a01 pkota1 isi

Upload: syaiful-rakhman

Post on 03-Apr-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    1/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 1

    I PENDAHULUAN

    Topik-topik bahasan:(1) Perancangan Kota sebagai perluasan bidang Arsitektur(2) Perancangan Kota sebagai implementasi Rencana Kota(3) Nilai-nilai, Kriteria Desain, Proses, dan Metode-Teknik

    dalam Perancangan Kota

    (4) Daftar Materi kuliah.

    1. Perancangan Kota sebagai perluasan bidang

    Arsitektur

    Karena kita sudah berada di bidang Arsitektur, maka lebih mudah bila kita

    lihat Perancangan kota dari kacamata arsitektur. Perancangan kota dapat dilihat

    sebagai perluasan bidang arsitektur. Mengapa demikian? Dari satu sisi skala atau

    cakupan area, Arsitektur merancang bangunan pada satu persil (atau disebut berskala

    mikro), sedangkan cakupan perancangan kota meluas tidak hanya satu persil tapi

    suatu kawasan (yang biasanya terdiri dari banyak persil)dapat disebut juga sebagai

    berskala mezo (lihat Gambar I-1). Dengan demikian, perancangan kota berkaitan

    dengan penataan lingkungan fisik yang lebih luas daripada hanya satu persil seperti

    yang dialami oleh bidang arsitektur. Karena dapat dilihat sebagai ekstensi dari

    bidang Arsitektur, maka bidang Perancangan Kota (Urban Design) sering pula

    disebut sebagai Arsitektur Kota.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    2/48

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    3/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 3

    sosial, prasarana umum, serta juga kegiatan yang khas di masyarakat kita, yaitu

    perdagangan sektor informal (kakilima).

    2. Perancangan Kota sebagai implementasi Rencana

    Kota

    Perencanaan kota (urban planning) menangani lingkungan binaan (built

    environment) dalam lingkup kota (makro). Untuk melaksanakan hasil perencanaan

    kota diperlukan program-program penanganan kawasan (mezo), maka dapat

    diartikan bahwa perancangan kota (urban design)sebagai penanganan lingkungan

    binaan berskala mezomerupakan salah satu langkah implementasi (pelaksanaan)

    rencana kota (lihat Gambar II-2).

    Arsitektur Perancangan

    Kota

    Mikro Mezo

    Gambar II-2 :Perancangan Kota sebagai ekstensi Arsitektur dan

    sebagai implementasi Perencanaan Kota

    PerencanaanKota

    Makro

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    4/48

    4 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    Sebagai implementasi rencana kota, perancangan kota mempunyai implikasi sebagai

    berikut:

    a) Mengacu pada program atau isi rencana kota

    Rencana kota yang berimplikasi ke kawasan dapat berupa: pelestarian

    kawasan bersejarah, penataan kembali atau revitalisasi pusat kota, pengembangan

    kota baru, pengembangan kawasan perumahan dan sebagainya. Perancangan kota

    dapat mengimplementasikan program-program tersebut, sehingga dapat

    dikembangkan proyek perancangan kota berkaitan dengan pelestarian kawasan

    bersejarah, dan sebagainya.

    b) Memanfaatkan perangkat implementasi rencana kotaSebagai salah satu kegiatan implementasi rencana kota, maka perancangan

    kota dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan perangkat implementasi rencana

    kota, yaitu antara lain perangkat pengendali pembangunan ruang kota, seperti:

    perijinan lokasi atau guna lahan, peraturan bangunan, pemberian IMB, dan pada

    kasus kota-kota di Amerika terdapat perangkat seperti: zoning, subdivison regulation,

    dan sebagainya.

    3. Nilai-nilai, Kriteria Desain, Proses, dan Metode-

    Teknik dalam Perancangan Kota

    Sebagai suatu usaha penataan lingkungan binaan, maka perancangan kota

    memiliki nilai-nilai yang dianut. Nilai-nilai tersebut dapat dianut oleh semua orang

    secara universal (misalnya: keindahan), dan ada pula yang hanya dianut oleh

    sebagian orang atau kultur tertentuini dapat kita sebut sebagai nilai lokal.

    Usaha penataan dilakukan dengan mengikuti suatu proses dan kriteria desain

    tertentu; dan proses dan kriteria ini juga ada yang disepakati secara umum dan ada

    pula yang hanya disepakati oleh masyarakat lokal. Bahkan, pada masa yang berbeda,

    suatu masyarakat dapat menganut suatu proses perancangan kota yang berbeda pula.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    5/48

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    6/48

    6 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    c) pelestarian lingkungan (ekologis) perkotaan;

    d) penanganan kakilima.

    Untuk materi-materi tersebut, dalam buku ini, hanya ditunjukkan daftar acuannya

    (Bab VII). Mahasiswa dapat membaca sendiri sebagai insan yang mampu belajar

    secara mandiri. Beberapa tema atau topik yang mengandung pelajaran tentang nilai,

    kriteria, dan metode-teknik tertentu dapat saja menjadi bahan kuliah yang temporer

    (berbeda-beda dari masa ke masa) pada semester ini atau dijelaskan dengan

    gambaran kasus atau proyek tertentu pada semester berikutnya, yaitu dalam mata

    kuliah Perancangan Kota II.

    Selain daftar acuan atau bacaan yang dianjurkan, pada akhir buku ini

    diberikan pula daftar websites (Lampiran) yang memuat materi-materi yang terkait

    dengan perancangan kota. Secara umum, terdapat dua macam website, yaitu: (1)pusat kajian atau pendidikan perancangan kota, dan (2) proyek atau kegiatan

    empiri perancangan kota yang dilaporkan oleh pelakunya.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    7/48

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    8/48

    8 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    Antoniades (1986: 326) juga mendukung pendapat di atas bahwa perancangan kota

    menangani permasalahan keindahan kota yang tercermin dari fisik kota yang

    dirancang oleh perancang kota.

    Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik beberapa kata kunci tentang

    perancangan kota, yaitu:

    1) Pengaturan unsur fisik lingkungan kota.

    2) Berkaitan dengan tanggapan inderawi, yaitu aspek estetika/keindahan,

    penampilan visual.

    3) Merupakan bagian dari perencanaan kota.

    Sebagai catatan: kunci ketiga di atas masih menjadi perdebatan antara para perencana

    kota dan para arsitek, seperti dibahas di bagian berikut.

    2. Perbedaan Perancangan Kota dengan Perencanaan

    Kota dan Perancangan Arsitektur

    Pittas dan Ferebee (1982: 10) menjelaskan bahwa perancangan kota

    merupakan bidang ilmu yang unsur-unsurnya meminjam dariantara lainbidang-

    bidang ilmu arsitektur, lansekap, administrasi publik, hukum, sosiologi, dan geografiperkotaan. Sebagai sebuah bidang ilmu, perancangan kota mempunyai perbedaan

    dengan perencanaan kota maupun dengan arsitektur.

    Perencanaan kota memandang perancangan kota sebagai salah satu

    implementasi rencana kota, sedangkan para arsitek melihat perancangan kota tidak

    selalu harus demikian, tetapi dapat timbul sebagai usaha untuk mengatasi problema

    perkotaan secara praktis lewat pengaturan bentuk-bentuk fisik (Antoniades, 1986:

    326-327). Perencanaan kota (urban planning), meskipun berkaitan dengan tata ruang

    dan juga, antara lain, ekonomi, sosial, budaya; tapi biasanya tidak berkaitan dengan

    kualitas visual lingkungan. Perancangan arsitektural, di lain pihak, berfokus pada

    bangunan secara individual (tunggal).

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    9/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 9

    Melanjutkan perbedaan dengan perencanaan kota dan arsitektur di atas, Pittas

    dan Ferebee (1982: 12-13) mendeskripsikan tentang karakteristik perancangan kota,

    yaitu:

    1) Perancangan kota mempunyai dimensi publik (masyarakat luas); dan hal ini

    tidak tergantung pada tempat pelaksanaannya: di tanah milik umum ataupun di

    tanah milik pribadi.

    2) Jangka waktu pelaksanaan hasil perancangan kota mempunyai jangka waktu

    yang lebih lama daripada hasil perancangan arsitektur atau arsitektur lansekap.

