a. latar belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara...

94

Upload: others

Post on 02-Jun-2020

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Page 2: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Page 3: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Page 4: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Page 5: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

iv

ABSTRAK

Kahendri. NIM 11140450000086. PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA

MENURUT QANUN ASASI NII DAN UNDANG – UNDANG DASAR 1945.

Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2019 M. 85 halaman.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan konsep pembagian kekuasaan negara

yang terdapat dalam Qanun Asasi NII dan Undang – undang Dasar 1945 serta

mengkomparasikan konsep pembagian kekuasaan yang dianutoleh keduanya. Secara

teoritis pembagian kekuasaan negara menurut teori Trias Politica,pemisahan

kekuasaan negara terbagi dalam tiga poros kekuasaan yakni legislatif (membuat

undang-undang), eksekutif (menjalankan undang-undang) dan yudikatif (mengadili

undang-undang).

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan perbandingan (Comparative

approach)dan dilakukan dengan menggunakan penelitian studi pustaka (library

research). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam:

pertama, data Primer dalam penelitian ini adalah Qanun Asasi NII dan UUD 1945.

Kedua, data sekunderdalam penelitian ini adalah segala jenis publikasi yang berkaitan

dengan judul baik itu berupa buku-buku, kitab-kitab fikih dan jurnal yang berkaitan

dengan judul skripsi ini. Analisis data menggunakan analisis isi (content analysis)

dengan mengkategorisasikan data–data, kemudian di deskripsikan untuk didapatkan

perbandingannya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep pembagian kekuasaan negara

yang dianut keduanya adalah sama-sama mengacu pada model ketatanegaraan

modern, yakni pembagian kekuasaan yang di delegasikan dalam bentuk lembaga-

lembaga negara. akan tetapi dalam penamaan nama lembaga-lembaga negara

keduanya berbeda. Dalam Qanun Asasi NII pendelegasian kekuasaan terbagi atas

Majelis Syuro (legislatif), Imam (eksekutif), Mahkamah Agung (yudikatif) sedangkan

dalam UUD 1945 pasca amandemen pembagian kekuasaan terbagi atas Majelis

Permusyawaratan Rakyat (Legislatif), Presiden (Eksekutif), MA dan MK (Yudikatif),

dan BPK (Pengawasan).

Kata Kunci: Pembagian Kekuasaan Negara, Qanun Asasi NII, UUD 1945,

Ketatanegaraan.

Pembimbing : Dr. H. Rumadi, M.Ag

Daftar Pustaka : 1971 – 2018

Page 6: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

v

KATA PENGANTAR

Syukur al-hamdulillah, penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah

memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Pembagian Kekuasaan Negara Menurut

Qanun Asasi NII dan UUD 1945”. Shalawat beriring salam kepada junjungan kita

baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa Agama Islam sebagai pedoman

bagi umatnya.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis memperoleh bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis tidak lupa mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat, terutama kepada :

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah)

dan Ibu Dr. Masyrofah, M.Si., Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara

(Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

telah banyak membantu dan membimbing selama perkuliahan.

3. Bapak Dr. H. Rumadi, M.Ag., Dosen Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan arahan yang sangat

berguna bagi penulis dalam menyusun Skripsi ini.

4. Pimpinan dan pegawai perpustakaan, baik perpustakaan fakultas maupun

perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan

fasilitas untuk pengadaan studi pustaka.

5. Bapak Dr. Khamami Zada, SH., M.A., MDC., Dosen Pembimbing Akademik

yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan

arahan yang sangat berguna selama penulis menempuh perkuliahan.

6. Kedua orang tua penulis yang terkasih, Ibunda Kartinah dan Ayahanda

Warnadi yang tiada lelah memberikan dukungan serta doa-doa yang selalu

dipanjatkan buat penulis. Penulis sangat bangga meski berlatar belakang

Page 7: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

vi

sebagai buruh tani, tapi Ayahanda dan Ibunda selalu mendukung penulis

dalam meraih pendidikan hingga jenjang perkuliahan. Serta Kakakku Sunardi

beserta Istri dan Adikku Nia Trisnawati yang telah mendukung dan

memotivasi kepada penulis hingga saat ini.

7. Teman-teman seperjuangan keluarga besar HTN angkatan 2014 yang telah

menemani perjalanan penulis selama dibangku perkuliahan, terutama Angga

Anjaya yang telah banyak membantu dalam pencarian sumber referensi

sebagai bahan penulisan Skripsi ini.

8. Keluarga besar Permai-Ayu DKI Jakarta yang telah mengajarkan arti

kekeluargaan selama berproses di tanah rantau, serta telah menjadi tempat

belajar menambah pengetahuan yang tidak di dapat dibangku perkuliahan,

terutama mengajarkan akan pengabdian sebagai mahasiswa kepada tanah

kelahiran.

9. Keluarga besar IRMAFA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ikut andil

dalam menemani penulis di tanah rantau dan banyak mengajarakan ilmu –

ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

Penulis hanya bisa mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga,

semoga Allah SWT akan membalas kebaikan, dan kasih sayang kepada kalian semua

yang sudah membantu penulis selama ini. Amin.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan sebagai bentuk

khazanah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi siapa saja yang membaca hasil

penellitian ini.

Jakarta, 22 Oktober 2019

Penulis

Page 8: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………..…………….i

LEMBAR PENGESHAN PENGUJI…………………………………………….....ii

LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………...iii

ABSTRAK…………………………………………………………………………...iv

KATA PENGANTAR……………………………………………………….………v

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...…...vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………...…………………………1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah………………………………....……….3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………………….…….3

D. Review Studi Terdahulu…...…………………………………….……………4

E. Metode Penelitian…………………………………………………….…….…6

F. Sistematika Penulisan…………………………………………………………8

BAB II NEGARA DAN KEKUASAAN

A. Konsepsi Negara………………………………………………………………9

B. Teori Pembagian Kekuasaan…………………………………………...……15

C. Sejarah Pembagian Kekuasaan Negara Dalam Islam……………..…………19

BAB III KEKUASAAN NEGARA DALAM QANUN ASASI NII

DAN UUD 1945

A. Sejarah Pembentukan UUD 1945 dan Qanun Asasi NII………………….....25

Page 9: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

viii

B. Kedaulatan dalam UUD 1945 dan Qanun Asasi NII…………………….…..36

C. Tujuan Bernegara Dalam UUD 1945 dan Qanun Asasi NII……………..….37

D. Mekanisme Pemilihan Kepala Negara di Indonesia dan NII…………..…....39

E. Fungsi dan Wewenang Lembaga-Lembaga Negara Yang Terdapat di

Indonesia dan NII……………………………………………………………41

BAB IV KOMPARASI KONSEP PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA

DALAM QANUN ASASI NII DAN UUD 1945

A. Komparasi Pembagian Kekuasaan Negara dalam Qanun Asasi NII

dan UUD 1945………………………………………………………...……..58

B. Tabel Perbandingan Konsep Pembagian Kekuasaan Negara

dalam Qanun Asasi NII dan UUD 1945….………………………………….62

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……………..……………………………………………………64

B. Saran…………………………………………………………………………66

DAFTAR PUSTAKA……………………...………………………………..………68

LAMPIRAN…………………………………………………………………….......71

Page 10: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Islam mengenai kewajiban mendirikan negara memang tidak

dijelaskan secara eksplisit dalam nash al - Qur‟an maupun hadits, akan tetapi

dalam prakteknya dunia Islam telah mempraktekannya. Rasulullah sendiri telah

mempraktekan tugas kenegaraan yaitu ketika di Madinah. masyarakat yang

dipimpin oleh Rasulullah SAW di Madinah pada saat itu bukan hanya masyarakat

agama, melainkan masyarakat politik yang muncul sebagai manifestasi dari suku-

suku bangsa Arab, disitu Rasulullah sebagai pemimpinnya. Itulah sebabnya,

dalam Piagam Madinah, beliau diakui sebagai pemimpin tertinggi, yang berarti

pada saat itu pemegang semua kekuasaan, yakni kekuasaan eksekutif, legislatif,

maupun yudikatif. Karena hal itu, segala urusan semuanya bertumpu pada satu

kekuasaan yakni Rasulullah SAW. Rasulullah SAW barulah membagi

kekuasaannya kepada para sahabat untuk bertindak sebagai hakim setelah

wilayah kekuasaan Islam itu meluas.1

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, dalam sejarah pemerintahan Islam,

kekuasaan tertinggi adalah ditangan khalifah. Khalifah yang mengatur segala

urusan pemerintahan, yang meliputi seluruh kewenangan dalam pemerintahan.

Akan tetapi dalam mengurusi pemerintahannya seorang khalifah dibantu oleh

lembaga – lembaga yang ada dibawahnya.2 Pembagian kekuasaan mulai

terperinci, sesuai fungsinya lembaga tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga

1 Jaenal Arifin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia,

(Jakarta: Fajar Interpratama Offset, Cet. 1, 2008), h. 170.

2 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin Dan Pemikiran Politik

Islam, (Jakarta: Erlangga , 2008), h. 308

Page 11: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

2

lembaga, yaitu : (1) majelis taqnin (lembaga legislatif), (2) majelis tanfiz (lembaga

eksekutif), dan (3) majelis qada‟i (lembaga yudikatif).3

Sebagaimana yang telah dipraktekan Nabi di Madinah dan para sahabat,

secara implisit hal itu membuktikan bahwa dalam Islam telah mempraktekan

tugas kenegaraan, penegakan hukum serta melakukan pembagian kekuasaan, guna

tercapainya kemaslahatan bersama dalam usaha menciptakan pemerintahan yang

adil dan sejahtera.

Beralih ke Indonesia yang mayoritas beragama Islam, pada awal

kemerdekaan terdapat kelompok Islam yang menginginkan berdirinya Negara

islam di Indonesia. Kelompok ini diketuai oleh Sekarmadji Maridjan

Kartosuwirjo. Kartosuwirjo yang memproklamasikan berdirinya Negara Islam

Indonesia (NII) pada tanggal 7 Agustus 1949 di desa Cisampah, kecematan

Cilugalar, kawadanan Cisayong. Pada saat itu Kartosuwirjo juga telah membentuk

kabinetnya yang baru. Pemberontakan ini berawal dari memuncaknya kekecewaan

atas perjanjian KMB (Komisi Meja Bundar) yang melahirkan Republik Indonesia

Serikat (RIS). Menurut golongan ini dengan dibentuknya RIS sama saja Indonesia

“dimasukkan kedalam kebun binatang modern, yang bernamakan Republik

Indonesia Serikat (RIS).”4 Negara Islam Indonesia bentukan Kartosuwiryo pun

sudah mempunyai Konstitusi sebagai landasan negaranya yang disebut dengan

Qanun Asasi. Dalam Qanun Asasi ditegaskan bahwa al – Qur‟an dan Hadits

Shahih sebagai hukum tertinggi.5 Dapat kita simpulkan bahwa konsep negara

yang hendak dibangun NII merupakan konsep negara Islam, karena selain dari

nama negara yang jelas mencantumkan Islam secara tegas juga dalam

konstitusinya dilandaskan pada hukum Islam.

3Abdul Muin Salim, Fiqh Siyasah; Konsepsi Politik Dalam Al – Quran (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2002), h. 295.

4M.H. Budi Santoso, Darul Islam Pemberontakan Di Jawa Barat (Bandung : PT. Dunia

Pustaka Jaya,2013), h. 34

5 M.H. Budi Santoso, Darul Islam Pemberontakan Di Jawa Barat, h. 32

Page 12: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

3

Dengan melihat latar belakang yang dipaparkan diatas, bahwa dalam

pemerintahan Islam sudah mengenal pemisahan kekuasaan. Penulis terdorong

untuk melakukan penelitian dan pembahasan lebih dalam, perihal model

pembagian kekuasaan Negara seperti apa yang terdapat dalam konstitusi Qanun

Asasi NII dan UUD 1945 yang bertujuan tercapainya sebuah kemaslahatan

bersama untuk mewujudkan sebuah negara yang sejahtera. Penulis

menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul “PEMBAGIAN

KEKUASAAN NEGARA MENURUT QANUN ASASI NII DAN UUD 1945.”

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Untuk memahami permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka

penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pembagian kekuasaan negara dalam Qanun Asasi

Negara Islam Indonesia dan UUD 1945 ?

2. Bagaimana analisis perbandingan konsep pembagian kekuasaan

Negara dalam Qanun Asasi Negara Islam Indonesia dan UUD 1945 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitan yang hendak

dicapai adalah :

1. Mendeskripsikan dan Memahami konsep Pembagian Kekuasaan negara

yang terdapat dalam konstitusi Qanun Asasi NII dan UUD 1945

2. Mengkomparasikan Konsep Pembagian Kekuasaan Negara yang terdapat

dalam konstitusi Qanun Asasi NII dan UUD 1945

Adapun manfaat – manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini:

1. Manfaat Teoritis :

a. Mengetahui dan mendapatkan gambaran tentang Konsep

Pembagian Kekuasaan Negara Dalam Perspektif FIQH

Siyasah (Qanun Asasi NII dan UUD 1945 )

Page 13: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

4

b. Mengetahui persamaan dan perbedaan konsep pembagian

kekuasaan negara yang terdapat dalam Qanun Asasi NII dan

UUD 1945.

2. Manfaat Praktis :

a. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk perkembangan

ilmu pengetahuan bagi para akademisi dan peneliti hukum,

khususnya dalam lingkup tata negara yang lebih khusus pada

kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam.

b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam

pengembangan ilmu pengetahuan hukum Tata Negara, dalam

wilayah pembagian kekuasaan negara Islam.

c. Untuk dijadikan bahan masukan dan acuan bagi para praktisi

ketatanegaraan dalam lingkup pemisahan / pembagian

kekuasaan negara.

D. Review Studi Terdahulu

untuk memberikan informasi bahwa penelitian yang diangkat oleh peneliti

ini berbeda dengan kajian – kajian terdahulu, maka peneliti perlu memaparkan

kajian terdahulu. adapun kajian – kajian terdahulu berkaitan dengan judul yang

peneliti angkat. peneliti menemukan beberapa karya,diantaranya :

1. Tesis Robitul Firdaus yang berjudul “Pemisahan Kekuasaan dan

Organisasi Negara dalam Pemerintahan Islam (Studi Komparatif

Terhadap Dustur Al – Islamy Hizbut Tahrir dan Qanun Asasi NII)”

(Skripsi S2 Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,

Yogyakarta, 2010). Dalam rumusan masalah karyanya membahas tentang

bagaimana teori pemisahan kekuasaan dalam sistem pemerintahan Islam

yang ingin di desain oleh HT dan NII sebagaimana yang tertuang dalam

Dustur al – Islamy dan Qanun Asasi yang mereka pegangi, dan mencari

landasan (manhajul fikri) yang digunakan oleh Hizbut Tahrir dan Negara

Islam Indonesia (NII) dalam merumuskan pemerintahan yang mereka

Page 14: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

5

susun, serta membahas tentang Bagaimana konstektualisasi sistem

pemerintahan HT dan NII tersebut ditinjau dari perspektif sistem

pemerintahan modern maupun Fiqh Siyasah.

2. Skripsi Angga Anjaya yang berjudul “Konsep Lembaga Negara Islam

(Studi Komparatif Hizbut Tahrir dan Negara Islam Indonesia),” (Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah tahun 2018). Dalam rumusan

masalah karyanya menjelaskan terkait bagaimana konsep lembaga negara

yang hendak dijalankan oleh Hizbut Tahrir dan Negara Islam, serta

mengkomparasikan konsep lembaga negara seperti apa yang hendak

dijalankan oleh keduanya.

3. Karya Al Chaidar, “Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara

Islam Indonesia S.M. Kartosuwirjo, Mengungkp Manipulasi Sejarah

Darul Islam/DI-TII Semasa Orde Lama dan Orde Baru”. Jakarta: Darul

Falah, 1999.

Buku ini menjelaskan tentang biografi Kartosuwirjo, latar belakang

pemikiran Kartosuwirjo,perjalanan politik Kartosuwirjo aktivitas

pergerakan, gagasan Revolusi menuju pembentukan Darul Islam (NII)

sampai memproklamirkan Negara Islam Indonesia, gugurnya sang Imam

Kartosuwirjo dan kelanjutan Negara Islam Indonesia.

4. Karya Sandhi Prakoso, “Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia

Setelah Perubahan Undang – Undang Dasar Negara Republik

IndonesiaTahun 1945 Dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat,”

(Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2011 ).

Dalam rumusan masalah karyanyamembahas terkait apa persamaan

dan perbedaan kekuasaan presiden Republik Indonesia setelah amandmen

dengan Presiden Amerika Serikat dan apa kelebihan dan kekurangan

kekuasaan presiden Republik Indonesia setelah amandemen dengan

kekuasaan Presiden Amerika Serikat .

5. karya Holk H. Dengel “Kartosuwirjo Kampf um einen islamischen Staat

Indonesien.” diterjemahkan oleh Tim Pustaka Sinar Harapan, “Darul

Page 15: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

6

Islam-NII dan Kartosuwirjo, Angan – Angan yang Gagal.” (Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1995).

Karya riset ini menguraikan tentang perjalanan usaha untuk

mendirikan suatu negara Islam Indonesia oleh kartosuwirjo pada awal

pergerakan kebangkitan nasional, masa kolonialisme, hingga berakhirnya

Negara Islam Indonesia.

Perbedaan diantara karya – karya diatas dengan apa yang peneliti teliti jika

dilihat dari judul dan rumusan masalah yang akan diangkat jelas berbeda. Meski

ada beberapa kesamaan terkait permasalahan yang akan diteliti dengan Thesis

karya Robitul Firdaus yang berjudul “Pemisahan Kekuasaan dan Organisasi

Negara dalam Pemerintahan Islam (Studi Komparatif Terhadap Dustur Al –

Islamy Hizbut Tahrir dan Qanun Asasi NII).” Adapun perbedaan anatara karya

Robitul Firdaus dengan apa yang akan diteliti oleh peneliti terletak pada objek

yang diperbandingkan dan juga isi rumusan masalah yang akan diangkat. Peneliti

membandingkan antara Qanun Asasi NII dan UUD 1945 dalam pemisahan

kekuasaan negara, dan dalam rumusan masalahnya peneliti mengangkat dua

permasalahan, yang pertama, Bagaimana konsep pembagian kekuasaan negara

dalam Qanun Asasi Negara Islam Indonesia dan UUD 1945. kedua, Bagaimana

analisis perbandingan konsep pembagian kekuasaan Negara dalam Qanun Asasi

NII (Negara Islam Indonesia) dan UUD 1945.

E. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data dalam proses penelitian, peneliti menggunakan

metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode untuk mengeksplorasi

dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang,

dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.6

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan perbandingan (comparative approach). Jenis penelitian ini merupakan

perbandingan hukum, yaitu membangun pengetahuan umum mengenai hukum

6John W.Cresswell. Research Design Qualitative, Quantiitative, and Mixed Methods

Approaches, Penerjemah Achmad Fawaid, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,

dan Mixed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 4

Page 16: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

7

positif dengan membandingkan sistem hukum di suatu negara dengan sistem

hukum di negara lain.7pendekatan perbandingan diilakukan dengan mengadakan

studi perbandingan hukum,8 guna mendiskripsikan perbedaan dan persamaan dari

objek hukum yang diteliti. Sehingga dalam penelitian inimenggunakan jenis alat

pengumpulan data berupa studi dokumen atau bahan pustaka (Library Research).9

1. Sumber Data

Sumber – sumber penelitian dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi

data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah dokumen

UUD 1945 dan Qanun Asasi Negara Islam Indonesia yang termuat dalam buku

karya Abdul Munir Mulkhan dan Bilveer Singh dengan judul “Demokrasi

Dibawah Bayangan Mimpi N-11, Dilema Politik Islam Dalam Peradaban

Modern” yang diterbitkan oleh Kompas. Adapun data sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini ialah berupa buku – buku yang berkaitan dengan negara

Republik Indonesia dan Negara Islam Indonesia bentukan Kartosoewirjo untuk

dijadikan rujukan dalam melakukan penelitian ini, ataupun berupa artikel maupun

jurnal – jurnal yang masih berkaitan dengan judul penelitian.

