› xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › bab 2.pdf... bab i pendahuluan 1.1...

44
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Laporan Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan pada hakekatnya merupakan output/ keluaran dari suatu proses akuntansi yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang nantinya digunakan sebagai alat informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007:1) paragraph 07, dijelaskan bahwa: “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.” Dari penjelasan diatas ditekankan mengenai kelengkapan laporan keuangan yang biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Laporan Keuangan

2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan pada hakekatnya merupakan output/ keluaran dari suatu

proses akuntansi yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang

nantinya digunakan sebagai alat informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2007:1) paragraph 07,

dijelaskan bahwa:

“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.

Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba

rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam

berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana),

catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian

integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan

informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya,

informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan

pengaruh perubahan harga.”

Dari penjelasan diatas ditekankan mengenai kelengkapan laporan

keuangan yang biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan

posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai

laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi

penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.

Page 2: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Menurut Munawir (2002:2), menjelaskan pengertian laporan keuangan

adalah:

“Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang

dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan

atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan

dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.”

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa hasil akhir proses akuntansi

adalah laporan keuangan yang berisikan data keuangan atas aktivitas yang telah

dijalankan perusahaan pada suatu periode tertentu yang digunakan sebagai sarana

pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak diluar

perusahaan.

Menurut Sutrisno (2003:9), menjelaskan pengertian laporan keuangan

adalah:

“Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang

meliputi dua laporan utama yakni, Neraca dan Laporan Laba Rugi.”

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa proses akuntansi diakhiri dengan

adanya output berupa laporan keuangan. Laporan keuangan yang biasanya

menjadi perhatian utama yaitu neraca (sekarang bernama laporan perubahan posisi

keuangan) dan laporan laba rugi.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat dijelaskaan bahwa

laporan keuangan yang lengkap terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan

perubahan posisi keuangan, dan catatan atas laporan keuangan yang merupakan

bagian intergral dari laporan keuangan.

Page 3: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

2.1.1.2 Karakteristik Laporan Keuangan

Laporan keuangan memiliki karakteristik kualitatif yang membuat

informasi dalam laporan keuangan dapat berguna bagi pemakai. Berikut adalah

karakteristik tersebut menurut Harmono (2010:14) yaitu:

1. Dapat dipahami

Laporan keuangan harus memiliki karakteristik mudah dipahami. Mudah

dipahami maksudnya pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang

memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan

untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.

2. Relevan

Agar relevan, informasi akuntansi harus mampu membuat perbedaan

dalam sebuah keputusan. Jika tidak mempengaruhi keputusan, maka

informasi tersebut dikatakan tidak relevan terhadap keputusan yang

diambil. Terdapat dua unsur pokok dalam karakter relevan, yaitu:

a. Nilai prediktif (predictive value)

Informasi yang relevan akan membantu pemakai membuat prediksi

tentang hasil akhir dari kejadian masa lalu, masa kini, dan masa depan.

b. Nilai penegasan (confirmatory value)

Informasi yang relevan juga membantu pemakai mengkonfirmasi atau

mengoreksi ekspektasi atau harapan masa lalu.

3. Materialitas

Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya. Dalam

beberapa kasus, hakikat informasi saja sudah cukup untuk menentukan

Page 4: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

relevansinya. Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk

mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat

memengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar

laporan keuangan.

4. Keandalan

Agar bermanfaat, informasi harus andal (reliable). Informasi memiliki

kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan

material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus

dan jujur (faithful representation) mencerminkan yang seharusnya

disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Informasi

mungkin relevan, tetapi hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan

maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan.

5. Penyajian jujur

Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur

transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan atau yang secara

wajar dapat diharapkan untuk disajikan. Informasi keuangan pada

umumnya tidak luput dari risiko penyajian yang dianggap kurang jujur

dari apa yang seharusnya digambarkan.

6. Substansi mengungguli bentuk

Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta

peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu

dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan

bukan hanya bentuk hukumnya.

Page 5: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

7. Netralitas

Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak

bergantung kepada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh

ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa

pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai

kepentingan yang berlawanan.

8. Pertimbangan sehat

Penyusun laporan keuangan ada kalanya menghadapi ketidakpastian

peristiwa dan keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang

diragukan, perkiraan masa manfaat pabrik dan peralatan, serta tuntutan

atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Pertimbangan sehat

mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan perkiraan dalam

kondisi ketidakpastian sehingga aktiva atau penghasilan tidak dinyatakan

terlalu tinggi dan kewajiban atau beban tidak dinyatakan terlalu rendah.

9. Kelengkapan

Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap

dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak

mengungkapkan (omission) mengakibatkan informasi menjadi tidak benar

atau menyesatkan sehingga tidak dapat diandalkan dan tidak sempurna

ditinjau dari relevansi.

10. Dapat dibandingkan

Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan perusahaan

antarperiode untuk mengidentifikasi kecenderungan (tren) posisi dan

Page 6: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat membandingkan laporan

keuangan antarperusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja,

serta perubahan posisi keuangan secara relatif.

11. Tepat waktu

Jika terdapat penundaan yang tidak semstinya dalam pelaporan, maka

informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Manajemen

mungkin perlu menyeimbangkan manfaat relatif antara pelaporan tepat

waktu dan ketentuan informasi andal.

12. Keseimbangan antara biaya dan manfaat

Keseimbangan antara biaya dan manfaat lebih merupakan kendala yang

pervasif dibanding karakteristik kualitatif. Manfaat yang dihasilkan

informasi seharusnya melebihi biaya penyusunannya. Manfaat mungkin

juga dinikmati oleh pemakai lain, di samping mereka yang menjadi tujuan

informasi.

13. Keseimbangan di antara karakteristik kualitatif

Dalam praktik, keseimbangan atau trade-off di antara berbagai

karakteristik kualitatif sering diperlukan. Pada umumnya, tujuannya untuk

mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai karakteristik

untuk memenuhi tujuan pelaporan keuangan. Kepentingan relatif dari

berbagai karakteristik dalam berbagai kasus yang berbeda merupakan

masalah pertimbangan profesional.