    3) Perancangan kota lebih bersifat memungkinkan perubahan lingkungan buatan

    daripada melaksanakan perubahan tersebut.

    4) Perancangan kota seringkali perlu dilakukan secara anonim, berbeda dengan

    perancangan arsitektur yang nama arsiteknya ditonjolkan.5) Perancangan kota berorientasi ke proses nilai di samping juga berorientasi

    produk.

    6) Perhatian perancangan kota lebih tertuju kepada komposisi bangunan-

    bangunan dalam lingkungan visual publik serta hubungannya dengan ruang

    terbuka publik daripada ke bangunan tunggal.

    7) Perancangan kota menyadari adanya klien yang pluralistis (berkaitan dengan

    berbagai institusi pemerintah dan swasta), dan perancangan kota

    mengembangkan metode pembelajaran untuk tipe klien seperti itu.8) Hasil perancangan kota bersifat lebih relativistis dibanding produk arsitektur,

    tapi lebih pasti dibanding hasil perencanaan kota.

    9) Tidak seperti pendidikan perencanaan kota, perancangan kota menyadari batas-

    batas spasial maupun dimensional dalam melihat dunia (dengan pandangan

    keruangan tiga dimensi).

    10) Tidak seperti pendidikan arsitektur, perancangan kota memberi nilai yang lebih

    pada program (proses) daripada terhadap artefak (produk berupa fisik).

    11) Dalam sejarah, rancangan kota yang baik tidak selalu dihasilkan oleh

    perancang kota yang hebat.

    12) Pendidikan perancangan kota menuntut pemberian materi tentang ilmu-ilmu

    sosial, hukum, ekonomi dan administrasi perusahaan.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    10/48

    10 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    Kemampuan dalam mengolah bentuk dan hubungan tiga dimensi diperlukan.

    Pendidikan ini juga memerlukan kolaborasi dan kemampuan untuk bekerja

    dalam kerangka institusional.

    Dari bahasan tentang perbedaan di atas, dapat ditarik ringkasan tentang perbedaan

    perancangan kota dibanding perencanaan kota dan arsitektur, seperti gambar berikut:

    Gambar II-1: Perbedaan Perancangan Kota, Perencanaan Kota, dan Arsitektur

    3. Gambaran Proyek-Proyek Perancangan Kota

    Untuk memperjelas pengertian tentang perancangan kota, berikut ini

    disampaikan beberapa gambaran tentang kegiatan dan proyek-proyek tentang

    kegiatan dan proyek-proyek perancangan kota. Sebagai catatan, perancangan kota

    dapat mempunyai skala wawasan atau skala yanglebih luas lagi, yaitu skala kota.

    Pada skala kawasan, menurut Branch (1995: 201-202), obyek perancangan

    kota dapat mencakup antara lain: lingkungan suatu bangunan atau sekumpulan

    bangunan, suatu taman atau plaza, boulevard atau jalur pejalan kaki, tiang lampu atau

    pemberhentian bis. Pada skala kota, menurut Lynch (196)), perancangan kota

    berkaitan dengan elemen visual utama yang meliputi: tengaran (landmark),

    pemusatan (nodes), kawasan (district), jejalur (paths), dan tepian (edges). Lebih jelas

    PERENCANAAN

    KOTAPERANCANGAN

    KOTA

    ARSITEKTUR

    Perancangan kota berada "di antara"

    arsitektur dan Perencanaan Kota

    bangunan di

    persil tunggalRuang umum &

    bangunan-bangunan

    dari aspek publik

    Kebijaksanaan

    publik

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    11/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 11

    lagi, Dannenbrink (dalam Branch, 1995: 200) mendeskripsikan perancangan kota

    sebagai berikut:

    Perancangan kota adalah proses dan hasil pengorganisasian danpengintegrasian seluruh komponen lingkungan (buatan dan alam),

    sedemikian rupa sehingga akan meningkatkan citra setempat danperasaan berada di suatu tempat (sense of place), dan kesetaraan

    fungsional, serta kebanggaan warga dan diinginkannya suatu tempatmenjadi tempat tinggal. Hal tersebut dapat diterapkan pada berbagaiseting dan kepadatan fisik, mulai dari daerah perkotaan, pinggiran

    kota, hingga pedesaan .. mulai dari skala lingkungan permukimanhingga keseluruhan daerah, dan dapat terpusatkan pada permasalahan

    kota secara keseluruhan atau komponen khusus, misalnya lingkunganpermukiman, pusat bisnis, sistem ruang terbuka, atau karakter jalanutama.

    Sebagai gambaran proyek perancangan kota adalah Pengembangan Kawasan

    Malioboro, Yogyakarta, yang mengatur antara lain fasade dan ketinggian bangunan-

    bangunan di sepanjang jalan Malioboro tersebut. Contoh lain: perancangan kampus

    UGM, dan perancangan kawasan sekitar Monumen Yogya Kembali (Yogyakarta).

    Di bawah ini beberapa gambaran proyek perancangan kota yang diangkat

    dari beberapa pustaka:

    Gambar II-2: Usulan Pembangunan kembali pinggiran Wilmington City

    Center, DelawareHasil kerja mahasiswa Studio semester III, sebuah

    sekolah Urban Design di AS (sumber: Pittas & Ferebee, 1982: 79, Fig. 3)

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    12/48

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    13/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 13

    Daftar Bacaan yang Dianjurkan

    Shirvani, Hamid, 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New

    York, hal. 6-8 (The Domain of Urban Design).

    Steger, Charles W., 1997, Urban Design, dalam John M. Levy, Contemporary

    Urban Planning, Fourth Edition, Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ.,hal. 141-168.

    Beckley, Robert M., 1979, Urban Design, dalam Anthony J. Catanese dan JamesC. Snyder, Introduction to Urban Planning, McGraw-Hill Book, New

    York, hal. 62-103.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    14/48

    14 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    III RENCANA KOTA DAN

    PENGARUHNYA KE

    PERANCANGAN KOTA

    Topik-topik yang dibahas:(1) Pengertian dan macam rencana kota(2) Proses penyusunan rencana kota(3) Produk perencanaan kota yang mempengaruhi perancangan

    kota

    1. Pengertian dan Macam Rencana Kota

    Di Amerika, rencana kota umumnya disebut sebagai rencana kota

    komprehensif (comprehensive urban plan). Rencana kota ini diartikan sebagai

    kebijaksanaan jangka panjang (20 30 tahun) mengenai distribusi keruangan

    (spasial) obyek, fungsi dan kegiatan dan tujuan (Catanese dan Snyder, 1979: 194).

    Rencana kota mengkoordinasikan kegiatan Pemerintah dan kegiatan swasta atau

    masyarakat dalam membangun fisik dan keruangan kotanya.

    Dalam praktek perencanaan kota di Indonesia saat ini, para perencana

    mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987) (tentang

    Pedoman Penyusunan Rencana Kota). Dalam peraturan tersebut, Pasal 1 (butir d)

    disebutkan pengertian rencana kota, sebagai berikut:

    Rencana kota adalah rencana pengembangan kota yang disiapkansecara teknis dan non-teknis, baik yang ditetapkan Pemerintah Pusatmaupun Pemerintah Daerah yang merupakan rumusan kebijaksanaan

    pemanfaatan muka bumi wilayah kota termasuk ruang di atas dan dibawahnya serta pedoman pengarahan dan pengendalian bagipelaksanaan pembangunan kota.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    15/48

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    16/48

    16 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    Tabel III-1: Perbandingan antara macam rencana kota

    Macam

    Rencana

    Lingkup Wi layah Isi Rencana Skala Peta

    RUTRK seluruh wilayahadminitrasi kota

    Kebijaksanaan pengembangan kota Rencana pemanfaatan ruang kota

    Rencana struktur tingkat pelayanan kota Rencana sistem transportasi

    Rencana sistem jaringan utilitas kota Rencana pengembangan pemanfaatan

    air baku

    Indikasi unit pelayanan kota Rencana pengelolaan pembangunan

    kota

    1 : 10.000(untuk kota

    berpendudukkurang dari 1

    juta jiwa);

    1 : 20.000

    (untuk kotaberpenduduk

    lebih dari 1 jutajiwa).

