeling) atau berperan untuk mengadministrasikan penyaluran dan
pengembalian kredit sedangkan PT SKIP sebagai pembimbing dalam teknis
budidaya tanaman kelapa sawit dan menjamin untuk menerima hasil produk
pertani peserta KKPA. Sementara itu, petani peserta KKPA menyediakan lahan
dan tenaga kerja.
Sampai dengan pelaksanaan penelitian ini (bulan Oktober-Desember
2005), kerjasama yang terjadi antara KUD Gajah Mada dan PT SKIP serta petani
48
peserta KKPA, petani diwajibkan menjual hasil panennya kepada PT SKIP dan
sebaliknya PT SKIP bertanggung jawab menampung, mengolah dan memasarkan
hasil produksi sesuai dengan disepakati sebelumnya.
Sistem pembayaran pinjaman, dimana hasil panen petani peserta KKPA
langsung dipotong oleh KUD Gajah Mada sesuai dengan jumlah pinjaman petani.
Sedangkan untuk sistem penentuan harga hasil panen TBS petani peserta KKPA,
ditetapkan oleh PT SKIP per setiap panen dan umur tanaman ada kebijakan harga.
Selama proses kerjasama masih berlangsung pihak PT SKIP, harus terus
memberikan bimbingan teknis kepada petani peserta KKPA.
VI. SISTEM PEMELIHARAAN USAHATANI KELAPA
SAWIT PETANI PESERTA KKPA DAN PETANI
PESERTA NON KKPA
Sistem usahatani kelapa sawit yang dikembangkan di Kecamatan
Kelumpang Selatan dimulai sekitar tahun 1989 yang diawali dengan penanaman
kelapa sawit di sekitar masyarakat oleh PT. SKIP dan PT. IGM. Dimana
kehadiran perusahaan perkebunan tersebut sedikit banyak membawa dampak yang
menguntungkan terutama jadi terbentuknya akses-akses jalan kebun yang secara
langsung maupun tidak langsung juga dapat membantu masyarakat di dalam
melaksanakan aktifitas ekonominya, selain itu juga mampu menyerap tenaga kerja
masyarakat sekitar.
Pada pelaksanaanya pengembangan usahatani kelapa sawit di Kecamatan
Kelumpang Selatan, terbagi atas dua kelompok petani yaitu kelompok petani
peserta KKPA dan kelompok petani peserta non KKPA. Petani peserta KKPA
dalam berusahatani kelapa sawit bekerjasama dengan perusahaan inti (PT SKIP),
sedangkan petani peserta non KKPA dalam berusahatani mengandalkan biaya
sendiri dan bantuan pemerintah daerah. Untuk lebih jelasnya maka perbandingan
keragaan sistem pemeliharaan usahatani kelapa sawit antara petani peserta KKPA
dan petani peserta non KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
50
6.1. Proses Pemeliharaan Kelapa Sawit
6.1.1 Pemeliharaan Piringan dan Tempat Penampungan Hasil (TPH)
Piringan berfungsi sebagai tempat menyebarkan pupuk dan tempat
jatuhnya brondolan. Piringan harus bersih dari gulma 1.5 – 2 m dari pokok
tanaman agar sewaktu menyebarkan pupuk jadi efektif dan efesien dan brondolan
dapat terlihat dengan mudah dikutip. Selain itu garuk piringan yang dilakukan
untuk membunuh gulma disekitar tanaman pokok, gunanya adalah untuk
mengurangi persaingan unsur hara. Kegiatan pemeliharaan piringan dilakukan dua
minggu sekali dengan menggunakan alat-alat seperti : cangkul dan parang.
Perawatan TPH dilakukan secara manual dengan menggunakan alat seperti
cangkul, sabit dan arit. TPH harus ber ukuran kurang lebih 4 m x 2 m, satu TPH
dibuat satu jalan panen. Namun perbedaannya hanya terletak pada waktu
pemeliharaan piringan dan TPH. Untuk usahatani petani peserta KKPA waktu
pemeliharaan piringan dan TPH dilakukan dua kali dalam sebulan, sedangkan
pada usahatani petani peserta non KKPA pemeliharaan piringan dan TPH
dilakukan hanya satu kali dalam sebulan.
6.1.2. Pengendalian Gulma
Kegiatan pemberantasan gulma dilakukan agar pertumbuhan gulma dan
memperkecil adanya tempat (sarang) hama dan sumber penyakit. Beberapa gulma
yang banyak dijumpai di tempat penelitian adalah lalang, putri malu, gulma daun
lebar dan gulma rumputan. Pemberantasan tumbuhan penganggu yang dilakukan
dengan cara mendongkel tanaman-tanaman yang tumbuh disekitar tanaman kelapa
sawit. Alat yang digunakan adalah cados (cangkul dodos) dan parang.
Pengendalian gulma menggunakan pengendalian secara manual dan kimia.
51
Pengendalian gulma secara manual yaitu membabat dan mencabut semua gulma
yang liar digawangan, pasar pikul, piringan dan yang menjalar di tanaman kelapa
sawit.
Pelaksanaan pengendalian gulma petani peserta KKPA dan petani peserta
non KKPA dilakukan satu kali setahun. Pengendalian gulma pada petani peserta
KKPA lebih sering menggunakan pengendalian secara kimia, sedangkan untuk
petani peserta non KKPA secara manual. Hal ini dikeranakan petani peserta non
KKPA keterbatasan akan biaya yang dikeluarkan seandainya pengendalian secara
kimia.
6.1.3. Penunasan
Penunasan dilakukan dengan memotong daun yang sudah tua (kering) dan
di tinggalkan satu sampai dua pelepah daun dibawah tandan. Penunasan yang
berlebihan dapat menurunkan hasil dan mempengaruhi keadaan fisiologis
tanaman seperti perubahan sex ratio. Penunasan dilakukan sebelum dan saat
panen. Jumlah pelepah yang ideal sesudah penunasan pelepah sebanyak 48 – 56
pelepah. Penunasan rutin dilaksanakan pada waktu panen dilakukan, penunasan
dilakukan untuk memudahkan pemotongan buah masak dan sesudah panen.
Alat yang digunakan adalah dodos dan egrek. Kegiatan ini dilakukan
dengan melihat kondisi tanaman dan umur tanaman yang petani miliki. Penunasan
dilakukan secara rutin oleh petani peserta KKPA dengan rotasi dua kali setahun,
sedangkan petani peserta non KKPA melakukan penunasan tergantung kondisi
tanaman kelapa sawit yang di miliki.
52
6.1.4. Pemupukan
Salah satu tindakan pemeliharaan tanaman yang berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pemupukan. Pemupukan
bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah terutama agar
tanaman dapat menyerap sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan pemupukan
dilaksanakan sebanyak dua kali setahun yaitu semester I (aplikasi pertama) bulan
Maret – April dan semester II (aplikasi kedua) bulan September – Oktober. Jenis
pupuk yang digunakan petani peserta KKPA pada saat semester I dan II adalah
Urea , Sp 36 , MOP , Kieserite, petani peserta non KKPA adalah Urea, TSP, KCL
dan NPK.
6.1.5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit bertujuan untuk mengendalikan tanaman
yang terserang hama dan penyakit serta melakukuan pengendalian agar tanaman
tidak mati dan dapat tumbuh dengan normal. Pengendalian hama dan penyakit
menggunakan cara kimia dengan penyemprotan insektisida. Jenis hama yang
sering menyerang kedua kelompok petani adalah hama pemakan daun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani peserta KKPA dan petani
peserta non KKPA selama proses pemeliharaan kelapa sawit dilaksanakan tidak
ada satupun serangan hama yang sangat membahayakan tanaman. Hal ini
disebabkan oleh diberlakukannya pengendalian hama dan penyakit secara
serempak sehingga perkembangan hama dan penyakit dapat ditekan dibawah
ambang batas ekonomi.
Pada pengendalian hama dan penyakit ini petani peserta KKPA tidak
terlalu banyak menggunakan pestisida. Hal ini karena pengendalian hama dan
53
penyakit dilakukan secara terus menerus. Sedangkan pada petani peserta non
KKPA pengendalian hama dan penyakitnya dilakukan hanya apabila ada tanaman
yang terlihat terserang hama dan penyakit. Adapun alasan petani peserta non
KKPA tetap melakukan pengendalian dengan cara tersebut dikarenakan faktor
biaya.
6.1.6. Pemanenan
Pemanenan adalah salah satu kegiatan penting dalam rangkaian budidaya
tanaman kelapa sawit. Oleh karena itu, dalam teknis pelaksanaannya perlu
memperhatikan persiapan panen, hancak dan rotasi panen, kapasitas, kualitas
panen dan angkutan panen. Persiapan panen yang dilakukan sebelum panen
adalah menentukan kebutuhan tenaga kerja, perawatan jalan, pembuatan pasar
rintis, pembuatan pasar tengah, TPH, dan persiapan titi panen. Alat-alat dan
kegunaanya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Alat-alat Potong Buah dan Kegunaanya untuk TM 3 - 5No Nama Alat Penggunaanya1 Dodos Besar Potong buah2 Karung goni Tempat brondolan3 Angkong Angkut TBS dan brondolan4 Gancu Bongkar/muat TBS5 Bambu egrek dan asahan Gagang dan pengasah pisau egrek
Cara pemanenan yang biasanya dilakukan oleh petani peserta KKPA dan
petani peserta non KKPA pada dasarnya masih menggunakan teknologi yang
sederhana dalam melakukan pemanenannya, yaitu dengan menggunakan dodos.
