a makalah komponen kurikulum (pak djoko)

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pada tahun 2013 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terbaru yaitu perubahan kurikulum. Menurut Wahyono (2013) dalam Marion ( 2013) Indonesia telah mengalami pergantian kurikulum sebanyak 11 (sebelas) kali. Mulai dari tahun 1947, 1964, 1968, 1974, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006 dan tahun 2013. Kemendikbud ( 2012 ) dalam Marion (2013) menyatakan ada 4 ( empat ) hal yang yang menjadi alasan perlunya perubahan kurikulum, yaitu (1) adanya fenomena negatif yang mengemuka di Indonesia saat ini, (2) adanya persepsi negatif masyarakat terhadap kurikulum KTSP, (3) tantangan abad 21, dan (4) kompetensi yang harus dimiliki di masa depan. Fenomena yang dimaksud adalah sering terjadiya perkelahian ( tawuran) pelajar. Selain meluasnya penyalahgunaan narkoba, semakin maraknya korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian dan gejolak masyarakat. Sedang persepsi negatif masyarakat terhadap kurikulum KTSP adalah terlalu menitikberatkan kepada kemampuan kognitif, beban belajar siswa 1

Upload: agusbien

Post on 08-Nov-2015

19 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

pendidikan

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang MasalahPada tahun 2013 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terbaru yaitu perubahan kurikulum. Menurut Wahyono (2013) dalam Marion ( 2013) Indonesia telah mengalami pergantian kurikulum sebanyak 11 (sebelas) kali. Mulai dari tahun 1947, 1964, 1968, 1974, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006 dan tahun 2013. Kemendikbud ( 2012 ) dalam Marion (2013) menyatakan ada 4 ( empat ) hal yang yang menjadi alasan perlunya perubahan kurikulum, yaitu (1) adanya fenomena negatif yang mengemuka di Indonesia saat ini, (2) adanya persepsi negatif masyarakat terhadap kurikulum KTSP, (3) tantangan abad 21, dan (4) kompetensi yang harus dimiliki di masa depan. Fenomena yang dimaksud adalah sering terjadiya perkelahian ( tawuran) pelajar. Selain meluasnya penyalahgunaan narkoba, semakin maraknya korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian dan gejolak masyarakat. Sedang persepsi negatif masyarakat terhadap kurikulum KTSP adalah terlalu menitikberatkan kepada kemampuan kognitif, beban belajar siswa terlalu berat yang terlihat dari adanya materi yang melampaui kemampuan usia kognitifnya dan yang sangat penting yaitu kurang bermuatan karakter. Satu diantara kesimpulan yang diambil pemerintah Indonesia dari alasan alasan tersebut di atas adalah bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak dapat mengatasi masalah yang ada dan tidak dapat diharapkan menjawab tantangan masa depan tersebut di atas. Sehubungan dengan itu maka permerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memandang perlu melakukan perubahan Kurikulum . Kurukulum yang diharapkan itu adalah Kurikulum 2013.Kurikulum 2013 saat ini sedang diterapkan di sekolah-sekolah piloting projects di berbagai wilayah di Indonesia. Dalam upaya implementasi kurikulum baru tersebut pemerintah melaksanakan berbagai persiapan antara lain sosialisasi, pelatihan, seminar dan lokakarya bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan mereka dapat memahami dan menguasai hal-hal yang berkaitan dengan konsep dan strategi implemenatsi kurikulum baru tersebut. Namun demikian, karena merupakan implementasi yang pertama kali, sangat dimungkinkan para guru dan pelaksana lain menghadapi berbagai kendala atau hambatan ( Muhamad Said, 2014).