    RDTRK sebagian atau

    seluruh wilayahadminitrasi kotayang dapat

    merupakan satuatau beberapakawasan tertentu

    Kebijaksanaan pengembangan

    penduduk Rencana pemanfaatan ruang bagian

    wilayah kota

    Rencana struktur tingkat pelayanan Rencana sistem jarangan fungsi jalan Rencana sistem jaringan utilitas

    Rencana kepadatan bangunanlingkungan

    Rencana ketinggian bangunan Rencana garis sempadan atau garis

    pengawasan jalan

    Rencana indikasi unit pelayanan Rencana tahapan pelaksanaan

    pembangunan Pengelolaan penanganan lingkungan

    1 : 5.000dengan

    penggambaran

    geometrik yangdibantu dengantitik-titik

    kendali.

    RTRK sebagian atauseluruh kawasan

    tertentu yangdapat merupakan

    satu atau beberapaunit lingkungan

    perencanaan

    Rencana tapak pemanfaatan ruang Pra rencana pola dan konstruksi

    jaringan jalan Pra rencana bentuk dan konstruksi

    jaringan utilitas Pra rencana bentuk dan konstruksi

    bangunan gedung Rencana indikasi proyek

    1 : 1.000

    Sumber: PerMendagri No. 2 Tahun 1987

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    17/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 17

    2. Proses Penyusunan Rencana Kota

    Proses perencanaan kota yang menganut faham perencanaan komprehensif,

    secara umum terlihat pada gambar sebagai berikut:

    Gambar III-1: Salah satu model proses perencanaan kota komprehensif(diangkat dari: Levy, 1997: 104-111).

    Istilah komprehensif yang arti katanya ialah menyeluruh, dalam hal ini diartikan

    bahwa dalam penelitian perencanaan semua aspek perkotaan dianalisis. Aspek-aspek

    tersebut, menurut PerMendagri No. 2 Tahun 1987 Pasal 22 meliputi antara lain:

    1) Aspek fisik dasar

    2) Aspek lingkungan hidup

    3) Aspek kependudukan dan kebudayaan

    4) Aspek penggunaan tanah

    Penelitian perencanaan:

    Pengumpulan dan pengolahan data Analisis dan pembuatan proyeksi

    Perumusan tujuan dan sasaranPerencanaan

    Perumusan rencana:

    Pembuatan alternatif-alternatif rencana Evaluasi dan seleksi alternatif Penyusunan dokumen rencana

    Implementasi rencana

    Pengkajian ulang dan perubahanrencana

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    18/48

    18 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    5) Aspek status penguasaan tanah

    6) Aspek perekonomian

    7) Aspek fasilitas dan utilitas

    8) Aspek sistem transportasi

    9) Aspek keruangan dan pembiayaan pembangunan kota

    10) Aspke kelembagaan Pemerintahan dan Pengelolaan Kota.

    Berbagai aspek tersebut di atas juga menjadi kajian dalam perancangan kota. Selain

    itu, beberapa masalah yang biasa dihadapi perancangan kota, seperti misalnya: citra

    kota (image of the city), juga menjadi bahan masukan bagi proses perencanaan kota

    (tahap penelitian perencanaan).

    3. Produk Perencanaan Kota yang Mempengaruhi

    Perancangan Kota

    Untuk skala bagian wilayah kota, macam rencana kota yang secara umum

    mempengaruhi perancangan kota adalah RDTRK, terutama bagian-bagian rencana

    yang berkaitan dengan:

    1) macam pemanfaatan ruang kota

    2) sistem jaringan fungsi jalan

    3) sistem jaringan utilitas

    4) kepadatan bangunan lingkungan

    5) ketinggian bangunan

    6) garis sempadan atau garis pengawasan jalan.

    Untuk skala kawasan, bila telah ada RTRK, maka pra rencana teknis yang diatur

    dalam RTRK juga menjadi pertimbangan dalam perancangan kawasan.

    Disamping rencana kota, terdapat peraturan-peraturan atau kebijaksanaan

    Pemerintah Daerah lainnya yang dapat mempengaruhi perancangan kota, yaitu antara

    lain: peraturan bangunan, kebijaksanaan pelestarian bangunan bersejarah atau

    kawasan bersejarah, dan peraturan Pemerintah tentang cagar budaya.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    19/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 19

    Beberapa program pembangunan juga dapat mempengaruhi atau mendorong

    perancangan kota, misalnya: revitalisasi pusat kota, pengatasan kawasan kumuh,

    konsolidasi lahan perkotaan. Di samping itu, program pengembangan kegiatan

    pariwisata juga dapat mendorong kegiatan perancangan kota atau kawasan, seperti

    misalnya: taman rekreasi, taman budaya, dan kompleks peninggalan purbakala.

    Acuan

    Catanese, A. J., dan Snyder, J. C., 1979, Introduction to Urban Planning, McGraw-Hill Book Company, New York.

    Levy, John M., 1997, Contemporary Urban Planning, Fourth Edition, Prentice-Hall,Upper Saddle River, NJ.

    PerMendagri No. 2 Tahun 1987, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun

    1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, Departemen DalamNegeri, Jakarta.

    Daftar Bacaan yang Dianjurkan

    Levy, John M., 1997, Contemporary Urban Planning, Fourth Edition, Prentice-Hall,Upper Saddle River, NJ.: hal. 102 112 (Chapter 8: The

    Comprehensive Plan).

    PerMendagri No. 2 Tahun 1987, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, Departemen Dalam

    Negeri, Jakarta.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    20/48

    20 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    IV UNSUR-UNSUR BENTUK

    FISIK KOTA:

    PERMASALAHAN &KONSEP-KONSEP

    PERANCANGANNYA

    Topik-topik yang dibahas :(1) Domain (lingkup) bidang perancangan kotaUnsur-unsur bentuk kota:(2) Guna lahan(3) Bentuk dan massa bangunan

    (4) Sirkulasi dan perparkiran(5) Ruang terbuka(6) Jalan pedestrian

    (7) Pendukung kegiatan(8) Perpapanan-nama

    (9) Preservasi

    1. Domain (lingkup) Bidang Perancangan Kota

    Untuk merumuskan unsur-unsur bentuk fisik kota, perlu dirumuskan terlebih

    dulu domain atau lingkup bidang perancangan kota. Seperti telah dijelaskan di

    bagian sebelumnya, perancangan kota (urban design) dalam hal ini dipandang

    sebagai bagian dari proses perencanaan kota (urban planning) yang berkaitan dengan

    kualitas fisik lingkungan kota. Dalam hal kualitas fisik ini, perencana dan perancang

    kota tidak akan dapat merancang seluruh unsur bentuk fisik kota, kecuali bila yang

    dihadapi kota baru atau kawasan kosong yang akan direncanakan (Shirvani, 1985:6).

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    21/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 21

    Domain perancangan kota terbentang dari tampilan muka bangunan

    (eksterior) ke luar (ke ruang publik diantara bangunan-bangunan). Berkaitan dengan

    ini Barnett (1974, dalam Shirvani, 1985: 6) mengatakan bahwa domain perancangan

    kota sebagai "merancang kota tanpa merancang bangunan-bangunan". Dengan kata

    lain, domain tersebut mencakup ruang-ruang di antara bangunan-bangunan.

    Dalam hal ruang-ruang luar tersebut, berdasar pengalaman "Urban Design

    Plan of San Fransisco, 1970" (Wilson et. al, 1979 dalam Shirvani, 1985: 6), ruang-

    ruang dikelompokan menjadi empatgroup, yaitu:

    1) pola dan citra internal: menjelaskan maksud ruang-ruang di antara bangunan-

    bangunan dalam lingkup kawasan kota, terutama dalam hal focal points,

    viewpoints, landmarks, dan pola gerak;

    2) bentuk dan citra eksternal: berfokus pada skyline (garis langit) kota, serta citradan identitas kota secara keseluruhan;

    3) sirkulasi dan perparkiran: mengkaji karakteristik jalan (dalam hal: kualitas

    pemeliharaan, kepadatan ruang, tatanan, kemonotonan, kejelasan rute, orientasi

    ke tujuan, keselamatan, dan kemudahan gerakan), serta persyaratan dan lokasi

    perparkiran;

    4) kualitas lingkungan: berkaitan dengan sembilan faktor, yaitu kecocokan

    penggunaan, kehadiran unsur alam, jarak ke ruang terbuka, kepentingan visual

    dari fasad jalan, kualitas pandangan, kualitas pemeliharaan, kebisingan, daniklim setempat.