Page 7: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

14. Penyajian wajar

Laporan keuangan sering dianggap menggambarkan pandangan yang

wajar ditinjau dari cara menyajikan dengan wajar, posisi keuangan,

kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan.

2.1.1.3 Komponen Laporan Keuangan

Setelah adanya konvergensi IFRS di Indonesia, terjadi perubahan

komponen laporan keuangan. Berikut adalah perubahan komponen laporan

keuangan yang lengkap.

Tabel 2.1

Perubahan Komponen Laporan Keuangan

Menurut PSAK lama Menurut PSAK baru setelah konvergensi

1. Neraca

2. Laporan Laba Rugi

3. Laporan Perubahan Ekuitas

4. Laporan Arus Kas

5. Catatan atas Laporan Keuangan

1. Laporan Posisi Keuangan

2. Laporan Laba Rugi Komprehensif

3. Laporan Perubahan Ekuitas

4. Laporan Arus kas

5. Catatan atas Laporan Keuangan

6. Laporan Posisi Keuangan Awal

Periode

2.1.1.4 Pemakai Laporan Keuangan

Laporan keuangan mempunyai arti penting bagi pihak-pihak yang

membutuhkan informasi dari laporan keuangan tersebut. Menurut Standar

Akuntansi Keuangan (2004:2) paragraph 09, pemakai laporan keuangan adalah

sebagai berikut:

a. Investor

Penanam modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan

risiko yang melekat serta pengembangan dari investasi yang mereka

Page 8: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan

apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut serta

tertarik pada informasi yang memungkinkan penilaian terhadap

kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.

b. Karyawan

Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada

informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga

tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun,

dan kesempatan kerja.

c. Pemberi pinjaman

Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta

bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

d. Pemasok dan kreditor usaha lainnya

Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang

akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada

perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek dibanding pemberi

pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada

kelangsungan hidup perusahaan.

Page 9: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

e. Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan

hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka

panjang dengan, atau tergantung pada perusahaan.

f. Pemerintah

Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya

berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan

dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan informasi untuk

mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai

dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.

g. Masyarakat

Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara.

Misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada

perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang diperkerjakan dan

perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat

membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan

(trend) dan perkembangan terakhir mengenai kemakmuran serta rangkaian

aktivitasnya.

Page 10: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

2.1.2 Auditing

2.1.2.1 Pengertian Auditing

Pengertian audit menurut Arens et al. (2012:4) adalah sebagai berikut:

“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about

information to determine and report on the degree of correspondence

between the information and established criteria. Auditing should be done

by a competent, idependent person”.

Berdasarkan definisi tersebut, dijelaskan bahwa auditing adalah

pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan

melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah

ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

Pengertian auditing menurut Sukrisno Agoes (2012:4) adalah sebagai

berikut:

“Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan

sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang

telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan

bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan

pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan.”

Dari penjelasan diatas menjelaskan bahwa audit harus dilakukan oleh

orang yang kompeten dan independen. Dalam melakukan audit, auditor harus

memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus

kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan

untuk mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti-bukti tersebut.

Auditor juga harus memiliki sikap mental independen dalam mengevaluasi objek

yang diaudit.

Page 11: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Hasil akhir dari audit yaitu laporan audit yang berisi informasi tentang

kesesuaian antara informasi yang diuji dengan kriterianya atau ketidaksesuaian

dengan menunjukkan fakta atas ketidaksesuaian tersebut.

2.1.2.2 Audit Laporan Keuangan

Pengertian audit laporan keuangan menurut Arens et.al (2012:15) adalah

sebagai berikut:

“A financial statement audit is conducted to determine whether the overall

financial statements (the information being verified) are stated in

accordance with specific criteria.”

“The objective of the ordinary audit of financial statements by the

independent auditor is the expression of an opinion on the fairness with

wich they present fairly, in all material respects, financial position, result

of operations, and it’s cash flow in conformity with generally aceepted

accounting principles.”

Berdasarkan definisi diatas dijelaskan bahwa audit atas laporan keuangan

adalah pemeriksaan terhadap laporan keuangan untuk menetapkan apakah

keseluruhan laporan keuangan yang setelah dilakukan verifikasi informasi yang

dapat dihitung telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah

ditetapkan untuk memberikan suatu pendapat atas kewajaran suatu laporan

keuangan. Laporan keuangan yang diperiksa, biasanya terdiri dari neraca, laporan

laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan

keuangan.

Page 12: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

2.1.2.3 Proses Audit Laporan Keuangan

Menurut Arens et al. (2012:395), proses audit dijelaskan sebagai berikut:

“Phases of the audit process-the four aspects of a complete audit: (1) Plan

and design an audit approach, (2) perform tests of control and substantive

test of transaction, (3) perform analytical procedures and test of details of

balance, and (4) complete the audit and issue the audit report.”

Sedangkan menurut Boynton et al. (2002:191) menentukan fase-fase audit

laporan keuangan sebagai berikut:

1) Accepting the audit engagement

2) Planning the audit

3) Performing audit test

4) Reporting the findings

Page 13: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

25

Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat diuraikan setiap fase dalam

melakukan audit laporan keuangan sebagai berikut:

1) Fase I: Perencanaan dan perancangan pendekatan audit (plan and design audit

approach)

Terdiri dari proses penerimaan klien dan persiapan perencanaan awal,

pemahaman bisnis dan industri klien, menilai risiko bisnis klien, menyiapkan

prosedur awal, menentukan tingkat materialitas dan menilai resiko audit yang

dapat diterima, memahami pengendalian internal dan menaksir pengendalian

risiko laba, mengembangkan perencanaan audit secara umum dan program

audit.