Adapun proses kegiatannya pada tahap awal, kelapa sawit ditarik dengan dodos,
kemudian kelapa sawit dikumpulkan ke TPH untuk mempermudah dalam
melakukan kegiatan pengangkutan. Sisa-sisa kelapa sawit atau yang sering disebut
54
brondolan dikutip dan dikumpulkan di atas karung goni dan dibawa ke TPH.
Setelah hasil panen terkumpul semua barulah TBS diangkut dengan menggunakan
truk ke pabrik dan siap diolah.
6.2 Penggunaan Input
6.2.1. Pupuk Kimia
Pada usahatani kelapa sawit petani peserta KKPA, rata-rata pupuk kimia
yang digunakan oleh petani adalah Urea , Sp 36 , MOP , Kieserite . Namun ada
juga beberapa orang petani yang menggunakan pupuk dari hasil tandan kosong
kelapa sawit. Alasan petani yang menggunakan pupuk dari hasil tandan kosong
kelapa sawit adalah agar mengurangi limbah kelapa sawit.
Adapun alasan petani menggunakan pupuk kimia adalah karena pupuk
kimia mampu merangsang pertumbuhan tanaman kelapa sawit lebih cepat dan
produksi yang tinggi. Pupuk kimia yang dibutuhkan untuk usahatani kelapa sawit
ini adalah sebanyak 504 Kg/ha/tahun. Harga pupuk kimia per kilogram dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Daftar Harga Pupuk Kimia, Tahun 2005
No Nama Pupuk KimiaHarga per kg
(Rp)1 Urea 1.9002 Sp 36 2.1003 MOP 2.6004 Kieserite 1.200
6.2.2. Pestisida dan Herbisida
Pada usahatani kelapa sawit, petani dalam melakukan pengendalian hama
dan penyakitnya menggunakan pestisida. Hal ini dikarenakan untuk mencegah
hama dan penyakit menyerang tanaman kelapa sawit. Pada usahatani kelapa sawit
petani dalam melakukan pengendalian hama dan penyakitnya menggunakan
55
pestisida. Adapun jenis pestisida yang digunakan, yaitu Insektisida , 24 D-Amine
dan Rondentisida. Untuk mengantisipasi serangan hama dan penyakit tersebut
biasanya petani menyemprotkan pestisida dalam jumlah yang besar, yaitu 1,5
liter/ha. Herbisida yang digunakan petani di Kecamatan Kelumpang Selatan
adalah Round up dan Tosdon. Penggunaan herbisida untuk tanaman kelapa sawit
yang digunakan oleh petani rata-rata 20 kg/ha/tahun.
6.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki
pengaruh besar terhadap biaya usahatani. Oleh karena itu dalam penggunaannya
petani harus diperhitungkan. Untuk proses perhitungannya digunakan satuan HK
( Hari Kerja ) yang didasarkan kepada jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh
petani Kecamatan Kelumpang Selatan melakukan proses pemeliharaan, yaitu dari
pukul 07.00 – 12.00 WITA. Adapun perbandingan HK yang digunakan oleh
petani Kecamatan Kelumpang Selatan adalah sebagai berikut : 1 HK untuk pria
sama dengan 1 HKP ( Hari Kerja Pria ), sedangkan 1 HK untuk wanita sama
dengan 0.8 HKP. Perbandingan ini didasarkan atas upah yang diterima.
VII. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KKPA
Alokasi dana untuk pelaksanaan program KKPA tahun anggaran 1997
sebesar Rp ±18 Milyar berasal dari dana Bank Indonesia. Dana tersebut
dialokasikan ke Kecamatan Kelumpang Selatan dengan distribusi dana sebesar
100 persen untuk Kecamatan Kelumpang Selatan. Dana yang dialokasikan untuk
Kecamatan Kelumpang Selatan antara lain digunakan untuk sosialisasi,
administrasi dan pembukaan areal perkebunan kelapa sawit.
Indikator keberhasilan program KKPA seperti tercantum dalam pedoman
umum program KKPA adalah harus adanya koperasi dan inti. Koperasi (plasma)
sebagai simbol ekonomi kerakyataan dan inti sebagai simbol kekuatan ekonomi
dengan modal skala besar, dimana dua kekuatan yang berbeda bergabung
(bermitra) menjadi sebuah kekuatan ekonomi dalam mencapai kesejahteraan
bersama. Lembaga ekonomi (koperasi) dan untuk kepentingan administratif
disebut juga lembaga ekonomi pengembangan desa terbentuk sejak kecamatan
Kelumpang Selatan mendapat dana bantuan pertama kali yaitu pada tahun 1997.
7.1 Proses Pelaksanaan Program KKPA
Pelaksanaan program KKPA diawali dengan ditetapkannya Kecamatan
Kelumpang Selatan sebagai Kecamatan sasaran. Selanjutnya Dinas Depstran dan
Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan sebagai penanggung jawab
operasional KKPA dengan dibantu oleh Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten
Kotabaru serta melalui koordinasi dengan BAPPEDA dan instansi terkait lainnya
57
menetapkan Kecamatan Kelumpang Selatan sebagai lokasi Kecamatan tempat
pelaksanaan program KKPA.
Dalam penetapan lokasi kecamatan tersebut terdapat ketidaksesuain antara
pelaksanaan di Kecamatan Kelumpang Selatan dengan ketetapan yang terdapat
pada Pedoman Umum KKPA. Seharusnya koperasi Gajah Mada sudah menjadi
badan hukum, hal tersebut merupakan suatu masalah karena pelaksanaan program
KKPA. Sedangkan pada tahun 1994 koperasi belum menjadi badan hukum
sehingga pemerintah daerah tingkat II mempunyai wewenang untuk membuat
kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi.
Penetapan tiga desa sebagai lokasi program KKPA didasarkan pada
peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar desa dan transmigran serta lahan yang
cukup untuk pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah Tingkat I dan Tingkat II serta Bank Indonesia adalah
mengolaksikan dana sebesar Rp. ±18 Milyar untuk pembangunan areal
perkebunan kelapa sawit.
Mekanisme pencairan dana KKPA mengikuti produser yang berlaku
Penyaluran dan langsung ke Lembaga Ekonomi Kerakyatan (Koperasi) untuk
disalurkan pembagunan areal perkebunan kelapa sawit dan saprodi.
Alur kemitraan antara KUD Gajah Mada dan inti PT SKIP ditunjukan
Lampiran 4.
KUD Gajah Mada merupakan kelembagaan non-pemerintahan yang
pembentukanya difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Tingkat II.
Pengurus-pengurus KUD Gajah Mada dari tenaga profesional merupakan wakil
kelompok masyarakat desa setempat. Para pengurus tersebut mengikuti
58
pembinaan dan pelatihan selama yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
tingkat II Kabupaten Kota Baru. Selanjutnya dalam melakasanakan tugasnya,
pengurus KUD didampingi oleh instansi-instansi terkait baik Kabupaten dan
Kecamatan. Secara khusus, koperasi mempunyai peran secara umum
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayahnya.
Sesuai dengan pedoman umum program KKPA, sasaran program KKPA
diutamakan kepada masyarakat setempat dan transmigran (petani peserta plasma).
Mengingat masyarakat setempat dan transmigran berprofesi sebagai petani.
Dalam pelaksanaanya, penetapan sasaran program ini ditentukan oleh Dinas
Depstran dan Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan
pertimbangan kondisi umum masyarakat setempat dan transmigran Kecamatan
Kelumpang Selatan maka kreteria penetapan calon peserta program KKPA
diutamakan masyarakat transmigrasi dari pulau jawa yang kondisi sosialnya
kekurangan.
Lahan yang dimiliki petani peserta KKPA adalah lahan yang diberikan
oleh pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Kota Baru. Berdasarkan ukuran
lahan perkebunan kelapa sawit, seluruh responden rata-rata memiliki lahan seluas
1,75 ha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta program KKPA
didominasi oleh masyarakat setempat, tetapi sebagian juga ada masyarakat
transmigran.
7.2 Penyaluran dan Pengembalian Dana Bantuan pada Program KKPA
Jumlah penerima dana bantuan program KKPA tahun 1997 pada awal
pelaksanaan proyek adalah 400 orang yang terdiri atas 60 persen masyarakat
59
setempat dan 40 persen masyarakat transmigrasi. Pemberian dana untuk anggota
peserta KKPA sebesar Rp. 8.500.000/ha dengan suku bunga 16 persen dilakukan
secara serantak pada tanggal 15 Mei 1997. Perguliran dana bantuan tersebut
dilakukan selama lima bulan sekali setiap tahunnya, sampai 18 Desember 2000.
Jumlah dana program KKPA awal di Kecamatan Kelumpang Selatan adalah ±18
Milyar rupiah. Penyaluran dan angsuran dana program KKPA tersebut dapat
dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Penyaluran Dana Bantuan Program KKPA Tahun 1997 di Kecamatan Kelumpang Selatan
Tanggal, Bulan dan Tahun Jumlah Dana yang Disalurkan (Rp)08-Januari-1998 2,291,317,87418-Mei-1998 4,245,627,69210-Mei-1999 4,226,866,00005-Oktober-1999 3,844,570,00017-Mei-2000 1,280,346,00015-September-2000 957,783,00018-Desember-2000 914,137,000Total 17,885,182,566
Sampai dengan 27 Desember 2000, pengembalian dana program KKPA
dilakukan setelah tanaman kelapa sawit menghasilkan, yaitu umur tanam tahun
ke empat. Pengembalian dana program KKPA terdiri atas dua macam angsuran
yaitu angsuran bunga dan angsuran pokok. Angsuran dana bantuan program
KKPA dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Angsuran per Bulan Petani Peserta KKPA.