    Pengelompokan di atas belum menunjukkan unsur-unsur bentuk fisik kota dalam

    perancangan kota. Unsur-unsur tersebut, dijelaskan oleh Shirvani (1985: 7-8),

    meliputi delapan butir, yaitu:

    1) guna lahan

    2) bentuk dan massa bangunan

    3) sirkulasi dan perparkiran

    4) ruang terbuka

    5) jalan pedestrian

    6) pendukung kegiatan

    7) perpapanan - nama

    8) preservasi.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    22/48

    22 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    Tiap unsur dijelaskan di bagian berikut ini dengan pola bahasan yang dimulai dengan

    pengertian unsur tersebut (bila perlu, dan termasuk pula penjelasan mengapa unsur

    tersebut diperlukan dalam perancangan kota dan keterkaitannya dengan unsur

    lainnya), isu atau permasalahan utama berkaitan dengan unsur tersebut, serta solusi

    atau konsep perancangan unsur tersebut1.

    2. Guna Lahan

    Pengertian

    Guna lahan merupakan kebijakan Pemerintah kota yang bersifat duadimensional (dalam bentuk peta) tapi berpengaruh pada rancangan tiga dimensi

    (bangunan) di atas lahan tersebut. Guna lahan juga berkaitan dengan sirkulasi dan

    perparkiran.

    I su atau permasalahan utama

    Tiga masalah utama terjadi berkaitan dengan penerapan sistem guna lahan

    atau pemintakatan (zoning) perkotaan yaitu:

    (1) tidak adanya diversifikasi kegiatan dalam zona yang sama ("terlalu seragam"

    menyebabkan hanya ramai pada waktu tertentu");

    (2) kurang memperhitungkan faktor lingkungan dan fisik alamiah;

    (3) masalah pemeliharaan dan perbaikan prasarana kota.

    Solusi atau konsep perancangan

    Solusi yang ditawarkan menyangkut penggunaan lahan campuran yang dapat

    mendorong kegiatan terjadi "24 jam", dengan peningkatan sirkulasi pendestrian,

    penggunaan yang lebih baik terhadap sistem prasarana, dilakukannya analisis

    berbasis lingkungan, dan peningkatan pemeliharaan dan perbaikan prasarana.

    Terhadap kawasan yang "mati kehidupan" dapat dilakukan solusi modifikasi

    guna lahan. Sekolah yang kekurangan murid dan bangkrut dapat dialih-gunakan

    1Penjelasan tentang kedelapan unsur tersebut diangkat dari Shirvani (1985: 8-46)

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    23/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 23

    menjadi mall, misalnya. Contoh lain, pergudangan atau bangunan indistri yang sudah

    tidak terpakai dapat disulap menjadi "tokok gudang rabat" (seperti toko "Alfa" di

    Yogyakarta).

    3. Bentuk dan Massa Bangunan

    Pengertian

    Umumnya, peraturan bangunan mengatur ketinggian, sempadan dan coverage

    bangunan. Pengalaman beberapa proyek perancangan kota menyarankan untuk

    meliputi pula "penampilan dan konfigurasi bangunan", misal berkaitan dengan

    warna, bahan bangunan, tekstur, bentuk muka (fasad). Secara tradisional, hal-hal ini

    menjadi hak arsitek bersama kliennya. Tapi, sebenarnya hal ini menyangkut

    kepentingan masyarakat dan berdampak pada lingkungan kota. Contohnya:

    penggunaan kaca pantul cahaya untuk bangunan tinggi, dan pengubahan tampilan

    muka bangunan bersejarah.

    I su atau permasalahan utama

    Isu utama dalam hal ini menyangkut "keseimbangan" hak antara arsitek

    perancang bangunan individual dan Pemerintah (mewakili perancang kota), dalamhal perancangan eksterior bangunan dan ruang-ruang antara bangunan. Spreiregen

    (1965, dalam Shirvani, 1985: 23) menyebutkan tiga isu utama yang berkaitan dengan

    bentuk dan massa bangunan perkotaan, yaitu:

    (1) "skala" yang berkaitan dengan ketinggian pandang manusia, sirkulasi,

    bangunan-bangunan berdekatan, dan ukuran lingkungan;

    (2) "ruang kota" berkaitan dengan bentuk-bentuk bangunan, skala dan suasana

    penutupan ruang antar bangunan, dan macam ruang kota;

    (3) "massa perkotaan" meliputi bangunan-bangunan, permukaan tanah, obyek-

    obyek dalam ruang yang dapat membentuk ruang kota dan membentuk pola

    kegiatan, dalam skala besar atau kecil.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    24/48

    24 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    Solusi atau konsep perancangan

    Pemerintah kota perlu menyususn pedoman perancangan bentuk dan massa

    bangunan (dari segi perancangan kota) berdasar studi/analisis yang komprehensif

    tentang data fisik kota yang ada (bentuk bangunan dan unsur -unsur fisik). Contoh

    pedoman yang pernah dibuat: Residential Design Guidelines disusun oleh San

    Fransisco Planning Department (Shirvani, 1985: 17-18).

    4. Sirkulasi dan Perparkiran

    I su dan permasalahan utama

    Perparkiran mempunyai dua dampak langsung terhadap kualitas lingkungan,

    yaitu: (1) keberlangsungan kegiatan perdagangan di pusat kota, dan (2) dampak

    visual bentuk kota. Sirkulasi dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan

    pola kegiatan (dan juga pembangunan) kota.

    Solusi dan konsep perancangan

    Solusi perparkiran meliputi: (1) permbangunan fasilitas parkir pada kawasan

    yang belum mempunyai dengan cukup memadai, dengan mempertimbangkan

    dampak visual bentuk kotanya; (2) penggunaan ganda terhadap fasilitas parkir yangada (misal: parkir perkantoran yang hanya dipakai siang hari dapat digunakan untuk

    parkir kegiatan perdagangan di malam hari); (3) "paket parkir", yaitu perusahaan

    yang mempunyai karyawan banyak perlu punya kawasan parkir tersendiri dekat atau

    jauh (remote) dari lokasi perusahaan (satu paket dengan pendirian perusahaannya);

    dan (4) parkir di pinggir kota atau pinggir pusat kota, yang dibangun pengembang

    dengan bantuan Pemerintah (dari lokasi tersebut disediakan angkutan murah ke pusat

    kota).

    Dalam hal penanganan sirkulasi, Shirvani (1985: 26) menawarkan tiga azas

    perancangan, yaitu:

    1) Ruang jalan perlu dijadikan sebagai "unsur ruang terbuka visual positif" dengan

    cara:

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    25/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 25

    a) menutupi dan membuat pengatasan lansekap terhadap tampilan yang "kurang

    sedap dipandang";

    b) memberi persyaratan tinggi dan sempadan bagi bangunan dekat jalan;

    c) membangun median jalan bertaman;

    d) meningkatkan kualitas lingkungan alam yang terlihat dari jalan.

    2) Jalan dapat memberi orientasi kepada para pengemudi kendaraan dan membuat

    lingkungan menjadi jelas, dengan cara:

    a) menyediakan palet lansekap untuk menegaskan batas lingkungan atau

    kawasan yang terlihat dari jalan;

    b) membuat perlengkapan jalan dan pencahayaan sehingga jalan terlihat jelas di

    siang maupun malam hari;

    c) mengkaitkan unsur jalan dengan obyek pandang penting (vistas) dan referensipenting (vistas) dan referensi visual (memudahkan untuk mengingat-ingat

    suatu tempat atau jalan) ke guna lahan terdekat atau landmark;

    d) membedakan tingkatan jalan dengan pembedaan sempadan, tampilan ruang

    jalan, dan sebagainya.