2) Fase II: Melakukan tes atas pengendalian dan tes atas transaksi (perform test

of control and substantive test of transaction)

Tujuan dalam tahap ini adalah untuk:

1. Mendapatkan bahan bukti yang mendukung kebijakan dan prosedur

pengendalian spesifik yang berperan terhadap tingkat risiko pengendalian

yang ditetapkan.

2. Memperoleh bahan bukti yang mendukung kebenaran transaksi.

3) Fase III: Melakukan prosedur analisa lebih rinci dan tes terinci atas saldo

(perform analytical procedures and test detail of balance)

Tahap ini adalah untuk memperoleh bahan bukti tambahan yang cukup untuk

menentukan apakah saldo akhir dan catatan laporan keuangan dengan wajar.

4) Fase IV: Penyelesaian audit dan penerbitan laporan keuangan (complete the

audit and issue an audit report)

Page 14: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Tahap ini terdiri dari proses mereview kewajiban yang bersyarat, kejadian

setelah tanggal neraca, mengakumulasikan bukti-bukti terakhir, evaluasi hasil

dan menerbitkan laporan audit (memberikan pendapat) serta berkomunikasi

dengan komite audit dan manajemen perusahaan.

2.1.2.4 Pengertian Kantor Akuntan Publik

Dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik SPAP (2001:20000.1)

disebutkan bahwa:

“KAP adalah suatu bentuk organisasi akuntan publik yang memperoleh

izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang berusaha di

bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akutan publik.”

Dengan kata lain KAP merupakan tempat penyediaan berbagai jasa oleh

profesi akuntan publik bagi masyarakat.

2.1.2.5 Tinjauan Profesi Akuntan Publik

Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang

disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Tumbuh dan berkembangnya

profesi akuntan publik di suatu negara sejalan dengan berkembangnya perusahaan

dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut (Mulyadi,

2002:2).

Menurut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik SPAP

(2001:20000.2) menyatakan:

Page 15: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

“Akuntan publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri

Keuangan atau pejabat yang berwenang lainnya untuk menjalankan

praktik akuntan publik.”

Akuntan publik merupakan pihak ketiga yang independen untuk menilai

keandalan laporan keuangan yang disajikan manajemen untuk para pemakai.

Pihak-pihak di luar perusahaan memerlukan informasi mengenai perusahaan

untuk pengambilan keputusan tentang hubungan mereka dengan perusahaan.

2.1.2.6 Jenis-jenis Auditor

Menurut Islahuzzaman (2012:47), auditor adalah orang yang melakukan

pemeriksaan terhadap kliennya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan surat

penugasan/ perikatan/ perjanjian pemeriksaan. Dalam audit, pihak yang

melakukan atau memberikan jasa audit adalah auditor dari Kantor Akuntan Publik

(KAP).

Menurut Mulyadi (2002:28), terdapat tiga jenis auditor yang paling umum

dikenal yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern.

a. Auditor Independen

Auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum,

terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh

kliennya. Audit tersebut terutama ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan

para pemakai informasi keuangan seperti: kreditur, investor, calon

kreditur, calon investor, dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak).

b. Auditor Pemerintah

Page 16: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas

pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang

disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau

pertanggungjawaban keuangan yang ditunjukkan kepada pemerintah.

Namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang

bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan

Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), serta instansi pajak. BPKP adalah

instansi pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden

Republik Indonesia dalam bidang pengawasan keuangan dan

pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Sedangkan BPK adalah

lembaga tertinggi negara yang tugasnya melakukan audit atas

pertanggungjawaban keuangan Presiden RI dan aparat dibawahnya kepada

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

c. Auditor Intern

Auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun

perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah

kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah

dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan

organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan

organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh

berbagai bagian organisasi.

Page 17: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

2.1.2.7 Jenis Opini Auditor

Opini audit merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor tentang

kewajaran penyajian laporan keuangan/ lembaga perusahaan tempat auditor

melakukan audit (Sukrisno Agoes, 2012:74). Salah satu hal yang terpenting yang

dapat memengaruhi kualitas dari laporan keuangan adalah pernyataan atau suatu

pendapat auditor mengenai simpulan dari sisi laporan keuangan dimana pendapat

tersebut menggambarkan keadaan dan hasil-hasil yang diperoleh selama

pelaksanan audit berlangsung.

Menurut Sukrisno Agoes (2012:75), ada lima jenis pendapat auditor yaitu:

1. Unqualified Opinion (pendapat wajar tanpa pengecualian)

Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara

wajar, dalam semua hal material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan

ekuitas, dan arus kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum di Indonesia.

Pendapat ini diberlakukan bila dalam kondisi-kondisi berikut ini:

1) Seluruh laporan keuangan telah lengkap.

2) Semua aspek dalam ketiga standar umum SPAP telah dipatuhi dalam

penugasan aspek tersebut.

3) Bukti audit yang cukup memadai telah terkumpul dan auditor telah

melaksanakan penugasan audit ini dengan sedemikian rupa sehingga

membuatnya mampu menyimpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan

lapangan telah dipenuhi.

Page 18: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

4) Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku.

5) Tidak terdapat situasi yang membuat auditor merasa perlu untuk

menambahkan sebuah paragraph penjelasan atau memodifikasi kalimat

dalam laporan audit.

2. Unqualified with Explanatory Paragraph or Modified Wording (pendapat

wajar tanpa pengecualian dengan bahasa yang ditambahkan dalam laporan

audit bentuk baku)

Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaaan tertentu yang

mengharuskan auditor menambahkan paragraph penjelasan (atau bahasa

penjelasan lain) dalam laporan audit meskipun tidak mempengaruhi pendapat

wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor.

3. Qualified Opinion (pendapat wajar dengan pengecualian)

Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara

wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan

ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di

Indonesia kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan yang dikecualikan.

4. Adverse Opinion (pendapat tidak wajar)

Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan

secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.