2. Analisis Data

Dalam melakukan analisis data ini dengan menaganalisis isi (Content

Analysist) dan mengelompokan data – data yang diperoleh. Kemudian data – data

dideskripsikan guna tahap selanjutnya dibandingkan dengan data – data lain

secara sistematis dan menyeluruh. Dari data - data ini barulah diperoleh

penjelasan tentang konsep pembagian kekuasaan negara yang terdapat dalam

konstitusi UUD 1945 dan Qanun Asasi Negara Islam Indonesia untuk

mengetahui hasil perbandingannya.

7Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 32

8Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta : Prenadamedia Group,

2005), h. 172

9Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), h. 21

Page 17: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

8

F. Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan penyusunan Skripsi ini dan untuk memberikan

gambaran isi dengan jelas mengenai pokok pembahasan, penulis menyusun

Skripsi ini dalam beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagi berikut:

Bab I, Pendahuluan, dalam bab ini dibahas latar belakang, identifikasi

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian, studi terdahulu, dan sistematika penulisan.

Bab II, Negara dan kekuasaan, dalam bab ini dibahas konsepsi negara,

Teori pembagian kekuasaan, teori legitimasi kekuasaan, dan sejarah pembagian

kekuasaan negara dalam islam.

Bab III, Pembagian kekuasaan Negara dalam UUD 1945 dan Qanun

Asasi, dalam bab ini dibahas sejarah pembentukan UUD 1945 dan Qanun Asasi,

bentuk kedaulatan dalam UUD 1945 dan Qanun Asasi, tujuan bernegara,

Mekanisme pemilihan kepala negara di Indonesia dan NII, fungsi dan wewenang

lembaga – lembaga negara dalam UUD 1945 dan Qanun Asasi.

Bab IV, Analisis Perbandingan konsep pembagian kekuasaan negara

Republik Indonesia dengan Negara IslamIndonesia, dalam bab ini dibahas analisis

perbandingan konsep pembagian kekuasaan negara dijalankan oleh keduanya.

Bab V, Penutup, bab ini disajikan kesimpulan dan saran dari hasil

penelitian.

Page 18: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

9

BAB II

NEGARA DAN KEKUASAAN

A. Konsepsi Negara

1. Pengertian Negara

Pada dasarnya para ahli ketatanegaraan masih memberikan pengertian

yang beraneka ragam mengenai negara, baik dipandang dari sudut kedaulatan

(kekuasaan) maupun negara dinilai dari sudut peraturan – peraturan (hukum).

Aristoteles (384 – 322 SM), salah seorang negara dan hukum zaman Yunani

misalnya, memberikan pengertian negara, yaitukekuasaan masyarakat

(persekutuan daripada keluarga dan desa), yang bertujuan untuk mencapai

kebaikan yang tertinggi bagi umat manusia.1

Sementara Marsilius (1280 - 1317), seorang pemikir negara dan hukum

abad pertengahan memandang, negara sebagai suatu badan atau organisme yang

mempunyai dasar – dasar hidup dan mempunyai tujuan tertinggi, yaitu

menyelenggarakan dan mempertahankan perdamaian.2

Ibnu Khaldun (1332 - 1406), sebagai seorang pemikir Islam tentang

masyarakat dan negara, merumuskan bahwa negara adalah masyarakat yang

mempunyai wazi‟ dan mulk, yaitu memiliki kewibawaan dan kekuasaan.3

sedangkan Al-Mawardi (W.1058), seorang pemikir politik pada masa klasik

mengemukakan bahwa negara adalah sebuah lembaga politik sebagai pengganti

fungsi kenabian guna melaksanakan urusan agama dan mengatur urusan dunia.4

Pendapat demikian juga sejalan dengan Al-maududi (W.1979), yang juga seorang

1G.S.Diponalo, Ilmu Negara, jilid 1 , (Jakarta: Balai Pustaka, 1975), h. 23

2Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 1980), h. 64

3Deliar Nur, Pemikiran Politik Di Negara Barat, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 54

4Al – Mawardi, Al-Ahkamus Sulthaniyah wal-Wilaayatuddiniyah, diterjemahkan oleh

Abdul Hayyie al-Khatani, Kamaluddin Nurdin dengan judul Hukum Tata Negara dan

Kepemimpinan dalam Takaran Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 15

Page 19: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

10

pemikir politik Islam dan pembaharu dalam dunia Islam. Ia mengatakan bahwa,

negara merupakan sebuah lembaga politik yang mempunyai fungsi keagamaan.5

Selain yang dikemukakan diatas, para sarjana dan pemikir ketatanegaraan

abad ke-20 seperti Logemen, juga mengatakan bahwa negara adalah suatu

organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dan dengan kekuasaannya mengatur

dan mengurus suatu masyarakat tertentu.6

Demikian pula Mac. Ivar merumuskan, negara sebagai suatu asosiasi yang

menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah

yang berdasarkan pada sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu

pemerintahdengan maksud memberikan kekuasaan memaksa.7

Sementara H.J Laski, seorang pemikir negara dan hukum zaman

berkembangnya teori kekuasaan abad ke-20, juga mengatakan bahwa negara

adalah suatu masyarakat yang di integrasikan karena mempunyai wewenang yang

bersifat memaksa dan secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok

yang merupakan bagian dari masyarakat itu. masyarakat merupakan negara yang

harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi – asosiasi, ditentukan oleh

suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat.8

Menurut Inu Kencana yang mengutip pendapat Sumantri, “Negara adalah

suatu organisasi kekuasaan, oleh karenanya dalam setiap organisasi yang bernama

negara, selalu kita jumpai adanya organ atau alat perlengkapan yang mempuyai

kemampuan untuk memaksakan kehendaknya keapada siapapun yang bertempat

tinggal didalam wilayah kekuasaannya.”9

5Abu A‟la Al-Maududi, Al-Khilafah wa Al-Mulk diterjemahkan oleh Muhammad Bakir

dengan judul, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, Cet. 4, 1996), h. 104

6Mukhtar Affandi, Ilmu – Ilmu Kenegaraan, (Bandung: Alumni, 1971), h. 93

7Mac. Ivar, Negara Modern, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), h. 28

8Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara,ed. Revisi, (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2015), h. 56

9Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, (Bandung: PT. Refika Aditama,

Cet. 3 2005), h. 78 - 79

Page 20: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

11

Ditinjau dari sudut hukum tatanegara, negara itu adalah suatu organisasi

kekuasaan, dan organisasi itu merupakan tatakerja daripada alat - alat

perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tatakerja mana melukiskan

hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara masing – masing alat

perlengkapan negara itu untuk mencapai suatu tujuan yang tertentu.10

Perbedaan pemikiran mereka mengenai konsep negara tersebut disebabkan

oleh beberapa aspek, seperti perbedaan sudut pandang mereka dalam melihat

konsepsi negara. perbedaan lingkungan dimana mereka hidup, perbedaan situasi

zaman dan kondisi politik yang mempengaruhi pemikiran mereka, serta pengaruh

keyakinan keagamaan yang dianutnya, menjadi faktor akan perbedaan persepsi

mereka dalam melihat negara itu sendiri.

2. Fungsi Negara

Fungsi negara yang pertama dikenal adalah lima fungsi yang

diperkenalkan di Perancis pada abad ke-XVI dengan latarbelakang pemerintahan

yang masih diktator. Ke-Lima fungsi tersebut ialah11

:

1. Fungsi Diplomatic;

2. Fungsi Derfencie;

3. Fungsi Financie;

4. Fungsi Justicie; dan

5. Fungsi Policie;

Fungsi negara mengalami perkembangan, mengenai fungsi negara dalam

menjalankan roda pemerintahan dapat dilihat melalui pemikiran para ahli. John

lock misalnya, dalam kutipan Soetomo mengemukakan bahwa pada dasarnya

fungsi negara itu dapat diamati pada tiga hal yaitu, 1) fungsi legislasi, yakni

fungsi membuat undang – undang dan peraturan, 2) fungsi Eksekutif, yakni

10

Soehino, Ilmu Negara, h. 149

11Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara,ed. Revisi, h. 221

Page 21: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

12

fungsi untuk melaksanakan peraturan, dan 3) fungsi federatif, yakni fungsi untuk

mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai.12

Pandangan diatas menegaskan bahwa menurut John Lock fungsi mengadili

merupakan bagian dari tugas Eksekutif. Teori John Locke tersebut kemudian

disempurnakan oleh Montesquieu dengan membagi negara itu kedalam tiga fungsi

yaitu, 1) fungsi legislasi, membuat undang – undang. 2) fungsi eksekutif,

melaksanakan undang – undang, dan 3) fungsi Yudikatif, untuk mengawasi agar

semua peraturan ditaati (fungsi mengadili) , yang lebih populer dengan sebutan

teori trias politika.13

Fungsi federasi dalam pandangan Montesquieu dimasukan menjadi satu

dengan fungsi eksekutif, dan fungsi mengadili dijadikan fungsi yang berdiri

sendiri. Hal ini dapat dipahami karena tujuan Montesquieu dalam

memperkenalkan trias politika adalah untuk kebebasan berpolitik yang hanya

dapat dicapai dengan kekuasaan mengadili (lembaga yudikatif yang berdiri

sendiri).

Terlepas dari pandangan diatas, Rousseau yang juga salah seorang ahli

ketatanegaraan mengatakan bahwa fungsi utama sebuah negara yang paling

menonjol adalah fungsi melaksanakan pemerintahan atau melaksanakan undang –

undang.14

Fungsi melaksanakan pemerintahan atau undang – undang sebagaimana

yang dimaksudkan Rousseau tersebut, dalam perkembangannya, masyarakat tidak

mungkin melaksanakan pemerintahan, melainkan hanya sebagai pemegang

kedaulatan. Dalam hubungan ini rakyat menyerahkan hak tersebut kepada

penguasa dalam rangka melaksanakan fungsi pemerintahan atau melaksanakan

undang – undang. Jalan pikiran demikian dapat dipahamai karena pemerintahan

merupakan suatu badan di dalam negara yang tidak berdiri sendiri, melainkan

12Soetomo, Ilmu negara (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), h. 37

13

Soetomo, Ilmu negara, h. 37 lihat juga Moh. Kusnardi dan Bintan R Saragih, Ilmu

Negara, h. 222

14

Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara

di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1996), h. 1

Page 22: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

13

bertumpuk kepada kedaulatan rakyat. Dan pemerintahan yang ideal adalah

pemerintahan atau penguasa yang dalam melaksanakan fungsinya harus dapat

memahami kehendak dan aspirasi rakyatnya. Dalam pengertian lain bahwa ada

suatu kewajiban bagi penguasa untuk selalu mengupayakan agar kepentingan

umum (rakyat) terpenuhi.

Pandangan diatas sejalan dengan pemikiran Mr. R. Kranenburk, yang

mengemukakan bahwa negara pada hakikatnya adalah suatu organisasi kekuasaan

yang dibangun oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan

berkesadaran untuk membangun suatu organisasi. Organisasi yang dibangun itu

bertujuan untuk memelihara kepentingan manusia tersebut.15

Dari perspektif ini,

nampak dengan jelas, bahwa fungsi negara adalah menyelenggarakan kepentingan

bersama dari anggota kelompok yang disebut bangsa.

Jika pandangan itu kemudian dikaitkan dengan teori – teori kenegaraan,

dapat ditemukan beberapa fungsi negara yang bersifat universal, yaitu adanya

kewajiban suatu negara untuk mewujudkan kepentingan masyarakat atau yang

lebih tepat dikatakan kepentingan umum, tanpa melihat kepada bentuk, sistem

pemerintahan yang dibangun oleh negara yang bersangkutan. Fungsi negara yang

dimaksud yakni:

Pertama, fungsi reguler (reguler function) atau fungsi pengaturan. Setiap

negara harus melaksanakan fungsi utamanya, yaitu pengaturan yang merupakan

motor penggerak bagi jalannya roda pemerintahan. Dalam arti, tanpa adanya

pelaksanaan fungsi tersebut akibatnya secara langsung dirasakan oleh masyarakat

keseluruhan.16

Fungsi regular ini meliputi:

1) Fungsi politik (politik function ). Fungsi ini merupakan kewajiban negara

yang pertama kali muncul setelah negara tersebut lahir. Aspek yang

termasuk dalam fungsi ini adalah: pertama, pemeliharaan ketenangan dan

ketertiban. Tujuan dari pelaksanaan fungsi ini adalah dalam rangka

15

Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara

di Indonesia, h. 2

16

H. Bohari, Hukum Anggaran Negara , (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1992), h. 6-7

Page 23: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

14

menanggulangi tindakan baik secara preventif (mengurangi /

menghilangkan) maupun secara represif (menekan) terhadap gangguan

yang berasal dari masyrakat itu sendiri, kedua, pertahanan dan keamanan

(security). Pelaksanaan fungsi ini diperuntukan terhadap ancaman dan

agresi dari pihak luar yang membahayakan eksistensi negara itu sendiri.

2. Fungsi diplomatik, (diplomatical function). Sebagai manusia tidak

mungkin bisa hidup tanpa berhubungan dengan manusia lain,

demikian pula halnya dengan negara. negara tidak akan dapat hidup

secara sempurna tanpa berhubungan dengan negara yang lain. Inilah

yang merupakan hakikat dari fungsi diplomatik. Negara berhubungan

dengan negara lain atas dasar persahabatan yang bertanggung jawab ,

bukan atas dasar penjajahan. Masing – masing negara akan saling

menghormati kedaulatan masing – masing pihak, sehingga dapat

dihindari terjadinya exsploitasi kepentingan.

3. Fungsi yuridis (legal function). Dalam pelaksanaan fungsinya, negara

harus dapat menjamin adanya rasa keadilan dalam masyarakat . dalam

konteks ini negara berkewajiban untuk mengatur tata cara bernegara

dan bermasyarakat, supaya dapat terhindari dari adanya konfli –

konflik yag terjadi di dalam masyarakat. Setelah permasalahan yang

terjadi dalam masyarakat, maupun negara itu sendiri harus dapat

dikembalikan pada hukum yang berlaku, dan segala tindakan

pemerintahan harus berlandaskan atas aturan main yang sudah diatur

oleh kaidah – kaidah hukum.

4. Fungsi administrasi (administrative functional), fungsi ini

mengharuskan agar negara berkewajiban menata birokrasinya, demi

mewujudkan tujuan sebuah negara. penataan birokrasi dimaksud bukan

atas dasar kemauan negara semata – mata, akan tetapi selalu bersumber

pada aturan hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.17

17Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara

di Indonesia, h. 3

Page 24: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

15

Kedua, fungsi pembangunan (developing function). Pembangunan pada

hakikatnya merupakan perubahan yang terencana, dilakukan secara terus menerus

untuk menuju pada suatu perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan

negara dimaksud tercantum dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945,

secara tegas dikemukakan bahwa “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia

serta seluruh tumpa darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.18

B. Teori Pembagian Kekuasaan Negara

Dalam suatu Negara atau masyarakat selalu terdapat orang – orang atau

badan – badan yang memegang kekuasaan. Orang – orang dan badan – badan itu,

berdasarkan pembagian kekuasaan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang

sama. Pembagian kekuasaan berarti bahwa orang – orang dan badan – badan itu

masing – masing, dalam rangka tujuan yang sama itu, mempunyai kekuasaan –

kekuaasaan tertentu. Kekuasaan yang dibagikan kepada seorang atau badan harus

dijalankan dan kewajiban menjalankan kekuasaan itu disebut: tugas (fungsi) dan

hak – hak yang berdasarkan tugas itu disebut: wewenang. Dengan demikian dapat

kita pahami dengan sederhana bahwa tugas dan wewenang itu gejala dari

kekuasaan.19

Sebelum adanya ide pemisahan kekuasaan yang ditawarkan Montesquieu,

negara – negara di Eropa seperti Perancis , kekuasaan itu terpusat pada satu

kekuasaan yaitu di tangan raja. Kekuasaan besar yang dimiliki raja itu

memungkinkan baginya untuk bertindak sewenang – sewenang. Oleh karena itu,

kritik keras datang dari para sarjana hingga munculnya gagasan untuk pemisahan

kekuasaan dalam menjalankan pemerintahan. Gagasan ini berguna agar kekuasaan

18

Usman, Negara dan Fungsinya, al-daulah vol.4/no.1/ juni 2015 artikel diakses pada 22

juni 2019 dari http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/view/1506

19

Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2001), h. 112

Page 25: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

16

yang ada tidak cenderung mengarah kepada sistem yang otoriter atau kekuasaan

hanya terpusat pada satu orang ataupun kelompok.20

Prof. Jenings21

membedakan antara pemisahan kekuasaan dalam arti

materiil (separation of powers) dan pemisahan kekuasaan secara formil (division

of power). Menurutnya pemisahan kekuasaan dalam arti materiil, yaitu pembagian

kekuasaan itu dipertahankan dengan tegas dalam tugas – tugas kenegaraan yang

dengan jelas memperlihatkan adanya pemisahan kekuasaan itu pada tiga bagian:

legislatif, eksekutif, dan yudikatif (separation of powers). Sedangkan yang

dimaksud dengan pemisahan kekuasaan dalam arti formal ialah jika pembagian

kekuasaan antara tiga bagian kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) itu

tidak dipertahankan dengan tegas dalam tugas - tugas kenegaraan (division of

power).

Kekuasaan dalam negara dapat dibagi dalam dua cara, yaitu : Pertama,

secara vertikal, yakni pembagian kekuasaan dalam beberapa tingkat

pemerintahan. Memiliki pengertian pembagian kekuasaan secara territorial yang

dapat dilihat dalam bentuk negara kesatuan, negara federal, ataupun negara

konfederasi. Kedua, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya secara

horizontal yang menunjukkan adanya pembedaan fungsi – fungsi pemeriintahan

yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif.22

Pembagian kekuasaan secara horizontal lebih dikenal konsep Trias

Politika yang merupakan ide dari montesquieu. Dalam Trias Politika kekuasaan

negara terdiri atas tiga macam, yakni : kekuasaan Legislatif atau kekuasaan

membentuk undang–undang; dan kekuasaan Eksekutif atau kekuasaan

melaksanakan undang – undang ; dan Yudikatif atau kekuasaan mengadili atas

20

Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demookrasi Pasca Orde Baru,

(Jakarta: Kencana, 2011) h. 19

21

C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Aksara Baru, Cet. V, 1985),

h. 14

22

Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka utama,

2015), h. 267

Page 26: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

17

pelanggaran undang – undang.23

TriasPolitika juga merupakanprinsipnormatif agar

kekuasaan-kekuasaanpemerintahantersebuttidakberadadalamsatu orang yang

samagunamenghindari penyalahgunaan wewenang.24

Konsep pembagian kekuasaan ini kemudian diterapkan dalam

kelembagaan negara. Setiap lembaga Negara mewakili salah satu dari cabang

kekuasaan legislative, eksekutif, ataupun yudikatif. Dalam rancangan

kelembagaan negara itu adalah melakukan pembagian dan pemisahan terhadap

lembaga–lembaga yang memiliki kekuasaan.25

Rancangan kelembagaan negara ini

memungkinkan agar masing – masinglembaga negara bertindak berdasarkan

fungsinya masing – masing.