    3) Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan ini.

    Solusi lain terhadap isu sirkulasi dapat dilakukan dengan strategi manajemen

    lalulintas, serta penyebaran kegiatan antar kawasan di kota (desentralisasi kegiatan

    yang menimbulkan lalulintas banyak). Secara umum, kecenderungan penanganan

    lalu lintas perkotaan meliputi: (1) peningkatan mobilitas gerak di pusat perdagangan

    kota, (2) tidak mendorong penggunaan kendaraan pribadi, (3) mendorong pemakaian

    kendaraan umum, dan (4) peningkatan akses ke pusat perdagangan kota.

    5. Ruang Terbuka

    Pengertian

    Pengertian "ruang terbuka" (open space) bagi tiap orang mungkin berbeda-

    beda, tapi dalam hal ini, ruang terbuka meliputi: lansekap, hardscape (jalan, trotoar,

    dan sebagainya), taman, dan ruang rekreasi di kota. Unsur-unsur ruang terbuka

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    26/48

    26 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    mencakup: taman dan alun-alun, ruang hijau kota, perabot jalan/ruang kota, kios-

    kios, patung, jam kota, dan sebagainya.

    I su atau permasalahan utama

    Pada masa lalu, ruang terbuka tidak pernah dirancang tapi menjadi akibat

    setelah bangunan-bangunan berdiri. Dengan kata lain, ruang terbuka belum menjadi

    unsur terpadu dalam perancangan fisik.

    Solusi atau konsep perancangan

    Dalam perancangan kota, rua ng terbuka perlu menjadi unsur terpadu dalam

    perancangan bangunan (dipertimbangkan dalam proses perancangan bangunan).

    Untuk itu, Pemerintah kota perlu menyusun suatu pedoman rancangan hubungan

    bangunan-bangunan dengan ruang-ruang terbuka. Contoh: kota Dallas membuat

    "Natural Open Space Plan" (tahun 1978). Dalam kaitannya dengan hubungan

    bangunan dan ruang terbuka, Tankel (1963, dalam Shirvani, 1985: 31) menyatakan

    bahwa "nilai penting ruang terbuka bukan terletak pada kuantitasnya, tapi pada

    pengaturan ruang-ruang tersebut berkaitan dengan pembangunan (fisik)".

    6. Jalan Pedestrian

    Pengertian

    Pada masa lalu, perancangan pedestrian di kota jarang dilakukan. Ketika

    suatu mall dirancang dengan memperhatikan kenyamanan pejalan kaki, maka mall

    tersebut berhasil menarik banyak pengunjung. Jalan pedestrian (jalan pejalan kaki) di

    samping mempunyai unsur kenyamanan bagi pejalan kaki juga mempunyai andil

    bagi keberhasilan pertokoan dan vitalitas kehidupan ruang kota. Sistem pedestrian

    yang baik akan mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor di pusat kota,

    menambah pengunjung ke pusat kota, meningkatkan atau mempromosikan sistem

    skala manusia, menciptakan kegiatanan usaha yang lebih banyak, dan juga

    membantu meningkatkan kualitas udara.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    27/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 27

    I su dan permasalahan utama

    Isu utama perancangan jalan pedestrian menyangkut "keseimbangan"

    seberapa untuk pejalan kaki dan seberapa untuk kendaraan. Di samping itu,

    keselamatan pejalan kaki juga menjadi isu utama. Selain itu, di Indonesia, dan juga

    di beberapa negara berkembang lainnya (antara lain: Muangthai), jalan pedestrian

    sering berkaitan dengan masalah kakilima (pedagang sektor informal).

    Solusi atau konsep keruangan

    Bila ruang pejalan kaki lebih luas daripada yang diperlukan maka terasa

    "sepi", tapi bila kurang akan terasa "padat/sesak". Kepadatan ini seringkali baik

    karena kerumunan orang akan menarik perhatian orang lain untuk mendekat dan ikut

    bergabung. Di beberapa lokasi tertentumisal: di kawasan Malioboro,

    Yogyakartajalan pedestrian sengaja dibuat lebih lebar daripada kebutuhan pejalan

    kaki dengan alasan untuk juga mewadahi kegiatan pedagang sektor informal

    (kakilima).

    Kegiatan lain diperlukan untuk mendukung kehidupan jalan pedestrian,

    seperti: pertunjukan, penjual makanan, dan tempat janji bertemu (rendezvous points).

    Macam bangunan atau fasilitas (termasuk pula: perabotan jalan) sepanjang jalan

    pedestrian juga mempengaruhi hidup-matinya jalan pedestrian. Misal: bila hanya ada

    kantor dan bank maka jalan pedestrian sepi; maka perlu ada toko-toko kecil atau

    department store di sepanjang jalan pedestrian serta dilengkapi dengan bangku-

    bangku tempat duduk dan lampu-lampu taman.

    7. Pendukung Kegiatan

    Pengertian

    Pendukung kegiatan diartikan sebagai semua guna lahan dan kegiatan yang

    memperkuat ruang publik perkotaan. Bentuk, lokasi, dan karakteristik suatu kawasan

    akan menarik fungsi-fungsi guna lahan, dan kegiatan yang spesifik. Sebaliknya,

    suatu kegiatan cenderung memilih lokasi yang paling cocok untuk kegiatan tersebut.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    28/48

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    29/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 29

    (4) keharmonisan papan nama/reklame dengan arsitektur bangunan di dekatnya;

    perlu juga pengendalian ukuran tanda/papan yang mengganggu vistas kota;

    (5) pengendalian pemakaian lampu kedip untuk reklame (kecuali untuk tanda

    keselamatan lalulintas/tanda "hati-hati", atau untuk bioskop dan sebagainya.

    9. Preservasi

    Pengertian

    Preservasi atau perlindungan tidak hanya diberlakukan untuk bangunan

    bersejarah, tapi juga untuk bangunan dan tempat yang dianggap perlu dilestarikan.

    Preservasi biasanya juga mempertimbangkan faktor ekonomis dan kultural.

    I su atau permasalahan utama

    Preservasi sering dipandang sebagai penghambat pembangunan. Tapi

    beberapa kegiatan preservasi justru menciptakan kegiatan ikutan yang mendorong

    keberhasilan usaha dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).

    Solusi atau konsep perancangan

    Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain:

    (1) Preservasi bangunan dan kawasan perlu mampu mendorong peningkatan

    perekonomian daerah.

    (2) Pada masa kini, preservasi bergeser dari "pelarangan" menjadi "perlindungan".

    Peraturan tentang preservasi berbeda dari satu kota ke kota yang lain. Meskipun

    demikian, terdapat unsur-unsur yang sama, yaitu:

    1) standar penetapan obyek preservasi;

    2) pengkajian oleh tim atau dewan kajian arsitektur atau komisi preservasi;

    3) standar kajian untuk preservasi, demolisi (penghancuran), dan alterasi

    (pengubahan);

    4) prosedur perlindungan landmark.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    30/48

    30 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    Acuan

    Shirvani, Hamid. 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, NewYork: hal. 5-48 (Chapter 2 "Elements of Urban Physical Form").

    Daftar Bacaan yang Dianjurkan

    Barnett, Jonathan, 1982, An Introduction to Urban Design, Harper & Row, NewYork: hal 155-235 (Part Three: "The Elements oa a Design and

    Development Policy").

    Shirvani, Hamid. 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New

    York: hal 5-48 (Chapter 2 "Elements of Urban Physical Form").