5. Disclaimer of Opinion (pernyataan tidak memberikan pendapat)

Page 19: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Kewajiban untuk menolak memberikan pendapat timbul jika terdapat

pembatasan lingkup audit atau terdapat hubungan yang tidak independen

menurut Kode Etik Profesional antara auditor dengan kliennya.

2.1.2.8 Jenis Audit

Pengauditan dapat dibagi dalam beberapa jenis. Pembagian ini

dimaksudkan untuk menentukan tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan

adanya pengauditan tersebut.

Menurut Mulyadi (2002:30), jenis-jenis audit terdiri dari:

1. Audit laporan keuangan (financial audit statement), audit yang dilakukan

oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh

kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan

keuangan tersebut.

2. Audit kepatuhan (compliance audit), audit yang tujuannya untuk

menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan

tertentu.

3. Audit operasional (operational audit), review secara sistematik kegiatan

organisasi, atau bagian dari padanya, dalam hubungannya dengan tujuan

tertentu.

2.1.2.9 Standar Auditing

Page 20: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Menurut Islahuzzaman (2012:433), standar auditing merupakan pedoman

audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri dari sepuluh standar

dan dirinci dalam bentuk standar auditing (SA).

Sedangkan Arens et al. (2012:42) menyatakan bahwa:

“Auditing Standards are general guidelines to aid auditors in fulfilling

their professional responsibilities in the audit of historical financial

statements”.

Standar auditing berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja

auditor independen dan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan audit

dan penyusunan laporan audit. Standar auditing yang telah ditetapkan dan

disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI, 2011:150.1-150.2) adalah

sebagai berikut:

1) Standar umum

a) Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagia auditor.

b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

c) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2) Standar Pekerjaan Lapangan

a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten

harus disupervisi dengan semestinya.

Page 21: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

b) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk

merencankan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang

akan dilakukan.

c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar

memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

3) Standar Pelaporan

a) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun

sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,

ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan

laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip

akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

c) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai

laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan

demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak

dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama

auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus

memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang

dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh

auditor.

Page 22: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

2.1.3 Materialitas

2.1.3.1 Pengertian Materialitas

Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar

pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas

mempunyai pengaruh yang mencangkup semua aspek audit dalam audit atas

laporan keuangan (Mulyadi, 2002:157).

Konsep materialitas merupakan faktor yang penting dalam

mempertimbangkan jenis laporan yang tepat untuk diterbitkan dalam keadaan

tertentu. Pengertian materialitas menurut Arens, et al. (2012:270) adalah sebagai

berikut:

“The magnitude of an omission or misstatement of a accounting

information that, in the light of surrounding circumstances, makes it

probable that the judgement of a reasonable person relying on the

information would have been changed or influenced by the omission or

misstatement. “

Pengertian materialitas menurut SPAP SA seksi 312:

“Materialitas merupakan besarnya informasi akuntansi yang apabila

terjadi penghilangan atau salah saji dilihat dari keadaan yang

melingkupinya, dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang

yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut.”

Sedangkan pengertian materialitas menurut Mulyadi (2002:158) adalah

sebagai berikut:

“Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji

informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat

mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan

orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena

adanya penghilangan atau salah saji itu.”

Page 23: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Dari penjelasan-penjelasan diatas menjelaskan bahwa materialitas

merupakan besarnya penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang dengan

memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan seseorang yang

bijaksana yang mengandalkan informasi tersebut mungkin akan berubah atau

terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji.

2.1.3.2 Pertimbangan Materialitas

Menurut Sukrisno Agoes (2012:149), pertimbangan auditor mengenai

materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi

auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan

meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan. Pertimbangan mengenai

materialitas yang digunakan oleh auditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya

dan mencangkup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Pertimbangan kuantitatif

berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan

keuangan. Sedangkan pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah

saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif

material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut (Mulyadi,

2002:159).

Menurut Mulyadi (2002:159) menerangkan ada empat indikator dalam

menentukan pertimbangan tingkat materialitas, yaitu:

(1) Pertimbangan awal materialitas,

(2) Materialitas pada tingkat laporan keuangan,

(3) Materialitas pada tingkat rekening,

Page 24: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

(4) Alokasi materialitas laporan keuangan ke rekening.

Keempat hal di atas menjadi indikator dari variabel pertimbangan tingkat

materialitas.

Pertimbangan awal materialitas dapat didasarkan atas data laporan

keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan tersebut dapat

didasarkan atas hasil keuangan yang lalu satu tahun atau lebih yang telah lalu,

yang disesuaikan dengan perubahan terkini seperti keadaan ekonomi atau trend

industry (Mulyadi, 2002:161).

Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang dapat

diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah

saji tersebut. Dari definisi diatas konsep materialitas dapat digunakan tiga

tingkatan dalam mempertimbangkan jenis laporan yang harus dibuat antara lain:

1) Jumlah yang tidak material

Jika terdapat salah saji dalam laporan keuangan tetapi cenderung tidak

mempengaruhi keputusan pemakai laporan, salah saji tersebut dianggap tidak

material.

2) Jumlahnya material, tetapi tidak mengganggu laporan keuangan secara

keseluruhan

Tingkat materialitas ini terjadi jika salah saji didalam laporan keuangan dapat

mempengaruhi keputusan pemakai, tetapi secara keseluruhan laporan

keuangan tersebut tersaji dengan benar sehingga tetap berguna.

3) Jumlahnya sangat material atau pengaruhnya sangat meluas sehingga

kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan diragukan

Page 25: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Tingkat tertinggi jika terjadi para pemakai dapat membuat keputusan yang

salah jika mereka mengandalakan laporan keuangan secara keseluruhan.

Dengan adanya penetapan materialitas yaitu untuk membantu auditor

merencanakan mengumpulkan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan

jumlah yang rendah, lebih banyak bukti yang dikumpulkan dari pada jumlah yang

tinggi tetapi sedikit mengumpulkan bukti.

Didalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan

berikut ini:

Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah yang disajikan dalam

laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas,

digolongkan dan dikompilasi.

Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti

audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan

pendapat atas laporan keuangan klien.

Auditor dapat memberikan keyakinan dalam bentuk pendapat bahwa

laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak

terdapat salah saji material karena kekeliruan dan ketidakberesan

(Mulyadi, 2002:158).

2.1.3.3 Langkah-langkah dalam menetapkan Materialitas

2.1.3.3.1 Pertimbangan Awal tentang Materialitas

Menurut Mulyadi (2002:159), dalam melakukan perencanaan auditnya,

auditor harus melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas.

Penentuan materialitas ini seringkali disebut dengan materialitas perencanaan,

Page 26: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan

kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena:

Keadaan yang melingkupi berubah

Informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya

audit.

Contohnya, klien mungkin dapat memperoleh sumber pembelanjaan untuk

melanjutkan usahanya, yang pada saat audit direncanakan, auditor meragukan

kemampuan klien dalam mempertahankan kelangsungan hidup usaha klien.

Kemudian, audit yang telah dilaksanakan dapat memastikan bahwa karena sumber

pembelanjan tersebut, solvabilitas klien dalam periode yang diaudit telah

mengalami peningkatan secara signifikan. Dalam keadaan ini, tingkat materialitas

yang digunakan oleh auditor dalam mengevaluasi temuan audit dapat lebih tinggi

dibandingkan dengan materialitas perencanaan.

Suatu pertimbangan materialitas mencangkup pertimbangan kuantitatif

dan kualitatif. Contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh

auditor dalam mempertimbangkan materialitas.

a. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:

1. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan;

2. Total aktiva dalam neraca;

3. Total aktiva lancar dalam neraca;

4. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca.

b. Faktor kualitatif seperti:

1. Kemungkinan tejadinya pembayaran yang melanggar hukum;

Page 27: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

2. Kemungkinan terjadinya kecurangan;

3. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank

yang mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio

keuangan pada tingkat minimum tertentu;

4. Adanya gangguan dalam trend laba;

5. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.

Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas

pada dua tingkat berikut ini:

1. Tingkat laporan keuangan, karena pendapatan auditor atas kewajaran

mencangkup laporan keuangan sebagai keseluruhan.

2. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam

mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.

2.1.3.3.2 Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan

Menurut Mulyadi (2002:160), auditor menggunakan dua cara dalam

menerapkan materialitas:

1. Auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit.

2. Pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit.

Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas

karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan

yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang

diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Sebagai contoh, jika

auditor memandang Rp 10 juta adalah material untuk laporan keuangan, maka

Page 28: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

auditor harus mengkonsumsi waktu dan usaha untuk mengumpulkan bukti audit

mengenai akun-akun secara individual. Jika batas materialitas diturunkan menjadi

Rp 4 juta, auditor harus menambah waktu dan usaha yang diperlukan untuk

mengumpulan bukti audit. Alasan yang mendasari adalah lebih sulit mencari

kekeliruan kecil daripada mencari kekeliruan besar.

Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut

berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara

gabungan, sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar

laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru

prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau

penghilangan informasi yang diperlukan.

Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih

dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan.

Kenyataannya, setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu tingkat

materialitas. Untuk laporan laba-rugi, materialitas dapat dihubungkan dengan

total pendapatan, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, atau laba bersih

setelah pajak. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva

lancar, modal kerja, atau modal saham.

Dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas, mula-mula

auditor menentukan tingkat materialitas gabungan untuk setiap laporan keuangan.

Untuk tujuan perencanaan audit, auditor harus menggunakan tingkat salah saji

Page 29: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

gabungan yang terkecil yang dianggap material terhadap salah satu laporan

keuangan. Dasar pengambilan keputusan ini semestinya digunakan karena:

1. Laporan keuangan adalah saling berhubungan satu dengan lainnya.

2. Banyak prosedur audit berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan.

Pertimbangan awal auditor tentang materialitas sering kali dibuat enam

sampai dengan sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu,

pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas data laporan keuangan yang dbuat

tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas hasil

keuangan satu tahun atau lebih yang telah lalu, yang disesuaikan dengan

perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi umum dan trend industri.

Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh

Ikatan Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas. Berikut ini

diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik:

a) Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika

terdapat salah saji 5% sampai 10% dari laba sebelum pajak.

b) Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika

terdapat salah saji ½% sampai 1% dari total aktiva.

c) Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika

terdapat salah saji 1% dari pasiva.

d) Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika

terdapat salah saji ½% sampai1% dari pendapatan bruto.

2.1.3.3.3 Materialitas pada Tingkat Saldo Akun

Page 30: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Meskipun auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara

keseluruhan, namun ia harus melakukan audit terhadap akun-akun secara

individual dalam mengumpulkan bukti audit yang dipakai sebagai dasar untuk

menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan audit. Oleh karena itu, taksiran

materialitas yang dibuat pada tahap perencanaan audit harus dibagi ke akun-akun

laporan keuangan secara individual yang akan diperiksa. Bagian materialitas yang

dialokasikan ke akun-akun secara individual ini dikenal dengan sebutan salah saji

yang dapat diterima (tolerable misstatement) untuk akun tertentu.

Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang

mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material.

Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampur adukkan

dengan istilah saldo akun material.

Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan

konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi

keputusan pemakai informasi keuangan. Saldo suatu akun yang tercatat umumnya

mencerminkan batas atas lebih saji (overstatement) dalam akun tersebut. Oleh

karena itu, akun dengan saldo yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan

materialitas seringkali disebut sebagai tidak material mengenai risiko salah saji.

Namun, tidak ada batas jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan saldo tercatat

yang sangat kecil. Oleh karena itu, harus disadari oleh auditor, bahwa akun

kelihatannya bersaldo tidak material, dapat berisi kurang saji (understatement)

yang melampaui materialitasnya.

Page 31: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor

harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan

materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk

merencanakan audit guna mendeteksi salah saji kemungkinan tidak material

secara individual, namun, jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun

yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.