Doktrin Trias Politika pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1631 -

1704) baru kemudian seorang filusuf perancis, Charles Louis de Secondat Baron

de la Brede Et la Montesquieu (1689 - 1755),26

pada tahun 1748 dalam bukunya L

‟Esprit des Lois mengemukakan hal yang hampir mirip dengan yang dikemukakan

oleh John Locke namun terdapat perbedaan dalam kekuasaan yudikatif. Menurut

John Locke kekuasaan yudikatif termasuk kedalam kekuasaan eksekutif, oleh

karena itu konsep pemisahan John Locke hanya membagi kekuasaan dalam ketiga

hal berikut, yaitu : kekuasaan legislative, kekuasaaneksekutif , dan kekuasaan

federative (kekuasaan menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara

lain). Namun menurut Montesquieu ,kekuasaan yudikatif lebih penting karena

kebebasan lembaga peradilan dapat menjamin ataupun mempertaruhkan

kemerdekaan dan hakasasi manusia.

Doktrin yang dikemukakanoleh John Locke maupun Montesquieu pada

masanya hanya ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan (separations of

powers).27

Konsep pemisahan kekuasaan ini kemudian berkembang menjadi

23

Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, h. 281

24

Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, h. 281-182

25

Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru, h.

19 26

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Tokoh – Tokoh Ahli Pikir Tentang Negara dan

Hukum dari Zaman Yunani Kuno Sampai Abad 20, (Bandung: Nuansa, 2010), h. 186

Page 27: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

18

pembagian kekuasaan (division of powers). Konsep Negara kesejahteraan

(Welfare State) semakin berkembang, menurut konsep ini pemerintah bertanggung

jawab atas kesejahteraan umum. Dalam hal ini negara dipandang sebagai alat

untuk mencapai tujuan bersama (negara sejahtera), sehingga hal ini

mengakibatkan fungsi kekuasaan negara pun mengalami perkembangan melebihi

dari tigacabang kekuasaan dalam Trias Politika. Oleh sebab itu keadaan tersebut

ada kecenderungan untuk menafsirkan konsep pemisahan kekuasaan (separation

of powers) yang diartikan bahwa hanya hawa fungsi pokok sajalah yang

dibedakan menurut sifatnya yang kemudian diserahkan kepada badan yang

berbeda (distinct hands), tetapi untuk selebihnya kerjasama diantara fungsi –

fungsi tersebut tetap diperlukan untuk kelancaran organisasi.28

Tidak ada bedanya ketika menyebut pemisahan kekuasaan (separation of

powers) atau pembagian kekuasaan (division of powers) dua penyebutan ini sama

– sama merujuk kepada TriasPolitika , hanya saja mengalami sedikit perbedaan

makna, yakni untuk masa awal doktrin Trias Politika dikemukakan dan ketika

konsep kenegaraan mengalami perkembangan sebagaimana yang telah dijelaskan

sebelumnya G. Marshall, sebagaimana yang dikutip oleh Jimly Asshiddiqie,29

menggunakan sebutan pemisahan kekuasaan (separations of powers) dengan

membedakan ciri – cirinya dalam lima aspek , yaitu,: differentiation ; legal

incompatibility of office holding; isolation, immunity, independency ; checks and

balances; coordinate status and lack of accountability.Jimly Asshiddiqie

menjelaskan lebih lanjut mengenai kelima aspek tersebut, menurutnya , pertama,

doktrin pemisahan kekuasaan (separation of power) itu bersifat membedakan

fungsi – fungsi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial. Kedua, menghendaki

orang yang menduduki jabatan di lembaga legislatif tidak oleh merangkap jabatan

diluar cabang legislatif

27

Miriam Budiardjo, Dasar – DasarIlmu Politik, h. 282

28

Miriam Budiardjo, Dasar – Dasar Ilmu Politik, h.286

29

Jimly Asshiddiqie ,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta : RajawaliPers, 2013),

h. 289 – 290

Page 28: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

19

. Ketiga, masing – masing organ tidak boleh turut campur atau melakukan

intervensi terhadap kegiatan organ yang lain. Keempat, adanya prinsipCheck and

Balances, setiap cabang mengendalikan dan mengimbangi kekuatan cabang –

cabang kekuasaan yang lain. Kelima, prinsip koordinasi dan kesederajatan.

C. Sejarah Pembagian Kekuasaan Negara Dalam Islam

1. Periode Nabi

Negara dan pemerintahan yang pertama dalam sejarah Islam terkenal

dengan negara Madinah. Pada saat itu kekuasaan terpusat pada Nabi Muhammad

SAW, pandangan ini tertuju pada saat beliau mulai menetap di Yastrib. Kota ini

kemudian berganti nama menjadi Madinat al – Nabi, dan populer disebut dengan

Madinah. Kajian terhadap negara dan pemerintahan ini dapat diamati dengan

menggunakan dua pendekatan. Pertama, melalui pendekatan normatif Islam yang

menekankan pelacakan nash – nash al – Qur‟an dan Sunnah Nabi yang

mengisyaratkan adanya praktek – praktek pemerintahan yang dilakukan oleh

Nabi. Kedua, melalui pendekatan deskriptif-historis dengan mengidentikkan

terhadap tugas – tugas yang dilakukan oleh Nabi dibidang muamalah sebagai

tugas – tugas negara dan pemerintahan. Hal ini juga diukur dari sudut pandang

teori - teori politik dan ketatanegaraan.

Terbentuknya Negara Madinah berawal dari perkembangan penganut Nabi

yang menjelma menjadi suatu kelompok sosial dan juga bisa dikatakan

mempunyai kekuatan politik riil pada pasca periode Mekkah di bawah pimpinan

Nabi tersebut. Pada periode Mekkah pengikut nabi masih sangat sedikit dan

belum menjadi suatu komunitas yang mempunyai daerah kekuasaan yang

berdaulat. Pada saat itu masih merupakan komunitas yang sangat kecil yang

lemah dan tertindas, sehingga pada saat itu belum mampu tampil menadi

kelompok sosial penekan terhadap kelompok mayoritas yang berkuasa. Pada saat

itu yang berkuasa didaerah mekkah adalah suku Quraisy, yang masyarakatnya

homogen. Akan tetapi setelah nabi hijrah ke Madinah, posisi Nabi dan umatnya

mengalami perubahan besar di kota tersebut, mereka mempunyai kedudukan yang

lumayan baik dan merupakan umat yang kuat. Pada saat itulah nabi menjadi

kepala masyarakat, yang akhirnya merupakan suatu negara. Negara yang termasuk

Page 29: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

20

dalam pemerintahan beliau meliputi Semenanjung Arabia. Sehingga pada saat itu

nabi Muhammad saw. tidak hanya menjadi Rasul tetapi juga bertindak sebagai

kepala Negara.30

Perubahan yang dialami Nabi dan pengikutnya sehingga sampai menjadi

kelompok sosial yang mempunyai kekuatan sosial politik, hal ini berawal dari

beberapa peristiwa penting. Pada tahun 621 M dan 622 M Nabi memperoleh

dukungan moral dan politik dari sekelompok orang Arab (suku Aus dan Khazraj)

di Kota Yastrib yang menyatakan diri masuk Islam. Dalam peristiwa ini mereka

tidak hanya menerima Islam sebagai agama mereka, tetapi mereka juga berbaiat

kepada Nabi. Dalam baiat di tahun 621 M, dikenal dengan baiat Aqabah Pertama,

mereka berikrar bahwa mereka tidak akan menyembah tuhan selain Allah, akan

meninggalkan segala perbuatan jahat dan akan menaati Rasulullah dalam segala

hal yang benar. kemudian pada baiat tahun 622 M, dikenal dengan Baiat Aqabah

Kedua, mereka berjanji akan melindungi Nabi sebagaimana melindungi keluarga

mereka dan akan mentaati beliau sebagai pemimpin mereka. Nabi juga dalam

kesempatan itu berjanji akan berjuang bersama mereka baik untuk berperang

maupun untuk perdamaian.31

Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa antara Nabi dan penduduk

Madinah telah melakukan diplomasi perjanjian. Karena kedua belah pihak antara

Nabi dan masyarakat Madinah telah terjadi kesepakatan agar saling menjaga dan

melindungi keselamatan bersama. Dalam baiat Aqabah kedua tergambar pula

adanya penyerahan kekuasaan diri dari peserta baiat kepada Nabi yang mereka

sepakati menjadikannya sebagai pemimpin mereka. Karena itu peristiwa baiat

aqabah kedua dianggap sebagai awal bagi pembentukan Negara Islam.32

Dengan demikian, bukti – bukti historis dan karya nyata Nabi tersebut,

menunjukkan bahwa secara nyata beliau selain menata hubungan manusia dengan

30

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek,Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1986),

h. 92

31

J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 1994), h. 79

32

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara , Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta:

UI Press, 1990), h. 9

Page 30: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

21

tuhannya (hablun min Allah), beliau juga menata hubungan antar sesama manusia

(hablun min al-nas). Tujuan Nabi dalam hablun min al – nas masyarakat Madinah

adalah untuk meredam dan menetralisir kekuasaan kelompok – kelompok yang

sering berujung pada konflik, dan juga untuk membimbing mereka untuk hidup

rukun dan mampuh gotong royong sesama masyarakat Madinah.

1. Periode SetelahNabi

Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, wilayah kekuasaan Islam semakin

meluas sehingga permasalahan kenegaraan pun semakin kompleks, hal ini

kemudian menghendaki adanya sistem pemerintahan yang kompleks pula. Pada

periode setelah wafatnya Nabi mulai terjadi proses pelembagaan serta

implementasi pembagian kekuasaan sudah mulai terjadi, yakni dapat kita lihat

pada masa khulafaur rasyidin. Pada masa itu kekuasaan eksekutif dipegang oleh

seorang khalifah, kekuasaan legislatif dipegang oleh Majelis Syuro, dan

kekuasaan yudikatif dipegang oleh Qadhi atau hakim. Pada masa Khulafaur

Rasyidin, khalifah (eksekutif) pertama dalam negara Islam adalah Abu Bakar.

Sedangkan Majelis Syuro (legislatif) berisi tokoh-tokoh kaum Anshar dan

Muhajirin.

Kemudian, pada masa khalifah kedua, yaitu Umar Bin Khattab pembagian

kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif diperinci. Pada masa ini juga,

Umar Bin Khattab memisahkan antara kekuasaan eksekutif dengan yudikatif,

dengan didirikannya lembaga pengadilan, bahkan didaerah - daerah.33

Umar bin

khatab juga yang pertama kali menunjuk seorang hakim khusus mengadili harta

kekayaan.34

lebih rinci konsep pembagian kekuasaan di zaman Khulafa al-

Rasyidun, :35

terbagi atas a) Ulil Amri (Pelaksana Undang – undang) ; b) Qadhi

Syuraih (Pelaksana Peradilan); c) Majelis Syura (Parlemen); dan d) Ahlul Halli

Wal „Aqdi (Dewan Pertimbangan).

33

Ali Sodiqin dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,

(Yogyakarta : LESFI, Cet. 1 2003), h. 87

34

A. Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu – Rambu

Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, Cet. 2, 2003), h.19

35

Inu Kencana Syafi‟ie, Ilmu Pemerintahan dan Al – Qur‟an, (Jakarta: Bumi

Aksara,1995), h. 133

Page 31: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

22

Pendirian lembaga – lembaga pemerintahan terus mengalami

perkembangan hingga masa dinasti – dinasti. Pada masa dinasti Umayyah

misalnya pendirian lembaga, pengembangan lembaga yang sudah ada sebelumnya

dan perangkat baru pemerintahan dilakukan setelah melihat atau mendengar

pengalaman negara –negara lain yang sudah lebih mapan dalam tata laksana

pemerintahan semisal pola – pola pemerintahan dari kerajaan Byzantin yang

banyak diadopsi oleh Mu‟awiyah.36

Kekhalifahan pada dinasti Umayyah misalnya

telah membentuk lima macam kepaniteraan : urusan korespondensi, urusan pajak,

urusan angkatan bersenjata, urusan kepolisian dan urusan peradilan.37

Meskipun sistem pemerintahannya berganti dari masa Khulafa al-

Rasyidun ke masa dinasti, kepala negara sebagai pemegang kekuasaan eksekutif

masih disebut Khalifah, sehingga dalam sejarah modern, telah menjadi kebiasaan

untuk memandang masyarakat politik kaum muslim abad pertengahan secara

keseluruhan sebagai Kekhalifahan.38

Istilah Khalifah berasal dari bahasa Arab Khalafa, yang berarti datang

setelah atau menggantikan. Menurut Catatan Mujar Ibnu Syarif dan Khamami

Zada, istilah Khalifah pertama kali muncul di Arab pra-Islam berdasarkan riwayat

prasasti Arab abad ke – 6 M, yang maknanya mengarah kepada semacam raja.39

Lebih lanjut dijelaskan bahwa yang pertama kali mendapat gelar Khalifah adah

Abu Bakar, dan gelar itu diberikan secara spontanitas setelah beliau terpilih

sebagai pengganti Nabi di Tsaqifah Bani Sa‟idah. Namun gelar Khalifah ini hanya

identik dikalangan umat Islam Sunni.

Umat Islam yang berpaham Syiah menggunakan istilah gelar Imam untuk

menyebut pemegang kekuasaan eksekutifnya. Sehingga untuk sistem

pemerintahan Syiah seringkali digunakan kata Imamah. Kata Imam dalam kosa

36

Munawir Sjadzali, Islam dan Tatanegara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia, 2011), h. 37

37

Munawir Sjadzali, Islam dan Tatanegara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 38

38

Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik

Islam, h. 227

39

Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik

Islam, h. 227-228

Page 32: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

23

kata bahasa Arab berasal dari kata Amma yang memiliki arti, maju ke depan,

menuju arah tertentu, memberi petunjuk dan bimbingan, menjadi pemimpin, dan

menjadi suri teladan.40

Pada awalnya, Imamah dan Khalifah adalah suatu istilah

yang netral untuk menyebut sebuah negara.41

Dalam ketatanegaraan Islam juga dikenal dengan istilah Wazir sebagai

pembantu Khalifah. Wazir atau juga dikenal dengan jabatan Wizarah merupakan

suatu lembaga negara yang memiliki peran peenting dalam ketatanegaraan Islam.

Pada masa Rasulullah, Abu Bakar dan Umar merupakan Wazir beliau. Pada masa

Abu Bakar, Umar juga mendapat sebutan Wazir Abu Bakar. Barupada masa

dinasti Umayyah sebutan Wazir diberikan untuk pembantu dan penasihat

Khalifah, bahkan Wizarah merupakan pangkat paling tinggi yang memiliki

wewenang dalam pengawasan umum, pengawasan departemen kemiliteran hingga

membagi gaji militer.42

Wazir baru dilembagakan sebagai lembaga negara pada

masa Abbasiyah.43

Di masa Abbasiyah juga jabatan Wizarah terbagi menjadi

Wizarah Tanfidz (Wazir melaksanakan keputusan – keputusan Khalifah) dan

Wizarah Tafwid (Wazir diutus untuk melaksanakan tugas – tugas Khalifah)44

Persoalan pengangkatan Khalifah, banyak dari yuris Islam yang menunjuk

ke peristiwa Tsaqifa Bani Sa‟idah untuk dijadikan pedoman. Kejadian

diangkatnya Abu Bakar sebagai Khalifah itu dirumuskan tentang adanya lembaga

perwakilan (Parlemen) di dalam pemerintahan Islam. Lembaga perwakilan ini

40

Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik

Islam, h. 233

41

Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik

Islam, h. 211

42

Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik

Islam, h. 310

43

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 37-38

44

Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik

Islam, h. 311

Page 33: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

24

memiliki beberapa sebutan diantaranya, Ahl al – „Aqdwa al – hall,45

Ahl al – Hall

wa al – „aqd, danAhl–Syuro.46

45

Al Mawardi, Al – Ahkam Al-Shulthaniyah, Penerjemah Khalifurrahman dan

Fathurraahman, Ahkam Shulthaniyah: Sistem Pemerintahan Khilafah Islam, (Jakarta: Qisthi Press,

2015), h. 12

46

H.A Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu – rambu

Syariah, (Jakarta: Kencana, cet 5,2013), h. 76

Page 34: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

25

BAB III

KEKUASAAN NEGARA DALAM UUD 1945 DAN QANUN ASASI

A. Sejarah Pembentukan UUD 1945 dan Qanun Asasi NII

1. Sejarah Pembentukan UUD 1945 dan Qanun Asasi NII

Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi berdasarkan Pancasila.

Pancasila merupakan paham demokrasi yang selaras dengan kepribadian bangsa

Indonesia yang digali dari tata nilai sosial budaya sendiri. Pancasila dijadikan

sebagai landasan dasar Indonesia oleh Founding Father, guna menjadikannya

sebagai norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada masa kolonial, ketika pemerintah Jepang membentuk sebuah

lembaga yang dalam bahasa Jepang disebut dengan dokuritsu jumbi choosakai

atau dalam bahasa Indonesia yang bermakna Badan Penyelidik Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 62 orang. BPUPKI

diketuai oleh DR. Radjiman Wideoningrat dan wakilnya R. Pandji Soeroso dan

Ichibangase (asal jepang). BPUPKI memiliki tugas membuat rancangan dasar

negara dan membuat UUD. Sidang pertama BPUPKI dilaksanakan pada tanggal

29 – 31 Mei 1945 dan 1 Juni 1945. Dalam sidang ini merumuskan tentang dasar

negara Indonesia. Adapun usulan – usulan dari anggota BPUPKI yang menjadi

rumusan dasar negara diantaranya sebagai berikut:

1. Muhammad Yamin mengusulkan gagasan dasar negara pada tanggal 29

Mei 1945.1 Gagasan dasar negara yang dikemukakan sebagai berikut:

1) Ketuhanan yang Maha Esa;

2) Kebangsaan Persatuan Indonesia;

3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab;

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan dan perwakilan;

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

1Matroji, Sejarah, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 35

Page 35: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

26

2. Soepomo mengusulkan gagasan dasar negara pada tanggal 31 Mei 1945.

Gagasan dasar negara yang dikemukakan sebagai berikut:

1) Persatuan;

2) Kekeluargaan;

3) Keseimbangan lahir batin;

4) Musyawarah;

5) Keadilan rakyat.

3. Soekarno mengusulkan gagasan dasar negara pada tanggal 1 Juni 1945.2

Gagasan dasar negara yang dikemukakan sebagai berikut:

1) Nasionalisme atau kebangsaan Indonesia;

2) Internasionalisme dan perikemanusiaan;

3) mufakat atau demokrasi;

4) kesejahteraan sosial;

5) Ketuhanan yang berkebudayaan.

Soekarno juga mengusulkan jika seandainya peserta sidang tidak

menyukai angka 5, maka ia menawarkan angka 3, yaitu Tri Sila yang terdiri atas

(1) Sosio-Nasionalsime, (2) Sosio-Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha

Esa. Soekarno juga menawarkan angka 1 yaitu Eka Sila yang berisi asas Gotong-

Royong.3

Sidang BPUPKI yang dilaksanakan pada kurun waktu 29 Mei 1945 hingga

1 Juni 1945 belum menetapkan ketiga usulan rumusan dasar negara tersebut

menjadi sebuah dasar dalam negara Indonesia. Pada saat itu pula dibentuk panitia

yang beranggota sembilan orang yang dikenal dengan sebuah „Panitia Sembilan‟

yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan Anggota – anggotanya yaitu, H. Agus Salim,

Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. M Yamin, Drs. Mohammad Hatta, Mr. AA. Maramis,

Kyai. H. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosoejoso.

2Matroji, Sejarah, h. 35

3Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Pendidikan Pancasila Untuk

PerrguruanTinggi, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan

KEMENRISTEKDIKTI, Cet. 1, 2016) h.52 diakses pada tanggal 8 Oktober dari

http://lab.pancasila.um.ac.id/e-book-buku-pendidikan-pancasila-ristekdikti/

Page 36: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

27

Panitia sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno pada tanggal 22 Juni

1945 berhasil merumuskan naskah rancangan pembukaan UUD yang kemudian

dikenal dengan piagam jakarta (Djakarta Center) yang berisi sebagai berikut:

1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari‟at Islam bagi pemeluk –

pemeluknya;

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3) Persatuan Indonesia;

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebjaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan;

5) Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.4

Akan tetapi pada malam menjelang 18 Agustus 1945, Mohammad Hatta

menerima pesan bahwa Indonesia Timur tidak mau masuk kedalam negara

kesatuan RI kecuali tujuh kata yang berada di sila ketuhanan itu dihapus. Alasan

mendasar tentang itu karena terkesan bahwa, tujuh kata itu memberi kedudukan

istimewa kepada salah satu agama (Islam) dalam kondisi masyarakat yang plural

agama.

Pagi – pagi tanggal 18 Agustus 1945, Hatta memanggil empat tokoh Islam

dan membicarakan hal itu. atas kesepakatan mereka Hatta kemudian

mengusulkan pencoretan tujuh kata itu dalam sidang Pleno Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI).5 dalam rangka menjaga keutuhan negara, usulan

tersebut disetujui.

Selanjutnya dalam rangka menjaga keutuhan negara dengan berbagai

pertimbangan yang mencakupi keragaman suku bangsa, agama dan budaya yang

hidup di Indonesia. Tujuh kata tadi dihapuskan dan dikeluarkan peraturan

Presiden atau PP No. 12 tahun 1968 tertanggal 13 April 1968 mengenai rumusan

dasar negaa Indonesia, dikemukakan rumusan Pancasila yang benar dan sah

adalah rumusan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh

PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dengan rumusan sebagai berikut:

1) Ketuhana yang Maha Esa;

4Budiyanto, Hakikat Bangsa dan Negara, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta:

Erlangga, 2014), h. 96

Page 37: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

28

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3) Persatuan Indonesia;

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan;

5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Alasan Pancasila dijadikan sebagai tujuan negara antara lain sebagai berikut:

1) Hasil berpikir / pemikiran para leluhur bangsa Indonesia;

2) Dianggap sebagai norma dan nilai – nilai yang paling benar dan sesuai

bagi bangsa Indonesia.

Pancasila memiliki fungsi utama sebagai berikut:

1) Pandangan hidup bangsa;

2) Dasar negara Indonesia ;

3) Cerminan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.

a. Berlakunya UUD 1945

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus

1945 merupakan perwujudan niat dan tekad rakyat Indonesia untuk melepaskan

diri dari belenggu penjajahan. Sebagai besar rakyat Indonesia dapat dengan cepat

menanggapi makna proklamasi kemerdekaan itu, kecepatan tanggapan itu dapat

dilihat antara lain dari timbulnya gerakan spontan rakyat yang memandang

proklamasi kemerdekaan. Berikut ini tindakan heroik yang mendukung

proklamasi kemerdekaan:

1) Tindakan heroik dari Yogyakarta. Perebutan kekuasaan dimulai pada

tanggal 26 September 1945 para pegawai pemerintah dan perusahaan yang

dikuasai Jepang mengadakan aksi pemogokan. Mereka memaksa pihak

Jepang untuk menyerahkan semua kantor mereka kepada orang Indonesia.

Tindakan itu diperkuat oleh pengumuman Komite Nasional Indonesia

daerah Yogyakarta yang menegaskan kekuasaan di daerah itu telah berada

ditangan pemerintah RI;

2) Tindakan Heroik dari Semarang;

3) Tindakan Heroik dari Makassar;

Page 38: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

29

4) Tindakan Heroik dari Sumbawa;

5) Tindakan Heroik dari Bali;

6) Tindakan Heroik dari Aceh;

7) Tindakan Heroik dari Palembang;

8) Tindakan Heroik dari Kalimantan.

Tindakan heroik itu mendorong Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

untuk mengesahkan Undang – undang Dasar, memilih Presiden dan membentuk

lembaga kenegaraan. Sehari setelah proklamasi, tepatnya pada tanggal 18 Agustus

1945, PPKI mengadakan rapat pleno di Pejambon Jakarta. Rapat dihadiri 27 orang

anggota yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta. Rapat tersebut menghasilkan dua

keputusan penting, yaitu pengesahan UUD 1945 dan Pemilihan Presiden beserta

Wakilnya.

Sebelum rapat pleno dimulai Soekarno dan Hatta meminta kesediaan Ki

Bagus Hadikusumo, KH. Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo dan Teuku

Mohammad Hassal untuk untuk membahas masalah rancangan pembukaan

undang – undang dasar. Masalah itu terutama mengenai kalimat “Ketuhanan

dengan menjalankan Syari‟at Islam bagi pemeluk - pemeluknya” diganti menjadi

“Ketuhanan yang Maha Esa” dengan tujuan agar tidak ada keberatan dari pemeluk

– pemeluk agama lain. Selanjutnya, dilakukan rapat membahas rancangan

pembukaan dan undang – undang dasar yang telah disiapkan BPUPKI. Di dalam

rapat itu diputuskan bahwa rancangan UUD 1945 menjadi Undang – Undang

Dasar Republik Indonesia. Dengan pengesahan UUD 1945 itu, Indonesia

memiliki landasan hidup bernegara.

b. Memilih Presiden dan Wakil Presiden

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden berlangsung secara spontan

setelah disahkannya UUD 1945. Ketika Soekarno meminta sidang untuk

membahas pasal III dalam aturan peralihan, Otto Iskandardinata megusulkan agar

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara aklamasi. Otto

Iskandardinata mengajukan Ir. Soekarno menjadi Presiden dan Mohammad Hatta

menjadi Wakil Presiden. Rapat langsung menyetujui kedua tokoh itu.

Page 39: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

30

Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden RI dan Hatta sebagai Wakil

Presiden RI diiringi oleh lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh peserta rapat

secara spontan. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara aklamasi dan cepat

itu menunjukkan betapa para anggota PPKI menyadari kepentingan nasional dan

persatuan bangsa. Dengan terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden itu, Indonesia

memiliki lembaga pemerintahan sendiri.

Dalam kata penutup rapat pada hari itu, Presiden Soekarno menyatakan

bahwa sejak tanggal 18 Agustus 1945, bangsa Indonesia memperoleh landasan

kehidupan bernegara yang dikenal sebagai Undang – Undang Dasar 1945

mengandung dasar negara Pancasila. Berarti, rumusan Pancasila yang otentik

adalah rumusan yang termuat dalam pembukaan Undang – Undang Dasar 1945.

Sedangkan rumusan dasar negara yang diajukan BPUPKI dan Panitia Sembilan

hanyalah merupakan konsep.6

2. Sejarah Pembentukan Qanun Asasi NII

Pasca kemerdekaan Republik Indonesia dibidang poitik, sepanjang hal itu

menyangkut perjuangan untuk mendirikan Negara Islam, terutama pada masa

pasca kemerdekaan dan Demokrasi liberal ketika itu, umat Islam bersatu untuk

membuat gagasan tersebut berhasil. sementara itu, perkembangan partai politik

Islam Masyumi yang berjalan dengan sistem alokasi peran dan kekuasaan yang

tidak memuaskan sebelah pihak, dalam sejarah telah dianggap sebagai faktor

perpecahan. Hal ini terlihat jelas pada kasus keluarnya PSII, dan NU dari

Masyumi .

Sementara itu NU yang telah mengubah dirinya sebagai partai politik pada

periode Demokrasi Terpimpin, NU tampil sebagai partner pemerintahan dalam

pembangunan politik nasional dan mulai meninggalkan prinsip-prinsip yang ada

pada partai-partai Islam lainnya. Hal ini dapat kita lihat dari Kesediaan NU untuk

6Matroji. Sejarah, h. 22 – 25

Page 40: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

31

menyuarakan perjuangan suci Darul Islam sebagai bughat (pemberontak) dan

menerima Nasakom (Nasionalisme, agama dan Komunisme).7

Selama masa Demokrasi Terpimpin dibawah Soekarno, artikulasi

formalistik gagasan dan praktik politik Islam, terutama gagasan Islam sebagai

dasar ideologi negara, mulai menunjukan implikasi-implikasi bawaannya yang

lebih negatif. Kecuali NU, yang segera mengarahkan kembali orientasi politiknya

dan menerima politiknya Soekarno, kekuatan politik Islam turun drastis. Para

pemimpin Masyumi khususnya, yang sejak awal diskursus ideologi di Indonesia

dipandang sebagai pendukung sejati gagasan Negara Islam, dijebloskan ke dalam

penjara karena oposisi mereka terhadap rezim yang terus berkelanjutan. dan

akhirnya Soekarno membubarkan Masyumi pada tahun 1960 dengan alasan

bahwa beberapa pemimpin utamanya (seperti M. Natsir, Sjafruddin

Prawiranegara) terlibat dalam pemberontakan PRRI. Sepeninggal Masyumi ,

politik Islam yang berlangsung adalah politik penyesuaian diri. Diantara partai-

partai Islam di Indonesia, ada tiga partai diantaranya, : NU, PSII dan Perti berhasil

bertahan hidup selama periode Demokrasi Terpimpin. Keberhasilan partai-partai

ini bertahan karena mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan

Demokrasi Terpimpin seperti yang dikehendaki Presiden Soekarno.

Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Dewan konstituante dibubarkan, dan

Presiden mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945. Dengan dekrit itu,

otomatis persoalan Piagam Jakarta terungkit kembali . untuk itu, Presiden

memutuskan bahwa Piagam Jakarta mempunyai hubungan kesejarahan khusus

dengan Undang-Undang Dasar (UUD), karenanya dianggap sebagai suatu bagian

integral dari UUD itu sendiri

Disinilah “politik kekuatan akan mayoritas” dari kalangan minoritas yang

ademokratis ikut memainkan peran. Keprihatinan terhadap kemungkinan bahwa

kelompok Islam akan memenangkan pemilihan umum menyebabkan para

pemimpin dan aktivis kelompok nasionalis meninjau kembali strategi mereka

berkenaan dengan penyelenggaraan pemilihan umum. Dalam hal ini, salah satu

7 Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M.

Kartosuwirjo, Mengungkp Manipulasi Sejarah Darul Islam/DI-TII Semasa Orde Lama dan Orde

Baru, (Jakarta: Darul Falah, 1999), h. 99

Page 41: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

32

pilihan yang paling memadai adalah menunda waktu penyelenggaran pemilihan

umum. Seperti dinyatakan A.R. Djokoprawiro dari Partai Indonesia Raya (PIR),

strategi partainya adalah “menunda pemilihan umum sampai posisi para

pendukung Pancasila lebih kuat.” Pemimpin-pemimpin seperti Soekarno, yang

saat itu kepala Negara, berusaha keras mempengaruhi diskursus politik Negara

untuk mendukung politik yang sudah di-“dekonfessionalisasi”. Pada tanggal 27

Januari 1953, dalam safari politiknya di Amuntai (sebelah selatan Kalimantan

yang komunitas Muslimnya kuat), ia mengingatkan pada pendengarnya akan

pentingnya upaya mempertahankan Indonesia sebagai Negara kesatuan nasional.

“Negara yang kita inginkan,” katanya, “Adalah sebuah Negara nasional yang

mencakup seluruh Indonesia. Jika kita mendirikan Negara yang didasarkan atas

Islam, beberapa wilayah yang penduduknya bukan Muslim seperti: Maluku, Bali,

Flores, Timor, Kepulauan Kai, dan Sulawesi, akan melepaskan diri.8 dan Irian

Barat , yang belum menjadi bagian dari wilayah Indonesia, akan tidak mau

menjadi bagian dari Republlik.” Beginilah cara Soekarno merayu rakyat.

Ketika pesta demokrasi yang pertama berlangsung (1955) kelompok Islam

hanya menguasai 43,5% kursi di Parlemen membuat mereka sulit untuk segera

memutuskan apakah mereka akan terus mendesakkan gagasan Islam sebagai dasar

ideologi Negara atau tidak. Para politisi Islam menghadapi dilema berat antara

agama dan politik. Secara keagamaan , seperti ditunjukkan oleh salah seorang

pemimpin mereka, mereka digerakkan oleh kewajiban transendental untuk

menghadirkan watak holistic Islam ke dalam realitas. Secara politis, bagaimana

pun mereka tetap harus menunjukkan bahwa mereka adalah politisi-politisi yang

tidak mengingkari janji mereka dalam kampanye. Setidaknya-tidaknya, sementara

pada akhirnya akan menerima Pancasila sebagai ideologi negara, upaya mendesak

dijadikannya Islam sebagai ideology Negara berfungsi sebagai alat tawar

menawar politik untuk memenangkan tujuan –tujuan politik yang lebih kecil

8 Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M.

Kartosuwirjo, Mengungkp Manipulasi Sejarah Darul Islam/DI-TII Semasa Orde Lama dan Orde

Baru, h. 100

Page 42: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

33

(yakni dilegalisasikannya kembali Piagam Jakarta dan Islam sebagai agama

negara ).

Islam Modern mencapai puncak-puncak baru. Pada tahun 1923

sekelompok pedagang mendirikan Persatuan Islam (Persis) di Bandung. Pada

tahun 1924 seorang Tamil kelahiran Singapura bernama A. Hassan (lahir tahun

1887) yang beribukan orang Jawa bergabung dengan organiassi

tersebut.pembelaannya yang gigih terhadap doktrin-doktrin Islam Modern,

kecamannya terhadap segala sesuatu yang berbau takhayul (yaitu banyak dari apa

yang diterima sebagai Islam yang sebenarnya oleh kaum Muslim lokal),

perlawanannya yang berapi-api terhadap nasionalisme dengan alasan bahwa

nasionalisme telah memecah belah kaum Muslim daerah yang satu dengan daerah

lainnya, semuanya itu membenarkan. julukan organisasi tersebut, yaitu : Persis

(yang dalam bahasa Belanda Precies, yaitu tepat ). Hal ini mengakibatkan

keluarnya banyak anggota kelompok ini yang lebih moderat, ; pada tahun 1926

mereka mendirikan organisasi tersendiri yang bernama permufakatan Islam.

Pada tanggal 4 Agustus 1949 disusun delegasi Indonesia yang akan

mengikuti perundingan-perundingan dengan Belanda di Den Haag selama

Konferensi Meja Bundar (KMB). Bertepatan dengan itu Mohammad Hatta

menyarankan kepada Mohammad Natsir untuk mengadakan hubungan dengan

Kartosuwirjo, agar Kartosuwirjo menghentikan semua permusuhan terhadap

Angkatan Bersenjata Republik. Kemudian M. Natsir menugaskan A. Hassan,

seorang pemimpin Persis yang juga mengenal Kartosuwirjo untuk menyampaikan

surat yang dibuat oleh M. Natsir dengan menggunakan kertas surat hotel, surat

tersebut tidak dianggap sebagai surat resmi, dan ditahan selama tiga hari sebelum

diteruskan kepada Kartosuwirjo.

Pada tanggal 6 Agustus 1949 Mohammad Hatta berangkat ke Den Haag

untuk mengikuti Konferensi Meja Bundar yang dimulai 12 hari kemudian.

Kejadian ini bagi Kartosuwirjo merupakan pertanda untuk bertindak, karena

dengan keberangkatan M. Hatta ke Holland baginya terdapat “vacuum of power”,

Page 43: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

34

tetapi tentunya Kartosuwirjo juga bermaksud untuk menghadapkan M. Hatta pada

suatu fait accompli sebelum KMB di Den Haag dimulai.9

Kemudian Kartosuwirjo sekali lagi mempertegas perlunya berdiri Negara

Islam Indonesia dengan mengeluarkan Maklumat Pemerintah NII No.II/7 yang

berbunyi:

Bismillahirrahmanirrahim

MAKLOEMAT PEMERINTAH

Negara Islam Indonesia No.II/7

Sjahdan, maka perdjoeangan kemerdekaan nasional, jang dimoeliakan

dengan Proklamasi berdirinja Repoeblik Indonesia 17 Agoestoes 1945, soedahlah

mengachiri riwajatnja. orang boleh memberi tafsir jang moeloek2, jang

memboeboeng tinggi menemboes angkasa; orang boleh tjari lagi alasan2 yang

lebiih litjin, lebih juridis, lebih staasrechtelijik, lehin volkenrechtelijik; tetapi

meski diputar balik betapa poela, dengan lakoe jang serong dan alasan jang

tjurang sekalipoen, orang tak koeasa membalik hitam menjadi poetih, bathil

menjadi haq, haram menjadi halal.........sepandai-pandai manoesia bersilat,

tidaklah ia koeasa membalik Timoer menjadi Barat!

Setinggi-tinggi bangau terbang, kembali kekoebangan joega. Maka

Repoeblik djatoeh poela kepada tingkatan sebeloem proklamasi; kembali pada

pokok-pangkal pertama, di tangan moesoeh, ditangan pendjadjah.

Alhamdulillah, pada saat kossong (vacuum), saat dimana tiada kekoeasaan,

dan pemerintahan jang bertangggoeng djawab (gezags en regringsvacuum), maka

pada saat jang kritis (membahajakan) dan psychologisch lemah itoelah Oemat

Islam Bangsa Indonesia memberanikan dirinja menjatakan sikap dan pendirianja

jang djelas-tegas, kepada seloeroeh doenia: Proklamasi berdirinja Negara Islam

Indonesia , 7 Agoestoes 1949.

Pada saat itoe, maka automatis (dengan sendirinja) perdjoeangan

kemerdekaan Indonesia beralih arah, bentoek, sifat, tjorak dan toedjoeannja,

mendjadilah: perdjoeangan Islam Indonesia.10

9 Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M.

Kartosuwirjo, Mengungkp Manipulasi Sejarah Darul Islam/DI-TII Semasa Orde Lama dan Orde

Baru, h. 101

Page 44: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

35

Setelah bermusyawarah dengan petinggi-petinggi Dewan Imamah dan

semua unsur-unsur yang terkait dalam wadah T.I.I., maka dengan kebulatan tekad

bersama untuk menerima Kurnia Allah Yang Maha Besar akan lahirnya Negara

Islam Indonesia, maka pada tanggal 12 Syawal 1368/7 Agustus 1949 dikampung

Cisampang, desa Cidugaleuin, kecamatan Leuwisari Tasikmalaya,

diproklamasikannya Negara Islam Indonesia. Yang ditanda tangani oleh

Kartosuwirjo sendiri atas nama umat Islam Bangsa Indonesia.11

Selengkapnya

teks Proklamasi NII adalah sebagai berikut:

PROKLAMASI

Berdirinja:

NEGARA ISLAM INDONESIA12

Bismillahirrahmanirrahim

Asyhadue anla ilaha illa‟llah wa asyhadu anna

Moehammadu‟r Rasulullah

Kami, Umat Islam Bangsa Indonesia

MENYATAKAN:

Berdirinya “NEGARA ISLAM INDONESIA”

Maka hukum yang berlaku atas

Negara Islam Indonesia itu, ialah:

HUKUM ISLAM

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Atas nama Umat Islam Bangsa Indonesia

10 Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M.

Kartosuwirjo, Mengungkp Manipulasi Sejarah Darul Islam/DI-TII Semasa Orde Lama dan Orde

Baru, h. 102

11

Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M.

Kartosuwirjo, Mengungkap Manipulasi Sejarah Darul Islam/DI-TII Semasa Orde Lama dan Orde

Baru, h. 102

12

Abdul Munir Mulkhan dan Bilveer Singh, Demokrasi di Bawah Bayangan Mimpi N-

11, Dilema Politik Islam Dalam Peradaban Modern, (Jakarta: Kompas, 2011), h. 307

Page 45: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

36

Imam Negara Islam Indonesia

Ttd.

(S.M. KARTOSUWIRJO)

MADINAH-INDONESIA,

12 Syawal 1368 H / 7 Agustus 1949 M

Kartosuwirjo sebelumnya telah merealisasikan gambaran tentang sebuah

Negara Islam , ketika pada bulan mei 1948 membentuk Dewan Imamah, begitu

pula Undang-Undang Dasar Negara Islam Indonesia (Qanun Asasi) disertakan

penjelasan singkat yang terdiri atas sepuluh pokok yang konsepnya telah disusun

pada bulan Agoestoes 1948. Maka dengan demikian secara formal telah

mendirikan Negara Islam. 13

2. Dasar Negara menurut Qanun Asasi NII

Dasar negara atau juga pandangan hidup bangsa yang dijadikan cerminan

jiwa dan kepribadian bangsa Dalam Qanun Asasi ialah berdasarkan pada nilai-

nilai Islam. Dapat kita lihat sendiri dalam Qanun Asasi Sebagaiamana yang

termaktub dalam pasal 2 “dasar dan hukum yang berlakunya di Negara Islam

Indonesia adalah Islam”. Dapat kita simpulkan bahwa dasar negara NII ialah

didasarkan pada nilai-nilai Islam (al-Qur‟an dan Sunnah).

B. Kedaulatan dalam UUD 1945 dan Qanun Asasi NII

Ditinjau dari sudut hukum tatanegara, negara merupakan suatu organisasi

kekuasaan, dan organisasi itu merupakan tatakerja daripada alat - alat

perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tatakerja mana melukiskan

hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara masing – masing alat

13 Holk H. Dengel, Darul – Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat

Indonesien. Penerjemah Tim Pustaka sinar Harapan, Darul Islam-NII dan Kartosoewirjo Langkah

Perwujudan Angan – Angan Yang Gagal, (Jakarta : Pustaka Sinar harapan,1995) h. 104

Page 46: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

37

perlengkapan negara itu untuk mencapai suatu tujuan yang tertentu.14

Suatu

negara pastilah dipimpin oleh pemegang kekuasaan.

1. Sumber kedaulatan dalam UUD 1945

Dapat kita amati Pasca amandemen, UUD 1945 menjadi pemegang

kedaulatan rakyat, yang dalam praktiknya dibagikan kepada lembaga-lembaga

dengan pemisahan kekuasaan yang jelas dan tegas. Dibidang legislatif terdapat

MPR, DPR dan DPD; dibidang eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Preiden

serta perpanjangannya; dibidang Yudikatif terdapat Mahkamah Agung,

Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial; serta dibidang pengawasan

keuangan ada BPK.15

2. Sumber kedaulatan menurut Qanun Asasi

Sedangkan dalam Qanun Asasi jika dicermati, sebagaimana yang tertuang

dalam pasal (1) yang berbunyi “Negara Islam Indonesia adalah negara kurnia

Allah Subhanahu wa Ta‟ala kepada bangsa Indonesia.” Dengan demikian

jelaslah teori yang dapat dipakai adalah teori kedaulatan Tuhan. sehingga dapat

kita simpulkan bahwa menurut Qanun Asasi sumber kedaulatan ada ditangan

Tuhan (yakni Allah SWT) yang kemudian diamanatkan kepada bangsa

Indonesia untuk dijalankan dalam bentuk negara.16

C. Tujuan Bernegara dalam UUD NRI 1945 Dan Qanun Asasi NII

1. Tujuan Bernegara Indonesia

Mengetahui tujuan bernegara atau tujuan Nasional merupakan hal

mendasar dalam menganalisis negara sebagai suatu kesatuan (ganzheit).Tujuan

bernegara didalam sistem feodal adalah penguasaan atas tanah. Dapat kita

simpulkan bahwa menurut sistem feodal dari tujuan bernegara ialah untuk

14

Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta : Liberty, 1980), h. 149

15

A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: PT Kompas

Media Nusantara, 2009), h. 11

16

Abdul Munir Mulkhan dan Bilveer Singh, Demokrasi di Bawah Bayangan Mimpi N-

11, Dilema Politik Islam Dalam Peradaban Modern, h. 311

Page 47: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

38

menjaga kekayaan atau pemupukan kekayaan (rijkdom). Sedangkan menurut cara

pandang demokrasi modern semenjak Rousseau, maka tujuan bernegara ialah

persamaan dan kebebasan.

Akan tetapi tujuan bernegara Indonesia tidak bisa menggunakan sudut

pandang keduanya, tujuan bernegara Indonesia menggunakan konsep lebih tua

dari negara hukum (modern) ialah konsep bahwa negara bertujuan untuk

memenuhi kepentingan umum atau res publica. Hal ini dibakukan dalam bentuk

negara republik, sehingga kita dapat berasumsi bahwa setiap negara yang

berbentuk republik adalah untuk kepentingan umum.

Didalam aline keempat Pembukaan UUD 1945 dirumuskan unsur – unsur

masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila tersebut secara dinamis dan

tidak terminal utopis. Unsur – unsur tersebut ialah:

a. melindungi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

(wilayah);

b. memajukan kesejahteraan umum;

c. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan

d. ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi ,

kemerdekaan, dan keadilan sosial.17

Dengan demikian untuk terciptanya “masyarakat adil dan makmur”

berdasarkan pancasila ialah secara ketatanegaraan itu terselenggaranya keempat

unsur tersebut secara dinamis dan berkelanjutan, dalam pelaksanaannya hal ini

kemudian demi tercapainya tujuan itu maka dituangkanlah dalam bentuk Garis

Besar Haluan Negara, undang – undang atau peraturan – peraturan.

2. Tujuan Bernegara NII

Visi dari berdirinya Negara Islam Indonesia itu sendiri dapat kita lihat

dalam Qanun Asasi NII berikut:

“Mencari dan mendapatkan mardhotillah, yang merupakan hidup didalam

suatu ikatan dunia baru, yakni Negara islam Indonesia yang merdeka”.

17

C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 2,

(Jakarta: Rineka Cipta, ed. Revisi, 2003), h. 73-74

Page 48: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

39

Maka setiap pergerakan yang dilakukan NII baik itu secara politik maupun

militer adalah untuk mendirikan suatu negara islam dalam nation-state dengan

nama Negara Islam Indonesia. Kewajiban untuk mendirikan suatu negara Islam

ini juga semakin dipertegas dengan kalimat, “maka umat islam tidak lupa pula

kepada kewajibannya membangun dan menggalang suatu negara islam yang

merdeka, suatu kerajaan Allah yang dilahirkan diatas dunia , ialah syarat dan

tempat untuk mencapai keselamatan tiap -–tiap manusia dan seluruh umat islam,

dilahir maupun di batin, di dunia hingga diakhirat kelak.” Kalimat tersebut tegas

dinyatakan dalam alinea ke V muqadimah Qanun Asasi NII.

Tujuan Negara Islam Indonesia yang merdeka itu untuk “mewujudkan

amal perbuatan yang nyata, dari tiap – tiap warga negara di daerah – daerah ,

dimana mulai dilaksanakan hukum – hukum islam, ialah hokum Allah dan Sunnah

Nabi.” Tujuan itu tertera jelas dalam alineia ke-VI Qanun Asasi NII, redaksi

lengkapnya sebagai berikut:

“kiranya dengan tolong menolong dan karunia Ilahi, Qanun Asasi yang

sementara ini menjadi pedoman kita, melakukan bakti suci kepada “Azza wa

Jalla, dapatlah mewujudkan amal perbuatan yang nyata, dari tiap – tiap warga

negara di daerah – daerah, dimana mulai dilaksanakan hukum – hukum islam,

ialah hukum Allah dan Sunnah Nabi.”18

D. Mekanisme Pemilihan Kepala Negara Indonesia Dan NII

Suatu negara tidak bisa dikatakan sebagai negara jika tidak adanya kepala

negara, sebagaimana yang dijelaskan dalam Ilmu Negara, karena suatu negara

harus memiliki tiga unsur yakni adanya rakyat, adanya wilayah, dan pemerintahan

yang berdaulat. Maka dapat disimpulkan bahwa ketika tiga unsur tersebut tidak

dilengkapi belum bisa dikatakan sebagai negara. Dalam setiap konstitusi negara

harus mengatur hal ini, begitupun UUD 1945 dan Qanun Asasi.

1. Sistem pemilihan kepala Negara menrut UUD 1945

a. Sebelum Amandemen

18 Abdul Munir Mulkhan dan Bilveer Singh, Demokrasi di Bawah Bayangan Mimpi N-

11, Dilema Politik Islam Dalam Peradaban Modern, h. 310-311

Page 49: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

40

Dalam rangka mempertegas sistem presidensiil dan sebagai negara Demokratis,

sistem pemilihan Presiden dalam UUD tahun 1945 diatur dalam pasal 6A.

Ketentuan dalam pasal 6 A terdiri atas lima ayat dan memuat ketentuan yang

mengatur mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebagai perubahan

atas ketentuan pasal 6 ayat (2) yang terdahulu. Dalam ketentuan terdahulu

tersebut ditetapkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak. setelah Amandemen

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diubah menjadi dilakukan oleh rakyat

secara langsung melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tersebut adalah

sebagaimana dimaksud dalam pasal 22E ayat (2), yaitu bahwa pemilihan umum

diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah.

Ketentuan pasal 6 A terdiri atas lima ayat sebagai berikut:

Ayat (1) : Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara

langsung oleh rakyat.

Ayat (2) : Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai

Politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum.

Ayat (3) : Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara

lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan

sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari

setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil

Presiden.

Ayat (4) : dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua

dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang

memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Ayat (5) : tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih

lanjut diatur dalam undang – undang..

2. Sistem pemilihan kepala Negara menrut Qanun Asasi NII

Sistem pemilihan kepala negara (Imam) dalam Qanun Asasi diatur dala Pasal 12

yang terdiri dari 3 ketentuan:

Page 50: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

41

Ayat (1): memuat tentang, Imam negara Islam Indonesia ialah orang indonesia

asli yang beragama Islam dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Ayat (2): Imam dipilih oleh Majelis Syuro dengan suara paling sedikit 23 daripada

seluruh anggota.

Ayat (3): jika hingga dua kali berturut-turut dilakukan pemilihan umum itu,

dengan tidak mencukupi ketentuan diatas (Bab IV, pasal 12 ayat (2)), maka

keputusan diambil menurut suara yang terbanyak dalam pemilihan yang

ketiganya.

E. Fungsi dan Wewenang Lembaga - Lembaga Negara Yang Terdapat

Di Indonesia dan NII

1. Fungsi dan Wewenang Lembaga - Lembaga Negara menurut UUD

1945

a. Pembagian kekuasaan negara dalam UUD 1945 sebelum amandemen

Sebelum amandemen UUD 1945 struktur ketatanegaraan Indonesia : UUD

1945 merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat dan sepenuhnya

diserahkan kepada MPR sebagai lembaga tertinggi, kemudian MPR

mendistribusikan kekuasaannya kepada lima lembaga tinggi Negara yang sejajar

kedudukanya, Presiden,BPK DPA, DPR, MA.19

Adapun rincian dari tugas dan

wewenang masing – masing lembaga yaitu:

a) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Mengenai pengaturan lembaga MPR dalam UUD 1945 diatur dalam BAB

II pasal II dan III tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Didalamnya memuat

ketentuan:

Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota – anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan – utusan dari daerah – daerah dan

golongan – golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang – undang.

MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Segala

19

Abu Thamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Lembaga Penelitian

Uin Syarif Hidayatullah, 2010), h.112

Page 51: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

42

putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak. MPR juga menetapkan Undang

– undang dasar dan garis – garis besar daripada haluan negara.

b) Presiden

Mengenai ketentuan dan pengaturan Presiden dan Wakil Presiden terdapat

dalam UUD 1945 bab III pasal 4, 5,6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, dan pasal 15

tentang kekuasaan pemerintahan negara, didalamnya memuat: bahwa Presiden

Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut undang – undang

dasar. Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil

Presiden. Presiden memegang kekuasaan membentuk undang – undang dengan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden menetapkan peraturan

pemerintah untuk menjalankan undang – undang sebagaimana mestinya. Presiden

ialah orang indonesia asli. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis

Perwakilan Rakyat dengan suara terbanyak. Presiden dan Wakil Presiden

memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih

kembali. Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan

kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai

habis waktunya. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden

bersumpah menurut agama ,atau berjanji dengan sungguh - sungguh dihadapan

Majelis Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden memegang

kekuasaan tertinggi atas angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang ,

membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. Presiden menyatakan

keadaan bahaya. Syarat – syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan dengan

undang – undang. Presiden mengangkat duta dan konsul serta menerima duta

negara lain. Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Presiden

memberi gelaran, tanda jasa, dan lain – lain tanda kehormatan.

c) DPA

Pengaturan Dewan Pertimbangan Agung terdapat dalam BAB IV tentang

Dewan Pertimbangan Agung Pasal 16 UUD 1945, didalamnya memuat ketentuan

bahwa: Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang –

Page 52: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

43

undang. Dewan ini berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan

berhak mengajukan usul kepada pemerintah.

d) Dewan Perwakilan Rakyat

Pengaturan DPR terdapat dalam BAB VII tentang Dewan Perwakilan

Rakyat pasal 19, 20, 21, 22 UUD 1945 memuat sebagai berikut:

Susunan DPR ditetapkan dengan undang – undang. DPR bersidang

sedikitnya sekali dalam setahun. Tiap – tiap undang - undang menghendaki

persetujuan DPR. Sesuatu rancangan undang – undang tidak mendapat

persetujuan DPR, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam

persidangan DPR masa itu. Anggota – anggota DPR berhak mengajukan

rancangan undang - undang. Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh DPR ,

tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi

dalam persidangan DPR masa itu. Dalam hal – ihwal kegentingan yang memaksa ,

Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang –

undang. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam

persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan

pemeerintah itu harus dicabut.

e) Badan Pemeriksa Keuangan

Ketentuan yang mengatur adanya Badn Pemeriksa Keuangan terdapat dalam Bab

VIII pasal 5, didalamnya berisi ketentuan:

untuk memeriksa tanggung jawab tentag keuangan negara diadakan suatu

Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang –

undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

f) Mahkamah Agung (MA)

Pengaturan lembaga MA diatur dengan UUD 1945 dalam bab IX tentang

Kekuasaan Kehakiman pasal 24 dan 25 UUD 1945 yang memuat bahwa:

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain

– lain badan kehakiman menurut undang – undang. Susunan dan kekuasaan badan

– badan kehakiman itu diatur dengan undang – undang.

b. Pembagian Kekuasaan Negara dalam UUD 1945 sesudah amandemen

Page 53: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

44

Sesudah amandemen susunan lembaga negara mengalami perubahan yang

banyak, adapun aspek perubahannya seperti lembaga Dewan Pertimbangan Agung

(DPA) yang telah dihapuskan dan penambahan Badan Pengawas Keuangan

(BPK), serta mengalami penambahan pada lembaga kehakiman, yaitu Mahkamah

Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY). kemudian dalam lembaga legislatif

mengalami penambahan yakni Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Struktur ketatanegaraan Indonesia setelah amandemen: UUD 1945

merupakan hukum tertinggi, kedaulatan ditangan rakyat dan sepenuhnya

dijalankan menurut UUD. Kemudian UUD memberikan kekuasaan tersebut

kepada delapan lembaga tinggi negara dengan kedudukan sejajar antara satu

dengan yang lainnya, yaitu Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, KY.

Dengan MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, maka Indonesia tidak

lagi mempraktekan pembagian kekuasaan (distribution of power atau Division of

Power ). setelah amandemen UUD 1945 di Negara Republik Indonesia mulai

menganut pemisahan kekuasaan negara (Separation of power) bersifat horizontal,

dalam artian kekuasaan yang ada pada masing – masing lembaga negara dipisah –

pisah sesuai dengan kewenangannya masing – masing. Akan tetapi terdapat check

and balances antar lembaga negara.20

Adapun rincian dari tugas dan wewenang

dari seluruh lembaga negara Indonesia sebagai berikut:

a) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Pengaturan MPR diatur dalam bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat

pasal 2, pasal 3 UUD 1945, yang mengatur meliputi:

MPR terdiri atas anggota – anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih

melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang – undang. MPR

bersidang sedikitnya sekali dalam limatahun di ibu kota negara. Segala putusan

MPR ditetapkan dengan suara terbanyak. MPR berwenang mengubah dan

menetapkan undang – undang dasar. MPR melantik Presiden dan / atau Wakil

Presiden. MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden

dalam Masa jabatannya menurut undang – undang dasar.

20

Abu Thamrin dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara, h. 118

Page 54: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

45

b) Presiden

Pengaturan mengenai Presiden diatur dalam bab III tentang Kekuasaan

Pemerintah pasal 4, 5,6 ,6A ,7 , 7 B , 7C , 8 ,9 ,10 , 11 , 12 , 13 , 14 , 15 ,dan 16

UUD 1945. Didalamnya memuat ketentuan mengenai:

Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut undang –

undang dasar. Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh sau orang

Wakil Presiden. Presiden berhak mengajukan, menetapkan rancangan undang –

undang kepada DPR. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk

menjalankan undang – undang sebagaimana mestinya. Calon Presiden dan Calon

Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah

menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah

mengkhianati negara, serta Mampu secara rohani dan jasmani untuk

melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Syarat –

syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan

undang – undang.

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung

oleh rakyat. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai

politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan

pemilihan umum. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan

suara lebih dari limapuluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum

dengan sedikitnya dua puluh persen suara setiap provinsi yang tersebar di lebih

dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil

Presiden.

Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih,

dua pasangna calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam

pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang

memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur

dalam undang – undang. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama

lima tahun , dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang bersama,

hanya untuk satu kali masa jabatan.

Page 55: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

46

Presiden dan / atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam Masa

jabatannya oleh MPR atas usul DPR , baik apabila terbukti telah melakukan

pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,

tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela Maupun apabila terbukti tidak

lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden. Usul

pemberhentian Presiden dan / atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR

kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada

Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPR

bahwa Presiden dan / atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum

berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

lainnya, atau perbuatan tercela; dan / atau pendapat bahwa Presiden dan atau

Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil

Presiden. Pendapat DPR bahwa Presiden dan / atau Wakil Presiden telah

melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan / atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan

fungsi pengawasan DPR. Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat

dilakukan dengan dukungan sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR

yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang – kurangnya 2/3

dari jumlah anggota DPR. MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan

seadil – adilnya terhadap pendapat DPR tersebut paling lama sembilan puluh hari

setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK. Apabila MK memutuskan bahawa

Presiden / Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa

pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,

atau perbuatan tercela; dan / atau terbukti bahwa Presiden dan atau Wakil

Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden,

DPR menyelenggarakn sidang paripurna untuk neberuskan usul pemberhentian

Presiden dan / atau Wakil Presiden kepada MPR. MPR wajib menyelenggarakan

sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak

MK menerima usul tersebut.

Page 56: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

47

Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan / atau Wakil

Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang -

kurangnya 3/ 4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang – kurangnya 3 / 4

dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan Wakil Presiden diberi

kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR. Presiden

tidak dapat membekukan dan / atau membubarkan DPR.Jika Presiden mangkat,

berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam

masajabatannya, ia digantikan oleh wakil Presiden sampai habis masajabatannya.

Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat – lambatnya dalam waktu

enam puluh hari, MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden

dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. Jika Presiden dan / atau Wakil

Presiden mangkat, berhenti, atau diberhentikan, atau tidak dapat melakukan

klewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksanaan tugas

kepresidenan adalah mentri luar negeri, menteri dalam negeri, dan menteri

pertahanan secara bersama– bersama. Selambat – lambatnya tiga puluh hari stelah

itu , MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden

dari pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai

politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden meraih suara terbanyak pertama dan kedua sebelumnya, sampai berakhir

Masa jabatannya. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden

bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh – sungguh di hadapan

MPR serta DPR. Jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden

dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama , atau berjanji dengan sungguh –

sungguh dihadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan MA.

Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan Darat, Angkatan

Laut, dan Angkatan Udara. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang,

membuat perdamaiandan perjanjian dengan negara lain. Presiden dalam membuat

perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar

bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan / atau

mengharuskan perubahan atau pembentukan undang – undang harus dengan

persetujuan DPR. Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasioal diatur

Page 57: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

48

dengan undang – undang. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat – syarat

dan akibat keadaan bahaya ditetapkan undang – undang. Presiden mengangkat dua

konsul. Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR.

Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan

pertimbangan DPR. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan

memperhatikan pertimbangan MA. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan

memperhatikan pertimbangan DPR. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain –

lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang – undang. Presiden membentuk

suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan

kepada Presiden, yang selanjutnya diatur denga undang – undang.

c) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Pengaturan mengenai DPR diatur dalam bab VII tentang Dewan

Perwakilan Rakyat pasal 19, 20, 21, 22 A, dan pasal 22B UUD 1945, didalamnya

memuat ketentuan tentang:

Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum. Susunan DPR diatur

dengan undang – undang. DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. DPR

memegang kekuasaan membentuk undang- undang. Setiap rancangan undang –

undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Jika

rancangan undang – undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan

undang – undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

Presiden megesahkan rancangan undang – undang yang telah disetujui

bersamauntuk menjadi udang – undang. Dalam hal rancangan undang – undang

yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu

tiga puluh hari semenjak rancangan undang – undang tersebur disetujui,

rancangan undang – undang tersebut sah menjadi undang – undang dan wajib

diundangkan. DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi

pengawasan.

Dalam melaksanakan fungsinya selain hak yang diatur dalam pasal –pasal

lain undang – undang dasar ini, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan

hak menyatakan pendapat. Selain hak yang diatur dalam pasal – pasal lain undang

Page 58: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

49

– undang dasar ini, setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan ,

menyampaikan, usul pendapat, serta hak imunitas. Ketentuan lebih lanjut tentang

hak DPR dan hak anggota DPR diatur dalam undang – undang. Anggota DPR

berhak mengajukan usul rancangan undang - umdang. Jika rancangan itu,

meskipun disetujui oleh DPR , tidak disahkan Presiden , Maka rancangan tadi

tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Dalam hal- ihwal

kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah

sebagai pengganti undang – undang. Peraturan pemerintah itu harus mendapat

persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat

persetujuan, makaperaturan pemerintah itu harus dicabut. Ketentuan lebih lanjut

tentang cara pembentukan undang – undag diatur dengan undang – udang.

Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat – syarat dan tata

caranya diatur dalam undang – undang.

d) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Ketentuan mengenai Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam bab VIIA

Dewan Perwakilan Daerah pasal 22C, 22D UUD 1945, didalamnya memuat

ketentuan tentang:

Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.

Anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota

DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. DPD bersidang

sedikitnya sekali dalam setahun. Susunan dan kedudukan DPD diatur dengan

undang – undang. DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang –

undang yang berkaitan dengan otonomi daerah , hubungan pusat dengan dan

daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan

pertimbangan keuangan pusat dan daerah.

DPD ikut membahas rancangan undang – undang yang berkaitan dengan

otonomi daerah ; hubungan pusat dan daerah ; pembentukan, pemekaran ,dan

penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi

lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta ,memberikan

Page 59: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

50

pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang – undang anggaran pendapatan

dan belanja negara dan rancangan undang – undang yang berkaitan dengan pajak,

pendidikan, dan agama. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan

undang – undang mengenai : otonomi daerah; pembentukan, pemekaran, dan

penggabungan daerah; hubungan pusat dan daerah; pengelolaan sumber daya alam

dan sumber daya ekonomi lainnya; pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja

negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya

itukepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti. Anggota DPD

dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat - syarat dan tata caranya diatur

dalam undang – undang.

e) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Ketentuan mengenai Badan Pemeriksa Keuangan terdapat dalam bab

VIIIA tentang Badan Pengawas Keuangan pasal 23 E, 23 F, dan 23G UUD 1945,

didalamnya memuat ketentuan :

Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan

negara diadakan suatu BPK yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan keuangan

negara diserahkan kepada DPR, DPD , dan DPRD, sesuai dengan kewenangannya

.Hasil pemeriksaan keuangan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan

dan / atau badan sesuai dengan undang – undang. Anggota BPK dipilih oleh DPR

dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan Presiden. Pimpinan

BPK dipilih dari dan oleh anggota. BPK berkedudukan di ibu kota negara dan

memiliki perwakilan disetiap provinsi. Ketentuan lebih lanjut mengenai BPK

diatur dengan undang – undang.

f) MahkamahAgung (MA)

Ketentuan yang mengatur Mahkamah Agung terdapat dalam bab IX

tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 24 A UUD 1945, didalamnya memuat

ketentuan :

MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi , menguji peraturan

perundang – undangan dibawah undang – undang terhadap undang – undang, dan

mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undag – undang. Hakim

Page 60: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

51

Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,

profesional, dan berpengalaman dibidang hukum. Calon Hakim Agung diusulkan

Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya

ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Ketua dan wakil ketua Mahkamah

Agung dipilih dari dan oleh Hakim Agung. Susunan, kedudukan , keanggotaan,

dan hukum acara MA serta badan peradilan dibawahnya diatur dengan undang –

undang.

g) Komisi Yudisial (KY);

Ketentuan yang mengatur tentang Mahkamah Konstitusi terdapat dalam

bab IX tentang Kekuasaan kehakiman pasal 24B, didalamnya memuat ketentuan:

KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim

agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan

kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Anggota KY harus

mempunyai pengetahuan dan pengalaman dibidang hukum serta memiliki

integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota KY diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Susunan, kedudukan, dan

keanggotaan KY diatur dengan undang – undang.

h) Mahkamah Konstitusi

Ketentuan yang mengatur tentang Mahkamah Konstitusi terdapat dalam

bab IX tentang Kekuasaan kehakiman pasal 24C, didalamnya memuat ketentuan:

MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk menguji undang – undang terhadap undang –

undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh undang – undang dasar, memutus pembubaran

partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. MK wajib

memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh

Presiden dan / atau Wakil Presidenmenurut undang – undang dasar. MK

mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh

Presiden yang diajukan masing – masingtiga orang oleh MA, tiga orang oleh

DPR, dan tiga oleh Presiden. Ketua dan Wakil ketua MK dipilih dari dan oleh

Page 61: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

52

hakim konstitusi. Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian

tidak tercela, adil, negarawan yang mengusai konstitusi dan ketatanegaraan , serta

tidak merangkap sebagai pejabat negara. Pengangkatan dan pemberhentian hakim

konstitusi, hukum acara, serta ketentuan lainnya tentang MK diatur dengan

undang – undang.

Penyelenggaraan negara di zaman modern semakin komplek dan kadang –

kadang sangat spesifik, maka diperlukan organ – organ baru di luar ketiga jenis

kekuasaan klasik (trias politica). Inilah yang kemudian mendorong munculnya

komisi – komisi negara, agen-agen administratif atau lembaga-lembaga

penyelenggaraan kekuasaan yang tidak lagi bisa dikategorikan berdasarkan

pembagian tiga wilayah kekuasaan negara (trias politica).21

Kebutuhan membentuk organ – organ sampiran negara di luar kerangka

trias politica di Indonesia berkaitan dengan berlangsungnya proses transisi

menuju demokrasi, dari rezim otoritarian lama. Pembentukan sejumlah komisi

negara menunjukkan adanya kebutuhan menanggulangi masalah – masalah

transisi tersebut. Jika di cermati masa transisi menuju demokrasi pasca

otoritarianisme seperti identik dengan proses “reinventing the State (pembentukan

kembali negara). semangat “reinvensi” ini berlangsung bersama dengan

diselenggarakannya amandemen UUD 1945 selama periode 1999 – 2000.22

Lembaga-lembaga sampiran (state auxiliary agencies ) pada prinsipnya

berfungsi sebagai penunjang-penunjang tambahan untuk perbantuan dalam rangka

menyampiri fungsi utama penyelenggaraan kekuasaan negara dengan tugas-tugas

baru. Penyampiran fungsi ini tidak bisa dimasukan dalam kategori pembagian

kekuasaan (trias politika) sebagaimana teori yang digagas oleh Montesquieu pada

abad ke-17/18.23

21

Sholeh Amin , Jurnal Ketatanegaraan, Organ-organ Sampiran Negara Di Indonesia,

(Jakarta: Lembaga Pengkajian MPR RI, volume 11/okt.2018), h. 72

22

Sholeh Amin , Jurnal Ketatanegaraan, Organ-organ Sampiran Negara Di Indonesia,

h. 75

23

Sholeh Amin , Jurnal Ketatanegaraan, Organ-organ Sampiran Negara Di Indonesia,

h. 73

Page 62: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

53

Jimly Asshidiqie menamakan state auxiliary agencies atau Independent

supervisory bodies, yaitu “lembaga - lembaga yang menjalankan fungsi campuran

(mix function) antara fungsi regulatif, administratif, dan fungsi penghukuman

yang biasanya dipisahkan tetapi justru dilakukan secara bersamaan oleh lembaga

– lembaga baru tersebut”.24

Sholeh Amin dalam Karyanya mengutip pendapatTriwulan dan Widodo

(2011), menurutnya organ – organ sampiran negara secara umum dibedakan

menjadi tiga kategori. Ketiga kategori itu adalah komisi negara independen ( 16

organ), komisi negara eksekutif (40 organ), dan lembaga-lembaga non-kementrian

(94 organ). Ini perkembangan sampai 2010. Selama delapan tahun terakhir, 2010–

2018, belum ada data tentang berapa OSN baru yang dibentuk25

Dari segi fungsinya , lembaga-lembaga negara tersebut, ada yang bersifat

utama atau primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary)

. sedangkan dari segi hierarkinya, lembaga-lembaga negara itu dapat dibedakan

dalam tiga lapis. Organ lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara

(Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, MPR, MK, MA, dan BPK). organ lapis

kedua disebut sebagai lembaga negara saja atau lembaga negara penunjang yang

independen = Independent regulatory agencies (Kementrian Negara, TNI,

kepolisian Negara, KY, KPU, BI, DPP, dan Kejaksaan),26

sedangkan organ lapis

ketiga merupakan lembaga negara penunjang di bawah presiden atau Executive

Branch Agencies (organ konstitusi yang termasuk kategori lembaga negara yang

sumber kewenangannya dapat berasal peraturan perundang – undangan dibawah

UU maupun dari regulator atau pembentuk peraturan dibawah UU lainnya).27

24

Jimly Ashiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Konstitusi Press,2006), h. 8

25

Sholeh Amin , Jurnal Ketatanegaraan, Organ-organ Sampiran Negara Di Indonesia,

h. 77

26

W.M.Herry Susilowati, Jurnal Ketatanegaraan, Keberadaan Lembaga Negara Utama

dan Penunjang Menurut UUD NRI Tahun 1945, (Jakarta: Lembaga Pengkajian MPR RI, volume

11/okt.2018), h. 46-47

27

W.M.Herry Susilowati, Jurnal Ketatanegaraan, Keberadaan Lembaga Negara Utama

dan Penunjang Menurut UUD NRI Tahun 1945, h. 49

Page 63: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

54

2. Fungsi dan Wewenang Lembaga Negara dalam Qanun Asasi NII

DI/TII atau sering disebut Negara Islam Indonesia merupakan gerakan

untuk mendirikan Negara Islam di Indonesia, Gerakan ini dipimpin oleh

Kartosoewirjo yang menjabat sebagai Imam Negara, Konsep lembaga negara

menurut NII termaktub dalam Qanun Asasi NII. Qanun Asasi Negara Islam

Indonesia setidaknya mengatur enam lembaga negara yaitu: Majelis syuro, Dewan

Syuro, Imam, Dewan Fatwa , dewan Imamah, dan Mahkamah Agung.

a. Majelis syuro

Ketentuan yang mengatur mengenai Majelis Syuro ini diatur dalam BAB

I pasal 3 dan Bab II pasal 4, pasal 5 dan pasal 34:

Dalam Qanun Asasi ini lembaga tertinggi negara dipegang oleh lembaga

Majelis Syuro. Majeslis Syuro mempunyai wewenang yang besar dalam membuat

hukum dalam Negara Islam Indonesia.

Lembaga majelis Syuro diisi oleh wakil – wakil rakyat dan juga utusan

golongan. Anggota – anggota pengisi jabatan majelis Syuro inilah yang nantinya

melakukan sidang – sidang. Majelis syuro bersidang paling sedikit sekali dalam

setahun. Keputusan dalam Majelis Syuro diambil dengan suara terbanyak. Sidang

dianggap sah jika memenuhi quorum 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.Jika

kurang dari itu harus diadakan sidang berikutnya. Dalam tempo empat belas (14)

hari .bila tidak memenuhi Quorum juga, maka harus diadakan sidang berikutnya

dalam tempo empat belas hari (14). Bila sidang yang ketiga kalinya juga tidak

memenuhi quorum , maka sidang dianggap sah. Sidang untuk mengubah Qanun

Asasi harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota dan keputusan harus diambil dengan

sekurang – kurangnya setengah dari jumlah anggota yang hadir. Majelis Syuro

memiliki wewenang untuk mengubah Qanun Asasi, dan membuat garis – garis

besar haluan negara.

Jika terjadi keadaan memaksa, hak majelis syuro dapat beralih kepada

Imam dan dewan Imamah. Dalam Qanun Asasi tidak menyebutkan perihal

keadaan memaksa tersebut. Qanun Asasi hanya menyebutkan “jika keadaan

memaksa…” hal ini diatur dalam pasal 3 ayat 2.

b. Dewan Syuro

Page 64: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

55

Ketentuan yang mengatur mengenai Dewan Syuro terdapat dalam BAB III

pasal 6 , 7, 8 dan pasal 9 Qanun Asasi.

Dalam passal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa, “susunan Dewan Syuro

ditetapkan dengan undang - undang .”Adapun aturan mengenai pengisian jabatan

Dewan Syuro ini tidak diatur dalam Qanun Asasi.

Dewan Syuro adalah Badan Pekerja daripada Majelis Syuro dan memiliki

tugas: menyelesaikan segala keputusan Majelis Syuro; dan melakukan segala

sesuatu sebagai Wakil Majelis Syuro menghadapi pemerintah, selainnya yang

berkenaan dengan prinsip. Dewan Syuro bersidang sedikitnya sekali dalam tiga

bulan .setiap undang – undang menghendaki persetujuan Majelis Syuro. Jika

undang – undang tersebut tidak mendapatkan persetujuan Majelis Syuro, undang

– undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam siding Dewan syuro masa itu.

Anggota Dewan Syuro mempunyai hak mengajukan rancangan undang –

undang. Jika rancangan undang – undang tersebut disetujui oleh Dewan Syuro

namun tidak disahkan oleh Imam, rancangan undang – undang itu tidak boleh

diajukan lagi dalam siding Dewan Syuro masa itu. Tiap – tiap undang – undang

menghendaki persetujuan Dewan Syuro.

Dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa, Imam berhak menetapkan

peraturan – peraturan pemerintah sebagai undang – undang atas persetujuan

Dewan Syuro. Jika tidak mendapat persetujuan dari Dewan Syuro peraturan

pemerintah harus dicabut.

Secara kelembagaan didalam Qanun Asasi, Majelis Syuro dan Dewan

Syuro merupakan lembaga legislatif, Lembaga tersebut secara tegas juga

dinyatakan oleh Qanun Asasi sebagai lembaga perwakilan yang diisi oleh wakil

rakyat dan juga utusan – utusan golongan.

c. Imam

Dalam Qanun Asasi ini untuk cabang – cabang kekuasaan eksekutif

dipegang oleh Imam, sebagaimana diatur oleh Qanun Asasi BAB IV tentang

kekuasaan negara pasal 9, pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13, pasal 15, pasal

16, pasal 17, pasal 18, pasal 19, dan pasal 20. Seorang Imam harus orang

Indonesia asli dan beragama islam yang taat (pasal 12 ayat 1). Seorang Imam

Page 65: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

56

dipilih oleh Majelis Syuro dengan suara paling sedikit 2/3 daripada seluruh

anggota. Jika hingga dua kali berturut – turut dilakukan pemilihan, dengan tidak

mencukupi ketentuan suara paling sedikit 2/3 dari seluruh anggota, maka

keputusan diambil menurut suara yang terbanyak dalam pemilihan yang

ketiganya.

Imam memiliki beberapa wewenang, seperti: memegang kekuasaan

tertinggi atas seluruh angkatan perang; menyatakan keadaan berbahaya;

mengangkat duta dan konsul; menerima duta negara lain; memberi amnesti;

abolisi; grasi dan rehabilitasi; memberi gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, dan

lain – lainnya. Imam juga mempunyai wewenang yang berurusan dengan

wewenang lembaga legislative seperti : menetapkan peraturan pemerintah sebagai

pengganti undang – undang (dalam ikhwal kegentingan yang memaksa);

membentuk undang – undang dengan persetujuan Majelis Syuro; menetapkan

peraturan pemerintah untuk menjalankan undang – undang; serta dengan

persetujuan Majeliss Syuro menyatakn perang, membuat perjanjian / perdamaian

dengan negara lain.

d. Dewan Fatwa

Dalam Qanun Asasi juga mengatur tentang suatu lembaga yang memiliki

fungsi sebagai lembaga yang memberikan masukan kepada imam untuk dijadikan

pertimbangan oleh imam sebelum mengambil suatu keputusan, hal yang mengatur

ketentuan lembaga ini terdapat dalam bab V pasal 21. Lembaga tersebut bernama

Dewan fatwa terdiri dari seorang Mufti, sebanyak – banyaknya 7 orang.Dewan ini

berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan Imam dan berhak mengajukan

usul kepada pemerintah.

e. Dewan Imamah

Dewan Imamah merupakan suatu lembaga kabinet yang berada dibawah

imam ,ketentuan mengenai lembaga ini diatur dalam BAB VI Qanun Asasi pasal

22. Imam menetapkan peraturan pemerintah setelah berunding dengan Dewan

Imamah ini. Dewan Imamah ini terdiri dari Imam dan kepala – kepala majelis.

Anggota – anggota Dewan Imamah diangkat dan diberhentikan oleh Imam.

Lembaga Dewan Imamah ini bertanggung jawab kepaada Imam dan Majelis

Page 66: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

57

Syuro. Jika trerjadi sesuatu hal yang menyebabkan Imam berhalangan melakukan

kewajiban – kewajibannya, imam akan menunjuk dari salah seorang Dewan

Imamah unutuk dijadikan sebagai wakil sementara. Namun dalam keadaan –

keadaan yang amat memaksa, Dewan Iamamah harus selekas mungkin bersidang

untuk memutuskan siapa wakil Imam sementara.

f. Mahkamah Agung

Dalam Qanun Asasi ini untuk kekuasaan yudikatif dipegang oleh suatu

lembaga yang bernama Mahkamah Agung. Qanun Asasi mengaturnya dalam

pasal 25 dan pasal 26. mengenai fungsi, tugas, maupun pengisian jabatan lembaga

Mahkamah Agung ini tidak disebutkan secara jelas di dalam Qanun Asasi. Qanun

Asasi hanya menyebutkan, “Fungsi kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Agung dan badan – badan hakim lainnya menurut undang – undang.”kalimat

tersebut dapat dijumpai dalam pasal 25 ayat 1. Begitu juga dengan susunan dan

kekuasaan badan kehakiman diatur dengan undang – undang (pasal 25 ayat

2).Serta didalam pasal 26 juga hanya mencantumkan, “Syarat – syarat untuk

menjadi dan untuk diperhatikan sebagai hakim diatur dengan undang – undang.”

Karena pemerintah Negara Islam Indonesia menyatakan dirinya berada

dalam keadaan perang. Maka tidak ada undang – undang yang dilahirkan untuk

menjelaskan lebih lanjut mengenai tugas – tugas lembaga Negara secara detail.

Oleh karena itu ,belum ada aturan yang jelas juga untuk menjelaskan secara lebih

rinci tentang lembaga kehakiman.

Page 67: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

58

BAB IV

KOMPARASI KONSEP PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA

DALAM QANUN ASASI NII DAN UUD 1945

A. Konsep Pembagian Kekuasaan Negara dalam Qanun Asasi NII dan

UUD 1945

Dalam Qanun Asasi NII Dari pemaparan diatas mengenai konsep

pembagian kekuasaan negara yang di delegasikan pada lembaga – lembaga negara

utama, yakni lembaga negara yang memegang cabang kekuasaan eksekutif,

legislatif, dan yudikatif, yang termaktub dalam Qanun Asasi NII dan UUD 1945.

Setelah dicermati mengenai konsep pembagian kekuasaan negara yang

termaktub dalam kedua konstitusi tersebut akan didapati persamaan dan

perbedaan. Secara umum, keduanya mengusung konsep ketatanegaraan modern

dengan adanya pembagian kekuasaan negara kedalam lembaga – lembaga negara.

Dalam Qanun Asasi bentuk Negara yang diusung berbentuk Jumhuriyah

(Republik) NII Instansi tertinggi Negara ditempati oleh Majelis Syuro , hanya

dalam keadaan genting hak tersebut dialihkan kepada Imam dan Dewan Imamah.1

Bila sudah beralih ke tangan Imam maka kekuasaan kemudian terpusat ditangan

Imam yang harus orang Indonesia dan beragama Islam. Secara jelas pemerintahan

yang hendak diusung oleh NII adalah sistem pemerintahan parlementer dan bisa

juga seperti yang diterapkan pada masa orde baru di Indonesia dengan meletakan

posisi parlemen pada posisi kekuasaan tertinggi. hasil analisis ini mengacu dengan

adanya Dewan Imamah yang dalam system parlementer ialah Dewan Kabinet . di

dalam Qanun Asasi NII pada pasal 22 ayat 4 jelas menerangkan bahwa Dewan

Imamah bertanggung jawab kepada imam dan Majelis Syuro.

Menurut H. Dengel Konstitusi yang dirancang oleh Negara Islam

Indonesia sangat mirip dengan Undang – Undang Dasar 1945 (sebelum

amandemen). Dari pandangan Holk H. Dengel ini dapat diambil suatu gambaran

1Holk H. Dengel, Darul – Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat

Indonesien. Penerjemah Tim Pustaka sinar Harapan, Darul Islam-NII dan Kartosoewirjo Langkah

Perwujudan Angan – Angan Yang Gagal, (Jakarta : Pustaka Sinar harapan,1995), h. 112

Page 68: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

59

ketika Republik Indonesia menggunakan UUD 1945 sebelum amandemen

meletakan kekuasaan tertinggi ditangan Majelis permusyawaratan Rakyat. Bagian

lain yang juga menurut Holk H. Dengel juga sama dengan yang diatur dengan

UUD 1945 dengan melihat fungsi Dewan Fatwa yang mirip dengan Dewan

Pertimbangan Agung (DPA) di UUD 1945, akan tetapi Dewan Fatwa terdiri dari

seorang Mufti Besar dan beberapa Mufti yang lain sebanyak 7 orang.2

Pengangkatan dan pemberhentian anggota – anggota itu dilakukan oleh Imam .

sebagaimana yang diatur oleh “Qanun Asasi” Dewan Fatwa berkewajiban

memberikan jawaban atas pertanyaan Imam dan berhak mengajukan usul kepada

pemerintah (Pasal 21 Qanun Asasi). Selain itu, Dewan Syuro juga memiliki fungsi

yang hampir mirip dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Meskipun dalam kebanyakan peraturan memiliki banyak kemiripan

dengan Undang – undang Dasar 1945 , namun ada sedikit perbedaan terlihat pada

aturan mengenai pengangkatan Wakil Imam sementara jika Imam berhalangan

melaksanakan kewajibannya. Dalam Qanun Asasi, menjelaskan mesti adanya

sidang di Dewan Imamah jika amat memaksa untuk megangkat wakil imam

sementara (Pasal 13 ayat 3).

Berhubung tidak ada parlemen, semua peraturan Negara Islam Indonesia

dikeluarkan oleh komandemen teretinggi, yaitu Dewan Imamah yang dulu, dalam

bentuk Maklumat yang ditandatangani oleh Imam dan kemudian dibagi – bagikan.

Menurut keterangan Kartosoewirjo, Komandemen tertinggi setelah proklamasi

NII pada bulan Agustus 1949, terdiri dari anggota – anggota sebagai berikut:

Imam dan Panglima tertinggi – S.M.Kartosoewirjo

Wakil Imam dan Komandan Divisi – Kamran

Madjelis Keuangan - Oedin Kartasasmita, setelah meninggal

diganti oleh Soelaiman Purnama

2Holk H. Dengel, Darul – Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat

Indonesien. Penerjemah Tim Pustaka sinar Harapan, Darul Islam-NII dan Kartosoewirjo Langkah

Perwujudan Angan – Angan Yang Gagal, h. 112-113

Page 69: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

60

Madjelis Penerangan – toha Arsjad, setelah meninggal tahun 1952 /

1953 tidak ada gantinya

Madjelis Pertahanan – R.Oni setelah meninggal tahun 1952/1953

tidak ada penggantinya.

Madjelis Kehakiman – Gozali Tusi, setelah tertawan tidak ada

gantinya.

Madjelis Luar Negeri – Sanusi Partawidjaja, setelah dihukum mati,

tugas ini diambil alih oleh Kartosoewirjo.

Madjelis Dalam Negeri – dirangkap oleh Sanusi Partawidjaja,

setelah dihukum mati diambil alih oleh Kartosuwirjo.

Oleh karena itu lembaga negara seperti Dewan Fatwa dan Majelis Syuro

tidak pernah berfungsi, karena selama masa Negara Islam Indonesia Kartosuwirjo

memegang pimpinan politik, begitu juga pimpinan militer, dan tak mempunyai

seorang penasihat ataupun membolehkan adanya penasihat.3

Sedangkan dalam UUD 1945 pasca amandemen dalam pembagian

kekuasaan negara terbagi atas empat bagian. Dalam kekuasaan Legislatif

(Pembuat undang-undang) dijalankan oleh MPR, DPR dan DPD, kekuasaan

Eksekutif (menjalankan undang-undang) diberikan kepada Presiden dan wakil

Presiden, kemudian dalam bidang Yudikatif (mengadili) dipegang oleh

Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi beserta Komisi Yudisial dan kekuasaan

pengawasan dijalankan oleh Badan Pengawas Keuangan.4

Setelah amandemen UUD 1945, terdapat indikasi kecenderungan menguatnya

sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan Presidensil. Hal ini

dapat kita amati pasal demi pasal dalam UUD 1945 sebagai berikut:

3Holk H. Dengel, Darul – Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat

Indonesien. Penerjemah Tim Pustaka sinar Harapan, Darul Islam-NII dan Kartosoewirjo Langkah

Perwujudan Angan – Angan Yang Gagal, h. 113

4 A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta: PT Kompas

Media Nusantara, 2009), h. 11

Page 70: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

61

1. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.

Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam

satu paket (pasal 6A ayat (1) UUD 1945).

2. Kabinet atau menteri diangkat olehh Presiden dan bertanggung jawab

kepada Presiden (Pasal 17 ayat (2) UUD 1945).

3. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota Dewan

merupakan anggota MPR (Pasal 2 ayat (1) UUD 1945).

4. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya

pemerintahan (Pasal 20A ayat (1) UUD 1945).

5. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan

peradilan dibawahnya (Pasal 24 ayat (2) UUD 1945).

Namun terdapat juga unsur – unsur dari sistem pemerintahan parlementer

dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan – kelemahan yang

ada dalam sistem presidensil. Beberapa variasi sistem presidensil di Indonesia

adalah sebagai berikut;

1. Presiden sewaktu – waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari

DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun

secara tidak langsung (Pasal 7A UUD 1945).

2. Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan atau

persetujuan dari DPR (misal Pasal 24A ayat (3) UUD1945).

3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau

persetujuan dari DPR (misal Pasal 11 ayat (1) dan (2), Pasal 13 ayat (2)

dan (3) UUD 1945).

4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang

– undang dan hak budget (anggaran) (Pasal 20, dan 21 UUD 1945).

Dengan demikian sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 setelah

amandemen, terdapat penguatan pada sistem presidensiil namun terdapat nuansa

parlementernya.5 Pasca amandemen lembaga Independent juga mulai menjamur.

5 W.M.Herry Susilowati, Jurnal Ketatanegaraan, Keberadaan Lembaga Negara Utama

dan Penunjang Menurut UUD NRI Tahun 1945, (Jakarta: Lembaga Pengkajian MPR RI, volume

11/okt.2018), h. 41-42

Page 71: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

62

Namun hadirnya lembaga independen ini hanya sebatas lembaga penunjang

negara tidak termasuk dalam golongan lembaga delegasi pembagian kekuasaan

negara, karena pada LNI terdapat penyimpangan ketiga kekusasaan, yakni adanya

penggabungan ketiga fungsi kekuasaan tersebut (quasi legislatif, eksekutif dan

yudikatif).

Sedangkan dalam Qanun Asasi jika dicermati, sebagaimana yang tertuang

dalam pasal (1) yang berbunyi “Negara Islam Indonesia adalah negara kurnia

Allah Subhanahu wa Ta‟ala kepada bangsa Indonesia.” Dengan demikian jelaslah

teori yang dapat dipakai adalah teori kedaulatan Tuhan. sehingga dapat kita

simpulkan bahwa menurut Qanun Asasi sumber kedaulatan ada ditangan Tuhan

(yakni Allah SWT) yang kemudian diamanatkan kepada bangsa Indonesia untuk

dijalankan dalam bentuk negara. Adapun dalam menjalankan pemerintahan,

dalam Qanun Asasi kekuasaan dibagi-bagi dalam bentuk lembaga-lembaga

negara. seperti Dibidang legislatif terdapat Majelis Syuro, beserta Dewan Syuro;

dibidang eksekutif terdapat Imam, dan dibidang Yudikatif terdapat Mahkamah

Agung.

Meski dalam soal penamaan kepala negara menggunakan sebutan Imam,

akan tetapi sistem pemerintahan yang termaktub dalam konstitusi Qanun Asasi

NII berbeda dengan model pemerintahan Syiah yang digagas oleh Ayatullah

Khomeini yang didasarkan pada doktrin Imamah dalam Syiah Imamiyah.

Dalam pemerintahan Syiah Imamiyah menggunakan sistem pemerintahan yang

dikenal dengan sebutan Wilayatuh Faqih.6

A. Tabel Perbandingan Konsep Pembagian Kekuasaan Negara dalam

Qanun Asasi NII dan UUD 1945

Tabel Perbandingan

Qanun Asasi NII UUD 1945

Bentuk Negara Jumhuriyah (Republik) Republik

6Abd. Kadir, Jurnal Politik Profetik, Syiah dan Politik: Studi Republik Islam Iran (Balai

Litbang Agama Makassar Volume 5 Nomor 1 Tahun 2015),h.9 artikel diakses pada 27 Agustus

2019 dari http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jpp/article/view/820

Page 72: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

63

Kedaulatan

Negara

Kedaulatan Tuhan (Allah

SWT.)

Kedaulatan Rakyat (diwakilkan

kepada MPR)

Dasar Negara Islam (al-Qur‟an dan

Sunnah)

Pancasila

Sistem

Pemerintahan

Parlementer

Presidensiil

Delegasi

Pembagian

Kekuasaan

Negara

kedalam

bentuk

Lembaga

Negara

Legislatif

- Majelis Syuro

- Dewan Syuro

- Dewan Imamah

Eksekutif

- Imam

Yudikatif

- Mahkamah Agung

Sebelum amandemen

- Legislatif

- Majlis Permusyawaratan

Rakyat

- Dewan Perwakilan Rakyat

Eksekutif

- Presiden

Yudikatif

- Mahkamah Agung

Sesudah amandemen

- Legislatif

- Majlis Permusyawaratan

Rakyat

- Dewan Perwakilan Rakyat

- Dewan Perwakilan Daerah

Eksekutif

- Presiden

Yudikatif

- Mahkamah Agung

- Mahkamah Konstitusi

- Komisi Yudisial

Pengawasan

- Badan Pengawas Keuangan

Page 73: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan

dua hal sebagai jawaban pertanyaan penelitian yang termaktub dalam Bab I.

Kesimpulan dimaksud, sebagai berikut:

1. Konsep Pembagian Kekuasaan dalam Qanun Asasi NII dan UUD 1945

Pembagian kekuasaan negara dalam Qanun Asasi NII didelegasikan dalam

bentuk lembaga – lembaga negara utama, yakni:

a) Majelis Syuro;

b) Dewan Syuro;

c) Imam;

d) Dewan Fatwa;

e) Dewan Imamah;

f) Mahkamah Agung.

Dengan rincian bidang Legislatif atau kekuasaan pembuat undang-undang

di pegang oleh Majelis Syuro, bidang Eksekutif atau kekuasaan menjalankan

undang-undang dipegang oleh seorang kepala negara yang dalam Qanun Asasi

disebut dengan seorang Imam, dan dibidang Yudikatif atau kekuasaan

mengadili undang-undang dipegang oleh Mahkamah Agung.

Sedangkan konsep pembagian kekuasaan menurut UUD 1945, kekuasaan

negara didelegasikan dalam bentuk lembaga-lembaga negara utama, yakni:

Sebelum amandemen

a) Majelis Permusyawaratan Rakyat;

b) Presiden;

c) Dewan Pertimbangan Agung;

d) Dewan Perwakilan Rakyat;

e) Badan Pemeriksa Keuangan;

f) Mahkamah Agung.

Page 74: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

65

Sesudah amandemen

a) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

b) Presiden;

c) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

d) Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

e) Mahkamah Agung (MA);

f) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);

g) Mahkamah Konstitusi (MK);

h) Komisi Yudisial (KY).

Dengan rincian dalam UUD 1945 bidang Legislatif atau kekuasaan

pembuat undang-undang di pegang oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),

bidang Eksekutif atau kekuasaan menjalankan undang-undang dipegang oleh

seorang kepala negara yang dalam UUD 1945 disebut dengan Presiden, dan

dibidang Yudikatif atau kekuasaan mengadili Undang-undang dipegang oleh

Mahkamah Agung. Namun setelah amandemen dalam UUD 1945 terdapat

penambahan kekuasaan, yakni bidang kekuasaan Pengawasan yang di jalankan

oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK).

2. Analisis perbandingan menunjukkan adanya aspek persamaan dan

perbedaan antara konsep pembagian kekuasaan yang terdapat dalam

Qanun Asasi NII dan UUD 1945, sebagai berikut:

a. Persamaan

Baik dalam Qanun Asasi dan UUD 1945 keduanya sama-sama

mendelegasikan kekuasaan dalam bentuk lembaga-lembaga Negara yang masing-

masing mewakili tiap-tiap kekuasaan (Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif).

pemerintahan yang hendak diusung oleh NII sama seperti dalam UUD 1945

sebelum amandemen, tepatnya pada masa orde baru dengan meletakan posisi

parlemen (Majelis Syuro dan MPR) pada posisi kekuasaan tertinggi. fungsi

Dewan Fatwa yang terdapat dalam Qanun Asasi mirip dengan Dewan

Pertimbangan Agung (DPA) di UUD 1945 sebelum Amandemen. Terkait lama

jabatan seorang Kepala Negara dalam Qanun Asasi sama seperti dalam UUD

Page 75: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

66

1945 sebelum amandemen (orde baru) yaitu tidak ada kejelasan mengenai batas

lama jabatan seorang kepala Negara hal ini .

b. Perbedaan

Dalam Qanun Asasi Lembaga Tertinggi Negara berada di tangan Legisatif

(Majelis Syuro) sehingga dapat disimpulkan bahwa Negara yang akan diusung

menggunakan sistem parlementer, sedangkan dalam UUD 1945 pasca amandemen

tidak dikenal lagi dengan lembaga tertinggi negara melainkan hanya lembaga

tinggi Negara/lembaga negara utama dan Kepala Negara (Presiden) . Mengenai

lama jabatan seorang kepala Negara (Imam) dalam Qanun Asasi tidak ada

kejelasan mengenai itu, sehingga memungkinkan adanya kepemimpinan seumur

hidup, sedangkan dalam UUD 1945 pasca amandemen lama jabatan Kepala

Negara mulai dibatasi menjadi 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali

dalam jabatan yang sama, hanya untuk sekali masa jabatan (Pasal 7). Pada Qanun

Asasi aturan mengenai pengangkatan Wakil Imam sementara jika Imam

berhalangan melakukan kewajibannya, harus diadakan sidang di Dewan Imamah

jika amat memaksa untuk mengangkat Wakil Imam sementara (Pasal 13 ayat 3).

Sedangkan dalam UUD 1945 jika kepala Negara (Presiden) mangkat, berhenti

diberhentikan, atau tidak bisa melaksanaka kewajibannya dalam masa jabatannya,

ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya (pasal 8 ayat 1).

B. Saran

Menurut Pembahasan yang sudah dilakukan, penulis bisa memberikan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Kepada pemerintah diharapkan agar melakukan kajian mengenai

pembagian kekuasaan negara, terutama untuk pembagian kekuasaan yang

diterapkan di negara muslim.

2. Kepada kampus – kampus agar memperbanyak literatur-literatur yang

membahas konsep pembagian kekuasaan, terutama untuk kampus

Universitas Islam Negeri (UIN).

3. Kepada para mahasiswa yang hendak melakukan penelitian, agar bisa

meneliti tentang pembagian kekuasaan negara yang diterapkan dalam

Page 76: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

67

negara muslim untuk memperkaya literatur mengenai pembagian

kekuasaan negara islam.

4. Pembaca atau yang ingin meneliti mengenai konsep pembagian

kekuasaan negara yang diterapkan di negara muslim, agar melakukan

penelitian yang lebih mendalam lagi.

Page 77: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

68

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arifin, Jaenal, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia.

Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2008. Cet. 1.

Anjaya, Angga. Konsep Lembaga Negara Islam (Studi Komparatif Hizbut Tahrir

dan Negara Islam Indonesia). Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah tahun 2018.

Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum. Ciputat:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Affandi , Mukhtar, Ilmu – Ilmu Kenegaraan. Bandung: Alumni, 1971.

Al-Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia

S.M. Kartosuwirjo, Mengungkap Manipulasi Sejarah Darul Islam/DI-TII

Semasa Orde Lama dan Orde Baru.Jakarta: Darul Falah, 1999.

Asshiddiqie, Jimly.PengantarIlmuHukum Tata Negara. Jakarta : RajawaliPers,

2013.

--------------, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi.

Jakarta: Konstitusi Press, 2006.

Busro, Abu Daud , Ilmu Negara. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010, Ed.1. Cet. 7.

Budiyanto, Hakikat Bangsa dan Negara, Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:

Erlangga, 2014.

Budiardjo, Miriam, Dasar – Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia Pustaka

utama, 2015.

Djazuli, A, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu –

rambu Syariah. Jakarta: Kencana, 2013. Cet. 5.

Diponalo, G.S. Ilmu Negara, jilid 1. Jakarta: Balai Pustaka, 1975.

Firdaus, Robitul. Pemisahan Kekuasaan dan Organisasi Negara dalam

Pemerintahan Islam (Studi Komparatif Terhadap Dustur Al – Islamy

Hizbut Tahrir dan Qanun Asasi NII). Skripsi S2 Pasca Sarjana

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010.

Page 78: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

69

Fatwa, A.M., Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta: PT Kompas

Media Nusantara, 2009.

H. Bohari, Hukum Anggaran Negara.Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992.

H. Dengel, Holk,Darul – Islam: Kartosoewirjo Kampf um einen islamischen Staat

Indonesien. Penerjemah Tim Pustaka sinar Harapan, Darul Islam-NII dan

Kartosoewirjo Langkah Perwujudan Angan – Angan Yang Gagal.Jakarta

: Pustaka Sinar harapan,1995.

Kusnardi, Moh. dan Bintang Saragih, Ilmu Negara.Jakarta: Gaya Media Pratama,

2015. Cet. 7.

Kansil, C.S.T, Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Aksara Baru, 1985. Cet. 5.

-------------- dan Christine S.T.Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia 2

ed. revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Mawardi, Al, Al-Ahkamus Sulthaniyah wal-Wilaayatuddiniyah, diterjemahkan oleh

Abdul Hayyie al-Khatani, Kamaluddin Nurdin dengan judul Hukum Tata

Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam. Jakarta: Gema Insani

Press, 2000.

--------------, Al – Ahkam al - Shulthaniyah, Penerjemah Khalifurrahman dan

Fathurraahman, Ahkam Shulthaniyah: Sistem Pemerintahan Khilafah

Islam. Jakarta: Qisthi Press, 2015.

Maududi, Abu A‟la Al, Al-Khilafah wa Al-Mulk diterjemahkan oleh Muhammad

Bakir dengan judul, Khilafah dan Kerajaan. Bandung: Mizan, 1996. Cet.

4.

Mac. Ivar, Negara Modern. Jakarta: Aksara Baru, 1984.

Marzuki, Peter Mahmud , Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta : Prenadamedia

Group, 2005.

Matroji, Sejarah. Jakarta: Erlangga, 2009.

Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap pemerintah dan Peradilan Tata Usaha

Negara di Indonesia. Yogyakarta: Liberty, 1996.

Marijan , Kacung, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demookrasi Pasca Orde

Baru. Jakarta: Kencana, 2011.

Nur, Deliar, Pemikiran Politik Di Negara Barat. Jakarta: Rajawali Press, 1982.

Page 79: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

70

Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek Jilid 1.Jakarta: UI Press,

1986.

Pudjosewojo, Kusumadi, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta:

Sinar Grafika, 2001

Prakoso, Sandhi. Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan

Undang – Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 Dengan

Kekuasaan Presiden Amerika Serikat. Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret, Surakarta 2011.

Pulungan , J. Suyuthi, Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 1994.

Ridwan ,Juniarso dan AchmadSodik, Tokoh – Tokoh Ahli PikirTentang Negara dan

Hukumdari Zaman YunaniKuno Sampai Abad 20. Bandung: Nuansa,

2010.

Syarif , Mujar Ibnu dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin Dan Pemikiran

Politik Islam. Jakarta: Erlangga , 2008.

Salim , Abdul Muin, Fiqh Siyasah; Konsepsi Politik Dalam Al – Quran. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Santoso , M.H. Budi, Darul Islam Pemberontakan Di Jawa Barat. Bandung : PT.

Dunia Pustaka Jaya,2013.

Soekanto , Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2010.

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara , Ajaran, Sejarah dan Pemikiran.

Jakarta: UI Press, 1990.

Sodiqin, Ali, dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern.

Yogyakarta : LESFI, 2003.

Syafi‟i, Inu Kencana, Ilmu Pemerintahan dan Al – Qur‟an. Jakarta: Bumi

Aksara,1995.

--------------, Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: PT. Refika Aditama, 2005.

Cet.3.

Soehino, Ilmu Negara. Yogyakarta : Liberty, 1980.

Soetomo, Ilmu negara. Surabaya: Usaha Nasional, 1986.

Page 80: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

71

Thamrin, Abu dan Nur Habibi Ihya, Hukum Tata Negara.Jakarta: Lembaga

Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2010.

Undang-undang Dasar 1945.

W.Cresswell, John. Research Design Qualitative, Quantiitative, and Mixed

Methods Approaches, Penerjemah Achmad Fawaid, Research Design

Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2010.

JURNAL

Amin, Sholeh, Jurnal Ketatanegaraan, Organ-organ Sampiran Negara Di

Indonesia. Jakarta: Lembaga Pengkajian MPR RI, volume 11/okt.2018.

Susilowati, W.M.Herry, Jurnal Ketatanegaraan, Keberadaan Lembaga Negara

Utama dan Penunjang Menurut UUD NRI Tahun 1945, Jakarta:

Lembaga Pengkajian MPR RI, volume 11/okt.2018.

Data Website

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Pendidikan Pancasila

Untuk PerrguruanTinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan

Kemahasiswaan KEMENRISTEKDIKTI, 2016. Cet. 1. diakses pada

tanggal 8 Oktober dari http://lab.pancasila.um.ac.id/e-book-buku-

pendidikan-pancasila-ristekdikti/

Kadir, Abd., Jurnal Politik Profetik, Syiah dan Politik: Studi Republik Islam Iran.

Balai Litbang Agama Makassar Volume 5 Nomor 1 Tahun 2015 artikel

diakses pada 27 Agustus 2019 dari http://journal.uin-

alauddin.ac.id/index.php/jpp/article/view/820

Usman, Negara dan Fungsinya, al-daulah vol.4/no.1/ juni 2015 artikel diakses

pada 22 JULI 2019 dari http://journal.uin-

alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/view/1506

Page 81: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

72

Lampiran

QANUN ASASI

NEGARA ISLAM INDONESIA89

Bismi‟llahi‟r-Rahmani‟r-Rahim

Inna Fatahna laka Fathan mubina

Muqaddimah

Sejak mula pertama Umat Islam berjuang, baik sejak masa kolonial

Belanda yang dulu maupun pada zaman pendudukan jepang, hingga pada zaman

Republik Indonesia, sampai pada saat ini, selama ini mengandung suatu maksud

yang suci, menuju suatu arah yang mulia, ialah “mencari dan mendapatkan

mardhotillah, yang merupakan hidup di dalam suatu ikatan dunia baru, yakni

Negara Islam Indonesia yang merdeka”.

Dalam masa Umat Islam melakukan wajibnya yang suci itu dengan

beraneka jalan haluan yang diikuti, maka diketahuinyalah beberapa jembatan yang

perlu dilintasi ialah jembatan pendudukan Jepang dan Kemerdekaan Kebangsaan

Indonesia.

Hampir juga kaki Umat Islam selesai melalui jembatan emas yang terakhir

ini, maka badai baru mendampar bahtera Umat Islam sehingga keluar dari daerah

Republik, terlepas dari tanggung jawab Pemerintahan Republik Indonesia.

Alhamdulillah, pasang dan surutnya air gelombang samudra tidak

sedikitpun mempengaruhi niat suci yang terkandung dalam kalbu Muslimin yang

sejati. Di dalam keadaan yang demikian itu, Umat Islam bangkit dan bergerak

89 Abdul Munir Mulkhan dan Bilveer Singh, Demokrasi di Bawah Bayangan Mimpi N-

11, Dilema Politik Islam dalam Peradaban Modern, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara), h.

309-322

Page 82: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

73

mengangkat senjata, melanjutkan Revolusi Indonesia, menghadapi musuh, yang

senantiasa hanya ingin menjajah belaka.

Dalam masa Revolusi yang kedua ini, yang karena sifat dan coraknya

merupakan Revolusi Islam, keluar dan ke dalam maka Umat Islam tidak lupa pula

kepada waibnya membangun dan menggalang suatu Negara Islam yang Merdeka,

suatu Kerajaan Allah yang dilahirkan di atas dunia, ialah syarat dan tempat untuk

mencapai keselamatan tiap-tiap manusia dan seluruh Umat Islam, di lahir,

maupun batin, di dunia hingga akhirat kelak.

Kiranya dengan tolong dan Kurnia Ilahi, Qanun Asasi yang sementara ini

menjadi pedoman kita, Melakukan bakti suci kepada „Azza wa Jalla, dapatlah

mewujudkan amal perbuatan yang nyata , dari tiap-tiap warga negara di daerah

daerah, dimana dimulai dilaksanakan hokum-hukum Islam, ialah hukum Allah

dan Sunnah Nabi.

Mudah-mudahan Allah SWT melimpahkan Taufik dan HIdayah-Nya serta

tolong dan Kurnia-Nya atas seluruh negara dan Umat Islam Indonesia, sehingga

terjaminlah keselamatan Umat dan Negara daripada tiap-tiap bencana yang mana

pun juga. Amin!

“lau anna ahla‟l qura amanu wattaqaw lafatahna „alaihim barakatin min

as-sama‟i wa‟l arddli”.

Bab I

Negara, Hukum dan Kekuasaan

Pasal 1

1. Negara Islam Indonesia adalah Negara Kurnia Allah Subhanahu Wa

Ta‟ala kepada bangsa Indonesia.

Page 83: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

74

2. Sifat negara itu Jumhuriyyah (Republik).

3. Negara menjamin berlakunya syari‟at Islam di dalam kalangan kaum

Muslimin.

4. Negara memberi keleluasan kepada pemeluk agama lainnya, di dalam

melakukan ibadahnya.

Pasal 2

1. Dasar dan hukum yang berlakunya di Negara Islam Indonesia adalah

Islam.

2. Hokum yang tertinggi adalah Al-Qur‟an dan Hadits sahih.

Pasal 3

1. Kekuasaan yang tertinggi membuat hokum, dalam Negara Islam

Indonesia, ialah Majelis Syuro (Parlemen).

2. Jika keadaan memaksa, hak Majelis Syuro boleh beralih kepada Imam dan

Dewan Imamah.

Bab II

Majelis Syuro

Pasal 4

1. Majelis Syuro terdiri atas wakil-wakil rakyat, ditambah dengan utusan

golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-

undang.

2. Majelis Syuro bersidang sedikitnya sekali dalam satu tahun.

3. Siding Majelis Syuro dianggap sah jika 2/3 dari pada jumlah anggota

hadir.

4. Keputusan Majelis Syuro diambil dengan suara terbanyak.

5. Jika kuorum (ketentuan) yang tersebut diatas (Bab II, Pasal 4 ayat 3) tidak

mencukupi, maka sidang Majelis Syuro yang berikutnya harus diadakan

selambat-lambatnya 14 hari kemudian daripada sidang tersebut, dan jika

Page 84: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

75

sidang Majelis Syuro yang kedua inipun tidak mencukupi kuorum diatas

(Bab II, Pasal 4 ayat 3), maka selambat-lambatnya 14 hari kemudian

daripadanya harus diadakan lagi sidang Majelis Syuro ketiga yang

dianggap sah, dengan tidak mengingati jumlah anggota yang hadir.

Pasal 5

Majelis Syuro menetapkan Qanun Asasi dan garis-garis besar haluan

negara.

Bab III

Dewan Syuro

Pasal 6

1. Susunan Dewan Syuro ditetapkan dengan Undang-undang.

2. Dewan Syuro bersidang sedikitnya sekali dalam 3 bulan.

3. Dewan Syuro itu adalah Badan Pekerja dari Majelis Syuro dan mempunyai

tugas kewajiban:

a. Menyelesaikan segala keputusan Majelis Syuro.

b. Melakukan segala sesuatu sebagai wakil Majelis Syuro

menghadapi Pemerintah, selainnya yang berkenaan dengan prinsip.

Pasal 7

Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Syuro.

Pasal 8

Page 85: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

76

1. Anggota Dewan Syuro berhak memajukan rencana undang-undang.

2. Jika sesuatu rencana Undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan

Syuro, maka rencana tidak boleh dimajukan lagi dalam sidang Dewan

Syuro itu.

3. Jika rencana itu meskipun disetujui oleh Dewan Syuro tidak disahkan oleh

Imam, maka rencana tadi tak boleh dimajukan lagi dalam sidang Dewan

Syuro masa itu.

Pasal 9

1. Dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa, Imam berhak menetapkan

peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang.

2. Peraturan Pemerintah itu harus mendapatkan persetujuan Dewan Syuro

dalam sidang yang berikut.

3. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan Pemerintah itu harus

dicabut.

Bab IV

Kekuasaan Pemerintahan Negara

Pasal 10

Imam Negara Islam Indonesia memegang kekuasaan Pemerintah menurut

Qanun Asasi, sepanjang Hukum Islam.

Pasal 11

Page 86: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

77

1. Imam memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan

persetujuan Majelis Syuro.

2. Imam menetapkan peraturan Pemerintah, setelah berunding dengan Dewan

Imamah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya.

Pasal 12

1. Imam Negara Islam Indonesia ialah orang Indonesia ialah orang Indoensia

asli yang beragama Islam dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

2. Imam dipilih oleh Majelis Syuro dengan suara paling sedikit 2/3 daripada

seluruh anggota.

3. Jika hingga dua kali berturut-turut dilakukan pemilihan itu, dengan tidak

mencukupi ketentuan diatas (Bab IV pasal 12, ayat 2), maka keputusan

diambil menurut suara yang terbanyak dalam pemilihan yang ketiganya.

Pasal 13

1. Imam melakukan kewajibannya, selama:

a. Mencukupi baiatnya;

b. Tiada hal-hal yang memaksa sepanjang Hukum Islam.

2. Jika karena sesuatu, maka Imam berhalangan melakukan kewajibannya,

maka Imam menunjuk salah seorang Dewan Imamah sebagai wakilnya

sementara.

3. Di dalam hal-hal yang amat memaksa, maka Dewan Imamah harus selekas

mungkin mengadakan sidang untuk memutuskan wakil Imam sementara,

daripada anggota-anggota Dewan Imamah.

Pasal 14

Page 87: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

78

Sebelum melakukan wajibnya, Imam menyatakan bai‟at di hadapan

Majelis Syuro sebagai berikut:

“Bismi‟llahi-r-Rahmani‟r-Rahim.

Asyhadu anla ilaha illa‟llah wa asyhadu anna muhammada‟r Rasulu‟llah.

Wallahi (Demi Allah), saya menyatakan bai‟at saya, sebagai Imam Negara Islam

Indonesia, dihadapan sidang Majelis Syuro ini, dengan ikhlas dan suci hati dan

tidak karena sesuatu di luar kepentingan Agama dan Negara. Saya sanggup

berusaha melakukan kewajiban saya sebagai Imam Negara Indonesia, dengan

sebaik-baiknya dan sesempurna-sempurnanya sepanjang ajaran Agama Islam bagi

kepentingan Agama dan Negara.”

Pasal 15

Imam memegang kekuasaan yang tertinggi atas seluruh Angkatan Perang

Negara Islam Indonesia.

Pasal 16

Imam dengan persetujuan Majelis Syuro menyatakan perang, membuat

perdamaian /perjanjian dengan negara lain.

Pasal 17

Imam menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat-akibat

keadaan bahaya, ditetapkan dengan Undang-undang.

Pasal 18

Page 88: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

79

1. Imam mengangkat duta dan konsul;

2. Menerima duta negara lain.

Pasal 19

Imam member amnesty, abolisi, grasi dan rehabilitasi.

Pasal 20

Imam memberi gelar, tanda jasa dan lain-lainnya tanda kehormatan.

Bab V

Dewan Fatwa

Pasal 21

1. Dewan Fatwa terdiri dari seorang Mufti besar dan beberapa Mufti lainnya.

2. Dewan ini berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan Imam dan

berhak mewujudkan usul kepada pemerintah. Pengangkatan dan

pemberhentian anggota-anggota itu dilakukan oleh Imam.

Bab VI

Dewan Imamah

Pasal 22

1. Dewan Imamah terdiri dari Imam dan kepala-kepala Majelis.

2. Anggota-anggota Dewan diangkat dan diberhentikan oleh Imam.

3. Tiap-tiap anggota Dewan Imamah bertanggung jawab atas kebaikan

berlakunya pekerjaan Majelisyang diserahkan kepadanya.

Page 89: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

80

4. Dewan Imamah bertanggung jawab kepada Imam dan Majelis Syuro atas

kewajiban yang serahkan kepadanya.

Bab VII

Pembagian Daerah

Pasal 23

Pembagian daerah dalam Negara Islam Indonesia ditentukan menurut

Undang-undnag.

Bab VIII

Keuangan

Pasal 24

1. Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan

Undang-undang. Apabila dewan Syuro tidak menyetujui anggaran yang

diusulkan pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang

lalu.

2. Pajak dilenyapkan dan diganti dengan infaq. Segala infaq untuk

kepentingan negara berdasarkan Undang-undang.

3. Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

4. Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan Undang-undang.

5. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan

suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan

Undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan

Syuro.

Page 90: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

81

Bab IX

Kehakiman

Pasal 25

1. Fungsi kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-

badan kehakiman lainnya menurut Undang-undang.

2. Susunan dan kekuasaan Badan Kehakiman itu diatur dengan Undang-

undang.

Pasal 26

Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhatikan sebagai Hakim

ditetapkan dengan Undang-undang.

Bab X

Warga Negara

Pasal 27

1. Yang menjadi warga negara adalah orang Indonesia asli dan orang-orang

bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warga negara.

2. Syarat-syarat yang mengenai warga negara ditetapkan dengan Undang-

undang.

Page 91: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

82

Pasal 28

1. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hokum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan

tidak ada kecualinya.

2. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan.

3. Jabatan-jabatan dan kedudukan-kedudukan yang penting dan bertanggung

jawab di dalam Pemerintahan, baik sipil, maupun militer, hanya diberikan

kepada Muslim.

Pasal 29

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, melahirkan pikiran dengan lisan

dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan Undang-undang.

Bab XI

Pertahanan Negara

Pasal 30

1. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha

pembelaan Negara.

2. Tiap-tiap warga negara yang beragama Islam wajib ikut serta dalam

pertahanan Negara.

3. Syarat-syarat tentang pembelaan Negara diatur dengan Undang-undang.

Bab XII

Page 92: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

83

Pendidikan

Pasal 31

1. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib mendapat pengajaran.

2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran

Islam yang diatur dengan Undang-undang.

Bab XIII

Ekonomi

Pasal 32

1. Perikehidupan dan penghidupan rakyat diatur dengan dasar tolong-

menolong.

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara., dan yang menguasai

hajat orang banyak, dikuasai oleh Negara.

3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

rakyat.

Bab XIV

Bendera dan Bahasa

Bendera Negara Islam Indonesia ialah Merah Putih ber-Bulan Bintang.

Bahasa Negara Islam Indonesia ialah Bahasa Indonesia.

Page 93: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

84

Bab XV

Perubahan Qanun Asasi

Pasal 34

1. Untuk merubah Qanun Asasi harus sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah

anggota Majelis Syuro yang hadir.

2. Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya setengah dari

pada jumlah seluruh anggota Majelis Syuro.

Cara Berputarnya Roda Pemerintahan

1. Pada umumnya roda pemerintahan NII berjalan menurut dasar yang

ditetapkan Qanun Asasi dan sesuai dengan Pasal 3 Qanun Asasi tadi,

sementara belum ada Parlemen (Majelis Syuro), segala Undang-undang

dalam dalam bentuk maklumat yang ditanda tangani oleh Imam.

2. Berdasarkan maklumat-maklumat Imam tadi, Majelis-majelis

(kementrian-kementrian) menurut pembagian tugas-kewajiban masing-

masing, membuat peraturan atau penjelasan untuk memudahkan

pelaksanaannya.

3. Juga dasar politik Pemerintahan NII ditentukan oleh Dewan Imamah.

4. Anggota-anggota Dewan Imamah pada waktu pembentukannya ialah:

S.M. Kartosuwirjo selaku Imam merangkap kepala Majelis

Pertahanan.

Sanoesi Partawidjaja selaku Kepala Majelis Dalam Negeri dan

Keuangan.

K.H. Gozali Tusi selaku Kepala Majelis Kehakiman.

Thoha Arsyad selaku Kepala Majelis Penerangan.

Page 94: A. Latar Belakang - repository.uinjkt.ac.id · kajian pembagian kekuasaan tentang isu - isu negara Islam. b. Untuk menambah bahan masukan referensi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan

85

Kamran selaku anggota.

R. oni selaku anggota.