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    31/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 31

    V PROSES PERANCANGAN

    KOTA & PRODUKNYA

    Topik-topik yang dibahas:

    (1) Macam proses perancangan kota(2) Macam produk perancangan kota

    1. Macam Proses Perancangan Kota

    Macam proses dalam perancangan kota dipengaruhi oleh macam proses, baik

    dalam perancangan arsitektural maupun dalam perencanaan kota. Seperti halnya

    dalam perancangan arsitektural, dalam perancangan kota juga dikenal proses

    perancangan yang didominasi oleh intuisi (disebut sebagai metode terinternalisasi)

    dan juga sebaliknya yang didominasi oleh analisis rasional (disebut sebagai metode

    sinoptis). Seperti juga dalam perencanaan kota, dalam perancangan kota dikenal juga

    beragam pendekatan yang kesemuanya dapat dikatakan berdasar pemikiran rasional,

    antara lain: komprehensif (sama dengan yang disebut di atas sebagai metode

    sinopsis), inkremental, pluralistik, dan advokasi. Tiap metode dibahas di bawah ini

    dan sebagian besar bersumber dari tulisan Hamid Shirvani (1985: 105-120).

    a) Metode Terinternal isasi (The Internal ized Method of Design)

    Metode terinternalisasi bersifat intuitif, subyektif, personal, kreatif, dan

    seringkali hampir irasional. Meskipun demikian, oleh arsitek yang cemerlang

    (berdasar pengalaman dan pengetahuannya), pendekatan intuitif ini dapat

    menghasilkan karya yang baik. Kadang, pendekatan ini disebut juga sebagai metode

    black box karena tidak jelas alasan dan prosesnya tapi tiba-tiba muncul suatu

    karya. Meski tidak jelas, bukan berarti presentasinya tidak mungkin dibuat

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    32/48

    32 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    sistematis. Banyak karya dari metode intuitif ini yang dipresentasikan secara

    sistematis (hanya tidak obyektif, karena merupakan hasil pemikiran satu orang,

    yaitu arsiteknya). Karena itu pula, pendekatan ini tidak populer dalam situasi yang

    demokratis, yang mensyaratkan keterbukaan dan partisipasi masyarakat luas.

    b) Metode Sinopsis (The Synoptic Method ) atau Komprehensif Rasional

    Metode sinopsis berakar dari pendekatan sistem, yang rasional, sehingga

    pendekatan ini juga dinamakan komprehensif rasional (komprehensif berarti

    menyeluruh). Proses dalam metode ini mirip dengan proses perencanaan kota

    komprehensif yang dibahas dalam bab tentang perencanaan kota (Bab III). Menurut

    Shirvani (1985: 111), proses perancangan kota berdasar metode sinopsis ini

    mengikuti alur sekuensial 7 langkah seperti terlihat pada Gambar V-1.

    1. Pengumpulan data, Survei kondisi yang ada (kondisi alam,

    terban un, dan sosio-ekonomi)

    2. Analisis data, Identifikasi semua peluang dan kendala

    3. Perumusan tujuan dan sasaran

    4. Pengembangan konsep-konsep alternatif

    5. Penjabaran tiap konsep ke solusi yang dapat dilaksanakan

    6. Evaluasi solusi-solusi alternatif

    7. Penerjemahan solusi-solusi ke produk berupa: Kebijakan(policies), Rencana (plan), Pedoman (guidelines), dan Program.

    Gambar V-1: Langkah-langkah dalam metode sinopsis untuk perancangan kota

    (sumber: Shirvani, 1985: 111, Fig. 5-3)

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    33/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 33

    c) Metode Inkr emental

    Metode inkremental dapat dilihat sebagai perincian dan pentahapan dari

    metode sinopsis. Dalam metode inkremental, kerangka rencana garis besar dibuat,

    kemudian untuk tiap tahap atau tiap masa disusun suatu rencana tahapan dengan

    rinci. Proses perancangannya bersifat siklis (putaran), dalam arti setelah satu tahap

    atau masa selesai, dilakukan suatu evaluasi dan berdasar hasil evaluasi tersebut

    disusun rencana tahap berikutnya dengan mengacu kerangka garis besar. Penggunaan

    metode ini memungkinkan penyesuaian tiap rencana tahapan dengan situasi dan

    kondisin yang dihadapi pada saat itu.

    d) Metode Pluralistik

    Plural artinya jamak, banyak. Pluralistik berarti sifat yang menyadari adanya

    perbedaan atau keragaman. Perancangan yang berdasar pada paradigma pluralistik

    dijalankan dengan mewadahi keragaman atau perbedaan yang ada dalam masyarakat.

    Perancang atau perencana menyadari bahwa pemikirannya belum tentu sama dengan

    pendapat masyarakat atau pengguna rancangannya. Proses perancangan pluralistik

    mewadahi sepenuhnya partisipasi masyarakat berdasar azas demokrasi. Meskipun

    demikian, kelemahan demokrasi terletak pada pengambilan keputusan yangberdasarkan kemauan mayoritas, sehingga ada kaum pinggiran, minoritas, miskin,

    tersingkir yang tertinggal atau tidak terwadahi pendapat dan kebutuhannya.

    e) Metode Advokasi

    Advokasi berarti pembelaan dan penerapannya pada perancangan kota

    berarti gerakan yang membela kaum yang tertindas, terpinggir, minoritas yang

    pendapat dan kebutuhannya tidak dapat terwadahi dalam metode pluralistik maupun

    metode komprehensif rasional dan lainnya. Contoh: gerakan perancangan kota

    membantu masyarakat sekitar Kali Code, Yogyakarta, dapat dikatakan sebagai

    penerapan metode advokasi (lihat Gambar V-2). Dalam hal ini, biasanya, perancang

    atau perencana hanya menjadi motivator dan fasilitator saja, sedangkan perancang

    atau perencana yang sesungguhnya adalah masyarakat sendiri.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    34/48

    34 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    2. Macam Produk Perancangan Kota

    Dari sisi perencanaan kota, perancangan kota merupakan upaya merancang

    kota, tanpa merancang bangunan, sehingga menurut Shirvani (1985: 141-156),

    produk perancangan kota terbatas pada empat macam bentuk, yaitu: (a) kebijakan

    (policies), (b) rencana (plan), (c) pedoman (guidelines), dan (d) program. Di sisi lain,

    dari pandangan arsitektur, perancangan kota dapat saja mencakup suatu lahan luas

    milik satu tangan (dalam arti satu pengambil keputusan)misal: perumahan massal,

    Gambar V-2:

    Hasil perancangan kawasanbergaya advokasi di

    kawasan Kali Code,Yogyakarta (sumber: Steele,

    1992: 140 dan 145)

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    35/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 35

    kampus perguruan tinggi, taman wisatayang padanya dapat dilakukan upaya

    perancangan kota. Dalam hal ini, produk yang dihasilkan tidak hanya empat macam

    bentuk di atas, tapi sampai dengan rancangan (design) kawasan.

    Dengan demikian, secara keseluruhan ada lima macam kemungkinan produk

    perancangan kota, seperti dibahas di bawah ini.

    a) Kebijakan (Policies)

    Kebijakan merupakan produk yang tidak langsung berkaitan dengan kualitas

    desain, tapi lebih berkaitan dengan peraturan tentang perancangan kawasan tertentu.

    Misal: peraturan tentang pembatasan guna lahan. Meskipun demikian, kebijakan

    tidak selalu berbentuk pembatasan, tapi sering juga berupa insentif bagi penanam

    investasi (dalam rangka pemasaran kawasan). Secara keseluruhan, kebijakanpengembangan kawasan merupakan kerangka tindakan (framework for action) dalam

    rangka penataan atau pengembangan suatu kawasan.

    b) Rencana (Plan)

    Rencana (plan) merupakan produk utama perancangan kota, dan tidak

    tergantung pada macam proses yang dipakai, selalu ada rencana yang harus

    dihasilkan. Perbedaannya hanyalah pada sifat rencana. Bila dipakai master planning,

    maka yang dihasilkan adalah end-state plan (artinya: seperti cetak-biru arsitektural,yaitu rencana masa depan yang pasti dan rinci). Bila dipakai perencanaan

    komprehensif, maka produk rencana mencakup tidak hanya fisik keruangan tapi juga

    hal-hal lain yang terkait (komrehensif artinya menyeluruh). Bila dipakai perencanaan

    strategis, maka yang dihasilkan hanya terbatas pada solusi terhadap isu-isu strategis

    saja (tidak komprehensif, karena mengingat keterbatasan sumberdaya yang ada).