2.1.3.3.4 Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun

Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan

dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat

diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara

individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun

akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba-rugi juga

mempengaruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit, banyak auditor yang

melakukan alokasi atas dasar akun neraca.

Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan

terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan

untuk memverifkasi akun tersebut. Contohnya, salah saji (overstatement)

kemungkinan lebih besar terdapat dalam sediaan dibandingkan dengan aktiva

tetap, dan umumnya biaya untuk mengaudit sediaan lebih mahal dibandingkan

dengan biaya untuk mengaudit aktiva tetap.

Page 32: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

2.1.4 Profesionalisme Auditor

2.1.4.1 Pengertian Profesionalisme

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:897):

“Profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang

merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.”

Bidang akuntansi telah melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk

mendapatkan label “profesi”. Badan yang menyusun standar, proses pengujian

dan lisensi, asosiasi profesional, dan kode etik merupakan bukti adanya struktur

profesional untuk akuntansi dan akuntan. Sikap Profesional tercermin pada

pelaksanaan kualitas yang merupakan karakteristik atau tanda suatu profesi atau

seorang profesional.

Sebagai profesional, seseorang mempunyai kewajiban untuk memenuhi

aturan perilaku yang spesifik, yang menggambarkan suatu sikap atau hal-hal yang

ideal. Kewajiban tersebut berupa tanggung jawab bersifat fundamental bagi

profesi untuk memantapkan jasa yang ditawarkan. Seseorang yang profesional

mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena diasumsikan bahwa seorang

profesional memiliki kepintaran, pengetahuan, dan pengalaman untuk memahami

dampak aktifitas yang dilakukan (Iriyadi dan Vannyawati, 2011:1).

Sikap dan tindakan profesional merupakan tuntutan diberbagai bidang

profesi, tidak terkecuali profesi sebagai auditor. Auditor yang profesional dalam

melakukan pemeriksaan diharapkan akan menghasilkan audit yang memenuhi

standar yang ditetapkan oleh organisasi. Profesional yang harus ditanamkan

Page 33: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

kepada auditor dalam menjalankan fungsinya antara lain dapat melalui pendidikan

dan latihan penjenjangan, seminar, serta pelatihan yang bersifat kontinyu.

Alasan utama mengharapkan tingkat perilaku profesional yang tinggi oleh

setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa yang

diberikan oleh profesi, tanpa memandang individu yang menyediakan jasa

tersebut. Bagi akuntan publik, kepercayaan klien dan pemakai laporan keuangan

eksternal atas kualitas audit dan jasa sangatlah penting. Jika para pemakai jasa

tidak memiliki kepercayaan kepada para dokter, hakim, atau akuntan publik, maka

kemampuan para profesional itu untuk melayani klien serta masyarakat secara

efektif akan hilang.

Konsep profesionalisme auditor yang modern dalam melakukan suatu

pekerjaan berkaitan dengan dua aspek yaitu aspek struktural dan sikap. Aspek

struktural yang karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan sekolah

pelatihan pelatihan, pembentukan asosiasi profesional, dan pembentukan kode

etik. Sedangkan aspek sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme.

Selanjutnya aspek-aspek tersebut dikembangkan dalam skala sikap untuk

mengukur tingkat profesional antara praktisioner pada beberapa profesi yaitu

dokter, jururawat, akuntan, guru, pengacara, pekerja sosial, pialang dan masinis.

Ada beberapa prinsip etika profesi sesuai dengan Aturan Etika

Kompartemen Akuntan Publik (SPAP:2001) yang harus dimiliki oleh seorang

yang profesional untuk menunjang sikap profesionalismenya, yaitu:

1. Prinsip tanggung jawab profesi;

2. Prinsip kepentingan umum (publik);

Page 34: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

3. Prinsip integritas;

4. Prinsip objektivitas;

5. Prinsip kompetensi dan kehati-hatian profesional;

6. Prinsip kerahasiaan;

7. Prinsip perilaku profesional;

8. Prinsip standar teknis.

Menurut Boyton. et al (2001:84):

“Profesional ethics must extend beyond moral principles. They include

standard of behavior for a professional person that are designed for both

practical and idealistic purposes.”

Dari penjelasan di atas dijelaskan bahwa etika profesional itu harus

melampaui prinsip moral. Karena itu merupakan standar perilaku bagi seseorang

profesional.

Elemen-elemen profesionalisme yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

profesionalisme pada auditor internal. Sebelumnya, elemen-elemen ini telah

digunakan oleh beberapa peneliti terdahulu. Richard Ha. Hall (1968) selanjutnya

merumuskan lima elemen profesional yaitu: (1) pengabdian pada profesi; (2)

kewajiban sosial; (3) kemandirian; (4) keyakinan pada profesi; dan (5) hubungan

dengan sesama profesi.

Di dalam penelitian ini konsep profesionalisme yang digunakan adalah

konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka

yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka.

2.1.4.2 Dimensi Profesionalisme

Page 35: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Hall Richard (1968:93) mengembangkan profesionalisme meliputi lima

dimensi yaitu:

1. A sense of calling to the field (dedication)

This reflects the dedication of the professional to his work and the feeling

that he would probably want to do the work even if fewer extrinsic

rewards were available.

2. A belief in service to the public (social obligation)

This component includes the idea of indispensability of the profession and

the view that the work performed benefits both the public and the

practitioner.

3. Autonomy (autonomy demands)

This involves the feeling that the practitioner ought to be able to make os

own decisions without external pressure from clients, those who are not

members of his profession, or from his employing organization.

4. Belief in self-regulation

This involves the belief that the person best qualified to judge the work of

a professional is a fellow professional, and the view that such a practice is

desirable and practical. It is a belief in colleague control.

5. The use of the professional organization as a major reference

(professional community affiliation)

This involves both the formal organization and informal colleague

groupings as the major source of ideas and judgments for the professional

in this work.