Tahun Ke-Angsuran
(Rp) Total Angsuran (Rp)
Bunga Pokok6 1.094.003 1.272.269 2,366,2727 872.100 1.586.949 1,586,9498 594.733 2.070.674 2,665,407
Angsuran dana bantuan program KKPA sampai pada saat ini tergolong
lancar. Hal ini berdasarkan dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa rata-rata
60
petani peserta KKPA mampu mengembalikan dana angsuran sesuai ketentuan-
ketentuan dari KUD Gajah Mada yaitu dengan cara bayar panen (yarnen).
Tabel 14. Perbandingan Ketentuan-ketentuan Skim KKPA Tahun 1998 dengan Penerapan Skim KKPA Di Kecamatan Kelumpang Selatan
NoPokok-pokok
KetentuanKKPA
Tahun 1998
KKPADi Kecamatan
Kelumpang Selatan
1. Plafon Kredit
Sesuai kebutuhan dan kemampuan membayar kembali anggota koperasi primer dengan maksimum kredit Rp. 50 juta/anggota, dipersyaratkan serta dikaitkan dengan adanya tabungan anggota koperasi primer atau tabungan koperasi primer anggota koperasi primer.
Pemberian dana kredit yang diberikan adalah sebesar Rp. 8.500.000/ha dan setiap anggota mempunyai tabungan anggota koperasinya.
2. Penggunaan Kredit
Untuk memenuhi kebutuhan modal investasi dan/atau modal kerja bagi usaha anggota koperasi yang produktif.
Digunakan untuk kebutuhan modal investasi
3. Suku Bunga KreditDitetapkan BI berdasarkan suku bunga Pasar saat ini sebesar 16% termasuk fee koperasi 2%.
Suku bunganya 16%, sudah termasuk fee koperasi 2%
4. Suku Bunga KL 9% 9%5. Lembaga Keuangan PT. PNM PT. PNM
6. Penyalur Kredit
Bank kepada anggota koperasi dengan diketahui oleh koperasi, bila koperasi berfungsi sebagai channeling agent
Bank dengan koperasi bila koperasi berfungsi sebagai executing agent
KUD Gajah Mada koperasi yang berfungsi sebagai channeling agent
7. Jangka Waktu Kredit
Kredit Investasi maksimum 15 tahun. Kredit Modal Kerja : Terkait dengan investasi : Maksimum 5 tahun. Tidak terkait dengan investasi : Maksimum 1 tahun, kecuali untuk tanaman musiman tertentu dimungkinkan lebih dari 1 tahun.
Kredit investasinya selama 15 tahun dikarenakan tanamannya bukan musiman
8. Persyaratan KoperasiKoperasi primer yang sudah menjadi badan hukum
KUD Gajah Mada sudah berbadan hokum
9. Bank Pemberi KreditBank umum yang tergolong sekurang-kurangnya cukup sehat.
Bank pemberi kredit sudah cukup sehat
Sumber : BI, diolah.
61
7.3 Peran Pembinaan dalam Pelaksanaan Program KKPA
Pelaksanaan program KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan diawali
dengan diadakannya kegiatan pembinaan untuk seluruh petani peserta KKPA.
Kegiatan pembinaan atau penyuluhan yang dilakukan oleh KUD Gajah Mada dan
inti PT SKIP berselang satu bulan sekali. Secara umum, peserta program KKPA
hanya mengikuti penyuluhan saat pertama kali akan mendapatkan dana bantuan.
Peserta yang mengikuti pembinaan atau penyuluhan sebanyak 12 bulan/tahun.
Selain itu para petani peserta KKPA yang terdiri atas masyarakat setempat
dan masyarakat transmigrasi. Tingginya persentase peserta program yang
mengikuti penyuluhan dikarenakan keinginan tahuan petani peserta KKPA sangat
tinggi. Hal tersebut didasarkan atas tingginya produktivitas tanaman kelapa sawit
petani peserta KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan. Materi Pembinaan dan
penyuluhan yang diberikan adalah sistem pemeliharaan dan pemanenan tanaman
kelapa sawit. Tenaga pembinaan dan penyuluhan adalah mandor-mandor dari
pihak inti PT SKIP. Mandor-mandor tersebut berperan sebagai tenaga ahli dalam
bidang sistem pemeliharaan dan pemanenan tanaman kelapa sawit.
Dalam pelaksanaannya, Mandor-mandor sangat aktif dalam melakukan
pembinaan petani peserta KKPA.
Keberadaan tenaga-tenaga pembinaan dan penyuluhan di petani peserta
KKPA sangat dirasakan secara nyata oleh petani peserta KKPA. Berdasarkan
hasil penelitian, rata-rata responden mengetahui bagaimana sistem pemeliharaan
yang baik dan benar. Hal tersebut terlihat tingginya produksi tanaman kelapa
sawit petani peserta KKPA dari tahun ke tahunnya.
62
7.4 Dampak Pelaksanaan Program KKPA Terhadap Pengembangan Usaha
Bentuk usaha yang didanai program KKPA di Kecamatan Kelumpang
Selatan adalah perkebunan kelapa sawit. Petani peserta KKPA yang memperoleh
dana bantuan KKPA kini mulai dapat merasakan manfaat yang menguntungkan
dengan mudahnya mendapat pekerjaan dikebun, dengan demikian ada suatu
kepastian penghasilan setiap bulannya. Sementara mereka juga mendapat suatu
harapan yang pasti dari hasil kebun kelapa sawit mereka nantinya setelah
menghasilkan selain dari pendapatan setiap bulan dari upah kerja mereka.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dalam satu keluarga biasanya yang
bekerja tidak terbatas pada kepala keluarga saja, namun dapat juga istri bahkan
anak mereka yang memang sudah selesai pendidikannya, sehingga setiap
bulannya penghasilan setiap keluarga rata-rata bisa mencapai Rp. 600.000 –
800.000/bulan/KK, tentu hal ini sangat berbeda jauh dari penghasilan mereka
sebelum adanya pembangunan perkebunan kelapa sawit tersebut. Dapat
disimpulkan penghasilan keluarga petani peserta KKPA akan semakin meningkat
dengan tibanya masa tanaman menghasilkan.
Di sisi lain, dengan adanya program KKPA ini kini juga semakin nyata
adanya pemberdayaan ekonomi dari masyarakat peserta plasma. Pemberdayaan
itu pula semakin nyata ketika lahan masyarakat di Kecamatan Kelumpang Selatan
masih belum digarap atau lahan tidur dan tidak menghasilkan, kini menjadi lahan
yang produktif dan menghasilkan setelah ditanami dengan kelapa sawit serta
menjadi lahan andalan bagi sekian banyak masyarakat desa. Kehadiran program
KKPA melalui pembangunan areal perkebunan kelapa sawit telah merubah
banyak hal dalam dinamika kehidupan masyarakat di Kecamatan Kelumpang
Selatan, kini ekonomi masyarakat berubah dratis dari yang semula tidak berdaya
63
menjadi sangat berdaya, dari masyarakat statis menjadi amat dinamis. Itu semua
dapat terjadi tak lain dan tak lebih oleh karena keberhasilan program KKPA
kemitraan KUD ‘Gajah Mada’ dan PT. SKIP.
Dalam penyalurannya, terhadap pemotongan terhadap Dana KKPA yang
diterima oleh petani peserta program KKPA. Pemotongan setiap hasil panen yang
dilakukan oleh KUD Gajah Mada tersebut dimaksudkan untuk mengganti biaya
yang diberikan dalam program KKPA dengan bunga 16 persen dan sudah
termasuk 2 persen fee untuk koperasi. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh petani
peserta KKPA merasa tidak berkeberatan dengan adanya pemotongan dana
tersebut.
Adapun Keluhan dari petani peserta KKPA antara lain kurang
transfarannya pihak koperasi dalam pengunaan dana bantuan KKPA. Mereka
beranggapan bahwa dana yang dialirkan hanya digunakan untuk menambah biaya
operasional seperti mengganti atau menambah peralatan yang sifatnya kontinyu.
Hal tersebut disebabkan karena modal yang ditanamkan untuk usaha perkebunan
kelapa sawit sangat besar.
Dilihat dari jumlah dana program KKPA yang disalurkan, alokasi
penggunaan rekapitulasi biaya investasi pembangunan total proyek perkebunan
kelapa sawit. Biaya investasi pembangunan proyek ditunjukkan oleh Tabel 15.
Dana program KKPA yang diterima tersebut 67 persen dari total sebesar 18
Milyar untuk membiayai proyek pembanguan pembangunan perkebunan kelapa
sawit. Total investasi tanaman terbesar penggunaannya pada pemeliharaan TBM 2
dan pengerasan jalan yaitu sebesar 25.83 persen.