    Di bawah ini diberikan contoh-contoh rencana (plan) yang diangkat dari

    pustaka:

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    36/48

    36 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    Gambar V-2: Contoh rencana (plan)Rencana GunaLahan (sumber: Urban Development Authority, Singapore:

    A Waterfront Town of the 21st Century, hal. 8)

    Gambar V-3: Contoh rencana (plan)Rencana PerumahanCampuran (sumber: Urban Development Authority,

    Singapore: A Waterfront Town of the 21st

    Century, hal. 13)

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    37/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 37

    c) Pedoman (Guidelines)

    Kebijakan dan rencana saja tidak cukup untuk menjalankan rancangan kota,terutama karena menyangkut banyak persil yang mengkait banyak pembuat

    keputusan. Dalam hal ini diperlukan pedoman (guidelines) yang harus dipatuhi oleh

    siapa pun yang membangun di tiap persil dalam kawasan yang terkena rancangan

    kota atau kawasan tersebut. Biasanya pedoman tersebutmeskipun diungkapkan

    dalam bahasa rancangan fisiktapi masih memberi kelonggaran tertentun bagi

    arsitek untuk mengembangkan kreasi pada bangunan yang dirancang untuk suatu

    persil dalam kawasan yang dirancang tersebut.

    Di bawah ini diberikan contoh-contoh pedoman perancangan (design

    guidelines):

    Gambar V-4:

    Usulan RencanaPengembangan (Proposeddevelopment Plan)Tamansari, Yogyakarta(sumber: Adishakti, 1988:

    88)

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    38/48

    38 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    d) Program

    Gambar V-5: Contohpedomanperancangan

    kawasan berkaitandenganski-line(sumber: Shirvani,

    1985: 147, Fig. 7-2)

    Gambar V-6:Pedoman volume maksimum

    bangunan (building envelope)untuk tiap bangunan

    sepanjang Sungai SanAntonio, Texas (sumber:

    Djunaedi, 1989: 5)

    Gambar V-7:Gambar aksonometrik, bilaPedoman volume maksimum

    bangunan (building envelope)diterapkan untuk semua

    bangunan sepanjang SungaiSan Antonio, Texas (sumber:

    Djunaedi, 1989: 5)

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    39/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 39

    Selain pedoman yang perlu dipatuhi semua pihak yang akan membangun

    dalam kawasan tersebut, juga diperlukan program kegiatan yang biasanya merupakan

    tugas atau kuajiban lembaga atau Pemerintah. Misal: program penataan kakilima,

    program penghijauan kawasan, program pembangunan perabot jalan, dan

    sebagainya. Pelaksanaan program ini terkait dengan siapa saja pelaku

    pembangunan kawasan yang dimaksud. Seringkali program dilaksanakan oleh

    investor sendirian atau didukung oleh partisipasi masyarakat.

    e) Rancangan

    Rancangan kawasan dibuat bilamana kawasan tersebut di bawah satu

    kepemilikan atau wewenang, sehingga terdapat kemudahan dalam pengambilan

    keputusan dalam perancangan bangunan dan unsur fisik lainnya. Misal: perancangantaman wisata, perancangan kampus perguruan tinggi.

    Di bawah ini ditampilkan beberapa contoh rancangan (design) kawasan atau

    bagian dari kawasan dalam kegiatan perancangan kota:

    Gambar V-8:

    Usulan rancangan akhir (finaldesign) pengembangan TamanSari, Yogyakarta (sumber:

    Adishakti, 1988: 89)

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    40/48

    40 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    Acuan

    Adishakti, Laretna T., 1988, Safeguarding and conserving Taman Sari, Yogyakarta,Indonesia, Masters Thesis, the University of Wisconsin-Milwaukee,Milwaukee.

    Djunaedi, Achmad, 1989, Generating Building Envelopes to Control Urban

    Development: A Lesson from San Antonio, Texas, makalahdipresentasikan dalam Pirusa 89 Seminar, di Universitas Indonesia, 5-8Juni 1989.

    Shirvani, Hamid. 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold, New

    York: hal. 105-120 dan 141-156 (Chapter 5 "Design method/process" &Chapter 7 Products).

    Steele, James (ed.), 1992, Architecture for A Changing World, The Aga Khan Awardfor Architecture, London.

    Urban Development Authority, Singapore (tanpa tahun): Punggol 21: A Waterfront

    Town of the 21st

    Century.

    Gambar V-9:

    Rancangan pengintegrasian stasiun LRT (Light Rail Transit) dengan stasiun MRT (Mass RapidTransit) di pusat kota (sumber: Urban Development Authority, Punggol 21: A Waterfront Town

    of the 21st

    Century, halaman 23)

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    41/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 41

    VI METODE-METODE

    PENGENDALIAN

    PEMANFAATAN RUANGKOTA

    Topik-topik yang dibahas:(1) Permasalahan pengendalian pemanfaatan ruang

    atau guna lahan kota

    (2) Belajar dari pengalaman pengendalianpemanfaatan ruang di Amerika

    1. Permasalahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang atau

    Guna Lahan Kota

    Rencana pemanfaatan ruang (rencana guna lahan), sebagai bagian dari

    rencana kota (RDTRK), menjadi alat pengendali pembangunan fisik kota (lewat

    perijinan lokasi dan ijin mendirikan bangunan). Peta rencana pemanfaatan ruang

    menunjukkan lokasi/zona/kawasan dengan guna lahan atau guna ruang tertentu.

    Dalam implementasinya, terdapat dua cara interpretasi rencana pemanfaatan

    ruang kota, yaitu:

    1) Cara "eksklusif", yaitu misal bila zona diperuntukkan untuk permukiman maka

    permohonan peruntukan yang lain untuk suatu lokasi di zona tersebut akan

    ditolak (usulan peruntukan yang berbeda dengan yang telah direncanakan tidak

    diperbolehkan sama sekali).

    2) Cara "dominasi", yaitu misal bila zona diperuntukkan untuk permukiman maka

    bila ada permohonan peruntukan lain maka akan dilihat apakah peruntukan lain

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    42/48

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    43/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 43

    berpengalaman dalam hal ini, dan digabung dengan landasan teori para akademisi,

    maka dapat dikembangkan model-model yang tepat.

    2. Belajar dari Pengalaman PengendalianPemanfaatan Ruang di Amerika

    Di Amerika Serikat, dipakai dua katagori tindakan untuk membentuk ruang

    kota, yaitu (menurut Levy, 1997: 113):

    1) Pembangunan prasarana dan fasilitas umum (public capital investment), antara

    lain: jaringan jalan, jaringan utilitas kota, sekolah, dan gedung pemerintahan.2) Pengendalian oleh Pemerintah terhadap penggunaan lahan oleh perorangan/

    swasta (land-use controls). Pengendalian ini umumnya dilakukan lewat perijinan

    dan pelarangan pembangunan fisik (penggunaan lahan). Terdapat dua katagori

    pengendalian ini, yaitu: (a) peraturan pengkaplingan lahan luas menjadi persil-

    persil (subdivision regulations), dan (b) peraturan pemintakatan (zoning

    ordinances) yaitu penetapan peruntukan guna lahan bagi persil-persil.

    a) Pembangunan prasarana dan fasilitas umum

    Investasi pembangunan prasarana atau fasilitas umum oleh Pemerintah akan

    mempengaruhi nilai tanah di sekitar pembangunan tersebut. Secara umum, faktor

    aksesibilitas (pencapaian) merupakan penentu terpenting perubahan nilai tanah, yang

    pada gilirannya nilai tanah akan menentukan intensitas penggunaan lahan. Nilai

    tanah yang tinggi akan memaksa pembangun/pengembang untuk menggunakan lahan

    lebih intensif (misal untuk bangunan berlantai banyak). Meskipun demikian, khusus

    untuk industri, aksesibilitas tidak terlalu berarti banyak. Sebaliknya, karena industri

    biasanya memerlukan lahan luas, maka dicari lahan dengan harga yang lebih murah

    (meskipun terletak di luar kota atau pinggiran kota).

    Pembangunan prasarana atau fasilitas umum di bagian kota yang belum

    berkembang (misal: di pinggiran) lebih banyak mendorong perubahan nilai lahan

    dibandingkan pembangunan serupa di bagian kota yang telah padat. Dalam

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    44/48

    44 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    pandangan dunia usaha, lahan yang nyaman untuk didatangi pembeli/ pelanggan

    merupakan lahan yang bernilai tinggi. Berdasar hal ini, lahan di pinggir jalan besar

    bernilai lebih, apalagi dekat dengan perempatan jalan. Hal lain yang perlu

    dipertimbangkan adalah fasilitas parkir, karena ini akan meningkatkan aksesibilitas.

    Berdasar bahasan di atas, pembangunan prasarana dan fasilitas umum dapat

    dipakai oleh Pemerintah sebagai alat pengendali pemanfaatan ruang kota. Rencana

    pembangunan prasarana dan fasilitas tersebut telah tertera dalam rencana kota,

    sehingga rencana kota diharapkan dapat berfungsi untuk mengarahkan tata ruang

    kota menuju keadaan yang diinginkan.

    b) Peraturan pengkaplingan lahan (subdivision regulations)

    Peraturan pengkaplingan ini telah mulai dipakai sejak awal abad ke 19.

    Pengkaplingan berarti membagi lahan kosong dengan luas tertentu menjadi kapling-

    kapling (persil-persil) untuk bangunan. Sebelum persil-persil boleh dijual,

    pengkaplingan harus mendapat persetujuan dari Pemerintah. Dalam hal ini,

    Pemerintah mengharuskan pengembang untuk membuat rancangan tapak yang

    memperlihatkan antara lain rencana jaringan jalan, rencana jaringan utilitas, garis

    sempadan, dan lokasi fasilitas umum. Bila Pemerintah telah menyetujui rancangan

    tersebut maka pengembang perlu membangun prasarana dan fasilitas yang

    direncanakan sejalan dengan penjualan persil-persil tersebut.

    Peraturan pengkaplingan ini dapat dipakai untuk menerapkan standar

    pembangunan fisik yang diinginkan masyarakat kota. Demikian juga, Pemerintah

    tidak harus mengeluarkan dana sendiri untuk melakukan pembangunan prasarana dan

    fasilitas umum untuk lingkungan baru. Tetapi, di lain pihak, peraturan pengkaplingan

    ini menyebabkan harga persil menjadi mahal.

    c) Peraturan pemintakatan (zoning ordinances)

    Alat pengendalian penggunaan lahan telah mulai diikembangkan di Amerika

    sejak akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20. Salah satu alat tersebut disebut sebagai

    zoning (pemintakatan). Sebenarnya pemintakatan pada mulanya dirancang sebagai

    alat kendali penghindaran gangguan antar persil yang berdekatan dan pelindung nilai

    lahan dari dampak kegiatan di lahan terdekatnya. Pemintakatan kemudian dipakai

    oleh para perencana kota sebagai alat implementasi rencana kota.

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    45/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 45

    Secara umum, menurut Levy (1997:117) peraturan pemintakatan terdiri dari

    dua bagian, yaitu:

    1) Peta yang membagi wilayah kota menjadi zona-zona (menurut katagori zona;

    misal: R1 untuk katagori permukiman tipe 1 lihat Gambar VI-1). Tiap

    katagori zona mempunyai peraturan tersendiri (artinya: semua zona R1 di bagian

    kota yang mana pun mempunyai seperangkat peraturan yang sama).

    C1

    R1

    C2

    C1

    R1

    R2

    R1

    Gambar VI-1: Contoh peta zoning

    (kanan: disederhanakan; sedangkan kiri:

    contoh nyata diambil dari buku

    Patterson, 1979)

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    46/48

    46 Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000)

    2) Teks peraturan untuk tiap katagori zona, yang umumnya meliputi:

    a) Persyaratan lay-out tapak (mencakup antara lain: luas persil minimal, lebar

    dan panjang persil minimum, sempadan (depan, samping, belakang), building

    coverage atau maksimum % tapak yang tertutup bangunan, jalan masuk ke

    persil, syarat perparkiran, dan papan nama).

    b) Persyaratan karakteristik bangunan (mencakup antara lain: tinggi

    maksimum, jumlah lantai maksimum, floor area ratio/FAR atau jumlah luas

    lantai berbanding dengan luas persil).

    c) Guna bangunan yang diijinkan (misal: R1 untuk permukiman satu lantai, R2

    permukiman bertingkat, C1 perdagangan eceran, C2 perdagangan grosir dan

    pergudangan). Dalam hal ini, syarat lain dapat ditambahkan, misal: dalam C2

    hanya boleh untuk gudang perdagangan dan gudang industri ringan).

    d) Prosedur perijinan (pengajuan, penilaian dan keputusan, naik banding, dan

    sebagainya).

    Zoning atau pemintakatan ini meskipun banyak dipakai juga banyak dikritik antara

    lain (menurut Petterson, 1979: 29-30) karena:

    1) sulit diterapkan pada daerah atau kawasan yang sudah terlanjur terbangun dengan

    cukup padat;

    2) zoning seringkali menyebabkan harga lahan naik dratis setelah ditetapkan

    menjadi katagori zona yang lebih menguntungkan untuk dunia usaha;

    3) sulit untuk menjembatani penggunaan saat ini dan rencana penggunaan lahan

    jangka panjang (rencana kota jangka panjang); zoning hanya dapat dikaitkan

    dengan tahap rencana yang terpendek/terdekat.

    Beberapa kelemahan yang ada pada pemintakatan mendorong munculnya

    alternatif-alternatif lain daripada pemintakatan (zoning), yaitu antara lain (menurut

    Levy, 1997:129-135).

    1. Pemintakatan bonus atau insentif (" bonus" or " incentive" zoning)

    Beberapa kota memberi bonus dengan memperingan persyaratan (misal:

    meninggikan kepadatan bangunan real-estate) kepada pengembang bila pengembang

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    47/48

    Bahan Kuliah Perancangan Kota IA. Djunaedi (2000) 47

    sanggup membangun sesuai keperluan kota meskipun merugikan pengembang

    (misal: membangun juga perumahan murah sederhana dalam kompleks perumahan

    mewah). Contoh lain: membangun plaza untuk umum di persil mall, maka

    pengembangan dapat bonus tambahan jumlah lantai di atas maksimum jumlah lantai

    yang diijinkan.

    2. Pengali han hak membangun (transfer of development right)

    Pengalihan hak membangun bermaksud memberi peluang bagi para

    pengembang untuk memindahkan atau menukarkan hak membangun dari lokasi yang

    tidak disukai ke lokasi lain yang lebih menarik atau karena alasan yang lain. Alasan

    lain termasuk misal: suatu persil yang kebetulan masuk zona dengan maksimum

    jumlah lantai 10, karena pada persil tersebut terdapat bangunan bersejarah satu lantai

    yang terkena peraturan pelestarian bangunan, maka pemilik tidak dapat

    menggunakan hak membanguan tambahan 9 lantai lainnya. Dalam hal ini, hak

    membangun 9 lantai tersebut dapat dipindahkan ke lokasi lain (dalam arti hak

    tersebut dapat diperjual-belikan). Permasalahannya: dalam batas mana lokasi lain

    pemindahan tersebut masih diijinkan? apakah di manapun asal masih di kota yang

    sama? atau hanya di blok yang sama? atau hanya di persil tetanggabb? teknik ini

    relatif baru dan memerlukan administrasi yang lebih rumit.

    3. Kawasan terpadu (planned unit development/PUD)

    Untuk persil yang luas (misal di atas 20 acre), pengembang boleh

    mengajukan permohonan untuk ijin kawasan terpadu, yaitu kawasan dengan guna

    bangunan campuran, meskipun tidak sesuai dengan zona yang telah ditetapkan.

    Kawasan terpadu diijinkan asal kawasan direncanakan secara terpadu dan memenuhi

    syarat (dievaluasi oleh Pemerintah Daerah). Contoh: bangunan mall perdagangan

    yang terpadu dengan perumahan dan perkantoran, meskipun zona aslinya adalah

    perdagangan.

    4. Permintakatan rumpun (cluster zoning)

    Pemintakatan rumpun bermaksud memberi keluwesan bagi perancang tapak

    dengan syarat yang saling menguntungkan antara perancang dengan Pemerintah.

    Misal: dalam zona perumahan yang minimal luas tiap persil 120 m2, perancang boleh

  • 7/28/2019 a01 Pkota1 Isi

    48/48