Page 36: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Dari dimensi profesionalisme di atas dapat dijelaskan bahwa:

1. Bisa diartikan sebagai suatu pengabdian pada profesi yang dicerminkan

melalui dedikasi profesional dengan menggunakan pengetahuan dan

kecakapan yang dimiliki. Tetap melaksanakan profesinya meskipun

imbalan ekstrinsiknya berkurang. Sikap ini berkaitan dengan ekspresi dari

pencurahan diri secara keseluruhan terhadap pekerjaan dan sudah

merupakan suatu komitmen pribadi yang kuat, sehingga kompensasi

utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah

itu baru materi.

2. Bisa diartikan sebagai kewajiban sosial yaitu suatu pandangan tentang

pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh

masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. Sikap

profesionalisme dalam pekerjaan tidak terlepas dari kelompok orang yang

menciptakan sistem suatu organisasi tersebut. Hal ini berarti bahwa atribut

personal diciptakan sehingga layak diperlakukan sebagai suatu profesi.

3. Bisa diartikan sebagai suatu sikap kemandirian merupakan yang

menganggap bahwa seorang profesional auditor yang harus mampu

membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain, yaitu mereka

yang bukan anggota profesinya, atau dari organisasinya memperkerjakan.

Adanya intervensi yang datang dari luar dianggap sebagai hambatan yang

dapat mengganggu otonomi profesional. Banyak orang menginginkan

pekerjaan yang memberikan hak bagi mereka, dan hak istimewa untuk

membuat keputusan-keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat.

Page 37: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Rasa kemandirian akan timbul melalui kebebasan yang diperoleh. Dalam

pekerjaan yang terstruktur dan dikendalikan oleh manajemen secara ketat,

akan sulit menciptakan tugas yang menimbulkan rasa kemandirian dalam

tugas.

4. Bisa diartikan sebagai suatu keyakinan pada profesi yang melibatkan

kepercayaan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan profesional

adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai

kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

5. Bisa diartikan sebagai hubungan sesama profesi yang berarti

menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya

organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai

sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional ini

para profesional membangun kesadaran profesinya.

Konsep profesionalisme menjadi suatu hal yang penting, karena auditor

merupakan asset penting KAP dimana auditor itu bekerja sebagai indikator

keberhasilan KAP. Diharapkan auditor yang mempunyai profesionalisme yang

tinggi akan mampu memberikan konstribusi yang baik bagi KAP dan memberikan

pelayanan yang optimal bagi kliennya

2.2 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan telah pustaka serta beberapa penelitian terdahulu, maka

peneliti mengindikasikan faktor yang berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat

materialitas di dalam proses pengauditan laporan keuangan dilihat dari

profesionalisme auditor. Untuk membantu dalam memahami faktor yang

Page 38: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas, diperlukan satu kerangka

pemikiran. Dari landasan teori yang telah diuraikan di atas, disusun hipotesis yang

merupakan alur pemikiran dari peneliti, kemudian digambarkan dalam kerangka

teoritis yang disusun sebagai berikut:

Gambar 2.1

Model Kerangka Pemikiran

Di dalam penelitian ini, yang dikembangkan meliputi variabel independen,

dan variabel dependen. Variabel independen sikap profesionalisme (X) meliputi:

Dedication (pengabdian pada profesi), Sosial obligation (kewajiban sosial),

Autonomy (kemandirian), Belief self regulation (keyakinan pada profesi),

Professional community affiliation (hubungan dengan sesama profesi). Sedangkan

variabel dependen adalah pertimbangan tingkat materialitas (Y).

Professionalisme Auditor (X)

1. Dedication (pengabdian

pada profesi)

2. Sosial obligation (kewajiban

sosial)

3. Autonomy ( kemandirian)

4. Belief self regulation

(keyakinan terhadap profesi)

5. Professional community

affiliation (hubungan

dengan sesama profesi)

Pertimbangan Tingkat

Materialitas

(Y)

Page 39: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

2.2.1 Review Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pertimbangan tingkat materialitas telah dilakukan

oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang digunakan oleh penulis sebagai rujukan

yaitu:

a. Hendro Wahyudi dan Aida Ainul Mardiyah (2006)

Melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Profesionalisme Auditor

Terhadap Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan”.

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang terdapat di Kantor

Akuntan Publik (KAP) Suprihadi dan Rekan di Malang. Jumlah karyawan

yang terdapat di KAP tersebut sebanyak 58 karyawan. Pada penelitian ini

jumlah populasi ada 58 karyawan dan akan diambil sampel sebanyak 30

karyawan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan

menggunakan kuesioner yaitu dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan

dimana responden tinggal memilih pilihan jawaban yang dianggap paling

sesuai. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dari analisa regresi

berganda menunjukkan ada 4 variabel yang secara signifikan berpengaruh

terhadap pertimbangan tingkat materialitas yaitu: variabel pengabdian pada

profesi (X1), kemandirian (X

3), kepercayaan profesi (X

4), dan hubungan

dengan sesama rekan seprofesi (X5). Sedangkan variabel kewajiban sosial

(X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat materialitas

b. Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2008)

Melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Profesionalisme,

Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi Terhadap

Page 40: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik”. Obyek penelitian yang

diambil adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar pada Direktori

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) 2008 di wilayah Jakarta dengan

akuntan publik yang bekerja di KAP dijadikan sebagai responden. Para

akuntan publik tersebut harus memiliki pengalaman bekerja minimal dua

tahun, memiliki jenjang pendidikan minimal S1 dan posisi minimal sebagai

akuntan publik senior, untuk tujuan memperoleh responden yang memiliki

pengalaman dalam menentukan tingkat materialitas. Hasil penelitian

menunjukan bahwa profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi

kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara signifikan dan positif

terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik dalam proses

pemeriksaan laporan keuangan.

c. Reni Yendrawati (2008)