Hambatan atau kendala yang dihadapi oleh guru dan atau pengguna lainnya dapat berupa hambatan yang terkait dengan pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, pembuatan perangkat pembelajaran, penggunaan bahan ajar, pelaksasanaan penilaian, dan atau aspek lainnya. Publikpun menjadi penasaran untuk mengetahui bagaimana kurikulum 2013 diterapkan di sekolah. Oleh karena itu, penting dan mendesak untuk mengidentifikasi kondisi riil pelaksanaan kurikulum 2013. Informasi ini sangat dibutuhkan oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan para pelaksana: guru, kepala sekolah dan pemangku kepentingan sekolah lainnya ( Ramea,A.P,2013) Dengan diterapkannya Kurikulum 2013 timbul beberapa pro dan kontra. Hal ini diakibatkan kebijakan yang pemerintah buat tidak sesuai dengan harapan dan kondisi nyata yang ada di lapangan. Para guru yang ditunjuk sebagai pelaksana kurikulum merasa bingung dengan diterapkannya kurikulum 2013 ini. Kebanyakan dari mereka masih menggunakan kurikulum sebelumnya yakni kurikulum KTSP dalam pembelajaranya, karena mereka belum begitu faham dengan kurikulum 2013 yang sebenarnya, padahal beberapa dari mereka telah dilatih dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 ( Eka Sulistyawati, 2013).1.2. Identifikasi Semua MasalahBerdasarkan uraian dan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Kompetensi guru dalam mengajar di kelas2. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran3. Sumber belajar berupa buku pegangan siswa dan guru4. Proses pembelajaran 5. Penilaian

1.3. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah mengidentifikasi masalah-masalah dari komponen-komponen / implementasi kurikulum 2013.1.4. ManfaatManfaat penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi guru sebagai bahan untuk meningkatkan kemampuan melakukan pembelajaran sesuai Kurikulum 2013. BAB IIPEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dan pantuan penulis di SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar diperoleh beberapa permesalahan dalam komponen-komponen yang terkait dengan implementasi Kurikulum 2013, khususnya dalam proses pembelajaran. Baik itu dari sudut pandang kompetensi guru dalam mengajar di kelas, kesiapan siswa dalam menerima pelajaran, sumber belajar berupa buku pegangan siswa dan guru, proses pembelajaran dan penilaian.Permasalahan pertama, yaitu kompetensi guru yang mengajar di kelas. Terdapat satu guru matematika , kebetulan guru senior yang belum pernah mengikuti pelatihan atau sosialisai Kurikulum 2013. Akibatnya pembelajaran yang dilakukan oleh bersangkutan cenderung kepada pembelajaran pola lama, yaitu ceramah, tanya jawab dan latihan. Padahal seharusnya menurut Kurikulum 2013, pembelajaran di kelas sangat disarankan menggunakan pendekatan ilmiah ( scientifics). Menurut hasil wawancara dengan yang bersangkutan, beliau sudah membaca dan bertanya kepada guru-guru yang mengikuti pelatihan sosialisasi Kurikulum 2013, namun beliau mengakui belum memahami sepenuhnya pendekatan yang bagaimana seharusnya yang dimaksudkan dengan pendekatan ilmiah tersebut. Bukan karena tidak menerima penerapan Kurikulum 2013. Pada awal pertemuan sudah diusahakan menggunakan pendekatan ilmiah yang disarankan Kurikulum 2013, namun siswa terlihat kebingungan. Oleh karena itu, sebagai guru senior yang sudah berpengalaman, pengalaman yang bersangkutan mengajarkan bahwa bila anak terliahat bingung dengan pendekatan yang digunakan, maka tidak ada salahnya menggunakan pendekatan lain yang lebih sesuai sehingga siswa dapat lebih memahami apa yang diajarkan. Bila dengan cara lama siswa sudah cukup mengerti, mengapa tidak digunakan. Sementara guru lain yang juga mengajar matematika yang merupakan guru honor, namun sudah mengikuti pelatihan sosialisasi Kurikulu 2013, sesuai dengan amanat hasil pelatihan, yang bersangkutan berupaya menerapkan pendekatan ilmiah dalam proses pembelajaran. Hasil wawancara dengan yang bersangkutan diperoleh informasi bahwa pendekatan yang digunakan terlalu banyak waktu yang dihabiskan karena siswa masih kebingungan terutama diminta menyimpulkan hasil pengamatan dan diskusi yang dilakukan. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut tentunya memberikan pelatihan-pelatihan kepada guru yang belum pernah mengikuti pelatihan /sosialisasi tentang Kurikulum 2013 dan bagi guru yang sudah mengikuti pelatihan atau sosialisasi hendaknya secara perlahan-lahan mencoba untuk menjalankan proses pembelajaran seperti yang diamanatkan Kurikulum 2013.Permasalahan kedua, kesiapan siswa menerima pelajaran di kelas. Kebiasaan siswa dalam menerima pelajaran dengan pola pembelajaran yang tradisional masih melekat pada diri siswa. Siswa tidak terbiasa dengan soal-soal yang membutuhkan penalaran. Ketika penulis menayakan kesulitan apa yang dialami dalam menerima pelajaran matematika, hampir separuh siswa mengatakan bahwa mereka kesulitan menyelesaikan soal cerita. Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah menghendaki siswa agar terbiasa mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membuat jejaring semua mata pelajaran. Dengan demikian ada kesenjangan mendasar antara kesiapan siswa dengan pendekatan ilmiah pada Kurikulum 2013. Artinya penerapan Kurikulum 2013 membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk membuahkan hasil. Mengubah kebiasaan, adalah hal yang tidak mudah dan membutuhkan kesabaran dan waktu yang cukup. Dengan demikian kesiapan belajar siswa, dalam hal ini pola fikir dan kebiasaan siswa, perlu dicermati dan difahami terlebih dahulu sebelum menerapkan pendekatan ilmiah yang diamanatkan Kurikulum 2013.Permasalah ketiga, Sumber belajar. Sumber belajar disini dibatasi pada buku pegangan siswa dan guru. Pemerintah telah menyediakan buku untuk pegangan siswa dan buku pegangan guru sebagai buku Kurikulum 2013. Khusus untuk buku pegangan guru ada permasalahan karena sampai saat ini belum sampai ke sekolah- sekolah. Dalam buku pegangan siswa ditemukan adanya kesalahan ketik dan adanya hirarki materi yang tidak runtut, untuk itu perlunya revisi sumber belajar dalam hal ini buku pegangan siswa. Walaupun demikian penyediaan satu-satunya buku pegangan siswa dalam pembelajaran menjadi sorotan serius para ahli betapa Kurikulum 2013 sangat bagus untuk membangun produktifitas siswa, kreatifitas siswa, inovatif dan efektif siswa, namun pada implementasinya justru kreatifitas dan inovatifitas siswa dipasung dengan disediakannya buku wajib bagi siswa dan guru ini. Artinya bila guru dan siswa benar-benar diwajibkan menggunakan buku pegangan ini dalam pembelajaran, maka bagaimana guru dapat menumbuhkan kreatifitas siswa misalnya. Berbeda halnya bila hal itu tidak wajib, maka guru leluasa berkreasi membelajarkan siswa menggunakan berbagai buku sumber ( Astutiningsih, 2012) dalam Marion 2013.Permasalah keempat, proses pembelajaran. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 sangat menyarankan proses pembelajaran yang menyentuh ketiga ranah kompetensi siswa, yaitu ranah pengetahuan ( kognitif), ranah sikap ( afektif) dan ranah keterampilan ( psikomotor), Ranah kognitif ( pengetahuan) diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,mencipta. Ranah sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, mejalankan menghargai, menghayati, dan mengamalkan . Sedangkan ranah keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta Pendekatan pembelajaran untuk itu adalah pendekatan ilmiah( scientifics), pembelajaran berbasis penelitian ( inquiry learning) dan pembelajaran berbasis masalah ( projec based learning) . Seperti yang terjadi di lapangan dalam hal di SMA ( SLUA) Saraswati 1 Denpasar belum sepenuhnya menerapkan proses pembelajaran sesuai Kurikulum 2013. Hasil wawancara dengan guru kelas X dan XI diperoleh informasi bahwa materi yang harus diajarkan terlalu banyak. Jika menerapkan seluruhnya proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah maka dikhawatirkan materi tidak dapat disampaikan seluruhnya. Hal ini disebabkan karena siswa dan guru belum siap secara mental menerapkan Kurikulum 2013, walaupun sudah mengikuti pelatihan sosialisasi Kurikulum 2013. Solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah guru hendaknya menyiasati dengan metode atau model-medel pembelajaran yang dapat membantu kelancaran proses pembelajaran dan sesuai dengan kondisi siswa itu sendiri.Permasalah kelima, penilaian. Penilain di kelas X dan XI secara tertulis belum dilakukan komprehensif sebagaimana yang disarankan dalam penilaian otentik pada Kurikulum 2013. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian menyebutkan penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup : penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis fortofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian sekolah dan Ujian Nasional. Penilaian otentik adalah penilaian yang dilakukan secra komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (infut) , proses dan keluaran (output) pembelajaran. Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara reflektif untuk membandingkan posisi relatifnya dengan kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan penilaian berbasis fortofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan untuk menilai keseluruhan proses belajar peserta didik termasuk penugasan perseorangan dan atau kelompok di dalam dan atau di luar kelas khusunya pada sikap atau perilaku dan keterampilan. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik. Sebenarnya penilaian yang dilakukan guru kelas X dan XI sudah komprehensif, hanya saja secara administratif belum ada bukti tertulis adanya penilaian ranah afektif misalnya, karena memang tidak diminta dan lagi pula sangat rumit seperti yang pernah diterapkan pada awal penerapan Kurikulum KTSP. Permasalahan-permasalahan di atas tidak seharusnya muncul bila penerapan Kurikulum 2013 dilakukan dengan pertimbangan dan perencanaan matang. Jauh dari kesan tergesa-gesa atau hanya mengejar target proyek. Tidak ada perubahan yang permanen yang dapat dilakukan secara cepat. Namun demikian kita tetap mencoba memperbaikinya secara bertahap, sebab tidak ada kata surut untuk nasib generasi bangsa di masa depan.BAB III

PENUTUP

3.1. KesimpulanDari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa permasalahan yang muncul dalam implementasi terhadap komponen-komponen Kurikulum 2013 yaitu diantaranya : (1) Kompetensi guru yang belum siap karena belum mengikuti pelatihan sosialisasi Kurikulum 2013; (2) Kesiapan belajar siswa yang memerlukan waktu cukup lama untuk penyesuaian dari kebiasaan dengan metode tradisional kepada kebiasaan berfikir ilmiah yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar dan membuat jejaring; (3) adanya kesalahan ketik dan adanya hirarki materi yang tidak runtut, untuk itu perlunya revisi sumber belajar dalam hal ini buku pegangan siswa; (4) belum siapnya guru dan siswa melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah seperti yang diamanatkan Kurikulum 2013 dan (5) penilaian belum dilakukan secara komprehensif seperti yang diharapkan pada penilaian otentik.3.2. Saran

Sebagai saran kepada siswa bagi guru untuk terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam melaksanakan pembelajaran sesuai tuntutan Kurikulum 2013. DAFTAR PUSTAKAMarion, dkk., 2013. Identifikasi Masalah Implementasi Kurikulum 2013.

Said,M., 2014. Kompetensi Guru dalam Aspek Penilaian Kurikulum 2013. Yayasan Pendidikan Islam (Yapis) Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Dompu.

Sulistyawati E., 2013. Kurikulum 2013, Keluhan dan Solusinya. Lesson Study untuk meningkatkan pembelajaran. Yogyakarta.

Ramea, A.P., 2013, Hambatan Penerapan Kurikulum 2013 Dalam Proses Pembelajaran.

PAGE 10