64
Tabel 15. Bentuk Penggunaan Dana Program KKPA.Bentuk Penggunaan Biaya (Rp) Persentase
Pembukaan lahan 606,900,000 4.80 Jalan, jembatan & drainase 1,060,500,000 8.40 Penanaman dan pemeliharaan TBM-0 2,615,539,016 20.70 Pemeliharaan TBM-1 1,584,534,788 12.53 Pemeliharaan TBM-2 + perkerasan jalan 3,265,682,381 25.83 Pemeliharaan TBM-3 + perkerasan jalan 3,253,278,000 25.74 Sertifikasi 252,000,000 2
Total investasi tanaman 12,638,434,185 100
Peserta program KKPA masih menjalankan usahanya sampai saat ini.
Budaya hidup berkelompok terus dipertahankan tidak hanya sebatas dalam
penerimaan dan pengembalian dana bantuan saja. Perjalanan program KKPA dari
tahun ketahun terlihat nyata dengan meningkatnya pendapatan petani peserta
KKPA. Begitupun dengan perbaikan manajemen usaha dan aspek pelestarian
lingkungan. Pelaksanaan program KKPA dapat termonitor dengan baik dengan
adanya budaya bermusyawarah antara KUD Gajah Mada dan inti PT SKIP serta
kelompok – kelompok petani peserta KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan.
Budaya lain yang muncul pada petani peserta KKPA adalah budaya
menabung. Seluruh petani peserta KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan
memilki tabungan. Tabungan tersebut masih bersifat tabungan anggota kelompok
yang dikelola oleh KUD Gajah Mada dan hanya terbatas untuk petani peserta
KKPA.
Pengaruh pelaksanaan program KKPA terhadap penyerapan tenaga kerja
sangat terasa dilingkungan masyarakat desa. Hal ini dibuktikan dengan jumlah
penduduk yang di Kecamatan Kelumpang Selatan yang mata pencahariannya
di bidang perkebunan kelapa sawit yaitu sebesar 90 persen.
65
Perubahan kesejahteraan secara kuantitatif terlihat pada perubahan
pendapatan. Secara umum, pendapatan usaha peserta program meningkat setelah
diterimanya dana bantuan. Peningkatan pendapatan kotor ini disebabkan karena
dana bantuan yang diterima digunakan untuk modal usaha sehingga
diperhitungkan sebagai penerimaan dan pengeluaran. Untuk petani peserta KKPA,
besarnya pendapatan yang diperoleh berbanding lurus dengan luas areal
perkebunan yang dimiliki.
Dianalisis berdasarkan keuntungan bersih petani peserta KKPA meningkat
rata-rata setiap tahunnya sebesar 41 persen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya
produksi tanaman kelapa sawit dan sistem pemeliharaan yang baik. Hasil produksi
yang meningkat tidak lepas dari pembinaan dan penyuluhan dari initi PT SKIP.
Peningkatan kesejahteraan di bidang sosial pada pelaksanaan program
KKPA di kecamatan Kelumpang Selatan ditunjukkan oleh terdapatnya alokasi
dana dari keuntungan yang diperoleh untuk kegiatan keagamaan dan pendidikan.
Secara kongkrit, dana tersebut digunakan sebagai dana sumbangan pembangunan
mesjid dan pembangunan sekolah dasar.
Dampak terhadap perbaikan sikap dan perilaku dalam jangka panjang
belum menunjukkan adanya perubahan yang sangat drastis meskipun dalam
kehidupan sehari – hari petani peserta KKPA saat ini telah dapat merasakan
dampak dari bantuan dana program KKPA. Begitupun dengan aspek lingkungan
berupa kerukunan dan keamanan areal perkebunan serta perbaikan pemukiman
sudah dapat dirasakan perlahan-lahan oleh petani peserta KKPA. Dengan
tumbuhnya budaya kebersamaan antara petani, diharapkan akan tumbuh
66
kesadaran menjaga kualitas lingkungan berupa kesepakatan yang melarang
kegiatan pencurian hasil panen tanaman kelapa sawit.
Tujuan lain yang ingin dicapai dalam program KKPA ini adalah
terdapatnya peningkatan kesejahteraan dalam aspek infrastruktur untuk
memperlancar mobilitas pelaksanaan kegiatan ekonomi dan sosial. Pembangunan
infrastruktur yang dimaksud dalam program KKPA tersebut adalah pembangunan
fasilitas yang menunjang kegiatan usaha petani peserta KKPA seperti
dibangunnya balai pertemuan, sarana olahraga dan sebagainya. Selama
pelaksanaan program KKPA di Kecamatan Kelumpang Selatan sudah terlihat
beberapa perbaikan maupun pembangunan sarana dan prasaran yang sifatnya
besar seperti jalan yang dapat menunjang kegiatan program KKPA.
VIII. ANALISIS DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KKPA KELAPA SAWIT TERHADAP PENDAPATAN
USAHATANI PESERTA
8.1 Karakteristik Responden
8.1.1 Umur petani
Gambaran umum karateristik untuk petani responden baik petani peserta
KKPA maupun petani peserta non KKPA kelapa sawit dapat dilihat pada
Tabel 16.
Tabel 16. Sebaran Responden Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Umur di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
Umur Petani(Thn)
Petani PesertaKKPA
Petani NonPeserta KKPA
Jumlah (orang) Persen Jumlah (orang) Persen 30-40 10,00 25,00 5,00 16,6741-50 25,00 62,50 22,00 73,33> 50 5,00 12,50 3,00 10,00Jumlah 40,00 100,00 30,00 100,00
Pada Tabel 16 diketahui ternyata hampir sebagian besar petani peserta
KKPA maupun petani non peserta KKPA berusia antara 41 sampai 50 tahun,
yaitu dengan komposisi 62,50 persen sedangkan untuk petani non peserta KKPA
73,33 persen. Tingginya persentase petani yang berusia diantara 41 sampai 50
menunjukan bahwa petani kelapa sawit, baik yang petani peserta KKPA maupun
petani non peserta KKPA masih didominasi oleh kaum tua. Hal ini terjadi karena
sebagian pemuda yang ada di Kecamatan Kelumpang Selatan kurang berminat
untuk bekerja sebagai petani. Pemuda di Kecamatan Kelumpang Selatan lebih
suka menggangur atau bekerja diluar bidang usahatani.
Menurut pengalaman biasanya semakin tua umur seseorang maka diduga
akan berpengaruh terhadap kemampuan dan kemauan dalam mengadopsi inovasi.
68
Pada petani tersebut hanya melakukan kegiatan usahataninya berdasarkan
pengalaman yang sudah biasa dilakukan sehingga tingkat adopsi inovasi dan
sistem yang baru menjadi rendah. Tetapi berkat kesabaran dan cara penyuluhan
yang baik dari para penyuluh perkebunan menyebabkan para petani tersebut
bersedia untuk merubah sistem usahataninya ke usahatani yang lebih baik.
8.1.2 Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan formal petani di Kecamatan Kelumpang Selatan
terutama untuk petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA sebagian besar
hanya sampai tingkat pendidikan dasar. Persentase jumlah petani peserta KKPA
yang menyelesaikan sekolah dasar adalah 50 persen, sedangkan petani non peserta
KKPA hanya mencapai 30 persen.
Tabel 17. Sebaran Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani NonPeserta KKPA Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kelumpang Selatan. Tahun 2005
Tingkat Pendidikan
Petani PesertaKKPA
Petani NonPeserta KKPA
Jumlah (Orang)
PersenJumlah (Orang)
Persen
Tidak tamat SD 2,00 5,00 10,00 33,33SD 20,00 50,00 9,00 30,00SLTP 13,00 32,50 9,00 30,00SLTA 5,00 12,50 2,00 6,67Jumlah 40,00 100,00 30,00 100,00
Biasanya petani tidak memiliki pendidikan sampai tingkat dasar kurang
memperhitungkan resiko yang akan dihadapinya dalam melakukan perubahan
usahataninya. Hal ini karena petani melakukan perubahan berdasarkan ikut-ikutan
petani yang lain, sedangkan yang berpendidikan akan selalu berhati-hati dalam
mengambil keputusan dengan terlebih dahulu memperhitungkan resiko yang akan
dihadapinya.
69
Pada petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA, Pendidikan
informal diperoleh dari kegiatan-kegiatan penyuluhan dilakukan oleh perusahaan
inti dan dinas perkebunan. Dimana untuk petani peserta KKPA, kegiatan
penyuluhan yang dilakukan oleh inti dilaksanakan dua minggu sekali sedangkan
untuk petani non peserta KKPA kegiatan penyuluhan dilakukan dalam waktu
yang tidak tentu oleh dinas perkebunan Kabupaten Kotabaru. Diharapkan dari
penyuluhan tersebut petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA dapat
mengembangkan usahatani yang dikelolanya, dengan materi penyuluhan
mengenai bagaimana teknik budidaya dan pengendalian hama serta penyakit
tanaman.
8.1.3 Status Usahatani
Berdasarkan status usahataninya, pada Tabel 18 diketahui bahwa sebagian
besar petani peserta KKPA mengusahakan usahatani sebagai usaha pokok, begitu
pula dengan petani kelapa sawit non peserta KKPA. Persentase jumlah petani
yang mengusahakan kelapa sawit sebagai usaha pokok adalah sama dengan 82,50
persen untuk petani kelapa sawit KKPA dan 70,00 persen untuk petani non
peserta KKPA. Tingginya persentase usahatani kelapa sawit sebagai usaha pokok
dikarenakan pendapatan dari usahatani ini jauh lebih besar pendapatannya dari
usahatani lainnya seperti sayur-sayuran dan palawija.
Sedangkan petani yang mengusahakan usahatani ini sebagai sampingan
adalah petani yang memiliki kegiatan lain sebagai pedagang, sopir, karyawan,
pengawai negeri sipil, buruh, berternak dan tukang ojek.
70
Tabel 18. Sebaran Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Status Usahatani di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
StatusUsahatani
Petani PesertaKKPA
Petani NonPeserta KKPA
Jumlah (Orang)
Persen Jumlah (Orang)
Persen
Pokok 33 82,50 21 70,00Sampingan 7 17,50 9 30,00Jumlah 40 100 30 100
8.1.4 Pengalaman Usahatani
Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi tidaklah cukup untuk
mendukung keberhasilan seorang petani. Selain pendidikan, baik formal maupun
informal dibutuhkan juga pengalaman. Sebagian besar petani Kecamatan Tegala
sari, khususnya petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA memiliki
pengalaman sudah cukup lama dalam dalam berusahatani. Hal tersebut dapat
dilihat pada Tabel 19 dimana persentase jumlah petanii yang memiliki
pengalaman antara 7 sampai 11 tahun mencapai 62,50 persen untuk petani peserta
KKPA dan 50 persen untuk petani non peserta KKPA. Lamanya pengalaman
bercocok tanam kelapa sawit yang dimiliki oleh petani tersebut karena merupakan
mata pencahrian utama petani di daerah tersebut. Oleh karena itu petani sudah
sangat mengenal dengan teknik budidaya kelapa sawit.
Tabel 19. Sebaran Petani Kelapa Sawit Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA Berdasarkan Pengalaman Usahatani di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
Pengalaman Usahatani (Tahun)
Petani PesertaKKPA
Petani PesertaNon KKPA
Jumlah (Orang)
Persen Jumlah (Orang)
Persen
0-6 7,00 17,50 11,00 36,677-11 25,00 62,50 15,00 50,00> 11 8,00 20,00 4,00 13,33
Jumlah 40,00 100,00 30,00 100,00
71
8.2 Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA
8.2.1 Tingkat Produksi dan Produktivitas
Luas lahan rata-rata petani peserta KKPA yaitu satu hektar, produksi
rata-rata per hektar kelapa sawit mengalami peningkatan untuk TM 4 sebesar
16,19 persen sedangkan TM 5 sebesar 67,23 persen. Peningkatan produksi
tersebut dikarenakan sistem pemeliharaan yang baik dan dukungan input
usahatani yang baik dari pihak perusahaan serta banyak hasil panen TBS yang
tidak rusak dan sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan oleh pihak
perusahaan. Tingkat produktivitas petani peserta KKPA pada TM 7 menjadi 23,57
Ton/Ha dan pada TM 8 mencapai 39,41 Ton/Ha.
Tabel 20. Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit per hektar Petani Peserta KKPA.
UraianTM ke- Persentase
Tahun ke 7PersentaseTahun ke 83 4 5
Luas Lahan (Ha) 1 1 1 - -Produksi (Kg) 20.284 23.570 39.418 16.19 67.23Produktivitas (Ton/Ha) 20,28 23,57 39,41 16.22 67.20
8.2.2 Analisis Biaya Usahatani Petani Peserta KKPA
Bedasarkan Tabel 21 diketahui ternyata biaya total yang dikeluarkan oleh
petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 11.175.951 Besarnya biaya total yang
harus dikeluarkan oleh petani peserta KKPA karena terkait dengan 2 komponen
biaya yang membentuk biaya total, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan.
Biaya tunai adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani secara tunai dalam
bentuk uang.
Apabila dibandingkan dari sisi pengeluarannya antara biaya tunai dan
biaya diperhitungkan maka diketahui ternyata proporsi penggunaan biaya tunai
lebih besar dari biaya diperhitungkan ini terlihat pada persentase penggunaan
72
biaya tunai adalah 75,51 persen dari biaya total, sedangkan penggunaan biaya
diperhitungkan adalah sebesar 24,49 persen dari biaya total. Adapun penyebab
besarnya persentase penggunaan biaya tunai tersebut terkait dengan komponen
penggunaan pupuk kimia dan angsuran bunga.
Besarnya biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani peserta KKPA
karena terkait dengan pengunaan biaya pembelian pupuk kimia Rp. 3.174.450
(28,40 persen) dan angsuran bunga kredit Rp. 2.560.836 (22,91 persen) yang
harus dibayar petani kepada koperasi. Selain itu yang menyebabkan besarnya
biaya untuk angsuran bunga ini adalah karena terkait dengan jumlah pinjaman
petani kelapa sawit dari pembukaan areal perkebunan sampai berproduksi. Besar
dan kecil angsuran petani peserta KKPA tergantung umur tanaman kelapa sawit
yang dibudidayakan.
Pada usahatani kelapa sawit ini biaya panen yang harus dikeluarkan oleh
petani peserta KKPA, yaitu Rp. 1.575.000. Apabila dilihat dari proporsi
penggunaan biayanya ternyata mencapai 14,10 persen dari biaya diperhitungkan.
Besarnya biaya panen, dikarenakan kebijakan dari perusahaan inti yang selalu
berubah setiap saat, yaitu dengan rata-rata Rp. 15.000/ton. Persentase
penggunaan biaya untuk komponen ongkos angkut adalah (7,04 persen),
sedangkan untuk biaya penyusutan peralatan sama dengan Rp. 373.725 atau
sebesar 3,34 persen. Besarnya biaya penyusutan peralatan dikarenakan petani
peserta KKPA lebih banyak mempergunakan peralatan untuk bertani. Adapun alat
tersebut adalah penyemprot, dodos, egrek, angkung, parang dan sebagainnya.
73
Tabel 21. Analisis Biaya untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
Pengeluaran UsahataniTahun Ke-
Total Persentase6 7 8
1. Biaya Tunai
Pupuk Kimia 1.058.150 1.058.150 1.058.150 3.174.450 28,40 Pestisida 36.000 36.000 36.000 108.000 0,97 Herbisida 73.680 73.680 73.680 221.040 1,98 Angsuran Bunga 1.094.003 872.100 594.733 2.560.836 22,91
TKLK 791.800 791.800 791.800 2.375.400 21,25
Total Pengeluaran Tunai 3.053.633 2.831.730 2.554.363 8.439.726 75,51
2. Biaya Diperhitungkan
Penyusutan Peralatan 124.575 124.575 124.575 373.725 3,34
Ongkos Angkut 237.500 262.500 287.500 787.500 7,04
Biaya Panen 475.000 525.000 575.000 1.575.000 14,10
Total Biaya Diperhitungkan 837.075 912.075 987.075 2.736.225 24,49
3. Total Biaya 3.890.708 3.743.805 3.541.438 11.175.951 100
Apabila dilihat dari penggunaan biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh
petani peserta KKPA adalah sama dengan Rp. 8.439.726, besarnya biaya tunai
tersebut untuk penggunaan pupuk kimia yang harus dibayar. Untuk persentase
biaya pupuk kimia adalah sama dengan 28,40 persen atau Rp. 3.174.450, besarnya
penggunaan pupuk kimia dikarenakan banyaknya penggunaan pupuk waktu masa
pemeliharaan dan untuk menjaga unsur hara tanah agar tanaman kelapa sawit
dapat berproduksi dengan baik. Adapun jenis pupuk kimia tersebut adalah TSP,
Urea, MOP, dan Kiesiret.
Selain itu, besarnya biaya tunai untuk tenaga kerja luar keluarga adalah
karena petani peserta KKPA tidak pernah mengerjakan usahatani kelapa sawit
tersebut secara langsung. Pengaturan tenaga kerja, diatur oleh pihak perusahaan
inti yang memperkerjakan tenaga kerja terampil dalam usahatani kelapa sawit,
baik tenaga kerja masyarakat lokal maupun didatangkan dari pulau jawa.
74
Sedangkan besarnya biaya peralatan usahatani kelapa sawit dikarenakan harga
pembelian alat-alat tersebut terlalu mahal dan lebih banyak alat yang digunakan.
8.2.3 Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta KKPA
Penerimaan usahatani kelapa sawit merupakan jumlah rata-rata panen
dikalikan dengan harga yang diterima petani peserta KKPA. Dalam penelitian ini,
harga jual TBS rata-rata yang diterima petani peserta KKPA adalah sebesar
Rp. 428,-. Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit petani peserta KKPA
sangat baik dengan rata-rata produksi 27.757 kg/tahun dengan luas areal kelapa
sawit satu hektar.
Tabel 22. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
Tahun ke-Produksi TBS
( kg)Pendapatan
(Rp)Total Biaya
(kg)Keuntungan
(Rp)6 20.284 8.620.700 3.890.708 4.729.9927 23.570 10.017.250 3.743.805 6.273.4458 39.418 17.107.412 3.541.438 13.565.974
Total 83.272 35.745.362 11.175.951 24.569.421Keterangan : 1. Harga TBS/kg Tahun Ke 6 = Rp. 425
2. Harga TBS/kg Tahun Ke 7 = Rp. 4253. Harga TBS/kg Tahun Ke 8 = Rp. 434
8.2.4 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta KKPA
Suatu usahatani akan dikatakan mengutungkan jika selisih antara
penerimaan dengan pengeluarannya itu bernilai positif. Selisih tersebut akan
dinamakan pendapatan atas biaya tunai jika penerimaan totalnya dikurangkan
dengan pengeluaran tunai. Berdasarkan selisih tersebut diketahui ternyata
pendapatan atas biaya tunai petani peserta KKPA adalah Rp. 27.305.636.
Namun apabila dilihat dari pendapatan atas biaya totalnya ternyata petani
peserta KKPA memperoleh pendapatan atas biaya total adalah sebesar
75
Rp. 24.569.411. Besarnya pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani
peserta KKPA tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah produksi yang
dihasilkan.
Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai petani peserta KKPA maka
diketahui ternyata R/C rasio atas biaya tunai petani peserta KKPA , yaitu 4,23.
Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya dikeluarkan oleh petani KKPA akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 4,23. Pendapatan usahatani kelapa sawit
petani peserta KKPA dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA per Hektar pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
UraianPetani Peserta
KKPA(Rp)
Persentase
A. Penerimaan Usahatani 1. Penerimaan Tunai 35.745.362 100 2. Penerimaan yang Diperhitungkan - 3. Total Penerimaan Usahatani 35.745.362 100
B. Biaya Usahatani 1. Biaya Tunai 8.439.726 75,51 2. Biaya Diperhitungkan 2.736.225 24,49Total Biaya 11.175.951 100
C. Pendapatan Atas Biaya Tunai 27.305.636 -
D. Pendapatan Atas Biaya Total 24.569.411 -
E. R/C atas Biaya Tunai 4,23 -
F. R/C atas Biaya Total 3,19 -
Namun apabila dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya totalnya maka
diketahui ternyata nilai R/C rasio petani peserta KKPA, yaitu 3,19. Hal ini berarti
bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan oleh petani peserta KKPA
akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 3,19.
76
Adapun yang menyebabkan besarnya nilai R/C rasio petani peserta KKPA
tersebut adalah karena penerimaan total petani KKPA besar. Besarnya penerimaan
total tersebut disebabkan oleh jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani KKPA
untuk per hektarnya dalam tiga tahun , yaitu 83.272 ribu kg.
8.3 Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA
8.3.1 Tingkat Produksi dan Produktivitas
Luas lahan rata-rata petani non peserta KKPA yaitu satu hektar, produksi
rata-rata per hektar kelapa sawit mengalami peningkatan untuk TM 4 sebesar 1,86
persen sedangkan TM 5 sebesar 8,51 persen (dapat dilihat pada Tabel 24).
Peningkatan produksi tersebut dikarenakan sistem pemeliharaan yang baik dan
dukungan input usahatani yang tetap stabil. Tingkat produktivitas petani non
peserta pada TM 7 menjadi 1,85 Ton/Ha dan pada TM 8 mencapai 8,50 Ton/Ha.
Tabel 24. Rata-rata Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit per hektar Petani Non Peserta KKPA.
UraianTahun ke- Persentase
Tahun ke 7PersentaseTahun ke 86 7 8
Luas Lahan (Ha) 1 1 1 - -Produksi (Kg) 16.740 17.052 18.504 1,86 8,51
Produktivitas (Ton/Ha) 16,74 17,05 18,50 1,85 8,50
8.3.2 Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Non Peserta KKPA
Biaya total yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah sebesar
Rp. 12.136,080. Besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh petani non
peserta KKPA karena terkait dengan 2 komponen biaya yang membentuk biaya
total, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Apabila dibandingkan dari sisi
pengeluarannya antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan maka diketahui
ternyata proporsi penggunaan biaya tunai lebih besar dari biaya diperhitungkan.
77
Hal ini terlihat pada persentase penggunaan biaya tunai adalah sama dengan 57,76
persen dari biaya totalnya, sedangkan penggunaan biaya diperhitungkan adalah
sama dengan 42,24 persen dari biaya total (Tabel 25). Adapun penyebab besarnya
persentase penggunaan biaya tunai tersebut terkait dengan komponen pupuk
kimia, pestisida, herbisida, dan TKDK.
Besarnya biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh petani non peserta
KKPA karena terkait dengan pengunaan biaya untuk pupuk kimia Rp. 2.959.200
(24,38 persen) dan pestisida Rp. 2.100.000 (17,31 persen) yang harus dikeluarkan
petani untuk pemeliharaan usahatani kelapa sawit. Selain itu yang menyebabkan
besarnya biaya pupuk kimia dan pestisida ini adalah karena terkait dengan harga
yang berlaku dipasar lokal yang tidak stabil.
Tabel 25. Analisis Biaya Untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Non PesertaKKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
Pengeluaran UsahataniTahun Ke-
Total Persentase6 7 8
1. Biaya Tunai
Pupuk Kimia 986.400 986.400 986.400 2.959.200 24,38 Pestisida 700.000 700.000 700.000 2.100.000 17,31
Herbisida 650.000 650.000 650.000 1.950.000 16,07
Total Pengeluaran Tunai 2.336.400 2.336.400 2.336.400 7.009.200 57,76
2. Biaya Diperhitungkan Penyusutan Peralatan 48.500 48.500 48.500 145.500 1,20
Ongkos Angkut 502.200 511.560 555.120 1.568.880 12,93
Biaya Panen 840.000 840.000 840.000 2.520.000 20,76
TKDK 297.500 297.500 297.500 892.500 7,35Total Biaya Diperhitungkan 1.688.200 1.697.560 1.741.120 5.126.880 42,24
3. Total Biaya 4.024.600 4.033.960 4.077.520 12.136.080 100
Pada usahatani kelapa sawit ini biaya herbisida yang harus dikeluarkan
oleh petani non peserta KKPA, yaitu Rp. 1.950.000. Apabila dilihat dari proporsi
penggunaan biayanya ternyata mencapai 16,07 persen dari biaya tunai.
78
Apabila dilihat dari penggunaan biaya diperhitungkan yang harus
dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah Rp. 5.126.880. Besarnya biaya
diperhitungkan penyusutan peralatan, ongkos angkut, biaya panen dan TKDK.
Untuk persentase biaya TKDK adalah sebesar 7,35 persen atau Rp. 892.500,
penggunaan TKDK dikarenakan petani non peserta KKPA mengerjakan
kegiatan-kegiatan pemeliharaan usahatani kelapa sawit tersebut tidak memakai
TKLK atau mengerjakan sendiri.
Selain itu, besarnya biaya diperhitungkan untuk ongkos angkut
(Rp.1.568.880) adalah karena mahalnya biaya pengangkutan TBS ketempat
penjualan dan murahnya harga TBS/kg. Sedangkan rendahnya biaya penyusutan
peralatan usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA (Rp. 145.500)
dikarenakan peralatan yang digunakan tidak terlalu banyak dan tidak semua
peralatan harus membeli.
8.3.3 Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta Non KKPA
Penerimaan usahatani petani non peserta KKPA adalah sebesar
Rp. 29.263.152. Dalam penelitian ini, harga jual TBS rata-rata yang diterima
petani non peserta KKPA adalah sebesar Rp. 527,-. Dimana Tingkat
keutungannya sebesar Rp. 17.127.072, setalah ada pengurangan dari penerimaan
dengan total biaya produksi dengan rata-rata produksi 17.432 kg/tahun dengan
luas areal kelapa sawit satu hektar. Penerimaan usahatani petani peserta non
KKPA dapat dilihat pada Tabel 26.
79
Tabel 26. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non PesertaKKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
Tahun ke-Produksi TBS
( kg)Pendapatan
(Rp)Total Biaya
(kg)Keuntungan
(Rp)6 16.740 8.721.540 4.024.600 4.696.9407 17.052 8.884.092 4.033.960 4.850.1328 18.504 11.657.520 4.077.520 7.580.000Total 52.296 29.263.152 12.136.080 17.127.072
Keterangan : 1. Harga TBS/kg Tahun Ke 6 = Rp. 4302. Harga TBS/kg Tahun Ke 7 = Rp. 5213. Harga TBS/kg Tahun Ke 8 = Rp. 630
8.3.4 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Peserta Non KKPA
Berdasarkan Tabel 27 diketahui selisih antara penerimaan dengan
pengeluarannya tersebut ternyata pendapatan atas biaya tunai petani non peserta
KKPA adalah Rp. 22.253.952. Namun apabila dilihat dari pendapatan atas biaya
totalnya ternyata petani non peserta KKPA memperoleh pendapatan atas biaya
total adalah sebesar Rp. 17.127.072. Besarnya pendapatan atas biaya total yang
diperoleh petani non peserta KKPA tersebut disebabkan oleh besarnya jumlah
produksi yang dihasilkan.
Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai petani non peserta KKPA
maka diketahui ternyata R/C rasio atas biaya tunai yaitu 4,17. Hal ini berarti
bahwa setiap satu rupiah biaya dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 4,17.
Namun apabila dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya totalnya maka
diketahui ternayata nilai R/C rasio petani non peserta KKPA yaitu 2,41. Hal ini
berarti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan oleh petani non
peserta KKPA akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 2,41.
Adapun yang menyebabkan besarnya nilai R/C rasio petani non peserta
tersebut adalah karena penerimaan total petani KKPA besar. Besarnya penerimaan
80
total tersebut disebabkan oleh jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani non
peserta KKPA untuk per hektarnya dalam tiga tahun , yaitu 52.296 ribu kg.
Tabel 27. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Non PesertaKKPA per Hektar pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
UraianPetani Peserta
KKPA(Rp)
Persentase
A. Penerimaan Usahatani 1. Penerimaan Tunai 29.263.152 100 2. Penerimaan yang Diperhitungkan - 3. Total Penerimaan Usahatani 29.263.152 100
B. Biaya Usahatani 1. Biaya Tunai 7.009.200 57,75 2. Biaya Diperhitungkan 5.126.880 42,25Total Biaya 12.136.080 100
C. Pendapatan Atas Biaya Tunai 22.253.952 -
D. Pendapatan Atas Biaya Total 17.127.072 -
E. R/C atas Biaya Tunai 4,17 -
F. R/C atas Biaya Total 2,41 -
8.4 Keragaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA
8.4.1 Tingkat Produksi dan Produktivitas
Luasan lahan kelapa sawit petani peserta KKPA dan petani non peserta
KKPA adalah sama yaitu satu Hektar. Walaupun demikian, produksi petani
peserta KKPA masih lebih tinggi dibandingkan dengan petani non peserta KKPA.
Produksi total petani peserta KKPA mencapai 83,272 Kg, sedangkan petani non
peserta KKPA hanya 52,296 Kg. Kecilnya produksi petani non peserta KKPA
diakibatkan kurangnya modal dan sarana produksi pertaniannya, berbeda dengan
81
petani peserta KKPA yang dapat mudah memperoleh modal dan sarana produksi
melalui program KKPA.
Tabel 28. Produktivitas Kelapa Sawit per Hektar Petani Peserta KKPA dan Petani Peserta Non KKPA
Tahun ke-Petani Peserta
KKPA ( kg/Ha)Petani Non Peserta
KKPA ( kg/Ha)Selisih
Kg/ha Persentase6 20.284 16.740 3.544 17.477 23.570 17.052 6.518 27.658 39.418 18.504 20.914 53.05
8.4.2 Analisis Biaya Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA
Berdasarkan Tabel 29 diketahui ternyata total biaya yang dikeluarkan oleh
petani peserta KKPA lebih kecil dari petani non peserta KKPA. Total biaya yang
dikeluarkan oleh petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 11.175.951, sedangkan
total biaya yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA adalah sebesar
Rp. 12.136,080. Tingginya total biaya yang harus dikeluarkan oleh petani non
peserta KKPA dikarenakan petani harus mengeluarkan biaya angkut dan panen
lebih besar dari petani peserta KKPA. Adapun yang menyebabkan besarnya total
biaya tersebut adalah terkait jarak tempuh penjualan hasil panen yang sangat jauh
dan sewa tenaga kerja pemanenan.
Tabel 29. Analisis Biaya Untuk Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA per Hektar pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
Biaya Usahatani
Petani PesertaKKPA(Rp)
PersentasePetani Peserta
Non KKPA(Rp)
Persentase
1. Biaya Tunai 8.439.726 75,51 7.009.200 57.752. Biaya Diperhitungkan 2.736.225 24,49 5.126.880 42.253. Total Biaya Usahatani 11.175.951 100 12.136.080 100
82
8.4.3 Analisis Penerimaan Usahatani Petani Peserta KKPA dan Petani NonPeserta KKPA
Pada Tabel 30 diketahui total penerimaan petani peserta KKPA
(Rp. 35.745.362) lebih besar dari petani non peserta KKPA
(Rp. 29.263.152). Hal ini disebabkan karena tingginya produktivitas kelapa sawit
dari petani peserta KKPA (83.272 kg) dibandingkan petani non peserta KKPA
(52.296 kg), tingginya produktivitas tersebut sangat dipengaruhi sistem
pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang baik dan benar serta ketepatan
penggunaan pupuk.
Tabel 30. Analisis Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KPPA dan Petani Non Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
UraianTahun Ke-
Total6 7 8
1. Petani Peserta KKPA a. Produksi TBS (kg) 20.284 23.570 39.418 83.272 b. Penerimaan (Rp) 8.620.700 10.017.250 17.107.412 35.745.362
2. Petani Non Peserta KKPA a. Produksi TBS (kg) 16.740 17.052 18.504 52.296 b. Penerimaan (Rp) 8.721.540 8.884.092 11.657.520 29.263.152
8.4.4 Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA
Berdasarkan Tabel 31 diketahui ternyata pendapatan atas biaya tunai
petani peserta KKPA lebih besar dari petani non peserta KKPA. Pendapatan atas
biaya tunai petani peserta KKPA adalah sebesar Rp. 27.305.636, sedangkan
pendapatan atas biaya tunai petani non peserta KKPA adalah sebesar
Rp. 22.253.952. Tingginya pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani
peserta KKPA dikarenakan penerimaan total usahatani petani peserta KKPA (Rp.
35.745.362) lebih besar dari petani non peserta KKPA (Rp. 29.263.152),
83
walaupun untuk biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA lebih
kecil dibandingkan dengan petani peserta KKPA.
Pada penelitian ini, pendapatan biaya total petani peserta KKPA
Rp. 24.569.411 lebih besar dari petani non peserta KKPA yaitu Rp. 17.127.072.
Hal ini terjadi karena total biaya usahatani petani peserta KKPA lebih kecil (Rp.
11.175.951) dari petani non peserta KKPA yaitu Rp. 12.136.080.
Berdasarkan hal tersebut maka diketahui bahwa dengan sistem usahatani
yang dilakukan petani peserta KKPA maupun petani non peserta KKPA
sama-sama berorientasi pada pasar. Budidaya petani peserta KKPA sudah baik
namun memerlukan biaya yang besar sedangkan untuk petani non peserta KKPA
dalam menerapkan budidaya kelapa sawit masih kurang pengetahuan mengenai
teknik budidaya dan system pemeliharaan tanaman kelapa sawit tang baik.
Apabila dilihat dari nila R/C rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya maka
diketahui usahatani petani peserta KKPA dan petani non peserta KKPA yang
dikembangkan oleh petani peserta KKPA pada dasarnya layak untuk diusahakan
karena memiliki nilai R/C rasio (atas biaya tunai dan biaya total) yang lebih besar
dari satu. Hal ini berarti bahwa usahatani petani kelapa sawit KKPA maupun
petani non peserta sama-sama menguntungkan.
Namun apabila dilihat dari perbandingan antara usahataninya maka
diketahui usahatani petani peserta KKPA memiliki R/C rasio atas biaya tunai
yang lebih besar dari usahatani kelapa sawit petani non peserta KKPA. Adapun
nilai R/C rasio untuk petani peserta KKPA adalah sama dengan 4,23 sedangkan
nilai R/C rasio untuk petani non peserta KKPA yaitu 4,17. Hal ini berarti bahwa
tambahan penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani peserta
84
KKPA akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 4,23 untuk setiap satu rupiah.
Penerimaan tersebut tidak berbeda jauh dengan petani non peserta KKPA yang
menerima Rp. 4,17 untuk setiap satu rupiahnya.
Sedangkan apabila dilihat dari R/C rasio biaya totalnya maka diketahui
bahwa R/C rasio untuk petani peserta KKPA adalah 3,19 lebih besar dari
R/C rasio petani non peserta KKPA yaitu 2,41. Hal ini berarti bahwa tambahan
penerimaan dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh petani non peserta KKPA
adalah Rp. 2,41 lebih kecil dari penerimaan petani peserta KKPA. Biaya per
satuan hasil petani peserta KKPA lebih kecil daripada petani non peserta KKPA
karena biaya total yang dikeluarkan lebih besar , meskipun harga per kg lebih
mahal dari petani peserta KKPA.
Tabel 31. Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA dan Petani Non Peserta KKPA per Hektar Pada Tanaman Menghasilkan (TM 3-5) di Kecamatan Kelumpang Selatan, Tahun 2005
UraianPetani Peserta
KKPA(Rp)
Petani PesertaNon KKPA
(Rp)1. Penerimaan Usahatani 35.745.362 29.263.1522. Biaya Tunai 8.439.726 7.009.2003. Biaya Diperhitungkan 2.736.225 5.126.8804. Total Biaya Usahatani 11.175.951 12.136.0805. Pendapatan atas Biaya Tunai 27.305.636 22.253.9526. Pendapatan atas Biaya Total 24.569.411 17.127.0727. R/C Rasio atas Biaya Tunai 4,23 4,178. R/C Rasio atas Biaya Total 3,19 2,41
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian usahatani kelapa sawit petani peserta KKPPA
yang dibandingkan dengan usahatani petani non peserta KKPA, maka
disimpulkan :
Pelaksanaan program KKPA sangat efektif dalam meningkatkan pendapatan
petani peserta KKPA. Adanya perubahan perilaku, perbaikan dibidang pertanian,
misalnya dalam meningkatkan motivasi petani dalam perbaikan di bidang
pertanian khususnya di sektor perkebunan. Pembangunan sarana dan prasarana
memudahkan aksesibilitas ke kota dan memudahkan masuknya barang-barang
yang dibutuhkan masyarakat di Kecamatan Kelumpang Selatan, dan secara tidak
langsung menunjukan perbaikan dibandingkan sebelum adanya program KKPA.
Keberhasilan secara umum dari program KKPA mungkin masih memerlukan
waktu dan peninjauan kembali dimasa mendatang, sejauh mana petani dilokasi
program KKPA dapat mengadopsi kegiatan-kegiatan yang telah dianjurkan dalam
meningkatkan keterampilan didalam pengelolaan usahatani untuk mendapatkan
hasil yang optimal dan semangat berinisiatif.
Jumlah produksi kelapa sawit yang dihasilkan petani peserta KKPA lebih
besar daripada petani peserta non KKPA. Rata-rata produksi kelapa sawit yang
dihasilakan petani peserta KKPA untuk luasan rata-rata lahan 1 hektar per
tahunnya sebanyak 27.757 kilogram, sedangkan produski kelapa sawit yang
dihasilkan petani non peserta KKPA untuk luasan rata-rata 1 hektar per tahunnya
sebanyak 17.432 kilogram. Hal ini menunjukan pengunaan pupuk kimia dan
sistem pemeliharaan dapat mempengaruhi produksi tanaman kelapa sawit.
86
Berdasarkan analisis pendapatan usahatani dapat diketahui, nilai R/C rasio
atas biaya tunai (4,23) dan total (3,19) petani peserta KKPA lebih besar dari
petani non peserta KKPA yang mencapai 4,17 untuk biaya tunai dan biaya total
2,41. Besarnya rupiah yang terima oleh petani peserta KKPA disebabkan
produktivitas kelapa sawit yang baik dan adanya penekan untuk total biaya
usahatani yang dikeluarkan. Hal ini menunjukan bahwa usahatani kelapa sawit
petani peserta KKPA yang dijalankan tersebut cukup baik dan layak, namun
kelayakan ini harus didukung pelaksanaan teknis, pembinaan lebih lanjut dan
diperlukan tingkat produktivitas yang lebih meningkat lagi serta memberikan
harga yang berlaku dipasaran sehingga tercipta kestabilan harga.
9.2 Saran
Permasalahan yang harus dipecahkan pertama-tama oleh pihak perusahaan
dan KUD adalah menaikan harga per kg TBS, karena harga yang selama ini masih
terlalu rendah dan masih jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasar, dengan
menaikan harga tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani
peserta KKPA. Pengarahan dan penyuluhan kepada petani peserta KKPA
sebaiknya semakin sering diadakan oleh pihak perusahaan. Untuk mengatasi
keterbatasan tenaga dan waktu yang dimiliki oleh perusahaan, penyuluhan dengan
petani peserta KKPA hendaknya diadakan secara bertahap dan berkala pada setiap
kelompok tani.
Selain itu, sering juga dilakukan rapat koordinasi antara petani peserta
KKPA dan KUD serta pihak perusahaan. Agar pelaksanaan kemitraan akan
terkoordinasi dengan baik. Hal ini dilakukan supaya hak dan kewajiban para
87
pelaku kemitraan dapat diketahui dengan jelas dan dipertanggungjawabkan secara
hukum sehingga pelaksanaan program KKPA yang diinginkan berjalan dengan
baik dan tercipta keharmonisan dalam kemitraan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. 2003 . Pendapatan Nasional Indonesia Sektor Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta.
BK3I. 1996. Bahan Pelatihan Dasar Koperasi Kredit. Jakarta.
Capricorn Indonesia Consult Inc. September 2001. Studi Pemasaran Crude Palm Oil (CPO) dan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta.
Daswir dan U. Lubis Adlin. 1995. Analisis Ekonomi Usaha Perkebunan Kelapa sawit Rakyat Pola Kredit Koperasi Primer Untuk Anggota. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. Vol 3(2).
Firdaus dan Susanto. 2002. Perkoperasian Sejarah, Teori dan Praktek. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2004 . Statistik Perkebunan Indonesia 2001-2003 Kelapa Sawit. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. 1995. Bahan Rapat Kerja Komisi IV DPR-RI dengan Direktur Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Direksi Bank Indonesia. 1997. SK. Direksi B.I. Tentang Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya No.30/97/KEP/DIR. Jakarta.
Girsang, P. et. al. 1996. Analisis Pembangunan dan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Pola PIR-Lok Pengaruhnya Terhadap Tingkat Distribusi Pendapatan Dan Kesejahteraan Petani Peserta. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hayami, Y. and V.W. Ruttan. 1985. Agricultural Development An International Perspective. The Johns Hopkins University Press. Baltimore and London.
Krismasari, A. 1998. Dampak Pelaksanaan PIR-Trans Kelapa Sawit Terhadap Pendapatan Petani. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
89
Mosher, A.T. 1966. Getting Agriculture Moving. Frederick A. Paper, Inc., Boston.
Salman, F. dan Teguh Wahyono. 1998. Tingkat Pendapatan dan Ketahanan Petani Plasma PIR Kelapa Sawit. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol 6(3).
Saraswati, D. 2002. Dampak Pelaksanaan Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Mitra. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saputro, et.al, 1995. Strategi Pengembangan Kemitraan Di Bidang Perkebunan. Bisnis Indonesia. 1 Agustus 1995.
Soehardjo, A. dan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosila Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta.
Sumarjono. 1990. Mari Berkoperasi Kredit. Badan Pengembangan Daerah Koperasi Kredit. Pematang Siantar.
Sutirto Bramono Endrodewo. 1998. Analisis Finansial Agribisnis Mangga Model Pembiyaan KKPA. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syukur, M. Dkk. 1990. Pola Pelayanan Kredit Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Di pedesaan Jabar. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.
Tjakrawiralaksana, A. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Priyambodo, A. dan Nugroho Kurnohadi. 1995. Model Pengembangan Pola Perusahaan Inti Rakyat, Anak Angkat-Bapak Angkat Pada Sub Sektor Perkebunan Kelapa Sawit. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol 3(3).
Wahyono, T. 1996. Kemampuan Kelompok Tani Dalam Menunjang Keberhasilan Usahatani Kelapa Sawit Pola PIR-Bun. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol 4(2).
90
Lampiran 1. Luas dan Perkembangan Areal Kelapa Sawit di Indonesia Menurut Propinsi Tahun 2001-2003
No PropinsiTahun
2001 2002 2003*Luas (Ha) Luas (Ha) Luas (Ha)
1 Nanggroe Aceh D 252,114 257,684 258,1952 Sumatera Utara 869,074 886,612 896,2343 Sumatera Barat 266,387 270,047 278,7804 Riau 1,119,988 1,238,106 1,301,4645 Jambi 422,503 429,209 452,9686 Sumatera Selatan 496,950 516,928 541,9127 Bangka Belitung 89,255 90,065 91,4178 Bengkulu 66,730 70,409 73,9109 Lampung 119,803 131,362 136,95510 DKI Jakarta 0 0 011 Jawa Barat 6,251 6,251 6,25112 Banten 14,080 169,830 17,20513 Jawa Tengah 0 0 014 D.I. Yogyakarta 0 0 015 Jawa Timur 0 0 016 Bali 0 0 017 Nusa Tenggara Barat 0 0 018 Nusa Tenggara Timur 0 0 019 Kalimantan Barat 389,006 406,372 415,82120 Kalimantan Tengah 217,666 221,034 222,03421 Kalimantan Selatan 129,673 138,634 139,63422 Kalimantan Timur 144,567 191,146 192,14623 Sulawesi Utara 0 0 024 Gorontalo 0 0 025 Sulawesi Tengah 40,976 47,029 48,06626 Sulawesi Selatan 77,363 83,085 84,30427 Sulawesi Tenggara 131,286 132,850 132,85028 Maluku 0 0 029 Maluku Utara 0 0 030 Irian Jaya 50,137 52,817 68,490
INDONESIA 4,903,809 5,339,470 5,358,636Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2004Keterangan : *) Data Sementara
91
Lampiran Gambar 2. Organisasi PT Sinar Kencana Inti Perkasa
Unit Head
Askep
AsistenDivisi I
AsistenDivisi II
AsistenDivisi III
AsistenDivisi IV
Mandor IMandor I Mandor IMandor I
MandorMandor Mandor Mandor
92
Lampiran 3. Struktur Organisasi KUD Gajah Mada
PEMBUKUAN
BADAN PENGAWAS dan PEMERIKSAAN
KKPA
JASA UMUM TRANSPORTASI
UNIT SIMPAN PINJAM
TANI SAWIT MANDIRI
PENGAWAS
RAPAT
ANGGOTA
PENGURUS
MANAGER
KASIR
BP FUNDING
LAMPIRAN 4. ALUR KEMITRAAN
UNIT HEADPENGURUS
KUDGAJAH MADA
INTIPT. SKIP
BP FUNDING
UUO UUO UUO UUO
SIMPAN PINJAM TRANSPORT SAWIT MANDIRI PLASMA
MANAGER MANAGER MANAGER MANAGER
DIVISI DIVISI DIVISI DIVISIASISTEN ASISTEN ASISTEN ASISTEN
ASKEP
UNIT HEADPENGURUS
Areal Tanaman Kelapa Sawit Petani Peserta KKPA
Pekarangan Tanaman Kelapa Sawit Peserta KKPA
Pemanenan tandan buah kelapa sawit
Tandan buah kelapa sawit yang telah dipanen
Error!
Kegiatan Pemangkasan
Brondolan Buah Kelapa Sawit Saat Pemanenan
Brondolan yang jatuh pada saat panen dikumpulkan kemudian dibawake TPH (tempat pengumpulan hasil)
Jalan perkebunan kelapa sawit KKPA
Kantor PT. Sinar Kencana Inti Perkasa
Kantor KUD Gajah Mada