Melakukan penelitian dengan judul “Analisis Hubungan Antara

Profesionalisme Auditor Dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam

Proses Pengauditan Laporan Keuangan”. Populasi penelitian ini adalah

akuntan atau lulusan jurusan akuntansi yang bekerja pada Kantor Akuntan

Publik ( KAP ) yang berada di kota Yogyakarta. Responden dalam penelitian

ini adalah para profesional yang bekerja di Kantor Akuntan Publik baik

sebagai karyawan magang, auditor junior, auditor senior, supervisor, manajer

maupun partner. Hasil penelitian ini adalah Dari 5 (lima) dimensi

profesionalisme auditor, yaitu: pengabdian terhadap profesi, kewajiban

sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan sesama profesi

Page 41: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

yang berhubungan signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas

adalah hanya dimensi keyakinan terhadap profesi. Sedangkan dimensi yang

lain tidak mempunyai hubungan signifikan.

d. Iriyadi dan Vannywati (2011)

Melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Profesionalisme Auditor dan

Etika profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas”. Penelitian ini

dilakukan terhadap 155 Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di

wilayah Jakarta, kepada anggota yang di dalamnya yaitu: auditor senior,

auditor junior, supervisor, manager, dan partner. Sampel atau responden dalam

penelitian ini ada ua macam kuesioner. Hasil penelitian ini adalah bahwa

profesionalisme auditor dan etika profesi auditor mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul

penelitian

Variabel Alat / uji

Sampel

Hasil

Penelitian

1 Hendro

Wahyudi

dan Aida

Ainul

Mardiyah

(2006)

Pengaruh

Profesionalisme

Auditor

Terhadap

Tingkat

Materialitas

Dalam

Pemeriksaan

Laporan

Keuangan

Variabel

independen:

Profesionaisme

(5 dimensi)

Pengabdian

pada profesi,

kewajiban

sosial,

kemandirian,

keyakinan pada

profesi, dan

hubungan

sesame profesi

Variabel

dependen:

Tingkat

Materialitas

regresi

berganda

(multiple

regression)

pengabdian

pada profesi,

kemandirian,

keyakinan pada

profesi, serta

hubungan

sesame profesi

berpengaruh

signifikan

terhadap tingkat

materialitas

dalam

pemeriksaan

laporan

keuangan

2 Arleen Pengaruh Variabel multiple Profesionalisme,

Page 42: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

Herawaty

dan Yulius

Kurnia

Susanto

(2008)

Profesionalisme,

Pengetahuan

Mendeteksi

Kekeliruan, dan

Etika Profesi

Terhadap

Pertimbangan

Tingkat

Materialitas

Akuntan Publik

independen:

Profesionalisme,

pengetahuan

mendeteksi

kekeliruan, dan

etika profesi

Variabel

dependen:

tingkat

materialitas

regression

analysis

pengetahuan

mendeteksi

kekeliruan, dan

etika profesi

mempunyai

hasil yang

signifikan

terhadap

pertimbangan

tingkat

materialitas

3 Reni

Yendrawati

(2008)

Analisis

Hubungan

Antara

Profesionalisme

Auditor Dengan

Pertimbangan

Tingkat

Materialitas

Dalam Proses

Pengauditan

Laporan

Keuangan

Variabel

independen:

profesionalisme

auditor

variabel

dependen:

pertimbangan

tingkat

materialitas

metode

kendall-

tau.

Keyakinan

terhadap profesi

mempunyai

hasil yang

signifikan

terhadap

pertimbangan

tingkat

materialitas

4 Iriyadi dan

Vannywati

(2011)

Pengaruh

Profesionalisme

Auditor dan

Etika profesi

terhadap

Pertimbangan

Tingkat

Materialitas

Variabel

independen:

profesionalisme

auditor, dan

etika profesi

variabel

dependen:

pertimbangan

tingkat

materialitas

Regresi

linier

berganda

Profesionalisme

auditor, dan

etika profesi

mempunyai

pengaruh yang

signifikan

terhadap

pertimbangan

tingkat

materialitas.

Page 43: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

2.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Hubungan Profesionalisme Auditor terhadap Pertimbangan tingkat

Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan

Materialitas adalah suatu error yang sangat sulit untuk diukur dan

ditentukan tergantung pada pertimbangan dari auditor. Keadaan tersebut

mengidentifikasikan bahwa dalam suatu audit dibutuhkan akurasi-akurasi

prosedur audit yang tinggi untuk mengetahui atau bila mungkin meminimalkan

unsur resiko dalam suatu audit. Di sinilah sikap profesionalisme auditor

dibutuhkan dalam menetukan tingkat materialitas dari laporan keuangan yang

diaudit. Pertimbangan auditor tentang materialitas adalah suatu masalah kebijakan

profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang

beralasan dari laporan keuangan (Mulyadi, 2002:160).

Menurut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik SPAP (PSA 25 SA

Seksi 312 Para 10), pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan

pertimbangan profesional dan dipengaruhi persepsi auditor atas kebutuhan orang

yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan

terhadap laporan keuangan. Pertimbangan mengenai materialitas yang digunakan

auditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangkan

kualitatif dan kuantitatif.

Seorang auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan

cermat dan seksama saat melakukan proses audit dan penyusunan laporan

keuangan. Untuk itu seorang auditor harus membuat perencanaan audit sebelum

Page 44: › xmlui › bitstream › handle › 123456789 › 7909 › Bab 2.pdf... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitianuntuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan

memulai proses audit. Auditor diharuskan menentukan tingkat materialitas awal,

sehingga secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semakin seorang auditor

itu profesional maka semakin auditor tersebut tepat dalam menentukan tingkat

materialitas. Profesionalisme auditor tersebut dapat diukur melalui: pengabdian

terhadap profesi, kesadaran auditor akan kewajiban sosial, kemandirian,

keyakinan terhadap peraturan profesi dan hubungan dengan sesama profesi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:

Ha: Profesionalisme auditor berpengaruh positif terhadap pertimbangan

tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan.