web viewsampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang akan menjadi humus dan tubuh biota dalam...
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat. Berbagai masalah kesehatan dan penyakit yang timbul di masyarakat
salah satu faktornya adalah karena kondisi lingkungan yang tidak bersih atau
tidak sehat. Salah satu masalah yang dihadapi sekarang adalah menumpuknya
sampah, cara pengolahan sampah yang kurang benar oleh masyarakat sehingga
bisa menyebabkan munculnya bau karena sampah.
Sampah pada dasarnya bisa untuk diatasi jika kita tahu bagaimana cara
mengolah sampah yang benar agar sampah yang dihasilkan tidak mengganggu
kesehatan lingkungan. Sampah padat dibedakan menjadi dua yaitu sampah
organik dan anorganik. Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah bagaimana
sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat dengan pengolahan yang benar. Salah
satu wujud pengolahan sampah yang memiliki manfaat adalah pengolahan sampah
padat organik dengan komposting. Kompos sangat berpotensi untuk
dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang
dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau.
Pengomposan merupakan proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba - mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Salah satu metode
pengomposan sampah padat organik dapat dilakukan dengan metode lubang
biopori. Lubang biopori selain sebagai lubang resapan air hujan juga dapat
sebagai lubang untuk pengomposan. Metode ini sangat potensial dan mudah untuk
dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas bagaimanakah cara
pembuatan kompos sampah padat organik dengan metode lubang biopori ?
1.3 Tujuan Praktikum
1.3.1 Tujuan Umum
1
Membuat kompos padat dari sampah organik dengan metode lubang
biopori.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mempraktikkan cara membuat kompos padat dari sampah organik
dengan metode lubang biopori
2. Mempraktikkan cara pembuatan kompos padat dari sampah organik
dengan metode lubang biopori
3. Membandingkan hasil kompos padat dengan penambahan cacing
tanah dan starter nasi
1.4 Manfaat Praktikum
1. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai cara pembuatan lubang
biopori sebagai salah satu metode pembuatan kompos padat
2. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai proses pengomposan
dengan motpde lubang biopori
2
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Kompos
Kompos merupakan hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau
anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan
bahan organik sebagai sumber energi. Proses pengomposan akan berlangsung
setelah bahan-bahan mentah (sampah organik) dicampur. Lama waktu
pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu
beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang. Kompos
memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
a. Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya dalam transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume dan ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan asalnya sebagai limbah
b. Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh pembakaran limbah dan
sampah organik yang membusuk karena penimbunan
2. Mengurangi kebutuhan lahan yang digunakan untuk penimbunan
c. Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah, struktur dan karakteristik tanah
2. Meningkatkan penyerapan air oleh tanah
3. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
4. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
5. Menekan pertumbuhan atau serangan penyakit tanaman
3
6. Meningkatkan retensi atau ketersediaan hara di dalam tanah
Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji
dilaboratorium untuk atau pun pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini
disampaikan cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :
1. Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun
kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap,
berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa
berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau
seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila
kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya
berarti kompos tersebut belum matang.
3. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos.
Besarnya
penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat
kematangan kompos.Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila
penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum
selesai dan kompos belum matang.
4. Tes kantong plastik
Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian
dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan disimpan di dalam
suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila setelah satu minggu
kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah berarti kompos telah
matang.
5. Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan
beberapa benih (3– 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang
bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang
diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Benih akan
4
berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7 hitung benih yang
berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos
dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh
banyaknya benih yang berkecambah.
6. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan.
Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses
pengomposan masih berlangsung aktif.
7. Kandungan air kompos
Kompos yang sudah matang memiliki kandungan kurang lebih 55-65%.
2.2 Pengertian Lubang Biopori
Lubang biopori adalah metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi
banjir dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Metode ini dicetuskan
oleh Ir. Kamir R Brata, M.Sc, peneliti dan dosen Department Ilmu Tanah dan
Sumber Daya Alam IPB tahun 1976. Sebelum di publikasikan ke masyarakat telah
digunakannya selama 20 tahun. Peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan
dengan membuat lubang pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik
untuk menghasilkan kompos. Sampah organik yang ditimbunkan pada lubang ini
kemudian dapat menghidupi fauna tanah, yang seterusnya mampu menciptakan
pori-pori di dalam tanah. Teknologi sederhana ini kemudian disebut dengan nama
biopori.
Lubang biopori adalah lubang yang dengan diameter 10 sampai 30 cm
dengan panjang 30 sampai 100 cm yang ditutupi sampah organik yang berfungsi
untuk menjebak air yang mengalir di sekitarnya sehingga dapat menjadi sumber
cadangan air bagi air bawah tanah, tumbuhan di sekitarnya serta dapat juga
membantu pelapukan sampah organik menjadi kompos yang bisa dipakai untuk
pupuk tumbuh-tumbuhan.
Secara kimiawi sampah dibedakan menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah diuraikan karena
memiliki rantai kimia yang pendek dan sampah, sedangkan sampah anorganik
yakni sampah yang sulit diuraikan oleh mikroorganisme karena rantai kimianya
panjang. Sampah organik berupa sayur-sayuran, dedaunan, buah-buahan,
5
sedangkan sampah anorganik misalnya plastik, kaleng, pecahan kaca, dan lain-
lain (Daryanto, 1995)
Lubang biopori secara alami terbentuk oleh cacing dan lubang yang terbentuk
oleh aktifitas akar tanaman. Jika lubang seperti ini dapat dibuat dengan jumlah
banyak, maka kemampuan tanah untuk meresapkan air akan diharapkan semakin
meningkat. Meningkatnya kemampuan tanah dalam meresapkan air akan
memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan tanah, dengan perkataan
lain akan dapat mengurangi bahaya banjir yang mungkin terjadi.
Teknologi Lubang biopori merupakan metode alternatif untuk meresapkan air
hujan kedalam tanah, selain dengan sumur resapan. Pemanfaatan Biopori
membuat keseimbangan alam terjaga, sampah organik yang sering menimbulkan
bau tak sedap dapat tertangani, disamping itu juga dapat menyimpan air untuk
musim kemarau.
Gambar 1. Lubang Resapan Biopori
2.3 Tujuan Lubang Biopori
Lubang biopori mempunyai berbagai manfaat yang bisa digunakan masyarakat
sebagai metode pembuatan kompos yang baik. Tujuan pembuatan lubang biopori
yaitu :
1. Memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air
tanah.
2. Membuat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar.
6
3. Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit.
4. Mengurangi air hujan yang dibuang percuma ke laut.
5. Mengurangi resiko banjir di musim hujan.
6. Maksimalisasi peran dan aktivitas flora dan fauna tanah.
7. Mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor.
2.4 Manfaat Lubang Biopori
Berdasarkan Publikasi Tim Biopori IPB (2007) dijelaskan manfaat dari penerapan
biopori adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan daya resapan air
Meningkatkan daya resapan air hujan ke dalam tanah. Hal ini bermanfaat
untuk: mencegah genangan air yang akan mengakibatkan banjir, peningkatan
cadangan air bersih di dalam tanah, dan mencegah erosi dan longsor.
2. Mengubah sampah organik menjadi kompos
Sampah organik yang dimasukan ke dalam lubang biopori akan dirubah
menjadi kompos oleh satwa tanah seperti cacing dan rayap. Kompos atau
humus ini sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah. Selain itu sampah organik
yang di serap oleh bio tanah tidak cepat diemisikan atmosfer sehingga
mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan) yang mengakibatkan
pemanasan global dan menjadi biodiversity dalam tanah.
3. Memanfaatkan Fauna Tanah dan atau Akar Tanaman
Lubang biopori diaktifkan oleh organisme tanah, khususnya fauna tanah dan
perakaran tanaman. Aktivitas merekalah yang selanjutnya akan menciptakan
rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah yang akan dijadikan "saluran"
air untuk meresap ke dalam tubuh tanah.
Dengan memanfaatkan aktivitas mereka maka rongga-rongga atau liang-
liang tersebut akan senantiasa terpelihara dan terjaga keberadaannya sehingga
kemampuan peresapannya akan tetap terjaga tanpa campur tangan langsung dari
manusia untuk pemeliharaannya. Hal ini tentunya akan sangat menghemat tenaga
dan biaya. Kewajiban faktor manusia dalam hal ini adalah memberikan pakan
kepada mereka berupa sampah organik pada periode tertentu. Sampah organik
yang dimasukkan ke dalam lubang akan menjadi humus dan tubuh biota dalam
tanah, tidak cepat diemisikan ke atmosfir sebagai gas rumah kaca; berarti
7
mengurangi pemanasan global dan memelihara biodiversitas dalam tanah. Dengan
munculnya lubang-lubang biopori dapat dicegah adanya genangan air, sehingga
berbagai masalah yang diakibatkannya akan dapat dihindari.
Dalam waktu 2 minggu, bahan organik akan mulai terurai dan liang-liang
pori juga mulai terbentuk di dalam tanah berkat adanya aktivitas mikro organisme
tanah. Untuk mempertahankan tetap berlangsungnya aktivitas mikro organisme
maka penambahan bahan organik secara kontiniu perlu dilakukan. Sejalan dengan
pertambahan waktu maka jumlah liang pori yang terbentuk di dalam tanah akan
meningkat pula, sehingga laju resapan air hujan ke dalam akan meningkat.
Kondisi tanah yang sangat berpengaruh adalah tekstur, pada tanah yang
bertekstur lepas akan lebih cepat terbentuk liang pori dibanding dengan tanah
yang bertekstur liat (Brata, 2008). Banyaknya liang pori yang terbentuk di dalam
tanah akan mempengaruhi laju resapan air ke dalam tanah, semakin banyak liang
pori yang terbentuk maka peresapan air ke dalam tanah juga akan meningkat.
8
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
3.1 Rancang bangun
Membuat lubang silindris di tempat yang potensial untuk dibuat
lubang biopori yang dibuat ke dalam tanah dengan bor biopori
berdiameter 10 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi
kedalaman muka air tanah pada dasar saluran atau alur yang telah dibuat.
Jarak antar lubang biopori yang satu dengan yang lain 50 sampai 100 cm.
Idealnya, untuk 100 meter bidang kedap (bidang tanah yang
ditutup bangunan) dengan perhitungan curah hujan 50 mm per hari (hujan
lebat), butuh sekitar 30 lubang. Jika 30 lubang tadi dikalikan 8 liter
sampah per lubang sebagai perkiraan, berarti ada 240 liter sampah yang
bisa ditampung. Dapat diperkirakan jumlah lubang yang akan dibuat
seperti tersebut. Namun untuk pelaksanaannya akan dibuat lubang
disesuaikan dengan luas daerah yang akan dibuat lubang dengan acuan
perhitungan tersebut.
3.2 Alat
1. Bor biopori
2. Sekop
3. Linggis
3.3 Bahan
1. Sampah organik ( parutan pepaya, terong, cabai, kecambah, sayuran,
dedaunan )
2. Cacing tanah
3. Starter dari nasi
3.4 Prosedur kerja
a. Mencari lokasi untuk membuat lubang biopori
b. Lepas paving sebelum pengeboran tanah menggunakan linggis
c. Meletakkan mata bor biopori tegak lurus dengan tanah yang akan
diubangi
9
d. Alat bor dimasukkan dan setelah penuh tanah (kurang lebih 10 cm
kedalaman tanah) diangkat, untuk dikeluarkan tanahnya, lalu
kembali lagi memperdalam lubang tersebut sampai sebelum muka
air tanah (30 cm sampai dengan 100 cm).
e. Masukkan sampah organik ke dalam lubang
f. Masukkan cacing tanah ke dalam lubang (untuk lubang 1)
g. Masukkan starter nasi ke dalam lubang (untuk lubang 2 )
h. Tutup lubang dengan paving yang dilepas tadi dengan ditata
memutari lubang
Gambar 2. Cara Membuat Lubang Biopori
(http://bebasbanjir2025.files.wordpress.com)
3.5 Lokasi Praktikum
Lokasi yang dipilih untuk praktikum pembuatan kompos dengan lubang
biopori yaitu di parkir selatan kampus FKM UA.
3.6 Waktu Pelaksanaan Praktikum
10
Pelaksanaan praktikum pembuatan kompos dengan lubang biopori
dillaksanakan pada tanggal 20 April 2013.
11
BAB 4
HASIL PRAKTIKUM
4.1 Hasil kompos pada lubang 1 (cacing tanah)
Pengolahan sampah padat organik dengan metode lubang biopori
menggunakan cacing tanah :
Pengamatan
FisikMinggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Warna Coklat tua Hitam Hitam
Tekstur
Campuran tanah
dengan sampah
organik
Seperti tanah
(gembur)
Seperti tanah
(gembur)
Bau
Bau bahan asal
sampah padat
organik
Tanah namun
sedikit bau asal
bahan sampah
padat organik
Tanah
Penyusutan
Tidak signifikan
mengalami
penyusutan
Penyusutan
sekitar 5 cm
Penyusutan
sekitar 8 cm
Tabel 1. Tabel Hasil Kompos Dengan Cacing Tanah
Pengolahan sampah padat organik dengan metode lubang biopori
menggunakan cacing tanah sudah terdapat perubahan dari setiap minggunya
seperti perubahan warna, tekstur, dan baunya.
Hasil kompos yang didapatkan dilihat dari kompos berwarna kehitaman,
tekstur seperti tanah (gembur), bau seperti tanah sudah sesuai dengan SNI 19-
7030-2004 tentang kompos dari sampah organik domestik.
12
4.2 Hasi kompos pada lubang 2 (starter nasi)
Pengolahan sampah padat organik dengan metode lubang biopori
menggunakan starter nasi :
Pengamatan
FisikMinggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Warna Coklat Coklat Tua Kehitaman
Tekstur
Campuran antara
tanah dan
sampah organik
Seperti tanahSeperti tanah
(agak gembur)
Bau Bau sampah Busuk Tanah
Penyusutan
Belum
mengalamai
penyusutan yang
signifikan
Penyusutan
sekitar 3 cm
Penyusutan
sekitar 6 cm
Tabel 2. Hasil Komposting dengan Starter Nasi
Pengolahan sampah padat organik dengan metode lubang biopori
menggunakan starter nasi membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan starter cacing, karena pada minggu pertama pengecekan, masih
tercium bau busuk dari sampah, meskipun tekstur dan warna sudah sama
seperti pada percobaan dengan starter cacing.
Hasil kompos yang didapatkan dilihat dari kompos berwarna kehitaman,
tekstur seperti tanah (agak gembur), bau seperti tanah sudah sesuai dengan
SNI 19-7030-2004 tentang kompos dari sampah organik domestik.
4.3 Kendala Praktikum
Pelaksanaan praktikum komposting dengan metode lubang biopori
mengalami beberapa kendala diantaranya sebagai berikut :
13
1. Membuat beberapa lubang dengan membuka dan menutup paving untuk
mencari tempat yang sesuai untuk pembuatan lubang biopori karena
lubang banyak yang berbatu sehingga kedalaman tidak mencapai
ketentuan.
2. Melakukan pengamatan tingkat kematangan kompos dengan pengamatan
fisik saja karena waktu untuk pematangan kompos seharusnya selama ± 3
bulan, namun waktu untuk praktikum hanya sampai 3-4 minggu.
3. Revisi tidak bisa mengukur pH, suhu dan kelembapan karena kompos
pada lubang sudah berbeda kondisinya seperti saat sebelumnya karena
terkena air hujan dalam beberapa hari sehingga hasilnya akan berbeda dan
lebih basah.
14
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil pegamatan selama 3 minggu dengan ciri-ciri fisik kompos matang
menunjukkan bahwa kompos masih belum matang sempurna. Waktu
terbentuknya kompos sampai tingkat kematangan membutuhkan waktu sekitar 3
bulan untuk bisa dipanen. Namun dengan ciri-ciri fisik dapat disimpulkan bahwa
sudah lebih dari 50% kompos mendekati matang.
Komposting dengan starter cacing tanah lebih cepat proses
pengomposannya dibandingkan dengan starter nasi sebab pada minggu pertama
pengecekan, masih tercium bau busuk dari sampah, meskipun tekstur dan warna
sudah sama seperti pada percobaan dengan starter cacing.
5.2 Saran
Lubang biopori baik digunakan sebagai metode pemanfaatan disamping
sebagai lubang resapan juga sebagai metode pembuatan kompos padar dengan
bahan sampah organik,
15
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia.http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos.Diakses pada 12 April 2013
Anonim.Depok Bebas
Sampah
.http://bebasbanjir2025.files.wordpress.com/2008/09/310.jpg.Diakses
pada 3 April 2013
Anonim.Lubang Biopori.http://depokbebassampah.wordpress.com/acuan/lubang-
resapan-biopori/.Diakses pada 12 April 2013
Anonim.Ciri-ciri Kompos
Matang.2007.http://vidioku.wordpress.com/2007/09/16/ciri-ciri-kompos-telah-
matang/.Diakses pada 12 April 2013
Anonim.Universitas Sumatera
Utara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28516/4/Chapter
%20II.pdf.Diakses pada 12 April 2013
Kikiie, Risky.Dunia Kompos.2012.http://rizkykikii.blogspot.com/2012/05/ciri-
ciri-kompos.html?m=1.Diakses pada 12 April 2013
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2004.Spesifikasi Kompos dari Sampah
Organik Domestik.SNI 19-7030-2004.Jakarta
16
LAMPIRAN
17
Gambar 3. Foto Pembuatan Lubang Biopori
Gambar 4. Lubang Biopori
Gambar 5. Sampah Organik Dimasukkan
18
Gambar 6. Starter Dimasukkan
Gambar 7. Penutupan
Lubang Biopori
Gambar 8. Hasil Kompos dengan Cacing Tanah
19
Gambar 9. Hasil Kompos dengan Starter Nasi
20